pelajaran dari pengalaman proyek pesisir 1997 - 2002 · 2016-02-29 · pelajaran dari pengalaman...

91
Prosiding Lokakarya Hasil Pendokumentasian Kegiatan Proyek Pesisir Bogor, 14 Februari 2002 Editor: M. Fedi A. Sondita Neviaty P. Zamani Burhanuddin Amiruddin Tahir Kerjasama: PUSAT KAJIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTAN - INSTITUT PERTANIAN BOGOR DAN PROYEK PESISIR - COASTAL RESOURCES MANAGEMENT PROJECT COASTAL RESOURCES CENTER - UNIVERSITY OF RHODE ISLAND PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 Lessons from Proyek Pesisir Experience in 1997 - 2002

Upload: lamnhan

Post on 07-Jul-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Prosiding LokakaryaHasil Pendokumentasian Kegiatan Proyek Pesisir

Bogor, 14 Februari 2002

Editor:

M. Fedi A. SonditaNeviaty P. Zamani

BurhanuddinAmiruddin Tahir

Kerjasama:

PUSAT KAJIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTAN - INSTITUT PERTANIAN BOGORDAN

PROYEK PESISIR - COASTAL RESOURCES MANAGEMENT PROJECTCOASTAL RESOURCES CENTER - UNIVERSITY OF RHODE ISLAND

PELAJARAN DARI PENGALAMANPROYEK PESISIR

1997 - 2002

Lessons from Proyek Pesisir Experience in 1997 - 2002

Page 2: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xv i i i

PELAJARAN DARI PENGALAMAN

PROYEK PESISIR 1997 - 2002

Lessons from Proyek Pesisir Experience in 1997 - 2002

Prosiding LokakaryaHasil Pendokumentasian Kegiatan Proyek Pesisir

Bogor, 14 Februari 2002

CITATION

M.F.A. Sondita, N.P. Zamani, Burhanuddin dan A. Tahir (editors). 2002. Pelajaran dari PengalamanProyek Pesisir 1997 - 2002. Prosiding Lokakarya Hasil Pendokumentasian Kegiatan Proyek Pesisir,Bogor, 14 Februari 2002. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan - Institut Pertanian Bogor, ProyekPesisir - Coastal Resources Management Project dan Coastal Resources Center - University of RhodeIsland.

CREDITS

Maps and photos : Learning Team (cover)Cover design : Pasus LegowoLayout : Burhanuddin dan Pasus LegowoStyle editor : Learning TeamISBN : 979-9336-20-1

Page 3: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002x v i i

PELAJARAN DARI PENGALAMAN

PROYEK PESISIR 1997 - 2002

Lessons from Proyek Pesisir Experience in 1997 - 2002

Prosiding LokakaryaHasil Pendokumentasian Kegiatan Proyek Pesisir

Bogor, 14 Februari 2002

Editor:

M. Fedi A. SonditaNeviaty P. Zamani

BurhanuddinAmiruddin Tahir

Kerjasama:

Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan LautanInstitut Pertanian Bogor

dan

Proyek Pesisir - Coastal Resources Management ProjectCoastal Resources Center - University of Rhode Island

2002

Page 4: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 x v i

SAMBUTAN LOKAKARYA PEMBELAJARAN

Oleh:Pimpinan Proyek CRMP Indonesia

Coastal Resources Center - University of Rhode Island

Para hadirin sekalian,

Selamat datang dan selamat pagi.

Hari ini saya sangat gembira melihat Anda semua hadir dalam lokakarya yang penting ini. Seperti Andaketahui, Proyek Pesisir melakukan berbagai kegiatan untuk menerapkan pengelolaan pesisir secara nyatadi lapangan, yaitu di Propinsi Sulawesi Utara, Lampung dan Kalimantan Timur. Dalam lokakarya iniakan disajikan makalah hasil pendokumentasian kegiatan proyek dalam rangka berbagi pengalaman.Saya berharap Anda semua dapat membahasnya, kemudian menggali bersama apa saja yang dapat kitaangkat sebagai pelajaran penting bagi penerapan dan praktek pengelolaan pesisir di Indonesia di masasekarang dan yang akan datang.

Kehadiran para peserta Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Dalam Negeri, BPPT,Bakosurtanal, P3O LIPI, akademisi, perwakilan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat, perwakilanpara mitra kami dari lokasi proyek, serta para staf proyek menjadikan lokakarya ini semacam forumuntuk mengkomunikasikan permasalahan pengelolaan pesisir yang menjadi perhatian kita semua. Kamiberharap para praktisi, instansi pemerintahan, lembaga swadaya masyarakat serta pihak-pihak lain dapatmelanjutkan komunikasi ini mengingat strategi pengelolaan di Indonesia perlu disesuaikan dengankeaneka-ragaman sosial, kondisi alamiah pesisir dan permasalahannya.

Saya sampaikan perhargaan dan ucapan terima kasih kepada penyelenggara, yaitu Learning TeamProyek Pesisir PKSPL IPB yang telah mengkooridnasikan kegiatan pembelajaran dan mempersiapkanlokakarya ini.

Selamat berlokakarya.

Bogor, 14 Februari 2002

Maurice KnightChief of PartyProyek Pesisir

Page 5: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002x v

Assalamu’alaikum wr. wb.,

Hadirin peserta lokakarya yang saya hormati,Pertama, kami ingin mengucapkan turut berduka cita atas kepulangan seorang staf Proyek PesisirKalimantan Timur dan kami mohon kepada semua peserta untuk mendoakan semoga arwahnya diterimadi sisi Allah SWT. Amin.

Selanjutnya marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan YME atas segala rahmat-Nya sehinggakita dapat bertemu di tempat ini untuk mengikuti Lokakarya Hasil Pendokumentasian Kegiatan ProyekPesisir Tahun 1997 - 2002.

Lokakarya sekarang ini merupakan lanjutan dari lokakarya internal yang telah dilakukan oleh LearningTeam PKSPL IPB dengan para staf lapangan Proyek Pesisir pada tanggal 15 - 16 Januari 2002. Tujuanlokakarya ini adalah sama dengan tahun lalu, yaitu mendapatkan masukan guna penyempurnaan dantukar menukar informasi untuk menyusun sebuah dokumen yang memuat sejumlah informasi pengalamanProyek Pesisir ini menjadi bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkecimpung dalam pengelolaansumberdaya pesisir dan laut. Seperti kita ketahui bersama, lokakarya ini adalah puncak dari runtutankegiatan Learning Team Proyek Pesisir PKSPL IPB di tahun keempat proyek (2001/2002).

Kami berharap dalam lokakarya ini para peserta dapat berinteraksi lebih aktif dalam memberikan masukan,saran maupun kritikan terhadap hasil pendokumentasian yang telah dilakukan. Semoga hasil lokakaryaini dapat dijadikan sebagai sumber informasi dalam melakukan kegiatan pengelolaan wilayah pesisir diIndonesia.

Akhirnya, saya ucapkan terima kasih kepada para peserta lokakarya hari ini yang telah menyempatkanwaktu untuk mengikuti lokakarya ini hingga selesai.

Bogor, 14 Februari 2002

Dr Ir Dietriech G. Bengen, DEAKordinator ProgramProyek Pesisir PKSPL-IPB

SAMBUTAN LOKAKARYA PEMBELAJARAN

Oleh :Kordinator Program Proyek Pesisir

PKSPL - IPB

Page 6: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 x i v

In general, the above discussion highlightscriteria of good practice of planning, e.g. the im-portance of integration, opportunity of grass-rootstakeholders to express their concerns and inter-ests during planning process, long-term ecologi-cally sustainable oriented-planning, transparentand participatory planning process, and legal sta-tus of each stakeholder role. To some extent,such criteria have been included in a general guide-lines of integrated coastal management publishedby Department of Marine Affairs and Fisheries.The application of the guideline implies the needsof competent human resources who will be in-volved in policy making process, research activi-ties, planning, and implementation of manage-ment strategies in the field where intensive com-munication among stakeholders may be dominantin its early activities.

These human resources can be produced invarious types of formal and informal educationprograms. Various forum in which participantscan share their experience, such as workshop andtraining programs, can accelerate the creation ofcompetent human resources. Some effort to iden-tify lessons learned should be made by every per-son, both resources managers and academics, toprepare ‘teaching’ materials for the various typesof education. Such experience exchange and iden-tification of lessons learned are invaluable to pro-mote integrated coastal management in practicesince there is a great ecological and social vari-ability among coastal areas in Indonesia. There-fore, coastal management programs should includelearning strategies that will directly and indirectlyimprove the capacity of program implementers,community and other stakeholders.

Page 7: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002x i i i

rectly and indirectly determine political supportsduring policy and decision making process in pri-oritizing coastal programs for regional develop-ment agenda. This issue is relevant to currentmechanism of decision making that involves leg-islative bodies, i.e. local house of representatives(Dewan Perwakilan Rakyat Daerah and BadanPerwakilan Desa).

The success of plan implementation de-pends strongly on resources, i.e. human resources,fund and materials. In the context of governance,formal statement that adopts a management planis a legal basis to apply and implement integratedcoastal management plan. Formal adoption ofthe plan should reflect commitment of govern-ment and community members to manage coastalresources for the maximum benefit of commu-nity. Such formal statement must be accompa-nied with a secured budget allocation for imple-mentation programs.

As planning process can be done in bottom-up sequence, interactive communication amongcentral and regional governments and other na-tional agencies is vary important. Proyek Pesisirhas introduces the application of simultaneousbottom-up and top-down approaches in planningthe management of coastal area. The project hastried to ensure that coastal stakeholders are givengreat opportunity to express their concern, inputfor management plan and to contribute duringdecision making process, from early stage of iden-tification and assessment of local coastal issues.

Some factors that can determinesustainability of the model process and practiceof coastal management that are introduced by theproject include:

Existence of working group and its capabilityCommitment and supports from government(central and regional) and legislative body toinclude coastal management programs in de-velopment agenda. The commitment is a strongstatement that the coastal management planwill be used as a guideline for development ofcoastal areas.Established community groups that continu-ously promote and support integrated coastalmanagement.

Independence of community and stakeholdersin the implementation of strategic plan or man-agement plan is an indicator of coastal man-agement success. Their contribution and is akey factor of the success that reflects they arenot only the object of development but alsothe subject.

The above discussion leads to the follow-ing remarks on how coastal management shouldbe practiced; these are:

Coastal management program must be accom-panied with institutional strengthening pro-grams that include improvement of existing in-stitutions and to institutionalize coastal man-agement among community members, govern-ment officials and other stakeholders. Indica-tor of institutionalized coastal management isgovernment commitment accompanied by bud-get allocation approved by legislative body.Government is expected to facilitate coastalmanagement planning process that applies si-multaneous top-down approach dan bottom-up approach.Collaboration experienced by government agen-cies, NGOs and other stakeholders workinggroup activities should be utilized. Therefore,new working group may not necessary for eachnew projectContinuous development of staff carrier andorganizational re-arrangement implies that ex-isting working group may need a refreshing pro-gram to maintain staff ’s awareness and institu-tional capacity. Such program is very impor-tant to secure sustainability of effort and prac-tices introduced by a project.All participants collaborated and developedduring the process of a coastal project activi-ties are critical mass that can accelerate thepractice of integrated coastal management.The practice of coastal management needsadaptive approach since there is always limita-tion of knowledge and capacity to understandthe dynamic of coastal ecosystem. Such ap-proach implies a technical consequence on themanagerial process that needs to be accommo-dated by accountability system.

Page 8: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 x i i

ficials, and other stakeholders in meetings, work-shops and other activities.

Development of institutional aspects in-clude strategies to promote the establishment ofintegrated management of Balikpapan Bay amonglocal stakeholders. These activities includefacilitation of Forum Sahabat Teluk Balikpapan,Task Force for Coastal Management and JointWorking Groups to handle erosion/sedimentationand application of environment friendly fish cul-ture. For time being, no new institution needs tobe established since empowerment of some co-ordinating agencies is considered an appropriatestrategy to accommodate integrated BalikpapanBay management. The Task Force and Joint Work-ing Groups are given responsibility to implementmanagement programs proposed by Pasir Districtsand Balikpapan City and organization of commu-nity initiatives to promote public awareness onthe importance of integrated management.

Activities of these ad-hoc institutions arestrongly dependent on the annual budget govern-ment projects hence longer-term budget must besecured to ensure its continuity and effectiveness.Some staffs of the working groups have a limitationto conduct intensive communication and stronglydependent on facilitator initiatives (i.e., ProyekPesisir). These problems can be addressed by en-couraging local agency leaders to be more progres-sive by taking into account that Proyek Pesisir willfinish soon while responsibility of local coordina-tion is on the hand of local government.

The Friends of the Balikpapan Bay wasestablished to build local constituency and sup-porters for implementing integrated managementplan of Balikpapan Bay. However, there has beenan indication of decreasing participation of itsmembers. This problem may be attributed to thenature of their membership which is voluntary,physical distance between their residential addressand the meeting point (i.e., Balikpapan) and lowcoordinating function of the committee.

Lessons LearnedRegardless of its geographical scale and

types of coastal issues being addressed by man-agement plan, existence and formal status of aninstitution which coordinates the implementation

of coastal management plan is very important.Establishment of working group as a seed of suchformal institution is important to promote thesuccess of management application in the field.During its development, such working groupshould involve persons that are representativesof agencies relevant to handle coastal issues.

A working group can function as coordina-tor of development projects in the locality to en-sure their integration with existing plans and ef-fort. This is very important to maximize the ben-efits and positive impacts while increase the effi-ciency of the utilization of development resources.Many projects are designed to provide demonstra-tion or small-scale effort with an expectation thatin the future these will be scaled-up by local gov-ernment or stakeholders. Therefore, a workinggroup should be designed to receive transfer oftechnology and experience hence capable to sus-tain the initiatives introduced by the project inthe form of local development programs.

Status of a working group run should beformalized to ensure it functions properly. A re-gional regulation (Peraturan Daerah – Perda)which describes its structure and staff composi-tion, scope of responsibility, mission and sourceof fund, can accommodate it. Such regulation isneeded when local government needs to have aspecial institution or when existing coordinatingbody has not sufficient capability to handle ‘new’identified coastal issues.

After a project being closed, roles and func-tions of the ad-hoc working group can be takenover by local government. Experience obtainedby staffs of the working group is invaluable tothe formal coordinating body. Therefore, eachlocal government should make some effort toensure that such experience is transferred to thecoordinating body which may apply it in the fu-ture programs.

Effort to institutionalize coastal manage-ment in the locality should not only establishmentof coordinating body. Working groups, discus-sion forums and effective outreach strategies arealso needed to institutionalized coastal manage-ment among public and other stakeholders.

Popularity of the importance of coastalmanagement among community members can di-

Page 9: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002x i

of natural resources management. To handle suchproblem, a regional regulation (Peraturan Daerah)may be useful to provide legal basis for govern-ment officials to use the Renstra. Another prob-lem identified is low capacity and awareness ofgovernment officials on coastal issues.

Implementation of village level coastalmanagement plan in Minahasa, NorthSulawesi

Village level coastal management plans aremeant to be guidelines for village community,government and other stakeholder in addressingsome coastal issues. The plans clearly distributeresponsibility of coastal management among com-munity, government and other stakeholders. Theplans are strategic since they reflect communitycommitment based on some understanding on theimportance of coastal resources management tosecure sustainability of its use, hence communitywelfare.

The plans are good examples of decentral-ized coastal resources management in Indonesia.Contribution of Kabupaten dan village workinggroups consisting government executives was sig-nificant in the refinement of the village plans.Therefore, the process of plan development pro-vides opportunity for local government to designtheir programs more properly, especially forcoastal villages in Minahasa district. Anotherimpact of such process is greater understandingof government officials on the importance ofparticipatory and community needs to be ad-dressed in their programs.

At village level, coastal management seemsrelatively easy to be institutionalized among vil-lagers. This is mainly due to direct involvementand support of village leaders to their staffs andcommunity members to be involved in the imple-mentation of Proyek Pesisir. The coastal manage-ment plans are part of Annual Village Develop-ment Plan that was approved by Village Legisla-tive Body to be executed by village leaders. Ineach village, a management unit has been estab-lished in each village to implement the coastalmanagement plan.

Budget for implementing the coastal man-agement plan is established in a meeting at-

tended by village officials and the managementunit. The main source of fund is expected fromthe village. Additional fund to compensate theshortage should be obtained by the managementunit through formal request to district govern-ment, funding agencies and others.

So far, programs to address village main is-sues have been implemented in four project loca-tion in Minahasa. The programs include devel-opment of domestic water supply, sanitation fa-cilities, coastal flood and protection wall, estab-lishment of village regulation, trainings to createnew sources of income, and fish restocking, etc.

Implementation of coastal programs in thevillages has some positive impacts, such as im-provement of public infrastructures that promotescommunity welfare, reduction of community dam-age due to floods and erosion, protection ofcoastal resources that are directly utilized by thecommunity. Above all, the main impact of imple-mentation of the plan on the community and vil-lage officials is their awareness to establish goodgovernance on existing coastal resources.

One of main constraints identified from theimplementation of village management plan isrelated with community dynamics, such unnec-essary intervention by unauthorized persons ondecision making process, relationship betweeninstitutions, and problems in the use of allo-cated fund.

Institutional and funding preparation toimplement Teluk Balikpapanmanagement plan

The progress of project activities in EastKalimantan is different from the other two sites;the management plan still in the process ofcompletion. However, institutional preparationand budgeting process to anticipate official inte-grated Teluk Balikpapan Management Plan hasbeen carried out simultaneously by Pasir Districtand Balikpapan City.

Though development of plan document isstill progressing, some programs of Pasir Districtand Balikpapan City are relevant to the issuesidentified in the draft of management plan. Suchrelevance occurs due to communicative interac-tion among Proyek Pesisir, local government of-

Page 10: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 x

This learning workshop was held to discussreports of documentation activities onimplementation of coastal management

plans in the three project sites, i.e. village coastalmanagement plan (North Sulawesi), integrated baymanagement plan (East Kalimantan) and provin-cial strategic coastal management plan (Lampung).Papers presented in the workshop do not onlydescribe the implementation process of suchmanagement plans but also some discussion toidentify some lessons learned from their imple-mentation. The lessons learned are presented bydescribing problems, factors that created the prob-lems and recommended solutions to handle theproblems. The papers were developed throughsome discussion in an internal workshop held inBogor, 15-16 January 2002. This proceedingspresents the papers and their discussion duringan external workshop held in Bogor, 14 February2002. Participants of the external workshop dis-cussed the following issues:

Effort to institutionalize coastal managementin each of three project sites.Relationship between the coastal managementplan and local or regional development plan.

· Implication of some identified lessons learnedon coastal management program in Indonesia.Recommendation to government (national andregional) to sustain integrated coastal manage-ment initiatives that are introduced by ProyekPesisir.

Implementation of Strategic Plan of CoastalManagement of Lampung Province

Strategic Plan of Coastal Management ofLampung Province is a compilation of formulatedplan that is relevant to Annual Regional Devel-opment Program, Regional Development Pro-gram, Reform Agenda of Regional Development,National Development Guidelines and NationalReform Agenda. The strategic plan was devel-oped through simultaneous top-down and bottom-up process with a series of stakeholder consulta-

EXECUTIVE SUMMARY

tion from provincial, district and community lev-els. The strategic plan identifies 11 coastal issuesand programs to address the issues. For the yearof 2001, the plan recommends 25 programs toaddress coastal degradation issues, 9 programs toaddress low quality of human resources, 7 pro-grams to address some issues of forest, nationalparks and marine protected area.

Effort to institutionalize the Renstra in-cludes: (1) development of formal institutions,such as working groups, at provincial and districtlevels; (2) project assistance to help provincial anddistrict agencies in developing their programs bysuggesting inclusion of some coastal programsrecommended by the Renstra; (3) direct involve-ment of local NGOs in meetings, workshops,training and courses that are relevant to coastalissues in order to develop their capacity to sup-port the implementation of programs recom-mended by the Renstra.

Evaluation in 2001 indicates that many lo-cal government agencies have not completely usedthe Renstra in developing their coastal programs.The existing government plan addressed 7 of 11coastal issues with 24 of 77 recommended pro-grams. These programs were supported by devel-opment funds of about Rp 4,3 billions from re-gional development budget, national developmentbudget and grants. At the same time, Departmentof Marine Affairs and Fisheries implemented threecoastal programs, i.e. ecosystem rehabilitationand island community impowerment, spatial plan-ning of Lampung Bay, and coastal communityempowerment program in East Lampung. Con-straints identified from implementation of suchprograms include misunderstanding and interpre-tation of some officials on formal position of theRenstra in regional planning procedure. Suchproblem is not necessary since development ofRenstra had started in June 1999 with participa-tory process, launched in May 2000 while the LawNo. 22/1999, which was effective from Januari2001, gives an opportunity for decentralization

Page 11: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002i x

untuk tataran pengambilan kebijakan, penelitian,perencanaan, dan tataran praktek di lapang yangakan berinteraksi langsung dengan masyarakat danstakeholder lainnya.

Penyediaan sumberdaya manusia ini dapatdalam bentuk pendidikan formal maupunpendidikan non-formal. Berbagai forum untukberbagi pengalaman, misalnya lokakarya danpelatihan-pelatihan, dapat mempercepatpenyediaan sumberdaya manusia tersebut. Upaya-upaya penggalian lessons learned hendaknyadilakukan oleh semua pihak, baik para praktisimaupun akademisi, dalam upaya menyiapkan‘materi’ berbagai ragam bentuk pendidikantersebut. Pendekatan penggalian lessons learneddan bertukar pengalaman ini sangat strategismengingat keragaman pesisir dan karakteristiksosial yang ada di Indonesia memerlukan berbagaipendekatan khusus. Oleh karena itu, setiap pro-gram-program pengelolaan pesisir perlu mencakupprogram pembelajaran yang secara langsungmaupun tidak langsung akan meningkatkankapasitas pelaksana program, masyarakat dan parastakeholder lainnya.

Page 12: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 v i i i

Dalam proses perencanaan yang berjenjangdari bawah, dalam arti masukan atau usulan,komunikasi interaktif antara pemerintah danpemerintah daerah (propinsi dan kabupaten) sertajajaran pemerintahan lainnya sangat penting.Proses perencanaan pengelolaan pesisir yangdiperkenalkan sudah menerapkan bottom-up ap-proach dimana para stakeholder telah diberikesempatan berperan aktif, mulai dari tahapidentifikasi permasalahan dan mengkaji setiappermasalahan tersebut, memberikan masukanterhadap rencana pengelolaan dan lain-lain.

Beberapa faktor yang diperkirakan dapatmempengaruhi kelanjutan dari model proses danpraktek pengelolaan pesisir yang diperkenalkanoleh suatu proyek adalah:

Keberadaan working group dan kapasitasnyaKomitmen serta dukungan dari pemerintah(pusat dan daerah) dan DPR/DPRD untukmemasukkan program pengelolaan pesisir kedalam rencana pembangunannya. Komitmenini berupa ketegasan bahwa rencana penge-lolaan yang dibuat akan dijadikan pedomanuntuk pembangunan di wilayah pesisir.Terciptanya kelompok-kelompok masyarakatyang secara terus-menerus mendukungterwujudnya pengelolaan pesisir terpadu.

Kemandirian masyarakat dan stakeholderdalam menerapkan substansi rencana strategiataupun rencana pengelolaan pesisir merupakanindikator sukses penting proses pengelolaan.Kontribusi yang besar dari masyarakat merupakanfaktor kunci keberhasilan upaya-upaya penge-lolaan. Kemandirian ini merupakan indikatorbahwa masyarakat tidak semata-mata sebagaiobjek pembangunan, tetapi juga sebagai subjekpembangunan.

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkanbeberapa catatan yang mencakup bagaimanasebaiknya pengelolaan pesisir secara terpadudipraktekkan. Catatan-catatan tersebut adalah:

Program pengelolaan pesisir harus dibarengidengan program penguatan kelembagaan yangmencakup peningkatan kapasitas lembaga-lembaga yang ada dan melembagakan ataumensosialisasikan pengelolaan pesisir di tengahmasyarakat umum, staf pemerintahan dan stake-holder. Indikator dari adanya pengelolaan yangsudah melembaga adalah komitmen peme-

rintah yang didukung oleh para wakil rakyatuntuk mengalokasikan dana.Pemerintah dalam proses pembangunandiharapkan dapat memfasilitasi terwujudnyaproses perencanaan pengelolaan pesisir yangmenerapkan top-down approach dan bottom-up ap-proach secara bersamaan.Pengalaman kerjasama instansi dan LSM dalamworking group yang ada perlu dimanfaatkan. Olehkarena itu suatu working group yang baru tidakselalu perlu dibentuk untuk setiap proyek.Adanya perkembangan karier dan restruk-turisasi menyebabkan working group yang adamemerlukan program penyegaran untukmenjaga awareness dan kapasitasnya. Programseperti ini sangat diperlukan untuk menjagasustainability dari upaya-upaya yang diperke-nalkan proyek.Semua pihak yang pernah bekerjasama danterbina oleh aktifitas proyek merupakan criticalmass yang dapat mendorong kelancaran prosespenerapan pengelolaan pesisir secara terpadu.Proses pengelolaan pesisir terpadu memerlukanpendekatan adaptive management . Hal inimengingat keterbatasan pengetahuan dan kapa-sitas untuk pemahaman terhadap permasalahanpesisir yang dinamis. Pendekatan ini membe-rikan konsekuensi teknis yang terkait denganproses pengelolaan yang perlu diakomodasi olehsistem pertanggung-jawaban program/proyekyang biasa diterapkan oleh pemerintah.

Secara umum, hal-hal di atas menggaris-bawahi bahwa pengelolaan pesisir hendaknyamengutamakan keterpaduan, kesempatan kepadapara stakeholder mulai dari tingkat bawah (akarrumput – grass root) untuk berperan aktif dalamproses perencanaan, perencanaan yang berdampakpositif dalam jangka panjang (ecologically sustain-able), sistem perencanaan yang bersifat terbukadan bersifat partisipatif, kejelasan kepastianhukum bagi setiap pihak yang terlibat. Hal-haltersebut sudah tercakup dalam dokumen PedomanUmum Pengelolaan Pesisir Terpadu yangditerbitkan oleh Departemen Kelautan danPerikanan. Untuk menerapkan pedoman umumtersebut, beberapa hal yang perlu diperhatikanuntuk mewujudkan penerapan pengelolaan pesisiryang terpadu antara lain adalah ketersediaansumberdaya manusia yang handal yang diperlukan

Page 13: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002v i i

partisipasi anggota. Hal ini diperkirakan berkaitanerat dengan keanggotaan yang bersifat sukarela,faktor jarak geografi yang merupakan kendala bagianggota yang berada di lokasi yang cukup jauhdari Balikpapan serta belum optimalnya pengurusforum dalam menjalankan fungsi koordinasi.

PelajaranTerlepas dari skala geografi wilayah pesisir

yang dikelola ataupun cakupan isu, kejelasanadanya lembaga pengelolaan pesisir merupakanpersyaratan untuk kelancaran pelaksanaan pro-gram dan kelanjutan pengelolaan pesisir.Pendirian working group sebagai cikal bakal lembagapengelolaan merupakan hal penting yang perludimulai untuk mendukung kelancaran prosespenerapan pengelolaan di lapang. Dalam prosespembentukannya, cikal bakal tersebut seharusnyamelibatkan sejumlah orang yang merupakanperwakilan instansi atau unit kerja yang diperki-rakan relevan untuk menangani permasalahanyang ada di wilayah pesisir.

Working group dapat berperan dalammengkoordinasikan ‘proyek-proyek’ pembangun-an yang ada di wilayah kerjanya dalam rangkaketerpaduan antar proyek. Hal ini penting untukmemaksimumkan manfaat dan dampak positifproyek sekaligus meningkatkan efisiensipenggunaan sumberdaya pembangunan, termasukuntuk pengelolaan pesisir. Tidak jarang proyek-proyek yang ada bertujuan untuk melaksanakanpercontohan atau demonstrasi penerapan dalamskala kecil dengan maksud contoh penerapantersebut dikemudian hari diterapkan dalam skalasesuai dengan kebutuhan setempat. Oleh karenaitu working group juga diharapkan dapat berperansebagai ‘lembaga’ yang siap menerima transferpengalaman sehingga setelah proyek-proyekpercontohan tersebut usai, upaya yang diperke-nalkan proyek dapat berlanjut sebagai program-program pembangunan.

Agar suatu working group dapat bekerjadengan baik, ada usulan bahwa working grouptersebut perlu diresmikan oleh pimpinanpemerintahan setempat, misalnya dalam bentukperaturan daerah (Perda). Terbitnya perda inimemberikan landasan hukum bagi working grouptentang susunan working group, tugas danfungsinya, serta sumber pembiayaan untuk

kegiatannya. Perda semacam ini diperlukan jikapemerintah setempat memerlukan adanyalembaga ‘khusus’ untuk menangani projekpengelolaan pesisir, atau karena kelembagaanyang ada dianggap belum memiliki kapasitas yangcukup untuk menangani permasalahan yang baru.

Dalam masa setelah proyek ataupun pro-gram percontohan selesai, fungsi-fungsi yangdijalankan oleh working group dapat diadopsi olehpemerintah setempat. Pengalaman yang diperolehpara anggota working group merupakan hal yangsangat penting bagi lembaga koordinasi yangsebenarnya. Persoalan berikutnya adalahbagaimana pengalaman tersebut dapat dipelajaridan disampaikan kepada pimpinan dan staflembaga tersebut.

Upaya untuk melembagakan pengelolaanpesisir tidak cukup hanya dengan membentuklembaga-lembaga koordinatif. Pendiriankelompok-kelompok kerja khusus dan forum-fo-rum serta pelaksanaan kegiatan penyebaraninformasi/penyuluhan kepada masyarakat luas.Hal ini perlu dilakukan agar pengelolaan pesisirtersosialisasi atau melembaga di tengahmasyarakat umum dan para stakeholder lainnya.

‘Popularitas’ pentingnya pengelolaan pesisirdi tengah masyarakat secara langsung dan tidaklangsung akan menentukan dukungan politisterhadap pengambilan kebijakan (policy) yangmemprioritaskan program pengelolaan pesisirdalam agenda pembangunan daerah. Hal inisesuai dengan mekanisme pengambilan keputusansetempat yang melibatkan wakil rakyat dalambadan legislatif (Dewan Perwakilan RakyatDaerah dan Badan Perwakilan Desa).

Sukses implementasi rencana pengelolaantidak terlepas dari kesediaan sumberdaya, yaitusumberdaya manusia, dana dan material. Dalamkonteks governance, pernyataan resmi tentangditerimanya suatu rencana pengelolaan adalahsalah satu landasan untuk mewujudkan rencanapengelolaan pesisir secara terpadu Adopsi for-mal tersebut harus menggambarkan komitmenpemerintah dan masyarakat untuk mengelolasumberdaya pesisir untuk kepentingan rakyatsebesar-besarnya. Pernyataan tersebut harusdisertai dengan pengalokasian dana pembangunanuntuk program-program implementasi rencanapengelolaan tersebut.

Page 14: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 v i

pemenuhan kebutuhan dasar, seperti air bersih,sanitasi, pembuatan bangunan pelindung daribahaya banjir, pembuatan aturan-aturan, pelatihanuntuk membuat sumber penghasilan tambahanatau alternatif, pemulihan sumberdaya perikanan,dan lain-lain.

Manfaat dari adanya pelaksanaan program-program pesisir di desa adalah tersedianya sarana/prasarana umum yang meningkatkan tingkatkesejahteraan umum, mengurangi ancaman bahayaatau bencana alamiah, pemeliharaan sumberdayaalam yang dapat dinikmati langsung olehpenduduk. Selain itu, manfaat yang tidak kalahpentingnya adalah terjadinya peningkatankesadaran masyarakat dan pemerintahan setempatuntuk menerapkan governance pada sumberdayapesisir yang tersedia.

Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaanrencana pengelolaan mencakup aspek sosial yangberkaitan dengan dinamika masyarakat, sepertiintervensi terhadap pengambilan keputusan olehpihak yang tidak berwenang, hubungan antarlembaga-lembaga di tingkat desa, serta masalahteknis yang berkaitan dengan penggunaan dana.

Penyiapan Kelembagaan dan RencanaPendanaan untuk Implementasi RencanaPengelolaan Teluk Balikpapan

Berbeda dengan perkembangan yang terjadidi dua propinsi lokasi proyek lainnya, rencanapengelolaan untuk Teluk Balikpapan belum selesaitersusun. Namun tanpa menunggu sampai selesaitersusun, proses persiapan pembentukan kelem-bagaan untuk menangani rencana pengelolaansecara bersamaan dilakukan. Hal ini dilakukanuntuk mengantisipasi setelah rencana pengelolaannantinya diresmikan sebagai pedoman pengelo-laan. Selain itu dilakukan juga proses persiapanpendanaan untuk penerapan rencana pengelolaan.

Walaupun dokumen Rencana PengelolaanTeluk Balikpapan belum siap, sejumlah kegiatanyang dilaksanakan oleh Pemerintah DaerahKabupaten Pasir dan Kota Balikpapan telah sesuaidengan sebagian program-program yangdirencanakan untuk menangani sejumlah isu ataupermasalahan pesisir setempat. Hal ini dapatdikatakan sebagai akibat dari interaksi ataukomunikasi antara Pengelola Proyek Pesisir diBalikpapan dan para stakeholder Teluk Balikpapan,

termasuk staf pemerintahan daerah, dalamlokakarya dan kegiatan-kegiatan lainnya.

Pengembangan aspek kelembagaanmencakup proses atau strategi agar pengelolaanTeluk Balikpapan dapat melembaga di tengahmasyarakat. Hal ini dilakukan dengan memfasi-litasi pembentukan Forum Sahabat TelukBalikpapan. Gugus Tugas Pengelolaan Pesisir danKelompok Kerja Gabungan untuk permasalahanerosi/sedimentasi dan pengelolaan tambak ramahlingkungan. Pertimbangan bahwa pemberdayaankomponen dinas/instansi pemerintahan yang adasebagai koordinator merupakan strategi yangdapat diterima oleh stakeholder dari kalanganpemerintahan merupakan indikasi bahwa tidakperlu dibentuk lembaga baru. Untuk itu, dinas/instansi yang mengemban tugas koordinasi, sepertiBappeda dan Bapedalda, memperoleh prioritassebagai lembaga yang akan melakukan koordinasipelaksanaan rencana pengelolaan. Sementara iniGugus Tugas dan Kelompok-kelompok kerjagabungan diberi peran sebagai uji coba pelaksa-naan program-program pengelolaan, baik dalamkegiatan yang melibatkan Pemerintah KabupatenPasir dan Kota Balikpapan maupun pengorga-nisasian gerakan masyarakat peduli terhadap TelukBalikpapan.

