pelatihan jurnalistik radio friedrich naumann stiftung bima & sumatera, april - juni 2002

71
Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera, April - Juni 2002

Upload: rian

Post on 11-Jan-2016

80 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera, April - Juni 2002. Apa itu Jurnalisme Radio?. - PowerPoint PPT Presentation

TRANSCRIPT

Page 1: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Pelatihan Jurnalistik RadioFriedrich Naumann Stiftung

Bima & Sumatera, April - Juni 2002

Page 2: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002
Page 3: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Apa itu Jurnalisme Radio?

Jurnalistik: cabang Ilmu Komunikasi yg mempelajari keterampilan untuk mencari, mengumpulkan,

menyeleksi & mengolah INFORMASI (atau lebih tepatnya PERISTIWA) serta menyajikannya kepada khalayak melalui media massa (cetak/ elektronik).

Jurnalisme: Bentuk kegiatan (usaha-usaha) dari JURNALISTIK.

Jadi, apa JURNALISME RADIO itu?

Page 4: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Kegiatan Jurnalisme Radio

Rumus PEPA dalam kegiatan Jurnalisme Radio:

Prospecting: Mencari & mengumpulkan.Editing: Menyeleksi.Producing: Mengolah.Announcing News Value: Menyajikan informasi (tentunya yg ber- NILAI BERITA).

Jangan lupa: Ciri utama dari karya JURNALISTIK adalah

Based on Fact! Berdasarkan fakta!

Page 5: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Tiga Dasar Kegiatan JR

Honesty: Jujur.Accouracy: Akurat.

Fairness: Apa adanya.

Fungsi Utama JR: Menyiarkan secara faktual.

Meniadakan/ mengurangi ketidakpastian.

Model Penyajian: Block Format: Pemblokan acara.

In Between: Selingan dari sebuah program (seperti: Breaking News CNN).

Page 6: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Karakter Jurnalisme Radio

Suara: Bagaimana siaran/ khususnya informasi radio yg semata-mata mengandalkan SUARA itu mampu jelas

dicerna PENDENGAR.

Selintas Dengar: Harus segera dimengerti. (Ingat, ciri khas: TIDAK TERDOKUMENTASI).

Kecepatan: Siarkan secepat mungkin, jangan ditunda-tunda!

Reaksi Emosional: Suara lebih mampu mengedepankan EMOSI ketimbang NALAR. Perhitungkan DAMPAK nya!

Page 7: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Apa itu Berita Radio?

Berita: Tidak lain tidak bukan adalah Peristiwa yg dilaporkan.

Peristiwa: Kejadian yg telah berlangsung.

Secara teknis, berita baru muncul hanya setelah DILAPORKAN. Segala hal yg diperoleh di lapangan &

masih akan dilaporkan, belum merupakan berita, melainkan baru sekedar PERISTIWA.

Berita Radio: Peristiwa yg dilaporkan untuk PENDENGAR.

Page 8: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

7 Fungsi Berita Radio

1. Curiosity: Menjawab rasa keingintahuan PENDENGAR.

2. Important: Penting.3. Interest: Menarik (Unique Selling Point ).4. Understandable: Mudah dimengerti.5. Actuality & Balance: aktual & seimbang.6. Continuity/ Follow Up: Perkembangan

terakhir.7. Communication Needs: Memenuhi

kebutuhan berkomunikasi.

Keenam Fungsi itu sering disebut sebagai DAYA TARIK BERITA RADIO.

Page 9: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Menimbang News Value

Beberapa Pertimbangan dalam Menentukan News Value:

Important & Interesting. Proximity: Nilai kedekatan Geografis, psikografis/ emosi & kesamaan nasib.

Personalitas: Siapa yg berbicara. Un-usual: Keluarbiasaan/ ketidakbiasaan.

Konflik: Pertentangan pemikiran dari berbagai pihak. Nilai Tanggung Jawab Nasional: La Presse

Engagee!

Page 10: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

News Judgement

Pertimbangan Berita (3i):• Impact: Dampak.• Interest: Minat.

• Information: Berguna/ dibutuhkan.

Kode Etik:1. Human Rights (Tidak mengganggu HAM).

2. Hak-hak Individu (Hindari LIBEL, pencemaran nama baik).

3. Tidak Menyinggung SARA (Suku, Agama, Ras & Antar-golongan).

Page 11: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Tiga Tahap Liputan

Liputan Dasar: STRAIGHT NEWS.Liputan Madya: NEWS FEATURE.

Liputan Lanjutan: NEWS ANALYSIS (Indept Reporting & Investigative Reporting).

Jadi, STRAIGHT NEWS merupakan Tingkatan Dasar dalam Jurnalistik.

Straight News: Berita aktual yg disajikan secara lbh singkat dengan teknik penulisan dimulai dari YANG TERPENTING… menuju YANG KURANG PENTING.

(Teknik Penulisan Piramida Terbalik).

Page 12: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

4 Tahap Piramida Terbalik

Lead: Inti persoalan. Atmosfir: Gambaran suasana peristiwa.

Background: Fakta penyebab peristiwa (Why & How?).

