pemaknaan baru prinsip mekanisme aseanpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2....

70

Upload: others

Post on 21-Nov-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas
Page 2: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas
Page 3: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

PEMAKNAAN BARU PRINSIP NON-INTERFERENCE PADA PENANGANAN

MIGRASI PAKSA DALAM KERANGKA MEKANISME ASEAN

Page 4: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

Dilarang mereproduksi atau memperbanyak seluruh atau sebagian dari buku ini dalam bentuk atau cara apa pun tanpa izin tertulis dari penerbit.

© Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang No. 28 Tahun 2014

All Rights Reserved

Page 5: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

ORASI PENGUKUHAN PROFESOR RISETBIDANG KEAMANAN INTERNASIONAL

DAN ISU-ISU STRATEGIS

PEMAKNAAN BARU PRINSIP NON-INTERFERENCE PADA

PENANGANAN MIGRASI PAKSA DALAM KERANGKA MEKANISME ASEAN

LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIAJAKARTA, 18 DESEMBER 2018

OLEH:TRI NUKE PUDJIASTUTI

Page 6: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

© 2018 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian Politik

Katalog dalam Terbitan (KDT)

Pemaknaan Baru Prinsip Non-Interference pada Penanganan Migrasi Paksa dalam Kerangka Mekanisme ASEAN/Tri Nuke Pudjiastuti-Jakarta: LIPI Press, 2018.

xi + 54 hlm.; 14,8 x 21 cm

ISBN 978-602-496-032-2 (cetak) 978-602-496-033-9 (e-book)

1. Makna 2. Migrasi3. ASEAN

401.43. 304.81.352.1159

Copy editor : Fadly SuhendraProofreader : Martinus HelmiawanPenata Isi : Rahma Hilma TaslimaDesainer Sampul : Rusli Fazi

Sumber Foto Sampul : www.pakistantoday.com

Diterbitkan oleh: LIPI Press, anggota IkapiJln. R.P. Soeroso No. 39, Menteng, Jakarta 10350Telp: (021) 314 0228, 314 6942. Faks.: (021) 314 4591e-mail: [email protected] website: lipipress.lipi.go.id LIPI Press @lipi_press

Page 7: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

v

BIODATA RINGKAS

Tri Nuke Pudjiastuti, lahir di Salatiga, 1 Februari 1963 merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Terlahir dari pa-sangan Bapak Trisaptono (alm.) dan Ibu Soemarni. Menikah dengan Ir. Basuki Hardjojo, M.K.K.K. dan dikaruniai dua orang anak, yaitu Budiarso Eko Harsidi, S.T.I. dan Budisasongko Dwi Hardadi, S.T.

Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor: 159/M Tahun 2013, tanggal 27 Desember 2013 yang bersangkutan diangkat sebagai Peneliti Utama terhitung mulai 01 April 2013

Berdasarkan Keputusan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Nomor 25/A/2018 tanggal 12 Desember 2018 tentang Pembentukan Majelis Pengukuhan Profesor Riset, yang bersangkutan dapat melakukan pidato pengukuhan Profesor Riset.

Menamatkan Sekolah Dasar (SD) Kanisius Cungkup II di Salatiga tahun 1974, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Pa ngudi Luhur di Salatiga tahun 1977, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 di Salatiga tahun 1981. Memperoleh gelar Sarjana (S1) Sastra dan Budaya Rusia dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran, Bandung, tahun 1986; memperoleh gelar Master of Art (M.A.) bidang Migrasi Internasional dari Department of Human Geography and Environmental Studies, Faculty of Social Sciences, di University of Adelaide, Australia, tahun 2000; dan memperoleh gelar Doktor di bidang Kriminologi dengan

Page 8: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

vi

fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia, Depok, tahun 2014.

Mengikuti beberapa pelatihan yang terkait bidang kompetensinya, antara lain Science and Technology Policy dan Research and Development (S&T and R&D) Management Training Program di Seoul, Korea Selatan, tahun 2001, dan Pelatihan Metode Kriminologi “Sensitivity Issues in Research on Crime and Deviance” di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia, Depok, tahun 2011.

Menduduki jabatan struktural di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, yaitu sebagai Kepala Bagian Umum, Pusat Penelitian Politik LIPI, tahun 2000–2001; Kepala Bidang Tata Operasional, Pusat Penelitian Politik LIPI, tahun 2001–2002; dan Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan LIPI, tahun 2015–sekarang.

Jabatan fungsional peneliti diawali sebagai Peneliti Ahli Pertama, tahun 1992; Peneliti Ahli Muda, tahun 1994; Peneliti Ahli Madya, tahun 2006; dan Peneliti Ahli Utama, tahun 2013.

Menghasilkan 110 karya tulis ilmiah, baik yang ditulis sendiri maupun dengan penulis lain dalam bentuk buku, jurnal, prosiding, dan makalah yang diterbitkan, dan 40 di antaranya dalam bahasa Inggris.

Ikut serta dalam pembinaan kader ilmiah, yaitu sebagai pengajar sarjana (S1) di Universitas Indonesia dan Akademi Kejuruan Ilmu Pemasyarakatan; pengajar, pembimbing, dan penguji tesis (S2) di Universitas Pertahanan; dan penguji tesis (S3) di Program Magister Kriminologi, Universitas Indonesia.

Aktif dalam organisasi profesi ilmiah, yaitu sebagai anggota Asosiasi Ilmu Politik (AIPI), tahun 1990–1992; anggota

Page 9: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

vii

Indonesian Marine and Fisheries Socio-Economics Research Network (IMFISERN), tahun 2012–2013; Dewan Sekretariat Asia Dialog on Forced Migration (ADFM), tahun 2015–sekarang; Ketua Komisi Nasional Indonesia Management of Social Transformation (MOST), UNESCO, tahun 2015–sekarang; Dewan Pengarah Knowledge Sector Initiative (KSI), tahun 2016–sekarang; Dewan Pengurus Consortium for Southeast Asian Studies in Asia (SEASIA), tahun 2017–sekarang.

Memperoleh penghargaan Mardjono Reksodiputra Awards (2012 dan 2013) dari Universitas Indonesia; Satyalancana Karya Satya X Tahun (2000), XX Tahun (2008), dan XXX Tahun (2018) dari Presiden Republik Indonesia.

Page 10: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

viii

Page 11: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

ix

DAFTAR ISI

BIODATA RINGKAS .............................................................................. vPRAKATA PENGUKUHAN ................................................................... xi I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1II. PERKEMBANGAN DAN KOMPLEKSITAS PENDEKATAN MIGRASI PAKSA ........................................................................... 3

2.1 Migrasi Paksa sebagai Korban .................................................. 4 2.2 Perkembangan Pendekatan Migrasi Paksa ................................ 5 2.3 Konsep Prinsip Non-Interference bagi ASEAN ........................ 8

III. ALIRAN MIGRASI PAKSA DALAM CARA PANDANG ASEAN ............................................................................................ 10

3.1 Upaya Internasionalisasi Isu ..................................................... 10 3.2 Posisi ASEAN dalam Penanganannya ...................................... 11 3.3 Tantangan Pemaknaan Baru Prinsip Non-Interference Melalui

Kasus Rohingya ........................................................................ 16IV. KESIMPULAN ................................................................................ 19V. PENUTUP ........................................................................................ 21

UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................... 22DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 24LAMPIRAN ............................................................................................. 26DAFTAR PUBLIKASI ILMIAH............................................................. 32DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................... 47

Page 12: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

x

Page 13: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

xi

PRAKATA PENGUKUHAN

Bismillaahirrahmaanirrahiim. Assalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.Salam Sejahtera untuk kita semua.Majelis Pengukuhan Profesor Riset yang mulia dan hadirin yang saya hormati.

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah Swt., hanya de-ngan izin dan karunia-Nya, saya diberi jalan dan kekuatan untuk menyampaikan Orasi Pengukuhan Profesor Riset di hadapan majelis yang mulia.

Pada kesempatan yang berbahagia ini, dengan segala ke-rendahan hati, perkenankan saya menyampaikan orasi ilmiah dengan judul

“PEMAKNAAN BARU PRINSIP NON-INTERFERENCE PADA PENANGANAN MIGRASI PAKSA DALAM

KERANGKA MEKANISME ASEAN”

Page 14: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

xii

Page 15: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

1

I. PENDAHULUAN

“REAFFIRMING ASEAN’s commitment to the promotion and protection of human rights and fundamental freedoms as well as the purposes and the principles as enshrined in the ASEAN Charter, including the principles of democracy, rule of law and good governance.”

(Phnom Penh Statement, 2013)

Naskah orasi disusun berdasarkan fenomena aliran migrasi paksa (forced migration) yang terjadi di kawasan Asia Tenggara. Istilah migrasi paksa digunakan untuk dapat mewakili persoal-an pengungsi dan pencari suaka yang bersinggungan dengan penyelundupan orang (people smuggling) dan perdagangan orang (trafficking in persons).

Pilihan istilah migrasi paksa menjadi penting, ketika banyak istilah lainnya sulit mewakili berbagai kegiatan aliran manusia lintas negara yang sering kali merupakan kombinasi antara persoalan ekonomi, kemanusiaan dan politik serta keamanan. Migrasi paksa yang dibicarakan di sini, tidak memasukkan aliran manusia yang berpindah secara paksa dalam satu wilayah negara (Internally Displaced Persons/IDPs).

Di Asia Tenggara permasalahan tersebut tidak sedikit datang -nya dari negara kawasan sendiri, yang umumnya di tangani secara bilateral atau trilateral, tetapi sangat sulit dalam kerangka Association of South East Asia Nations (ASEAN). ASEAN secara institusi belum memiliki mekanisme penangan an migrasi paksa. Hal ini dapat dilihat dari ketidakberdayaan ASEAN dalam menangani krisis migrasi paksa etnis Rohingya dari Myanmar secara besar-besaran pada tahun 2017.

Page 16: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

2

Persoalan migrasi paksa bukan hal yang baru, semakin hari semakin kompleks sehingga membutuhkan terobosan di level regional, selain multilateral. Sebenarnya, Indonesia telah berupaya mendorong terjadinya internalisasi di lingkungan ASEAN melalui forum multilateral, seperti dalam Forum Bali Process, di mana Indonesia menjadi co-chair. Demikian pula, Indonesia mendorong ASEAN melalui forum yang menghasilkan Deklarasi Jakarta pada tahun 20131,2. Meskipun hanya merupakan forum konsultasi, tetapi sedikit banyak forum-forum tersebut mampu mendorong perhatian masing-masing negara anggota ASEAN.

Naskah ini membahas perkembangan dan kompleksitas pendekatan untuk memahami penanganan fenomena migrasi paksa. Mengingat luasnya spektrum permasalahan migrasi paksa dengan beragam karakteristiknya maka tulisan ini hanya memfokuskan pada kategori pengungsi lintas negara di kawasan Asia Tenggara, dengan kasus Rohingya dalam kerangka mekanisme ASEAN.

Tantangan terbesar bagi ASEAN adalah kepastian terhadap nilai-nilai yang disepakati, yaitu tidak saling mencampuri urus an dalam negeri masing-masing (non-interference in each other’s internal affairs). Meskipun dalam perjalanannya ASEAN mempunyai pengalaman dalam diplomasi humanitarian, non-interference tetap membentengi isu hak azasi manusia (HAM) di ASEAN.

Page 17: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

3

II. PERKEMBANGAN DAN KOMPLEKSITAS PENDEKATAN MIGRASI PAKSA

Fenomena migrasi paksa terkait dengan aliran pengungsi bukanlah suatu hal baru dan telah merambah di seluruh belahan dunia. Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara menghadapi be ragam masalah, antara lain terjadinya pengungsi dalam wilayah negara (IDPs) yang disebabkan oleh bencana alam, seperti tsunami, banjir ataupun konflik komunal yang telah menyisakan banyak IDPs3 hingga hari ini. Selain itu, juga terdapat pengungsi antarnegara, yaitu secara tradisional disebut sebagai pengungsi (refugees), yang biasanya akibat dari konflik dalam suatu negara, antarnegara, ataupun gangguan regional1. Gelombang perjalan-an mereka telah mengubah cara pandang negara-negara transit ataupun negara tujuan, yang berdampak pada penanganannya.