Dari perkembangan lembaga-lembaga, telahdiidentifikasi bahwa kelanjutan operasional tim-tim yang bersifat ad-hoc tersebut sangat tergantungpada anggaran pembangunan tahunan (proyek).Untuk menjamin kelangsungan dan efektivitasperan mereka, jaminan pendanaan yang berjangkawaktu lebih panjang sangat diperlukan. Sebagianpersonil working group tersebut memilikiketerbatasan untuk melakukan komunikasi yangintensif dan sangat tergantung pada upaya yangdilakukan oleh fasilitator (dalam hal ini ProyekPesisir). Untuk mengatasi hal ini, inisiatif daripemerintah daerah harus ditingkatkan berda-sarkan pemikiran bahwa proyek akan berakhirsementara tanggungjawab koordinasi pengelolaanteluk ada ditangan pemerintah daerah.

Forum Sahabat Teluk Balikpapan (Friendsof Balikpapan Bay) dibentuk untuk membangunkonstituen sekaligus pendukung yang akanberpartisipasi dalam pengelolaan ekosistem TelukBalikpapan. Dalam perkembangan forum terse-but terlihat adanya kecenderungan penurunan

i i i

Page 15: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002v

mencakup 7 dari 11 permasalahan utama. Sekitar30% atau 24 dari 77 program yang dicantumkandalam renstra telah dilaksanakan. Ke-24 programtersebut didukung oleh dana sebesar Rp 4,3milyar, berasal dari APBN, APBD dan dana hibah.Sementara itu, Departemen Kelautan danPerikanan melaksanakan 3 program di Lampung,yaitu rehabilitasi ekosistem dan pemberdayaanmasyarakat pulau, penyusunan tataruang pesisirTeluk Lampung, dan pemberdayaan masyarakatpesisir Lampung Timur; Proyek Pesisir melak-sanakan program pengembangan daerahperlindungan laut dan pengembangan tambakramah lingkungan.

Kendala utama yang teridentifikasi dalamimplementasi Renstra adalah ketidak-jelasanposisi renstra dalam proses perencanaanpembangunan daerah dalam perspektif stafpemerintahan daerah. Hal ini seharusnya tidakterjadi mengingat proses pembuatan renstradimulai sejak Juni 1999 dan diluncurkan padabulan Mei 2000 sementara Undang-undang nomor22/1999 tentang Pemerintahan Daerah baruberlaku sejak Januari 2001. Untuk mengatasinya,ada pemikiran bahwa Renstra tersebut perlumemiliki landasan hukum yang kuat, yaitu sebuahperaturan daerah yang menyatakan bahwa RenstraPesisir harus menjadi acuan perencanaanpembangunan di wilayah pesisir. Kendala utamakedua adalah terbatasnya kemampuan dan kepe-dulian staf pemerintahan di tingkat kabupatenmaupun propinsi. Hal ini dapat diatasi denganprogram sosialisasi dalam bentuk lokakarya danlain-lainnya.

Implementasi Rencana Pengelolaan PesisirDesa di Minahasa, Sulawesi Utara

Rencana pengelolaan pesisir di desadimaksudkan untuk sebagai pedoman bagimasyarakat desa, pemerintah dan pihak terkaitlainnya dalam menangani persoalan-persoalanyang berkaitan dengan wilayah pesisir. Denganadanya rencana pengelolaan, tanggung jawab danperan berbagai pihak, yaitu masyarakat, pemerin-tah dan stakeholder lainnya, cukup jelas. Rencanapengelolaan pesisir tersebut sangat strategis karenamencerminkan komitmen masyarakat yang dilan-dasi oleh pemahaman pentingnya pengelolaanuntuk kelestarian sumberdaya alam dan

kesejahteraan keluarganya. Tersusunnya rencanapengelolaan pesisir tingkat desa merupakanindikasi dari adanya praktek desentralisasipengelolaan pesisir di Indonesia.

Proses penyempurnaan rencana pengelolaanini tidak lepas dari peran working group tingkatkabupaten yang anggotanya adalah perwakilandari dinas-dinas terkait dan kecamatan. Olehkarena itu, rencana pengelolaan yang dibuat olehmasyarakat desa secara langsung dan tidaklangsung berkaitan erat dengan program-programpengelolaan pesisir yang disusun oleh PemerintahKabupaten Minahasa. Dampak lain dariketerlibatan working group (Kabupaten Task Force-KTF) tersebut adalah pemahaman para stafpemerintahan terhadap proses yang dilalui selamaproses penyusunan rencana pengelolaan yangsangat mengutamakan aspirasi atau keinginanmasyarakat desa.

Di tingkat desa, pengelolaan pesisir relatifdapat melembaga dengan cepat. Hal ini tidaklepas dari peran pemerintahan desa yang sejakawal memberikan dukungan dan kesempatankepada stafnya (yaitu, para kepala urusan ataupunkepala dusun) dan anggota masyarakat untukterlibat langsung dalam proses pelaksanaan proyekrencana pengelolaan tersebut. Rencanapengelolaan pesisir tersebut merupakan bagiandari Rencana Pembangunan Tahunan Desa yangdisahkan oleh Badan Perwakilan Desa, sebuahlembaga legislatif tingkat desa yang memberikanamanat tanggungjawab kepada Kepala Desa.

Rincian anggaran biaya untuk pelaksanaanrencana pengelolaan ditetapkan melalui rapatPemerintah Desa dan Badan Pengelola yang akanmelaksanakan program-program sesuai denganrencana pengelolaan. Kebutuhan biaya untukpelaksanaan program-program pengelolaan inisebagian diupayakan untuk dapat dipenuhi secaraswadaya. Kekurangan dana diupayakan olehBadan Pengelola dan Pemerintah Desa darisumber di luar, seperti dana pembangunan APBN,APBD dan hibah dari pihak lain yang tidakmengikat (misalnya perusahaan swasta ataupunlembaga donor).

Sejauh ini penanganan masalah utama yangdiprioritaskan dalam setiap rencana pengelolaansudah dilaksanakan di empat desa proyek.Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan mencakup

Page 16: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 i v

Lokakarya tahun 2002 ini bertujuan untukmembahas hasil pendokumentasianterhadap implementasi rencana penge-

lolaan (management plan) yang dilaksanakan di 3propinsi lokasi proyek, yang Rencana PengelolaanPesisir Desa di Minahasa (Sulawesi Utara),Rencana Pengelolaan Teluk Balikpapan danRencana Strategi Pengelolaan Pesisir PropinsiLampung. Makalah-makalah yang disajikan tidakhanya menggambarkan proses yang terjadi, tetapijuga pembahasan untuk mengidentifikasi pelajaranyang diperoleh dari pengalaman (lessons learned).Penyajian lessons learned dalam setiap makalahdilengkapi dengan persoalan yang dihadapi,faktor penyebab persoalan tersebut, dan solusiuntuk menangani kendala-kendala tersebut.Penyusunan makalah-makalah tersebut melewatiproses pembahasan dalam lokakarya internal diBogor pada tanggal 15-16 Januari 2002. Prosidingini menyajikan makalah-makalah dan pemba-hasannya dari lokakarya eksternal di Bogor padatanggal 14 Februari 2002. Dalam lokakaryaeksternal tersebut, beberapa hal penting yangdibahas peserta antara lain:

Upaya-upaya untuk melembagakan pengelo-laan pesisir di tiap lokasi proyek .Hubungan antara rencana pengelolaan pesisiryang ada di tiap lokasi dengan rencanapembangunan lokal.Implikasi dari pengalaman proyek dan lessonslearned yang teridentifikasi terhadap kegiatan-kegiatan program pengelolaan pesisir di Indo-nesia.Saran untuk Pemerintah (Pusat dan Daerah)agar praktek pengelolaan pesisir terpadu yangdiperkenalkan oleh suatu proyek dapat efektifdan berlanjut.

Implementasi Rencana StrategiPengelolaan Pesisir Propinsi Lampung

Rencana Strategis Pengelolaan PesisirPropinsi Lampung merupakan kompilasi rumusanperencanaan yang sejalan dengan ProgramPembangunan Tahunan Daerah (Propetada), Pro-

RINGKASAN EKSEKUTIF

gram Pembangunan Daerah (Propeda), Pokok-pokok Reformasi Pembangunan Daerah, GBHNdan Pokok-pokok Reformasi. Proses perumusanrencana strategis ini menerapkan pendekatan top-down dan bottom-up secara simultan, lengkapdengan konsultasi dengan para stakeholder, baikdi tingkat propinsi, kabupaten maupun masyara-kat dan pengusaha. Renstra tersebut mengiden-tifikasi adanya 11 permasalahan utama yangterjadi atau berkaitan dengan pesisir dan program-program untuk mengatasinya. Untuk tahun 2001,Renstra menyajikan 25 program untuk mengatasipermasalahan degradasi wilayah pesisir, 9 pro-gram untuk mengatasi permasalahan rendahnyakualitas sumberdaya manusia, 7 program untukmengatasi permasalahan pencemaran wilayahpesisir, 6 program untuk mengatasi permasalahankerusakan hutan, taman nasional dan cagar alamlaut, 6 program untuk mengatasi permasalahanbelum optimalnya pengelolaan perikanan dan satuprogram untuk mempelajari intrusi air laut.

Upaya untuk melembagakan Renstra Pesisirdilakukan dengan: (1) pembentukan lembaga-lembaga formal seperti working group, baik untukcakupan propinsi, kabupaten (sementara ini diKabupaten Lampung Selatan); (2) programfasilitasi berupa saran masukan program-programyang tercantum dalam renstra dalam prosespenyusunan rencana program-program yang akandibuat oleh dinas-dinas pemerintah daerah untuktahun 2001-2005, baik propinsi maupunkabupaten; (3) program pelibatan masyarakat/LSM dalam pertemuan, lokakarya, pelatihan,kursus yang berkaitan dengan pengelolaan pesisiruntuk menyiapkan kader-kader yang dapatmendukung pelaksanaan program-program yangtercantum dalam Renstra.

Evaluasi di tahun 2001 menunjukan bahwasebagian besar instansi pemerintah daerah ditingkat kabupaten di Propinsi Lampung belumsepenuhnya menggunakan Renstra Pesisir dalammenyusun program-program yang berkaitandengan permasalahan di wilayah pesisir. Program-program yang dilaksanakan tersebut baru

i

Page 17: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002i i i

UCAPAN TERIMA KASIH

Learning Team PKSPL IPB menyampaikan ucapan terima kasih atas segala bantuan dan dukunganberbagai pihak sejak dari persiapan pendokumentasian hingga tersusunnya prosiding ini kepada:

Kordinator Program Proyek Pesisir PKSPL IPB serta seluruh staf Proyek Pesisir PKSPL IPB;Kepala Pusat Kajian dan Sumberdaya Pesisir dan Laut IPB serta seluruh staf PKSPL IPB;Chief of Party dan seluruh staf Proyek Pesisir di Jakarta;Para manajer dan seluruh staf Proyek Pesisir Lampung, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur atas bantuandan kerjasamanya dalam pelaksanaan kegiatan pendokumentasian, baik pada saat internal dan eksternalworkshop maupun dalam proses penulisan prosiding;Pimpinan dan staf Coastal Resources Center, University of Rhode IslandPara peserta Lokakarya Hasil Pendokumentasian Kegiatan Proyek Pesisir pada tanggal 14 Februari2002.

Kami berharap bahwa prosiding ini akan bermanfaat bagi Proyek Pesisir dan berbagai pihak yang terkaitdalam pengelolaan sumberdaya pesisir di Indonesia.

Bogor, 8 April 2002

Dr. Ir. M.Fedi A. Sondita, MScKordinator Learning Team Proyek PesisirPusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan LautanInstitut Pertanian Bogor

Page 18: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 i i

1.3 Fokus Tahapan Siklus Perencanaan Pengelolaan Saat Ini ..................................................2. Metodologi ...................................................................................................................................

2.1 Sumber-sumber Data/Informasi ..........................................................................................2.2 Metode Analisis ...................................................................................................................

3. Substansi Rencana Pengelolaan Teluk Balikpapan .......................................................................3.1. Alasan Pentingnya Rencana Pengelolaan Teluk Balikpapan ................................................3.2 Rencana Pengelolaan Teluk Balikpapan dan Implementasinya ...........................................3.3 Isu Utama dan Visi Pengelolaan Lingkungan Hiduk teluk Balikpapan ................................3.4 Cakupan Wilayah Pengelolaan dan Tingkat Perencanaan ...................................................3.5 Prinsip Pendekatan Perencanaan Pengelolaan Teluk Balikpapan .......................................

4. Penyiapan Kelembagaan bagi Implementasi Rencana Pengelolaan .............................................4.1 Penyiapan Sistem dan Struktur Kelembagaan .....................................................................4.2 Pengembangan Model Mekanisme Kelembagaan ................................................................

5. Pelajaran dari Proses Penyiapan Kelembagaan ............................................................................

IMPLEMENTASI RENCANA PENGELOLAAN TINGKAT DESA DI KABUPATENMINAHASA PROPINSI SULAWESI UTARA ..............................................................................1. Pendahuluan ................................................................................................................................2. Metodologi ..................................................................................................................................3. Rencana Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Desa .............................................................

3.1 Pengertian ...........................................................................................................................3.2 Proses Penusunan ...............................................................................................................3.3 Hubungan Rencana Pengelolaan Desa dengan Rencana Pembangunan Kabupaten

dan Propinsi ........................................................................................................................3.4 Strategi Melembagakan Rencana Pengelolaan Desa ...........................................................

3.4.1 Kelembagaan .............................................................................................................3.4.2 Biaya ..........................................................................................................................

4. Implementasi Rencana Pengelolaan .............................................................................................4.1 Lembaga Pelaksana .............................................................................................................4.2 Tahapan Kegiatan Implementasi .........................................................................................

4.2.1 Persiapan dan Persetujuan Rencana Tahunan ...........................................................4.2.2 Pelaksanaan Rencana Tahunan ................................................................................

4.3 Kegiatan yang Dilaksanakan ................................................................................................4.4 Hasil dan Dampak Kegiatan ................................................................................................4.5 Permasalahan dan Pemecahannya ........................................................................................

5. Pelajaran yang Diperoleh .............................................................................................................Lampiran ..........................................................................................................................................

PELAJARAN DARI PENERAPAN PENGELOLAAN PESISIR DI LAPANG:MAKALAH RANGKUMAN ..........................................................................................................1. Pendahuluan ................................................................................................................................2. Lembaga Pengelola .......................................................................................................................3. Pelembagaan Pengelolaan Pesisir di Tengah Masyarakat/stakeholder ...........................................4. Pendanaan untuk Implementasi Rencana Pengelolaan .................................................................5. Kelanjutan Pengelolaan Pesisir ....................................................................................................6. Implikasi terhadap Program-program Pengelolaan Pesisir ...........................................................7. Implikasi terhadap Kebijakan Nasional .......................................................................................

2324242425252627272929293436

414144444445

4747474951515151525353545557

6363636565666767

Page 19: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................................................UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................................................RINGKASAN EKSEKUTIF ..........................................................................................................EXECUTIVE SUMMARY ..............................................................................................................SAMBUTAN LOKAKARYA PEMBELAJARAN OLEH KORDINATORPROGRAM PROYEK PESISIR PKSPL IPB .................................................................................SAMBUTAN LOKAKARYA PEMBELAJARAN OLEH CHIEF OF PARTYPROYEK PESISIR ........................................................................................................................

PROGRAM PEMBELAJARAN PROYEK PESISIR (1997-2002).................................................1. Pendekatan Proyek Pesisir ...........................................................................................................2. Kerangka umum program pembelajaran Proyek Pesisir ...............................................................

2.1 Topik pembelajaran ............................................................................................................2.2. Metode yang diterapkan ......................................................................................................2.3. Evolusi tim pembelajaran ....................................................................................................

3. Strategi melembagakan pembelajaran ..........................................................................................4. Lessons learned dari pembelajaran dengan pendekatan pendokumentasian ...................................5. Penutup: Lokakarya Pembelajaran 2002 .....................................................................................

KAJIAN IMPLEMENTASI RENCANA STRATEGIS PENGELOLAANPESISIR PROPINSI LAMPUNG ..................................................................................................1. Pendahuluan ...............................................................................................................................

1.1. Latar Belakang .....................................................................................................................1.2. Tujuan dan Manfaat .............................................................................................................

2. Metodologi ...................................................................................................................................3. Rencana Strategis Pengelolaan Pesisir Lampung .........................................................................

3.1. Pengertian dan Peran Renstra Pesisir Lampung ...................................................................3.2. Proses Penyusunan ..............................................................................................................3.3. Kedudukan Renstra dalam Pengelolaan Pesisir Lampung ..................................................3.4. Isu-isu Pengelolaan Pesisir Lampung ...................................................................................3.5. Implementasi Program Renstra Pesisir ................................................................................3.6. Strategi Pelembagan Rentra Pesisir .....................................................................................

4. Evaluasi Implementasi Renstra ...................................................................................................4.1. Relevansi Program Kabupaten dengan Program dalam Renstra ...........................................4.2. Program Pengembangan Pesisir Propinsi ..............................................................................4.3. Contoh Implementasi Renstra ..............................................................................................

5. Kendala yang Dihadapi ...............................................................................................................Lampiran ..........................................................................................................................................

PENYIAPAN STRUKTUR KELEMBAGAAN BAGI IMPLEMENTASI RENCANAPENGELOLAAN TELUK BALIKPAPAN ..............................................................................

1. Pendahuluan ..............................................................................................................................1.1 Proyek Pesisir KalTim Sebagai Fasilitator .........................................................................1.2 Definisi Perencanaan Pengelolaan Teluk Balikpapan .........................................................

iiiiivx

xv

xvi

112234556

777888899

101011121212131415

22232323

Page 20: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20021

1. Pendekatan Proyek PesisirProyek Pesisir memiliki visi terciptanya

pengelolaan sumberdaya pesisir yang terdesen-tralisasi. Proyek Pesisir dilaksanakan untukmemberikan sumbangan berupa kumpulanpraktek teladan (good practice) pengelolaan pesisirserta proses pengambilan kebijakan ataupembuatan keputusan. Proyek Pesisir sangatmenyadari bahwa keberhasilan dari manfaatadanya proyek ini sangat tergantung kepada prosesyang diterapkan dalam perumusan pengalamansebagai good practice yang teruji dan layakdipromosikan lebih lanjut, strategi yang diterapkan

PROGRAM PEMBELAJARAN PROYEK PESISIR (1997-2002)

Oleh:M. Fedi A. Sondita, Neviaty P. Zamani, Amiruddin Tahir,

Burhanuddin dan Bambang HaryantoLearning Team – Proyek Pesisir IPB, Bogor

email: [email protected]

ABSTRAK

Tulisan ini menyajikan perkembangan kegiatan pembelajaran yang dilakukan Proyek Pesisir mengenai topik, mekanisme yangditerapkan, pelaku pembelajaran dan isu kelanjutan pembelajaran dalam konteks pengelolaan pesisir secara nasional. Prosespembelajaran yang dilaksanakan proyek merefleksikan upaya-upaya yang dilakukan proyek dalam memperkenalkan dan menerapkangood practice pengelolaan pesisir. Kelanjutan (sustainability) merupakan salah satu isu penting untuk setiap jenis proyek, termasukproyek pesisir yang akan segera berakhir.Kata Kunci : pembelajaran, good practice, kelanjutan

ABSTRACT

This paper describes development of learning activities conducted by Proyek Pesisir, e.q. selection of topics of learning activities,procedure, persons, imvolved, and sustainability of learning agenda in the context of national coastal management. Theselearning activities reflect Proyek Pesisir effort in introducing and implementing ‘good’ practice of coastal management concept.Sustainability is one of important issues to any project at the final stage of its implementation, including Proyek Pesisir.Keywords: lesson learn, good practice, sustainability

untuk mempromosikan good practices tersebut dantentu saja keinginan lembaga-lembaga pengambilkeputusan untuk mengkaji dan memanfaatkaninformasi good practice tersebut.

Dalam rangka menerapkan model penge-lolaan pesisir di lapang (tingkat desa, kabupatendan propinsi) Proyek Pesisir telah menerapkan duajenis strategi yang dilakukan secara simultan, yaitustrategi pengelolaan proyek secara keseluruhandan strategi penerapan good practice di desa. Strategijenis pertama lebih bersifat makro dengan tujuankhusus menyiapkan aspek kelembagaan yangmendukung kelancaran pelaksanaan proyek.

Strategi makro untuk memfasilitasi kelancaran pelaksanaan proyek1 :Memfasilitasi pembentukan kelompok kerja tingkat propinsiMembangun proses perencanaan yang bersifat konsultatif dan partisipatifMengidentifikasi dan mengkaji isu-isu utama pengelolaan pesisirMelaksanakan kegiatan-kegiatan implementasi awal (early actions)Menyusun kerangka monitoring proyek dan menetapkan kondisi awal sebelum proyekmelakukan kegiatanMembangun kapasitas stakeholder lokal untuk perencanaan pengelolaan pesisir

Keterangan: dapat dilaksanakan secara berurutan ataupun secara simultan1 Diadopsi dari Working Plan Proyek Pesisir Year One (April 1997-March 1998)

Page 21: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 2

Strategi jenis kedua bersifat mikro dengan tujuankhusus proses penerapan model atau good practicesyang diperkirakan sesuai untuk kondisi lokal.Secara filosopis, kedua jenis strategi ini dapatdipertimbangkan sebagai good practice untukdipelajari dan bermanfaat bagi lembaga donor,pemerintah ataupun LSM yang berminat untukmenerapkan pengelolaan pesisir.

2. Kerangka umum programpembelajaran Proyek Pesisir

2.1 Topik pembelajaranProyek Pesisir memiliki agenda pembela-

jaran, komponen penting yang dianggap olehCRC-URI sebagai cara terbaik untuk menyeleng-garakan proyek yang secara serius akan memper-kenalkan penerapan good practices kepadamasyarakat dan pemerintah Indonesia. Agendapembelajaran ini penting karena sejumlah alasan.Pertama, stakeholder dan penentu kebijakan ataupengambil keputusan harus secara aktifmemikirkan apa yang terbaik untuk menanganipersoalan-persoalan lokal dan belajar daripengalaman. Kedua, good practice yang pernahditerapkan oleh pihak lain dan direkomendasikanbelum tentu sesuai dengan kondisi lokal. Ketiga,proyek ‘serupa’ banyak dilakukan di Indonesianamun kesempatan untuk mempelajari pengala-man-pengalaman mereka sangat jarang. Setelahproyek berakhir, jarang tersimpan dokumentasiyang baik tentang apa yang berhasil dan apa yanggagal, persoalan-persoalan yang dihadapi dan cara

mengatasinya. Padahal informasi sejenis itu sangatbermanfaat jika kita ingin melakukan hal-halserupa (‘proyek-proyek baru’ di lokasi lain).

Secara ringkas Tobey (2000) merangkumbahwa kegiatan pembelajaran ini bertujuan untukmenghasilkan model pengelolaan pesisir yang lebihbaik, transfer pengetahuan pengelolaan pesisir,replikasi praktek-praktek teladan pengelolaanpesisir, mengurangi upaya pencarian ulang model-model pengelolaan untuk setiap proyek baru danmelanggengkan dampak upaya-upaya yangdiperkenalkan oleh proyek. Hasil kegiatan pembe-lajaran tersebut merupakan landasan untuk:

Menentukan kekuatan, kelemahan, kendala dankemajuan program-program pengelolaan,Mempromosikan kegiatan pembelajaran bagistaf proyek/program, lembaga donor, danmasyarakat yang berkepentingan denganpesisir,Menjelaskan teori-teori perubahan, asumsi dandampak adanya pengelolaan pesisirMenyebarluaskan praktek-praktek teladan danpengalaman ke daerah lain ataupun proyek-proyek lainMenyempurnakan konsep dan instrumenpengelolaan pesisirMemperbaiki rancangan dan pelaksanaankegiatan pengelolaan pesisir yang sesuai dengantantangan di masa yang akan datang.

Sebagai konsekuensi dari pendokumenta-sian yang dilakukan berbarengan denganpelaksanaan kegiatan proyek, urutan topik-topikyang didokumentasikan sesuai dengan tahapan

Strategi mikro untuk penerapan model atau best practice pengelolaan pesisir :Penentuan desa (yang akan dijadikan lokasi proyek percontohan)Memastikan masyarakat memiliki orientasi dan siap untuk terlibat dan melakukan prosesperencanaanMengidentifikasi kondisi setempat sebelum proyek atau upaya pengelolaan diterapkanMengidentifikasi permasalahan atau isu-isu lokalMemastikan bahwa setiap isu tersebut adalah benar dan menyusun urutan kepentingannyaMenyusun strategi penanganan isu-isu yang terpilihMemilih strategi penangan isu dan kemudian mengadopsinyaMemulai penanganan isuMelaksanakan pengkajian ulang, evaluasi langkah-langkah yang telah dilaksanakan danpenyesuaian rencana

Keterangan: dilaksanakan secara berurutan

Page 22: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20023

dari siklus perencanaan yang diadopsi oleh proyek(Gambar 1). Siklus ini diawali dengan identifikasipermasalahan dan pengkajiannya, penyusunanrencana pengelolaan, adopsi rencana secara for-mal dan alokasi anggaran, implementasi rencana,kemudian diakhiri dengan penyesuaian danevaluasi (Olsen et al., 1999). Pendokumentasiantahun pertama (kegiatan 1997-1999) mencakuptopik early implementation action, provincial workinggroup dan kerangka umum monitoring. Topik padatahun kedua (kegiatan 1997-2000) mencakupdaerah perlindungan laut, pengembangan tambakramah lingkungan, penyusunan profil wilayahpengelolaan. Topik pada tahun ketiga (kegiatan1997-2001) mencakup penyusunan rencanapengelolaan di tiga skala wilayah administrasi yangberbeda dan co-management. Sedangkan topik padatahun keempat (kegiatan 1997-2002) mencakupproses implementasi rencana pengelolaan denganbahasan upaya-upaya yang dilakukan untukmelembagakan pengelolaan pesisir di setiap lokasiproyek.

2.2 Metode yang diterapkanAgenda pembelajaran dari pengalaman

proyek di lapang dilaksanakan dengan pendekatanpendokumentasian oleh staf proyek ketika proyeksedang berlangsung. Pendekatan ini dianggapsangat tepat karena sejumlah alasan. Pertama,para pelaku proyek dan pihak-pihak yang terkaitmasih memiliki ingatan yang segar tentang

peristiwa atau pengalaman dengan prosespelakasanaan proyek. Kedua, pendokumentasianterkesan lebih ‘ramah’ dibandingkan denganevaluasi. Aktivitas evaluasi dapat membuatseseorang merasa ‘terancam’ karena tidak siapdengan konsekuensi dari hasil evaluasi. Ketiga,para pelaku proyek (khususnya pengelola proyek)memiliki kesempatan untuk mengkaji-ulangstrategi yang telah atau sedang diterapkan dalamkegiatan proyek. Hal ini memberikan kesempatankepada pengelola dan staf proyek untukmenyesuaikannya dengan kondisi lokal atauperkembangan terakhir secara lebih tepat.Dengan pendekatan ini proyek secara tidaklangsung menerapkan filosopi pengelolaan yangbersifat adaptif. Keempat, pendokumentasiankegiatan yang dilakukan memberi kesempatankepada setiap pihak yang terlibat untukmempelajarinya sehingga terbentuk tim yangmemiliki orientasi yang jelas dan kritis untukmemastikan bahwa proyek ini berkembang sesuaidengan tujuannya.

Dalam pendokumentasian ini dilakukananalisis terhadap kumpulan dokumen danpublikasi yang berkaitan, wawancara denganinforman kunci, internal workshop dan external work-shop. Peserta internal workshop terbatas hanyapimpinan dan staf proyek. Internal workshopdilaksanakan sebagai upaya validitas informasidan proses penarikan kesimpulan tentang best prac-

Gambar 1. Siklus program pengelolaan wilayah pesisir (Sumber: Olsen et al., 1999).

Perencanaanprogram

Adopsi programdan pendanaan

Monitoring danevaluasi

Pelaksanaanprogram

Identifikasi isupengelolaan

WAKTU

Page 23: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 4

tices. External workshop dilakukan untuk menjagaobyektivitas penarikan kesimpulan tentang bestpractices. External workshop tersebut dihadiri olehberbagai stakeholder proyek. Mereka antara lainperwakilan lembaga donor (USAID), mitra kerjaproyek dari pemerintah pusat, pemerintah daerahbahkan dari anggota masyarakat lokasi proyek,perwakilan LSM serta cendekiawan pengelolaanpesisir. Dalam lokakarya tersebut, bukan hanyainformasi pengalaman yang diuji tetapi jugarumusan best practice dan lessons learned yangdiusulkan staf proyek dibahas ulang oleh peserta.

2.3 Evolusi tim pembelajaranSecara filosopis, pembelajaran harus

dilaksanakan oleh setiap unit atau komponenproyek, mulai dari Chief of Party hingga penyuluhlapangan di desa-desa. Oleh karena itu pembe-lajaran harus dianggap sebagai kultur dari proyekini dan pelaksana pembelajaran adalah semua stafproyek. Untuk memudahkan pelaksanaan agendapembelajaran ini, kegiatan pembelajaran daripengalaman di lapang dikoordinasikan oleh Learn-ing Team IPB, Bogor. Kapasitas proyek dalampendokumentasian ini direpresentasikan olehkapasitas Learning Team dan kapasitas staf lapangan

dalam pembagian tanggungjawab selama prosespenggalian lessons learned (Tabel 1).

Learning Team adalah kelompok staf intiyang mengembangkan kapasitas diri denganbimbingan seorang technical assistant (Prof KemLowry dari Hawaii University). Pada tahunpertama, Learning Team bertanggungjawabmendokumentasikan kegiatan lapang hinggadokumen tersusun sementara staf lapang lebihberperan sebagai sumber informasi. Pada tahunkedua, tanggungjawab Learning Team dalampendokumentasian sedikit dikurangi denganmemberi peran baru kepada staf lapangan sebagaipengumpul dan penyaji informasi serta mulai aktifdalam penyusunan dokumen lessons learned yangmasih menjadi tanggungjawab penuh LearningTeam. Pada tahun ketiga, staf lapangan mendapatperan yang lebih besar yaitu sebagai pengumpuldan pengolah informasi dan sekaligus sebagaipenulis utama dokumen lessons learned sementaraLearning Team lebih berperan sebagai supervisoratau pembimbing. Pada tahun keempat, staflapangan semakin mantap dan mandiri sebagai timpendokumentasian dan Learning Team lebihberperan sebagai koordinator yang menyiapkanpanduan.

Tabel 1. Peran dan tanggung jawab Learning Team dan para staf lapangan dalampendokumentasian kegiatan Proyek Pesisir (1998-2001)

Tahun

1998/99

1999/00

2000/01

2001/02

Learning Team

Menyiapkan panduan, mengumpulkaninformasi, menyiapkan informasi,menyusun tulisan, presentasi tulisan,pengembangan diri (building capacity)

Menyiapkan panduan, mengumpulkaninformasi, menganalisis informasi,menyusun tulisan, presentasi tulisan,pengembangan diri (building capacity),transfer pengetahuan

Menyiapkan panduan, menyusun tulisan

Menyiapkan panduan, menyiapkan danpresentasi summary paper

Staf lapangan

Menyiapkan informasi

Menyiapkan informasi, mengumpulkaninformasi, presentasi tulisan

Mengumpulkan informasi, menganalisisinformasi, menyusun tulisan, presentasitulisan

Mengumpulkan informasi, menganalisis,menyusun tulisan, presentasi tulisan.

Page 24: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20025

Pemahaman pengelola dan staf proyekterhadap pentingnya belajar dari pengalamansecara keseluruhan menentukan kelancaranpelaksanaan kegiatan pendokumentasian.Pemahaman ini akan menentukan apakahpembelajaran merupakan budaya dari proyek atautidak. Pengalaman kami dalam melaksanakankegiatan pendokumentasian menemui sejumlahkendala, antara lain:

Pemahaman staf proyek terhadap kegiatanpendokumentasian dan tujuannya,Pemahaman staf proyek terhadap filosopimetodologi yang diterapkan,Kapasitas staf proyek untuk melakukanpendokumentasian,Kelancaran kerjasama antar Learning Team danstaf lapangan yang dipengaruhi oleh kesibukanstaf lapangan dengan kegiatan-kegiatan lainnya,Waktu pelaksanaan,Penyusunan publishable paper,

3. Strategi melembagakan pembelajaranUntuk kelancaran pelaksanaan program,

Proyek Pesisir membangun kapasitas mitra-mitranya. Persiapan dan pembinaan khususdilakukan oleh Proyek Pesisir untuk memperkuatPKLSPL IPB sebagai mitra pembelajaran. Learn-ing Team merupakan unit kerja yang melakukankoordinasi pembelajaran melalui kegiatan pendo-kumentasian. Sepintas tugas untuk melaksanakankegiatan pembelajaran dapat dianggap sangatmudah. Namun pada saat membahas maksudpembelajaran dan bagaimana cara melakukannya,disadari bahwa banyak sekali masalah mengingatkegiatan ini relatif baru untuk sebagian besaranggota Learning Team dan staf proyek. LearningTeam menghabiskan sebagian besar waktunyadalam awal tahun kedua proyek (1998/1999)untuk memahami pembelajaran dengan membacadan membaca ulang literatur, membahas danberdiskusi tentang tujuan pembelajaran sesuaidengan keperluan proyek. Dengan bantuan tech-nical advisor, maka pada 6 bulan berikutnya, Learn-ing Team bekerjasama dengan staf lainnya barumampu memformulasikan tujuan dan metodepembelajaran tersebut.

Saat ini kegiatan Learning Team IPBmerupakan bagian dari program-program ProyekPesisir IPB yang dijalankan oleh Divisi

Pengelolaan Pesisir. Learning Team ini dapatdikatakan sebagai ‘staf ’ divisi tersebut. Dengandemikian, sebuah learning unit telah ada dankelangsungannya antara lain tergantung padapengelola PKSPL-IPB.

