pelatihan loncat di pasir dengan rintangan box jump lebih
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pelatihan merupakan suatu aktivitas yang kompleks, suatu kinerja dari atlet yang
dilakukan secara sistematis dalam durasi yang panjang, progresif dan berjenjang
secara individual, dengan tujuan untuk mendapatkan suatu fungsi fisiologi dan
psikologis tertentu agar akan dapat memenuhi berbagai tuntutan pekerjaan dan
aktivitas fisik.
Kemampuan untuk berpindah atau bergerak dari tubuh atau anggota tubuh dari
satu titik ke titik lainnya atau mengerjakan suatu aktivitas berulang yang sama serta
berkesinambungan dalam waktu yang sesingkat – singkatnya. Kecepatan merupakan
kemampuan tubuh untuk melakukan gerakan dalam waktu yang singkat – singkatnya
(Wahjoedi, 2000). Kecepatan merupakan kemampuan untuk mengerjakan suatu
aktivitas berulang yang sama serta berkesinambungan dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya (Nala, 2011).
Sepak takraw adalah suatu permainan yang menggunakan bola plastik (synthetic
fibre) dilakukan di atas lapangan empat persegi panjang, rata, baik terbuka maupun
tertutup dan lapangan dibatasi oleh net. Sepak takraw adalah permainan sepak raga
yang telah dimodifikasi untuk dijadikan sebuah permainan yang kompetitif.
Permainan sepak takraw diselenggarakan di lapangan tertutup asalkan memenuhi
syarat. Ukuran lapangan adalah 13,40 m x 6,10 m bebas dari segala rintangan ke atas
8 m diukur dari permukaan lantai dengan tinggi net 1,55 m.
2
Sepak takraw terdiri dari teknik dasar sepak sila,sepak punggung,memaha,
kepala, teknik khusus terdiri dari sepak mula (servis), block dan smash. Smash
adalah pukulan yang utama dalam penyerangan untuk mencapai usaha dalam
kemenangan. Smash adalah pukulan bola yang keras, tajam dan cepat melewati net
yang diarahkan ke bidang lapangan lawan untuk mendapatkan poin atau nilai. Smash
sepak takraw adalah salah satu teknik yang paling penting dan harus dikuasai oleh
seorang pemain, karena dengan smash ini angka dapat dengan mudah diperoleh oleh
regu yang bertanding dan dapat memenangkan suatu pertandingan dengan mudah.
Melakukan smash melewati net dan masuk ke lapangan lawan merupakan salah satu
tolak ukur keberhasilan dalam bermain sepak takraw (Maseleno dan Hasan, 2011).
Smash adalah gerakan yang dilakukan dari arah belakang yang ditendang dengan
cepat dan menukik di udara sehingga sering di sebut dengan smash belakang, tujuan
smash adalah mendapatkan angka dari pihak lawan dan mematikan permainan lawan
(Kurniawan, 2012).
Pergerakan otot olahraga berasal dari pinggul dan tungkai, misalnya gerakan lari,
lempar dan loncat, banyak energi gerakan yang dibangkitkan oleh pinggul dan
tungkai, kemudian ditransfer ke atas melalui togok dengan menekuk, merentang atau,
memutar dan akhinya diterima oleh tubuh bagian atas untuk melakukan beberapa
jenis ketrampilan gerak yang melibatkan bahu, dada, dan lengan (Furqon dan
Doewes, 2002).
Pelatihan ledak otot tungkai pemain sepak bola, pemain bola volly,
pebulutangkis, pelompat jauh, peloncat tinggi, pebola basket, pelari cepat dan para
3
pemain cabang olahraga. Tipe gerakan yang dipakai untuk meningkatkan daya ledak
otot seperti melompat – lompat skipping dengan dua tungkai atau salah satu tungkai
dan tungkai lainnya diangkat dengan membawa beban. Lari gawang, lari sambil
melompat rintangan, sering digunakan juga untuk melatih daya ledak otot tungkai
(Nala, 2011).
Box jump adalah salah satu alat yang dipakai melatih kekuatan otot tungkai
dengan cara melompati box atau kotak yang disesuaikan ukuran tinggi boxnya,
latihan ini bertujuan untuk melatih kekuatan otot tungkai (Chu, 2002).
Box jump adalah sebuah latihan yang memakai beberapa kotak dengan metode
latihan dilakukan dengan berbagai gerakan dimana ukuran dan tinggi kotak dapat
disesuaikan, tujuan latihan adalah untuk meningkatkan hasil lompatan pada
peningkatan power otot tungkai. Tujuan latihan box jump adalah latihan yang
meningkatkan eksplosif power, tapi latihan ini menekankan pada tingginya loncatan
(Chu, 2002).
Model pelatihan daya ledak otot tungkai yang disebut dengan Plyometric dengan
memberikan penambahan ukuran daya ledak, pelatihan Pliometrik dianggap sebagai
salah satu pelatihan yang paling efektif untuk meningkatkan daya ledak otot pada
pelari jarak pendek, maupun pelompat jauh, peloncat tinggi atau ketika menyemes
bagi pemain bulu tangkis ataupun bola voli dan juga sepak takraw (Nala, 2011).
4
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan kajian latar belakang, maka yang menjadi masalah dalam penelitian
ini adalah:
1. Apakah Pelatihan loncat di pasir dengan rintangan box jump lebih
meningkatkan kekuatan otot tungkai daripada pelatihan skipping di pasir, pada
siswa SMP Negeri 9 Kota Kupang?
2. Apakah loncat di pasir dengan rintangan box jump meningkatkan kecepatan
smash belakang daripada pelatihan skipping, pada siswa SMP Negeri 9 Kota
Kupang?
1.3.Tujuan Penelitian
1. Untuk memmbuktikan pelatihan loncat di pasir dengan rintangan box jump
lebih meningkatkan kekuatan otot tungkai daripada pelatihan skipping pada
siswa SMP Negeri 9 Kota Kupang .
2. Untuk membuktikan pelatihan dengan rintangan box jump lebih meningkatkan
kecepatan smash belakang daripada pelatihan skipping pada siswa SMP Negeri
9 Kota Kupang
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat :
1. Secara akademis untuk menambah khasanah ilmiah dalam hal informasi
tentang pelatihan rintangan box jump dan pelatihan skipping
meningkatkan kekuatan otot tungkai dan kecepatan smash belakang
5
2. Secara Praktis dijadikan masukan kepada lembaga pendidikan atau
pelatihan di klub – klub dan guru-guru olahraga untuk dijadikan sebagai
model pelatihan dalam meningkatkan kekuatan otot tungkai dan
kecepatan smash belakang.
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Box jump
Setiap hari melakukan pekerjaan yang sama lama-kelamaan pasti akan jemu,
demikian pula halnya dengan dunia olahraga, pelatihan yang dari itu ke itu saja tentu
akan jemu, sehingga diharapkan seorang pelatih ahli di bidang kepelatihan, dituntut
pula agar memiliki kekayaan imajinasi dalam membuat variasi dan metode
kepelatihan (Nala, 2011).
Box jump adalah bentuk latihan yang melatih kekuatan otot tungkai dengan
cara meloncati box yang disesuikan ukuran tinggi rata – rata, latihan ini bertujuan
untuk melatih kekuatan otot tungkai. Menurut Chu (1992), box jump adalah sebuah
latihan yang memakai beberapa kotak dengan metode latihan dilakukan dengan
berbagai gerakan dimana ukuran dan tinggi kotak dapat divariasi. Tujuan latihan
adalah untuk meningkatkan hasil lompatan pada peningkatan power otot tungkai,
tujuan latihan box jump adalah latihan yang meningkatkan eksplosif power, tapi
latihan ini menekankan pada tingginya loncatan (Chu,1992).
Bentuk – bentuk latihan box jump menurut Harsono (2001), bentuk latihan
box jump yaitu : 1) Gerakan harus dilakukan secara eksplosif; (2) Kecepatan (Rate)
melakukkan loncatan lebih penting dari pada jatuhnya; (3) Prinsip overload dan
intensitas ditegakkan untuk menjamin perkembangan dan daya ledak (Power).
Komponen fisik yang mendukung agar tercapainya pelatihan box jump dengan
melatih daya ledak merupakan salah satu unsur yang penting untuk semua cabang
7
olahraga permainan khususnya, bola basket, bola voli, bulu tangkis, sepak takraw dan
olahraga bela diri seperti karate, kempo, pencak silat dan taekwondo (Sajoto, 1990).
Kemampuan daya ledak (Explosive streght, muscular power) adalah kemampuan
untuk melakukan aktivitas secara tiba-tiba dan dengan menggerakkan seluruh
kekuatan dalam waktu yang singkat (Nala, 2002). Daya ledak adalah kemampuan otot
untuk mempergunakan kekuatan maksimal dalam waktu cepat (Harsono, 2001).
Box jump merupakan latihan khusus untuk meningkatkan power otot tungkai.
Latihan ini merupakan bagian dari latihan depth jump otot tungkai yang
dikembangkan pada latihan box jump antara lain otot gluteus medius dan minimus,
adductor logu, brevismagnus minimus dan haliciu (Furqon & Doewes, 2002).
Setiap orang memiliki kemampuan otot yang masing – masing yang dapat
meningkat secara terus menerus pada setiap kegiatan berdasarkan perkembangan
umur, fisik yang ada pada diri setiap orang tersebut sehingga daya ledak merupakan
kemampuan untuk melakukan aktivitas secara tiba – tiba dan cepat dengan
mengerahkan seluruh kekuatan dalam waktu yang singkat (Nala, 2011). Berdasarkan
teori di atas dapat satu kesimpulan bahwa daya ledak merupakan kemampuan yang
ada pada setiap orang perlu di kerahkan secara maksimal untuk mendapatkan
kekuatan yang sangat diperlukan dalam waktu yang singkat dalam berbagai macam
kegiatan olahraga.
Unsur gerak akan selalu di tunjang dengan salah satu usaha yang ditujukan untuk
mengembangkan daya ledak exsplosif dan kecepatan reaksi, pengembangan ini
terbina sebagai akibat adanya perbaikan pada reaksi sistem saraf pusat, serta kekuatan
8
untuk meredam goncangan, keseimbangan pendaratan sewaktu kaki menginjak lantai
dan pasir dari melompat. daya ledak merupakan salah satu komponen biomotorik,
yang diidentikkan dengan kekuatan eksplosif dimana daya ledak ini ada yang
membagi sesuai spesifikasi atas daya leda eksplosif (explosive power); daya ledak
cepat (speed power); daya ledak kekuatan (strength power) dan daya ledak tahan
lama (endurance power) (Nala, 2011).
Anatomi gerakan dan otot-otot utama yang terlibat secara langsung yaitu dari
otot tungkai atas sampai otot tungkai bawah, dengan kekuatan otot yang dimiliki akan
menambah kecepatan dan kekuatan pada waktu menolak, demikian pula waktu
pendaratan sedangkan ketinggian loncatan harus tinggi dan vertikal karena atlet
dipacu untuk melompat tinggi dengan arah tegak lurus semaksimal mungkin
kemudian mendarat (Nala, 2011).
Daya ledak berkaitan dengan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot yang
dinamis dan eksplosif, yang melibatkan pengeluaran kekuatan otot tungkai maksimal
dalam suatu durasi waktu singkat (Sudaryanto, 2009). Daya ledak ini sering pula
disebut kekuatan eksplosif. Ditandai dengan adanya gerakan tiba-tiba yang cepat di
mana tubuh terdorong ke depan atau vertikal atau terdorong ke depan (horisontal, lari
cepat, lompat jauh) dengan menggerakan kekuatan maksimal (Furqon & Doewes,
2002).
Seorang atlet yang terampil dan sukses dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
menentukan kesuksesan yaitu: a) faktor genetic; b) faktor kedisiplinan; c) faktor
latihan, dan d) faktor keberuntungan (Suhendro,1999). Beberapa anjuran bagi pelatih
9
dalam mendidik pemain agar kesuksesan dapat tercapai antara lain: a) canangkan
pentingnya disiplin; b) anjurkan makan makanan yang bergizi, hidup sehat dan
istirahat cukup; c) jadilah contoh yang baik; d) luaskan wawasan (Never stop
learning), dan e) buat program yang terarah terhadap Jenjang latihan olah raga
(Adisasmito, 2007).
