pedoman memperoleh daging segar

84
PEDOMAN MEMPEROLEH DAGING SEGAR YANG SEHAT, AMAN DAN LAYAK DIKONSUMSI 2014 YUDI PRASTOWO,drh

Upload: khairul-ihsan-pengusaha-muda

Post on 18-Jan-2016

116 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

about veteriner

TRANSCRIPT

Page 1: Pedoman Memperoleh Daging Segar

PEDOMAN MEMPEROLEH DAGING

SEGAR

YANG SEHAT, AMAN DAN LAYAK DIKONSUMSI

2014

YUDI PRASTOWO,drh

Page 2: Pedoman Memperoleh Daging Segar

DAFTAR ISI

halaman

Pengantar Penulis

Pendahuluan

Penyembelihan Ternak

Kesejahteraan Hewan

Prosedur Pemeriksaan Ternak dan Daging

Prinsip-prinsip Umum Pemeriksaan Antemortem dan

Postmortem ternak konsumsi

Pemeriksaan antemortem

Pemeriksaan postmortem

Hasil penilaian

Kondisi akut versus local

Persyaratan Pemeriksaan postmortem pada sapi, kambing/domba

Babi

Pemeriksaan Kepala

Pemeriksaan Organ Dalam (viscera) berdasarkan Topographi

Pemeriksaan Karkas

Pemeriksaan Antemortem dan Postmortem Pada Ayam/Unggas

Pemeriksaan antemortem

Pemeriksaan postmortem

Hasil Penilaian

Konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Pada

Pemeriksaan Daging Ternak Konsumsi

Pemisahan Produk Daging Yang Tidak Aman dan Tidak Layak

Dikonsumsi (Condemned) Di RPH

Kesejahteraan Hewan Selama Proses Pemingsanan

Konsep Audit Internal

Dasar-Dasar Pengendalian Mikroorganisme

Rekomendasi Penilaian Akhir Antemortem dan Postmortem Pada

Sapi, Kambing/Domba dan Babi

Pengambilan Contoh Daging

Tentang Penulis

Page 3: Pedoman Memperoleh Daging Segar

PENGANTAR PENULIS

Rumah Potong Hewan (RPH) adalah komplek bangunan dengan desain tertentu yang

dipergunakan sebagai tempat memotong hewan secara benar bagi konsumsi

masyarakat luas serta harus memenuhi persyaratan teknis tertentu. Dengan

dilaksanakan pemeriksaan antemortem dan post mortem secara benar, diharapkan

karkas, daging dan organ dalam dapat memenuhi persyaratan aman dan layak

dikonsumsi manusia.

Untuk memenuhi peningkatan permintaan akan daging dan hasil olahannya, RPH

memegang peran penting sebagai sarana penting yang diperlukan untuk meningkatkan

pelayanan masyarakat sekaligus pemutusan mata rantai penularan penyakit zoonosa

(dari hewan ke manusia ), sehingga karkas, daging dan organ dalamnnya, sehat, aman

dan layak dikonsumsi serta memenuhi ketenraman bathin masyarakat.

Pemeriksaan dimulai dari sejak penyembelihan bagi ternak yang dipersyaratkan halal,

dan tidak memfaatkan darah sebagai bahan konsumsi. Pencegahan pengkonsumsian

daging bangkai seperti ayam tiren disembelih seolah-olah berasal dari RPH merupakan

permasalahan tersendiri, apabila konsumen tidak dapat membedakannya. Pemeriksaan

kehalalan daging segar dari hewan yang dipersyaratkan merupakan prasyarat untuk

terpenuhinya kesehatan, keamanan dan ketentraman bathin. Pemeriksaan prasyarat

halal di RPH ataupun berbagai tempat pemotongan hewan di Indonesia, khususnya

pemotongan unggas di pasar–pasar tradisional sering terabaikan. Hal ini kemungkinan

keterbatasan aparat atau kekurangan pedulian masyarakat karena faktor keterbatasan

pengetahuan tentang kesehatan, keamanan dan kelayakan daging dikonsumsi

Pada hakekatnya fungsi RPH bagi kesehatan masyarakat, meliputi:

1. aspek teknis

a. RPH sebagai tempat dilaksanakan pemotongan hewan secara benar sesuai

standar teknis

b. RPH sebagai tempat pem antemortem dan postmortem untuk mencegah

penularan penyakit termasuk zoonosa

c. RPH bagian surveilans dengan mengidentifikasi penyakit hewan menular yang

terjadi untuk dipantau dan penulusuran balik ke daerah asal yang dilakukan

melalui penelitian dan/atau penyidikan lebih lanjut

d. RPH sebagai tempat seleksi dalam pengendalian pemotongan ternak

sapi/kerbau betina yang masih produktif.

Page 4: Pedoman Memperoleh Daging Segar

RPH merupakan salah satu komponen agribisnis di sektor hilir berkaitan erat di

sektor hulu yaitu seperti pasar/los daging perlu mendapat perhatian pembenahan

oleh berbagai pihak yang berwenang dan pengawasan secara terpadu semua pihak.

2. aspek sosial

RPH sebagai sarana pelayanan kepada masyarakat dalam penyediaan daging yang

aman dan layak dikonsumsi serta halal bagi ternak yang dipersyaratkan.

3. Aspek regulasi dan standar

Regulasi RPH telah diatur dalam UU No.18/2009 tentang Peternakan dan

Kesehatan Hewan, UU No.18/2012 tentang Pangan, PP No.95/2012 tentang

Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan, Kepmentan No.557/

Kpts/TN.520/9/1897 tentang Syarat-syarat Rumah Potong Unggas dan Usaha

Pemotongan Unggas, Kepmentan No.295/Kpts/TN.520/9/1987 tentang

PemotonganBabi dan Penanganan Daging Babi, serta Hasil Ikutannya, Kepmentan

No.413/Kpts/TN.310/9/1992 tentang Pemotongan Unggas dan Penanganan

Daging Unggas dan Hjasil Ikutannya, dan No.306/Kpts/TN.330/4/1994 tentang

Pedoman Pemotongan Unggas dan Penanganan Daging Unggas serta hasil

ikutannya, Kepmentan No.557/Kpts/TN.520/9/1987 tentang Syarat Rumah

Potong Hewan dan Usaha Pemotongan Hewan dan Peraturan Menteri Pertanian

Nomor 13/Permentan/OT.140/1/2010 Tahun 2010 tentang Persyaratan Rumah

Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan Dagingdan beberapa standar

terkait daging, yaitu:

a. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6159-1999 mengenai Rumah Potong

Hewan;

b. Standar Nasional Indonesia No.01-3523-1994 Persyaratan Sapi Potong.

c. Standar Nasional Indonesia No.3932:2008 Mutu Karkas dan Daging Sapi

d. Standar Nasional Indonesia No.4230:2009 Mutu Karkas Daging Ayam

e. Standar Nasional Indonesia No.3925:2008 Mutu Karkas dan Daging

Kambing/Domba

f. Standar Nasional Indonesia No.01-2734-1992 Ternak Babi Siap Potong

g. Standar Nasional Indonesia No.01-3141-1998 Susu Segar

h. Standar Nasional Indonesia No.01-4277-1996 Telur Asin

i. Standar Nasional Indonesia No.3926:2008 Telur Ayam Konsumsi

j. Standar Nasional Indonesia No.06-2736-1992 Kulit Sapi Mentah Basah.

k. Standar Nasional Indonesia No.01-2908-1992 Dendeng Sapi

l. Standar Nasional Indonesia No.01-4852-1999 Sistem Analisa Bahaya dan

Pengendalian Titik Kritis (HACCP) serta Pedoman Penerapannya.

Page 5: Pedoman Memperoleh Daging Segar

m. Standar Nasional Indonesia SNI-19-14001-2005 Sistem manajemen

lingkungan - Persyaratan dan panduan penggunaan.

n. Standar Nasional Indonesia ISO 22000:2009 Sistem Manajemen Keamanan

Pangan dan Persyaratan Untuk Organisasi Dalam Rantai Pangan.

o. Standar Nasional Indonesia 503-2000 Prosedur pengambilan, penanganan dan

pengiriman contoh

Page 6: Pedoman Memperoleh Daging Segar

BAB I

PENDAHULUAN

Ilmu di bidang kesehatan masyarakat veteriner dan ilmu kesehatan daging merupakan

kegiatan dalam suatu mata rantai pangan asal hewan, yang dimulai dari sejak

pengumpulan informasi dimana ternak berasal terkait status kesehatan dan keamanan

lingkungan dan pemberian pakan (pre harvest) hingga ternak yang disembelih di Rumah

Potong Hewan/RPH (post harvest), sehingga diperolehnya daging yang layak

dikonsumsi. Aktifitas tersebut merupakan prasyarat untuk memperoleh daging ternak

yang sehat dan layak dikonsumsi.

Pada pengawasan penyembelihan halal bagi ternak konsumsi yang dipersyaratkan,

maka diharapkan manfaat daging akan menjadi sumbangan penyediaan protein hewani

penyediaan daging segar di Indonesia. Sedangkan melalui pemeriksaan antemortem

dan postmortem yang baik, diharapkan terpenuhinya tujuan dari persyarat kesehatan

dan keamanan pangan asal hewan sesuai standar. Uraian pemeriksaan antemortem

dan postmortem dalam tulisan ini diharapkan dapat menjadikan rujukan bagi para

dokter hewan dan paramedic veteriner dalam melakukan pengawasan dan pemeriksaan

daging di RPH.

Gambar 1: Kepala sapi lokal yang dijajakan di pasar tradisional lolos dari pemeriksaan.post

mortem, menunjukkan tidak ada pengawasan di pasar tradisional pada los daging

Page 7: Pedoman Memperoleh Daging Segar

BAB II

PENYEMBELIHANTERNAK

Metode Islam Penyembelihan Ternak Bagi Yang Dipersyaratkan

Gambar 2: Metode Islam dalam penyembelihan ternak konsumsi yang tepat.

Metode penyembelihan ternak konsumsi dalam Islam dikenal dengan metode Zabiha.

