pedsos

Upload: herbert-erwin-mahulae-nainggolan

Post on 19-Jul-2015

296 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

PENANGANAN PASIEN SECARA HOLISTIK DIAGRAM TUMBUH KEMBANG ANAK

Lingkungan Mikro Mini Meso Makro

KEBUTUHAN DASAR

ASUH

ASIH

ASAH

TUMBUH KEMBANG Neonatus

Bayi

Anak

Remaja

GENETIK, HEREDOKONSTITUSIONAL

1

DEPARTEMEN IKA RSMH PALEMBANG Panduan Praktek Klinis

TUMBUH KEMBANG No. Dokumen Tanggal Revisi 28 Juni 2011 No. Revisi

Kode ICD: Halaman:

Ditetapkan Oleh, Ketua Divisi Tumbuh Kembang

Dr. Hj. Rismarini, Sp.A(K)

Definisi: Tumbuh kembang anak mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda, namun saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pon, kilogram), ukuran panjang (cm, m), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya, termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang, yaitu: 1. Faktor Genetik Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur dan berhentinya pertumbuhan tulang. Yang termasuk faktor genetik antara lain adalah berbagai faktor bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin, serta suku bangsa. 2. Faktor Lingkungan Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya. Lingkungan ini merupakan lingkungan bio-fisiko-psiko-sosial yang mempengaruhi individu setiap 2

hari, mulai dari konsepsi sampai akhir hayatnya. Faktor lingkungan secara garis besar dibagi atas faktor lingkungan yang mempengaruhi anak pada waktu masih di dalam kandungan (faktor pranatal) dan faktor lingkungan yang mempengaruhi

tumbuh kembang anak setelah lahir (faktor postnatal ). Terdiri atas mikro, mini, meso dan makro. Mikro merupakan unit terkecil yang terdekat dengan anak, contoh: ibu, pengasuh. Mini merupakan unit yang lebih besar dari mikro, mencakup keluarga inti, contoh: bapak, saudara, suasana rumah. Meso merupakan unit yang lebih besar dari mini, mencakup situasi lingkungan di sekitar rumah, contoh: sarana bermain, sarana pelayanan kesehatan, pendidikan, sekolah. Makro merupakan unit yang lebih besar dari meso, mencakup situasi lingkungan suatu negara, contoh: kebijakan pemerintah, stabilitas nasional. Faktor lingkungan prenatal yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang janin mulai dari konsepsi sampai lahir, antara lain: gizi ibu waktu hamil, mekanis, toksin/zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi stres imunitas, anoksia embrio. Faktor lingkungan postnatal yang mempengaruhi tumbuh kembang secara umum dapat digolongkan menjadi: 1. Lingkungan biologis, antara lain: ras/suku bangsa, jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, penyakit kronis, fungsi metabolisme dan hormon. 2. Faktor fisik, antara lain: cuaca, musim, keadaan geografis suatu daerah: sanitasi, keadaan rumah, struktur bangunan, ventilasi, cahaya dan kepadatan hunian, radiasi. 3. Faktor psikososial, antara lain: stimulasi, motivasi belajar, ganjaran ataupun hukuman yang wajar, kelompok sebaya, stres, sekolah, cinta dan kasih sayang, kualitas interaksi anak-orang tua. 4. Faktor keluarga dan adat istiadat, antara lain: pekerjaan/pendapatan keluarga, pendidikan ayah/ibu, jumlah saudara, jenis kelamin dalam keluarga, stabilitas rumah tangga, kepribadian ayah/ibu, adat-istiadat/norma-norma, agama, urbanisasi,

kehidupan politik dalam masyarakat yang mempengaruhi prioritas kepentingan anak, anggaran, dll. Lingkungan juga berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang. Kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang antara lain: 1. Kebutuhan fisik-biomedis (Asuh) meliputi: pangan/gizi (merupakan kebutuhan yang terpenting); perawatan kesehatan dasar, antara lain: imunisasi, pemberian ASI, penimbangan bayi/anak yang teratur, pengobatan bila sakit, dll;

papan/pemukiman yang layak; higien perorangan, sanitasi lingkungan; sandang, kesegaran jasmani, rekreasi;dll.

3

2. Kebutuhan emosi/ kasih sayang (Asih) Pada tahun-tahun pertama kehidupan, hubungan yang erat, mesra dan selaras antar ibu/pengganti ibu dengan anak merupakan syarat mutlak untuk menjamin tumbuh kembang yang selaras baik fisik, mental maupun psikososial. Merupakan kebutuhan akan emosi, meliputi kasih sayang orang tua, rasa aman, harga diri, kebutuhan akan sukses, mandiri, dorongan, kebutuhan mendapatkan kesempatan dan pengalaman dan rasa memiliki. 3. Kebutuhan akan stimulasi mental (Asah) Merupakan cikal bakal proses pembelajaran anak: pendidikan dan pelatihan. Stimulasi merupakan perangsangan yang datang dari lingkungan luar anak antara lain berupa latihan atau bermain, juga berfungsi sebagai penguat yang bermanfaat bagi perkembangan anak. Stimulasi mental mengembangkan perkembangan mental psikososial: kecerdasan, keterampilan, kemandirian, kreativitas, agama, kepribadian, moral-etika, produktivitas, dsb. Stimulasi mental diperlukan seawal dan sedini mungkin, tekrutama sampai 4-5 tahun setelah lahir. Menurut tempat didapatnya, asah (pendidikan) dibagi menjadi: pendidikan informal (di rumah, dalam keluarga), pendidikan formal (SD, SLTP, SMU, PT, dsb), pendidikan nonformal: pendidikan ketiga; di masyarakat (kelompok pengajian anak, sekolah minggu, pramuka, palang merah remaja, dsb). Anamnesis Hal-hal yang harus diperhatikan dalam anamnesis tumbuh kembang anak, sebagai berikut: 1. Anamnesis faktor pranatal, perinatal dan postnatal Harus menyangkut faktor risiko untuk terjadinya gangguan perkembangan fisik dan mental anak, termasuk faktor risiko untuk buta, tuli, palsi serebral, dll 2. Anamnesis harus menyangkut faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan anak. 3. Penyakit-penyakit yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang dan malnutrisi 4. Anamnesis kecepatan pertumbuhan anak 5. Pola perkembangan anak dalam keluarga

4

STANDAR PENATALAKSANAAN BOKS TUMBUH KEMBANG

Poliklinik Tumbuh kembang

Pemeriksaan fisik, neurologis, laboratorium ( pem. penunjang lain ) Konsultasi multidisipliner ( Tim ahli )

Ahli tumbuh kembang anak

Psikologi anak

Fisioterapist Speech terapist

Pekerja sosial

Guru

Anamnesis Pem.fisik Perkembangan Neurologis Laboratorium Tkt. Kepandaian

Test IQ Konsultasi Orang tua

Evaluasi klinik kepandaian

Evaluasi Keluarga Sos-ekonomi

Tingkat kecerdasan di sekolah

Program intervensi

Kepustakaan

1. Needleman RD. Growth and Development. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-16. Philadelphia: WB Saunders. 2000. h.23-65. 2. Soetjiningsih. Perkembangan anak dan permasalahannya. Dalam: Narendra MB, Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H, Ranuh G, penyunting. Buku ajar tumbuh kembang anak dan remaja. Edisi pertama. Jakarta; Sagung seto, 2002. h.86-94.

5

DEPARTEMEN IKA RSMH PALEMBANG Panduan Praktek Klinis

GAGAL TUMBUH (FAILURE TO THRIVE) No. Dokumen No. Revisi Tanggal Revisi 28 Juni 2011

Kode ICD: R62.8 Halaman:

Ditetapkan Oleh, Ketua Divisi Tumbuh Kembang

Dr. Hj. Rismarini, Sp.A(K) Definisi : Gagal tumbuh bukanlah suatu diagnosis, melainkan suatu terminologi yang dipakai untuk menyatakan adanya kegagalan bertumbuh atau pertumbuhan yang terhambat yaitu tidak menunjukkan kenaikan berat badan dan atau tinggi badan yang adekuat dalam periode tertentu. Seorang anak dinyatakan menderita gagal tumbuh bila berat badan dan panjang badannya berada dibawah persentil ke-3 menurut usianya atau berada 2 simpang baku dibawah berat dan tinggi badan rata-rata menurut usianya pada lebih dari satu kali pengamatan selama interval paling sedikit 56 hari bagi bayi berusia kurang dari 5 bulan atau selama interval paling sedikit 3 bulan untuk bayi yang lebih dari 5 bulan. Etiologi : 1. Lingkungan dan atau psikososial a. Emosi orang tua dan sumber makanan tidak mendukung perawatan anak. b. Defisit perkembangan minor (misalnya: kesulitan gerakan otot mulut, hipersensitif terhadap stimulan) yang dapat berkembang menjadi masalah pemberian makanan mengakibatkan gangguan nutrisi pada Gagal Tumbuh. c. Anak-anak yang tumbuh dalam kemiskinan sering menjadi resiko karena pemberian makanan yang tidak adekuat di rumah, tunawisma atau kepadatan penduduk, dan ketidakmampuan program pangan pemerintah. 2. Organik/Medik A. Masukan nutrien tidak adekuat a. Teknik pemberian makanan yang salah b. Insufisiensi laktasi pada ibu c. Palatoskisis d. Obstruksi nasal e. Gangguan menelan/ mengisap f. Regurgitasi / muntah g. Penyakit jantung-paru h. Infeksi kronik B. Absorpsi tidak adekuat a. Malabsorbsi b. Diare kronik c. Intoleransi laktosa d. Alergi susu sapi e. Infestasi parasit C. Kebutuhan kalori meningkat a. Hipertiroid b. Palsi serebral c. Keganasan d. Penyakit sistemik kronik e. Infeksi sistemik kronik 3. Inborn errors of metabolisme 4. Tanpa penyebab 6