Pelatihan meningkatkan periode persiapan yang diterapkan memiliki pengaruh
dalam meningkatkan daya ledak otot tungkai, dapat meningkatkan daya ledak otot
tungkai Pelatihan yang diberikan untuk pemula dalam jangka waktu yang sesuai
dengan standart, akan memperoleh hasil yang konstan, dimana tubuh dapat
teradaptasi dengan pelatihan dan akan menghasilkan peningkatan yang berarti (Nala,
2002). Selanjutnya menurut (Satriya.dkk, 2007), dengan melakukan pelatihan secara
intensif 6-8 minggu akan meningkatkan kekuatan, kelentukan, dan daya tahan. Test
vertical jump ini menggunakan sistem energi anaerobik karena rentang waktu
pelaksanaan pelatihan antara 0-2 menit. Penggunaan energi ini dalam jumlah besar
dan waktu singkat dengan gerakan-gerakan yang eksplosif (Giriwijoyo, 2007).
Daya ledak dominan menggunakan gerakan-gerakan yang eksplosif
(Satriya.dkk, 2007), daya ledak terdapat dua komponen biomotorik yaitu kekuatan
dan juga kecepatan, sehingga untuk meningkatkan daya ledak otot maka diberikan
beban tahanan sebesar 40%-80% dari kemampuan maksimal. Pelatihan beban dalam
latihan dibagi menjadi dua yaitu beban luar dan beban dalam. Beban luar adalah
komponen-komponen beban dan latihan yang disusun menjadi urutan metodis yang
wajar, sedangkan beban dalam adalah perangsangan dan efeknya pada sel dengan
10
meningkatkan kualitas sel, yang berarti meningkatnya kesehatan dan kemampuan
fungsional sel berarti meningkatnya kekuatan sel-sel yang mengalami pelatihan
(Giriwijoyo, 2007). Proses terjadinya kontraksi pada otot dikarenakan adanya
rangsangan yang menyebabkan aktifnya filamen aktin dan filamen myosin. Semakin
cepat rangsangan yang diterima dan semakin cepat reaksi yang diberikan oleh kedua
filamen tersebut maka kontraksi otot menjadi lebih cepat, sehingga daya ledak yang
dihasilkan karena penggabungan kecepatan dan kekuatan tersebut menjadi lebih besar
(Wiarto, 2013).
Dampak yang terjadi akibat pelatihan tersebut adalah terjadi peningkatan
persentase massa otot, sehingga mengalami hipertropi, bertambah sebanyak 30-60
persen, terjadinya hipertropi karena perubahan otot rangka atau peningkatan diameter
pada serabut (fiber) otot cepat (fast twitch), maka dengan sendirinya juga terjadi
hipertropi. Semua hipertrofi otot akibat dari suatu peningkatan jumlah filamen aktin
dan miosin dalam setiap serabut otot, menyebabkan pembesaran masing-masing
serabut otot (Guyton dan Hall, 2008).
Tungkai adalah anggota tubuh bagian bawah (lower body) yang tersusun oleh
tulang paha atau tungkai atas, tulang tempurung lutut tulang kering,tulang
betis,tulang pangkal kaki,tulang tapak kaki, dan tulang jari – jari kaki. Fungsinya
sebagai penahan beban anggota tubuh bagian atas (upper body) dan segala bentuk
gerakan ambulasi. Fungsi tungkai menurut Damiri (2004) menyatakan bahwa
tungkai sesuai fungsinya sebagai alat gerak, ia menahan berat badan bagian atas
11
memindahkan tubuh (bergerak), ia dapat menggerakan tubuh ke arah atas, dan untuk
dapat menendang, dan sebagainya.
Latihan kecepatan yang menjadi hipertropi, adalah otot cepat (Soetopo,
2007). Adanya peningkatan jumlah dan ukuran mitokondria pada sel-sel otot maka
akan dapat menyebabkan fungsi dari mitokondria lebih efektif. Dengan adanya
peningkatan jumlah mitokondria dalam sel otot sehingga secara fisiologis
merangsang perbaikan pengambilan oksigen (Nala, 2002). Pelatihan yang teratur dan
maksimal mitokondria melakukan replikasi sehingga dapat mengerahkan sistem
energi dominan untuk selalu siap menyediakan energi yang diperlukan (Guyton dan
Hall, 2008). Gerakan vertical jump ini dalam meningkatkan daya ledak otot tungkai
adalah gerakan tungkai sehingga tenaga berada pada otot tungkai sebagai penggerak
utama. Dalam mengayun tungkai, otot melakukan usaha/kerja karena massa
berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan suatu percepatan tertentu dan
memaksimalkan usaha/kerja untuk otot tungkai (Furgon & Doewes, 2002). Dengan
memaksimalkan kerja otot tersebut maka dapat meningkatkan otot tungkai (Nala,
2011).
Pelatihan hipertrofi yang sangat luas terjadi karena otot diberikan beban
selama proses kontraksi (Guyton dan Hall, 2008). Kontraksi yang terjadi pada saat
awalan menggunakan kontraksi isometrik karena terjadi pemendekkan otot,
sedangkan pada proses lanjutan menggunakan kontraksi eksentrik karena otot
memanjang, dan kontraksi alodinamik karena otot yang digunakan sejak awal sampai
akhir berbeda bebannya dan arahnya vertikal serta melawan gravitasi bumi (Nala,
12
2011). Olahraga pada umumnya pelatihan untuk meningkatkan komponen kecepatan
lebih banyak di tujukan untuk meningkatkan kecepatan gerakan lari, bukan kecepatan
ayunan anggota gerak atas dan anggota gerak bawah sebenaranya lebih banyak
mengandalkan komponen daya ledak di mana komponen kecepatan telah menjadi
bagiannya, ketika menyemes, memukul, melempar, melompat atau menendang
(daya ledak = kekuatan x kecepatan/m). Selain itu komponen waktu/kecepatan reaksi
dan gerakan refleks memegang peranan pula dalam hal ini kecepatan bergerak
anggota tersebut (Nala, 2011).
2.2 Hakikat latihan Box jump
Box jump memiliki kelebihan yaitu meningkatkan power otot kaki,
meningkatkan kebugaran dan daya tahan, sedangkan kelemahanya antara lain,
peralatan yang digunakan tidak mudah didapat, mudah melelahkan dan jika tidak
dilakukan dengan cermat dapat menyebabkan cedera, pada latihan box jump tinggi
lompatan yang dilakukan berubah-ubah dan waktu istrahat ketika kaki menumpuh
pada box sehingga beban yang diterima oleh otot kaki ketika mendarat lebih besar.
Box jump adalah salah satu latihan dengan tujuan utama adalah untuk
mengembangkan daya ledak otot tungkai atau explosive power (Furgon & Doewes,
2002). Plyometrik adalah teknik pelatihan yang digunakan oleh atlet dalam semua
jenis olahraga untuk untuk meningkatkan kekuatan dan daya ledak (Chu,1992).
Latihan ini dilaksanakan berasarkan tiga kelompok otot dasar; 1) Tungkai dan
pinggul; 2) Togok; 3) dada, shoulder gridle dan lengan. Pada dasarnya ketiga
kelompok tersebut secara fungsional merupakan satu kesatuan yang disebut Pola
13
gerak plyometrik yaitu meliputi konsep “Power chain” dan sebagian besar
melibatkan otot pinggul dan tungkai bawah, karena secara nyata merupakan pusat
power dari gerakan olahraga (Furgon & Doewes, 2002).
Latihan Plyometrik adalah latihan-latihan atau ulangan yang bertujuan
menghubungkan gerakan kecepatan dan kekuatan untuk menghasilkan gerakan
eksplosif. Istilah ini sering digunakan dalam menghubungkan gerakan lompat yang
berulang-ulang atau reflek rengang untuk menghasilkan reaksi yang eksplosif
(Furgon & Doewes, 2002) menyatakan latihan plyometrik adalah suatu latihan yang
memiliki ciri khusus, yaitu kontraksi otot yang sangat kuat yang merupakan respon
dari pemberian dinamik atau rengangan yang cepat dari otot-otot terlibat,
menghasilkan pergerakan otot isometrik dan menyebabkan refleks rengangan otot
dalam otot. Latihan plyometrik dilakukan serangkaian gerakan latihan power yang
didesain secara khusus untuk membantu otot mencapai tingkat potensial
maksimalnya dalam waktu yang singkat. Plyometrik juga disebut dengan reflek
rengangan atau reflek miotatik atau reflek pilinan otot (Furgon & Doewes, 2002).
Latihan plyometrik adalah latihan untuk meningkatkan daya ledak otot
dengan bentuk kombinasi latihan baik saat memanjang eksentrik (eccentric),
maupun saat memendek (concentric) konsentrik yang mengunakan pembebanan
dinamik (Dynamic loading) menurut (Furgon & Doewes, 2002). Rengangan itu
terjadi secara mendadak sebelum otot berkontraksi kembali atau suatu latihan yang
memungkinkan otot untuk mencapai kekuatan maksimal dalam jangka waktu
sesingkat-singkatnya (Nala, 2011).
14
2.2.1 Bentuk-Bentuk Latihan Box jump
Bentuk latihan box jump yaitu: (1) Gerakan harus dilakukan secara eksplosif;
(2) Kekerapan (rate) melakukan lompatan lebih penting dari pada jauhnya; (3)
Prinsip operload dan intensitas ditegakan untuk menjamin perkembangan dan daya
ledak (power) menurut Harsono (2001).
Gambar 1: Latihan box jump tinggi 12-14 inci.
( Furqon & Doewes, 2002)
Box jump merupakan latihan khusus untuk meningkatkan power otot tungkai,
latihan ini merupakan bagian dari latihan depth jump otot-otot yang dikembangkan
pada latihan box jump antara lain flexi paha, ekstens lutut, edukasi dan abdukasi yang
melibatkan otot gluteus medius dan minimus, adductor logus, brevis,magnus minimus
dan haliciu. Latihan box jump dimulai dengan berdiri pada kedua kaki selebar bahu,
kemudian melakukan lompatan kedepan dengan mendarat di atas kotak setinggi
40-50 cm, kemudian lompat ke bawah lagi dan lompat kekotak dan seterusnya
(Furgon & Doewes, 2002).
15
Gambar 2: Latihan box jump (Harsono, 2001)
2.2.2 Ancang – ancang atau awalan loncat box jump
Box jump dimulai dengan berdiri pada kedua kaki selebar bahu, kemudian
melakukan lompatan ke depan dengan mendarat di atas kotak setinggi 40-50 cm
kemudian loncat ke bawah lagi dan loncat kekotak dan seterusnya, saat melakukan
lompat box jump diperlukan kosentrasi yang tinggi agar mampu melakukan loncat
sesuai dengan kemampuan yang di atur.
Gambar 3. Cara melakukan ancang – ancang meloncat box jump (Harsono, 2001)
2.2.3 Pengertian Panjang Tungkai
Otot adalah sebah jaringan konektif yang tugas utamanya adalah berkontraksi
yang berfungsi untuk menggerakan bagian-bagian tubuh baik yang di sadari maupun
tidak. Sekitran 40% berat dari tubuh adalah otot (Wiarto, 2013) . Menurut (Anwar
Pasau dalam Sajoto, 1995), menyatakan faktor lain yang tak kalah penting dalam
16
persiapan untuk mencapai prestasi olahraga adalah aspek struktur dan postur tubuh,
termasuk di dalamnya ukuran tinggi dan panjang tubuh, ukuran besar, lebar dan berat
tubuh. Ukuran panjang tungkai di kenal dengan "illio spinale height”, yaitu panjang
yang diukur mulai dari titik Illio spinale (Supra Iliaca Anterior Superior/SIAS)
sampai lantai tempat seseorang berdiri tegak.
