pelajaran sosiologi
DESCRIPTION
Sedikit pengetahuan tentang ilmu sosiologiTRANSCRIPT
Makalah
“Masalah Sosial Sebagai Hambatan Peningkatan Kesejahteraan (Kasus
Penyalahgunaan Obat) dan Upaya Pemecahannya”
DISUSUN OLEH :
Mata Kuliah : Sosiologi dan Politik
Dosen : Muhammad Burhan Amin
Topik Tugas : Masalah Sosial Sebagai Inspirasi Perubahan (Kasus Kemiskinan)
dan Upaya Pemecahannya
Kelas : 1EB17
Dateline Tugas : 20 Maret 2010
Tanggal Penyerahan Tugas : 20 Maret 2010
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa seluruh pekerjaan dalam tugas ini saya buat
sendiri tanpa meniru atau mengutip dari tim/pihak lain.
Apabila terbukti tidak benar, saya siap menerima konsekuensi untuk mendapat
nilai1/100 untuk mata kuliah ini.
Penyusun
NPM Nama Lengkap Tanda Tangan
21209541 Vania Putri Rahmanto
Program Sarjana Akuntansi
UNIVERSITAS GUNADARMA
TAHUN PEMBELAJARAN 2009/2010
Jl. KH Noer Ali, Kalimalang Bekasi
Telepon : (021) 88860117
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, Karena berkat Taufik dan
Hidayah – Nya, penulis dapat menyusun Makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih terdapat kekurangan, namun demikian
penulis berharap makalah ini dapat menjadi bahan rujukan dan semoga dapat
menambah pengetahuan mahasiswa–mahasiswi Universitas Gunadarma tentang
Kasus Penyalahgunaan Obat.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan makalah ini terutama kepada Bpk. Muhammad
Burhan Amin selaku Dosen mata kuliah Sosiologi dan Politik. Makalah “Masalah
Sosial Sebagai Hambatan Peningkatan Kesejahteraan (Kasus Penyalahgunaan
Obat) dan Upaya Pemecahannya” ini dibuat guna melaksanakan tugas mata kuliah
softskill (Sosiologi dan Politik) pada ATA 2009/2010.
Dengan segala hormat penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak untuk penyempurnaan makalah ini
Bekasi, Maret 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………… i
Daftar isi…………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Intensitas dan Kompleksitas Masalah……………………. 1
1.2 Latar Belakang Masalah………………………………….. 3
1.3 Rumusan Masalah………………………………………… 5
1.4 Batasan Masalah………………………………………….. 5
1.5 Tujuan Penulisan………………………………………….. 5
1.6 Metode Penulisan…………………………………………. 6
1.7 Manfaat Penulisan………………………………………… 6
BAB II PENANGANAN MASALAH BERBASIS MASYARAKAT
2.1 Mengembangkan Sistem Sosial yang Responsif………….. 7
2.2 Pemanfaatan Modal Sosial………………………………… 16
2.3 Pemanfaatan Institusi Sosial………………………………. 23
2.4 Optimalisasi Kontribusi dalam Pelayanan Sosial………….. 29
2.5 Kerjasama dan Jaringan …………………………………… 32
BAB III METODE PENULISAN
3.1 Metode Secara Umum…………………………………….. 36
3.2 Metode Secara Khusus……………………………………. 36
BAB IV UPAYA PENANGANAN MASALAH………………. 37
PENYALAHGUNAAN OBAT
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan…………………………………………………. 40
5.2 Saran…………………………………………………………. 41
Daftar Pustaka………………………………………………………. 43
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Intensitas dan Kompleksitas Masalah
Dalam hal penggunaan obat sehari-hari, terdapat istilah penyalahgunaan obat
(drug abuse) dan penggunasalahan obat (drug misuse). Istilah penyalahgunaan
obat merujuk pada keadaan di mana obat digunakan secara berlebihan tanpa
tujuan medis atau indikasi tertentu. Sedangkan, istilah pengguna-salahan obat
adalah merujuk pada penggunaan obat secara tidak tepat, yang biasanya
disebabkan karena pengguna memang tidak tahu bagaimana penggunaan obat
yang benar. Pada tulisan ini hanya akan dikaji mengenai penyalahgunaan obat
(drug abuse) saja.
Penyalahgunaan obat terjadi secara luas di berbagai belahan dunia. Obat yang
disalahgunakan bukan saja semacam cocain, atau heroin, namun juga obat-obat
yang biasa diresepkan. Penyalahgunaan obat ini terkait erat dengan masalah
toleransi, adiksi atau ketagihan, yang selanjutnya bisa berkembang menjadi
ketergantungan obat (drug dependence). Pengguna umumnya sadar bahwa mereka
melakukan kesalahan, namun mereka sudah tidak dapat menghindarkan diri lagi.
Di Amerika, penyalahgunaan obat-obat yang diresepkan meningkat cukup tajam
dalam dua dekade terakhir, dan hanya sedikit di bawah mariyuana, suatu senyawa
yang paling banyak disalahgunakan di sana. Data dari sebuah lembaga farmasi di
sana menyatakan bahwa sedikitnya 50 juta orang Amerika pernah menggunakan
sedikitnya satu jenis obat psikotropika, dan 7 juta orang yang berusia di atas 12
tahun menggunakan obat-obat ini bukan untuk tujuan medis. Hal ini diduga tidak
akan berbeda jauh dengan di Indonesia, di mana penyalahgunaan obat-obat
psikotropika dan obat-obat lainnya meningkat dengan tajam.
v Obat-obat yang sering disalahgunakan
Ada tiga golongan obat yang paling sering disalah-gunakan, yaitu :
- golongan analgesik opiat/narkotik, contohnya adalah codein, oxycodon, morfin
- golongan depressan sistem saraf pusat untuk mengatasi kecemasan dan
gangguan tidur, contohnya barbiturat (luminal) dan golongan benzodiazepin
(diazepam/valium, klordiazepoksid, klonazepam, alprazolam, dll)
- golongan stimulan sistem saraf pusat, contohnya dekstroamfetamin,
amfetamin, dll.
Obat-obat ini bekerja pada sistem saraf, dan umumnya menyebabkan
ketergantungan atau kecanduan. Selain itu, ada pula golongan obat lain yang
digunakan dengan memanfaatkan efek sampingnya, bukan berdasarkan indikasi
yang resmi dituliskan. Beberapa contoh diantaranya adalah :
Penggunaan misoprostol, suatu analog prostaglandin untuk mencegah
tukak peptik/gangguan lambung, sering dipakai untuk menggugurkan
kandungan karena bersifat memicu kontraksi rahim.
Penggunaan Profilas (ketotifen), suatu anti histamin yang diindikasikan
untuk profilaksis asma, sering diresepkan untuk meningkatkan nafsu
makan anak-anak
Penggunaan Somadryl untuk “obat kuat” bagi wanita pekerja seks
komersial untuk mendukung pekerjaannya. Obat ini berisi carisoprodol,
suatu muscle relaxant, yang digunakan untuk melemaskan ketegangan
otot. Laporan menarik ini datang dari Denpasar dari seorang sejawat.
Menurut informasi, dokter kerap meresepkan Somadryl, dan yang
menebusnya di apotek adalah “germo”nya, dan ditujukan untuk para PSK
agar lebih kuat “bekerja”
Dll.
1.2 Latar Belakang Masalah
1.2.1 Penyebab seseorang melakukan penyalahgunaan obat
Ada tiga kemungkinan seorang memulai penyalahgunaan obat.
1. Seseorang awalnya memang sakit, misalnya nyeri kronis, kecemasan,
insomnia, dll, yang memang membutuhkan obat, dan mereka mendapatkan
obat secara legal dengan resep dokter. Namun selanjutnya, obat-obat
tersebut menyebabkan toleransi, di mana pasien memerlukan dosis yang
semakin meningkat untuk mendapatkan efek yang sama. Merekapun
kemudian akan meningkatkan penggunaannya, mungkin tanpa
berkonsultasi dengan dokter. Selanjutnya, mereka akan mengalami gejala
putus obat jika pengobatan dihentikan, mereka akan menjadi kecanduan
atau ketergantungan terhadap obat tersebut, sehingga mereka berusaha
untuk memperoleh obat-obat tersebut dengan segala cara.
2. Seseorang memulai penyalahgunaan obat memang untuk tujuan
rekreasional. Artinya, sejak awal penggunaan obat memang tanpa tujuan
medis yang jelas, hanya untuk memperoleh efek-efek menyenangkan yang
mungkin dapat diperoleh dari obat tersebut. Kejadian ini umumnya erat
kaitannya dengan penyalahgunaan substance yang lain, termasuk yang
bukan obat diresepkan, seperti kokain, heroin, ecstassy, alkohol, dll.
3. Seseorang menyalahgunakan obat dengan memanfaatkan efek samping
seperti yang telah disebutkan di atas. Bisa jadi penggunanya sendiri tidak
tahu, hanya mengikuti saja apa yang diresepkan dokter. Obatnya bukan
obat-obat yang dapat menyebabkan toleransi dan ketagihan.
Penggunaannya juga mungkin tidak dalam jangka waktu lama yang
menyebabkan ketergantungan.
1.2.2 Penyebab Penyalahgunaan Narkotika
Kenyataan menunjukkan bahwa penyalahgunaan narkotika tidak saja terbatas
pada kaum remaja tetapi juga orang-orang dewasa dan lanjut usia.
Seorang psykhiater terkenal Dr. Graham Blaine, menyebutkan bahwa terdapat
banyak alasan / latar belakang pengguna narkotik yang dapat menjadi kebiasaan
yang menonjol ialah :
a. Dikalangan remaja
Untuk membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan – tindakan
berbahaya seperti : ngebut, berkelahi, bergaul dengan wanita dsb.
Untuk menentang atau melawan suatu otoritas (orang tua / guru).
Untuk mempermudah penyaluran dan perbuatan sex menyimpang.
Untuk melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh pengalaman –
pengalaman emosional.
Untuk berusaha agar menemukan arti dari hidup di dunia ini.
Untuk mengisi kekosongan dan perasaan bosan karena karena tidak
mempunyai aktifitas yang cukup dan positif.
Untuk menghilangkan ras frustasi dn kegelisahan yang disebabkan adanya
problematika kehidupan yang tidak kunjung dapat teratasi.
Untuk mengikuti kemauan teman dan memupuk rasa solidaritas
sesama kawan, Karena didorong rasa ingin tahu lalu melakukannya secara iseng
(tindakan petualangan).
b.Di kalangan orang dewasa
1.Penyakit Kronis
Pengidap penyakit atau gangguan jasmaniah yang kronis sehingga membutuhkan
obat-obatan yang dapat untuk sementara menghilangkan rasa sakit atau nyeri yang
dideritanya.
