pedoman pelaksanaan anggaran

142
DIKLAT PEMBENTUKAN AUDITOR TERAMPIL PPA I KODE MA : 1.150 PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN I 2007 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGAWASAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN EDISI KELIMA

Upload: aagun85

Post on 01-Dec-2015

480 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Pedoman pelaksanaan anggaran yang diterbitkan oleh BPKP

TRANSCRIPT

Page 1: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

DIKLAT PEMBENTUKAN AUDITOR TERAMPIL PPA I

KODE MA : 1.150

PEDOMAN PELAKSANAAN

ANGGARAN I

2007

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGAWASAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

EDISI KELIMA

Page 2: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Judul Modul : Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Penyusun : Drs. Achmad Sadji, M.M. Drs. Abdul Kadir R. Bambang S.W., Ak., M.B.A. Drs. Bistok Manurung Perevisi I : Drs. Achmad Sadji, M.M. Drs. Abdul Kadir R. Perevisi II : Drs. Sunarto Perevisi III : Nurharyanto, Ak Perevisi IV : Sigit Susilo Broto, Ak., M Comm Suhartanto, Ak., M.M. Pereviu : Linda Ellen Theresia, SE., M.B.A.

Editor : Rini Septowati, Ak., M.M.

Dikeluarkan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP dalam rangka Diklat Sertifikasi JFA Tingkat Terampil

Edisi Pertama : Tahun 1998

Edisi Kedua (Revisi Pertama) : Tahun 2000

Edisi Ketiga (Revisi Kedua) : Tahun 2004

Edisi Keempat (Revisi Ketiga) : Tahun 2006

Edisi Kelima (Revisi Keempat) : Tahun 2007 ISBN 979-95661-1-8 (no. jilid lengkap) ISBN 979-95661-2-6 (jilid 1)

Dilarang keras mengutip, menjiplak, atau menggandakan sebagian atau seluruh isi modul ini, serta memperjualbelikan tanpa izin tertulis

dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP

Page 3: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pusdiklatwas BPKP Jln. Beringin II Pandansari, Ciawi ISBN 979-95661-1-8 Bogor 16720 ISBN 979-95661-2-6

Page 4: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 i

Page 5: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI ....................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

A. Latar Belakang ........................................................................ 1

B. Tujuan Pemelajaran Umum (TPU). ................................................ 2

C. Tujuan Pemelajaran Khusus (TPK) ................................................. 2

D. Deskripsi Singkat Struktur Modul ................................................... 3

E. Metodologi Pemelajaran............................................................. 4

BAB II PERSIAPAN PELAKSANAAN ANGGARAN ............................................. 6

A. Penetapan Pejabat Pengelola Anggaran .......................................... 6

B. Penerbitan Dan Pengesahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DIPA) ....... 14

BAB III MEKANISME PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN NEGARA ............. 27

A. Penerimaan Perpajakan ............................................................ 27

B. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)......................................... 29

C. Penerimaan Pengembalian Belanja............................................... 39

BAB IV MEKANISME PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PAJAK-PAJAK NEGARA OLEH

BENDAHARA ........................................................................ 42

A. Dasar Hukum ......................................................................... 42

B. Kewajiban Dan Sanksi Perpajakan Bendahara .................................. 43

C. Bendahara Sebagai Pemotong Pph Pasal 21 Dan Pasal 26..................... 46

D. Bendahara Sebagai Pemotong Pph Pasal 22 ..................................... 52

E. Bendahara Sebagai Pemotong Pph Pasal 23/26................................. 53

F. Bendahara Sebagai Pemotong Ppn Dan Ppnbm ................................. 56

Page 6: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 iii

BAB V MEKANISME PELAKSANAAN BELANJA NEGARA ................................. 60

A. Pedoman Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara............................... 60

B. Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara Oleh Pengguna Anggaran/Kuasa

Pengguna Anggaran.................................................................. 71

C. Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara Oleh Bendahara Umum Negara

(BUN)/Kuasa BUN.................................................................... 86

D. Pelaporan Realisasi Anggaran Belanja............................................ 90

E. Bahan Diskusi Dan Soal Latihan.................................................... 91

BAB VI POKOK-POKOK PENGADAAN BARANG DAN JASA

INSTANSI PEMERINTAH ............................................................ 95

A. Prinsip Dasar, Kebijakan Umum, Etika, Dan Ruang Lingkup Pengadaan

Barang Dan Jasa ..................................................................... 95

B. Pokok-Pokok Kebijakan Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah ..........100

C. Prosedur Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.................................125

D. Bahan Diskusi Dan Soal Latihan...................................................132

DAFTAR PUSTAKA…...…...................……...…...…………………………………..135

Page 7: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pelaksanaan anggaran merupakan salah satu tahapan dari siklus

anggaran yang dimulai dari perencanaan anggaran, penetapan dan

pengesahan anggaran oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),

pelaksanaan anggaran, pengawasan anggaran dan

pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran. Tahapan pelaksanaan

anggaran ini dimulai ketika UU Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) disahkan oleh DPR. Dalam rangka terjadinya kesatuan

pemahaman serta kesatuan langkah dalam pelaksanaan, pemerintah

sebagai pelaksana dari UU APBN selanjutnya menerbitkan Keputusan

Presiden (Keppres) tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara sebagai dasar hukum pelaksanaan

APBN. Pada saat ini keppres yang berlaku adalah Keppres nomor 42

tahun 2002.

Modul ini akan menguraikan pedoman pelaksanaan anggaraan APBN,

sebagaimana ditetapkan dalam Pola Diklat Auditor Bagi Aparat

Pengawasan Fungsional Pemerintah. Modul ini disusun untuk memenuhi

materi pemelajaran pada Diklat Pembentukan Auditor Ahli di lingkungan

Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dengan jumlah jam

pelatihan sebanyak 25 jam latihan.

Modul Pedoman Pelaksanaan Anggaran I (PPA I) ini telah mengalami

beberapa kali revisi dan penyempurnaan sejalan dengan perubahan

ketentuan pengelolaan keuangan negara yang telah berkembang dan

berubah secara signifikan, khususnya terkait dengan Undang-undang

Page 8: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 2

No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang No.1

Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-undang

No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung

Jawab Keuangan Negara dan Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2002

tentang Pedoman Pelaksanaan APBN beserta ketentuan-ketentuan

pelaksanaan anggaran yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan selaku

Bendahara Umum Negara (BUN).

B. TUJUAN PEMELAJARAN UMUM (TPU)

Tujuan pemelajaran umum modul ini adalah agar para auditor setelah

mengikuti diklat ini diharapkan mampu menjelaskan mekanisme

pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, serta anggaran

pembiayaan khususnya pembiayaan yang bersumber dari pinjaman luar

negeri.

C. TUJUAN PEMELAJARAN KHUSUS (TPK)

Setelah mengikuti pelajaran ini, peserta diklat diharapkan akan mampu:

1. menjelaskan persiapan pelaksanaan anggaran yang meliputi

penetapan dan pengangkatan pejabat pengelola anggaran serta

penerbitan DIPA sebagai dasar pelaksanaan anggaran.

2. menjelaskan mekanisme pelaksanaan penerimaan negara yang

meliputi: penerimaan sektor perpajakan, penerimaan negara

bukan pajak (PNBP) dan penerimaan yang berasal dari

penyelesaian kerugian keuangan negara.

3. menjelaskan mekanisme pemotongan/pemungutan pajak-pajak

negara oleh bendahara;

4. menjelaskan menjelaskan mekanisme pelaksanaan belanja negara,

proses pencairan dana APBN dan proses penerbitan SPM,

mekanisme pembayaran melalui uang persediaan, penerbitan

Page 9: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 3

SP2D oleh KPPN serta memahami mekanisme pelaporan realisasi

APBN;

5. menjelaskan mekanisme pembiayaan APBN dengan sumber

pembiayaan dari pinjaman/hibah luar negeri;

6. menjelaskan mekanisme pengadaan barang dan jasa, sejak proses

persiapan, hingga penunjukkan dan penetapan penyedia

barang/jasa.

D. DESKRIPSI SINGKAT STRUKTUR MODUL

Modul ini membahas pedoman pelaksanaan anggaran baik dari sisi

administrasi maupun teknis substansi pelaksanaan anggaran,

sebagaimana telah dijelaskan dalam Keppres 42 tahun 2002

pembahasan akan diawali dengan langkah-langkah persiapan

pelaksanaan anggaran yang diuraikan dalam Bab I, dilanjutkan dengan

pembahasan tentang mekanisme pelaksanaan anggaran pendapatan

dan mekanisme pelaksanaan anggaran belanja yang diuraikan dalam

Bab III dan Bab V. Mekanisme penting yang perlu ditekankan dalam

pelaksanaan anggaran ini adalah mekanisme pemotongan/pemungutan

pajak oleh bendahara, oleh karena itu, mekanisme ini akan secara

khusus dibahas dalam Bab IV.

Pembahasan modul PPA I ini akan diakhiri dengan pembahasan tentang

pokok-pokok pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah, sesuai

dengan Keppres 80 tahun 2003. Pembahasan mekanisme pengadaan

barang dan jasa ini dianggap penting dan wajib diketahui bagi auditor,

karena alokasi anggaran belanja yang paling dominan pada instansi

pemerintah adalah anggaran yang dialokasikan untuk pengadaan

barang/jasa; oleh karena itu, seorang auditor wajib memahami hal ini

dan secara khusus mekanisme pengadaan barang/jasa ini dibahas

dalam Bab VI.

Page 10: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 4

Secara sistematis, urutan pembahasan dalam modul ini sebagai berikut.

Bab I : Pendahuluan

Bab II : Persiapan Pelaksanaan Anggaran

Bab III : Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Pendapatan

Bab IV : Mekanisme Pemotongan/Pemungutan Pajak Negara

oleh Bendahara

Bab V : Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Belanja

Bab VI : Pokok-Pokok Pengadaan Barang/Jasa Instansi

Pemerintah

Guna menghindari kesalahan interpretasi terhadap materi pemelajaran

yang tercantum dalam modul ini, maka terdapat beberapa batasan yang

digunakan dalam revisi modul ini, yaitu:

1. modul ini lebih menitikberatkan pada sisi anggaran pendapatan dan

belanja pada instansi pemerintah pusat (APBN);

2. perkembangan perubahan peraturan pelaksanaan teknis di bidang

pengelolaan anggaran yang dikeluarkan oleh instansi terkait seperti

Menteri Keuangan c.q Ditjen Perbendaharaan, Ditjen Anggaran dan

Perimbangan Keuangan Daerah, dan ketentuan lainnya merupakan

pelengkap yang tidak terpisahkan dari materi modul ini.

E. METODOLOGI PEMELAJARAN

Agar peserta mampu memahami substansi modul Pedoman

Pelaksanaan Anggaran I (PPA I), proses belajar mengajar

menggunakan pendekatan andragogi.

Dengan metode ini, peserta dipacu untuk berperan serta secara aktif

melalui komunikasi dua arah. Metode pemelajaran ini menerapkan

Page 11: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 5

kombinasi proses belajar mengajar dengan cara ceramah, tanya jawab,

dan diskusi pemecahan kasus.

Instruktur akan membantu peserta dalam memahami materi dengan

metode ceramah dan pembahasan contoh kasus. Dalam proses ini

peserta diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan

pendapat.

Agar proses pendalaman materi dapat berlangsung dengan lebih baik,

dilakukan pula diskusi kelompok sehingga peserta benar-benar dapat

secara aktif terlibat dalam proses belajar mengajar.

Untuk lebih membantu pemahaman peserta, modul ini dilengkapi pula

dengan soal-soal teori dan pertanyaan kasus/bahan diskusi.

Page 12: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 6

BAB II

PERSIAPAN PELAKSANAAN ANGGARAN

Ketika Undang-Undang tentang Rancangan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN) disetujui oleh DPR dan ditetapkan sebagai Undang-

Undang APBN, maka selesailah tahapan kedua dari siklus anggaran yaitu

tahapan penetapan dan pengesahan UU APBN oleh DPR. Pada saat ini,

dimulailah tahap ketiga yaitu tahap pelaksanaan anggaran (APBN) yang

merupakan kewenangan Presiden selaku kepala pemerintah untuk

melaksanakan seluruh kebijakan yang telah tertuang dalam undang-undang

tersebut.

Pada awal tahun anggaran, langkah pertama yang dilakukan dalam tahap

pelaksanaan anggaran meliputi penetapan pejabat pengelola anggaran serta

penerbitan dan pengesahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DIPA) sebagai

dasar hukum pelaksanaan anggaran bagi masing-masing

kementerian/lembaga dan instansi pemerintah lainnya.

A. PENETAPAN PEJABAT PENGELOLA ANGGARAN

Sistem Administrasi Keuangan Negara, sesuai dengan UU 17 tahun

2003 tentang Keuangan Negara dan UU 1 tahun 2004 tentang

Perbendaharaarn Negara, mengatur pemisahan fungsi pejabat

pengelola keuangan negara yang terdiri dari: Menteri Keuangan selaku

Tujuan Pemelajaran Khusus

Setelah memelajari bab ini, peserta diklat diharap mampu menjelaskan persiapan pelaksanaan anggaran yang meliputi penetapan dan pengangkatan pejabat

pengelola anggaran serta penerbitan DIPA sebagai dasar pelaksanaan anggaran.

Page 13: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 7

PEMBUATAN KOMITMEN

PENGUJIAN & PEMBEBANAN

Pengurusan Administrasi administrasi beheer

PERINTAH PEMBAYARAN

Menteri Teknis Selaku Pengguna Anggaran

Menteri Keuangan Selaku Bendahara Umum Negara

PERINTAHPENCARIAN

DANA PENGUJIAN & PEMBEBANAN

Pengurusan Komtabel comptabel beheer

Manajer Keuangan Negara (Chief Financial Officer /CFO) dan Bendahara

Umum Negara (BUN), sementara Pimpinan Kementerian/Lembaga

selaku Pengguna Anggaran (Chief Operational Officer /COO).

Struktur Organisasi dan pejabat yang berwenang dalam [pengelolaan

keuangan negara dapar digambarkan sebagai berikut.

KEWENANGAN FUNGSI ADMINISTRASI

MENURUT UU No. 1 Tahun 2004

Gambar 2.1.

Pelaksanaan anggaran selanjutnya secara teknis dilakukan oleh

kementerian dan lembaga terkait dengan menteri/pimpinan lembaga

sebagai pengguna anggaran/pengguna barang. Pada awal tahun

anggaran, menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran

menetapkan para pejabat di lingkungannya yang ditunjuk sebagai:

1. kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang;

2. pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara

(PNBP);

3. pejabat yang melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran

anggaran belanja negara;

Page 14: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 8

4. pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan perintah

pembayaran;

5. bendahara penerimaan untuk melaksanakan tugas kebendaharaan

dalam rangka pelaksanaan anggaran penerimaan;

6. bendahara pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan

dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja.

Dengan ketentuan: pejabat yang melakukan tindakan yang

mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja (butir 3) tidak boleh

merangkap sebagai pejabat sebagaimana pada butir 4, 5, dan 6.

Perbandingan Kewenangan Pengguna Anggaran

Gambar 2.2.

Dari flow chart di atas, tampak bahwa kewenangan pengguna anggaran

dapat dikuasakan kepada eselon/pejabat yang lebih rendah yakni dari

menteri teknis sampai dengan kepada eselon IV (kuasa pengguna

anggaran), sebagaimana seorang pejabat eselon IV (kuasa BUN) di KPPN

menandatangani SP2D atas nama Menteri Keuangan/Bendahara Umum

Negara. Selanjutnya merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor

606/PMK.606/2004 tentang Pedoman Pembayaran dalam pelaksanaan

Menteri Teknis Menteri Keuangan

Setjen Ditjen DJPb DJAPK

Set. Ditjen

Roren Rokeu

SPP

Policy Formula

Policy Implementation

SPP

KPPN

voucher

Policy Formula

Policy Implementation

Page 15: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 9

APBN Tahun 2005 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan

Nomor SE-050/PB/2004 bahwa menteri/pimpinan lembaga selaku

pengguna anggaran menerbitkan keputusan tentang penunjukan:

1. kuasa pengguna anggaran;

2. pejabat yang melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran

anggaran;

3. bendahara pengeluaran;

4. pejabat yang diberi kewenangan untuk menerbitkan dan

menandatangani SPM.

Keputusan tersebut bertujuan menyerahkan sepenuhnya kewenangan

menteri teknis, dengan catatan tidak diperkenankan perangkapan jabatan

pembuat komitmen dengan jabatan bendahara pengeluaran.

Gambar di bawah ini, menjelaskan suatu struktur organisasi yang ideal

menurut amanah UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Gambar 2.3.

STRUKTUR ORGANISASI PENGELOLA KEUANGAN NEGARA

(IDEAL MENURUT UU)

MENTERI PENGGUNA ANGGARAN

PEMBUAT KOMITMEN BENDAHARA

PENGUJI TAGIHAN

PENERBIT SPM

UNIT AKUNTANSI

INSTANSI

SATKER KUASA PENGGUNA

ANGGARAN

Page 16: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 10

Gambar 2.4. SATUAN KERJA (Satker) - PUSAT

DIPA Satker

1. eselon 2 Kegiatan a Kegiatan b

2. eselon 2 Kegiatan

3. eselon 2 .. Dst.

1 DIPA 1 ESELON 1 1 PROVINSI

SATUAN KERJA (Satker) - PUSAT

1 DIPA 1 ESELON 1 1 PROVINSI

DIPA Satker a Kegiatan a Kegiatan b Satker b Kegiatan a Kegiatan b …Dst

Page 17: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 11

KEMENTERIAN NEGARA

SATKERKUASA PENGGUNA

ANGGARAN

SETJEN BADAN

DITJEN IRJEN

ESELON 2 KUASA PENGGUNA

ANGGARAN

ESELON 3 KUASA PENGGUNA

ANGGARAN

Gambar 2.5.

TINGKAT SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN/LEMBAGA

PEMBUAT KOMITMEN BENDAHARA

PENGUJI TAGIHAN

PENERBIT SPM

UNIT AKUNTANSI

SEKJEN KUASA PENGGUNA

ANGGARAN

KEPALA BIRO KARO

KEUANGANKEPALA

BIRO

Gambar 2.6.

Page 18: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 12

TINGKAT DIREKTORAT JENDERALKEMENTERIAN/ LEMBAGA

PEMBUAT KOMITMEN BENDAHARA

PENGUJI TAGIHAN

PENERBIT SPM

UNIT AKUNTANSI INSTANSI

DITJEN KUASA PENGGUNA

ANGGARAN

DIREKTUR SEK.DITJEN DIREKTUR

Gambar 2.7

TINGKAT INPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN / LEMBAGA

PEMBUAT KOMITMEN BENDAHARA

PENGUJI TAGIHAN PENERBIT

SPM UNIT AKUNTANSI

IRJEN KPA

INSPEKTUR SEK. ITJEN INSPEKTUR

Gambar 2.8.

Page 19: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 13

TINGKAT ESELON II PADA KEMENTERIAN / LEMBAGA:

PEMBUAT KOMITMEN BENDAHARA

PENGUJI TAGIHAN

PENERBIT SPM

UNIT AKUNTANSI

INSTANSI

ESELON 2 KUASA PENGGUNA

ANGGARAN

KEPALA BIDANG KABAG. UMUM

KEPALA BIDANG

PEMBUAT KOMITMEN

Gambar 2.10.

Gambar 2.9. INSTANSI BADAN PADA KEMENTERIAN/ LEMBAGA

PEMBUAT KOMITMEN BENDAHARA

PENGUJI TAGIHAN PENERBIT

SPM UNIT AKUNTANSI

BADAN KPA

DEPUTI/KA PUSAT SEKBADAN DEPUT/KAPUS

Page 20: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 14

B. PENERBITAN DAN PENGESAHAN DOKUMEN PELAKSANAAN

ANGGARAN (DIPA)

1. Konsep DIPA

Pelaksanaan anggaran pada setiap instansi pemerintah didasarkan

pada sebuah dokumen yang disebut Dokumen Pelaksanaan

Anggaran (DIPA). DIPA merupakan suatu daftar isian yang memuat

uraian: sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program dan rincian

kegiatan, rencana penarikan dana tiap-tiap bulan dalam satu tahun

serta pendapatan yang diperkirakan oleh kementerian/lembaga.

DIPA yang lengkap memuat uraian fungsi/sub fungsi, program,

sasaran program, rincian kegiatan/sub kegiatan, jenis belanja,

kelompok mata anggaran keluaran dan rencana penarikan dana

serta perkiraan penerimaan kementerian negara/lembaga. Dengan

demikian dokumen DIPA yang lengkap terdiri dari:

Gambar 2. 11

TINGKAT ESELON III PADA KEMENTERIAN/LEMBAGA

BENDAHARAPENGUJI TAGIHAN

UNIT AKUNTANSI INSTANSI

ESELON 3 KUASA PENGGUNA

ANGGARAN

KEPALA SEKSI PEMBUAT KOMITMEN

KASUBAG TU PENERBIT SPM

KEPALA SEKSI

PENGUJI TAGIHAN

Page 21: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 15

Surat Pengesahan DIPA Pengesahan DIPA yang ditandatangani Dirjen Perbendaharaan atau Kepala Kanwil DJPB atas nama Menteri Keuangan.

DIPA halaman I (Umum)

Memuat informasi yang bersifat umum dari setiap satuan kerja tentang rincian fungsi, program dan sasarannya serta indikator keluaran untuk masing-masing kegiatan.

DIPA halaman II Memuat informasi setiap satuan kerja tentang uraian kegiatan/sub kegiatan, volume keluaran yang hendak dicapai serta alokasi dana pada masing-masing belanja yang dicerminkan dalam mata anggaran keluaran.

DIPA halaman III Memuat informasi tentang rencana penarikan dana dan penerimaan negara bukan pajak yang menjadi tanggung jawab setiap satuan kerja.

DIPA halaman IV Memuat catatan tentang hal-hal yang perlu menjadi perhatian oleh pelaksana kegiatan.

Selanjutnya informasi yang terdapat dalam DIPA dapat dijelaskan

sebagai berikut.

a. Struktur Penganggaran

Masing-masing kementerian negara/lembaga dibagi dalam

tingkat eselon I. Dalam pasal 11 ayat 5 UU No. 17/2003

menyatakan bahwa anggaran belanja negara dibagi atas unit

organisasi, fungsi dan jenis belanja. Lebih jauh, dalam pasal 15

undang-undang yang sama menyatakan bahwa anggaran yang

disetujui oleh DPR dirinci dalam unit organisasi, fungsi, program,

kegiatan dan jenis belanja.

Page 22: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 16

1) Organisasi dan Bagian Anggaran

Klasifikasi organisasi yang digunakan dalam anggaran

belanja negara adalah sesuai unit yang bertanggung jawab

terhadap pelaksanaan suatu program, unit eselon II dan

unit eselon III yang bertanggung jawab terhadap suatu

pelaksanaan kegiatan pendukung program.

Pelaksanaan, monitoring, dan pelaporan anggaran akan

menjadi suatu sinergi yang positif apabila ada sinkronisasi

antara struktur program dan kegiatan dengan struktur

organisasinya. Dengan demikian tanggung jawab dan

kewenangan akan lebih jelas bagi para manajer, walaupun

tetap ada sedikit kesulitan apabila program dimaksud

dilaksanakan secara lintas unit organsasi dan lintas

kementerian negara/lembaga.

Bagian anggaran merupakan klasifikasi anggaran

berdasarkan organisasi antara lain menurut kementerian

negara/lembaga.

2) Fungsi dan Sub Fungsi

Klasifikasi anggaran dibagi menurut fungsi, hal ini akan

sangat membantu dalam penyusunan struktur program dan

kegiatan. Fungsi adalah perwujudan tugas kepemerintahan

di bidang tertentu yang dilaksanakan dalam rangka

mencapai tujuan pembangunan nasional.

Sub fungsi merupakan penjabaran fungsi yang dirinci ke

dalam 79 (tujuh puluh sembilan) sub fungsi.

Penggunaan fungsi dan sub fungsi disesuaikan dengan

tugas pokok dan fungsi masing-masing kementerian

negara/lembaga.

Page 23: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 17

Contoh sub fungsi 01.01. lembaga eksekutif dan legislatif,

keuangan dan fiskal serta urusan luar negeri digunakan

untuk:

- administrasi, operasi atau dukungan untuk lembaga

eksekutif, legislatif, keuangan dan fiskal, manajemen kas

negara, utang pemerintah, operasional perpajakan;

- kegiatan kementerian keuangan;

- kegiatan luar negeri termasuk Menteri Luar Negeri,

kegiatan diplomat, misi-misi internasional dll;

- penyediaan dan penyebaran informasi, dokumentasi,

statistik keuangan dan fiskal;

- termasuk kegiatan kantor kepala eksekutif pada semua

level: Presiden, Wakil Presiden, gubernur,

bupati/walikota dan lain-lain; semua tingkatan lembaga

legislatif: MPR, DPR, DPRD; lembaga penasehat,

administrasi, serta staf yang ditunjuk secara politis untuk

membantu lembaga eksekutif dan legislatif, semua

badan atau kegiatan yang bersifat tetap atau sementara

yang ditujukan untuk membantu lembaga eksekutif dan

legislatif, kegiatan keuangan dan fiskal dan pelayanan

pada seluruh tingkatan pemerintah, kegiatan politik

dalam negeri, dan penyediaan dan penyebaran informasi

dokumentasi, statistik mengenai politik dalam negeri;

- sub fungsi ini (01.01) tidak termasuk untuk kantor-

kantor kementerian baik di pusat maupun di daerah,

komite antar departemen dan lain-lain yang terkait

dengan fungsi tertentu (diklasifikasikan sesuai dengan

fungsi masing-masing), pembayaran cicilan utang dan

berbagai kewajiban pemerintah sehubungan dengan

Page 24: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 18

utang pemerintah, bantuan pemerintah RI kepada

negara lain dalam rangka bantuan ekonomi.