Metode ini tidak hanya memperhatikan aspek kesejahteraan hewan, namun juga

memperhatikan kaidah ilmiah berlaku secara universal meliputi yaitu:

1. Kebersihan dan kesehatan orang yang menyembelih dan ternak konsumsi yang

disembelih.

Zakkaytum adalah kata kerja arab berasal dari kata dasar kata Zakah (kesucian).

Hal ini mengandung makna terhadap ternak dan orang yang menyembelih harus

juga bersih dan sehat. Oleh karena itu model Islam dalam penyembelihan ternak

konsumsi mempersyaratkan hal sebagai berikut:

a. Ternak yang disembelih menggunakan pisau tajam.

Ternak yang disembelih dengan menggunakan pisau tajam dimaksudkan

agar dapat secara cepat dilaksanakan sehingga meminimalisir rasa sakit atau

penderitaan ternak tersebut seolah-olah terbius.

b. Memotong saluran pipa saluran udara/pernafasan, saluran makanan dan

pembuluh darah (keluar maupun masuk ke jantung)

Page 8: Pedoman Memperoleh Daging Segar

Zabiha adalah bahasa Arab yang bermakna 'penyembelihan'. Penyembelihan

dilakukan dengan memotong pipa saluran udara, saluran makanan dan

pembuluh darah (keluar dan masuk ke jantung) dan tidak diperkenankan

memotong tulang leher (spinal cord) sebelum tiba kematian sempurna. Spinal

cord ditunda terpotong dimaksudkan agar supaya perintah jantung ke otak

agar tetap berlangsung untuk memompa darah keluar dari tubuh secara

sempurna hingga jantung berhenti berdetak (mati). Terjadi kematian sebagai

akibat otak kekurangan oxygen akibat terpotongnya arteri carotid keluar dari

jantung menyebabkan otak mengalami ischemia. Akibat kekurangan darah

(ischemia), maka perintah simpul syaraf, tidak dapat diteruskan keberbagai

organ lain termasuk jantung berhenti berdetak. Akibat kerja syaraf menurun

akan diikuti efek kelompak mata (pelpebra) menutup, kekejangan kaki

mereda dan kematian manjadi sempurna. Apabila kematian telah sempurna

maka selanjutnya pemisahan kepala dari tubuh dapat dilaksanakan untuk

pemrosesan berikutnya.

c. Darah keluar sempurna (drained)

Darah harus keluar sempurna dari tubuh ternak yang dimaksudkan agar

darah sebagai media pertumbuhan kuman, jamur, media pembawa racun

(residu) tidak menyebabkan konsumen ikut menderita sakit dan/atau bahkan

menyebabkan kematian. Disisi lain akibat berkurangnya darah dalam tubuh

ternak, akan menghasilkan daging lebih lembut/empuk (tenderness) dan

lebih gurih (juiceness) karena yang tertinggal hanya sari daging. Penundaan

pemotongan tulang leher kepala (spinal cord) sebelum ternak mati sempurna,

dimaksudkan juga agar perintah otak (syaraf)kepada perut tetap berjalan,

tidak terjadi pengeluaran kotoran berlebihan yang dapat mencemari daging

ternak tersebut.

2. Darah sebagai medium kuman, jamur dan racun.

Diketahui bahwa darah sebagai medium kuman, jamur dan racun. Karena itu

dalam Islam darah dilarang dikonsumsi, sebaiknya dimusnahkan dimaksudkan

agar dampak negative dari ternak yang dipotong penderita penyakit zoonosa bisa

dicegah lebih dini. Disamping itu darah segar media antigenik, apabila terjadi

akibat factor allelik akan merubah sifat genetik dalam susunan kromosom

konsumen.

3. Kesegaran daging lebih lama

Page 9: Pedoman Memperoleh Daging Segar

Daging ternak konsumsi disembelih dengan metode Islam menghasilkan

kesegaran daging lebih lama dibanding metode penyembelihan lainnya sebagai

akibat berkurangnya gula darah sebagai medium kuman anaerob, jamur dan

racun. Dengan demikian yang tertinggal berupa sari daging (juiceness) yang

manis dihasilkan glycogen otot dari konversi gula darah pada siklus Krebs.

Berkurangnya suplai oxygen dari arteri ke jaringan otot, maka energi berkurang,

sehingga hanya diperoleh energi yang berasal dari metabolisme anaerob dan

menghasilkan sejumlah asam laktat. Apabila karkas ternak sapi dilayukan

dengan cara digantung dalam kurun waktu paling kurang 6 jam, maka asam

laktat akan menyebar membunuh kuman dan terjadi relaksasi dan keempukan

otot (tenderness). Darah dalam otot tidak keluar sempurna karena masih ada

tertinggal 35 % di otot-otot scapula

OIE/Badan Kesehatan Hewan Dunia

merekomendasikan implementasi

kesejahteraan hewan (kesrawan) pada

sistim pemotongan halal versi Islam layak

bagi dunia.

Melalui perlakuan kesrawan yang buruk

akan menurunkan kualitas keempukan,

kerenyahan (juiceness) dan umur daging

lebih pendek

(Normal pH 5,4-5,7 dlm 24 jam)

PSE (Pale, Soft,Exudative)Akibat hewanstres akut, ketakutan, kesakitan pH <5

DFD (Dark, Firm,Dry) Akibathewan terlalu lelah, stres berat pH>6

Hasil penelitian CSIRO, Australia

Gambar 3: Pengaruh penanganan Kesejahteran Hewan yang buruk berdampak pada daging yang dihasilkan

Page 10: Pedoman Memperoleh Daging Segar

4. Ternak tidak merasa sakit

Pemutusan saluran darah (arteri carotid dan vena jugularis) menyebabkan aliran

oxygen darah dari jantung ke otak terhenti, sehingga perintah dari simpul syaraf

menurun akibat ischemia yang diikuti mati rasa. Dengan demikian hewan tidak

menderita sakit atau tersiksa berkepanjangan.

Dukungan Kesejahteraan Hewan

Dukungan kesejahteraan hewan yang baik pada metode Islam terhadap penyembelihan

ternak konsumsisecara langsung telah memenuhi persyaratan positif dari 5 kebebasan

(Five Freedoms) dan 3 prinsip (the three principles) dari Professor John Webster.Lima

kebebasan (The Five Freedoms) adalah:

Bebas dari haus dan lapar (Freedom from hhunger and thirst)

o Dalam metode Islam ternak harus diperlakukan dengan baik (ichsan)

yaitu dengan menyiapkan air minum segar dan pakan sebelum disembelih

guna mempertahankan kesehatan dan kebugaran ternak setelah

menempuh perjalanan dari tempat asal ke tempat pemotongan.

Bebas dari ketidak-nyamanan (Freedom from discomfort)

o Ternak yang akan disembelih disediakan tempat perlindungan dan

peristirahatan agar supaya cukup tenaga ketika akan disembelih dan

tidak mati karena kepayahan.

o Bebas nyeri, terluka dan penyakit (Freedom pain, injury and diseases)

Bebas mengekspresikan perilaku normal (Freedom to express most normal beha

avior)

o Ternak yang akan disembelih punya ruang cukup bergerak leluasa

sebagai perlakuan yang baik (ichsan) dan tidak boleh disakiti bila

dilakukan pemingsanan (stunning).

Bebas dari rasa ketakutan dan stress (Freedom from fear and distress)

o Ternak konsumsi dicegah dari rasa ketakutan akibat ruda paksa dan

perlakuan penyiksaan pemotongan ketika tidak menggunakan pisau

tajam.

Prof John Webster(2008). Animal Welfare: Limping Towards Eden. John Wiley and Sons.

halaman 6, menjelaskan kesejahteraan hewan dilakukan melalui pendekatan advokasi

melalui tiga persyaratan positif yaitu hewan harus tinggal dilingkungannya dengan

kondisi layak, sehat dan merasa nyaman. Hal ini sesuai prinsip-prinsip ajaran Islam (Al

Quran) terhadap perlakuan orang terhadap hewan.

Page 11: Pedoman Memperoleh Daging Segar

Gambar 4: Restrain ternak sapi secara tradisional dan menggunakan restraint mover

Dalam ajaran Islam melarang mengkonsumsi darah, daging babi, bangkai. Kebanyakan

pada masa lalu selalu hal tersebut diatas dikaitkan dengan penyakit seperti cacing pita

pada daging babi, darah dan bangkai begitu pula. Namun secara ilmu pengetahuan,

Allah SWT memberitahukan kepada manusia agar menjauhi hal tersebut diatas untuk

kebaikan manusia itu sendiri.. Darah dan daging babi selalu terkait keturunan dan sifat

yang dimiliki makhluk tersebut.

Dalam ilmu kedokteran hewan babi memiliki 16 golongan dan iso & heteroantigen darah

(A/2,B/2,C/1,D/2,E/14,F/4,G/2,H/5,I/,J/2,K/5.L/12.M/8,N/1,O/2,S/1) paling lengkap

daripada seluruh hewan di dunia. Kemiripan golongan ABO pada babi mirip yang dimiliki

darah manusia. Golongan darah manusia ada 4 yaitu A/1, B/1, O/2 dan AB/0,

sedangkan kera 6 golongan darah yaitu G/4,H/2,I/2,J/2,K/1,L/11. Untuk sapi ada 12

golongan darah, domba 7 dan ayam 12 yang ada kemiripan manusia yaitu golongan A

dan B.

Dalam ilmu pengetahuan golongan darah digunakan untuk menentukan unsur genetik

dari sel dinding darah merah yang mengandung glycogen dikenal sebagai Allele. Allele

adalah salah satu dari sejumlah bentuk alternatif pada gen (faktor keturunan) yang

memiliki lokus genetik yang sama. Dipercaya antigen dalam darah yang

mengandungAllele atau hubungan samaantar gen (unsur keturunan dan sifat) yang

diklasifikasikan dalam kelompok golongan darah sama dan aglutinin.Simbiose allelic

dari antigen dari kelompok yang sama,akan terbawa oleh aliran darah konsumen, dan

akan menyebabkan terjadi perubahan sifat gen lebih kearah sifat negatif.