Keberadaan mereka tidak dapat dilepaskan dari fenomena konflik bersenjata di kawasan Afrika, Timur Tengah, dan Afganistan dalam 20 tahun terakhir. Pertumbuhan angka aliran migrasi paksa signifikan dari 33,9 juta (1997) menjadi 65,6 juta (2016), dengan angka lonjakan terkonsentrasi antara tahun 2012 dan 2015 di wilayah Afrika. Meskipun aliran yang masuk ke arah Asia Tenggara dan Australia tidak banyak, tetapi kasus Rohingya dari Myanmar telah memosisikan wilayah Asia menghadapi kasus terbesar untuk aliran statelessness dengan tempat penampungan (camp) pengungsi di Bangladesh menjadi yang terbesar di dunia4. Aliran migrasi paksa yang menuju ke kawasan Asia Tenggara telah memosisikan beberapa negara ASEAN, seperti Indonesia dan Malaysia, menjadi negara transit bukan hanya bagi etnis Rohingya, melainkan juga yang berasal dari 40 negara Asia Tengah, Afrika, dan Timur Tengah. Aliran mereka tidak dapat hanya dikategorikan sebagai pengungsi, karena telah jatuh dalam

Page 18: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

4

proses dan jaringan penyelundupan orang dan dalam beberapa kasus mereka kembali menjadi korban dari jaringan perdagangan orang (trafficker)1,2,5.

2.1 Migrasi Paksa sebagai KorbanSecara terminologi, sebutan pengungsi dan pencari suaka men-jadi kabur, ketika terjadi proses perjalanannya masuk ke dalam penyelundupan atau perdagangan orang, meskipun mereka memiliki beberapa dokumen. Dalam posisi itu memunculkan sebutan “migran ilegal,” baik yang undocumented maupun irregular (irregular migration atau irregular movement)1,2. Penyebut an tersebut memosisikan mereka sebagai objek atas pelanggar hukum, karena mereka tidak melakukan migrasi secara reguler/resmi, padahal mereka adalah korban.

Berbeda halnya penyebutan migran paksa, yang belum sepenuhnya dikenal dengan baik dewasa ini, menunjukkan keberpihakan kepada migran. Asian Dialogue on Forced Migration (ADFM) pada tahun 2015 pertama kali memperkenalkan istilah tersebut. Istilah itu secara jelas menunjukkan pula bahwa proses perpindahan mereka mengalami unsur keterpaksaan, penipuan dan/atau pemaksaan secara langsung dan/atau tidak langsung dengan terbatasnya kesempatan dan sumber daya. Di samping itu, juga terdapat persoalan yang lebih kompleks, seper ti kekerasan secara sistematik dan meluas menjadi geno sida, termasuk ethnic cleansing.

Pengertian migrasi paksa menjadi perdebatan, karena aliran perjalanannya ada unsur-unsur ekonomi dan kejahatan lintas wilayah negara, selain memiliki unsur kemanusiaan. Hal itu, tidak dapat dimungkiri, karena sebenarnya posisi di persimpangan tersebut telah menempatkan para migran paksa dalam posisi yang kompleks dan korban dari berbagai pihak mulai dari tingkat negara hingga kelompok kejahatan terorganisasi lintas negara.

Page 19: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

5

Di sini, jaringan penyelundupan—yang merupakan bisnis kejahatan transnasional terorganisasi—berkembang dengan memanfaatkan situasi negara yang berperang ataupun konflik. Situasi tersebut menyebabkan warganya memerlukan bantuan untuk meninggalkan negara tersebut. Di samping juga, jaringan penyelundup memanfaatkan celah peraturan yang ada di negara yang dituju atau transit. Para migran itu dalam posisi sebagai korban dalam semua lini1,2.

2.2 Perkembangan Pendekatan Migrasi PaksaBukan hal yang mudah meletakkan isu migrasi paksa dalam perkembangan ilmu. Setidaknya sejak berakhirnya Perang Du nia Kedua, pengungsi muncul menjadi masalah negara, yang ditandai dengan kehadiran Konvensi Pengungsi tahun 1951 dengan Protokolnya pada tahun 1967. Konvensi tersebut menekankan pendekatan sentralitas individu, kedaulatan negara, dan keamanan. Ketiganya saling berinteraksi satu dengan lain-nya. Pendekatan sentralitas individu terlihat pada seseorang dapat diidentifikasikan dari kelompok atau bangsa, wilayah, dan waktu tertentu sehingga seseorang akan diketahui keberadaannya.

Hal itu berkorelasi secara kuat pada keamanan dan kedaulatan suatu negara. Masuknya pengungsi dalam suatu wilayah negara dengan jumlah yang menimbulkan ancaman bagi keamanan suatu negara, menjadikan hak perlindungan atas pe ngungsi tersebut dapat diabaikan dan mereka dapat ditolak masuk ke negara tersebut.

Di sini, isu pengungsi menjadi bagian dari ranah keamanan negara. Dari perspektif negara, ketika pengungsi dalam jumlah yang besar menjadi suatu ancaman, maka studi-studi yang berkembang adalah studi keamanan yang sepenuhnya dilihat dari kepentingan keamanan negara (national security). Sebenarnya, pada awal tahun 1980-an telah muncul konsep keamanan manusia

Page 20: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

6

(human security), namun perkembangan pendekatan ini penuh dengan perdebatan dan dikalahkan oleh pemikiran yang arahnya pada kepentingan negara.

Pada tahun yang sama, Barry Buzan6 melihat migrasi sebagai salah satu isu keamanan masyarakat (societal security) dan sekuritisasi. Ditegaskan kembali dalam bukunya Identity, Migration and the New Security Agenda in Europe (1993), bahwa migrasi internasional merupakan bagian dari ancaman terhadap identitas nasional. Meskipun di beberapa negara, pendekatan keamanan nasional masih digunakan, pendekatan ini bersifat discourse-centric dan cenderung memiliki kelemahan, karena negara dapat memanipulasi realitas, ketika suatu persoalan dianggap sebagai ancaman. Pendekatan negara menjadi kekuatan yang tidak terbendung.

Pergeseran dari negara-bangsa menjadi people-centered terlihat sebagai suatu kebutuhan sejak tahun 2003. Hal itu sebagai konsekuensi atas penghormatan pada hak-hak kemanusiaan. Komisi Keamanan Manusia (Commission on Human Security) mendefinisikan “Keamanan manusia berarti melindungi kebebasan fundamental yang merupakan inti kehidupan. Artinya, proses ini untuk membangun kekuatan dan aspirasi masyarakat, menciptakan politik, sosial, sistem lingkungan, ekonomi, militer dan budaya agar dapat bertahan hidup dan memiliki penghidupan yang bermartabat.”

Sebagai sebuah konsep, keamanan manusia diakui sangat bervariasi ketidakamanannya. Hal itu banyak dipengaruhi oleh sudut pandang dan respons atas situasi tertentu dari para pengungsi. Akhirnya, dalam menangani risiko dan akar penyebabnya, keamanan manusia berorientasi pada pencegahan dan memperkenalkan fokus ganda pada perlindungan dan pemberdayaan.

Page 21: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

7

Namun, pada tahun 1990-an pula, terdapat kecenderungan negara yang sulit memaknai pengungsi sebagai bagian dari persoalan kemanusiaan belaka. Kasus perjalanan mereka yang singgah di beberapa negara, seperti yang berasal dari Afganistan, Irak dan Iran, menunjukkan proses perjalanan mereka telah jatuh dalam kejahatan transnasional, yaitu umumnya pada jalur penyelundupan orang2,7. Di sini perdebatan pendekatan terhadap individu dan global terus berlangsung, hingga berkembang pemikiran Copenhagen School yang kemudian dikenal dengan teori keamanan regional yang kompleks.

Terkait dengan migrasi, kompleksitas pendekatan mengalami beberapa kali pergeseran, awalnya dilihat sebagai bagian dari masalah keamanan tradisional, kemudian menjadi isu keamanan nontradisional. Namun, setelah serangan 11 September 2001 di World Trade Center (WTC), cara pandang keamanan tradisional kembali menguat, atau sering disebut nexus migrasi–keamanan8. Meskipun pendekatan ini tidak cukup mendapat respons baik dari para ilmuwan migrasi maupun hubungan internasional, tetapi isu migrasi menjadi isu keamanan yang tidak berdiri sendiri. Keterkaitannya dengan isu kejahatan transnasional lainnya, seperti penyelundupan narkoba dan terorisme adalah kesatuan isu-isu yang tidak dapat dipisahkan.

Pengaruh pemikiran Buzan masih banyak berperan, tetapi globalisasi telah ikut menjadi faktor penentu. Isu aliran dan kejahatan transnasional, yaitu terorisme dan narkoba, sering kali menjadi bagian yang tidak terpisahkan ketika membicarakan pengungsi dan migran. Di samping itu, persoalan keamanan nontradisional telah menyatu dengan persoalan keamanan tradisional.

Namun, pada tahun 2005 Konferensi Tingkat Tinggi PBB telah mengadopsi prinsip the Responsibility to Protect (RtoP).

Page 22: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

8

Prinsip ini—yang mempunyai tiga pilar untuk melakukan proteksi (nasional serta dukungan dan tanggung jawab internasional)—ternyata sulit diterima lingkungan negara anggota ASEAN. Perdebatan yang muncul masih seputar kedaulatan dan perlindungan. Hal itu sebagai akibat adanya beberapa praktik negara maju mengambil tindakan mengintervensi suatu negara demi kepentingan politik keamanannya. Setidaknya, terlihat jelas pada praktik RtoP atas Irak dan Libya yang meleset dari tujuan semula.

Perdebatan atas kerangka besar pengarusutamaan perlindung-an migran sampai pada ujungnya. Dalam Konferensi Tingkat Tinggi PBB, tepatnya pada 19 September 2016 dicapai New York Declaration for Refugees and Migrants, yang kemudian menghasilkan Global Compact on Migration (GCM) dan Global Compact on Refugees (GCR) dan disahkan pada awal bulan Desember 2018 di Maroko. Pencapaian ini menandai perlindungan atas hak asasi manusia atas migran dan pengungsi telah menjadi isu sentral global.

2.3 Konsep Prinsip Non-Interference bagi ASEANSejak awal, non-interference sudah tertuang dalam Deklarasi Bangkok (1967), ditegaskan bahwa “guna memastikan stabilitas dan keamanan mereka (negara) dari campur tangan eksternal dalam bentuk atau manifestasi apa pun untuk mempertahankan identitas nasional mereka sesuai dengan cita-cita dan aspirasi rakyatnya.”

Prinsip ini juga mendasari Treaty of Amity and Cooperation (TAC) ASEAN yang dilayangkan pada 24 Februari 1976. Pada Pasal 2(c) disampaikan tujuan prinsip ini untuk menghormati kedaulatan, hubungan kerja sama yang baik, serta menjaga kerahasiaan urusan dalam negeri masing-masing negara. Hal

Page 23: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

9

itu diperkuat kembali dalam Piagam ASEAN, yang menegaskan prinsip-prinsip kedaulatan, kesetaraan, integritas wilayah, tanpa campur tangan, konsensus, dan persatuan dalam keberagaman9.

Marty Natalegawa10 dalam bukunya Does ASEAN Matter? menekankan pengalamannya menjadi Menteri Luar Negeri RI bahwa “gagasan ‘keluarga’ ASEAN dan pengembangan ‘tingkat kenyamanan’ atau ‘kepercayaan’ telah memungkinkan adanya upaya yang seharusnya dianggap sebagai ‘gangguan’ dalam urusan internal sesama negara anggota ASEAN.” Di satu pihak, ASEAN memegang kuat prinsip tidak saling mencampuri urusan dalam negeri masing-masing negara. Prinsip ini bukan suatu prinsip baru, melainkan diadopsi dari Piagam PBB dan dijadikan salah satu mantra dalam ASEAN Way. Di pihak lain, Piagam ASEAN juga memuat penghormatan terhadap demokrasi, HAM, dan good governance yang merupakan nilai-nilai universal.

Dengan dicapainya Deklarasi HAM ASEAN dan diperkuat oleh kesepakatan Phnom Penh tahun 2013, maka prinsip non-interference memungkinkan standar penghormatan atas HAM menjadi dinamis dalam membangun kerangka, gambaran, lokalitas, dan legitimasi perkembangan negara-negara anggota ASEAN11,5,12.

Page 24: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

10

III. ALIRAN MIGRASI PAKSA DALAM CARA PANDANG ASEAN

Sejak awal aliran migrasi paksa dari luar kawasan ASEAN masuk ke wilayah negara-negara ASEAN telah membangun modusnya, ada yang hanya sebagai negara transit dan juga sebagai negara tujuan. Kemampuan jaringan penyelundupan ini memanfaatkan keadaan negara asalnya sebagai faktor pendorong, merupakan keahliannya. Fenomena aliran migrasi paksa terjadi karena tidak ada pilihan lain dan memungkinkan mereka menggunakan jasa jaringan penyelundupan, bahkan jaringan ini cenderung terkesan kooperatif dan fleksibel. Hasil penelitian saya menunjukkan bahwa modus mereka dikonstruksi untuk menimbulkan kesan “dimaklumi,” karena negara asalnya mengalami bencana alam maupun bencana sosial2.