4. Lessons learned dari pembelajarandengan pendekatan pendokumentasian

Kegiatan pembelajaran memberikansumbangan dalam memperbesar dampak proyeksecara positif. Proyek Pesisir merencanakankegiatan pembelajaran sebagai bagian dari desainproyek, sehingga setiap tahun rencana kegiatanini selalu merupakan bagian dari rencana proyekdan sejumlah dana disiapkan untuk pelaksa-naannya. Dengan perencanaan proyek seperti itu,berbagai pihak dapat mengambil pelajaran daripengalaman yang dihadapi proyek.

Evolusi yang terjadi dengan tim pembela-jaran proyek tersebut sedikit banyak mencer-minkan strategi proyek dalam melakukanintervensi positip dalam proses desentralisasipengelolaan pesisir. Ketergantungan staflapangan terhadap Learning Team dapatdianalogikan sebagai ketergantungan masyarakatataupun pemerintah daerah terhadap proyek.Menjelang berakhirnya proyek, critical masspembelajar telah terbentuk melalui prosesinteraksi yang kondusif antara Learning Team danstaf lapangan. Kemandirian staf lapangan dalammelaksanakan pendokumentasian merupakancontoh desentralisasi yang dibarengi denganpenguatan mereka.

Kelanggengan budaya pembelajaran (learn-ing culture) dalam arena pengelolaan pesisirseyogyanya terjamin. Kumpulan individu yangberpengalaman (learning critical mass) merupakanpotensi berharga untuk upaya-upaya pengelolaanpesisir Indonesia dalam jangka pendek dan jangkapanjang. Sustainability merupakan isu penting yangsangat menantang setiap proyek. Dampak pentingyang dapat menjamin sustainability ini adalahseberapa jauh pembelajaran ini melembagaditengah masyarakat atau para stakeholder.

Dalam tahap menjelang berakhirnya ProyekPesisir ini, kiranya perlu disiapkan strategi untukmelembagakan upaya pembelajaran pengelolaanpesisir Indonesia. Beberapa hal yang perludiperhatikan oleh berbagai pihak jika ingin

Page 25: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 6

melaksanakan kegiatan pembelajaran antara laintopik yang akan didokumentasikan, relevansiagenda pembelajaran dengan tujuan dan tahapanproyek/program serta perkembangan pengelolaanpesisir secara nasional, dan sumberdaya yangtersedia.

5. Penutup: Lokakarya Pembelajaran 2002Lokakarya Pembelajaran (Learning Work-

shop) tahun 2002 bertujuan untuk membahas hasilpendokumentasian terhadap sejauh mana rencanapengelolaan (management plan) telah dilaksanakandi tingkat desa di Minahasa (Sulawesi Utara),ekosistem teluk Balikpapan dan daerah aliransungainya serta tingkat propinsi di Lampung.Penyajian laporan pendokumentasian dilakukanoleh perwakilan dari lokasi proyek yang telahmenganalisis kegiatan dan menyusun laporan.Pedoman pelaksanaan kegiatan pendokumen-tasian ini disusun oleh Learning Team. Untukmenggali lessons learned , laporan tersebutdilengkapi dengan persoalan yang secara faktualdihadapi, kendala penyebab persoalan, dan solusiuntuk menangani kendala-kendala tersebut.Laporan-laporan tersebut merupakan hasillokakarya intern proyek yang diselenggarakan padatanggal 15-16 Januari 2002. Dalam lokakarya hariini (14 Februari 2002), para peserta diharapkandapat membahas beberapa hal penting, seperti:

Sejauh mana upaya pengelolaan pesisir yangada di tiap lokasi proyek telah melembaga(aspek kelembagaan dan pendanaan untukimplementasinya)?Bagaimana hubungan antara rencana penge-lolaan pesisir yang ada di tiap lokasi denganrencana pembangunan lokal?Apa implikasi dari lessons learned yangteridentifikasi terhadap proyek dan praktekpengelolaan pesisir di Indonesia?Apa yang harus dilakukan oleh pemerintah(pusat dan daerah) agar praktek-praktek teladanyang diperkenalkan oleh suatu proyek dapatefektif secara berkelanjutan?

PUSTAKA

Crawford, B.R. and J. Tulungen. 1998.Methodological Approach of Proyek Pesisirin North Sulawesi. Working paper. ProyekPesisir, Jakarta.

Lowry, K. 1998. Building a coastal managementlearning capacity at IPB: Progress Report.Working Paper. Proyek Pesisir, Jakarta. 9hal.

Olsen, S.B., K. Lowry dan J. Tobey. 1999. A manualfor assessing progress in coastal Management.URI-CRC, Narragansett. 56 hal.

Tobey, J. 2000. Across portfolio learning. CoastalResources Center – University of RhodeIsland. (slide presentation).

Page 26: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20027

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangProgram pengelolaan sumberdaya pesisir

(Coastal Resources Management Project) di PropinsiLampung dimulai pada bulan Agustus 1998 yangbertujuan membantu pemerintah dan masyarakatPropinsi Lampung dalam mengelola dan pem-bangunan wilayah pesisir secara lestari dan berke-lanjutan. Kehadiran Proyek Pesisir Lampung

merupakan langkah konkrit dari Proyek Pesisirdi Indonesia dalam membantu Pemerintah Indo-nesia untuk melakukan proses desentralisasi danpenguatan kelembagaan pengelolaan sumberdayaalam dan lingkungan secara lestari. Untuk menca-pai tujuan tersebut, Proyek Pesisir menggunakanpendekatan dua arah (two-track approach). yaitu,dari bawah (tingkat desa, kabupaten dan propinsi)mengembangkan working models (proyekpercontohan) tentang penerapan pengelolaan

KAJIAN IMPLEMENTASI RENCANA STRATEGIS PENGELOLAANPESISIR PROPINSI LAMPUNG

Oleh :Budy Wiryawan, Ali K. Mahi, Ediyanto,

Amiruddin Tahir dan Bambang Haryanto

ABSTRAK

Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Pengelolaan Wilayah Pesisir Lampung didasarkan pada isu-isu pengelolaan pesisir yangmuncul di propinsi dan kabupaten/kota yang memiliki wilayah pesisir. Proses penetapan isu utama yang perlu segera ditanganidan proses penyusunan Renstra Pesisir telah melibatkan berbagai komponen stakeholder yaitu pemerintah propinsi, pemerintahkabupaten/kota, instansi-instansi sektor di daerah, perguruan tinggi, konsultan, swasta, Proyek Pesisir Lampung, dan masyarakat.

Renstra Pesisir menyajikan berbagai strategi dalam menangani sepuluh isu utama pengelolaan pesisir sesuai dengan tujuanpembangunan daerah, merupakan acuan bagi pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir diPropinsi Lampung untuk jangka waktu sepuluh tahun (tahun 2001-2010). Sebelum dilaksanakan Renstra Pesisir disosialisasikanoleh pemerintah daerah dan masyarakat Lampung yang difasilitasi oleh Proyek Pesisir Lampung. Dalam jangka waktu satu tahunsetelah Renstra disetujui oleh Gubernur pada tahun 2000, Renstra Pesisir Lampung telah menjadi acuan bagi sebagian kecilpemerintah kabupaten/kota dan masyarakat dalam menyusun program pengelolaan sumberdaya pesisirnya.

Dalam melaksanakan pengelolaan wilayah pesisir sesuai Renstra, pemerintah dan masyarakat di daerah masih menghadapi berbagaikendala antara lain kejelasan substansi Renstra untuk dituangkan kedalam program kabupaten/kota, legalisasi Renstra sertakemampuan dan kepedulian sumberdaya manusia di instansi/dinas di daerah.Kata Kunci: Rencana strategis propinsi, pengelolaan sumberdaya pesisir, rencana partisipasi

ABSTRACT

The coastal management strategic plan of Lampung Province (Renstra Lampung) was developed by taking into account somemanagement issues that were raised by coastal stakeholder from both coastal provincial and district levels. The process of selectionof some issues involved intensive participatory process of stakeholder consisting representatives of provincial and districtgovernments/sectoral agencies, academics from local university, consultants, public, private sectors, and Proyek Pesisir. RenstraLampung provides strategies to address 10 most prioritized coastal issues that are relevant to objectives of development ofLampung. Renstra Lampung provides 10 year guidelines for government agencies and community of Lampung to manageLampung coastal areas (2001-2010). Its implementation was proceeded by activities carried out by provincial government andcommunity to introduce the Renstra; these activities were facilitated by Proyek Pesisir.

Within one year after Lampung Governor approval in year 2000, the Renstra had been used as guidelines or reference to developcoastal programs by a small portion of district government agencies and community. There are some constraints identified fromthe implementation of the Renstra, such as lack of clarity if coastal programs listed in the Renstra should be adopted as districtcoastal programs, legal aspect of Renstra implementation, capacity and awareness of local government agency staffs.Keywords: Provincial strategic plan, coastal resources management, participatory planning

Page 27: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 8

pesisir secara terpadu (di Propinsi Sulawesi Utara,Lampung, dan KalTim ), sementara itu, padatingkat nasional dilakukan kegiatan-kegiatan yangdapat meningkatkan kesadaran nasional tentangpengelolaan wilayah pesisir secara terpadu.

Dalam kurun waktu 4 tahun, Proyek PesisirLampung saat ini telah berada pada tahapimplementasi siklus perencanaan pengelolaanpesisir. yang pada tahun 2000 berhasil membantupemerintah dan masyarakat Lampung menyusunRencana Strategis (Renstra) Pengelolaan WilayahPesisir secara partisipatif oleh segenap komponenstakeholder di Propinsi Lampung. Renstra inidisepakati oleh stakeholder Propinsi Lampunguntuk (1) memberikan arahan formasi, pengen-dalian dan bantuan dalam penyusunan prioritasprogram rencana aksi lintas sektoral; (2)mengarahkan dan memprioritaskan pengelolaandi suatu wilayah pesisir dan rencana zonasi; dan(3) memberikan sumbangan dalam perumusansasaran/rencana nasional.

Untuk mengetahui sejauh mana implemen-tasi Renstra ini, perlu dilakukan kajian terhadapproses dan implementasi yang telah dilakukan.

1.2 Tujuan dan ManfaatKajian implementasi Renstra Pesisir

bertujuan (1) mengetahui program-program yangtelah diimplementasikan oleh pemerintah danmasyarakat Lampung, (2) mengidentifikasikendala yang dihadapi oleh stakeholders, dan (3)mengetahui usaha-usaha yang telah dilakukanuntuk mengatasi kendala yang ada. Manfaat kajianadalah hasil yang didapat akan menjadi masukanbagi perbaikan proses implementasi selanjutnya,mengingat implementasi program ini baru padatahap awal.

2. METODOLOGI

Kajian implementasi proram-programrenstra pesisir dilakukan baik tingkat propinsimaupun di enam kabupaten/kota yang memilikiwilayah pesisir pada bulan Oktober - Desember2001.

Pertanyaan utama dalam evaluasi ini adalahapakah program-program yang telah disusundalam Renstra Pesisir Lampung tahun 1999, telahdilaksanakan oleh dinas/instansi propinsi,

kabupaten, kota, pusat, maupun dilakukan olehdinas/instansi propinsi, kabupaten, kota, pusatmaupun swadana oleh masyarakat.

Untuk menjawab pertanyaan di atas sejum-lah data sekunder dikumpulkan dari program-pro-gram yang dalam dokumen dan data primerdidapat dari hasil lokakarya baik di tingkat propinsimaupun di tingkat kabupaten/kota pesisir danpengamatan lapang. Pelaksanaan lokakaryadikoordinasikan oleh masing-masing Bappedadengan mengundang seluruh instansi terkait,masyarakat, dan juga LSM. Selain informasi pro-gram-program pengelolaan pesisir yang telahdiimplementasikan, pengumpulan data telahmengidentifikasi sejumlah permasalahan dankendala yang dihadapi dalam proses implementasiRenstra Pesisir.

Metode ini cukup efektif untuk menjaringinformasi dan saran dari setiap peserta lokakarya.Lokakarya dilakukan secara bergilir sebanyak 7kali, yaitu Kabupaten (1) Lampung Barat, (2)Tanggamus, (3) Tulang Bawang, (4) LampungTimur, (5) Lampung Selatan, (6) Kota BandarLampung, dan (7) Propinsi Lampung. Dalamlokakarya ini, masing-masing dinas menyampaikanprogram-program yang mereka laksanakan padatahun 2001. Analisis data dilakukan secarakualitatif dengan cara pengecekan silang(mencocokkan) data pembangunan pesisir yangtelah dilakukan dengan program-program yang adadi Renstra Pesisir.

3. RENCANA STRATEGISPENGELOLA AN PESISIRLAMPUNG

3.1 Pengertian dan Peran Renstra PesisirLampung

Renstra Pesisir Lampung merupakanperencanaan strategis untuk mencapai keadaanyang diinginkan di masa datang, yaitu terwujudnyapengelolaan sumberdaya pesisir Lampung yangberwawasan lingkungan dan berkelanjutan untukmeningkatkan kesejahteraan masyarakat, khusus-nya masyarakat pesisir di Propinsi Lampung.Renstra Pesisir Lampung disusun berbasiskan isu.Oleh karena itu strategi/program disusunberdasarkan isu-isu yang ada di Propinsi Lampung,yang telah diidentifikasi secara partisipatif. Dalam

Page 28: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20029

konteks yang lebih luas, Renstra Pesisir berperan(1) memfasilitasi Pemerintah Daerah Lampungdalam mencapai tujuan-tujuan pembangunandaerah khususnya dan pembangunan nasionalsecara menyeluruh, (2) memberikan landasan yangkonsisten bagi penyusunan Rencana Zonasi,Rencana Pengelolaan dan Rencana Aksi, dan (3)mengindentifikasi tujuan dan sasaran dari setiappermasalahan serta pemecahannya.

3.2 Proses PenyusunanProses penyusunan di awali dengan

menggali isu-isu pengelolaan dari tingkat desa,kecamatan dan kabupaten. Proses pengumpulanini dilakukan dengan pendekatan partisipatif,artinya peran dan keterlibatan setiap komponenstakeholder di wilayah pesisir Lampung terlibatsecara penuh. Berdasarkan hasil identifikasi isu,kemudian disusun strategi-strategi penanganan-nya, dan selanjutnya dilakukan sosialiasi untukmendapatkan masukan lagi (Handoko, et al..,2001).

3.3 Kedudukan Renstra dalam PengelolaanPesisir Lampung

Kehadiran Renstra Pesisir Lampungmemiliki arti yang sangat strategis dalampengelolaan wilayah pesisir di Propinsi Lampung.Hal ini berhubungan erat dengan diimplementasikannya UU No. 22 tahun 1999 tentangPemerintahan Daerah, yang didalamnya tercakuppemberian kewenangan kepada daerah untukmengelola sumberdaya alam pesisir dan laut secarabertanggungjawab bagi kepentingan daerah danmasyarakatnya. Dengan adanya Renstra Pesisirmaka pemerintah dan masyarakat Lampung dalammengelola sumberdaya pesisir dan laut, telahmemiliki pedoman yang lebih rinci. Strategi/pro-gram yang dimuat di dalam Renstra Pesisirmelingkupi isu dan permasalahan yang ada diPropinsi Lampung, sehingga pemerintah danmasyarakat Lampung tinggal berusahamengimplementasikannya.

Gambar 1 menunjukkan bahwa RenstraPesisir Lampung disusun dengan mengacu kepadakebijakan baik yang ada pada tingkat nasional

Gambar 1. Kedudukan Renstra Pesisir Dalam Pembangunan Lampung

- GBHN - POKOK-POKOK

REFORMASI

POKOK-POKOK REFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH

PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

PROGRAM PEMBANGUNAN TAHUNAN DAERAH

(PROPETADA)

RENCANA STRATEGIS PESISIR

- RENCANA ZONASI - RENCANA PENGELOLAAN - RENCANA AKSI

LINGKUNGAN STRATEGIS:

Kondisi kritis wilayah pesisir dan urgensi untuk

penanganan segera

KONDISI STARETGIS: Pengelolaan wilayah Pesisir

secara berkelanjutan dan berbasis masyarakat

RENCANA KOMPREHENSIF (PJP, PJM, GBHN)

RENCANA STRATEGIS

Posisi Renstra dalam Gugus Rencana Komprehensif

Acuan

Masukan PR

OSE

S P

ER

EN

CA

NA

AN

PR

OP

INSI

P

RO

SES

PE

RE

NC

AN

AA

N N

ASI

ON

AL

Page 29: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 1 0

maupun daerah secara umum, yaitu GBHN danpokok reformasi (nasional), pokok-pokokreformasi pembangunan daerah, programpembangunan daerah, dan program pembangunantahunan daerah (daerah). Renstra pesisir menjadilandasan acuan bagi pengembangan programpengelolaan pesisir daerah terutama dalampengembangan pokok-pokok reformasipembangunan daerah dan pengembangan RencanaZonasi, Rencana Pengelolaan Spesifik, sertaRencana Aksi. Sebaliknya pula, Renstra Pesisirmenjadi masukan bagi penyusunan perencanaanprogram pembangunan daerah seperti yangtertuang dalam program pembangunan daerah danprogram pembangunan tahunan daerah.Keberadaan Renstra Pesisir Lampung inimerupakan kondisi yang strategis bagipengelolaan wilayah pesisir secara berkelanjutandan berbasis masyrakat, karena telah dirancangsedemikan rupa melalui pelibatan segenapkomponen stakeholder.

3.4 Isu-isu Pengelolaan Pesisir LampungBerdasarkan hasil penjaringan isu yang

dilakukan dari tingkat yang paling rendah (desa)sampai ke tingkat kabupaten dan propinsi, analisisdan pengelompokan isu, maka didapatkan

sepuluh isu prioritas pengelolaan pesisir Lampung,yaitu (1) rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia(SDM), (2) rendahnya penaatan dan penegakanhukum, (3) belum adanya penataan ruang pesisir,(4) degradasi habitat wilayah pesisir, (5)pencemaran wilayah pesisir, (6) kerusakan hutan,taman nasional, cagar alam laut, (7) belumoptimalnya pemanfaatan objek wisata, (8) belumoptimalnya pengelolaan perikanan, (9) rawanbencana alam, dan (10) intrusi air laut.

Analisis isu di atas dilakukan secaramendalam dengan melakukan kajian sebab akibatterhadap setiap isu. Dengan demikian, penentuanstrategi penanganannya dapat menjadi lebihefektif untuk menangani permasalahan yangmuncul. Hubungan sebab akibat dari setiap isuini dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.5 Implementasi Program Renstra PesisirBerdasarkan tahun implementasinya,

Renstra Pesisir diprogram untuk diimplementa-sikan selama empat tahun (2001-2004). Namundemikian terdapat strategi yang telah diimple-mentasikan pada tahun 2000. Sebagaimanaterlihat pada Tabel 1, pada tahun 2001 terdapat64 strategi yang seharusnya diimplementasikan,atau sekitar 59 % dari total program/strategi yang

Tabel 1. Rincian program berdasarkan tahun implementasi dalam Renstra Pesisir Lampung

No Nama Isu Implementasi program

2001 2002 2003 2004

Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)Rendahnya penaatan dan penegakan hukumBelum adanya penataan ruang wilayah pesisirDegradasi habitat wilayah pesisirPencemaran wilayah pesisirKerusakan hutan, Taman Nasional dan Cagar Alam lautPotensi dan obyek wisata belum dikembangkan secara optimalBelum optimalnya pengelolaan perikananRawan bencana alamAncaman intrusi air laut

Jumlah Program

1.2.3.4.5.6.7.8.9.10

9512576

6-1

64

441222-222

21

-1143-623-

20

-31-------

4

Sumber: Disarikan dari Rencana Strategis Pesisir Lampung (2000)

Page 30: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20021 1

ada dalam Renstra Pesisir Lampung. Sedangkanpada tahun beriktunya 2002 sampai 2004 strategiyang seharusnya dilaksanakan adalah berturut-turut 21 (19%), 20 (18%), dan 4 (4%). Konse-kuensi yang harus dialami adalah banyaknya pro-gram yang harus diimplementasikan pada tahun2001. Hal ini menuntut alokasi sumberdaya yangjuga lebih besar untuk mendukung program-pro-gram tersebut. Padahal, jika dilihat dari aspekpendanaan, hal ini membutuhkan dana yang cukupbesar sementara Pemerintah Daerah danmasyarakat Lampung memiliki keterbatasandalam hal ini. Oleh Karena itu, perlu upaya-upayauntuk menunjang pelaksanaan strategi ini agar,Renstra Pesisir yang telah disusun secarapartisipatif ini dapat diimplementasikan.Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalahmengkoordinasikan program ini denganDepartemen Kelautan dan Perikanan di tingkatnasional, sehingga apabila Departemen Kelautandan Perikanan memiliki program pengembanganpesisir dan laut di Propinsi Lampung dapatmengacu kepada Renstra Pesisir Lampung.

Dari segi kompleksitas isu, maka isudegradasi habitat wilayah pesisir sebagai isu yangsangat kompleks dan memerlukan program yangcukup banyak untuk mengatasi isu tersebut.Seperti terlihat pada Tabel 1, pada tahun 2001penanganan isu degradasi habitat wilayah pesisirakan ditangani melalui implementasi sebanyak 25program atau sekitar 14 % dari total program yangrencananya akan diimplementasikan pada tahun2001. Isu lainnya yang juga memiliki strategipenanganan yang cukup banyak adalah isurendahnya kualitas sumberdaya manusia (9 pro-gram), pencemaran wilayah pesisir (7 program),dan kerusakan hutan, taman nasional dan cagaralam laut (6 program).

3.6 Strategi Pelembagaan Rentra PesisirUsaha-usaha Proyek Pesisir Lampung dalam

pelembagaan pengelolaan pesisir, telah dilakukandengan cara memfasilitasi pemerintah daerah,masyarakat, LSM, baik dalam penguatan maupunpembentukan lembaga formal pengelolaan pesisir,yaitu:1. Pada tingkat propinsi, telah dibentuk Tim

Pengarah Pengelolaan Wilayah Pesisir danLautan Propinsi Lampung (22 Mei 1999) oleh

Gubernur Lampung. Tim ini beranggotakandinas/instansi terkait, seperti Bappeda,Bapedalda, PMD, Dinas PU Pengairan, DinasPerikanan dan kelautan, PSL Unila, PKSPLIPB, Gapindo, HNSI, LSM (Watala, MitraBentala), Kehutanan, TNI-AL Panjang. Timini bertugas untuk memberikan masukankepada Gubernur Lampung dalam menentukankebijaksanaan, pembinaan, pengendalian, danpengkoordinasian kegiatan pengelolaanwilayah pesisir dan lautan di Propinsi Lampung.

2. Pada tingkat kabupaten (Kabupaten LampungSelatan), telah dibentuk Tim Pokja PengelolaanWilayah Pesisir dan Laut Kabupaten LampungSelatan (24 September 1999), kemudiandiperbaharui dengan pembentukan TimPengelolaan Pesisir, Laut, dan Pulau-pulauKecil (3 Juli 2001) oleh Bupati LampungSelatan. Tim ini beranggotakan dinas/instansiterkait, seperti Bappeda, Badan Tata Ruangdan Pengendalian Lingkungan Hidup, DinasPerikanan dan Kelautan, BPN, DinasPertambangan dan energi, Dinas Kehutanan,Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura,PMD, Pol PP dan Linmas, dan sekretariatKabupaten Lampung selata. Tim ini bertugasmelakukan koordinasi, penataan pengelolaandan batas wilayah, serta memberikan sarankepada Bupati tentang pengelolaan wilayahpesisir, dan, dan pulau-pulau kecil di LampungSelatan.

3. Di tingkat dinas/instansi baik dinas/instansipropinsi maupun kabupaten/kota yangmemiliki wilayah pesisir, proyek pesisirLampung memfasilitasi proses pembuatanrenstra baik tingkat propinsi, kabupaten dandinas/instansi dengan cara memberikanmasukan program-program pengelolaan pesisirseperti yang tertuang di dalam Renstra Pesisiruntuk dapat dimasukkan ke dalam renstrapropinsi, kabupaten/kota, dan dinas/instansi.Dengan masuknya program-program pengelo-laan pesisir seperti yang tertera dalam renstrapesisir maka untuk jangka waktu lima tahunke depan (2001-2005), program-programpengelolaan pesisir akan dapat terlaksana.

4. Di tingkat masyarakat, LSM dengan caramengikutsertakan masyarakat/LSM mengikutipertemuan-pertemuan, lokakarya, workshop,

Page 31: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 1 2

dan kursus mengenai pengelolaan pesisir baikdi daerah maupun tingkat nasional. Sehinggakader-kader tersebut akan dapat mendukungpelaksanaan rentra pesisir yang telah dibuatberbasiskan masyarakat tersebut.

4. EVALUASI IMPLEMENTASIRENSTRA

4.1 Relevansi Program Kabupaten denganProgram dalam Renstra

Program-program pengelolaan pesisirkabupaten/kota pada tahun 2001 belumsepenuhnya mengacu pada Renstra PesisirLampung. Karena substansi pengelolaan pesisirdisusun dalam skala propinsi. Dan pada tahun yangsama (2001) seluruh dinas/instansi baik propinsimaupun kabupaten/kota masih dalam prosespambuatan renstranya masing-masing.

Pada saat renstra pesisir diluncurkan bulanMei 2000, UU 22/1999 tentang PemerintahanDaerah, baru mulai disosialisasikan dan berlakuefektif sejak Januari 2001, sedangkan prosespenyusunan renstra pesisir telah dilakukan sejakjuni 1999, sebagai tindak lanjut penyusunan At-las Sumberdaya Wilayah Pesisir Lampung. Olehkarena itu di dalamnya terdapat beberapa strategiyang seharusnya merupakan wewenangkabupaten tertuang sebagai wewenang propinsi,setelah disesuaikan dengan PP 18/2000, tentangKewenangan Pusat dan Propinsi.

Akan tetapi apabila dicermati denganseksama strategi yang tertuang di dalam renstrapesisir sangat relevan untuk dilaksanakan olehkabupaten, dengan cara menyesaikan isumasing-masing kabupaten. Dari sepuluh isuyang menjadi isu propinsi tidak semuanyaberlaku di kabupaten/kota, kecuali untukKabupaten Lampung Selatan.

4.2 Program Pengembangan PesisirPropinsi

Jika melihat proyek pengelolaan pesisir yangdilaksanakan oleh Pemerintah Lampung padatahun 2001 seperti tercantum pada Lampiran 2,dapat disimpulkan bahwa hanya sebagian kecildari Rencana Implementasi Program PengelolaanPesisir tahun 2001 dalam Renstra Pesisir yangtelah diimplementasikan. Seperti terlihat pada

Tabel 2, realisasi pelaksanaan program-programdalam Renstra Pesisir untuk tahun 2001 untuksetiap isu pengelolaan yang hendak ditanganimasih sangat kecil prosentasinya. Dilihat darijumlah program pengelolaan, maka pengelolaanterhadap isu degradasi sumberdaya pesisirmerupakan isu yang paling banyak mendapatkanperhatian dari Pemerintah Lampung, yaitusebanyak 9 program. Namun jika dibandingkandengan rencana yang terdapat di dalam RenstraPesisir, maka pelaksanaan program untukpenanganan isu degradasi habitat wilayah pesisirini masih sangat kurang, yaitu baru sekitar 36,00%. Penanganan isu belum adanya penataan ruangwilayah pesisir yang sebenarnya diprioritas untuktahun 2002 dan seterusnya, justru mendapatkanperhatian dengan pelaksanaan 1 program. Halini sesuai dengan rencana implementasi program2001 dalam Renstra Pesisir. Isu potensi dan objekwisata belum dikembangkan secara optimal danisu kerusakan hutan, taman nasional dan cagaralam laut juga mendapatkan penanganan isu(implementasi program) dibandingkan isudegradasi habitat lingkungan pesisir. Hal initerlihat dari prosenstasi realisasi program yangdiimplementasikan tahun 2001 dibandingkandengan rencana implementasi dalam renstra, yaitumasing-masing 75 % dan 66,67 %. Sebaliknyaisu rendahnya penaatan dan penegakan hukumserts ancaman intrusi air laut pada tahun 2001belum ditangani.

Sumber pembiayaan untuk implementasiRenstra Pengelolaan Pesisir pada Tahun 2001berasal dari tiga sumber yaitu APBD, APBN dandana hibah (Tabel 2). Untuk implementasipengelolaan pesisir di Propinsi Lampung, PemdaPropinsi Lampung mengalokasikan dana sebesarRp. 4.303.648.000,- untuk membiayai 24 pro-gram pembangunan di wilayah pesisir. Anggarantersebut belum termasuk anggaran yangdialokasikan oleh Pemerintah Daerah di masing-masing Kabupaten/kota pesisir. Implementasiprogram pengelolaan wilayah pesisir di PropinsiLampung juga dilakukan oleh DepartemenKelautan dan Perikanan Republik Indonesia,khususnya dari Direktorat Jenderal Pesisir danPulau-pulau Kecil dan Direktorat JenderalKelembagaan. Program-program yang diimple-mentasikan oleh oleh Departemen Kelautan dan

Page 32: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20021 3

Perikanan adalah (1) Rehablitasi ekosystem danpemberdayaan masyarakat di Pulau Tegal danPuhawang, Lampung Selatan; (2) PenyusunanRencana Tata Ruang Pesisir Teluk Lampung dan(3) Pemberdayaan masyarakat pesisir di LampungSelatan dan Lampung Timur. Total anggaran yangdialokasikan untuk ketiga program di atas adalahRp. 470.000.000,-. Implementasi Renstra Pesisirdi tingkat masyarakat didanai oleh Proyek Pesisir,yaitu pengembangan Daerah Perlindungan Lautdi Pulau Sebesi dan Pengembangan TambakRamah Lingkungan dan Rehabilitasi Mangrove diPematang Pasir, Lampung Selatan. Program inimerupakan program lapangan yang dikembangkanoleh Proyek Pesisir PKSPL-IPB. Total anggaranyang dialokasikan untuk implementasi programdi dua lokasi ini pada tahun 2001 sebesar Rp.800.000.000,-.

4.3 Contoh Implementasi RenstraDalam menyebarluaskan dan memasyara-

katkan Renstra Pengelolaan Wilayah Pesisir dipropinsi Lampung, maka pemerintah danmasyarakat dengan difasilitasi oleh Proyek PesisirLampung telah melaksanakan percontohanpelaksanaan Renstra dalam skala kecil (early ac-tion = pelaksanaan pendahuluan) di tingkat desa

dan pulau kecil, yaitu di desa Pematang Pasir danPulau Sebesi Kabupaten Lampung Selatan.

Percontohan ini mengacu kepada Renstradalam menangani isu degradasi habitat wilayahpesisir yaitu rehabilitasi mangrove di desaPematang Pasir dan perlindungan terumbu karangdi Pulau Sebesi. Kegiatan ini sesuai denganrencana yang tertuang dalam dokumen RenstraPesisir Lampung (Pemda Propinsi Lampung,2000) pada isu poin D1 (mangrove) sasaran D.1.2.dan D.2. (terumbu karang) sasaran D.2.1.(melindungi terumbu karang) dengan prioritaspertama yang mulai dilaksanakan pada tahun2001/2002.

Percontohan ini bertujuan untuk: (a)menumbuh-kembangkan kepedulian, partisipasidan tanggung jawab masyarakat serta (b) melatihdan memberikan contoh skala kecil kepadamasyarakat dalam mengelola sumberdaya alam diwilayah pesisir (khususnya eksositem mangrovedan terumbu karang) secara terpadu, berbasismasyarakat dan berkelanjutan.

Kegiatan utama yang dilakukan dalampercontohan di desa Pematang Pasir adalahmelaksanakan rehabilitasi mangrove bersamamasyarakat, percontohan tambak ramahlingkungan, peningkatan kapasitas sumberdaya

Tabel 2. Realisasi implementasi program pengelolaan Pesisir di Propinsi Lampung

Realisasi ImplementasiNo Nama Isu Renstra2001 APBD APBN Hibah

Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)Rendahnya penaatan dan penegakan hukumBelum adanya penataan ruang wilayah pesisirDegradasi habitat wilayah pesisirPencemaran wilayah pesisirKerusakan hutan, Taman Nasional dan Cagar Alam lautPotensi dan obyek wisata belum dikembangkan secara optimalBelum optimalnya pengelolaan perikananRawan bencana alamAncaman intrusi air lautPulau-pulau kecil

Jumlah Program

1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.

9512576

6-11364

10193334---24

--1--------1

---1---1--13

Page 33: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 1 4

masyarakat melalui diskusi dan pelatihan,penyusunan peraturan desa oleh pemerintah desadan masyarakat desa melalui Badan PerwakilanDesa (BPD). Sedangkan kegiatan percontohandi Pulau Sebesi adalah peningkatan kapasitassumberdaya masyarakat melalui diskusi danpelatihan, mengembangkan daerah perlindunganlaut (marine sanctuary) serta membangun sistemmonitoring dan evaluasi ekosistem berbasismasyarakat.

5. KENDALA YANG DIHADAPIKendala yang dihadapi dalam pelaksanaan

strategi yang tertuang di dalam renstra adalah:1. Renstra Pesisir tidak dilegalisasi dalam bentuk

SK Gubernur yang menyatakan bahwa renstrapesisir harus menjadi acuan dalam penyusunanprogram pembangunan wilayah pesisirLampung.

2. Kemampuan dan kepedulian SDM di dinas/instansi dalam meterjemahkan isu, strategi, danprogram pengembangan yang ada di dalamrenstra pesisir masih rendah. Oleh karena ituprogram-program pembangunan pesisir belummendapatkan prioritas tinggi, terutama dalambidang kesehatan, pendidikan, penegakan danpenaatan hukum.

Usaha-Usaha untuk mengatasi kendalaMemasukkan program-program dalam renstrapesisir ke dalam program-program renstrapropinsi, kabupaten/kota, dan dinas/insatansipropinsi serta kabupaten/kota,Melakukan monitoring implementasi dansosialisasi renstra kepada staf baru dinas/instansi baik propinsi maupun kabupaten/kota.

DAFTAR PUSTAKA

Bappeda Propinsi Lampung, 2000. RencanaStrategis Pengelolaan Wilayah PesisirLampung.