3) Program

Program adalah penjabaran kebijakan kementerian

negara/lembaga dalam bentuk upaya yang berisi satu atau

beberapa kegiatan dengan menggunakan sumber daya

yang disediakan untuk mencapai hasil yang terukur sesuai

dengan misi kementerian negara/lembaga.

4) Kegiatan dan Sub Kegiatan

Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan

oleh satu atau beberapa satuan kerja sebagai bagian dari

pencapaian sasaran terukur pada suatu program, yang

terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya,

baik yang berupa personil (sumber daya manusia), barang

modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau

kombinasi dari beberapa atau semua jenis sumber daya

tersebut sebagai masukan (input) untuk menghasilkan

keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa.

Sub kegiatan adalah bagian dari kegiatan yang menunjang

usaha pencapaian sasaran dan tujuan kegiatan tersebut.

Timbulnya sub kegiatan adalah sebagai konsekuensi adanya

perbedaan jenis dan satuan keluaran antar sub kegiatan

dalam kegiatan dimaksud. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa sub kegiatan yang satu dipisahkan dengan

sub kegiatan lainnya berdasarkan perbedaan keluaran.

Contoh : Kegiatan pendidikan dan pelatihan aparatur negara

dengan sub kegiatan:

Page 25: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 19

• penyelenggaraan Diklat Penjenjangan Jabatan

Fungsional Auditor (JFA) dengan keluaran antara lain:

jumlah peserta didik;

• penyelenggaraan Diklat Fungsional dengan keluaran

antara lain: jumlah lulusan;

• pengembangan kurikulum diklat dengan keluaran antara

lain: jumlah modul.

5) Jenis Belanja

Klasifikasi anggaran menurut jenis belanja dibagi ke dalam

delapan kategori sebagai berikut.

a) Belanja pegawai yaitu kompensasi dalam bentuk uang

maupun barang yang diberikan kepada pegawai

pemerintah yang bertugas di dalam maupun di luar

negeri sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah

dilaksanakan. Dikecualikan untuk pekerjaan yang

berkaitan dengan pembentukan modal. Belanja ini

antara lain digunakan untuk gaji dan tunjangan,

honorarium, vakasi, lembur dan kontribusi sosial.

b) Belanja barang yaitu pembelian barang dan jasa yang

habis pakai untuk memroduksi barang dan jasa yang

dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan. Belanja ini

antara lain digunakan untuk pengadaan barang dan

jasa, pemeliharaan, dan perjalanan.

c) Belanja Modal yaitu pengeluaran yang dilakukan

dalam rangka pembentukan modal. Dalam belanja ini

termasuk untuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan

bangunan, jaringan, maupun dalam bentuk fisik lainnya,

seperti buku, binatang dan lain sebagainya.

Page 26: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 20

d) Beban Bunga yaitu pembayaran yang dilakukan atas

kewajiban penggunaan pokok utang (principal

outstanding), baik utang dalam negeri maupun utang

luar negeri yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman.

e) Subsidi yaitu alokasi anggaran yang diberikan kepada

perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual,

mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa untuk

memenuhi hajat hidup orang banyak, sedemikian rupa

sehingga harga jualnya dapat terjangkau oleh

masyarakat. Belanja ini antara lain digunakan untuk

penyaluran subsidi kepada perusahaan negara dan

perusahaan swasta.

f) Bantuan Sosial yaitu transfer uang atau barang yang

diberikan kepada masyarakat guna melindungi dari

kemungkinan terjadinya risiko sosial. Bantuan sosial

dapat langsung diberikan kepada anggota masyarakat

dan/atau lembaga kemasyarakatan. Bantuan ini antara

lain untuk lembaga non pemerintah bidang pendidikan

dan keagamaan.

g) Hibah yaitu transfer dana yang sifatnya tidak wajib

kepada negara lain atau kepada organisasi internasional.

Belanja ini antara lain digunakan untuk hibah kepada

pemerintah luar negeri dan organisasi internasional.

h) Belanja lain-lain yaitu pengeluaran/belanja

pemerintah pusat yang tidak dapat diklasifikasikan ke

dalam jenis belanja pada huruf a) sampai dengan huruf

g) tersebut di atas.

Page 27: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 21

Dalam pengalokasian dana oleh kementerian

negara/lembaga harus memerhatikan pagu yang terikat

(non discretionary) dan pagu yang tidak terikat

(discretionary) yang telah disepakati oleh pemerintah

bersama-sama DPR. Pagu terikat adalah jumlah dana yang

tidak dapat diubah selain untuk belanja yang sudah

ditentukan antara lain pagu pembayaran gaji dan tunjangan

(belanja pegawai) serta biaya langganan daya dan jasa.

Sesuai dengan ketentuan UU No. 17 Tahun 2003 bahwa

belanja negara digunakan untuk keperluan

penyelenggaraan pemerintah pusat dan pelaksanaan

perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan dan

daerah, maka klasifikasi berdasarkan jenis belanja

diupayakan untuk memenuhi ketentuan tersebut.

b. Lokasi

DIPA juga menginformasikan lokasi pelaksanaan kegiatan/sub

kegiatan, yaitu dengan memberikan informasi alamat

pelaksanaan kegiatan seperti provinsi, kabupaten, kota atau

lokasi di luar negeri.

2. Prosedur Penyelesaian DIPA

a. Prosedur Penyelesaian DIPA di Pusat

Prosedur penelaahan dan penyusunan DIPA di pusat diatur

sebagai berikut.

1) Setelah keputusan presiden tentang Rincian APBN diterbitkan,

dan data Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian

Negara/Lembaga (RKA-KL) diterima dari Direktorat Jenderal

Anggaran dan Perimbangan Keuangan (DJAPK), Direktorat

Pelaksanaan Anggaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan

Page 28: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 22

(Dit. PA DJPBN) segera menghubungi kementerian

negara/lembaga untuk segera membuat perincian

pelaksanaan anggaran untuk kegiatan yang akan

dilaksanakan. Rincian tersebut meliputi kegiatan yang akan

dilaksanakan di kantor pusat dan di daerah termasuk kegiatan

dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

2) Petugas penelaah Dit. PA DJPBN melakukan penelaahan DIPA

yang diajukan kementerian negara/lembaga dengan mengacu

kepada:

i) alokasi anggaran yang ditetapkan Presiden,

ii) rencana kerja dan anggaran satuan kerja pada

kementerian negara/lembaga.

3) Petugas penelaah Dit. PA DKBN dan kementerian

negara/lembaga melakukan penelaahan semua kegiatan yang

tertuang dalam DIPA dan melampirkan: catatan pembahasan,

konsep surat pengesahan DIPA/konsep DIPA, dan dokumen

pendukung untuk diteliti lebih lanjut.

b. Prosedur Penyelesaian DIPA di Daerah

Prosedur penelaahan dan penyusunan DIPA di daerah diatur

sebagai berikut.

Setelah Surat Rincian Alokasi Anggaran (SRAA) diterima dari

Kantor Pusat DJPBN, Kanwil DJPBN segera menyampaikan copy

SRAA kepada Kantor Daerah Kementerian Negara/Lembaga atau

satker pelaksana dekonsentrasi dan tugas pembantuan untuk

menyusun Konsep DIPA dan segera melakukan koordinasi

dengan semua satker di wilayah pembinaannya. Kemudian

memberitahukan kepada satker-satker untuk segera menyusun

konsep DIPA yang selanjutnya disampaikan kepada Kanwil

DJPBN beserta disketnya.

Page 29: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 23

3. Rencana Pendapatan

Penatausahaan pendapatan dimulai dari satuan kerja

dikoordinasikan oleh kementerian negara/lembaga dengan

mengikuti kelompok pendapatan sebagai berikut.

a. Tiga digit pertama merupakan kelompok pendapatan.

b. Lima digit pertama merupakan sub kelompok pendapatan.

c. Enam digit merupakan mata anggaran penerimaan (MAP)

Contoh:

− kelompok pendapatan 423 untuk PNBP lainnya;

− subkelompok pendapatan 42315 untuk pendapatan jasa II;

− MAP 423154 untuk pendapatan jasa catatan sipil.

4. Rencana Penarikan Dana

Dalam hal pencantuman angka rencana penarikan dana pada

halaman III DIPA berdasarkan rencana kerja satker perlu

memerhatikan hal-hal sebagai berikut.

a. Untuk belanja pegawai, rencana penarikan dana per bulan

adalah seperdua belas dari pagu gaji 1 tahun;

b. Untuk belanja barang, agar memerhatikan batas penarikan dana

triwulan;

c. Untuk belanja modal, agar memerhatikan kebutuhan

berdasarkan rencana pelaksanaan kegiatan.

5. Penetapan DIPA dan SP DIPA

Dalam penetapan DIPA dan Surat Pengesahan DIPA (SP DIPA)

dikategorikan sebagai berikut.

a. DIPA Kantor Pusat

DIPA Kantor Pusat adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang

pelaksanaannya dilakukan oleh kantor pusat kementerian

negara/lembaga. Penelahaan DIPA dilakukan secara bersamaan

Page 30: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 24

antara Direktorat Pelaksanaan Anggaran DJPBN dengan

kementerian negara/lembaga terkait. Menteri/pimpinan lembaga

atau pejabat yang ditunjuk menetapkan DIPA, dan Dirjen

Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan menetapkan SP

DIPA.

b. DIPA Kantor Daerah

DIPA Kantor Daerah adalah dokumen pelaksanaan anggaran

yang pelaksanaannya dilakukan oleh kantor daerah/instansi

vertikal kementerian negara/lembaga. Penelahaan DIPA

dilakukan secara bersama antara Kanwil DJPBN dengan kantor

daerah/intansi vertikal kementerian negara/lembaga. Kepala

kantor daerah/instansi vertikal kementerian negara/lembaga atau

pejabat yang ditunjuk menetapkan DIPA, dan Kanwil DJPBN atas

nama Menteri Keuangan menetapkan SP DIPA.

c. DIPA Dalam Rangka Pelaksanaan Dekonsentrasi

DIPA dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi adalah dokumen

pelaksanaan anggaran yang pelaksanaannya dilimpahkan kepada

gubernur. Penelahaan DIPA dilakukan secara bersama antara

Kanwil DJPBN dengan dinas terkait atas nama gubernur.

Gubernur atau kepala dinas atau pejabat yang ditunjuk

menetapkan DIPA, dan Kanwil DJPBN atas nama Menteri

Keuangan menetapkan SP DIPA.

d. DIPA Dalam Rangka Pelaksanaan Tugas Pembantuan

DIPA dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan adalah

dokumen pelaksanaan anggaran yang pelaksanaannya

ditugaskan kepada gubernur/bupati/walikota/kepala daerah.

Penelaahan DIPA dilakukan secara bersama antara Direktorat

Pelaksanaan Anggaran DJPBN dengan kementerian

negara/lembaga terkait. Menteri/pimpinan lembaga atau pejabat

Page 31: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 25

yang ditunjuk menetapkan DIPA, dan Direktur Jenderal

Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan menetapkan SP

DIPA.

6. Revisi DIPA

DIPA yang sudah disahkan oleh DJPBN atau Kepala Kanwil DJPBN

apabila diperlukan dapat dilakukan revisi oleh satker yang

bersangkutan dan selanjutnya diajukan kepada DJPBN atau Kanwil

DJPBN untuk ditelaah dan disahkan, dengan catatan sebagai berikut.

a. Dapat dilakukan realokasi dana antar sub kegiatan dalam satu

kegiatan.

b. Dapat dilakukan perubahan volume keluaran pada sub kegiatan

tanpa merubah alokasi dana kegiatan dan masih sesuai dengan

sasaran kegiatan dan atau sasaran program.

c. Dapat dilakukan realokasi dana antar MAK dalam satu jenis

belanja sepanjang tidak mengurangi:

1) gaji dan berbagai tunjangan yang melekat dengan gaji:

2) belanja untuk langganan listrik, telepon, gas dan air;

3) pembayaran untuk berbagai tunggakan;

4) alokasi untuk dana pendamping PHLN;

5) belanja barang untuk pengadaan bahan makanan (MAK 52

1113).

d. Dalam revisi DIPA tidak diperkenankan ada perubahan

terhadap:

1) pagu untuk masing-masing unit organisasi;

2) pagu untuk masing-masing kegiatan dan masing-masing jenis

belanja;

3) pagu untuk lokasi provinsi;

4) kegiatan dan program.

Page 32: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 26

Revisi DIPA yang menyebabkan realokasi dana antar satuan kerja

dapat dilakukan oleh pimpinan unit organisasi (unit eselon I untuk

tingkat pusat atau kanwil/koordinator satker untuk tingkat daerah)

dan selanjutnya diajukan kepada DJPBN atau Kanwil DJPBN untuk

diteliti dan disahkan. Terhadap revisi DIPA yang menyebabkan

perubahan dalam butir 6.d.1 sampai dengan 4, harus mendapat

persetujuan DPR melalui DJAPK. Keputusan atas perubahan tersebut

disampaikan kepada instansi terkait.

7. Aktivitas Terkait

Setelah DIPA disahkan, maka unit organisasi/satuan kerja dapat

menerbitkan petunjuk pelaksanaan sebagai pedoman pelaksanaan

lebih lanjut dari DIPA.

Penyelesaian DIPA, mulai dari penyusunan konsep DIPA oleh

kementerian negara/lembaga sampai dengan pengesahan DIPA oleh

Dirjen Perbendaharaan atau Kepala Kanwil DJPBN agar

memerhatikan waktu yang tersedia.

Page 33: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 27

BAB III

MEKANISME PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN NEGARA

UU nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara menyatakan bahwa

pendapatan negara merupakan hak pemerintah pusat yang diakui sebagai

penambah nilai kekayaan bersih. Salah satu hak pemerintah pusat adalah

menggali sumber-sumber penerimaan bagi negara untuk membiayai

berbagai belanja/pengeluaran negara yang berkaitan dengan kegiatan

penyelenggaraan pemerintahan. Sedangkan menurut UU nomor 18 tahun

2006 tentang APBN Tahun Anggaran 2007 manyatakan bahwa pendapatan

negara dan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari

perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dalam

negeri dan luar negeri.

A. PENERIMAAN PERPAJAKAN

Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri

dari penerimaan pajak dalam negeri dan pajak perdagangan

internasional. Penerimaan perpajakan dalam negeri meliputi semua

penerimaan negara yang berasal dari pajak penghasilan, pajak

pertambahan nilai barang/jasa dan pajak penjualan atas barang

mewah, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan

Tujuan Pemelajaran Khusus

Setelah memelajari bab ini, peserta diklat diharapkan mampu menjelaskan mekanisme pelaksanaan penerimaan negara yang meliputi: penerimaan sektor

perpajakan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan penerimaan yang berasal dari penyelesaian kerugian keuangan negara.

Page 34: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 28

bangunan, cukai dan pajak lainnya. Sedangkan pajak perdagangan

internasional merupakan semua penerimaan negara yang berasal dari

bea masuk dan pajak/pungutan ekspor.

Pada prinsipnya, penerimaan uang negara dari perpajakan wajib

disetorkan oleh wajib pajak dan atau wajib pungut ke kas negara pada

bank pemerintah atau lembaga lain yang ditetapkan oleh Menteri

keuangan.

Penerimaan perpajakan yang berasal dari wajib pajak pribadi dan

perusahaan, dilakukan sesuai dengan mekanisme perpajakan sesuai

dengan UU Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU

Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan. Dalam

mekanisme ini diterapkan Sistem Self-Assessment yaitu sistem

penerimaan perpajakan yang mengatur wajib pajak untuk menghitung

pajaknya sendiri, kemudian menyetorkannya ke kas negara dan

melaporkannya dalam laporan Surat Permberitahuan Pajak (SPT).

Sedangkan, penerimaan perpajakan yang berkaitan dengan mekanisme

pelaksanaan anggaran negara/daerah, dilakukan dengan mekanisme

pemotongan/pemungutan pajak oleh setiap instansi pemerintah yang

melakukan pembayaran atas beban negara/daerah. Oleh karena itu,

dalam rangka intensifikasi penerimaan pajak negara, setiap bendahara

instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, BUMN/BUMD dan

badan lainnya ditetapkan sebagai wajib pungut, wajib menyetorkan

seluruh penerimaan pajak yang dipungutnya dalam waktu selambat-

lambatnya satu hari setelah uang pajak diterima. (Mekanisme

pemotongan dan pemungutan pajak oleh bendahara selanjutnya akan

diuraikan dalam Bab IV)

Selanjutnya dalam rangka meningkatkan intensifikasi penerimaan

pajak, setiap instansi pemerintah, BUMN/BUMD serta badan lainnya

diwajibkan untuk memberikan informasi perpajakan kepada pemerintah,

Page 35: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 29

sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Keppres Nomor 72

tahun 2004 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden nomor 42

tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran dan Belanja

Negara mengatur ketentuan data dan informasi perpajakan sebagai

berikut.

1. Mewajibkan setiap kementerian/lembaga, pemerintah daerah, kantor

dan satuan kerja, proyek/bagian proyek, dan BUMN/D untuk

menyampaikan bahan-bahan dan keterangan yang menjadi

wewenang dan tanggung jawabnya guna keperluan perpajakan

kepada Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Pajak.

2. Untuk memadukan dan mensinerjikan data dan informasi

perpajakan tersebut dibentuk Bank Data Nasional dan Nomor

Identitas Tunggal yang dilaksanakan oleh Menteri Keuangan.

3. Menteri Keuangan cq Dirjen Pajak mengadministrasikan data dan

informasi perpajakan dalam Bank Data Nasional dengan membentuk

Nomor Identitas Bersama sebagai embrio Nomor Identitas Tunggal.

4. Menteri Keuangan cq Dirjen Pajak wajib memberikan Nomor

Identitas Tunggal kepada masing-masing kementerian/lembaga,

pemerintah daerah, kantor dan satuan kerja, proyek/bagian proyek,

dan BUMN/D.

5. Menetapkan Setiap instansi pemerintah, pemerintah daerah,

BUMN/D, bendahara dan badan lain yang melakukan pembayaran

atas beban APBN/APBD, sebagai Wajib Pungut Pajak, sesuai dengan

ketentuan perundangan yang berlaku.

B. PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP)

Penerimaan negara bukan pajak memiliki arti dan peran yang sangat

penting dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan negara dan

pembangunan nasional; oleh karenanya, diperlukan langkah-langkah

Page 36: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 30

pengadministrasian yang efisien agar penerimaan tersebut dapat

dimanfaatkan secara optimal.

1. Pengertian PNBP

Dalam rangka pengelolaan penerimaan negara bukan pajak

tersebut, Peraturan Pemerintah ini ditetapkan.

Penerimaan negara bukan pajak adalah seluruh penerimaan

Pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan;

yang meliputi:

• penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah;

• penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;

• penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang

dipisahkan;

• penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan

Pemerintah;

• penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal

dari pengenaan denda administrasi;

• penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah;

• penerimaan lainnya yang diatur dalam undang-undang tersendiri.

Selain jenis tersebut di atas, PNPB lainnya ditetapkan dengan

peraturan pemerintah.

Pengelolaan PNBP dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan

yang berlaku yaitu:

• Undang-undang nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan

Negara Bukan Pajak,

• Peraturan Pemerintah nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan

Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak,

Page 37: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 31

• Peraturan Pemerintah nomor 73 tahun 1999 tentang Tata Cara

Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersumber

dari Kegiatan Tertentu.

2. Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Jenis PNBP secara rinci diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor

22 tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara

Bukan Pajak. Sesuai dengan peraturan pemerintah tersebut, jenis

PNBP meliputi hal berikut.

a. Penerimaan kembali anggaran (sisa anggaran rutin dan sisa

anggaran pembangunan.

b. Penerimaan hasil penjualan barang/kekayaan negara.

c. Penerimaan hasil penyewaan barang/kekayaan negara.

d. Penerimaan hasil penyimpanan uang negara (jasa giro).

e. Penerimaan ganti rugi atas kerugian negara (tuntutan ganti rugi

dan tuntutan perbendaharaan).

f. Penerimaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan

pemerintah.

g. Penerimaan dari hasil penjualan dokumen lelang.

Secara rinci peraturan pemerintah tersebut juga menetapkan jenis

PNBP pada masing-masing departemen.

Penetapan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak

ditetapkan dengan memerhatikan:

a. dampak pengenaan terhadap masyarakat dan kegiatan

usahanya;

b. biaya penyelenggaraan kegiatan pemerintah sehubungan dengan

jenis;

c. penerimaan negara bukan pajak yang bersangkutan;

d. aspek keadilan dalam pengenaan beban kepada masyarakat.

Page 38: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 32

Penetapan jumlah penerimaan negara bukan pajak yang terutang

ditentukan dengan cara:

a. ditetapkan oleh instansi pemerintah; atau

b. dihitung sendiri oleh wajib bayar.

PNBP terhutang menjadi kedaluwarsa setelah sepuluh tahun

terhitung sejak saat terutangnya penerimaan negara bukan pajak

yang bersangkutan. Ketentuan kedaluwarsa sebagaimana tertunda

apabila Wajib Bayar melakukan tindak pidana di bidang penerimaan

negara bukan pajak.

3. Pelaporan Rencana dan Realisasi Penerimaan PNBP

Instansi yang mengelola PNBP wajib menyampaikan laporan rencana

dan realisasi penerimaan secara periodik, sesuai dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 1 Tahun 2004 tentang Tata Cara Penyampaian

Rencana dan Laporan Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Mekanisme tentang pelaporan diatur sebagai berikut.

a. Pejabat instansi pemerintah wajib menyampaikan rencana pnbp

tahun anggaran yang akan datang secara tertulis di lingkungan

instansi pemerintah yang bersangkutan kepada menteri paling

lambat pada tanggal 15 Juli tahun anggaran berjalan.

b. Dalam hal pejabat instansi pemerintah tidak atau terlambat

menyampaikan rencana PNBP, menteri dapat menetapkan

rencana PNBP instansi pemerintah yang bersangkutan.

c. Dalam hal terdapat revisi, pejabat instansi pemerintah wajib

menyampaikan revisi rencana PNBP kepada menteri, dengan

ketentuan sebagai berikut.

1) Revisi rencana PNBP tahun yang akan datang, disampaikan

paling lambat tanggal 5 Agustus Tahun Anggaran yang

bersangkutan.

Page 39: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 33

2) Revisi rencana PNBP tahun anggaran berjalan, disampaikan

paling lambat tanggal 15 Agustus tahun anggaran berjalan.

Dalam hal pejabat instansi pemerintah belum menyampaikan

revisi rencana PNBP menteri dapat menetapkan rencana PNBP

untuk masing-masing instansi pemerintah.

d. Laporan realisasi PNBP triwulanan disampaikan secara tertulis

oleh pejabat instansi pemerintah kepada menteri paling lambat

satu bulan setelah triwulan yang bersangkutan berakhir.

e. Laporan perkiraan realisasi PNBP triwulan IV disampaikan kepada

menteri paling lambat tanggal 15 Agustus tahun anggaran

berjalan.

f. Dalam hal pejabat instansi pemerintah tidak atau terlambat

menyampaikan rencana dan laporan realisasi PNBP, dikenakan

sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

4. Penerimaan dan Penyetoran PNBP

Seluruh penerimaan negara bukan pajak dikelola dalam sistem

anggaran pendapatan dan belanja negara, melalui dokumen

pelaksanaan anggaran (DIPA) masing-masing kementerian/lembaga.

pengelolaan atas PNBP tersebut diatur dengan ketentuan sebagai

berikut.

a. Setiap kementerian negara/lembaga/satuan kerja yang

mempunyai sumber pendapatan wajib mengintensifkan

perolehan pendapatan yang menjadi wewenang dan tanggung

jawabnya.

b. Menteri dapat menunjuk instansi pemerintah untuk menagih dan

atau memungut penerimaan negara bukan pajak yang terutang.

Page 40: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 34

c. Instansi pemerintah yang ditunjuk tersebut wajib menyetor

langsung penerimaan negara bukan pajak yang diterima ke kas

negara.

d. Instansi pemerintah yang ditunjuk wajib menyampaikan rencana

dan laporan realisasi penerimaan negara bukan pajak secara

tertulis dan berkala kepada menteri.

e. Tidak dipenuhinya kewajiban instansi pemerintah untuk menagih

dan atau memungut serta menyetor sebagaimana dikenakan

sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

5. Penggunaan Sebagian Dana PNBP

Pada dasarnya, seluruh PNBP wajib disetor langsung secepatnya ke

kas negara. Namun demikian, untuk beberapa kegiatan tertentu,

sebagian dana dari suatu jenis penerimaan negara bukan pajak

dapat digunakan untuk kegiatan tertentu yang berkaitan dengan

jenis penerimaan negara bukan pajak tersebut oleh instansi yang

bersangkutan. Penggunaan sebagian dana PNBP tersebut dapat

dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari Menteri Keuangan.

