pedoman pasal 47 tentang tindakan - kppu.go.id · nomor : 252 /kppu/kep/vii/2008 tentang pedoman...

25
Pedoman Pasal 47 Tentang Tindakan Administratif

Upload: vudien

Post on 30-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pedoman Pasal 47 Tentang Tindakan - kppu.go.id · NOMOR : 252 /KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK

Pedoman Pasal 47 Tentang

Tindakan Administratif

Page 2: Pedoman Pasal 47 Tentang Tindakan - kppu.go.id · NOMOR : 252 /KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK

SALINAN

KEPUTUSAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

NOMOR : 252 /KPPU/Kep/VII/2008

TENTANG

PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK

MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

REPUBLIK INDONESIA

2008

Page 3: Pedoman Pasal 47 Tentang Tindakan - kppu.go.id · NOMOR : 252 /KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK

SALINAN

ii

PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG

NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI

DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA

Page 4: Pedoman Pasal 47 Tentang Tindakan - kppu.go.id · NOMOR : 252 /KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK

SALINAN

iii

DAFTAR ISI

1. Kata Pengantar .......................................................................................................... iv

2. Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor ..... Tahun ..... tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ...................

vi

3. Pedoman Pelaksanaan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ................................

1

BAB I LATAR BELAKANG …………………………..………………………. 1

BAB II PEDOMAN TINDAKAN ADMINISTRATIF.…………………………. a. Kerangka Tindakan Administratif…………………………………… b. Bentuk-Bentuk Tindakan Administratif………………………………

Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Huruf f Huruf g

2

BAB III PENUTUP ……………………………………………………………….. 12

Lampiran…………………………………………………………………...

13

Page 5: Pedoman Pasal 47 Tentang Tindakan - kppu.go.id · NOMOR : 252 /KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK

SALINAN

iv

Kata Pengantar

Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau disingkat KPPU yang keberadaannya

diamanatkan oleh Pasal 30 ayat (1) jo. Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, telah dibentuk

dengan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 yang ditetapkan pada tanggal 8 Juli

Tahun 1999.

KPPU dibentuk dengan tugas antara lain untuk melakukan pengawasan terhadap

pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 memuat ketentuan tentang :

a. perjanjian yang dilarang;

b. kegiatan yang dilarang;

c. posisi dominan;

d. KPPU; dan

e. penegakan hukum (ketentuan sanksi).

Ketentuan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 47 UU No.5/1999 merupakan

tindakan administratif yang dijatuhkan kepada pelaku usaha yang terbukti melanggar

ketentuan dalam UU No.5/1999.

Pelanggaran atas hukum persaingan dapat mengakibatkan hilangnya kesejahteraan

dari sebagian konsumen dan/atau pelaku usaha. Untuk itu, KPPU, sebagai lembaga penegak

hukum persaingan, memiliki kewenangan untuk menjatuhkan sanksi tindakan administratif

untuk mencegah dan/atau mengembalikan kesejahteraan yang hilang tersebut.

Penghitungan atas kerugian ekonomis yang ditimbulkan karena pelanggaran

ketentuan dalam hukum persaingan memerlukan banyak pertimbangan dan mendasarkan

Page 6: Pedoman Pasal 47 Tentang Tindakan - kppu.go.id · NOMOR : 252 /KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK

SALINAN

v

pada unsur kehati-hatian dalam bertindak. Untuk itu, KPPU merasa perlu untuk menyusun

dan menetapkan Pedoman Pelaksanaan dari Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

sebagaimana dituangkan dalam Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor :

252/KPPU/Kep/VII/2008.

Diharapkan Pedoman ini dapat memberikan kejelasan bagi siapapun, terutama bagi

pelaku usaha dan bagi KPPU dalam melaksanakan kegiatan sesuai dengan kebutuhan

masing-masing.

Kami mengharapkan komentar, kritik, dan saran dari berbagai pihak terkait, guna

penyempurnaan Pedoman ini, sehingga dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang

terkait.

Jakarta, 31 Juli 2008

Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Ketua,

Syamsul Maarif

Page 7: Pedoman Pasal 47 Tentang Tindakan - kppu.go.id · NOMOR : 252 /KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK

SALINAN

vi

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

KEPUTUSAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR : 252 /KPPU/Kep/VII/2008

2008 TENTANG

PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK

MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA,

Menimbang : a. bahwa untuk mencegah terjadinya kesalahan penafsiran dan guna menciptakan ketertiban serta kepastian hukum terhadap pelaksanaan ketentuan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, diperlukan adanya pedoman pelaksanaan ketentuan Pasal 47 tersebut;

b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 35 huruf f Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Komisi Pengawas Persaingan Usaha bertugas menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817);

2. Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha, tanggal 8 Juli 1999.

Page 8: Pedoman Pasal 47 Tentang Tindakan - kppu.go.id · NOMOR : 252 /KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK

SALINAN

vii

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEPUTUSAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT.

KESATU : Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, merupakan pedoman bagi:

a. Pelaku usaha, apabila melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47;

b. KPPU dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 jo Pasal 4 dan Pasal 5 Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 Tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha; dan

KEDUA : Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 47 sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU, tercantum dalam Lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha ini.