Handoko, A. , B. Wiryawan, Hermawati, A. Tahir,NP., Zamani, AK. Mahi, M. Ahmad dan T.Dailami, 2001. Proses Penyusunan RencanaStrategis Pengelolaan Pesisir Lampung.Prosiding Lokakarya Hasil Pendokumenta-sian Kegiatan Proyek Pesisir. Bogor.

Page 34: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20021 5

Lam

pira

n 1.

Des

krip

si da

n hu

bung

an s

ebab

aki

bat i

su p

riorit

as p

ropi

nsi d

an p

ulau

-pul

au k

ecil

di P

ropi

nsi L

ampu

ng

Page 35: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 1 6

Lam

pira

n 1.

Lan

juta

n

Page 36: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20021 7

Lam

pira

n 1.

Lan

juta

n

Page 37: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 1 8

Lam

pira

n 1.

Lan

juta

n

Page 38: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20021 9

Lam

pira

n 1.

Lan

juta

n

Page 39: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 2 0

Lam

pira

n 2.

Rin

gkas

an p

rogr

am p

enge

lolaa

n pe

sisir

yang

dila

ksan

akan

oleh

pem

erin

tah

daer

ah P

ropi

nsi L

ampu

ng p

ada

tahu

n 20

01 d

an 2

002

Page 40: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20022 1

Lam

pira

n 2.

Lan

juta

n

Page 41: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 2 2

PENYIAPAN STRUKTUR KELEMBAGAAN

BAGI IMPLEMENTASI RENCANA PENGELOLAAN

TELUK BALIKPAPAN

Oleh:Ary S. Dharmawan, Jacobus J. Wenno, Achmad Setiadi,

Ari Kristiyani, Eka Sri Utami, Ramon, Agus Hermansyah,Farid Fadillah dan Elisabeth B. Wetik

ABSTRAK

Perencanaan pengelolaan Ekosistem Teluk Balikapan yang menerapkan siklus proses Pengelolaan Pesisir Terpadu atau PPT (ICM;Integrated Coastal Management) saat ini sedang memfokuskan pada tahap penyelesaian dokumen Rencana Pengelolaan Teluk Balikpapan(RPTB). Secara bersamaan juga sedang ditempuh persiapan adopsi formal dan pendanaan bagi implementasi program-programpengelolaan nantinya. Program-program itu telah dirumuskan pihak-pihak terkait yang berkepentingan (stakeholders) selama tahapidentifikasi isu dan permasalahan serta tahap persiapan program.

Merupakan sebuah realitas bahwa isu pengelolaan sumber daya pesisir, PPT apalagi yang berbasiskan ekosistem daerah aliransungai (DAS) dan perencanaan partisipatif merupakan hal-hal yang belum populer di kalangan stakeholders, khususnya bagikebanyakan administrator pemerintahan. Sehubungan dengan itu, selama proses perencanaan pengelolaan Ekosistem TelukBalikpapan yang difasilitasi oleh Proyek Pesisir KalTim hal-hal tersebut secara intensif diperkenalkan kepada stakeholder yang secararevolusif melahirkan dukungan stakeholder untuk berpartisipasi dalam penyusunan dokumen RPTB maupun dukungan untukpengimplementasian program-program maupun kegiatan-kegiatan yang akan diamanatkan oleh RPTB sebagai bentuk pengelolaanEkosistem Teluk Balikpapan secara terpadu yang lebih baik lagi di masa mendatang.

Akan tetapi, Fasilitator maupun stakeholder sama-sama berpandangan bahwa dukungan atau konstituensi (constituencies) tersebutdiprediksi tidak akan efektif mewujudkan pengelolaan Ekosistem Teluk Balikpapan secara terpadu, bila, tidak disertai adanyastruktur dan mekanisme kelembagaan formal yang pengoperasiannya ditujukan khusus sebagai wadah koordinasi implementasidan evaluasi terhadap pengimplementasian RPTB nantinya. Selain penyiapan aspek kelembagaan dan adopsi formal, sama-samadipahami pula bahwa sejak sekarang perlu dipersiapkan kepastian rencana pendanaan secara independen dan terutama yangterintegrasi dalam siklus pendanaan pembangunan formal baik bagi pengimplementasian program-program atau kegiatan-kegiatanpengelolaan yang diamanatkan RPTB, maupun, pembiayaan bagi pengoperasian mekanisme kelembagaan tersebut. Pelaksanaanpenyiapan kelembagaan dan penyiapan kepastian rencana pendanaan tampaknya tidak bisa menunggu sampai rencana PPT TelukBalikpapan (RPTB) selesai, sebab asumsi bahwa dua hal ini membutuhkan waktu yang cukup lama ternyata benar.

Tulisan ini mengedepankan upaya-upaya yang ditempuh dalam rangka persiapan adopsi formal, khususnya yang menyangkutpenyiapan struktur dan mekanisme kelembagaan bagi pengimplementasian program-program atau kegiatan-kegiatan pengelolaanyang diamanatkan RPTB nantinya. Tulisan ini juga mengidentifikasi kendala-kendala yang dihadapi, termasuk dampak-dampakpositifnya yang mungkin bisa dijadikan bahan pembelajaran.Kata Kunci: Rencana pengelolaan Teluk Balikpapan, Daerah Aliran Sungai, adopsi formal, rencana pengelolaan,perencanaan partisipatif

ABSTRACT

Planning activities for Balikpapan Bay ecosystem management is still focusing on completion phase of Balikpapan Bay ManagementPlan. Meanwhile, preparation of formal adoption of management plan and budget allocation for plan implementation are inprogress. Programs listed in draft of the plan have been formulated by stakeholder during identification and assessment of baymanagement issues and program preparation.

At the beginning of the process, local stakeholders, especially staffs of local government agencies, had less limited understandingsand awareness on bay management issues, catchment area-based coastal management, and participatory planning and management.Therefore, project’s early activities were focused to introduce these issues to local stakeholders. Intensive contact and communicationwith stakeholder resulted in their strong support and participation during development of management plan and futureimplementation of the plan.

Page 42: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20022 3

1. PENDAHULUAN

1.1 Proyek Pesisir KalTim SebagaiFasilitator

Proyek Pesisir KalTim merupakan salahsatu program lapangan dari Proyek Pesisir atauCRMP-Indonesia (Coastal Resources ManagementProject in Indonesia). Pendanaannya memanfaatkandana bantuan USAID yang bersifat hibah sejaktahun 1996 hingga tahun 2003.

Proyek Pesisir KalTim memfokuskankegiatannya untuk menfasilitasi pelaksanaan pro-gram Pengelolaan Pesisir Terpadu (PPT atau ICM;Integrated Coastal Management) yang berkelanjutandi Kalimantan Timur. Proses yang diterapkanbersifat partisipatif melibatkan pihak-pihakterkait (stakeholders) sebagai upaya penguatan dandesentralisasi pengelolaan sumber daya wilayahpesisir di KalTim. Selama periode 1998 - 2003,fasilitasi ditujukan bagi upaya perencanaanpengelolaan ekosistem Teluk Balikpapan, yangmeliput perairan laut dan daratan wilayah DaerahAliran Sungai (DAS) Teluk Balikpapan. Rencanapengelolaan tersebut disusun berdasarkan isu-isupengelolaan tertentu yang diprioritaskan oleh parastakeholders.

Pendekatan partisipatif dilakukan denganmengakomodasi, mengajak dan membukaketerlibatan stakeholder. Hal ini didasari pemikiranbahwa melalui partisipasi aktif stakeholderdukungan untuk kemitraan pengelolaan pesisirterpadu dapat diperoleh. Tujuan dari kegiatanProyek Pesisir adalah memadukan pengelolaanperairan dan daratan melalui strategi kemitraanyang sesuai dengan kondisi dan kebutuhansetempat (Proyek Pesisir, 2000). Sehubungandengan itu, implementasi Proyek Pesisir diKalTim bertujuan strategis untuk menggalangdukungan (building the constituency) yang diperlukanuntuk menyinambungkan inisiatif-inisiatif CRM

di KalTim pada era milenium selanjutnya, teruta-ma saat setelah dukungan melalui implementasiProyek Pesisir selesai pada tahun 2003.

1.2 Definisi Rencana Pengelolaan TelukBalikpapan

Mempertimbangkan bahwa dampak-dampaknegatif lingkungan hidup tidak memandang batas-batas daerah administrasi dan berpengaruh kepadastakeholders, maka landasan utama RencanaPengelolaan ini adalah strategi-strategi maupun pro-gram-program keterpaduan ekosistem danketerpaduan kepentingan para stakeholder sebagaibentuk-bentuk pengelelolaan yang lebih baik bagiEkosistem Teluk Balikpapan di mendatang.Sehubungan dengan itu, Rencana Pengelolaan TelukBalikpapan (RPTB) dapat didefinisikan sebagaiperencanaan yang memberikan pedoman bagipengaturan pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisirdan laut Teluk Balikpapan dan DAS-nya secaraterpadu dimasa mendatang, melalui penerapanstrategi-strategi, program-program maupun kegiatan-kegiatan pengelolaan sumberdaya dan wilayah yangbersifat tepat sasaran dan berkelanjutan, sesuaidengan kondisi serta kebutuhan lokal yang teridenti-fikasi dan terprediksi pada tahap perencanaan.

1.3 Fokus Tahapan Siklus PerencanaanPengelolaan Saat Ini

Saat ini, inisiatif proses perencanaan PPTTeluk Balikpapan sedang memfokuskan kepadatahap adopsi formal dan pendanaan bagi program-program pengelolaan (Gambar 1). Strategi danprogram-program yang terformulasikan dalamdraft RPTB dirumuskan selama tahap prosespersiapan program PPT, yakni proses perencanaanpengelolaan sumberdaya pesisir dan laut TelukBalikpapan, yang pada dasarnya dihasilkan secarainduktif. Maksudnya, selain pernyataan-pernyataan berupa strategi dan program, keba-

Proyek Pesisir and local stakeholder are aware that such support will not be sufficient to establish an integrated bay management inthe absence of formal institution that is responsible to coordinate implementation of the plan and its evaluation. To ensure andpromote an integrated bay management, a certain amount of budget and its sources must be secured or allocated formally for bothimplementation of the programs and operational cost of such institution. Such budget planning must be fit with formaldevelopment planning system. Preparation of formal institution and budget allocation should be done punctually, i.e. it cannotwait until the plan is approved. This paper presents efforts to prepare formal adoption process, especially institutional establishment.Some identified constraints are presented, including positive impacts of the process that can be used as learning materials.Keywords: Bay management plan; Balikpapan Bay; catchment area, formal adoption of management plan, participatoryplanning.

Page 43: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 2 4

nyakan usulan-usulan stakeholder adalah berupapernyataan-pernyataan usulan aktivitas ataukegiatan. Dari kegiatan-kegiatan usulan tersebutkemudian dibuat tabulasi dan dilakukanpengklasifikasian ke bentuk strategi dan program.Sehingga struktur isi RPTB intinya terdiri atasstrategi-strategi, program-program maupunkegiatan-kegiatan pengelolaan sumberdaya danwilayah Teluk Balikpapan dan DAS-nya yangbersifat tepat sasaran dan berkelanjutan yang bisadijadikan pedoman bagi pengaturan pemanfaatanwilayah laut dan pesisir Teluk Balikpapan olehpara stakeholder di masa mendatang.

2. METODOLOGIStudi untuk tulisan ini telah dimulai sejak

bulan Desember 2001. Analisis dilakukan olehProyek Pesisir KalTim didukung oleh perwakilanstakeholder dari kalangan pemerintahan yakniBAPPEDA Kota Balikpapan dan BAPPEDAKabupaten Pasir atas dasar kedua lembaga terse-but merupakan lembaga kunci di pemerintahandi daerah administrasi masing-masing dalammengkoordinasikan berbagai program peren-canaan pembangunan. Penyusunan tulisan inidilakukan oleh Proyek Pesisir KalTim dalamkapasitasnya sebagai Fasilitator proses perenca-naan pengelolaan Teluk Balikpapan.

2.1 Sumber-sumber Data/InformasiTulisan ini disusun berdasarkan pengalaman

empiris Proyek Pesisir KalTim sebagai fasilitatorproses perencanaan PPT Teluk Balikpapan,didukung oleh pernyataan-pernyataan stakeholderkunci yang terlibat.

Selain itu, tulisan ini juga disusun berda-sarkan kepada dokumen-dokumen Proyek PesisirKalTim dan dokumen-dokumen tertulis resmi daristakeholder kunci, terutama dari kalangan peme-rintahan yang terlibat secara intensif selama prosesperencanaan pengelolaan Teluk Balikpapan,misalnya BAPPEDA Kota Balikpapan danBAPPEDA Kabupaten Pasir.

2.2 Metode AnalisisMetode yang digunakan untuk menganalisis

sumber-sumber data/informasi adalah metodedeskriptif-eksplanatoris. Dengan metode deskriptifeksplanatoris dimaksudkan bahwa setiap data/informasi sumber yang signifikan terhadap intiatau tujuan tulisan dijelaskan baik secara umummaupun detil. Sebagai contoh, sumber informasiberupa hasil wawancara stakeholder diurai-jelaskansecara umum dalam arti disarikan intinya,sementara beberapa data/informasi bisa diuraikanlebih detil seperti yang bersumber dari dokumen-dokumen resmi pemerintahan seperti Surat-suratKeputusan.

Gambar 1 Siklus perencanaan yang diterapkan dalam perencanaan PPT TelukBalikpapan. Sejak pertengahan tahun 2001 sampai saat ini sedang memfokuskanpada persiapan adopsi formal dan penyiapan pendanaan.

Perencanaan danPersiapan Program

Identifikasi-AnalisisIsu/Permasalahan

Evaluasi

Adopsi Formaldan Pendanaan

Implementasi

Page 44: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20022 5

3. SUBTANSI RENCANA PENGELOLA-AN TELUK BALIKPAPAN

3.1 Alasan Pentingnya RencanaPengelolaan Teluk Balikpapan

Teluk Balikpapan memiliki fungsi yangsangat penting bagi berlangsungnya kehidupansehari-hari masyarakat yang tinggal di pesisirmaupun daratan sekelilingnya. Ekosistem TelukBalikpapan juga merupakan faktor vital dalammendukung interaksi ekonomi dua daerahadministrasi, Kabupaten Pasir dan KotaBalikpapan. Sebaliknya, perkembangan aktivitasmasyarakat dan meningkatnya interaksi ekonomidi pesisir barat Kota Balikpapan dan pesisir timurlaut Kabupaten Pasir (wilayah Penajam danSepaku) selama ini, - juga memberi dampaknegatif terhadap kondisi wilayah laut dan pesisirTeluk Balikpapan.

Secara geografis, wilayah pesisir atau pantaidi sekeliling Teluk Balikpapan terhubungkandengan wilayah-wilayah daratan pedalaman olehsungai-sungainya yang mengalir ke dan bermuaradi Teluk Balikpapan. Di sekeliling TelukBalikpapan hingga ke daratan-daratan pedalamanDAS-nya, beroperasi banyak kegiatan peman-faatan dan pengolahan sumber daya alam dan jasayang menyumbang kepada perekonomian regionaldaerah-daerah administrasi Kota Balikpapan danKabupaten Pasir. Valuasi atas nilai produksiekonomi potensial Ekosistem Teluk Balikpapansaat ini dari sektor-sektor pengolahan minyak dangas, pertambangan, perkebunan, kehutanan,perikanan dan keanekaragaman hayati pesisirnya,per tahunnya minimal diperkirakan mencapai 749juta dollar Amerika, atau sekitar 7,5 trilyun ru-piah. Kegiatan-kegiatan industri pengolahan hasil-hasil kayu hutan seperti penggergajian kayu danindustri yang memproduksi kayu lapis mencirikansebuah kegiatan industri hilir yang menerimapasokan dari industri hulunya yakni kegiatanperhutanan tanaman industri (HTI) danpengusahaan kayu hutan (HPH atau logging) olehperusahaan-perusahaan swasta yang sebagianbesar beroperasi di bagian utara DAS TelukBalikpapan dan di perbatasan utara DAS TelukBalikpapan (Gambar 2).

Teluk Balikpapan dan DAS-nya sebagai satukesatuan ekosistem terletak di bagian tenggara

Propinsi KalTim . Daratan DAS-nya sebagianbesar merupakan bagian-bagian dari daerahadministrasi Kabupaten Pasir dan KotaBalikpapan yang pada tahun 1998 tercatat dihunioleh penduduk dengan jumlah mencapai 175.000orang pada kurang lebih 45.000 keluarga.Penyebaran penduduknya tidak merata. Sebagianbesar terkonsentrasi di wilayah pesisir (pantai)bersama lokasi-lokasi industri dan bangunan jasa.Jumlah penduduk di DAS Teluk Balikpapan dalamkurun waktu tiga dekade terakhir (1961 - 1997)lebih banyak dua kali lipat dibandingkan tigadekade sebelumnya (1930 - 1961).

Kota Balikpapan merupakan pintu gerbangutama Propinsi KalTim . Selain angka pertam-bahan penduduk alami akibat kelahiran dankematian, pengaruh perkembangan KotaBalikpapan sebagai kota imigran membuatpertambahan penduduk di DAS Teluk Balikpapansecara kuat dipengaruhi oleh peristiwa emigrasipenduduk. Sama karakteristiknya sebagai kotapesisir, Kota Penajam juga memperlihatkan gejalayang serupa. Tumbuh sebagai kota pesisir imigran.Diindikasikan oleh bertambahnya luaspermukiman seiring dengan semakin banyaknyaaktivitas ekonomi baru di wilayah tersebut. Lajupertumbuhan penduduk di DAS Teluk Balikpapandalam kurun waktu tiga dekade terakhir (1961 -1997) sebesar 1,65 persen per tahunnya. Denganlaju pertumbuhan sebesar itu, penduduk DASTeluk Balikpapan diperkirakan akan mencapailebih dari 200.000 jiwa pada tahun 2015.

Dengan kecenderungan pertumbuhanpenduduk seperti itu, akan semakin banyak lagipihak yang akan memanfaatkan berbagaisumberdaya pesisir dan laut Teluk Balikpapan.Semakin banyak penduduk akan membutuhkanbanyak ruang untuk hidup dan beraktivitasekonomi serta akan semakin memperbesarkompetisi antar pengguna sumberdaya. Di sisilain, dari berbagai pengalaman wilayah pesisir laindi mana-mana, semakin banyaknya penduduk danaktivitas ekonomi di wilayah pesisir biasanyadisertai dengan meningkatnya dampak negatifterhadap kondisi lingkungan hidup pesisir danlautnya.

Sebagai wilayah atas (upland), DAS TelukBalikpapan berpeluang memberikan dampakperubahan lingkungan hidup kepada wilayah

Page 45: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 2 6

pantai dan laut Teluk Balikpapan sebagai wilayahbawahnya. Berbagai bentuk buangan dari daratanbagian kelurahan-kelurahan yang ada di dalamDAS Teluk Balikpapan, baik buangan di permuka-an maupun yang meresap ke dalam tanah, secaragravitasi pada akhirnya bisa sampai di pesisir danperairan Teluk Balikpapan. Sehingga memilikipengaruh ekologis kuat yang dapat merubahkualitas lingkungan hidup perairan TelukBalikpapan. Sebaliknya, wilayah bawah pesisir-pantai Teluk Balikpapan merupakan wilayah kon-sentrasi penduduk yang secara ekonomi regionalmembutuhkan pasokan dan respon ekonomi(suplai komoditi atau jual-beli barang dan jasa)dari wilayah belakang sekitarnya (hinterland)hingga wilayah daratan pedalaman di wilayah atas(upland areas) yang merupakan bagian hilir dan huluDAS Teluk Balikpapan.

Limbah kegiatan-kegiatan di darat yangterbawa oleh limpasan air, cepat atau lambat,

akan dapat merubah kondisi perairan daerah-daerah pesisir yang merupakan bagian terendahdari sebuah sistem DAS. Oleh karenanya, DASmerupakan hal pokok yang penting dalampengelolaan pesisir. Sehubungan dengan itu,dibutuhkan sebuah upaya pengelolaan terpaduberbagai sumber daya pesisir dan laut TelukBalikpapan yang harus memadukan pengelolaandaratan dan perairannya (integrated land and wa-ter management) , antara perairan TelukBalikpapan dan DAS-nya.

3.2 Rencana Pengelolaan Teluk Balikpapandan Implementasinya

Rencana Pengelolaan Teluk Balikpapanpada hakekatnya adalah sebuah perencanaanstrategi jangka panjang dengan siklus waktuimplementasi 10 sampai 15 tahun yang disusundan diterapkan oleh stakeholder dari berbagaikalangan di Kota Balikpapan dan Kabupaten Pasir

Gambar 2 Rangkaian kegiatan industri hulu dan industri hilir merupakan sektor penggerak roda perekonomian diTeluk Balikpapan dan wilayah DAS-nya. Sangat perlu menerapkan metode-metode ramah lingkungan untukmempertahankan kualitas ekologis lingkungan.

Page 46: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20022 7

khususnya maupun di Propinsi KalTimumumnya, untuk pengelolaan Ekosistem TelukBalikpapan yang terdiri dari perairan laut TelukBalikpapan dan daratan daerah aliran sungai-nya (DAS Teluk Balikpapan). Pelaksanaanperiode implementasi secara formaldiasumsikan mulai awal tahun 2002. Dipilih-nya siklus waktu 10 sampai 15 tahun untukimplementasi Rencana Pengelolaan ini didasarioleh upaya pengadaptasian implementasiRencana Pengelolaan ini yang bersifatmenyokong dan melengkapi pelaksanaan siklusjangka menengah-panjang pembangunandaerah.

3.3 Isu Utama dan Visi PengelolaanLingkungan Hidup TelukBalikpapan

Berdasarkan proses-proses konsultasidan diskusi bersama stakeholder selama tahapidentifikasi serta analisis isu, permasalahan-permasalahan sebagaimana ditampilkan Boks1 merupakan isu-isu utama yang harusditangani dalam pengelolaan Teluk Balikpapanselanjutnya. Sebagian permasalahan itu diakibat-kan oleh konflik antar pengguna sumberdayaalam. Jika permasalahan-permasalahan tersebuttidak ditangani, tidak tertutup kemungkinankompetisi pengelolaan Teluk Balikpapan akansemakin tidak demokratis di waktu mendatang.Permasalahan-permasalahan tersebut juga bisamenyebabkan konflik lebih lanjut atau konflikbaru antar penggunanya. Mempelajari banyakpengalaman yang kurang menguntungkan diwaktu lampau dan menuju reformasi pengelolaansumberdaya pesisir dan laut yang terdesentralisasidan adil, permasalahan-permasalahan tersebutharus ditangani untuk meminimalkan atau bahkanmenghilangkan konflik lama dan mencegahkonflik baru antar pengguna Teluk Balikpapan.

Karakter dasar dari pengelolaan yang lebihbaik di sini adalah pengelolaan sumberdayawilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan.Berkenaan dengan itu, suatu keadaan yang ingindicapai dari implementasi Rencana PengelolaanTeluk Balikpapan yang merupakan visipengelolaan Teluk Balikpapan adalah:

Terciptanya masyarakat yang sejahteradan lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS)

Teluk Balikpapanyang sehat serta lestarimelalui pengelolaan sumberdaya wilayahpesisir secara terpadu dan berkelanjutan

Partisipasi, koordinasi dan kemitraan antarstakeholder sesuai dengan relevansi, kapasitas danlingkup atau bidang masing-masing merupakankunci pengelolaan terpadu yang dibutuhkan dalammengimplementasikan program-program aksipengelolaan dalam Rencana Pengelolaan untukmewujudkan Visi Pengelolaan Teluk Balikpapansebagaimana dimanifestasikan di atas.

3.4 Cakupan Wilayah Pengelolaan danTingkat Perencanaan

Wilayah perencanaan yang menjadi fokusRencana Pengelolaan Teluk Balikpapan adalahekosistem Teluk Balikpapan yang terdiri atasperairan laut Teluk Balikpapan, wilayah perairanestuari sekeliling perairan laut Teluk Balikpapan,wilayah daratan pulau-pulau di perairan TelukBalikpapan dan hamparan daratan DAS TelukBalikpapan dengan total luas mencapai 207.096hektar (Gambar 3). Komponen-komponengeografis Ekosistem Teluk Balikpapan dapatdilihat pada Tabel 1. Batas-batas terluar dari

Boks 1.Isu-isu utama dalam pengelolaan Lingkungan

Hidup Teluk BalikpapanTerbatasnya ketersediaan air bersih bagi masyarakatBerkurangnya hutan alamiRusaknya kawasan lindung (contohnya HutanLindung Sungai Wain)Perencanaan Tata Ruang yang tidak terkoordinir danpenggunaan tanah yang tidak konsistenMeningkatnya laju erosi dan sedimentasiMeningkatnya polusi perairanRusaknya ekosistem mangrovePotensi ekowisata yang belum dikembangkan secaraoptimalMasih perlu ditingkatkannya partisipasi dankesadaran masyarakatMekanisme kerja sama antar lembaga belumterpadu dan masih bersifat sektoral

Page 47: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 2 8

Gambar 3. Teluk Balikpapan dan DAS-nya sebagai fokus wilayah perencanaan dalamRencana Pengelolaan Teluk Balikpapan.

wilayah fokus Rencana Pengelolaan TelukBalikpapan dapat ditelusuri melalui batas-batasDAS Teluk Balikpapan batas-batas perairan telukdari Teluk Balikpapan. Perairan Teluk Balikpapanpada dasarnya juga merupakan sistem estuari yangbertemu langsung dengan perairan laut lepas SelatMakassar. Sekitar dua kilometer dari mulut TelukBalikpapan di lepas pantai Tanjung Jumelai terda-pat sebuah ekosistem terumbu karang. Meskipunwilayah fokus pengelolaan bagi RencanaPengelolaan ini belum meliputi komunitasterumbu karang tersebut, akan tetapi sejumlahprogram atau kegiatan pengelolaan yangdiamanatkan RPTB diarahkan untuk mencegahdampak negatif kepada komunitas terumbukarang tersebut yang merupakan ekosistem khasyang rentan terhadap perubahan lingkunganpesisir dan laut Teluk Balikpapan.

Sebuah DAS pada umumnya mencakup duahingga lebih daerah administrasi pemerintahan,sebagaimana halnya DAS Teluk Balikpapan yangmencakup bagian-bagian daerah administrasiKota Balikpapan dan Kabupaten Pasir.Konsekeuensi inisiatif PPT Teluk Balikpapanmemilih perairan teluk berikut DAS-nya sebagaisatu kesatuan unit pengelolaan adalah harusdiupayaknnya keterpaduan antar daerah dantingkat pemerintahan terkait, yang dalam PPTmerupakan keterpaduan yang dinilai oleh banyakpihak sangat sulit dicapai. Di sisi lain, pengelolaanpesisir terpadu berbasiskan DAS seperti DASTeluk Balikpapan merupakan pengelolaan saatmana aktivitas-aktivitas perumusan dan pengam-bilan keputusan berkaitan dengan strategi, pro-gram dan kegiatannya, yang biasanya dominanterjadi di tingkat kabupaten, tingkat kota atau

Page 48: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20022 9

tingkat antar kabupaten-kota atau yang lebihtinggi. Sehubungan dengan DAS Teluk Balikpa-pan mencakup bagian-bagian daerah administrasiKota Balikpapan dan Kabupaten Pasir, makaperencanaan PPT Teluk Balikpapan ini beradapada tingkat kabupaten/kota, atau level antarkabupaten-kota.

3.5 Prinsip Pendekatan PerencanaanPengelolaan Teluk Balikpapan

Perencanaan merupakan salah satu bidangyang paling cepat berkembang dalam dekadeterakhir, ditandai oleh sangat banyaknya bermun-culan metodologi-metodologi baru, istilah-istilahdan sistem, tetapi sedikit saja yang secara langsungsesuai untuk diterapkan (Dutton, 1993). SejakOktober 1998, beberapa paradigma baru dicobauntuk diterapkan bagi pembangunan ataupengelolaan Ekosistem Teluk Balikpapan yangtercermin oleh prinsip-prinsp pendekatan yangditerapkan dalam proses perencanaan penge-lolaannya yang merupakan prinsip-prinsippendekatan dan metode perencanaan baru yangsampai saat ini kesesuaiannya efektifditerapkan. Prinsip-prinsip tersebut adalahsebagai berikut:

(1) Pengelolaan ekosistem pesisir secaraterpadu

Penerapan pendekatan, paradigma, konsep,dan proses PPT pada tataran ekosistem yangmenuntut pengelolaan keterkaitan ekosistem(perairan laut Teluk Balikpapan dan DAS-nya)untuk meminimalkan dampak negatif terhadaplingkungan hidup yang tidak memandang batas-batas daerah administrasi.

(2) Berbasiskan isu dan permasalahanlokal serta daya dukungnya

Prinsip pendekatan yang menuntutpengelolaan sesuai dengan isu dan permasalahansetempat serta daya dukung lokal untukmenetapkan aksi-aksi pengelolaan yang tepatsasaran dan sesuai kebutuhan stakeholder ataupihak-pihak lokal terkait.

(3) Penerapan asas prioritasPendekatan yang menuntut pengelolaan

berdasarkan isu-isu pengelolaan yang dipriori-

taskan sesuai dengan kapasitas dan sumberdayayang ada untuk pengelolaan.

(4) Penerapan metode perencanaanpartisipatif

Prinsip pendekatan yang menuntutpengelolaan partisipatif yang tentu harusberdasarkan perencanaan partisipatif untukmengoptimalkan keterlibatan stakeholder ataupihak-pihak lokal terkait dari berbagai kalangandalam mengelola Teluk Balikpapan dan DAS-nyasecara lebih baik lagi. Didasari dengan asumsibahwa semakin optimal partisipasi stakeholder,semakin demokratis kesepakatan-kesepakatanyang dicapai; dan semakin banyak partisipasi stake-holder, semakin cepat pengelolaan dan penanganandilakukan. Prinsip pendekatan ini mengarahkankepada wujud tingkatan partisipasi stakehoder yangtertinggi, yakni pemberian wewenang kepadastakeholder untuk menentukan opsi-opsipengelolaan.

Kalangan-kalangan stakeholder yangberpengaruh atau diprediksi nantinya akanmemperoleh pengaruh dari Rencana Pengelolaanini terdiri atas instansi-instansi pemerintahan,lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM),kelompok-kelompok usaha milik pemerintah dankelompok-kelopok usaha swasta, perguruan-perguruan tinggi, serta kelompok dan anggotamasyarakat umum yang merasa terpanggil untukberpartisipasi dalam mengelola Teluk Balikpapandan DAS-nya secara lebih baik lagi di masamendatang.

4. PENYIAPAN KELEMBAGAAN BAGIIMPLEMENTASI RENCANAPENGELOLAAN

4.1 Penyiapan Sistem dan StrukturKelembagaan

Dampak tahap awal yang diharapkan daridikembangkannya proses PPT adalah terben-tuknya kelembagaan for mal yang dapatmenjalankan fungsi koordinasi pengelolaansumberdaya dan wilayah pesisir secara terpadu,berikut dengan kelengkapannya seperti alokasipersonil , waktu dan dana (Gambar 4).Pendanaan di sini adalah bagian dari kontekspendanaan secara keseluruhan yang diharapkan

Page 49: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 3 0

mencakup pendanaan implementasi programatau kegiatan pengelolaan yang telah ditetapkandalam rencana PPT yang telah dihasilkanPenyiapan lembaga ini tidak selalu haruspembentukan lembaga baru. Tapi paling tidakada sistem, struktur dan mekanisme kelem-bagaan yang mampu menjalankan fungsipengaturan dan koordinasi PPT selanjutnyayang didukung dengan mekanisme pengambilankeputusan yang demokratis dan aspiratif (goodcoastal governance).

Menuju terwujudnya dampak tahap awaltersebut, inisiatif perencanaan PPT TelukBalikpapan telah dan terus mengembangkanbeberapa strategi kelembagaan yang sangatmempertimbangkan pandangan dan dilandasi olehkeputusan stakeholder baik di Kabupaten Pasirmaupun Kota Balikpapan.

Ada sebagian stakeholder dari kalanganlembaga pemerintahan di Kota Balikpapanmaupun Kabupaten Pasir berpandangan bahwauntuk melembagakan pengimplementasian RPTBmaupun program-program pengelolaan pesisirumumnya dirasakan belum perlu untukmembentuk lembaga baru di daerah administrasi

masing-masing. Cukup ditempuh strategimemberdayakan lembaga-lembaga yang ada danmenunjuk salah satu di antaranya sebagaikoordinator. Untuk memenuhi kebutuhanperlunya ada lembaga yang memiliki kapasitaspengkoordinasian, bisa saja dipilih satu lembagayang selama ini memiliki fungsi koordinasi (sepertiBAPPEDA atau BAPEDALDA) dan memberi-kannya mandat untuk mengkoordinir imple-mentasi PPT selanjutnya.

Namun, stakeholdersKota Balikpapanmaupun Kabupaten Pasir umumnya tidakkeberatan bila dikembangkan dulu model uji cobaseperti Gugus-gugus Tugas (task forces) di masing-masing daerah administrasi maupun Kelompok-kelompok Kerja Gabungan (joint-working groups)dan mendukung pengorganisasian gerakan peduliTeluk Balikpapan di tingkat masyarakatBalikpapan dan Pasir (grass-root organizing move-ment). Kesemuanya itu merupakan cikal-bakalyang dipersiapkan bagi struktur dan mekanismekelembagaan yang bersifat kerja sama antar KotaBalikpapan dan Kabupaten Pasir di masamendatang untuk pengimplementasian RPTBmaupun pengelolaan pesisir terpadu lintas daerah

Tabel 1. Komponen-komponen Ekosistem Teluk Balikpapan sebagai wilayah fokus Rencana Pengelolaan Teluk Balikpapan

Sumber: Analisis data melalui aplikasi SIG dengan basis peta dijital skala 1:50.000

Struktur LingkunganFisik Utama

Komponen Lingkungan Geografi Fisik Luas

Lingkungan Perairan

Lingkungan Daratan/Terestris

Sistem Marin Teluk Balikpapan

Sistem Estuari Teluk Balikpapan

Wilayah DAS Teluk BalikpapanWilayah Daratan Pulau-pulau di Perairan Teluk Balikpapan

Perairan Dalam Teluk BalikpapanPerairan Luar Teluk Balikpapan

Total Wilayah Perairan Laut

Wilayah Perairan Estuari Sisi BaratWilayah Perairan Estuari Sisi Timur

Total Wilayah Perairan Muara

Total Lingkungan Perairan

Total Lingkungan DaratanTotal Ekosistem Teluk Balikpapan dan DAS-nya

6.3035.393

11.6963.2851.0134.298

15.994

190.0831.019

191.102207.096

Page 50: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20023 1

administrasi seperti untuk ekosistem perairanTeluk Balikpapan.