Dalam perkembangan ilmu bioteknologi abad 21 telah diketahui bahwa allelic dari

golongan darah yang sama seperti ABO pada manusia dan babi bisa bersimbiose antar

antigen yang menghasilkan materi gen yang sama tetapi berbeda sifat. Sifat keturunan

kebinatangan tersebut patut diduga dapat merekat dalam sifat manusia melalui darah,

Daging babi yangberasal dari susunan allelic yang sama dengangolongan darah atau

antigen yang mirip dimiliki manusia makadiduga akan mewariskan sifat genbabi

terutama kerentanan terhadap agen penyakit asal hewan dan sifat omnivoora (pemakan

segalanya).

Page 12: Pedoman Memperoleh Daging Segar

Menyembelih dengan selain nama Allah SWT dalam Islam lebih hanya memastikan

penghindaran pengakuan sifat syirik (menduakan Tuhan) sebagai pemilik mahluk. Syirik

merupakan laranganNya keras serta merupakan dosa yang tidak terampunkan bagi

umat Islam.

BABI HEWAN OMNIVOORA

Page 13: Pedoman Memperoleh Daging Segar

BAB III

PROSEDUR PEMERIKSAAN TERNAK DAN DAGING

Sasaran:

Dalam pemeriksaan antemortem dan postmortem dari ternak yang disembelih dapat

dipenuhinya persyaratan hygiene sanitasi melalui prosedur pemeriksaan antemortem

dan postmortem

Tujuan program pemeriksaan daging ada 2 yaitu:

1. Menjamin bahwa yang hanya terlihat sehat, ternak secara fisiologi normal yang

disembelih untuk keperluan konsumsi dan memisahkan ternak abnormal serta

dilakukan sesuai prosedur.

2. Menjamin bahwa daging diperoleh berasal dari ternak yang bebas penyakit, aman

dan tidak berisiko bagi kesehatan konsumen.

Tujuan tersebut diatas dapat dicapai melalui prosedur pemeriksaan antemortem dan

postmortem yang dilakukan secara higienis untuk meminimalisir pencemaran. Bilamana

suatu unit usaha pemotongan telahtelah menerapkan prinsip-prinsip Hazard Analysis

Critical Control Point (HACCP), juga dilakukan peningkatan prosedur pemeriksaan

penyakit secara menyeluruh dengan menggunakan prinsip-prinsip penilaian risiko.

Page 14: Pedoman Memperoleh Daging Segar

BAB IV

PRINSIP-PRINSIP UMUM PEMERIKSAAN ANTEMORTEM

DAN POSTMORTEM TERNAK KONSUMSI.

1. Pemeriksaan antemortem.

Tujuan utama pemeriksaan antemortem adalah sebagai berikut:

a. Menseleksi seluruh ternak yang untuk disembelih;

b. Menjamin bahwa ternak telah diistirahatkan minimal 12 jam untuk

memperoleh informasi gejala klinis melalui diagnosa dan keputusan yang

diperoleh.

c. Menekan risiko cemaran kotoran atau penyakit ternak ke daging ketika

ternak disembelih melalui pemisahan ternak yang kotor dan pemisahan

ternak yang berpenyakit, bila perlu melalui pengaturan tersendiri.

d. Menjamin bahwa ternak yang menderita sakit yang direkomendasikan

pemotongan darurat dan dilakukan perlakukan pemeriksaan khusus.

e. Mengidentifikasi penyakit-penyakit ternak strategis yang wajib dilaporkan

untuk mencegah pencemaran lantai tempat pemotongan.

f. Mengidentifikasi ternak yang sakit dan ternak yang sebelumnya telah atau

baru diobati dengan antibiotika, agent chemotheraputik, insektisida dan

pestisida.

g. Diperlukan dan menjamin alat angkut ternak tetap bersih dan

dihapushamakan sebelum meninggalkan tempat atau rumah pemotongan

hewan.

h. Isolasi atau karantina bagi ternak yang menunjukkan gejala klinis.

Pemeriksaan antemortem dimulai sejak penilaian status kesehatan hewan di

peternakan asal yang perlu digali meliputi informasi:

1. Status dan situasi penyakit hewan yang pernah dideritanya, dengan memeriksa

kartu ternak.

2. Evaluasi penggunaan obat-obatan, apabila ternak sapi baru divaksin anthrax,

maka penyembelihan ternak harus ditunda potong paling kurang waktu 42 hari.

3. Status pemberian pakan dan minum (apakah hijauan pernah disemprot pestisida

sebelumnya, konsentrat mengandung meat bone meal/MBM, lingkungan limbah

pembuangan akhir, air limbah industri, pakan yang mengandung growth

promoter/pemacu pertumbuhan, dll).

4. Gejala klinis ketika terjadi di tempat asal.

Page 15: Pedoman Memperoleh Daging Segar

5. Konformasi fisik (kurus, gemuk, sedang), dan konfirmasi larangan undang-

undang terhadap pemotongan sapi betina produktif.

6. Kebersihan kulit dan bulu.

7. Pemeriksaan umum selaput lendir mata, hidung dan adakah kebengkakan pada

pipi, rahang.

8. Pergerakan ternak secara bebas diamati termasuk perilakunya ketika tiba.

9. Lubang-lubang yang ada yaitu telinga, hidung, anus (kumlah) dan ambing

Pengumpulan informasi untuk dilakukan evaluasi sebagai catatan pada pemeriksaan

antemortem untuk menentukan rekomendasi penilaian oleh dokter hewan terkait

kelayakan ternak disembelih atau disembelih bersyarat. Oleh karena itu setiap selesai

pemeriksaan yang akurat, dicatat dalam formulir pemeriksaan antemortem yang telah

disiapkan. Dalam catatan formulir informasi hasil pemeriksaan direkomendasikan

penyembelihan bersyarat, maka catatan tersebut diserahkan kepada dokter hewan

pemeriksa postmortem untuk lebih mengamati terhadap adanya perubahan patologi

pada otot, organ dan jaringan ternak potong tersebut yang perlu diafkir.

Ternak sebelum diperiksa harus diistirahatkan dan diletakkan dalam kandang yang

mudah ternak bergerak. Pemeriksaan antemortem harus dilakukan dalam waktu 24 jam

sebelum dipotong dan tidak boleh ditunda. Apabila tertunda wajib mengikuti prosedur

pemeriksaan pada hari berikutnya.

Bagi ternak yang patah tulang atau tidak mampu berdiri dapat dilakukan pemotongan

darurat. Bagi ternak-ternak yang menunjukkan gejala klinis penyakit harus dibawah

pengawasan, pemeriksaan dan penilaian dokter hewan terhadap kelayakan untuk

dipotong. Terhadap ternak yang tersangka atau baru saja diobati harus dipisahkan dari

ternak yang sehat. Sejarah penanganan penyakit harus dilaporkan dan dicatat pada

kartu antemortem. Informasi lain yang harus ada di kartu antemortem meliputi:

1. Nama pemilik;

2. Jumlah ternak dalam angkutan, keranjang atau saat tiba;

3. Spesies dan jenis kelamin;

4. Tanggal dan waktu pemeriksaan antemortem;

5. Gejala klinis dan perubahan temperatur tubuh yang terkait;

6. Alasan mengapa ternak harus diperiksa ulang/khusus atau tunda potong;

7. Tanda tangan pemeriksa.

Kelengkapan pemeriksaan antemortempaling sedikit:

1. Topi pelindung

2. Jas kerja putih

3. Peralatan tulis

4. Peralatan statescope, thermometer, senter

5. Sepatu bot, dan

6. Formulir antemortem

Page 16: Pedoman Memperoleh Daging Segar

Gambar 5: Dokter Hewan dan paravet melakukan pemeriksaan antemortem dan

melakukan proses dokumentasi untuk memastikan ternak yang akan disembelih dalam

jangka waktu paling kurang 12 jam di RPH sapi, layak disembelih atau tidak.

Pemeriksaan antemortem harus dilakukan dalam cahaya yang cukup terang dan ternak

diperiksa secara berkelompok atau individual pada saat istirahat atau bergerak. Perilaku

umum ternak harus diamati termasuk status gizi, kebersihan, gejala penyakit dan

abnormalitas tubuh. Beberapa abnormalitas yang harus diteliti pada saat pemeriksaan

antemortem yaitu:

1. Abnormal pernafasan.

Dilakukan melalui pemeriksaan frekquesi pernafasan/respirasi, juga diamati pola

cara bernafas, yang membedakan antara hewan sehat dan sakit. Bila ada dugaan

ternak sakit harus segera dipisahkan dari ternak yang sehat.

2. Abnormal perilaku.

Pengamatan perilaku meliputi gejala antara lain yang mungkin timbul yaitu:

a. Ketika berjalan saat keliling apa menampakkan jalan pincang atau posture

ketika berjalan terlihat abnormal;

b. Apa terlihat pola menekan-nekan kepalanya ke dinding;

c. Apa terlihat perilaku sangat agresif;

d. Apakah terlihat dungu dan ekspresi mata yang liar;

e. Apakah gangguan rasa.

Hal ini juga dapat ditunjukkan ada perdarahan tanpa gejala komplikasi ataupun

dengan komplikasi atau ada terjadi gejala proses keracunan.

3. Abnormal kepincangan.

Abnormal kepincangan sangat berhubungan dengan rasa sakit pada kaki, dada,

abdomen atau indikasi gangguan syaraf.

4. Abnormal bentuk tubuh (posture).

Diamati melalui bentuk abdomen atau pada saat akanberdiri melalui cara ternak

mengangkat kepala atau mengangkat kaki atau ternak mungkin tiduran dengan

kepala terkulai kesisi. Ketika ternak tidak mampu mengangkat tubuhnya bangun

(ambruk/downer) yang harus dilakukan perlu perhatian khusus untuk mencegah

penderitaan berkepanjangan.

Page 17: Pedoman Memperoleh Daging Segar

5. Abnormal pada susunan tubuh (conformasi).

Abnormal susunan tubuh (conformasi) dapat diartikan sebagai berikut:

a. Terlihat bengkak (abses) pada tubuh yang umumnya diderita ternak babi;

b. Pembengkakan persendian;

c. Pembengkakan tali pusar, hernia atau omphalophlebitis.

d. Pembenkakan ambing karena mastitis;

e. Pembengkanan rahang;

f. Pembengakan abdomen (bloated abdomen).