2. Kebiasaan
Selain hal di atas, tidak sedikit orang dewasa yang mengkonsumsi obat bius
karena suatu kebiasaan (habitual). Mula-mula mungkin karena sakit. Tetapi
setelah penyakitnya sembuh, ia tetap mengkonsumsi obat dengan alasan agar
penyakitnya tidak kambuh lagi atau ia merasa tidak enak badan jika pemakaian
obat itu dihentikan.
3.Frustasi
Orang yang merasa tidak sangup mengatasi problem berat yang sedang dialami
dapat terjerumus pada pilihan membius diri dengan bahan narkotik sebagai
pelarian.
4. Doping dikalangan olah ragawan
Terdapat usaha untuk meningkatkan prestasi di kalangan olahragawan dengan
cara menrangsang perkembangan otot dengan mempergunakan obat-obatan
stimulants.
3.1 Rumusan Masalah
- Apa faktor penyebab kasus penyalahgunaan obat ?
- Bagaimana upaya penanggulangan narkoba ?
- Mengapa narkoba masih menjadi masalah berkelanjutan di Indonesia?
- Bagaimana penanganan masalah berbasis masyarakat (kasus
penyalahgunaan obat<narkoba>)?
- Apa saja organisasi yang terlibat dalam penanganan narkoba ?
- Bentuk kerjasama dan jaringan seperti apa untuk menanggulangi
penyalahgunaan narkoba ?
- Bagaimana wujud optimalisasi kontribusi dalam pelayanan sosial (kasus
penyalahgunaan obat <narkoba>)?
3.2 Batasan Masalah
Dari sekian ulasan masalah yang telah penulis uraikan dalam rumusan masalah
bahwa masalah penyalahgunaan obat masih menjadi masalah berkelanjutan di
Indonesia. Penulis akan membatasi masalah yang berkaitan dengan judul makalah
yaitu “Masalah Narkoba”
3.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk melatih keterampilan, kecermatan,
ketelitian dan kerja sama kita dalam memecahkan suatu masalah sosial yaitu
penyalahgunaan obat yang berkaitan dengan ilmu sosiologi politik dan guna
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah sosiologi politik yaitu
Bapak Muhammad Burhan Amin. Selain itu, penulisan ini juga bertujuan untuk
melatih softskill kita dalam memperhatikan masalah sosial yang terjadi di
masyarakat. Makalah ini juga dapat memberikan manfaat, yaitu untuk menambah
pengetahuan kita mengenai ilmu sosiologi politik khususnya tentang masalah
sosial (kasus penyalahgunaan obat), sehingga kita dapat mengetahui mengapa
penyalahgunaan obat, seperti narkoba bisa menjadi masalah sosial umumnya di
Indonesia.
3.4 Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam makalah ini yaitu dengan browsing di
internet dan dengan melalui metode penjelasan dari dosen sosiologi politik.
3.5 Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan mengkaji masalah
penyalahgunaan obat di Indonesia dengan segala kompleksitasnya dengan
berbagai pendekatan.
BAB II
Penanganan Masalah Berbasis Masyarakat
2.1 Mengembangkan sistem sosial yang responsif
v Pendekatan penanganan penyalahgunaan Narkoba
Kondisi yang diharapkan yaitu terjadinya upaya penanggulangan penyalahgunaan
Narkoba di Indonesia secara komprehensif. Adapun yang dimaksud dengan
holistik dalam makalah ini adalah dilakukan secara menyeluruh dan terpadu
dengan menggunakan pendekatan sistem (antara yang satu dengan yang lainnya
saling berhubungan dan saling terkait). Keterpaduan dan keterkaitan disini
mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Subyek atau pelaksana
Subyek atau pelaku yang bertanggung jawab dalam setiap upaya penanggulangan
penyalahguaan Narkoba ini tidak hanya monopoli Polri saja tetapi juga
merupakan tugas dan tanggung jawab serta peran dari instansi lain terkait serta
peran serta LSM, tokoh masyarakat, tokoh agama dan masyarakat umum lainnya
secara keseluruhan untuk aktif bersama-sama secara terpadu melakukan upaya
penanggulangan terha-dap penyalahgunaan Narkoba. Khusus keterpaduan antar
instansi Pemerintah terkait dapat terwadahi dengan terbentuk dan berperannya
Badan Narkotika Nasional (BNN) secara optimal sesuai dengan ketentuan
Keppres RI No. 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional.
2. Obyek atau sasaran
Adalah siapa dan apa yang akan dilakukan intervensi atau yang menjadi target
sasaran dalam pemberantasan atau penanggulangan penyalahgunaan Narkoba ini.
Sasaran disini dapat berupa :
1) Orang, seperti pengedar atau bandar, pengguna atau korban, masyarakat
rentan dan masyarakat umum lainnya.
2) Tempat, seperti lahan cultivasi atau penanaman, laboratorium atau tempat
proses produksi dan tempat penyimpanan.
3) Jalur distribusi (darat, laut dan udara) atau trafficking.
3. Metode atau cara bertindak
Adalah setiap upaya yang dilakukan dalam penanggulangan penyalahgunaan
Narkoba secara holistic dan realistik yaitu melalui pendekatan yang dikenal
dengan istilah Harm Minimisation, yang secara garis besar terdiri dari kegiatan-
kegiatan sebagai berikut :
1) Supply Control
Adalah setiap upaya yang dilakukan untuk menekan atau menurunkan seminimal
mungkin ketersediaan Narkoba di pasar gelap atau ditengah-tengah masyarakat.
Kegiatan yang dilakukan dapat secara pre-emtif, preventif dan represif seperti:
a)Pengawasan cultivasi/penanaman Narkoba ilegal
b) Pengawasan masuknya bahan-bahan prekusor dari luar negeri
c) Pencegahan terhadap upaya penyelundupan
d) Razia atau opeasi kepolisian untuk mencegah peredaran Narkoba dalam
masyarakat
e) Penindakan terhadap laboratorium gelap
f) Penindakan terhadap pelaku penanaman, pengedar, bandar
g) Penindakan terhadap pengguna dan penyalahguna yang lain
2) Demand Reduction
Adalah setiap upaya yang dilakukan guna menekan atau menurunkan permintaan
pasar atau dengan kata lain untuk mening-katkan ketahanan masyarakat sehingga
memiliki daya tangkal un-tuk menolak keberadaan Narkoba. Kegiatan yang
dilakukan dapat secara pre-emtif dan preventif seperti :
a) Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) baik secara langsung, brosur, iklan,
bill board atau melalui media cetak dan media elektronik kepada masyarakat.
b) Penyuluhan kepada masyarakat (keluarga, sekolah dan kelompok masyarakat
lainnya)
c) Sarasehan, anjangsana
d) Promosi kesehatan secara umum
e) Seminar/diskusi
f) Dialog interaktif di radio/TV
g) Pembatasan dan pengawasan ijin diskotik, pub, karaoke dan tempat hiburan
lain yang sering dijadikan sebagai tempat penyalahgunaan Narkoba.
3) Harm Reduction
Adalah setiap upaya yang dilakukan terhadap pengguna atau korban dengan
maksud untuk menekan atau menurunkan dampak yang lebih buruk akibat
penggunaan dan ketergantungan terhadap Narkoba. Konsep Harm Reduction ini
didasarkan pada kesadaran pragmatis pada realita bahwa penyalahgunaan
Narkoba tidak bisa dihapuskan dalam waktu singkat, sehingga harus ada upaya-
upaya untuk meminimalkan bahaya dan kerugian yang diakibatkan oleh
penggunaan Narkoba tersebut. Kegiatan yang dilakukan dapat secara preventif,
kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif, seperti :
a) Memberikan terapi dan pengobatan medis agar pengguna/ korban tersebut
dapat lepas dari keracunan, overdosis dan terbebas dari penyakit fisik lainnya.
b) Memberikan rehabilitasi agar pengguna tersebut dapat lepas dari
ketergantungan dan dapat hidup produktif kembali dalam masyarakat.
c) Memberikan konseling guna mencegah kekambuhan dan mencegah penularan
penyakit berbahaya lain sebagai dam-pak dari perilaku negatif penyalahgunaan
Narkoba, seperti penularan HIV/AIDS, Hepatitis C, penyakit kulit dan kela-min
dan lain-lain.
v Peran Instansi dan kelompok lain
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa dalam penanggulangan pe-
nyalahgunaan Narkoba secara komprehensif perlu kebersamaan, keterpaduan dan
keterkaitan antara satu institusi dengan yang lain guna mencapai hasil yang
optimal. Keterpaduan disini juga berlaku terhadap semua fungsi dalam lingkungan
internal Polri, dengan instansi Pemerintah terkait dan dengan kelompok
masyarakat lainnya. Dengan demikian diperlukan adanya persamaan persepsi, visi
dan misi sehingga dapat terjadi pembagian tugas, peran dan fungsi sesuai
kapasitas dan otoritas masing-masing. Koordinasi dan keter-paduan antar instansi
Pemerintah dapat dimotori oleh BNN sedang kelompok masyarakat seperti tokoh
agama, tokoh masyarakat, LSM dan kelompok masyarakat lain dapat berperan
sebagai mitra. Adapun secara garis besar yang menjadi tugas, fungsi dan peranan
masing-masing instansi atau kelompok masyarakat tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut :
4. Pemerintah/Pemerintah Daerah
1) Menyediakan sarana dan fasilitas secara umum
2) Penyediaan anggaran melalui APBN/APBD
3) Bersama Legeslatif menerbitkan peraturan perundang-undangan yang dapat
memayungi palaksanaan penanggulangan penyalahgu-naan Narkoba.
4) Sebagai fasilitor dan koordinator dalam setiap perumusan visi, misi dan
strategi bersama.
5. Polri
1) Bersama instansi dan kelompok lain melakukan kegiatan pre-emtif seperti
Komunikasi, Informasi dan Edukasi serta penyuluhan ke-pada masyarakat.
2) Melakukan kegiatan preventif seperti razia atau operasi kepolisian dengan
sasaran orang dan atau tempat-tempat yang dicurigai.
3) Melakukan kegiatan represif yaitu penindakan terhadap penyalah-guna
(pengedar dan pengguna) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4) Bersama instansi terkait dan kelompok masyarakat lainnya melakukan
kegiatan kuratif seperti pengobatan terhadap pengguna atau korban dan juga
melakukan kegiatan rehabilitatif yaitu membebas-kan pengguna dari
ketergantungan.
6. Departemen Kesehatan/Dinas Kesehatan
1) Melakukan kegiatan kuratif dengan pembentukan Rumah Sakit
Ketergantungan Obat dan sarana kesehatan lainnya.
2) Bersama instansi lain melakukan kegiatan pre-emtif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif.
3) Pencegahan dan pemberantasan penyakit seksual, HIV/AIDS, Hepatitis C dan
lain-lain.