Gambar 4. Tungkai Kaki, (Sumber: Oliver, Georges. Dalam Sajoto, 1995)
2.3 Komponen daya ledak
2.3.1. Kecepatan
2.3.1.1. Pengertian kecepatan
Menurut Harsono (2001), mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi
kecepatan adalah kekuatan (srength), waktu reaksi dan fleksibilitas (Nala, 2002)
mengatakan kecepatan adalah kemampuan untuk berpindah atau bergerak dari tubuh
atau anggota tubuh dari suatu titik ke titik yang lain atau yang mengerjakan suatu
aktivitas yang berulang yang sama waktu yang sesingkat-singkatnya. Pendapat di atas
disempurnakan oleh Nala (2011) yang mengatakan Kecepatan gerakan adalah
17
kemampuan untuk mengerjakan suatu aktivitas berulang yang sama serta
berkesinambungan dalam waktu sesingkat-singkatnya. Dari pendapat di atas ada
muncul tiga macam pelatihan untuk membantu guna memperbaiki kecepatan (Sajoto,
2002): (1). Lari dengan tenaga maksimal; Lari dengan kecepatan yang maksimal
harus melibatkan langkah lari yang sangat tinggi diimbangi dengan panjang langkah
yang efektif. Pelatihan waktu tempuh lari loncat di pasir dengan rintangan box jump
dapat diartikan bahwa melompat ke atas secara vertical,horizontal dan juga ke
samping kiri maupun meloncat ke samping kanan diperlukan kecepatan yang tinggi
dan koordinasi gerakan yang lain yang dapat menunjang kecepatan itu; (2) Tempo
lari (running pace); membiasakan atlet terhadap kecepatan lari dan membantu untuk
mengembangkan tenaga yang optimal dan bahkan pembagiannya secara merata.
Kaitannya dengan pelatihan waktu lompat harus bisa mengatur ritme gerakan pada
saat akan melekukan badan baik ke samping kiri maupun ke samping kanan
dibutuhkan power yang maksimal; (3) Pergantian loncat: Pergantian lari lompat
dalam loncat di pasir dengan rintangan box jump dapat berbentuk lari progresif
loncat dengan menambah kecepatan), lari regresif (lari dengan mengurangi
kecepatan) atau lari percepatan penuh. Menurut (Widana, 1983), faktor-faktor
fisiologi yang memperngaruhi daya ledak; (a) Daya ledak otot: Tenaga daya ledak
otot dapat didefenisikan sebagai kemampuan untuk melakukan aktivitas secara tiba-
tiba dengan cepat dan menggunakan seluruh kekuatan dalam waktu yang singkat.
Usaha untuk menyempurnakan tenaga ledak dirancang untuk meningkatkan kekuatan
dan kecepatan; (b) Tingkat fleksibilitas yang tinggi penting untuk memperoleh
18
perluasan ekstensi yang penuh dari otot besar dalam tubuh yakni : kelompok otot
tungkai dan pinggul; 2). Kelompok otot bagian tengah tubuh (perut dan punggung )
dan 3) kelompok otot dada, bahu dan lengan. Tekanan pelatihannya terutama
ditujukan terhadap kelompok otot tungkai dan pinggul. (Radcliffe 1985; Dintiman,
1988; Bompa, 1993 ). Dengan cara–cara sebagai berikut :
a.Loncatan dengan kedua tapak kaki bertumpuh pada lantai melambung
maksimum ke atas, agar tercapai loncatan (menapak dengan dua kaki) horisontal
sejauh-jauhnya (Bounds).
b. Loncatan (dua tapak kaki) vertikal maksimum dengan di dahului menekukkan
tungkai pada lutut dimana yang di pentingkan adalah luasnya gerakan sendi lutut
(Hops).
c. Meloncat (dua tapak kaki) setinggi mungkin tanpa mengiraukan berapa jauhnya
loncatan horisontal kedepan (Jumps).
d. Melompat vertikal dan horisontal semaksimum mungkin dengan dua ( loncat)
atau satu (lompat) tungkai ( Leaf ).
e. Melompat dan melangkah bergantian dengan tujuan baik tinggi lompatan (satu
tapak kaki) maupun jauhnya jauhnya jarak lompatan horisontal (Skips).
f. Meloncat – loncat (dua tapak kaki) dengan cepat, dimana tinggi dan jauhnya
loncatan seminimal mungkin (Ricochets).
Kekuatan yang berbeda-beda yakni; (1) kekuatan mutlak; (2) kekuatan yang
berhubungan dengan besarnya komposisi tubuh; (3) Kekuatan yang berhubungan
dengan besarnya otot. Dalam latihan dan pertandingan adaptasi (aklimatisasi);
19
penampilan para atlet sangat dipengaruhi oleh cuaca dan derajat presentasi
kelembaban udara (Baley, 1990).
2.3.1.2. Power
Power merupakan kemampuan kekuatan otot seperti dikemukakan oleh (Harsono
1998) mengatakan sebagai berikut: Power adalah kemampuan otot untuk
mengarahkan kekuatan maksimal dalam waktu yang sangat cepat. Power adalah
kemampuan untuk melakukan aktivitas secara tiba-tiba dan cepat dengan
mengarahkan seluruh kekuatan dalam waktu yang singkat (Nala, 2011).
Teori di atas dapat disimpulkan bahwa power adalah kemampuan otot untuk dapat
berkontraksi dengan cepat akibat kekuatan maksimal dan kecepatan kontraksi otot.
Jika kontraksi otot berlangsung cepat dan dengan kekuatan maksimal maka berarti
otot tersebut menimbulkan power (Nurhasan, 2001). Ada tiga macam cara
memperbesar power yakni; 1) memperluas gaya (muscle strength) sedang kontraksi
otot tetap; 2) memperbesar kecepatan kontraksi otot sedang kekuatan tetap; 3)
kekuatan dan kecepatan diperbesar (Pocock, 2008).
Rancangan di atas bahwa usia di bawah 12 tahun peningkatan daya ledak otot
perempuan dan anak laki-laki tidak menunjukan perbedaan yang berarti akan tetapi
setelah memasuki umur di atas 12 tahun penampilan anak laki-laki meningkat secara
cepat, sebaliknya penampilan anak perempuan setelah 12 tahun makin menurun.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dalam penelitian ini menggunakan siswa putra
SMP Negeri 9 Kota Kupang. (a) Kelebihan berat badan; secara langsung akan
mengurangi daya ledak, badan berat terlalu akan menimbulkan rasa nyeri pada lutut
20
dan pergelangan kaki saat melakukan gerakan lari dengan rintangan box jump dan
meloncat terutama pada gerakan konsentrik dan eksentrik sehingga mempengaruhi
daya ledak; (b) Kelelahan merupakan ketidakmampuan otot untuk mempertahankan
tenaga (Nala, 2011).
2.4. Keseimbangan
2.4.1 Pengertian keseimbangan
Keseimbangan adalah kemampuan seseorang untuk mempertahankan posisi
khusus dari tubuh dan keseimbangan adalah kemampuan seseorang dalam
mengontrol alat-alat tubuhnya yang bersifat neoromuscular (Nurhasan, 2001).
Keseimbangan (balance) adalah kemampuan tubuh untuk melakukan reaksi atas
setiap perubahan posisi tubuh sehingga tubuh tetap stabil dan terkendali. Pengertian
di atas jelaslah keseimbangan merupakan komponen daya ledak karena dalam
pelatihan lari dengan loncat rintangan box jump di pasir loncat tali saat melewati
rintangan badan di condongkan ke depan secara vertikal dan horisontal , sehingga
tubuh dapat kontrol keseimbangan menjadi peran yang amat penting untuk
mengimbangi badan agar tidak jatuh (Nala, 2011).
2.4.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan
Keseimbangan seseorang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti
dikemukakan oleh : (Soedarminto.dkk,1992) sebagai berikut;
“Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan adalah; 1) tingginya titik berat
yakni makin rendah titik berat tubuh maka orang tersebut akan semakin stabil; 2)
Letak garis berat: Makin dekat garis letak tubuh ke titik pusat dasar penumpuh maka
21
makin stabil orang itu; 3) luas dasar penumpu: Makin luas dasar penumpu maka
orang itu makin stabil; 4) makin besar massa maka makin besar stabilitas; 5) geseran;
makin besar gaya geserannya maka orang itu makin stabil; 6) posisi segmen-segmen
badan; makin dekat titik-titik berat segmen-segmen pada garis vertikal ditengah-
tengah dasar penumpu maka makin stabil orang itu; 7) Faktor penglihatan dan
psikologis; bagaimana mengurangi sebanyak mungkin gangguan keseimbangan
dengan penguasaan neoromuskular, 8) faktor fisiologis; bergantung pada alat
pengatur keseimbangan dalam tubuh manusia.
Penyataan di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang melakukan suatu kegiatan
olahraga membutuhkan keseimbangan yang penuh dimana titik berat badan makin
dekat dengan titik pusat maka akan makin stabil keseimbangannya.
2.5. Tipe Kontraksi Otot
Aktivitas loncat box jump ini sebenarnya merupakan perpaduan antara
kontraksi eksentrik yang diikuti segera oleh kontraksi konsentrik otot skeletal.
Gerakannya diawali dengan eksentrik diikuti ketegangan otot, dilanjutkan dengan
kontraksi kosentrik yang cepat sekali. Tekanan eksentrik terjadi takkala otot
memanjang. Otot diberi beban secara tiba – tiba dan dipaksa meregang sebelum
terjadi kontraksi konsentrik dan menghasilkan gerakan (Nala, 2011).
2.5.1. Analisis Mekanika Waktu lompat dipasir dengan rintangan box jump
Untuk menganalisis maka peneliti akan membahas tentang tiga faktor seperti
dikemukakan (Nala, 2011) sebagai berikut: 1) bidang tumpuan; bidang tumpuan
adalah dasar tempat bertumpu atau berpijak, baik dilantai, tanah, balok, kursi, meja,
22
tali atau tempat lain. Semakin luas dasar atau bidang tumpuan tersebut, akan
semakin mantap posisi tubuh; 2) Letak titik berat tubuh: Letak titik berat tubuh
manusia terletak setinggi sepertiga atas tulang sakrum, kalau tubuh dalam posisi
berdiri tegak. Semakin rendah atau dekat dengan titik berat ini terhadap bidang
tumpuan akan semakin mantap atau stabil posisi tubuh; 3) Letak garis berat tubuh;
Garis berat tubuh adalah garis vertikal yang melalui titik pusat bidang tumpuan. Garis
berat ini biasanya sering disebut garis gravitasi, sebuah garis vertikal (tegak lurus)
imajiner melalui titik berat tubuh. Semakin dekat dengan letak garis berat ini dengan
titik bidang tumpuan apalagi melaluinya akan semakin stabil posisi tubuh. Pada
gerakan lari loncat di pasir tubuh saat melewati gerakan ke sebelah kiri maupun ke
sebelah kanan tiang penghalang, tubuh bagian atas (kepala dan dada) harus menjulur
ke depan untuk mengimbangi posisi tubuh jatuh ke kiri atau jatuh ke kanan dan juga
dapat di lakukan lompat ke depan. Gerakan tubuh mejulur ke depan maka letak garis
berat tubuh (gravitasi) akan bergeser ke depan, tidak melalui titik pusat bidang
tumpuan sehingga pusat keseimbangan tubuh berada diluar garis berat tubuh. Untuk
mengimbangi ini dengan sendirinya garis berat tubuh agar mendekati titik pusat
bidang tumpuan yakni dengan menarik bagian badan lainnya ke belakang sehingga
terjadi keseimbangan (Chu, 1992).