3.1 Upaya Internasionalisasi IsuDorongan terhadap ASEAN untuk memberi perhatian dan menyepakati sebagai agenda regional, tidak dapat dilepaskan dari kiprah beberapa anggota ASEAN, khususnya Indonesia dalam forum internasional atau multilateral. Salah satunya, Bali Process Forum (BPF) yang diinisiasi oleh Indonesia–Australia, merupakan forum konsultasi beranggotakan 45 negara, lembaga internasional, dan observers. Forum tersebut memberikan perhatian kepada isu penegakan hukum dan peningkatan kapasitas manajemen imigrasi dengan didukung Regional Support Office (RSO), di mana Jakarta sebagai pusat kerja sama penegakan hukum kasus migrasi paksa.

Dalam kasus yang berbeda, tetapi juga merupakan bencana kemanusiaan, yaitu pada tahun 2008 topan Nargis menghantam dan menghancurkan daerah Delta Irrawaddy–Myanmar, yang

Page 25: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

11

mengakibatkan sekitar 1,5 juta orang migrasi paksa. Awalnya, rezim militer negara itu memblokir seluruh akses kemanusiaan internasional dan menghambat kiriman bantuan kemanusiaan. Namun, tekanan internasional, dalam hal ini Canada berhasil meminta Myanmar untuk menjalankan prinsip RtoP atau tanggung jawab melindungi para migran paksa tersebut. Di sini, prinsip RtoP mampu menerobos prinsip non-interference.

Sementara itu, ketika kebuntuan dalam kerangka mekanisme regional tetap terjadi, telah mendorong Indonesia menginisiasi lahirnya Jakarta Declaration on Irregular Migration pada 20 Agustus 2013. Deklarasi itu disepakati oleh 13 negara di lingkungan Asia Pasifik, termasuk sebagian negara-negara anggota ASEAN. Mereka menyepakati untuk bekerja sama meng atasi aliran migrasi paksa, yaitu pencegahan dan pendeteksian dini kasus-kasus yang bercampur antara perdagangan orang, penyelundupan migran, dan juga upaya melindungi pencari suaka dan pengungsi. Di samping itu, Deklarasi Jakarta mendorong kepada negara-negara untuk meratifikasi dan melaksanakan Konvensi PBB “Menentang Kejahatan Transnasional Terorganisasi” serta mendesak operasionalisasi BPF dan mengoptimalkan mekanisme regional, termasuk kepada ASEAN2.

Upaya internasionalisasi di atas tidak mudah mempengaruhi ASEAN untuk menjadikan isu migrasi paksa menjadi bagian dalam mekanisme regional ASEAN, bahkan terkesan dihindari sebagai bagian dari agenda formal pada pertemuan tingkat tinggi di ASEAN.

3.2 Posisi ASEAN dalam PenanganannyaASEAN bukan tidak mempunyai pengalaman dalam mengha dapi isu migrasi paksa. Setidaknya tercatat dari tahun 1975–1990-an “manusia perahu”—sebutan bangsa Indocina yang sebagian besar

Page 26: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

12

dari Vietnam—yang masuk ke Malaysia, Thailand, Indonesia, Filipina, dan Singapura dengan menggunakan perahu. Pada waktu itu, dukungan internasional, khususnya Amerika Serikat dan 15 negara lainnya, telah memungkinkan adanya tempat penampungan di beberapa negara, seperti yang ditempati 250 ribu orang pengungsi di Pulau Galang di Indonesia dan Pulau Bidong di Malaysia, ataupun di Thailand dan Filipina.

Dalam hal ini, dimungkinkan adanya tempat penampungan pengungsi, yaitu bukan hanya adanya pengelola UNHCR dan dukungan oleh negara-negara yang biasanya dijadikan negara tujuan bagi pengungsi, tetapi adanya kesepakatan Comprehensive Plan of Action (1989) yang disepakati oleh 70 negara. Kesepakatan terjadi setelah adanya Konferensi di Jenewa (1979) yang juga dirancang untuk mencegah serta menghentikan mobilitas manusia perahu Indocina2. Pada waktu itu, kelima negara pendiri ASEAN memberikan komitmennya atas isu tersebut.

Bila dibandingkan dengan aliran migrasi paksa akhir tahun 1989-an maka kegaduhan migrasi paksa yang melewati laut ataupun perbatasan muncul di lingkungan wilayah ASEAN berawal sejak munculnya penangkapan nelayan Indonesia yang ikut memfasilitasi para migrasi paksa yang mendarat di Pulau Christmas13,2. Sejak itu, maka pandangan negara-negara atas aliran migrasi paksa yang melintasi negara-negara ASEAN berbeda dengan manusia perahu dari Indocina.

Meskipun sebutan “manusia perahu” sempat dimunculkan sejak maraknya para migrasi paksa dari berbagai wilayah Afrika, Timur Tengah, dan Asia Selatan, tetapi tidak pernah diwujudkan dalam kesepakatan tingkat regional ASEAN. Hanya Indonesia, Malaysia dan Thailand, sebagai negara yang terpapar masalah tersebut, yang memberikan komitmen internasionalnya. Kuatnya

Page 27: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

13

kepentingan nasional masing-masing negara menjadikan hal itu tidak pernah masuk dalam agenda resmi pertemuan ASEAN, bahkan dalam Deklarasi HAM ASEAN (2012) tidak ada kata atau penjelasan yang secara eksplisit tentang “pengungsi,” mungkin dikarenakan sebagian besar dari anggota ASEAN bukan merupakan Negara Pihak dalam Konvensi PBB untuk Pengungsi, selain Filipina dan Kamboja.

Selain itu, kasus migrasi paksa di negara-negara Myanmar, Kamboja, Vietnam, dan Laos menggambarkan kombinasi antara migrasi ekonomi dan humanitarian, di mana proses kejahatan transnasional masuk menjadi bagian dari aliran itu, yaitu penyelundupan ataupun perdagangan orang. Migrasi campuran ini menempatkan negara-negara anggota ASEAN lebih melihat migrasi paksa sebagai bagian dari persoalan pilar Komunitas Politik Keamanan ASEAN (ASEAN Political Security Community/APSC). Pada awalnya, kesepakatan ASEAN hanya terkait dengan perdagangan manusia, belum mencakup penyelundupan manusia16. Penyelundupan manusia baru menjadi bagian dari dokumen ASEAN setelah Krisis Laut Andaman tahun 2015, di mana penyelundupan manusia menjadi kesepakatan salah satu jenis pemberantasan kejahatan transnasional di tingkat regional.

Perdagangan manusia sejak awal menjadi perhatian oleh ASEAN, lebih dikarenakan perdagangan orang akibat proses atau penempatan para pekerja migran warga negara anggota ASEAN yang jatuh dalam perdagangan orang. Itu tercermin dalam the ASEAN Centre for Combating Transnasional Crime (ACTC) pada pertemuan 2nd meeting of ASEAN Ministerial Meeting for Transnational Crime (AMMTC) (1999) di Filipina. Demikian pula, pembentukan ASEAN Chiefs of National Police (ASEANAPOL) yang fokus pada upaya pencegahan, penegakan

Page 28: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

14

hukum, dan membangun kerja sama untuk pemberantasan segala bentuk kejahatan transnasional.

Untuk itu, melalui Ad-Hoc Group (AHG) diharapkan menjadi tempat untuk mengembangkan mekanisme dan mengejar rekomendasi secara konkret untuk tingkat regional11,2. Akan tetapi, dalam praktiknya, pro-kontra atas forum tersebut terjadi, karena lebih sekadar sebagai forum berbagi informasi dan konsultasi, dan hampir tidak diperhitungkan kiprahnya di tingkat regional.

Guna mengantisipasi segala bentuk kejahatan transna sional di kawasan ASEAN, secara khusus dilakukan kerja sama ASEAN dengan mitra dialog, organisasi internasional dan regional lainnya. Namun, isu kejahatan transnasional selama ini lebih terfokus pada masalah perdagangan narkoba dan perdagangan orang. Setidaknya dari Declaration of ASEAN Concord (1976), yang kemudian ditindaklanjuti dengan dua kali informal ASEAN Summit pada 1996 dan 1997 di Jakarta dan Kuala Lumpur, keseluruhannya membicarakan kerja sama regional untuk pemberantasan isu kriminal dan ekstradisi. Meskipun pada waktu itu, KTT ASEAN di Hanoi (1998) yang menghasilkan Hanoi Plan of Action (HPA) secara jelas menekankan penguatan upaya regional untuk pemberantasan kejahatan transnasional. Kembali lagi, kesepakatan tersebut tidak mampu mempengaruhi ter-bangunnya kesepakatan pemberantasan kejahatan transnasional di tingkat ASEAN.

Dengan meningkatnya intensitas mobilitas lintas-batas oleh beberapa etnis minoritas Myanmar di kawasan ASEAN, organisasi regional ini mulai memandang penting untuk memiliki pendekatan bagi migrasi paksa secara regional. Emergency ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime Concerning Irregular Movement of Persons in Southeast Asia

Page 29: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

15

Region (EAMMTC) dilaksanakan di Kuala Lumpur, Malaysia pada 2 Juli 2015 sebagai respons atas Krisis Laut Andaman yang menewaskan 370 orang Rohingya dan Bangladesh. Menariknya, pertemuan itu menegaskan adanya keterkaitan yang kuat antara pengungsi dan pencari suaka dengan perdagangan orang ataupun penyelundupan migran. Di samping itu, negara-negara anggota ASEAN memandang perlu membangun komunikasi dan dialog regional, serta sekaligus internasional guna memperkuat kerja sama intelejen14. Dalam kenyataannya, ketika aliran migrasi paksa Rohingya banyak yang menuju ke wilayah perbatasan Myanmar dan Bangladesh, yaitu Cox Bazaar pada tahun 2017 dan 2018, hubungan yang dibangun antarnegara yang terpapar cenderung bilateral dan membiarkan penanganannya oleh United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR).

Lambannya upaya penanganan isu Rohingya dalam kerangka mekanisme ASEAN suatu persoalan kompleks lainnya. Tekanan tinggi kepada Myanmar tidak bisa dilakukan, karena Myanmar hampir tidak bergeming atas segala tekanan itu dan memainkan prinsip non-interference sebagai tamengnya. Bila dilihat dari perspektif global, Myanmar sepertinya mempunyai posisi tawar yang cukup kuat, ketika negara tersebut telah mampu menjalin hubungan baik dengan Tiongkok, yang memberikan dukungan atas kekuasaan Junta Militer di Myanmar. Demikian pula, ketika pengusulan rancangan Resolusi Dewan Keamanan PBB tentang kekerasan di Rakhine atas etnis Rohingya, Tiongkok awalnya menentang keras.

Pidato Presiden Joko Widodo yang cukup keras mengkritik pelanggaran HAM atas etnis Rohingya dalam KTT ASEAN ke-31 Tahun 2017 di Filipina, tetap saja hasil KTT tersebut hanya menekankan persoalan HAM penting diperhatikan. Berbeda dengan perkembangan terakhir di KTT ASEAN ke-33 di Singapura pada 13 November 2018. Dalam butir 37

Page 30: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

16

pada Chairman’s Statement of the 33rd ASEAN Summit secara eksplisit isu Rohingya dibahas dan upaya penugasan kepada AHA Center untuk melakukan assesment. Meskipun belum bisa dikatakan sebagai suatu tindakan penghormatan atas HAM dengan mekanisme regional, tetapi satu tahap kemajuan yang perlu diapresiasi.

Peran diplomasi humanitarian tersebut yang tidak mudah diperankan oleh negara-negara anggota ASEAN, pada kenyataannya menunjukkan kemajuannya. ASEAN saatnya memasuki babak baru. Hal itu juga membuktikan bahwa menempatkan isu Rohingya dalam kerangka regional dan internasional dapat dilakukan.

3.3 Tantangan Pemaknaan Baru Prinsip Non-Interference Melalui Kasus Rohingya

Kasus Rohingya, menjadi kasus khusus yang tidak mudah disejajarkan dengan kasus migrasi paksa dari negara-negara Timur Tengah ataupun Asia Selatan, mengingat Rohingya adalah satu-satunya kasus migrasi paksa yang mengandung multi- persoalan. Di satu sisi, mereka kehilangan sebagai warga negara Myanmar secara masif.

Di sisi lain, mayoritas dari etnis Rohingya menjadi pengungsi dalam jumlah terbesar keempat setelah Syria, Afganistan, Sudan Selatan, serta berada dalam satu tempat penampungan terbesar di dunia di Cox’s Bazar15. Konsekuensinya, dorongan repatriasi atau reintegrasi kepada Rohingya membutuhkan banyak tahapan khusus.