4) Penyiapan tenaga kesehatan seperti dokter, paramedis dan tenaga non medis
lain yang diperlukan.
7. Badan/Balai Pengawasan Obat dan Makanan
1) Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap penggunaan atau
pemanfaatan Narkotika, Psikotropika dan prekursor oleh para importir, industri
farmasi/ industri kimia dan laboratorium peng-guna.
2) Melakukan pencatatan, pengawasan dan audit terhadap semua instansi yang
menggunakan Narkotika, Psikotropika dan precursor dalam menjalankan
usahanya, seperti laboratorium kimia, industri farmasi dan distributor.
3) Meningkatkan kemampuan uji laboratorium dan SDM sebagai saksi ahli
dalam peradilan kasus Narkoba jika dibutuhkan.
8. Imigrasi
1) Kerja sama dengan instansi lain seperti Deplu/Kedutaan dalam melakukan
seleksi terhadap pemberian visa kunjungan ke Indonesia terutama bagi mereka
yang berasal dari negara berisiko seperti Pakistan, Afganistan, Thailand dan lain-
lain.
2) Koordinasi dengan instansi lain seperti Polri dalam melakukan pengawasan
terhadap orang-orang asing yang masuk dan telah berada di Indonesia khususnya
mereka yang sering melakukan penyalahgunaan Narkoba seperti Black African
dan lain-lain.
9. Bea dan Cukai
1) Mencegah keluar masuknya Narkoba atau prekursor dari luar negeri melalui
pintu-pintu masuk Pabean.
2) Bersama instansi lain melakukan pengawasan dan pemeriksaan fisik secara
selektif terhadap sarana pengangkut yang memuat Narkoba atau prekursor, seperti
kapal laut dan pesawat udara.
3) Melakukan pencegahan dengan melakukan pemeriksaan fisik terhadap orang
sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangannya.
4) Pertukaran informasi dengan aparat kepabeanan negara lain.
10. Departemen/Dinas Pertanian
1) Melakukan pengawasan terhadap lahan-lahan yang dijadikan sebagai tempat
kultivasi atau penanaman Narkoba.
2) Meningkatkan tingkat kesuburan lahan pertanian sehingga dapat ditanami
tanaman yang bermanfaat dan legal.
11. Kementrian Informasi/Dinas Penerangan
1) Dengan media massa baik cetak maupun elektronik menyajikan pemberitaan
dan informasi tentang Narkoba yang proporsional dan kondusif yang dapat
memberikan edukasi kepada masyarakat.
2) Menghindari pemberitaan yang bersifat provokatif dan destruktif sehingga
dapat menambah keresahan dan ketidakpercayaan masyarakat kepada aparat
Pemerintah.
12. Departemen/Dinas Sosial
1) Melakukan pembinaan terhadap kelompok rentan seperti masya-rakat miskin,
pengemis dan gelandangan yang ada di jalan-jalan agar tidak terpengaruh
Narkoba.
2) Bersama instansi lain melakukan konseling dan rehabilitasi terha-dap
kelompok pengguna yang ketergantungan.
3) Bersama instansi lain menyiapkan Panti Rehabilitasi guna membe-baskan
pengguna dari ketergantungan sehingga dapat hidup produktif kembali dalam
masyarakat.
13. Kejaksaan
1) Melakukan penuntutan secara proporsional, profesional, tegas dan konsisten,
terhadap kasus Narkoba.
2) Koordinasi dengan instansi lain khususnya Polri dalam penyusunan proses
penuntutan/ dakwaan kasus Narkoba.
14. Pengadilan
1) Mengadili terdakwa dan memberikan hukuman yang tegas, kon-sisten dan
adil sehingga dapat menimbulkan efek jera, khususnya bagi mereka yang
tergolong sebagai pengedar dan produsen.
2) Setiap keputusan perlu mempertimbangkan beberapa aspek terma-suk aspek
hukum, fisiologis/medis, psikologis, sosiologis dan HAM.
15. Lembaga Pemasyarakatan
1) Memisahkan tempat atau lokasi penjara untuk narapidana Narkoba khususnya
bagi mereka yang tergolong sebagai pengguna dengan narapidana lainnya.
2) Koordinasi dengan instansi lain untuk pembinaan dan atau pengo-batan serta
rehabilitasi terhadap narapidana Narkoba.
m. Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM )
v Pemberdayaan masyarakat bebas narkoba
Pemberdayaan masyarakat (agar bebas narkoba) perlu dilakukan secara
komprehensif dan menyeluruh, meliputi aspek ekonomi, sosial-budaya, politik,
spiritual, dan keamanan.
Pembangunan ekonomi nasional secara makro dan mikro, termasuk
pemberantasan kemiskinan, pengangguran, penciptaan lapangan kerja,
peningkatan pendapatan dan daya beli rakyat untuk mewujudkan kemakmuran,
kesejahteraan, serta keadilan sosial. Perlu dijaga pula, penciptaan dan
pemeliharaan keamanan, ketertiban dan stabilitas sosial, ekonomi dan politik,
serta tegaknya hukum. Dengan asumsi, masyarakat yang makmur, sejahtera,
berkeadilan, dan stabil akan mempunyai ketahanan terhadap ancaman bahaya
narkoba, tindak kejahatan dan permasalahan sosial lainnya, dan memiliki
keberdayaan memeranginya.
Secara empirik, memang ada hubungan kuat antara permasalahan sosial seperti
kemiskinan, pengangguran, instabilitas sosial, ekonomi, dan politik, korupsi,
pengangguran, kekumuhan, kenakalan, dan kriminalitas dengan penyalahgunaan
dan perdagangan gelap narkoba.
Peningkatan pendidikan termasuk pendidikan keterampilan kerja sebagai upaya
peningkatan dan pengembangan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang
meliputi kualitas intelektual, emosional, spiritual, dan sosial melalui peningkatan
anggaran biaya pendidikan. Perbaikan kualitas sarana-prasarana dan k u a l i t a s
SDM serta penyediaan pendidikan gratis bagi warga yang tidak beruntung
dibarengi dengan penyediaan lapangan kerja bagi para lulusan pendidikan
merupakan strategi ampuh pemberdayaan masyarakat untuk bebas narkoba.
Ketekunan dan kerja keras anak-anak, remaja, dan pemuda dalam meniti
pendidikannya dengan harapan masa depan yang jelas akan mengurangi peluang
mereka untuk terjerumus ke penyalahgunaan narkoba.
Keberagamaan dan modal sosial meliputi kelembagaan, nilai-nilai, dan
normanorma keagamaan dan budaya lokal, termasuk nilai-nilai keimanan dan
nilainilai luhur warisan para leluhur perlu dikuatkan. Sikap itu membuat
masyarakat menghargai hidup dan kehidupan, menghormati orang tua,
menghargai diri, menghindari perbuatan yang merugikan diri sendiri dan atau
orang lain dan masyarakat, saling berbagi perhatian dan kepedulian, empati dan
kasih sayang terhadap sesama. Hidup hemat, kejujuran, kerja keras dan
sebagainya merupakan strategi tidak langsung dalam upaya pemberdayaan
masyarakat untuk mencegah dan memerangi serta membangun ketahanan
terhadap bahaya narkoba.
Pendidikan dan pelatihan menjadi orang tua yang baik dalam rangka membangun
keluarga yang harmonis, bahagia, sejahtera, saling menghargai, menyayangi dan
mencintai di antara para anggotanya. Kondisi itu mendorong setiap anggota
keluarga memahami dan menjalankan perannya sesuai dengan kaidah, nilai dan
norma agama, moral, dan sosial merupakan strategi pemberdayaan keluarga dalam
memberdayakan masyarakat.
Keluarga yang harmonis, penuh kasih sayang, saling perhatian, saling
menghargai, taat norma, sejahtera, dan bahagia merupakan benteng utama
menghadapi bahaya narkoba.
Pembangunan keluarga sejahtera yang berkualitas juga mencakup pengembangan
peran model (role model) dan peran keteladanan orang tua, baik di dalam keluarga
maupun di luar.
Pemberdayaan remaja dan pemuda agar mampu mengatakan tidak terhadap
narkoba, mampu menjaga diri, kelompok dan lingkungannya agar bebas narkoba
merupakan bagian penting lainnya dari upaya pemberdayaan masyarakat.
Bukankah remaja dan pemuda merupakan generasi penerus bangsa, dan pada
waktu bersamaan, mereka merupakan kelompok yang paling rentan terhadap
penyalahgunaan narkoba? Caranya bukan hanya melalui penyuluhan dan
pendidikan pencegahan penyalahgunaan narkoba, melainkan juga melalui upaya
dan kegiatan penguatan ketahanan remaja melalui pengisian waktu luang remaja.
Arahkan remaja agar bergiat dalam aktivitas di bidang kesenian, olahraga, out
bound, keagamaan, sosial-kemanusiaan, kerelawanan, hobi, dan masih banyak
lagi.
Penegakan hukum yang tegas, efektif, konsisten, konsekuen, dan adil oleh jajaran
penegak hukum yang bersih, berpegang teguh pada kebenaran, kejujuran, dan
keadilan, serta mengayomi masyarakat memberikan perlindungan terhadap saksi
pelapor. Situasi itu merupakan faktor penangkal dan pencegah dan bagian dari
pemberdayaan masyarakat secara tidak langsung.
Maka, dalam memerangi bahaya narkoba, perlu digunakan strategi pemberdayaan
masyarakat untuk melawan penyalahgunaan dan perdagangan gelap narkoba.
Strategi pemberdayaan masyarakat dalam memerangi bahaya narkoba perlu
dilakukan secara komprehensif dan menyeluruh, mencakup semua aspek
kehidupan dan penghidupan, baik politik, ekonomi, sosial-budaya, keamanan,
maupun penegakan hukum.
Baik langsung maupun tidak langsung, pemerintah, bersama-sama dengan LSM,
masyarakat, dan dunia usaha akan mampu menahan laju pertumbuhan
penyalahguna narkoba dan peredarannya.
Pancasila sebagai way of life bangsa Indonesia merupakan asas dasar dan
landasan utama dalam pemberdayaan masyarakat, termasuk memerangi bahaya
narkoba.
Pemahaman, penghayatan, dan pengamalan Pancasila merupakan keberdayaan
masyarakat untuk melawan bahaya narkoba.
Sasaran pemberdayaan masyarakat dalam memerangi bahaya narkoba dapat
diarahkan secara langsung kepada keluarga, orang tua, kelompok masyarakat,
remaja, dan pemuda.
Pemberdayaan secara tidak langsung melalui pembangunan ekonomi, peningkatan
kesejahteraan, penciptaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta
peningkatan budaya dan penegakan hukum pasti akan membebas masyarakat dari
bahaya narkoba.
