pelunasan pajak dalam tahun berjalan

35
KELOMPOK 4: AMSI PURI DIRGANTARI (12030113060139) TYAS TATAS KUSUMA (12030113060157) OKTAVIANI DWI HARISTRI (12030113060158) VITA VAUZIYAH (12030113060183) PELUNASAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN

Upload: bbe-mee

Post on 28-Nov-2014

110 views

Category:

Education


0 download

DESCRIPTION

Pelunasan Pajak Dalam Tahun Berjalan, yang berarti bahwa pelunasan yang terjadi harus dalam batas periode tahun berjalan.

TRANSCRIPT

  • 1. PELUNASAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN
  • 2. PEMOTONGAN PPH PASAL 21 Objek pemotongan pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Yang dikenakan pemotongan pajak Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.
  • 3. Yang tidak dikenakan pemotongan pajak Penghasilan yang diterima oleh : 1. Pejabat Negara 2. PNS 3. Pensiunan termasuk janda atau duda atau anak-anaknya 4. Penghasilan berupa honorarium dan imbalan lain 5. Penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri 6. Penghasilan berupa gaji, upah, serta imbalan lainnya
  • 4. Siapa pemotong pajak ? a. Pemberi kerja b. bendaharawan pemerintah c. dana pensiun atau badan lain d. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain e. penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran
  • 5. Bukan pemotong pajak Badan perwakilan negara asing dan organisasi-organisasi internasional. Besarnya tarif pemotongan pajak Pada umumnya berlaku tarif umum, kecuali ditetapkan lain dengan Peraturan Pemerintah.
  • 6. Penghasilan apa saja yang dikenakan PPh Pasal 21 yang bersifat final dan berapa tarifnya ? honorarium dan imbalan Pejabat Negara, PNS (kecuali Golongan II ke bawah), Anggota TNI/POLRI (kecuali Pembantu Letnan Satu ke bawah), pensiunan 15 % Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri uang pesangon, tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua tarif progresif 5%-25%
  • 7. PEMUNGUTAN PPH PASAL 22 objek pemungutan pajak 1. Pembelian barang oleh Pemerintah. 2. Impor barang. 3. Pembelian / penjualan barang di bidang usaha tertentu.
  • 8. Yang dikenakan pemungutan pajak 1. Pemasok barang kepada Pemerintah. 2. Importir / pengimpor barang. 3. Pemasok / pembeli barang dari badan-badan tertentu.
  • 9. Apa yang tidak dikenakan pemungutan pajak 1. Impor dan atau penyerahan barang yang berdasarkan UU Pajak Penghasilan tidak terutang pajak. 2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau PPN 3. Impor barang sementara yang nyata-nyata akan diekspor kembali. 4. Pembayaran yang berjumlah tidak lebih dari Rp.1.000.000,00. 5. Pembayaran untuk pembelian BBM, listrik, gas, air minum / PDAM, dan benda pos
  • 10. 6. Emas batangan untuk diproses menjadi perhiasan dan ditujukan untuk ekspor. 7. Pembayaran dana Jaring Pengaman Sosial ( JJS ) oleh KPKN. 8. Impor kembali barang yang sama yang sebelumnya telah diekspor dan barang yang telah diekspor untuk tujuan perbaikan, pengerjaan dan pengujian 9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Perum BULOG
  • 11. Siapa pemungut pajak? a. Bank devisa dan DJBC b. DJA, Bendaharawan Pemerintah Pusat / Daerah c. BUMN / BUMD d. Bank Indonesia, Perum BULOG, PT. TELKOM, PT.PLN, PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, PT. PERTAMINA, dan bank-bank BUMN e. Badan usaha industri semen, rokok, kertas, baja ( hulu ), dan otomotif f. PT. PERTAMINA dan badan usaha lainnya di bidang industri produk bahan bakar migas g. Industri dan eksportir di sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan
  • 12. Besarnya tarif pemungutan pajak a) Atas impor barang : o Menggunakan API 2,5% nilai impor o Tidak menggunakan API 7,5% nilai impor o Tidak dikuasai 7,5% harga jual lelang b) Pembelian Barang oleh Pemerintah dan BUMN/BUMD 1,5% harga pembelian c) Penjualan Produksi Dalam Negeri : o Industri Otomotif 0,45% DPP PPN o industri Rokok 0,15% dari harga bandrol o industri Kertas 0,1% dari DPP PPN o industri Semen 0,25% dari DPP PPN o industri Baja 0,3% dari DPP PPN
  • 13. d. Atas penjualan hasil produksi PT. PERTAMINA dan badan usaha lainnya di bidang BBM : o penebusan premium, solar, premix/super TT oleh SPBU swastanisasi 0,3% penjualan o penebusan premium, solar, premix/super TT oleh SPBU Pertamina 0,25% penjualan o penjualan minyak tanah, gas LPG, dan pelumas 0,3% penjualan e. Atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan diolah / diekspor 1,5% harga pembelian
  • 14. PEMOTONGAN PPH PASAL 23 Objek pemotongan pajak 1. Dividen 2. Bunga 3. Royalti 4. Hadiah dan penghargaan 5. bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi 6. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain
  • 15. Yang dikenakan pemotongan pajak Wajib Pajak dalam negeri dan BUT Yang tidak dikenakan pemotongan pajak 1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank 2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi 3. Dividen. 4. Bunga obligasi 5. Bagian laba yang diterima anggota CV 6. Sisa hasil usaha koperasi 7. Bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan
  • 16. Siapa pemotong pajak ? a. Badan Pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya b. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