Tantangan terbesar adalah memahami persoalan tersebut dalam kerangka mekanisme regional. Untuk itu, ada tantangan pemaknaan baru atas non-interference, yaitu

Page 31: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

17

3.3.1 Menempatkan Migrasi Paksa dalam Pilar Komunitas Sosial Budaya ASEAN

Pasca-Krisis Laut Andaman, secara aktif diplomasi Indonesia selain dengan Malaysia dan Thailand juga ditujukan kepada Myanmar. Indonesia memberikan perhatian kepada Pemerintah Myanmar ataupun bantuan kemanusiaan kepada etnis Rohingya. Diplomasi humanitarian yang dijalankan oleh Indonesia adalah bukti adanya pergeseran dalam memaknai prinsip non-inter-ference.

Artinya, prinsip non-interference bukan hal yang kaku dan statis, tetapi dinamis, isu migrasi paksa Rohingya tidak dapat dilihat dari kaca mata kepentingan lain selain dari sisi kemanusiaan. Gambaran yang dilakukan Indonesia ataupun hasil KTT ASEAN lalu baru meyakinkan bahwa prinsip non-interference tidak perlu menghantui negara-negara anggota ASEAN.

Di sini isu migrasi paksa sebaiknya juga ditempatkan menjadi bagian dari Pilar Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio Cultural Community/ASCC), bukan hanya Pilar Komunitas Politik Keamanan ASEAN (ASEAN Political Security Community/APSC). Diplomasi humanitarian dapat dijalankan dengan memisahkan persoalan kemanusiaan dari politik keamanan. Di sini, ASEAN penting menterjemahkan kembali komitmennya yang tertuang dalam Piagam ASEAN dengan mengedepankan penghormatan atas HAM dalam semua aspek kewargaan.

3.3.2 Penegasan perubahan mandat atas AHA Center ASEAN Coordinator Center for Humanitarian Assistance on disaster management (AHA Center) merupakan organisasi intergovernmental yang mempunyai mandat untuk memfasi litasi

Page 32: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

18

kerja sama dan koordinasi antara negara-negara anggota ASEAN dengan berbagai pihak untuk manajemen bencana dan tanggap darurat di kawasan ASEAN. AHA Center secara prinsip telah melakukan sesuai dengan mandatnya. Dalam perkembangan nya, AHA Center telah masuk ke dalam isu-isu bencana sosial akibat konflik, seperti bantuan kemanusiaan di Marawi, Filipina (Juli 2017) dan Rakhine, Myanmar (Oktober 2017– Januari 2018).

Dengan adanya kesepakatan dalam KTT ASEAN ke-33, di mana AHA Center harus melakukan assessment di lingkungan bencana sosial Rakhine, maka organisasi ini harus mendapatkan mandat penuh dari negara anggota ASEAN untuk menjalankan misi kemanusiaan dan membantu pemulihan keadaan di Rakhine, Myanmar. Mandat ini akan menjadikan prinsip non-interference dalam posisi dinamis, sepanjang terkait dengan isu kemanusiaan.

Page 33: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

19

IV. KESIMPULAN

Penanganan fenomena migrasi paksa, dengan kasus Rohingya, meniscayakan perlunya pemaknaan baru atas prinsip non-interference. Perjalanan ASEAN sejak tahun 1967 telah membuktikan bahwa pemaknaan prinsip non-interference tidaklah statis, meskipun sedikit banyak dipengaruhi perkembangan demokrasi internal negara anggota ASEAN.

Setidaknya, ASEAN sebagai organisasi regional telah memiliki modalitas moral atau nilai yang menekankan pada penghormatan dan perlindungan atas hak asasi manusia. Modalitas itu merupakan kekuatan bersama dan secara jelas merujuk pada kesepakatan internasional, yaitu Vienna Declaration. Modalitas itu telah dituangkan dalam Piagam ASEAN dan Deklarasi HAM ASEAN, yang kemudian dikuatkan dalam kesepakatan Phnom Penh pada 2013.

Artinya, dalam kasus migrasi paksa, penghormatan atas HAM dan prinsip non-interference tidak perlu didikotomikan. Campur tangan atas suatu negara terhadap negara anggota ASEAN lainnya dapat dijalankan, ketika migrasi paksa sebagai bagian dari persoalan kemanusiaan yang disandarkan penuh dalam Pilar Komunitas Sosial Budaya ASEAN dan tidak dicampuri oleh kepentingan politik-keamanan. Di sini mekanisme regional ASEAN dapat berjalan.

Di samping itu, memberikan mandat penuh kepada AHA Center sebagai pelaksana tampaknya diyakini menjadi keharus-an. Mandat tersebut harus didasarkan penuh pada prinsip- prinsip fundamental konvensi internasional HAM dan kesepakatan moral regional ASEAN.

Page 34: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

20

Upaya yang dibangun untuk mencari jalan keluar penyelesaian migrasi paksa Rohingya sepenuhnya merupakan bagian dari diplomasi humanitarian. Diplomasi humanitarian, bukan hanya dapat diinisiasi oleh lembaga non-pemerintah, tetapi ne gara dapat memainkan perannya secara baik untuk kepentingan migran paksa yang rentan.

Untuk itu, banyak pihak di lingkungan ASEAN dapat mendorong negara-negara anggota ASEAN mulai berani memberi pemaknaan baru prinsip non-interference ASEAN sehingga hal itu menjadi kekuatan moral negara-negara anggota ASEAN, yang sebenarnya telah tertuang dalam Piagam ASEAN.

Page 35: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

21

V. PENUTUP

Kompleksitas masalah migrasi paksa, khususnya terkait isu Rohingya, perlu ketegasan ASEAN memilah antara kepentingan politik keamanan internal dan yang sifatnya transnasional serta regional. Hal itu akan berpengaruh bagi negara-negara anggota ASEAN bersikap dan bertindak.

Oleh karena itu, diplomasi humanitarian harus didorong pelaksanaannya, tidak hanya terhenti pada perubahan mandat AHA Center, tetapi negara-negara anggota mulai mengupayakan perubahan cara pandang secara bertahap dalam menjalankan diplomasi humanitarian.

Hal itu bisa terjadi, bila penguatan ASEAN ke arah people centered pada dasarnya tidak mendikotomikan antara prinsip kedaulatan, konsensus dan non-interference dengan prinsip promosi dan perlindungan HAM di lingkungan ASEAN.

Untuk kepentingan pemaknaan baru atas prinsip non- interference, pada dasarnya Indonesia sudah menunjukkan kepeloporannya. Oleh karena itu, semua pihak di Indonesia harus dalam cara pandang yang sama untuk terus mengembangkan dan menginternalisasikan kepada semua negara anggota, tidak hanya di tingkatan pemerintah, tetapi juga akademisi, organisasi masyarakat sipil, dan pelaku usaha.

Dengan demikian, transformasi kekuatan yang sebenarnya atas nilai-nilai yang dibangun di ASEAN secara bertahap akan terjadi.

Page 36: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

22

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan mengucap syukur ke hadirat Allah Swt. dan dengan izin-Nya, saya dapat menyampaikan orasi ini. Terima kasih saya haturkan kepada Presiden Republik Indonesia atas penetapan diri saya menjadi Peneliti Utama dalam menjalani karier sebagai Peneliti.

Penghargaan dan ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepala LIPI, Dr. L.T. Handoko yang telah mengizinkan saya melakukan orasi ini; Kepala LIPI tahun 2014–2017, almarhum Prof. Dr. Iskandar Zulkarnain yang waktu itu terus mengingatkan pentingnya pengukuhan ini; Prof. Dr. Ir. Bambang Subiyanto, M.Agr. selaku Ketua Majelis Pengukuhan Profesor Riset; serta Tim Penilai Naskah Orasi: Prof. Dr. Syamsuddin Haris, M.Si., sekaligus Sekretaris Majelis Pengukuhan Profesor Riset; Prof. C.P.F. Luhulima dan Prof. Adrianus Meliala, Ph.D. Tentu ucapan terima kasih saya tujukan pula kepada Prof. Dr. Dewi Fortuna Anwar dan Rafendi Djamin yang telah menjadikan naskah orasi ini layak disampaikan pada sidang pengukuhan ini.

Ucapan terima kasih kepada Plt. Sestama dan para Deputi di lingkungan LIPI yang mendorong saya untuk melakukan orasi ini.

Ucapan terima kasih kepada kolega, baik di Indonesia maupun di luar negeri yang telah memberikan kontribusi sangat berharga dalam perjalanan karier akademis saya. Tanpa bermaksud mendahulukan satu dari yang lainnya, di antaranya Prof. Dr. Ikrar Nusa Bhakti, Prof. Dr. R. Siti Zuhro, Prof. Hermawan Sulistyo, Ph.D., almarhum Prof. Dr. Grame Hugo, Prof. Dr. Mustafa dan teman-teman dari Program Studi Kriminologi FISIP UI, serta Dr. Travers McLeod dan Annabel Brown dari CPD Australia, Dr. Sriprapha Petcharamesree dari Mahidol University Thailand, Dr.

Page 37: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

23

Dato’ Steve CM Wong dari ISIS Malaysia yang tergabung dalam sekretariat Asian Dialogue on Force Migration, yang berperan memperkaya wawasan saya melalui diskusi secara intensif terkait dengan migrasi paksa.

Pada kesempatan ini, saya mengapresiasi yang luar biasa dan terima kasih yang tulus disampaikan kepada teman-teman Tim Penelitian ASEAN dan Perbatasan ASEAN P2P-LIPI atas dukungannya selama ini.

Ucapan terima kasih kepada seluruh kolega di lingkungan LIPI, khususnya di Kedeputian IPSK dan lebih terutama kepada kolega di P2P yang luar biasa memberikan motivasi untuk tetap konsisten pada bidang keilmuan yang saya tekuni.

Ucapan terima kasih yang tidak terkira kepada suami, Basuki Hardjojo dan kedua anak-anak saya, Arso dan Koko, yang tidak bosannya selalu menyemangati dan menjaga saya. Kepada Ibu saya, Sumarni Trisaptono, yang tidak pernah lelah mengirim doanya dan telah membesarkan serta mendidik saya dengan penuh tanggung jawab dan kasih sayang.

Terakhir, terima kasih saya sampaikan kepada Plt. Kepala Pusbindiklat Peneliti LIPI, Ratih Retno Wulandari, M.Si.; Plt. Kepala BOSDM LIPI, Nining Setyowati Dwi Andayani, S.E., M.M.; Sekretariat Pengukuhan Profesor Riset, Panitia Penyelenggara Orasi Pengukuhan Profesor Riset, LIPI Press, Sekretaris Deputi IPSK dan seluruh undangan sehingga acara ini dapat terselenggara dengan baik, lancar penuh hikmat. Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan YME, saya akhiri orasi ilmiah ini. Terima kasih atas perhatian para hadirin semua dan mohon maaf atas kekurangan dan kekhilafan dalam menyampaikan orasi ilmiah ini. Wa billahi taufiq wal hidayah.Wassalamu alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh.

Page 38: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Pudjiastuti TN. Ancaman keamanan transnasional di asean: upaya indonesia menanggulangi dan mencegah migrant smuggling. Dalam: Zaenuddin D, editor. Prosiding Seminar Refleksi Akhir Tahun IPSK dan IPSK Awards 2010; 2011; Jakarta: PSDR LIPI. p. 69-90.

2. Pudjiastuti TN. Konstruksi kejahatan terhadap nelayan tradisional sebagai pelaku penyelundupan migran, suatu bentuk viktimisasi struktural dan hegemoni kultural. Disertasi. Jakarta: Universitas Indonesia, Departemen Kriminologi; 2014.

3. Pudjiastuti TN. Migration and conflict in indonesia in the 2002 regional IUSSP conference. Bangkok: CPS; 10–13 Juni 2002.

4. UNHCR. Figure at glance; Jenewa: 2017.5. Pudjiastuti TN, Khanisa K. Pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi

dan HAM di Myanmar. Dalam: Sinaga L, editor. Pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi dan HAM di ASEAN: studi kasus di Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam. Jakarta: LIPI Press; 2016. p. 95-151.

6. Buzan B, Hansen L. The evolution of international security studies. Cambridge: Cambridge University Press; 2009.

7. Pudjiastuti TN, Irewati A. Indonesia dalam upaya kerjasama penanganan perdagangan orang (TIPs) di tingkat Asean. Working Paper. Jakarta: LIPI dan Kemenkopolhukam, Pusat Penelitian Politik; 2014.