KETIGA : Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

KETUA,

DR. SYAMSUL MAARIF, SH., LLM

Page 9: Pedoman Pasal 47 Tentang Tindakan - kppu.go.id · NOMOR : 252 /KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK

SALINAN

1

Lampiran Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor : 252/KPPU/Kep/VII/2008 Tanggal 31 Juli 2008

Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

BAB I LATAR BELAKANG

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merupakan lembaga independen yang memiliki tugas utama untuk menegakan hukum persaingan berdasar Undang-undang No. 5 tahun 1999. Dalam melaksanakan tugas tersebut, KPPU diberi wewenang untuk menjatuhkan sanksi tindakan administratif terhadap para pelaku usaha yang terbukti melanggar hukum persaingan. (vide Pasal 38 huruf (j) jo Pasal 47 UU No.5/1999).

Sebagaimana disadari, setiap pelanggaran hukum persaingan dapat berakibat hilangnya kesejahteraan dari sebagian konsumen dan/atau pelaku usaha. KPPU sebagai lembaga penegak hukum persaingan diberikan tugas mengambil langkah hukum untuk mencegah dan/atau mengembalikan kesejahteraan yang hilang tersebut. Untuk itu, dalam penjatuhan sanksi tindakan administratif, KPPU perlu mempertimbangkan kerugian ekonomis dari menurunnya kesejahteraan akibat tindakan persaingan tersebut.

Penyusunan pedoman sanksi tindakan administratif merupakan bentuk pelaksanaan tugas KPPU sesuai ketentuan Pasal 35 huruf f Undang-undang No. 5 tahun 1999. Pedoman ini ditujukan untuk memberikan penjelasan pada pihak terkait mengenai pertimbangan KPPU dalam menjatuhkan sanksi tindakan administratif.

Pada akhirnya, pedoman ini diharapkan dapat memberi kepastian hukum pada dunia usaha dan meningkatkan rasionalitas pelaku usaha untuk tidak melakukan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

Page 10: Pedoman Pasal 47 Tentang Tindakan - kppu.go.id · NOMOR : 252 /KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK

SALINAN

2

BAB II PEDOMAN TINDAKAN ADMINISTRATIF

A. KERANGKA TINDAKAN ADMINISTRATIF

Sesuai dengan ketentuan Pasal 47 (1) UU No. 5 tahun 1999, KPPU berwenang melakukan tindakan administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang No. 5 tahun 1999. Selanjutnya, dalam Pasal 47 (2) UU No. 5 tahun 1999, Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa: a. penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan

Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 16; dan atau b. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 14; dan atau c. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan

praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat; dan atau

d. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan; dan atau

e. penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; dan atau

f. penetapan pembayaran ganti rugi; dan atau g. pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan

setinggi-tingginya Rp.25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah). Berdasarkan ketentuan Pasal 47 (1), disimpulkan KPPU berwenang untuk melakukan tindakan administratif sebagaimana yang diatur oleh pasal 47 ayat (2) huruf (a) s.d. (g). Bentuk tindakan administratif tersebut dapat bersifat penghentian pelanggaran sebagaimana tercakup huruf (a) s.d. (e). Disamping itu, KPPU dapat pula menetapkan pembayaran ganti rugi (huruf f) dan pengenaan denda (huruf g). Ganti rugi merupakan kompensasi yang harus dibayarkan oleh pelanggar terhadap kerugian yang timbul akibat tindakan antipersaingan yang dilakukannya. Besar kecilnya ganti rugi ditetapkan oleh KPPU berdasarkan pada pembuktian kerugian senyatanya oleh pelaku usaha yang merasa dirugikan. Denda merupakan usaha untuk mengambil keuntungan yang didapatkan oleh pelaku usaha yang dihasilkan dari tindakan antipersaingan. Selain itu denda juga ditujukan untuk menjerakan pelaku usaha agar tidak melakukan tindakan serupa atau ditiru oleh calon pelanggar lainnya. Agar efek jera dapat diterapkan efektif, secara ekonomi denda yang ditetapkan harus dapat menjadi sinyal atau setidaknya dipersepsikan oleh pelanggar sebagai biaya (expected cost) yang jauh lebih besar dibandingkan dengan manfaat (expected benefit) yang didapat dari tindakannya melanggar hukum persaingan usaha. Secara administrasi, pembayaran denda disetorkan oleh pelanggar kepada negara. Berikut ini adalah skema kerangka pengenaan tindakan administrasi yang menggambarkan uraian diatas.