Sejak Februari 2001, dengan difasilitasi olehProyek Pesisir KalTim berlangsung proses-prosespembentukan struktur kelembagaan sertapengembangan mekanisme komunikasi daninteraksinya yang dipersiapkan sebagai cikal-bakalstruktur dan mekanisme kelembagaan bagikoordinasi implementasi RPTB dalam konteksPPT. Proses-proses kelembagaan (institutional pro-cesses) termaksud membentuk komponen-komponen kelembagaan sebagai berikut:

(1) Forum Sahabat Teluk Balikpapan(Forum STB)

Forum Sahabat Teluk Balikpapan (ForumSTB) ini keanggotannya bersifat sukarela darikalangan pribadi atau individu-individu yangberasal dari Kota Balikpapan, Kabupaten Pasirdan juga dari luar ekosistem Teluk Balikpapan,

yakni Kota Samarinda, Kota Bontang dan KotaTenggarong.

Kesediaan individu-individu tersebutpertama kali dijaring melalui penerbitan “ProfilTeluk Balikpapan” di surat kabar lokal KaltimManuntung Post pada September 2000 yangberhasil mengumpulkan pernyataan kesediaansecara tertulis dari hampir 400 orang untukbergabung dalam wadah “Sahabat TelukBalikpapan” yang idenya diajukan Proyek PesisirKalTim. Pembentukan dan pengoperasian ForumSTB ini dimaksudkan agar tersedia wadah bagikalangan anggota-anggota masyarakat umum(grass-root) untuk berpartisipasi dalam pengelolaanEkosistem Teluk Balikpapan.

Sejak terbentuknya pada Februari 2001,Forum STB telah melakukan sejumlah pertemuankerja seperti untuk menyusun Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), penyusun-an program serta baru saja beberapa waktu lalu

Gambar 4. Tahapan dampak yang diharapkan dari proses PPT yang dikembangkan(Sumber: Adaptasi dari Olsen, et al. 1999).

Nasional���������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

Regional������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������

Lokal

TAHAPPERTAMA

Strukturkelembagaanformal;RencanaPengelolaandiadopsi;kepastianrencanapendanaan.

TAHAPKE DUA

Perubahan-perubahanperilakukelompoksasaran;berkurangnyakonflik; aksi-aksipengembangandiimplementasi.

TAHAPKE TIGA

Perbaikan-perbaikansejumlahindikator sosialdan lingkunganhidup.

TAHAPKE EMPAT

Pembangunandanpemanfaatansumberdayapesisir yangberkelanjutansifatnya.

DampakJangka Menengah

(Intermediate Outcomes)

DampakAkhir(End

Skala

Waktu

Page 51: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 3 2

melaksanakan sebuah “Dialog Publik: MisiPemerintah Kota Balikpapan dan PemerintahKabupaten Pasir Dalam Pengelolaan TelukBalikpapan” pada Desember 2001 di PlazaBalikpapan yang dihadiri oleh perwakilanPemerintah Kota Balikpapan (BAPEDALDAKota Balikpapan) dan Pemerintah KabupatenPasir (BAPPEDA Kabupaten Pasir) yangmemperoleh dukungan sponsor finansial maupunnon-finansial (in-kind contribution) dari pihakManajemen Promosi Plaza Balikpapan, P.T. TO-TAL FinaElf Indonesie dan PemerintahKabupaten Pasir.

Pertemuan perdana mengundang kesemua-nya pada Februari 2001 hanya dihadiri 165 orangyang memutuskan bentuk “Forum” sebagai wadahorganisasi yang diinginkan. Namun dalamsejumlah pertemuan berikutnya yang bersifatpleno, jumlah yang hadir hanya 97 orang dan dalamsejumlah pertemuan kerja serta kegiatan, jumlahyang hadir aktif semakin sedikit. Sebagai contoh,pada tingkatan rapat-rapat kerja atau kegiatankecil (seperti pameran) misalnya, rata-rata anggotaForum STB yang kerap hadir totalnya tidak lebihdari 20 orang. Sementara untuk tingkatan kegiatanbesar, seperti pelaksanan dan pengorganisasiankegiatan dialog publik, jumlah anggota Forum STByang aktif dalam persiapan dan hadir pada saatkegiatan tidak lebih dari 20 orang. Analisissementara menyimpulkan bahwa kendalaoperasional ini disebabkan oleh hal-hal berikut:

Sifat keanggotaan Forum yang murni sukarelasementara tidak sedikit anggota yang memilikikesibukan rutin (sekolah dan bekerja)Faktor geografis, di mana pusat gerakan Fo-rum berlangsung di Balikpapan sementara tidaksedikit anggota Forum yang berdomisili di luarBalikpapan, seperti di Tanah Grogot (ibukotaKabupaten Pasir), Sepaku dan Penajam diseberang Teluk Balikpapan, atau bahkan diSamarinda (ibukota Propinsi KalTim yangberjarak 115 km dari Balikpapan) atauTenggarong yang lebih jauh lagiKepengurusan Forum yang telah terbentukbelum optimal menjalankan fungsi koordinasikarena sejumlah keterbatasan seperti belummemiliki peralatan atau media komunikasi yangefektif (termasuk kapasitas administrasi surat-menyurat

Mempertimbangkan beberapa kendalateknis seperti pengupayaan dukungan dana,antara Pengurus Forum STB Proyek PesisirKalTim (sebagai pendukung pembentukan danpengoperasian Forum STB selama ProyekPesisir KalTim masih beroperasi) telah salingmenyetujui untuk mendukung pembentukanLSM yang akan membantu Forum STB dalamberbagai hal teknis manajemen dankeorganisasian. Telah saling disepakati untukmembentuk secara formal Yayasan STB, dengankepanjangan yang berbeda, yakni “YayasanSelamatkan Teluk Balikpapan” atau “NGO ofSave The Balikpapan Bay” dalam Bahasa Inggrisyang dipersiapkan untuk keperluan go interna-tional di masa mendatang. Proses pembentukanformal Yayasan STB saat ini sedang dijajagibersama antar anggota Pengurus Forum STBdidukung Proyek Pesisir KalTim.

(2) Gugus Tugas Pengelolaan Pesisir(KTF-CRM)

Pembentukan dan pengoperasian GugusTugas di masing-masing daerah administrasi yangkhusus berfungsi sebagai think-tank untukmencermati dan menganalisis isu-isu pengelolaandan pembangunan wilayah pesisir dan laut dimasing-masing daerah administrasi agar bisamemberikan masukan kepada pimpinan daerahnyaberkenaan dengan penanganan isu-isu pengelola-an dan pembangunan wilayah pesisir dan laut.

Di Kabupaten Pasir, telah dibentukKabupaten Task Force for Coastal Resources Manage-ment (KTF-CRM) Kabupaten Pasir yang bersifatformal dalam arti pembentukan danpengoperasiannya serta penetapan keanggota-annya didukung oleh perangkat kebijakanpimpinan daerah berupa Surat Keputusan (SK)Bupati Pasir (SK Bupati Pasir Nomor 445 Tahun2000). Komposisi keanggotaannya terdiri daripimpinan-pimpinan lembaga kalangan peme-rintahan Kabupaten Pasir seperti BAPPEDA,BAPEDALDA, Dinas Perikanan dan Kelautan,Dinas Kehutanan, Dinas Pekerjaan Umum danPermukiman Prasarana Wilayah, Dinas Pari-wisata, Dinas Pertanahan, Dinas Perindustriandan Camat Penajam serta Camat Sepaku) maupundari kalangan non pemerintahan (perusahaanswasta) seperti PT. ITCI Kartika Utama

Page 52: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20023 3

(perusahaan HPH) dan PT. Inne Dong Hwa(perusahaan produksi kayu lapis).

Sementara di Kota Balikpapan dibentukdan beroperasi Kota Task Force for Coastal ResourcesManagement (KTF-CRM) Kota Balikpapan, tetapibersifat informal dalam arti pembentukan danpengoperasiannya serta penetapan anggotanyatidak didukung oleh perangkat kebijakanpimpinan daerah. Namun, keanggotaan KTF-CRM Kota Balikpapan telah menempuh jalur for-mal yakni pengajuan permohonan formal kepadapimpinan lembaga-lembaga terkait agar membe-rikan ijin salah seorang staf atau personilnya aktifdi KTF-CRM Kota Balikpapan. Komposisikeanggotaannya terdiri dari perwakilan lembaga-lembaga pemerintahan seerti BAPPEDA,BAPEDALDA, Dinas Kehutanan, BPN, DinasPerikanan dan Kelautan, Dinas Perindustrianmaupun lembaga non-pemerintahan seperti LSM(Yayasan Bina Masuia dan Lingkungan) danPertamina (perusahaan minyak nasional).

Meskipun KTF di masing-masing daerahadministrasi didedikasikan kepada seluruhwilayah pesisir teritori daerah administrasi masing-masing, namun sejak pertengahan tahun 2000sampai saat ini kinerja KTF baik di KabupatenPasir maupun Kota Balikpapan sebagian besardidedikasikan untuk mendukung inisiatifperencanaan PPT Teluk Balikpapan. Akan tetapiberbeda dengan KTF-CRM Kota Balikpapan,KTF-CRM Kabupaten Pasir dengan dukunganperangkat kebijakan formalnya, juga telahmenanagani sejumlah isu pengelolaansumberdaya dan wilayah pesisir di daerahadministrasinya di luar ekosistem TelukBalikpapan. Kinerja yang bersifat kooperatifberupa “Rapat Kerja Bersama” antara KTF-CRM Kota Balikpapan dan KTF-CRMKabupaten Pasir juga pernah dilakukan, sepertidalam tahapan proses penting, yakni prosesmenyepakati Visi Pengelolaan Teluk Balikpapanpada Desember 2000, yang pada kesempatanitu juga sempat bersama-sama mengkompilasilebih lanjut usulan-usulan strategi, program dankegiatan berkaitan dengan perencanaan PPTTeluk Balikpapan.

Meskipun pada dasarnya tidak bersifat adhoc, terutama KTF-CRM Kabupaten Pasir yangdidukung oleh SK Bupati, keberlanjutan pengo-

perasiannya sangat tergantung pada proyekpembangunan yang membiayainya. Selain kendalaberupa sulitnya para anggota KTF-CRMKabupaten Pasir melakukan komunikasi yangintensif, keberlanjutan dan pengupayaan statusKTF-CRM agar permanen sifatnya agar tidaktergantung kepada proyek pembangunan yangsifatnya setahun selesai, merupakan permasalahanyang sedang diupayakan pemecahannya.Sementara KTF-CRM Kota Balikpapan yangtidak didukung oleh perangkat kebijakan daripimpinan daerah, kinerjanya sangat tergantungsekali oleh inisiatif Proyek Pesisir KalTim sebagaiFasilitator seperti untuk mengadakan komunikasiatau pertemuan membahas sesuatu.

(3) Kelompok Kerja GabunganPembentuk dan pengoperasian Kelompok

Kerja (Working Groups) pada dasarnya didedika-sikan untuk mencermati dan menganalisis satuisu pengelolaan pesisir Teluk Balikpapan danDAS-nya yang spesifik. Karena pembentukan,pengoperasian dan komposisi keanggotaannyamenyatukan perwakilan stakeholder dari Kabu-paten Pasir maupun Kota Balikpapan, Kelom-pok-kelompok kerja ini diistilahkan dengan“Kelompok Kerja Gabungan” (Joint-WorkingGroup). Sampai saat ini, sudah terbentuk duaKelompok Kerja Gabungan sebagai berikut:a. Kelompok Kerja Gabungan Isu Kontrol Erosi/

Sedimentasi yang terbentuk pada 20 Desember2001 beranggotakan 18 orang (dua di antara-nya perempuan) yang merupakan perwakilanstakeholder pemerintahan (Kabupaten Pasir danKota Balikpapan) dan LSM (LSM STB;Selamatkan Teluk Balikpapan asal KotaBalikpapan).

Kelompok Kerja Gabungan Isu Kontrol Erosi/Sedimentasi ini memperoleh asistensi teknisdari Pakar Manajemen dan Konservasi Hutan,DAS dan Tanah Fakultas Kehutanan Univer-sitas Mulwarman yang juga Kepala PusatPenelitian Pengelolaan Sumberdaya Air Uni-versitas Mulwarman (Dr. Sigit Hardwinarto),dan telah melakukan sebuah survei gabunganantara stakeholder Kabupaten Pasir dan KotaBalikpapan mengenai profil kondisi sedimen-tasi di wilayah estuari Teluk Balikpapan, sertasejumlah rapat kerja.

Page 53: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 3 4

b. Kelompok Kerja Gabungan Isu PengelolaanTambak Ramah Lingkungan yang terbentukpada 13 Desember 2001 beranggotakan 14 or-ang (empat di antaranya perempuan) yangmerupakan perwakilan stakeholder pemerintah-an (Kabupaten Pasir dan Kota Balikpapan) danLSM (LSM STB; Selamatkan Teluk Balikpapanasal Kota Balikpapan).

Kelompok Kerja Gabungan Isu PengelolaanTambak Ramah Lingkungan ini memperolehasistensi teknis dari pakar Budidaya PerikananFakultas Perikanan dan Kelautan UniversitasMulwarman (Prof. Dr. Syafei Sidik), dan telahmelakukan sebuah survei gabungan antara stake-holder Kabupaten Pasir dan Kota Balikpapanmengenai profil kondisi pengelolaan tambak diwilayah pesisir Teluk Balikpapan, serta sejumlahrapat kerja.

Dari konstelasi kelembagaan tersebutbersama stakeholder nanti akan dikaji kemung-kinannya mewujudkan sistem, struktur danmekanisme kelembagaan bagaimana bisadibakukan yang sesuai untuk mendukungpengimplementasian program-program PPT TelukBalikpapan yang mengoptimalkan partisipasistakeholder dari Kota Balikpapan maupunKabupaten Pasir khususnya.

4.2 Pengembangan Model MekanismeKelembagaan

Lembaga-lembaga yang telah diuraikan diatas dipersiapkan sebagai cikal-bakal strukturkelembagaan bagi pengimplementasian RPTBdalam konteks PPT di masa mendatang. Mengapaperlu dibentuk tanpa menunggu dokumen RPTBselesai dan diadopsi secara formal, adalah karenasaat dokumen RPRB tersebut selesai disusun,adopsi formal atau persetujuan kepada dokumenrencana PPT seperti RPTB tersebut idealnyadiberikan oleh pihak-pihak pemerintah yangberwenang dan kelompok-kelompok stakeholderlainnya (Olsen et al., 1999).

Akan lebih efektif dan efisien, bila telahterorganisir dalam sebuah forum. Selain itu,sebelum rencana PPT seperti RPTB itu selesai,kewenangan-kewenangan dan struktur kelem-bagaan yang dibutuhkan untuk pengimplemen-tasian rencana tersebut sudah sebaiknya dinegosia-

sikan antar stakeholder dan diformalkan sebagaicerminan sistem proses pengaturan pengelolaanpesisir yang permanen yang sekaligusmenegosiasikan kepastian rencana pendanaan danpengalokasian sumberdaya lainnya yang dibutuh-kan dalam masa implementasi (Olsen et al., 1999).

Sebuah sistem dan strukrur membutuhkanmekanisme khususnya untuk komunikasi,interaksi dan hirarki koordinasi. Dari lembaga-lembaga yang telah terbentuk, telah dicoba-kembangkan suatu model mekanisme komunikasidan interaksi antar lembaga-lembaga tersebut.

Sampai Januari 2002 lalu, suatu modelmekanisme komunikasi dan interaksi antaraKelompok Kerja Gabungan dan Gugus Tugastelah dicoba-kembangkan. Kemudian jugadiperluas kepada interaksi keduanya dengankomponen parlemen atau Dewan PerwakilanRakyat (DPRD). Meskipun pada uji coba Januari2002 komponen parlemen hanya direpresen-tasikan oleh DPRD Kabupaten Pasir dan belumada partisipasi dari DPRD Kota Balikpapan,namun sebuah mekanisme interaksi yang cukupefektif telah berlangsung (Gambar 5). Model ujicoba ini diasumsikan bisa menjadi rujukan bagipengembangan selanjutnya yang lebih baik lagidan lebih efektif bagi implementasi RPTB.

Interaksi atau kehadiran bersama-sama,intensitas dan kualitas materi komunikasi sertakesepakatan tindak-lanjut bersama yang tercapaiantara pimpinan atau perwakilan instansi-instansiteknis pemerintahan Kabupaten Pasir dan KotaBalikpapan dalam model mekanisme komunikasidan interaksi Januari 2002 (Gambar 5),memberikan suatu gambaran faktual bahwakemitraan antara Kota Balikpapan danKabupaten Pasir di masa mendatang untukbersama-sama mengimplementasikan RPTBsebagai bentuk pengelolaan terpadu EkosistemTeluk Balikpapan sangat potensial untuk bisaterwujud.

Berkenan dengan komponen-komponenkelembagaan yang sedang dipersiapkan untukimplementasi RPTB, stakeholder berharap nantinyaada hirarki koordinasi yang jelas. Hal tersebutsedang dikembangkan dan belum tersirat padaGambar 5.

Page 54: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20023 5

Gambar 5. Model mekanisme komunikasi dan interaksi antar komponen-komponen kelembagaan yang dipersiapkanuntuk struktur dan mekanisme kelembagaan implementasi RPTB nantinya.

Sekretariat Pengelolaan Teluk

Balikpapan Unit Koordinasi

Balikpapan dan Pasir

Gugus Tugas Pengelolaan Pesisir Kabupaten Pasir

Pimpinan-pimpinan Lembaga Pemerintah dan Non-Pemerintah

Gugus Tugas Pengelolaan Pesisir Kota Balikpapan

Pimpinan-pimpinan Lembaga Pemerintah dan Non-Pemerintah

Dewan Kerjasama Pengelolaan Teluk Balikpapan Bupati Pasir dan Walikota Balikpapan

dikoordinir oleh Gubernur Kalimantan Timur

MASYARAKAT BALIKPAPAN, PASIR DAN

KALIMANTAN TIMUR

Komite Penasehat Ilmiah Akademisi dan Praktisi

Ilmiah

Forum Sahabat Teluk Balikpapan

Anggota-anggota Masyarakat Balikpapan, Pasir dan Kalimantan

Timur

Spektrum komunikasi dan interaksi

DPRD Kabupaten Pasir

DPRD Kota Balikpapan

Kelompok Kerja Gabungan Isu Pengelolaan Pesisir Spesifik Perwakilan-perwakilan Lembaga Pemerintah dan Non-Pemerintah Terkait

Isu Pengelolaan Kontrol Erosi

dan Sedimentasi

Isu Pengelolaan Tambak Ramah

Lingkungan

Isu Pengelolaan Lainnya

(yang akan dibentuk)

Komunikasi dan interaksi

Lembaga formal yang ada

Komponen kelembagaan implementasi RPTB yang akan dibentuk

Komponen kelembagaan implementasi RPTB operasional formal

Komponen kelembagaan implementasi RPTB operasional non formal

Page 55: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 3 6

5. PELAJARAN DARI PROSESPENYIAPAN KELEMBAGAANUNTUK IMPLEMENTASI RENCANAPENGELOLAAN

Perwakilan-perwakilan dari lembaga-lembaga pemerintahan dengan kewenangannyamasing-masing untuk mengelola sumberdayawilayah merupakan stakeholder kunci (Olsen andKerr,2000). Selama ini mungkin sudah adalembaga yang bertanggung-jawab untukmengkoordinir perencanaan pembangunan antarprogram-program sektoral yang ada, tetapi belumoptimal menerapkan pendekatan atau metodeterpadu. Di samping itu, selain ketersediaan danayang berkesinambungan,salah satu aspekfungsional dari memantapkan kelembagaan bagifungsi pengkoordinasian pengelolaan sumberdayadan wilayah pesisir secara terpadu adalah untukmengupayakan kepastian keberlanjutan dariinisiatif dan komitmen pengelolaan pesisir itusendiri.

Dengan adanya struktur dan mekanismekelembagaan yang jelas dan baik diharapkanterwujud kesamaan kerangka kerja yang palingtidak dalam arti optimalnya, yakni “saling selaras”atau “saling terpadu”. Namun hal tersebutmemang tidak mudah. Selama proses penyiapankomponen-komponen kelembagaan bagiimplementasi RPTB nantinya sampai saat ini,tidak sedikit kendala yang dihadapi. Kerjasamayang kondusif antara Fasilitator proses dan stake-holder berhasil mengatasi beberapa kendaladiantaranya.

Hal-hal yang dikemukakan oleh setiapuraian pembelajaran berikut ini pada dasarnyamerupakan pengalaman empiris selama prosesPPT Teluk Balikpapan. Namun, ada beberapayang disajikan berikut ini masih sebagai suatuasumsi karena belum dilakukan. Pada deskripsiberikut, uraian hal pembelajaran yang masihmerupakan asumsi ditandai dengan notasi“(Asumtif)” di awal kalimat uraiannya. Disajikanpada kesempatan ini karena asumsi-asumsitersebut telah dikonsultasikan dengan stakeholdersebagai rencana langkah yang disepakati untukditempuh pada saatnya tiba.

A.Hal-hal yang sebaiknya dipersiapkanjauh sebelum sebuah Rencana/Program

PPT akan diadopsi secara formal dandiimplementasikan oleh stakeholder

1. Menggalang konstituensi dari pihak-pihak yangberwenang bahwa pihak-pihak tersebutberkenan mengadopsi dan mengimplementasikan Rencana/Program PPT yangbersangkutan nantinya atas dasar pihak-pihaktersebut pada dasarnya terlibat dalam prosesperencanaan PPT termaksud.

2. Memperoleh konstituensi dari pihak-pihakberwenang dan stakeholder lainnya yangberpotensi memberikan kepastian rencanapendanaan bagi pengimplementasian nantinya.

3. Menyiapkan (mendesain dan mengembangkan)sistem, struktur dan mekanisme kelembagaanberikut kelengkapan-kelengkapannya (alokasipersonil, dana dan jadwal kerja) sebagai me-dia komunikasi, interaksi dan hirarki koordinasiyang mendukung pengimplementasiannantinya.

B. Yang sebaiknya dilakukan sebelummemulai mempersiapkan komponen-komponen kelembagaan bagi koordinasiimplementasi sebuah Rencana/ProgramPPT

1. Mempelajari konstelasi kelembagaan setempatyang sudah ada (baik pemerintahan maupunnon-pemerintahan).

2. Mengidentifikasi status, fungsi, tugas dankewenangan masing-masing lembaga yang ada.

3. Mempelajari mekanisme hirarki koordinasipada konstelasi kelembagaan yang ada.

4. Mencermati realitas apakah komponenkonstelasi kelembagaan yang telah adatersebut berminat dan atau telah memahamipendekatan, paradigma, konsep dan prosesPPT.

5. Menggalang kesepahaman dan kesepakatanantar stakeholder berkenaan dengan penyiapansistem, struktur dan mekanisme kelembagaanyang mendukung pengimplementasianRencana PPT nantinya.

C.Mengatasi realitas bahwa isu-isuberkenaan dengan PPT, pengelolaanekosistem berbasiskan DAS danperencanaan partisipatif belum populerdi kalangan stakeholder

Page 56: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20023 7

1. Melakukan sosialisasi teori-teori ilmiah maupunempirisnya (baik tertulis maupun tidak tertulis)memanfaatkan berbagai bentuk media.

2. Menyediakan pelatihan yang menghadirkaninstruktur-instruktur pakar di bidang terkait.

3. Kerap mendiskusikannya (dalam bentuk curahpendapat) dengan stakeholder.

4. Bersama stakeholder mengidentifikasi hal-halproblematis akibat pengelolaan yang tidakterpadu (tidak terkoordinir dengan baik),akibat kurangnya pemahaman mengenai sistemhidrologis DAS dan akibat tidak adanya ataubelum optimalnya keterlibatan pihak-pihakterkait dan unsur masyarakat umum.

5. Melakukan uji-coba sederhana penerapanpendekatan PPT, pengelolaan DAS dan peren-canaan partisipatif kepada satu hal problematisuntuk memperoleh bukti signifikansinya.

6. Khusus berkenaan pendekatan dan metodeperencanaan partisipatif , perlu jugadilakukan penghimbauan secara simpatikkepada pihak-pihak yang berwenang dalamperencanaan pembangunan (sepertiPerencanaan Tata Ruang) untuk menerapkanatau semakin mengoptimalkan lagipartisipasi stakeholder dan publik dalamtahapan-tahapan penting proses perencanaanyang dilaksanakan. Mencermati bahwaumumnya kegiatan perencanaan wilayahmemanfaatkan jasa konsultan perencanaanprofesional, maka selain pihak-pihak dipemerintahan, penghimbauan secarasimpatik juga perlu di lakukan kepadakonsultan perencanaan profesional yangbersangkutan.

Hal-hal 1 s/d 5 sangat efektif dan efisienbila bisa dilakukan pada tahap awal atauberiringan dengan memulai sebuah siklusperencanaan PPT.

D.Langkah-langkah dalam menggalangkesepahaman dan kesepakatan antarstakeholder berkenaan denganpenyiapan sistem, struktur danmekanisme kelembagaan yangdibutuhkan bagi koordinasi implementasisebuah Rencana/Program PPT

1. Pra-kondisi untuk ini adalah telah ditempuhnyahal-hal #2 di atas.

2. Sektor kelembagaan bagi koordinasi imple-mentasi PPT pada dasarnya merupakan sektorpublik, sehingga untuk proses pengem-bangannya dibutuhkan adanya Fasilitator atauTim Fasilitator yang berpengalaman di bidangmanajemen, kebijakan dan kelembagaanpublik.

3. Tim Fasilitator melakukan eksplorasi mengenaivisi dan opini stakeholder berkenaan denganpengembangan konstelasi kelembagaan publik.

4. Tim Fasilitator mendesain model sistem danstruktur (komponen-komponen kelembagaan)serta mekanisme kelembagaan atau “modelkelembagaan” bagi koordinasi pengimplemen-tasian Rencana/Program PPT sebagai“pancingan” atau bahan diskusi dan konsultasidengan stakeholder.

5. Melakukan konfirmasi dan mem perolehkesediaan lembaga-lembaga yang ada dikalangan stakeholder bila lembaga-lembaganyamenjadi bagian dari model kelembagaan yangdidesain.

6. Melakukan diskusi dan konsultasi secaraintensif dengan stakeholder berkenaan dengankonsep model yang telah didesain. Selamadiskusi dan konsultasi ini, Tim Fasilitatormenjelaskan secara simpatik apa danbagaimana model yang telah didesain.

7. Mengakomodasi masukan, saran, koreksi,pertimbangan, kritik maupun keberatan stake-holder dari diskusi-diskusi dan konsultasi-konsultasi saat memperbaharui desain modelkelembagaan yang dikembangkan.

8. Melakukan konfirmasi tentang pembaharuan-pembaharuan yang telah mengakomodasimasukan, saran, koreksi, pertimbangan, kritikmaupun keberatan stakeholder.

9. Mendiskusikan dan mengkonsultasikan nyakembali dengan stakeholder sampai memperolehkesepakatan untuk membentuk dan menguji-coba-kembangkan pengoperasian modelkelembagaan. Dimulai dengan membentukdan menguji-coba-kembangkan pengoperasiansatu persatu komponen kelembagaan yangmemiliki urgensi untuk diuji-coba.

Page 57: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 3 8

10. Mendesain model mekanisme komunikasi daninteraksi antar komponen-komponen kelem-bagaan dan menguji-cobanya untuk menge-tahui efektifitas dan efisiensinya maupunkeunggulan dan kelemahannya. Apakah uji-coba model mekanisme komunikasi daninteraksi sebaiknya dilakukan lebih duludibanding uji-coba mekanisme hirarkikoordinasi disesuaikan dengan kesiapansituasi dan kondisi yang ada.

11.Melakukan analisa penilaian hasil uji-cobatersebut dan mendiskusikannya dengan stake-holder sampai memperoleh kesepakatan untukditetapkan sebagai model mekanismekomunikasi dan interaksi yang baku untukdiimplementasikan dalam jangka waktu yangsaling disepakati.

12. (Asumtif) Mendesain model mekanisme hirarkikoordinasi antar komponen-komponenkelembagaan (siapa bekerja dengan siapa,siapa bekerja untuk siapa, siapa bertanggung-jawab ke siapa, siapa melapor ke siapa, danlain-lain) dan menguji-coba untuk mengetahuiefektifitas dan efisiensinya maupun keunggul-an dan kelemahannya.

13. (Asumtif) Melakukan analisa penilaian hasiluji-coba tersebut dan mendiskusikannyadengan stakeholder sampai memperolehkesepakatan untuk ditetapkan sebagai modelmekanisme hirarki koordinasi yang baku untukdiimplementasikan dalam jangka waktu yangsaling disepakati.

14. (Asumtif) Membuat pertemuan yangmenghadirkan semua komponen kelembagaanuntuk saling memberikan legitimasi atas modelsistem dan struktur serta mekanisme kelem-bagaan bagi koordinasi pengimplemen tasianRencana/Program PPT yang telah sepakatdibakukan.

E.Konstelasi kelembagaan yang perludiciptakan bagi koordinasi dan evaluasiimplementasi Rencana/Program PPT

1. Menyadari bahwa sektor kelembagaan bagikoordinasi implementasi PPT pada dasarnyamerupakan sektor publik.

2. Konstelasi kelembagaan yang perlu diciptakanbagi koordinasi dan evaluasi implementasiRencana/Program PPT adalah konstelasi

kelembagaan yang tersusun atas komponen-komponen kelembagaan yang merepresentasikan kelompok-kelompok stakeholder danpublik. Konstelasi sebaiknya terdiri ataskomponen-komponen lembaga representatifsebagai berikut:

Representasi lembaga-lembaga pemerintahan,Representasi pimpinan-pimpinan lembagapemerintahan,Representasi masyarakat ilmiah,Representasi lembaga-lembaga nonpemerintahan, danRepresentasi publik atau anggota-anggotamasyarakat umum (mengakomodasikomunitas “akar rumput” atau grass root) yangkesemuanya harus diarahkan untuk salingberkomunikasi, berinteraksi danberkoordinasi secara harmonis.

F. Unsur-unsur yang sebaiknya ada agarsebuah komponen kelembagaan untukkoordinasi PPT dapat beroperasi secarakonstan

1. Adanya komposisi keanggotaan yangrepresentatif dan memiliki komitmen yangtinggi.

2. Adanya ketetapan yang jelas mengenai sta-tus, fungsi, tugas dan kewenangan kompo-nen kelembagaan yang bersangkutan yangdisetujui oleh pihak-pihak berwenang yanglebih t inggi hirarkinya dibandingkananggota-anggota komponen kelembagaanyang bersangkutan.

3. Sebaiknya didukung oleh legitimasi formaltertulis dari pihak berwenang tertinggi (seperticontohnya legitimasi atau Surat KeputusanKepala Daerah bagi pembentukan danpengoperasian komponen kelembagaan yangbersangkutan di daerahnya).

4. Adanya dana pengoperasian lembaga. Seringdijumpai implikasi yang menguntungkandimana legitimasi formal tertulis sepertidiuraikan nomor 3 di atas memberikan pulakepastian pendanaan pengoperasian komponenlembaga yang bersangkutan.

5. Tersedianya sumberdaya yang dibutuhkanuntuk pengoperasian.

6. Bila hal nomor 3, 4 dan 5 di atas tidak tersedia,maka diperlukan pihak yang bisa memfasilitasi

Page 58: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20023 9

pengoperasian komponen kelembagaan yangbersangkutan secara maksimum di berbagaiaspek operasionalnya.

7. Untuk komponen kelembagaan representasipublik atau anggota-anggota masyarakatumum (mengakomodasi komunitas “akarrumput” atau grass root) biasanya hanya efektifmenerapkan metode sukarela (voluntir) dalamsistem keanggotaannya.

8. Untuk komponen kelembagaan representasipublik atau grass root yang (berpotensi) memilikijumlah anggota yang sangat banyak (seperti“Forum” yang anggotanya lebih dari 30 orangdan bersifat voluntir), sebaiknya memiliki“Dewan Pengurus” untuk berfungsi sebagai“dinamisator” atau dilengkapi dengan “unsurpelaksana” yang terdiri atas individu-individuyang berkomitmen sangat tinggi dan bilamemungkinkan profesional, serta sebaiknyaberhasil memenuhi hal-hal nomor 2, 3, 4, 5 danatau 6 di atas.

G. Manfaat adanya komponen-komponenkelembagaan yang pembentukannyadilakukan jauh sebelum sebuahRencana/Program PPT akan diadopsisecara formal dan diimplementasikanoleh stakeholder

1. Pengoperasian komponen-komponen kelem-bagaan ini bisa menjadi eksperimen untukmemprediksi efektifitas dan efisiensi aspek-aspek PPT termasuk dari keterlibatannyadalam proses penyusunan Rencana/ProgramPPT yang bersangkutan.

2. Pengoperasian komponen-komponen kelem-bagaan ini bisa memberikan kontribusi dalammemperbaharui dan semakin mempertajammateri Rencana/Program PPT hingga saatproduksi dokumen formalnya.

3. Komponen-komponen kelembagaan ini bisamenjadi “katalisator” untuk memperolehkonstituensi dari pihak-pihak yang berwenanguntuk berkenan mengadopsi secara formal danmengimplementasikan Rencana/Program PPTnantinya.

4. Komponen-komponen kelembagaan ini bisamenjadi “katalisator” untuk memperolehkonstituensi dari pihak-pihak yang berwenangdan stakeholder lainnya yang berpotensi

memberikan kepastian rencana pendanaan bagipengimplementasian nantinya.

5. Pengoperasian komponen-komponen kelem-bagaan ini jauh sebelum Rencana/ProgramPPT diimplementasikan dan pelibatannyadalam penyusunannya semakin mematangkankapasitas komponen-komponen kelembagaanini untuk pada saatnya siap mengimplementa-sikan Rencana/Program PPT.

DAFTAR PUSTAKA

Bappeda Kabupaten Pasir. 2000. Laporan HasilPelaksanaan Kegiatan Proyek CoastalResources Management Planning (CRMP)Kabupaten Pasir Tahun Anggaran 1999/2000. Bappeda Kabupaten Pasir. TanahGrogot, Indonesia.