8. Tirman J, editor. The maze of fear: security and migration after 9/11. New York: New Press; 2004.

9. The ASEAN Secretariat. The Asean Charter. 2008.10. Natalegawa M. Does ASEAN matter?: a view from within

Singapura: ISEAS Publishing; 2018.

Page 39: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

25

11. Pudjiastuti TN. Implementasi prinsip-prinsip demokrasi dan HAM di ASEAN: tinjauan umum. Dalam: Sinaga L, editor. Pelaksanaan demokrasi dan HAM di ASEAN: studi kasus di Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam. Jakarta: LIPI Press; 2013. p. 1–42.

12. Pudjiastuti TN. Implementasi HAM di ASEAN: antara nilai universal dan partikular. Dalam: Inayati RS, editor. Demokrasi dan HAM di ASEAN. Jakarta: Mahara; 2016. p. 75–86.

13. Pudjiastuti TN. Demokrasi, HAM dan penegakan hukum di Indonesia. Dalam: Inayati R, editor. Pelaksanaan piagam ASEAN perkembangan isu demokrasi dan HAM. Jakarta: LIPI Press; 2010. p. 65–109.

14. Nummi A, Wong S, Pudjiastuti TN. Expert review report: Bali process review of the Andaman Sea situation of May 2015. Dalam: Annex 2 of Bali Process Forum Document; 2016 (24 Oktober); Bali.

15. Asian Dialogue on Forced Migration Seventh Meeting. Bangkok; 18–20 November 2018.

16. Pudjiastuti TN. Krisis pengungsi dan IDPs setelah Arab Spring dan dampaknya bagi Indonesia. Dalam: Seminar Dinamika Politik Timur Tengah dan Respon Indonesia Terhadapnya; 2012, 30 Oktober; Jakarta.

Page 40: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

26

LAMPIRAN

1) Beberapa istilah aliran manusia, seperti pengungsi, pencari suaka, penyelundupan migran, perdagangan orang sering kali berhimpitan satu dengan lainnya. Setidaknya pengertian pengungsi adalah orang asing yang masuk suatu wilayah, karena adanya tekanan dari negaranya akibat persekusi dengan alasan ras, suku, agama, kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial tertentu, dan atau pendapat politik yang berbeda.

2) Orang-orang tanpa kewarganegaraan, seperti etnis Rohingya, yang menjadi pengungsi berhak atas perlindungan internasional yang disahkan oleh Konvensi 1951 me ngenai Status Pengungsi. Untuk menjawab masalah-masalah perlin dungan yang dihadapi oleh orang-orang tanpa kewarganegaraan, khususnya mereka yang bukan pengungsi, masyarakat internasional telah mengadopsi Konvensi 1954 tentang Status Orang Tanpa Kewarganegaraan.

3) Penyelundupan migran (migrant smuggling) atau penyelundupan manusia (human smuggling) adalah bukan perdagangan manusia (trafficking in person). Meskipun keduanya menimbulkan keuntungan finansial bagi jaringan kejahatan dan pada ujungnya juga menimbulkan eksploitasi oleh jaringan tersebut, tetapi terdapat proses yang berbeda. Penyelundupan migran adalah seseorang atau sekelompok orang secara suka rela dipindahkan atau meminta untuk difasilitasi melakukan perjalanan dari satu wilyah ke wilayah lainnya antarnegara. Umumnya, mereka tidak memiliki dokumen resmi dan keselamatannya tidak terjamin. Hubungan antara yang menyelundupkan dan yang diselundupkan itu cenderung seimbang.

Page 41: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

27

4) Perdagangan orang secara umum dapat diartikan suatu aktivitas atau mobilitas manusia yang dilakukan secara paksa mulai dari pengerahan, transportasi hingga penempatan. Aktivitas ini terjadi antarwilayah suatu negara atau antarnegara. Aliran mereka ada yang menggunakan dokumen res mi. Hubungan antara yang memperdagangkan dan diperdagangkan itu cenderung tidak seimbang.

5) Penggunaan istilah “migrasi paksa” (forced migration) baru digulirkan pada Agustus 2015 dalam pertemuan pertama Asia Dialogue on Forced Migration di Melbourne. Secara umum migrasi paksa adalah suatu aliran migrasi di mana unsur penipuan atau paksaan ada, termasuk perdagangan manusia dan ancaman terhadap kehidupan dan penghidupan, baik yang timbul dari sebab-sebab alamiah atau buatan manusia, misalnya perpindahan pengungsi dan orang-orang yang terlantar secara internal serta orang-orang yang mengungsi karena alam atau lingkungan bencana, bencana kimia atau nuklir, kelaparan, atau proyek pembangun an. Artinya, istilah migrasi paksa digunakan untuk menggambarkan seseorang atau sekelompok orang yang terpaksa berpindah dari satu tempat ke tempat lain dalam satu negara atau antarnegara.

6) Identifikasi dan penanganan pengungsi ataupun pencari suaka sepenuhnya ditangani sesuai dengan Konvensi Pengungsi tahun 1951 tentang Status Pengungsi dan Protokolnya tahun 1967. Artinya, mereka harus mendapatkan perlakuan yang selayaknya dan terstandar serta mereka terjaga hak kebebasannya. Berbeda halnya dengan penyelundupan dan perdagangan orang yang merupakan elemen utama migrasi nonreguler (irregular migration atau irregular movement), penanganannya sesuai dengan tindak pidana transnasional yang terorganisasi yang dicetuskan di Palermo, 15 Desember 2000, yaitu Konvensi PBB Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi beserta dua protokolnya.

Page 42: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

28

7) Fenomena konflik bersenjata terjadi di kawasan Afrika, Timur Tengah, dan Afganistan dua puluh tahun terakhir. Pertumbuhan angka aliran migrasi paksa melonjak dari 33,9 juta (1997) menjadi 65,6 juta (2016). Lonjakan angka terkonsentrasi antara tahun 2012 dan 2015, terutama didorong oleh konflik Suriah dan konflik lainnya di wilayah Irak, Yaman, dan juga di sub-Sahara Afrika.

Sumber: UNHCR (2015, Agustus)

Gambar 1. Aliran Pengungsi Rohingya dalam Krisis Laut Andaman pada bulan Mei 2015

Page 43: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

29

8) ASEAN secara khusus menegaskan dalam Visi ASEAN 2025 upaya mewujudkan segala kebijakan yang berpusat pada people-centred, people-oriented, people-driven de ngan tagline “One Vision, One Identity, One Community”. Bahkan dalam upaya membangun Komunitas Politik Keamanan ASEAN secara eksplisit ditunjukkan pentingnya masyarakat ASEAN yang bersatu, inklusif, dan tangguh.

Sumber: UNHCR (2018, 15 November)

Gambar 2. Peta Cox’s Bazar Tempat Penampungan Pengungsi Rohingya

Page 44: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

30

9) Prinsip the Responsibility to Protect (RtoP). RtoP ini memiliki tiga pilar, yaitu (1) tanggung jawab negara melindungi penduduknya dari kerentanan serius; (2) tugas komunitas internasional membantu negara memenuhi tanggung jawabnya untuk melindungi; dan (3) tanggung jawab masyarakat internasional untuk mengambil tindakan yang tepat waktu dengan damai dengan sarana diplomasi kemanusiaan.

10) Ketika proses penyusunan Deklarasi ASEAN untuk Hak Asasi Manusia, usulan dari Indonesia cukup lengkap tentang berbagai macam aliran migrasi dan pengungsi. Namun, inisiatif Indonesia untuk istilah “pengungsi” tidak dapat dimasukkan, karena tidak dicapai kesepakatan. Informasi ini didapat dari pembuat draf usulan dari Indonesia (2018).

11) Krisis Laut Andaman tahun 2015 adalah peristiwa Mei 2015 di Laut Andaman, di mana aliran para pengungsi Rohingya dan migran asal Bangladesh dalam jumlah sangat besar, sebagaimana gambar di bawah ini. Perkiraan jumlah mencapai 5.000 orang lebih (UNHCR, 2017). Aliran yang ma yoritas Pengungsi Rohingya tersebut umumnya berangkat dari wilayah Bangladesh, setelah meninggalkan Rakhine. Dengan mendapat bantuan penyelundup, mereka menggunakan kapal melewati Laut Andaman menuju Malaysia dan Indonesia. Krisis itu mencuat dan menjadi kecaman dunia Internasional, setelah mereka ditemukan dalam jumlah besar di perairan Indonesia di Aceh pada 10 Mei 2015.

12) Tempat penampungan pengungsi Rohingya di Cox's Bazar merupakan penampungan terbesar di dunia, jumlah resmi yang dikeluarkan UNHCR.

13) Pidato Penutupan yang disampaikan oleh Ketua KTT ASEAN ke-33 di Singapura pada 13 November 2018, di mana poin nomor 37 dijelaskan negara-negara anggota ASEAN siap mendukung Myanmar dalam proses pemulangan nya dan

Page 45: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

31

menyambut baik undangan dari Myanmar ke AHA Centre. Dorongan kepada AHA Center untuk mengirim tim penilaian kebutuhan untuk mengidentifikasi kemungkinan kerja sama di Rakhine guna memfasilitasi proses pemulang an. Selain itu, negara anggota ASEAN lainnya memberikan apresiasi kepada Myanmar untuk memastikan keselamatan dan ke-amanan bagi semua komunitas di Negara Bagian Rakhine. Di samping itu, negara-negara anggota ASEAN mendorong adanya kesepakatan antara Myanmar, UNHCR, dan UNDP untuk memfasilitasi proses pemulangan orang-orang yang dipindahkan dari Negara Bagian Rakhine.

Page 46: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

32

DAFTAR PUBLIKASI ILMIAH

Buku1. Zulkarnain I, Pudjiastuti TN, Karomah U. Potensi konflik di

kawasan pertambangan: kasus pertambangan emas di Pongkor dan Cikotok. Jakarta: LIPI Press; 2003.

2. Zulkarnain I, Pudjiastuti TN, Saidi A, Mulyaningsih Y. Kon flik di kawasan pertambangan batubara di Kalimantan Selatan: Menuju penyusunan solusi awal. Jakarta: LIPI. 2004.

3. Zulkarnain I, Pudjiastuti TN. Sumberdaya tambang untuk: keberlanjutan pembangunan: Buku putih pertambangan Indonesia, keterkaitan dengan lingkungan hidup dan kehutanan. Jakarta: Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral RI: 2005.

4. Zulkarnain I, Pudjiastuti TN. Panduan pemberdayaan ma syarakat di kawasan pertambangan. Jakarta: LIPI Press; 2006.

5. Zulkarnain I, Pudjiastuti TN, Sumarnadi ET, Rositasari B. Dinamika dan peran pertambangan rakyat di Indonesia. Jakarta: LIPI; 2007.

6. Zulkarnain I, Pudjiastuti TN, Sumarnadi ET, Rositasari B. Konsep pertambangan rakyat dalam kerangka pengelolaan sumber daya tambang yang berkelanjutan. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia; 2008.

7. Zulkarnain I, Pudjiastuti TN. Social baseline study and basic stakeholders matrix for hu’u project in Dompu dan Bima Regency, Sumbawa, West Nusa Tenggara. (Unpublished) Jakarta. Desember 2009.

8. Pudjiastuti TN. The experience of female overseas contract workers from Indonesia, (Unpublished) Master Thesis. Adelaide: Department of Geography and Environmental Studies, University of Adelaide; 2001.

Page 47: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

33

9. Luhulima CPF, Suhodo DS, Panennungi MA, Darmawan DA, Muna MR, Pudjiastuti TN, Elisabeth A dan Hidayat AS. Indonesia–Taiwan economic cooperation arrangement: is it feasible? Jakarta: Yayasan Obor; 2014.

10. Pudjiastuti TN. “Konstruksi kejahatan terhadap nelayan tradisional sebagai pelaku penyelundupan Migran, suatu bentuk viktimisasi struktural dan hegemoni kultural.” (Unpublished) Disertasi. Jakarta: Departemen Kriminologi, FISIP Universitas Indonesia; Juli 2014.

11. Pudjiastuti TN, Salim Z, Febriyansyah P, Luhulima CPF, Inayati RS. Strategi peningkatan pemahaman masyarakat tentang ma sya-rakat ekonomi ASEAN. Jakarta: P2P-LIPI; 2015.

12. Gazali Z, Pudjiastuti TN, Sunardi. Migrasi sebagai dampak perubahan politik dan ekonomi di wilayah eks Uni Soviet. Jakarta: Yayasan Obor; 2015.

13. Soekarni M; Hidayat S; Pudjiastuti TN; dan Gismar AM. Meto-dologi ilmu pengetahuan sosial: Bagi peneliti pemula. Jakarta: LIPI Press; 2017.