2.2 Pemanfaatan Modal sosial
Modal sosial adalah suatu konsep dengan berbagai definisi yang saling terkait,
yang didasarkan pada nilai jaringan sosial. Sejak konsepnya dicetuskan, istilah
“modal sosial” telah digambarkan sebagai “sesuatu yang sangat manjur” [Portes,
1998:1] bagi semua masalah yang menimpa komunitas dan masyarakat di masa
kini.
Sementara berbagai aspek dari konsep ini telah dibahas oleh semua bidang ilmu
sosial, sebagian menelusuri penggunaannya di masa modern kepada Jane Jacobs
pada tahun 1960-an. Namun ia tidak secara eksplisit menjelaskan istilah modal
sosial melainkan menggunakannya dalam sebuah artikel dengan rujukan kepada
nilai jaringan. Uraian mendalam yang pertama kali dikemukakan tentang istilah
ini dilakukan oleh Pierre Bourdieu pada 1972 (meskipun rumusan jelas dari
karyanya dapat ditelusuri ke tahun 1984). James Coleman mengambil definisi
Glenn Loury pada 1977 dalam mengembangkan dan mempopulerkan konsep ini.
Pada akhir 1990-an, konsep ini menjadi sangat populer, khususnya ketika Bank
Dunia mendukung sebuah program penelitian tentang hal ini, dan konsepnya
mendapat perhatian publik melalui buku Robert Putnam pada tahun 2000,
Bowling Alone.
Beberapa contoh dari modal sosial antara lain adalah POMG (Persatuan Orang tua
Murid dan Guru), kepramukaan, dewan sekolah, liga boling, jaringan internet, dan
bahkan kelompok-kelompok ekstrem seperti Ku Klux Klan atau kelompok
supremasis kulit putih, meskipun kelompok-kelompok ini menciptakan modal
sosial yang eksklusif yang dapat menimbulkan akibat yang negatif.
Semua kelompok ini dapat menolong membangun dan menghancurkan
masyarakat karena mereka menjembatani atau mengikat perilaku. Bila jumlah
interaksi manusia meningkat, orang akan lebih mungkin untuk saling menolong
dan kemudian menjadi lebih terlibat secara politik.
Baru-baru ini muncul banyak diskusi tentang komunitas surat listrik dan online
dan apakah mereka menolong membangun modal sosial. Sebagian orang
berpendapat bahwa mereka memang menjembatani orang tetapi tidak
mengikatnya. Perdebatan menarik lainnya di antara para ilmuwan politik
berkaitan dengan apakah surat listrik menolong menghasilkan atau mengurangi
modal sosial di lingkungan tempat kerja.
Inti dasar pemikiran modal sosial adalah bahwa hubungan atau jaringan sosial
mempunyai nilai. Modal sosial menunjuk pada nilai kolektif dari semua
hubungan atau jaringan sosial dan kecenderungan yang timbul dari hubungan atau
jaringan ini untuk saling berbuat sesuatu (ada norma hubungan timbal balik).
Modal sosial tak hanya menekankan kehangatan dan rasa menyayangi, tetapi
suatu variasi yang luas dari manfaat yang sangat spesifik yang mengalir dari
kepercayaan, hubungan timbal balik, informasi dan kerjasama kemitraan dalam
hubungan atau jaringan kerja sosial. Modal sosial menciptakan nilai untuk
masyarakat yang terhubungkan (termasuk yang tak terlibat kecuali sekadar
menjadi penonton). Modal sosial, menunjuk pada institusi, hubungan dan norma
yang membentuk kualitas dan kuantitas interaksi sosial suatu masyarakat.
Peningkatan bukti menunjukkan bahwa kohesi/kepaduan sosial begitu pentingnya
bagi masyarakat dalam ikhtiar pemakmuran ekonomi dan keberlanjutan
pengembangannya. Modal sosial bukan sekadar penjumlahan institusi yang
menyokong sebuah masyarakat, lebih dari itu, ia adalah perekat yang mengikat
mereka secara bersama.
Modal sosial berlangsung melalui: aliran informasi (contoh pembelajaran keahlian
kerja, pertukaran ide di kampus dsb), norma hubungan timbal balik atau
kerjasama mutual (menghubungkan masyarakat sejenis yang berlangsung terus
menerus), tindakan kolektif (contoh peran yang dimainkan gereja kaum hitam
dalam memperjuangkan hak-hak sipil), solidaritas yang didukung hubungan sosial
yang menerjemahkan mentalitas “Aku” menjadi mentalitas “Kami”.
Contoh modal sosial dalam kehidupan sehari-hari: masyarakat tingkat Rukun
Tetangga di sebuah pemukiman yang secara informal mengawasi rumah
tetangganya ketika musim mudik Lebaran, ini adalah modal sosial yang dilakukan
dalam bentuk tindakan. Atau saat kebakaran melanda pasar Tanah Abang, Jakarta,
paguyuban keluarga Minang misalnya, membuka Pos Kemanusiaan (sekaligus
pos pemulihan ekonomi) bagi pedagang korban kebakaran asal Minang atau orang
Minang.
Dusun Poton, sebuah kampung di pinggiran kota Yogyakarta, juga menunjukkan
contoh andil modal sosial dalam mengentaskan kemiskinan. Seorang janda tua,
Mbok Kromo (70), asalnya seorang tunawisma. Suaminya yang buruh tani
meninggal tanpa mewariskan harta apapun. Anaknya meninggal pula ketika masih
bayi karena sakit yang tidak terobati. Mbok Kromo, janda rabun yang sedang
menderita sakit ini, dalam perjalanan mencari persinggahan terakhir tiba di dusun
Poton dan mendapat sambutan yang ramah dari warga Poton. Warga memberinya
tanah, bergotong-royong membangunkan gubuk. Sebenarnya, sebagai janda tua
dan rabun, ia punya potensi kuat menjadi pengemis, tetapi sikap beradab warga
dusun Poton mendorongnya menunjukkan kemampuannya bekerja –
semampunya, bukan tercampak menadahkan tangan di jalanan.
Contoh modal sosial lainnya dapat ditemukan dalam jaringan pertemanan,
pertetanggaan, masjid, sekolah, asosiasi warga masyarakat, klub beladiri dan
sebagainya. Motto “di mana setiap orang tahu nama anda” menangkap satu aspek
penting dari modal sosial. Dampak modal sosial memberi efek pada transaksi
ekonomi, produksi, loyalitas dan kesediaan untuk menanggung resiko bahkan
bencana yang besar.
Modal sosial selain mempunyai sisi positif juga memiliki sisi negatif. Modal
sosial dapat menjadi suatu perangkap dan alat yang berpengaruh kuat terhadap
terjadinya ketidakmajuan bahkan pemiskinan seseorang atau sekelompok orang.
Modal sosial dapat menjadi suatu pembatas sosial bagi seseorang untuk keluar
atau masuk dari suatu kelompok. Kegiatan-kegiatan kolusi dan nepotisme pun
seringkali lahir karena orang cenderung menggunakan relasi-relasi primordial.
Sisi negatif lain dari modal sosial adalah biaya. Biaya-biaya ini merupakan
konsekuensi dari pemeliharaan kebersamaan dan ikatan dalam kelompok. Dalam
kasus-kasus tertentu seperti sindikat mafia, biaya yang harus ditanggung bahkan
berupa nyawa atas kesetiaan terhadap kelompok. Sisi gelap modal sosial juga
ditujukan pada kelompok atau jaringan yang punya tujuan yang berlawanan
dengan tujuan masyarakat umum (contoh kartel narkoba, sindikat penipuan dsb)
v Modal Sosial Sebagai Perekat Kehidupan Bermasyarakat
Dalam pandangan ilmu ekonomi, modal adalah segala sesuatu yang dapat
menguntungkan atau menghasilkan, modal itu sendiri dapat dibedakan atas (1)
modal yang berbetuk material seperti uang, gedung atau barang; (2) modal budaya
dalam bentuk kualitas pendidikan; kearifan budaya lokal; dan (3) modal sosial
dalam bentuk kebersamaan, kewajiban sosial yang diinstitusionalisasikan dalam
bentuk kehidupan bersama, peran, wewenang, tanggungjawab, sistem
penghargaan dan keterikatan lainnya yang menghasilkan tindakan kolektif.
Menurut James Colement (1990) modal sosial merupakan inheren dalam struktur
relasi antarindividu. Struktur relasi membentuk jaringan sosial yang menciptakan
berbagai ragam kualitas sosial berupa saling percaya, terbuka, kesatuan norma,
dan menetapkan berbagai jenis sangsi bagi anggotanya.
Putnam (1995) mengartikan modal sosial sebagai “features of social organization
such as networks, norms, and social trust that facilitate coordination and
cooperation for mutual benefit”. Modal sosial menjadi perekat bagi setiap
individu, dalam bentuk norma, kepercayaan dan jaringkerja, sehingga terjadi
kerjasama yang saling menguntungkan, untuk mencapai tujuan bersama. Modal
sosial juga dipahami sebagai pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki bersama
oleh komunitas, serta pola hubungan yang memungkinkan sekelompok individu
melakukan satu kegiatan yang produktif. Hal ini sajalah pula dengan apa yang
dikemukakan Bank Dunia (1999) modal sosial lebih diartikan kepada dimensi
institusional, hubungan yang tercipta, norma yang membentuk kualitas dan
kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat. Modal sosial pun tidak diartikan
hanya sejumlah institusi dan kelompok sosial yang mendukungnya, tapi juga
perekat (social glue) yang menjaga kesatuan anggota kelompok sebagai suatu
kesatuan.
Menurut Lesser (2000), modal sosial ini sangat penting bagi komunitas karena (1)
memberikan kemudahan dalam mengakses informasi bagi angota komunitas; (2)
menjadi media power sharing atau pembagian kekuasaan dalam komunitas; (3)
mengembangkan solidaritas; (4) memungkinkan mobilisasi sumber daya
komunitas; (5) memungkinkan pencapaian bersama; dan (6) membentuk perilaku
kebersamaam dan berorganisasi komunitas. Modal sosial merupakan suatu
komitmen dari setiap individu untuk saling terbuka, saling percaya, memberikan
kewenangan bagi setiap orang yang dipilihnya untuk berperan sesuai dengan
tanggungjawabnya. Sarana ini menghasilkan rasa kebersamaan, kesetiakawanan,
dan sekaligus tanggungjawab akan kemajuan bersama.
Manusia belum disebut manusia yang sebenarnya, bila ia tidak ada dalam suatu
masyarakat, karena itu pula maka manusia disebut sebagai makhluk sosial.