Bappeda Kota Balikpapan. 2000. LaporanKegiatan Proyek Coastal ResourcesManagement Planning (CRMP) T.A. 1999/2000 Di Kota Balikpapan. Bappeda KotaBalikpapan. Balikpapan, Indonesia.

Dutton, I. M. 1993. Guidelines for the Preparationand Assessment of Management Plans.Indonesian Marine Science EducationProject - Universitas Diponegoro. Lismore,Australia.

Haryanto, B., A. Tahir, R. Malik, A. S.Dharmawan, A. Setiadi, A. J. Siahainenia,A. Yani, Kasmawaty dan R. Erwinadi.(2000). Proses Penyusunan Profil TelukBalikpapan Berdasarkan Isu Pengelolaan.Paper dalam Sondita et al. 2000. PelajaranDari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 -2000. Prosiding Lokakarya HasilPendokumen- tasian Kegiatan ProyekPesisir di Bogor, 21 - 24 Maret 2000.Kerjasama Pusat Kajian SumberdayaPesisir dan Lautan - Institut PertanianBogor dengan Proyek Pesisir - CoastalResources Management Project danCoastal Resources Center - University ofRhode Island. Bogor, Indonesia.

Olsen, S. B., K. Lowry and J. Tobey. 1999. AManual for Assessing Progress in CoastalManagement. Coastal Management Report#2211 - January 1999. The University ofRhode Island, Coastal Resources Center,

Page 59: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 4 0

Graduate School of Oceanography.Narragansett, RI, USA.

Olsen, S. B., and M. Kerr. 2000. BuildingConstituencies for Coastal Management: AHandbook for the Planning Phase. CoastalManagement Report #2214. The Universityof Rhode Island, Coastal Resources Center,Graduate School of Oceanography.Narragansett, RI, USA.

Proyek Pesisir. 2000. Year Four Workplan (April2000 - March 2001). Proyek PesisirPublication AR-00/01-E. Coastal ResourcesCenter, University of Rhode Island. Jakarta,Indonesia.

Proyek Pesisir KalTim. 2000a. DokumenKompilasi PMP Data Proyek Pesisir KalTim1998/1999 & 1999/2000. Proyek PesisirKalTim. Balikpapan, Indonesia.

Proyek Pesisir KalTim. 2000b. DokumenKompilasi PMP Data Proyek Pesisir KalTim2000/2001 & 2001/2002. Proyek PesisirKalTim. Balikpapan, Indonesia.

Proyek Pesisir KalTim, Pemerintah KotaBalikpapan dan Pemerintah Kabupaten Pasir.2000. Isu-isu Kajian Dalam RencanaPengelolaan. Bahan “Lokakarya Partisipatif-IV: Penyusunan Rencana Pengelolaan TelukBalikpapan” yang diselenggarakan olehProyek Pesisir KalTim bekerjasama denganPemerintah Kota Balikpapan dan KabuaptenPasir di Balikpapan, 11-12 Oktober 2000.Proyek Pesisir KalTim. Balikpapan,Indonesia.

Dharmawan, A.S., A. Setiadi, R. Malik, dan A. J.Siahainenia, 2001. Proses PenyusunanRencana Pengelolaan Teluk Balikpapandalam Sondita,et.al.2001. Pelajaran DariPengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2001.Prosiding Lokakarya Hasil Pendokumen-tasian Kegiatan Proyek Pesisir di Bogor, 28Maret - 3 April 2001. Kerjasama PusatKajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan -Institut Pertanian Bogor dengan ProyekPesisir - Coastal Resources ManagementProject dan Coastal Resources Center -University of Rhode Island. Bogor,Indonesia.

Page 60: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20024 1

IMPLEMENTASI RENCANA PENGELOLAAN TINGKAT DESA DIKABUPATEN MINAHASA PROPINSI SULAWESI UTARA

Oleh:Maria Dimpudus, Meidiarti Kasmidi, Christovel Rotinsulu,Noni Tangkilisan, J. Johnnes Tulungen dan Asep Sukmara

ABSTRAK

Proyek Pesisir telah memfasilitasi Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Utara untuk menyiapkan rencana pembangunan desa danpengelolaan sumberdaya pesisir. Setelah dua tahun kegiatan yang melibatkan partisipasi masyarakat, penguatan kelembagaan danpelaksanaan kegiatan-kegiatan awal, setiap lokasi proyek telah memiliki rencana pengelolaan yang disetujui oleh masyarakat desadan didukung sepenuhnya oleh Pemerintah Kabupaten Minahasa.

Rencana pengelolaan desa tersebut memiliki keistimewaan dalam beberapa hal. Pertama, rencana tersebut merupakan contoh dariproses perencanaan partisipatif yang diterapkan di tingkat desa, dan terintegrasi dengan perencanaan berbagai tingkat wilayah/pemerintahan hingga tingkat propinsi. Kedua, strategi dan kegiatan yang direncanakan mencakup prinsip-prinsip pembangunanyang berkelanjutan yang bertujuan untuk melindungi dan memelihara kondisi lingkungan, seperti terumbu karang, serta kualitasmasyarakat melalui perbaikan suplai air minum, pengembangan mata pencaharian alternatif (ekoturisme) dan perbaikan prasaranapedesaan. Ketiga, rencana tersebut menempatkan masyarakat sebagai penanggungjawab utama pengelolaan pesisir yang dijalankanoleh sekelompok relawan anggota masyarakat setempat dengan bantuan dinas-dinas terkait melalui proses perencanaan,pengalokasian dana dan pelaksanaan program yang sesuai dengan mekanisme pemerintahan setempat.

Beberapa pengalaman dalam pelaksanaan rencana yang cukup inovatif melalui penyediaan dana langsung kepada masyarakat dalambentuk ‘block grant’ telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten dan Proyek Pesisir untuk kegiatan-kegiatan yang sesuai denganrencana pengelolaan. Saat ini sedang direncanakan program replikasi pengelolaan pesisir tingkat desa untuk tempat-tempat lain.Pemerintah Kabupaten akan menyiapkan dukungan teknis dan dana untuk pemerintahan dan masyarakat desa.

Upaya-upaya awal di atas adalah cara baru bagaimana pemerintahan lokal melaksanakan tugasnya. Rencana-rencana tersebut dapatdipandang sebagai percontohan dari program pengelolaan pesisir yang terdesentralisasi, sekaligus sebagai model dari programpembangunan yang bersifat partisipatif dan transparan serta mengakomodasi aspirasi masyarakat setempat. Makalah ini menyajikanproses dan pelajaran dari implementasi rencana pengelolaan tingkat desa di lokasi proyek.Kata kunci: Rencana pengelolaan tingkat desa; pengelolaan pesisir; Minahasa, Sulawesi Utara; adopsi formal rencanapengelolaan; adopsi best practices; perencanaan partisipatif.

ABSTRACT

Proyek Pesisir has been assisting provincial government to establish some examples of village level plans for community developmentand management of coastal resources. After two years of extensive community participation, capacity building and implementationof field early activities, village coastal management plans were established and approved by local communities and ratified at theregency level.

These village level plans are significant in many ways. First, they are among the first examples of results of participatory planningprocess implemented at the village level, but integrated with multiple levels and sectors of government (up to the provincial level). Second, the strategies and actions in the plans embrace the principles of sustainable development that aim to protect and sustainhealthy environments, such as coral reefs, as well as to improve quality of human life through improvement in drinking watersupply, development of alternative livelihoods (e.g. ecotourism) and improvement of village infrastructure. Third, they placeprimary responsibility for coastal management on the hand of local community through a committee of volunteer villagemembers with assistance provided by sectoral agencies through the existing planning, budgeting and implementation mechanismsof local government.

A strategy to support village communities through annual block grants has been made by local government and Proyek Pesisirdirectly to the communities for actions that are consistent with the plans. Planning is also underway to replicate from pilot sites toa regency program that provides technical and financial support services to village government and communities coast-wide. Theseinitial effort are representing a new way of how local government can conduct its responsibility. These plans are viewed both as

Page 61: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 4 2

1. PENDAHULUANProyek Pesisir Sulawesi Utara secara for-

mal telah mengembangkan contoh-contohpengelolaan sumberdaya wilayah pesisir berbasismasyarakat. Bagi Proyek Pesisir, pengelolaan-berbasis masyarakat adalah pengelolaan secarabersama (co-management) antara masyarakat,pemerintah setempat dan stakeholder di desa.Contoh-contoh pengelolaan yang dikembangkandi Sulawesi Utara diharapkan merupakan contohyang baik dalam rangka “....desentralisasi danpenguatan pengelolaan sumberdaya wilayahpesisir di Indonesia .....” sebagaimana tujuanstrategis dari Program Pengelolaan SumberdayaAlam II ( Natural Resources Mangement II -NRM II) USAID-BAPPENAS bahwa misi inidapat dicapai dengan model-model desentralisasi,

partisipasi dan kegiatan pengelolaan berbasis-masyarakat (Crawford, 1999).

Sejak bulan Juli 1997 tiga lokasi lapang (fieldsites) dipilih dan ditetapkan di Sulawesi Utara(Gambar 1) melalui konsultasi dan kerjasamadengan masyarakat setempat, pemerintah desa(lokal) dan propinsi serta didukung oleh suatusurvei awal secara cepat di 20 desa pesisir diKabupaten Minahasa.

Penetapan lokasi ini dilaksanakan oleh TimKerja Propinsi yang terdiri dari instansi danlembaga terkait di Sulawesi Utara dan Minahasayang dikoordinasi oleh BAPPEDA SulawesiUtara. Kemudian penetapan lokasi ini diikutiproses sosialisasi dengan masyarakat desasetempat untuk menjelaskan tujuan, harapan darikegiatan Proyek Pesisir.

Bersama dengan kegiatan ini jugadilakukan identifikasi pendekatanpengelolaan yang akan diterapkan dimasing-masing desa dan penempatanpenyuluh lapangan Proyek Pesisirsecara tetap di masing-masing lokasiuntuk memfasilitasi pelaksanaan pro-gram sejak Oktober 1997 (Tulungen etal., 1998).

Tujuan Proyek Pesisir di lapangan(field sites) adalah untuk mengem-bangkan contoh-contoh dari cara/metode yang baik dalam pengelolaansumberdaya wilayah pesisir lewatpenerapan metode-metode, strategi,kegiatan, aturan lokal dan rencana.Contoh-contoh ini diharapkan dapatmendorong untuk memperbaiki ataumempertahankan kualitas hidupmasyarakat di wilayah pesisir, danmempertahankan atau memperbaikikondisi sumberdaya wilayah pesisirdimana banyak orang menggantungkankehidupan mereka.

Gambar 1. Lokasi Proyek Pesisir di Sulawesi Utara

pilots for a decentralized coastal resources management program, and as models of how other development programs implementedcan become more participatory and transparent, as well as better meet the aspirations of local communities. This paper describesthe process and initial lessons learned of the village level plan implementation at Proyek Pesisir pilot sites.Keywords: Village level management plan; coastal management; Minahasa, North Sulawesi; formal adoption of man-agement plan; adoption of best practices; participatory planning.

Page 62: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20024 3

Gam

bar 2

: Mod

el P

rogr

am

Renc

ana

Pem

bang

unan

dan

Pen

gelo

laan

Sum

berd

aya

Wila

yah

Pesis

ir Be

rbas

is M

asya

raka

t di S

ulaw

esi U

tara

Apa

yan

g te

rjad

i/dih

asilk

an

Tuj

uan

Akh

ir

- Su

mbe

rday

a Pe

sisi

r da

n lin

gkun

gan

terp

elih

ara/

lebi

h ba

ik

- M

anfa

at so

sial

ekon

omi

dipe

role

h -

Mas

yara

kat

dibe

rday

akan

Apa

yan

g di

laku

kan

Pros

es

- Pe

mah

aman

kea

daan

m

asya

raka

t -

Pem

aham

an P

roye

k -

Pem

aham

an Is

u

Has

il/C

apai

an

1. Id

entif

ikas

i Isu

2. P

ersi

apan

Per

enca

naan

3. P

erse

tuju

an R

enca

na

dan

Pend

anaa

n

4. P

elak

sana

an

- Pa

rtis

ipas

i lua

s -

Kes

epak

atan

terh

adap

tu

juan

dan

keg

iata

n

- Pe

neri

maa

n se

cara

fo

rmal

-

Das

ar h

ukum

yan

g je

las d

an b

enar

Peng

elol

aan

efek

tif

Mon

itorin

g da

n Ev

alua

si

Um

pan

balik

(6 - 12 bulan ) (6 - 12 bulan ) (1- 9bulan )

WAKTU

Page 63: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 4 4

Adapun kerangka kerja konsep prosesperencanaan dan pelaksanaan berbasis-masya-rakat di Sulawesi Utara secara ringkas mengikutilangkah-langkah sebagai berikut:1. Identifikasi Isu2. Persiapan Perencanaan3. Persetujuan Rencana dan Pendanaan4. Pelaksanaan5. Pengawasan dan Evaluasi

Model program bagi perencanaan danpelaksanaan rencana pembangunan danpengelolaan berbasis masyarakat alurnya dapatdijelaskan dalam Gambar 2. Model inimenggambarkan apa yang dilakukan oleh pro-gram menyangkut kegiatan yang dilakukan danhasil dari tiap kegiatan. Rincian kegiatan, hasil danindikator pada tiap tahapan secara rinci lihatLampiran 1. Setiap langkah dalam proses memilikisejumlah capaian antara yang dihasilkan dari setiapkegiatan yang dilaksanakan. Proses dan kegiatanserta capaian ini akan mengarah pada tujuan akhiratau dampak yang dihasilkan.

Paper ini mendokumentasikan tahappelaksanaan dari rencana pengelolaan yang sudahditetapkan di desa. Pelaksanaan rencanapengelolaan ini merupakan bagian dari siklusperencanaan atau kebijakan dalam pengelolaansumberdaya wilayah pesisir berbasis masyarakat.Pada tahap pertama telah dilakukan pengi-dentifikasian isu yang ada di desa, yaitupermasalahan dan potensi wilayah pesisir yangdapat dikembangkan dalam pemanfaatansumberdaya wilayah pesisir secara berkelanjutanoleh masyarakat. Tahap selanjutnya adalahpenyusunan rencana pengelolaan berdasarkanisu dan permasalahan yang ada. Rencanapengelolaan ini, diusulkan dan direncanakanoleh masyarakat untuk dilaksanakan denganmelihat potensi dan kemampuan masyarakat.Setelah rencana pengelolaan ini disepakatimaka pelaksanaan rencana pengelolaan inidiharapkan dapat dilaksanakan sendiri olehmasyarakat secara partisipatif dan berke-lanjutan. Untuk mendorong pelaksanaanrencana pengelolaan ini maka Proyek Pesisirmembantu masyarakat menyusun rencana kerjatahunan dengan memberikan dana Block Grantyang disediakan oleh Proyek Pesisir dan olehBappeda Kabupaten Minahasa.

Untuk melihat kemajuan yang sudahdiperoleh setelah rencana pengelolaan iniditetapkan dan dilaksanakan oleh masyarakat,serta dalam rangka pembelajaran baik kepadamasyarakat, pemerintah, LSM, Perguruan Tinggimaupun swasta dalam pengelolaan sumberdayapesisir maka implementasi (pelaksanaan) rencanapengelolaan perlu didokumentasikan.

2. METODOLOGIPaper ini ditulis oleh Staf Proyek Pesisir

Sulawesi Utara yang didasarkan pada pengalamandari staf dalam melakukan pendampingan danmemfasilitasi masyarakat dan pemerintahsetempat dalam pelaksanaan rencana pengelolaandesa. Selain pengalaman, dokumen-dokumen danlaporan masyarakat dalam rangka implementasirencana pengelolaan baik proposal, rencanatahunan desa, laporan pelaksanaan dan laporankeuangan dari pelaksana rencana pengelolaan danpemerintah desa. Catatan dan tambatan hasilevaluasi bersama antara masyarakat, kelompok-kelompok pengelola, pemerintah desa,Kabupaten, DPRD Minahasa dan Proyek Pesisir,adalah dokumen yang dipakai sebagai dasarpenulisan dokumentasi ini. Periode waktuimplementasi rencana pengelolaan ini adalah padaTahun anggaran 2000 dan 2001.

3. RENCANA PENGELOLAANSUMBER DAYA WILAYAH PESISIRDESA

3.1 PengertianRencana pengelolaan sumberdaya wilayah

pesisir desa (Rencana Pengelolaan Desa) adalahrencana terpadu yang disusun oleh masyarakatdalam rangka mengelola sumberdaya yang adakhususnya yang berhubungan dengan wilayahpesisir di desa untuk dimanfaatkan ataudilestarikan demi menjaga dan mempertahankankondisi sumberdaya wilayah pesisir danmeningkatkan kesejahteraan masyarakat diwilayah pesisir.

Rencana pengelolaan desa diperlukan agarpengelolaan sumberdaya pesisir di desa dapatterlaksana secara efektif serta diharapkanmenjadi pedoman untuk kegiatan pengelolaansecara terpadu dan berbasis masyarakat sesuai

Page 64: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20024 5

dengan visi dan misi masyarakat. RencanaPengelolaan desa secara umum mempunyai tujuansebagai berikut:

Sebagai pedoman bagi masyarakat desa,pemerintah dan pihak terkait lainnya dalamupaya penyelesaian dan penanganan isu-isu/masalah yang diprioritaskan melalui rencanakegiatan pengelolaan sumberdaya wilayahpesisir terpadu.Memperjelas tanggung jawab dan peranmasyarakat, pemerintah dan pihak terkaitlainnya dalam perencanaan dan pelaksanaankegiatan yang ada di dalam RencanaPengelolaan desa.Sebagai pedoman dalam menetapkan aturan-aturan dari masyarakat dan pemerintahsehubungan dengan penanganan isu danpenyelesaian masalah.

Dokumen rencana pengelolaan desa akanmenjadi pedoman dan mendorong adanyadukungan dari masyarakat dalam pelaksanaankegiatan yang diusulkan dalam rencanapengelolaan, terutama yang menyangkutpengelolaan sumberdaya terumbu karang, hutanbakau, padang lamun, hutan, rawa, sungai, pantai,satwa yang dilindungi dan sebagainya sebagai satukesatuan ekosistem.

Isi dokumen rencana pengelolaan bervariasidi setiap desa berdasarkan kondisi desa masing-masing, tapi secara umum berisi sebagai berikut:Keputusan Desa tentang pelaksanaan, visipengelolaan oleh masyarakat, isu-isu pengelolaanpesisir, strategi dan kegiatan, monitoring &evaluasi, dan kelembagaan (Badan Pengelola,Pemerintah Desa, kecamatan dan dinas-dinasterkait di kabupaten).

Rencana pengelolaan disetujui secara for-mal oleh pemerintah dan masyarakat di masing-masing desa melalui penandatanganan suratkeputusan desa oleh Kepala Desa dan perwakilanmasyarakat dalam suatu forum musyawarah desa.Persetujuan ini juga ditandatangani oleh WakilBupati, Ketua Bappeda, Camat, dan perwakilandari dinas terkait yang merupakan anggota TimKerja Kabupaten Minahasa Program PengelolaanSumberdaya Wilayah Pesisir Terpadu. Alokasipembiayaan dalam rencana pengelolaan disusunoleh masyarakat setempat dengan mempertim-bangkan sumber-sumber anggaran seperti APBN,

APBD, Pihak Lain dan Swadaya Masyarakatwalaupun belum mencantumkan jumlah anggarandari setiap kegiatan.

Lewat pembuatan rencana pengelolaan inimaka diharapkan terjadi perubahan perilaku baikdari masyarakat maupun pemerintah setempatmengenai bagaimana proses membuat danmerencanakan pembangunan dan pengelolaan didesa secara partisipatif, transparan dan bottom up.Pelaksanaan rencana pengelolaan di desa ini jugadiharapkan menjadi proses pembelajaran darimasyarakat mengenai bagaimana mengelola secarabersama (co-management) dengan pemerintah danpihak terkait lainnya dalam kegiatan-kegiatanpembangunan di desa. Perubahan perilaku jugadapat diperoleh lewat pemahaman masyarakatdan pemerintah desa bahwa kegiatan pem-bangunan di desa dapat dilaksanakan olehmasyarakat desa sendiri secara swadaya danpartisipatif. Tabel 1 merinci perubahan perilakudari stakeholder beserta indikator perubahanperilaku tersebut.

3.2 Proses PenusunanSebelum dilakukan proses penyusunan

diawali dengan pengumpulan data dasar (sosial-ekonomi, lingkungan dan sejarah ekologis), surveidan kajian teknis untuk menunjang penggambarandan analisis isu secara mendalam, memadukanhasil kajian teknis dan sistematis dengan hasilkajian partisipatif untuk penyusunan rencanaterpadu yang difasilitasi oleh Proyek Pesisir.Sejalan dengan itu dilaksanakan orientasi programdi desa dan penyiapan masyarakat melaluiberbagai kegiatan Pendidikan Lingkungan Hidup(PLH), pelatihan, lokakarya, seminar, dan studibanding yang didampingi oleh seorangpendamping masyarakat untuk ditempatkan didesa.

Tahap pertama yang dilakukan adalahidentifikasi isu-isu pengelolaan sumberdayawilayah pesisir di desa oleh masyarakat.Identifikasi isu mencakup penentuan sebab danakibat permasalahan pengelolaan yangmembutuhkan penanganan secara berkelanjutanoleh masyarakat. Isu dapat berupa masalahkerusakan, ketidakteraturan, kekurangan yangdapat mengancam kelestarian dan pemanfaatansumberdaya yang berkesinambungan; masalah

Page 65: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 4 6

Tabel 1. Perubahan perilaku stakeholder dan indikator

Masyarakat

P e m e r i n t a hdesa

B a d a nP e r w a k i l a nDesa

P e m e r i n t a hKabupaten

P e r g u r u a nTinggi

LSM

Partisipasi dan swadaya masyarakat Perubahan kepedulian dan kesadaran Dukungan dan keterlibatan masyarakatdalam perencanaan

Pengelolaan sumberdaya semakin baik

Transparansi dalam pengelolaanKapasitas dalam perencanaan danpelaksanaan pengelolaanKoordinasi pelaksanaan dengan BadanPerwakilan Desa (BPD) dan lembaga lain didesaKemampuan dalam menformulasikanperaturan desa

Pengelolaan keuangan yang terbuka Pelayanan kepada masyarakat semakin baik Kapasitas dalam pembuatan rencana danaturan

Kontrol dan tinjauan dalam pelaksanaan

Meningkatnya kapasitas dalam perencanaan Bantuan teknis dan dana dapat diberikankepada masyarakat dalam pelaksanaan Kebijakan yang mendukung pengelolaanwilayah pesisir berbasis masyarakat

Bantuan teknis diberikan langsung kepadamasyarakat Adanya program pengabdian kepadamasyarakat yang terfokus pada pengelolaanwilayah pesisir berbasis masyarakat

Pelaksanaan program terpadu danberkelanjutan Pendampingan kepada masyarakat desasemakin baik dalam konservasi pesisir

Jumlah masyarakat yang berpartisipasi Jumlah kontribusi masyarakat dalam bentukfisik dan non fisikPelaksanaan rencana pengelolaan Penegakan aturan yang dilakukan kepadapelanggarLaporan keuangan dan kegiatan yangdilaksanakan secara terbukaRencana yang dilaksanakan dengan baikPertemuan-pertemuan koordinasi antaraPemdes dengan BPD dalam rangkakoordinasi Jumlah peraturan desa yang dibuat danditetapkan Laporan-laporan keuangan yang sesuaidengan pedoman

Jumlah aturan yang dibuat dan disepakati Jumlah masukan dan tinjauan yang dilakukan/diberikan oleh BPD

Adanya perencanaan yang mengakomodasirencana pengelolaan desa Jumlah bantuan teknis dan dana yangdiberikan langsung kepada masyarakatAdanya peraturan daerah dan kebijakan yangmendukung pengelolaan dan pelaksanaanJumlah bantuan teknis yang diberikan kepadamasyarakat

Jumlah desa yang diberikan bantuan teknisJumlah program pengabdian yang telahdiberikan di desa

Adanya program terpadu dengan berbagaisektor dalam program

Jumlah program dan desa yang didampingi

Stakeholders Perubahan Perilaku Indikator

Page 66: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20024 7

hukum/aturan, lemahnya pengawasan dankoordinasi antar pihak yang berwenang; ataupunpotensi-potensi yang dalam pengembangannyaperlu pengaturan dan pengelolaan. Hasilpengidentifikasian isu tersebut selanjutnyadituangkan dalam dokumen Profil SumberdayaWilayah Pesisir Desa. Profil Sumberdaya DesaBlongko dan Talise telah dipublikasikan dalambentuk dokumen terpisah dari rencana pengelolaandesa. (Kasmidi et al., 1999; Tangkilisan et al.,1999).

Tahap kedua adalah perencanaan yangmerupakan satu tahapan untuk penyusunanstrategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat danakan dilakukan dalam menjawab dan mengatasiisu-isu dalam pengelolaan sumberdaya pesisir.Tahap perencanaan terdiri dari: penyusunankonsep awal rencana pengelolaan desa, penentuanisu prioritas yang disepakati oleh masyarakat,konsultasi tingkat masyarakat untuk merevisikonsep rencana pengelolaan desa, konsultasitingkat pemerintah kecamatan maupun instansisktoral atau dinas-dinas terkait di kabupaten danpersetujuan pendanaan. Tahap terakhir adalahpenyelesaian dokumen Rencana Pengelolaan Desadan peluncuran dokumen Rencana PengelolaanDesa Blongko, Talise dan Bentenan-Tumbak telahdipublikasikan. (Kasmidi, 1999b; Tangkilisan,1999b; Dimpudus et al., 1999).

3.3 Hubungan RencanaPengelolaan Desa denganRencana PembangunanKabupaten dan Propinsi

Dengan disusunnya rencanapengelolaan desa secara khusus maka pro-gram pembangunan umum di tingkatKabupaten dan Propinsi dapat didesen-tralisasikan ke desa melalui perencanaanpengelolaan terpadu di tingkat desa.Dengan demikian Renstra pengelolaanwilayah pesisir yang lebih besar (makro)di tingkat kabupaten dan propinsi dapatdisesuaikan dengan mempertimbangkanrencana pengelolaan yang dibuat ditingkat desa.

Relevansi rencana pengelolaantingkat desa dengan rencana pengelolaantingkat kabupaten dan propinsi dapat

dicapai dengan memperhatikan prioritas danRenstra tingkat kabupaten dan propinsi. Ditingkatpropinsi dapat menyusun Renstra dan pedomanpembuatan rencana pembangunan danpengelolaan yang akan menjadi dasar pembuatanrencana pengelolaan di tingkat desa.

Keterlibatan dari instansi terkait dalamproses pembuatan rencana pengelolaan sertamemberikan bantuan teknis (pelatihan, konsultasiteknis dan dana) kepada masyarakat danpemerintah di tingkat desa merupakan bentukdukungan dari pemerintah kabupaten. Hal inidapat diadopsi oleh pemerintah setempat sertasejalan dengan kebijakan pembangunan daripemerintah kabupaten maupun propinsi.

3.4 Strategi Melembagakan RencanaPengelolaan Desa

3.4.1 KelembagaanDalam melembagakan pengelolaan pesisir

di tingkat desa, Proyek Pesisir berupaya untukmengoptimalkan peran pemerintah desa danlembaga formal di desa (lihat Boks 1) meskipunlembaga-lembaga formal di desa-desa belumberfungsi sebagaimana diharapkan masyarakat.Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD)sebagai lembaga perencana dan pelaksana

Boks 1.

Peran pemerintah desaBertanggung jawab kepada masyarakat desa melalui BPDatas pelaksanaan rencana pengelolaan pesisir desa.Bersama dengan BPD menetapkan rencana pengelolaansumberdaya wilayah pesisir desa dan peraturan-peraturanmengenai pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir di desa.Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan rencanapengelolaan sumberdaya wilayah pesisir.

Peran Badan Perwakilan Desa (Legsilatif)Bersama dengan Pemerintah desa menyusun danmenetapkan rencana pembangunan dan pengelolaansumberdaya wilayah pesisir desa serta peraturan-peraturanmengenai pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir desa.Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturandesa dan pelaksanaan rencana pengelolaan

Page 67: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 4 8

pembangunan di desa merupakan suatu lembagayang sudah ada di desa yang dapat melaksanakanRencana Pengelolaan Wilayah Pesisir di TingkatDesa. Namun melihat fungsi dan peranan LKMDyang belum optimal maka atas kesepakatanmasyarakat desa dan konsultasi dengan pemerin-tah ditingkat kabupaten dibentuklah sebuah BadanPengelola yang melaksanakan pengelo-laan sumberdaya pesisir melalui programRencana Pembangunan Tahunan Desa(RPTD) sebagai penjabaran dariRencana Pengelolaan SumberdayaWilayah Pesisir Desa. Lembaga ini jugamerupakan manifestasi dari UU No. 22/99 pasal 106 yang menyatakan bahwadi desa dapat dibentuk lembaga sesuaidengan kebutuhan masyarakat desadalam mengoptimalkan pelayanan

dalam mengakomodasi kepen-tingan umum masyarakat. Hal inidiperkuat lagi dengan PeraturanDaerah Kabupaten MinahasaNo. 6 Tahun 2000 TentangPeraturan Desa.

Oleh pemerintah desaBadan Pengelola ini ditetapkanmelalui surat keputusan peme-rintah desa untuk memberikandukungan secara hukum kepadalembaga dan personil yang akanmelaksanakan tugas (lihat Boks 2).

Dalam mengoptimalkanpelaksanaan Rencana Pengelo-laan, pemerintah desa, BPD,serta Badan Pengelola di desaterlibat secara aktif danmelakukan fungsi dan perannyasebagaimana diamanatkan dalamRencana Pengelolaan sebagaipanduan dalam pelaksanaan.Untuk membangun sistemkoordinasi yang akomodatifantara desa dan kabupaten rapatkonsultasi dan koordinasidilakukan secara berkala. TimKerja Kabupaten (KTF -Kabupaten Task Force) yang terdiridari dinas-dinas teknis diKabupaten Minahasa yang

berkaitan dalam pengelolaan sumberdaya pesisirdisepakati untuk memberikan rekomendasi sertakajian teknis atas usulan kegiatan desa dalamRPTD sekaligus memasukkan usulan kegiatan kedalam usulan kegiatan dinas teknis yang akandibiayai melalui APBD/APBN atau bantuan luarnegeri jika memungkinkan.

Boks 2 :

Peran Badan Pengelola Sumberdaya Wilayah PesisirBertanggung jawab dalam setiap pelaksanaan kegiatan kepadapemerintah desaMengkoordinasikan kegiatan dalam penyusunan RPTD dengan instansiterkait dan masyarakat lewat musbangdes dan rapat koordinasi lainnya.Membentuk kelompok pengelola isu dan memilih koordinator isusesuai dengan kebutuhan pengelolaan.Melakukan monitoring dan peninjauan pelaksanaan rencanapengelolaan termasuk menetapkan anggaran dan melakukanmusyawarah tahunan.Merekomendasikan revisi dan perubahan rencana pengelolaan sesuaidengan peraturan dan disepakati masyarakatMendorong kerjasama dan koordinasi di antara masyarakat dan pihakterkait lainnya untuk menetapkan prioritas pelaksanaan rencanapengelolaan dan mengembangkan rencana aksi tahunanMelakukan pertemuan kelompok pengelola secara rutin atau sesuaidengan kebutuhanMembuat laporan tahunan berupa laporan kegiatan, laporan keuangandan hasil capaian kepada pemerintah dan masyarakat.Mendorong dan melaksanakan penyuluhan, pendidikan dan pelatihankepada masyarakat.Melaporkan pelanggaran terhadap rencana pengelolaan yang akandibuat dalam satu amandemen dan dilampirkan dalam surat keputusanpemerintah desa.Melakukan revisi terhadap rencana pengelolaan yang dibuat dalamsatu amandemen dan dilampirkan dalam rencana pengelolaansebagaimana dimandatkan dalam Surat Keputusan Pemerintah Desa.Melaksanakan tugas selama 3 tahun dan dapat diperbaharui sesuaidengan kebutuhan.

Boks 3:

Peran Perguruan Tinggi :Memberikan pelatihan teknis tentang system agroforestriMemberikan pelatihan teknis tentang budidaya perikanan.Memberikan pelatihan tentang penyusunan peraturan desaMemberikan penyuluhan hukum lingkunganMemberikan pelatihan teknis tentang pengukuran profil pantai.Menyediakan tenaga konsultanMenyediakan tenaga ahli dalam monitoring lingkungan

Page 68: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20024 9

Dalam pelaksanaan Rencana Pengelolaanlembaga-lembaga yang bertanggungjawabditingkat desa secara desentralisasi menjalankanwewenangnya dalam pelaksanaan pengelolaan.Di tingkat kabupaten, pemerintah daerahmelalui KTF melakukan kontrol melaluikunjungan dinas untuk melakukan supervisidan kunjungan lapangan saat implementasiberjalan (Lihat Boks 5).

Disamping keterlibatan lembaga resmipemerintah di desa, kabupaten dan pihak swasta,Universitas dan LSM juga berperan dalampelaksanaan rencana pengelolaan di desa. Univer-sitas sebagai perwujudan dari tridarma perguruantinggi untuk memberikan pelayanan kepada

masyarakat melalui penyuluhan, bantuan teknisberupa konsultasi serta pelatihan teknis lainnya(Boks 3). Hal yang sama juga diperankan olehLSM dengan idealismenya memberikan penguatankepada masyarakat melalui pelatihan-pelatihanuntuk penguatan kapasitas masyarakat (Boks 4) .

Dalam pelaksanaan rencana pengelolaandesa keterlibatan lembaga donor mendorong danmempercepat proses kepedulian masyarakat akanpengelolaan sumberdaya pesisir desa. Kontribusilangsung dari pemerintah dalam pelaksanaan jugamemberikan keyakinan pada masyarakat bahwapemerintah mengambil peran langsung dalampengelolaan sumberdaya pesisir di desa.

Masyarakat sebagai pendukung utama jugaberperan dalam setiap kegiatan dengan aktifmemberikan dukungan tenaga, pikiran sekaligusmelakukan kontrol langsung atas pelaksanaanmasing-masing kegiatan agar tetap berjalan sesuaidengan rencana penanganannya.