Bagian dari Buku14. Pudjiastuti TN. Kedudukan dan fungsi parlemen. Dalam:

Ambong, editor. Fungsi perwakilan dalam sejarah studi tentang parlemen RI Tahun 1950. Jakarta: PPW-LIPI; 1988: 46–85.

15. Pudjiastuti TN. Partisipasi politik ormas pemuda pasca Undang-Undang No.8/1985. Dalam: Ambong I, editor. Penelitian perkembangan budaya politik Indonesia partispasi dan disiplin sosial di kalangan generasi muda. Jakarta: PPW-LIPI; 1990: 40–121.

16. Pudjiastuti TN. Etnik dan dimensi etnopolitik dalam kebijakan Gorbachev. Dalam: Susanto D and Djafar Z, editor. Perubahan politik di negara-negara Eropa Timur. Jakarta: Gramedia; 1991.

17. Pudjiastuti TN. Perluasan kerjasama ME ke CIS. Dalam: Sumantri J, editor. Perubahan konfigurasi ekonomi-politik Eropa: Pendalaman dan perluasan masyarakat Eropa. Jakarta: PPW- LIPI; 1993: 74–89.

Page 48: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

34

18. Pudjiastuti TN. Kebijakan pengembangan ekspor tekstil dan produk tekstil ke Eropa. Dalam: Agus RR, editor. Eropa 1992 dalam pandangan masyarakat Indonesia: Perspektif masyarakat pertekstilan Indonesia. Jakarta: PPW-LIPI; 1994: 53–71.

19. Pudjiastuti TN. Uni politik Eropa; Kebijaksanaan luar negeri bersama. Dalam: Agus RR, editor. Perjanjian maastricht dan im-plikasinya bagi Indonesia. Jakarta: PPW-LIPI; 1995: 55–72.

20. Pudjiastuti TN. Arti EMU bagi Polandia, Cheko dan Slovakia. Dalam perjanjian Maastricht; Ekonomi dan Moneter Uni Eropa. Jakarta: PPW-LIPI; 1996.

21. Pudjiastuti TN. CFSP: Faktor Eropa Tengah, Timur dan Rusia: Migrasi negara-negara Eropa Tengah–Timur ke UE. Dalam: Sitohang J, editor. Politik luar negeri dan keamanan bersama Uni Eropa. Jakarta: PPW-LIPI; 1997: 61-76.

22. Pudjiastuti TN. Migrasi dan dialog Uni Eropa–Eropa Tengah-Timur. Dalam: Sitohang J, editor. Keamanan bersama Uni Eropa dan masalah migrasi. Jakarta: PPW-LIPI; 1998: 91–108.

23. Pudjiastuti TN. Problematika minoritas muslim di Filipina, Thailand, dan Myanmar: Catatan pendahuluan. Dalam: Sihbudi R, editor. Problematika minoritas muslim di Asia Tenggara: Kasus Moro, Pattani dan Rohingya. Jakarta: PPW-LIPI; 2001: 1–29.

24. Pudjiastuti TN. “Problematika muslim di Chechnya.” Dalam: Bahsyar H, editor. Indonesia dan problematika muslim di Bosnia, Kosovo dan Chechnya. Jakarta: PPW-LIPI; 2002: 105–124.

25. Pudjiastuti TN. Tinjauan umum kebijakan keimigrasian Australia: Overview. Dalam: Muna MR, editor. Indonesia dalam strategi keamanan Australia: Persoalan Migrasi Ilegal. Jakarta: P2P-LIPI; 2002: 11–24.

26. Pudjiastuti TN. Kebjakan tenaga migran di negara- negara ASEAN. Dalam: Irewati A, editor. Kebijakan luar negeri Indonesia terhadap masalah TKI Ilegal di negara-negara ASEAN. Jakarta: P2P-LIPI; 2003: 15–34.

Page 49: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

35

27. Pudjiastuti TN. Kebijakan Australia terhadap wilayah teritorial Indonesia bagian barat: Kasus konflik Aceh. Dalam: Elisabeth A, editor. Kebijakan Australia terhadap wilayah teritorial Indonesia. Jakarta: P2P-LIPI; 2004: 77–100.

28. Pudjiastuti TN. Ilegal logging sebagai kejahatan lintas batas.” Dalam: Irewati A, editor. Kebijakan Indonesia dalam menghadapi kejahatan lintas batas negara: Kasus illegal logging di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Jakarta: P2P-LIPI; 2004: 21–38.

29. Pudjiastuti TN. Kebijakan bantuan Australia di bidang kemanusiaan dan peace building: Studi kasus pengungsi Atambua-NTT. Dalam kebijakan bantuan Australia kepada Indonesia. Jakarta: P2P-LIPI; 2004.

30. Pudjiastuti TN. Isu-isu strategis dalam pengembangan kebijakan pertahanan Australia: Terorisme, eksploitasi minyak dan gas lepas pantai serta migrasi ilegal. Dalam: Pudjiastuti TN, editor. Kebijakan pertahanan Australia 2000-2005 dan respons negara-negara Asia Timur dan Selandia Baru. Jakarta: P2P-LIPI; 2005: 63–90.

31. Pudjiastuti TN. Irregular migrant workers in east Asia: An emer-ging issue of Trans-Nasional Security Threats. Dalam: Anwar DF, editor. Development, migration and security in East Asia. Jakarta: The Habibie Center; 2005.

32. Pudjiastuti TN. Mobilitas manusia lintas negara sebagai faktor keamanan dalam kawasan ASEAN. Dalam: Sungkar Y, editor. Isu-isu keamanan strategis dalam kawasan ASEAN. Jakarta: LIPI Press; 2008: 139–186.

33. Pudjiastuti TN. Kepentingan Indonesia dalam komunitas ekonomi ASEAN. Dalam: Elisabeth A, editor. Menuju pembentuk-an komunitas ekonomi ASEAN: Isu-isu strategis. Jakarta: LIPI Press; 2009: 183–222.

34. Pudjiastuti TN. Demokrasi, HAM dan penegakan hukum di Indonesia. Dalam: Inayati RS, editor. Pelaksanaan piagam ASEAN perkembangan isu Demokrasi dan HAM. Jakarta: LIPI Press; 2010: 65–109.

Page 50: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

36

35. Pudjiastuti TN. Dinamika kebijakan energi di Indonesia. Dalam: Muna MR, editor. Keamanan energi Indonesia: Perspektif ekonomi politik. Jakarta: LIPI Press; 2010: 79–100.

36. Pudjiastuti TN. Implementasi prinsip-prinsip demokrasi dan HAM di ASEAN: Tinjauan umum. Dalam: Sinaga LC, editor. Pelaksanaan demokrasi dan HAM di ASEAN: Studi kasus di Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Jakarta: LIPI Press; 2011: 1–35.

37. Pudjiastuti TN. Persoalan dalam kebijakan pertambangan rakyat: Kasus Bombana. Dalam: Zulkarnain I, editor. Strategi pengembangan wilayah pertambangan rakyat di Kabupaten Bombana. Jakarta: LIPI Press; 2011: 49–88.

38. Pudjiastuti TN. Dampak kegiatan penambangan emas terhadap sosial budaya dan ekonomi masyarakat di Bombana. Dalam: Zulkarnain I, editor. Strategi pengembangan wilayah pertam-bangan rakyat di Kabupaten Bombana. Jakarta: LIPI Press; 2011: 89–140.

39. Pudjiastuti TN. Kajian sosial budaya. Dalam: Zulkarnain I dkk. Kajian persepsi masyarakat di Kabupaten Mandailing Natal ter-hadap kegiatan Pertambangan. Jakarta: LIPI; 2013.

40. Pudjiastuti TN. Peluang dan tantangan dalam hubungan Indonesia- Cina: Sektor jasa dan tenaga kerja. Dalam: Sinaga L, editor. Hubungan Indonesia-China dalam dinamika politik pertahanan keamanan dan ekonomi di Asia Tenggara. Jakarta: LIPI Press; 2013: 81–108.

41. Pudjiastuti TN. Implementasi prinsip-prinsip demokrasi dan HAM di ASEAN: Tinjauan umum. Dalam: Sinaga L, editor. Pelaksanaan demokrasi dan HAM di ASEAN: Studi kasus di Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Jakarta: LIPI Press; 2013: 1–42.

42. Pudjiastuti TN. Indonesia dan konflik laut Cina Selatan. Dalam: Muna MR, editor. Asean dan isu Laut China Selatan: Transformasi konflik menuju tata kelola keamanan regional Asia Timur. Jakarta, P2P-LIPI; (dalam proses) 2018.

Page 51: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

37

43. Pudjiastuti TN, Farhana F. “Peran Indonesia dalam isu-isu stra-tegis di KTT Asia Timur. Dalam: Khanisa, editor. Peran Indonesia dalam kerangka ASEAN di East Asia Summit (EAS): Pengaruh keterlibatan Amerika Serikat. Jakarta: LIPI Press; (dalam proses) 2015.

44. Pudjiastuti TN. Gambaran umum persoalan perdagangan manusia di Indonesia. Dalam: Alami AN, editor. Perempuan dan globalisasi: Studi kasus trafficking di Kabupaten Karawang. Jakarta: Mahara Publishing; 2016: 1–26.

45. Pudjiastuti TN. Potret Karawang dalam persoalan perdagangan perempuan di Indonesia. Dalam: Alami AN, editor. Perempuan dan globalisasi: Studi kasus trafficking di Kabupaten Karawang. Jakarta: Mahara Publishing; 2016: 27–55.

46. Pudjiastuti TN, Wuryandari G, Alami AN. Upaya alterna tif pe-nanggulangan perdagangan perempuan di Indonesia. Dalam: Alami AN, editor. Perempuan dan globalisasi: Studi kasus trafficking di Kabupaten Karawang. Jakarta: Mahara Publishing; 2016: 127–130.

47. Pudjiastuti TN, Khanisa K. Pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi dan HAM di Myanmar. Dalam: Sinaga L, editor. Pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi dan HAM di ASEAN: Studi kasus di Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam. Tangerang: Mahara Publishing; 2016: 95–151.

48. Pudjiastuti TN. Implementasi HAM di ASEAN: Antara nilai universal dan partikular. Dalam: Inayati RS, editor. Demokrasi dan HAM di ASEAN. Jakarta: Mahara; 2016: 75–86.

49. Pudjiastuti TN. Isu strategis keamanan Maritim bagi Indonesia. Dalam: Khanisa dan Farhana F, editor. Keamanan maritim ASEAN: Dalam perspektif ekonomi politik Indonesia. Jakarta: LIPI Press; 2018: 109–126.

Jurnal Internasional50. Pudjiastuti TN. The changing role of NGOs in relation to female

Indonesian labor migration. Asia Pasific Migration Journal. 2003; 12: 1–2.

Page 52: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

38

51. Pudjiastuti TN. The dynamics of Indonesian migrant workers under national and local policies: The oarai case. Intercultural Communication Studies. 2005 Maret; 17.

Jurnal Nasional52. Pudjiastuti TN. Budaya masyarakat Uni Soviet masa Gorbachev:

Sebuah catatan. Jurnal Ilmu Politik 3. 1988.53. Pudjiastuti TN. Rusia dan problematik integrasi politik di Uni

Soviet. Global 3. 1993.54. Pudjiastuti TN. Konflik kelembagaan dalam pengelolaan sumber-

daya tambang di era otonomi daerah: Studi kasus Kabupaten Bombana. Jurnal Politik. 2010.

55. Pudjiastuti TN. Indonesia dalam belitan kejahatan lintas negara: Kasus perdagangan orang pada pekerja Migran. Jurnal Penelitian Politik. 2011; 8 (2): 197–212.

56. Pudjiastuti TN. Ratifikasi konvensi internasional tentang pekerja Migran: Membuka kotak Pandora? Jurnal Diplomasi. 2010; 2 (1): 89–102.

57. Pudjiastuti TN. ASEAN FTAs dan liberalisasi perdagangan jasa: Tantangan jasa tenaga kerja bagi Indonesia. Jurnal Politik. 2010: 27–42.

58. Pudjiastuti TN. Penyelundupan manusia dan kapasitas negara melindungi perbatasannya. Nasion. 2012; 9(2): 21–38.

59. Pudjiastuti TN. Isu global pengungsi dan tantangan diplomasi Indonesia. Jurnal Diplomasi. 2012; 4(1).

Prosiding Internasional60. Pudjiastuti TN. Migration and conflict in Indonesia”. Dalam: the

2002 regional IUSSP conference. Bangkok: CPS Thailand; 10–13 Juni 2002.