Page 11: Pedoman Pasal 47 Tentang Tindakan - kppu.go.id · NOMOR : 252 /KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK

SALINAN

3

Page 12: Pedoman Pasal 47 Tentang Tindakan - kppu.go.id · NOMOR : 252 /KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK

SALINAN

4

B. BENTUK-BENTUK TINDAKAN ADMINISTRATIF Dalam ilmu hukum dikenal tindakan administratif merupakan salah satu bentuk sanksi administrasi. Sanksi administrasi dapat diartikan merupakan perwujudan overheidshandeling tentang keputusan, ketetapan dan penetapan. Huruf a. Penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 16 Pengertian penetapan ialah tindakan hukum (rechtnandeling) pemerintahan dalam suatu hal yang konkrit berdasarkan kewenangan khusus jabatan. Penetapan merupakan instruksi, perintah, pengesahan, penolakan, perizinan, pengaturan, dan lainnya. Penetapan dikeluarkan berdasarkan permohonan, Hal ini berbeda dengan keputusan atau putusan. Keputusan mengantung ketetapan yang sifatnya peraturan atau suatu penetapan, sedangkan putusan dikeluarkan oleh pejabat apabila terdapat sengketa. Dalam ilmu hukum konteks pembatalan perjanjian mencakup 2 (dua) hal: 1. Batal demi hukum

Dari awal perjanjian itu telah batal, atau dianggap tidak pernah ada. Perjanjian itu batal demi hukum, dari semula tidak pernah ada dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.

2. Dapat dibatalkan Perjanjiannya bukan batal demi hukum, tetapi dapat dibatalkan itu. Perjanjiannya sendiri tetap mengikat para pihak, selama tidak dibatalkan oleh pihak yang berwenang atau atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan.

Perjanjian batal demi hukum, berarti perjanjian dianggap tidak pernah terjadi sehingga segala konsekuensi hukum harus dianggap tidak pernah ada sejak awal perjanjian. Hal ini berbeda dengan perjanjian dapat dibatalkan, berarti perjanjian tidak efektif sejak adanya putusan KPPU, dalam hal ini segala konsekuensi hukum yang terjadi pada jangka waktu efektif perjanjian tetap berlaku sedangkan sisa waktu jangka perjanjian tidak ada karena dibatalkan. Pembatalan perjanjian dalam Pasal 47 ayat (2) huruf a dapat dibatalkan atau masuk kedalam kategori batal demi hukum. Apabila terbukti perjanjian yang dibuat telah melanggar ketentuan Pasal 4 sampai dengan Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 16 UU Nomor 5 Tahun 1999, KPPU berwenang untuk menetapkan pembatalan perjanjian dalam hal ini kategori tersebut masuk kedalam pengertian dapat dibatalkan. Lebih lanjut, perjanjian tersebut dapat dikategorikan batal demi hukum apabila proses berlanjut sampai tahap pengadilan. Berbeda dengan KPPU yang hanya berwenang memutus berdasarkan UU No. 5 tahun 1999, Putusan peradilan dapat menggunakan dasar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) khususnya konsisten dengan ketentuan tidak memenuhi syarat objektif dari sahnya suatu perjanjian berdasar pasal 1320 KUHPerdata. Pada pasal 1320 KUHPerdata disebutkan supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat: 1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; 2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. suatu pokok persoalan tertentu;

Page 13: Pedoman Pasal 47 Tentang Tindakan - kppu.go.id · NOMOR : 252 /KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK

SALINAN

5

4. suatu sebab yang tidak terlarang. Syarat 1 (pertama) dan 2 (kedua) dalam ilmu hukum disebut sebagai syarat subjektif dimana apabila syarat tersebut tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut ”dapat dibatalkan”, selanjutnya syarat 3 (ketiga) dan 4 (keempat) disebut sebagai syarat objektif dimana apabila syarat tersebut tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut secara otomatis ”batal demi hukum”. Syarat 4 (keempat) sahnya suatu perjanjian yaitu ”suatu sebab yang tidak terlarang” atau sering disebut ”causa yang halal”. Lebih lanjut mengenai hal tersebut diatur dalam pasal 1337 KUHPer yang menyebutkan: Suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum. Seperti diuraikan diatas yang dimaksud perjanjian yang dapat dikenakan sanksi pasal 47 ayat (2) UU Nomor 5 tahun 1999 ialah bentuk perikatan antar pelaku usaha baik tertulis maupun tidak tertulis yang melanggar ketentuan Pasal 4 sampai dengan Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 16 UU Nomor 5 Tahun 1999. Sehingga perjanjian-perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat 4 (keempat) sahnya suatu perjanjian yaitu ”suatu sebab yang tidak terlarang” . Perjanjian yang dibuat yang bertentangan dengan UU Nomor 5 tahun 1999 tersebut dinyatakan tidak mengikat “karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang”. Hal ini didasarnya pada ketentuan pasal 1338 KUHPer yang menyebutkan: Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Dalam menentukan suatu putusan batal demi hukum dikarenakan melanggar UU No.5 tahun 1999 atau dapat dibatalkan dipertimbangkan aspek kepatutan putusan tersebut pada para pihak pembuat perjanjian dan juga mempertimbangkan akibatnya terhadap pihak ketiga (pelaku usaha lain dan masyarakat). Huruf b. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Dalam persektif persaingan, integrasi vertikal pada dasarnya tidak dilarang karena dapat menghasilkan efisiensi ekonomi dan mengurangi biaya transaksi. Namun demikian, integrasi vertikal juga dapat disalahgunakan sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat. Perintah menghentikan integrasi vertikal yang dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat adalah perintah untuk: 1. membatalkan perjanjian tersebut; atau 2. mengalihkan sebagian perusahaan kepada pelaku usaha lain; atau 3. perubahan bentuk rangkaian produksi. Huruf c. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat Pengertian dari Pasal 47 ayat (2) huruf c adalah Komisi berwenang menjatuhkan tindakan

Page 14: Pedoman Pasal 47 Tentang Tindakan - kppu.go.id · NOMOR : 252 /KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK

SALINAN

6

administratif berupa perintah penghentian kegiatan yang menimbulkan: 1. Praktek Monopoli

Kegiatan yang menimbulkan praktek monopoli tercantum dalam Pasal 4 ayat (1), Pasal 9, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 16, Pasal 17 ayat (1), Pasal 18 ayat (1), Pasal 19, Pasal 20, Pasal 26 huruf c, serta Pasal 28 ayat (1) dan (2).