3.4.2 BiayaSebagai konsekuensi dari Rencana

Pengelolaan maka didalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang sudah direncanakan dalam RPTDperlu diwujudkan melalui kegiatan nyata.Kegiatan-kegiatan tersebut mutlak memerlukanbiaya dalam pelaksanaannya. Pembiayaantersebut dapat berupa kontribusi langsung melaluidana dan tenaga dari masyarakat maupunkontribusi dana pelaksanaan dari pemerintah

Boks 4:

Peran LSMMemberikan pelatihan tentang pemetaanpartisipatif desaMemberikan pelatihan tentang pengembanganusaha percetakan dan sablonMemberikan penyuluhan tentang pelestarianlingkungan hidup dan pengelolaansumberdaya wilayah pesisir

Boks 5:

Peran KTF dan dinas teknis kabupaten :Memberikan bantuan teknis dan pelayaan teknisdalam penanganan dan penyelesaian isu.Mengalokasikan anggaran pembangunan danpengelolaan sumberdaya wilayah pesisir yangbersumber dari APBD / APBN atau dana bantuanluar negeri lewat pemerintah.Mengesahkan dan menyetujui rencana kegiatantahunan dalam penanganan dan penyelesaian isu.Membina dan mendorong masyarakat untuk turutberpartisipasi dan memberikan kontribusi nyatadalam penanganan dan penyelesaian isupengelolaan sumberdaya wilayah pesisir.Mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan RencanaPengelolaan di Desa.

UDKP/ KECAMATAN

RAPAT KOORDINASI PEMBANGUNAN KABUPATEN/KOTA

RAPAT KOORDINASI PEMBANGUNAN PROPINSI

KONSULTASI REGIONAL

KONASBANG

Gambar 2. Mekanisme pengusulan RencanaPembangunan Tahunan Desa (RPTD)

Page 69: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 5 0

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

desa sebesar Rp 20 juta tiap-tiap desa untukpelaksanaan Pengelolaan Sumberdaya WilayahPesisir di tingkat desa. Selain dana APBN tersebutmasyarakat Desa Talise juga memperoleh danasebesar 2, 4 juta dari swasta yaitu PT. HorigucciSinar Insani, melalui pengusulan proposal untukpengembang an Daerah Perlindungan Laut DesaTalise.

Untuk pemanfaatan sumber keuangan lainseperti swadaya masyarakat, umumnya di setiapdesa mengalokasikan anggaran swadaya masya-rakat sebagai kontribusi langsung meskipun tidakperlu direalisasikan dalam bentuk dana tapi tenagaatau material. Namun demikian, dalam pelaksa-naannya hal tersebut sangat sulit diwujudkan olehBadan Pengelola. Kecenderungan menggunakandana non-swadaya untuk membiayai tenagacukup besar. Mengingat dana dari APBD/APBNdiperoleh nilainya hanya 20 juta karena alasankekurangan dana pembangunan maka dalamrangka mendorong pelaksanaan rencana

KEPALA DESA

CamatDinas Teknis

SwastaUniversitas

LSM

BPD

Ketua

Wakil Ketua

Kordinator Isu 2

MASYARAKAT

Sekretaris Bendahara

Kordinator Isu 3Kordinator Isu 1

○ ○

BADAN PENGELOLA

Gambar 3. Struktur Badan Pengelola

Keterangan:

○ ○ ○ ○ ○

Garis Kordinasi dan pertanggunjawaban (timbal balik)Garis pertanggunjawabanGaris Konsultasi

daerah melalui pengalokasian APBD/APBN, ataudari lembaga donor lainnya.

Penyusunan anggaran ditetapkan melaluirapat Pemerintah Desa dan Badan Pengeloladengan membuat rincian biaya pelaksanaan setiapkegiatan yang akan dilaksanakan oleh kelompok-kelompok isu sesuai RPTD. Dalam penyusunanrencana anggaran, sumber dana untukpelaksanaan kegiatan ditetapkan berdasarkansumber pembiayaan kegiatan yang memungkinkanseperti APBN/APBD, swadaya masyarakat dandonatur. Selanjutnya rencana anggaran tersebutdipresentasikan dan diusulkan ke pemerintahKabupaten Minahasa. Waktu pengusulan RPTDtahun anggaran 2000/2001 belum sesuai denganRakorbang, mekanisme pengusulan RPTD dapatdilihat pada Gambar 3.

Meskipun dana APBN/APBD sangat minimtetapi pemerintah kabupaten melalui Bappedamemberikan dukungan dana melalui dana APBNuntuk Kabupaten Minahasa yang diberikan ke 4

Page 70: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20025 1

pengelolaan, Proyek Pesisir mengalokasikan danablock grant sebesar Rp 35 juta yang diberikanlangsung kepada Pemerintah Desa dan BadanPengelola.

4. IMPLEMENTASI RENCANAPENGELOLAAN

4.1 Lembaga PelaksanaPelaksana dan penanggung-jawab Rencana

Pengelolaan di tingkat desa adalah BadanPengelola Sumberdaya Wilayah Pesisir Desa,sedangkan implementasi kegiatan dilaksanakanoleh masing-masing koordinator isu ataukelompok pengelola isu di dalam Badan Pengelola.Adapun struktur lembaga Badan Pengelola dapatdilihat pada Gambar 4.

Peran Pemerintah Desa sebagaimanadipaparkan di depan adalah untuk memonitorpelaksanaan kegiatan sekaligus memintapertanggung-jawaban dari Badan Pengelola. Padatahap penyusunan rencana tahunan desa,Pemerintah Desa mengkoordinasikan semuakomponen desa untuk mengadakan Musyawarah

Pembangunan Desa (Musbangdes)RPTD bersama dengan BadanPengelola.

4.2 Tahapan Kegiatan Implementasi

4.2.1 Persiapan dan Persetujuan Rencana Tahunan

Tahapan awal untuk imple-mentasi Rencana Pengelolaan Desaadalah menyusun rencana tahunandalam bentuk format RencanaPembangunan Tahunan Desa(RPTD) dan untuk memper-siapkannya dilakukan pelatihan danlokakarya penyusunan RencanaPembangunan Tahunan Desa(RPTD). Materi lokakarya dan pela-tihan yaitu mengenai penyusunanRPTD, perencanaan partisipatif, for-mat dan mekanisme pengusulan pro-posal dan mekanisme pelaporan.Dari pelatihan ini dihasilkan draftRPTD Tahun anggaran 2000/2001

untuk Desa Blongko,Tumbak, Bentenan danTalise, dan suatu kesepakatan model formatRPTD yang dimodifikasi dari format pemerintahdan disesuaikan dengan format RencanaPengelolaan Desa. RPTD memuat rencanatahunan dalam bentuk tabel yang berisi kegiatan,sifat kegiatan (lama, baru atau lanjutan), kegiatantersebut termasuk isu dan strategi nomor berapadalam Dokumen Rencana Pengelolaan, biaya, dansiapa pelaksana. (Lampiran 2 contoh RPTD DesaBentenan).

Setelah pelaksanaan lokakarya, ditingkatdesa dilaksanakan pemilihan dan penetapanpengurus dan anggota Badan Pengelola.Pemilihan dan penetapan Badan Pengeloladikoordinir dan disahkan oleh pemerintah desamelalui surat keputusan kepala desa. Berbedadengan tiga desa lainnya, pembentukan BadanPengelola Desa Blongko telah dilaksanakansebelum pelaksanaan lokakarya.

Tahapan selanjutnya yaitu sosialisasi draftRPTD yang dihasilkan lewat lokakarya.Pemerintah desa bersama dengan pengurus dananggota Badan Pengelola membahas lagi draft

Boks 6:

Tahapan persiapan dan persetujuan RPTD1.Lokakarya dan Pelatihan Pembuatan RPTD2.Pemilihan dan penetapan pengurus dan anggota Badan

Pengelola3.Sosialisasi draft RPTD dan konsultasi masyarakat4.Musyawarah desa untuk penentuan skala prioritas &

persetujuan RPTD5.Pengajuan usulan/proposal dan presentasi RPTD oleh Badan

Pengelola kepada Bupati dan dinas-dinas terkait dalampengelolaan wilayah pesisir (KTF)

6.Persetujuan kegiatan dan alokasi dana oleh dinas-dinas terkait,dana Block Grant Proyek Pesisir dan Bappeda, dan

7.Pelaksanaan

Tahapan yang telah dilakukan dalam pelaksanaankegiatan di tingkat desa :1.Pelatihan pengelolaan dana Block Grant2.Penyusunan rencana kerja bulanan dari masing-masing

kelompok atau koordinator isu3.Pelaksanaan kegiatan oleh masing-masing kelompok isu

Pengawasan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan

Page 71: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 5 2

RPTD yang mengacu pada Rencana PengelolaanDesa. Draft RPTD kemudian disosialisasikankepada masyarakat lewat pertemuan-pertemuanmasyarakat baik secara formal maupun informaloleh pemerintah desa dan Badan Pengelola.Setelah dilakukan perbaikan atau perubahansesuai dengan masukan dari masyarakat, draftRPTD dimusyawarahkan lagi dalam rapat desauntuk mendapatkan persetujuan dan pengesahanoleh masyarakat dan Pemdes.

RPTD kemudian dipresentasikan dandiusulkan kepada Pemerintah Kabupaten dandinas-dinas terkait serta Proyek Pesisir yang dapatmembantu dalam hal pendanaan dan bantuanteknis. Setelah mendapatkan persetujuan dandukungan pendanaan, implementasi kegiatandilaksanakan oleh Badan Pengelola melaluikoordinator-koordinator isu atau kelompokpengelola isu.

4.2.2 Pelaksanaan Rencana TahunanSetelah RPTD yang diusulkan menda-

patkan persetujuan dan dukungan dana, yangdiawali oleh Proyek Pesisir lewat pemberian Block

Grant, di tingkat desa dilaksanakan latihanpengelolaan keuangan. Pelatihan ini dilaksanakanoleh Proyek Pesisir sebagai bagian dari penguatanlembaga pengelolaan untuk mempersiapkanBadan Pengelola termasuk koordinator ataukelompok isu untuk mengelola kegiatan dankeuangan setiap bulan. Masing-masing koor-dinator isu menyusun rencana kerja dan anggaranbulanan, sehingga Ketua dan Bendahara BadanPengelola dapat mengetahui dan mengaturpengalokasian dana untuk setiap koordinator isusecara baik. Pengelolaan keuangan oleh BadanPengelola dilaksanakan secara terbuka dantercatat, sehingga pemakaian keuangan dapatdipertanggung-jawabkan kepada Pemerintah danmasyarakat. Pada pertengahan dan akhir kegiatan,Badan Pengelola dan Pemerintah desa melaksa-nakan pengawasan dan evaluasi kegiatan. Secaragaris besar mekanisme pengelolaan dana ataukeuangan oleh Badan Pengelola dan koordinatorisu dapat dilihat pada Lampiran 3.

Secara garis besar tahapan yang telahdilakukan dalam persiapan dan persetujuan RPTDserta implemen tasinya dapat dilihat pada Boks 6.

Tabel 2. Kegiatan yang dilaksanakan Tahun 2000/2001

Perbaikan sarana airbersih

Penghijauan di daerahsumber air

Pembuatan MCK(Mandi Cuci Kakus)

Pembuatan papanhimbauan pelestariansumber air

Demplot agroforestry

Penetapan kawasanpelestarian laut

Pembangunan gedungSekolah MenengahPertama (ProgramPPK)

Pengerasan jalan desa(Bappeda)

Pembuatan tanggul dangorong-gorong

Pengadaan lahan pusatinformasi permanen

Kursus bahasa Inggris

Pelatihan snorkling

Pelatihan Sablon

Penanaman bakau (DinasPerikanan)

Penanaman pohonpelindung pantai & sungai(ketapang) oleh pemudadesa

Restoking ikan Goropa(Departemen Kelautandan Perikanan)

Pembuatan aturan-aturan desatentang pengelolaan lingkunganpesisir serta zonasinya

Penanaman pohon di sekitar sumberair

Pelatihan dan percontohan ladangsistem agroforestry

Pengadaan material tanda batasDPL dan pengembangan DPLKinabuhutan (Horiguci Sinar Insani).

Pengembangan potensi perikanan(sistem karamba)

Mengembangkan mata pelajaranmuatan lokal

Perbaikan pusat informasi (gambar,lukisan dinding & poster)

Studi banding ekowisata ke CagarAlam. Tangkoko, Taman NasionalBunaken

Pembersihan sasanay

Pengadaan saranapengawasan DaerahPerlindungan Laut (DPL)

Zonasi pengelolaaan SD.Pesisir

PLH dan penyuluhan hokum

Perbaikan BPU untuk pusatinformasi

Rehabilitasi pagar arealbakau

Pengadaan saranapenangkapan kepiting

Instalasi air bersih (PPK)

Bentenan Blongko Talise Tumbak

Page 72: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20025 3

Pengawasan dan evaluasi dilakukan olehpemerintah desa dan BPD serta PemerintahDaerah melalui tim KTF. Pemerintah desa secaralangsung terlibat dalam pengawasan keuanganyaitu dengan turut menanda-tanganinya setiapaplikasi penarikan uang di bank bersama denganKetua Badan Pengelola. BPD menampungmasukan atau keluhan dari masyarakat terhadappelaksanaan kegiatan dan meminta PemerintahDesa dan Badan Pengelola untuk melakukan rapatpemecahan masalah. Di lapangan, tim KTF danProyek Pesisir juga melakukan kunjungan di desauntuk melihat dan mengawasi sejauh manakegiatan dan pemakaian keuangan dilaksanakan.Setelah akhir kegiatan dilakukan evaluasi bersamaantara Badan Pengelola, pemerintah desa danmasyarakat. Pelaksanaan masing-masing kegiatandari kelompok/koordiantor isu dilaporkan olehkelompok kepada Badan Pengelola. BadanPengelola melaporkan pelaksanaan kegiatan dankeuangan kepada pemerintah desa. Setelahevaluasi di setiap desa, dilakukan juga evaluasibersama yang dihadiri oleh BPD, Badan Pengeloladan Pemerintah Desa dari keempat desa sertapihak KTF.

4.3. Kegiatan yang dilaksanakanKegiatan-kegiatan yang telah terlaksana

secara umum dari Rencana Pengelolaan DesaBlongko, Tumbak, Talise dan Bentenan untukTahun 2000-2001 didukung dengan dana dariAPBN/APBD (Bappeda), Block Grant ProyekPesisir dan Program Pengembangan Kecamatan(PPK) maupun program lain seperti dariDepartemen Kelautan dan Perikanan, Universitas,Swasta (Horiguci Sinar Insani) dan kontribusimasyarakat dapat dilihat pada Tabel 2 Kegiatan yangdilaksanakan di desa untuk Tahun 2000/2001.

4.4 Hasil dan Dampak KegiatanHasil implementasi Rencana Pengelolaan

Desa untuk Tahun 2000/2001 dapat dilihat dalamLampiran 4 tentang penanganan isu berdasarkanRencana Pengelolaan Desa yang telah dilaksanakan.Belum semua kegiatan-kegiatan di dalam RencanaPengelolaan dilaksanakan karena pertimbanganprioritas kebutuhan atau keterdesakan penyelesaianmasalah, kemampuan masyarakat serta waktu yangada. Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Desa akan

terus dilaksanakan secara berkesinambungan setiaptahun melalui RPTD.

Beberapa dampak atau hasil yang dirasakanoleh masyarakat lewat implementasi kegiatandalam rencana pengelolaan di empat desa modelProyek Pesisir adalah sebagai berikut :

FisikMeningkatnya kesejahteraan umum denganadanya perbaikan dan penambahan beberapasarana umum seperti penambahan pipa airbersih, dan sarana air bersih, MCK, pusatinformasi/Balai Pertemuan Umum.Banjir dapat dicegah dengan adanya tanggulpencegah banjir di Desa Blongko.Perbaikan teknik pertanian dengan pengem-bangan Demplot AgroforestryPenanaman pohon di lokasi sumber mata airuntuk melindungi daerah resapan air.Kelestarian terumbu karang terjaga melaluipengangkatan sasanay di Tumbak danpeningkatan sarana pengawasan untuk DPL.Perbaikan pagar pelindung bakau di Tumbakmelindungi bakau muda dari kambing danpenanaman bakau di Blongko dan Talise.Adanya peraturan desa mengenai perlindunganlingkungan pesisir

Non-FisikMasyarakat :

Kesadaran dan tanggung-jawab terhadappengelolaan sumberdaya yang berada dilingkungannya meningkatAdanya partisipasi dan dukungan terhadappelaksanaan pembangunanKemampuan dan ketrampilan masyarakatmeningkat dalam pengelolaan sumberdayaPeningkatan pengetahuan untuk bertanidengan teknik agroforestry.Meningkatkan pengetahuan dan pengalamandalam mengelola DPLMeningkatkan kepercayaan diri dankemampuan untuk melakukan koordinasikegiatan dengan pihak terkait

Pemerintah Desa : Pengetahuan dan kemampuan dalam

pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir desayang berbasis masyarakat menjadi lebih baik

Page 73: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 5 4

Adanya koordinasi dan transparansi pelak-sanaan kegiatan pembangunanMengakomodasi masukan dari masyarakat danberperan dalam memonitor dan mengevaluasipelaksanaan kegiatanMeningkatkan kemampuan dan pengalamandalam melakukan koordinasi dengan berbagaipihak yang terkait untuk implementasi rencanapengelolaan.

Badan Pengelola:Kemampuan mengelola keuangan dalampelaksanan program pembangunan lebih baikPengetahuan bahasa asing (Inggris) meningkatsehingga dapat mempergunakannya walaupunsangat terbatas dan secara sedehanaKemampuan mengelola kelompok sehinggadapat bekerja dengan baikMeningkatnya pengetahuan atau wawasanmengenai pengembangan ekowisata di DesaTaliseKemampuan pengawasan dan pemeliharaanDPL, bakau, pantai, pasir semakin baikDorongan untuk membuat peraturan desatentang perlindungan dan pengelolaansumberdaya pesisir semakin tinggi

Kemampuan untuk mengkoordinasikanpelaksanaan program dengan pihak terkaitsemakin meningkat.

4.5 PERMASALAHAN DANPEMECAHANNYA

Beberapa permasalahan dan kendala yangditemukan dalam implementasi kegiatan RencanaPengelolaan Desa baik lewat dana Block Grantmaupun dana-dana atau bantuan lainnya, dapatdilihat pada Lampiran 5.

Pengelompokan/kategori masalah :1. Kelembagaan Badan Pengelola : Intervensi

pengurus inti Badan Pengelola kepadakelompok pengelola/koordinator isu, kurangkerjasama antar pengurus dan anggota BadanPengelola, beberapa koordinator isu tidakmelaksanakan tugas/perannya, belum adapengelolaan konflik, kurang diakui kebera-daanya oleh beberapa dinas di pemerintahkabupaten dan kurang kepercayaan masyarakatterhadap fungsi Badan Pengelola.

2. Mekanisme Implementasi : RPTD kurangdisosialisasikan, bantuan yang diberikan tidakmelalui Badan Pengelola, pelaksanaan tidaksesuai waktu yang direncanakan, pengelolaankeuangan kurang terbuka dan belum sesuaidengan kesepakatan bersama.

3. Hubungan antar lembaga : Kurang kerjasama/koordinasi antar Badan Pengelola danPemerintah Desa, partisipasi masyarakat minimdan kurang partisipasi pihak swasta (belum op-timal) dalam pelaksanaan kegiatan. kurangperhatian pemerintah desa dalam pelaksanaankegiatan, kontradiksi keberadaan BadanPengelola dan LKMD,

4. Implementasi kegiatan : kegiatan yangdilaksanakan tidak sesuai dengan RPTD danhasil/ kualitas kerja kurang baik.

Berdasarkan masalah yang telah ditemukandalam implementasi Rencana Pengelolaan DesaBlongko, Talise, Bentenan dan Tumbak, makauntuk solusinya telah difasilitasi oleh ProyekPesisir kecuali untuk masalah hubungan antarlembaga belum dibicarakan lebih lanjut.Sebelumnya dibuat workshop dengan tujuanspesifik melatih Badan Pengelola dan PemerintahDesa untuk dapat melakukan evaluasi sendiri hasil

Tabel 3. Permasalahan yang dihadapi dan solusi yang dilakukan

Kelembagaan Badan PengelolaMekanisme Implementasi

Hubungan antar lembagaImplementasi kegiatan

Restrukturisasi/penyegaran kelompokKesepakatan ulangPelatihan lanjutan pengelolaan keuangan

-Block grant tidak dilanjutkan tetapi melalui pengajuan proposal untuksetiap kegiatan

Permasalahan Solusi

Page 74: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20025 5

implementasi Rencana Pengelolaan dan solusi apayang akan dilakukan walaupun tanpa ProyekPesisir (Lihat Tabel 3.)

5. PELAJARAN YANG DIPEROLEH

Beberapa pelajaran yang dapat diperoleh daripengalaman implementasi rencana pengelolaantingkat desa ini :

Langkah langkah penting yang dipersiapkansebelum pelaksanaan Rencana Pengelolaandilaksanakan adalah antara lain, koordinasidalam menentukan prioritas utama yang perludilaksanakan lewat workshop antaraPemerintah Desa dan Badan Pengelola;pembuatan rencana tahunan yang mencan-tumkan sumber dan besarnya biaya; sosialisasirencana tahunan kepada masyarakat untukmendapatkan persetujuan (terutama mengenaiprioritas pelaksanaan, pendanaan karenadalam pelaksanaan berbagai kegiatanmembutuhkan partisipasi dan kontribusimasyarakat); kesepakatan dan persetujuanbersama terhadap rencana tahunan; presentasirencana tahunan kepada masyarakat,pemerintah desa, kecamatan dan kabupaten;pelatihan kelompok pengelola mengenaipengelolaan keuangan, pelaporan keuangandan kegiatan. Selain itu sebelum pelaksanaandilaksanakan informasi secara transparankepada masyarakat desa mengenai rencana danalokasi dana dan sumber dana harus dilakukanlewat pusat informasi, pertemuan-pertemuanmasyarakat, rumah-rumah ibadah, dan saranainformasi lainnya.Faktor yang dapat mendukung kelancaranpelaksanaan rencana pengelolaan antara lain:dukungan dan komitmen (tenaga dankontribusi) dari mayoritas masyarakat;koordinasi antara pemerintah desa dan BadanPengelola (termasuk kelompok pengelola);dukungan dan pengawasan dari pemerintahsetempat (termasuk BPD) dan pemerintahKabupaten/propinsi dalam pelaksanaankegiatan; isu/masalah pembangunan yangdilaksanakan adalah berdasarkan kebutuhan

masyarakat setempat; pelaksana kegiatanadalah masyarakat desa.

Faktor-faktor yang dapat menghambatkelancaran pelaksanaan: kurangnya koordinasiantara pemdes dan pelaksana; lemahnyakapasitas dalam pengelolaan keuangan;kesadaran masyarakat bahwa program yangdilakukan adalah kebutuhan mereka bukankebutuhan “proyek”; pemerintah desa danpelaksana kurang transparansi dalammelaporkan keuangan dan kegiatan; kurangnyadukungan pemerintah kecamatan, kabupaten,propinsi dan nasional dalam pelaksanaan danpengawasan program.Dalam pelaksanaan rencana pengelolaan yangdi danai oleh dana Block grant dari ProyekPesisir dan Bappeda bertujuan untuk pembe-lajaran, perubahan Perilaku, dan peningkatankapasitas (transparansi, demokratisasi,tanggungjawab). Selain itu pelaksanaan ini jugamerupakan ujicoba untuk melihat apakahproses yang dilakukan bisa dilaksanakan olehmasyarakat dan pemerintah dan hal-hal apayang perlu diperbaiki dan ditingkatkan dalampelaksanaan selanjutnya.Transparansi Pemanfaatan keuangan dankoordinasi pelaksanaan kegiatan perluditingkatkan antara pengelola, Pemdes danmasyarakat.Pelaksanaan kegiatan umumnya terlambatdilaksanakan dan besarnya rencana anggarantidak sesuai dengan dana yang diperolehsehingga hasil kurang maksimal.Kegiatan pembangunan dari dana baik dariProyek Pesisir dan dana dari sumber lain(Bappeda) belum terintegrasi dengan baik.Kesiapan masyarakat, Badan Pengelola danPemdes untuk mengelola dana yang cukupbesar yang diberikan secara langsung masihkurang serta masih perlu pendampingan dariluar secara intensif.Kegiatan dalam bentuk pelaksanaan awal (pro-posal per kegiatan) masih lebih baik/efektifdaripada pelaksanaan secara umum danterpadu program di desa.

Page 75: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 5 6

DAFTAR PUSTAKA

Crawford, B.R., J.J. Tulungen. 1999. Scaling-upInitial Models of Community-Based MarineSanctuaries into a Community Based CoastalManagement Program as a means ofpromoting Marine Conservation inIndonesia. Working Paper. Coastal ResourcesManagement Project - Indonesia. CoastalResources Center, University of RhodeIsland and the US Agency for InternationalDevelopment. Jakarta.

Dimpudus, M., E. Ulaen, C. Rotinsulu dan WakilMasyarakat Desa Bentenan-Tumbak. 1999.Profil serta Rencana Pembangunan danPengelolaan Sumberdaya Wilayah PesisirDesa Bentenan dan Desa Tumbak,Kecamatan Belang, Kabupaten Minahasa,Sulawesi Utara. University of Rhode Island,Coastal Resources Center, Narragansett,Rhode Island, USA dan Bappeda KabupatenMinahasa, Sulawesi Utara, Indonesia. 114halaman.

Kasmidi, M., A. Ratu, E. Armada, J. Mintahari, I.Maliasar, D. Yanis, F. Lumolos dan N.Mangampe. 1999. Profil SumberdayaWilayah Pesisir Desa Blongko, KecamatanTenga, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.Penerbitan Khusus Proyek Pesisir. CoastalResources Center, University of RhodeIsland, Narragansett, Rhode Island, USA. 32halaman.

Kasmidi, M., A. Ratu, E. Armada, J. Mintahari, I.Maliasar, D. Yanis, F. Lumolos dan N.Mangampe, P. Kapena dan M. Mongkol.1999 b. Rencana Pengelolaan DaerahPerlindungan Laut dan PembangunanSumberdaya Wilayah Pesisir Desa Blongko,Kecamatan Tenga, Kabupaten Minahasa,

Sulawesi Utara. University of Rhode Island.Coastal Resources Center, Narragaansett,Rhode Island, USA dan Bappeda KabupatenMinahasa, Sulawesi Utara Indonesia. 59halaman.

Pollnac, R.B., C. Rotinsulu and A. Soemodinoto.1997. Rapid Assesment of CoastalManagement Issues on the Coastal ofMinahasa. Coastal Resources ManagementProject-Indonesia. Coastal Resources Center,University of Rhode Island, and the USAgency for International Development,pp.60.

Tangkilisan, N., V. Semuel, F. Masambe, E.Mungga, I. Makaminang, M. Tahumil, S.Tompoh. 1999. Profil Sumberdaya WilayahPesisir Desa Talise. Proyek Pesisir SulawesiUtara. Coastal Resources Center, Universityof Rhode Island, Narragaansett, RhodeIsland, USA. 29 halaman.

Tangkilisan, N., V. Semuel, V. Kirauhe, E.Mungga, I. Makaminang, B. Damopolii, W.Manginsihi, S. Tompoh dan C. Rotinsulu.1999b. Rencana Pembangunan danPengelolaan Sumberdaya Wilayah PesisirDesa Talise, Kecamatan Likupang,Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.University of Rhode Island. CoastalResources Center, Narragaansett, RhodeIsland, USA dan Bappeda KabupatenMinahasa, Sulawesi Utara, Indonesia. 73halaman.

Tulungen, J.J., P. Kussoy, B.R. Crawford. 1998.Community Based Coastal ResourcesManagement in Indonesia: North SulawesiEarly Stage Experiences. Paper presented atConvention of Integrated CoastalManagement Practitioners in the Philippines.Davao City. 10 - 12 Nopember.

Page 76: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20025 7

Lampiran 1. Kerangka kerja konsep pembangunan dan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir berbasismasyarakat di Sulawesi Utara

Survei data dasarIdentifikasi Kelompok Inti,Kelompok Fokus dan stake-holdersPertemuan informal/formaluntuk menggali info dan isuPelatihan Kelompok Inti untukidentifikasi dan analisa isuPenyusunan draft profilSosialisasi, konsultasi isu-isukepada masyarakat, PemerintahDesa, KTF, dan secara tekhniskepada Proyek PesisirPerbaikan dokumen profilDesiminasi profilPelasanaan awal dilaksanakanPLH dan pelatihan masyarakatserta studi banding

Lokakarya dan pelatihanPengelolaan Pesisir terpadu(ICM)Pelatihan Kelompok Inti untukpenyusunan rencanaPenyusunan draft RencanapengelolaanSosialisasi, konsultasi isu-isuprioritas kepada masyarakat,pemerintah dan instansi terkaitPerbaikan dokumen RencanaPembangunan dan pengelolaanDesiminasi RencanaPembangunan dan PengelolaanPelasanaan awal dilanjutkan

Musyawarah desa untukpersetujuanPertemuan/lokakarya KTFuntuk membahasa draft danpersetujuan rencanapembangunan dan pengelolaanReview dari pemerintahKabupaten untuk kegiatan dansumber danaPenandatanganan dan launchingRencana Pengelolaan

Pembuatan rencana tahunanBantuan dana (grant)pelaksanaanPengusulan kegiatan tahunanlewat musbang/rakorbang

Data dasar mengenai desa(sejarah, lingkungan, sosialekonomi)Terbentuknya Kelompok IntiDiperoleh konsesus tentang isudan tingkat kesadaran masyarakatDiperoleh info mengenaistakeholder di desa dan keaktifankelompok intiIsu-isu dapat diidentifikasiMasyarakat dan kelompok intimemahami programKapasitas masyarakat untukpengelolaan ditingkatkanKesadaran dan kepedulianmasyarakat terhadap lingkunganhidup meningkatPenanganan awal isu-isu

Adanya visi, strategi, tujuanstrategi dan kegiatan sertakelembagaan dalam pengelolaanAdanya konsensus rencanapengelolaanDiketahui dan ditetapkannya isu-isu prioritas oleh masyarakat,pemerintah dan instansi-instansiterkait

Masukan, koreksi dan tambahandari pihak-pihak terkaitKesepakatan akhir yang bersifatformal dari masyarakat danpemerintah di semua tingkatanPersetujuan tujuan, strategi,kegiatan, kelembagaan dansumber danaDukungan penuh dari pemeintah/instansi terkait

Rencana tahunan disepakatiKegiatan dilaksanakan olehmasyarakatKegiatan didanai

Ada laporan data dasarKelompok Inti terbentukDokumen profil diselesaikan dandisepakatiJumlah pendidikan lingkunganhidup dan pelatihan, jumlahrapat, studi banding, pertemuantingkat desa dan KTFJumlah pesertaJumlah pelaksanaan awal yangtelah dilaksanakan dan jumlahpeserta yang terlibat dalampelaksanaan awalLaporan pelaksanaan awal danpertanggungjawaban keuanganFrekuensi pemanfaatan destruktifjadi berkurangMeningkatnya frekuensi kegiatanpengawasan dan penindakankegiatan merusak

Adanya draft RencanaPengelolaanJumlah pertemuan dankonsultasi, lokakarya dansosialisasi masyarakat desaBanyaknya input-input darimasyarakat dan instansi terkaitmengenai Rencana Pengelolaan.

Musyawarah umum persetujuanRencana pengelolaan danpembangunanDitandatanganinya RencanaPengelolaan melalui SK Desa olehpemerintah setempatKegiatan pelaksanaan RencanaPengelolaan akan teranggarkandalam RAPBD/RAPBN

Dokumen rencana tahunanPelaksanaan efektifJumlah dana yang dianggarkandisepakati

Identifikasi isu

PersiapanPerencanaan

PersetujuanRencana danpendanaan

PelaksaaanaandanPenyesuaian

Langkah Kegiatan Hasil di Harapkan Indikator

Page 77: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 5 8

Lampiran 2.

Page 78: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20025 9

Page 79: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 6 0

Penyusunan rencana kerja (action plan) masing-masing kelompok/koordinator isu

Pencairan atau pengambilan dana di bank, ditanda-tangani Kepala Desa & Badan Pengelola

Penyimpanan Dana oleh Bendahara Badan Pengelola

Pengajuan kebutuhan material dan permohonan dana oleh

masing-masing kelompok isu kepada Badan Pengelola,

berdasarkan rencana kerja

Persetujuan Ketua Badan Pengelola dan Penyerahan dana

kepada Ke-lompok Pengelola atau koordinator isu

Pelaksanaan kegiatan oleh masing-masing koordinator /

kelompok pengelola.

Pengawasan pelaksanaan kegiatan dari setiap kelompok

pengelola isu oleh Badan Pengelola, Pemdes dan BPD

Rapat evaluasi tengah proses (sementara) untuk membahas permasalahan yang dihadapi

dalam implementasi Laporan kegiatan masing-masing kelompok pengelola

kepada Badan Pengelola

Rapat Umum untuk Evaluasi Kegiatan bersama masyarakat

Laporan pelaksanaan kegiatan implementasi RPTD oleh Badan Pengelola kepada pemerintah

desa dan pihak terkait

Audit keuangan oleh Proyek Pesisir

Rencana Kerja Kelompok

Usulan Permintaan Dana

Penyimpanan Dana oleh bendahara koordinator isu

/kelompok pengelola

Implementasi RPTD Hasil Monitoring

Evaluasi Sementara Temuan-temuan

Evaluasi Akhir Laporan Implementasi RPTD

Laporan kelompok

Lampiran 3. Mekanisme Kerja Badan Pengelola.