2.6. Tes daya ledak Pliometrik
Pliometrik adalah latihan yang dilakukan dengan sengaja untuk meningkatkan
kemampuan atlet, yang merupakan perpaduan latihan kecepatan dan kekuatan
(Chu 1992). Perpaduan antara kecepatan dan kekuatan merupakan perwujudan dari
23
daya ledak otot. Latihan pliometrik salah satu metode yang sangat baik untuk
meningkatkan eksplosive power (Furqon & Doewes, 2002)
2.6.1. Pelatihan daya ledak
Pelatihan untuk latihan pliometrik merupakan bagian dari latihan olahraga,
khususnya latihan fisik secara umum. Prinsip – prinsip latihan olahraga secara umum,
juga berlaku untuk latihan pliometrik. Selain mengikuti latihan olahraga secara umum
latihan pliometrik juga mengikuti prinsip khusus. Prinsip – prinsip latihan yang
diterapkan pada latihan pliometrik. (Sarwono & Ismaryanti, 1999) antara lain : a)
Memberi regangan; (stretch) pada otot; (b) Beban lebih yang meningkatkan
(progresive); (c) Kekhususan latihan dan (d) Pulih asal. Bentuk latihan daya ledak
dapat ditingkatkan untuk memperbaiki komponen-komponen biomotorik seperti
pelatihan kekuatan (strenght), kecepatan (speed), bila pelatihan di tekankan pada
komponen kekutannya, maka menjadi daya ledak kekuatan (speed power), kalau
penekanan pelatihan pada daya tahannya, maka akan dihasilkan daya ledak daya
tahan (endurance power). Melakukan pelatihan fisik maka fungsi sistem organ tubuh
akan lebih meningkat dari volume sebelum pelatihan (Soetopo, 2007).
Pelatihan kecepatan terdapat banyak bentuk, salah satunya adalah bentuk lari
lompat di pasir dengan rintangan box jump dan loncat dengan skipping di pasir ini
yang merupakan rancangan penelitian peneliti. Dalam menyusun bentuk-bentuk
pelatihan kelincahan adalah bahwa latihan tersebut harus mengandung semua
komponen kelincahan (Harsono, 2001).
24
2.6.2. Takaran Pelatihan loncat rintangan box jump
Melakukan latihan lari loncat rintangan box jump, jumlah dan beban fisik pada
waktu melakukan pelatihan ini disebut takaran fisik. Besar kecilnya perubahan yang
terjadi pada setiap aktivitas fisik akan mengakibatkan terjadinya perubahan baik faal
tubuh maupun psikis tubuh (Furqon & Doewes, 2002). Takaran pelatihan akan
mencapai sasaran atau tujuan, jika dalam program pelatihannya sudah tercakup; 1)
jenis atau tipe pelatihan yang dipilih; 2) unsur intensitas (persentase beban dan
kecepatan); 3) volume (durasi dan jumlah repetisi); 4) densitas (kekerapan, intensitas)
pelatihan (Soetopo, 2007).
Takaran pelatihan lompat di pasir dengan rintangan box jump dilakukan dengan
bobot suatu pelatihan fisik yaitu: 1) beratnya pelatihan; yang dinyatakan dalam
bentuk kecepatan gerakan maju (meter/detik) dan berat beban yang dapat
dipindahkan selama melakukan gerakan maju. Beban yang dipindahkan dalam bentuk
beban luar atau beban berupa berat badan sendiri. Pelatihan lari di pasir rintangan box
jump ini dengan tipe aktivitas kedepan maka kecepatan gerak maju dan berat badan
sebagai faktor yang memperngaruhi beratnya pelatihan. 2) intensitas pelatihan;
menurut (Nala, 2011) mengatakan bahwa intensitas merupakan ukuran terhadap
aktivitas atau kerja yang dapat dilakukan dalam satu kesatuan waktu. Intensitas
adalah fungsi dari kekuatan rangsang yang dilakukan dalam pelatihan. Kualitas
kekuatan rangsangan disini sangat tergantung dari ritme pelatihan, beban kecepatan
gerakan, fariasi interval istirahat atau pulih asal di antara tiap ulangannya (Bompa,
1990).
25
2.6.3 Pelatihan skipping
Skipping dilakukan dengan cara melangkah-meloncat secara berganti :
( alternating hop-step ) yang menekankan ketinggian dan jarak horisontal.
Anatomi fungsional skipping meliputi :
1. Ekstensi paha, melibatkan otot – otot biceus femoris, semiendinosus, dan
semimemoranosus,serta glutecus minimus dan maximus.
2. Fleksi paha, melibatkan otot – otot tensor fasciae latae, sartorius,dias dan
gracius
3. Ekstensi kaki melibatkan gastrocnemius (Furqon dan Doewes, 2002). Model
pelatihan skipping di pasir
Gambar .5. Ancang – Ancang Melakukan Loncat Skipping
26
BAB III
KERANGKA PIKIR KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1. Kerangka Pikir
Pelatihan loncat box jump dan skipping yang dipakai dalam olahraga prestasi
banyak dijumpai dalam latihan pliometrik dengan bertujuan untuk meningkatkan dan
memperbaiki komponen-komponen biomotorik seperti kekuatan, kecepatan, power,
dan sebagainya. Pelatihan yang dilakukan dapat meningkat melalui bentuk-bentuk
latihan lain yang mempunyai pola gerakan sesungguhnya seperti loncat di pasir
dengan rintangan box jump, lari rintangan, loncat skipping bolak-balik.
Bentuk - bentuk pelatihan tersebut harus mengandung komponen kecepatan dan
daya ledak otot tungkai. Penelitian ini untuk melatih daya ledak disusun bentuk
pelatihan lari lompat di pasir yaitu pelatihan lari lompat di pasir rintangan box jump
dan loncat skipping.
Berdasarkan pokok masalah di atas maka dilakukan uji terhadap loncat di pasir
dengan rintangan box jump dan loncat skipping yang hasilnya akan dijadikan sebagai
suatu model latihan untuk meningkatkan keterampilan gerak kecepatan dan daya
ledak otot untuk setiap cabang olahraga.
Menyusun bentuk-bentuk pelatihan tersebut harus mengandung komponen
kekuatan dan kecepatan. Dalam penelitian ini untuk melatih daya ledak kekuatan
(strength power) dan daya ledak kecepatan (speed power) disusun bentuk latihan
loncat di pasir menggunakan skipping.
27
Berdasarkan masalah di atas maka dilakukan uji loncatan dengan kedua tapak
kaki bertumpu pada pasir, melambung maksimum ke atas, agar tercapai loncatan
(menapak dengan kedua kaki) horisontal dan meloncat dan melangkah bergantian
dengan tujuan baik tinggi loncatan (satu tapak kaki) maupun jauhnya jarak loncat
(skips) dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
3.2 Konsep Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan kajian pustaka, maka konsep yang
dapat disusun adalah mengukur pelatihan skipping dan pelatihan box jump merupakan
modalitas yang bermanfaat untuk meningkatkan kekuatan otot tungkai dan kecepatan
smash belakang.
28
Berdasarkan uraian di atas maka konsep dalam penelitian ini dibuat dalam
bentuk sebagai berikut:
Pelatihan
1. Pelatihan di pasir dengan skipping
2. Pelatihan di pasir dengan box jump
Faktor Internal Faktor eksternal - Umur - Suhu - Jenis kelamin - Kelembaban - Tinggi badan - Berat badan
1. Kekuatan Otot Tungkai 2. Kecepatan Smash Belakang
Gambar 3.1 kerangka konsep
Keterangan:
: Merupakan komponen penunjang dalam pelatihan
namun tidak dianalisis.
29
3.2 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai jawaban
sementara dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Pelatihan loncat di pasir dengan rintangan box jump lebih baik meningkatkan
kekuatan otot tungkai daripada pelatihan loncat skipping di pasir, pada siswa
SMP Negeri 9 Kota Kupang.
2. Pelatihan loncat di pasir dengan rintangan box jump meningkatkan kecepatan
smash belakang daripada pelatihan loncat skipping di pasir, pada siswa SMP
Negeri 9 Kota Kupang.
30
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah randomized pretest-postest
design (Pocock, 2008) rancangan ini disusun dalam bentuk bagan sebagai berikut:
R RA O1 P1 O2
P S
O3 P2 O4
Gambar 4.1 Rancangan penelitian
Keterangan:
P = Populasi
S = Sampel
R = Randomisasi
O1 = Pengukuran sebelum pelatihan skipping di pasir (kelompok kontrol)
O2 = Pengukuran sesudah pelatihan 6 minggu skipping di pasir (kelompok
kontrol)
O3 = Pengukuran belakang sebelum box jump di pasir (kelompok perlakuan)
O4 = Pengukuran sesudah pelatihan 6 minggu box jump di pasir (kelompok
perlakuan)
P1 = Pelatihan loncat skipping di pasir
P2 = Pelatihan loncat box jump di pasir
RA = Alokasi Random
31
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan SMP Negeri 9 Kota Kupang, selama 6 minggu
terhitung mulai 18 Februari sampai 14 April 2015, waktu pelatihan mulai pukul 15.00
-16.30 wita.
4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1. Populasi
a). Populasi target adalah seluruh siswa SMP Negeri 9 kota Kupang tahun
pelajaran 2014 / 2015.
b). Populasi terjangkau adalah Siswa laki – laki yang memiliki karakteristik
bermain sepak takraw.
4.3.2. Sampel
Sampel diambil dari populasi penelitian yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi. Kriteria yang ditetapkan untuk ditetapkan dapat dipilih sebagai
sampel adalah sebagai berikut :
a. Kriteria Inklusi
1. Jenis kelamin laki – laki
2. Usia 13 – 16 tahun
3. Bersedia sebagai subjek penelitian dari awal sampai selesai dengan
menandatangani surat persetujuan kesediaan sebagai sampel.
b. Kriteria Eksklusi
Kriteria sampel eksklusi adalah :
1. Berdomisili di luar Kota Kupang
32
c. Kriteria Drop Out :
Kriteria drop out adalah :
1. Subjek sakit / cedera waktu pelatihan
2. Tiga kali berturut – turut tidak mengikuti pelatihan
3. Menarik diri dari subjek penelitian.
4.3.3. Besar sampel
Berdasarkan penelitian pendahuluan dari 10 siswa putra, mengukur kecepatan
smash belakang diperoleh dengan rata-rata kecepatan smash yang diperoleh.
Sedangkan harapan peningkatan setelah diberikan pelatihan selama 6 minggu rata-
rata dapat memperoleh kecepatan smash belakang lebih meningkat dari tes awal.
Berdasarkan pada tes awal tersebut, selanjutnya jumlah sampel dihitung dengan
menggunakan rumus : ( Pocock, 2008 ) yaitu:
n = (σ)( )
f.(α. )
n = .( , )( , , )
x 10,5
. ,( , )
x 10,5
= ,,
= 17,45 = 18 orang
33
Keterangan:
n = Jumlah sampel
σ = Perkiraan Standar deviasi ( 0,14 )
µ1 = Rata-rata tes kecepatan awal
µ2 = Harapan peningkatan tes kecepatan smash setelah 6 minggu
f (α, β) = Nilai dalam tabel Poccok ( 10,5 )
4.3.4. Teknik Penentuan Sampel
Teknik pemilihan dan penentuan sampel dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
1. Semua siswa memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi sebagai sampel
diberikan nomor urut yang berbeda.
2. Selanjutnya sampel dipilih secara acak sederhana (simple random
sampling) dengan menggunakan teknik undian. Jumlahnya sesuai
dengan hasil perhitungan yang diperoleh berdasarkan penelitian
pendahuluan
3. Melakukan pembagian kelompok pelatihan secara acak sederhana,
dengan teknik undian sebanyak dua kelompok, yang masing-masing
kelompok beranggotakan 18 orang
4. Melakukan uji coba pelatihan teknik loncat rintangan dari kedua
kelompok perlakuan
34
4.4. Variabel Penelitian
Berdasarkan fungsi dan peranannya, variabel penelitian dapat diklarifikasi :
1. Varibel bebas ( Indepent variabel ) meliputi : Pelatihan loncat skipping dan
Pelatihan box jump.
2. Variabel Tergantung ( Dependent variabel ) meliputi : Kekuatan otot tungkai,
dan Kecepatan smash belakang.