Patogenesis Kurangnya masukan kalori dan nutrien lainnya yang adekuat karena makanan tidak bisa diterima, tidak diberikan atau tidak diserap atau pemakaian yang berlebihan menyebabkan pertumbuhan tidak dapat dipertahankan sehingga timbul gejala kurang gizi. Bentuk klinis Ada 3 tipe gagal tumbuh: 1. Tipe I atau Pola I (Pola malnutrisi) Lingkaran kepala normal, berat badan menurun lebih parah daripada tinggi badan. Penyebabnya adalah malnutrisi dengan asupan kalori yang kurang adekuat, kehilangan kalori berlebihan melalui saluran cerna dan kebutuhan metabolisme yang meningkat. Seringkali ada pengaruh eksternal (lingkungan sosial, kultur). 2. Tipe II atau Pola II (Pola endokrin) Lingkar kepala normal, berat badan hanya sedikit berkurang dan proporsi terhadap tinggi badan masih baik. Keadaan ini terdapat pada kelainan endokrin seperti perawakan pendek (short stature, constitusional dwarfisme), hipotiroid, defisiensi hormon pertumbuhan. Seringkali disebut sebagai endokrinopati atau distrofi struktural. 3. Tipe III atau Pola III (Pola FLK, SSP) Lingkar kepala subnormal, berat badan dan tinggi badan secara proporsional rendah. Gejala berupa mikrosefali, perkembangan terhambat, kadang-kadang kejang. Disebut funny-looking kids (FLK). Penyebabnya mungkin karena IUGR / pertumbuhan janin terhambat (PJT) yang disebabkan infeksi intrauterin (TORCH), kelainan kromosom (trisomi) dan defisiensi seng. Anamnesis 1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang ditunjukan dengan kurangnya lemak, atrofi otot, lingkaran kepala kecil (antropometrik), disertai atau tidak adanya kelainan kongenital. 2. Anoreksia, malas makan/ minum, mudah lelah, lesu, cengeng atau tanda-tanda dan gejala sesuai dengan kelainan yang mendasari. 3. Gangguan mental dan intelektual. Kriteria Diagnosis Dasar diagnosis 1. Gangguan perkembangan fisik 2. Hambatan perkembangan mental 3. Kelainan organik bisa ada, bisa tidak 4. Riwayat disharmoni keluarga yang berat, deprivasi lingkungan dan sosial, hubungan ibu-anak yang patologis Langkah diagnosis 1. Anamnesa a. Riwayat kehamilan dan kelahiran b. Riwayat penyakit yang mungkin mendasari sesuai etilogi diatas c. Riwayat pemberian makanan d. Riwayat psikologis emosional e. Faktor lingkungan lain. 2. Gejala klinis, biasanya dipakai : a. Berat badan kurang dari persentil 5 atau 3 b. Kegagalan untuk mempertahankan grafik pertumbuhan sebelumnya, dengan parameter menyilang melewati 2 persentil mayor. c. Penambahan berat badan harian kurang dari yang normal. 7

Rata-rata penambahan berat badan harian sesuai dengan umur. Umur Penambahan berat badan (gram) 0-3 bulan 26-31 3-6 bulan 17-18 6-9 bulan 12-13 9-12 bulan 9 1-3 tahun 7-9 4-6 tahun 6 3. Observasi perilaku Dokter dapat mengamati anak saat makan atau diberi makan pada ruang praktek atau idealnya selama kunjungan rumah oleh pengamat yang dilatih. 4. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik harus dilakukan hati-hati untuk menyingkirkan penyebabpenyebab medik dari Gagal Tumbuh. Semua anak harus menjalani tes perkembangan formal. Jika kurva pertumbuhan sejajar dengan kurve pertumbuhan normal terlampaui kurang persentil ke 5 harus dipikirkan pendek konstitusional kelainan endokrin, genetik dan gangguan sistemik lainnya. 5. Pemeriksaan laboratorium dan penunjang a. Pemeriksaan harus dilakukan berdasarkan riwayat dan pemeriksaan fisik b. Jika anak pendek, tetapi memiliki BB/TB yang sesuai, Bone Age dapat berguna untuk membedakan anak yang pendek konstitusinal (Bone Age sesuai dengan usia kronologis) dari anak dengan gangguan Endokrin/Nutrisi (dengan Bone Age yang terlambat). Tatalaksana Tujuan utama agar anak dapat Catch-Up pertumbuhannya dengan kecepatan yang lebih besar dari rata-rata umurnya untuk memperbaiki defisit pertumbuhannya. - Perbaikan gizi dibutuhkan diet yang padat kalori 1,5 x RDA untuk kalori. - Harus dicari faktor sosio-emosional - Kelainan organik, diterapi sesuai dengan penyebab dan indikasi - Stimulasi dini, terapi psiklogik bila keterlambatan mental - Fisioterapi, bila didapatkan keterlambatan perkembangan motorik - Konsultasi antar bagian/ sub bagian (multi disipliner) sesuai dengan kelainan yang dijumpai. - Evaluasi monitoring tumbuh kembang minimal sampai umur 3 tahun. Kriteria untuk rujukan : 1. Bila 2-3 bulan intervensi pertumbuhan tidak menunjukkan respon 2. Bila PEM berat ada resiko Abuse, penyakit penyerta yang serius atau gangguan pengasuhan. Kepustakaan 1. Needleman RD. Growth and Development. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-16. Philadelphia: WB Saunders. 2000. 2. Soetjiningsih. Perkembangan anak dan permasalahannya. Dalam: Narendra MB, Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H, Ranuh G, penyunting. Buku ajar tumbuh kembang anak dan remaja. Edisi pertama. Jakarta; Sagung seto, 2002. 8

DEPARTEMEN IKA RSMH PALEMBANG Panduan Praktek Klinis

GANGGUAN PERTUMBUHAN TINGGI BADAN No. Dokumen No. Revisi Tanggal Revisi 28 Juni 2011

Kode ICD: NEC M89.2 Halaman:

Ditetapkan Oleh, Ketua Divisi Tumbuh Kembang

Dr. Hj. Rismarini, Sp.A(K) Definisi: Adalah suatu gangguan / penyimpangan pola pertumbuhan normal tinggi badan anak, bisa terlampau pendek atau terlampau tinggi (jangkung). Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi badan : Faktor genetik/keturunan Faktor hormonal Faktor lingkungan Etiologi: Penyebab gangguan pertumbuhan tinggi badan A. Penyebab yang sering : Anak dengan kurang gizi Penyakit menahun (TBC, anemia, penyakit hati, ginjal, saluran pencernaan) Obat-obat yang mengandung hormon B. Penyebab yang tak sering : 1. Kekurangan satu atau lebih hormon dalam proses tumbuh kembang. Hormon pertumbuhan (Growth hormon) Hormon gondok (Thyroid hormon) Insulin Hormon paratiroid Hormon kelenjar adrenal Hormon seks, terutama pada masa pubertas. 2. Kelainan bawaan : Kelainan jantung, paru, otak, ginjal, usus, dsb. Berbagai sindroma: sindroma Down, Turner, Hurler, Seckel, Prader Willi Kelainan tulang, terutama tulang panjang: akhondroplasia 3. Kelainan metabolik Tatalaksana Evaluasi / monitoring pertumbuhan tinggi badan anak : Dilakukan secara berkala, sedapat mungkin 2 kali setahun sejak masa bayi Dicocokkan dengan kurva dari NCHS Ukuran TB anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan. Atau dengan rumus perkiraan TB anak normal

9

Anak laki-laki :

(TI 13) TB 8,5 cm 2

Anak perempuan :

(TB 13) TI 8,5 cm 2

Keterangan: TB = tinggi badan bapak (cm); TI= tinggi badan ibu; 13 = konstanta Hasil TB didapatkan rentangan angka rendah dan tinggi. Pemeriksaan lanjutan diperlukan bila ditemukan: - Tinggi badan di bawah persentil 3 atau di bawah -2SD - Kecepatan pertumbuhan tinggi badan di bawah persentil 3 - Perkiraan tinggi dewasa di bawah tinggi potensi genetik - Ada gambaran dismorfik/sindroma Tatalaksana Pengelolaan/koreksi anak gangguan pertumbuhan tinggi tergantung penyebabnya. Penyebab yang dapat dikoreksi : Lambat tumbuh Penyakit menahun / kronis, kurang gizi, tuberkulosa,dll Mengalami suatu kekurangan hormon Jenis koreksi dengan memberikan pengobatan terhadap penyakit yang mendasarinya. Sedangkan anak perempuan yang sudah haid >3 tahun dan anak laki-laki normal >19 tahun, pertambahan tinggi badannya tidak dapat dikoreksi lagi.

Kepustakaan

1. Needleman RD. Growth and Development. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-16. Philadelphia: WB Saunders. 2000. 2. Soetjiningsih. Perkembangan anak dan permasalahannya. Dalam: Narendra MB, Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H, Ranuh G, penyunting. Buku ajar tumbuh kembang anak dan remaja. Edisi pertama. Jakarta; Sagung seto, 2002.

10

DEPARTEMEN IKA RSMH PALEMBANG Panduan Praktek Klinis

CEREBRAL PALSI No. Dokumen Tanggal Revisi 28 Juni 2011 No. Revisi

Kode ICD: G80 Halaman:

Ditetapkan Oleh, Ketua Divisi Tumbuh Kembang

Dr. Hj. Rismarini, Sp.A(K) Definisi : Suatu sindroma yang memperlihatkan kelainan dari fungsi motorik berupa kelainan gerak dan postural karena lesi yang statik akibat gangguan pertumbuhan, trauma atau infeksi syaraf motorik yang terjadi pada masa pertumbuhan Etilogi : Etiologi secara pasti belum diketahui, terutama pada masa prenatal. Etiologi dapat digolongkan atas 3 kelompok : B. Faktor-faktor prenatal 1. Anomali kongenital 2. Infeksi intra uterin 3. Radiasi intra uterin 4. Asfiksia intra uterin 5. Toksemia gravidarum C. Faktor-faktor perinatal 1. Asfiksia 2. Trauma lahir 3. Prematuritas D. Faktor-faktor postnatal 1. Kern icterus 2. Anoksia 3. Infeksi 4. Trauma Klasifikasi Klasifikasi yang sederhana adalah berdasarkan kelainan klinik yang lebih menonjol ditemui, yaitu : A. Spastic Cerebral Palsy 1. Spastic hemiphlegia 2. Spastic tetraphlegia 3. Spastic diphlegia 4. Spastic paraphlegia 5. Spastic monophlegia dan triphlegi B. Dyskinetik Cerebral palsy 1. Athetosis 2. Chorea athetosis 3. Bentuk-bentuk lain C. Ataxic Cerebral palsy D. Bentuk-bentuk campuran

11

Keadaan penyerta Retardasi mental Bangkitkan epilepsy Gangguan bicara Strabismus/ gangguan lapangan pandang Gangguan pendengaran Kriteria Diagnosis Adanya keterlambatan motorik yang bermakna Adanya kelainan neurologis. Tonus otot bervariasi dari hipotoni sampai dengan hipertoni dengan reflek fisiologis yang meningkat dan tanda-tanda spastisitas. Sering ditemukan gerakan-gerakan yang tidak terkontrol seperti korea, atetosis dan tremor, reflek primitif terlambat menghilang atau meningkat intensitasnya, mungkin juga ditemukan gangguan pada otot partial dan otot motor Anamnesis kemungkinan penyebab yang berhubungan dengan kehamilan, kelahiran atau penyakit-penyakit peri dan postnatal Pemeriksaan penunjang seperti EEG, foto kranium, CT-scan dan laboratorium sesuai indikasi, berguna untuk menyingkirkan penyakit yang masih aktif atau progresif. Tatalaksana Sebaiknya diakukan sedini mungkin secara multidisipliner dan mengikutsertakan orangtua/ keluarga. Pengobatan medikamentosa ditujukan untuk mengurangi spastisitas, menghilangkan bangkitan epilepsi, serta mengontrol gerakan abnormal. Usaha rehabilitasi, dilakukan fisioterapi, speech therapy sedini mungkin dan kadang-kadang diperlukan tindakan terapi orthopedis. Pendidikan penderita yang mengalami retardasi mental dengan menyekolahkannya di Sekolah Luar Biasa (SLB). Melakukan penerangan / bimbingan kepada orang tua serta masyarakat agar penderita dapat hidup wajar. Kepustakaan 1. Johnston VM. Cerebral Palsy. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. h. 2494-5. 2. Palmer FB, Hoon AH. Cerebral Palsy. Dalam: Parker S, Zuckerman B. Development and Behavioral Pediatric. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott; 2005. h. 145-51. 3. Blasco PA. Motor Delays. Dalam: Parker S, Zuckerman B. Development and Behavioral Pediatric. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott; 2005. h 42-7. 4. Williams J, Venning H. Physical disability. Dalam: Polnay L. Community Paediatrics.Edisi ke-3. Edinburgh: Churcill; 2003. h. 503-6. 5. Falconbridge J. Counselling. Dalam: Polnay L. Community Paediatrics. Edisi ke-3. Edinburgh: Churcill; 2003. h. 469-78.