Kegiatan yang dapat menggunakan sebagian dana PNBP meliputi:

• penelitian dan pengembangan teknologi,

• pelayanan kesehatan,

• pendidikan dan pelatihan,

• penegakan hukum,

• pelayanan yang melibatkan kemampuan intelektual tertentu,

• pelestarian sumber daya alam.

Proses permohonan untuk menggunakan sebagian dana PNBP,

diatur dalam PP NOMOR 73 tahun 1999 tentang Tatacara

Page 41: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 35

Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersumber dari

kegiatan tertentu, yaitu sebagai berikut.

a. Pimpinan instansi pemerintah mengajukan permohonan

penggunaan penerimaan negara bukan pajak kepada Menteri

Keuangan. Permohonan tersebut dilengkapi dengan:

1) tujuan penggunaan dana penerimaan negara bukan pajak;

2) rincian kegiatan pokok instansi dan kegiatan yang akan

dibiayai penerimaan negara bukan pajak;

3) jenis penerimaan negara bukan pajak beserta tarif yang

berlaku;

4) laporan realisasi dan perkiraan tahun anggaran berjalan serta

perkiraan untuk dua tahun anggaran mendatang.

b. Setelah mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan,

instansi pemerintah mengajukan pengajuan rencana

penggunaan untuk setiap tahun anggaran selambat-lambatnya

pada tanggal 15 November.

c. Rencana penggunaan penerimaan negara bukan pajak tersebut

diteliti dan dibahas oleh Departemen Keuangan bersama-sama

instansi pemerintah yang bersangkutan sebelum ditetapkan

Menteri Keuangan.

d. Sebagian dana penerimaan negara bukan pajak disediakan dalam

suatu dokumen anggaran tahunan yang berlaku sebagai surat

keputusan otorisasi.

e. Sebagian dana penerimaan negara bukan pajak tersebut dapat

digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan tertentu pada

instansi bersangkutan dalam rangka pembiayaan:

Page 42: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 36

1) operasional dana pemeliharaan; dan atau

2) investasi, termasuk peningkatan kualitas sumber daya

manusia.

f. Pembayaran atas pelaksanaan kegiatan instansi yang

bersangkutan dilakukan sebagai pembayaran langsung kepada

yang berhak; atau melalui penyediaan Uang Yang Harus

Dipertanggungjawabkan (UYHD). Batas jumlah pembayaran

ditetapkan oleh menteri.

g. Saldo lebih dari sebagian dana penerimaan negara bukan pajak,

pada akhir tahun anggaran wajib disetor seluruhnya ke kas

negara.

h. Pembiayaan sebagian dana PNBP yang telah disediakan dalam

suatu dokumen anggaran dan belum dilaksanakan atau belum

diselesaikan dalam tahun anggaran yang bersangkutan dapat

dicantumkan pada dokumen anggaran tahun berikutnya melalui

revisi anggaran.

i. Pimpinan instansi pemerintah yang bersangkutan setiap awal

tahun anggaran menetapkan:

1) atasan langsung bendaharawan penerima/pengguna;

2) bendaharawan penerima,

3) bendaharawan pengguna.

Dalam hal bendaharawan belum ditunjuk, Kantor

Perbendaharaan dan Kas Negara dilarang melakukan

pembayaran.

j. Kewajiban pembukuan diatur sebagai berikut.

1) Pimpinan instansi/bendaharawan penerima dan pengguna

wajib menyelenggarakan pembukuan.

Page 43: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 37

2) Bendaharawan penerima dan pengguna menyimpan secara

lengkap dan teratur dokumen yang menyangkut penerimaan

negara bukan pajak.

3) Kegiatan dan penatausahaan tersebut dilaksanakan sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

k. Kewajiban penyusunan laporan;

Pimpinan instansi pemerintah wajib menyampaikan laporan

triwulan mengenai seluruh penerimaan dan penggunaan dana

oleh Instansi yang bersangkutan kepada Menteri Keuangan.

l. Ketentuan lainnya;

1) Pemberian izin penggunaan dana penerimaan negara bukan

pajak yang telah diberikan masih tetap berlaku sebelum

dilakukan penyesuaian berdasarkan peraturan pemerintah ini.

2) Penggunaan penerimaan negara bukan pajak yang berasal

dari dana reboisasi karena karakteristik dan atau sifat khusus

yang dimilikinya dapat diatur dengan peraturan pemerintah

tersendiri.

6. Pencatatan dan Pemeriksaan

a. Pencatatan dan Pembukuan

Ketentuan terkait dengan pencatatan dan pembukuan antara lain

adalah sebagai berikut.

1) Instansi pemerintah yang ditunjuk untuk menagih, memungut

dan menyetorkan PNBP wajib menyelenggarakan pembukuan

yaitu mengadakan suatu pencatatan yang dapat menyajikan

keterangan yang cukup untuk dijadikan dasar penghitungan

penerimaan negara bukan pajak.

Page 44: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 38

2) Pencatatan wajib diselenggarakan di Indonesia dalam satuan

mata uang rupiah dan disusun dalam Bahasa Indonesia atau

mata uang asing dan bahasa asing yang diizinkan Menteri

Keuangan.

3) Buku, catatan dan dokumen lainnya yang menjadi dasar

perhitungan PNBP tersebut wajib disimpan selama sepuluh

tahun.

4) Terhadap wajib bayar untuk jenis penerimaan negara bukan

pajak, atas permintaan instansi pemerintah dapat dilakukan

pemeriksaan oleh instansi yang berwenang. Selain itu,

terhadap instansi pemerintah yang ditunjuk atas permintaan

menteri untuk menagih, memungut dan menyetorkan PNBP

juga dapat dilakukan pemeriksaan khusus oleh instansi yang

berwenang.

b. Pemeriksaan

Ketentuan terkait dengan pemeriksaan antara lain adalah sebagai

berikut.

1) Hasil pemeriksaan terhadap instansi pemerintah disampaikan

kepada Menteri Keuangan, dan Menteri Keuangan

memberitahukan hasil pemeriksaan tersebut kepada instansi

pemerintah yang bersangkutan guna penyelesaian lebih

lanjut.

2) Hasil pemeriksaan terhadap wajib bayar untuk PNBP

disampaikan kepada instansi pemerintah untuk penetapan

jumlah PNBP yang terutang wajib bayar yang bersangkutan.

3) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap wajib

bayar terdapat kekurangan pembayaran jumlah PNBP yang

terutang, wajib bayar yang bersangkutan wajib melunasi

Page 45: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 39

kekurangannya dan ditambah dengan sanksi berupa denda

administrasi sebesar 2% sebulan untuk paling lama 24 bulan

dari jumlah kekurangan tersebut.

4) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap wajib

bayar untuk jenis PNBP terdapat kelebihan pembayaran

jumlah PNBP yang terutang, jumlah kelebihan tersebut

diperhitungkan sebagai pembayaran dimuka atas jumlah

PNBP yang terutang wajib bayar yang bersangkutan pada

periode berikutnya.

5) Dalam hal terjadi pengakhiran kegiatan usaha wajib bayar,

maka jumlah kelebihan pembayaran PNBP dikembalikan

kepada wajib bayar selambat-lambatnya satu bulan sejak

dikeluarkan ketetapan kelebihan pembayaran.

6) Dalam hal pengembalian kelebihan pembayaran dilakukan

melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam poin

5) di atas, kelebihan pembayaran tersebut dikembalikan

kepada wajib bayar dengan ditambah imbalan bunga sebesar

2% sebulan untuk paling lama 24 bulan.

C. PENERIMAAN PENGEMBALIAN BELANJA

Penerimaan pengembalian belanja adalah seluruh penerimaan negara

yang berasal dari pengembalian belanja tahun anggaran tahun berjalan,

yang terjadi karena kelebihan pembayaran, kesalahan atau kelalaian

bendahara pengeluaran dalam melakukan pembayaran yang

dibebankan kepada negara. Penerimaan pengembalian belanja ini dapat

berupa:

penerimaan pengembalian belanja pegawai,

penerimaan pengembalian belanja barang,

Page 46: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 40

penerimaan pengembalian belanja modal,

penerimaan pengembalian belanja tahun lalu.

Penerimaan pengembalian belanja ini juga meliputi penerimaan yang

berasal dari penyelesaian kerugian keuangan negara.

Beberapa ketentuan yang mengatur mekanisme penyelesaian kerugian

keuangan negara diatur sebagai berikut.

1. Setiap kerugian negara yang disebabkan oleh tindakan melanggar

hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai

dengan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku. Kerugian

negara dapat terjadi karena pelanggaran hukum atau kelalaian

pejabat negara atau pegawai negeri bukan bendahara dalam rangka

pelaksanaan kewenangan administratif atau oleh bendahara dalam

rangka pelaksanaan kewenangan kebendaharaan.

2. Penyelesaian kerugian negara perlu segera dilakukan untuk

mengembalikan kekayaan negara yang hilang atau berkurang serta

meningkatkan disiplin dan tanggung jawab para pegawai

negeri/pejabat negara pada umumnya, dan para pengelola

keuangan pada khususnya.

3. Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain

yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan

kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan

keuangan negara wajib mengganti kerugian tersebut.

4. Pejabat lain dimaksud meliputi pejabat negara dan pejabat

penyelenggara pemerintahan yang tidak berstatus pejabat negara,

tidak termasuk bendahara dan pegawai negeri bukan bendahara.

5. Setiap pimpinan kementerian negara/lembaga/kepala satuan kerja

dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi, setelah mengetahui

Page 47: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 41

bahwa dalam kementerian negara/lembaga/satuan kerja yang

bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak manapun.

6. Setiap kerugian negara wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau

kepala kantor kepada menteri/pimpinan lembaga dan diberitahukan

kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selambat-lambatnya tujuh

hari kerja setelah kerugian negara itu diketahui.

7. Segera setelah kerugian negara tersebut diketahui, kepada

bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang

nyata-nyata melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya,

segera dimintakan surat pernyataan kesanggupan dan atau

pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung jawabnya

dan bersedia mengganti kerugian negara dimaksud. Surat

pernyataan tersebut biasa disebut Surat Pernyataan Tanggung

Jawab Mutlak.

8. Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak tidak mungkin

diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian

negara, menteri/pimpinan lembaga yang bersangkutan segera

mengeluarkan Surat Keputusan Pembebanan Penggantian Kerugian

Sementara kepada yang bersangkutan. Surat keputusan dimaksud

mempunyai kekuatan hukum untuk pelaksanaan sita jaminan

(conservatoir beslaag).

Page 48: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 42

BAB IV

MEKANISME PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PAJAK-

PAJAK NEGARA OLEH BENDAHARA

A. DASAR HUKUM

Dalam pelaksanaan penerimaan pajak-pajak negara, bendahara pada

instansi pemerintah telah ditunjuk sebagai pemotong/pemungut atas

penerimaan pajak-pajak negara khususnya pada transaksi belanja yang

dilakukan oleh instansi pemerintah. Peraturan perundangan yang

dijadikan sebagai dasar hukum penunjukkan bendahara ini antara lain

sebagai berikut.

1. Undang-undang perpajakan yang meliputi :

a. UU nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU

nomor 16 tahun 2000;

b. UU nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan,

sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU nomor 17 tahun

2000;

c. UU nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang

dan Jasa, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, sebagaimana

telah diubah terakhir dengan UU nomor 18 tahun 2000.

Tujuan Pemelajaran Khusus

Setelah memelajari bab ini, peserta diklat diharapkan mampu menjelaskan mekanisme pemotongan/pemungutan pajak-pajak negara oleh bendahara.

Page 49: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 43

2. Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 1994 tentang Pajak

Penghasilan Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota

ABRI dan Para Pensiunan atas Penghasilan yang Dibebankan kepada

Keuangan Negara atau Keuangan Daerah.

3. Keputusan Presiden RI 42 tahun 2002 tentang Pedoman

Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan

Keputusan Presiden RI Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman

Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah.

4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 5563/KMK.03/2003 tentang

Penunjukkan Bendaharawan Pemerintah dan Kantor

Perbendaharaan dan Kas Negara untuk Memungut, Menyetor dan

Melaporkan PPN, PPnBM Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran

dan Pelaporannya.

B. KEWAJIBAN DAN SANKSI PERPAJAKAN BENDAHARA

Dalam perpajakan, kedudukan bendahara pemerintah yang mengelola

APBN/APBD sama dengan kedudukan wajib pajak (WP), sehingga

bendahara mempunyai kewajiban, sebagaimana WP lainnya, serta

mendapatkan sanksi perpajakan jika terjadi pelanggaran. Kewajiban

dan saksi perpajakan bagi bendahara yang mengelola anggran

pendapatan dan belanja negara/daerah, sebagai berikut.

1. Kewajiban Perpajakan

a. Kewajiban mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok

Wajib Pajak (NPWP) di kantor pelayanan pajak yang sesuai

dengan lokasi kedudukannya. Untuk bendahara BUMN, wajib

mendaftarkan diri ke kantor pelayanan pajak BUMN (KPP-BUMN).

Selama masih melaksanakan pengelolaan anggaran

Page 50: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 44

negara/daerah, NPWP bendahara ini tetap berlaku. NPWP atas

nama bendahara ini akan dilakukan penghapusan jika terjadi:

1) perubahan organisasi yang mengakibatkan nama unit

instansinya berubah;

2) proyek/kegiatan telah berakhir (selesai).

b. Kewajiban untuk menyetorkan penerimaan pajak yang

dipungut/dipotong pada saat dan tempat sesuai dengan

ketentuan umum perpajakan yang berlaku.

c. Kewajiban untuk melaporkan pemungutan dan pemotongan

pajak negara dengan menyerahkan surat permberitahuan pajak

(SPT) sesuai dengan ketentuan umum perpajakan yang berlaku.

2. Sanksi Perpajakan

Sanksi perpajakan meliputi sanksi administrasi dan sanksi pidana

dengan uraian sebagai berikut.

a. Sanksi administrasi, berupa denda yaitu:

1) denda sebesar Rp50.000,00 jika tidak menyampaikan SPT

Masa PPh dan PPN sesuai dengan waktu yang telah

ditentukan yaitu dua puluh hari setelah masa pajak berakhir;

2) denda sebesar Rp100.000,00 jika tidak menyampaikan SPT

Tahunan PPh sesuai dengan waktu yang telah ditentukan

yaitu dua puluh hari setelah masa pajak berakhir.

b. Sanksi administrasi, berupa pengenaan bunga sebesar 2% per

bulan (selama-lamanya 24 bulan) atas jumlah pajak yang

terutang tidak atau kurang dibayar.

Page 51: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 45

c. Sanksi Administrasi berupa kenaikan pajak terutang, adalah

sebagai berikut.

1) Sebesar 50% dari PPh tidak/kurang bayar dalam satu tahun

pajak, jika SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang

telah ditentukan dan telah ditegur secara tertulis, tidak

disampaikan pada waktunya sesuai dengan surat teguran;

2) Sebesar 100% dari PPH tidak/kurang dipotong, tidak/kurang

dipungut, tidak/kurang disetor, dan dipotong/dipungut tetapi

tidak/kurang disetorkan;

3) Sebesar 100% dari kekurangan pajak dalam Surat Ketetapan

Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKP-KBT) dalam hal

ditemukan data baru dan/atau data semula yang belum

terungkap, yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak

terutang;

4) Sebesar 100% atas PPN dan PPnBM yang tidak atau kurang

dibayar jika:

a) SPT tidak disampaikan sesuai dengan waktu yang telah

ditentukan dan telah dikenakan teguran sescara tertulis,

juga tidak disampaikan sesuai dengan surat teguran;

b) berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat PPN dan PPnBM

yang seharusnya tidak dikompensasikan selisih lebih pajak

atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0%.

d. Sanksi pidana, berupa kurungan selama satu tahun dan denda

setinggi-tingginya dua kali jumlah pajak terutang, jika karena

kealpaan tidak menyampaikan SPT, atau menyampaikan SPT

tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan

keterangan yang isinya tidak benar, yang dapat menimbulkan

kerugian keuangan negara.

Page 52: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 46

e. Sanksi pidana berupa kurungan selama 6 tahun dan denda

setinggi-tingginya empat kali jumlah pajak terutang, jika dengan

sengaja:

1) tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan NPWP;

2) tidak menyampaikan SPT;

3) menolak dilakukan pemeriksaan;

4) memperlihatkan pembukuan dan pencatatan yang palsu dan

tidak melaksanakan pembukuan;

5) tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong/dipungut.

C. BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PPH PASAL 21 DAN

PASAL 26

1. Pengertian PPh pasal 21 dan pasal 26

PPh pasal 21 adalah PPh sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan

kegiatan dengan nama dan bentuk apapun yang diterima atau

diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.

PPh pasal 26 adalah PPh atas deviden, bunga termasuk premium,

diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan

pengembalian hutang, royalty, sewa dan penghasilan lain

sehubungan dengan penggunaan harta, imbalan sehubungan

dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan, hadiah dan penghargaan,

pensiun dan pembayaran berkala lainnya yang diterima oleh wajib

pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.

Page 53: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 47

2. Penghasilan yang Dipotong

Bendahara wajib memotong PPh pasal 21 atas penghasilan berikut.

a. Penghasilan yang diterima oleh pejabat negara, PNS, ABRI, dan

pensiunan yang dibebankan kepada keuangan negara/daerah;

berupa:

1) gaji dan tunjangan lainnya yang bersifat tetap yang diterima

PNS/ABRI;

2) gaji kehormatan dan tunjangan lain yang bersifat tetap

diterima pejabat negara;

3) uang pensiun dan tunjangan lain yang bersifat tetap diterima

pensiunan termasuk janda/duda dan/atau anak-anaknya.

b. Penghasilan berupa honorarium, uang sidang, uang hadir, uang

lembur, imbalan prestasi kerja dan imbalan lain dengan nama

dan bentuk apapun yang dibebankan keuangan negara/daerah;

kecuali jika pembayaran tersebut dibayarkan kepada PNS

golongan II-d ke bawah dan anggota ABRI berpangkat PELTU ke

bawah.

c. Penghasilan yang diterima oleh penerima penghasilan selain

pejabat negara, PNS, anggota ABRI dan pensiunan yang

dibebankan kepada keuangan negara/daerah, berupa:

1) upah harian, upah mingguan, upah satuan, uang saku harian

dan upah borongan;

2) honorarium, uang saku, hadiah, penghargaan, komisi, bea

siswa serta pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan

dengan pekerjaan jasa dan kegiatan.

Page 54: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 48

3. Pengurangan yang Diperbolehkan

a. Atas penghasilan yang dibayarkan kepada pejabat negara, PNS

dan anggota ABRI dan pensiunan.

Untuk menentukan penghasilan neto pejabat negara, PNS dan

ABRI, dan pensiunan, penghasilan bruto boleh dikurangi dengan

unsur berikut.

1) Biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan bruto setinggi-

tingginya Rp1.296.000,00 setahun atau Rp108.000,00

sebulan. Sedangkan untuk menentukan penghasilan neto

pensiunan, penghasilan bruto dikurangi dengan biaya

pensiun sebesar 5% dari penghasilan bruto setinggi-tingginya

Rp432.000,00 setahun atau Rp36.000,00 sebulan.

2) Iuran pensiun.

3) Penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dengan ketentuan

berikut.

PTKP SETAHUN

Untuk diri pegawai 12 juta

Tambahan untuk pegawai yang kawin 1,2 juta

Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 orang.

1,2 juta

b. Atas penghasilan yang dibayarkan kepada selain pejabat negara,

PNS dan anggota ABRI dan pensiunan yang dibebankan pada

APBN/APBD, penghasilan bruto boleh dikurangi dengan unsur

berikut.

1) Pengurangan atas penerimaan upah harian, mingguan,

satuan, borongan dan uang saku harian, boleh dikurangi 1/10

Page 55: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 49

UMP/UMK (sepanjang jumlah yang diterimanya dalam satu

bulan tidak melebihi UMP/UMK dan tidak dibayarkan secara

bulanan).

2) Jika penghasilan bruto dalam satu bulan melebihi UMP/UMK

atau dibayarkan secara bulanan, maka pengurangan yang

diperbolehkan berupa PTKP sebenarnya sebesar:

[PTKP harian = PTKP sebenarnya /360]

3) Pembayaran atas honorarium, uang saku, hadiah dan

penghargaan dengan nama dan bentuk apapun, komisi, bea

siswa sebagai imbalan atas jasa yang jumlahnya dihitung

tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk

menyelesaikan jasa atau kegiatan yang diberikan, tidak ada

pengurangan.

4) Untuk penghasilan WP luar negeri, tidak ada

pengurangan.

4. Tarif dan Cara Penghitungan Pemotongan

a. Tarif PPh berdasarkan pasal 17 UU nomor 7 tahun 1983

sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 17 tahun 2000

sebagai berikut.

Lapisan PKP Tarif Pajak

1) s/d Rp 25 jt

2) Di atas Rp 25 jt s/d/Rp 50 jt

3) Di atas Rp 50 jt s/d Rp 100 jt

4) Di atas Rp 100 jt s/d/Rp 200 jt

5) Di atas Rp 200 jt

5%

10%

15%

25%

35%

Page 56: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 50

b. Tarif berdasarkan Keputusan Dirjen Pajak No KEP-545/PJ/2000

1) 15% atas prakiraan penghasilan netto yang dibayarkan

kepada tenaga ahli (prakiraan penghasilan = 50).

Tarif efektif = 15% x 50% x Penghasilan Bruto.

2) 5% atas upah dan uang saku harian yang jumlahnya melebihi

1/10 UMP/UMK sehari tapi tidak melebihi UMP/UMK sebulan

dan/atau tidak dibayarkan secara bulanan.

3) 15% final atas honorarium dan imbalan lain dengan nama

apapun.

c. Tarif berdasarkan PP No. 149 tahun 2000 atas pembayaran uang

pesangon, tebusan pensiun, dan THT atau Jaminan Hari Tua

yang dibayarkan sekaligus, dipotong dengan PPh pasal 21 dan

bersifat final dengan tarif berikut.

Lapisan PKP Tarif Pajak

1) Rp 25 juta ke bawah

2) Di atas Rp 25 juta s/d Rp 50 juta

3) Di atas Rp 30 juta s/d Rp 100 juta

4) Di atas Rp 100 juta s/d Rp 200 juta

5) Di atas Rp 200 juta

0%

5 %

10 %

15 %

25 %

d. Cara Penghitungan

1) Penghitungan PPh pasal 21 bagi pejabat negara, PNS, ABRI

dan pensiunan yang dibebankan kepada keuangan

negara/daerah adalah sebagai berikut.

a) Atas pembayaran gaji kehormatan, gaji/pensiun dan

tunjangan yang terkait dengan gaji:

Page 57: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 51

- bagi pejabat negara/PNS/ABRI

PPh psl. 21 = tarif psl. 17 x

(penghasilan bruto – biaya jabatan

– iuran pensiun – PTKP)

- bagi pensiunan bulanan

PPh psl. 21 = tarif psl. 17 x

(penghasilan bruto – biaya pensiun

– PTKP)

b) Atas penghasilan berupa honorarium, uang sidang, uang

hadir, uang lembur, imbalan prestasi kerja dan imbalan

lain dengan nama apapun;

PPh psl. 21 = 15 % x penghasilan bruto (bersifat final)

2) Penghitungan PPh pasal 21 bagi selain pejabat negara, PNS,

ABRI dan pensiunan yang dibebankan lepada keuangan

negara/daerah adalah sebagai berikut.

a) Atas pembayaran honorarium, uang saku,

hadiah/penghargaan, komisi, bea siswa, pembayaran

imbalan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh

WP dalam negeri (artis, olahragawan, penasihat,

pengajar, penceramah, moderador, pemberi jasa teknik

komputer, telekomunikasi, elektronika, fotografi,

pemasaran, dll);

PPh pasal 21 = tarif pasal 17 x penghasilan bruto

(tarif progresif)

Page 58: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 52

b) honorarium atau imbalan lain kepada tenaga ahli yang

melakukan pekerjaan bebas (pengacara, akuntan, arsitek,

dokter, konsultan, penilai, aktuaris);

PPh pasal 21 = tarif 15 % x perkiraan penghasilan neto

= tarif 15 % x 50 % x penghasilan bruto

3) Penghitungan pajak dari penghasilan yang diterima atau

diperoleh orang pribadi dengan status WP luar negeri sebagai

imbalan atas pekerjaan, jasa dan kegiatan, adalah sebagai

berikut.

a) PPh pasal 21 = 20 % penghasilan bruto (bersifat final).

b) Jika WP luar negeri berubah status, maka pemotongan

PPh pasal 21 tidak bersifat final.

D. BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PPH PASAL 22

1. Pengertian PPh Pasal 22

Pajak penghasilan dipungut/dipotong sehubungan dengan

pembayaran atas penyerahan barang, kecuali atas pembayaran:

a) penyerahan barang paling banyak 1 juta (bukan jumlah yang

dipecah-pecah);

b) pembelian BBM, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos;

c) pencairan dana jaring pengaman sosial (JPS) oleh KPKN;

d) pembayaran pelaksanaan proyek yang dibiayai dengan

hibah/pinjaman luar negeri.

2. Saat Pemotongan dan Tarif

Saat pemungutan PPh pasal 22, adalah pada setiap saat

pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang oleh rekanan

Page 59: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 53

yang dibiayai dari APBN/APBD; dengan tarif 1,5 % x Harga/Nilai

Pembelian Barang.

Contoh :

Itjen Departemen A membeli komputer untuk keperluan kantor dengan

harga Rp100.000.000,00

PPh psl. 22 yang harus dipungut oleh bendahara sebesar 1,5% dari

Rp100.000.000,00 = Rp 1.500.000,00

E. BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PPH PASAL 23/26

1. Pengertian PPh Pasal 23/26

PPh pasal 23/26 adalah pajak atas penghasilan dengan nama dan

dalam bentuk apapun yang berasal dari modal, penyerahan jasa

atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh

pasal 21.

Penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh pasal 23 adalah

sebagai berikut.

a. Deviden, bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena

jaminan pengembalian utang, royalty, hadiah dan penghargaan

sehubungan dengan pelaksanaan status kegiatan selain yang

telah dipotong PPh pasal 21.

b. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan

harta, selain sewa atas tanah dan atau bangunan.

c. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa

konstruksi, consultan dan jasa lain selain yang telah dipotong

PPh pasal 21.

Page 60: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 54

Penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh pasal 26 adalah

penghasilan berikut.

a. Deviden, bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena

jaminan pengembalian utang, royalty, hadiah dan penghargaan

sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan selain yang

telah dipotong PPh pasal 21.

b. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan

harta, selain sewa atas tanah dan atau bangunan.

c. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa

konstruksi, konsultan dan jasa lain selain yang telah dipotong

PPh pasal 21.

d. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.

e. Pembayaran premi asuransi dan premi reasuransi lainnya baik

secara langsung maupun tidak langsung yang dibayarkan kepada

wajib pajak luar negeri selain BUT.

Penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 23/26:

a. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;

b. sewa guna usaha dengan hak opsi;

c. dividen atau bagian laba yang diperoleh/diterima PT sebagai WP

dalam negeri (dengan syarat tertentu);

d. bunga obligasi yang diperoleh/diterima perusahaan reksa dana

selama lima tahun pertama;

e. bagian laba yang diterima/diperoleh anggota perseroan

komanditer yang modalnya tidak terbagi dalam saham,

persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi;

f. SHU koperasi yang dibayarkan kepada anggotanya;

g. bunga simpanan yang tidak melebihi Rp240.000,00 setiap bulan

yang dibayarkan oleh koperasi.

Page 61: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 55

2. Tarif dan Dasar Pemotongan PPh Pasal 23

a. 15% dari jumlah bruto atas deviden, bunga, diskonto, dan

imbalan karena jaminan pengembalian utang, royalti, hadiah,

dan penghargaan (selain yang telah dipotong PPh pasal 21).

b. 15% dari prakiraan penghasilan neto.

Besarnya prakiraan penghasilan neto antara lain sebagai berikut.

No. Jenis Jasa Tarif PPh 23

1 pembasmian hama, pembersihan, katering. 10%

2 pelaksanaan konstruksi,

jasa instalasi/pemasangan mesin /listrik/telepon/air/gas/AC/TV kabel.

13,33%

3 Sewa & penghasilan kendaraan angkutan darat.

20%

4 Jasa perencanaan dan pengawasan konstruksi. 26,67%

5 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khususnya kend. angk. darat; jasa teknik, manajemen, IT, pengolahan/pembuangan limbah, telkom bukan umum; jasa desain (interior, pertamanan, mesin/peralatan, alat transportasi/kendaraan, iklan/logo, alat kemasan); jasa instalasi/pemasangan peralatan, mesin, listrik/telepon/air/gas/TV kabel di luar konstruksi; jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan mesin, peralatan, kendaraan, bangunan di luar konstruksi; jasa kustodian selain sewa gudang; jasa perantara, dubbing/mixing film, rekrut tenaga kerja, penunjang penerbangan; jasa pengeboran minyak/gas bumi; software komputer termasuk perbaikan/perawatan.

40%

6 Jasa profesi, konsultan selain konstruksi, akuntansi, penilai dan aktuaris.

50%

Page 62: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 56

3. Tarif Pemotongan PPh Pasal 26

Tarif dan dasar pemotongan PPh Pasal 26 adalah 20% dari jumlah

bruto kecuali bila ada Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

(P3B), maka tarif PPh pasal 26 disesuaikan dengan ketentuan yang

berlaku dalam P3B tersebut.

F. BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PPN DAN PPnBM

1. Pengertian PPN dan PPnBM

a. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas

konsumsi Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak di dalam

daerah Pabean.

b. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah pajak yang

dikenakan atas konsumsi barang di dalam daerah pabean yang

berdasarkan keputusan Menteri Keuangan tergolong barang

mewah.

2. Objek Pemungutan PPN dan PPnBM

Bendahara yang mengelola anggaran negara/daerah wajib

memungut, menyetorkan dan melaporkan PPN atas:

a. penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan oleh PKP rekanan;

b. pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di

dalam daerah pabean;

c. pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah

pabean;

d. PPnBM hanya dipungut dalam hal PKP rekanan adalah pabrikan

dari BKP yang tergolong mewah.

Page 63: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 57

Pembayaran yang tidak dipungut PPN dan/atau PPnBM antara

lain:

a. pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp1.000.000,00 dan

tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah. Batasan

Rp1.000.000,00 tersebut merupakan jumlah pembayaran yang

sudah termasuk PPN dan PPnBM;

b. pembayaran untuk pembebasan tanah;

c. pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang

dibebaskan dari pengenaan PPN berdasarkan Peraturan

Pemerintah nomor 38 tahun 2003 tentang Impor dan atau

penyerahan BKP Tertentu dan atau Penyerahan JKP Tertentu

yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN.

3. Saat Pemungutan, Tarif dan Dasar Pemungutan

a. Saat Pemungutan

Pemungutan PPN dan atau PPnBM oleh bendahara dilakukan

pada saat pembayaran kepada rekanan pemerintah, dengan cara

pemotongan secara langsung dari tagihan PKP rekanan

pemerintah tersebut.

b. Tarif PPN dan PPnBM

Tarif PPN adalah tarif tunggal sebesar 10% (berdasarkan

peraturan pemerintah dapat diubah serendah-rendahnya 5% dan

setinggi-tingginya 15%). Sementara, tarif PPnBM yang berlaku

sekarang ini paling rendah 10 % dan paling tinggi sebesar 75 %.

c. Dasar Pemungutan

Dasar pemungutan PPN dan PPnBM adalah jumlah pembayaran

baik dalam bentuk uang muka, pembayaran sebagian, atau

pembayaran seluruhnya yang dilakukan oleh pemungut PPN

kepada PKP rekanan.

Page 64: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 58

Dalam jumlah pembayaran yang dilakukan oleh pemungut PPn

tersebut, termasuk PPN dan PPnBM yang terutang tanpa

memerhatikan apakah dalam kontrak menyebutkan ketentuan

pemungutan PPN dan atau PPnBM maupun tidak.

Contoh 1:

Jumlah PPN yang dipungut 10/11/bagian dari jumlah pembayaran

Jumlah Pembayaran Rp 1.100.000,00

PPN yang harus dipungut 10/110x Rp1.100.000 Rp 100.000,00

Jumlah yang dibayarkan kepada PKP rekanan Rp 1.000.000,00

Contoh 2:

Dalam hal BKP yang diserahkan oleh rekanan pemerintah termasuk golongan barang mewah (misal PPnBM 20 %).

Jumlah Pembayaran Rp 1.300.000,00

PPN yang dipungut 10/130 x Rp 1.300.000,00 Rp 100.000,00

PPnBM yang dipungut 20/130xRp1.300.000,00 Rp 200.000,00

Jumlah yang dibayarkan kepada PKP rekanan Rp 1.000.000,00

Contoh 3:

Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp1.000.000,00 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.

Harga Jual Rp 900.000,00

PPN 10% x Rp900.000,00 Rp 90.000,00

PPnBM 20% x Rp900.000,00 Rp 180.000,00

Harga jual termasuk PPN dan PPnBM Rp 1.170.000,00

Meskipun harga jual Rp900.000,00, tetapi karena pembayaran termasuk PPN dan PPnBM berjumlah Rp1.170.000,00 (di atas Rp 1.000.000,00), maka PPN dan PPnBM yang terutang harus dipungut oleh bendahara sebesar Rp 270.000,00.

Page 65: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 59

Contoh 4:

Harga Jual Rp 800.000,00

PPN 10% x Rp800.000,00 Rp 80.000,00

PPnBM 10% x Rp800.000,00 Rp 80.000,00

Harga jual termasuk PPN dan PPnBM Rp 960.000,00

Karena harga jual termasuk PPN dan PPnBM berjumlah Rp960.000,00 (di bawah Rp 1.000.000,00), maka PPN dan PPnBM yang terutang tidak dipungut oleh bendahara, tetapi akan disetor sendiri oleh PKP rekanan.

Page 66: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 60

BAB V

MEKANISME PELAKSANAAN BELANJA NEGARA

A. PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN BELANJA NEGARA

1. Dasar Hukum Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara

Pelaksanaan belanja negara didasarkan pada beberapa dasar hukum

sebagai berikut.

• UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

• UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,

• UU tentang APBN (penetapan setiap tahun sesuai tahun

anggarannya),

• Keppres No.42 Tahun 2002 jo Keppres No.72 Tahun 2004

Tentang Pedoman Pelaksanaan APBN,

• Peraturan Menteri Keuangan No. 134/PMK.06/2005 Tentang

Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN Tahun 2005,

• Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. Per-66/PB/2005 Tentang

Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas beban APBN.

Perubahan mendasar dalam ketentuan pengelolaan keuangan

negara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

Tujuan Pemelajaran Khusus

Setelah memelajari bab ini, peserta diklat diharapkan mampu menjelaskan mekanisme pelaksanaan belanja negara, proses pencairan dana APBN dan proses penerbitan SPM, mekanisme pembayaran melalui uang persediaan, penerbitan SP2D oleh KPPN serta memahami mekanisme pelaporan realisasi APBN

Page 67: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 61

tentang Keuangan Negara meliputi pengertian dan ruang lingkup

keuangan negara, asas-asas umum pengelolaan keuangan negara,

kedudukan Presiden sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan

keuangan negara, pendekatan kekuasaan Presiden kepada Menteri

Keuangan dan menteri/pimpinan lembaga susunan APBN. Ketentuan

mengenai penyusunan dan penetapan APBN, pengaturan hubungan

keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral. Pemerintah

daerah dan pemerintah/lembaga asing, pengaturan hubungan

keuangan antara pemerintah dengan perusahaan negara,

perusahaan daerah dan perusahaan swasta, dan badan pengelola

dana masyarakat, serta penetapan bentuk dan batas waktu

penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.

Dalam undang-undang tersebut juga telah mengantisipasi

perubahan standar akuntansi di lingkungan pemerintahan di

Indonesia yang mengacu kepada perkembangan standar akuntansi

di lingkungan pemerintahan secara internasional.

Penerapan Kaidah Pengelolaan Keuangan yang sehat di lingkungan

pemerintah sejalan dengan perkembangan kebutuhan pengelolaan

keuangan negara, dirasakan pula semakin pentingnya fungsi

perbendaharaan dalam rangka pengelolaan sumber daya keuangan

pemerintahan yang terbatas secara efisien.

Fungsi perbendaharaan tersebut meliputi perencanaan kas yang

baik, pencegahan agar jangan sampai terjadi kebocoran dan

penyimpangan, pencarian sumber pembiayaan yang paling murah

dan pemanfaatan dana yang menganggur (idle cash) untuk

meningkatkan nilai tambah sumber daya keuangan.

Upaya untuk menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan

yang selama ini lebih banyak dilaksanakan di dunia usaha dalam

pengelolaan keuangan pemerintah, tidaklah dimaksudkan untuk

Page 68: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 62

menyamakan pengelolaan keuangan sektor pemerintah dengan

pengelolaan keuangan sektor swasta. Pada hakikatnya, negara

adalah suatu lembaga politik. Dalam kedudukannya yang demikian,

negara tunduk pada tatanan hukum publik.

Melalui kegiatan berbagai lembaga pemerintah, negara berusaha

memberikan jaminan kesejahteraan kepada rakyat (welfare state).

Namun, pengelolaan keuangan sektor publik yang dilakukan selama

ini dengan menggunakan pendekatan superioritas negara telah

membuat aparatur pemerintahan yang bergerak dalam kegiatan

pengelolaan keuangan sektor publik tidak lagi dianggap berada

dalam kelompok profesi manajemen oleh para profesional. Oleh

karena itu, perlu dilakukan pelurusan kembali pengelolaan keuangan

pemerintah dengan menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan yang

baik (good governance) yang sesuai dengan lingkungan

pemerintahan.

Dalam undang-undang Perbendaharaan Negara juga diatur prinsip-

prinsip yang berkaitan dengan pelaksanaan utang piutang dan

investasi serta barang milik negara/daerah yang selama ini belum

mendapat perhatian yang memadai.

Dalam rangka pengelolaan uang negara/daerah dalam undang-

undang perbendaharaan negara ditegaskan kewenangan Menteri

Keuangan untuk mengatur dan meyelenggarakan rekening

pemerintah, menyimpan uang negara dalam rekening kas umum

negara pada bank sentral, serta ketentuan yang meningkatkan

transparansi dan akuntabilitas, pengelolaan piutang negara/daerah

diatur kewenangan penyelesaian piutang negara dan daerah.

Sementara itu, dalam rangka pelaksanaan pembiayaan ditetapkan

pejabat yang diberi kuasa untuk mengadakan utang negara/daerah.

Demikian pula, dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas

Page 69: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 63

pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah dalam

undang-undang Perbendaharaan Negara diatur pula ketentuan yang

berkaitan dengan pelaksanaan investasi serta kewenangan

mengelola dan menggunakan barang milik negara.

a. Peraturan Menteri Keuangan tentang Pedoman

Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN

Pelaksanaan pembayaran dalam pelaksanaan anggaran belanja

negara didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor

134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran dalam

Pelaksanaan APBN. Dalam peraturan tersebut diatur ketentuan

sebagai berikut.

1) Dokumen pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh

Menteri/Pimpinan Lembaga adalah Dokumen Daftar Isian

Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang disahkan oleh Direktur

Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan dan

dokumen pelaksanaan pembiayaan kegiatan serta dokumen

pendukung kegiatan akuntansi pemerintah.

2) Dalam rangka pelaksanaan APBN, Kantor Pelayanan

Perbendaharan Negara (KPPN) melaksanakan penerimaan

dan pengeluaran negara secara giral.

3) Pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN oleh KPPN selaku

kuasa bendahara umum negara, dengan penerbitan Surat

Perintah Pencairan Dana (SP2D) oleh KPPN berdasarkan Surat

Perintah Membayar (SPM) yang diterbitkan oleh pengguna

anggaran/kuasa pengguna anggaran.

Page 70: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 64

4) Pada awal tahun anggaran menteri/ketua lembaga

menetapkan para pejabat yang ditunjuk sebagai:

a) kuasa pengguna anggaran/pengguna barang;

b) pejabat yang bertugas melakukan pemungutan

penerimaan negara;

c) pejabat yang melakukan tindakan yang mengakibatkan

pengeluaran anggaran belanja;

d) pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan perintah

pembayaran;

e) bendahara penerimaan untuk melaksanakan tugas

kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran

belanja;

f) bendahara pengeluaran untuk melaksanakan tugas

kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran

belanja.

5) Pejabat yang melakukan tindakan yang mengakibatkan

pengeluaran anggaran belanja tidak boleh merangkap

sebagai pejabat sebagaimana pada butir 4.d, e dan f di atas.

6) Penerbitan SPM oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna

anggaran didasarkan pada alokasi dana yang tersedia dalam

DIPA atau dokumen pelaksanaan anggaran lainnya yang

dipersamakan dengan DIPA.

7) Pelaksanaan pembayaran tagihan atas beban belanja negara

melalui SPM-LS yang disampaikan ke KPPN, harus

dilaksanakan sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor

134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran dalam

Pelaksanaan APBN.

Page 71: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 65

8) Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dapat

mengajukan permintaan uang persedian dengan menerbitkan

surat perintah membayar uang persediaan (SPM-UP) untuk

membiayai keperluan sehari-hari perkantoran.

9) Untuk memperoleh penggantian uang persediaan yang telah

digunakan, satuan kerja yang bersangkutan menerbitkan

surat perintah membayar penggantian uang persediaan (SPM-

GUP).

10) Dalam hal uang persediaan tidak mencukupi kebutuhan,

satuan kerja dapat mengajukan tambahan dengan

menerbitkan surat perintah membayar tambahan uang

persediaan (SPM-TUP).

11) Pengajuan tambahan uang persediaan sebagaimana

dimaksud diatur oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan dan

Pembayaran dengan menggunakan uang persediaan untuk

keperluan selain keperluan sehari-hari perkantoran

sebagaimana tersebut diatas dapat dilakukan setelah

memperoleh persetujuan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

12) Pelaksanaan pembayaran dengan uang persediaan dilakukan

oleh bendahara pengeluaran sepanjang pembayaran

dimaksud tidak dapat dilakukan melalui pembayaran langsung

(SPM-LS).

13) Pembayaran yang dilakukan oleh bendahara pengeluaran

tidak boleh melebihi Rp10.000.000,00 kepada satu pihak,

kecuali pembayaran honor.

14) Pembayaran kepada rekanan harus memerhatikan ketentuan

peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Page 72: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 66

15) Pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran dapat

mengajukan penggantian uang persediaan yang telah

digunakan kepada KPPN dengan menyampaikan SPM-GUP

yang dilampiri Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja

(SPTB) dan Faktur Pajak serta Surat Setoran Pajak (SSP).

16) Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan

dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi

dasar pengeluaran atas beban APBN bertanggung jawab atas

kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan

surat bukti dimaksud.

17) Bukti asli pembayaran yang dilampirkan dalam Surat

Permintaan Pembayaran (SPP)-GUP merupakan bukti

pengeluaran dalam pelaksanaan anggaran belanja negara

dan disimpan dalam arsip pengguna anggaran/kuasa

pengguna anggaran.

18) Berdasarkan SPM yang disampaikan oleh pengguna

anggaran/kuasa pengguna anggaran, KPPN menerbitkan

SP2D yang ditujukan kepada bank operasional mitra kerjanya.

19) KPPN menolak permintaan pembayaran yang diajukan

pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dalam hal:

a) pengeluaran untuk MAK yang melampaui pagu; dan/atau

b) tidak didukung oleh dokumen yang sah sesuai ketentuan

yang berlaku.

20) Penerbitan SP2D sebagaimana butir 18, atau penolakan

permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada butir

19 wajib diselesaikan oleh KPPN dalam batas waktu sebagai

berikut.

Page 73: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 67

a) Penerbitan SP2D uang persediaan/tambahan uang

persediaan/penggantian uang persediaan (SPM-UP/SPM-

TUP/SPM-GUP) dan SPM pembayaran langsung (SPM-LS)

paling lambat dalam waktu satu hari sejak diterimanya

SPM secara lengkap.

b) Untuk pembayaran gaji induk (gaji bulanan) PNS Pusat

paling lambat lima hari kerja sebelum awal bulan

pembayaran gaji.

c) Untuk pembayaran non gaji induk (non gaji bulanan)

SP2D diterbitkan paling lambat lima hari sejak

diterimanya SPM.

d) Pengembalian SPM dilakukan paling lambat hari kerja

berikutnya sejak diterimanya SPM berkenaan.

b. Mekanisme Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN

Mekanisme pembayaran dalam pelaksanaan anggaran belanja

didasarkan pada peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor Per-

66/PB/2005 tentang Mekanisme Pembayaran dalam Pelaksanaan

APBN. Secara garis besar peraturan tersebut berisi ketentuan-

ketentuan mengenai:

1) prosedur penerbitan surat permintaan pembayaran (SPP);

2) prosedur penerbitan surat perintah pembayaran (SPM) oleh

pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran;

3) prosedur penerbitan surat perintah pencairan dana (SP2D)

oleh KPPN;

4) pelaporan realisasi APBN;

5) lain-lain.

Page 74: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 68

2. Prinsip Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara

Berdasarkan aturan perundangan tersebut, jumlah dana yang

dimuat dalam anggaran belanja negara merupakan batas tertinggi

untuk tiap-tiap pengeluaran. Pengguna anggaran/kuasa pengguna

anggaran tidak diperkenankan melakukan tindakan yang

mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja negara,

jika dana untuk membiayai tindakan tersebut tidak tersedia atau

tidak cukup tersedia dalam anggaran belanja negara.

Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran juga tidak

diperkenankan melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja

negara untuk tujuan lain dari yang ditetapkan dalam anggaran

belanja negara (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran/DIPA). Belanja

atas beban anggaran belanja negara didasarkan pada DIPA atau

dokumen pelaksanaan anggaran lainnya yang dipersamakan dengan

DIPA.

Secara umum, pelaksanaan anggaran belanja negara harus

mengikuti prinsip-prinsip berikut.

a. Hemat, tidak mewah, terarah, efisien, terkendali, semaksimal

mungkin menggunakan produksi/jasa dalam negeri,

b. Jumlah pengeluaran dalam anggaran merupakan batas yang

tertinggi untuk setiap jenis pengeluaran,

c. Anggaran tidak mutlak harus dihabiskan,

d. Dilarang melakukan tindakan yang membebani anggaran, bila

anggarannya tidak tersedia,

e. Dilarang melakukan pengeluaran yang menyimpang dari tujuan

yang ditetapkan, dan

f. Pembayaran atas beban negara pada dasarnya dilakukan setelah

barang/jasa diterima oleh negara. Persyaratan pengeluaran atas

beban negara didasarkan pada bukti hak tagihan kepada negara.

Page 75: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 69

Pengeluaran atas beban anggaran belanja negara tidak

diperkenankan untuk keperluan berikut.

a. perayaan atau peringatan hari besar, hari raya dan hari ulang

tahun departemen/lembaga/pemerintah daerah.

b. pemberian ucapan selamat, hadiah/tanda mata, karangan bunga,

dan sebagainya untuk berbagai peristiwa.

c. pesta untuk berbagai peristiwa dan pekan olah raga pada

departemen/lembaga/pemerintah daerah.

d. pengeluaran lain-lain untuk kegiatan/keperluan yang sejenis

serupa dengan yang tersebut di atas.

Penyelenggaraan rapat, rapat dinas, seminar, pertemuan, lokakarya,

peresmian kantor/proyek dan sejenisnya, dibatasi pada hal-hal yang

sangat penting dan dilakukan sesederhana mungkin.

3. Komponen Anggaran Belanja Negara

Sesuai UU No. 17 Tahun 2003 tentang Perbendaharaan Negara,

belanja negara meliputi hal berikut.

a. Belanja untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan

pusat.

Belanja pemerintah pusat tersebut dibagi menurut fungsi,

organisasi/bagian anggaran, kegiatan, dan jenis belanja. Bagian

anggaran yang tidak dikuasai oleh kementerian/lembaga negara

dikuasai oleh Menteri Keuangan.

b. Belanja untuk pelaksanaan perimbangan keuangan antara

pemerintah pusat dan daerah.

Belanja untuk pemerintah daerah dirupakan dalam bentuk ”Dana

Perimbangan”. Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber

dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada pemerintah

daerah untuk mendanai kebutuhan pemerintah daerah dalam

Page 76: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 70

rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Perimbangan

mencakup:

1) Dana Bagi Hasil, yang meliputi:

a) Bagi Hasil Sumber Daya Alam,

b) Bagi Hasil Pajak.

Tidak seluruh hasil pajak pusat dibagihasilkan dengan daerah.

Hasil pajak yang dibagihasilkan dengan daerah mencakup

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas

Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan sebagian Pajak

Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Orang Dalam Negeri.

2) Dana Alokasi Umum, yakni dana yang bersumber dari

pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan

pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk

mendanai kebutuhan pemerintah daerah dalam rangka

pelaksanaan Desentralisasi.

3) Dana Alokasi Khusus, yakni dana yang bersumber dari

pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu

dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus

yang merupakan urusan pemerintah daerah dan sesuai

dengan prioritas nasional. Pemerintah daerah yang menerima

dana alokasi khusus wajib menyediakan dana pendamping

sedikitnya 10% dari seluruh biaya kegiatan. Dalam kondisi

tertentu, pemerintah daerah penerima dana alokasi khusus

dapat tidak wajib menyediakan dana pendamping.