3. Variabel terkontrol : Jenis kelamin, umur, tinggi badan, berat badan.
4. Variabel Rambang : Suhu lingkungan, kelembaban relatif.
4.5. Defenisi Hubungan Antar Variabel
untuk menghindari adanya penyimpangan dalam pengumpulan data, maka
berikut ini diuraikan definisi variabel sebagai berikut :
1. Pelatihan loncat di pasir dengan rintangan box jump adalah pelatihan
yang dilakukan dengan rintangan kotak loncat yang terlebih dahulu
melakukan ancang-ancang untuk menghindari cedera/jatuh saat
melakukan pelatihan box jump.
Latihan box jump memerlukan beberapa kotak,bangku atau panggung
yang tingginya antara 12-14 inci.
35
4.1.Gambar Desain pelatihan Box Jump
Posisi awal : Ambillah sikap berdiri yang relaks menghadap kotak atau
panggung kira-kira berjarak 18-20 inci. Lengan berada di samping badan
dan tungkai agak ditekuk.
Pelaksanaan : gerakan lengan untuk membantu tolakan, loncatlah ke atas
dan ke depan, mendarat dengan kedua kaki di atas kotak. Loncatlah
segera ke belakang ke tempat posisi awal dan ulangi gerakan ini. Untuk
loncatan perlu ingat: Usahakan ibu jari dan lutut untuk membantu
keseimbangan dan berkosentrasi untuk melakukan gerakan yang cepat,
memperpendek waktu sentuh dengan tanah dan kotak.
Lakukan 3-6 set, jumlah ulangan 8-12 kali, dan waktu istirahat kira-kira 2
menit di antara set.
2. Pelatihan loncat skipping adalah pelatihan yang dilakukan dengan cara
melangkah – meloncat secara bergantian (alternating hop-step) yang
menekankan ketinggian dan jarak horisontal.
36
Gambar 4.1. Desain Pelatihan skipping
Keterangan :
: Subjek melakukan loncat skipping secara vertikal
Lakukan 3-6 set, jumlah ulangan 8-12 kali, dan waktu istirahat kira-
kira 2 menit di antara set.
: Subjek melakukan loncat skipping secara horisontal
Lakukan 3-6 set, jumlah ulangan 8-12 kali, dan waktu istirahat kira-
kira 2 menit di antara set.
3. Kekuatan otot tungkai merupakan salah satu faktor utama yang
mendukung kecepatan smash yang diukur dengan alat Dynamometer
yang dinyatakan dengan kilogram.
4. Kecepatan smash belakang merupakan gerakan yang cepat yang
dilakukan di udara sehingga menghasilkan pukulan bola yang cepat dan
keras yang diukur dengan waktu menggunakan Stopwacth pada saat bola
di smash mengenai kaki subjek maka waktu mulai berjalan dan waktu di
hentikan saat bola mengenai lantai.
37
5. Permainan sepak takraw merupakan olahraga yang dilakukan di lapangan
berukuran 13,42 meter dan lebar 6,10 meter dimainkan oleh 3 orang yang
di tengah lapangan dibatasi oleh net/jaring.
6. Umur.
Umur yang ditentukan berdasarkan tanggal kelahiran yang diambil dari
data administrasi murid sekolah dan akte kelahiran yang di terbitkan oleh
pemerintah setempat.
7. Tinggi badan
Tinggi badan siswa diukur menggunakan alat pengukur tinggi badan merek
One Med buatan Jepang, dan kapasitas 200 cm dengan ketelitian 0,01 cm.
8. Berat badan
Berat badan siswa diukur dengan timbangan berat badan dengan merek
One Med buatan Jepang dengan ketelitian 0,01 kg dan batas ukur 150
kg/100g 330Lb/0 2Lb
10. Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah yang dilihat dari penampakan luar dan dari
administrasi sekolah, dinyatakan dengan jenis kelamin laki-laki.
4.6. Instrumen Penelitian
1. Timbangan berat badan dipakai timbangan merek merek One Med
buatan Jepang dengan ketelitian 0,01 kg
2. Alat ukur tinggi badan dipakai skala tinggi badan pada merek merek
One Med buatan Jepang, dan kapasitas 200 cm dengan ketelitian 0,01 cm
38
4. Stopwatch merek Water Registent dengan ketelitian 1/100 detik
5. Meteran tipe fiberglass 50 mter/165 FT dengan ketelitian 0.1 cm
6. Alat pengukur suhu (termometer) basa dan kering dengan satuan
derajat celcius dengan bilangan angka desimal dibelakang koma
7. Pli test dengan tinggi 50 centi meter berdiamater 20 cm
8. Peluit
9. Alat tulis menulis
10. Kotak loncat (Box jump)
11. Tes pelaksanaan.
4.7. Prosedur Penelitian
Langkah-langkah yang diambil dalam prosedur penelitian adalah sebagai
1. Persiapan sebelum pelatihan meliputi:
Menentukan populasi target berupa populasi yang telah ditentukan sesuai
permasalahan penelitian yaitu seluruh siswa yang di tes dalam penelitian adalah
seluruh siswa SMP Negeri 9 kota Kupang
- Penjelasan dan kesepakatan tentang penelitian dan tempat pelatihan di
luar jam pelajaran di sekolah.
- Penjelasan tentang jadwal penelitian dan tempat pelatihan dilaksanakan
pada hari Senin, Rabu dan Sabtu sampai selesai.
- Penjelasan tentang teknik pelaksanaan pelatihan pada lintasan pelatihan
dan uji coba pelatihan.
39
2. Pemeriksaan fisik
3. Lintasan pelatihan
Demi lancarnya teknik pelatihan maka lintasan pelatihan dibuat di atas
lapangan berpasir yang datar dan tempat berpasir kering dengan kedalam
pasir 50cm menggunakan alat bantu berupa meter.
4. Prosedur pelatihan loncat di pasir
a. Waktu pelatihan dilakukan pada pukul 15.00-selesai
b. Pelatihan dilakukan sesudah 3 jam setelah makan
c. Sesudah pelatihan diberikan minum
d. Sistematika pelatihan
e. Pemanasan ,inti dan pendinginan.
40
4.8. Alur Penelitian
Gambar 4.8. Bagan rancangan penelitian pre test dan post test design
Populasi
Inklusi dan eksklusi
Sampel ( n = 36 )
Kelompok II Box jump di pasir
Kelompok I skipping di pasir
Tes Awal Tes Awal
Pelatihan Kelompok box jump di pasir 6 minggu
Pelatihan kelompok skipping di pasir 6 minggu
6 Minggu
Tes Akhir Tes Akhir
Analisis Data
Simpulan
41
4.9 Analisis Data
1. Analisis deskriptif untuk menganalisi data subjek seperti: tinggi badan, berat
badan, umur yang datanya telah diambil.
2. Uji normalitas data hasil kekuatan otot dan kecepatan smash sebelum dan sesudah
pelatihan dengan Saphiro Wilk Test yang bertujuan untuk mengetahui distribusi
data masing-masing kelompok perlakuan dari kedua kelompok pelatihan. Batas
kemaknaan adalah 95% (p > 0,05).
3. Uji homogenitas data hasil kekuatan otot dan kecepatan smash belakang sebelum
dan sesudah pelatihan dengan levene statistic. Batas kemaknaan (p > 0,05 ).
4. Uji komparasi data hasil kekuatan otot dan kecepatan smash sebelum dan sesudah
pada ke dua kelompok perlakuan dengan menggunakan t-independent test. Uji ini
bertujuan untuk membandingkan rerata loncatan sebelum dan sesudah pelatihan
antara ke dua kelompok pelatihan. Batas kemaknaan yang digunakan (p < 0,05).
5. Data pretest, postest dianalisis secara statistik dengan menggunakan t paired test
untuk mengetahui perbedaan sebelum dan sesudah pelatihan ( p < 0,05 ).
6. Uji komparasi data antara sebelum dan sesudah pelatihan kelompok perlakuan
dengan menggunakan uji komparasi parametrik uji t- berpasangan. Uji ini
bertujuan untuk mengetahui efek dari pelatihan terhadap hasil loncatan sesudah
pelatihan pada masing-masing kelompok pelatihan. Batas kemaknaan yang
digunakan adalah (p < 0,05).
42
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian yang dilakukan terhadap SMP Negeri 9 Kota Kupang didapatkan data-
data sebagai berikut: data karakteristik subjek penelitian, data karakteristik subjek
penelitian dan data hasil pelatihan skipping dan box jump.
5.1 Deskripsi Subjek Penelitian
Subjek penelitian meliputi : Umur yang dinyatakan dalam tahun yang telah
dibulatkan, tinggi badan (centi meter), berat badan (kg). Pada kelompok skipping 18
orang dan box jump berjumlah 18 0rang , jenis kelamin laki–laki dalam pelaksaaan
tes adalah siswa SMP Negeri 9 Kupang kelas VIII dan VIII laki-laki yang dipilih
secara acak sederhana dari populasi kelas VIII dan IX secara keseluruh yang terdiri
dari 10 kelas. Data tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel 5.1
Distribusi Data Subjek Penelitian Karakteristik Sampel
Karakteristik Sampel
Kelompok perlakuan I (n=18)
Kelompok perlakuan II (n=18)
Rerata ±SB Min Mak Rerata±SB Min Mak Umur (thn) 14,61±0,97 13 16.00 14,11±0,83 13 16 Tinggi Badan(cm)
154,89±7,20 140 172 149,89±11,86 114 169
Berat Badan(kg)
40,16±6,06 32 52 36,88±6,87 25 53
Keterangan:
n :Jumlah
Mean : Rata-rata
SB : Simpang Baku
43
Data tabel 5.1 menunjukkan karakteristik subjek penelitian skipping , umur,
dengan rerata 14,61± 0,97 tahun, tinggi badan dengan rerata 154,89± 7,20 cm,berat
badan rerata 40,16±6,06. Sedangkan pada kelompok box jump rerata umur
14,11±0,83 tahun, tinggi badan 149,89±11,86 cm, berat badan 36,88±6,87.
5.2 Distribusi Data Kekuatan Otot Tungkai Dan Kecepatan Smash Belakang.
Distribusi data kekuatan otot dan kecepatan smash belakang kelompok
perlakuan I dan II dijelaskan pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.2
Distribusi data kekuatan otot dan Kecepatan Smash Belakang
kelompok perlakuan I dan II
Variabel Kelompok perlakuan I Kelompok perlakuan II Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Rerata ± SB Rerata ± SB Rerata ± SB Rerata ± SB
Kekuatan otot tungkai 59,38± 21,06 67,83±17,05 73,61±18,72 83,11±16,73 Kecepatan smash 0,96± 0,17 0,73±0,13 0,90±0,20 0,72±0,15
Tabel di atas menunjukkan karakteristik data yang bervariasi dari kedua
kelompok perlakuan. Hasil pengukuran pada kelompok I kekuatan otot tungkai
sebelum perlakuan (59,38± 21,06) kg setelah perlakuan kekuatan otot (67,83±17,05)
kg, sedangkan kecepatan smash belakang sebelum perlakuan (0,96± 0,17) detik dan
setelah perlakuan kecepatan smash belakang (0,73± 0,13) detik.
Beda rerata kekuatan otot tungkai dan kecepatan smash belakang kelompok
box jump sebelum perlakuan rerata kekuatan otot (73,61 ± 18,72) kg setelah
perlakuan kekuatan otot (83,11±16,73) kg sedangkan kecepatan smash sebelum
44
(0,90± 0,20) detik dan setelah perlakuan waktu kecepatan smash belakang
(72,61± 0,15) detik.
5.3 Uji Normalitas.
Uji normalitas dilakukan sebagai prasyarat untuk menentukan uji statistik
yang akan digunakan sebelum perlakuan pada kedua kelompok. Uji normalitas
data dilakukan untuk mengetahui normalitas dan distribusi data. Karena jumlah
data yang dianalisa 30 maka uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan
Shapiro-Wilk test. Hasil data tersebut tertera pada tabel 5.3.
