pedoman pencegahan dan penanggulangan infeksi di icu.doc

138
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN INFEKSI DI ICU RSIA RP SOEROSO 2013

Upload: veri-rohman

Post on 17-Sep-2015

339 views

Category:

Documents


91 download

TRANSCRIPT

PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN INFEKSI DI ICURSIA RP SOEROSO2013

JL. Aria Putra no. 9 Kedaung, Pamulang, Tangerang SelatanBAB I

Pendahuluan

I.A. Latar Belakang

Pelayanan kesehatan diberikan di berbagai fasilitas kesehatan, mulai dari fasilitas yang mempunyai peralatan dengan teknologi sederhana sampai yang hanya mempunyai peralatan dengan teknologi modern. Meskipun telah ada perkembangan dalam pelayanan rumah sakit dan kesehatan masyarakat, infeksi terus pula berkembang terutama pada pasien yang dirawat di rumah sakit.

Infeksi nosokomial terjadi di seluruh dunia dan mempengaruhi baik negara maju, negara berkembang, maupun negara miskin. Survei prevalensi yang dilakukan oleh WHO terhadap 55 rumah sakit dari 14 negara mewakili 4 daerah WHO (Eropa, Mediterania Timur, Asia Selatan-Timur dan Pasifik Barat) menunjukkan rata-rata 8,7% pasien di rumah sakit menderita infeksi nosokomial. Pada suatu waktu, 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita infeksi nosokomial. Insidens infeksi nosokomial tertinggi terjadi di daerah Mediterania Timur dan Asia Selatan-Timur masing-masing 11,8% dan 10%, sedangkan di Eropa dan Pasifik Barat adalah 7,7% dan 9%.Konferensi consensus Asia Pasifik tahun 2001 telah mengembangkan proses consensus tentang critical care, dimana prosesnya sama seperti di Eropa dan Amerika Utara. Proses tersebut bertujuan menghasilkan rekomendasi praktis tentang pengendalian infeksi pada pasien sakit kritis berdasarkan bukti ilmiah yang ada yang akan di implementasikan di daerah Pasifik Barat dan berkembang lain.

Sebanyak 20-45% infeksi nosokomial di rumah sakit terjadi di ruang intensive care unit (ICU), walaupun ICU hanya mempunyai kapasitas tempat tidur 5-20% dari total tempat tidur di rumah sakit. Infeksi nosokomial di ICU semata-mata tidak disebabkan oleh mikroorganisme yang ada di ICU, namun juga mikroorganisme yang dibawa dari ruang lain sebelum pasien dibawa ke ICU, seperti ruang gawat darurat, ruang operasi dan ruang rawat inap. Bukti ilmiah lebih jauh menunjukkan bahwa infeksi paling sering berasal dari alat/prosedur operasi. Sumber infeksi lainnya adalah tangan dokter/perawat dan pengunjung, alat ventilator, alat penghisap (suction) dan botol drainase, akses intravena, kateter urin, luka dan perban, botol desinfektan, troli, penggunaan antibiotik yang tidak rasional (bahkan samapi menyebabkan sepsis).I.B. PermasalahanInfeksi nosokomial mempunyai pengaruh terhadap berbagai aspek. Infeksi nosokomial menyebabkan ketidakmampuan secara fungsi dan meningkatkan stress pasien yang mengarah kepada penurunan kualitas hidup. Infeksi ini juga sebagai salah satu penyebab utama kematian.Penggunaan obat yang meningkat, kebutuhan untuk ruang isolasi, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan diagnostik lain, bertambahnya waktu rawat inap akan meningkatkan biaya.Telah diketahui bahwa kewaspadaan umum seperti mencuci tangan, memakai sarung tangan dan tindakan aspetik lainnya dapat menurunkan angka insidens infeksi. Kebanyakan staf medis telah mengerti dapat meningkatkan transmisi organisme.

BAB IIPencegahan Dan Pengendalian Infeksi Nosokomial

II.A. Infeksi Nosokomial

II.A.1 Pengertian

Infeksi adalah proses dimana seseorang yang rentan terkena invasi organisme pathogen atau infeksius yang tumbuh, berkembang biak dan menyebabkan sakit. Yang dimaksud agen berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur dan parasit. Infeksi dapat bersifat lokal atau sistemik. Infeksi lokal ditandai dengan inflamasi yaitu sakit, panas, kemerahan, pembengkakan, dan gangguan fungsi. Infeksi sistemik mengenai seluruh tubuh yang ditandai dengan adanya demam, menggigil, takikardia, hipotensi dan tanda-tanda spesifik lainnya.Infeksi nosokomial adalah infeksi yang diperoleh ketika seseorang dirawat di rumah sakit. Infeksi nosokomial dapat terjadi setiap saat dan di setiap tempat rumah sakit. Infeksi nosokomial juga diartikan sebagai infeksi yang didapat selama masa perawatan atau pemeriksaan di rumah sakit tanpa adanya tanda-tanda infeksi sebelumnya, dan minimal terjadi 48 jam sesudah masuknya kuman. Untuk mencegah dan mengurangi kejadian infeksi nosokomial serta menekan angka infeksi ke tingkat paling rendah perlu adanya upaya pengendalian infeksi nosokomial.

Pengendalian infeksi nosokomial bukan hanya tanggung jawab pemimpin rumah sakit, dokter, atau perawat saja tetapi merupakan tanggung jawab bersama dan melibatkan semua unsur/profesi yang terkait di rumah sakit.II.A.2 Batasan

Suatu infeksi dinyatakan sebagai infeksi nosokomial apabila:

a. Waktu mulai dirawat tidak ditemukan tanda-tanda infeksi dan tidak sedang dalam masa inkubasi infeksi tersebut

b. Infeksi timbul sekurang-kurangnya 3 x 24 jam sejak pasien mulai dirawat

c. Infeksi terjadi pada pasien dengan masa perawatan lebih lama dari inkubasinya

d. Infeksi terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan bahwa infeksi tersebut berasal dari rumah sakitII.A.3 Patogenesis

Interaksi antara pejamu (pasien, perawat, dokter, dll), agen (mikroorganisme, pathogen) dan lingkungan (lingkungan rumah sakit, prosedur pengobatan, dll) menentukan seseorang dapat terinfeksi atau tidak (Gambar 1).

Pejamu

Agen

Lingkungan

Gambar 1. Interaksi antara pejamu, agen dan lingkunganMikroorganisme dapat menjadi penyebab infeksi nosokomial tergantung dari:

Kemampuan menempel pada permukaan sel pejamu

Dosis yang tidak efektif

Kemampuan untuk invasi dan reproduksi

Kemampuan menekan sistem imun pejamu

Sedangkan berbagai faktor dalam pejamu yang mempengaruhi timbulnya infeksi nosokomial adalah:

Usia

Penyakit dasar yang mempermudah terjadinya infeksi atau menurunkan imunitas pejamu

Sistem imun

Resistensi tidak spesifik yang diturunkan secara genetik Faktor psikologis

Faktor lingkungan juga sangat berperan dalam terjadinya infeksi nosokomial, lingkungan ini dapat ,mencegah maupun meningkatkan kemungkinan timbulnya infeksi nosokomial.Infeksi nosokomial ini dapat menyebar melalui beberapa jalur, yaitu jalur kontak, jalur droplet dan jalur debu. Jalur kontak dibagi atas kontak langsung dan tidak langsung. Kontak langsung adalah adanya kontak fisik langsung antara pusat infeksi dengan pejamu. Sedangkan kontak tidak langsung merupakan jalur penyebaran yang paling sering, misalnya melalui tangan perawat, alat medis atau darah.

Mekanisme penyebaran melalui percikan (droplet):

Droplet adalah partikel yang keluar dari pernapasan dengan ukuran 05 m, tinggal di udara dalam waktu yang pendek dan hanya beredar beberapa meter sebelum jatuh ke lantai oleh karena pengaruh gravitasi. Droplet dikeluarkan dengan cara batuk, bersin atau tindakan medik seperti aspirasi sekresi trakeal atau bronkoskopi. Infeksi meningokokel dan pertusis banyak ditularkan melalui jalur ini.Mekanisme penyebaran melalui debu:

Debu adalah partikel dengan ukuran 5 m yang dapat tinggal di udara dalam waktu yang lama dan perederannya lebih dari beberapa meter, labih banyak dipengaruhi oleh gelombang udara dari pada gravitasi. Partikel debu dapat beredar lama di udara rumah sakit, kecuali pada ventilasi yang baik. Spora jamur dapat disebarkan dengan cara yang sama.II.A.4. Sumber Infeksi

a. Petugas rumah sakit (perilaku)

Kurang atau tidak memahami cara-cara penularan penyakit

Kurang atau tidak memperhatikan kebersihan

Kurang atau tidak memperhatikan teknik aseptik dan antiseptik Menderita suatu penyakit tertentu

Tidak mencuci tangan sebelum atau sesudah melakukan pekerjaan

b. Alat-alat yang dipakai (alat kedokteran/kesehatan, linen, dan lainnya)

Kotor atau kurang bersih/tidak steril

Rusak atau tidak layak pakai

Penyimpanan yang kurang baik Dipakai berulang-ulang

Lewat batas pemakaian

c. Pasien

Kondisi yang sangat lemah

Kebersihan kurang

Menderita penyakit kronis/menahun

Menderita penyakit menular/infeksi

d. Lingkungan

Tidak ada sinar matahari/penerangan yang masuk

Ventilasi/sirkulasi udara yang kurang baik

Ruangan lembab

Banyak serangga

II.A.5. Faktor Penyebab Infeksi

a. Banyaknya pasien yang dirawat di rumah sakit yang dapat menjadi sumber infeksi bagi lingkungan dan pasien lain

b. Adanya kontak langsung antara pasien satu dengan pasien lainnya

c. Adanya kontak langsung antara pasien dengan petugas rumah sakit yang terinfeksi

d. Penggunaan alat-alat yang terkontaminasi

e. Kurangnya perhatian tindakan aseptik dan antiseptikf. Kondisi pasien yang lemah

II.B. Pencegahan

Untuk mencegah/mengurangi terjadinya infeksi nosokomial perlu diperhatikan:

a. Petugas

Bekerja sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) Prinsip kewaspadaan universal

Memperhatikan aseptik dan antiseptik Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan

Bila sakit segera berobat

b. Alat-alat

Perhatikan kebersihan alat medik/non medik Penyimpanan yang benar first in first out (FIFO)

Alat-alat yang rusak segera diganti

c. Lingkungan

Penerangan cukup

Ventilasi/sirkulasi udara baik

Perhatikan kebersihan dan kelembaban

Pembuangan limbah

II.C. Surveilens

Jumlah pasien yang menderita infeksi nosokomial di rumah sakit merupakan indikator kualitas dan keamanan perawatan rumah sakit. Dalam hal ini bagian surveilens bertugas untuk memantau jumlah infeksi nosokomial dengan melakukan identifikasi masalah lokal, prioritas masalah dan evaluasi kegiatan pengendalian infeksi. Tujuan utama surveilens infeksi nosokomial adalah untuk menurunkan angka kejadian infeksi nosokomial sehingga dapat menekan biaya perawatan rumah sakit.

Program surveilens juga sangat spesifik, mencakup seluruh karyawan rumah sakit baik tenaga kesehatan, tenaga penunjang keperawatan dan administrasi harus mengetahui apa itu infeksi nosokomial, resistensi antimikroba dan mendukung penuh hal tersebut untuk kegiatan pencegahan; harus selalu memantau insidens, prevalensi, distribusi infeksi nosokomial, dan kemungkinan risiko terjadinya insiden di dalam dan antar rumah sakit; identifikasi dan evaluasi hasil program preventif.

Karakteristik sistem surveilens meliputi waktu yang singkat, sederhana, fleksibel, mudah diterima dan representative. Sedangkan dalam sistem surveilens ini harus cukup sensitif dan spesifik sesuai dengan tujuan surveilens.

II.C.1 Kegiatan

Kegiatan surveilens meliputi:

Pengumpulan data

Analisa data

Penyebaran

Kegiatan ini dapat dilaksanakan baik di tingkat rumah sakit, regional, nasional maupun internasional. Kegiatan surveilens di rumah sakit meliputi kegiatan pemantauan pasien dan unit, jenis infeksi dan informasi yang relevan untuk tiap kasus, frekuensi dan durasi pemantauan, metode pengumpulan data secara keseluruhan, analisa data, umpan balik dan penyebarluasan. Kerja sama antara rumah sakit dengan pemerintah, baik nasional maupun internasional dapat diwujudkan dalam bentuk kerjasama dalam hal metodologi, informasi pedoman dan pengetahuan klinis, evaluasi serta standarisasi antar rumah sakit.