Fakta Pendukung: Merupakan pelengkap saja. Jika, waktu tidak memungkinkan bagian ini bisa tdk

diikutsertakan.

Rumus ABC:Accuracy+Balance+Clarity= CREDIBILITY

Naskah Straight News:1. Naskah Biasa.

2. Naskah plus ‘INSERT’.

Page 13: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002
Page 14: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Live Dispatch

Di dunia Jurnalistik Radio Straight News dikenal dengan nama LIVE DISPATCH atau REPORTAGE.

Teknik Melaporkan LD/ R:

1. Relax: Jangan tegang.2. Intonasi Dinamis: Mengalir seperti air.3. Impresi: Tekanan pd kata-kata penting.4. Gunakan Kalimat Aktif & Variasi Kata.5. Jangan Terbawa Suasana.6. Emphaty: Menghayati Peristiwa.

Page 15: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Reportage

Reportase Radio: Laporan dari lapangan (‘Laporan Pandangan Mata’) tentang sebuah peristiwa.

Ragam Reportase:

Report on the Spot/ SOP: Laporan langsung/ LIVE REPORTAGE.

Recorded Reportage: Laporan tunda/ DELAYED REPORTAGE (direkam terlebih dahulu, sebelum

disiarkan). Dengan syarat, informasi dari pertanyaan WHEN harus menjadi fokus dalam LEAD.

Page 16: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Readibility Rate

Perkara Tingkat keterbacaan (Readibility Rate) adalah hal penting dalam penulisan berita. Karena dengan

inilah, Anda bisa membedakan berbagai kata & kapan saat yg tepat utk menggunakannya. Dengan begitu, Anda akan mampu membabat kata-kata berkabut. Anjuran yg agak keras ini bermaksud agar tulisan lebih

gampang & enak dibaca.

Maka, ingatlah:

• Kejernihan ( Clarity ) lebih penting dari gaya.• Salah satu cara utk jernih: Babat kata-kata

berkabut!

Page 17: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Verb vs Adjective

Ada yg layak tidak KITA lupakan dalam seni menulis berita keras. Yakni, seni menggunakan kata kerja utk

mengganti kata sifat. Bandingkanlah 2 contoh ini:

1. “Seorang wanita tua yg kelelahan bekerja di sawahnya!” 2. “Seorang wanita tua membajak, kepalanya merunduk, nafasnya tersengal.”

Kalimat pertama menggunakan kata sifat, kalimat kedua dengan kata kerja. Kata sifat fungsinya memberitahu ( to tell ), kata kerja menggambarkan tindakan ( to

show ).

Don’t Tell it, but Show it!

Page 18: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002
Page 19: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Talk Show

“Sebuah Upaya untuk Menggagas Pemberdayaan masyarakat.”

Langkah-langkah Persiapan TS:

Menentukan Tujuan. Menentukan Interviewee (narsum). Riset Materi: Agar pertanyaan mengarah. Menyusun Struktur Wawancara: Skala prioritas pertanyaan. Merancang “Questions Route.” Menyiapkan Peralatan.

Page 20: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Memulai Talk Show

5 Upaya utk Segera Memulai TS:

1. Memastikan Bentuk & Peruntukkannya.2. Kepastian Topik & Interviewee disenangi

Pendengar sesuai dengan segmentasi masing- masing radio.

3. Memastikan TS tetap bisa dilakukan walau dengan keterbatasan alat/ waktu siar.

4. Tetapkan Aturan Main.5. Yakin bahwa Interviewee dapat memberikan

jawaban yg responsif.

Page 21: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Tujuan Talk Show

1. Memastikan Fakta.2. Memperoleh ‘statement’: Biasanya muncul

pernyataan-pernyataan baru dari narsum.3. Menggali Titik Pandang.

4. Mendapatkan opini yg representatif.

Syarat Talk Show yg Baik:

1. Menjawab Permasalahan: Terjadi ORGASME JURNALISTIK, sehingga tujuan tercapai.

2. Efektivitas & Efisiensi.

Page 22: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Menjadi Host yang Baik

Persyaratan Interviewer yg Baik:

1. Mempunyai Wawasan yang luas.2. Dapat berbicara dengan Baik (tidak GUGUP).3. Memiliki Persyaratan Dasar Jurnalistik

(balance terhadap opini dan dapat berbahasa yg baik & benar).

4. Personalitas kuat.5. Well Inform & Well Educated

(Berpengetahuan).6. Menguasai ‘Body Languange’ dengan Baik.7. Profesionalitas.8. Hindari Masturbasi Siaran: Kepuasan sendiri

semata.

Page 23: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Teknik Wawancara

Memanfaatkan ‘Ice Breaking’: Pandai memecahkan KEBEKUAN saat wawancara.

Menguasai Permasalahan. Memulai pertanyaan dari yg UMUM ke yg KHUSUS.

Hindari Pertanyaan GANDA. Pada Group Interview bertanyalah pada

INTERVIEWEE yg paling LEMAH (statusnya, pengetahuannya, jabatannya, dll).