2. Persaingan Usaha Tidak Sehat Kegiatan yang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat tercantum dalam Pasal 4 ayat (1), Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, Pasal 17 ayat (1), Pasal 18 ayat (1), Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 26 huruf c, serta Pasal 28 ayat (1) dan (2).

3. Merugikan Masyarakat Kegiatan yang merugikan masyarakat sebagaimana tercantum dalam Pasal 14.

Huruf d. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan; dan atau Posisi dominan pada dasarnya tidak dilarang oleh UU No. 5 Tahun 1999, karena masyarakat dapat mendapatkan manfaat dari skala ekonomi perusahaan melalui kehadiran produk yang lebih murah, kualitas lebih baik, dan variasi produksi. Lebih lanjut, pengertian penyalahgunaan Posisi Dominan yang juga dilarang dalam UU No. 5 tahun 1999 ialah sebagaimana ditentukan dalam BAB V UU No. 5 tahun 1999 mengenai Posisi Dominan yang mencakup Pasal 25, 26, 27, 28 dan 29.

Huruf e. Penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam pasal 28; dan atau Penggabungan, peleburan, dan atau pengambilalihan badan usaha pada dasarnya tidak dilarang karena dapat menimbulkan manfaat efisiensi bagi masyarakat. Namun demikian, jika suatu penggabungan, peleburan dan pengambilalihan badan usaha (persero) terbukti dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau praktek persaingan usaha tidak sehat, maka KPPU berwenang untuk membatalkan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan badan usaha tersebut. Pembatalan yang dimaksudkan adalah pembatalan demi hukum sehingga badan usaha yang dikenakan putusan tersebut wajib untuk kembali pada kondisi awal sebelum terjadinya penggabungan, peleburan dan pengambilalihan. Lebih lanjut, ketentuan mengenai penetapan pembatalan penggabungan, peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham diatur lebih lanjut dalam pedoman tersendiri. Huruf f. Penetapan pembayaran ganti rugi Ganti rugi merupakan kompensasi yang harus dibayarkan oleh pelanggar terhadap kerugian yang timbul akibat tindakan antipersaingan yang dilakukannya. Dalam ilmu hukum, pengertian ganti rugi dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori, yaitu: a. Ganti rugi nomimal yaitu ganti rugi berupa pemberian sejumlah uang, meskipun kerugian

sebenarnya tidak bisa dihitung dengan uang, bahkan bisa jadi tidak ada kerugian material sama sekali.

b. Ganti rugi penghukuman (punitive damages) yaitu suatu ganti rugi dalam jumlah besar yang melebihi dari jumlah kerugian yang sebenarnya, ganti rugi itu dimaksudkan sebagai hukuman bagi si pelaku.

Page 15: Pedoman Pasal 47 Tentang Tindakan - kppu.go.id · NOMOR : 252 /KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK

SALINAN

7

c. Ganti rugi aktual (actual damages) yaitu kerugian yang benar-benar diderita secara aktual dan dapat dihitung dengan mudah sampai ke nilai rupiah

d. Ganti rugi campur aduk (remedy meddling) yaitu suatu variasi dari berbagai taktik di mana pihak kreditur berusaha untuk memperbesar haknya jika pihak debitur wanprestasi dan mengurangi/menghapuskan kewajibannya jika digugat oleh pihak lain dalam kontrak tersebut.

Dalam konteks ini gantirugi yang dapat ditetapkan oleh KPPU ialah jenis gantirugi aktual (actual damages). Besar kecilnya ganti rugi ditetapkan oleh KPPU berdasarkan pada kerugian senyatanya yang dialami penderita. Dalam hal ini KPPU akan menerapkan prinsip-prinsip penetapan ganti rugi sesuai dengan konteks hukum perdata dimana beban pembuktian berada pada pelaku usaha yang meminta ganti kerugian. Proses perhitungan gantirugi dilakukan berdasar pihak yang menerima kompensasi ganti rugi. Untuk melakukan perhitungan kompensasi gantirugi pada pelaku usaha maka pelaku usaha tersebut wajib membuktikan besar kerugian senyatanya yang ia derita, lalu KPPU melakukan perhitungan mengenai kebenaran (validitas) perhitungan tersebut berdasar asas kesesuaian, keadilan dan kepatutan.

Total kerugian yang ditimbulkan oleh pelanggaran dapat merupakan akumulasi kerugian dari penderita kerugian.