II.C.2 Metode

Dapat dilakukan berbagai cara surveilens yaitu:

Surveilens komprehensif

Surveilens selektif

Surveilens komprehensif adalah pemantauan kejadian infeksi di seluruh rumah sakit. Surveilens adalah pemantauan jenis infeksi tertentu atau bagian pelayanan tertentu saja.

Surveilens selektif antara lain meliputi: Surveilens periodik komprehensif, dengan interval waktu tertentu misalnya 3 bulan sekali

Surveilens menurut jenis pelayanan. Surveilens dengan cara ini terbatas untuk jenis pelayanan/bagian tertentu, misalnya bagian bedah. Surveilens dapat dilakukan untuk segala macam jenis infeksi luka operasi

Surveilens laboratorium. Metode ini berguna sebagai sistem peringatan dini bila terjadi perningkatan jumlah isolasi kuman tertentu

Surveilens prevalensi. Survei ini bertujuan mengukur sebagai sistem peringatan yang ada (lama dan baru) pada saat survei dilaksanakan pada suatu populasi tertentu yang mendapat risiko pada suatu interval waktu tertentu pula

Survei ini dilakukan di rumah sakit yang tidak mempunyai tenaga dan sumber dana yang cukup untuk melaksanakan surveilens rutin

II.C.3. Pelaksanaan

Setiap rumah sakit dapat memilih metode surveilens sesuai dengan keadaan dan kemampuan rumah sakit masing-masing. Hal yang penting diperhatikan adalah adanya kegiatan surveilens teratur dan terus menerus dengan metode yang konsisten sebagai salah satu upaya untuk menunjang program pengendalian infeksi. Untuk ini perlu dibuat defenisi operasional untuk setiap jenis infeksi dipantau/dikendalikan.

Mengingat masalah infeksi nosokomial terbesar adalah infeksi luka operasi, pneumonia, infeksi saluran kemih dan bakterimia pada tahap awal dianjurkan agar kegiatan pengendalian ditujukan pada seluruh atau salah satu jenis infeksi tersebut, selanjutnya dapat dikembangkan pada jenis infeksi lain sesuai dengan kemampuan rumah sakit.

Bilamana terjadi Kejadian Luar Bisa (KLB) infeksi nososkomial, perlu diadakan penyelidikan untuk mengetahui sumber dan cara penularan serta untuk melaksanakan upaya penanggulangan. Cara-cara pelaksanaan penyelidikan KLB dapat dilihat pada buku kumpulan makalah Penataran Surveilens 1988 dan buku SE.5 Pedoman Pengamatan dan Penanggulangan KLB di Indonesia Direktorat Kesehatan RI Juli 1984, serta buku-buku lain yang terkait.Prosedur pelaporan dan cara permintaan bantuan upaya penyelidikan dan penanggulangan Subdit Surveilens Ditjen PPM dan PLP bila rumah sakit memerlukan dapat dilihat pada buku SE.1 Petunjuk Pelaporan KLB dan Wabah DitJen PPM dan PLP Departemen Kesehatan RI.

Dalam pelaksanaan surveilens khususnya penyelidikan KLB perlu didukung oleh pemeriksaan laboratorium. Agar pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil seperti yang diharapkan dan menghindari kesalahan yang sering terjadi dalam pengelolaan bahan (specimen) maka komite pengendalian infeksi perlu pula menyusun pedoman cara-cara pengambilan bahan, penyimpanan, dan pengiriman bahan pemeriksaan mikrobiologi.

II.D. Upaya Pengendalian

Sebagaimana diuraikan sebelumnya upaya pengendalian/pemberantasan terutama ditujukan kepada penurunan laju infeksi luka operasi, bakterimia, pneumonia, infeksi saluran kemih, dan lain-lain. Untuk itu perlu disusun pedoman standar cara-cara asuhan pasien kebijakan lain dan pedoman lain yang meliputi:

Isolasi pasien

Teknik aseptik yang adekuat misalnya teknik aseptik untuk cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien, larutan antiseptik dan cara penggunaannya.

BAB IIIUniversal Precaution (Kewaspadaan Umum Terhadap Infeksi)

III.A. Pendahuluan

Pada saat seorang pasien dirawat di rumah sakit, maka pasien memiliki risiko tertular oleh penyakit yang diderita pasien lain. Transmisi organisme pathogen ini bisanya terjadi bila organisme yang menempel pada kulit pasien, melalui kontak langsung dengan tangan paramadis ditularkan pada pasien lain atau ketika organisme dari kulit pasien menempel pada permukaan benda-benda di sekitar kemudian melalui tangan paramedik ditransmisikan pada pasien lain. Hal ini terjadi bila paramedis tidak mencuci tangannya sama sekali sebelum merawat pasien yang berbeda atau tidak mencuci tangan dengan benar. Pada pasien dengan penyakit dasar yang kronis (seperti diabetes mellitus, gagal ginjal kronik) lebih mudah timbul kolonisasi kuman di kulit dalam jumlah yang cukup besar, sehingga lebih meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi nosokomial. Oleh sebab itu sangatlah penting untuk menjaga hygiene tangan paramedik sebagai salah satu upaya untuk mengurangi insiden infeksi nosokomial, meskipun kegiatan ini terkesan sepele tetapi sangat berarti.

Saat ini telah terdapat fakta yang menyatakan bahwa antisepsis tangan dapat mengurangi insiden infeksi yang berkaitan dengan paramedik. Center for Disease Control anda Prevention (CDC) pada Tahun 2002 melalui kelompok kerjanya telah mengeluarkan pedoman tentang hygiene tangan sebagai usaha untuk meningkatkan hygiene tangan praktisi kesehatan dan mengurangi transmisi organisme pathogen terhadap pasien dan praktisi kesehatan.

III.B. Rekomendasi Hygiene Tangan

Rekomendasi ini dirancang untuk memperbaiki pelatihan hygiene tangan praktisi kesehatan dan untuk mengurangi transmisi mikroorganisme pathogen ke pasien. CDC mengelompokkan rekomendasi tersebut menjadi beberapa kategori:

Kategori IASangat direkomendasikan untuk dilaksanakan dan didukung kuat oleh studi eksperimental, klinis atau epidemiologis dengan metode yang baik

Kategori IBSangat direkomendasikan untuk dilaksanakan dan didukung oleh beberapa situasi eksperimental, klinis, atau epidemiologis dan kesepakatan teoritis rasional

Kategori ICDiperlukan untuk dilaksanakan, seperti diperintahkan oleh Negara atau peraturan pemerintah atau suatu standar

Kategori IIDianjurkan untuk dilaksanakan dan didukung oleh studi klinis atau epidemiologis yang sugestif atau teori rasional

Tidak adaMasalah yang belum terpecahkan. Kegiatan dimana rekomendasi tidak ada fakta-fakta yang cukup atau tidak ada Konsensus tentang manfaat kegiatan tersebut

1. Petunjuk untuk cuci tangan dan antisepsis tangan

KATEGORI

A.Cuci tangan dengan sabun non-antimikroba dan air atau dengan sabun antimikroba dan air pada saat tangan tampak kotor atau terkontaminasi dengan bahan yang mengandung protein.IA

B.Apabila tangan tidak Nampak kotor, gunakan bahan antiseptik berbahan dasar alkohol (tidak mengandung air) untuk bersihkan tangan rutin dalam situasi klinik lain seperti yang digambarkan dalam uraian I.C. sampai I.K dalam daftar berikut ini.IA

C.Pada ruang perawatan dimana bahan antiseptik berbahan dasar alkohol (tidak mengandung air) tersedia, lengkapi praktisi kesehatan dengan sabun non-antimikroba untuk digunakan pada saat tangan tampak kotor atau terkontaminasi dengan bahan yang mengandung protein. Tersedianya bahan antiseptik berbahan dasar alkohol dan sabun antimikroba dalam unit perawatan yang sama tidak diperlukan, dan dapat membingungkan praktisi kesehatan.II

D.Meskipun bahan antiseptik yang tidak mengandung air menjadi pilihan, antisepsis tangan menggunakan sabun antimikroba mungkin dapat dipertimbangkan dimana keterbatasan waktu tidak menjadi masalah dan kemudahan mencapai fasilitas hygiene tangan dapat dipastikan, atau perawat rentan terhadap produk antiseptik berbahan dasar alkohol yang digunakan dalam institusi.IB

E.Bersihkan tangan setelah kontak dengan kulit pasien (seperti dalam pengukuran tekanan darah dan nadi, atau mengangkat pasien).IB

F.Bersihkan tangan setelah kontak dengan cairan tubuh atau hasil ekskresi tubuh, membrane mukosa, kulit yang tidak utuh, selama kulit tidak terlihat kotor.IA

G.Bersihkan tangan terlebih dulu jika berpindah dari bagian tubuh yang terkontaminasi ke bagian tubuh yang bersih pada waktu perawatan pasien.II

H.Bersihkan tangan setelah kontak dengan benda mati (termasuk peralatan kesehatan) di sekitar pasien.II

I.Bersihkan tangan sebelum merawat pasien dengan neutropenia berat atau bentuk imunosupresi berat lainnya.II

J.Bersihkan tangan sebelum menggunakan sarung tangan untuk memasang kateter intravascular sentral.IB

KBersihkan tangan sebelum memasang kateter urin atau alat invasive lainnya yang tidak memerlukan prosedur bedahIB

L.Bersihkan tangan setelah melepaskan sarung tanganIB

M.Untuk memperbaiki ketaatan hygiene tangan para praktisi kesehatan di unit atau instansi dengan beban kerja yang tinggi dan ontensitas perawatan pasien yang tinggi, diharapkan harus disiapkan bahan antiseptik berbahan dasar alkohol (tidak mengandung air) pada saat pintu masuk ke ruang pasien atau pada sisi tempat tidur, pada lokasi lain yang sesuai, dan dalam kemasan individu yang dapat dibawa oleh praktisi kesehatan.IA

2. Teknik hygiene tanganKATEGORI

A.Pada waktu membersihkan tangan dengan bahan antiseptik yang tidak menggunakan air seperti berbahan dasar alkohol, tuangkan pada telapak tangan yang satu kemudian gosok kedua tangan bersamaan, meliputi seluruh permukaan tangan dan jari, hingga mengering. Ikuti volume penggunaan yang direkomendasikan oleh pabrik. Jika volume sabun berbahan dasar alkohol yang digunakan memadai, tangan akan kering dalam waktu 15 sampai 25 detik.IB

B.Pada waktu mencuci tangan dengan sabun non-antimikroba atau sabun antimikroba, pertama-tama basahi tangan dengan air hangat, tuangkan 2 samapi 5 ml sabun pada tangan dan gosok kedua tangan dengan cermat selama 15 detik, meliputi seluruh permukaan tangan dan jari. Bilas tangan dengan air hangat dan keringkan dengan handuk. Gunakan handuk pada waktu mematikan keran air.IB

3. Antisepsis tangan dalam operasi (surgical hand antisepsis)

KATEGORI

A.Sangat direkomendasikan untuk melakukan antisepsis tangan dalam operasi baik dengan menggunakan sabun cuci tangan berbahan dasar alkohol atau sabun antimikroba sebelum menggunakan sarung tangan steril pada waktu melakukan operasiIB

B.Untuk mengurangi jumlah kuman yang mungkin dilepaskan dari tangan praktisi kesehatan yang melakukan operasi, untuk meminimalkan kerusakan kulit yang berhubungan dengan antisepsis tangan dalam operasi maka tangan dibersihkan tanpa menggunakan sikatIB

4. Pemilihan bahan untuk hygiene tangan

KATEGORI

A.Sediakan produk hygiene tangan yang baik bagi praktisi kesehatan yaitu produk yang hanya tidak/sedikit menimbulkan iritasi, terutama sekali pada waktu digunakan beberapa kali dalam tugas.IB

B.Untuk memaksimalkan penerimaan produk hygiene tangan oleh praktisi kesehatan, perlu dipertimbangkan pengumpulan pendapat dari perawat tentang rasa, bau dan toleransi kulit atas beberapa produk. Harga produk hygiene tangan seharusnya tidak menjadi faktor utama dalam pemilihan produk.IB