Page 77: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 71

B. PELAKSANAAN ANGGARAN BELANJA NEGARA OLEH PENGGUNA

ANGGARAN/KUASA PENGGUNA ANGGARAN

1. Jenis dan Proses Pembayaran Anggaran Belanja Negara

Pembayaran atas beban APBN pada dasarnya dilakukan secara

langsung melalui penerbitan Surat Perintah Membayar Langsung

(SPM-LS) kepada pihak yang berhak (pembayaran langsung). Untuk

keperluan tertentu yang tidak dapat dan/atau tidak memungkinkan

dilakukannya pembayaran secara langsung (menggunakan prosedur

SPM LS), sesuai ketentuan/batasan yang diatur secara khusus

pembayaran dapat dilakukan dengan menggunakan uang

persediaan.

Proses pembayaran pada satuan kerja dapat digambarkan seperti

bagan alur dokumen di bawah ini.

(Gambar 5.1)

BAGAN PROSES PEMBAYARAN PADA SATUAN KERJA

UNIT AKUNTANSI

SATKER

PENERBIT SPMBENDAHARA PENGELUARAN

PENGUJI TAGIHAN

PEMBUAT KOMITMEN

UNIT AKUNTANSI

SATKER

PENERBIT SPMBENDAHARA PENGELUARAN

PENGUJI TAGIHAN

PEMBUAT KOMITMEN

SALAH

BENAR

LaporanKeuangan

SPM

SP2D

KPKN

TransferPihak ke tiga

Proses SAI

BAYAR

TransferUP/GU

SPM GU

Bukti

SPM LS

Bukti

Draft SPM LS

Draft SPM GU

SK, SPK, KONTRAK

Daft. Lembur, daft gaji, BA PK,

BA PB, BA Serah terima

SKSK

BuktiDantagihan

Ujidan

periksa

Pembebanan

Perbaiki

LaporanKeuangan

SPM

SP2D

KPKN

TransferPihak ke tiga

Proses SAI

BAYAR

TransferUP/GU

SPM GU

Bukti

SPM LS

Bukti

Draft SPM LS

Draft SPM GU

SK, SPK, KONTRAK

Daft. Lembur, daft gaji, BA PK,

BA PB, BA Serah terima

SKSK

BuktiDantagihan

Ujidan

periksa

Pembebanan

Perbaiki

BAYAR

TransferUP/GU

SPM GU

Bukti

SPM GU

Bukti

SPM LS

Bukti

SPM LS

Bukti

Draft SPM LS

Draft SPM GU

SK, SPK, KONTRAK

Daft. Lembur, daft gaji, BA PK,

BA PB, BA Serah terima

SKSK

BuktiDantagihan

Ujidan

periksa

Pembebanan

Perbaiki

Draft SPM LS

Draft SPM GU

SK, SPK, KONTRAK

Daft. Lembur, daft gaji, BA PK,

BA PB, BA Serah terima

SKSK

BuktiDantagihan

Ujidan

periksa

Pembebanan

Perbaiki

SK, SPK, KONTRAK

Daft. Lembur, daft gaji, BA PK,

BA PB, BA Serah terima

SKSK

BuktiDantagihan

SKSKSKSK

BuktiDantagihan

Ujidan

periksa

Pembebanan

Perbaiki

Page 78: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 72

Secara ringkas, bagan alur tersebut dapat dijelaskan sebagai

berikut.

a. Pejabat pembuat komitmen (PPK) dan bendahara pengeluaran

berdasarkan bukti pelaksanaan kegiatan, mengajukan SPP

kepada pejabat penguji tagihan.

b. Jika berdasarkan pengujian, pelaksanaan kegiatan benar, maka

pejabat penguji menetapkan pembebanan anggaran mengajukan

SPM kepada pejabat penerbit SPM, sedangkan jika pelaksanaan

kegiatan tidak didukung bukti, maka SPP dikembalikan.

c. Pejabat penerbit SPM menyerahkan SPM ke KPPN.

d. Berdasarkan SPM yang diajukan, KPPN meenerbitkan SP2D

kepada bank mitra. Bank mentransfer uang ke rekening

bendahara pengeluaran atau ke rekening pihak ketiga.

e. Pembukuan KPPN dijadikan bahan sistem akuntansi instansi

untuk penyusunan laporan keuangan pemerintah.

2. Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara

a. Tahap Penetapan Pejabat Kuasa PA dan Penandatangan

SPM

Pada setiap awal tahun anggaran, menteri/pimpinan lembaga

selaku PA menerbitkan keputusan tentang penunjukan:

1) pejabat kuasa PA untuk satuan kerja sementara di lingkungan

instansi PA;

2) pejabat yang diberi kewenangan untuk melakukan tindakan

yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja;

3) pejabat yang diberi kewenangan untuk menandatangani SPM;

4) bendahara pengeluaran.

Asli surat keputusan dimaksud disampaikan kepada kepala KPPN

selaku Kuasa BUN setelah dilengkapi dengan bukti identitas

Page 79: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 73

pejabat yang bersangkutan yang meliputi: nama, NIP/NRP,

pangkat/gol. ruang, jabatan, cantor/satuan kerja, cap/stempel

kantor/satuan kerja, dan spesimen tanda tangan.

b. Tahap Pembuatan Komitmen

Sesuai tugas pokok dan fungsinya, kepala satuan kerja selaku

kuasa pengguna anggaran, melaksanakan rencana kerja yang

telah ditetapkan dalam DIPA, membuat keputusan-keputusan

dan atau mengambil tindakan-tindakan yang dapat

mengakibatkan timbulnya pengeluaran uang dan/atau tagihan

atas beban APBN. Keputusan-keputusan dan/atau tindakan-

tindakan tersebut antara lain dapat berupa:

1) keputusan kepegawaian (seperti pengangkatan pertama

pegawai, pengangkatan pegawai dalam jabatan, kenaikan

pangkat, kenaikan gaji berkala, mutasi pegawai, surat

perjalanan dinas, dll.);

2) keputusan/tindakan dalam rangka pelaksanaan kegiatan yang

terkait dengan substansi tugas pokok dan fungsi;

3) keputusan/tindakan dalam rangka pengadaan barang/jasa

(kontrak jual beli, surat perintah kerja, dll.).

Pejabat yang menandatangani kontrak/keputusan bertanggung

jawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari

kontrak/keputusan tersebut.

c. Pelaksanaan Kegiatan

Pada tahap ini, walaupun prosedur/tatacara penyelesaian

kegiatan diserahkan sepenuhnya kepada kuasa pengguna

anggaran, namun masih harus mengikuti ketentuan berikut.

Page 80: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 74

1) Pelaksanaan Pekerjaan

Pelaksanaan kegiatan harus dilakukan secara tertib dan

memenuhi ketentuan yang diperjanjikan baik dalam

spesifikasi teknis maupun dalam jadwal/waktu penyelesaian.

2) Pemeriksaan Penyelesaian Pekerjaan

Pada setiap tahap penyelesaian pekerjaan perlu dilakukan

pemeriksaan, pemeriksaan dituangkan dalam suatu dokumen

Berita Acara Hasil Pemeriksaan Penyelesaian Pekerjaan.

3) Pembuatan Berita Acara

Berita Acara Hasil Pemeriksaan Penyelesaian Pekerjaan harus

memuat sekurang-kurangnya identitas pekerjaan (yang

meliputi kantor/satuan kerja pengelola pekerjaan, nomor dan

tanggal kontrak kerja, tempat/lokasi pekerjaan, besar nilai

kontrak, nomor dan tanggal DIPA yang menjadi dasar

pembuatan dan/atau ditunjuk dalam kontrak), tahap

penyelesaian pekerjaan (termijn), pernyataan kesaksian atas

prestasi kerja yang telah diselesaikan, dan rekomendasi

pembayaran hak/tagihan atas penyelesaian-penyelesaian

pekerjaan.

d. Uang Persediaan dan Tambahan Uang Persediaan (UP

dan TUP)

1) Pengelola Uang Persediaan

a) Bendahara Pengeluaran

Untuk mengelola uang persediaan bagi satuan kerja di

lingkungan kementerian negara/lembaga,

menteri/pimpinan lembaga atau pejabat yang diberi

kewenangan dapat mengangkat seorang bendahara

Page 81: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 75

pengeluaran pada kementerian negara/lembaga yang

dipimpinnya;

b) Untuk membantu pengelolaan uang persediaan pada

kantor/satuan kerja di lingkungan kementerian

negara/lembaga yang dipimpinnya, selanjutnya, sesuai

kebutuhan kepala satuan kerja mengusulkan kepada

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal

Perbendaharaan untuk menunjuk pemegang uang uuka.

Di dalam pelaksanaan tugasnya pemegang uang muka

bertanggung jawab kepada bendahara pengeluaran.

2) Prosedur Penggunaan Uang Persediaan

a) PA/Kuasa PA menerbitkan SPM-UP berdasarkan alokasi

dana dalam DIPA atau dokumen pelaksanaan anggaran

lainnya yang dipersamakan dengan DIPA atas permintaan

dari bendahara pengeluaran yang dibebankan pada mata

anggaran keluaran (MAK) untuk pengeluaran transito.

b) KKPPN, berdasarkan SPM-UP dimaksud pada angka 1 di

atas menerbitkan SP2D untuk rekening bendahara

pengeluaran yang ditunjuk dalam SPM-UP.

c) Penggunaan uang persediaan selanjutnya menjadi

tanggung jawab bendahara pengeluaran.

d) Bendahara pengeluaran melakukan pengisian kembali

uang persediaan segera setelah uang persediaan

dimaksud digunakan.

e) Pengisian kembali uang persediaan dilakukan dengan

mengajukan SPM GU kepada KPPN.

f) Pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan sesuai bukti-

bukti yang sah dibebankan pada mata annggaran (MAK)

definitif sesuai pagu MAK yang tersedia.

Page 82: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 76

g) Pembebanan dimaksud pada butir f) di atas mengurangi

kredit/pagu anggaran dalam DIPA.

h) Penggunaan dan penggantian uang persediaan dapat

dilakukan sepanjang pagu anggaran dalam DIPA atau

dokumen pelaksanaan anggaran lainnya yang

dipersamakan dengan DIPA, yang dapat dibayarkan

melalui prosedur SPM-UP, masih cukup tersedia.

i) Sisa uang persediaan yang terdapat pada akhir tahun

anggaran harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara

selambat-lambatnya tanggal 31 Desember tahun anggaran

berkenaan. Setoran sisa uang persediaan dimaksud, oleh

KPPN dibukukan sebagai pengembalian uang persediaan

sesuai mata anggaran yang ditetapkan.

3) Petunjuk Pelaksanaan Uang Persediaan

Uang persediaan dapat diberikan dalam batasan ketentuan

sebagai berikut.

a) UP dapat diberikan untuk pengeluaran-pengeluaran

belanja barang pada klasifikasi belanja: 5211-belanja

barang operasional; 5212-belanja bahan; 5221-belanja

langganan daya dan jasa; 5231-belanja biaya

pemeliharaan; 5241-belanja perjalanan; dan 5811–belanja

barang lainnya.

b) Di luar ketentuan pada butir a, dapat diberikan

pengecualian untuk DIPA Pusat oleh Direktur Jenderal

Perbendaharaan dan untuk DIPA Pusat yang kegiatannya

berlokasi di daerah serta DIPA yang ditetapkan oleh

Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan oleh Kepala Kanwil

Ditjen Perbendaharaan setempat.

Page 83: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 77

c) Maksimal UP yang dapat diberikan adalah sebagai berikut.

No Pagu (Rp juta) Prosentase pagu DIPA menurut

klasifikasi belanja yang diijinkan

untuk diberikan UP

Maksimal UP

1. ≤ Rp900.000.000 1/12 Rp 50.000.000,00

2. > Rp900.000.000 ;

≤ Rp2.400.000.000

1/18 Rp 100.000.000,00

3. > Rp2.400.000.000 1/24 Rp 200.000.000,00

d) Perubahan besaran UP di luar ketentuan pada butir c)

ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.

e) Pengisian kembali UP sebagaimana dimaksud pada butir

c) dapat diberikan apabila dana UP telah dipergunakan

sekurang-kurangnya 75% dari dana UP yang diterima.

f) Dalam hal penggunaan UP belum mencapai 75%,

sedangkan satker/SKS yang bersangkutan memerlukan

pendanaan melebihi sisa dana yang tersedia, satker/SKS

dimaksud dapat mengajukan TUP.

g) Pemberian TUP diatur sebagai berikut.

i. Kepala KPPN dapat memberikan TUP sampai dengan

jumlah Rp200.000.000,00 untuk klasifikasi belanja

yang diperbolehkan diberi UP bagi instansi dalam

wilayah pembayaran KPPN bersangkutan.

ii. Permintaan TUP di atas Rp200.000.000,00 untuk

klasifikasi belanja yang diperbolehkan diberi UP harus

mendapat dispensasi dari Kepala Kanwil Ditjen

Perbendaharaan.

Page 84: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 78

3. Prosedur Penerbitan Surat Permintaan Pembayaran (SPP)

a. Pejabat yang Mengajukan SPP

Pengajuan SPP dibedakan sesuai dengan jenis pembayaran yang

dilakukan. Pengajuan SPP untuk pelaksanaan anggaran belanja

negara dibedakan sebagai berikut.

Pengajuan SPP-UP/TUP/GUP dilakukan oleh bendahara

pengeluaran.

Pengajuan SPP-LS belanja pegawai dan belanja perjalanan

dinas dilakukan oleh bendahara pengeluaran.

Pengajuan SPP-LS belanja lainnya diajukan oleh pejabat

pembuat komitmen.

Sebagai bahan perbandingan, untuk pelaksanaan anggaran

belanja pemerintah daerah, sesuai Peraturan Menteri Dalam

Negeri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Daerah, pengajuan SPP, baik uang persediaan

maupun pembayaran langsung, diajukan oleh bendahara

pengeluaran.

b. Persyaratan Penerbitan SPP

Pengajuan surat permintaan pembayaran (SPP) untuk penerbitan

surat perintah membayar (SPM), dibuat dengan kelengkapan

persyaratan sebagai berikut.

1) SPP-UP (Surat Permintaan Pembayaran - Uang Persediaan)

Surat pernyataan dari kuasa pengguna anggaran atau pejabat

yang ditunjuk, menyatakan bahwa Uang Persediaan tersebut

tidak untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang

menurut ketentuan harus dengan LS.

Page 85: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 79

2) SPP-TUP (Surat Permintaan Pembayaran - Tambahan Uang

Persediaan)

a) Rincian rencana penggunaan dana Tambahan uang

persediaan dari kuasa pengguna anggaran atau pejabat

yang ditunjuk.

b) Surat pernyataan dari kuasa pengguna anggaran atau

pejabat yang ditunjuk bahwa:

(1) dana tambahan UP tersebut akan digunakan untuk

keperluan mendesak dan akan habis digunakan dalam

waktu satu bulan terhitung sejak tanggal diterbitkan

SP2D;

(2) apabila terdapat sisa dana TUP, harus disetorkan ke

rekening kas negara;

(3) tidak untuk membiayai pengeluaran yang seharusnya

dibayarkan secara langsung.

c) Rekening koran yang menunjukkan saldo terakhir.

3) SPP-GUP (Surat Permintaan Pembayaran - Penggantian Uang

Persediaan)

a) Kuitansi/tanda bukti pembayaran;

b) Surat pernyataan tanggung jawab belanja (SPTB);

c) Surat setoran pajak (SSP) yang telah dilegalisir oleh kuasa

pengguna anggaran atau pejabat yang ditunjuk.

4) SPP Untuk Pengadaan Tanah

Pembayaran pengadaan tanah untuk kepentingan umum

dilaksanakan melalui mekanisme pembayaran langsung (LS).

Apabila tidak mungkin dilaksanakan melalui mekanisme LS,

dapat dilakukan melalui UP/TUP. Pengaturan mekanisme

pembayaran adalah sebagai berikut.

Page 86: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 80

a) SPP-LS (Surat Permintaan Pembayaran - Pembayaran

Langsung)

(1) Persetujuan Panitia Pengadaan Tanah untuk tanah

yang luasnya lebih dari satu hektar di kabupaten/kota;

(2) foto copy bukti kepemilikan tanah;

(3) kuitansi;

(4) SPPT PBB tahun transaksi;

(5) Surat persetujuan harga;

(6) Pernyataan dari penjual bahwa tanah tersebut tidak

dalam sengketa dan tidak sedang dalam agunan;

(7) Pelepasan/penyerahan hak atas tanah/akta jual beli di

hadapan PPAT;

(8) SSP PPh final atas pelepasan hak;

(9) Surat pelepasan hak adat (bila diperlukan).

b) SPP-UP/TUP

(1) Pengadaan tanah yang luasnya kurang dari satu hektar

dilengkapi persyaratan daftar nominatif pemilik tanah

yang ditandatangani oleh kuasa PA.

(2) Pengadaan tanah yang luasnya lebih dari satu hektar

dilakukan dengan bantuan panitia pengadaan tanah di

kabupaten/kota setempat, dan dilengkapi dengan

daftar nominatif pemilik tanah serta besaran harga

tanah yang ditandatangani oleh Kuasa PA dan

diketahui oleh Panitia Pengadaan Tanah (PPT).

(3) Pengadaan tanah yang pembayarannya dilaksanakan

melalui UP/TUP harus terlebih dahulu mendapat ijin

dispensasi dari Kantor Pusat Ditjen PBN/Kanwil Ditjen

PBN, sedangkan besaran uangnya harus mendapat

dispensasi UP/TUP sesuai ketentuan yang berlaku.

Page 87: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 81

5) SPP-LS Untuk Pembayaran Gaji, Lembur dan Honor/Vakasi

a) Pembayaran gaji induk/gaji susulan/kekurangan gaji/gaji

terusan/uang duka wafat/tewas, dilengkapi dengan

dokumen yang terkait dengan pembayarannya dan SSP

PPh Pasal 21.

b) Pembayaran lembur dilengkapi dengan daftar pembayaran

perhitungan lembur yang ditandatangani oleh kuasa

PA/pejabat yang ditunjuk dan bendahara pengeluaran,

surat perintah kerja lembur, daftar hadir kerja, daftar

hadir lembur dan SSP PPh Pasal 21.

c) Pembayaran honor/vakasi dilengkapi dengan surat

keputusan tentang pemberian honor vakasi, daftar

pembayaran perhitungan honor/vakasi yang

ditandatangani oleh kuasa PA/pejabat yang ditunjuk dan

bendahara pengeluaran yang bersangkutan, dan SSP PPh

Pasal 21.

6) SPP-LS Non Belanja Pegawai

a) Pembayaran pengadaan barang dan jasa, dilengkapi

dengan:

(1) kontrak/SPK yang mencantumkan nomor rekening

rekanan;

(2) surat pernyataan kuasa PA mengenai penetapan

rekanan;

(3) berita acara penyelesaian pekerjaan;

(4) berita acara serah terima pekerjaan;

(5) berita acara pembayaran;

(6) kuitansi yang disetujui oleh kuasa PA atau pejabat

yang ditunjuk;

Page 88: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 82

(7) faktur pajak beserta SSP yang telah ditandatangani

wajib pajak;

(8) jaminan bank atau yang dipersamakan yang

dikeluarkan oleh bank atau lembaga keuangan non

bank;

(9) dokumen lain yang dipersyaratkan untuk kontrak-

kontrak yang dananya sebagian atau seluruhnya

bersumber dari pinjaman/hibah luar negeri;

(10) ringkasan kontrak.

b) Pembayaran biaya langganan daya dan jasa (listrik,

telepon dan air) dilengkapi dengan:

(1) bukti tagihan daya dan jasa;

(2) nomor rekening pihak ketiga (PT PLN, PT Telkom,

PDAM dll.);

Dalam hal pembayaran Langganan Daya dan Jasa

belum dapat dilakukan secara langsung, satuan

kerja/SKS yang bersangkutan dapat melakukan

pembayaran dengan UP.

Tunggakan langganan daya dan jasa tahun anggaran

sebelumnya dapat dibayarkan oleh satker/SKS setelah

mendapat dispensasi/persetujuan terlebih dahulu dari

Kanwil Ditjen PBN sepanjang dananya tersedia dalam

DIPA berkenaan.

c) Pembayaran belanja perjalanan dinas harus dilengkapi

dengan daftar nominatif pejabat yang akan melakukan

perjalanan dinas, yang berisi antara lain: informasi

mengenai data pejabat (nama, pangkat/golongan),

tujuan, tanggal keberangkatan, lama perjalanan dinas,

dan biaya yang diperlukan untuk masing-masing pejabat.

Page 89: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 83

Daftar nominatif tersebut harus ditandatangani oleh pejabat

yang berwenang memerintahkan perjalanan dinas, dan

disahkan oleh pejabat yang berwenang di KPPN.

Pembayaran dilakukan oleh bendahara pengeluaran

satker/SKS yang bersangkutan kepada para pejabat yang

akan melakukan perjalanan dinas.

7) SPP untuk PNBP

a) UP/TUP untuk PNBP diajukan terpisah dari UP/TUP

lainnya;

b) UP dapat diberikan kepada satker pengguna sebesar 20%

dari pagu dana PNBP pada DIPA maksimal sebesar

Rp500.000.000,00 dengan melampirkan Daftar Realisasi

Pendapatan dan Penggunaan Dana DIPA - PNBP tahun

anggaran sebelumnya. Apabila UP tidak mencukupi dapat

mengajukan TUP sebesar kebutuhan riil satu bulan

dengan memerhatikan maksimum pencairan (MP).

c) Dana yang berasal dari PNBP dapat dicairkan maksimal

sesuai formula sebagai berikut.

MP = (PPP x JS) – JPS

MP = maksimum pencairan dana.

PPP = proporsi pagu pengeluaran terhadap pendapatan.

JS = jumlah setoran.

JPS = jumlah pencairan dana sebelumnya sampai

dengan SPM terakhir yang diterbitkan.

d) Dalam pengajuan SPM-TUP/GUP/LS PNBP ke KPPN, satker

pengguna harus melampirkan daftar perhitungan jumlah

MP.

Page 90: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 84

e) Untuk satker pengguna yang setorannya dilakukan secara

terpusat, pencairan dana diatur secara khusus dengan

surat edaran Dirjen PBN tanpa melampirkan SSBP.

f) Satker pengguna yang menyetorkan pada masing-masing

unit (tidak terpusat), pencairan dana harus melampirkan

bukti setoran (SSBP) yang telah dikonfirmasi oleh KPPN.

g) Besaran PPP untuk masing-masing satker pengguna diatur

berdasarkan surat keputusan Menteri Keuangan yang

berlaku.

h) Besarnya pencairan dana PNBP secara keseluruhan tidak

boleh melampaui pagu PNBP satker yang bersangkutan

dalam DIPA.

i) Pertanggungjawaban penggunaan dana UP/TUP PNBP

oleh kuasa PA, dilakukan dengan mengajukan SPM ke

KPPN setempat cukup dengan melampirkan SPTB.

j) Khusus perguruan tinggi negeri selaku pengguna PNBP

(non BHMN), sisa dana PNBP yang disetorkan pada akhir

tahun anggaran ke rekening kas negara dapat dicairkan

kembali maksimal sebesar jumlah yang sama pada awal

tahun anggaran berikutnya mendahului diterimanya DIPA

dan merupakan bagian dari target PNBP yang tercantum

dalam DIPA tahun anggaran berikutnya.

k) Sisa dana PNBP dari satker pengguna di luar butir i, yang

disetorkan ke rekening kas negara pada akhir tahun

anggaran merupakan bagian realisasi penerimaan PNBP

tahun anggaran berikutnya dan dapat dipergunakan untuk

membiayai kegiatan-kegiatan setelah diterimanya DIPA.

Page 91: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 85

l) Sisa UP/TUP dana PNBP sampai akhir tahun anggaran

yang tidak disetorkan ke rekening kas negara, akan

diperhitungkan pada saat pengajuan pencairan dana UP

tahun anggaran berikutnya.

4. Prosedur Penerbitan SPM

Setelah menerima SPP, pejabat penerbit SPM menerbitkan SPM

dengan mekanisme sebagai berikut.

a. Penerimaan dan pengujian SPP

Petugas penerima SPP memeriksa kelengkapan berkas SPP,

mengisi check list kelengkapan berkas SPP, mencatatnya dalam

buku pengawasan penerimaan SPP, dan

membuat/menandatangani tanda terima SPP. Selanjutnya

petugas penerima SPP menyampaikan SPP dimaksud kepada

pejabat penerbit SPM.

b. Pejabat penerbit SPM melakukan pengujian atas SPP sebagai

berikut.

1) Memeriksa secara rinci dokumen pendukung SPP sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

2) Memeriksa ketersediaan pagu anggaran dalam DIPA untuk

memperoleh keyakinan bahwa tagihan tidak melampaui batas

pagu anggaran.

3) Memeriksa kesesuaian rencana kerja dan/atau kelayakan hasil

kerja yang dicapai dengan indikator keluaran.

4) Memeriksa kebenaran atas hak tagih yang menyangkut

antara lain:

a) pihak yang ditunjuk untuk menerima pembayaran (nama

orang/perusahaan, alamat, nomor rekening dan nama

bank);

Page 92: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 86

b) nilai tagihan yang harus dibayar (kesesuaian dan/atau

kelayakannya dengan prestasi kerja yang dicapai sesuai

spesifikasi teknis yang tercantum dalam kontrak);

c) jadwal waktu pembayaran.