6. Abnormal leleran atau cairan yang keluar dari tubuh ternak.

Beberapa contoh abnormal leleran atau yang keluar dari tubuh ternak adalah:

a. Leleran hidung, cairan ludah berlebihan dari mulut, atau cairan berlebihan

setelah melahirkan lubang kelamin;

b. Keluar cairan berlebihan dari vulva atau usus;

c. Adanya penonjolan rectum (prolap rectum) atau uterus;

d. Adanya penonjolan dari vagina (prolapsus uterus);

e. Adanya penonjolan mata dan diare berdarah.

7. Abnormal warna.

Abnormal warna seperti adanya peradangan pada mata, radang pada kulit,

kebiruan pada kulit atau ambing (adanya gangrene). Abnormal warna dapat

menunjukkan status penyakit akut atau kronis.

8. Abnormal bau.

Abnormal bau sulit diketahui apabila tidak diamati secara rutin selama

pemeriksaan antemortem. Bau yang berkembang dari abses, atau bau yang

berasal dari pengobatan, dan bau khas dari pakan yang dikonsumsi atau bau

acetone pada kasus ketosis harus dibedakan.

9. Abnormal kebersihan fisik

Abnormal kebersihan fisik diketahui terjadi pada ternak yang posisi ambruk

(downer) atau penderita penyakit kronis.

Kebanyakan Rumah Potong Hewan di Negara berkembang atau daerah tertentu tidak

menyediakan tempat akomodasi untuk ternak istirahat yang cukup untuk menentukan

adanya gejala klinis. Kebanyakan pula di rumah potong hewan sering tidak dilakukan

prosedur pemeriksaan antemortem karena alasan daging diperlukan segera ke pasar.

Apabila ada gejala klinis yang meragukan, maka ternak potong tersebut segera dipisah

dan ditempatkan pada kandang isolasi dengan maksud untuk:

1. Dilakukan pemeriksaan lebih lanjut melalui observasi atau diberi perlakuan

tertentu ataupun ditolak disembelih untuk diobati terlebih dahulu atau dilanjutkan

pemeriksaan laboratorium dan penyidikan epidemiologi penyakit hewan menular

dengan menginformasikan kepada Dinas setempat yang berwenang pada bidang

kesehatan hewan di daerah ternak berasal.

Page 18: Pedoman Memperoleh Daging Segar

2. Disembelih bersyarat dengan pengawasan khusus.

Apabila menunjukkan gejala klinis penyakit bersifat sistemik, dan dapat

membahayakan kesehatan manusia atau menunjukkan gejala klinis akibat

keracuanan makanan atau adanya tindakan mekanis, maka:

a. Mengafkir bagian daging tertentu yang tidak layak dikonsumsi;

b. Dilakukan pengawasan secara khusus pada pemeriksaan postmortem secara

terpisah dengan penilaian/rekomendasi dapat dikonsumsi bersyarat atau

ditolak sama sekali.

Apabila dalam pemeriksaan ditemukan seekor ternak dicurigai penderita zoonosis yang

berbahaya seperti anthrax, maka seluruh ternak yang ada di RPH direkomendasikan

untuk dilarang disembelih, dan seluruh aktifitas pemotongan di RPH dihentikan

sementara. Terhadap ternak tersangka harus dilakukan pengamatan mendalam dan

pengambilan sampel uji laboratorium. Sambil menunggu hasil laboratorium dan

keputusan diagnose, maka dilakukan tindakan pencegahan terhadap lalu lintas ternak

rentan, isolasi seluruh ternak yang bersentuhan dan dilakukan sanitasi dengan

penghapushamaan dan diinsektida

Apabila ditemukan hasil laboratorium positif zoonosis berbahaya, maka segera

bekerjasama dengan Dinas setempat yang berwenang di bidang kesehatan hewan dan

kesehatan masyarakat, untuk dilakukan tindakan sesuai prosedur yang berlaku.

Dokumentasi ante mortem

Hasil pemeriksaan antemortem harus dilakukan pencatatan secara individual bagi

ternak besar dan cara berkelompok bagi ternak unggas. Informasi yang harus tercatat

dalam dokumen pemeriksaan antemortem sekurang-kurangnya menginformasikan hal-

hal sebagai berikut:

a. Nomor register Rumah Potong hewan atau Nomor Kontrol Veteriner

b. Identitas ternak atau kartu ternak

c. Jenis ternak (spesies, bangsa)

d. Jenis kelamin

e. Kondisi ternak saat tiba dan menjelang dipotong

f. Termperatur dan pernafasan dan/atau gerak rumen

g. Berat ternak

h. Catatan hasil pemeriksaan klinis antemortem

i. Tanggal pemeriksaan dan tanda-tangan petugas/dokter hewan pemeriksa

j. Saran pemeriksaan lebih lanjut kepada dokter hewan pemeriksa postmortem

terhadap hal-hal untuk pemeriksaan organ secara spesifik

Keadaan darurat (emergency) pemotongan ternak di kawasan peternakan

Dalam hal darurat, ternak tidak dimungkinkan dibawa ke Rumah Potong Hewan, karena

alasan penyakit atau risiko penyebaran penyakit atau alasan membahayakan

masyarakat, maka dokter hewan berwenang harus melakukan konfirmasi meliputi

sebagai berikut:

Page 19: Pedoman Memperoleh Daging Segar

a. Adanya laporan peternak terhadap status dan situasi kejadian penyakit ternak, dan

kondisi lingkungan yang berbahaya

b. Laporan juru sembelih terhadap kelainan ditemui

c. Laporan status pemeriksaan dari dokter hewan bila ada

d. Waktu kejadian dan alat angkutdigunakan dan/atau adanya mutasi ternak

e. Melakukan Identifikasi kejadiansecara lamgsung dan/atau mengumpulkan data

epidemiologis

2. Pemeriksaan postmortem.

Tujuan pemeriksaan postmortem adalah untuk menjamin daging aman dari kontaminasi

penyakit zoonosis dan layak dikonsumsi, bebas dari cemaran yang membahayakan

kesehatan konsumen.

Dengan memperhatikan rekomendasi pemeriksaan antemortem, maka dilakukan

segera pemeriksaan postmortem tanpa ditunda. Pemeriksaan dengan pengirisan,

palpasi kelenjar getah bening, organ atau jaringan harus dilakukan dengan teliti dan

bersih, dengan mencegah cemaran pada daging, peralatan dan orang yang berkerja

didekatnya.

Pemeriksaan postmortem dari karkas ternak harus selalu dilakukan sesegera mungkin

setelah pengulitan sempurna untuk mengetahui kondisi kelayakan daging untuk

dikonsumsi.

Seluruh atau bagian karkas atau organ-organ diperiksa sebelum diproses lebih

lanjut.Pemeriksaan postmortem merupakan kelengkapan informasi secara evaluasi

ilmiah proses adanya perubahan patologi untuk mengetahui kelayakan daging

dikonsumsi.

Pengetahuan teknis dan profesionalisme sepenuhnya digunakan melalui:

1. Pengamatan, pengirisan (insisi), perabaan (palpasi) dan teknis penanganannya;

2. Membuat klasifikasi kelainan atas 2 katagori akut atau kronis;

3. Menetapkan keputusan bilamana kondisi umum ataupun terlokaslisir, dan

mengamati adanya perluasan perubahan terjadi secara sistemik pada organ

dan/atau jaringan;

4. Menentukan secara signifikan terhadap perubahan patologi yang bersifat sistemik

atau primer dan kaitan terhadap perubahan sistemik pada organ utama khususnya

hati, ginjal, jantung, limpa dan sistem lymphatic.

5. Mengkoordinasi seluruh komponen temuan hasil pem antemortem dan postmortem

untuk menentukan diagnosa.

6. Mengirimkan sampel ke laboratorium untuk mendukung diagnosa. Apabila RPH

memiliki fasilitas pendingin, maka karkas yang tersangka disimpan sementara untuk

ditunda pada proses lebih lanjut.

Page 20: Pedoman Memperoleh Daging Segar

Hasil penilaian:

Hasil penilaian ditujukan untuk melindungi konsumen dari daging ternak yang terduga

terhadap:

1. Penyakit bahan asal makanan (foodborne infection).

2. Adanya racun dan/atau bahaya residu.

3. Penyakit zoonosa (foodborne zoonotic).

4. Penyakit parisit zoonotik seperti Tricinella spiralis atau Taenia soleum pada babi,

Taenia bovis pada babi, hydatidosis/enchinococcus

Penilaian Karkas

Pemotongan (trimming) atau pemisahan (condem) dapat dilakukan apabila diduga:

1. Adanya bagian karkas atau keseluruhan karkas abnormal atau berpenyakit.

2. Adanya bagian karkas atau karkas keseluruhan terkait kondisi keabnormalan yang

dapat membahayakan kesehatan masyarakat.

3. Adanya bagian karkas atau karkas keseluruhan terkait penolakan konsumen.

Kondisi umum versus lokal.

Penting untuk menjadi perhatian untuk membedakan kondisi penilaian karkas ternak

melalui kondisi lokal atau umum.

Kondisi lokal

Ditunjukkan adanya perubahan terbatas pada bagian karkas atau organ. Perubahan

sistemik terkait dengan suatu perubahan kondisi yang terjadi. Sebagai contoh cairan

empedu berubah terkait penyakit hati atau adanya racun (toxemia) yang diikuti

pyometra (nanah/abses di uterus).

Kondisi umum

Mekanisme pertahanan tubuh melalui sistim sirkulasi atau kelenjar getah bening

(lymphatic systems) tubuh tidak mampu menghentikan penyebaran penyakit hewan.

Kelenjar getah bening pada karkas akan teramati adanya perubahan abnormal atau

patologi secara umum. Beberapa gejala penyakit secara umum terjadi sebagai berikut:

1. Peradangan umum dari kelenjar getah bening (lymph nodes) di kepala, rongga

badan dan atau karkas.

2. Peradangan sendi.

3. Pembengkakan hati, limpa, ginjal dan hati.

4. Adanya berbagai abses di berbagai bagian karkas termasuk di tulang spina

ruminansia.

Pada kondisi luka atau lesi umum biasanya diperlukan beberapa penilaian khusus dari

kondisi luka lokal yang teramati.