Manusia pada dasarnya tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhannya dengan baik
tanpa hidup bermasyarakat. Sejak lahir, manusia membutuhkan pertolongan
manusia lain, sampai dewasa dan meninggal (dan dikubur), ia pun tetap
membutuhkan manusia lain. Kemandirian manusia tidak diartikan sebagai hidup
sendiri secara tunggal, tapi hidup harmonis dan adaptif dalam tatanan kehidupan
bersama. Seperti yang dikemukakan oleh Fairchild (1980) masyarakat merujuk
pada kelompok manusia yang memadukan diri, berlandaskan pada kepentingan
bersama, ketahanan dan kekekalan/kesinambungan.
Kebersamaan, solidaritas, toleransi, semangat bekerjasama, kemampuan
berempati, merupakan modal sosial yang melekat dalam kehidupan
bermasyarakat. Hilangnya modal sosial tersebut dapat dipastikan kesatuan
masyarakat, bangsa dan negara akan terancam, atau paling tidak masalah-masalah
kolektif akan sulit untuk diselesaikan. Kebersamaan dapat meringankan beban,
berbagi pemikiran, sehingga dapat dipastikan semakin kuat modal sosial, semakin
tinggi daya tahan, daya juang, dan kualitas kehidupan suatu masyarakat. Tanpa
adanya modal sosial, masyarakat sangat mudah diintervensi bahkan dihancurkan
oleh pihak luar.
v Ismail Serageldin memberikan klasifikasi modal sosial antara lain:
Modal sosial dalam bentuk interaksi sosial yang tahan lama tetapi
hubungan searah, seperti pengajaran dan perdagangan sedang interaksi
sosial yang hubungannya resiprokal (timbal balik) seperti jaringan sosial
dan asosiasi.
Modal sosial dalam bentuk efek interaksi sosial lebih tahan lama dalam
hubungan searah seperti kepercayaan, rasa hormat dan imitasi sedang
dalam bentuk hubungan timbal balik seperti gosip, reputasi, pooling,
peranan sosial dan koordinasi, semua ini mengandung nilai ekonomi yang
tinggi.
v Modal sosial untuk kasus penyalahgunaan obat dapat dibagi menjadi 3
secara garis besar, yaitu antara lain :
Modal Intelektual
Mencakup kecerdasan atau ide-ide yang dimiliki manusia untuk
mengartikulasikan sebuah konsep atau pemikiran. Dengan modal intelektual dapat
melahirkan sebuah ide tau jalan keluar untuk penyelesaian kasus narkoba di
Indonesia Tanpa modal intelektual, maka akan sangat gampang Bangsa Indonesia
dijerumuskan oleh Bangsa Asing ke dalam lembah hitam narkoba.
Modal finansial
Modal finansial adalah sejumlah uang yang dapat dipergunakan untuk membeli
fasilitas dan sarana yang diperlukan untuk menanggulangi kasus penyalahgunaan
obat. Tanpa adanya modal financial kasus penyalahgunaan obat menjadi lambat
dalam penanganannya. Pembangunan panti – panti rehabilitasi bagi pemakai
narkoba, semua itu dapat terealisasi karena adanya modal financial yang
menunjangnya.
Modal Kultural
Modal kultural meliputi pengetahuan dan pemahaman komunitas terhadap praktek
dan pedoman – pedoman hidup dalam masyarakat. Sehingga dengan modal
cultural dapat mencegah Bangsa Indonesia hidup dengan budaya kebarat-baratan.
Narkoba itu merupakan budaya barat yang sengaja dimasukkan ke dalam
Indonesia untuk merusak citra Bangsa Indonesia.
2.3 Pemanfaatan Institusi Sosial
v Organisasi Masyarakat
1) GANNAS sebuah Organisasi Non Pemerintah yang bekerja secara
independent yang konsen pada Permasalahan Penyalahgunaan narkotika Di
Indonesia Khususnya Kota-kota besar, adapun GANNAS mempunyai target kerja
sebagai berikut :
1. Jangka Awal
Melakukan inventarisir wilayah Jakarta rawan Narkoba.
Membangun Komunikasi dan kerjasama pada masyakarat secara langsung.
Melakukan komunikasi dan diskusi pada Badan Narkotika Nasional/
Propinsi, dengan Organisasi Anti Narkoba lainnya dan Badan-badan atau
Lembaga dan perorangan yang juga melakukan Pemberantasan Narkoba.
2. Jangka Menengah
Melakukan Road show Diskusi tentang Bahaya Narkoba pada beberapa
Kampus dan SMU di Jakarta.
Melakukan kerja konkrit lapangan dalam pemberantasan Narkoba dan
melibatkan unsur RT (Rukun Tetangga) dan RW (Rukun Warga).
Merekomendasi Para Korban Penyalahgunaan Narkotika untuk di
Rehabilitasi.
Menyelenggarakan Festival Musik Anti Narkoba.
Menyelenggarakan Kampanye dan Konser Amal untuk Korban Narkoba
yang tidak mampu untuk disalurkan menjadi manusia yang kreatif dan
berdaya.
3. Jangka Panjang
Melakukan kerjasama dengan Aparat Penegak Hukum dalam hal
Penindakan terhadap Pengedar dan Pengguna Narkotika.
Membuat dan menyiapkan Rumah Karya sebagai tempat mendidik dan
menempa para korban penyalahgunaan Narkotika untuk menjadi Manusia
Yang Kreatif dan Produktif di segala bidang.
Melakukan kerjasama dengan Lembaga Anti Narkotika Internasional.
2) Aliansi Stakeholder Anti Narkoba (ASA-NARKOBA)
Forum ini menamakan kegiatannya : “Pemberdayaan pranata sosial dalam
penanggulangan penyalahgunaan narkoba melalui kegiatan preventif”. Sasarannya
adalah masyarakat, remaja, lembaga-lembaga pendidikan yang berada di
lingkungan Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Tujuan kegiatan adalah :
a) Meningkatkan pemahaman tentang bahaya narkoba bagi masyarakat, remaja
dan lemabga-lembaga pendidikan.
b) Membentuk kelompok-kelompok kerja, kemitraan yang peduli terhadap
masalah narkoba.
c) Memfungsikan pranata-pranata sosial dalam masyarakat dalam mencegah
penyalahgunaan narkoba.
d) Menjalin kerjasama antar pranata yang ada dalam melakukan pencegahan
terhadap penyalahgunaan narkoba.
Walaupun Pusbangtansosmas menawarkan suatu model pemberdayaan namun
pelaksanaan pembentukan forum dan kegiatannya diserahkan sepenuhnya kepada
forum. Forum ASA-NARKOBA mempunyai susunan organisasi sbb : 1 orang
ketua, 1 orang sekretaris, 1 orang bendahara dan 3 divisi (divisi pengorganisasian,
divisi pendidikan dan penyuluhan, divisi advokasi). Kegiatan ASA-NARKOBA
selama 6 bulan meliputi pembentukan kelompok kerja anti narkoba, penyuluhan
anti narkoba, pelatihan konseling teman sebaya, lomba desain poster anti narkoba,
talk show selasa solusi, sosialisasi dampak narkoba melalui serial Jum’at, iklan
layanan masyarakat, mapping napza (penyebaran angket). Untuk kegiatan
tersebut, ASA-NARKOBA mendapat dana stimulan dari Pusat Pengembangan
Ketahanan Sosial Masyarakat, Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial
Departemen Sosial RI sebesar Rp 10.000.000,-
3) G-Santun (Gerakan Sosial Anti Narkoba Medan Tuntungan)
Menjadi salah satu upaya pencegahan peredaran narkoba di tingkat paling bawah.
Mereka telah melakukan upaya penyuluhan ke beberapa sekolah lanjutan yang
ada di Medan. Salah satu Prinsipnya lebih baik mencegah daripada mengobati
yang sudah terkena narkoba. Kolaborasi pranata social ini cukup baik dan
dianggap ampuh dalam mengantisipasi masalah narkoba pada masa mendatang.
4) GEPENTA (Gerakan Nasional Peduli Anti Narkoba dan Tawuran)
v MAKSUD
1. Agar GEPENTA dapat dijadikan Gerakan Nasional yang mampu
membangkitkan semangat seluruh komponen bangsa untuk mau bersama-
sama memerangi bahaya Narkoba dan mencegah tawuran anarkhis.
2. Agar GEPENTA dapat menjembatani peran dari semua lapisan
masyarakat sesuai dengan jenis pekerjaan, lingkungan pendidikan maupun
lingkungan pemukiman sebagai upaya membantu pemerintah dalam
kegiatan preventif, represif serta rehabilitasi terhadap masalah-masalah
yang terkait dengan bahaya Narkoba dan tawuran serta anarkhis.
3. GEPENTA diharapkan mampu mempersempit ruang gerak langkah
Bandar Narkoba serta Provokator tawuran, anarkhis ditengah-tengah
masyarakat.
4. GEPENTA diharapkan secara berkelanjutan menyadarkan masyarakat,
khususnya generasi muda untuk tidak henti-hentinya memerangi Bandar
pengedar Narkoba, menengahi tawuran dan anarkhis.
5. Agar GEPENTA dapat menjadi agenda bulanan yang dioperasionalkan
setiap hari diseluruh tanah air. Dengan mengupayakan agar masyarakat
bertekat tiada hari tanpa bertindak memberantas penyalahgunaan narkoba,
mencegah terjadinya tawuran dan tidak melakukan tindakan perbuatan
anarkis.
v TUJUAN
1. Menjadikan warga masyarakat di Republik Indonesia tercinta ini sadar dan
mengerti akan bahaya Narkoba, sekaligus paham terhadap dampak
negative dari tawuran dan perbuatan anarkhis.
2. Menciptakan kondisi bangsa yang bebas bahaya Narkoba dan tawuran
serta anarkhis sehingga kedepan akan dapat menghasilkan generasi muda
yang lebih sehat, cerdas, beriman dan bertaqwa.
3. Memberikan pencerahan lingkungan yang terbebas dari Narkoba, tawuran
dan anarkhis yang selanjutnya akan menciptakan lingkungan tertib, aman,
damai dan sejahtera
4. Mengembalikan nama baik Indonesia sebagai bangsa yang disegani dan
diperhitungkan dalam pergaulan antar bangsa serta mampu meningkatkan
masuknya investasi di negeri yang sejak dahulu terkenal sebagai zamrud
khatulistiwa.
5) Perkumpulan Seniman Antinarkoba (Sian) Kota Medan mulai kemarin
menggelar pameran seni lukis dan painting exhibition dengan tujuan
mengampanyekan bahaya narkoba kepada masyarakat. Sian merasa bertanggung
jawab memerangi peredaran obat-obatan terlarang itu. Sian merupakan satu-
satunya organisasi bentukan Badan Narkotika Nasional (BNN). Misi Sian yaitu
mengkampanyekan bahaya narkoba bagi seniman dan juga keluarga serta kepada
masyarakat luas.
6) Rumah Sakit, contohnya MH Thamrin di Jakarta, RS Angkatan Darat, RS
Ketergantungan Obat-Fatmawati.