12

DEPARTEMEN IKA RSMH PALEMBANG Panduan Praktek Klinis

GANGGUAN PSIKOMOTORIK PADA BAYI DAN ANAK No. Dokumen No. Revisi Tanggal Revisi 28 Juni 2011

Kode ICD: F.82 Halaman:

Ditetapkan Oleh, Ketua Divisi Tumbuh Kembang

Dr. Hj. Rismarini, Sp.A(K) Definisi : Adalah gangguan bertambahnya keterampilan dan fungsi yang kompleks. Etiologi 1. Faktor non organik atau psikososial Kurangnya kasih sayang, perhatian dan stimulasi 2. Faktor organik Penyakit yang mendasari seperti kelainan kongenital dan infeksi kronik Anamnesis Cara penilaian / menentukan perkembangan bayi dan anak 1. Diagnostik perkembangan fungsi Muchen. Pada penilaian ini yang dinilai adalah umur merangkak, umur duduk, umur berjalan, umur memegang, umur persepsi, umur berbicara, umur pengertian bahasa dan umur sosialisasi. 2. DDST (Denver Development Screening Test) Umur merangkak Bayi berumur 9 bulan baru bisa merayap / melata, umur 10 bulan bisa merangkak tanpa koordinasi, umur 11 bulan bisa merangkak pada tangan dan lutut dengan koordinasi, pada umur 12 bulan bisa merangkak dengan mantap. Apabila bayi pada umur 12 bulan belum bisa merangkak dengan mantap berarti perkembangan merangkaknya terlambat. Umur duduk Pada umur 8 bulan, bayi bisa didudukan dengan bertopang pada satu atau dua lengan ke depan, umur 9 bulan bisa duduk bebas selama paling sedikit 1 menit dan pada umur 10 bulan bisa duduk sendiri dengan baik. Apabila bayi berumur 10 bulan belum bisa duduk sendiri berarti perkembangan duduknya terlambat. Umur berjalan Refleks berjalan dimulai pada umur 9 bulan, kalau didirikan dapat berdiri dengan sepenuhnya menanggung berat badannya sebentar, pada umur 10 bulan dapat berdiri pegangan sendiri, umur 11 bulan bisa rambatan dan dituntun dengan tangan dua,umur 12 bulan bisa melangkah ke depan bila dipegang dengan satu tangan, umur 14-15 bulan berjalan sendiri, umur 2 tahun bisa naik turun tangga dan melompat rendah, umur 21/2 tahun bisa berjinjit dan umur 3 tahun bisa berdiri diatas satu kaki. Umur memegang Sejak lahir bayi sudah mempunyai refleks memegang, umur 3-4 bulan jari-jari sudah mulai setengah terbuka, umur 5 bulan mulai menyentuh mainan, umur 6 bulan betul-betul bisa memegang / meraih dengan seluruh telapak tangan dan memindahkan mainan dari satu tangan ke tangan lain, umur 10 bulan dapat 13

memegang benda kecil dengan telunjuk dan ibu jari dilengkungkan. Umur persepsi Bayi baru lahir bereaksi kesal apabila ada cahaya yang terlalu terang atau suara terlalu keras, umur 1 bulan sudah bisa mengikuti dengan mata benda yang bergerak di depannya ke sisi 45 derajat, umur 2-3 bulan bisa mengikuti benda bergerak dan bereaksi terhadap bunyi, umur 5 bulan bisa bereaksi mencari sumber bunyi, umur 7-8 bulan bisa berusaha meraih benda yang terjangkau, umur 9 bulan bisa meraih benda dalam kotak, umur 12 bulan bisa menarik mainan yang diikat, umur 18 bulan bisa menyusun balok 3 buah, umur 2 tahun bisa menarik garis lurus, umur 21/2 tahun mengenal 2-3 warna dan umur 3 tahun dapat menggambar lingkaran. Umur berbicara Bayi baru lahir hanya bisa menangis bila merasa kurang senang, sampai umur 8 bulan bisa bicara, umur 9 bulan mulai menggabungkan 2 buah suku kata ma-ma, ta-ta, umur 10 bulan bisa menirukan suku kata yang tepat, umur 11-12 bulan perkataan pertama yang berarti, umur 14 bulan perbendaharaan kata bertambah, umur 18 bulan 20 kata, umur 2 tahun dapat menyusun kalimat, umur 21/2 tahun dapat menggunakan kata benda dan kata kerja, umur 3 tahun dapat menggunakan kata ganti orang.

Umur pengertian bahasa Umur 10 bulan mengerti pertanyaan mengenai seseorang atau benda yang dikenalnya, umur 11 bulan bereaksi terhadap larangan yang diucapkan dengan menghentikan kegiatannya, umur 12 bulan anak mengerti perintah dan melakukan permintaan yang sederhana. Umur sosialisasi Bayi baru lahir tenang bila digendong, umur 1 bulan mulai melihat dan menghentikan kegiatan bila muncul muka seseorang, umur 2 bulan memandang muka seseorang, dan mengikuti pergerakannya, umur 3 bulan tersenyum sosial, umur 4-5 bulan tertawa nyaring bila di ajak bercanda, umur 6 bulan dapat membedakan orang yang sudah dikenal dan orang asing, umur 7 bulan memperhatikan dan mengikuti pengasuhnya, umur 8 bulan bermain ciluk-ba, umur 9-10 bulan mengerti takut / canggung terhadap orang lain, umur11-12 bulan memberikan mainannya yang di minta oleh pengasuhnya, 11/2 tahun kencing dan buang air teratur, umur 2 tahun dapat mengatakan hendak buang air/kencing, umur 3 tahun dapat memakai sendok dengan baik, dapat memakai sepatu. Pengelolaan Cari kelainan organik, diobati sesuai penyebab dan indikasi. Cari faktor psikologik/sosial Stimulasi dini Memberikan lingkungan psiko-sosial yang baik Kepustakaan 1. Soetjiningsih. Perkembangan anak dan permasalahannya. Dalam: Narendra MB, Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H, Ranuh G, penyunting. Buku ajar tumbuh kembang anak dan remaja. Edisi pertama. Jakarta; Sagung seto

14

DEPARTEMEN IKA RSMH PALEMBANG Panduan Praktek Klinis

GANGGUAN PENDENGARAN PADA ANAK No. Dokumen No. Revisi Tanggal Revisi 28 Juni 2011

Kode ICD: H90-H91 Halaman:

Ditetapkan Oleh, Ketua Divisi Tumbuh Kembang

Dr. Hj. Rismarini, Sp.A(K) Bentuk Klinis (Klasifikasi) Jenis dan derajat gangguan pendengaran 3. Tuli konduktif Dapat disebabkan oleh : Kelainan telinga luar atau tengah, umumnya oleh karena peradangan, contohnya OMSK Bentuk kepala yang abnormal (Kelainan Tuba Eustchii) Diskinesia cilia primer Osteosklerosis juvenil 4. Tuli sensorineural Kelainan koklea/ retrokoklea 5. Tuli campuran Terjadi pada tuli konduktif kemudian diikuti oleh tuli sensorineural Derajat ketulian pada pemeriksaan Audiometri : Ringan : 20-40 dB Sedang : 41-70 dB Berat : 71-95 dB Sangat berat : > 95 dB Klasifikasi : 1. Genetik : Sindromal Nonsindromal 2. Non genetik : Penyebab prenatal Penyebab perinatal Penyebab postnatal Kriteria Diagnosis Kriteria resiko pada bayi baru lahir (0-28 hari) 1. Adanya riwayat tuli kongenital dalam keluarga. 2. Penyakit infeksi prenatal (TORCH) 3. Kelainan / anomali pada daerah leher dan kepala. 4. Berat lahir kurang dari 1500 gram 5. Asfiksia neonatal dengan nilai APGAR yang rendah 6. Hiperbilirubinemia 7. Meningitis bakterialis 8. Pemberian obat ototoksik 9. Penggunaan ventilasi mekanik selama lebih dari 10 hari 10. Sindrom yang ada hubungannya dengan tuli sensorineural (sindroma Usher)

15

Kriteria resiko pada bayi (29 hari 2 tahun) 1. Perkembangan bicara dan atau bahasa yang terlambat 2. Meningitis bakterialis 3. Faktor resiko pada neonatus infeksi (TORCH) 4. Trauma kepala dengan fraktur longitudinal atau transversa di lobus temporalis 5. Sindroma yang berhubungan dengan tuli sensorineural (sindroma Usher) 6. Penggunaan obat ototoksik 7. Anak dengan penyakit neurodegeneratif misalnya neurofibromatosis, epilepsy mioklonik, ataksia friedreich 8. Penyakit infeksi pada anak yang diketahui ada hubungannya dengan tuli sensorineural misalnya gondongan, campak. Pemeriksaan pendengaran 1. Oleh orang tua a. Dengan tanda / isyarat dari Mc. Cormic b. Penuntun praktis ASHA (American Speech Language Hearing Association) 2. Oleh petugas a. Tes behavioral (memperhatikan reaksi anak terhadap bunyi) Metode pemeriksaan tergantung dari umur perkembangan anak : 1. Neonatus dengan reflek moro/ reflek kejut 2. 1-4 bulan dengan uji reaksi mendengar 3. 4-30 bulan dengan uji distriksi 4. 6-30 bulan dengan uji visual reinforcement 5. > 2 tahun dengan play audiometric 6. > 3 tahun dengan audiometric nada murni 7. > 7 tahun dengan speech audiometric b. TDD 3. Tes non behavior a. neonatus dengan Crib-O-Gram b. ABR (Auditory Brainstem Evoked Response) Skrining yang dianjurkan : 1. Bayi baru lahir dengan satu atau lebih faktor resiko 2. Skrining yang optimal pada umur kurang dari 3 bulan 3. Skrining awal dengan menggunakan ABR 4. Bila ABR belum tersedia, harus dirujuk untuk penilaian pada usia < 6 bulan 5. Kriteria lulus untuk ABR adalah adanya respon dari setiap telinga terhadap stimulus dengan intensitas 40 dB atau kurang 6. Dianjurkan menggunakan tranduser yang tidak menyebabkan kolapsnya saluran telinga 7. Perlu evaluasi lanjutan pada kasus-kasus dengan kemungkinan tuli progresif misalnya meningitis, infeksi intrauterine, asfiksia,dll 8. Jika hasil skrining awal meragukan maka perlu dirujuk ke ahli THT atau ahli audiologi untuk pemeriksaan selanjutnya. Anak harus dicurigai mengalami gangguan pendengaran bila terdapat beberapa hal sebagai berikut : 1. Adanya kecurigaan orang tua bahwa pendengaran anaknya kurang baik 2. Perkembangan berbicara dan berbahasa anak yang tidak normal 3. Gangguan pada skrining pendengaran 4. Adanya faktor resiko untuk gangguan pendengaran 5. Kebiasaan tingkah laku dan sosialisasi yang tidak baik 6. Prestasi sekolah yang tidak baik