C.Sebelum membuat keputusan membeli, perlu dilakukan evaluasi kemasan penampung (dispenser) produk dari berbagai produsen untuk memastikan fungsi dan pengeluaran volume dalam jumlah yang tepat.II

D.Jangan menambahkan sabun pada penampung yang belum kosong. Hal ini dapat menyebabkan sabun terkontaminasi bakteri.IIA

5. Aspek lain dari hygiene tanganKATEGORI

A.Jangan menggunakan kuku palsu pada saat memberikan perawatan pada pasienIA

B.Panjang kuku harus kurang dari inciII

C.Pergunakan sarung tangan apabila diketahui akan terjadi kontak dengan darah atau bahan infeksius lain, membrane mukosa dan kulit yang terdapat lukaIC

D.Lepaskan sarung tangan setelah merawat pasien. Jangan pergunakan sarung tangan yang sama dalam merawat lebih dari satu pasien, dan jangan cuci sarung tangan dalam merawat antar pasienIB

E.Ganti sarung tangan selama merawat pasien jika berpindah dari bagian tubuh yang terkontaminasi ke bagian tubuh yang bersihII

F.Tidak ada rekomendasi tentang pemakaian cincinTidak ada rekomendasi

6. Perawatan kulit

KATEGORI

A.Menyediakan lotion atau krim tangan bagi praktisi kesehatan untuk meminimalkan dermatitis kontak iritan karena antisepsis tangan atau cuci tanganIA

B.Mengumpulkan informasi dari produsen tentang berbagai efek samping lotion, krim atau antisepsis tangan berbahan dasar alkohol yang mungkin memiliki efek persisten atas penggunaan sabun antimikroba pada suatu insitusiIB

7. Program pendidikan dan pelatihan praktisi kesehatan

KATEGORI

A.Sebagai bagian dari keseluruhan program untuk memperbaiki hygiene tangan praktisi kesehatan, pelatihan berdasarkan jenis perawatan yang diberikan pada pasien yang dapat menyebabkan kontaminasi tangan, serta keuntungan dan kerugian dari beberapa metode yang digunakan dalam membersihkan tanganII

B.Memantau ketaatan praktisi kesehatan dalam melaksanakan hygiene tangan yang direkomendasikan dan memberikan informasi tentang performa merekaIA

C.Memotivasi pasien dan keluarga mereka untuk mengingatkan praktisi kesehatan membersihkan tangan mereka terlebih dahuluII

8. Prosedur administratifKATEGORI

A.Meningkatkan ketaatan atas hygiene tangan sebagai salah satu prioritas institusi dan menyediakan dukungan administratif serta sumber keuanganIB

B.Melaksanakan program multidisiplin yang dirancang untuk meningkatkan ketaatan praktisi kesehatan atas hygiene tangan yang direkomendasikanIB

C.Sebagai bagian dari program multidisiplin untuk memperbaiki ketaatan hygiene tangan, harus disediakan suatu bahan antiseptik tanpa air bagi praktisi kesehatan yang dapat diperoleh dengan cepat, seperti produk sabun cuci tangan berbahan dasar alkoholII

9. Hasil akhir atau proses penilaian

Mengembangkan dan melaksanakan suatu sistem penilaian untuk meningkatkan ketaatan praktisi kesehatan dalam melakukan hygiene tangan seperti yang direkomendasikan. Sebagai contoh seperti yang tertera di bawah ini:

1. Memantau dan mencatat ketaatan sebagai jumlah hygiene tangan yang dilakukan oleh tiap orang/jumlah hygiene tangan, tiap bangsal atau tiap pelayanan. Memberikan tanggapan kepada mereka tentang tindakan mereka

2. Memantau volume sabun cuci tangan berbahan dasar alkohol (atau sabun yang digunakan untuk cuci tangan atau antisepsis tangan) yang digunakan per 1000 hari perawatan

3. Memantau ketaatan terhadap peraturan tentang pemakaian kuku palsu

4. Bila terjadi kejadian luar bisa infeksi, lakukan penilaian kecukupan hygiene tangan praktisi kesehatan

III.C. Rekomendasi CDC tentang Isolasi di Rumah Sakit

1. Kontrol Administratif

KATEGORI

A.PendidikanKembangkan suatu sistem untuk memastikan bahwa pasien rumah sakit, praktisi kesehatan dan pengunjung mendapat pendidikan tentang kewaspadaan dan bertanggung jawab untuk melaksanakannyaIB

B.Ketaatan terhadap kewaspadaanEvaluasi secara periodik ketaatan terhadap kewaspadaan, dan gunakan penemuan untuk perbaikan langsungIB

2. Standard Precautions (Standar Kewaspadaan)

KATEGORI

A.

1.

2.

3.Cuci Tangan

Cuci tangan setelah menyentuh darah, cairan tubuh, cairan sekresi, eksresi dan produk yang terkontaminasi baik dengan menggunakan sarung tangan atau tidak. Cuci tangan segera setelah sarung tangan dilepas, setelah kontak dengan pasien serta menghindari pemindahan mikroorganisme terhadap pasien lain dan lingkungan

Gunakan sabun non-antimikroba untuk cuci tangan secara rutin

Gunakan sabun antimikroba atau sabun antisepsis bebas air untuk kondisi tertentu (contoh apabila terjadi wabah)IB

IB

IB

B.Sarung Tangan

Gunakan sarung tangan (bersih, tidak steril sudah cukup) pada saat menyentuh darah, cairan tubuh, cairan sekresi, eksresi dan produk yang terkontaminasi. Gunakan sarung tangan bersih pada saat sebelum menyentuh mukosa membrane dan kulit tidak utuh. Ganti sarung tangan diantara pelaksanaan tugas atau prosedur pada pasien yang sama setelah kontak dengan bahan yang mungkin banyak mengandung mikroorganisme. Segera lepaskan sarung tangan setelah digunakan, sebelum menyentuh benda-benda yang tidak terkontaminasi dan permukaan lingkungan dan sebelum berpindah ke pasien lain, dan cuci tangan segera untuk menghindari perpindahan mikroorganisme ke pasien lain dan lingkungan.IB

C.Masker, pelindung mata, pelindung mukaGunakan masker dan pelindung mata atau pelindung muka untuk melindungi membrane mukosa mata, hidung dan mulut selama perawatan pasien yang mungkin menyebabkan percikan darah, cairan tubuh, cairan sekresi dan eksresiIB

D.BajuGunakan baju bersih untuk melindungi kulit dan mencegah baju menjadi kotor selama prosedur dan perawatan pasien yang disebabkan karena percikan darah, cairan tubuh cairan sekresi dan eksresi. Pilih baju yang tepat untuk melakukan kegiatan agar terlindung dari percikan. Lepaskan baju yang terkontaminasi sesegera mungkin dan cuci tangan untuk menghindari pemindahan mikroorganisme ke pasien lain atau lingkunganIB

E.Alat-alat perawatan pasien

Tangani alat-alat perawatan pasien yang terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, sekresi dan eksresi dengan benar sehingga dapat mencegah pajanan terhadap kullit dan memberan mukosa, kontaminasi pakaian dan pemindahan mikroorganisme ke pasien lain dan lingkungan. Pastikan alat yang dapat dipakai kembali tidak digunakan sebelum dibersihkan dan diproses dengan tepat. Pastikan penggunaan alat-alat sekali pakai dibuang dengan benarIB

F.Kontrol lingkungan

Pastikan rumah sakit memiliki prosedur yang adekuat untuk perawatan rutin, pembersihan dan desinfeksi permukaan lingkungan, tempat tidur, pengaman tempat tidur, peralatan lain di samping tempat tidur dan permukaan lain yang sering disentuh dan memastikan prosedur tersebut diterapkanIB

G.Linen

Penanganan, transportasi dan pengolahan linen yang terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, sekresi dan eksresi dengan tepat dapat mencegah paparan kulit dan membrane mukosa terkontaminasi oleh mikroorganisme serta menghindari pemindahan mikroorganisme ke pasien lain dan lingkungan.IB

H.1.

2.Kesehatan kerja dan pathogen yang menular melalui darah

Hati-hati menggunakan jarum, scalpel dan alat atau benda tajam lain untuk menghindari terjadinya luka, saat memegang benda tajam setelah melakukan tindakan, saat membersihkan instrument yang sudah digunakan dan saat membuang jarum yang sudah digunakan, gunakan dua tangan atau teknik lain untuk menghindari tertusuk jarum. Jangan melepaskan jarum dari spuit yang telah digunakan, mematahkan membengkokkan, atau memanipulasi jarum dengan menggunakan tangan. Letakkan spuit dan jarum sekali pakai, scalpel dan benda tajam lainnya pada tempat yang tepat, yang terletak sedekat mungkin dengan tempat penggunaan alat tersebut dan tempatkan spuit dan jarum yang dapat digunakan ulang ke dalam penampung untuk kemudian dibawa dan diproses ulang.Gunakan mouthpieces, kantong resusitasi atau peralatan ventilasi lain sebagai alternatif dalam memberikan bantuan pernapasan dari mulut ke mulut di daerah yang mungkin memerlukan resusitasiIB

IB

I.Penempatan pasien

Tempatkan pasien yang menyebabkan kontaminasi atau yang beresiko menyebabkan kontaminasi dalam ruangan tersendiri. Bila tidak tersedia ruangan khusus, konsultasikan dengan petugas pengendalian infeksi mengenai penempatan pasien dan alternatifnya.IB

3. Kewaspadaan penularan melalui udara (airbone precautions)KATEGORI

APenempatan pasien

Tempatkan pasien pada ruang khusus yang memiliki fasilitas pemantauan tekanan udara negatif pada lingkungan dengan sekitar 6-12 kali pertukaran udara per jam dan pemantauan efisiensi filtrasi udara sebelum udara disirkulasikan ke ruangan lain di rumah sakit. Pintu ruangan harus selalu dalam keadaan tertutup bila pasien ada di dalam. Jika tidak tersedia ruang khusus, tempatkan pasien di dalam ruangan bersama pasien lain yang terinfeksi dengan organisme sama atau jika tidak tersedia ruang khusus, konsultasikan dengan petugas pengendalian infeksi mengenai penempatan pasien dan alternatifnya.IB

B.Pelindung respirasiGunakan pelindung respirasi ketika memasuki ruangan pasien yang diduga menderita TB paru yang infeksius. Orang yang rentan tidak diijinkan masuk ke ruang pasien yang menderita campak, rubella atau varicella jika masih terdapat perawat lain dan jika mempunyai daya tahan tubuh yang baik. Jika orang yang rentan terpaksa harus masuk ke dalam ruangan harus menggunakan masker pelindung. Orang yang kebal terhadap campak atau varicella tidak perlu menggunakan masker.IB

C.Transportasi pasienBatasi pergerakan dan pemindahan pasien dari ruangan hanya untuk tujuan penting. Jika diperlukan dan memungkinkan, meminimalkan percikan droplet pasien dengan menggunakan masker operasi.IB

D.Kewaspadaan tambahan untuk mencegah penularan TB

Untuk pencegahan penularan TB, gunakan petunjuk yang direkomendasikan oleh CDC.

4. Kewaspadaan terhadap dropletSebagai tambahan, gunakan kewaspadaan terhadap droplet atau sejenisnya untuk pasien yang diketahui atau diduga terinfeksi dengan mikroorganisme yang menular melalui droplet (partikel > 5 mm) pada saat pasien batuk, bersin atau bicara.KATEGORI

A.Penempatan pasienTempatkan pasien di ruangan khusus. Jika tidak tersedia ruang khusus, tempatkan pasien dengan pasien lain yang menderita infeksi dengan jenis organisme yang sama tanpa adanya infeksi lain. Jika ruang khusus tidak tersedia dan penggabungan pasien tidak memungkinkan, pertahankan jarak minimal 3 kaki antara pasien yang terinfeksi dengan pasien lain dan pengunjung. Penanganan khusus ventilasi tidak diperlukan dan pintu boleh dibuka.IB

B.

C.Masker

Disamping penggunaan masker yang sesuai standar kewaspadaan, gunakan masker bila bekerja dalam jarak 3 kaki dari pasien yang terinfeksi

Transport pasien

Batasi pergerakan dan pemindahan pasien dari ruangan hanya untuk tujuan yang penting saja. Jika memungkinkan, pasien dapat menggunakan masker untuk meminimalkan percikan.IB

IB

5. Kewaspadaan Kontak

Kewaspadaan terhadap kontak bagi pasien tertentu yang diketahui atau diduga terinfeksi mikroorganisme yang dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan pasien (tangan atau kulit ke kulit yang terjadi saat melakukan perawatan) atau kontak tidak langsung dengan menyentuh permukaan lingkungan atau alat-alat untuk merawat pasien.