7) Organisasi agama seperti Pesantren Islam Tebu Ireng (JawaTim), dan Inabah
dan Al Ihya di Jakarta, Pondok Bina Kasih (pusat Kristen) dan pula Yayasan
Kasih Mulia yang beragama Katolik.
v Organisasi Swasta
1) Lembaga Swadaya Masyarakat (disingkat LSM) adalah sebuah organisasi
yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela
yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk
memperoleh keuntungan dari kegiatannya. Organisasi ini dalam terjemahan
harfiahnya dari Bahasa Inggris dikenal juga sebagai Organisasi non pemerintah
(disingkat ornop atau ONP (Bahasa Inggris: non-governmental organization;
NGO). Berdasarkan Undang-undang No.16 tahun 2001 tentang Yayasan, maka
secara umum organisasi non pemerintah di indonesia berbentuk yayasan.
v Peran LSM dalam kasus penyalahgunaan narkoba :
a) Aktif dalam memberikan informasi kepada penyidik tentang terjadinya
penyalahgunaan Narkoba di masyarakat.
b) Kemitraan dengan instansi Pemerintah terkait termasuk Polri dalam
melaksanakan kegiatan pre-emtif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
c) Membentuk pusat-pusat konseling dan panti rehabilitasi Narkoba.
2) Organisasi donor, adalah organisasi non pemerintah yang memberikan
dukungan biaya bagi kegiatan ornop lain.
3) Organisasi mitra pemerintah, adalah organisasi non pemerintah yang
melakukan kegiatan dengan bermitra dengan pemerintah dalam menjalankan
kegiatanya.
4) Organisasi profesional, adalah organisasi non pemerintah yang melakukan
kegiatan berdasarkan kemampuan profesional tertentu seperti ornop pendidikan,
ornop bantuan hukum, ornop jurnalisme, ornop kesehatan, ornop pengembangan
ekonomi dll.
5) Organisasi oposisi, adalah organisasi non pemerintah yang melakukan
kegiatan dengan memilih untuk menjadi penyeimbang dari kebijakan pemerintah.
Ornop ini bertindak melakukan kritik dan pengawasan terhadap keberlangsungan
kegiatan pemerintah
6) YCAB (Yayasan Cinta Anak Bangsa) merupakan yayasan sosial yang
bergerak dalam penyuluhan anti narkoba. Aktifitasnya diisi dengan penyuluhan
dan talk show. Dengan target anak sekolah dan anak-anak muda. Dan bersifat
preventif dalam penanggulangan penyalahgunaan narkoba.
7) LETUPAN (Lembaga Terpadu Pemasyarakatan Anti Narkoba)
Didirikan oleh Bpk H. Mastar ‘Ain Tanjung BA.
Bpk H. Mastar ‘Ain Tanjung BA yang juga menjabat sebagai ketua Letupan
Indonesia telah mendapatkan Pin Perak dari Kapolri semasa dijabat Drs Da’i
Bachtiar.
Mendirikan Letupan adalah alasan Bpk H.Mastar ‘Ain Tanjung untuk bersama
memerangi NARKOBA. Karna Narkoba kini sudah semakin marak dan menjadi
monster pembunuh menakutkan. Data Badan Narkotika Nasional (BNN)
menyebutkan, setiap tahun sekitar 15 ribu orang Indonesia meninggal akibat
mengkonsumsi Narkoba. Data itu juga menyebutkan saat ini 3,2 juta penduduk
Indonesia menjadi penyalah guna Narkoba, termasuk 800 orang diantaranya kini
terpaksa menjalani perawatan di panti rehabilitasi di dalam dan di luar Negeri.
Dengan berdirinya Lembaga Terpadu Pemasyarakatan Anti Narkoba (LETUPAN)
Indonesia, agar supaya dapat segera membasmi maraknya peredaran NARKOBA
dikalangan anak-anak bangsa.
Mari bersama kita segera berbuat dan jangan tunggu hari esok lagi, karena bila
menunggu hari esok, korban akan semakin banyak, dan tidak lepas kemungkinan
itu adalah adik, saudara, kakak, juga teman yang menjadi korbannya.
8) Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP)
Panti sosial yang mempunyai tugas memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial
bagi eks korban penyalahgunaan NAPZA. (Kepmensos no.50/HUK/2004)
2.4 Optimalisasi Kontribusi Dalam Pelayanan Sosial
v Kontrol Sosial
Kata “bersama” dalam slogan di atas memang menjadi kunci. Sebab, banyak
pakar sosiologi memberi rekomendasi bahwa tanpa kebersamaan dalam
menghalau penyakit masyarakat berupa penyalah gunaan narkoba itu menjadi
sesuatu yang jauh panggang dari api. Betapapun orang tua superketat menjaga
anaknya agar tidak terganggu narkoba, waktu bebas anak dari orang tua cukup
leluasa. Pada jeda kontrol orang tua itulah, kemungkinan pengaruh buruk itu
masuk.
Maka, sosiolog Travis Hirchi mengidentifikasi empat hal sebagai modal kuat
ikatan sosial (social bonds) membangun anak agar tidak terpengaruh lingkungan
negatif. Yakni, attachment (keterikatan kasih sayang), commitment (komitmen),
involvement (keterlibatan), dan belief (kepercayaan). Keempat elemen tersebut
saling terkait satu sama lainnya dan jika terjalin ikatan yang kuat antara individu
dengan masyarakat maka potensi terjadinya kenakalan kecil. Sedangkan, jika
ikatan tersebut lemah maka akan memiliki kecenderungan yang besar terjadinya
kenakalan.
Merajalelanya peredaran narkoba terkuak pada peringatan Hari Anti Narkoba se
Dunia, 26 Juni 2009 lalu. Di Lampung misalnya, sejak 2008 hingga Juni 2009
berhasil disita 2,89 ton ganja kering yang kemudian dimusnahkan berikut ribuan
butir pil ekstasi, 54,9 gram putau, 68,1 gram sabu-sabu dan 31 ribu botol
minuman keras. Ini adalah bukti konkret bahwa Lampung sudah masuk pada area
rawan narkoba.
Pada hakikatnya, penyalahgunaan narkoba yang dilakukan remaja ini merupakan
produk konflik budaya yang kontroversial. Dalam iklim penuh konflik budaya ini
terdapat banyak kelompok sosial yang tidak bisa didamaikan dan dirukunkan, dan
selalu saja terlibat dalam ketegangan, persaingan dan benturan sosial yang
diwarnai rasa benci dan dendam kesumat. Kebudayaan tegangan tinggi ini
menjadi persemaian yang subur bagi berkembangnya tingkah laku menyimpang
dari remaja yang menyebarkan pengaruh jahat dan buruk dan pada akhirnya bisa
mengganggu ketentraman umum.
Oleh karena itu, untuk pengendalian penanggulangan kejahatan narkoba, beberapa
langkah harus dijalankan secara komprehensif. Langkah antisipasi paling awal
adalah preemtif. Penegak hukum bersama elemen masyarakat lain yang
mempunyai andil dalam ranah budaya lokal melakukan bimbingan dan
penyuluhan soal akibat buruk penyalahgunaan narkoba.
Langkah berikutnya adalah preventif. Langkah ini adalah pencegahan yang
ditujukan untuk mengawasi dan mengendalikan terhadap jalur gelap dan tempat-
tempat strategis yang dijadikan sebagai arena para pengguna narkoba (police
hazard). Polisi harus bersinergi dengan lembaga dan pihak lain, termasuk tokoh-
tokoh nonformal.
Dan upaya terakhir adalah represif. Yakni, penindakan dan penegakan hukum
terhadap ancaman faktual dengan sanksi yang tegas dan konsisten sehingga dapat
membuat jera para pelaku penyalagunaan dan pengedar narkoba.
Bentuk kegiatan yang dilakukan oleh Polri berupa kegiatan operasi rutin dan
operasi khusus yang ditujukan untuk memutus jalur peredaran gelap narkoba,
mengungkap jaringan sindikat, mengungkap kasus dan motivasi/latar belakang
dari kejahatan penyalahgunaan narkoba.
Berdasarkan teori sosial control bahwa pengaruh dari akibat penyalahgunaan
narkoba oleh remaja yang biasanya dilakukan melalui pergaulan antar remaja
dengan lingkungan sekitarnya dan pada akhirnya akan menimbulkan gangguan
sosial. Antara lain, berbuat tidak senonoh atau melanggar norma-norma
kesusilaan, mencuri, mengganggu ketertiban umum, mengancam stabilitas dan
ketahanan nasional.
Untuk itu, tiga upaya pengendalian predaran dan dampak penyalah gunaan
narkoba mutlak harus dilakukan secara komprehensif. Yakni, preemtif, preventif,
dan represif. Ketiganya harus tetap gencar dan semangat. Sebab, jika satu sisi
mengendur, sisi lainnya akan mengalami masalah serius.
Terhadap kegiatan preemtif lebih dititikberatkan kepada pendidikan moral
ataupun pengetahuan-pengetahuan tentang bahaya narkoba dan dampaknya
terhadap kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.
v Pemulihan Sosial
Pemulihan anak nakal dan eks korban narkotika dilaksanakan melalui sistem
panti. Untuk anak nakal di dalam Panti Sosial Marsudi Putra dan untuk anak eks
korban penyalahgunaan Narkotika di dalam Panti Sosial Parmadi Putra. Tujuan
yang dicapai dari program pemulihan ini, anak dapat kembali hidup secara wajar
di dalam lingkungan keluarganya dan dapat kembali sekolah seperti dulu. Di
samping melaksanakan program pemulihan langsung, dinas sosial juga
memberikan bantuan teknis kepada organisasi sosial yang menyelenggarakan
program pemulihan bagi anak eks korban narkotika.
2.5 Kerjasama dan jaringan
Kerjasama Pemda Aceh dengan Yayasan Mah Fah Luang di Daitung,
Thailand
Pemerintah Daerah di Aceh mendukung pemberantasan ganja di Aceh yang
bekerjasama dengan Yayasan Mah Fah Luang di Daitung, Thailand. Kerjasama
yang dilakukan dalam bentuk menggantikan tanaman ganja dengan tanaman
alternative. Pemda Aceh dalam kerja sama dengan Yayasan Daitung dari Kerajaan
Thailand itu hanya memfasilitasi dan akan memperluas ke daerah-daerah lain.
PBNU Kerjasama Atasi Narkoba dengan BNN
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menandatangani nota kesepakatan
kerjasama gerakan pencegahan, terapi, dan rehabilitasi narkotika dengan Badan
Narkotika Nasional (BNN) yang saat ini dipimpin Komjen Pol Makbul
Patmanegara di gedung PBNU Jakarta, Kamis. Dalam sambutannya Ketua Umum
PBNU KH Hasyim Muzadi menyatakan, kerjasama ini merupakan kerjasama
kedua PBNU dengan Polri dan kerjasama pertama adalah upaya pemberantasan
terorisme di mana PBNU diminta membantu memberikan pemahaman keagamaan
yang benar. “Tak mungkin gerakan ideologi dihadapi dengan tekanan fisik belaka,
yang harus dibenarkan adalah pemahaman keagamaan mereka yang salah,” kata
pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al Hikam, Malang, Jawa Timur itu.