Tabel 5.3
Uji Normalitas Shapiro-Wilk Test
Variable Kelompok perlakuan I Kelompok perlakuan II
Rerata ± SB P Rerata ± SB p
Kekuatan otot 59,38±21,06 0,143 73,61±18,72 0,688
Kecepatan smash 0,96± 0,17 0,314 0,90± 0,20 0,913
Keterangan: p > 0,05
Tabel 5.3 menunjukkan uji normalitas kekuatan otot dan kecepatan smash
pada kedua kelompok. Nilai rerata kekuatan otot kelompok I sebelum perlakuan
(59,38±21,06 ) dengan nilai p = 0,143 sedangkan kelompok II (73,61 ± 18,72)
dengan nilai p = 0,688. Uji normalitas kekuatan smash sebelum perlakuan pada
kedua kelompok memperoleh nilai p lebih besar dari 0,05 (p > 0,05) yang berarti
data berdistribusi normal.
45
Uji normalitas kecepatan smash belakang pada kelompok I sebelum perlakuan
memiliki rerata (0,96± 0,17) dengan p = 0,314 dan kelompok II (0,90± 0,20)
dengan p = 0,913. Uji normalitas kecepatan smash belakang sebelum pada kedua
kelompok memperoleh nilai p lebih besar dari 0,05 (p > 0,05) yang berarti data
distribusi normal.
5.4 Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan (Levene’s statictic), artinya jika varian
sama maka uji t hasilnya dapat dilihat pada tabel 5.5.
Tabel 5.4
Uji Homogenitas dengan Levene Statistic
Variabel Kekuatan Otot Kecepatan Smash
Rerata±SB p Rerata±SB p
Kelompok I 59,38± 21,06 0,479
0,479
0,96± 0,17 0,522
0,522 Kelompok II 73,61± 18,72 0,90± 0,20
Keterangan: nilai p : Homogen ( p > 0,05 )
Tabel 5.4 menunjukkan rerata kelompok I Rerata kekuatan otot I
(59,38±21,06) dan kelompok II (73,61±18,72) dengan p = 0,479. Rerata kelompok I
kecepatan smash (0,96± 0,17) dan kelompok II (0,90±0,20) dengan p = 0,522. Uji
homogenitas kecepatan smash dan kekuatan otot pada kedua penelitian ini
memperoleh nilai (p > 0,05) sehingga varian data pada penelitian ini bersifat
homogen.
46
5.5 Peningkatan Nilai kekuatan otot tungkai dan kecepatan smash belakang
Sebelum dan Setelah Perlakuan I dan II
Untuk mengetahui peningkatan kekuatan otot dan kecepatan smash
belakang sebelum dan sesudah perlakuan digunakan uji paired t test.
5.5.1 Kekuatan otot tungkai
Hasil peningkatan kekuatan sebelum dan sesudah perlakuan disajikan pada
tabel dibawah ini:
Tabel 5.5
Uji Beda Nilai kekuatan otot tungkai dengan paired t test
Variabel Kelompok I Kelompok II Rerata ±SB P Rerata±SB P Sebelum 59,38±21,06 0,006 73,61±18,72 0,001
Sesudah 67,83±17,05 0,006 83,11±16,73 0,001 Keterangan: p 0,05 : ada beda
Tabel 5.5 diatas menunjukkan beda rerata kekuatan otot kelompok I sebelum
(59,38±21,06) dan sesudah perlakuan (67,83±17,05) nilai p = 0,006, sedangkan beda
rerata kekuatan otot tungkai kelompok II sebelum perlakuan (73,61±18,72) dan
sesudah perlakuan (83,11±16,73) dengan Nilai p = 0,001. nilai p pada kedua
kelompok lebih kecil dari 0,05 ( p< 0,05) yang berarti ada perbedaan kekuatan otot
tungkai yang bermakna sebelum dan sesudah perlakuan.
47
5.5.2 Kecepatan smash belakang
Hasil peningkatan kecepatan smash sebelum dan sesudah perlakuan pada
tabel dibawah ini:
Tabel 5.6
Uji Peningkatan Nilai Kecepatan smash belakang dengan paired t test
Variabel Kelompok I Kelompok II Rerata ±SB p Rerata±SB p Sebelum 0,96±0,17 0,000 0,90±0,20 0,000 Sesudah 0,73±0,13 0,000 0,72±0,15 0,000
Keterangan: p 0,05 : ada beda
Tabel 5.6 diatas menunjukkan beda rerata kecepatan smash kelompok I sebelum
perlakuan (0,96±0,17) dan setelah perlakuan (0,73±0,13) dengan nilai p = 0,000,
Sedangkan beda rerata kecepatan smash kelompok II sebelum (0,90±0,20) dan
setelah perlakuan (0,72±0,15) nilai p = 0,000. Nilai p pada kedua kelompok lebih
kecil dari 0,05 (p 0,05) yang berarti ada perbedaan kecepatan smash belakang
yang bermakna sebelum dan sesudah perlakuan.
5.6 Hasil Peningkatan Kekuatan Otot Tungkai dan Kecepatan Smash sebelum
dan Sesudah Perlakuan
Uji beda ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan peningkatan nilai kekuatan
otot sesudah perlakuan pada kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II.
5.6.1 Kekuatan otot tungkai
Uji beda kekuatan otot tungkai dengan menggunakan Independnt t Test
disajikan pada tabel dibawah ini :
48
Tabel 5.7
Nilai kekuatan otot tungkai Sesudah Perlakuan I dan II dengan
Independent t Test
Variabel Kelompok I Kelompok II p
Kekuatan Otot Tungkai
(Sesudah Perlakuan)
67,72±16,93 83,11±16,73 0,010
Keterangan : p 0,05, p value : signifikan
Tabel 5.7. memperlihatkan nilai rerata kekuatan otot pada kelompok perlakuan I
(67,72±16,93) dan kelompok perlakuan II (83,11±16,73) dengan p value 0,010. Hasil
pengukuran penelitian menunjukkan p value < 0,05 sehingga ada perbedaan
kekuatan otot tungkai yang berbeda bermakna pada kedua kelompok setelah
perlakuan.
5.6.2 Kecepatan smash belakang
Uji beda kecepatan smash belakang dengan menggunakan Independnt t
Test disajikan pada tabel dibawah ini :
Tabel 5.8
Nilai kecepatan smash belakang Setelah Perlakuan I dan II dengan
Independent t Test
Variabel Kelompok I Kelompok II p
Kecepatan Smash Belakang (Sesudah perlakuan)
0,77 ±0,11 0,73±0,15 0,291
Keterangan : p > 0,05, p value : signifikan
49
Tabel 5.8. memperlihatkan nilai rerata kecepatan smash belakang pada kelompok
perlakuan I (0,77 ±0,11) dan kelompok perlakuan II (0,73±0,15) dengan p value
0,291. Hasil pengukuran penelitian menunjukkan p value > 0,05 sehingga tidak ada
ada perbedaan kecepatan smash belakang yang berbeda bermakna pada kedua
kelompok setelah perlakuan.
50
BAB VI
PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan penelitian perbandingan bertujuan untuk
mengetahui perbedaan pelatihan skipping dengan box jump meningkatkan
kekuatan otot tungkai dan kecepatan smash belakang pada siswa SMP Negeri 9
Kupang.
6.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Jumlah subjek pada penelitian ini sebanyak 36 orang siswa SMP Negeri 9
kupang. Yang terbagi menjadi 2 kelompok dengan cara acak sederhana yaitu
kelompok I sebagai kelompok pelatihan skipping dan kelompok II sebagai
kelompok pelatihan box jump. Hal ini memungkinkan sampel lebih bervariasi
dilihat dari segi umur rerata (14,16±0,97), tinggi badan (154,89±7,20), berat
badan (40,16±6,06) kelompok I dan rerata umur (14,11±0,83), tinggi badan
(149,89±11,86), berat badan (36,88±6,87) untuk kelompok II.
6.2 Peningkatan kekuatan otot tungkai dan kecepatan Smash Belakang pada
Kelompok skipping
Hasil penelitian kekuatan otot tungkai pada kelompok I memperoleh rerata
sebelum perlakuan (59,38±21,06) dan sesudah perlakuan (67,72±16,93) dengan
nilai p = 0,001. Sedangkan kelompok II memperoleh rerata sebelum perlakuan
(73,61±18,72) dan setelah perlakuan (83,11±16,73) dengan nilai p = 0,000. Nilai
p value pada kedua kelompok p 0,05, berarti perlakuan skipping maupun
51
perlakuan box jump dapat meningkatkan kekuatan otot tungkai pada siswa SMP
Negeri 9 Kupang.
Perbandingan nilai rerata setelah perlakuan pada kelompok I
(67,72±16,93) dan kelompok II (83,11±16,73) memperoleh nilai p = 0,010
(p < 0,05), yang berarti bahwa peningkatan kekuatan otot tungkai yang terjadi
pada kedua kelompok setelah perlakuan memiliki nilai perbedaan yang berbeda
bermakna. Berarti bahwa peningkatan kekuatan otot tungkai yang terjadi pada
kedua kelompok setelah perlakuan memiliki nilai yang berbeda bermakna pada
kelompok II yang lebih meningkatkan kekuatan otot tungkai.
Hasil penelitian tersebut berdasarkan pelatihan pliometrik Latihan
pliometrik bertujuan untuk meningkatkan kecepatan dan kekuatan, latihan
pliometrik dapat dilakukan untuk mengembangkan power bisa dengan cara
mengembangkan kecepatan memelihara kekuatan atau mengembangkan kekuatan
dan memelihara kecepatan merupakan sebagai salah satu usaha yang ditujukan
untuk mengembangkan daya ledak eksplosif dan kecepatan reaksi, (Hanafi, 2010)
Untuk meningkatkan ketahanan otot latihan harus dilakukan secara berulang-
ulang, latihan pliometrik bertujuan untuk meningkatkan kekuatan, kecepatan dan
waktu reaksi. Dalam latihan pliometrik gerakan dilakukan dengan kecepatan
gerak tertentu yang melibatkan refleks regang, dimana otot sudah berada dalam
keadaan siap untuk berkontraksi lagi sebelum ia berada dalam keadaan rileks.
Pengembangan ini terbina sebagai akibatnya adanya perbaikan pada reaksi system
saraf pusat, serta kekuatan untuk meredam goncangan, keseimbangan pendaratan
52
sewaktu kaki menginjak lantai dari pada melompat. Aktivitas ini sebenarnya
merupakan perpaduan antara kontraksi otot skeletal. Sehingga pelatihan
pliometrik ini disamakan dengan tipe pelatihan yang eksposif/reaktif. Gerakannya
diawali dengan tekanan eksentrik diikuti ketegangan otot,dilanjutkan dengan
kontraksi kosentrik yang cepat sekali. Kekuatan otot tungkai yang dilakukan
dengan perlakuan box jump dan skipping, latihan untuk meningkatkan kekuatan
otot dianggap cukup baik dilakukan sebanyak 2-3 kali seminggu (Nala,2011).
Keterkaitan pelatihan selama 18 kali pertemuan pada perlakuan box jump dan
skipping terhadap kekuatan otot tungkai dan kecepatan smash mengalami
peningkatan (73,61±16,72) dan setelah perlakuan kelompok I (83,11±16,73)
memperoleh nilai p = 0,010 (p < 0,05), yang berarti bahwa pelatihan box jump
lebih meningkatkan kekuatan otot tungkai daripada kecepatan smash belakang,
hal ini yang terjadi pada penelitian yang dilakukan dengan menggunakan
pelatihan box jump pada kedua kelompok setelah perlakuan memiliki nilai yang
berbeda bermakna.
Box jump lebih baik untuk meningkatkan kekuatan otot tungkai melalui
pelatihan yang dilakukan secara berulang-ulang yang sama serta
berkesinambungan dalam waktu yang yang sesingkatnya (Nala,2011).
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis uji statistis bahwa
pelatihan box jump lebih meningkatkan kekuatan otot tungkai daripada
meningkatkan kecepatan smash belakang pada siswa Smp Negeri 9 Kupang.