Pelaku Usaha Pelapor

Perhitungan Kerugian Senyatanya oleh Pelaku Usaha

Perhitungan Kerugian Senyatanya oleh KPPU

Putusan / Penetapan KPPU

Page 16: Pedoman Pasal 47 Tentang Tindakan - kppu.go.id · NOMOR : 252 /KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK

SALINAN

8

Lebih lanjut, kerahasiaan identitas penderita kerugian yang menggugat permintaan ganti rugipihak yang dirugikan” sesuai pasal 38 ayat (1)] tidak wajib dilindungi oleh KPPU, yang wajib identitasnya dilindungi ialah pelapor yang tidak meminta ganti rugi ”setiap orang yang mengetahui” sesuai pasal 38 ayat (2)]. (vide pasal 38 ayat (1), (2) dan (3) UU No. 5 tahun 1999). Perhitungan gantirugi dilakukan berdasar pihak yang menerima kompensasi ganti rugi. Untuk melakukan perhitungan kompensasi gantirugi pada pelaku usaha maka pelaku usaha tersebut wajib membuktikan besar kerugian senyatanya yang ia derita, lalu KPPU melakukan perhitungan mengenai kebenaran (validitas) perhitungan tersebut berdasar asas kesesuaian. Pada akhirnya, apabila dalam proses perhitungan validitas KPPU menetapkan adanya kerugian di pihak pelaku usaha pelapor, maka KPPU akan menetapkan penetapan ganti rugi pada pelaku usaha pelapor tersebut. Huruf g. Pengenaan denda serendah-rendahnya Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah). KPPU dalam menentukan besaran denda akan menempuh dua langkah, yaitu pertama, KPPU akan menentukan besaran nilai dasar. Selanjutnya, KPPU melakukan penyesuaian dengan menambahkan atau mengurangi besaran nilai dasar tersebut. 1. PENENTUAN BESARAN NILAI DASAR Nilai dasar dihitung berdasarkan nilai penjualan menggunakan metodologi sebagai berikut : PERHITUNGAN NILAI PENJUALAN Dalam menentukan nilai dasar denda yang akan ditetapkan, KPPU akan menggunakan nilai penjualan/pembelian barang atau jasa Terlapor pada pasar bersangkutan. Pada umumnya nilai penjualan akan dihitung berdasarkan nilai keseluruhan penjualan pada tahun sebelum pelanggaran dilakukan. Hal ini bertujuan untuk memudahkan estimasi nilai penjualan pelaku usaha yang terlibat pelanggaran pada saat data penjualan tahunannya belum tersedia. Dalam kasus tender, penentuan nilai penjualan tidak didasarkan pada penghitungan nilai penjualan tahun sebelum pelanggaran, namun berdasarkan harga pemenang tender.

Pelapor tanpa menuntut gantirugi (Pasal 38 Ayat 1)

Pelapor penuntut gantirugi (Pasal 38 Ayat 2)

Pelaku Usaha Pelapor Pasal 38 Ayat 3

Identitas wajib dirahasiakan

Identitas tidak wajib dirahasiakan

Page 17: Pedoman Pasal 47 Tentang Tindakan - kppu.go.id · NOMOR : 252 /KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK

SALINAN

9

Pada pelanggaran yang dilakukan oleh sekelompok Terlapor, maka nilai penjualan akan dihitung sebagai penjumlahan dari seluruh nilai penjualan anggotanya.

Dalam menentukan nilai penjualan terlapor, KPPU akan menggunakan nilai perkiraan penjualan yang paling menggambarkan nilai penjualan sebenarnya. Nilai penjualan akan ditentukan sebelum PPN dan pajak lainnya yang terkait langsung dengan nilai penjualan tersebut.

Apabila data yang diserahkan oleh terlapor tidak lengkap atau tidak dapat diandalkan, maka KPPU dapat menentukan nilai penjualannya dengan berdasarkan data tidak lengkap tersebut dan/atau informasi lain terkait yang relevan dan tepat.

PENENTUAN NILAI DASAR DENDA Nilai dasar denda akan terkait dengan proporsi dari nilai penjualan, tergantung dari tingkat pelanggaran, dikalikan dengan jumlah tahun pelanggaran.

Penentuan tingkat pelanggaran akan dilakukan secara kasus per kasus untuk setiap tipe pelanggaran, dengan mempertimbangkan seluruh situasi yang terkait dengan kasus tersebut. Sebagai panduan umum, proporsi dari nilai penjualan yang diperhitungkan adalah sampai dengan 10% dari nilai penjualan tersebut.

Untuk menentukan apakah proporsi nilai penjualan yang dipertimbangkan dalam kasus tersebut seharusnya berada dalam titik tertinggi atau terendah dalam skala tersebut, KPPU akan mempertimbangkan berbagai macam faktor dapat berupa :

1. skala perusahaan, 2. jenis pelanggaran, 3. gabungan pangsa pasar dari para terlapor, 4. cakupan wilayah geografis pelanggaran dan 5. telah atau belum dilaksanakannya pelanggaran tersebut.