16

Anak dengan dugaan gangguan pendengaran/ berbicara harus dikirim ke ahli THT Untuk mendapat pemeriksaan yang bertujuan : 1. Untuk menentukan apakah benar ada gangguan pendengaran atau bicara 2. Menentukan jenis gangguan pendengaran konduktif atau sensorineural 3. Menentukan derajat pendengaran atau gangguan pendengaran 4. Untuk menentukan umur munculnya gangguan pendengaran, karena gangguan pendengaran yang terjadi pada masa pralingual memberi pengaruh yang lebih berat terhadap anak 5. Untuk mencari kelainan lain yang mungkin menyertainya. Tatalaksana 1. Hearing Aid (Alat Bantu mendengar = ABM) sedini mungkin. Evaluasi dan observasi berkala. Anak < 5 tahun setiap 6 bulan 2. Penanganan di rumah, meningkatkan pengertian/pengetahuan orangtua 3. Pendidikan khusus, teman latihan, teman bermain, kelas persiapan SLB-B 4. Speech therapy (terapi wicara) Kepustakaan 1. Glascoe FG. Developmental screening and surveillance. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. 2. Narendra MB, Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H, Gde Ranuh IGN, penyunting. Buku Ajar I Tumbuh Kembang dan Remaja. Jakarta: IDAI; 2005. 3. Blackman JA. Developmental screening: Infants, toddlers, and preschoolers. Dalam: Levine MD, Carey WB, Crocker AC, penyunting. Developmental- Behavioral Pediatrics. Edisi ke-3. Philadelphia: Saunders; 1999. 4. Glascoe FG. Developmental screening. Dalam Parker S, Zuckerman B, Augustyn M, penyunting. Developmental and behavioral pediatrics. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2004.

17

DEPARTEMEN IKA RSMH PALEMBANG Panduan Praktek Klinis

GANGGUAN BICARA DAN BAHASA PADA ANAK No. Dokumen No. Revisi

Kode ICD: F80.9 Halaman:

Tanggal Revisi 28 Juni 2011

Ditetapkan Oleh, Ketua Divisi Tumbuh Kembang

Dr. Hj. Rismarini, Sp.A(K) Etiologi: 1. Faktor biologi - Gangguan pendengaran - Kelainan organ bicara dan bahasa - Retardasi mental - Kelainan genetik atau kromosom - Autisme - Mutisme selektif - Keterlambatan fungsional - Afasia reseptif - Gangguan bahasa spesifik (Specific Language Impairment) - Sindroma Landau-Kleffner (sangat jarang) - Penyakit metabolik dan neurodegeneratif 2. Faktor lingkungan - Lingkungan yang sepi - Status sosial ekonomi - Teknik pengajaran yang salah - Sikap orangtua - Lingkungan yang kurang memberikan stimulasi - Child abuse - Pemakaian bahasa bilingual Klasifikasi Klasifikasi Menurut DSM IV 1. Gangguan Bahasa Ekspresif Perkembangan bahasa ekspresif berada dibawah ukuran standar perkembangan bahasa ekspresif dan kapasitas non verbal. Gejala meliputi : perbendaharaan kata-kata terbatas, kesulitan membuat kalimat, sulit mengingat kata-kata atau membuat kalimat panjang dan kompleks. 2. Gangguan Bahasa reseptif , ekspresif campuran Perkembangan bahasa reseptif dan ekspresif berada dibawah ukuran standar kapasitas intelektual nonverbal Gejala berupa gangguan bahasa ekspresif dan kesulitan memahami kata-kata atau jenis kata-kata berurutan 3. Gangguan Fonologi Gagal menggunakan suara-suara yang sesuai dengan umur dan dialek misal: kesalahan dalam memproduksi kata-kata menggunakan atau mengorganisasikan kata-kata, menggantikan satu suara dengan yang lain atau menghilangkan suara. 4. Gagap Gangguan pada kelancaran dan waktu bicara yang tak sesuai dengan umur anak 5. Gangguan komunikasi yang tak tergolongkan Misal: gangguan suara(karena kelainan pita suara, kebenaran, kualitas, nada atau suara) 18

Klasifikasi menurut Rutter : RINGAN Keterlambatan akuisisi dari bunyi, kata-kata, bahasa normal SEDANG Keterlambatan lebih berat dari akusisi bunyi,katakata dan perkembangan bahasa terlambat BERAT Keterlambatan lebih berat dari akusisi dan bahasa, gangguan pemahaman bahasa SANGAT BERAT Gangguan pada seluruh kemampuan bahasa

Dislalia Disfasia ekspresif Disfasia reseptif dan tuli persepsi Tuli persepsi dan tuli sentral

Bentuk Klinis Kecurigaan adanya gangguan perkembangan kemampuan bahasa menurut Aram DM 1. Pada usia 6 bulan anak tidak mampu memalingkan mata serta kepalanya terhadap suara yang datang dari belakang atau samping. 2. Pada usia 10 bulan anak tidak memberi reaksi terhadap panggilan namanya sendiri. 3. Pada usia 15 bulan tidak mengerti dan memberi reaksi terhadap kata-kata jangan, dada dan sebagainya. 4. Pada usia 18 bulan tidak dapat menyebut 10 kata tunggal. 5. Pada usia 21 bulan tidak memberi reaksi terhadap perintah (misalnya duduk, kemari, berdiri) 6. Pada usia 24 bulan tidak bisa menyebut bagian-bagian tubuh. 7. Pada usia 24 bulan belum mampu mengetengahkan ungkapan terdiri dari 2 buah kata. 8. Setelah usia 24 bulan hanya mempunyai perbendaharaan kata yang sangat sedikit. 9. Pada usia 30 bulan ucapannya tidak dapat dimengerti oleh anggota keluarga. 10. Pada usia 36 bulan belum dapat mempergunakan kalimat-kalimat sederhana. 11. Pada usia 36 bulan tidak bisa bertanya dengan menggunakan kalimat-kalimat sederhana. 12. Pada usia 36 bulan ucapannya tidak dimengerti oleh orang diluar keluarganya. 13. Pada usia 31/2 tahun selalu gagal menyebut kata akhir (ca untuk cat, ba untuk ban, dll) 14. Setelah usia 4 tahun tidak lancar baerbicara . 15. Setelah usia 7 tahun masih ada kesalahan ucapan. 16. Pada usia berapa saja terhadap hipernasalitas dan hiponatalitas, sangat keras dan tidak dapat didengar serta terus menerus memperdengarkan suara serak. Anak dengan gangguan pendengaran partial dapat mengerti ucapan beberapa kata. Anak lebih banyak menggunakan cara lain untuk berkomunikasi, seperti isyarat, atau penggunaan kode-kode yang dapat dimengerti oleh lawan komunikasinya. Anak RM bicara lebih lambat dibanding anak normal. Mereka mengalami keterlambatan baik reseptif maupun ekspresif, mereka kesulitan dalam menggunakan dan membuat konsep bahasa tingkat tinggi Gangguan komunikasi pada anak autisme umumnya akan derajat berat, baik verbal maupun non verbal, selain terlambat bicara, mereka sering meracau dengan bahasa yang tidak dimengerti oleh orang lain. Sedangkan pada Mutisme selektif, perkembangan bahasa sesuai usia tetapi anak tidak mampu bicara pada situasi sosial tertentu

19

Kriteria Diagnosis Anamnesis mencakup perkembangan bahasa, bicara anak, termasuk faktor resiko dan penyebab gangguan bicara Instrumen penyaring : DENVER, ELMS Pemeriksaan fisik : untuk mencari penyebab gangguan bicara, meliputi : TB. PB, Lingkar kepala, kelainan telinga luar, telinga dalam, celah palatum, dll Evaluasi perilaku Mengamati anak saat bermain sangat membantu dalam mengidentifikasi gangguan tingkah laku Pemeriksaan penunjang; setiap anak dengan gangguan bicara harus diperiksa fungsi pendengaranya. Bila dicurigai RM dilakukan test intelegensi Tatalaksana A. Cari faktor penyebab, bila mungkin diatasi. B. Speech Therapy Ad.A. Konsultasi 1. Psikiater anak Bila ada gangguan bahasa dan tingkah laku. 2. Ahli THT Untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran 3. Ahli syaraf anak Untuk mengetahui adanya kelainan neurologi 4. Mencari penyakit metabolik dan gangguan organik lainnya.

Ad.B. Rujukan untuk Speech Therapy Indikasi : 1. Anak berumur 20-24 bulan belum bicara satu katapun. 2. Anak berumur 28-30 bulan belum bisa mengucapkan kata-kata 3. Anak berumur 3 tahun atau lebih bicaranya tidak bisa dimengerti 4. Bila orang tua mengkhawatirkan kemampuan bicara anaknya, pada usia berapapun.