Sekali-kali perlu ‘Cooling Down’ saat durasi masih lama.

Body Languange: utk Menghentikan/ Menyeling wawancara.

Konsisten menggunakan BAHASA TUTUR yg Understanable.

Net Qoestions: Trik menggali pertanyaan dengan MENGUTIP sebagian jawaban interviewee.

Page 24: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Rumus Wawancara

Rumus Wawancara yg Baik:

1. Simplicity: Simpel/ tidak berbelit-belit.2. Clearity: Jelas tapi padat.3. Responsibility: Tanggungjawab kepada

pendengar/ masyarakat.4. Balance: Tidak berpihak & Memberikan

kesempatan yg sama dalam wawancara grup.

Jangan pernah diabaikan! Personality on the Air (Menurut hasil penelitian Minnesotha University, AS:

“Manusia dipengaruhi 80% emosi, 20% logika.”

Page 25: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002
Page 26: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Merancang News Bulletin

News Bulletin: Karya jurnalistik radio yang menghibur dengan berbagai topik/ sub topik disajikan dalam bentuk-

bentuk yang menarik, kreatif & penuh warna.

Pada prinsipnya, News Bulletin adalah pengembangan dari Air Magazine. Dimana penyiarnya sebagai

ANCHOR (Anchorman/ Anchorlady/ DJ).

News Bulletin bisa disajikan untuk Laporan Khusus untuk kegiatan-kegiatan yg juga KHUSUS, seperti:

Olimpiade, Sea Games, PON, Pemilu, SU MPR, Pekan Raya, MTQ,

Festival Musik & Film, dll.

Page 27: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Elemen News Bulletin

1. Sound Music: Sebagai smash pembuka.2. Berbagai Topik/ Sub Topik.3. Penyiar sebagai Anchor.4. Sound Effect: creative sound atau natural

sound. 5. Colourfull: Variasi penyajian/ Berwarna.6. Reporter & Interviewer.

Penggolongan Bulletin:

News Bulletin, Sport Bulletin, Woman/ Man Bulletin, Art & Culture Bulletin, Science &

Technology Bulletin, dsb.

Page 28: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Prosedur Pelaksanaan

1. Pengumpulan topik: Prospecting tokoh.2. Menentukan Tema & Judul.3. Books Reference.4. Rapat Redaksi: KISS - Keep in Short &

Simple.5. Hunting : Penggalian topik di lapangan. 6. Music Selection & Sound Production.7. Editing.8. Penulisan Naskah.9. Casting: Anchor/ reporter/ interviewer.

10. Recording. 11. Mixing/ Finishing Touch.

Page 29: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Kekhasan News Bulletin

1. Ear Catcher: Unsur pemikat yg kreatif & berwarna.

2. Opening: Menyebutkan tema & edisi.3. Prolog: Menyebutkan daftar isi edisi ybs.4. Music: Dapat dinikmati tersendiri.5. Sound Collage: Kolase/ selingan musik

(instrumentalia) sebagai tempelan suara yg tidak

berhubungan satu sama lain, tetapi ketika disatukan

menjadi paduan bunyi yg unik & bercita rasa seni.

6. Gaya bicara Anchor harus familiar, hangat, luwes & sopan.

7. Masing-masing materi/ menu dapat dinikmati

tersendiri & saling memperkaya.

Page 30: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002
Page 31: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Investigative Reporting

Apa itu Jurnalisme Investigasi?

“Suatu bentuk peliputan berdasarkan inisiatif dan hasil kerja wartawan terhadap masalah-masalah

penting yang dirahasiakan seseorang atau organisasi.” (Jhon Ullman & Steve Honeyman dari

Missouri University, AS dalam The Reporter’s Handbook: An Investigator’s Guide to Documents & Techniques,

1983).

Laporan Investigasi BUKAN Laporan Biasa. Ia bagaikan Pisau Tajam yg siap membedah keburukan siapa pun

yg terlibat skandal. Ia juga bisa seperti Mata Dewa yg siap menembus pekatnya ruang gelap yg menyimpan

banyak rahasia.

Page 32: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Tiga Elemen Dasar IR

Dilakukan oleh Wartawan itu sendiri. Merupakan informasi rahasia yg disembunyikan dari

perhatian publik. Masalah yg diungkapkan memiliki arti penting di

mata masyarakat/ pendengarnya.

Something is Wrong

Ivestigative Reporting dimulai dari suatu anggapan/ kecurigaan that someone has done something wrong! Berdasarkan ‘info’ atau pengamatan jeli si

reporter sendiri yg mencium ketidakberesan mengenai suatu hal.

Page 33: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Keterampilan Tak Terasah

Perbedaan IR & In-dept Reporting:

IR: Laporan yg benar-benar menyajikan hasil penelusuran & penyelidikan si wartawan. Ada hal baru

yg diungkap.IdR: Laporan yg hanya mengungkap, mengorganisasikan

& menganalisis fakta-fakta yg telah diketahui banyak orang dan tidak dirahasiakan lagi.