61. Pudjiastuti TN. The role of NGOs in the recent Indonesian female labour migrants. Dalam: The gender, migration, and governance in Asia Conference. Canberra: Research School of Social Sciences, Australian National University (ANU); 5–6 Desember 2002.

Page 53: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

39

62. Pudjiastuti TN. The pressure of migrant illegal miners on the dynamic of local community: on the 1998 pongkor mining case. Dalam: Asia Pasific Learning Event Conference: Community and State Interests in Small Scale Mining: Share Experience from the Asia Pacific Region. Metro Manila: CASA-ANU dan Philippine Sustainable Development Network; 7–12 Juni 2005.

63. Pudjiastuti TN. Refugees and citizenships: The case of rohingya in the Indonesian shelters. Dalam: International seminar on socio political and economic reform in Southeast Asia: Assessments and the way forward. Jakarta: LIPI-CSEAS Kyoto University–JSPS Asian Core Program; 9–12 March 2013.

64. Pudjiastuti TN. Indonesian migration to Korea and its implication for multiculturalism in Korea. Dalam: Workshop on multicul-turalism in Korea and ASEAN’s contribution. Seoul: ASEAN-Korea Center; 16 May 2013.

65. Pudjiastuti TN. The systemic victimization of Indonesian migrant workers. Dalam: International Seminar on the 15 Years of Reformation for All: Enhancing Migrant Worker’s Protection in the Globalized Era. Jakarta: Habibie Center–UIN; 28 May 2013.

66. Pudjiastuti TN. The right based approach and gendered dimension in Indonesia case study. Dalam: The International Workshop on Gender and Migration 2013: Assessing Labor Export Policies–Sharing Vietnamese and International Experiences on Rights-Based Approaches and Gendered Dimensions. Ho Chi Minh City: The University of Social Sciences and Humanities Ho Chi Minh City and RLS; 28–29 August 2013.

67. Pudjiastuti TN. The construction of Indonesian traditional fishing’s involvement in the activity of migrant’s smuggling to Australia as a form of structural victimization. Dalam: Workshop on Politics, Culture and Migration in Southeast Asia. Kyoto: Kyoto University; 8 November 2013.

68. Pudjiastuti TN. Indonesian policy responses: in dealing with human traffickers and migrant smugglers. Dalam: Policy Conference Refugees and Migration in Europe and Asia. Manila: Konrad Adenauer Stiftung; 4–5 April 2016

Page 54: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

40

69. Pudjiastuti TN. Trafficking in persons in fishing industry and Indonesian government response: Benjina case. Jakarta: Asian Dialogue on Forced Migration; 10–12 September 2017.

Prosiding Nasional70. Pudjiastuti TN. Dilema pembangunan politik-ekonomi di Uni

Soviet Dewasa Ini. Dalam: Seminar nasional AIPI VI. Jakarta: AIPI; 11–15 Februari 1991.

71. Pudjiastuti TN. Peranan kongres dalam sistem politik di Uni Soviet. Dalam: Seminar nasional AIPI VII. Jakarta: AIPI; 7–8 Agustus 1991.

72. Pudjiastuti TN. Kendala demokrasi di Rusia. Dalam: Seminar nasional X and Kongres AIPI. Jakarta: AIPI; 25–27 Januari 1994.

73. Pudjiastuti TN. Problematika otonomi di Rusia: Studi kasus Chechnya. Dalam: Seminar nasional AIPI XIII. Bangkinang- Riau: AIPI; 1–3 November 1995.

74. Pudjiastuti TN. Ancaman keamanan transnasional di ASEAN: upaya Indonesia menanggulangi dan mencegah migrant smuggling. Dalam: Zaenuddin D, editor. Prosiding Seminar refleksi akhir tahun IPSK dan IPSK Awards 2010. Jakarta: Pusat Penelitian Sumberdaya Regional; 2011.

75. Pudjiastuti TN. Nelayan sebagai korban dalam aktivitas penyelundupan migran ke Australia. Dalam: Prosiding seminar nasional riset dan kebijakan sosial ekonomi kelautan dan per-ikanan 2012. Jakarta: Imfiserin; 2013.

Naskah Kebijakan76. Zulkarnain I, Pudjiastuti TN. Buku putih pertambangan Indonesia,

keterkaitan dengan lingkungan hidup dan kehutanan. Jakarta: Kerjasama LIPI dengan Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral; 2004.

77. Elisabeth A, Luhulima CPF, Muna MR, Pudjiastuti TN, Hidayat AS. The dynamic and current status of Indonesia-Taiwan Relations. Policy Paper. Jakarta: P2P-LIPI; 2012.

Page 55: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

41

78. Elisabeth A, Luhulima CPF, Muna MR, Pudjiastuti TN, Hidayat AS. ASEAN beyond 2015. Policy Paper. Jakarta: P2P-LIPI; 2012.

79. Elisabeth A, Luhulima CPF, Muna MR, Haripin M, Inayati RS, Pudjiastuti TN. Hidayat AS. Indonesia dan ASEAN centrality. Position Paper. Jakarta: P2P-LIPI; 2013.

80. Elisabeth A, Muna MR, Hidayat AS, Pudjiastuti TN. The dynamic and current status of Indonesia-Taiwan Relations. Policy Paper. Jakarta: P2P-LIPI; 2013.

81. Elisabeth A, Luhulima CPF, Muna Riefqi, Inayati RS, Pudjiastuti TN, Hidayat AS. Indonesia dan ASEAN connectivity. Policy Paper. Jakarta: P2P-LIPI. 2014.

82. Pudjiastuti TN, Irewati A. Indonesia dalam upaya kerja sama pe-nanganan perdagangan orang (TIPs) di tingkat ASEAN. Working Paper. Jakarta: P2P-LIPI dan Kemenkopolhukam; Desember 2014.

83. Nummi AK, Wong S and Pudjiastuti TN. Expert review report: Bali process review of the andaman sea situation of May 2015. Annex 2 of Bali Process Forum Documents. 2016.

84. Pudjiastuti TN. PERPRES No.125 Tahun 2016 tentang pe-nanganan pengungsi dari luar negeri: Suatu tinjauan sosiopolitik. Jakarta: LIPI; 2017.

Makalah Internasional85. Pudjiastuti TN. Contemporary patterns of international movement

in Indonesia, Malaysia and Singapore. In Geography Department, University of Adelaide; June 10th, 1999.

86. Pudjiastuti TN. International migration in Asia Today, the project of international relations and world politics. In Department of International Relations, Flinders University of South Australia; 30 Juli 1999.

87. Pudjiastuti TN. The future of illegal migrants from Indonesia to Australia. In The Second Indonesia-Australia Security Forum (IASFOR) Meeting in Tretbo-New South Wales, Australia; 23–24 November 2000.

Page 56: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

42

88. Pudjiastuti TN. The problems of human security: The case of Indonesia as stepping stone for illegal immigrants to Australia. In the third international convension Asia Scholar (ICAS3), National University of Singapore, Singapore; 19–22 Agustus 2003.

89. Pudjiastuti TN. Identification of Indonesian irregular immigrants in Japan: The oarai case in di ILCAA-TUFS (Institute for Languanges and Culture from Asia–Africa, Tokyo University of Foreign Studies) di Tokyo; 7 Januari 2004.

90. Pudjiastuti TN. Undocumented migrant workers in East Asia. In the habibie center workshop development, pluralism, state, and security: Understanding non-traditional security in a Changing East Asia. Jakarta; 12–14 March 2004.

91. Pudjiastuti TN. Migrant workers in ASEAN. Discussion of Indonesian chairman’s ASEAN 2011. Jakarta: LIPI, PTRI and KAS; 26 Januari, 2011.

92. Pudjiastuti TN. Combating human trafficking in Indonesia. Indonesian-French Seminar on The Role of Human and Social Sciences in Understanding and Tackling Poverty. Jakarta: LIPI–IFI and French Embassy; 2–3 June 2013.

93. Pudjiastuti TN. The role of Indonesian traditional fishermen in the mobility of migrant’s smuggling to Australia. In the Eight International Convention for Asian Scholar (ICAS8). Macao; 24–28 June 2013.

94. Pudjiastuti TN. How to address the impact of recruiter agencies in Indonesian migrant workers? In the Conference Addressing Irregular Migration and Human Trafficking in Europe and Asia. Phnom Penh, Cambodia: KAS Regional; 6–7 March 2014.

95. Pudjiastuti TN. Future relations between Russia–Vietnam in the ASEAN Community Beyond 2015. In The International Con-ference on Development Cooperation among Vietnam–ASEAN and Russia: Reality and Prospects. Hanoi; 15–18 August 2014.

Page 57: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

43

Makalah Nasional96. Pudjiastuti TN. Konflik Serbia-Bosnia dalam perspektif Sosio-

Historis” dalam dialog tentang kebijakan politik luar negeri Indonesia oleh CIDES di Jakarta; 26 April 1995.

97. Pudjiastuti TN. Peran pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan ‘Citizen Protection’ dalam penanganan masalah TKI di Timur Tengah. Pertemuan Kelompok Ahli Optimalisasi Citizen Protection dalam Penanganan Isu TKI di Timur Tengah. Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK)– Departemen Luar Negeri RI di Medan; 16–17 Juli 2007

98. Pudjiastuti TN. Pemberdayaan masyarakat di kawasan pertambangan. Dalam workshop sosialisasi pedoman pengelolaan pengembangan masyarakat di sekitar wilayah tambang, oleh Bina Program-Direkturat Jenderal Mineral dan Batubara-Kementerian ESDM di Balikpapan; 29 Juli 2010.

99. Pudjiastuti TN. Isu migran gelap dalam hubungan Indonesia-Australia. Dalam Ilegal Migration dari Perspektif Nasional dan Kawasan, yang diselenggarakan oleh BPPK–Kementerian Luar negeri RI di Bandung; 2 Agustus 2010.

100. Pudjiastuti TN. Combating and preventing people smuggling in Indonesia. Dalam workshop on migrant smuggling challenges and responses in Indonesia. Direktorat Jenderal Imigrasi dengan Direktorat Jenderal Multilateral dan UNODC di Jakarta; 5–6 Oktober 2010.

101. Pudjiastuti TN. Upaya memajukan people centered di ASEAN: Kasus pekerja migran dan CSR. Dalam Diskusi di Kantor Sekretariat Wakil Presiden di Jakarta; pada 13 April 2011.

102. Pudjiastuti TN. Persoalan perbatasan: Upaya Indonesia menanggulangi dan mencegah people smuggling. Dalam workshop revitalisasi kemitraan Polri dengan Lintas Sektoral di Wilayah Perbatasan Guna Menanggulangi People Smuggling. oleh NCB Interpol Indonesia di Bogor; 25 Mei 2011.

103. Pudjiastuti TN. Program pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan pertambangan. Dalam Rapat Koordinasi dan Sinergitas

Page 58: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

44

Pelaksanaan Tugas Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Se- Propinsi Sulawesi Utara dan Seminar Pengembangan Masyarakat Perusahaan Pertambangan Mineral. Di Menado; 6-8 Juli 2011

104. Pudjiastuti TN. Konsultasi pemangku kepentingan dalam rangka rencana pascatambang. Dalam Bimbingan Teknis Reklamasi dan Pasca Tambang pada Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara. oleh ESDM RI di Samarinda; 7-12 November 2011.

105. Pudjiastuti TN. Akar permasalahan, tipologi dan bentuk konflik pertambangan di Indonesia. Dalam Seminar Wajah Pertambangan Indonesia: Antara Potensi Konflik dan Penyelesaiannya. di Hotel Mulia, Jakarta; 4 April 2012.

106. Pudjiastuti TN. Krisis pengungsi dan IDPs setelah Arab Spring dan dampaknya bagi Indonesia. Dalam Seminar Dinamika Politik Timur Tengah dan Respon Indonesia Terhadapnya. oleh P2P-LIPI di Jakarta; 30 Oktober 2012.

107. Pudjiastuti TN. The impact of asylum seekers for Indonesia in state and society level. Dalam Jakarta Foreign Corespondent Club Workshop in Intercontinental Hotel. Jakarta; 16 October 2013.

108. Pudjiastuti TN. Posisi nelayan tradisional dalam penyelundupan migran ke Australia dan upaya solusinya. Forum Kajian Kebijakan Luar Negeri Kerjasama Indonesia-Australia dalam Upaya Penanggulangan Penyelundupan Manusia. oleh BPPK-Kemen-terian Luar Negeri, Kedutaan Indonesia untuk Australia dan Universitas Hasanudin di Makasar; 22 Oktober 2013.

109. Pudjiastuti TN. Implementing human rights and democracy in international relations: on irregular movement case. The Inaugural Asia Century Futures Initiative: Australia-Indonesia Dialogue. held by Griffith University and LIPI collaboration in Sir Samuel Griffith Building, Griffith University, Nathan Campus; 19 November 2013.