Page 21: Pedoman Memperoleh Daging Segar

Kondisi akut versus kondisi kronis

Kondisi akut.

Pada suatu kondisi akut menampakkan suatu perkembangan luka lebih lama beberapa

hari, dimana pada kondisi kronis perkembangan luka lebih lama dari kondisi akut dapat

mencapai beberapa minggu, bulan bahkan tahunan. Kondisi sub-akut merujuk beberapa

priode waktu antara kondisi akut dan kronis.

Stadium akut merupakan manifestasi peradangan dari peradangan beberapa organ

atau jaringan-jaringan, terjadi pembesaran pada kelenjar getah bening (lymph nodes)

dan selalu disertai petechial haemorrhage pada membrane mukosa dan serosa serta

adanya perbedaan organoleptik dari organ dalam seperti jantung, ginjal dan hati. Pada

stadium akut selalu parallel dengan berbagai penyakit umum yang lebih komplek pada

kondisi infeksi akut cenderung mempengaruhi sistem kekebalan ternak.

Masing-masing kasus menunjukkan luka-luka sistemik yang harus dinilai secara

individual terlihat signifikan di luka-luka tersebut. Hal itu Nampak terlihat pada sistim

organ utama khususnya hati, ginjal, jantung, limpa dan sistem limphatik yang dapat

mempengaruhi kondisi umum karkas.

Kondisi kronis

Suatu kondisi kronis, menunjukkan adanya peradangan dengan disertai pembengkakan

yang disertai adhesi, jaringan fibrotik dan nekrotik dan atau abses. Penilaian dalam

stadium kronis lebih ringan dan seringkali dilakukan pemisahan (condemnation) dari

bagian karkas. Namun demikian penilaian pada ternak ataupun karkas cenderung lebih

komplek pada kasus subkronis dan kadangkala ditemui pada stadium perakut. Jaringan

dengan nekrotik umum selalu dihubungkan dengan kasus-kasus infeksi sebelumnnya,

oleh karenanya karkas harus dipisahkan tersendiri untuk dimusnahkan (condemn).

Keputusan Penilaian Pemeriksaan Postmortem.

Dalam keputusan final pemeriksaan postmortem dapat dilihat pada tabel dibelakang

atau dibawah buku ini dengan berbasis katagori dengan simbul-simbul sebagai berikut:

Disetujui, layak dikonsumsi (simbul A);

Seluruh kulit, karkas, daging dan jeroan tidak layak dikonsumsi manusia (simbul T);

Sebagian karkas atau karkas tidak layak dikonsumsi (simbul D);

Layak dikonsumsi dengan bersyarat, dibagi 2:

a. “Kh”: direbus dengan temperature 90 derajat Celcius dan daging dipotong-

potong kecil 10 cm kubik;

b. “Kf” daging perlu dipanaskan atau didinginkan terlebih dahulu hingga terbunuh

parasit yang terdapat dalam daging;

Daging terdapat kerusakan sedikit, namun masih layak dikonsusmi (simbul I);

Page 22: Pedoman Memperoleh Daging Segar

Disetujui, sebagai layak dikonsumsi dengan peredaran di wilayah terbatas pada

daerah tertentu, karena upaya mencegah penyebaran penyakit hewan menular lebih

luas (simbul L); dan

Tidak dapat digunakan konsumsi padaorgan pada katagori penyakit tertentu seperti

spesifik risk material pada kasus penyakit BSE (simbul …).

Seluruh simbul tersebut untuk memudahkan pengenalan guna pengambilan keputusan

dan pelacakan (trace back) yang dicatat dalam buku khusus serta sebaiknya dibagi

beberapa katagori berupa kelompok sebagai berikut:

1. Temuan Umum

2. Daftar topgraphi dan kelainan:

2-1 Infeksi umbilical

2-2 Penyakit sistim persyarafan

2-3 Penyakit jantung dan pembuluh darah

2-4 Penyakit sistim pernafasan

2-5 Penyakit selaput pembungkus

2-6 Penyakit saluran pencernaan

2-7 Penyakit penggantung alat pencernaan

2-8 Penyakit hati

2-9 Penyakit saluran kencing

2-10 Penyakit alat reproduksi betina dan sebab penyakit yang menyertainya.

2-11 Penyakit kelamin jantan

2-12 Penyakit ambing

2-15 Penyakit kulit.

3. Daftar penyebab penyakit:

3-1 Penyakit parasit

3-2 Penyakit protozoa

3-3 Penyakit bakteri dan penyebabnya

3-4 Penyakit virus

3-5 Penyakit menular yang tidak tahu sebabnya

3-7 Penyakit jamur.

Disposisi keputusan dan tanda kendali

Setelah ada keputusan daging layak dikonsumsi manusia, maka diperlukan tanda

berupa stempel yang menunjukan bahwa telah diperiksa sebagai alat kendali.

Ukuran dan bentuk serta kata-kata pada stempel dan label harus menunjukan identitas

RPH, ternak yang sisembelih, kode dokter hewan pemeriksa. Penggunaan tinta stempel

harus sesuai ketentuan layak pangan(food grade).

Apabila bagian organ, karkas atau bagian lain dari daging yang masih diperlukan

perlakuan khusus harus distempel tersendiri. Sedang untuk organ, karkas atau bagian

lainnya yang tidak layak dikonsumsi harus diberikan tanda tinta berwarna biru dengan

cara dicatkan pada masing-masing bagian tersebut dan ditempatkan pada wadah

penampungan tersendiri untuk dimusnahkan.

Page 23: Pedoman Memperoleh Daging Segar

Stempel/cap hasil lulus pemeriksaan post mortem

Karkas yang telah dilakukan pemeriksaan sebelum diedarkan wajib diberi tanda atau

stempel/cap di 8 (delapan) titik tanda/bagian khususnya tempat-tempat pemeriksaan

kelenjar getah bening dari sejak kaki depan punggung hingga kaki belakang.

Stempel/cap sebagai identitas tanda kelulusan pemeriksaan post mortem harus

menginformasikan sekurang-kurangnya:

a. Nomor Kontrol Veteriner.

b. Kode dokter hewan pemeriksa sebagai identitas penelusuran

c. Wilayah tempat pemotongan

d. Logo RPH

Dalam penggunaan stempel/cap harus menggunakan tinta kriteria” food grade” atau

sekurang-kurangnya dengan formulasi tinta sebagai berikut:

- Alcohol 50 CC

- Glycerin 150 CC

- Kristral violet 50 CC

- Aquades ad 1.000 CC

Pemakaian label hasil pemeriksaan daging

Dokter hewan atau juru pemeriksa daging harus mempunyai tanda pengenal.

Tanda/kode pengenal sebagai informasi kepada berbagai pihak yang bersangkutan

penanggung jawab produk yang dihasilkan dari RPH tersebut. Penggunaan Label RPH

pada produk yang dihasilkan harus menunjukan nama, tanggal pemeriksaan, jenis

daging, berat, nomor ear tag ternak bila ada, dan jenis ternak.

Dokumentasi pemeriksaan postmortem

Catatan hasil pemeriksaan postmortem, khususnya pada ternak besar dilakukan secara

individual meliputi informasi sekurang-kurangnya:

a. Nama dokter hewan pemeriksa

b. Nama pemilik berikut identitas ternak/kartu ternak

c. Spesies, bangsa, warna/tanda khusus, jenis kelamin, umur, berat, tanggal

diisembelih

d. Tanggal pemeriksaan postmortem

e. Gambaran klinis/sejarah postmortem

f. Gambaran perubahan patologi

g. Rekomendasi dokter hewan postmortem

h. Nama, jabatan/kedudukan/status dan tanda tangan dokkter hewan

Page 24: Pedoman Memperoleh Daging Segar

BAB V

PERSYARATAN PEMERIKSAAN POSTMORTEM

PADA SAPI, KAMBING DAN DOMBA SERTA BABI.

PEMERIKSAAN KEPALA

Kelenjar retropharyngeal (No. 1), parotid (No. 2) and submaxillary (No. 3) pada petunjuk

gambar 6 harus dilakukan pemeriksaan dengan cara melakukan berberapa irisan atau

potongan untuk mengetahui perubahan abnormal.

TABEL 1 : PEMERIKSAAN KEPALA

KONDISI SAPI KAMBING & DOMBA BABI KETERANGAN

UMUM AMATI PERMUKAAN LUAR, RONGGA MULUT DAN RONGGA PERNAFASAN

KELENJAR GETAH

BENING:

SUBMAXILLARIS

PAROTID

RETROPHARYNGEAL

Iris (3)

Iris (2)

Iris (1)

-

-

-

Iris

-

-

LIDAH DIRABA

DIRABA -

LAINNYA Pemeriksaan

Cysticercosis bovis

(a)

- Pemeriksaan

Cysticercosiscellulose

(b)

Keterangan:

(a). Oesophagus harus dipsahkan dari penggantungnya hingga ke trachea;

(b). Diperksa pada otot dan kelenjar getah bening pada tulang rawan scapula.

Sumber: WHO, 1986

Gambar 6 : Pemeriksaan Kepala Ternak Sapi Potong.

Page 25: Pedoman Memperoleh Daging Segar

.

Sumber: WHO, 1986

Gambar. 7: Pemeriksaan Kepala: Retropharyngeal lymph nodes (No. 1) diamati dan diiris dengan

berbagai irisan dan potongan

Lidah: Dilakukan pemeriksaan melalui palpasi terutama pada ternak sapi umur lebih 6

minggu)

Lain-lain.

Sapi – kecuali anak sapi dibawah 6 minggu, saluran pernafasan (oesophagus) pada

ternak harus dipisahkan dari trachea dan diperiksa terpisah. Pemeriksaan ternak sapi

diatas umur 6 minggu terhadap adanya Cystcercercus bovis, maka otot massseter harus

diperiksa dengan cara melakukan beberapa irisan linear secara parallel kearah bawah

dagu. Sebagai tambahan pada dalam otot leher/M.triceps brachii, 5 cm dibelakang dagu

juga dilakukan pengamatan.