Page 80: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20026 1

Lampiran 4. Penanganan Isu berdasarkan Rencana Pengelolaan Desa yang dilaksanakan

Pengelolaan terumbu karang/DPL

Penyediaan air bersih

Infrastruktur jalan

Penanganan erosi dan banjir

Sanitasi lingkungan dan kesehatan masyarakat

Ekowisata

Pendidikan dan kesadaran masyarakat

Pengelolaan bakau

Perlindungan satwa yang dilindungi/langka

Peningkatan produksi perikanan

Pengelolaan areal budidaya rumput laut

Peningkatan peranan wanita

Pengelolaan hutan

Peningkatan produksi pertanian/perkebunan

Legalitas status tanah

Konflik daerah penangkapan ikan

Blongko Bentenan Tumbak TaliseIsu

6/9

1/3

-

3/9

2/10

-

1/15

0/3

0/2

-

-

0/2

1/3

0/2

-

-

3/19

3/14

1/9

1/17

2/18

1/29

1/15

1/3

0/11

4/6

1/9

0/4

-

3/4

-

-

1/19

6/14

0/9

0/17

0/18

-

2/15

2/19

0/11

3/6

0/9

0/4

-

-

-

-

5/16

1/11

-

3/13

0/12

1/14

2/21

1/9

0/9

-

-

-

0/12

2/11

1/10

1/6

Keterangan:a/b: a: jumlah kegiatan yang dilaksanakan; b: jumlah kegiatan yang direncanakan

Page 81: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 6 2

PERMASALAHAN /KENDALA BENTENAN BLONGKO TALISE TUMBAK

Keberadaan Badan Pengelola kurang diakui

oleh beberapa dinas di PemerintahKabupaten. √ √ √ √

Pengelolaan keuangan kurang terbuka √ √ √ √

Penyimpangan mekanisme pengelolaan √ √ - √

RPTD kurang disosialisasikan √ √ √ √

Bantuan dari luar desa ada yang belum

melalui Badan Pengelola √ √ √ √

Pengelolaan keuangan belum sesuai

dengan kesepakatan bersama √ √ √ √

Pelaksanaan tidak sesuai waktu

yang direncanakan √ √ √ √

Hasil/ kualitas kerja kurang baik - √ - -

Kurang koordinasi dan kerjasama antara

Badan Pengelola dan Pemdes √ √ - √

Kurang kerjasama antar pengurus

dan anggota Badan Pengelola √ √ √ √

Kurang perhatian Pemerintah Desa

dalam pelaksanaan kegiatan √ - - -

Partisipasi masyarakat minim √ - - √

Intervensi pengurus inti Badan Pengelola

kepada kelompok pengelola/koordinator isu √ √ - √

Partisipasi pihak swasta (belum optimal)

dalam pelaksanaan kegiatan √ - - √

Beberapa koordinator isu tidak

melaksanakan tugas/perannya - - √ -

Belum ada pengelolaan konflik √ √ √ √

Kurang kepercayaan masyarakat

terhadap fungsi Badan Pengelola √ - √ -

Kontradiksi keberadaan Badan

Pengelola dan LKMD √ √ - √

Lampiran 5. Permasalahan dalam Implementasi Rencana Pengelolaan

Page 82: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20026 3

1. PENDAHULUANProyek Pesisir telah menerapkan beberapa

‘working example’ pengelolaan pesisir secara terpadudi tiga propinsi, yaitu Sulawesi Utara, Lampungdan KalTim . Working example tersebut bersifatpilot project sehingga ‘berskala’ relatif kecil namundilaksanakan secara lengkap dalam arti semuatahapan dari proses perencanaan hinggaimplementasi dan monitoring serta evaluasidilakukan. Salah satu alasan diterapkannyapendekatan ini adalah masih jarangnya praktek-praktek pengelolaan pesisir terpadu di lapangsementara kebijakan-kebijakan di tingkat nasionalyang mengatur pengelolaan di tingkat propinsi,kabupaten bahkan tingkat desa, masih terbatasdalam bentuk konsep.

Mengangkat pengalaman dari lapang sebagaimasukan bagi penyusunan kebijakan nasionaladalah salah satu strategi Proyek Pesisir untukmemberikan kontribusi bagi pengelolaan pesisirnasional. Jargon yang dipakai adalah ‘Bringing uplessons from field experience to national track’. Untukitu Proyek Pesisir melaksanakan programpendokumentasian terhadap kegiatan-kegiatanyang dilaksanakannya. Pendokumentasian inibukan sekedar untuk mendeskripsikan jalannyasuatu kegiatan, tetapi juga untuk menggalipengalaman yang dapat dijadikan pelajaran ataulessons learned bagi berbagai pihak, baik pemerintahpusat dan daerah, perencana kegiatan pengelolaanpesisir, masyarakat dan akademisi.

Makalah ini menyajikan rangkuman lessonslearned dan diskusi dari laporan pendokumen-tasian yang disusun oleh staf lapangan ProyekPesisir di tahun 2001/2002 yang difokuskan padaimplementasi rencana pengelolaan yangdilakukan oleh stakeholder di setiap lokasi proyek.Secara khusus, makalah ini akan membahaspermasalahan yang dijumpai dalam implementasirencana pengelolaan antar skala wilayah penge-

PELAJARAN DARI PENERAPAN PENGELOLAAN PESISIR DI LAPANG:

MAKALAH RANGKUMAN

Oleh:M. Fedi A. Sondita, Neviaty P. Zamani, Amiruddin Tahir dan Burhanuddin

Learning Team – Proyek Pesisir IPB, Bogoremail: [email protected]

lolaan yang berbeda (desa, kawasan ekosistem danpropinsi), khususnya aspek kelembagaan danpendanaan. Implikasi dari pengalaman initerhadap program-program pengelolaan pesisir dankebijakan nasional disajikan sebagai penutupmakalah ini.

2. LEMBAGA PENGELOLATerlepas dari skala geografi wilayah pesisir

yang dikelola ataupun cakupan isu, faktorkejelasan adanya lembaga pengelolaan pesisirmerupakan persyaratan untuk kelancaranpelaksanaan program dan sustainaibilitypengelolaan pesisir. Di ketiga lokasi proyek,pendirian cikal bakal lembaga pengelolaanmerupakan hal penting yang perlu dimulai untukmendukung kelancaran proses penerapanpengelolaan di lapang. Dalam prosesnya, cikalbakal tersebut melibatkan sejumlah orang yangmerupakan perwakilan instansi atau unit kerjayang diperkirakan relevan untuk menanganipermasalahan yang ada di wilayah pesisir. Ditingkat propinsi dan kabupaten, lembaga inibersifat koordinatif dengan arahan pimpinanBadan Perencanaan Daerah setempat dengankeanggotaan yang cukup beragam. Sebagaicontoh adalah Provincial Working Group di SulawesiUtara dan KalTim , Kabupaten Task Force diKabupaten Minahasa, Provincial Steering Team diLampung dan Kabupaten Task Force di KabupatenLampung Selatan. Di desa-desa lokasi proyek diMinahasa, pengelolaan ini dilaksanakan oleh suatubadan pengelola mengingat LKMD saat inidianggap belum memiliki kemampuan yang cukup.Proses pendirian lembaga-lembaga tersebutdifasilitasi oleh Proyek Pesisir. Aktivitas yangdilakukan mencakup upaya-upaya penguatankelembagaan berupa kegiatan pelatihan, programmagang, pendampingan, lokakarya, kunjunganstudi banding dan lain-lain.

Page 83: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 6 4

Salah satu peran yang diharapkan dapatdilaksanakan dengan baik oleh sebuah workinggroup adalah memfasilitasi keterpaduan antaraperencanaan yang bersifat top-down approach danbottom-up approach. Keterpaduan ini dapat disebutjuga sebagai dual-track approach. Top-down approachmerupakan representasi dari upaya penerapankebijakan-kebijakan pemerintah yang sifatnyaberjenjang, yang dimulai dari pengambil kebijakanyang tertinggi di tingkat nasional hingga tingkatdaerah (pemerintah tingkat kabupaten danpropinsi) sesuai dengan perundang-undangan yangberlaku. Bottom-up approach merupakan representasidari proses pengusulan ataupun masukan untukperencanaan yang dimulai dari individu anggotamasyarakat dan tokoh-tokohnya, kelompok-kelompok stakeholder, pimpinan pemerintahansetingkat desa, dan seterusnya ‘ke atas’ hinggapengambil kebijakan di tingkat pemerintahankabupaten dan propinsi.

Berbagai kalangan di pemerintahan daerahdapat saja mengklaim bahwa proses perencanaanyang bersifat dual-track approach tersebut sudahditerapkan. Adanya proses perencanaan pem-bangunan daerah dalam bentuk Rapat KoordinasiPembangunan (Rakorbang), MusyawarahPembangunan Desa (Musbangdes) adalah contohforum dimana dual track approach tersebutditerapkan. Namun yang menjadi pertanyaanadalah sejauh mana kepentingan atau kebutuhanyang muncul dari bawah, yaitu masyarakat,terjamin sehingga dapat terakomodasi dalampembangunan yang akan dilaksanakan di tahunberikutnya. Dominasi pihak-pihak yang beradadalam hierarki yang lebih tinggi dalam forum-fo-rum tersebut menyebabkan kecenderungan bahwatop-down approach menjadi lebih signifikan dalamproses perencanaan pesisir.

Keberhasilan pengintegrasian usulan-usulandari ’bawah’ ke dalam suatu rencana pembangun-an, baik di tingkat nasional ataupun daerah, sangattergantung pada waktu. Pengalaman menunjuk-kan bahwa proses penyusunan rencana penge-lolaan memakan waktu relatif panjang karenaberbagai kegiatan yang sifatnya mempersiapkankapasitas staf pemerintahan, stakeholder,masyarakat dan working group berjalan secarasimultan. Akhir dari proses perencanaan itusendiri adalah tersusunnya dokumen rencana

pengelolaan yang disepakati oleh para stakeholder,lengkap dengan komitmen mereka masing-masing.Namun program-program yang dimuat dalamrencana tersebut belum tentu secara langsungsegera terintegrasi dalam perencanaanpembangunan daerah secara keseluruhan. Hal inikarena rencana program pengelolaan tersebutterlambat diusulkan. Namun, keterlambatan inihanya berdampak pada program-program yangmemerlukan dana signifikan dari pemerintah.Untuk program-program yang dapat didanaisecara swadaya oleh para stakeholder, keterlam-batan tersebut bukanlah masalah penting.

Working gr oup dapat berperan dalammengkoordinasika ‘proyek-proyek’ pembangunanyang ada di wilayah kerjanya dalam rangkaketerpaduan antar proyek. Hal ini penting untukmemaksimumkan manfaat dan dampak positifproyek sekaligus meningkatkan efisiensipenggunaan sumberdaya pembangunan, termasukuntuk pengelolaan pesisir. Tidak jarang proyek-proyek yang ada bertujuan untuk melaksanakanpercontohan atau demonstrasi penerapan dalamskala kecil dengan maksud contoh penerapantersebut dikemudian hari diterapkan dalam skalasesuai dengan kebutuhan setempat. Oleh karenaitu working group juga diharapkan dapat berperansebagai ‘lembaga’ yang siap menerima transferpengalaman sehingga setelah proyek-proyekpercontohan tersebut usai, upaya yangdiperkenalkan proyek dapat berlanjut sebagai pro-gram-program pembangunan.

Perlunya working group dalam rangkapelaksanaan suatu projek pengelolaan pesisirterpadu sempat dipertanyakan. Dalam kontekstidak berfungsinya secara optimal lembagakoordinasi, working group yang dibentukmerupakan suatu percontohan bagi kalanganpemerintahan tentang penerapan koordinasitersebut. Dengan working group, para stafpemerintahan memiliki pengalaman langsungdalam pelaksanaan aktivitas-aktivitas koordinasiuntuk pengelolaan pesisir. Untuk suatu daerahmungkin koordinasi bukanlah merupakanmasalah namun pengalaman mempraktekkankoordinasi untuk pengelolaan pesisir mungkinmasih baru. Dari aspek kepentingan projek,kelancaran kegiatan projek di lapang memerlukandukungan resmi. Pendirian working group di suatu

Page 84: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20026 5

tempat dapat saja tidak diperlukan jika lembagakoordinasi yang ada telah mapan dalam artimemiliki pemahaman tentang pengelolaan pesisir,dapat menjalankan fungsi koordinasi dengan baikdan efektif serta memiliki pengalaman yang dapatdiandalkan di bidang pengelolaan pesisir.

Agar suatu working group dapat bekerjadengan baik, ada usulan bahwa working grouptersebut perlu diresmikan oleh pimpinanpemerintahan setempat, misalnya dalam bentukperaturan daerah (Perda). Terbitnya perda inimemberikan landasan bagi working group tentangsusunan working group, tugas dan fungsinya, sertasumber pembiayaan untuk kegiatannya. Perdasemacam ini diperlukan jika pemerintah setempatmemerlukan adanya lembaga ‘khusus’ untukmenangani projek pengelolaan pesisir, atau karenakelembagaan yang ada dianggap belum memilikikapasitas yang cukup untuk menanganipermasalahan yang baru.

Dalam masa pasca proyek, fungsi-fungsiyang dijalankan oleh working group dapat diadopsioleh pemerintah setempat. Pengalaman yangdiperoleh para anggota working group merupakanhal yang sangat penting bagi lembaga koordinasiyang sebenarnya. Persoalan berikutnya adalahbagaimana pengalaman tersebut dapat dipelajaridan disampaikan kepada pimpinan dan staflembaga tersebut.

3. PELEMBAGAAN PENGELOLAANPESISIR DI TENGAH MASYARAKAT/STAKEHOLDER

Upaya melembagakan pengelolaan pesisirtidak cukup hanya dilakukan dengan membentuklembaga-lembaga koordinatif, tetapi jugapendirian kelompok-kelompok kerja khusus danforum-forum serta pelaksanaan kegiatanpenyebaran informasi/penyuluhan kepadamasyarakat luas. Hal ini perlu dilakukan agarpengelolaan pesisir tersosialisasi atau melembagadi tengah masyarakat umum dan para stakeholderlainnya. Jika masyarakat dan para stakeholdertersebut memiliki pemahaman akan pentingnyasumberdaya pesisir dikelola dengan baik, makamereka akan memberi perhatian terhadap upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah pusat/daerah ataupun pihak-pihak lain. Perhatian inikemudian dapat diaktualisasikan dalam bentuk

keprihatinan mereka terhadap permasalahan yangada, peran serta aktif mereka dalam prosesperencanaan, implementasi dan monitoring pro-gram-program pengelolaan pesisir. ‘Popularitas’pentingnya pengelolaan pesisir di tengahmasyarakat secara langsung dan tidak langsungakan menentukan dukungan terhadap pengam-bilan kebijakan (policy) yang memprioritaskan pro-gram pengelolaan pesisir dalam agendapembangunan daerah. Hal ini sesuai denganmekanisme pengambilan keputusan setempatyang melibatkan wakil rakyat dalam DewanPerwakilan Rakyat Daerah.

Upaya untuk ‘mempromosikan’ pentingnyapengelolaan pesisir memerlukan strategi ‘outreachcommunication’ yang dapat menjangkau berbagaijenis kelompok sasaran. Promosi ini secara umumhendaknya bertujuan agar masyarakat umummenyadari permasalahan yang ada di sekitarnya,membangkitkan kebutuhan penanganan perma-salahan-permasalahan tersebut, memikirkan cara-cara pemecahannya, dan seterusnya. Promosikepada kelompok-kelompok stakeholder tertentu,selain hal-hal di atas juga dimaksudkan untukmengajak bagaimana mereka secara berkelompokdapat memberikan kontribusi terciptanya kondisipesisir yang ideal yang dapat menguntungkansemua pihak oleh semua pihak. Promosi akanlebih efektif jika pelakunya adalah anggotamasyarakat atau stakeholder yang mengalamilangsung dalam praktek atau proses pengelolaan.

Dalam konteks umur Proyek Pesisir, salahsatu isu yang perlu dibahas lebih lanjut adalahseberapa jauh fungsi yang diperankan olehlembaga-lembaga working group, baik di tingkatdesa, kabupaten maupun propinsi, yang ada akanberkembang selanjutnya setelah proyek ini selesai.Hal ini penting untuk dipikirkan karenapemerintah daerah dan stakeholder lokal sertamasyarakat di lokasi proyek diharapkan secaramampu mandiri melaksanakan pengelolaan pro-gram-program pengelolaan pesisir selanjutnya.

4. PENDANAAN UNTUKIMPLEMENTASI RENCANAPENGELOLAAN

Sukses implementasi rencana pengelolaantidak terlepas dari kesediaan sumberdaya, yaitusumberdaya manusia, dana dan material. Dalam

Page 85: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 6 6

konteks governance, pernyataan resmi tentangditerimanya suatu rencana pengelolaan sebagaidasar untuk mewujudkan rencana pengelolaanpesisir secara terpadu sangat diperlukan. Adopsiformal tersebut merupakan wujud komitmenpemerintah dan masyarakat untuk mengelolasumberdaya pesisir untuk kepentingan rakyatsebesar-besarnya. Namun komitmen tersebuttidak cukup hanya dengan pernyataan. Komit-men tersebut harus juga dibarengi dengankesungguhan, termasuk komitmen berupapengalokasian dana pembangunan untuk program-program implementasi rencana pengelolaantersebut.

Selain adopsi formal terhadap rencanapengelolaan tersebut, alokasi dana yang jelasuntuk implementasi rencana pengelolaanmerupakan salah satu indikator kesiapan tahapke 3 dalam siklus perencanaan. Alokasi dana yangbersumber dari pemerintah tampaknya masihmerupakan sesuatu yang relatif sulit untukdirencanakan mengingat belum terintegrasinyaperencanaan pengelolaan pesisir kedalam prosesperencanaan pembangunan yang secara kebetulanmasih dalam tahap penyesuaian. Akibat belumterintegrasinya perencanaan tersebut menye-babkan kesulitan dalam pengalokasian dana.Namun persoalan ini tidak berlaku untuk program-program pengelolaan yang memerlukan dana yangrelatif besar.

Dalam proses perencanaan yang berjenjangdari bawah, dalam arti masukan atau usulan, tentudiperlukan interaksi antara pemerintah danpemerintah daerah (propinsi dan kabupaten) sertajajaran pemerintahan lainnya. Proses perencanaanpengelolaan pesisir yang diperkenalkan sudahmenerapkan bottom-up approach dimana para stake-holder telah diberi kesempatan berperan aktif,mulai dari tahap identifikasi permasalahan danmengkaji setiap permasalahan tersebut, membe-rikan masukan terhadap rencana pengelolaan danlain-lain.

Dana untuk implementasi program-programdalam rencana pengelolaan pesisir dapat berasaldari berbagai sumber, tidak hanya berasal dari danapembangunan yang akan dikelola langsung olehpemerintah. Sumber dana lain adalah dana yangmerupakan kontribusi langsung masyarakat dankelompok-kelompok stakeholder, termasuk dida-

lamnya adalah unit-unit usaha yang memanfaatkansumberdaya alam secara langsung. Dana yangberasal dari pemerintah atau dana pembangunandapat berasal dari APBN maupun APBD. Halyang perlu secara cermat diperhatikan adalahkoordinasi dari kegiatan-kegiatan yang dilakukandengan sumber dana yang berbeda. Jenis kegiatandan sumberdana yang beragam inilah yang perludiidentifikasi dalam menyusun rencanapengelolaan. Proses pengintegrasian ini semes-tinya dilakukan dengan cara mengidentifikasiberbagai rencana yang pada awalnya terpisahkemudian membahasnya secara terbuka denganpara penggagas kegiatan-kegiatan. Pentingnyapembahasan ini merupakan indikasi bahwakomunikasi antar para pengambil keputusan, baikdi tingkat nasional maupun daerah, perludilakukan. Kunci keberhasilkan terjadinyapengintegrasian ini terletak pada peran lembagayang bertugas mengkoordinasikan segala kegiatanpembangunan. Efektivitas lembaga tersebutdapat dilihat sejauh mana informasi yang adadapat ditindak-lanjuti dan dipadukan sehinggamengarah pada pemanfaatan sumberdayapembangunan secara efisien dan efektif sertaberdampak luas dan jangka panjang.

5. KELANJUTANPENGELOLAAN PESISIR

Seperti dikatakan di atas, banyak proyek‘hanya’ dapat melakukan ‘percontohan’ mengingatketerbatasan sumberdaya proyek dan waktu.Dengan percontohan-percontohan tersebut,pemerintah setempat diharapkan dapat menindak-lanjuti percontohan tersebut dengan menerapkanprogram-program yang dicontohkan. Penerapandalam program-program tersebut inilahmerupakan salah satu indikator kelanjutan(sustainability) atau keberlanjutan dari upaya-upayadan metodologi yang diperkenalkan oleh proyek-proyek tersebut.

Beberapa faktor yang diperkirakan dapatmempengaruhi kelanjutan dari model proses danpraktek pengelolaan pesisir yang diperkenalkanoleh suatu proyek adalah:

Keberadaan working group dan kapasitasnyaKomitmen serta dukungan dari pemerintah(pusat dan daerah) dan DPR/DPRD untukmemasukkan program pengelolaan pesisir

Page 86: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20026 7

kedalam rencana pembangunannya. Komit-men ini berupa ketegasan bahwa rencanapengelolaan yang dibuat akan dijadikan pedo-man untuk pembangunan di wilayah pesisir.Terciptanya kelompok-kelompok masyarakatyang secara terus-menerus mendukungterwujudnya pengelolaan pesisir.Kemandirian masyarakat dan stakeholder dalammenerapkan substansi rencana strategi ataupunrencana pengelolaan pesisir. Kontribusi yangbesar dari masyarakat merupakan faktor kuncikeberhasilan upaya-upaya pengelolaan.Kemandirian ini merupakan indikator bahwamasyarakat tidak semata-mata sebagai objekpembangunan, tetapi juga sebagai subjekpembangunan.

6. IMPLIKASI TERHADAP PROGRAM-PROGRAM PENGELOLAAN PESISIR

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkanbeberapa catatan yang mencakup bagaimanasebaiknya pengelolaan pesisir secara terpadudipraktekkan. Catatan-catatan tersebut adalah:

Program pengelolaan pesisir harus dibarengidengan program penguatan kelembagaan yangmencakup peningkatan kapasitas lembaga-lembaga yang ada dan melembagakan ataumensosialisasikan pengelolaan pesisir di tengahmasyarakat umum, staf pemerintahan dan stake-holder-stakeholder . Indikator dari adanyapengelolaan yang sudah melembaga adalahkomitmen pemerintah yang didukung oleh parawakil rakyat untuk mengalokasikan dana.Pemerintah dalam proses pembangunandiharapkan dapat memfasilitasi terwujudnyaproses perencanaan pengelolaan pesisir yangmenerapkan top-down approach dan bottom-up ap-proach secara bersamaan.Pengalaman kerjasama instansi dan LSM dalamworking group yang ada perlu dimanfaatkan. Olehkarena itu suatu working group yang baru tidakselalu perlu dibentuk untuk setiap proyek.Adanya perkembangan karier dan restruk-turisasi menyebabkan working group yang adamemerlukan program penyegaran untukmenjaga awareness dan kapasitasnya. Programseperti ini sangat diperlukan untuk menjagasustainability dari upaya-upaya yang diperke-nalkan proyek.

Semua pihak yang pernah bekerjasama danterbina oleh aktifitas proyek merupakan critacalmass yang dapat mendorong kelancaran prosespenerapan pengelolaan pesisir secara terpadu.

· Proses pengelolaan pesisir terpadu memerlukanpendekatan adaptive management. Hal inimengingat keterbatasan pengetahuan dankapasitas untuk pemahaman terhadap perma-salahan pesisir yang dinamis. Pendekatan inimemberikan konsekuensi teknis yang terkaitdengan proses pengelolaan yang perludiakomodasi oleh sistem pertanggung-jawabanprogram/proyek yang biasa diterapkan olehpemerintah.

· Program pelatihan untuk penguatan kelemba-gaan diperlukan untuk menyiapkan sumberdayamanusia untuk pengelolaan.

7. IMPLIKASI TERHADAPKEBIJAKAN NASIONAL

Secara umum, hal-hal di atas menggaris-bawahi bahwa pengelolaan pesisir hendaknyamengutamakan keterpaduan, kesempatan kepadastakeholder di bawah untuk berperan aktif dalamproses perencanaan, perencanaan yang berdampakpositif dalam jangka panjang (ecologically sustain-able), sistem perencanaan yang bersifat terbukadan bersifat partisipatif, kejelasan kepastianhukum bagi setiap pihak yang terlibat. Hal-haltersebut sudah tercakup dalam dokumen PedomanUmum Pengelolaan Pesisir Terpadu yang disusunoleh Ditjen Pengelolaan Pesisir, DepartemenKelautan dan Perikanan. Dalam aspek keterpa-duan, secara tegas pedoman tersebut mencan-tumkan bahwa keterpaduan tersebut mencakupketerpaduan perencanaan antar sektor pem-bangunan, keterpaduan perencanaan secaravertikal mulai dari tingkat desa, kecamatan,kabupaten/kota, propinsi hingga nasional,keterpaduan antara batas ekologis dan batas ad-ministratif untuk menentukan wilayah pengelo-laan, keterpaduan antara obyektivitas ilmiahdengan kebijakan yang diambil oleh parapengambil keputusan, dan keterpaduan antarnegara untuk isu-isu yang bersifat lintas batasnegara.

Dengan adanya pedoman umum tersebut,beberapa hal yang perlu diperhatikan untukmewujudkan penerapan pengelolaan pesisir yang

Page 87: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 6 8

terpadu antara lain adalah ketersediaan sumber-daya manusia yang handal yang diperlukan untuktataran pengambilan kebijakan, penelitian,perencanaan, dan tataran praktek di lapang yangakan berinteraksi langsung dengan masyarakat danstakeholder lainnya. Penyediaan sumberdayamanusia ini dapat dalam bentuk pendidikan for-mal maupun pendidikan non-formal. Berbagaiforum untuk berbagi pengalaman, misalnyalokakarya dan pelatihan-pelatihan, dapatmempercepat penyediaan sumberdaya manusiatersebut. Upaya-upaya penggalian lessons learnedhendaknya dilakukan oleh semua pihak, baik parapraktisi maupun akademisi, dalam upayamenyiapkan ‘materi’ berbagai ragam bentukpendidikan tersebut. Pendekatan penggalian les-sons learned dan bertukar pengalaman ini sangatstrategis mengingat keragaman pesisir dankarakteristik sosial yang ada di Indonesiamemerlukan berbagai pendekatan khusus. Olehkarena itu, setiap program-program pengelolaanpesisir perlu mencakup program pembelajaranyang secara langsung maupun tidak langsung akanmeningkatkan kapasitas pelaksana program,masyarakat dan para stakeholder lainnya.

Page 88: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20026 9

Semua peserta lokakarya internal chek in di HotelNew Mirah, Bogor

PembukaanPengantar diskusi lokakarya internalPresentasi dan diskusi paper hasilpendokumentasian Proyek Pesisir Sulawesi UtaraIstirahatPresentasi dan diskusi hasil pendokumentasianProyek Pesisir LampungMakan siangPresentasi dan diskusi paper hasilpendokumentasian Proyek Pesisir KalimantanTimurPresentasi dan diskusi paper hasilpendokumentasian Learning Team PKSPL IPBRangkuman diskusi hari pertamaIstirahatMakan malamRevisi paper berdasarkan hasil diskusi terakhir

Pengantar diskusi hari keduaPenyampaian hasil perbaikan paper Proyek PesisirSulawesi UtaraPenyampaian hasil perbaikan paper Proyek PesisirLampungPenyampaian hasil perbaikan paper Proyek PesisirKalimantan TimurIstirahatDiskusi dan persiapan untuk lokakarya eksternal

Makan siangDiskusi dan persiapan untuk presentasi lokakaryaeksternal (lanjutan)IstirahatPembahasan agenda lokakarya eksternalPenutupanPeserta PP Kaltim dan Sulut berangkat ke Jakarta

Peserta PP Lampung chek out

AGENDA INTERNAL

LOKAKARYA HASIL PENDOKUMENTASIAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002

BOGOR, 15 - 16 JANUARI 2002

Hotel New MirahBogor

D.G. BengenF. SonditaN. Tangkilisan

-Amiruddin

A S. Darmawan(Alm.)

F. Sondita

F. Sondita-AllAll

Learning TeamPP Manado

PP Lampung

PP Kaltim

-Learning Teamdan staf lapangan

Learning Teamdan staf lapangan-Learning Teamdan staf lapangan

Senin,14Januari 2002

Selasa,15Januari 2002

Rabu,16Januari 2002

Kamis,17Januari 2002

12.00

08.00-08.3008.30-09.0009.00-10.30

10.30-10.4510.45-12.15

12.15-13.0013.00-14.30

14.30-16.00

16.00-17.0017.00-18.3018.30-19.0019.00-21.00

08.00-08.3008.30-09.00

09.00-09.30

09.30-10.00

10.00-10.1510.15-12.15

12.15-13.0013.00-15.30

15.30-16.0016.00-18.30

18.30-19.00

12.00

Hari/Tgl Jam Acara Keterangan

Page 89: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 7 0

Jam Acara Keterangan

DAFTAR ACARA EKSTERNAL

LOKAKARYA HASIL PENDOKUMENTASIAN PROYEK PESISIR

1997 - 2002

BOGOR, 14 FEBRUARI 2002

Pendaftaran pesertaSambutan Koordinator Program Proyek PesisirPKSPL IPBSambutan Chief of Party Proyek PesisirPengantar dari Koordinator Learning TeamIstirahat

Presentasi paper hasil pendokumentasian ProyekPesisir Kalimantan TimurPresentasi hasil pendokumentasian Proyek PesisirSulawesi UtaraPresentasi paper hasil pendokumentasian ProyekPesisir LampungDiskusi Panel PertamaIstirahat

Summary Paper Learning TeamPresentasi paper National PolicyPresentasi paper hasil pendokumentasian LearningTeamDiskusi Panel Kedua Membahas hasil diskusi panel Pembelajaran (national learning) Agenda selanjutnyaPenutupan

PanitiaD.G. Bengen

M. KnightF. Sondita-

B. Wenno

J. Tulungen/C.RotinsuluB. Wiryawan

--

F. SonditaW. SiahaanF. Sondita

--F. Sondita/D.G. BengenPanitia

07.30-09.0009.00-09.15

09.15-09.3009.30-09.4509.45-10.00

10.00-10.20

10.20-10.40

10.40-11.00

11.00-12.0012.00-13.00

13.30-13.4513.45-14.00

14.00-15.0015.00-15.15

15.15-16.30

Panel Pertama (Moderator: Dietriech G. Bengen, Notulis: Achmad Rizal)

Panel Kedua (Moderator: Ali Kabul Mahi, Notulis: Neviaty P. Zamani)

Page 90: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 20027 1

No Nama Instansi

DAFTAR PESERTA LOKAKARYA INTERNAL

LEARNING TEAM PROYEK PESISIR PKSPL IPB

BOGOR, 15 – 16 JANUARI 2002

Dr. Ir. Dietriech G. Bengen DEADr. Stacey TigheProf. Dr. Jacub RaisProf. Dr. Ali Kabul MahiJohnnes Tulungen, MSiNonny TangkilisanDr. Neviaty P Zamani, MScAry Setiabudy DAchmad SetiadiDr. Fedi A. Sondita, MScBambang HaryantoBurhanuddinIrdez AzharAmiruddinNana AnggraeniAhmad HuseinKun Hidayat

Proyek Pesisir PKSPL IPBProyek Pesisir JakartaProyek Pesisir JakartaProyek Pesisir LampungProyek Pesisir Sulawesi UtaraProyek Pesisir Sulawesi UtaraLearning Team PKSPL IPBProyek Pesisir KalTimProyek Pesisir KalTimLearning Team PKSPL IPBLearning Team PKSPL IPBLearning Team PKSPL IPBProyek Pesisir Sulawesi UtaraLearning Team PKSPL IPBProyek Pesisir PKSPL IPBProyek Pesisir JakartaProyek Pesisir Jakarta

123456789

1011121314151617

Page 91: PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002 · 2016-02-29 · Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 xviii PELAJARAN DARI PENGALAMAN PROYEK PESISIR 1997

Pelajaran dari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002 7 2

DAFTAR PESERTA LOKAKARYA

HASIL PENDOKUMENTASIAN PROYEK PESISIR 1997 - 2002

BOGOR, 14 FEBRUARI 2002

Achmad RizalAgus SetiawanAgustinusAhmad BaehaqiAhmad HuseinAmiruddinArif AliadiAry S SuhandiAslanBambang HaryantoBob WennoBurhanuddinChris RotinsuluDedy SupriadiDenny Boy MochranDr. Budy WiryawanDr. Etty R. Agoes, SH, LLMDr. Ir. Awal Subandar, MScDr. Ir. Dietriech G BengenEry DamayantiFahmi, SPiDr. Ir. Fedi A SonditaI Wayan AdiIdwan SuhardiImran AminIr. Agung TriprasetyoIr. Asminarsih, MScIr. Edyanto, MSiIr. FaisalIr. JuliantoIr. Syahrir Hadi, MSiIr. Trini HastutiJohnnes TulungenKun HidayatM. KhazaliM. Nurdin MMaurice KnightMeyland SiraitDr. Ir. Neviaty P ZamaniNoor NediPriyanto SantosaProf. Dr. Ali Kabul MahiProf. Jacub RaisSari SuryadiSetia LesmanaSilvianitaSlamet TarnoSudibyoTusy A. Adibroto, MSiUsman MochtarWilson SiahaanYunia Witasari

PKSPL-IPBSEAWATCH BPPTPP KaltimGlobal Environment Forum (GEFPP JakartaLearning TeamLATINConservancy InternationalWCS Indonesia ProgramLearning TeamFPM KaltimLearning TeamPP ManadoYABSHIYayasan PuterFPM LampungStaf Ahli Menteri DKP Bidang HukumBPPT JakartaPKSPL – IPBIMA IndonesiaP2O LIPI AncolLearning TeamYayasan Bina Usaha LingkunganBPPT JakartaTelapak IndonesiaDitjen Bangda, DEPDAGRIDitjen Bangda, DEPDAGRIBappeda Propinsi LampungBappeda Propinsi LampungBakosurtanalDirektur Bina Manajemen Pemerintahan Daerah, DEPDAGRIBakosurtanalFPM ManadoPP JakartaPP KaltimMahasiswa S2 SPL IPBPP JakartaYayasan KEHATILearning TeamMahasiswa S2 SPL IPBUSAIDPP LampungPP JakartaConservancy InternationalSuara Pembaruan JakartaYayasan TERANGIMahasiswa S2 SPL IPBWetland InternationalBPPT JakartaDitjen Bangda, DEPDAGRIPP JakartaP2O LIPI Ancol Jakarta

No Nama Instansi

123456789

10111213141516171819202122232425262728293031323334353637383940414243444546474849505152