5) Memeriksa pencapaian tujuan dan/atau sasaran kegiatan

sesuai dengan indikator keluaran yang tercantum dalam DIPA

berkenaan dan/atau spesifikasi teknis yang sudah ditetapkan

dalam kontrak.

c. Setelah dilakukan pengujian terhadap SPP-UP/SPP-TUP/SPP-

GUP/SPP-LS, Pejabat Penguji SPP dan Penanda Tangan SPM

menerbitkan SPM-UP/SPM-TUP/SPM-GUP/SPM-LS dalam rangkap

tiga, dengan rincian:

1) lembar kesatu dan kedua disampaikan kepada KPPN;

2) lembar ketiga sebagai pertinggal pada satker yang

bersangkutan.

C. PELAKSANAAN ANGGARAN BELANJA NEGARA OLEH

BENDAHARA UMUM NEGARA (BUN)/KUASA BUN

1. Penyampaian SPM kepada KPPN

Penyampaian SPM kepada KPPN dilakukan dengan ketentuan

sebagai berikut.

a. Pengguna anggaran/kuasa PA atau pejabat yang ditunjuk

menyampaikan SPM beserta dokumen pendukung dilengkapi

dengan Arsip Data Komputer (ADK) berupa soft copy melalui

loket penerimaan SPM pada KPPN atau melalui kantor pos,

kecuali bagi satker yang masih menerbitkan SPM secara manual

tidak perlu ADK.

Page 93: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 87

b. SPM dimaksud dilampiri bukti pendukung pengeluaran sebagai

berikut.

1) untuk keperluan pembayaran langsung (LS) belanja pegawai:

a) daftar gaji/gaji susulan/kekurangan gaji/lembur/honor dan

vakasi yang ditandatangani oleh kuasa PA atau pejabat

yang ditunjuk dan bendahara pengeluaran;

b) surat-surat keputusan kepegawaian dalam hal terjadi

perubahan pada daftar gaji;

c) surat keputusan pemberian honor/vakasi dan SPK lembur;

d) surat setoran pajak (SSP).

2) untuk keperluan pembayaran langsung (LS) non belanja

pegawai:

a) resume kontrak/SPK atau daftar nominatif perjalanan

dinas;

b) SPTB;

c) faktur pajak dan SSP.

3) untuk keperluan pembayaran TUP:

a) rincian rencana penggunaan dana;

b) surat dispensasi Kepala Kantor Wilayah Ditjen.

Perbendaharaan untuk TUP diatas RP200.000.000,00;

c) surat pernyataan dari kuasa pengguna anggaran atau

pejabat yang ditunjuk yang menyatakan bahwa:

(1) dana tambahan UP tersebut akan digunakan untuk

keperluan mendesak dan akan habis digunakan dalam

waktu satu bulan terhitung sejak tanggal diterbitkan

SP2D;

(2) apabila terdapat sisa dana TUP, harus disetorkan ke

rekening kas negara;

Page 94: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 88

(3) tidak untuk membiayai pengeluaran yang seharusnya

dibayarkan secara langsung.

4) untuk keperluan pembayaran GUP:

a) SPTB,

b) Faktur Pajak dan SSP.

c. Bukti asli lampiran SPP merupakan arsip yang disimpan oleh

PA/KPA.

d. SPM Gaji Induk harus sudah diterima KPPN paling lambat tanggal

15 sebelum bulan pembayaran.

e. Petugas KPPN pada loket penerimaan SPM memeriksa

kelengkapan SPM, mengisi check list kelengkapan berkas SPM,

mencatat dalam Daftar Pengawasan Penyelesaian SPM, dan

meneruskan check list serta kelengkapan SPM ke seksi

perbendaharaan untuk diproses lebih lanjut.

2. Pengujian SPM dan Penerbitan SP2D

a. Pengujian SPM

Berdasarkan berkas SPM yang diterima, KPPN melakukan

pengujian yang bersifat substansif dan formal.

1) Pengujian substantif dilakukan untuk menguji:

a) kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam

SPM;

b) ketersediaan dana pada kegiatan/sub kegiatan/MAK dalam

DIPA yang ditunjuk dalam SPM tersebut;

c) dokumen sebagai dasar penagihan (ringkasan

kontrak/SPK, surat keputusan, daftar nominatif perjalanan

dinas);

Page 95: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 89

d) surat pernyataan tanggung jawab (SPTB) dari kepala

kantor/satker atau pejabat lain yang ditunjuk mengenai

tanggung jawab terhadap kebenaran pelaksanaan

pembayaran;

e) faktur pajak beserta SSP-nya.

2) Pengujian formal dilakukan untuk:

a) mencocokkan tanda tangan pejabat penanda tangan SPM

dengan spesimen tanda tangan;

b) memeriksa cara penulisan/pengisian jumlah uang dalam

angka dan huruf;

c) memeriksa kebenaran dalam penulisan, termasuk tidak

boleh terdapat cacat dalam penulisan.

Keputusan hasil pengujian ditindak lanjuti dengan:

a) penerbitan SP2D bilamana SPM yang diajukan memenuhi

syarat yang ditentukan;

b) pengembalian SPM kepada penerbit SPM, apabila tidak

memenuhi syarat untuk diterbitkan SP2D.

Pengembalian SPM sebagaimana dimaksud di atas diatur

sebagai berikut.

a) SPM Belanja Pegawai Non Gaji Induk dikembalikan paling

lambat tiga hari kerja setelah SPM diterima;

b) SPM UP/TUP/GUP dan LS dikembalikan paling lambat satu

hari kerja setelah SPM diterima.

b. Penerbitan SP2D

Penerbitan SP2D wajib diselesaikan oleh KPPN dalam batas

waktu sebagai berikut.

1) SP2D Gaji Induk diterbitkan paling lambat lima hari kerja

sebelum awal bulan pembayaran gaji.

Page 96: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 90

2) SP2D Non Gaji Induk diterbitkan paling lambat lima hari kerja

setelah diterima SPM secara lengkap.

3) SP2D UP/TUP/GUP dan LS paling lambat satu hari kerja

setelah diterima SPM secara lengkap.

D. PELAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA

Untuk keperluan penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan

APBN diperlukan antara lain data realisasi APBN, arus kas, neraca, dan

catatan atas laporan keuangan. Untuk keperluan pelaporan tersebut,

maka:

1. kepala kantor/satker selaku unit akuntansi kuasa pengguna

anggaran (UAKPA) wajib membuat laporan realisasi anggaran

dan neraca serta arsip data komputer (ADK) yang dikelolanya

kepada menteri/pimpinan lembaga secara berjenjang melalui unit

akuntansi pembantu pengguna anggaran tingkat wilayah (UAPPAW)

dan kepada KPPN setempat;

2. kepala KPPN selaku kuasa bendahara umum negara wajib membuat

laporan kas posisi (LKP) harian dan mingguan yang disampaikan

kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan u.p. Direktur Pengelolaan

Kas Negara dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah

Direktorat Jenderal Perbendaharaan;

3. kepala KPPN selaku kuasa bendahara umum negara wajib membuat

laporan bulanan realisasi anggaran, arus kas dan neraca kepada

Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan, untuk diproses

dan selanjutnya diteruskan kepada Direktur Jenderal

Perbendaharaan u.p. Direktur Informasi dan Akuntansi.

Laporan yang menyangkut dengan realisasi APBN lainnya sepanjang

belum dicabut dan masih diperlukan tetap dilaksanakan.

Page 97: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 91

E. BAHAN DISKUSI DAN SOAL LATIHAN

BAHAN DISKUSI

Berdasarkan materi pemelajaran di atas, diskusikan artikel di bawah ini,

dengan pendekatan dari sisi pengguna anggaran.

Pemerintah Mempercepat Penyerapan Anggaran Untuk Mendorong

Target Pertumbuhan 6,2% Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah akan mempercepat penyerapan anggaran dalam tahun 2006 guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang menurut laporan Bank Indonesia (BI) pada triwulan pertama 2006 hanya mencapai 4,58 persen. Sementara, pemerintah menargetkan pertumbuhan 6,2 persen. "Pemerintah akan memerhatikan itu, mungkin penyerapan anggaran masih perlu lebih diakselerasi," kata dia di Gedung Departemen Keuangan Jln. Lapangan Banteng Jakarta, Jumat (7/4). Ia mengakui, masih adanya hambatan dalam pencairan daftar isian pelaksanaan Anggaran (DIPA) dari sisi teknis maupun pelaksanaan projek atau programnya. "Sementara, dari sisi fiskal tidak ada kebijakan baru untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Fiskal tidak ada yang baru. Kita jalankan saja apa yang ada di APBN," kata Sri Mulyani. Ketika ditanya mengapa pertumbuhan ekonomi hanya 4,58 persen, Sri Mulyani menyatakan tidak tahu. Namun, setiap laporan menyangkut pertumbuhan ekonomi pasti menyebutkan faktor-faktor yang mendukung pertumbuhan itu. "Faktor-faktornya biasanya konsumsi dan investasi," katanya. Menko Perekonomian Boediono optimistis pertumbuhan Indonesia pada tahun ini tetap mencapai target 6,2 persen. "Saya kira kalau pribadi dari segi saya enam persen tetap. Saya kira kalau kita mempertahankan situasi yang baik ini. Baik dari segi ekonomi, sosial politik, enam persen tahun ini masih dalam jangkauan," ujarnya. Sebelumnya, Bank Pembangunan Asia (ADB) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2006 mencapai 5,4 persen. Sedangkan, BI menyatakan perekonomian pada triwulan

Page 98: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 92

pertama 2006 diperkirakan tumbuh 4,58 persen, sedikit lebih tinggi dari perkiraan awal tahun sebesar 4,35 persen. "Perkembangan yang lebih positif ini terutama didukung oleh kestabilan ekonomi makro seperti menguatnya nilai tukar, menurunnya tingkat inflasi, dan surplus neraca pembayaran," kata Gubernur Bank Indonesia Burhanudin Abdulah. Untuk PDB secara keseluruhan 2006, diperkirakan mengalami pertumbuhan sedikit lebih tinggi mendekati batas atas kisaran proyeksi BI yaitu 5,0-5,7 persen. "PDB 2006 diperkirakan melebihi nilai tengah (mid point) 5,4 persen mendekati batas atas 5,7 persen," katanya. Untuk keseluruhan tahun 2006, BI memandang optimisme pada perekonomian nasional semakin menguat terutama didorong oleh ekonomi global yang lebih kondusif, kinerja neraca pembayaran yang lebih baik, kemampuan stimulus fiskal yang lebih besar, dan intensifnya upaya pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi. (JAKARTA-(PR) A-75/A-78)***

SOAL LATIHAN

Pilihlah salah satu jawaban a, b, c atau d yang saudara anggap paling

benar.

1. Berikut adalah prinsip dari pengeluaran anggaran, kecuali .... a. terarah dan terkendali sesuai dengan rencana b. dihabiskan sesuai dengan mata anggarannya c. semaksimal mungkin menggunakan produksi dalam negeri d. hemat, tidak mewah, efisien sesuai kebutuhan teknis yang

disyaratkan 2. Anggaran negara merupakan batas tertinggi (maksimum) untuk

setiap jenis pengeluaran artinya …. a. anggaran yang tersedia harus dihabiskan sampai akhir tahun

anggaran b. pengeluaran yang dilakukan tidak boleh melampaui batas

anggaran yang tersedia c. pengeluaran negara dilakukan sehemat mungkin agar ada

sisa anggaran d. anggaran yang tersedia sudah mengikat dan harus direalisir

Page 99: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 93

3. Pengeluaran atas beban belanja negara harus memenuhi

persyaratan berikut, kecuali …. a. berdasarkan bukti atas hak b. didasarkan atas DIPA atau dokumen yang disamakan c. dilengkapi pernyataan tidak melakukan KKN d. sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan 4. Penanggung jawab penggunaan uang persediaan (UP) adalah …. a. bendahara pengeluaran b. pejabat pembuat komitmen (PPK) c. kuasa pengguna anggaran (KPA) d. pejabat penguji 5. Tambahan Uang Persediaan (TUP) dapat digunakan paling lama.... a. satu bulan sejak tanggal SP2D diterbitkan b. dua minggu sejak tanggal SP2D diterbitkan c. dua bulan sejak tanggal SP2D diterbitkan d. tiga bulan sejak tanggal SP2D diterbitkan 6. Dasar untuk mencairkan uang dari bendahara umum negara (BUN)

adalah …. a. SPP yang dibuat dan diajukan oleh bendahara pengeluaran b. SPM yang diterbitkan oleh kuasa pengguna anggaran c. SP2D yang diterbitkan oleh kantor pelayanan perbendaharaan

(KPPN) d. cek tunai dari KPPN 7. SPM uang persediaan (SPM-UP) yang diterbitkan kuasa pengguna

anggaran atau pejabat yang ditunjuk dibebankan pada …. a. MAK Belanja Non Pegawai b. MAK Transito c. MAK Belanja Lain-lain d. MAK Belanja Tidak Tersangka 8. Pembayaran yang dapat dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran

kepada satu rekanan paling tinggi .... a. Rp 5.000.000,00 b. Rp 10.000.000,00 c. Rp 15 .000.000,00 d. Rp 25.000.000,00

Page 100: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 94

9 Melakukan pembayaran tagihan pihak ketiga sebagai pengeluaran anggaran adalah tanggung jawab dari ….

a. menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/ pengguna barang

b. bendahara umum negara/kuasa bendahara umum negara c. kuasa pengguna anggaran d. semua (jawaban a, b, dan c) dapat melakukannya. 10 Tentukan mana yang bukan menjadi persyaratan yang harus

dilampirkan pada pengajuan SPP-GUP (penggantian uang persediaan) ….

a. kuitansi/tanda bukti pembayaran b. surat pernyataan tanggungjawab belanja (SPTB) c. surat pernyataan tidak melakukan KKN d. surat setoran pajak (SSP) yg telah dilegalisir oleh KPA/PPK

Page 101: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 95

BAB VI

POKOK-POKOK PENGADAAN BARANG DAN JASA INSTANSI PEMERINTAH

A. PRINSIP DASAR, KEBIJAKAN UMUM, ETIKA, DAN RUANG

LINGKUP PENGADAAN BARANG DAN JASA

Pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah yang sebagian atau

seluruhnya dibiayai APBN/APBD diatur dalam Keputusan Presiden No.

80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah, dengan beberapa kali perubahannya.

1. Prinsip-Prinsip Dasar

Pengadaan barang/jasa pemerintah yang yang sebagian atau

seluruhnya dibiayai APBN/APBD diwajibkan untuk menerapkan

prinsip-prinsip sebagai berikut.

a. Efisien, berarti pengadaan barang/jasa harus diusahakan

dengan menggunakan dana dan daya yang terbatas, untuk

mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-

singkatnya dan dapat dipertanggungjawabkan.

b. Efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan

kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan

manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang

ditetapkan.

Tujuan Pemelajaran Khusus

Setelah memelajari bab ini, peserta diklat diharapkan mampu mekanisme pengadaan barang dan jasa, sejak proses persiapan, hingga penunjukkan dan penetapan penyedia barang/jasa.

Page 102: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 96

c. Terbuka dan bersaing, berarti pengadaan barang/jasa harus

terbuka bagi penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan

dan dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara penyedia

barang/jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu

berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas dan

transparan.

d. Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai

pengadaan barang/jasa, termasuk syarat teknis administrasi

pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon

penyedia barang/jasa, sifatnya terbuka bagi peserta penyedia

barang/jasa yang berminat serta bagi masyarakat luas pada

umumnya.

e. Adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang

sama bagi semua calon penyedia barang/jasa dan tidak

mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak tertentu,

dengan cara dan atau alasan apapun.

f. Akuntabel, berarti harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan

maupun manfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas umum

pemerintahan dan pelayanan masyarakat sesuai dengan prinsip-

prinsip serta ketentuan yang berlaku dalam pengadaan

barang/jasa.

2. Kebijakan Umum

Kebijakan umum pemerintah dalam pengadaan barang/jasa meliputi

antara lain hal-hal sebagai berikut.

a. Meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri, rancang

bangun dan perekayasaan nasional, yang sasarannya adalah

memperluas lapangan kerja dan mengembangkan industri dalam

Page 103: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 97

negeri dalam rangka meningkatkan daya saing barang/jasa

produksi dalam negeri pada perdagangan internasional.

b. Meningkatkan peran serta usaha kecil termasuk koperasi kecil

dan kelompok masyarakat dalam pengadaan barang/jasa.

c. Menyederhanakan ketentuan dan tata cara untuk mempercepat

proses pengambilan keputusan dalam pengadaan barang/jasa.

d. Meningkatkan profesionalisme, kemandirian dan tanggung jawab

pengguna barang/jasa, panitia/pejabat pengadaan, dan penyedia

barang/jasa.

e. Meningkatkan penerimaan negara melalui sektor perpajakan.

f. Menumbuh kembangkan peran serta usaha nasional.

g. Mengharuskan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa

dilakukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

h. Mengharuskan pengumuman rencana pengadaan barang/jasa

secara terbuka, kecuali yang bersifat rahasia pada setiap awal

pelaksanaan anggaran kepada masyarakat luas.

i. Mengumumkan kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah

secara terbuka melalui surat kabar naslonal dan/atau surat kabar

provinsi.

3. Etika Dalam Pengadaan Barang/Jasa

Para pihak yang terkait dengan aktivitas pengadaan barang/jasa

yaitu penyedia barang/jasa dan pihak pemberi kerja maupun pihak

lainnya yang terkait dengan pengadaan instansi pemerintah, wajib

mematuhi prinsip etika dalam pengadaan untuk menciptakan praktik

yang sehat dan pemerintahan yang bersih. Etika yang harus

dipegang teguh antara lain adalah sebagai berikut

Page 104: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 98

a. Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab

untuk mencapai sasaran kelancaran dan ketepatan tercapainya

tujuan pengadaan barang/jasa.

b. Bekerja secara profesional dan mandiri atas dasar kejujuran,

serta menjaga kerahasiaan dokumen pengadaan barang dan jasa

yang seharusnya dirahasiakan untuk mencegah terjadinya

penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa.

c. Tidak saling memengaruhi baik langsung maupun tidak langsung

untuk mencegah dan menghindari terjadinya persaingan tidak

sehat.

d. Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang

ditetapkan sesuai dengan kesepakatan para pihak.

e. Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan

para pihak yang terkait, langsung maupun tidak langsung dalam

proses pengadaan barang/jasa (conflict of interest).

f. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan

kebocoran keuangan negara dalam pengadaan barang/jasa.

g. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang

dan/atau kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi,

golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak

langsung merugikan negara.

h. Tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan

untuk memberi atau menerima hadiah/imbalan berupa apa saja

kepada siapapun yang diketahui atau patut dapat diduga

berkaitan dengan pengadaan barang/jasa.

Page 105: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 99

4. Ruang Lingkup dan Pembiayaan Pengadaan

a. Ruang lingkup pengadaan barang/jasa mencakup:

a. pengadaan barang/jasa yang pembiayaannya sebagian atau

seluruhnya dibebankan pada APBN/APBD;

b. pengadaan barang/jasa yang sebagian atau seluruhnya

dibiayai dari pinjaman/hibah luar negeri (PHLN) yang sesuai

atau tidak bertentangan dengan pedoman dan ketentuan

pengadaan barang/jasa dari pemberi pinjaman/hibah

bersangkutan;

c. pengadaan barang/jasa untuk investasi di lingkungan BI,

BHMN, BUMN, BUMD, yang pembiayaannya sebagian atau

seluruhnya dibebankan pada APBN/APBD.

Pengaturan pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai

dari dana APBN, apabila ditindaklanjuti dengan keputusan

menteri/pemimpin lembaga/panglima TNI/Kapolri/Dewan

Gubernur BI/pemimpin BHMN/direksi BUMN; dan peraturan

daerah/keputusan kepala daerah yang mengatur pengadaan

barang/jasa pemerintah yang dibiayai dari dana APBD, harus

tetap berpedoman serta tidak boleh bertentangan dengan

ketentuan dalam Keputusan Presiden 80/2003.

b. Pembiayaan Pengadaan, Departemen/kementerian/lembaga/

TNI/Polri/pemerintah daerah/BI/ BHMN/BUMN/BUMD wajib

menyediakan biaya administrasi proyek untuk mendukung

pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang dibiayai dari

APBN/APBD, yaitu biaya untuk:

1) honorarium pengguna barang/jasa, panitia/pejabat

pengadaan, bendaharawan, dan staf proyek;

Page 106: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 100

2) pengumuman pengadaan barang/jasa;

3) penggandaan dokumen pengadaan barang/jasa dan/atau

dokumen prakualifikasi;

4) administrasi lainnya yang diperlukan untuk mendukung

pelaksanaan pengadaan barang/jasa.

B. POKOK-POKOK KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG DAN JASA

PEMERINTAH

Pada subbab ini akan dibahas mengenai pokok-pokok kebijakan

pengadaan barang dan jasa pemerintah yang meliputi:

1. Organisasi dan tugas pokok organ pengadaan barang dan jasa

pemerintah.

2. Pelaksanaan dan metode pemilihan penyedia barang/jasa.

3. Harga perkiraan sendiri (HPS).

4. Prakualifikasi dan pascakualifikasi.

5. Metode penyampaian dokumen penawaran.

6. Metode evaluasi penawaran.

7. Penetapan penyedia barang/jasa dan jenis kontrak.

Uraian lebih lanjut dari pokok kebijakan pengadaan barang dan jasa

adalah sebagai berikut.

1. Organisasi dan Tugas Pokok Organ Pengadaan Barang dan

Jasa Pemerintah

a. Organisasi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Organisasi dalam pengadaan barang/jasa pemerintah meliputi:

• pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran,

• pejabat pembuat komitmen,

• panitia/pejabat pengadaan/unit layanan pengadaan.

Page 107: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 101

Organisasi dalam pengadaan barang/jasa bertugas dan

bertanggung jawab dari segi administrasi, fisik, keuangan, dan

fungsional atas pengadaan barang/jasa yang dilaksanakannya.

Berkaitan dengan panitia/pejabat pengadaan/unit layanan

pengadaan terdapat beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan

yang mencakup hal-hal berikut.

1) Pengadaan sampai dengan Rp50.000.000,00 dapat

dilaksanakan oleh seorang pejabat pengadaan. Untuk

pengadaan di atas Rp50.000.000,00 wajib dibentuk panitia

pengadaan. Pengadaan juga dapat dilaksanakan oleh unit

layanan pengadaan (Procurement Unit).

2) Anggota panitia pengadaan/pejabat pengadaan/anggota unit

layanan pengadaan berasal dari pegawai negeri, baik dari

instansi sendiri maupun instansi teknis lainnya, namun

bukan (dilarang) pegawai yang menjadi:

a. pejabat pembuat komitmen dan bendahara;

b. pejabat yang bertugas melakukan verifikasi surat

permintaan pembayaran dan/atau pejabat yang bertugas

menandatangani surat perintah membayar;

c. pegawai Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

(BPKP)/inspektorat jenderal departemen/inspektorat

utama lembaga pemerintah non departemen/badan

pengawas daerah provinsi/kabupaten/kota, pengawasan

internal BI/BHMN/BUMN/BUMD (kecuali menjadi

panitia/pejabat pengadaan/anggota unit layanan

pengadaan untuk pengadaan barang/jasa yang

dibutuhkan instansinya).

Page 108: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 102

3) Dalam hal pengadaan barang/jasa dilakukan oleh Badan

Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan

Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara, anggota panitia

pengadaan berasal dari instansinya sendiri atau instansi

teknis pemerintah, dan dapat menyertakan pihak lain yang

ditunjuk oleh kepala badan pelaksana.

4) Jumlah panitia harus berjumlah gasal dengan ketentuan

sebagai berikut.

Jumlah Pengadaan barang/jasa

pemborongan/jasa lainnya

Pengadaan jasa

konsultansi

Sedikitnya 3 orang

≤ Rp500 juta ≤ Rp200juta

Sedikitnya 5 orang

> Rp500 juta > Rp200 juta

5) Panitia/pejabat pengadaan/anggota unit layanan pengadaan

harus memiliki integritas moral, memahami keseluruhan

pekerjaan yang akan diadakan, dan memahami prosedur

pengadaan berdasarkan Peraturan Presiden ini.

b. Tugas Pokok Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

Pejabat Pembuat Komitmen diangkat dengan surat keputusan

pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran. Pejabat

Pembuat Komitmen dilarang mengadakan ikatan perjanjian

dengan penyedia barang/jasa apabila belum tersedia anggaran

atau tidak cukup tersedia anggarannya. Pejabat Pembuat

Komitmen dapat melaksanakan proses pengadaan barang/jasa

sebelum dokumen anggaran disahkan sepanjang anggaran untuk

kegiatan yang bersangkutan telah dialokasikan, dengan

Page 109: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 103

ketentuan penerbitan surat penunjukan penyedia barang/jasa

(SPPBJ) dan penandatanganan kontrak pengadaan barang/jasa

dilakukan setelah dokumen anggaran disahkan.