Perjanjian penetapan harga horizontal, pembagian pasar dan pembatasan produksi yang biasanya dilakukan secara rahasia, persekongkolan tender adalah pelanggaran yang paling berat dalam persaingan usaha. Dengan demikian, perjanjian tersebut akan memperoleh denda yang berat. Untuk itu, proporsi nilai penjualan yang akan dihitung pelanggaran tersebut merupakan proporsi tertinggi pada skala tersebut di atas. Untuk mempertimbangkan jangka waktu pelanggaran yang dilakukan oleh setiap terlapor, jumlah nilai tersebut di atas akan dikalikan dengan jumlah tahun dari pelanggaran. Periode yang kurang dari 6 bulan akan diperhitungkan sebagai setengah tahun, periode yang lebih dari 6 bulan tapi kurang dari 1 tahun akan dihitung sebagai satu tahun. Apabila nilai penjualan para terlapor yang terlibat dalam pelanggaran adalah serupa tetapi tidak identik, KPPU dapat menentukan bagi setiap terlapor nilai dasar denda yang sama, lebih lanjut dalam menentukan nilai dasar, KPPU dapat menggunakan pembulatan. 2. PENYESUAIAN TERHADAP BESARAN NILAI DASAR DENDA Dalam menentukan denda, KPPU dapat mempertimbangkan keadaan yang menghasilkan penambahan atau pengurangan nilai dasar denda tersebut di atas, berdasarkan penilaian secara keseluruhan dengan tetap memperhatikan seluruh aspek-aspek yang terkait.

Page 18: Pedoman Pasal 47 Tentang Tindakan - kppu.go.id · NOMOR : 252 /KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK

SALINAN

10

HAL-HAL YANG MEMBERATKAN Nilai dasar dapat ditambahkan ketika KPPU menemukan hal-hal yang memberatkan, sebagai berikut : - Apabila terlapor melanjutkan atau mengulangi pelanggaran yang sama ketika KPPU

menemukan bahwa terlapor melanggar UU 5/1999, maka nilai dasar akan ditambah sampai dengan 100% untuk setiap pelanggaran yang dilakukan.

- Menolak diperiksa, menolak memberikan informasi yang diperlukan dalam penyelidikan dan/atau pemeriksaan, atau menghambat proses penyelidikan dan/atau pemeriksaan.

- Bagi Pemimpin atau penggagas dari pelanggaran, KPPU akan memberikan perhatian khusus terhadap langkah-langkah yang dilakukan oleh penggagas dalam peranannya menekan atau mengancam pihak yang lain.

HAL-HAL YANG MERINGANKAN Nilai dasar dapat dikurangi apabila KPPU menemukan hal-hal yang meringankan sbb: - Terlapor memberikan bukti bahwa dia telah menghentikan tindakan pelanggaran segera

setelah KPPU melakukan penyelidikan. - Terlapor menunjukkan bukti bahwa pelanggaran tersebut dilakukan secara tidak sengaja. - Terlapor menunjukkan bukti bahwa keterlibatannya adalah minimal. - Terlapor bersikap baik dan kooperatif dalam proses penyelidikan dan/atau pemeriksaan. - Apabila tindakan tersebut merupakan perintah perundangan-undangan atau persetujuan

instansi yang berwenang. - Adanya pernyataan kesediaan untuk melakukan perubahan perilaku dari pelaku usaha TAMBAHAN DENDA UNTUK PENJERA KPPU akan memberikan perhatian khusus kepada kebutuhan untuk menjamin bahwa denda mengandung efek penjera yang cukup. Pada akhirnya, hal tersebut akan meningkatkan denda yang dikenakan pada pihak terlapor yang memiliki turnover yang lebih besar dari penjualan barang dan jasa yang terkait dengan pelanggaran. KPPU akan juga mempertimbangkan kebutuhan untuk menambah denda dengan tujuan untuk melebihi jumlah dari keuntungan yang diperoleh dari tindakan pelanggaran yang dimungkinkan untuk diperhitungkan nilainya. 3. RENTANG BESARAN DENDA - Jumlah akhir dari besaran denda dalam keadaan apapun, tidak boleh melebihi

Rp25.000.000.000,- - Jumlah akhir dari besaran denda dalam keadaan apapun, tidak boleh melebihi 10% dari

total turnover dari tahun berjalan dari pihak terlapor atau para terlapor yang terkait dengan pelanggaran.

- Jika jumlah perhitungan denda lebih dari Rp25.000.000.000,- Dan 10% turnover lebih besar dari Rp25.000.000.000,- maka akan dikenakan denda akhir sebesar Rp25.000.000.000,- Dan 10% turnover lebih kecil atau sama dengan Rp25.000.000.000,- maka akan dikenakan denda akhir sebesar 10% turnover

- Jika jumlah perhitungan denda kurang dari Rp.1.000.000.000,- Mempertimbangkan aspek keadilan maka denda dapat dikenakan atau diganti dengan bentuk sanksi lainnya.

- Apabila pelanggaran oleh para terlapor terkait dengan aktifitas dari anggotanya, denda tidak boleh melebihi dari 10% dari total turnover dari tiap anggota pada pasar yang terkena

Page 19: Pedoman Pasal 47 Tentang Tindakan - kppu.go.id · NOMOR : 252 /KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK

SALINAN

11

dampak dari pelanggaran. 4. KEMAMPUAN UNTUK MEMBAYAR KPPU dapat, berdasarkan permintaan pihak terlapor, mempertimbangkan kemampuan membayar dari terlapor pada konteks sosial dan ekonomi tertentu. Pengurangan akan diberikan secara individu berdasar pada bukti objektif yaitu bila denda tersebut akan berakibat pada bankrutnya perusahaan.