20

Algoritme tatalaksana gangguan bahasa pada anak

Anak dengan gejala gangguan bicara dan berbahasa Rujuk ke: Bedah Mulut / Neuropediatri

Gangguan organik alat bicara

Ya

Tidak

Tes pendengaran

Skrining Perkembangan umum (Mis : Denver II)

Tes intelegensia non verbal

Abnormal

Normal

Abnormal

Normal

Normal

Abnormal

Gangguan Pendengaran

Motorik : Palsi serebralis Personal Sosial : Autisme

Retardasi Mental

THT dan Terapi Wicara Tidak

Gangguan defisit perhatian dan hiperaktivitas Ya

Terapi wicara Terapi okupasi

Tidak bicara hanya pada lingkungan tertentu

ADHD Gangguan Perkembangan bicara dan berbahasa : 1. Tipe ekspresif 2. Tipe reseptif ekspresif 3. Gangguan fonologi 4. Gagap 5. Kelainan Suara

Terapi wicara Psikiater / Psikolog

Mutisme Selektif

Halusinasi, gangguan pikiran

Skizofrenia anak

Psikiater / Psikolog

21

Kepustakaan 5. Glascoe FG. Developmental screening and surveillance. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. h. 74-80. 6. Narendra MB, Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H, Gde Ranuh IGN, penyunting. Buku Ajar I Tumbuh Kembang dan Remaja. Jakarta: IDAI; 2005. h. 1-126. 7. Blackman JA. Developmental screening: Infants, toddlers, and preschoolers. Dalam: Levine MD, Carey WB, Crocker AC, penyunting. Developmental- Behavioral Pediatrics. Edisi ke-3. Philadelphia: Saunders; 1999. h 689-95. 8. Glascoe FG. Developmental screening. Dalam Parker S, Zuckerman B, Augustyn M, penyunting. Developmental and behavioral pediatrics. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2004. h 41-50. 9. Illingworth RS. The normal child. Edisi 10. India: Elsevier: 2005. h.127-89. 10. Knight JR dkk, penyunting. Bright Futures case studies for primary care clinicians: child development and behavior. The Bright Futures Center for pediatric education in growth and development, behavior and adolescent health. Children hospital, Boston. 2001. 11. UKK Tumbuh Kembang-Pediatri Sosial IDAI. Deteksi dan intervensi kelainan gangguan bicara dengan ELMS-2. Yogyakarta, 2007.

22

DEPARTEMEN IKA RSMH PALEMBANG Panduan Praktek Klinis

AUTISME INFANTIL No. Dokumen Tanggal Revisi 28 Juni 2011 No. Revisi

Kode ICD: F84.0 Halaman:

Ditetapkan Oleh, Ketua Divisi Tumbuh Kembang

Dr. Hj. Rismarini, Sp.A(K) Definisi Autisme atau dikenal juga sebagai autisme infantil adalah gangguan perkembangan yang luas dan berat (pervasive) dengan karakteristik gangguan komunikasi, interaksi sosial, dan prilaku yang gejalanya mulai tampak pada anak sebelum usia 3 tahun. Menurut PPDGJ-III (Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa-III) 1993, autisme digolongkan gangguan perkembangan pervasive (Pervasive Developmental Disorder; PDD) Menurut DSM yang tergolong dalam PDD adalah - Autistic disorder (autisme) - Asperger syndrom - PDD Not Otherwie Spesified (PPD NOS) - Childhood disintegratif disorders - Rett Syndrom Angka kejadian / prevalensi Sepuluh tahun yang lalu diperkirakan 1 per 5000 anak. Sekarang meningkat menjadi 1 per 500 anak. perbandingan pria dan wanita yaitu 4 : 1. Etiologi Penyebab autisme masih merupakan misteri sehingga timbul berbagai macam teori yang hanya didasarkan atas asumsi saja. 1. Faktor psikologis 2. Faktor biologis - genetik - gangguan pertumbuhan sel otak (neuroanatomi) - kimiawi otak (neurokemistri) - prenatal 3. Faktor imunologi 4. Infeksi virus Anamnesis Gejala gejala Gejala autisme biasanya timbul sebelum anak berusia 3 tahun. Pada sebagian anak gejala-gajala bisa sudah ada sejak lahir yang akan tampak makin jelas setelah anak mencapai 3 tahun. 1. Gangguan dalam bidang komunikasi verbal maupun non verbal Telambat bicara Meracau dengan bahasa yang tidak dimengerti orang lain Bicara tidak dipakai untuk berkomunikasi Meniru atau membeo (echolalia) Pandai meniru nyanyian, nada maupun kata-katanya tanpa mengerti artinya Sebagian (20 %) anak-anak ini tetap tak dapat bicara sampai dewasa 23

2.

3.

4.

5.

6. 7. 8. 9. 10.

Bila menginginkan sesuatu ia menarik tangan yang terdekat dan mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya Gangguan dalam bidang interaksi sosial Menolak / menghindar untuk bertatap mata (kontak mata tidak ada) Tak mau menengok untuk dipanggil Seringkali menolak untuk dipeluk Tidak ada usaha melakukan interaksi dengan orang lain, asyik main sendiri Bila didekati untuk diajak main malah menjauh Gangguan dalam bidang perilaku Pada anak autis terdapat perilaku yang berlebihan dan kekurangan Contoh perilaku yang berlebihan: Hiperaktivitas motorik seperti tidak bisa diam, lari ke sana ke mari tak terarah, melompat-lompat, berputar-putar, mmukul-mukul pintu atau meja, mengulang-ngulang gerakan tertentu. Perilaku ini dapat membahayakan diri sendiri dan berupa agresifitas melawan orang lain Perilaku yang kekurangan, contohnya: o Duduk dia bengong dengan tatap mata yang kosong, bermain secara monoton dan kurang variatif secara berulang-ulang. o Duduk diam terpaku oleh sesuatu hal, misalnya bayangan atau benda yang berputar. Kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu seperti sepotong tali, kartu, kertas, gambar, gelang karet atau apa saja yang terus dipegangnya dan dibawa ke mana-mana Gangguan dalam bidang perasaan/ emosi Tidak ada kurangnya empati, misalnya melihat anak menangis tidak merasa kasihan melainkan merasa terganggu sehingga anak yang menangis tersebut mungkin didatangi dan dipukulnya Tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-marah tanpa sebab yang nyata Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum). Terutama bila tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, ia bisa menjadi agresif dan destruktif (merusak) Gangguan dalam persepsi sensoris (tactile, auditory hipersensity ) Mencium-cium, menggigit atau menjilat mainan atau benda apa saja Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga Tidak menyukai rabaan atau pelukan Merasa sangat tidak nyaman bila memakai pakaian dari bahan yang kasar Gangguan tidur dan makan Gangguan efek dan mood (suasana hati) Gangguan kejang Aktivitas dan minat yang terbatas Gangguan kognitif : 75-80% anak autis mengalami retardasi mental.

Gejala-gejala diatas tidak harus ada semuanya pada setiap anak, tergantung pada berat atau ringannya keadaan autisnya. Kriteria Diagnosis Menurut ICD-10 1993 & DSM IV 1994, kriteria diagnosis autisme infantile adalah sebagai berikut : A. Harus ada setidaknya 6 gejala dari 1, 2 dan 3 dengan minimal 2 gejala dari 1 dan masing-masing satu gejala dari 2 dan 3 1. Gangguan kualitatif dalam integrasi sosial yang timbal balik. Minimal harus ada 2 dari gejala dibawah ini : a. Tidak mampu menjalani interaksi sosial yang cukup memadai: kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-gerik kurang 24

tertuju. b. Tak bisa bermain dengan teman sebaya c. Tak ada empati (tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain) d. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal balik 2. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal harus ada satu gejala dibawah ini : a. Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tak berkembang, anak tidak berusaha berkomunikasi secara nonverbal b. Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak dapat dipakai untuk komunikasi c. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang d. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang dapat meniru 3. Adanya suatu pola yang dipertahankan, diulang-ulang dalam perilaku, minat dan kegiatan. Minimal harus ada satu gejala dibawah ini : a. Mempertahankan suatu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan b. Terpaku pada satu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tak ada gunanya c. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang d. Sering kali sangat terpukau pada bagian-bagian benda B. Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang 1. Interaksi sosial 2. Bicara + Bahasa 3. Cara bermain yang monoton, kurang variatif C. Bukan disebabkan oleh sindroma Rett atau gangguan disintegratif masa kanak-kanak Differential Diagnosis : 1. Retardasi mental (RM) 2. Skizofrenia : tidak ada RM, ada waham 3. Gangguan perkembangan bahasa : komunikasi nonverbal baik (isyarat +), stereotipik (-) 4. Gangguan penglihatan dan pendengaran 5. Gangguan kelekatan yang reaktif : kesalahan pengasuhan 6. PDD - Sindroma Rett : (7-24 bulan, perempuan, mula-mula normal kemudian mundur, terdapat stereotipi) - Sindroma Asperger: sama dengan autisme tapi bahasa baik, IQ normal / tinggi - Gangguan desintegrasi masa anak: mula-mula normal sampai 2 tahun. Kemudian sama dengan autisme dengan gangguan ketiga bidang 7. ADHD/GPPH : Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas : interaksi sosial baik, komunikasi nonverbal baik, minat aktivitas terarah dan sesuai ada tujuan walau tak selesai

25

Tatalaksana Tujuan : - mengurangi masalah perilaku yang abnormal - meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya, terutama dalam penguasaan bahasa Tujuan ini dapat tercapai dengan baik melalui suatu program terapi yang menyeluruh dan bersifat individual dan ditangani oleh satu tim kerja yang terpadu yang terdiri dari: tenaga pendidik, tenaga medis (psikiater, dokter anak), psikolog. Ahli terapi wicara, pekerja sosial, fisioterafis dan perawat. Berbagai jenis terapi yang harus di jalankan secara terpadu tersebut, sesuai dengan keadaan dan keperluan anak, mencakup : 1. Terapi medikamentosa 2. Terapi medikamentosa 1. Terapi medikamentosa: Pada penderita autisme dengan gejala-gejala seperti tempertantrum, agresifitas, melukai diri sendiri dan stereotifik, pemberian obat akan membantu memperbaiki respon anak terhadap lingkungan sehingga ia lebih mudah menerima terapi yang lain. Obat-obat yang diberikan adalah obat-obat yang mempengaruhi kerja sel otak dan memperbaiaki abnormalitas kadar neurotransmitter, seperti: - Risperidon, dimulai dengan dosis 2 x 0,1 mg, dapat dinaikkan o,25 mg setiap 3-5 hari sampai tercapai dosis 1-2 mg/hari. Dapat memperbaiki hubungan sosial, atensi, agresifitas, hiperaktifitas dan perilaku menyakiti diri sendiri. - Haloperidol, dosis 0,25-3 mg/ hari, dibagi 2-3 dosis. Dapat memperbaiki agresifitas, hiperaktifitas, iritabilitas dan stereotifik. - Thioridazine, dosis 0,5-3 mg/ kg/ hari dibagi 2-3 dosis. Dapat menurunkan agresifitas dan agitasi. 2. Terapi nonmedikamentosa: - Terapi prilaku Keadaan hiperaktifitas, impulsifitas, gerakan stereotifik, cara bermain yang tidak sama dengan anak lain, juga adanya agresifitas, temper tantrum, dan cenderung melukai diri sendiri memerlukan intervensi perilaku. Metode yang banyak dipakai adalah ABA (Applied Behavioral Analysis). Keberhasilan terapi sangat tergantung padausia saat terapi dilakukan, kecerdasan anak, dan intensitas terapi. Usia terbaik adalah sekitar 2-3 tahun dan intensitas terapi sekitar 40 jam perminggu. - Terapi bicara Terapi bicara perlu dilakukan sejak dini dengan intensif bersama dengan terapi lain. - Terapi okupasi Terapi okupasi diperlukan untuk melatih motorik kasar/ halus dan ketrampilan agar anak dapat melakukan gerakan memegang, menggunting, menulis dengan terkontrol dan teratur. - Sensori integrasi Pada anak dengan autis sering terjadi diorganisasi fungsi saraf yang menimbulkan berbagai gangguan sensorik, seperti koordinasi motorik yang buruk, aktivitas yang tidak terkontrol, hiper/hiposensitif, perilaku melukai diri sendiri. Sensori integrasi adalah pengorganisasian informasi melalui semua sensori yang ada (gerakan, sentuhan, penciuman, pengecapan, penglihatan, pendengaran, body awareness dan gravitasi) untuk 26