KATEGORI

A.

B.Penempatan pasien

Tempatkan pasien di ruangan khusus, Jika tidak tersedia ruang khusus, tempatkan bersama dengan pasien yang terinfeksi dengan mikroorganisme yang sama, tanpa ada infeksi lain. Jika hal ini tidak tercapai, tempatkan pasien dengan mempertimbangkan epidemiologi mikroorganisme dan populasi. Disarankan untuk melakukan konsultasi dengan petugas pengendalian infeksi sebelum penempatan pasien.

Sarung tangan dan cuci tangan

Gunakan sarung tangan bersih, non steril saat memasuki ruangan. Selama merawat pasien, ganti sarung tangan setelah kontak dengan bahan infeksius yang mungkin mengandung mikroorganisme dengan konsentrasi tinggi (feses dan drainase luka). Lepas sarung tangan sebelum meninggalkan ruangan pasien dan cuci tangan antiseptik yang tidak mengandung air. Setelah itu, pastikan tangan tidak menyentuh permukaan lingkungan yang mungkin terkontaminasi atau benda-benda yang ada di ruangan pasien untuk menghindari penularan mikroorganisme ke pasien atau ruangan lain.IB

IB

C.

D.

E.

F.Baju

Disamping penggunaan baju sesuai dengan standar kewaspadaan, gunakan baju (bersih, non-steril sudah cukup) saat memasuki ruangan jika anda menduga baju anda akan kontak dengan pasien, lingkungan, benda-benda diruang pasien atau pasien dengan inkontinensia, diare, kolostomi atau drainase luka yang tidak ditutup. Lepaskan baju sebelum meninggalkan ruangan pasien, kemudian pastikan baju tidak menyentuh permukaan lingkungan terkontaminasi untuk menghindari penularan mikroorganisme ke pasien atau ruangan lain.

Transportasi pasien

Batasi pergerakan dan pemindahan pasien dari ruangan hanya untuk tujuan yang penting saja. Jika memungkinkan, pasien dapat menggunakan masker untuk meminimalkan percikan.

Peralatan perawatan pasien

Jika memungkinkan gunakan peralatan hanya untuk satu pasien (atau pasien terinfeksi dengan kuman perlu kewaspadaan) untuk menghindari penggunaan bersama. Jika penggunaan alat secara bersama tidak dapat dihindari maka pembersihan dan desinfeksi secara adekuat harus dilakukan sebelum digunakan kepada pasien lain

Kewaspadaan tambahan untuk mencegah meluasnya resistensi terhadap vancomicyn

Konsultasikan dengan CDCIB

IB

IB

III.D. Rekomendasi Pencegahan Infeksi untuk Para Praktisi KesehatanElemen-elemen pelayanan kesehatan untuk pengendalian infeksi

1. Rencana koordinasi dan administrasiKATEGORI

A.Mengkoordinasikan pembuatan dan perencanaan kebijakan tentang administrasi rumah sakit bagi para praktisi kesehatan, tenaga klinis pengendalian infeksi, tenaga farmasi, berbagai departemen di rumah sakit, dan pihak luar yang terkait langsung. Termasuk juga para tenaga yang dibayar maupun tidak dibayar, seperti para relawan, tenaga magang, dokter dan para tenaga kontrak.IB

B.

C.Menciptakan sistem dan kebijakan tertulis yang perlu mendapat perhatian tim pengendalian infeksi, yaitu tentang:

1. Infeksi pada praktisi kesehatan (termasuk para relawan, tenaga magang, tenaga kontrak dan tenaga di luar rumah sakit) yang memerlukan pembatasan atau pemberhentian kerja

2. Membersihkan ruangan setelah adanya penyakit infeksius, pekerjaan yang terkait infeksi dan pajanan, jika diperlukan hasil penelitian epidemiologis

Mengembangkan protocol untuk meningkatkan koordinasi antara program praktisi kesehatan, program pengendalian infeksi dan departemen lain yang terkaitIB

IB

2. Evaluasi penempatan

KATEGORI

A.Sebelum seorang petugas mulai melakukan tugas, lakukan pengumpulan data kesehatan. Data kesehatan meliputi:

1. Status imunisasi atau riwayat penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi, seperti cacat, campak, rubella dan hepatitis B

2. Berbagai keadaan yang dapat menjadi faktor predisposisi untuk tertular atau menularkan penyakit infeksiIB

B.Lakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium langsung pada para praktisi berdasarkan data kesehatan yang ada. Pemeriksaan ini juga dimaksudkan untuk mendeteksi kondisi yang mungkin meningkatkan kemungkinan penularan penyakit ke pasien atau menyebabkan kerentanan terhadap infeksi dan juga sebagai dasar untuk menentukan kemungkinan terjadinya masalah terkait dengan kerja.IB

C.Pelaksanaan pengujian kesehatan ini tidak hanya untuk dasar kebutuhan evaluasi penempatan saja, misalnya dibutuhkan juga untuk mengevaluasi hubungan kerja dengan sakit atau untuk mengetahui penyakit infeksiIB

D.Jangan lakukan kultur rutin pada petugas (misal kultur hidung, tenggorokan atau feses) sebagai bagian evaluasi penempatanIB

E.Lakukan skrining rutin TB dengan melakukan tes mantoux, menggunakan PPDS 5 unit pada petugas kemungkinan besar kontak erat dengan penderita TBIB

F.Melakukan skirning serologis untuk penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin, seperti hepatitis B, campak, gondong, rubella dan varicella jika hal ini ternyata cost-efektif dan menguntungkan untuk para praktisi kesehatan.

3. Pendidikan kesehatan dan keamanan untuk petugasKATEGORI

A.Menyediakan pelatihan dan pendidikan mengenai pengendalian infeksi yang memadai dan sesuai dengan pekerjaan, sehingga para petugas dapat mempertahankan dan meningkatkan pengetahuan mereka tentang bagian-bagian penting dalam pengendalian infeksi seperti:

1. Cuci tangan

2. Cara penularan infeksi dan pentingnya ketaatan dalam melaksanakan standar kewaspadaan penularan penyakit

3. Pentingnya pelaporan penyakit atau kondisi tertentu (apakah terkait dengan kerja atau didapat dari luar rumah sakit), seperti lesi kulit vesicular, pustular generalist, kuning, penyakit yang tidak menghilang dalam waktu yang seharusnya (batuk > 2 minggu, penyakit gastrointestinal, demam > 39,3C (103F) yang berlangsung lebih dari 2 hari)

4. Pengendalian TB

5. Pentingnya ketaatan dalam melaksanakan kewaspadaan standar dan melaporkan paparan terhadap darah dan cairan tubuh untuk mencegah penularan penyakit melalui darah

6. Pentingnya koordinasi dengan petugas pengendalian infeksi selama penyelidikan adanya wabah

7. Pentingnya melakukan program skrining dan imunisasi pada petugasIB

B.Pastikan semua personil mengetahui apakah mereka dalam kondisi sehat atau sedang dalam pengobatan yang membuat mereka lebih rentan untuk tertular atau menularkan penyakit, sehingga mereka dapat mengikuti rekomendasi untuk mengurangi resiko tertular atau menularkan penyakit (misalnya pengajuan pengunduran diri dari pekerjaan).IB

C.Buat kebijakan tertulis dan prosedur tentang pengendalian infeksi bagi seluruh praktisi kesehatanIB

D.Sediakan informasi dengan bahasa dan isi yang sesuai dengan tingkat pendidikan para praktisi kesehatan.IB

III.E. Pencegahan Transmisi Mikroorganisme Patogen dari Lingkungan

Untuk meminimalkan transmisi mikroorganisme pathogen yang berasal dari peralatan dan lingkungan harus digunakan beberapa metode, meliputi pembersihan, desinfeksi dan sterilisasi yang adekuat. Kebijakan tertulis dan SOP harus dibuat pada setiap fasilitas kesehatan.

Pembersihan (cleaning) adalah proses fisika atau kimia untuk membersihkan benda-benda yang mungkin terkontaminasi oleh mikroba pathogen, sehingga aman untuk proses-proses selanjutnya.

Desain ICU

Berikut ini adalah desain ICU yang direkomendasikan untuk mengendalikan infeksi:

Luas setiap kamar sekitar 20 m2 sedangkan untuk ruang isolasi luas satu kamar kurang lebih 22 m2 Untuk setiap 8 tempat tidur harus tersedia 1-2 ruang isolasi

Jarak tempat tidur satu dengan tempat tidur lain kurang lebih 10-12 kaki

Untuk setiap tempat tidur, tersedia fasilitas desinfektan tangan

Lantai dan dinding harus dapat dicuci/dibersihkan

Furnitur yang digunakan harus minimal

Peralatan monitor harus tidak bersentuhan dengan lantai, mudah dipindahkan dan dibersihkan

Peralatan pengisap lender dan sphygmomanometer harus menempel pada dinding dan mudah dielepaskan

Pembersihan lingkungan di ICU

Pembersihan rutin dilakukan setiap hari. Sembilan puluh persen mikroorganisme berada dalam kotoran yang kasat mata, dimana tujuan pembersihan rutin adalah untuk menghilangkan kotoran. Harus ada kebijakan mengenai frekuensi pembersihan, bahan-bahan pembersih yang digunakan untuk dinding, lantai, jendela, tempat tidur, gorden, furniture, kamar mandi dan alat-alat medis yang dapat digunakan kembali. Salah satu alternatif untuk desinfeksi dalam pembersihan lingkungan adalah dengan menggunakan air panas. Untuk peralatan sanitasi gunakan air panas dengan suhu 80C selama 45-60 detik. Untuk peralatan memasak gunakan suhu 80C selama 60 detik. Sedangkan untuk linen gunakan suhu 70C selama 25 menit atau suhu 95C selama 10 menit.Desinfeksi peralatan yang digunakan pasienDesinfeksi adalah suatu proses mematikan sebagian mikroorganisme dari alat medik. Desinfeksi dapat dilakukan dengan menggunakan panas atau bahan kimia. Desinfeksi dengan menggunakan panas misalnya air mendidih dengan suhu 100C atau pasteurisasi dengan suhu 60-80C.

Prosedur desinfeksi harus memenuhi kriteria:

Membunuh mikroorganisme Mempunyai efek deterjen

Mampu memusnahkan sejumlah bakteri tanpa bantuan sabun atau deterjen. Derajat kekerasan air, sabun dan protein dapat menghambat kerja desinfektan.

Untuk dapat dipakai di lingkungan rumah sakit desinfektan harus:

Mudah digunakan

Tidak mudah menguap

Tidak berbahaya untuk peralatan, petugas dan pasien

Bebas dari bau yang tidak menyenangkan

Efektif digunakan dalam waktu singkat

Desinfektan berdasarkan kemampuan desinfeksi terhadap mikroorganisme dibagi atas:

1. Desinfeksi tingkat tinggi (high level disinfection)

2. Desinfeksi tingkat sedang (intermediate level disinfection)

3. Desinfeksi tingkat rendah (low level disinfection)

Tabel 1. Akivitas spectrum yang dicapai oleh desinfektanTingkat desinfeksiAktivitas spectrum desinfektanKandungan zat aktifFaktor yang mempengaruhi efektivitas desinfektan

Tinggi

Spora

Mikrobakterial Asam perasetat

Chlorine dioxide Konsentrasi

Waktu kontak

Suhu

Adanya bahan organik pH

Adanya ion kalsium atau magnesium

Formulasi

Sedang Virus

Jamur

Bakteri Formaldehid

Glutaraldehid

Natrium hipoklorit

Hidfrogen peroksida yang stabil

Succinaldehyde

Rendah Tuberkulosis

Virus

Jamur

Bakteri

Bakteri Turunan fenol

Alkohol baik etil maupun isopropyl

Amonium kuartener

Amphiprotic

Asam amino

Sterilisasi

Sterilisasi adalah suatu proses pengolahan alat atau bahan dengan tujuan mematikan semua bentuk kehidupan mikroba termasuk endospora. Sterilisasi adalah cara paling aman dan efektif untuk pengelolaan alat medis penting. Sterilisasi dapat dilakukan dengan proses kimia maupun fisikaTabel 2. Tingkat desinfeksi untuk peralatan pasien berhubungan dengan tipe perawatan

Alat yang digunakanKelasTingkat risikoTingkat desinfektan

Instrumen operasi yang masuk ke sistem vaskuler organ atau jaringan steril, contoh athroscopes, biopsyKritikalTinggiSterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi

Kontak dengan membrane mukosa, kulit tidak utuh (contoh gastroskopi)SemikritikalSedangDesinfeksi tingkat sedang

Kontak dengan kulit yang utuh atau tanpa kontak dengan pasienNonkritikalRendahDesinfeksi tingkat rendah

Sterilisasi dibutuhkan untuk peralatan medis yang masuk ke dalam daerah steril tubuh, sama halnya dengan cairan parenteral dan obat-obatan

Untuk melakukan proses sterilisasi peralatan, harus didahului dengan pembersihan alat tersebut untuk menghilangkan kotoran yang terlihat

Alat atau objek yang akan disterilkan harus dibungkus atau dikemas

Tahap-tahap sterilisasi alat/bahan medis:

1. Dekontaminasi

2. Pengemasan

3. Metode sterilisasi

4. Pengujian alat sterilisasi

5. Fasilitas alat dan zat kimia

Dekontaminasi adalah proses fisik atau kimia untuk membersihkan benda-benda yang mungkin terkontaminasi oleh mikroba yang berbahaya bagi kehidupan, sehingga aman untuk proses-proses selanjutnya. Tujuan dari proses dekontaminasi ini adalah untuk melindungi pekerja yang bersentuhan langsung dengan alat-alat kesehatan yang sudah melalui proses dekontaminasi mikroorganisme penyebab penyakit. Proses ini meliputi pengumpulan dan transportasi benda-benda kotor, pencucian dan penggunkaan desinfektan.