Babi–karena adanya risiko Cysticercus cellulosae, maka otot luar pengunyah (musculus

masseter), otot abdominal dan diaphragma serta ujung hulu lidah babi harus diiris dan

dan dipalpasi kemungkinan adanya benjolan atau kista. Tidak lupa pengambilan daging

pada punggung babi untuk diuji adanya Trichinella spiralis.

Page 26: Pedoman Memperoleh Daging Segar

PEMERIKSAAN ORGAN DALAM (VISCERA) BERDASARKAN

TOPOGRAPHI

1. PEMERIKSAAN PARU-PARU DAN KELENJAR GETAH BENING (LYMPHO NODES)

MESENTERICUS, PORTALIS, BRONCHIAL DAN MEDIASTINALIS

a. Mengamati dan meraba bronchi.

Pengecualian pada kambing dan domba, bronchi dibuka keatas dengan irisan

memanjang (transverse incision across) ke diaphragmatic lobes. Untukternak

sapi, maka larynx, trachea dan bronchi harus pada posisi terbuka

memanjang.

b. Kelenjar getah bening (Lymph nodes)

c. Iris dan amatiBronchial (tracheobronchial) dan paru bagian tengah

(mediastinal).

Sumber : WHO, 1986

Gambar. 8: Pemeriksaan paru-paru dilakukan pada bronchi, dilanjutkan kelenjar getah

bening kiri (No. 1) dan kanan (No. 2) dan mediastinal (No. 3) pada gambar diatas

dengan carakelenjar diiris dan periksa adanya keabnormalan terjadi.

Sumber : WHO, 1986

Gambar 9: Pemeriksaan paru-paru kerbau dilakukan dengan cara membuka trachea

dan mengiris kelenjar getah bening bronchial sertamediastinal. Amati kemungkinan

adanya Sinusitis, Pneumonia akut, Pneumonia Catharrhal.

Page 27: Pedoman Memperoleh Daging Segar

Pada babi periksakemungkinan adanyaPneumonia subakut, Broncopneumonia subakut,

Abses, Bronchitis, Brochopneumonia verminousa, Atelactasis, emphysema, perdarahan

atau ingesti benda asing.

2. JANTUNG

Pengamatan dilakukan setelah melepas pericardium

Sumber: WHO, 1986

Gambar 10: Pemeriksaan Jantung dilakukan dengan membuat irisan sepanjang

sisi (minimum 4 bagian) dari dasar ke pucuk otot jantung dan amatipermukaan

potongan terutama adanya perikarditis, adhesi atau abses dan endokarditis.

3. HATI

Periksa dengan meraba permukaan dalam pada kedua sisi. Periksa kelenjar

empedu. Untuk sapi diatas 6 minggu dilakukan pengirisan kedalam untuk

menentukan adanya cacing hati dengan membuka saluaran empedu yang besar.

Untuk ternak domba diiris lebih dalam untuk menemukan parasitnya. Amati

kelanjar getah bening (lymph nodes) dan portal hepatic dengan cara mengiris

dan diperiksa dengan seksama adanya parasit dan luasrnya kerusakan terjadi.

Sumber; WHO, 1986

Gambar 11: Pemeriksaan hati dengan mengiriskelenjar getah bening portal

/hepatic lymph nodes (No. 1) dan buka saluran empedu yang besar (No. 2).

Page 28: Pedoman Memperoleh Daging Segar

Amati adanya telangiectasis, bentukan kista, batu empedu, inflitrasi lemak,

degenerasi hati, keracunan hati, adanya parasit (bungkul parasit), nekrosis

olehbakteri, nekrosis military, abses hati dan abses selaput hati.

4. LIMPA

Pemeriksaan limpa dengan cara meraba (palpasi) apakah ada benjolan keras

atau berisi cairan tetapi waspadai anthrax

Sumber : WHO, 1986

Gambar 12: Pemeriksaan Limpa biasanya tidak lepas dari lambung perut

(Stomachs). Periksa dan amati juga rumen dilanjutkan meraba limpa.

Pemeriksaan lambung dan usus amati adanya Gastroenteritis akut,

Gastroenteritis catarrhal kronis, enteritis berdarah, konstipasi atau penyumbatan

saluran pencernaan, kembung/bloat, mesentericus emphysema pada babi,

peritonitis, adhesi dan abses. Hati-hati terhadap anthrax.

5. SALURAN PENCERNAAN

Sumber: WHO, 1986

Gambar 13: Pemeriksaan Saluran Pencernaan (Gastrointestinal tract).

Mengamati kelainan kelenjar getah bening Mesenteric (Mesenteric lymph nodes).

Pemeriksaan rumen, reticulum, omasum dan abomasum.

Page 29: Pedoman Memperoleh Daging Segar

Sumber: WHO, 1986

Gambar14: Mengiris dan memeriksakelainan kelenjar getah bening (mesenteric

lymph nodes). Amati adanya gastroenteritis akut atau kronis, radang usus

(enteritis) berdarah, kembung/bloat, atau radang penggantung usus (peritonitis).

6. GINJAL

Amati dan iris ke dalam ginjal, apakah ada bau urine abnormal, adanya radang

ginjal dengan uremia atau oedema, batu ginjal,nephritis kronis, colinephritis,

nephritis suppurative dan embolik, pyelopnephritis, cystitis exudative atau

sistemik, rupture kandung kemih atau urethra.

7. UTERUS (hanya berlaku ternak dewasa)

Pengamatan terhadap adanya radang uterus, retensi placenta, prolap, cairan

atau abses, orchitis, dan/atau epidemititis.

8. OTAK (untuk ternak gejala gangguan syaraf& inkkordinasi gerak)

Tujuan memeriksa otak mengamatiadanya encephalitis dan meningitis, atau

lainnya,dimana pada saat pemeriksaan antemortemmenunjukkan adanya gejala

syaraf diikuti yang diikuti gejala inkoordinasi alat gerak atau sempoyongan yang

erat dugaan terhadap penyakit seperti Rabies, BSE, Surra. Pemgamatan juga

dilakukan apakah juga diikuti dengan adanya abses atau perdarahan otak.

Tatacara pemeriksaan postmortem terhadap organ dalam dan karkas, dapat dilihat

pada Tabel berikut:

TABEL 2 : PEMERIKSAAN ORGAN DALAM

KONDISI SAPI KAMBING DAN DOMBA BABI KELENJAR GETAH BENING:

MESENTERICUS

PORTALIS

BRONCHIAL & MEDIASTINAL

DIAMATI

DIIRIS

DIRIS

DIAMATI

DIRABA

DIRABA

DIRABA

DIRABA

DIIRIS

SALURAN PENCERNAAN

LIMPA

DIAMATI

DIRABA

DIAMATI

DIRABA

DIAMATI

DIRABA

HATI DIAMATI, DIRABA PADA KANTUNG EMPEDU. DIIRIS UNTUK MENGETAHUI KEBERADAAN

CACING HATI

PARU-PARU DIRABA, KECUALI KAMBING & DOMBA, BRONCHI HARUS DIBUKA DENGAN MENGIRIS

MEMANJANG HINGGA KE LOBUS DIAPRAGMA.

JANTUNG DIAMATI SETELAH PERICARDIUM DILEPAS. MENGIRIS DASAR JANTUNG HINGGA APEX. BABI:

JANTUNG DIIRIS TERBUKA SETIAP SEPTUM UNTUK DUGAAN ADANYA CYSTICERCUS

CELLULOSE

GINJAL DIAMATI SETELAH DIENAKULASI

UTERUS DIRABA DIAMATI DIAMATI

OTAK DIAMATI DIAMATI DIAMATI

Page 30: Pedoman Memperoleh Daging Segar

PEMERIKSAAN KARKAS

TABEL 3: PEDOMAN PEMERIKSAAN KARKAS

KONDISI SAPI KAMBING DAN DOMBA BABI UMUM PEMERIKSAAN KARKAS (TERMASUK OTOT, TULANG, PERSENDIAN, SELAPUT TENDON) DITUJUKAN

UNTUK MENGETAHUI ADANYA PENYAKIT ATAU KERUSAKAN. PENGAMATAN DITUJUKAN PADA

KONDISI FISIK KARKAS, ADANYA PERDARAHAN, PERUBAHAN WARNA, KONDISI MEBRAN SEROSA

(PLERA DAN PERITONIUM), KEBERSIHAN DAN ADANYA BAU YANG TIDAK NORMAL

KELENJAR GETAH BENING:

SUPERFICIAL INGUINAL.

EXTERNAL DAN INTERNAL

ILIACUS

PREPECTORAL

POPLITEA

RENALIS

DIRABA

DIRABA

DIRABA

-

DIRABA

DIRABA

DIRABA

DIRABA

-

DIRABA

DIRABA

DIRABA

-

-

DIRABA LAIN-LAIN DIRABA BAGIAN KASTRASI

Sumber:WHO,1986

Gambar 15: Peta anatotmi letak kelenjar getah bening.

Pemeriksaan postmortem karkas pada semua ternak diarahkan secara umum atau

sistemik adanya berpenyakit tuberculosis. Caranya dengan melihat adanya perubahan

luka pada kelenjar getah bening precural poplitea, anal, superficial inguinal, ischiatic,

internal dan external iliacal, lumbar, renal, sternal, prepectoral, prescapular dan

atlantal. Tuberculosis juga ditemukan pada perubahan kelenjar getah bening yang

berada di kepala dan organ dalam dengan cara pengamatan dan pengirisan.

Page 31: Pedoman Memperoleh Daging Segar

Sumber: WHO, 1986

Gambar 16: Kelenjar getah bening superficial inguinal, internal dan external iliac pada

babi dilakukan pemeriksaan dan diraba secara rutin pada prosespem.postmortem.

Sumber : WHO, 1986

Gambar 17: Pemeriksaan medial darihind quarter untuk mengetahui perubahankelenjar

getah bening superficial inguinal, internal dan external iliac sertalumbar dengan cara

mengiris dan mengamati terhadap dugaan penyakit umum atau sistemik.

Sumber: WHO, 1986

Gambar 18: Pemeriksaan medial fore quarter dengan untuk adanya perubahan

mengamati kelenjar getah beningintercostal, suprasternal, presternal dan prepectoral

dengan cara mengiris bagian tersebut.