-

-

-

mengahsilkan respons yang bermakna. AIT (Auditory Integration Training) Diberikan kepada individu yang hipersensitif terhadap suara dan mengganggu pendengaran mereka. Mulanya ditentukan deng suara yang mengganggu pendengaran dengan perangklat audiometer. lalu diikuti seri terapi yang memperdengarkan suara-suara yang direkam, tetapi tidak disertai dengan suara yang menyakitkan. Selanjunya dilakukan desnsitisasi terhadap suara yang menyakitkan tersebut. Terapi Edukasi Intervensi dalam bentuk pelatihan ketrampilan sosial, ketrampilan sehari-hari agar anak dapat mandiri. Salah satu metode yang banyak dipakai adalah metode TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related Communication Handicapped Children). metode ini sangat terstruktur, mengintegrasikan metode klasik yang individual, metode pengajaran yang sistematik, terjadwal dan dalam ruang kelas yang ditata khusus. Terapi diet Terapi diet bebas glutein dan casein boleh dipertimbangkan bila dengan diet tersebut ada penurunan hiperaktifitas.

Komplikasi dan Prognosis Dengan penatalaksanaan yang tepat dan terpadu gejala-gejala autistiknya bisa dikurangi semaksimal mungkin. Bila anak tersebut mempunyai kecerdasan yang normal atau tinggi, tidak tertutup kemungkinan ia bisa mencapai jenjang pendidikan yang tinggi. Prognosis penyandang autisme sangat tergantung dari diagnosis dini, berat ringannya gejala, kecerdasan anak, umur pada saat terapi, kemampuan bicara dan terutama intensitas terapi. Keterlibatan orang tua sangat mempengaruhi dan penting dalam membantu kemajuan anaknya .Penyandang autisme dikatakan sembuh bila ia telah bisa membaur dan mandiri dalam masyarakat. Kepustakaan 1. Dalton R, Forman MA. Autistic Disorder. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. h. 87-8 2. Caronna EB. Autism. Dalam: Parker S, Zuckerman B. Development and Behavioral Pediatric. Edisi 2. Philadelphia: Lippincott; 2005. h. 124-9. 3. Falconbridge J. Counselling. Dalam: Polnay L. Community Paediatrics. Edisi ke-3. Edinburgh; Churcill; 2003. h. 469-78. 4. Tanguay PE. Pervasive developmental disorders A. 10 year- review. J. Am. Acad. Child Adolesc Psychiatry. 2000; 39:1079-95 5. Maestro S, Muratori F. Attentional skill during the first 6 month of age in autism spectrum disorder. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry. 2002; 41:10 6. Brereton AV, Tonge BJ. Screening young people for autism with the developmental behavior check-list. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry. 2002; 41:11 7. Baird G, Charman T. A screening instrument for autism at 18 months of age: A 6year follow up study. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry. 2000; 39:6 8. Hardiono DP. Deteksi dan diagnosis autism. Disampaikan pada Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XIV. Jakarta, 18-19 Februari 2002. 9. Alisjahbana A. Tanda awal dari autisme. Disampaikan pada konferensi nasional autism-1. Jakarta, 2-4 Juli 2003. 10. Filipek PA, Acardo PJ, Aswahwal S, Baronek GT, Cook EH, Dawson G, dkk. Practise parameter: screening and diagnosis of autism. Neurology. 2000.; 55: 468-79 11. Task Force on DSM-IV. Diagnostic and statistical manual of mental disorders. Washington: American Psychiatric Association; 1994. h 66-71. 27

DEPARTEMEN IKA RSMH PALEMBANG Panduan Praktek Klinis

RETARDASI MENTAL No. Dokumen Tanggal Revisi 28 Juni 2011 No. Revisi

Kode ICD: F79 Halaman:

Ditetapkan Oleh, Ketua Divisi Tumbuh Kembang

Dr. Hj. Rismarini, Sp.A(K) Definisi Fungsi intelektual dibawah rata-rata (IQ < 70), disertai adanya kendala dalam penyesuaian perilaku adaptif sosial dan gejalanya timbul dalam masa perkembangan (usia < 18 tahun) Etiologi : - adanya disfungsi otak - kompleks dan multifaktorial - faktor potensial : non organik, organik Faktor Non Organik - kemiskinan - keluarga tidak harmonis - interaksi anak-pengasuh yang tidak baik - penelantaran anak - faktor sosiokultural Faktor Organik 1. Faktor Prakonsepsi kelainan genetik (penyakit metabolik, kelainan neurokutaneus) kelainan kromosom (X-linked, translokasi, fragile-X) 2. Faktor Pranatal kelainan kromosom (sindroma down) Defisiensi hormonal (hipotiroid kongenital) infeksi intra uterin (TORCH, HIV) zat-zat teratogen (alkohol, radiasi, kokain, logam berat) disfungsi plasenta ibu DM toksemia gravidarum ibu malnutrisi 3. Faktor Perinatal premature asfiksia neonatorum trauma lahir, perdarahan intrakranial meningitis kelainan metabolik : hipoglikemia, hiperbilirubinemia 4. Faktor postnatal trauma berat pada kepala / SSP neurotoksin (misal logam berat) anoksia (misal tenggelam) kelainan metabolik gizi buruk infeksi (meningitis, ensefalitis) 28

Klasifikasi Berdasarkan nilai IQ : RM borderline RM ringan RM sedang RM berat RM sangat berat

IQ 70-79 IQ 52-69 IQ 36-51 IQ 20-35ia IQ < 20

Berdasarkan gejala : Tipe klinik : - kelainan fisik dan mental cukup berat mudah dideteksi dini - penyebab >> kelainan organik - perlu perawatan terus menerus Tipe sosial budaya - penampilan seperti anak normal - tidak bisa mengikuti pelajaran di sekolah - >> RM borderline dan RM ringan Kelainan yang menyertai : palsi serebral epilepsi gangguan pendengaran gangguan penglihatan hidrosefalus autisme infantile gangguan psikiatrik lain Kriteria Diagnosis : Anak dicurigai RM bila perkembangannya dibawah rata-rata anak seusianya anamnesis untuk mencari penyebab kelainan organik / non organik skrining tes Denver anak RM perkembangan terlambat di semua bidang, kecuali kadang-kadang pada bidang motorik kasar tes IQ (usia > 6 tahun) pemeriksaan laboratorium atas indikasi, bukan rutin Tatalaksana umum : masalah pendidikan, edukasi dan latihan tim multidisiplin (dokter anak, psikiater, neurolog, psikolog, guru, terapis okupasi, terapi bicara, perawat) sesuai dengan IQ SLB RM ringan mampu didik diajar baca tulis bisa dilatih keterampilan tertentu sebagai bekal hidup dan mandiri seperti orang dewasa normal memerlukan bimbingan dari keluarga RM sedang mampu latih bisa dilatih keterampilan tertentu (pertukangan, pertanian) dilatih mengurus diri sendiri selalu memerlukan bimbingan dan pengawasan

29

RM berat dilatih higiene dasar saja dilatih kemampuan bicara yang sederhana tidak dapat dilatih keterampilan kerja memerlukan pengawasan dan bimbingan seumur hidup RM sangat berat kemampuan berbahasa sangat minimal seluruh hidup tergantung pada orang disekitarnya Kepustakaan 1. Shonkoff JP. Mental Retardation. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. h. 125-9 2. Kastner W. Mental Retardation: Behavioral Probelms Palsy. Dalam: Parker S, Zuckerman B. Development and Behavioral Pediatric. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott; 2005. h. 234-7 3. Coulter DL. Mental Retardation: Diagnostic Evaluations. Dalam: Parker S, Zuckerman B. Development and Behavioral Pediatric. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott; 2005. h. 238-41 4. Williams J, Venning H. Physical disability. Dalam: Polnay L. Community Paediatrics. Edisi ke-3. Edinburgh: Churcill; 2003. h. 503-6. 5. Falconbridge J. Counselling. Dalam: Polnay L. Community Paediatrics. Edisi ke-3. Edinburgh: Churcill; 2003. h. 469-478

30

DEPARTEMEN IKA RSMH PALEMBANG Panduan Praktek Klinis

ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD) No. Dokumen No. Revisi Tanggal Revisi 28 Juni 2011

Kode ICD: F90.0 Halaman:

Ditetapkan Oleh, Ketua Divisi Tumbuh Kembang

Dr. Hj. Rismarini, Sp.A(K) Definisi: ADHD adalah kelompok tingkah laku (sindroma tingkah laku) yang terdiri dari gangguan hiperaktif dan/atau impulsif dan/atau kurang perhatian (inatentif) yang tampak pada awal kehidupan anak dan akan menetap setelah masa anak dan remaja, walaupun manifestasi tingkah laku berubah tergantung rentang perkembangan. Angka kejadian / prevalensi - Prevalensi 4-6% pada anak usia sekolah dasar (di Amerika Serikat) - Prevalensi < 20% pada status sosioekonomi rendah (di Amerika Serikat) - Laki-laki : Perempuan = 6 : 1 (menurut Esther Wender) Etiologi: 1. Faktor Genetik. Penelitian dari hubungan tingkat satu dan dua (orangtua, saudara kandung, nenek/kakek) dari anak dengan ADHD memperlihatkan insiden penyakit yang lebih tinggi daripada populasi 2. Perbedaan dari otak. Studi binatang menunjukkan perubahan profil neurotransmitter pada ADHD. PET menunjukkan aktivitas sebagian korteks serebral, terutama lobus frontalis. Variasi insult pada SSP (prematur, paparan obat prenatal, infeksi) juga berhubungan dengan ADHD. 3. Faktor Lingkungan. Psikopatologi orangtua, status sosioekonomi yang rendah memainkan peranan pada etiologi atau yang mengeksaserbasi ADHD. Lingkungan keluarga, termasuk monitoring yang lemah dan pendekatan hukuman untuk disiplin dapat memperbesar gejala ADHD. Klasifikasi Berdasarkan tipe : 1. Attention Deficit/Hiperactivity Disorder, Predominantly Inattentive Type : jika kriteria A(1) dipenuhi tapi kriteria A(2) tidak, dalam 6 bulan terakhir. 2. Attention Deficit/Hiperactivity Disorder, Predominantly Hiperactive Impulsive Type : jika kriteria A(2) dipenuhi tapi kriteria A(1) tidak, dalam 6 bulan terakhir. 3. Attention Deficit/Hiperactivity Disorder, Combined Impulsive Type : jika 4. kedua kriteria A(1) dan kriteria A(2), dipenuhi dalam 6 bulan terakhir. Kriteria Diagnosis A. Kurang perhatian atau hiperaktifitas impulsifitas 1. Kurang perhatian : terdapat minimal 6 dari gejala berikut yang menetap selama minimal 6 bulan dalam derajat yang maladaptive dan inkonsisten dengan tingkat perkembangan : Selalu gagal memperhatikan secara detail atau melakukan kesalahan yang ceroboh dalam pekerjaan sekolah, pekerjaan atau kegiatan lainnya. Selalu kesulitan dalam mempertahankan perhatian dalam pekerjaan atau kegiatan bermain. Selalu seolah-olah tidak mendengar apa yang dikatakan kepadanya. 31