Tiga prinsip dasar pengemasan adalah diharapkan proses sterilisasi dapat terserap dengan baik ke seluruh permukaan kemasan dan isinya; harus mampu menjaga sterilitas isinya hingga kemasan dibuka; serta harus mudah dibuka dan isinya mudah diambil tanpa menyebabkan kontaminasi.

Bahan yang digunakan untuk pengemasan meliputi:

KertasBahan ini hanya untuk sekali pakai. Kertas dapat mencegah kontaminasi, mempertahankan sterilitas untuk periode lama, dapat digunakan untuk lapangan steril dan membungkus alat-alat kotor setelah tindakan. Kertas harus tidak tembus air, sukar dirobek serta bebas bahan beracun. Tipe kertas yang dapat dipakai adalah kertas kraft yang medikal graft, kertas berlaminasi, kertas mentega yang nonglaze dan kertas krep.

Hanya film plastik yang mengandung polyethylene dan poliprophylene yang cocok untuk sterilisasi dengan menggunakan ethylene oxide (EO). Ketebalan film plastik biasanya 1-3 milimikron untuk porositas terhadap EO. Film plastik sering digunakan setelah proses sterilisasi untuk menjaga kelembaban dan sebagai pelindung terhadap debu.

Kain (linen)Linen adalah bahan tradisional yang digunakan untuk membungkus nampan-nampan operasi. Kelebihannya adalah bisa dipakai ulang, murah, kuat, pelindung yang cukup baik, mudah digunakan dan sangat baik untuk duk. KontainerHanya digunakan untuk benda-benda yang akan digunakan pada sekali prosedur tindakan pada setiap pasien. Harus disertai dengan filter dan katup yang harus dipantau secara teratur.

Sistem pengemasan untuk alat-alat steril harus memenuhi ketentuan lokal:

Berikan segel dan tahan suhu

Berikan penghalang yang adekuat untuk partikel tertentu

Tahan terhadap pada proses sterilisasi fisik

Tahan terhadap cairan

Memungkinkan aliran udara yang adekuat

Memungkinkan keluar masuknya bahan sterilisasi

Melindungi isi kemasan dari kerusakan fisik

Tahan terhadap sobekan dan tusukan

Tidak berlubang

Tidak mengandung bahan beracun

Menguntungkan dalam hal biaya

Digunakan sesuai dengan instruksi pabrik

Diberi tanggal

Metode sterilisasi yang dapat digunakan bermacam-macam antara lain sterilisasi panas-kering, sterilisasi menggunakan EO, sterilisasi menggunakan plasma dan sterilisasi suhu rendah dengan menggunakan uap formaldehid.

Parameter kontrol kualitas proses sterilisasi harus merekam informasi siklus proses sterilisasi meliputi:

Jumlah beban

Isi beban

Temperatur dan waktu

Tes fisik/kimia secara teratur sekurang-kurangnya setiap hari

Tes biologi secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali

Proses ethylene oxide (Bacillus subtilis v.niger)

Proses steam (Bacillus stearotermophilus)

Sebelum mesin sterilisasi dapat digunakan secara rutin maka harus dilakukan pengujian terlebih dahulu sesuai dengan prosedur pada masing-masing autoclave atau sesuai dengan mesin sterilisasi yang digunakan. Hal ini perlu dilakukan karena kerja mesin sterilisasi tidak hanya tergantung pada desain mesin saja tetapi juga pada elemen pendukung lainnya seperti generator uap dan distribusi uap, sistem kelistrikan dan sistem mekanik lainnya.

Pemeliharaan secara teratur harus dilakukan dan didokumentasikan:

Tanggal perbaikan

Model dan nomer seri

Lokasi

Deskripsi penggantian alat

Catatan tes biologik Tes Bowie-Dick

BAB IV

Pencegahan Penumonia Nosokomial

IV.A. Pendahuluan

Rekomendasi-rekomendasi ini disampaikan dalam urutan berdasarkan penyebab infeksi yaitu pneumonia bakterial, termasuk penyakit Legionnaires; pneumonia fungal (aspergillosis); dan pneumonia yang disebabkan karena virus (RSV dan influenza). Tiap topik dibagi dalam subdivisi sesuai dengan pendekatan umum dalam pengendalian infeksi sebagi berikut:1. Pendidikan staf dan surveilens infeksi

2. Pemutusan penularan mikroorganisme dengan cara eradiksi mikroorganisme penyebab infeksi dari reservoirnya yang secara epidemiologis penting dan/atau mencegah transmisi dari orang ke orang

3. Mengubah risiko-risiko pejamu terhadap infeksi

Tiap rekomendasi dikategorisasikan berdasarkan bukti-bukti ilmiah yang ada, teoritis yang masuk akal, kemudahan penggunaan, dan pengaruh ekonomis, sebagai berikut:

IV.B. Penumonia Bakterial

IV.B.1. Pendidikan Staf dan Surveilens Infeksi

KATEGORI

A.Pendidikan staf

Didik petugas pelayanan kesehatan tentang pneumonia bakterial nosokomial dan prosedur-prosedur pengendalian infeksi yang digunakan untuk mencegah pneumonia.IA

B.Surveilens

1. Melakukan surveilens terhadap pneumonia bakterial pada pasien ICU yang berisiko tinggi untuk mendapatkan pneumonia bakterial nosokomial (misalnya pasien yang memakai ventilasi mekanis dan pasien pasca bedah tertentu) untuk menentukan kecenderungan yang ada dan mengidentifikasi masalah-masalah potensial. Masukkan juga data tentang mikroorganisme penyebab dan pola kepekaan antimikroba. Nyatakan data sebagai laju/rate (misalnya jumlah perawatan pasien terinfeksi atau infeksi per 100 hari perawatan ICU atau per 1000 hari penggunaan ventilator) untuk memungkinkan perbandingan di dalam rumah sakit dan penentuan kecenderungan (trend)

2. secara rutin melakukan surveilens biakan pasien atau perlengkapan atau peralatan yang digunakan untuk terapi respiratorik, tes fungsi paru, atau peralatan anestesi inhalasiIA

IA

IV.B.2. Pemutusan Transmisi Mikroorgaisme

IV.B.2.a. Sterilisasi atau Desinfeksi dan Perawatan Perlengkapan dan Peralatan

1. Tindakan Umum

KATEGORI

A.Bersihkan dengan teliti semua perlengkapan dan peralatan sebelum sterilisasi atau desinfeksi.IA

B.Lakukan sterilisasi atau gunakan desinfeksi tingkat tinggi untuk perlengkapan atau peralatan semicritical (yaitu benda-benda yang bersentuhan langsung atau tidak langsung dengan dinding mukosa saluran napas bawah). Desinfeksi tingkat tinggi dapat dicapai baik dengan cara pasteurisasi panas basah (wet heat pasteurization) pada suhu 76C selama 30 menit maupun menggunakan desinfektan kimiawi cair yang diakui sebagai sterilans/desinfektan oleh Environtmental Protection Agency (EPC) dan telah disetujui untuk dipasarkan dan digunakan untuk peralatan medis oleh Office of Device Evaluation, Center for Devices and Radiologic health, Food and Drug Administration (FDA). Setelah desinfeksi, lanjutkan dengan pembilasan, pengeringan, dan pengemasan, dan menjaga agar selama proses tidak terjadi kontaminasi barang tersebut.IB

C.1. Gunakan air steril (bukan air distilasi, tidak steril) untuk membilas perlengkapan dan peralatan semicritical reusable yang dipakai untuk saluran napas setelah desinfeksi secara kimiawi

2. Tidak ada rekomendasi tentang penggunaan air tap (sebagai cara alternatif pengganti air steril) untuk membilas perlengkapan dan peralatan semicritical reusableang digunakan untuk saluran napas setelah desinfeksi secara kimiawi, meskipun setelah pembilasan diikuti dengan atau tanpa penggunaan alkoholIBMasalah belum terselesaikan

D.Jangan memproses ulang perlengkapan atau peralatan yang ditujukan hanya untuk sekali pakai (single use only), kecuali data menunjukkan bahwa memporses ulang benda tersebut tidak membahayakan pasien, cost-efektif, dan tidak menyebabkan perubahan integritas struktural dan fungsi peralatan dan perlengkapan tersebutIB

2. Ventilator mekanis, breathing circuit, humidifier, dan nebulizerKATEGORI

A.Ventilator-ventilator mekanisJangan IA

B.Ventilator circuit dengan humidifier1. Jangan secara rutin mengganti sirkuit pernapasan lebih sering dari setiap 48 jam, termasuk tubing, katup ekshalasi dan humidifier yang terpasang (bubling atau wick) dari ventilator yang sedang digunakan pada pasien secara individual

2. Tidak ada rekomendasi tentang waktu maksimum kapan breathing circuit dan humidifier terpasang (bubling atau wick) atau lakukan desinfeksi tingkat tinggi sebelum digunakan pada pasien lain

3. Sterilkan reusable breathing circuit dan humidifier (bubling atau wick) atau lakukan desinfeksi tingkat tinggi sebelum digunakan pada pasien lain

4. Secara periodik keluarkan dan buang kondensat yang terbentuk pada tube ventilator mekanis, dengan menjaga agar kondensat tidak mengalir ke pasien. Cuci tangan setelah melakukan prosedur dan mengelola cairan tersebut5. Tidak ada rekomendasi untuk memasang filter atau perangkap pada ujung akhir dari pipa ekspirasi untuk mengumpulkan kondensat6. Jangan memasang filter bakterial antara reservoir humidifier dan tubing inspirasi dari brething circuits ventilator mekanis

7. Cairan humidifier

Gunakan air steril untuk mengisi bubling humidifier Gunakan air steril, destilasi atau tap untuk mengisi wick humidifier Tidak ada rekomendasi untuk menggunakan pilihan sistem humidifikasi yang tertutup yang secara terus menerus diisiIA

Masalah belum terselesaikanIBIBMasalah belum terselesaikan

IB

II

II

Masalah belum terselesaikan

C.Breathing circuit ventilator dengan hygrscopic condenser-humidifier atau heat-moisture exchangers

1. Tidak direkomendasikan untuk lebih memilih penggunaan hygrscopic condenser-humidifier atau heat-moisture exchanger dibandingkan heated humidifier untuk mencegah pneumonia nosokomial2. Ganti hygrscopic condenser-humidifier atau heat-moisture exchanger sesuai rekomendasi pabrik dan/atau bila terdapat kontaminasi nyata atau gangguan fungsi mekanis peralatan tersebut3. Jangan secara rutin mengganti breathing circuit yang terpasang dengan hygrscopic condenser-humidifier atau heat-moisture exchanger sewaktu sedang digunakan pada pasienMasalah belum terselesaikan

IB

IB

3. Humidifier dindingKATEGORI

A.Ikuti petunjuk pabrik dalam menggunakan dan merawat humidifier oksigen dinding, kecuali data menunjukkan bahwa mengubah petunjuk tidak membahayakan pasien dan cost-efektifIB