Para wartawan investigatif harus menjadi anjing penjaga (watchdog) dalam menjalankan fungsi-fungsi

sosialnya: Melawan kepalsuan & ‘Mengungkap Kebenaran.’ (Paham Crusading Journalism).

Page 34: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Prinsip-prinsip IR

1. Obyektifitas: Tidak berdasarkan pada asumsi.2. Fairness: Kejujuran.3. Impartiality: Ketidakberpihakan.4. Cover both-sides: Memberi kesempatan yg

sama kepada pihak yg saling bertentangan.5. Check & Recheck: Jangan segan

mengonfirmasi.6. Hipotesis harus dibangun secara teliti, pelan-

pelan dan akurat.

7. Jika perlu dicari second opinion: untuk meyakinkan hipotesis kita.

Page 35: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Langkah-langkah IR

1. Smelling a Story: Mengendus ketidakberesan.2. Menentukan Subyek: Seberapa besar

magnitude- nya bagi kepentingan umum & dukungan

atasan.3. Perencanaan: Didahului dengan diskusi, brainstorming, disusul dengan rencana

outline (rencana kerja, waktu, biaya & penetuan

narsum).4. Riset: Agar menguasai masalah saat terjun ke ‘medan perang.’5. Check, Double Check & Triple Check:

terhadap informasi & data yg diperoleh di lapangan. 6. Memulai Penulisan: yg otoritatif, manusiawi & enak dibaca.

Page 36: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002
Page 37: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Feature

Pada Mulanya adalah sebuah FEATURE :

Sesungguhnya Feature Radio itu dapat disebut saja sebagai Karya Jurnalistik-Artistik. Karena, di dalam Feature kita bisa memainkan unsur-unsur seni guna

memperkaya & sekaligus memperindah berita ke khalayak pendengar.

Cerita Feature adalah artikel yg kreatif, kadang-kadang subyektif, terutama dimaksudkan untuk

membuat senang & memberi informasi kepada pendengar tentang suatu peristiwa, keadaan atau aspek

kehidupan lainnya.

Page 38: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Unsur-unsur Feature

Kreativitas: Memungkinkan reporter ‘menciptakan’ sebuah cerita. Namun, tulisan harus tetap akurat, tidak

boleh fiktif. Subyektivitas: Beberapa feature ditulis dalam

bentuk “AKU”, sehingga memungkinkan reporter memasukkan emosi & pikirannya sendiri. Informatif: Memberikan informasi kepada

masyarakat mengenai situasi atau aspek kehidupan yg mungkin diabaikan dalam penulisan berita biasa.

Menghibur: Berita feature biasanya eksklusif. Ia memberikan variasi terhadap berita-berita rutin.

Awet: Berita hardnews mudah sekali “punah”, tapi feature bisa disimpan berhari, berminggu atau

bertahun-tahun.

Page 39: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Kisahkanlah Cerita itu!

Dalam menulis straight news yg diutamakan ialah pengaturan kata-kata, tapi dalam penulisan feature

kita dapat memakai teknik “mengisahkan sebuah cerita”. Sebab, itulah kunci perbedaan, antara

straight news & feature.

Penulis feature radio pada hakikatnya, seorang yg berkisah. Ia melukis gambar dengan kata-kata;

menghidupkan imajinasi pendengar & menarik pendengar agar larut ke dalam cerita -nya.

“Penulis feature radio tetap menggunakan Kaidah Penulisan Dasar Jurnalistik. Namun, bila ada aturan/

teori yg mengurangi kelincahannya, ia segera menerobos aturan itu.”

Page 40: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Kesalahan Fakta

Dalam menulis straight news yg diutamakan ialah pengaturan kata-kata, tapi dalam penulisan feature

kita dapat memakai teknik “mengisahkan sebuah cerita”. Sebab, itulah kunci perbedaan, antara

straight news & feature.

Penulis feature radio pada hakikatnya, seorang yg berkisah. Ia melukis gambar dengan kata-kata;

menghidupkan imajinasi pendengar & menarik pendengar agar larut ke dalam cerita -nya.

“Penulis feature radio tetap menggunakan kaidah penulisan Dasar Jurnalistik. Namun, bila ada aturan/ teori

yg mengurangi kelincahannya, ia segera menerobos aturan itu.”

Utk mengumpulkan informasi dg tepat, REPORTER hrs mengambil langkah-langkah pencegahan agar terhindar

dari kesalahan fakta:

1. Bila mewawancarai seseorang, tanyakan nama, umur, alamat & nomor teleponnya (Jika dari tangan kedua, harap kembali dicek). 2. Jangan sekali-kali beranggapan, Anda mengetahui semuanya. Hrs mengecek ulang informasi yg penting. 3. Bila tulisan Anda menyangkut materi yg rumit (istilah teknis), pastikan Anda sudah memahaminya! 4. Bila menggunakan statistik/ data matematis, REPORTER hrs mengecek angka-angka & menghitungnya.

Page 41: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Akurat, bung!

Penulis feature tentu membutuhkan imajinasi yg baik utk menjahit kata-kata menjadi cerita yg menarik. Namun, imajinasi itu tidak boleh mewarnai fakta-fakta

dalam ceritanya.