Selalu tidak mengikuti perintah dan gagal untuk menyelesaikan pekerjaan sekolah, koor atau tugas di tempat kerja (bukan karena ikap melawan atau kegagalan untuk mengerti perintah). Selalu kesulitan dalam mengorganisir tugas atau kegiatan. Selalu menghindari, menyatakan keengganan tentang atau mengalami kesulitan dalam keterlibatan dengan tugas yang membutuhkan usaha mental yang lama (seperti pekerjaan sekolah dan PR). Selalu kehilangan barang-barang yang diperlukan untuk tugas dan kegiatan (mis: tugas sekolah, pensil, buku, alat-alat atau mainan) Selalu mudah teralihkan perhatiannya oleh stimulus dari luar.

B. C. D. E.

2. Hiperaktifitas impulsifitas : terdapat minimal 5 dari gejala berikut yang menetap selama minimal 6 bulan dalam derajat yang maladaptive dan inkonsisten dengan tingkat perkembangan : Hiperaktifitas Selalu tidak bisa diamnya tangan atau kaki atau mengeliat-geliat pada waktu duduk. Meninggalkan kursi dalam kelas atau pada situasi lain dimana seharusnya anak tetap duduk di kursinya. Selalu berlari kesana kemari atau memanjat berlebihan dalam situasi yang tidak sesuai. Selalu kesulitan bermain atau terlibat dalam kegiatan yang santai dan tenang. Selalu siap pergi atau bersikap seolah-olah dikejar motor. Selalu berbicara berlebihan. Impulsifitas Selalu cepat-cepat menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan selesai diajukan. Selalu kesulitan menunggu dalam barisan atau menunggu giliran dalam permainan atau dalam situasi kelompok. Selalu menyelak atau menyerobot orang lain (mis: ikut dalam percakapan orang lain atau permainan) Beberapa simptom yang menyebabkan ganggguan telah ada sebelum usia 7 tahun. Beberapa simptom yang menyebabkan gangguan ada pada lebih dari 2 setting (mis: di sekolah, tempat kerja dan di rumah). Harus ada bukti jelas dari gangguan klinis yang bermakna dalam bidang social, akademis atau fungsi pekerjaan. Tidak ada secara eksklusif selama perjalanan penyakit perkembangan pervasive, skizofrenia atau penyakit psikotik lainnya dan tidak disebabkan gangguan mood, ansietas atau gangguan kepribadian.

Differential Diagnosis Gangguan perkembangan pervasif (autis dan penyakit seperti autis) Penyakit yang mempengaruhi perasaan (depresi). Reaksi-reaksi terhadap stress (mis: gangguan stress pasca trauma) Hipertiroid Anemia defisiensi Fe Keracunan timah hitam Tuli

32

Langkah diagnostik 1. Anamnesis 2. pemeriksaan fisik. Difokuskan kepada DD/. 3. Gangguan neurologis. ADHA sering berhubungan dengan gangguan neurologis nonspesifik yang menunjukkan imaturitas neurologis atau lemahnya koordinasi. 4. Pemeriksaan penunjang a. Tes diagnostik. Hanya untuk menyingkirkan DD/. b. Tes psikologis. Jika dicurigai masalah akademis dilakukan tes psikologis atau diagnostik edukasi atau bicara dan bahasa, Beberapa tes dibutuhkan untuk menyingkirkan dan juga mengidentifikasi secara adekuat masalah belajar. Tatalaksana A. Medikasi. Stimulans SSP meningkatkan atensi, menormalisasi level aktivitas dan mengurangi impulsif. Jika anak juga melawan dan menyimpang akan meningkatkan kepatuhan, mengurangi kelabilan emosi dan menurunkan sifat antisosial. Medikasi diberikan jika gejala ADHD menyebabkan efek negatif yang nyata terhadap kemampuan akademik dan sosial anak. Obat-obat yang biasa dipakai antara lain: - Metilfenidat, dimulai dengan dosis 0,3 mg/ kg/ kali, 2 kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan 0,15 mg/ kg/ kali sampai didapat efek optimal. Dosis maksimal 20 mg/ hari. - Dekstroamfetamin, dimulai dengan dosis 0,15 mg/ kg/ kali, 2 kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan 0,15 mg/ kg/ kali. Dosis maksimal 5 mg/ hari. - Pemoline, dosis anak 8 tahun: 37,5 mg pagi + 18,75 mg siang. Jika satu obat tidak efektif atau timbul masalah, dapat dicoba kelompok obat lainnya. Medikasi dimulai dengan dosis paling rendah yang dinaikkan perlahan-lahan sampai respon optimal. Efek samping diminimalkan dengan pengaturan dosis, waktu atau bentuk medikasi. Sekali dosis yang tepat sudah didapatkan harus dievaluasi ulang dan disesuaikan terus ke atas karena dapat terjadi efek toleransi atau anak bertambah besar sehingga dibutuhkan dosis lebih tinggi. Terapi harus diteruskan sampai lewat masa remaja ( kecuali 20% anak ADHD yang sembuh). Keputusan untuk mengakhiri obat didasarkan pada periode singkat saat stop obat (biasanya 2-4 minggu) selama masa stress berkurang. B. Terapi Psikologi - Latihan orangtua. Dalam tahap terapi tingkah laku, latihan utnuk orang tua merupakan prioritas tertinggi. Tujuannya untuk mengajar ortu bagaimana mengatur pembatas sekaligus insentif untuk tingkah laku yang tepat dan menimbulkan respon emosi destruktif. Apa yang dibutuhkan adalah perubahan komplit dalam respon alami terhadap tindakan negatif. Latihanuntuk dewasa (ortu dan guru) dalam penatalaksanaan tingkah laku biasanya membutuhkan rujukan. Untuk ortu pengobatan dilakukan dalam kelompok kecil. Klinisi harus tahu bahwa tujuan terapi tatalaksana tingkah laku adalah perbaikan lingkungan dimana dilakukan kehidupan sehari-hari, tidak untuk mengubah dasar alamiah anak. - Terapi tambahan. Terapi tambahan mungkin dibutuhkan tergantung pada lingkaran keluarga dan anak. Terdapat keterbatasan untuk tradisional, psikoterapi individu untuk anak ADHD. Tujuan terapi ini adalah untuk memperbaiki harga diri. Tidak ada bukti bahwa psikoterapi individual memperbaiki kemampuan anak untuk memberikan perhatian atau mengurangi impulsif. Bila anak mulai menjadi lebih tua dan lebih waspada, psikoterapi dapat 33

memfasilitasi pengertian bagaimana tingkah laku mempengaruhi yang lainnya. Psikoterapi dinamis keluarga harus disiapkan. Latihan kemampuan komunikasi keluarga juga memiliki keterbatasan fokus, mungkin ini lebih menolong jika anak ADHD mendekati remaja. Fokus terapi ini adalah menciptakan pengaturan dan menguatkan peraturan di tempat keluarga. C. Kriteria merujuk. Kebanyakan klinisi tingkat dasar akan terlibat dalam 2 aspek terapi yaitu : (1) menjelaskan kondisi terhadap anak dan keluarga (2) memberikan resep dan mengikuti pengobatan. Terapi psikososial akan diberikan oleh yang lain walaupun klinisi juga harus tahu tipe pengobatan dan tujuan tiap strategi pengobatan. Jika anak gagal merespon obat stimulan yang diberikan akan memberikan efek samping yang tidak diharapkan, rujuk ke spesialis seperti dokter anak tumbuh kembang atau psikiater anak. Prognosis Sebanyak 30-80% kasus tetap menunjukkan gejala ADHD pada masa-masa adolesen dan sebanyak 65% kasus sampai dewasa. Riwayat keluarga ADHD, gangguan psikososial dan komorbiditas dengan gangguan konduk, mood dan ansietas meningkatkan resiko menetapnya ADHD. Delikuensi atau personalitas antisosial pada masa adolesen atau dewasa terlihat pada pemantauan 25-40% anak dengan ADHD. Pasien ADHD dilaporkan mempunyai kecenderungan mencoba narkotika den mengalami adiksi pada masa adolesen. Kasus-kasus yang memperlihatkan tingkah laku agresif terhadap orang dewasa, IO yang rendah, hubungan dengan kawan yang buruk dan menetapnya gejala ADHD mempunyai prognosa yang kurang baik. Kepustakaan 1. Dalton R, Forman MA. Autistic Disorder. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. h. 87-8 2. Caronna EB. Autism. Dalam: Parker S, Zuckerman B. Development and Behavioral Pediatric. Edisi 2. Philadelphia: Lippincott; 2005. h. 124-9. 3. Daruna JH, Dalton R, Forman MA. Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson Textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. h. 100-3. 4. Parker S. Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Dalam: Parker S, Zuckerman B. Development and Behavioral Pediatric. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott; 2005. h. 124-9. 5. Falconbridge J. Counselling. Dalam: Polnay L. Community Paediatrics. Edisi ke-3. Edinburgh; Churcill; 2003. h. 469-78. 6. Tanguay PE. Pervasive developmental disorders A. 10 year- review. J. Am. Acad. Child Adolesc Psychiatry. 2000; 39:1079-95 7. Task Force on DSM-IV. Diagnostic and statistical manual of mental disorders. Washington: American Psychiatric Association; 1994. h 66-71.