  • 17. Besarnya tarif pemotongan pajak 10% dari jumlah bruto, atas dividen, bunga, royalti, serta hadiah dan penghargaan 10% dari jumlah bruto dan bersifat final, atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi Sebesar 2% dari perkiraan penghasilan bruto atas : a) sewa dan penghasilan lain b) imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain
  • 18. PPH PASAL 24 Pengkreditan PPh yang Dibayar di Luar Negeri pajak atas penghasilan yg dibayar atau terutang diluar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak
  • 19. Maksimum PPh Pasal 24 sebagai kredit Pajak Luar Negeri Tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan uu PPh Penentuan Sumber Penghasilan untuk menghitung Maksimum PPh Pasal 24 sebagai Pajak LN 1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya 2. Penghasilan bunga, royalti, sewa 3. Penghasilan berupa imbalan 4. Penghasilan bentuk usaha 5. Penghasilan pengalihan harta tetap 6. Keuntungan pengalihan
  • 20. Ketentuan Pelaksana PPh Pasal 24 sebagi Kredit Pajak LN PPh seluruh penghasilan Penggabungan penghasilan Kerugian PPh pasal 24 dapat dikreditkan terhadap PPh terutang di Indonesia Jumlah kredit pajak Jumlah tertentu Kredit pajak untuk masing-masing negara PKP tidak termasuk penghasilan yang dikenakan PPh final Jumlah pajak yang dibayar di LN melebihi yang diperkenankan
  • 21. permohonan kredit pajak LN Perpanjangan jangka waktu penyampaian lampiran permohonan Perubahan penghasilan dari LN dengan pembetulan SPT Pembetulan SPT kurang bayar tidak dikenakan sanksi bunga Pembetulan SPT lebih bayar kompensasi dengan utang pajak
  • 22. Tata cara penghitungan kredit pajak LN : 1. Penggabungan seluruh penghasilan 2. Kerugian tidak dapat dikompensasikan 3. Batas maksimum kredit pajak LN 4. Penghasilan LN bersumber dari beberapa negara 5. WP memperoleh penghasilan yang dikenakan PPh final
  • 23. PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 Cara menghitung PPh pasal 25 cara menghitung PPh pasal 25 didasarkan pada data SPT tahun sebelumnya. Artinya, asumsikan bahwa penghasilan tahun ini sama dengan penghasilan tahun sebelumnya. angsuran pajak sebesar PPh terutang menurut SPT tahunan PPh tahun lalu dikurangi kredit pajak PPh pasal 21, 22, 23, dan 24, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam tahun pajak.
  • 24. Misal SPT tahunan 2007 sebagai berikut : PPh terutang 50.000.000 Kredit pajak PPh Pasal 21,22,23,24 35.000.000 Selisih 15.000.000 PPh pasal 25 15.000.000 : 12 = 1.250.000
  • 25. PPh Pasal 25 Untuk Bulan-bulan sebelum Bulan Batas Waktu Penyampaian SPT Jika tahun pajak adalah tahun kalender (Januari-Desember), maka yang dimaksud bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT tahunan adalah bulan Januari dan Februari. Maka, PPh pasal 25 bulan Januari dan Februari 2008 = bulan Desember 2007.
  • 26. PPh pasal 25 dalam hal-hal tertentu Dikjen pajak menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, apabila : 1. WP berhak atas kompensasi kerugian 2. WP memperoleh penghasilan tidak teratur 3. ST tahunan PPh tahun lalu disampaikan setelah batas waktu yang ditentukan 4. WP diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT tahunan PPh 5. WP membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan 6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP
  • 27. PPH PASAL 26 Pemotong PPh Pasal 26 Badan Pemerintah Subjek Pajak dalam negeri Penyelenggara Kegiatan BUT Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia
  • 28. Tarif dan Objek PPh Pasal 26 1. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri : a. Dividen b. Bunga : premium, diskonto, dan imbalan c. Royalti, sewa, dan penghasilan lain d. Imbalan : jasa, pekerjaan, kegiatan e. Hadian dan penghargaan f. Pensiun, pembayaran berkala lain g. Premi swap dan transaksi lindung lain h. Keuntungan pembebasan utang 2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa : a. penghasilan dari penjualan harta di Indonesia b. premi asuransi
  • 29. 3. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara conduit company atau spesial purpose company 4. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia. 5. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan.
  • 30. Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 26 1. PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu. 2. Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 : a. lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri; b. lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak; c. lembar ketiga untuk arsip Pemotong.
  • 31. 3. PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak. 4. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
  • 32. Contoh: Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei 2009, penyetoran paling lambat tanggal 10 Juni 2009 dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 Juni 2009. Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 26 bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
  • 33. Pengecualian 1. BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 apabila Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari BUT ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat: a. Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, dan b. dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut;
  • 34. c. tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurangkurangnya dalam waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil. 2. Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.