B.Diantara penggunaan pada pasien yang berbeda, ganti pipa, termasuk nasal prongs atau masker, yang digunakan untuk memberikan oksigen dari titik keluar di dindingIB

4. Nebulizer obat bervolume kecil: nebulizer in-line dan hand-heldKATEGORI

A.1. Diantara penggunaan pada pasien yang sama, desinfeksi, bilas dengan air steril, atau keringkan dengan udara nebulizer tersebut

2. Tidak ada rekomendasi untuk menggunakan air tap sebagai alternatif dari air steril untuk membilas nebulizer obat bervolume kecil reusable diantara penggunaan pada pasien yang samaIB

Masalah belum terselesaikan

B.Diantara penggunaan pada pasien yang berbeda, ganti nebulizer dengan yang telah dilakukan sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggiIB

C.Gunakan hanya cairan steril untuk nebulisasi, dan masukkan cairan tersebut secara aseptikIA

D.Bila digunakan vial medikasi dosis multiple, pengelolaan, distribusi, dan penyimpanan sesuai petunjuk pabrikIB

5. Nebulizer vervolume besar dan tenda pengabut (mist tents)

KATEGORI

A.Jangan gunakan humidifier udara ruang bervolume besar (large-volume room-air humidifiers) yang menghasilkan aerosol (misalnya dengan prinsip Venturi, ultrasound, atau spinning disk) dan arena itu sesungguhnya adalah nebulizer, kecuali alat tersebut dapat dilakukan sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi paling sedikit tiap hari dan hanya diisi dengan air sterilIA

B.Sterilisasi humidifier udara ruang bervolume besar yang digunakan untuk terapi inhalasi (misal pada pasien yang menjalani trakeostomi) atau dengan desinfeksi tingkat tinggi diantara penggunaan pada pasien yang berbeda dan sesudah tiap 24 jam pada pasien yang samaIB

C.1. Gunakan mist-tent nebulizer dan reservoir yang telah dilakukan sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi, dan anti peralatan ini diantara penggunaan pada pasien yang berbeda

2. Tidak ada rekomendasi tentang frekuensi penggantian mist-tent nebulizer dan reservoir pada waktu peralatan tersebut sedang dipakai pada satu pasienIB

Masalah belum terselesaikan

6. Peralatan lain yang digunakan berkaitan dengan alat bantu pernapasan

KATEGORI

A.Diantara penggunaan pada pasien yang berbeda, sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi respirometer portabel, sensor-sensor oksigen, dan peralatan pernapasan lain yang digunakan pada banyak pasienIB

B.1. Diantara penggunaan pada pasien yang berbeda, lakukan sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi reusable hand-powered resuscitation bags (misal Ambu bag)2. Tidak ada rekomendasi tentang prekuensi penggantian filter hidrofobik yang dipasang pada lubang sambungan resuscitation bagsIA

Masalah belum terselesaikan

7. Mesin anesthesia dan breathing sistem atau patient circuitKATEGORI

A.Jangan secara rutin melakukan sterilisasi atau desinfeksi mesin bagian dalam perlengkapan anesthesiaIA

B.Bersihkan dan kemudian lakukan sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi dengan bahan kimia cair atau pasteurisasi komponen breathing sistem atau sirkuit pasien yang reusable (misal, pipa tracheal atau masker wajah, pipa inspirasi dan ekspirasi, y-pece, reservoir bag, humidifier, dan pipa humidifier) diantara penggunaan pada pasien yang berbeda dengan mengikuti petunjuk pabrik peralatan tersebut untuk memproses ulang komponen tersebutIB

C.Tidak ada rekomendasi tentang frekuensi pembersihan atau desinfeksi rutin katup searah dan tabung carbon dioxide absorber.Masalah belum terselesaikan

D.Ikuti buku pedoman dan/atau petunjuk pabrik tentang perawatan dalam penggunaan, pembersihan, dan desinfeksi atau sterilisasi komponen-komponen lain atau attachment dari breathing sistem atau sirkuit pasien dalam perlengkapan anestesiaIB

E.Secara periodik keluarkan dan buang setiap kondensat yang mengumpul pada pipa dengan hati-hati dan mencegah kondensat mengalir ke pasien. Setelah melakukan prosedur dan melakukan tindakan cuci tangan dengan sabun dan air atau preparasi cuci tangan tanpa airIB

F.Tidak ada rekomendasi untuk memasang filter bakterial pada sistem pernapasan atau sirkuit pasien dalam perlengkapan anesthesiaMasalah belum terselesaikan

II. Perlengkapan tes fungsi paruKATEGORI

A.Jangan secara rutin melakukan sterilisasi atau desinfeksi bagian dalam mesin tes fungsi paru diantara penggunaan pada pasien yang berbedaII

B.Sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi dengan bahan kimia cair atau pasteurosaso reusable mouthpieces dan pipa atau penghubung diantara penggunaan pada pasien yang berbeda, atau ikuti petunjuk pemrosesan ulang dari pabrik pembuat alat tersebutIB

IV.B.2.b. Pemutusan Transmisi Bakteri dari Orang ke Orang

1. Cuci tangan

Meskipun menggunkaan sarung tangan, cucilah tangan setelah kontak dengan dinding mukosa, secret pernapasan, atau benda-benda yang terkontaminasi secret pernapasan. Baik dengan atau tanpa menggunakan sarung tangan, cucilah kedua tangan sebelum dan setelah kontak dengan: a) seorang pasien yang masih menggunakan pipa endotrakeal atau trakeostomi; b) segala peralatan pernapasan yang digunkan pada pasien Kategori I.

2. Kewaspadaan barrier

KATEGORI

A.Gunakan sarung tangan dalam mengelola secret pernapasan atau benda-benda yang terkontaminasi oleh secret pernapasanIA

B.Ganti sarung tangan dan cuci tangan a) setelah melakukan kontak dengan seorang pasien; b) setelah menangani secret pernapasan atau benda-benda yang terkontaminasi dengan secret dari seorang pasien dan sebelum melakukan kontak dengan pasien, benda-benda, atau permukaan lingkungan sekitar kita yang lain; c) diantara kontak dengan bagian badan yang terkontaminasi dan saluran pernapasan, atau peralatan untuk penapasan pada pasien yang samaIA

C.Gunakan baju penutup apabila telah diduga akan timbul pengotoran dengan secret pernapasan dari seorang pasien, dang anti baju penutup tersebut setelah kontak dan sebelum melakukan perawatan pada pasien yang lainIB

3. Perawatan pasien dengan trakeostomiKATEGORI

A.Lakukan trakeostomi dalam keadaan sterilIB

B.Bila mengganti pipa trakeostomi, gunakan teknik aseptik dang anti dengan pipa yang telah dilakukan sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggiIB

4. Pengisapan lender secret pernapasan

KATEGORI

A.Tidak ada rekomendasi untuk lebih memilih menggunakan sarung tangan steril dibandingkan sarung tangan yang bersih, tetapi tidak steril bila melakukan pengisapan lendor secret pernapasanMasalah belum terselesaikan

B.Bila menggunakan sistem pengisapan terbuka, gunakan kateter steril sekali pakaiII

C.Gunakan hanya cairan steril untuk menghilangkan kotoran secret dari kateter pengisap bila kateter tersebut dimasukkan lagi ke dalam saluran pernapasan bawah pasienIB

D.Tidak ada rekomendasi untuk lebih memilih menggunakan kateter pengisap sistem tertutup penggunaan ganda atau kateter pengisap sistem terbuka sekali pakai untuk pencegahan pneumoniaMasalah belum terselesaikan

E.Ganti keseluruhan pipa pengisap diantara penggunaan pada pasien yang berbedaIB

F.Ganti botol penampung isapan diantara penggunaan pada pasien yang berbeda, terkecuali bila digunakan pada unit-unit perawatan singkatIB

IV.B.3. Merubah Risiko Infeksi pada Pejamu

IV.B.3.a Pneumonia Endogen

Hentikan pemberian makanan enteral lewat pipa dan singkirkan peralatan-peralatan seperti pipa-pipa endotrakeal, trakeostomi, dan/atau pipa enteral (misalnya, orogastrik, nasogastrik, atau jejuna) dari pasien sesegera mungkin setelah indikasi klinis penggunaan alat-alat tersebut tidak ada. Kategori IB

1. Mencagah aspirasi yang berhubungan dengan pemberian makanan enteralKATEGORI

A.Bila maneuver tidak merupakan kontra indikasi, naikkan tempat tidur bagian kepala pada sudut 30-45 dari pasien yang berisiko tinggi mendapat pneumonia aspirasi (misal pasien yang mendapat ventilasi mekanis dan/atau yang telah menggunkan pipa enteralIB

B.Secara rutin pastikan kesesuaian letak dari pipa makananIB

C.Secara rutin lakukan evaluasi pergerakan usus pasien (dengan auskultasi bising usus dan mengukur volume sisa isi lambung atau lingkaran perut) dan sesuaikan laju makanan enteral untuk mencegah regurgitasiIB

D.Tidak ada rekomendasi untuk lebih memilih pipa caliber kecil untuk makanan enteralMasalah belum terselesaikan

E.Tidak ada rekomendasi memberikan makanan enteral secara kontinu atau intermitenMasalah belum terselesaikan

F.Tidak ada rekomendasi untuk lebih memilih letak pipa makanan (misal pipa jejuna) di sebelah distal pylorusMasalah belum terselesaikan

2. Mencegah aspirasi yang berhubungan dengan intubasi endotrakeal

KATEGORI

A.Tidak ada rekomendasi untuk lebih memilih menggunakan pipa orotrakeal dibandingkan nasotrakeal untuk mencegah pneumonia nosokomialMasalah belum terselesaikan

B.Tidak ada rekomendasi untuk secara rutin menggunakan pipa endotrakeal yang mempunyai lumen di bagian dorsal di atas balon nedotrakeal untuk drainase (dengan cara mengisap) sekresi trakeal yang menumpuk di daerah subglotisMasalah belum terselesaikan

C.Sebelum mengempiskan balon endotrakeal sabagai persiapan melepaskan pipa, atau sebelum merubah posisi pipa, pastikan bahwa sekresi di bagian atas balon telah dibersihkanIB

3. Mencegah kolonisasi lambung

KATEGORI

A.Bila diperlukan profilaksis terhadap perdarahan karena stress pada pasien dengan ventilasi mekanis, gunakan obat yang tidak meningkatkan pH lambungII

B.Tidak ada rekomendasi untuk melakukan dekontaminasi selektif pada pasien sakit kritis, ventilasi mekanis, atau saluran cerna pasien ICU dan/atau antimikroba intravena untuk mencegah pneumonia karena bakteri gram-negatif (atau Candida)Masalah belum terselesaikan

C.Tidak ada rekomendasi untuk secara rutin melakukan pengamanan makanan gastrik untuk mencegah pneumonia nosokomialMasalah belum terselesaikan

IV.B.3.b. Pneumonia Pasca BedahKATEGORI

A.Perintahkan pasien pasca bedah, terutama mereka yang berisiko tinggi mendapat pneumonia, tentang batuk ulang sering, ambil napas dalam, dan ambulasi secepat mungkin sesuai indikasi medik dalam masa pasca bedah. Pasien berisiko tinggi termasuk mereka yang mendapat anesthesia-terutama mereka yang akan mengalami pembedahan abdominal, thoraks, kepala, atau leher, dan mereka yang menderita gangguan fungsi pernapasan yang substansial (misal pasien yang menderita penyakit paru obstruktif menahun, kelainan musculoskeletal dada, atau tes faal paru yang abnormal)IB

B.Bimbing pasien pasca bedah agar berani batuk secara sering, mengambil napas panjang, melakukan gerakan-gerakan di tempat tidur, dan ambulasi, kecuali tindakan ini secara medis merupakan kontra indikasiIB

C.Atasi nyeri yang timbul dan mengganggu batuk dan pernapasan dalam masa pasca bedah dengan cara a) menggunakan analgesic sistemik, termasuk patient-controlled analgesia, dengan efek menekan batuk yang sekecil mungkin; b) memberikan tunjangan yang sesuai pada luka abdominal, seperti meletakkan bantal melintang perut dengan erat; atau c) menggunakan anesthesia regional (misal analgesia epidural)IB

D.Gunakan incentive spirometer atau peralatan intermiten positif pressure breathing pada pasien berisiko tinggi mendapatkan pneumonia pasca bedahII