53
6.3 Peningkatan kekuatan otot dan kecepatan smash pada kelompok box jump
Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian (Suriono,2012)
kecepatan adalah kemampuan seseorang untuk mengerjakan gerakan
berkesinambungan dalam bentuk yang sama dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya. Teknik pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik
analisis statistika korelasi sederhana dan korelasi ganda yang dilanjutkan dengan
uji-t pada taraf signifikansi α = 0,05. Hasil penelitian menunjukan : pertama,
terdapat hubungan yang berarti antara kecepatan reaksi terhadap kecepatan smash
kedeng, yang berarti variabel kecepatan reaksi memberikan sumbangan terhadap
kecepatan smash belakang dan otot terhadap kecepatan smash belakang smash
belakang, memiliki korelasi yang berarti variabel daya ledak otot tungkai
memberikan sumbangan terhadap kecepatan smash berarti bahwa variabel
kecepatan reaksi dan daya ledak otot tungkai secara bersama-sama memberikan
sumbangan terhadap ketepatan smash kedeng sebesar Berdasarkan pendapat di
atas, dapat dikemukakan bahwa kecepatan adalah kemampuan untuk
memindahkan atau merubah posisi tubuh atau anggota tubuh dalam menempuh
suatu jarak tertentu dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dengan satuan waktu.
Agar seseorang bereaksi dengan cepat, kecepatan harus dirangsang gerak secepat
mungkin. Hal ini berarti oleh Kecepatan Reaksi dan Daya Ledak Otot Tungkai
bahwa terjadi peningkatan kecepatan smash dan kekuatan otot tungkai mengalami
peningkatan smash karena memiliki kekuatan otot tungkai yang kuat untuk dapat
melakukan smash belakang (Suriono, 2012)
54
Peningkatan kecepatan smash belakang dan kekuatan otot tungkai melalui
pelatihan box jump yang dilakukan secara berkesinambungan secara berulang-
ulang dalam waktu yang sesingkat-singkatnya juga akan meningkatakan kekuatan
otot tungkai yang sangat di perlukan dalam mencapai sebuah peningkatan dimana
aktivitas menyemes bola terus menerus, untuk meningkatkan daya tahan otot yang
akan berpengaruh pada kekuatan otot tungkai. Demikian pelatihan box jump dan
skipping di lakukan secara terus menerus dalam pelatihan selama 18 kali
pertemuan yang di lakukan oleh kedua kelompok yang pada akhirnya
mendapatkan peningkatan pada kedua variabel pengukuran kecepatan dan
kekuatan otot tungkai melalui hasil yang di peroleh pada akhir perlakuan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan box jump dan skipping sama –
sama meningkatkan kekuatan otot tungkai dan kecepatan smash belakang yang
bermakna pada siswa smp negeri 9 kupang namun pelatihan box jump lebih
meningkatkan kekuatan otot tungkai daripada kecepatan smash belakang pada
siswa SMP Negeri 9 Kupang.
6.4 Peningkatan Kecepatan smash belakang pada Kelompok Skipping
Rerata peningkatan kecepatan smash belakang kelompok I memperoleh rerata
sebelum perlakuan (0,96±0,17) dan setelah perlakuan (0,73±0,13) dengan nilai
p = 0,000. Sedangkan pada kelompok perlakuan II memperoleh rerata sebelum
perlakuan (0,90±0,20) dan setelah perlakuan (0,72±0,15) dengan nilai p = 0,000.
Nilai p value pada kedua kelompok p < 0,05, berarti perlakuan skipping maupun
55
perlakuan box jump dapat meningkatkan kecepatan smash belakang siswa SMP
Negeri 9 Kupang.
Perbandingan nilai rerata setelah perlakuan pada kelompok I (0,77±0,11) dan
setelah perlakuan kelompok II (0,73±0,15) memperoleh nilai p = 0,291 (p> 0,05),
yang berarti bahwa peningkatan kecepatan smash belakang yang terjadi pada kedua
kelompok tidak terjadi peningkatan yang bermakna .
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh, (Edward
Fox, 2010) tentang latihan beban alat digunakan untuk meningkatkan kekuatan,
maupun kecepatan. Latihan pliometrik meliputi kekuatan dan kecepatan yang
digunkana untuk kontraksi otot pada karakteristik gerakan eksplosif stretch shorten
cycle (SSC). Latihan pliometrik sangat di perlukan dalam peningkatan kecepatan
smash, karena untuk mendapatkan pelatihan yang baik di perlukan model pelatihan
yang tidak menjenuhkan sehingga pelatihan box jump dan skipping sangat disarankan
dalam meningkatkan kecepatan smash dan kekuatan otot dalam permainan sepak
takraw terkhususnya dalam meningkatkan kecepatan dan kekuatan otot tungkai dalam
permainan sepak takraw, dengan memberikan pelatihan yang lebih bervariasi pada
kedua kelompok perlakuan baik kelompok skipping dan kelompok pelatihan box
jump sehingga siswa atau atlet yang dilatih tidak jenuh terhadap pelatihan yang
diberikan agar pelatihan yang diharapkan dapat memperoleh hasil sesuai yang
diharapkan.
56
6.5 Pelatihan Skipping dan box jump terhadap kecepatan smash belakang yang
tidak terjadi peningkatan yang bermakna
Kecepatan smash belakang merupakan komponen yang sangat penting dalam
permainan sepak takraw yang pelatihannya membutuhkan teknik pelatihan yang lebih
intensif,berkesinambungan dan terus menerus dalam waktu yang panjang sehingga
proses perkembangan dan peningkatan pada kecepatan smash terjadi peningkatan
yang bermakna. Kecepatan (gerakan) adalah kemampuan untuk mengerjakan suatu
aktivitas berulang yang sama serta berkesinambungan dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya, (Nalla, 2011). Berdasarkan pendapat tersebut bahwa dalam sebuah
pelatihan terkhusus melatih kecepatan smash belakang dalam permainan sepak
takraw membutuhkan waktu yang lebih panjang tidak hanya cukup melatih hanya 6
minggu dengan pertemuan hanya 3 x seminggu. Sehingga dalam proses pelatihan
kecepatan smash membutuhkan waktu yang panjang dan volume pelatihan harus di
perbanyakan terkhusus untuk melatih kecepatan smash belakang sehingga untuk
seorang pelatih dan atlet harus memiliki prinsip pelatihan tanpa prinsip atau patokan
yang harus diikuti oleh semua pihak yang terkait. Terutama pelatih dan atlet, untuk
mendapatkan hasil yang maksimal harus mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai
pada evaluasi pelatihan akan sulit untuk mencapai hasil yang maksimal.
Latihan merupakan suatu proses yang sistematis dalam menyiapkan atlet pada
penampilan tingkat tinggi. Proses dilakukan berulang-ulang dengan beban yang
makin meningkat. Latihan pada prinsipnya adalah memberikan tekanan atau stress
fisik secara teratur, sistematis, berkesinambungan sedemikian rupa sehingga dapat
57
meningkatkan kemampuan fisik di dalam melakukan kerja. Jadi latihan yang
sistematis dengan pemberian beban yang meningkat dan dilakukan berulang-ulang
akan akan meningkatkan kemampuan fisik terhadap pekerjaan yang dilakukan
seseorang (Syahfrizar, 2007).
6.6 Perbandingan peningkatan kekuatan otot tungkai dan kecepatan smash
pada pelatihan skipping dan box jump.
Rerata peningkatan kekuatan otot kelompok I (67,83±17,05)
dibandingkan dengan kelompok II (83,11±16,73) yang diuji dengan
t-independent terjadi peningkatan yang bermakna (p ≤ 0,05). Rerata kecepatan
smash kelompok I (0,73±0,17) dibandingkan dengan kelompok II (0,89±0,20)
yang diuji dengan t-independent tidak terjadi peningkatan yang bermakna
(p ≥ 0.05). Sehingga box jump lebih baik dibanding dengan skipping dalam
meningkatkan kekuatan otot tungkai di dalam dalam permainan sepak takraw.
6.7 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan pada penelitian ini adalah kemampuan peneliti untuk
mengontrol aktivitas sampel yang bervariasi setelah pelatihan dilakukan.
58
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan dari pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pelatihan box jump lebih baik meningkatkan kekuatan otot tungkai daripada
pelatihan skipping pada siswa SMP Negeri 9 Kupang dalam permainan sepak
takraw.
2. Pelatihan box jump meningkatkan kecepatan smash belakang daripada
pelatihan skipping pada siswa SMP Negeri 9 Kupang dalam permainan
sepak takraw.
7.2 Saran
1. Cabang olahraga yang memerlukan kecepatan dan kekuatan otot diharapkan
dapat memasukkan model pelatihan box jump sebagai salah satu bentuk
pelatihan untuk meningkatkan kecepatan smash terlebih untuk melatih
kekuatan otot tungkai.
2. Untuk studi lebih lanjut dari kedua model pelatihan pliometrik yang
modelnya hampir sama besar beban pelatihan serta waktu pelatihan.
59
DAFTAR PUSTAKA Adisasmito, L.S. 2007. Mental Juara Modal Atlet Berprestasi. Jakarta: Raja
Grafindo Perasada. Baley, J.A.1990. Pedoman Atlet Teknik Peningkatan Ketangkasan dan Stamina.
Dahara Prize, Semarang: Effhar offset. Bompa, O.T. 1990. Teori dan Metodologi Latihan, Universitas Airlangga,
Surabaya. Bompa, T.O. 1994. Theory And Methodology Of Training: the key to Athletic
Performance. Third edition. Iowa: Kendall/Hunt Publishing Company.
Chu, Donald A.1992. Jumping Into Plyometrics. California: Leisure press.
Champaign, Illinois. Damiri, 2004. Pengajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan di Sekolah Dasar.
Bandung: FKOP,IKIP. Furqon, M & Doewes. M. 2002. Plaiometrik Untuk Meningkatka Power.
Surakarta, universitas Sebelas Maret. Giriwijoyo, S 2007. Ilmu Faal Olahraga : Fungsi Tubuh Manusia Pada
Olahraga. Bandung: Fakultas Ilu Olahraga. Giriwijoyo, S. Y. S. 1992. Ilmu Faal Olahraga, Fakultas Ilmu Olahraga,
Bandung. Guyton & Hall, 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC. Hanafi, S. 2010. Efektifitas latihan beban dan latihan pliometrik, Makasar
Jurusan Pendidikan Olahraga FIK Universitas Negeri. Harsono, 2001. Latihan Fisik. Jakarta: Departemen Kependidikan Olahraga dan
Kesehatan Depdikbud. Maseleno A dan Hasan M, 2011. Fuzzy Logic Based Analysis of the Sepak
takraw Games Ball Kicking with the Respect of Player Arrangement. World Applied Programming, Vol (2), Issue (5), May 2012. 285-293 Special section for proceeding of International E-Conference on Information Technology and Applications (IECITA) 2012. ISSN:
60
2222-2510 ©2011 WAP journal. Tersedia pada. www. waprogramming.com. [Diakses tanggal 27 Desember 2014].
Mikanda, R, 2011. Super Lengkap Olahraga: Jakarta. Dhika Graha. Nala, I.G.N. 2002. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Universitas Udayana
Denpasar Bali :University Prees. Nala, I.G.N. 2008. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Universitas Udayana
Denpasar Bali: University Prees. Nala, I.G.N. 2011. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Universitas Udayana
Denpasar Bali: University Prees. Nossek, J. P. 1982. Teori Umum Latihan. Logos: Institut Nasional olahraga.
African Pres LTD. Nurhasan, 2001. Buku Materi Pokok Tes dan Pengukuran. Jakarta: Karunika
Universitas Terbuka. Pocock, 2008. Pedoman Dasar Melatih Atletik, Program Pendidikan dan Sistem
Sertifikasi Pelatih Atletik, Jakarta: PASI. Sajoto, M. 1990. Penigkatan Pembinaan Kekuatan Kondisi Fisik dalam
Olahraga, Semarang: Dahara Prize Effhar Offset. Sajoto, M. 2002. Peningkatan dan pembinaan kekuatan kondisi fisik. Semarang:
Effhar dan dahara Prize. Sarwono dan Ismaryati, 1993. Laporan Hasil Penelitian. Program metode
kombinasi latihan sirkuit Pliometrik, Berat Badan dan waktu reaksi terhadap kelincahan. FKIP UNS.