Mengenai kerjasama mengatasi narkoba, Hasyim menyebut korban dari narkoba
jauh lebih banyak dan efeknya lebih berat daripada terorisme karena narkoba
membawa akibat seumur hidup. Terkait kerjasama itu PBNU akan membantu
mensosialisasikan gerakan anti narboka melalui struktur yang dimiliki NU mulai
dari PBNU sampai tingkat ranting NU yang tersebar di seluruh Indonesia serta
jalur kultural seperti pesantren dan sarana dakwah sehingga mampu menyentuh
hingga tingkat keluarga. “Ini penting karena semua orang tahu akan bahaya
narkoba, namun banyak dari mereka tidak tahu secara detail bagaimana narkoba
menghancurkan,” katanya. BNN sendiri saat ini memiliki 10 pusat rehabilitasi
terpadu bekerjasama dengan berbagai pihak yang berada di DKI Jakarta, Sumatra
Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Kalimantan
Barat, Sulawesi Selatan, dan Lampung.
Polri dan BNN kerja sama ciptakan Zona Bebas Narkoba
Selain menjalin nota kesepahaman dengan Mahkamah Agung dalam penanganan
narkotika, BNN juga menjalin nota kesepahaman dengan Polri dan Bea Cukai.
Nota kesepahaman yang baru akan ditandatangani hari ini, bertujuan untuk
menciptakan zero zone narcotic (kawasan beba narkotika) di Bandara Soekarno-
Hatta. Kerja sama dengan Polri diharuskan karena BNN tidak mempunyai fasilitas
sumber daya manusia pegawai yang mumpuni untuk menjangkau maraknya
kejahatan narkotika yang tersebar di seluruh Indonesia. BNN juga bekerja sama
dengan Direktorat Jenderal Imigrasi untuk keperluan itu. “Dalam kejahatan
narkotika itu yang kami hadapi adalah sindikat internasional. Jaringan narkotika
itu kan berkaitan dengan keluar masuknya orang, berkaitan dengan pintu-pintu
masuk di perbatasan maupun yang berkaitan dengan penindakan di airport-
airport (bandara) dan pelabuhan,” katanya. BNN juga bekerja sama dengan
Direktorat Jenderal Pajak untuk keperluan pelacakan aset-aset dan harta kekayaan
hasil kejahatan narkotika dari sindikat kejahatan narkotika yang ada di Indonesia.
Aset-aset itu nantinya akan digunakan untuk pembiayaan pemberantasan,
pencegahan kejahatan narkotika, dan program penyembuhan para penyalah guna.
“Yang punya semua data itu, ya dirjen pajak, khususnya mengenai data harta
kekayaan perorangan di wilayah yurisdiksi Indonesia,” tukasnya. Kerja sama juga
dijalin dengan Kejaksaan Agung dalam upaya percepatan penyitaan barang bukti
kejahatan narkotika, yang nantinya akan dimusnahkan. Selain itu, BNN juga
menjalin kerja sama dengan pihak Bank Indonesia. “Selama ini kan kita kesulitan
untuk memintakan data dana mereka-mereka para anggota sindikat narkotika
karena terganjal asas kerahasiaan perbankan. Kini dengan UU baru, kami dan
Polri diberi kemudahan akses untuk dapat memintakan data itu dibuka kepada
BI,” tuturnya. Dengan menjalin kerja sama dengan berbagi institusi tersebut, BNN
berharap tugas pokok dan fungsi mereka dalam UU baru dapat dijalankan dengan
baik dan tidak lagi mengalami hambatan serta benturan dengan institusi-institusi
tersebut. “Implementasinya diharapkan dapat berjalan lebih baik dari UU
sebelumnya,” tandasnya.
Kerjasama Polri-Dea Amerika Serikat
Lima personil petugas pelatih dari Drug Enforcement Administrasi (DEA)
Amerika Serikat perwakilan Singapore yang membawahi Indonesia, Singapore,
Malaysia dan Thailand direncanakan melakukan pelatihan bersama dalam
penanganan narkoba. Areal pelatihan yang direncanakan di kawasan Danau Lau
Kawar di bawah kaki gunung berapi Sinabung, Kamis (24/1) ditinjau pimpinan
DEA, Sersan Stepen Will dan rekannya didampingi Kasatlantas Polres Karo AKP.
J Pinem, Waka Polres Karo, Kompol Bayu Aji Sik M.Hum dan Kasat Narkoba
IPTU B Sitanggang dan tim penterjemah Polres Karo AIPDA Zulkifli dan
sejumlah personil Polres Karo lainnya. Kepada SIB, Bayu Aji mengatakan,
dipilihnya kawasan Danau Lau Kawar sebagai tempat pelatihan penanganan
marijuana tersebut, selain keramahan masyarakatnya, juga didukung alam dan
panorama yang indah dan masih merupakan zona hutan lebat. Pelatihan yang
dijadwalkan Mei-Juni mendatang diharapkan dapat bermanfaat bagi satuan polisi
dalam penanganan ganja di daerah sejajaran Poldasu. Di antaranya, dapat
mempersempit gerak pelaku bisnis ganja dan dapat meminalisir kegiatan petani
ganja di daerah dengan alat-alat canggih yang nantinya dapat membantu kinerja
Polri di daerah ini, ujar Bayu. Walau daerah Karo belum tergolong sebagai basis
“perkebunan†ganja di Sumatera Utara, namun hal ini harus tetap �diperhatikan. Selain daerah ini sebagai jalur transit pengiriman ganja dari daerah
NAD ke arah Medan, juga di daerah Karo sudah berkali-kali ditemukan polisi
ladang ganja. “Bayangkan saja, selama tahun 2007 sudah ditemukan 13 lokasi
perladangan ganja seluas 3 hektar. Pelatihan khusus penanganan ganja
sebelumnya sudah terselenggara atas kerjasama Polri dengan DEA di Menado
(Polda Sulawesi) dan di Bandung (Polda Jawa Barat), tambah Sersan Stepen
melalui Bayu Aji. Pada kesempatan tersebut, tim DEA dan Polres Karo
menyempatkan diri memetik dan menikmati jeruk sangkis milik Jerman Sitepu di
pinggir Danau Lau Kawar, Kecamatan Naman Teran. Selanjutnya tim DEA
kembali ke Medan dipimpin Drs Open Gerhard selaku tim penterjemah dari
Poldasu dan staf dari Unit Narkoba Poldasu.
Jaringan Sosial atau social network merupakan elemen penting dalam
pengembangan masyarakat, termasuk dalam perancangan strategi
penanggulangan penyalahgunaan narkoba di tingkat lokal. PM sebagai
sebuah metode seringkali menekankan pentingnya warga masyarakat dan
lembaga-lembaga tingkat lokal sebagai inisiator, kolaborator dan sumber
yang dapat dijadikan sarana pencapaian tujuan program. Jaringan diantara
lembaga-lembaga masyarakat dapat menggambarkan kondisi dan
dinamika kehidupan sosial masyarakat, termasuk tingkat standar hidup,
partisipasi sosial, dan pola-pola relasi sosial diantara mereka. Lembaga-
lembaga sosial lokal baik yang bersifat tradisional maupun modern yang
berada pada sebuah komunitas lokal merupakan kendaraan dengan mana
perubahan sosial dan aksi sosial berlangsung (Robert, 1995; Dershem dan
Gzirishvili, 1998; Reingold, 1999).
Pemanfaatan jaringan
Strategi pemanfaatan jaringan, merupakan salah satu upaya yang ditempuh oleh
dalam mengatasi masalah sosial. Jaringan yang dimaksud adalah relasi sosial
mereka, baik secara informal maupun formal dengan lingkungan sosialnya dan
lingkungan kelembagaan.
BAB III
METODE PENULISAN
3.1 Metode secara umum (Berdasarkan Pendapat Para ahli/literature).
Metode yang lazim digunakan yaitu metode ilmiah. Metode ilmiah yaitu cara
yang ditempuh melalui langkah – langkah ilmiah.
Langkah – langkah ilmiah tersebut antara lain :
Merumuskan masalah
Melakukan observasi/pengamatan untuk mendapatkan fakta
Mengumpulkan data dan menyusun data untuk (organizing)
Membuat dugaan sementara/hipothesa
Melakukan eksperimen/percobaan untuk menguji kebenaran hipothesa
Analisis data dari informasi – informasi yang telah didapat
Menarik kesimpulan
3.2 Metode secara khusus (Berdasarkan metode yang penulis gunakan dan
berkaitan dengan judul makalah).
Metode – metode yang penulis terapkan sebagai penunjang dalam penyelesaian
makalah yang berjudul “Masalah Sosial Sebagai Hambatan Peningkatan
Kesejahteraan (Kasus Penyalahgunaan Obat) dan Upaya Pemecahannya” ini
adalah :
Metode Tinjauan Pustaka
Metode tinjauan pustaka yaitu metode yang hasilnya didasarkan atas analisis dari
berbagai pustaka yang berkaitan dengan rumusan masalah dengan tujuan
menetapkan masalah tersebut. Penalaran pada tinjauan pustaka ini didukung oleh
perbendaharaan pustaka yang sesuai.
BAB IV
Upaya Penanganan Masalah Kemiskinan
Upaya penanggulangan penyalahgunaan Narkoba dapat dilakukan melalui
beberapa cara, sebagai berikut ini :
1) Preventif (pencegahan), yaitu untuk membentuk masyarakat yang mempunyai
ketahanan dan kekebalan terhadap narkoba. Pencegahan adalah lebih baik dari
pada pemberantasan. Pencegahan penyalahgunaan Narkoba dapat dilakukan
dengan berbagai cara, seperti pembinaan dan pengawasan dalam keluarga,
penyuluhan oleh pihak yang kompeten baik di sekolah dan masyarakat, pengajian
oleh para ulama, pengawasan tempat-tempat hiburan malam oleh pihak keamanan,
pengawasan distribusi obat-obatan ilegal dan melakukan tindakan-tindakan lain
yang bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan kesempatan terjadinya
penyalahgunaan Narkoba.
2) Represif (penindakan), yaitu menindak dan memberantas penyalahgunaan
narkoba melalui jalur hukum, yang dilakukan oleh para penegak hukum atau
aparat keamanan yang dibantu oleh masyarakat. Kalau masyarakat mengetahui
harus segera melaporkan kepada pihak berwajib dan tidak boleh main hakim
sendiri.