Page 32: Pedoman Memperoleh Daging Segar

Sumber WHO, 1986

Gambar 19: Pengirisan kelenjar getah bening popliteal pada babi untuk mengetahui

dugaan adanya penyakit bersifatumum atau sistemik.

Sumber WHO, 1986

Gambar20: Pemeriksaan lateral karkas. Pengirisan dilakukan pada kelenjar getah

bening precrural danprescapularuntuk mengetahui adanya dugaan penyakit umum atau

sistemik.

Gambar 21: Penandaan/stempel/CapRPH pada karkas yang telah lulus hasil pem.postmortem.

Page 33: Pedoman Memperoleh Daging Segar

BAB VI

PEMERIKSAAN ANTEMORTEM AND POSTMORTEM PADA

AYAM/UNGGAS

Pemeriksaan antemortem

Pemeriksaan antemortem pada ayam ada beberapa kesulitan, apabila ayam

ditempatkan dalam keranjang dan hanya dapat dilakukan pemeriksaan secara

superficial pada kondisi umumnya. Perlu diingatkan bahwa pem antemortemharus

dilakukan ditempat terang sebelum digantung dan/atau disembelih. Catatan pem

antemortem merupakan kewajiban untuk dilakukan meliputi tanggal pemeriksaan,

nomor plat alat angkut, spesies unggas, jumlah ayam dan nama pemilik. Adapun tujuan

pemeriksaan antemortem adalah:

1. Untuk menentukan kondisi umum ayam;

2. Menentukan penyakit yang ditemui yang perlu diambil keputusan untuk dilakukan

pemisahan, penundaan potong atau dipotong.

Pada suasana udara panas, ayam memerlukan penyiraman air keatas alat angkut pada

area tempat peristirahatan. Apabila ditemukan kasus AI atau ND, maka dokter hewan

harus mencatat dan menginformasikan kepada Dinas yang berwenang dalam kesehatan

hewan. Ada beberapa gejala klinis yang sama pada pem postmortem seperti penyakit

bronchitis dapat dikelirukan dengan penyakit AI atau ND. Oleh karena itu diagnose harus

didukung pengujian cepat (rapid test) dan memahami deferensial diagnosa.

Ada beberapa factor pertimbangan dalam pemeriksaan antemortem dan pemeriksaan

postmortem antara daging unggas dan daging ruminansia atau babi yaitu:

1. Umur.

Pada umumnya ternak unggas pemotongan dilakukan diawal umur (6-8 minggu)

sedang daging ruminansia pada umumnya pada umur tertentu atau umur tua.

2. Genetik.

Pada ternak unggas lebih seragam berasal dari ayam neneknya, dibandingkan

ternak ruminansia lebih variasi.

3. Gizi dan pengelolaan kesehatan.

Pada unggas sangat dipengaruhi pemberian pakan, status vaksinasi, pengobatan

termasuk pemakaian obat pemacu pertumbuhan dalam pakan dan dilakukan

pemeriksaan dari sejak lingkungan penetasan hingga dibawa kepemotongan.

Pemeriksaan antemortem pada unggas/ayam lebih berbasis lot/keranjang dan ada

beberapa perbedaan pada pem antemortem unggas dengan ruminansia sebagai

berikut:

Page 34: Pedoman Memperoleh Daging Segar

1. Antemortem pada unggas tidak memerlukan pemeriksaan individual seperti pada

ruminansia

2. Tidak diperlukan restraint khusus pada unggas

3. Pemisahan karkas, daging dan/atau jeroan abnormal tidak diperlukan label.

4. Pada unggas tidak dilakukan pemeriksaan suhu/temperature

5. Hasil pem. antemortem pada unggas yang terduga penyakit zoonosa dilakukan

penolakan secara lot berbasis asal ternak unggas

6. Daging unggas yang berasal dari sekelompok unggas yang diuji berresidu berbahaya

dimusnahkan atau unggas hidupnya dilakukan eliminasi kemudian dibakar

7. Observasi aspek kesejahteraan unggas yang akan disembelih tidak begitu

diperlukan, akan tetapi saat eliminasi unggas karena kepentingan pengendalian

penyakit hewan menular untuk dimusnahkan diperlukan perhatian aspek

kesejahteraan hewan

8. Prosedur dokumentasi pada unggas pada saat pem. antemortem dibedakan 2

katagori yaitu:

a. Saat unggas tiba;

b. Saat unggas dimusnahkan.

Pemeriksaan antemortem pada unggas dengan cara mengamati secara kelompok atau

individual yaitu untuk mengetahui adanya penyakit yaitu dengan mengamati adanya:

1. Pembengkakan pada kepala atau mata

2. Edema pada sayap

3. Adanya bersin

4. Kotoran tidak berwarna

5. Luka-luka pada kulit

6. Kelemahan

7. Tortikolis atau gerakan memutar leher

8. Pembesaran sendi atau tulang, dan

9. Radang kulit (dermatitis).

Faktor selain penyakit yang mempengaruhi kondisi unggas/ayam yang perlu diperiksa:

1. Musim

2. Panas

3. Kepadatan dalam kandang atau krat pengangkut ayam potong

4. Hujan

5. Jarak tempuh dari peternakan asal ke RPH

6. Jumlah tumpukan unggas pada alat pengangkut, dan/atau

7. Lama pemberian pakan dan air sebelum dipotong.

Beberapa hal harus menjadi perhatian pada pemeriksaan antemortem pada ayam yaitu:

1. Pememeriksaan antemortem dilakukan mulai pada saat hari itu akan terjadi

pemotongan dan dilakukan setiap lot unggas.

2. Setelah akan mulai operasi pemotongan setiap pem antemortem harus dilakukan

sendiri oleh dokter hewan penanggung jawab RPH

3. Apabila ada penyakit yang wajib dilaporkan (HPAI, Ornithosis, Avian tuberculosis)

maka dokter hewan wajib menolak untuk disembelih dan segera hubungi dokter

hewan berwenang pada Dinas setempat.

Page 35: Pedoman Memperoleh Daging Segar

4. Unggas (hidup atau mati) yang sakit dan akan dipisahkan atau dimusnahkan, maka

perlu dihitung jumlah dan berat unngas yang akan dimusnahkan/eliminasi

5. Pengawasan harus dilakukan secara ketat hingga saat dimusnahkan untuk

mengantisipasi penyebaran penyakit atau pencemaran lingkungan khususnya

budidaya.

Pengamatan dalam pemeriksaan. antemortem yang harus diperhatikan yaitu:

1. Bone leucosis (sayap lemah)

2. Perosis (tendon slip, disebabkan trauma, terlihat sehat tetapi tidak dapat

berjalan)

3. Sinusitis

4. Pendulous crop ( tanda kaki x)

5. Fowl pox (pembengkakan jengger)

6. Avian erysipelas (kulit berdarah)

7. Terluka

8. Runt birds (perkembangan sayap buruk, iritasi mata karena ammonia kotoran)

9. Parasit (dibawah sayap)

10. Prolap ( pembesaran oviduct)

11. Bumble foot (radang telapak kaki karena staphylococcus)

12. Scaly leg (kelemahan kaki dan dada karena parasit)

13. Edematous wattle (eodema pada jengger)

14. Ornithosis (kotoran berwarna sulfur, ekor dan sayap lembab/basah).

Pemeriksaan postmortem

Teknis pemeriksaan postmortem pada ayam teknik dapat merujuk pada pem

postmortem ternak ruminansia dengan cara mengamati, meraba, membau dan

mengiris.

Warna karkas ayam dapat berbeda-beda tergantung pada umur, jenis kelamin,

pemberian pakan dan temperature pemanasan (scalding) atau benturan benda keras.

Saluran pencernaan, hati, limpa dan jantung ayam harus dilihat secara visual dan diraba

terhadap kemungkinan keabnormalannya. Pemeriksa daging ayam harus mampu atau

jeli melihat kedalam karkas ayam untuk mengetahui perubahan patologi seperti radang

pernafasan, peritonitis, radang oviduct (salpingitis), dll.

Cemaran kotoran ayam atau cairan empedu pada daging ayam yang diamati dan

diupayakan dihindarkan kontaminasi pada daging. Pem postmortem menggunakan

ketrampilan kedua tangan (disarankan menggunakan sarung tangan). Pengamatan juga

dilakukan pada karkas ayam bagian external untuk mengetahui adanya pembengkakan,

sinusitis, saluran udara dan leleran pada mata (apabila kepala masih ada), luka-luka

pada kulit, pembengkakan sendi, dll.

Page 36: Pedoman Memperoleh Daging Segar

Penilaian

Luka lokal dapat diberikan keputusan/disposisi oleh juru pemeriksa daging untuk

dilakukan pengafkiran bagian organ yang luka, akan tetapi terhadap keputusan

penilaian akhir kelayakan konsumsi harus dilakukan oleh dokter hewan. Pemisahan

organ dan/atau karkas biasanya yang ada perubahan patologi.

Keputusan pem.postmortem dapat diklasifikasi sebagai berikut:

1. Disetujui layak konsumsi manusia

2. Total tidak layak konsumsi manusia

3. Sebagian ditolak tidak layak konsumsi manusia

4. Disetujui layak konsumsi manusia dengan persyaratan

5. Daging unggas dengan minor penyimpangan tetapi layak dikonsumsi manusia

6. Disetujui layak konsumsi manusia dengan peredaran terbatas atau wilayah tertentu

karena penyakit hewan menular non zoonosis.

Pedoman persyaratan pem postmortem pada unggas/ayam sebagai berikut:

1. Avian tuberculosis:

a. Diskripsi disebabkan: mycobacterium avium

b. Gejala postmortem:

Bentukan benjolan berkapur (tubercle)

Organ atau jaringan dipengaruhi: jantung, paru-paru, hati, tulang belakang.

Ciri fisik benjolan: irregular, fibrous, abu-abu/putih, pengkejuan bagian

tengah benjolan (caseous center)

c. Disposisi: Seluruh karkas dan organ dimusnahkan dengan insenerasi.

2. Leucosis:

a. Diskripsi disebabkan: bervariasi virus

b. Gejala postmortem:

Marek’s disease (herpes virus) pada ayam umur kurang 6 bulan.