Tugas pokok Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) meliputi:

1) menyusun perencanaan pengadaan barang/jasa;

2) menetapkan paket-paket pekerjaan disertai ketentuan

mengenai peningkatan penggunaan produksi dalam negeri

dan peningkatan pemberian kesempatan bagi usaha kecil

termasuk koperasi kecil, serta kelompok masyarakat;

3) menetapkan dan mengesahkan harga perkiraan sendiri (HPS),

jadwal, tata cara pelaksanaan dan lokasi pengadaan yang

disusun oleh panitia pengadaan/pejabat pengadaan/unit

layanan pengadaan;

4) menetapkan dan mengesahkan hasil pengadaan

panitia/pejabat pengadaan/unit layanan pengadaan sesuai

kewenangannya;

5) menetapkan besaran uang muka yang menjadi hak penyedia

barang/jasa sesuai ketentuan yang berlaku;

6) menyiapkan dan melaksanakan perjanjian/kontrak dengan

pihak penyedia barang/jasa;

7) melaporkan pelaksanaan/penyelesaian pengadaan barang/

jasa kepada pimpinan instansinya;

8) mengendalikan pelaksanaan penjanjian/kontrak;

9) menyerahkan aset hasil pengadaan barang/jasa dan aset

lainnya kepada menteri/Panglima TNI/Kepala Polri/pimpinan

lembaga/pimpinan kesekretariatan lembaga tinggi negara/

pimpinan kesekretariatan komisi/gubernur/bupati /walikota/

Dewan Gubernur BI/pemimpin BHMN/direksi BUMN/BUMD

dengan berita acara penyerahan;

Page 110: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 104

10) menandatangani pakta integritas sebelum pelaksanaan

pengadaan barang/jasa dimulai.

c. Tugas pokok pejabat/panitia pengadaan/Unit Layanan

Pengadaan

Tugas pokok pejabat/panitia pengadaan/unit layanan pengadaan

(procurement unit) meliputi:

1) menyusun jadwal dan menetapkan cara pelaksanaan serta

lokasi pengadaan;

2) menyusun dan menyiapkan harga perkiraan sendiri (HPS);

3) menyiapkan dokumen pengadaan;

4) mengumumkan pengadaan barang/jasa di surat kabar

nasional dan/atau provinsi dan/atau papan pengumuman

resmi untuk penerangan umum, dan diupayakan diumumkan

di website pengadaan nasional;

5) menilai kualifikasi penyedia melalui pascakualifikasi atau

prakualifikasi;

6) melakukan evaluasi terhadap penawaran yang masuk;

7) mengusulkan calon pemenang;

8) membuat laporan mengenai proses dan hasil pengadaan

kepada Pejabat Pembuat Komitmen dan/atau pejabat yang

mengangkatnya;

9) menandatangani pakta integritas sebelum pelaksanaan

pengadaan barang/jasa dimulai.

2. Pelaksanaan dan Metode Pemilihan Penyedia Barang/Jasa

Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah dapat

dilakukan dengan cara:

Page 111: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 105

menggunakan jasa penyedia barang dan jasa, yang

dikelompokkan menjadi:

o pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa lainnya,

o pengadaan jasa konsultansi;

swakelola.

Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah secara ringkas

dapat digambarkan sebagai berikut.

a. Metode Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Pemborongan

/Jasa Lainnya

Metode pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa

lainnya dapat dilakukan dengan salah satu dari metode berikut.

Pelelangan umum.

Pelelangan terbatas.

PPBBJJ

PENYEDIA B/J

PENGADAAN BARANG/ JASA PEMBORONGAN

PENGADAAN JASA KONSULTANSI

SWAKELOLA

PELELANGAN UMUM

PELELANGAN TERBATAS

PEMILIHAN LANGSUNG

PENUNJUKAN LANGSUNG

SELEKSI UMUM

SELEKSI TERBATAS

SELEKSI LANGSUNG

PENUNJUKAN LANGSUNG

Page 112: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 106

Pemilihan langsung.

Penunjukkan langsung.

Pada prinsipnya pengadaan dilakukan melalui metode

pelelangan umum, yaitu metode pemilihan yang dilakukan

secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media

massa dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum

sehingga masyarakat luas dunia usaha yang berminat dan

memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya.

Dalam hal jumlah penyedia barang/jasa yang mampu

melaksanakan diyakini terbatas yaitu untuk pekerjaan yang

kompleks, maka pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan

dengan metode pelelangan terbatas dan diumumkan secara

luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi dengan

mencantumkan penyedia barang/jasa yang telah diyakini

mampu, guna memberi kesempatan kepada penyedia

barang/jasa lainnya yang memenuhi kualifikasi.

Dalam hal metode pelelangan umum atau pelelangan terbatas

dinilai tidak efisien dari segi biaya pelelangan, maka pemilihan

penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan metode

pemilihan langsung, yaitu pemilihan penyedia barang/jasa

yang dilakukan dengan membandingkan sebanyak-banyaknya

penawaran, sekurang-kurangnya tiga penawaran dari penyedia

barang/jasa yang telah lulus prakualifikasi serta dilakukan

negosiasi baik teknis maupun biaya serta harus diumumkan

minimal melalui papan pengumuman resmi untuk penerangan

umum dan bila memungkinkan melalui internet. Pemilihan

langsung dapat dilaksanakan untuk pengadaan yang bernilai

sampai dengan Rp100.000.000,00.

Page 113: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 107

Dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus, pemilihan

penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan cara penunjukan

langsung terhadap satu penyedia barang/jasa dengan cara

melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya sehingga

diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat

dipertanggungjawabkan. Penunjukan langsung dapat

dilaksanakan dalam hal memenuhi kriteria sebagai berikut.

1) Keadaan tertentu, yaitu:

a) penanganan darurat untuk pertahanan negara, keamanan

dan keselamatan masyarakat yang pelaksanaan

pekerjaannya tidak dapat ditunda, atau harus dilakukan

segera, termasuk penanganan darurat akibat bencana alam;

dan/atau

b) pekerjaan yang perlu dirahasiakan yang menyangkut

pertahanan dan keamanan negara yang ditetapkan oleh

Presiden; dan/atau

c) pekerjaan yang berskala kecil dengan nilai maksimum

Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dengan

ketentuan:

untuk keperluan sendiri; dan/atau

teknologi sederhana; dan/atau

risiko kecil; dan/atau

dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa usaha orang

perseorangan dan/atau badan usaha kecil termasuk

koperasi kecil.

2) Pengadaan barang/jasa khusus, yaitu :

a) pekerjaan berdasarkan tarif resmi yang ditetapkan

pemerintah; atau

Page 114: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 108

b) pekerjaan/barang spesifik yang hanya dapat dilaksanakan

oleh satu penyedia barang/jasa, pabrikan, pemegang hak

paten; atau

c) merupakan hasil produksi usaha kecil atau koperasi kecil

atau pengrajin industri kecil yang telah mempunyai pasar

dan harga yang relatif stabil; atau

d) pekerjaan yang kompleks yang hanya dapat dilaksanakan

dengan penggunaan teknologi khusus dan/atau hanya ada

satu penyedia barang/jasa yang mampu

mengaplikasikannya.

b. Metode Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi

Pemilihan penyedia jasa konsultansi dapat dilakukan dengan

salah satu dari metode:

seleksi umum,

seleksi terbatas,

seleksi langsung,

penunjukan langsung.

Pada prinsipnya, pengadaan harus dilakukan melalui seleksi

umum. Dalam keadaan tertentu pemilihan penyedia jasa

konsultansi dapat dilakukan melalui seleksi terbatas, seleksi

langsung atau penunjukan langsung.

Seleksi umum adalah metode pemilihan penyedia jasa

konsultansi yang daftar pendek pesertanya dipilih melalui proses

prakualifikasi secara terbuka yaitu diumumkan secara luas

melalui media massa dan papan pengumuman resmi untuk

penerangan umum sehingga masyarakat luas mengetahui dan

penyedia jasa konsultansi yang berminat dan memenuhi

kualifikasi dapat mengikutinya.

Page 115: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 109

Seleksi terbatas adalah metode pemilihan penyedia jasa

konsultansi untuk pekerjaan yang kompleks dan diyakini jumlah

penyedia jasa yang mampu melaksanakan pekerjaan tersebut

jumlahnya terbatas.

Dalam hal metode seleksi umum atau seleksi terbatas dinilai

tidak efisien dari segi biaya seleksi, maka pemilihan penyedia

jasa konsultansi dapat dilakukan dengan seleksi langsung yaitu

metode pemilihan penyedia jasa konsultansi yang daftar pendek

pesertanya ditentukan melalui proses prakualifikasi terhadap

penyedia jasa konsultansi yang dipilih langsung dan diumumkan

sekurang-kurangnya di papan pengumuman resmi untuk

penerangan umum atau media elektronik (internet). Seleksi

langsung dapat dilaksanakan untuk pengadaan yang bernilai

sampai dengan Rp100.000.000,00.

Dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus, pemilihan

penyedia jasa konsultansi dapat dilakukan dengan penunjukan

langsung satu penyedia jasa konsultansi yang memenuhi

kualifikasi dan dilakukan negosiasi baik dari segi teknis maupun

biaya sehingga diperoleh biaya yang wajar dan secara teknis

dapat dipertanggungjawabkan. Penunjukan langsung dapat

dilaksanakan dalam hal memenuhi kriteria:

1) penanganan darurat untuk pertahanan negara, keamanan

dan keselamatan masyarakat yang pelaksanaan pekerjaannya

tidak dapat ditunda/harus dilakukan segera; dan/atau

2) penyedia jasa tunggal; dan/atau

3) pekerjaan yang perlu dirahasiakan yang menyangkut

pertahanan dan keamanan negara yang ditetapkan oleh

Presiden; dan/atau

Page 116: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 110

4) pekerjaan yang berskala kecil dengan ketentuan: untuk

keperluan sendiri, mempunyai risiko kecil, menggunakan

teknologi sederhana, dilaksanakan oleh penyedia jasa usaha

orang perseorangan dan badan usaha kecil, dan/atau bernilai

sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);

dan/atau

5) pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh pemegang hak

paten atau pihak yang telah mendapat ijin;

6) pekerjaan yang memerlukan penyelesaian secara cepat dalam

rangka pengembalian kekayaan negara yang penanganannya

dilakukan secara khusus berdasarkan peraturan perundang-

undangan. (Tambahan menurut Keppres 61 tahun 2004 tgl

5 Agustus 2004 tentang perubahan Keppres 80 tahun 2003).

c. Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dengan Swakelola

Swakelola adalah pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan,

dikerjakan, dan diawasi sendiri. Swakelola dapat dilaksanakan oleh:

o pengguna barang/jasa,

o instansi pemerintah lain,

o kelompok masyarakat/lembaga swadaya masyarakat penerima

hibah.

Pekerjaan yang dapat dilakukan dengan swakelola meliputi:

1) pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

teknis sumber daya manusia instansi pemerintah yang

bersangkutan dan sesuai dengan fungsi dan tugas pokok

pengguna barang/jasa; dan/atau

2) pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlukan

partisipasi masyarakat setempat; dan/atau

Page 117: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 111

3) pekerjaan tersebut dilihat dari segi besaran, sifat, lokasi atau

pembiayaannya tidak diminati oleh penyedia barang/jasa;

dan/atau

4) pekerjaan yang secara rinci/detail tidak dapat

dihitung/ditentukan terlebih dahulu, sehingga apabila

dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa akan menanggung

risiko yang besar; dan/atau

5) penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar, lokakarya,

atau penyuluhan; dan/atau

6) pekerjaan untuk proyek percontohan (pilot project) yang

bersifat khusus untuk pengembangan teknologi/metode kerja

yang belum dapat dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa;

dan/atau

7) pekerjaan khusus yang bersifat pemrosesan data, perumusan

kebijakan pemerintah, pengujian di laboratorium,

pengembangan sistem tertentu dan penelitian oleh perguruan

tinggi/lembaga ilmiah pemerintah;

8) pekerjaan yang bersifat rahasia bagi instansi pengguna

barang/jasa yang bersangkutan.

3. Harga Perkiraan Sendiri (HPS)

Pengguna barang/jasa wajib memiliki harga perkiraan sendiri (HPS)

yang dikalkulasikan secara keahlian dan berdasarkan data yang

dapat dipertangungjawabkan. HPS disusun oleh panitia/pejabat

pengadaan dan ditetapkan oleh pengguna barang/jasa.

HPS telah memperhitungkan pajak pertambahan nilai (PPN), biaya

umum dan keuntungan (overhead cost and profit) yang wajar bagi

penyedia barang/jasa. HPS tidak boleh memperhitungkan biaya tak

Page 118: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 112

terduga, biaya lain-lain dan Pajak Penghasilan (PPh) penyedia

barang/jasa.

HPS merupakan alat untuk menilai kewajaran harga penawaran

termasuk rinciannya dan untuk menetapkan besaran tambahan nilai

jaminan pelaksanaan bagi penawaran yang dinilai terlalu rendah.

HPS tidak dapat dijadikan dasar untuk menggugurkan penawaran.

Nilai total HPS terbuka dan tidak bersifat rahasia.

Perhitungan HPS menggunakan data dasar dan mempertimbangkan:

a. analisis harga satuan pekerjaan yang bersangkutan;

b. perkiraan perhitungan biaya oleh konsultan/engineer's estimate

(EE);

c. harga pasar setempat pada waktu penyusunan HPS;

d. harga kontrak/surat perintah kerja (SPK) untuk barang/pekerjaan

sejenis setempat yang pernah dilaksanakan;

e. informasi harga satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh

Badan Pusat Statistik (BPS), badan/instansi lainnya dan media

cetak yang datanya dapat dipertanggungjawabkan;

f. harga/tarif barang/jasa yang dikeluarkan oleh pabrikan/agen

tunggal atau lembaga independen;

g. daftar harga standar/tarif biaya yang dikeluarkan oleh instansi

yang berwenang;

h. informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan.

4. Prakualifikasi dan Pascakualifikasi

a. Penilaian Kualifikasi Calon Penyedia Barang/Jasa

Kualifikasi adalah proses penilaian atas kompetensi dan

kemampuan usaha calon penyedia barang/jasa. Tujuan

kualifikasi adalah untuk menjamin bahwa pengadaan barang/jasa

pemerintah dilaksanakan oleh pihak yang mampu. Dalam proses

Page 119: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 113

penilaian kualifikasi, panitia/pejabat pengadaan dilarang

menambah persyaratan prakualifikasi/pascakualifikasi di luar

yang telah ditetapkan dalam ketentuan Keputusan Presiden ini

atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi. Dalam proses prakualifikasi/pascakualifikasi panitia

/pejabat pengadaan tidak boleh melarang, menghambat, dan

membatasi keikutsertaan calon peserta pengadaan barang/jasa

dari luar provinsi/kabupaten/kota lokasi pengadaan barang/jasa.

Pengguna barang/jasa wajib menyederhanakan proses

prakualifikasi dengan tidak meminta seluruh dokumen yang

disyaratkan melainkan cukup dengan formulir isian kualifikasi

penyedia barang/jasa. Penyedia barang/jasa wajib

menandatangani surat pernyataan di atas meterai bahwa semua

informasi yang disampaikan dalam formulir isian kualifikasi

adalah benar, dan apabila diketemukan penipuan/pemalsuan

atas informasi yang disampaikan, terhadap yang bersangkutan

dikenakan sanksi:

pembatalan sebagai calon pemenang,

dimasukkan dalam daftar hitam sekurang-kurangnya dua

tahun,

tidak boleh mengikuti pengadaan untuk dua tahun

berikutnya,

diancam dituntut secara perdata dan pidana.

b. Syarat Kualifikasi Calon Penyedia Barang/Jasa

Persyaratan kualifikasi penyedia barang/jasa adalah sebagai

berikut.

1) Memiliki surat izin usaha pada bidang usahanya yang

dikeluarkan oleh instansi pemerintah yang berwenang yang

Page 120: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 114

masih berlaku, seperti SIUP untuk jasa perdagangan, IUJK

untuk jasa konstruksi, dan sebagainya.

2) Secara hukum mempunyai kapasitas menandatangani kontrak

pengadaan.

3) Tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak bangkrut,

kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan, dan/atau tidak

sedang menjalani sanksi pidana;

4) Dalam hal penyedia jasa akan melakukan kemitraan,

penyedia barang/jasa wajib mempunyai perjanjian kerjasama

operasi/kemitraan yang memuat persentase kemitraan dan

perusahaan yang mewakili kemitraan tersebut.

5) Telah melunasi kewajiban pajak tahun terakhir (SPT/PPh)

serta memiliki laporan bulanan PPh Pasal 25 atau Pasal

21/Pasal 23 atau PPN sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan

yang lalu;

6) Selama 4 (empat) tahun terakhir pernah memiliki pengalaman

menyediakan barang/jasa baik di lingkungan pemerintah atau

swasta termasuk pengalaman subkontrak baik di lingkungan

pemerintah atau swasta , kecuali penyedia barang/jasa yang

baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun;

7) Memiliki kinerja baik dan tidak masuk dalam daftar sanksi

atau daftar hitam di suatu instansi;

8) Memiliki kemampuan pada bidang pekerjaan yang sesuai

untuk usaha kecil termasuk koperasi kecil;

Page 121: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 115

9) Memiliki kemampuan pada bidang dan subbidang pekerjaan

yang sesuai untuk bukan usaha kecil.

a) Untuk jasa pemborongan memenuhi:

KD = 2 NPt

(KD : Kemampuan Dasar, NPt : nilai pengalaman tertinggi)

pada subbidang pekerjaan yang sesuai untuk bukan usaha

kecil dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir.

b) Untuk pengadaan barang/jasa lainnya memenuhi:

KD = 5 NPt

pada subbidang pekerjaan yang sesuai untuk bukan usaha

kecil dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir.

c) Untuk pengadaan jasa konsultansi memenuhi:

KD = 3 NPt

pada subbidang pekerjaan yang sesuai untuk bukan usaha

kecil dalam kurun waktu 7 (tujuh) tahun terakhir.

10) Dalam hal bermitra yang diperhitungkan adalah

kemampuan dasar dari perusahaan yang mewakili

kemitraan (lead firm).

11) Untuk pekerjaan khusus/spesifik/teknologi tinggi dapat

ditambahkan persyaratan lain seperti peralatan khusus,

tenaga ahli spesialis yang diperlukan, atau pengalaman

tertentu.

12) Memiliki surat keterangan dukungan keuangan dari bank

pemerintah/swasta untuk mengikuti pengadaan barang/jasa

sekurang-kurangnya sepuluh persen dari nilai proyek untuk

pekerjaan jasa pemborongan dan lima persen dari nilai

proyek untuk pekerjaan pemasokan barang/jasa lainnya,

kecuali untuk penyedia barang/jasa usaha kecil termasuk

koperasi kecil.

Page 122: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 116

13) Memiliki kemampuan menyediakan fasilitas dan peralatan

serta personil yang diperlukan untuk pelaksanaan

pekerjaan.

14) Termasuk dalam penyedia barang/jasa yang sesuai dengan

nilai paket pekerjaan.

15) Menyampaikan daftar perolehan pekerjaan yang sedang

dilaksanakan khusus untuk jasa pemborongan.

16) Tidak membuat pernyataan yang tidak benar tentang

kompetensi dan kemampuan usaha yang dimilikinya.

17) Untuk pekerjaan jasa pemborongan memiliki sisa

kemampuan keuangan (SKK) yang cukup dan sisa

kemampuan paket (SKP).

c. Pelaksanaan Kualifikasi Calon Penyedia Barang/Jasa

Pada prinsipnya penilaian kualifikasi atas kompetensi dan

kemampuan usaha peserta pelelangan umum, dilakukan dengan

pascakualifikasi. Khusus untuk pekerjaan yang kompleks dapat

dilakukan dengan prakualifikasi.

Prakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan

kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu

lainnya dari penyedia barang/jasa sebelum memasukkan

penawaran.

Pascakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan

kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu

lainnya dari penyedia barang/jasa setelah memasukkan

penawaran.

Prakualifikasi wajib dilaksanakan untuk pengadaan jasa

konsultansi dan pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa

Page 123: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 117

lainnya yang menggunakan metode penunjukan langsung untuk

pekerjaan kompleks, pelelangan terbatas dan pemilihan

langsung.

Panitia/pejabat pengadaan dapat melakukan prakualifikasi untuk

pelelangan umum pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa

lainnya yang bersifat kompleks.

Pelaksanaan kualifikasi pengadaan barang/jasa pemerintah

secara ringkas dapat disajikan sebagai berikut.

Metode pengadaan Tidak komplek Komplek

Pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa lainnya

Pelelangan umum Pascakualifikasi Pasca atau prakualifikasi

Pelelangan terbatas Prakualifikasi Prakualifikasi

Pemilihan langsung Prakualifikasi Prakualifikasi

Penunjukan langsung Prakualifikasi Prakualifikasi

Pengadaan jasa konsultansi

Seleksi umum Prakualifikasi Prakualifikasi

Seleksi terbatas Prakualifikasi Prakualifikasi

Seleksi langsung Prakualifikasi Prakualifikasi

Penunjukan langsung Prakualifikasi Prakualifikasi

5. Metode Penyampaian Dokumen Penawaran

Metode penyampaian dokumen penawaran oleh calon penyedia

barang/jasa pemerintah dapat menggunakan salah satu dari metode

berikut ini.

a. metode satu sampul.

b. metode dua sampul.

c. metode dua tahap.

Page 124: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 118

Metode satu sampul adalah cara penyampaian dokumen

penawaran yang terdiri dari persyaratan administrasi, teknis, dan

penawaran harga yang dimasukan ke dalam satu sampul tertutup

kepada panitia/pejabat pengadaan.

Dalam penyampaian dokumen penawaran dengan metode dua

sampul, persyaratan administrasi dan teknis dimasukkan dalam

sampul tertutup I, sedangkan harga penawaran dimasukkan dalam

sampul tertutup II, selanjutnya sampul I dan sampul II dimasukkan

ke dalam satu sampul (sampul penutup) dan disampaikan kepada

panitia/pejabat pengadaan.

Metode dua tahap adalah cara penyampaian dokumen

penawaran yang persyaratan administrasi dan teknis dimasukkan

dalam sampul tertutup I, sedangkan harga penawaran dimasukkan

dalam sampul tertutup II, yang penyampaiannya dilakukan dalam

dua tahap secara terpisah dan dalam waktu yang berbeda.

6. Metode Evaluasi Penawaran

a. Metode Evaluasi Penawaran Pada Pengadaan

Barang/Jasa Pemborongan/Jasa Lainnya

Metode evaluasi penawaran, sesuai dengan jenis barang/jasa

yang akan diadakan, dalam pemilihan penyedia barang/jasa

pemborongan/jasa lainnya dapat menggunakan salah satu dari

tiga sistem yang ada, yaitu:

sistem gugur,

sistem nilai,

sistem penilaian biaya selama umur ekonomis.

Sistem gugur adalah evaluasi penilaian penawaran dengan cara

memeriksa dan membandingkan dokumen penawaran terhadap

pemenuhan persyaratan yang telah ditetapkan dalam dokumen

Page 125: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 119

pemilihan penyedia barang/jasa dengan urutan proses evaluasi

dimulai dari penilaian persyaratan administrasi, persyaratan

teknis dan kewajaran harga, terhadap penyedia barang/jasa

yang tidak lulus penilaian pada setiap tahapan dinyatakan

gugur.

Sistem nilai adalah evaluasi penilaian penawaran dengan cara

memberikan nilai angka tertentu pada setiap unsur yang dinilai

berdasarkan kriteria dan nilai yang telah ditetapkan dalam

dokumen pemilihan penyedia barang/jasa, kemudian

membandingkan jumlah nilai dari setiap penawaran peserta

dengan penawaran peserta lainnya.

Sistem penilaian biaya selama umur ekonomis adalah

evaluasi penilaian penawaran dengan cara memberikan nilai

pada unsur-unsur teknis dan harga yang dinilai menurut umur

ekonomis barang yang ditawarkan berdasarkan kriteria

dan nilai yang ditetapkan dalam dokumen pemilihan penyedia

barang/jasa, kemudian nilai unsur-unsur tersebut dikonversikan

ke dalam satuan mata uang tertentu, dan dibandingkan dengan

jumlah nilai dari setiap penawaran peserta dengan penawaran

peserta lainnya.

b. Metode Evaluasi Penawaran Pada Pengadaan Jasa

Konsultansi

Metode evaluasi penawaran, sesuai dengan sifat jasa konsultansi

yang akan diadakan, dalam pemilihan penyedia jasa konsultansi

dapat menggunakan salah satu dari lima metode yang ada,

yaitu:

1) metode evaluasi kualitas,

2) metode evaluasi kualitas dan biaya,

Page 126: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 120

3) metode evaluasi pagu anggaran,

4) metode evaluasi biaya terendah,

5) metode evaluasi penunjukan langsung.

Metode evaluasi kualitas adalah evaluasi penawaran jasa

konsultansi berdasarkan kualitas penawaran teknis terbaik,

dilanjutkan dengan klarifikasi dan negosiasi teknis serta biaya.

Metode evaluasi kualitas dan biaya adalah evaluasi pengadaan

jasa konsultansi berdasarkan nilai kombinasi terbaik penawaran

teknis dan biaya terkoreksi dilanjutkan dengan klarifikasi dan

negosiasi teknis serta biaya.