Cerita khayalan tidak boleh ada dalam penulisan feature.

Wartawan radio profesional tidak akan menipu pendengarnya, walau sedikit, karena ia sadar terhadap

etika & bahaya yg bakal mengancam. Sebab, etika menyebutkan: opini & fiksi tidak boleh ada!

Seorang wartawan hrs tahu: nama baiknya adalah TARUHAN bagi suksesnya!

Page 42: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Menangkap Kesalahan

Utk menangkap kesalahan penulisan, baik GAYA, maupun pemakaian KATA, hanya ada SATU cara: Baca & baca

lagi NASKAH itu!

Jangan MENGECEK ejaan/ kata pada saat menulis cerita, karena akan menghambat kelancaran kreativitas & juga

memakan waktu. Setelah cerita selesai, PELOTOTILAH kata demi kata seolah-olah “musuh” yg akan menyabot cerita Anda. Bila ada kata yg salah eja (contoh: mengubah jadi

merubah) atau salah pakai, tulislah. Bila ragu arti sebuah kata yg akan digunakan,

carilah sinonim -nya.

Page 43: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Menemukan Peg

Bayangkanlah sebuah tenda, dan bayangkan pula sebuah PASAK yg ditancap di tanah. PASAK inilah yg menahan &

memungkinkan tenda berdiri tegak.

Dalam terminologi jurnalistik, PASAK atau PELATUK ini disebut PEG.

Dalam makna sederhana PEG bisa diartikan sebagai perkara yg meletuskan peristiwa.

Contoh: Dalam peristiwa runtuhnya Menara kembar WTC

di New York, AS, PEG -nya adalah dua pesawat

Boeing 767 menabrakkan diri ke gedung tsb.

Page 44: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Mencari Ide

Dengan sedikit IMAJINASI, mencari IDE berita feature memang gampang. Bukalah mata ke arah hal-hal yg

menarik di sekitar Anda, maka Anda akan makin banyak menemukan bahan tulisan yg tidak ada habisnya.

Keuntungan terbesar bagi seorang reporter adalah ia ‘berhak’ mengetahui berbagai hal. Kebanyakan reporter mula-mula malu. Namun, setelah memegang notes &

microphone, rasa malu pudar demi utk memuaskan rasa ingin tahu -nya.

Peranan rasa ingin tahu sangat besar! Walau hanya secuil, rasa ini bisa menghasilkan feature yg bagus. Apalagi bila menyangkut manusia. Ingatlah adagium:

“Orang selalu tertarik pd orang.”

Page 45: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Menentukan Angle

Setelah menggenggam IDE feature, langkah selanjutnya adalah menentukan dari SEGI atau SUDUT mana yg

paling efektif utk melakukan penulisan. Inilah yg disebut dengan angle atau

story angle (segi cerita).

Reporter tidak mungkin menulis begitu banyak kejadian utk satu feature, sehingga ia harus menemukan angle yg paling baik utk menangkap perasaan & suasana

menyeluruh tentang peristiwa yg diliputnya.

Utk itu, ia harus mengambil jalan tengah: satu segi yg terlalu luas tidak mungkin ditulis dengan baik. Satu segi yg terlalu sempit bisa menyebabkan bahan yg menarik

lainnya tidak tertampung.

Page 46: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Menjahit Benang Cerita

Setelah angle cerita menemukan bentuknya, lantas amati & wawancarailah seseorang di sekitar kejadian sebagai “benang cerita” (Ambillah satu sampel saja,

agar feature lebih fokus! Biasanya utk feature singkat...).

Jika angle & benang cerita begitu kuat, maka PENDENGAR akan ‘terdorong’ utk mengikuti seluruh

cerita, karena ia telah merasa terpikat.

Pemakaian kutipan & anekdot (ungkapan-ungkapan/ peribahasa, dll) akan membuat PENDENGAR ditaburi

“mutiara” selama dalam perjalanan mengikuti cerita feature Anda.

Page 47: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Angle yang Tepat

“Sekali angle yg tepat dipakai, cerita biasanya akan mengalir dengan sendirinya.”

Utk menambah bekal mencari angle -yg menjadi hambatan terbesar bagi reporter- ada dua cara yg

sering dipakai:

1. Pakailah imajinasi & kekuatan pengamatan yg terlatih, utk melihat hal-hal menarik yg luput dari perhatian orang lain.

2. Perhatikan orang yg mempunyai pandangan yg berbeda atau unik utk mengamati suatu persoalan.

Page 48: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Mengail dengan Lead

Kunci Penulisan feature yg baik terletak pada paragraf pertama, yaitu lead. Mencoba menangkap minat

PENDENGAR tanpa lead yg baik, sama dengan mengail ikan tanpa umpan.

Lead untuk feature mempunyai dua tujuan utama:

1. Menarik pendengar untuk mengikuti cerita. 2. Membuat jalan (benang cerita) supaya alur cerita lancar.

Banyak pilihan lead; sebagian untuk menyentak pendengar, sebagian untuk menggelitik rasa ingin

tahu pendengar atau juga untuk mengaduk imajinasi pendengar.