Page 20: Pedoman Pasal 47 Tentang Tindakan - kppu.go.id · NOMOR : 252 /KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK

SALINAN

12

BAB III PENUTUP

Pedoman sanksi tindakan administratif ini disusun sebagai bentuk pelaksanaan tugas dan kewenangan KPPU dalam mengimplementasikan Undang-undang Nomor 5 tahun 1999.

Penjatuhan sanksi administratif merupakan kewenangan yang diberikan Undang-

undang Nomor 5 tahun 1999 pada KPPU dalam rangka penegakan hukum terhadap tindakan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Lebih lanjut, sesuai ketentuan Pasal 35 huruf f Undang-undang No. 5 tahun 1999,

KPPU diberikan tugas untuk menyusun pedoman dan atau publikasi untuk penjelasan pada para pihak terkait mengenai pertimbangan KPPU dalam menjatuhkan sanksi tindakan administratif. Adapun pedoman dan atau publikasi terkait bentuk-bentuk sanksi lain yang dapat dijatuhkan oleh KPPU dalam perkembangannya akan diatur lebih lanjut dalam ketentuan lain.

Pada akhirnya, diharapkan pedoman sanksi tindakan administratif ini dapat memberi

kepastian hukum pada dunia usaha dan meningkatkan rasionalitas pelaku usaha untuk tidak melakukan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

Jl. Ir. H. Juanda No. 36 Jakarta 10120

Telp. (021) 3507015, 3507016, 3507043

Fax. (021) 3507008 E-mail. [email protected]

Situs: www.kppu.go.id

Page 21: Pedoman Pasal 47 Tentang Tindakan - kppu.go.id · NOMOR : 252 /KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK

SALINAN

13

LAMPIRAN

I. KASUS PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER

Dalam tender proyek pembangunan satu ruas jalan tol, KPPU telah berhasil membuktikan

ada persekongkolan tender yang melibatkan tiga peserta tender yaitu A, B, dan C. Nilai

pekerjaan yang ditawarkan oleh panitia tender adalah sebesar Rp50 miliar. Dalam

persekongkolan tersebut disepakati oleh kesepuluh peserta tender yang bersekongkol tersebut

bahwa A akan menjadi pemenang tender proyek tersebut dan dua peserta lainnya akan

mengalah. Dalam tender tersebut telah disepakatai bahwa A akan menawar tender tersebut

dengan harga terendah yaitu sebesar Rp45 miliar, sementara sembilan lainnya menawar lebih

tinggi dari angka tersebut. Sebagai kompensasi atas dimenangkannya A, maka peserta tender

lainnya yang mengalah akan menerima kompensasi masing-masing sebesar Rp500 juta.

Pada saat KPPU melakukan penyelidikan atas perkara tersebut, KPPU:

1. Menemukan bahwa Turnover A adalah sebesar Rp200 miliar, B adalah sebesar

Rp100 miliar, C adalah sebesar Rp10 miliar.

2. Menyatakan bahwa tiga terlapor peserta tender tersebut bersikap kooperatif terhadap

pemeriksa atau penyelidik,

3. Menemukan bahwa A adalah penggagas persekongkolan tender tersebut, dan

4. Menemukan bahwa A pernah melakukan pelanggaran serupa, sedangkan terhadap B

dan C tidak ditemukan.

Atas perkara tersebut KPPU memutuskan bahwa seluruh peserta tender tersebut telah

terbukti melakukan Persekongkolan Tender yang melanggar Pasal 22 Undang-Undang No. 5

Tahun 1999. Selanjutnya KPPU menilai apabila tender tersebut diulang akan menimbulkan

biaya ekonomi yang tinggi sehingga KPPU tidak memerintahkan untuk dilakukannya tender

ulang, namun lebih tepat untuk menjatuhkan sanksi denda kepada pelaku usaha yang

bersekongkol dengan perhitungan sebagai berikut:

Page 22: Pedoman Pasal 47 Tentang Tindakan - kppu.go.id · NOMOR : 252 /KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK

SALINAN

14

PERHITUNGAN DENDA PERSEKONGKOLAN TENDER 3 PESERTA

PASAL 22 PT. A PT.B PT. C

I. PENENTUAN BESARAN NILAI DENDA

1 Nilai pemenang Tender Rp45.000.000.000 Rp45.000.000.000 Rp45.000.000.000

2 Dibagi dengan 3 anggota Rp15.000.000.000 Rp15.000.000.000 Rp15.000.000.000

3 Starting Point Denda (%) 10% 10% 5%

4 Starting Point Denda (3) x (2) Rp1.500.000.000 Rp1.500.000.000 Rp750.000.000

5 Penjera 100% x Starting Point Denda (3) Rp1.500.000.000 Rp1.500.000.000 Rp750.000.000

6 Jumlah (Denda Dasar) Rp3.000.000.000 Rp3.000.000.000 Rp1.500.000.000

II. PENYESUAIAN MENAMBAHKAN/MENGURANGI NILAI DENDA

7 Hal yang memberatkan + 50% (penggagas) Rp1.500.000.000

8

Hal yang memberatkan + 100%

(pengulangan) Rp3.000.000.000

9 Hal yang meringankan - 10% (kooperatif) -Rp300.000.000 -Rp300.000.000 -Rp150.000.000

10 Total Rp7.200.000.000 Rp2.700.000.000 Rp1.350.000.000

III. DENDA MAKSIMUM

11 Turnover tahun sebelumnya Rp200.000.000.000 Rp100.000.000.000 Rp10.000.000.000

12 10% dari (11) Rp20.000.000.000 Rp10.000.000.000 Rp1.000.000.000

13

Klausul Maksimum Denda (10%

Turnover) terpenuhi terpenuhi tidak terpenuhi

14

Klausul Maksimum Denda ps. 47 (Rp25

M) terpenuhi terpenuhi terpenuhi

15 Nilai Denda Akhir Rp7.200.000.000 Rp2.700.000.000 Rp1.000.000.000

Page 23: Pedoman Pasal 47 Tentang Tindakan - kppu.go.id · NOMOR : 252 /KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK

SALINAN

15

II. KASUS KARTEL

Dalam industri carbon black, pada tahun 2006 KPPU telah berhasil membuktikan

keberadaan kartel perusahaan X, Y, dan Z untuk memperoleh monopoly power.

Selama terjadinya kartel tersebut (periode kartel tahun 2004 s/d 2006):

1. PT. X memperoleh nilai penjualan total sebesar Rp20.000.000.000,-

2. PT. Y sebesar Rp10.000.000.000,- dan

3. PT. Z sebesar Rp5.000.000.000,-

Pada saat KPPU melakukan penyelidikan atas kasus tersebut, KPPU:

1. Menemukan bahwa pada tahun 2005 turnover PT. X sebesar Rp100 miliar, PT. Y

sebesar Rp50 miliar, dan PT. Z sebesar Rp10 miliar.

2. Menemukan fakta bahwa PT. X merupakan penggagas atas terjadinya kartel dalam

industri carbon black dalam rentang waktu tersebut.

3. Menyatakan bahwa PT. X dan PT. Y tidak kooperatif dalam proses penyelidikan oleh

tim pemeriksa KPPU, sedangkan PT. Z kooperatif dalam proses penyelidikan.

Atas perkara tersebut KPPU memutuskan bahwa PT. X, PT. Y, dan PT. Z terbukti bersalah

melakukan Kartel yang melanggar Pasal 11 UU No. 5 Tahun 1999. kemudian KPPU

melakukan perhitungan denda sebagai berikut:

Page 24: Pedoman Pasal 47 Tentang Tindakan - kppu.go.id · NOMOR : 252 /KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK

SALINAN

16

PERHITUNGAN DENDA KARTEL 3 PELAKU

PASAL 11 PT. X PT.Y PT. Z

I. PENENTUAN BESARAN NILAI DENDA

1 Nilai Penjualan Rp20.000.000.000 Rp10.000.000.000 Rp5.000.000.000

2 Starting Point Denda = 10% x (1) Rp2.000.000.000 Rp1.000.000.000 Rp500.000.000

3 Penjera 100% x Starting Point Denda (2) Rp2.000.000.000 Rp1.000.000.000 Rp500.000.000

4 Jumlah (Denda Dasar) Rp4.000.000.000 Rp2.000.000.000 Rp1.000.000.000

II. PENYESUAIAN MENAMBAHKAN/MENGURANGI NILAI DENDA

5 Hal yang memberatkan + 50% (penggagas) Rp2.000.000.000

6

Hal yang memberatkan + 10% (tidak

kooperatif) Rp400.000.000 Rp200.000.000

7 Hal yang meringankan -10% (kooperatif) -Rp100.000.000

8 Total Rp6.400.000.000 Rp2.200.000.000 Rp900.000.000

III. DENDA MAXIMUM

9 Turnover tahun sebelumnya Rp100.000.000.000 Rp50.000.000.000 Rp10.000.000.000

10 10% dari (9) Rp10.000.000.000 Rp5.000.000.000 Rp1.000.000.000

11

Klausul Maksimum Denda (10%

Turnover) terpenuhi terpenuhi terpenuhi

12

Klausul Maksimum Denda ps. 47 (Rp25

M) terpenuhi terpenuhi terpenuhi

13 Nilai Denda Akhir Rp6.400.000.000 Rp2.200.000.000 Rp900.000.000

Page 25: Pedoman Pasal 47 Tentang Tindakan - kppu.go.id · NOMOR : 252 /KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK

Pedoman Pasal 47 Tentang

Tindakan Administratif

Setiap orang atau pihak yang mengetahuiatas terjadinya praktek Persaingan usaha tidak sehat,

dapat melaporkan secara tertulis kepada KPPU dengan keterangan yang jelas dan menyertakan Identitas Pelapor ke alamat di bawah ini.

Setiap identitas Pelapor dirahasiakan oleh KPPU