IV.B.3.c. Prosedur Profilaksis Lain

KATEGORI

A.Vaksinasi pasien

Lakukan vaksinasi pada pasien berisiko tinggi mendapatkan penyulit infeksi pneumococcal dengan vaksin pneumococcal polisakarida, antara lain yaitu berusia = 65 tahun; pasien dewasa yang menderita penyakit kardiovaskuler sirosis, atau kebocoran cerebrospinal, anak dan dewasa yang mengalami immunosupresi atau dengan asplenia fungsional atau anatomic atau infeksi HIVIA

B.Profilaksis antimokroba

Jangan memberikan obat antimikroba sistemik untuk mencegah pneumonia nosokomialIA

C.Penggunaan tempat tidur berputar kinetic atau terapi rotasional lateral kontinu

Tidak ada rekomendasi tentang penggunaan rutin tempat tidur berputar kinetic atau terapi rotasional lateral kontinu (yaitu meletakkan pasien pada tempat tidur yang berputar secara intermiten atau kontinu pada sumbu longitudinalnya) untuk mencegah pneumonia nosokomial pada pasien di ICU, pasien sakit kritis, atau pasien yang tidak bisa bergerak karena penyakitnya atau traumaMasalah belum terselesaikan

BAB V

Pedoman Pencegahan Infeksi Intravaskular Akibat Pemasangan Kateter

V.A. Pendahuluan

Kateter intravascular sangat diperlukan saat ini dalam praktek kedokteran terutama di dalam ICU. Walaupun memberi jalan untuk mencapai pembuluh darah, namum penggunaan kateter memudahkan terjadinya infeksi lokal atau sistemik pada pasien, antara lain infeksi pada tempat pemasangan; infeksi aliran darah yang berhubungan dengan kateter (Cateter-related Bloodstreem Infection = CRBSI); trombophlebitis sepsis; endokarditis; dan infeksi metastasis yang lain (misalnya abses paru, abses otak, osteomielitis, dan enopthalmitis).

Insidens terjadinya infeksi bervariasi bergantung pada jenis kateter, seringnya manipulasi kateter, dan faktor yang berhubungan dengan pasien (misalnya penyakit yang diderita sebelumnya atau beratnya penyakit). Berbagai penelitian memperlihatkan bahwa infeksi meningkatkan morbiditas pasien dan biaya perawatan. Oleh karena itu perlu diterapkan suatu strategi yang dapat mengurangi terjadinya infeksi, yaitu dengan strategi multidisipliner yang melibatkan: 1) pakar perawat-kesehatan (professionals) yang memasang dan mempertahankan kateter intravascular; 2) manajer perawatan kesehatan yang mengalokasikan dana pembelian bahan dan peralatan; serta 3) pasien yang mampu membantu perawatan kateternya sendiri. Walaupun penelitian tentang strategi individual terbukti efektif dalam menurunkan insidens infeksi, namun strategi multidisipliner perlu dipertimbangkan meskipun belum dilakukan penelitian yang mendalam terhadap manfaatnya.Ada berbagai macam kateter yang dibagi berdasarkan tipe pembuluh darah, yaitu kateter vena perifer (peripheral venpus catheters), kateter vena sentral (central venous catheter = CVC), kateter arteri pulmonal dan kateter midline. Oleh karena kateter midline jarang digunakan dan mempunyai risiko infeksi yang rendah, maka kateter tersebut tidak dibahas dalam pedoman ini.

V.B. Kateter Vena Perifer

Kateter vena perifer adalah kateter yang paling sering digunakan untuk memasukkan suatu bahan ke dalam pembuluh darah. Walaupun insidens infeksi akibat pemasangan kateter vena perifer biasanya rendah, namun komplikasi serius dapat meningkatkan morbiditas. Kejadian ini sesuai dengan frekuensi manipulasi.

Infeksi yang serius terutama terjadi pada pemasangan kateter vena sentral, khususnya pasien yang dirawat di ICU. Di Dalam ICU insidens infeksi lebih tinggi dibandingkan pada pasien yang tidak gawat atau berobat jalan. Hal ini disebabkan antara lain oleh 1) pemasangan kateter vena sentral dalam jangka waktu lama; 2) terjadi kolonisasi akibat infeksi nosokomial; dan 3) manipulasi kateter yang dilakukan berkali-kali setiap hari untuk pemberian cairan, obat-obatan, produk darah dan nutrisi parenteral. Selain itu pemasangan kateter seringkali dilakukan dalam keadaan darurat sehingga teknik aseptik kurang diperhatikan. Pada kateter tertentu (seperti kateter arteri pulmonalis dan kateter arteri perifer), seringnya manipulasi beberapa kali dalam sehari karena harus mengukur keadaan hemodinamika atau mendapatkan sampel untuk pemeriksaan laboratorium, akan memperbesar potensi kontaminasi dan infeksi yang menyertainya.V.B.1. Kriteria penentuan

Angka insidens infeksi yang berhubungan dengan kateter (termasuk infeksi lokal atau sistemik) sulit untuk ditentukan. Walaupun CRBSI adalah parameter ideal karena menggambarkan bentuk infeksi yang berhubungan dengan pemasangan kateter, namun angka insidens infeksi bergantung pada definisi. Definisi klinik CRBSI adalah Kolonisasi kateter terlokalisasi adalah terdapatnya pertumbuhan mikroorganisme yang signifikan yaitu > 15 CFU (Colony Forming Unit) dari segmen kateter (biasanya CVC) tanpa disertai gejala infeksi

Infeksi lokal adalah terdapatnya pertumbuhan mikroorganisme > 15 CFU dengan disertai gejala lokal hanya eritma, pembengkakan, nyeri tekan dalam batas 2 cm dari tempat insersi kateter dan purulensi (pus)

Infeksi aliran darah adalah terdapatnya pertumbuhan mikroorganisme >15 CFU, kultur darah positif mengandung jenis kuman yang sama dengan organisme penyebab kolonisasi dan disertai gejala infeksi aliran darah (bakterimia). Darah yang diambil untuk kultur sebaiknya darah vena perifer.

V.B.2. EpidemiologiSejak tahun 1970 Sistem Surveilens Infeksi Nosokomial Nasional (National Nosocomial Infection Surveillance = NNIS) dari CDC telah mengumpulkan data insiden dan penyebab infeksi yang terjadi di rumah sakit, termasuk bakterimia akibat pemasangan CVC dari 300 rumah sakit di Amerika Serikat. Bakterimia akibat infeksi nosokomial lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang tidak dipasang CVC. Laju infeksi akibat pemasangan CVC bervariasi bergantung pada ukuran rumah sakit, pelayanan rumah sakit dan jenis CVC yang digunakan.

Relative Risk CRBSI telah dikaji 223 penelitian prospektif pada pasien dewasa. Relative Risk infeksi paling baik bila ditentukan dengan menghitung laju infeksi aliran darah, baik per 100 kateter maupun per 1000 kateter dalam sehari. Laju infeksi dipengaruhi oleh 1) kondisi pasien seperti beratnya penyakit; dan 2) jenis penyakit (misalnya luka bakar derajat III dibandingkan dengan pasca operasi jantung); 3) kondisi yang berhubungan dengan kateter misalnya kondisi pada saat pemasangan kateter (elektif atau darurat); dan 4) jenis kateter (tunneled vs nontunnel, subklavia atau jugular).

V.B.3. Mikrobiologi

Jenis organisme yang paling sering menyebabkan infeksi berbeda dari waktu ke waktu.

Organisme gram positif

Tempat peningkatan persentase infeksi yang disebabkan oleh gram positif. Gram positif yang umumnya menyebabkan infeksi kateter intravena (IB) adalah Strapylococcus aureus dan coagulase-negative staphylococci terutama tahun 1986-1989 (Tabel 1). Data yang berhasil dikumpulkan dari tahun 1992-1999 menunjukkan bahwa coagulase-negative straphylococci diikuti Enterococcus adalah penyebab paling sering infeksi intravena di rumah sakit. Hal ini disebabkan oleh predominasi spesies tersebut pada kulit manusia. Di Amerika Serikat pada tahun 1999 untuk pertama kalinya NNIS mendapat laporan bahwa > 50% dari semua S. aureus yang diisolasi dari ICU resisten terhadap oxacilin. Organisme gram negatifOrganisme gram negatif yang umum menyebabkan infeksi adalah spesies Enterobacter, Acinetobacter, Serratia marcescens dan Pseudomonas. Meningkatnya persentasie bahan isolate yang diambil dari ICU disebabkan oleh Enterobacteriaceae yang memproduksi spectrum yang lebih luas b-lactamase (ESBL), khususnya Klebsiella pneumoniate. Organisme tersebut bukan hanya resisten terhadap cephalosporin spectrum luas tapi juga terhadap antimikroba spectrum luas yang sering digunakan. Jamur

Spesies Candida menyebabkan 8% infeksi pada tahun 1986-1989. Resistensi Candida terhadap antifungi mulai meningkat. Dari pengumpulan data didapatkan bahwa 10% C. albicans yang diisolasi dari aliran darah apsien rumah sakit yang dipasang kateter, resisten terhadap fluconazole. Selain itu 48% Candida yang menyebabkan infeksi berasal dari spesies non-albocans termasuk C.glabrata dan C. krusei yang lebih resisten lagi terhadap fluconazole dan itraconazole dibandingkan C. albicans.

Tabel. Patogen paling sering yang didapatkan dari isolasi aliran darah yang menyebabkan infeksi di rumah sakit.

Patogen1986-1989

(%)1992-1999

(%)

Coagulase-negative straphylococci2727

Straphylococcus aureus1613

Enterococcus813

Organisme gram negative1914

Escherchia coli62

Enterobacter55

Pseudomona aeruginosa44

Klebsiella pneumonia43

Candida spp.88

IV.B.4. Patogenesis

Keberadaan kateter sebagai benda asing akan memicu pembentukan selaput fibrin sepanjang kateter. Selaput fibrin terdiri atas substansia yang kotor, protein dan trombosit. Protein dan trombosit menyebabkan perlekatan mikroorganisme dengan kateter. Organisme berjalan sepanjang kateter dan masuk ke dalam selaput fibrin yang melindunginya dari mekanisme pertahanan tubuh. Organisme mulai mengadakan replikasi dan dibebaskan ke dalam aliran darah.Mekanisme kontaminasi kateter terjadi sebagai berikut:

Pada tempat penusukan kateter organisme di kulit bermigrasi masuk ke dalam kulit kateter (sebelah luar kateter)

Kontaminasi tempat sambungan (hub) yang kemudian menyebabkan kolonisasi intraluminal pada pemasangan kateter dalam jangka waktu lama

Kadang-kadang kateter terinfeksi oleh penyebaran dari fokus infeksi di tempat lain

Jarang sekali kontaminasi cairan infuse (infuset) berlanjut pada CRBSI

Jelaskah bahwa sumber kontaminasi kateter intravascular adalah flora kulit pasien yang dapat mengkontaminasi ujung kateter sewaktu dimasukkan, flora pada tangan staf medik dan paramedik yang dapat mengkontaminasi sambungan kateter, penyebaran organisme lewat darah dan sumber infeksi di tempat lain atau cairan infuse. Ada bukti pula mengenai pengaruh durasi pemasangan kateter dengan ciri yaitu pada kateterisasi jangka pendek kontaminasi di kulir lebih signifikan, sedangkan kateter jangka panjang kontaminasi di tempat sambungan kateter tampak lebih signifikan.

Determinan pathogen yang penting pada CRBSI adalah:

1. Bahan pembuat kateter

Dalam penelitian invitro diperlihatkan bahwa kateter yang terbuat dari polyvinyl chloride atau polyethylene kurang resisten terhadapt penempelan mikroorganisme dibandingkan kateter yang terbuat dari Teflon, silicon elastomer atau polyurethane. Oleh sebab itu sebagian besar kateter yang dijual di Amerika Serikat tidak lagi terbuat dari polyvinyl chloride atau polyethylene. Sebagian bahan kateter juga mempunyai permukaan tidak rata yang dapat memperbesar perlekatan mikroorganisme dari spesies tertentu (misalnya coagulase-negative staplhylococci, Acinetobacter calcoaceticus dan Pseudomonas aeroginosa). Kateter yang terbuat dari materi ini sangat rentan terhadap kolonisasi mikroorganisme yang pada akhirnya menyebabkan infeksi.2. Faktor virulensi internal dari mikroorganisme yang menginfeksi

Sifat mikroorganisme juga penting dalam CRBSI. Staphylococcus aereus dapat menempel ke protein pejamu (antara lain fibrinektin) yang biasanya ada dalam kateter, sedangkan coagulase-negative staphylococci lebih cepat menempel pada permukaan polimer dibandingkan pathogen lain (misalnya E. coli atau S. aureus). Selain itu tipe tertentu coagulase-negative staphylococci menghasilkan polisakarida ekstraseluler yang sering disebut slime. Dengan keberadaan kateter, slime tersebut meningkatkan patogenitas coagulase-negative staphylococci dengan cara menghalangi mekanisme pertahanan pejamu (misalnya bertindak sebagai blockade terhadap pemusnahan kepekaan terhadap bahan antimikroba (misalnya membentuk matriks yang mengikat antimikroba sebelum kontak dengan dinding sel organisme). Candida tertentu dengan adanya cairan yang mengandung glukosa, dapat memproduksi slime yang mirip dengan bakteri tadi. Hal ini dapat menjelaskan meningkatnya proporsi infeksi intravena yang disebabkan oleh jamur diantara pasien yang menerima cairan nutrisi parenteral.