Page 49: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Raih Lead di Lapangan

Pikirkanlah lead sejak masih di lapangan. Sebab, penentuan lead di lapangan akan sangat membantu

mengarahkan pengumpulan bahan.

Menentukan lead atau INTRO hanya mungkin setelah memastikan sudut berita (angle).

Lead yg ideal memuat semua komponen 5W + 1H ( 6 Unsur Berita ) sehingga pendengar akan mudah mengikuti feature Anda. Lead yg jitu pasti akan

memancing pendengar untuk terus mendengar, atau paling tidak sudah memuaskan rasa ingin tahu

pendengar.

Page 50: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Macam-macam Lead

1. Lead Ringkasan.2. Lead Bercerita.3. Lead Deskriptif.4. Lead Kutipan.5. Lead Pertanyaan.6. Lead Menuding Langsung.7. Lead Penggoda.8. Lead Nyentrik.9. Lead Gabungan.

Page 51: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Lead Ringkasan

Lead ini sama dengan yg dipakai dalam penulisan hardnews. Yg ditulis hanya inti ceritanya. Lead

Ringkasan sering dipakai bila reporter mempunyai persoalan yg kuat & menarik, yg akan laku dengan

sendirinya. Contoh:

# Ada orang ketiga di rumah tangga, kalau bukan bikin sewot istri, ya, bikin melotot suami.. (TEMPO, 1 Januari 1994, “Two in One Versi Tuban” ). # SLANK, grup band berbasis musik blues ini tak kalah dengan partai politik dalam hal pengumpulan massa.. (KOMPAS, 30 Sept. 2001, “Slank & Para Slankers” ).

Pendengar tahu, meski baru mendengar lead -nya saja.

Page 52: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Lead Bercerita

Lead ini amat digemari penulis fiksi. Utk feature radio, ia bisa menarik pendengar & membenamkannya.

Tekniknya: menciptakan suatu suasana & membiarkan pendengar menjadi tokoh utama, dengan membuat kekosongan yg kemudian secara mental akan diisi

pendengar. Ia dapat melarutkan pendengar. Ini biasa terdapat dalam skenario film-film yg baik. Contoh:

Tubuh-tubuh itu rubuh. Bergelimpangan, bangkit, namun segera tergeletak lagi. Mereka tak

menyerah, tapi terhempas lagi. Terjerembab dan bangkit berunglang itu bagian kecil dari Di Jalan Tua, karya penata tari Boi G. Sakti. (KOMPAS, 30

Sept. 2001, “Boi, Tari Tanah Gersang” ).

Page 53: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Lead Deskriptif

Lead deskriptif bisa menciptakan gambaran dalam pikiran pendengar tentang suatu tokoh atau tempat

kejadian. Lead ini menempatkan pendengar beberapa meter diluar, dlm posisi menonton, mendengar &

mencium baunya. Contoh:

Wajah Syaiful Rozi bin Kahar sama sekali tak mengesankan ia seorang bajak laut. Ia

berpembawaan halus, sopan dan ramah.. (TEMPO, 28 Agustus 1993, “Perompak yg Halus & Ramah” ).

Laksana tarian peri langit, asap membubung di atas Hotel Bali Beach yg membara terpanggang api.. (TEMPO, 30-1-1993, “Akhir Legenda & Sejumlah

Misteri Bali” ).

Page 54: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Lead Kutipan

Kutipan yg dalam & ringkas bisa membuat lead menarik, terutama bila yg dikutip orang yg terkenal.

Kutipan harus dapat memberikan tinjauan ke dalam watak si pembicara, disamping harus pula memusatkan

diri pada sifat cerita itu <korelasi>. Contoh:

“Tangkap hidup atau mati,” demikian ungkapan kemarahan Letnan Jenderal Banurusman. (TEMPO,

29 Januari 1994, “Hidup atau Mati: Gendut Dicari” ).

“Kalau tidak makan obat nyamuk kepala saya pusing,” sahut Ian sambil kremus-kremus. (KOMPAS, 30 Sept. 2001, “Ketagihan Makan Obat

Nyamuk” ).

Page 55: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Lead Pertanyaan

Lead ini efektif bila berhasil menantang pengetahuan atau rasa ingin tahu pendengar. Sering, lead ini dipakai

reporter yg tidak berhasil menemukan kata-kata yg imajinatif. Lead ini gampang ditulis, tapi jarang

membuahkan hasil terbaik. Meski demikian, tidak berarti lead pertanyaan lebih rendah mutunya daripada yg

lain. Contoh:

Punya Dosa apakah Plaza Atrium Senen? Tanda tanya itu spontan muncul dalam benak banyak

orang. (KOMPAS, 24 Sept. 2001, “Plaza Atrium Senen yang Merana” ).

Berapa gaji Presiden Soeharto sekarang? (TEMPO, 23 Januari 1993, “Presiden Naik, DPR Naik” ).