Satriya,Sidik.,S.Imanuel,I, 2007. Metodologi Kepelatihan Olahraga. Bandung:
Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan UPI. Soedarminto, 1992. Kinesologi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
kebudayaan. Soetopo, A.S, 2007. Dasar – Dasar Kepelatihan Bola Olahraga Profesional.
Jakarta: Badan Pengembangan dan Pengawasan Olahraga Profesional Indonesia.
61
Sudaryanto, 2009. Perbedaan Pengaruh Quardicep Bech Exercise Antara Beban RM dan 10 RM terhadap Peningkatan Daya ledak otot tungkai (cited 2011 jan) available from : http://ikafisiologiterafimks.org/index.
Suhendro,A. 1999. Dasar –Dasar Kepelatihan. Jakarta : Universitas terbuka. Sujiono, Ali, Andriyanto. 2012. Hubungan antar kecepatan reaksi dan daya
ledak otot tungkai terhadap ketepatan smash kedeng, Jakarta.Universitas UNJ.
Syahfrizar, 2007. Latihan Knee Tuck Jump & Bo Jump Untuk Atlet Bola voli.
Padang: Wineka Media. Wahjoedi, 2000. Tes, Pengukuran, evaluasi, dalam pendidikan Jasmani dan
olahraga. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal pendidikan Tinggi Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia.
Wiarto.G. 2013. Fisiologi dan Olahraga. Yogjakarta: Graha Ilmu. Widana, I.K, 1993. Psysiolog of Training Sprinting. Discussion paper:
Departement of Human Movement and Reacreation studies, university of Western Australia, Perth
62
LAMPIRAN
1. Data Sampel Kelompok I (Skipping)
NO NAMA UMUR TB BB KELOMPOK 1 A.T.T 14 154 32 Skipping 2 I.N 15 160 38 Skipping 3 J.M.M 15 159 50 Skipping 4 J.S.V.W 13 149 33 Skipping 5 K.K 14 155 39 Skipping 6 K.D.B 14 140 33 Skipping 7 L.A.T 14 159 43 Skipping 8 M.L 15 150 39 Skipping 9 P.P.J.J 14 163 52 Skipping 10 P.R.J.N 15 156 37 Skipping 11 R.M 14 155 42 Skipping 12 R.H.S 13 146 34 Skipping 13 S.I.PD 16 155 42 Skipping 14 S.M 16 158 45 Skipping 15 T.M 16 158 46 Skipping 16 V.N 16 172 47 Skipping 17 S.D 14 153 35 Skipping 18 K.B 15 146 36 Skipping
Peneliti
Apriyani Tkesnay
63
2. Data Subjek Kelompok II Box Jump
NO NAMA UMUR TB BB KELOMPOK 1 J.R.M 13 153 36 Box Jump
2 J.A.R.N.N 13 154 36 Box Jump
3 M.M 14 147 35 Box Jump
4 M.P.L 13 139 25 Box Jump
5 O.S.U.R 14 160 38 Box Jump
6 R.K 14 114 26 Box Jump
7 R.Y.P 14 140 32 Box Jump
8 D.A 15 160 53 Box Jump
9 S.U 14 155 37 Box Jump
10 S.A.S.W 14 160 37 Box Jump
11 S.M 15 169 48 Box Jump
12 T.T.T 15 144 34 Box Jump
13 V.N 14 148 34 Box Jump
14 Y.L 15 151 42 Box Jump
15 Y.A.P.M 16 154 42 Box Jump
16 Y.N 14 142 31 Box Jump
17 Y.F.H.R 14 155 42 Box Jump
18 M.R.L 13 153 36 Box Jump
Peneliti
Apriyani Tkesnay
64
3. Data Pre Test dan Post Test Kekuatan Otot Tungkai dan Kecepatan Smash Belakang Kelompok I (Skipping)
No. Nama
Sampel Pre Kekuatan otot
Post Kekuatan otot
Pre Kecepatan
Post Kecepatan
1 A.T.T 30 40 0,88 0,50 2 I.N 50 55 1,13 0,55 3 J.M.M 55 58 0,88 0,71 4 J.S.V.W 95 97 0,98 0,78 5 K.K 30 75 0,83 0,74 6 K.D.B 30 40 0,74 0,69 7 L.A.T 55 50 0,78 0,65 8 M.L 85 90 0,98 0,80 9 P.P.J.J 65 70 0,88 0,83 10 P.R.J.N 80 85 0,99 0,80 11 R.M 75 78 1,19 0,97 12 R.H.S 30 60 0,97 0,85 13 S.I.PD 78 80 1,14 0,89 14 S.M 78 82 0,72 0,65 15 T.M 78 85 1,10 0,57 16 V.N 50 55 0,80 0,63 17 S.D 45 56 1,07 0,92 18 K.B 60 65 0,95 0,72
Peneliti Apriyani Tkesnay
65
3. Data Pre Test dan Post Test Kekuatan Otot Tungkai dan Kecepatan Smash
Belakang Kelompok II (Box Jump)
No. Nama Sampel
Pre Kekuatan
Otot
Post Kekuatan
Otot
Pre Kecepatan
Smash
Post Kecepatan
Smash 1 J.R.M 60 65 0,78 0,62 2 J.A.R.N.N 85 90 0,97 0,76 3 M.M 60 64 0,73 0,59 4 M.P.L 80 97 1,03 0,89 5 0.S.U.R 40 75 1,32 0,88 6 R.K 55 60 0,61 0,52 7 R.Y.P 70 80 0,76 0,73 8 D.A 55 90 1,18 0,88 9 S.U 70 80 0,86 0,56 10 S.A.S.W 110 120 1,19 0,98 11 S.M 105 108 1,02 0,85 12 T.T.T 55 60 0,98 0,86 13 V.N 85 90 0,86 0,57 14 Y.L 70 80 0,54 0,50 15 Y.A.P.M 85 89 0,93 0,87 16 Y.N 95 98 0,80 0,71 17 Y.F.H.R 82 85 0,84 0,80 18 M.R.L 63 65 0,81 0,54
Peneliti Apriyani Tkesnay
66
4. Karakteristik Penelitian Kelompok I ( Skipping)
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
UMUR_K I 18 13.00 16.00 14.6111 .97853
TINGGI_BADAN_K I 18 140.00 172.00 1.5489E2 7.20203
BERAT_BADAN_K I 18 32.00 52.00 40.1667 6.06096
Valid N (listwise) 18
5. Karakteristik Penelitian Kelompok II (Box Jump)
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
UMUR_KII 18 13.00 16.00 14.1111 .83235
TINGGI_BADAN_KII 18 114.00 169.00 1.4989E2 11.86140
BERAT_BADAN_KII 18 25.00 53.00 36.8889 6.87612
Valid N (listwise) 18
7. Uji deskriptif Kekuatan dan Kecepatan Kelompok I (skipping)
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Pre Kekuatan kelompok I 18 30.00 95.00 59.3889 21.06053
Post Kekuatan kelompok I 18 40.00 97.00 67.8333 17.05096
Pre kecepatan kelompok I 18 .72 1.41 .9600 .17456
Post kecepatan kelompok I 18 .50 .97 .7361 .13089
Valid N (listwise) 18
67
8.Uji deskriptif kekuatan dan kecepatan kelompok II (Box Jump) Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Pre Kekuatan kelompok II 18 40.00 110.00 73.6111 18.72130
Post Kekuatan Kelompok II 18 60.00 120.00 83.1111 16.73281
Pre Kecepatan kelompok II 18 .54 1.32 .9006 .20057
Post kecepatan kelompok II 18 .50 .98 .7285 .15520
Valid N (listwise) 18
9. Uji Homogenitas kelompok I dan kelompok II
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Pre Total Kekuatan
kelompok I dan kelompok II .479 1 34 .493
Pre Total Kecepatan
kelompok I dan kelompok II .522 1 34 .475
10. Uji Normalitas kelompok I dan kelompok II Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Pre kecepatan kelompok I .154 18 .200* .942 18 .314
Post kecepatan kelompok I .084 18 .200* .975 18 .879
Pre Kecepatan kelompok II .132 18 .200* .977 18 .913
Post kecepatan kelompok II .169 18 .188 .907 18 .077
Pre Kekuatan kelompok I .160 18 .200* .922 18 .143
Post Kekuatan kelompok I .120 18 .200* .959 18 .579
Pre Kekuatan kelompok II .132 18 .200* .964 18 .688
Post Kekuatan Kelompok II .138 18 .200* .949 18 .416
68
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Pre kecepatan kelompok I .154 18 .200* .942 18 .314
Post kecepatan kelompok I .084 18 .200* .975 18 .879
Pre Kecepatan kelompok II .132 18 .200* .977 18 .913
Post kecepatan kelompok II .169 18 .188 .907 18 .077
Pre Kekuatan kelompok I .160 18 .200* .922 18 .143
Post Kekuatan kelompok I .120 18 .200* .959 18 .579
Pre Kekuatan kelompok II .132 18 .200* .964 18 .688
Post Kekuatan Kelompok II .138 18 .200* .949 18 .416
11.Uji Peningkatan Kekuatan Otot Tungkai dan Kecepatan Smash Belakang
Group Statistics
Grup N Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
Pre Total Kecepatan kelompok I
dan kelompok II
kelompok I 18 .9600 .17456 .04114
kelompok II 18 .8989 .20193 .04760
Pre Total Kekuatan kelompok I
dan kelompok II
kelompok I 18 59.3889 21.06053 4.96401
kelompok II 18 73.6111 18.72130 4.41265
Post Total Kecepatan kelompok I
dan kelompok II
kelompok I 18 .7794 .11869 .02798
kelompok II 18 .7300 .15537 .03662
Post Total Kekuatan Kelompok I
dan kelompok II
kelompok I 18 67.7222 16.93866 3.99248
kelompok II 18 83.1111 16.73281 3.94396
69
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t Df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pre Total Kecepatan
kelompok I dan
kelompok II
Equal variances
assumed .522 .475 .971 34 .338 .06111 .06291 -.06674 .18897
Equal variances
not assumed
.971 33.303 .338 .06111 .06291 -.06684 .18907
Pre Total Kekuatan
kelompok I dan
kelompok II
Equal variances
assumed .479 .493 -2.141 34 .039 -14.22222 6.64176 -27.71989 -.72455
Equal variances
not assumed
-2.141 33.539 .040 -14.22222 6.64176 -27.72673 -.71772
Post Total
Kecepatan
kelompok I dan
kelompok II
Equal variances
assumed 3.311 .078 1.073 34 .291 .04944 .04609 -.04421 .14310
Equal variances
not assumed
1.073 31.801 .291 .04944 .04609 -.04445 .14334
Post Total Kekuatan
Kelompok I dan
kelompok II
Equal variances
assumed .185 .670 -2.742 34 .010 -15.38889 5.61202 -26.79388 3.98390
Equal variances
not assumed
-2.742 33.995 .010 -15.38889 5.61202 -26.79394 3.98384
70
LAMPIRAN FOTO PENELITIAN
1. Alat Yang Di Gunakan Untuk Penelitian
2.Alat Yang di Gunakan Untuk Mengukur Suhu Dan Kelembaban Udara
71
3. Pengukuran Tinggi Badan
4. Pengukuran Berat Badan
72
5. Test Kesegaran Jasmani
6. Test Kecepatan Smash Belakang
73
7. Test Kekuatan Otot Tungkai (Back Leg Dynamometer)
8. Pelatihan Box Jump Di Pantai
74
9. Pelatihan Box Jump Di Pantai
10. Pelatihan Box Jump
75
11. Lapangan Tempat Melakukan Test Kecepatan Smash Belakang
12. Pelatihan Skipping Di Pantai
13. Pelatihan Skipping Di Pantai