34

DEPARTEMEN IKA RSMH PALEMBANG Panduan Praktek Klinis

IMUNISASI PADA ANAK No. Dokumen Tanggal Revisi 28 Juni 2011 No. Revisi

Kode ICD: Z26.9 Halaman:

Ditetapkan Oleh, Ketua Divisi Tumbuh Kembang

Dr. Hj. Rismarini, Sp.A(K) 1.Jadwal Imunisasi Lihat bagan a. Menurut Program Pengembangan Imunisasi Dep. Kes R.I. (PPI) i. untuk bayi yang lahir di rumah sakit ii. untuk bayi yang datang ke rumah sakit/posyandu b. Non PPI 2.Jenis-jenis Imunisasi A. Hepatitis B Jenis vaksin : Inactivated viral vaccine (IVV = HbSAg yang telah diinaktifasi) - vaksin rekombinan : HB Vax (MSD); Engerix (smith Kline Becham); Bimugen (kahatsuka) - Plasma derived : Hepa B: vaksin hepatitis B (biofarma) : Hepaccine B (Cheil Chemical & ford) Dosis : 0,5 cc/dosis. Cara pemberian : SC/IM Jadual imunisasi : Disarankan untuk diberikan bersama BCG dan Polio I pada kesempatan kontak pertama dengan bayi. Bayi yang lahir dari ibu dengan HbsAg negatif mendapat dosis anak vaksin rekombinan atau 1 dosis anak vaksin plasma derived. Dosis kedua harus diberikan 1 bulan atau lebih setelah dosis pertama. Bayi yang lahir dari ibu HbsAg positif mendapat 0,5 cc Hepatitis B immune Globulin (HBIG) dalam waktu 12 jam setelah lahir dan 1 dosis anak vaksin rekombinan atau 1 dosis anak vaksin plasma derived pada tempat suntikan yang berlainan. Dosis kedua direkomendasikan pada umur 1-2 bulan dan ketiga 6-7 bulan atau bersama dengan vaksin campak pada umur 9 bulan. Bayi yang lahir dari ibu yang tidak diketahui status HbsAgnya mendapat 1 dosis anak plasma rekombinan atau 1 dosis anak vaksin plasma derived dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua direkomendasikan pada umur 1-2 bulan dan ketiga 6-7 bulan atau bersama dengan vaksin campak pada umur 9 bulan. Diberikan booster 5 tahun kemudian, dianjurkan pemeriksaan kadar anti HbsAg sebelumnya. Kontra indikasi : defisiensi imun (mutlak) Efek samping : reaksi lokal ringan, demam sedang 24-48 jam, lesu, saluran pencernaan rasa tidak enak B. BCG Jenis Vaksin : Calmette & Guerin (Biofarma, Pasteur, Glaxo) suatu live attenuated vaccine (LAV). Dosis : 0,05 cc/dosis Cara pemberian : intrakutan Jadual imunisasi : pada kesempatan kontak pertama dengan bayi Tidak diperlukan booster 35

Kontra indikasi Efek samping C. DPT Jenis vaksin

: defisiensi imun (mutlak) Dermatosis yang progresif (sementara) : reaksi lokal, adenitis.

: Difteri (toksoid) Pertusis (Inactivated Bacterial Vaccine-IBV, Bordetella pertusis tipe I) Tetanus (toksoid) Dosis : 0,5 cc/dosis Cara pemberian : IM atau SC dalam Jadual imunisasi : Imunisasi dasar : tiga dosis dengan interval 4-6 minggu. Dosis I diberikan pada umur 2 bulan. Booster : dosis IV diberikan 1 tahun setelah dosis III dan dosis V dan VI berupa DT diberikan pada umur 6 dan 12 tahun. Kontra indikasi : Defisiensi imun (mutlak) Difteri : tidak ada Pertusis : riwayat kelainan neurologis. Tetanus : tidak ada Efek samping : reaksi lokal, demam Reaksi akinetik, kejang, gejala ensefalopati akibat komponen vaksin pertusis Jika muncul reaksi ini, imunisasi DPT dilanjutkan hanya dengan DT

D. Polio Jenis vaksin : vaksin polio oral sabin (LAV) Dosis : 2 tetes/dosis Cara pemberian : oral Jadual imunisasi : Dosis I diberikan pada umur sedini mungkin bila bayi lahir di RS (Bersama dengan BGC) atau pada kontak pertama bila bayi datang ke RS atau posyandu (biasanya umur 2 bulan). Selanjutnya dosis II, III dan IV diberikan dengan interval 4 minggu, bersamaan dengan DPT I, II dan II. Jika BCG dan Polio I diberikan bersamaan dengan DPT I, Polio IV diberikan 4-6 minggu setelah DPT/Polio III. Booster : dosis V diberikan I tahun setelah dosis IV dan dosis VI dan VII diberikan pada umur 6 dan 12 tahun. Kontra indikasi : defisiensi imun (mutlak) Diare (sementara) Efek samping : tidak ada reaksi klinis. Kemungkinan polio paralitik yang dapat dievaluasi dari 1 per 8 juta dosis pada anak yang telah diimunisasi dan 1 per 5 juta dosis pada kontak. E. Campak Jenis vaksin : Schwarz (LAV) Dosis : 0,5 cc/dosis Cara pemberian : SC atau IM Jadual imunisasi : Imunisasi dasar : diberikan pada umur 9 bulan Bisa diulang minimal 6 bulan setelah pemberian campak yang pertama. Kontra indikasi : defisiensi imun (mutlak) Alergi terhadap telur (benar-benar terbukti) Mendapat injeksi gammaglobulin dalam 6 minggu terakhir Efek samping : demam dengan atau tanpa rash 6-12 hari setelah diimunisasi pada 15-20% anak. 36

F. MMR (Measle-Mump-Rubela) Jenis vaksin : Triple vaccine Measles, Mumps Rubella (LAV), isinya : Measle : campak Mump : Urabe (trimovax-pasteur), Jeryl Lynn (MMR-MSD) Rubella : RA 27/73 Dosis : 0,5 cc/dosis Cara pemberian : SC atau IM Jadual imunisasi : Imunisasi dasar : diberikan pada umur 12 bulan atau 6 bulan setelah imunisasi campak. Booster : diberikan pada umur 12 tahun Kontra indikasi : sama dengan campak Efek samping : sama dengan campak + parotitis: dmam, rash, ensefalitis parotitis, meningoensefalitis, tuli neural unilateral (tetapi dilaporkan sembuh sempurna tanpa gejala sisa). G. Tifus Abdominalis Jenis vaksin : Vi CPS (capsular poly sacharide) : Typhim Vi (Pasteur Merieux) Oral : Vivotif (Ty2/A strain) Dosis : Polisakarida 0,5 cc/dosis Oral : 1 kapsul lapis enterik atau 1 sachet. Cara pemberian : Polisakarida : SC atau IM satu kali Oral, 3 kali selang sehari. Jadual imunisasi : Imunisasi dasar : Polisakasrida direkomendasikan diberikan pada umur > 2 tahun. Oral direkomendasikan diberikan pada umur > 6 tahun dalam 3 dosis dengan interval dosis selang sehari. Booster : polisakarida diberikan setiap 3 tahun Oral : setelah 3-7 tahun. Kontra indikasi : < 2 tahun (mutlak), tidak dianjurkan sebelum umur 6 tahun, proteinuria, penyakit progresif Efek samping : reaksi lokal ditempat suntikan : indurasi, nyeri 1-5 hari. Reaksi sistemik : demam, malaise, sakit kepala, nyeri otot, komplikasi neuropatik, kadang-kadang bisa shock, kolaps. H. Varisela Jenis vaksin : Strain OKA dari virus Varicella zoster. Dosis : 0,5 cc/dosis Cara pemberian : SC Jadual imunisasi : Imunisasi dasar : Anak berumur 12 bulan sampai dengan 12 tahun diberikan 1 dosis. Anak 13 tahun keatas diberikan 2 dosis dengan interval 4-8 minggu. Booster : Jika diberikan pada umur 12 bulan harus diulang pada umur 12 tahun. Kontra indikasi : defisiensi imun (mutlak) Penyakit demam akut yang berat (sementara) Hipersensitif terhadap neomisin atau komponen vaksin lainnya. TBC aktif yang tidak diobati Penyakit kelainan darah. 37

Efek samping

: reaksi lokal di tempat suntikan: ringan Reaksi sistemik : demam ringan, erupsi papulo vesikular dengan lesi kurang dari 10. Catatan : hindarkan pemberian salisilat selama 6 minggu setelah vaksinasi karena dilaporkan terjadi Reyes Syndrome setelah pemberian salisilat pada anak dengan varicella alamiah. I. Haemophylus Influenza Tipe B (Act-HiB) Jenis vaksin : Conjugate H. Influenza Tipe B (Act-HiB) PRP-T (Pasteur Merieux) Dosis : 0,5 cc/dosis Cara pemberian : SC atau IM Jadual imunisasi : Imunisasi dasar : 1. Untuk vaksin conjugate H-Influenza Tipe B (Act-HiB) - bila anak datang pada umur 2-6 bulan, direkomendasikan diberikan pada umur 2,4 dan 6 bulan - bila anak datang pada umur 6-12 bulan, direkomendasikan diberikan pada umur 2 dosis dengan interval 1-2 bulan. - bila anak datang pada umur >12 bulan, Act HiB hanya diberikan 1 kali 2. Untuk vaksin Pedvax HIB MSD - bila diberikan pada umur 2-14 bulan maka diberikan dalam 2 dosis dengan interval 2 bulan. - bila diberikan pada umur > 15 bulan maka diberikan 1 kali saja. Booster : Untuk Act-HIB : bila imunisasi dasar diberikan pada umur 2-10 bulan, booster pada umur 12-15 bulan setelah suntikan terakhir. Untuk Pedvax : bila imunisasi dasar sebelum 1 tahun, booster diberikan 12 bulan setelah suntikan terakhir. Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap komponen vaksin Infeksi akut dengan demam Efek samping : lokal : eritema, nyeri dan indurasi Reaksi sistemik : demam, nausea, muntah dan/atau diare, menangis > -1 jam dan rash. Infeksi akut dengan demam. J. Hepatitis A Jenis vaksin : partikel virus aktif yang diinaktivasi 9IVV0 Dosis : 0,5 cc/dosis Cara pemberian : SC/ IM Jadual imunisasi : Imunisasi dasar : anak berumur > 2 tahun diberikan 3 dosis dengan jadual 0,1 dan 6 bulan. Kontra indikasi : defisiensi imun (mutlak)

38

Pedoman vaksinasi DPT pada anak/bayi dengan riwayat kejang

Kejang

Ya

Tidak beri DPT Apakah kejang berhubungan dengan DPT (kejang yang terjadi 48 jam setelah DPT dianggap berhubungan dengan DPT)

Beri DT*Ya

Tidak Apakah DPT III sudah diberikan dan apakah sudah lewat 6 bulan sejak kejang terakhir

Tidak/salah satu Atau keduanya

Ya keduanya lanjutkan DPT

Apakah ada gangguan neurologis Yang sedang berlangsung (ditunjang dengan evaluasi medis) Tidak beri DPT

Ya

Beri DT*

Keterangan: * Bila mampu beri DTPa

39