Page 56: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Lead Menuding Langsung

Bila reporter berkomunikasi langsung dengan pendengar, ini disebut lead menuding langsung. Ciri-cirinya:

ditemukannya kata “Anda” yg disisipkan pada paragraf pertama. Keuntungannya jelas, pendengar merasa

dilibatkan langsung dalam cerita. Contoh:

Bila Anda punya nama “kodian”, harap hati-hati. Salah-salah Anda kena cekal, tak boleh ke luar

negeri (TEMPO, 30 Januari 1993, “Gara-gara Nama Sama” ).

Bila harus memilih, diet atau penyakit jantung, tentu Anda akan memilih yg pertama (TEMPO, 5

Februari 1994, “Para Eksekutif, Kolesterol dan Jantung” ).

Page 57: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Lead Penggoda

Lead Penggoda adalah cara utk “mengelabui” pendengar dengan gaya bergurau. Tujuan utamanya: menggaet perhatian pendengar & menuntunnya supaya mendengarkan seluruh cerita. Lead jenis ini

biasanya pendek & ringan. Umumnya dipakai teka-teki. Biasanya hanya memberikan sedikit -atau sama sekali

tidak- tanda-tanda bagaimana cerita selanjutnya. Contoh:

Pendatang baru itu tampak misterius dan agak menakutkan. Namanya memang bagus, Chlamydia

pnuemoniae, tapi wataknya merepotkan para peneliti (TEMPO, 19 Februari 1994, “Chlamydia yang

Mempersulit Diagnosa” ).

Page 58: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Lead Nyentrik

Hijau sayuran. Putihlah susuNaik harga makanan. Ke langit biru

Reporter yg imajinatif -meskipun tidak puitis- bisa mencoba lead seperti ini pada saat menulis cerita

tentang kenaikan harga. Lead ini memikat & informatif. Lead ini paling ekstrem dalam bertingkah. Namun, kekurangajarannya bisa menggaet pendengar

bila diikuti dengan cerita yg lincah & hidup.

Lead nyentrik dpt juga hanya melukiskan suara bunyi-bunyian.

“Tak dududuktak. Duk.” (TEMPO, 5 Januari 1985, “Mereka Bergerak, Selebihnya Silahkan Lihat” ).

Page 59: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Lead Gabungan

Di surat kabar sering ditemukan lead hasil gabungan antara

dua atau tiga lead, dengan mengambil unsur terbaik dari masing-masing lead.

Contoh: lead kutipan sering digabungkan dengan lead deskriptif.

“Bukan salahku bahwa aku belum mati sekarang,” kata Fidel Castro dengan senyum lucu (TEMPO, 7

Mei 1994, “Castro, Revolusioner yang Belum Pensiun” ).

Lead penggoda bisa digabung dengan lead kutipan.

Page 60: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Tubuh Feature

Misalkan Anda sudah mempunyai lead yg hidup & menarik, maka problem berikutnya adalah menyusun tubuh feature agar bisa terus memikat pendengar

mengikuti cerita sampai akhir.

Banyak feature yg menganut teori “Piramida Terbalik”, tapi sebenarnya tidak ada patokan yg

tegas. Ini membuat penulisan feature lebih sulit dalam beberapa hal. Namun, memungkinkan kreativitas &

kecakapan.

Tubuh feature harus dapat menggambarkan secara lebih rinci & mendalam dari apa yg sudah disajikan

dalam lead -nya.

Page 61: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Teknik Penulisan

Penulis feature harus memakai teknik utk menjaga supaya semuanya (cerita feature -nya) berjalan lancar. Meskipun ada banyak teknik utk itu, setidaknya ada tiga

teknik yg pokok:

1. Spiral: setiap alinea (paragraf) menguraikan lebih terinci

persoalan yg disebut alinea sebelumnya.

2. Blok: bahan cerita disajikan dalam alinea-alinea yg terpisah, secara lengkap. Namun, bila terlalu panjang, potong saja menjadi beberapa bagian.

3. Mengikuti Tema: setiap alinea menggarisbawahi atau menegaskan lead-nya.

Page 62: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Petunjuk Dasar

Dalam menulis, harus mempergunakan cara yg paling menarik agar dapat menawan pendengar:

Alinea Pendek: paragraf yg panjang hanya akan membuat pendengar lelah & segan mengikuti cerita

feature Anda. Maka, potonglah paragraf yg kelihatan terlalu panjang!

Tulislah singkat & sederhana: Kalimat majemuk yg panjang kadang benar menurut tata bahasa, tapi sulit

dijadikan senjata utk berkomunikasi dengan pendengar. Tak jarang pendengar tersesat & bingung.

Namun, jangan terlalu fanatik pada kalimat pendek, sebab Anda hanya akan membuat pendengar

mengantuk. Fleksibel-lah!

Page 63: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Struktur Tiga Babak

Di dunia film, dikenal teori Struktur Tiga Babak dalam penulisan skenario. Struktur Tiga Babak harus

mementingkan keterikatan pendengar pada jalan cerita, tanpa membebaninya. Menurut Wells Root, “sebuah cerita yg baik ibarat sebuah sungai yg menyeret perahu sang protagonis ke sebuah air

terjun.” Proses dari munculnya sang protagonis hingga jatuh di air terjun itu, terbagi dalam 3 babak:

Babak I: Memperkenalkan tokoh dg segenap persoalannya.