3) Kuratif (pengobatan), bertujuan penyembuhan para korban baik secara medis
maupun dengan media lain. Di Indonesia sudah banyak didirikan tempat-tempat
penyembuhan dan rehabilitasi pecandu narkoba seperti Yayasan Titihan Respati,
pesantren-pesantren, yayasan Pondok Bina Kasih dll.
4) Rehabilitatif (rehabilitasi), dilakukan agar setelah pengobatan selesai para
korban tidak kambuh kembali “ketagihan” Narkoba. Rehabilitasi berupaya
menyantuni dan memperlakukan secara wajar para korban narkoba agar dapat
kembali ke masyarakat dalam keadaan sehat jasmani dan rohani. Kita tidak boleh
mengasingkan para korban Narkoba yang sudah sadar dan bertobat, supaya
mereka tidak terjerumus kembali sebagai pecandu narkoba. Sehubungan dengan
hal itu, ada beberapa alternative penanggulangan yang dapat kami tawarkan :
1. Mengingat penyalahgunaan narkoba adalah masalah global, maka
penanggulangannya harus dilakukan melalui kerja sama international.
2. Penanggulangan secara nasional, yang teramat penting adalah pelaksanaan
Hukum yang tidak pandang bulu, tidak pilih kasih. Kemudian
menanggulangi masalah narkoba harus dilakukan secara terintegrasi antara
aparat keamanan ( Polisi, TNI AD, AL, AU ) hakim, jaksa, imigrasi,
diknas, semua dinas/instansi mulai dari pusat hingga ke daerah-daerah.
Adanya ide tes urine dikalangan Pemda Kalteng adalah suatu ide yang
bagus dan perlu segera dilaksanakan. Barang siapa terindikasi
mengkomsumsi narkoba harus ditindak sesuai peraturan DIsiplin Pegawai
Negri Sipil dan peraturan yang mengatur tentang pemberhentian Pegawai
Negri Sipil seperti tertuang dalam buku pembinaan Pegawai Negri Sipil.
Kemudian dikalangan Dinas Pendidikan Nasional juga harus berani
melakukan test urine kepada para siswa SLTP-SLTA, dan barang siapa
terindikasi positif narkoba agar dikeluarkan dari sekolah dan disalurkan ke
pusat rehabilitasi. Di sekolah- sekolah agar dilakukan razia tanpa
pemberitahuan sebelumnya terhadap para siswa yang dapat dilakukan oleh
guru-guru setiap minggu. Demikian juga dikalangan mahasiswa di
perguruan tinggi.
3. Khusus untuk penanggulangan narkoba di sekolah agar kerja sama yang
baik antara orang tua dan guru diaktifkan. Artinya guru bertugas
mengawasi para siswa selama jam belajar di sekolah dan orang tua
bertugas mengawasi anak-anak mereka di rumah dan di luar rumah.
Temuan para guru dan orang tua agar dikomunikasikan dengan baik dan
dipecahkan bersama, dan dicari upaya preventif penanggulangan narkoba
ini dikalangan siswa SLTP dan SLTA.
4. Polisi dan aparat terkait agar secara rutin melakukan razia mendadak
terhadap berbagai diskotik, karaoke dan tempat-tempat lain yang
mencurigakan sebagai tempat transaksi narkoba. Demikian juga merazia
para penumpang pesawat, kapal laut dan kendaraan darat yang masuk,
baik secara rutin maupun secara insidental.
5. Pihak Departemen Kesehatan bekerjasama dengan POLRI untuk
menerbitkan sebuah booklet yang berisikan tentang berbagai hal yang
terkait dengan narkoba. Misalnya apakah narkoba itu, apa saja yang
digolongkan kedalam narkoba, bahayanya, kenapa orang mengkomsumsi
narkoba, tanda- tanda yang harus diketahui pada orang- orang pemakai
narkoba cara melakukan upaya preventif terhadap narkoba. Disamping itu
melakukan penyuluhan ke sekolah-sekolah, perguruan tinggi, dan berbagai
instansi tentang bahaya dan dampak negative dari narkoba. Mantan
pemakai narkoba yang sudah sadar perlu dilibatkan dalam kegiatan
penyuluhan seperti itu agar masyarakat langsung tahu latar belakang dan
akibat mengkomsumsi narkoba.
6. Kerja sama dengan tokoh-tokoh agama perlu dieffektifkan kembali untuk
membina iman dan rohani para umatnya agar dalam setiap kotbah para
tokoh agama selalu mengingatkan tentang bahaya narkoba.
7. Seperti di Australia, misalnya pemerintah sudah memiliki komitmen untuk
memerangi narkoba. Karena sasaran narkoba adalah anak-anak usia 12-20
tahun, maka solusi yang ditawarkan adalah komunikasi yang harmonis dan
terbuka antara orang tua dan anak-anak mereka. Booklet tentang narkoba
tersebut dibagi-bagikan secara gratis kepada semua orang dan dikirin lewat
pos kealamat-alamat rumah, aparteman, hotel, sekolah-sekolah dan lain-
lain. Sehubungan dengan kasus ini, maka keluarga adalah kunci utama
yang sangat menentukan terlibat atau tidaknya anak-anak pada narkoba.
Oleh sebab itu komunikasi antara orang tua dan anak-anak harus
diefektifkan dan dibudayakan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian atau penjelasan dari makalah ini maka dapat diperoleh
beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1. Penyalahgunaan obat merujuk pada keadaan di mana obat digunakan secara
berlebihan tanpa tujuan medis atau indikasi tertentu.
2.Ada tiga golongan obat yang paling sering disalah-gunakan, yaitu :
golongan analgesik opiat/narkotik, contohnya adalah codein, oxycodon,
morfin
golongan depressan sistem saraf pusat untuk mengatasi kecemasan dan
gangguan tidur, contohnya barbiturat (luminal) dan golongan
benzodiazepin (diazepam/valium, klordiazepoksid, klonazepam,
alprazolam, dll)
golongan stimulan sistem saraf pusat, contohnya dekstroamfetamin,
amfetamin, dll.
3. Penyebab seseorang melakukan penyalahgunaan obat yaitu ada tiga
kemungkinan, antara lain : seseorang awalnya memang sakit, untuk tujuan
rekreasional, seseorang menyalahgunakan obat dengan memanfaatkan efek
samping.
4. Dalam mengembangkan sistem sosial yang responsive dapat dilakukan dengan
pendekatan penanganan penyalahgunaan narkoba, peran instansi dan kelompok
lain dan pemberdayaan masyarakat bebas narkoba.
5. Modal sosial untuk kasus penyalahgunaan obat dapat dibagi menjadi 3, yaitu
modal intelektual, modal finansial dan modal kultural.
6. Organisasi Masyarakat yang bergerak dalam menangani kasus narkoba antara
lain : GANNAS, ASA-NARKOBA, G-Santun, GEPENTA.
7. Optimalisasi kontribusi pelayanan sosial dalam kasus narkoba meliputi kontrol
sosial dan pemulihan sosial.
5.2 Saran
Melalui makalah, penulis akan memberikan beberapa saran yang berhubungan
dengan masalah sosial kasus penyalahgunaan obat antara lain sebagai berikut :
1. Perlunya peningkatan kualitas penyidik Polri khususnya pada Direktorat
narkoba, peningkatan anggaran penyelidikan dan penyidikan kasus
Narkoba, peningkatan sarana dan prasarana pendukung, guna lebih
memberdayakan Polri dalam mengungkapkan kasus penyalahgunaan
Narkoba.
2. Dengan makin canggihnya modus operandi yang dilakukan jaringan
pengedar dalam menyelundupkan Narkoba/prekursor masuk ke Indonesia,
maka aparat Bea dan Cukai perlu untuk dilengkapi dengan
sarana/peralatan deteksi Narkoba yang lebih canggih pula seperti detector
canggih, dog detector (dengan anjing pelacak di Bandara) dan lain-lain
sehingga dapat menggagalkan masuknya Narkoba ke Indonesia.
3. Perlu membuat Lembaga Pemasyarakat khusus Narkoba pada ota-kota
besar di Indonesia, jika hal ini masih sulit untuk direalisasikan maka perlu
dilakukan pemisahan sel antara narapidana Narkoba dan narapi-dana
bukan Narkoba, agar pembinaannya lebih mudah, terfokus dan mereka
tidak terpengaruh oleh narapidana kejahatan konvensional yang lain.
Dengan demikian setelah mereka keluar dari LP benar-benar dianggap
baik, dapat bersosialisasi dan hidup produktif kembali ditengah-tengah
masyarakat.
4. Guna meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat serta
tercapainya situasi Kamtibmas yang kondusif, perlu dilakukan revisi
perundang-undangan yang mengatur pemberian sanksi kepada pengguna
Narkoba khususnya bagi mereka yang pertama kali menggunakan, untuk
tidak diberikan pidana kurungan tetapi berupa peringatan keras sampai
dengan sanksi sosial seperti pembinaan social, kerja sosial dan sebagainya.
Kenyataan menunjukkan bahwa pidana kurungan terhadap mereka yang
tidak punya niat jahat tersebut tidak akan membuat yang bersangkutan
menjadi lebih baik tetapi sebaliknya akan menjadi lebih jahat di kemudian
hari. Pengalaman dipenjara selain membuat masa depan menjadi hancur
juga akibat pergaulan dengan narapidana lain seperti pembunuh, perampok
dan lain-lain akan menjadi pemicu atau mengilhami mereka untuk
melakukan hal yang sama dikemudian hari jika mengalami kegagalan
dalam kehidupan berma-syarakat.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.waspada.co.id/index2.php?
option=com_content&do_pdf=1&id=14097
http://id.wikipedia.org/wiki/Modal_sosial
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/29/memupuk-institusi-lokal-dan-
modal-sosial-dalam-kehidupan-bermasyarakat/
http://megapolitan.kompas.com/read/2010/01/19/17545510/
Narapidana.Narkoba.Tidak.Akan.Masuk.Lapas
http://zulliesikawati.wordpress.com/2009/03/05/tinjauan-farmakoterapi-terhadap-
penyalahgunaan-obat/
http://www.suaramerdeka.com/harian/0406/26/opi03.htm
http://granat.or.id/index.php?/Granat/programpokokgranat.html
http://www.adandu.com/blog/heman_ale/nikmatnya_narkoba
http://bp.depsos.go.id/modules.php?name=Downloads&d_op=getit
www.radarbanten.com/mod.php?mod=publisher&op…artid
http://malino-08.org/content/view/32/62/
http://ekodotcom.tripod.com/narkoba.htm
www.gannas.or.id/about
http://www.depsos.go.id/Balatbang/Puslitbang%20UKS/2004/irmayani.htm
http://www.isekolah.org/r_narkoba_detail.php?itemid=h_1219466451
http://bambang.staff.uii.ac.id/2008/08/26/penyalahgunaan-narkoba/