110. Pudjiastuti TN. Peningkatan kerjasama penanggulangan kejahat-an transnasional di ASEAN. Sosialisasi Program Sekretariat Nasional APSC yang diselenggarakan Deputi II/Bidang Politik Luar Negeri, Menkopolhukam. di Medan, Batam dan Menado; 16 dan 30 Oktober serta 25 November 2014.

Page 59: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

45

Artikel dan Media111. Pudjiastuti TN. Pembaruan di Eropa Timur: Menuju rumah

bersama Eropa. TSM, Maret 1990 (3): 33.112. Pudjiastuti TN. Isyarat kudeta militer. Editor. 31Agustus 1990

(4): 50.113. Pudjiastuti TN. Bingkai bagi Bosnia. Suara Karya. 24 November

1992.114. Pudjiastuti TN. Boris Yeltsin setelah referendum. Jawa Pos,. 1

Mei 1993.115. Pudjiastuti TN. Hasil referendum dan keberuntungan dari Boris

Yeltsin. Suara Karya. 3 Mei 1993.116. Pudjiastuti TN. Badai dalam kekuasaan Rusia. Jawa Pos. 28

September 1993.117. Pudjiastuti TN. Perlawanan Yeltsin dalam Badai Politik Rusia.

Suara Merdeka. 15 Desember 1993.118. Pudjiastuti TN. Kekuasaan dalam Tragedi Bosnia. Jawa Pos. 2

Maret 1994.119. Pudjiastuti TN. Di balik serangan NATO atas Serbia. Jawa Pos.

13 September 1995.120. Pudjiastuti TN. Tekanan keamanan dan hubungan Indonesia-

Australia: Kasus imigran gelap. http://politik.lipi.go.id/index.php/in/kolom/46-tekanan-keamanandan-hubungan-indonesia-australia-kasus-imigran-gelap//11 June 2009.

121. Pudjiastuti TN. Shelter versus Shielded Borders. Jakarta Post. 15 Maret 2016.

122. McLeod T; Hughes P; Petcharamesree S; Wong S; Pudjiastuti TN. The Bali Process can do a lot more to respond to Forced Migration in our Region. the Conversation. 21 Maret 2016.

Page 60: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

46

123. McLeod T; Hughes P; Petcharamesree S; Wong S; Pudjiastuti TN. How the Asia Pasific can Lead Way on Migrants and Refugees. The Coversation. 21 September 2016.

124. McLeod T; Hughes P; Petcharamesree S; Wong S; Pudjiastuti TN. The Andaman Sea Refugee Crisis a Year on: is the Region Now Better Prepared. The Coversation. 27 September 2016.

Page 61: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

47

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data PribadiNama Lengkap : Tri Nuke PudjiastutiTempat/Tgl Lahir : Salatiga, 1 Februari 1963Anak ke- : 3 (tiga)Ayah Kandung : Trisaptono (alm.)Ibu Kandung : SoemarniSuami : Ir. Basuki Hardjojo, M.K.K.K.Anak : Budiarso Eko Harsidi, S.T.I. : Budisasongko Dwi Hardadi, S.T.Instansi : Pusat Penelitian Politik-LIPIBidang Kepakaran : Bidang Keamanan Internasional dan Isu-Isu StrategisNo. SK Pangkat Terakhir : No.71/K Tahun 2014 Tgl.12 April 2014No. PAK Peneliti Utama IV/e : No. 1048/D.I/2017 Tgl. 31 Oktober 2017No. SK Fungsional : No. 1305/D.I/2017 Tgl. 1 November 2017

Page 62: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

48

Pendidikan FormalNo. Jenjang Sekolah Kota/Negara Lulus1. SD Kanisius Cungkup II Salatiga 19742. SMP Pangudiluhur Salatiga Salatiga 19773. SMA Negeri I Salatiga 19814. S1 Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Padjadjaran Bandung 1986

5. S2 Department of Human Geography and Environmental Studies, Faculty of Social Sciences University of Adelaide

Adelaide/ Australia Selatan

2000

6. S3 Departemen Kriminologi, FISIP Universitas Indonesia

Jakarta 2014

Pendidikan Non-FormalNo. Pelatihan Lama Tahun Tempat1. Prajabatan Golongan III 1 bln. 1987 Indonesia2. SPAMA/Diklatpim TK.III 1 bln. 2000 Indonesia3. Science and Technology

Policy dan Research and Development (S&T and R&D) Management Training Program

2,5 bln. 2001 Seoul, Korea Selatan

4. Program Pengembangan Kepemimpinan (Diklat P2K) Angkatan III LIPI

1 thn. 2002 Indonesia

5. Pelatihan Metodologi Kriminologi “Sensitivity Issues in Research on Crime and Deviance”

2 hr. 2011 FISIP-UI, Depok

Page 63: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

49

No. Pelatihan Lama Tahun Tempat6. Pelatihan TOT Widyaiswara

Luar Biasa/Fasilitator Diklat Jabatan Fungsional Peneliti Berjenjang di Pusbindiklat LIPI

2 hr. 2014 Cibinong

7 Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tk.I Angkatan XL Tahun 2018

4 bln. 2018 LAN, Pejompongan

Jenjang Kepangkatan

No. Jenjang Jabatan TMT Jabatan1. Penata Muda - III/a CPNS 01-03-19872. Penata Muda - III/a PNS 01-05-19883. Penata Muda Tingkat I - III/b 01-04-19914. Penata - III/c 01-04-19955. Pembina - IV/a 01-10-20016. Pembina Tingkat I - IV/b 01-01-20107. Pembina Utama Muda - IV/c 01-04-20108. Pembina Utama Muda - IV/c 02-01-20139. Pembina Utama Muda - IV/c 02-02-201310. Pembina Utama Madya - IV/d 01-04-201411. Pembina Utama Madya - IV/d 01-03-2015

Jabatan Fungsional

No. Jabatan Fungsional Tahun1. Peneliti Ahli Pertama 19922. Peneliti Ahli Muda 19943. Peneliti Ahli Madya 20064. Peneliti Ahli Utama 2013

Page 64: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

50

Jabatan Struktural

No. Tahun Jabatan Instansi1. 2000–2001 Kepala Bagian Tata Usaha PPW-LIPI2. 2001–2002 Kepala Bidang Tata Operasional P2P-LIPI3. 2016–

sekarangDeputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan

LIPI

Karya Tulis IlmiahNo Kualifikasi Jumlah

1. Penulis Tunggal 882. Penulis Utama 53. Penulis bersama Penulis lainnya 17

Total 110

No Bahasa Jumlah1. Karya tulis dalam bahasa Inggris 362. Karya tulis dalam bahasa Indonesia 74

Total 110

Penugasan

No. Tahun Jabatan Instansi1. 1995–1996 Sekretaris Pimpro “Projek

Pengajian Masalah-Masalah Strategi Politik, Sosial dan Budaya LIPI”

PPW-LIPI

2. 1995–1997 Anggota tim Perencanaan Penelitian PPW-LIPI

PPW-LIPI

3. 1997–1998 Pimpinan Proyek “Proyek Pengajian Masalah-Masalah Strategi Politik, Sosial dan Budaya LIPI”

P2P-LIPI

4. 2001–2003 Sekretaris Tim Perencanaan, Monitoring dan Evaluasi (PME)

P2P-LIPI

Page 65: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

51

No. Tahun Jabatan Instansi5. 2003–2008 Koordinator Harian Program

Kompetitif LIPI “Otonomi Daerah, Konflik, dan Daya Saing”

LIPI

6. 2009–2011 Koordinator Sub Program Kompetitif LIPI “Critical and Strategic Social Issues” (CSSI)

LIPI

7. 2015 Koordinator Newletter ASEAN “Forward”

P2P-LIPI

8. 2012–2016 Juri LKIR LIPI9. 2017 Ketua Tim Penyusun Buku

Coffee Table Book “50 Tahun Kiprah LIPI”

LIPI

10. 2017 Ketua Tim Refocusing Program LIPI 2018–2019

LIPI

11. 2018 Ketua Tim Pakar Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi XI Tahun 2018

LIPI

12. 2018 Ketua Tim Penyusun Rencana Strategis LIPI 2020–2024

LIPI

Fellowship/Kerja Sama Penelitian

No. Tahun Kegiatan Pemberi Dana

1. 2004–2005 Penelitian Migrasi Internasional tentang undocumented migrant (1)

JSPS

2. 2005–2006 Penelitian Migrasi Internasional tentang undocumented migrant (II)

Kanda University

2. 2010 Koordinator Penelitian “Globalisasi dan Trafficking in Persons di Karawang”

Kemenris-tekdikti

Page 66: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

52

No. Tahun Kegiatan Pemberi Dana

3. 2011–2012 Penelitian Indonesia-Taiwan Chung Hua Univ. Taiwan

4. 2013 UU No.13 tentang Ketenagakerjaan

Kemenaker Trans

5. 2014 Koordinator Penelitian tentang “Indonesia Dalam Upaya Kerjasama Penangan-an Perdagangan Orang (TIPs) di Tingkat Asean”

Kemenko-polhukam

Sebagai Mitra Bestari JurnalNo. Tahun Kegiatan1. 1990–1992 Editor Tamu untuk Jurnal Hubungan

Internasional FISIP-UI “Global”2. 2015–2017 Mitra Bestari untuk “Jurnal Ilmu Politik” P2P-

LIPI 3. 2016 Mitra Bestari untuk “European Journal of East

Asian Studies”

Pembinaan Kader IlmiahNo. Perguruan Tinggi/Kegiatan Tahun Kota1. Asisten Dosen Program Studi

Perempuan dan Politik di Pusat Studi Wanita, UI

1991–1993 Jakarta

2. Asisten Dosen tentang Migrasi Masyarakat Eropa Tengah-Timur di Negara-Negara Eropa di Departemen Hubungan Internasional, FISIP, UI

1997 Jakarta

Page 67: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

53

No. Perguruan Tinggi/Kegiatan Tahun Kota3. Instruktur Workshop Guru

“Teknik Penelitian dan Penulisan Ilmiah”

2012–2015 Berbagai kota di Indonesia

4. Mentor/Pembimbing LKIR 2011 Jakarta5. Instruktur Workshop Guru dalam

PIRN2012–2016 Bontang,

Boyolali, Tasikmalaya, Bengkulu

6. Pembimbing KTI Peneliti Pertama di Pusbindiklat

2015 Cibinong

7. Instruktur Materi “Pengolahan dan Analisis Data” untuk Peneliti Pertama di Pusbindiklat

2015 Cibinong

8. Dosen Tamu mata kuliah “Politik Hukum dan Ilmu Pemasyarakatan” dan kuliah “Analisis Kebijakan Pengambilan Keputusan” di Akademi Kejuruan Ilmu Pemasyarakatan (AKIP)

2015 Jakarta

9. Dosen Tamu Mata kuliah “Regional and Global Security” Universitas Pertahanan

2015–2016 Jakarta

OrganisasiNo. Tahun Organisasi Posisi

1. 1990–1992 Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI)

Bendahara

2 2012–2013 IMFISERN (Indonesian Marine and Fisheries Socio-Economics Research Network )

Anggota

3. 2014–sekarang

Tifa Foundation Dewan Pengurus

Page 68: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas

54

No. Tahun Organisasi Posisi4. 2014–

sekarangAsian Dialog on Forced Migration (ADFM)

Dewan Sekretariat

5. 2015– sekarang

Management of Social Transformation (MOST) UNESCO

Ketua Komisi Nasional Indonesia

6. 2016– sekarang

Knowledge Sector Indonesia (KSI)

Dewan Pengarah

7. 2017– sekarang

Consortium for Southeast Asian Studies in Asia (SEASIA)

Dewan Pengurus

Tanda PenghargaanNo. Penghargaan Tahun Instansi

1. Satyalencana Karya Satya X 2000 Presiden2. Satyalencana Karya Satya XX 2008 Presiden3. Mardjono Reksodiputro Awards

2011–Mahasiswa S3 Departemen Kriminologi FISIP UI dengan IPS Tertinggi

2012 UI

4. Mardjono Reksodiputro Awards 2012–Mahasiswa S3 Departemen Kriminologi FISIP UI dengan IPS Tertinggi

2013 UI

5. Satyalencana Karya Satya XXX 2018 Presiden

Page 69: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas
Page 70: PEMAKNAAN BARU PRINSIP MEKANISME ASEANpenerbit.lipi.go.id/data/naskah1550563593.pdf · 2019. 2. 19. · vi fokus pada Migrasi Paksa (Forced Migration) di Departemen Kriminologi, Fakultas