V.B.5. Faktor Risiko Infeksi

Faktor risiko infeksi bervariasi bergantung pada jenis kateter dan penggunaannya. Faktor risiko yang penting adalah:

Perawatan di rumah sakit dalam jangka waktu lama sebelum dikateterisasi

Durasi pemasangan kateter yang lama

Kolonisasi yang hebat pada sambungan kateter

Kolonisasi yang hebat pada tempat tusukan kateter

Tusukan pada vena jugularis

Penggunaan antibiotik selama kateterisasi

Perlindungan yang tidak cukup diperhatikan selama pemasangan kateter

V.B.6. Jenis Infeksi

Jenis infeksi akibat pemasangan kateter intravena adalah infeksi lokal dan infeksi sistemik.Diagnosis infeksi lokal dapat ditegakkan bila terbukti:

Dari tempat masuknya kateter terdapat eritma, pembengkakan, nyeri tekan, indurasi atau purulensi (pengeluaran nanah) dengan jarak 2 cm dari tempat ujung kateter (exit site)

Adanya tunnel infection dengan gejala eritma, nyeri tekan, indurasi di dalam jaringan di atas kateter dan > 2 cm dari tempat ujung kateter

Diagnosis infeksi sistemik dapat ditegakkan bila tebukti:

Thrombophelebitis septic : pus di dalam lumen vena

CRBSI: isolasi organisme dari segmen kateter dan darah (dianjurkan darah dari vena perifer) dengan gejala bakterimia dan tidak ada infeksi lain

Pada kolonisasi kateter diagnosis bergantung pada teknik. Walaupun dapat dilakukan berbagai teknik namun teknik semi-kuantitatif adalah teknik yang paling sering digunakan oleh kelompok daerah Asia Pasifik. Dengan teknik semi-kuantitatif maka pembentukan koloni > 15 CFU dapat tumbuh dari suatu segmen kateter, biasanya dari ujung CVC.

Infeksi aliran darah (Blood Stream Infection = BSI) yang berhubungan dengan infuset: isolasi organisme dari infuset maupun kultur darah yang diambil perkutaneus, tanpa infeksi di tempat lain.V.B.7. Strategi Pengendalian Infeksi

Parameter yang dipakai untuk mengurangi risiko infeksi pada terapi intravena harus menciptakan keseimbangan antara keamanan pasien dengan cost efektif. Laporan menunjukkan bahwa dengan teknik aseptik yang mengikuti standar dapat menurunkan risiko infeksi. Selain itu, tim khusus IV memperlihatkan efektivitas dalam menurunkan insiden CRBSI, komplikasi dan biaya. Pemasangan dan pemeliharaan kateter IV oleh staf yang tidak berpengalaman atau di bawah standar dapat meningkatkan risiko kolonisasi kateter dan CRBSI.

Pemilihan tempat pemasangan

Pemilihan tempat pemasangan kateter akan mempengaruhi risiko terjadinya infeksi dan phlebitis. Hal ini sebagian dihubungkan dengan risiko trombophlebitis dan kepadatan flora kulit setempat. Phlebitis sejak lama telah diketahui sebagai risiko infeksi. Bagi orang dewasa tempat pemasangan di ekstremitas bahwa mempunyai risiko infeksi lebih tinggi dibandingkan dengan ekstremitas atas. Selain itu, pemasangan kateter di tangan risiko terjadinya phlebitis lebih rendah dibandingkan dengan pergelangan tangan atau lengan atas.Kepadatan daerah kulit pada tempat pemasangan kateter merupakan faktor risiko utama terjadinya CRBSI. Untuk mengurangi infeksi, dianjurkan pemasangan CVC di subklavia daripada di jugular atau femoralis. Namun belum ada penelitian random yang memuaskan yang menunjukkan perbandingan pada tiga tempat pemasangan. Risiko infeksi akibat pemasangan kateter di vena jugularis interna lebih tinggi dibandingkan dengan vena subklavia atau femoralis.

Pemasangan kateter femoralis pada dewasa memperlihatkan kolonisasi related lebih tinggi. Bila memungkinkan, kateter femoralis harus dihindari karena risiko terjadinya thrombosis vena dalam lebih tinggi dibandingkan dengan kateter jugularis atau subklavia, dan adanya dugaan bahwa kateter femoralis lebih mudah terkena infeksi. Akan tetapi penelitian pada anak memperlihatkan bahwa tingkat terjadinya penyakit dan infeksi lebih rendah.

Berdasarkan hal diatas, maka rekomendasi pemasangan kateter adalah:

1. Pemasangan kateter perifer intravena pada dewasa adalah di ekstremitas atas karena jumlah mikroorganisme di leher lebih tinggi dibandingkan pergelangan tangan dan tangan. Sedangkan pemasangan pada anak adalah di tangan, kulit kepala atau kaki

2. Pemasangan kateter vena sentral sebaiknya di vena subklavia daripada jugularis atau femoralis, kecuali ada kontraindikasi, misalnya pasien dengan kelainan perdarahan.

Pemilihan kateter (jenis bahan kateter)

Kateter dari bahan Teflon atau polyurethane mempunyai risiko komplikasi infeksi lebih rendah dibandingkan polyvinyl chloride atau polyethylene. Jarum baja yang digunakan sebagai alternatif untuk memasukkan kateter ke dalam vena perifer mempunyai potensi yang sama terkena komplikasi infeksi seperti kateter Teflon.

Penelitian pada hewan dan manusia secara signifikan memperlihatkan reaksi jaringan dan thrombosis yang lebih sedikit di dalam dan sekeliling kateter karet dari silicon. Mitchell dkk melakukan penelitian control non-random untuk membandingkan kecepatan terjadinya sepsis diantara kateter polyvinyl chloride lebih besar (18,9%) kemungkinan terjadi infeksi dibandingkan silicon (1,25%). Tapi penelitian Mitchell lemah karena dari 80 kateter silicon semuanya jenis tunneled, sedangakan PVC hanya 8 dengan jenis tunneled dari 37 kateter. Blacket dkk mendapatkan tingkat infeksi 9,5% pada kateter polyethylene.

V.C. Kateter Hemodialisa

Pemasangan Kateter Hemodialisa memerlukan keterampilan dan prosedur yang khusus. Sayangnya infeksi pada pemasangan kateter hemodialisa masih sering terjadi. Hal ini merupakan masalah serius karena terjadinya infeksi menyebabkan perlunya penggantian sebagian atau seluruh kateter.

Mesin hemodialisa harus disambungkan kepada vena yang besar untuk mencapai kecepatan yang sama antara sirkulasi darah di mesin dengan di tubuh pasien dalam waktu singkat. Ada 4 macam akses untuk hemodialisa: (1) Gortex graft, (2) transplantasi vena, (3) transplantasi vena dari binatang, (4) Cimino Fistula (vena pasien). Cimino Fistula terdiri dari jaringan hidup yang cukup resisten terhadap infeksi sehingga sering digunakan. Graft lainnya kurang resisten dan dapat terinfeksi saat penggantian atau selama proses berlangsung di unit dialisa. Bakteri dari infeksi di bagian tubuh lain juga dapat berjalan melalui aliran darah menuhu ke graft. Infeksi graft pada waktu penggantian dapat dicegah dengan teknik steril yang baik di ruang operasi dan juga penggunaan antibiotik intravena. Pemasangan kateter harus dilakukan oleh dokter bedah. Bakteri kulit lebih banyak dihilangkan dengan persiapan yang lebih hati-hati menggunakan antisepsis tepat sebelum kateter disambungkan ke mesin dialisa.Pasien harus langsung melaporkan semua tanda-tanda infeksi kepada paramedik. Tanda-tanda umum terjadinya infeksi adalah: (1) demam, (2) rasa sakit yang tidak bisa pada tempat pemasangan kateter, (3) kulit sekitar pemasangan kateter merah, dan (4) ada cairan keluar dari lubang jarum atau luka/insisi operasi. Pengobatan dini terhadap infeksi sangat dianjurkan karena pengobatan yang terlambat bisa menyebabkan pemasangan kateter harus diulang kembali. Begitu juga pengobatan dini infeksi di bagian lain tubuh (misalnya infeksi akibat penyakit diabetes yang terjadi di kaki) dapat mencegah pertumbuhan bakteri yang dibawa oleh darah di tempat pemasangan kateter.

V.C.1. Strategi Pengendalian Infeksi

Program pengendalian infeksi secara komprehensif diperlukan untuk mencegah transmisi virus dan bakteri pada pasien hemodialisa kronik. Program ini meliputi pemeriksaan serologis rutin, imunisasi, surveilans serta pendidikan dan latihan. Pengendalian infeksi pada unit hemodialisa akan mengurangi kemungkinan transmisi agen infeksius melalui alat-alat yang terkontaminasi, permukaan lingkungan atau tangan personil yang terkontaminasi baik secara langsung maupun tidak langsung.

Komponen program pengendalian infeksi secara komprehensif pada pasien hemodialisa meliputi:1. Praktek pengendalian infeksi pada unit hemodialisa

Kewaspadaan tentang pengendalian infeksi untuk mencegah transmisi virus dan bakteri melalui darah pasien

Pemeriksaan serologis terhadap virus hepatitis B dan C

Vaksinasi hepatitis B bagi pasien yang rentan

Isolasi untuk pasien dengan HbsAg positif

2. Surveilens untuk infeksi dan efek tidak diinginkan lainnya3. Pendidikan dan pelatihan tentang pengendalian infeksi

V.C.2. Rekomendasi Pengendalian Infeksi di Unit Hemodialisa

V.C.2.a. Kewaspadaan Pengendalian Infeksi

1. Gunakan sarung tangan satu kali pakai pada ketika merawat pasien atau menyentuh peralatan pasien di ruang dialisa. Ganti sarung tangan dan cuci tangan diantara perawatan terhadap tiap pasien

2. Bagi personil kesehatan seharusnya memakai baju, pelindung muka dan mata atau masker untuk melindungi dan mencegah terkontaminasinya baju pada saat operasi dimana dapat terjadi percikan darah (misalnya selama awal dan akhir proses dialysis, pembersihan dyalizer dan sentrifugasi darah). Semua alat perlindungan tersebut harus diganti bila terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, secret atau cairan eksresi

3. Personil tidak boleh makan, minum atau merokok di ruang dialisa atau ruang laboratorium. Tetapi pasien dapat diperbolehkan makan di ruang dialisa. Peralatan dibersihkan seperti bisa dan tidak ada perlakuan khusus

4. Barang-barang yang dibawa ke ruang dialisa harus sekali pakai atau hanya digunakan untuk satu orang pasien saja atau dibersihkan dan dilakukan desinfeksi sebelum digunakan pada pasien lain

Barang-barang yang tidak sekali pakai yang tidak dapat dibersihkan dan dilakukan desinfeksi (seperti plester, cuff tensimeter) harus digunakan untuk satu pasien saja

Obat atau alat yang sudah digunakan (termasuk vial multiple, spuit, swab alkohol), hanya boleh digunakan lagi untuk untuk pasien tersebut dan tidak boleh digunakan untuk pasien lain atau ruangan lain

5. Ketika obat-obatan dalam kemasan vial multiple digunakan, maka siapkan dosis untuk tiap-tiap pasien di ruang yang bersih, terpisah dari ruang dialisa. Jangan membawa vial multiple dari ruang satu ke ruang lain

6. Jangan bawa botol vial, spuit, swab alkohol dalam dalam saku. Troli untuk