Babak II: Menggasak sang tokoh dg krisis yg seolah-olah tak bisa diselesaikannya.

Babak III: Menyelesaikan masalah secara sukses atau tragis.

Page 64: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Bagan STB

Babak I Babak II Babak III (Pembukaan) (Tengah) (Penutup)

1. Perkenalkan - Intensifkan problem - Pecahkan karakter tokoh. sang tokoh dg masalah seperti 2. Hadapkan pada sejumlah dikehendaki problem/ krisis. komplikasi. pendengar, 3. Perkenalkan yakni selamat, antagonis -nya. - Point of Attack sukses, atau 4. Bangunlah (titik dimana sebaliknya, alternatif yg pendengar sdh hrs berakhir tragis. mengerikan. terseret dlm cerita).

Page 65: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Transisi

Setiap potong informasi sama halnya dg sebuah batu bata yg hrs digabung dg batu bata lain agar terbentuk bangunan cerita. Di antara sejumlah “batu bata” ada transisi alias “adukan semen” yg merekatkan batu

bata-batu bata itu menjadi cerita yg utuh.

Transisi bisa berwujud: satu kata, rangkaian kata, ataupun kalimat. Ia punya dua tugas:

1. Ia memberi tahu pendengar bahwa Anda pindah ke materi yg lain. 2. Ia meletakkan materi yg lain itu pada perspektif yg selayaknya.

Page 66: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Ekor Feature

Perbedaan mencolok antara hardnews dg feature adlh dari sisi penutup tulisan. Feature memerlukan

ending, sedangkan hardnews tidak.

Suatu feature memerlukan ending karena dua sebab:

1. Menghadapi feature hampir tak ada alasan utk terburu -buru. Reporter punya cukup waktu utk membaca naskah secara cermat & meringkasnya sesuai

dg ruangan yg tersedia.

2. Ending bukan muncul dengan tiba-tiba, tapi lazimnya merupakan hasil proses mulai dari lead

hingga tubuh feature yg mengalir dengan sendirinya!

Page 67: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Jenis Ending

Penutup Ringkasan: Bersifat ikhtisar, hanya mengikat ujung-ujung bagian cerita dg menunjuk kembali ke lead.

Penyengat: Kesimpulan yg tidak diduga-duga.

Klimaks: Mirip sastra tradisional. Biasanya utk cerita yg bersifat kronologis. Penulis berhenti jika cerita dianggap

sudah jelas.

Tak ada penyelesaian: Sengaja mengakhiri cerita sebelum tercapai klimaks & dengan pertanyaan yg belum terjawab. Penulis ingin membuat pendengar

bertanya-tanya atau membuat akhir cerita sesuai versi mereka.

Page 68: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002
Page 69: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Kiat Jitu = VITALITAS

Menjadi reporter yg baik bukan semata-mata karena cantik atau gantengnya, bukan keluwesan bergaul, bukan

juga rasa ingin tahu, bukan pengetahuan yg luas & dalam, melainkan ketekunan, kegigihan & VITALITAS.

“Mengerjakan yg biasa-biasa saja dengan cara yg luar biasa,” itulah VITALITAS.

James Reston, wartawan kakap dari New York Times mengatakan:

“Sedang-sedang pun kecerdasannya, asal vitalitasnya tinggi, seorang REPORTER akan bisa

jadi wartawan TOP.”

Page 70: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002
Page 71: Pelatihan Jurnalistik Radio Friedrich Naumann Stiftung Bima & Sumatera,  April - Juni 2002

Daftar Pustaka 1. Adam, Dr. Rainer; dkk, Politik dan Radio, FNSt, Jakarta, 2000. 2. Mc Leish, Robert, Radio Production: A Manual for Broadcasters, Great Britain by Bath Press, London, 1994. 3. Mohamad, Goenawan; dkk, Seandainya Saya Wartawan TEMPO, ISAI, Jakarta, 1997. 4. Stein, ML, Bagaimana Menjadi Wartawan, Rineka Cipta, Jkt, 1993. 5. Swantoro, P; GM Sudarta, Membuka Cakrawala: 25 Tahun Indonesia & Dunia dalam Tajuk KOMPAS, Gramedia, Jakarta, 1990. 6. BBC Radio London, Radio Guild Handbook: Radio and Print Journalism & Communication Skills, BBC Corporate Management Training, London, 1998. 7. Wahyudi, JB, Dasar-dasar Manajemen Penyiaran, Gramedia, Jakarta, 1994. 8. Simbolon, Parakitri; dkk, Vademekum Wartawan, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 1997. 9. Hae, Nur Zain; dkk, 10 Pelajaran untuk Wartawan, LPDS, Jkt, 2000. 10. Ajidarma, Seno Gumira, Layar Kata, Bentang Budaya, Yogya, 2000. 11. Randall, David, The Universal Journalist, Pluto Press, Chicago, 1996. 12. Jonathans, Errol, Jurnalisme Radio, FNSt, Jakarta, 1999.