Metode evaluasi pagu anggaran adalah evaluasi pengadaan

jasa konsultansi berdasarkan kualitas penawaran teknis terbaik

dari peserta yang penawaran biaya terkoreksinya lebih kecil atau

sama dengan pagu anggaran, dilanjutkan dengan klarifikasi dan

negosiasi teknis serta biaya.

Metode evaluasi biaya terendah adalah evaluasi pengadaan

jasa konsultansi berdasarkan penawaran biaya terkoreksinya

terendah dari konsultan yang nilai penawaran teknisnya di atas

ambang batas persyaratan teknis yang telah ditentukan,

dilanjutkan dengan klarifikasi dan negosiasi teknis serta biaya.

Sedangkan metode evaluasi penunjukan langsung adalah

evaluasi terhadap hanya satu penawaran jasa konsultansi

berdasarkan kualitas teknis yang dapat dipertanggungjawabkan

dan biaya yang wajar setelah dilakukan klarifikasi dan negosiasi

teknis dan biaya.

Page 127: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 121

7. Penetapan penyedia barang/jasa dan jenis kontrak

a. Penetapan penyedia barang/jasa

Panitia/pejabat pengadaan membuat dan menyampaikan laporan

kepada pengguna barang/jasa atau kepada pejabat yang

berwenang mengambil keputusan untuk menetapkan pemenang

lelang, melalui pengguna barang/jasa laporan tersebut disertai

usulan calon pemenang dan penjelasan atau keterangan lain

yang dianggap perlu sebagai bahan pertimbangan untuk

mengambil keputusan.

Ketentuan mengenai pejabat yang berwenang menetapkan

penyedia barang/jasa pemerintah diatur sebagai berikut.

1) Untuk pengadaan barang/jasa yang bernilai sampai dengan

Rp50.000.000.000,00; apabila PPK tidak sependapat dengan

usulan panitia/pejabat pengadaan, maka PPK membahas hal

tersebut dengan panitia/pejabat pengadaan untuk mengambil

keputusan dari alternatif:

a) menyetujui usulan panitia/pejabat pengadaan; atau

b) menetapkan keputusan yang disepakati bersama untuk

melakukan evaluasi ulang atau lelang ulang atau

menetapkan pemenang lelang, dan dituangkan dalam

berita acara yang memuat keberatan dan kesepakatan

masing-masing pihak; atau

c) bila akhirnya tidak tercapai kesepakatan, maka akan

diputuskan oleh menteri/PanglimaTNI/Kapolri/Kepala

LPND/gubernur/bupati/walikota/Dewan Gubernur BI/

pimpinan BHMN/direktur utama BUMN/BUMD dan bersifat

final.

Page 128: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 122

2) Untuk pengadaan yang bernilai di atas Rp 50.000.000.000,00,

apabila PPK tidak sependapat dengan usulan panitia/pejabat

pengadaan, maka PPK membahas hal tersebut dengan

panitia/pejabat pengadaan untuk mengambil keputusan:

a) menyetujui usulan panitia/pejabat pengadaan untuk

dimintakan persetujuan kepada menteri/PanglimaTNI/

Kapolri/Kepala LPND/ gubernur/bupati/walikota/Dewan

Gubernur BI/pimpinan BHMN/ direktur utama BUMN

/BUMD, atau

b) menetapkan keputusan yang disepakati bersama untuk

melakukan evaluasi ulang atau lelang ulang, dan

dituangkan dalam berita acara serta dilaporkan kepada

menteri/ PanglimaTNI/Kapolri/Kepala LPND/gubernur/

bupati/ walikota/ Dewan Gubernur BI/pimpinan BHMN/

direktur utama BUMN/BUMD, atau

3) Apabila masih belum ada kesepakatan maka dilaporkan

kepada menteri/PanglimaTNI/Kapolri/Kepala LPND/gubernur/

bupati/walikota/Dewan Gubernur BI/pimpinan BHMN/direktur

utama BUMN/BUMD, dengan catatan keberatan dari

pengguna barang/jasa, untuk diputuskan dan bersifat final.

4) Untuk pengadaan yang bernilai di atas Rp50.000.000.000,00,

apabila pengguna barang/jasa dan/atau panitia/pejabat

pengadaan pengadaan tidak sependapat dengan keputusan

menteri/PanglimaTNI/Kapolri/KepalaLPND/gubernur/ Bupati/

walikota/Dewan Gubernur BI/pimpinan BHMN/direktur utama

BUMN/BUMD, maka penetapan pemenang lelang atau

keputusan lain diserahkan kepada menteri/PanglimaTNI/

Kapolri/Kepala LPND/gubernur/bupati/ walikota/Dewan

Gubernur BI/pimpinan BHMN/direktur utama BUMN/BUMD;

Page 129: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 123

panitia/pejabat pengadaan pengadaan dan pengguna barang

jasa tidak perlu melakukan perubahan berita acara evaluasi.

Keputusan menteri/PanglimaTNI/Kapolri/Kepala LPND/

gubernur/bupati/walikota/Dewan Gubernur BI/pimpinan

BHMN/direktur utama BUMN/BUMD bersifat final.

b. Jenis kontrak

Kontrak pengadaan barang/jasa berdasarkan bentuk imbalan

dapat berupa:

1) kontrak lump sum;

2) kontrak harga satuan;

3) kontrak gabungan lump sum dan harga satuan;

4) kontrak terima jadi (turn key);

5) kontrak persentase.

Kontrak lump sum adalah kontrak pengadaan barang/jasa atas

penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu,

dengan jumlah harga yang pasti dan tetap, dan semua risiko

yang mungkin terjadi dalam proses penyelesaian pekerjaan

sepenuhnya ditanggung oleh penyedia barang/jasa.

Kontrak harga satuan adalah kontrak pengadaan barang/jasa

atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu,

berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap untuk setiap

satuan/unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu, yang

volume pekerjaannya masih bersifat perkiraan sementara,

sedangkan pembayarannya didasarkan pada hasil pengukuran

bersama atas volume pekerjaan yang benar-benar telah

dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa. Kontrak gabungan

lump sum dan harga satuan adalah kontrak yang merupakan

gabungan lump sum dan harga satuan dalam satu pekerjaan

yang diperjanjikan.

Page 130: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 124

Kontrak terima jadi adalah kontrak pengadaan barang/jasa

pemborongan atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas

waktu tertentu dengan jumlah harga pasti dan tetap sampai

seluruh bangunan/konstruksi, peralatan dan jaringan utama

maupun penunjangnya dapat berfungsi dengan baik sesuai

dengan kriteria kinerja yang telah ditetapkan.

Kontrak persentase adalah kontrak pelaksanaan jasa konsultansi

di bidang konstruksi atau pekerjaan pemborongan tertentu,

dimana konsultan yang bersangkutan menerima imbalan jasa

berdasarkan persentase tertentu dari nilai pekerjaan fisik

konstruksi/pemborongan tersebut.

Kontrak tahun tunggal adalah kontrak pelaksanaan pekerjaan

yang mengikat dana anggaran untuk masa satu tahun anggaran.

Kontrak tahun jamak adalah kontrak pelaksanaan pekerjaan

yang mengikat dana anggaran untuk masa lebih dari satu tahun

anggaran yang dilakukan atas persetujuan oleh Menteri

Keuangan untuk pengadaan yang dibiayai APBN, Gubernur untuk

pengadaan yang dibiayai APBD Propinsi, Bupati/Walikota untuk

pengadaan yang dibiayai APBD Kabupaten/Kota.

Kontrak pengadaan tunggal adalah kontrak antara satu unit kerja

atau satu proyek dengan penyedia barang/jasa tertentu untuk

menyelesaikan pekerjaan tertentu dalam waktu tertentu. Kontrak

pengadaan bersama adalah kontrak antara beberapa unit kerja

atau beberapa proyek dengan penyedia barang/jasa tertentu

untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu dalam waktu tertentu

sesuai dengan kegiatan bersama yang jelas dari masing-masing

unit kerja dan pendanaan bersama yang dituangkan dalam

kesepakatan bersama.

Page 131: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 125

C. PROSEDUR PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

Prosedur pengadaan barang dan jasa pemerintah meliputi kegiatan:

1. persiapan pengadaan barang dana jasa pemerintah;

2. pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah, yaitu

a. pelaksanaan dengan menggunakan penyedia barang/jasa;

b. pelaksanaan dengan swakelola.

Secara rinci prosedur tersebut adalah sebagai berikut.

1. Persiapan Pengadaan Barang dan Jasa

Persiapan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah mencakup

kegiatan berikut ini.

a. Perencanaan pengadaan barang/jasa pemerintah.

b. Pembentukan panitia pengadaan barang/jasa.

c. Penetapan sistem pengadaan barang/jasa.

Penetapan sistem pengadaan barang/jasa pemerintah mencakup

kegiatan penetapan metode pemilihan penyedia barang/jasa,

metode penyampaian dokumen penawaran, dan jenis kontrak

yang sesuai dengan barang/jasa yang akan diadakan.

d. Penyusunan jadwal pelaksanaan pengadaan.

Penyusunan jadwal pelaksanaan pengadaan harus memberikan

waktu yang cukup untuk semua tahapan proses pengadaan.

e. Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS).

f. Penyusunan dokumen pengadaan.

Dokumen pengadaan mencakup dokumen pasca/prakualifikasi

dan dokumen pemilihan penyedia barang/jasa.

Beberapa hal dalam subbab ini akan dibahas dalam subab

berikutnya.

Page 132: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 126

2. Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa

Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah dapat

dilaksanaan oleh penyedia barang/jasa atau dilaksanakan sendiri

oleh pengguna anggaran (swakelola).

Urutan prosedur pelaksanaan pengadaan barang dan jasa

pemerintah dilakukan sesuai dengan metode pemilihan penyedia

barang/jasanya. Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dengan

menggunakan Penyedia Barang/Jasa pada dasarnya akan

dilaksanakan dengan urutan kegiatan sebagai berikut.

a. Pengumuman dan Pendaftaran Peserta

Pengumuman pengadaan barang dan jasa pemerintah harus

dilakukan sesuai dengan metode pemilihan penyedia barang

dan jasanya. Pengumuman pengadaan barang/jasa dengan

metode pelelangan umum, pelelangan terbatas, seleksi umum,

dan seleksi terbatas harus dimuat di surat kabar nasional. Dalam

pelelangan terbatas dan seleksi terbatas, pengumuman harus

telah menyebutkan calon penyedia barang/jasa yang diyakini

mampu, namun demikian, hal tersebut tidak membatasi calon

penyedia barang/jasa lain yang merasa mampu.

b. Penilaian Kualifikasi Calon Penyedia Barang/Jasa.

Dalam hal sistem pengadaannya menggunakan metode

prakualifikasi, maka atas calon penyedia barang/jasa dinilai

kemampuan dan kompetensinya terlebih dahulu sebelum

memasukkan penawaran. Dalam hal ini prosesnya akan meliputi:

pengambilan dokumen prakualifikasi; penyerahan dokumen;

evaluasi kualifikasi; penetapan dan pengumuman hasil

prakualifikasi; masa sanggah kualifikasi.

Page 133: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 127

Sedangkan jika pengadaannya menggunakan metode

pascakualifikasi maka penyerahan dokumen kualifikasi bersam-

sama dengan dokumen penawaran.

c. Penyusunan Daftar Peserta dan Penyampaian Undangan

Untuk pengadaan barang dan jasa selain jasa konsultansi, daftar

peserta pengadaan sesuai dengan peserta prakualifikasi,

sedangkan untuk seleksi umum, peserta yang diundag adalah

yang dimuat dalam daftar pendek (short list) peserta yang berisi

sedikitnya 5 (lima) dan paling banyak 7 (tujuh) calon penyedia

yang lulus prakualifikasi.

d. Penjelasan Lelang (aanwwijziing)

Pemberian penjelasan lelang dilakukan di tempat dan pada

waktu yang ditentukan, dihadiri oleh para penyedia barang/jasa

yang terdaftar dalam daftar peserta lelang. Dalam acara

penjelasan lelang, harus dijelaskan kepada peserta lelang

mengenai: Metode penyelenggaraan pelelangan, cara

penyampaian penawaran, dan syarat-syarat lainnya.

Pemberian penjelasan mengenai pasal-pasal dokumen pemilihan

penyedia barang/jasa yang berupa pertanyaan dari peserta dan

jawaban dari panitia /pejabat pengadaan serta keterangan lain

termasuk perubahannya dan peninjauan lapangan, harus

dituangkan dalam Berita Acara Penjelasan (BAP).

e. Penyampaian dan Pembukaan Dokumen Penawaran

Dalam metode pengadaannya dengan prakualifikasi, hanya

peserta yang lulus kualifikasi yang dapat menyampaikan

dokumen penawaran. Sedangakan jika pengadaannya

menggunakan metode pascakualifikasi, maka semua calon

penyedia barang/jasa yang merasa mampu dapat menyampaikan

dokumen penawaran.

Page 134: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 128

Pembukaan dokumen penawaran harus melibatkan sekurang-

kurangnya dua wakil dari peserta pelelangan yang hadir sebagai

saksi. Bila penawaran yang masuk kurang dari tiga peserta,

pelelangan tidak dapat dilanjutkan dan harus diulang, kemudian

mengumumkan kembali dengan mengundang calon peserta

lelang yang baru. Urutan pembukaan dokumen dilakukan sesuai

metode penyampaian dokumen yang ditetapkan.

Hasil pembukaan dokumen penawaran dituangkan dalam Berita

Acara yang ditandatangani oleh panitia/pejabat pengadaan dan

dua orang wakil peserta lelang yang sah yang ditunjuk oleh para

peserta lelang yang hadir. BAPP dibagikan kepada wakil peserta

pelelangan yang hadir tanpa dilampiri dokumen penawaran.

f. Evaluasi Penawaran

Evaluasi dokumen penawaran adalah kegiatan panitia pengadaan

dalam meneliti dan menilai semua dokumen penawaran yang

disampaikan oleh calon penyedia barang/jasa. Unsur dokumen

penawaran yang dievaluasi meliputi:

• kelengkapan data administrasi,

• dokumen teknis, dan

• dokumen penawaran harga.

berdasarkan kriteria, metode, dan tatacara evaluasi yang telah

ditetapkan dalam dokumen lelang.

Pada tahap awal, panitia/pejabat pengadaan dapat melakukan

koreksi aritmatik terhadap semua penawaran yang masuk dan

melakukan evaluasi sekurang-kurangnya tiga penawaran

terendah setelah koreksi aritmatik.

Panitia/Pejabat pengadaan membuat simpulan dari hasil evaluasi

administrasi, teknis dan harga yang dituangkan dalam berita

acara hasil pelelangan (BAHP). BAHP memuat hasil pelaksanaan

Page 135: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 129

pelelangan, termasuk cara penilaian, rumus-rumus yang

digunakan, sampai dengan penetapan urutan pemenangnya

berupa daftar peserta pelelangan yang dimulai dari harga

penawaran yang terendah. BAHP ditandatangani oleh ketua dan

semua anggota panitia/pejabat pengadaan atau sekurang-

kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota panitia.

g. Penetapan Pemenang

Apabila harga dalam penawaran telah dianggap wajar, dan

dalam batas ketentuan mengenai harga satuan yang telah

ditetapkan, serta telah sesuai dengan ketentuan maka panitia

pengadaan menetapkan calon pemenang lelang yang paling

menguntungkan dalam arti:

1) penawaran memenuhi syarat administratif dan teknis yang

ditentukan dalam dokumen pemilihan penyedia barang/jasa;

2) perhitungan harga yang ditawarkan dapat dipertanggung

jawabkan, penawaran tersebut adalah yang terendah diantara

penawaran yang memenuhi syarat administrasi, teknis dan

harga.;

3) telah memerhatikan penggunaan semaksimal mungkin hasil

produksi dalam negeri.

Calon pemenang lelang harus sudah ditetapkan oleh

panitia/pejabat pengadaan selambat-lambatnya tujuh hari kerja

setelah pembukaan penawaran. Dalam hal terdapat dua calon

pemenang lelang mengajukan harga penawaran yang sama,

maka panitia/pejabat pengadaan meneliti kembali data kualifikasi

peserta yang bersangkutan, dan memilih peserta yang menurut

pertimbangannya mempunyai kemampuan yang lebih besar, dan

hal ini dicatat dalam berita acara.

Page 136: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 130

Panitia/pejabat pengadaan membuat dan menyampaikan laporan

kepada PPK untuk menetapkan pemenang lelang disertai usulan

calon pemenang dan penjelasan atau keterangan lain yang

dianggap perlu sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil

keputusan. Pemenang lelang ditetapkan oleh pejabat yang

berwenang menetapkan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja

untuk pengadaan sampai dengan Rp50 milyar dan 14 (empat

belas) hari kerja untuk pengadaan di atas Rp50 milyar terhitung

sejak surat usulan penetapan pemenang lelang tersebut diterima

oleh pejabat yang berwenang menetapkan pemenang lelang.

h. Pengumuman Pemenang

Pemenang lelang diumumkan dan diberitahukan oleh

panitia/pejabat pengadaan kepada para peserta selambat-

lambatnya dua hari kerja setelah diterimanya Surat Penunjukan

Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) dari pejabat yang berwenang.

Segera setelah pejabat yang berwenang mengambil keputusan

tentang penetapan pemenang lelang, panitia mengumumkannya

kepada para peserta lelang. Dalam pengumuman juga

diberitahukan bahwa surat jaminan pelelangan dapat diambil

kembali kecuali untuk peserta yang menang, cadangan urutan

pertama dan cadangan urutan kedua.

i. Sanggahan Peserta dan Pengaduan Masyarakat

Peserta lelang yang keberatan atas penetapan calon pemenang

lelang tersebut baik bertindak sendiri atau bersama-sama calon

penyedia barang dapat mengajukan sanggahan secara tertulis

secepat mungkin. Sanggahan disampaikan kepada pimpinan

instansi/pejabat pembuat komitmen/panitia secara tertulis

disertai bukti-bukti terjadinya penyimpangan.

Page 137: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 131

Pejabat Pembuat Komitmen/Panitia/Pejabat Pengadaan wajib

memberikan jawaban dan menyampaikan bahan-bahan yang

berkaitan dengan sanggahan, baik secara tertulis maupun lisan

kepada pejabat yang berwenang memberikan jawaban atas

sanggahan tersebut.

j. Penerbitan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa

(SPPBJ)

Penunjukan pemenang lelang adalah keputusan definitif dari

pengguna barang mengenai penunjukan pemenang lelang

pengadaan barang dalam bentuk penerbitan SPPBJ. Apabila

dalam waktu yang telah ditentukan tidak ada sanggahan dari

peserta lelang, atau sanggahan yang disampaikan ternyata tidak

benar maka pengguna menetapkan penunjukan pemenang

lelang pengadaan barang dengan surat keputusan.

k. Penandatanganan Kontrak

Tahap akhir dari rangkaian proses pelelangan adalah

penandatanganan kontrak antara pengguna barang dengan

penyedia barang/jasa yang ditunjuk. Penyedia barang yang

ditunjuk menyiapkan jaminan pelaksanaan sesuai dengan

ketentuan yang tercantum di dalam dokumen lelang.

Page 138: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 132

D. BAHAN DISKUSI DAN SOAL LATIHAN

BAHAN DISKUSI

Diskusikan artikel yang termuat pada salah satu harian berikut ini dari

sisi pelaksanaan pedoman pengadaan barang/jasa instansi pemerintah.

................. Demikian halnya dengan adanya Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah juga harus bisa menjadi pedoman dalam pelaksanaan proyek pengadaan barang atau jasa pemerintah.

Oleh karena menjadi pimpro harus memiliki sertifikat khusus, pemberian sertifikatnya harus selektif. Jangan ada konspirasi dalam pengeluarannya, apalagi dengan unsur perjokian saat ujian untuk mendapatkannya. Semua penting karena pemegang sertifikat bukan saja harus cakap dan menguasai aturan tentang proyek, tetapi juga jujur terlebih dulu, cakap dan sanggup melaksanakan proyek dengan baik serta penuh tanggung jawab. Bila di era sertifikasi sekarang ini masih ada pimpro dan aparat yang menyimpang dalam proyek, hal itu sangat keterlaluan. ....................(Kompas, Rabu 16 Agustus 2006)

SOAL LATIHAN

Pilihlah salah satu jawaban a, b, c atau d yang Saudara anggap paling

benar.

1. Berikut adalah kebijakan umum pengadaan barang/jasa, kecuali …. a. menyederhanakan ketentuan dan tatacara dalam pelaksanaan

pengadaan b. meningkatkan penerimaan negara melalui sektor perpajakan c. mengurangi impor barang jadi dari luar negeri d. meningkatkan peran serta usaha kecil termasuk koperasi kecil 2. Pejabat pengadaan terdiri dari.... a. tiga orang b. satu orang PNS baik dari instansi sendiri atau dari instansi lain c. satu orang PNS di instansinya d. satu orang pejabat struktural di instansinya

Page 139: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 133

3. Pengadaan barang/jasa pemborongan sampai nilai Rp50.000.000, dilakukan dengan cara....

a. wajib dilaksanakan oleh panitia pengadaan b. wajib dilaksanakan oleh pejabat pengadaan c. dilaksanakan oleh panitia pengadaan bersama-sama dengan

pejabat pengadaan d. dilaksanakan oleh panitia pengadaan atau oleh pejabat pengadaan 4. Panitia pengadaan harus dibentuk untuk melaksanakan paket

pengadaan yang bernilai…. a. di atas Rp100 juta b. di atas RP50 juta c. sampai Rp50 juta d. tidak ada batasan nilai 5. Tidak termasuk persyaratan sebagai panitia/pejabat pengadaan

adalah…. a. memiliki integritas moral dan tanggungjawab b. tidak berstatus sebagai calon pejabat struktural c. tidak mempunyai hubungan keluarga dengan pejabat yang

mengangkatnya d. memahami isi dokumen, prosedur dan metode pengadaan 6. Yang tidak dilarang untuk diangkat menjadi panitia/pejabat pengadaan

adalah …. a. bendahara b. peneliti c. pengguna barang/jasa d. pegawai BPKP, Itjen, Bawasda 7. Pengadaan barang/jasa pemerintah dilaksankan dengan dua cara

yaitu…. a. pelelangan umum dan pelelangan terbatas b. pelelangan dan penunjukan langsung c. diserahkan kepada penyedia barang/jasa dan secara swakelola d. melalui penunjukan langsung dan melalui swakelola 8. Pelelangan umum diikuti sekurang-kurangnya …. a. tiga penyedia barang/jasa b. lima penyedia barang/jasa c. tujuh penyedia barang/jasa d. sembilan penyedia barang/jasa

Page 140: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 134

9. Untuk pekerjaan yang sifatnya tidak komplek, pelelangan umum dilaksanakan dengan ….

a. prakualifikasi b. pasca kualifikasi c. negosiasi awal d. negosiasi akhir 10. Tidak termasuk batasan pengertian pekerjaan bersifat komplek

adalah…. a. memerlukan teknologi tinggi b. bernilai di atas Rp 50 milyar c. menggunakan peralatan yang didesain khusus berisiko tinggi d. tidak dapat diselesaikan dalam satu tahun anggaran

Page 141: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 135

DAFTAR PUSTAKA

1. Ali Tojib M., Drs. Anggaran Negara. Pusdiklat Anggaran BPLK Depkeu.

Jakarta. 1996.

2. Bijloo J. Perbendaharaan. Komisi Penterjemah. Depkeu. Jakarta. 1979.

3. Goedhart C., Dr. Garis-garis Besar Ilmu Keuangan Negara. Terjemahan oleh Ratmoko, S.H. Penerbit Jembatan. 1982.

4. Wiemas AJGA. Sistem Tata Usaha Keuangan Indonesia. Komisi Penterjemah. Depkeu. Jakarta. 1982.

5. Modul 1: Kebijakan Umum Pengadaan Barang dan Jasa. Kantor Menteri Negara Koordinator Bidang Ekonomi, keuangan dan Pengawasan Pembangunan. 1995.

6. Peraturan-peraturan:

a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 beserta Amandemennya

b. Undang-undang nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak

c. Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

d. Undang-undang No. 29 Tahun 2002 tentang APBN Tahun 2003

e. Undang-undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

f. Undang-undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara

g. Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan

h. Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri

i. Keputusan Presiden No. 42 Tahun 2002 jo Keppres No. 72 tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

j. Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa instansi pemerintah beserta amandemen I s/d VII

k. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN

Page 142: Pedoman Pelaksanaan Anggaran

Pedoman Pelaksanaan Anggaran I

Pusdiklatwas BPKP - 2007 136

l. Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. Per-66/PB/2005 tentang Mekanisme Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN

m. Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran Nomor 136/A/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 42/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN

n. Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran Nomor 157/A/2002 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan APBN

o. Peraturan-peraturan tentang Pengelolaan Setoran Penerimaan Negara Melalui Bank Persepsi/Bank Devisa Persepsi

7. Peraturan-peraturan tentang Pengelolaan Dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri dari Bappenas dan Departemen Keuangan

8. Panduan Bagi KPPN dan Bendahara Pemerintah sebagai Pemotong/Pemungut Pajak-Pajak Negara, Biro Keuangan, Departemen Komunikasi dan Informatika, Republik Indonesia,2006