Lymphoid leucosis (retrovirus) pada ayam dewasa

Osteoporosis (retrovirus) mempengaruhi mempengaruhi jaringan tulang

belakang pada anak ayam umur diatas 1 (satu) bulan.

c. Disposisi: Bagian yang terkena dapat dibuang untuk dimusnahkan, akan tetapi

bila telah kompleks maka seluruh karkas dan organ dimusnahkan dengan

insenerasi

3. Septicemia dan toxemia:

a. Diskripsi disebabkan: bervariasi mikroorganisme pathogen dan/atau racun

(toxin)oleh perubahan sistemik dari synovitis, tumor, bruises, airsacculitis, proses

peradangan

b. Gejala postmortem:

dehidrasi

cyanosis

emasiasi

Page 37: Pedoman Memperoleh Daging Segar

kekuningan (icterus)

perdarahan umum echymotic/petechial

tumbuh pendek (kate)

daging dan lemak kehilangan warna atau kegelapan/kebiruan

ascitesintensif.

c. Disposisi: Seluruh karkas dan organ abnormal dimusnahkan dengan insenerasi

(dibakar)

4. Synovitis:

a. Diskripsi disebabkan: bervariasi organisme kelompok genus Mycoplasma. Dapat

juga akibat luka dan kekurangan pakan

b. Gejala postmortem:

Radang dan pembengkakan persendian breast bursa

Exudat mucopurulent atau serosanguinous

Septicaemia atau toxemia..

c. Disposisi: peradangan bagian karkas dan/atau organ dalam abnormal

dipisahkan untuk dimusnahkan dengan cara dibakar (insenerasi).

5. Tumor

a. Diskripsi disebabkan: avian leucosis complex dengan bentuk tumor seperti

squamous cell carcinoma, adenocarcinoma, leiomyomas, fibromas

b. Gejala postmortem:

squamous cell carcinomaditandai luka dalam kulit seperti kerak yang

biasanya dijumpai pada ayam muda.

adenocarcinoma berkembang tumor di organ abdominal dalam bentuk

massa menonjol terbatas yang biasanya terjadi pada ayam tua.

leiomyomas berbentuk seperti kumpulan anggur dan biasanya ditemukan

pada oviduct unggas dewasa

fibromasberkembang tumor di jaringan konektivus dalam bentuk massa

menonjol terbatas yang biasanya terjadi pada ayam lebih tua

c. Disposisi: apabila telah terjadi tumor metastasis, maka seluruh karkas dan organ

abnormal dipisahkan untuk dimusnahkan dengan cara dibakar (insenerasi).

6. Memar (Bruises)

a. Dikrispsi disebabkan perdarahan meluas di jaringan otot dalam katagori

kebiruan, terkandang berdarah meluas

b. Gejala postmortem:

Perdarahan berbagai ukuran di jaringan otot berupa petichial, ecchymotic,

extravacation dalam jaringan.

Septicaemia atau toxemia.

c. Disposisi: Seluruh karkas dan organ abnormal dimusnahkan dengancara dibakar

(insenerasi).

7. Bangkai (Cadaver)

Page 38: Pedoman Memperoleh Daging Segar

a. Diskripsi bangkai akibat kematian sebelum disembelih yang disebabkan:

bervariasi berupa penyakit, trauma, mati akibat pemanasan (scalded) lolos dari

proses penyembelihan kurang sempurna. Diasamping itu kebanyakan bangkai

tidak menunjukkan perdarahan.

b. Gejala postmortem:

Unggas yang mati karena penyakit, bangkai karkasakibat menampakkan

bentuk septic atau toxic

Unggas yang mati karena trauma, bangkai karkas merah gelap karena

adanya rentensi darah dan mungkin beberapa kehijauan/kebiruan.

Unggas yang mati akibat celup air panas sebelum penyembelihan sempurna

menampakkan merah lembam karena retensi darah. Sedangkan organ dalam

(seperti hati, usus) menampakkan kemerahan karena gumpalan darah dan

jaringan karkas bagian dalam berwarna merah jambu.

c. Disposisi: Seluruh karkas dan organ dipisahkan untuk dimusnahkan dengancara

dibakar(insenerasi).

8. Kontaminasi (cemaran)

a. Diskripsi disebabkan: bervariasi cemaran kimia dan/atau racun (toxin) umumnya

ditandai dengan perubahan atau kerusakan dan dagingnya tidak layak

dikonsumsi.

b. Gejala postmortem:

Ada kesulitan menetukan perubahan terhadap peristiwa kontaminasi yang baru

terjadi. Untuk kontaminasi oleh cairan empedu atau kotoran (feces) juru periksa

daging tidak dapat menentukan bahwa karkas, daging atau organ dalam tidak

layak dikonsumsi. Pencemaran yang berlangsung terkadang merusak jaringan

seperti terbakar atau berwarna kebiruan/atau hitam

c. Disposisi: Apabila karkas, daging dan/atau jeroan tercemar bahan kimiawi atau

racun maka seluruh karkas, daging dan organ dalam ditelusuri jumlah dan luas

kontaminasi. Karkas, daging dan/atau jeroan tercemar dipisahkan untuk

dimusnahkan dengan insenerasi

9. Pemanasan berlebihan (over scald)

a. Diskripsi disebabkan unggas yang akan dicabut bulunya termasak matang

karena suhu air panas tidak terkendali atau akibat peristiwa perebusan

berlebihan

b. Gejala postmortem:

Pada peristiwa perebusan yang berlebihan ditandai perubahan warna dan aroma

bau daging rebus.

c. Disposisi: karkas, daging dan organ unggas dipsahkan untuk peruntukan lain

selain untuk komersial konsumsi manusia.

10. Airsacculitis

a. Diskripsi disebabkan: sekelompok mikroorganisme dapat apatogen atau

pathogen dan/atau racun (toxin) yang menyebabkan perubahan peradangan

yang terkadang mengandung exudat

b. Gejala postmortem:

Radang akut kantung udara

Page 39: Pedoman Memperoleh Daging Segar

Radang kronis kantung udara

Akunulasi exudat pada kantung udara

Septicaemia atau toxemia.

c. Disposisi: Apabila tidak sistemik atau toxemia bagian karkas, daging dan organ

dalam yang tidak terpengaruh dipisahkan untuk diproses lebih lanjut. Bagian

yang abnormal dimusnahkan dengan insenerasi

11. Proses peradangan

a. Diskripsi disebabkan: bervariasi mikroorganisme pathogen dan/atau racun atau

oleh berbagai sebab dan umumnya berwarna kmerahan yang terkadang

bercampur exudat,

b. Gejala postmortem:

Akumulasi exudat di jaringan subkutan

Radang terbatas pada kulit

Luka-luka umumnya bagian dada depan

Terkadang menunjukkan gejala septicaemia atau toksik.

c. Disposisi: Apabila baian karkas, daging dan organ dalam menunjukkan gejala

septicaemia atau toxic, dipsahkan untuk dimusnahkan dengan insenerasi. Untuk

bagian karkas, daging atau organ dalam yang tidak terpengaruh dapat

dimanfaatkan sebagai produk layak konsumsi.

Sumber: WHO, 1986

Gambar22: Posisi tepat pemeriksaan karkas dan organ dalam ayam broiler.

BAB VII

Page 40: Pedoman Memperoleh Daging Segar

KONSEP HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT

(HACCP) PADA PEMERIKSAAN DAGING TERNAK

KONSUMSI

Khusus konsep HACCP dapat dirancang pada setiap RPHuntuk sebagai pengembangan

pengendalian keamanan dan kebersihan pangan asal hewan secara lebih efektif dan

efisien. Pengembangan konsep HACCP meliputi sebagai berikut:

a. Identifikasi bahaya kesehatan.

b. Menentukan tingkatan bahaya

c. Menetapkan batas titik kritis

d. Identifikasi pengawasan pada titik kritis

e. Rekomendasi pengawasan yang diperlukan

f. Membuat catatan

g. Verifikasi prosedur yang lebih efisien

h. Menguji konsep penjaminan yang dikerjakan.

Konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dikenalkan di industri pangan

dimulai pada tahun 1971 untuk menghasilkan pangan olahan yang bermutu.World

Health Organization (WHO) merekomendasikan sebagai konsep yang dapat digunakan

pada pemeriksaan keamanan daging dan mutu daging, khususnya pada pengawasan

salmonellosis. Hal ini juga digunakan untuk menurunkan tingkat pencemaran bakteri

selama pemotongan dan pengulitan serta menjamin melalui pengawasan pemeriksaan

daging ternak konsumsi.

Pemeriksaan keamanan daging dan kesehatan daging dilakukan untuk meyakinkan

bahwa daging dan produknya memenuhi kriteria aman dan layak dikonsumsi. Pada

prakteknya pemeriksaan daging telah mengalami perubahan bertahap lebih dari tiga

decade terakhir ini. Secara klasik prosedur pemeriksaan antemortem dan postmortem

hanya ditujukan untuk mengetahui adanya penyakit. Hal ini dilakukan melalui rasa (uji

organoleptik) seperti meraba, melihat (memeriksa dan observasi), membau (seperti bau

busuk gangrene) dan menjilat (hanya pada produk yang telah dimasak). Penyakit

tuberculosis sebagai prioritas utama dalam pengawasan di RPH. Pada saat ini

laboratorium pengujian telah banyak dikembangkan sebagai bagian kelengkapan di unit

usahaproduksi daging guna melakukan pengujian penyakit dan keamanan pangan asal

hewan.

Penurunan kejadian tuberculosis secara bertahap telah dilakukan dari berbagai Negara

produsen daging di luar negeri, dengan caramengembangkan metode peternakan,

mengurangi penggunaan obat hewan dan pestisida yang diduga merupakan penyebab

resistensi antimikroba, serta diduga pula merupakan salah satu masalah penyebab

timbulnya penyakit baru (new emerging). Saat ini telah diketahui bahwa ada hubungan

erat antara residu dengan kesehatan manusia yang tertular penyakit zoonosa pada

pencemaran pangan asal hewan. Ada kecenderungan umum pada laporan WHO, 2000

bahwa di seluruh dunia penyakit saluran pencernaan dalam priode lima tahun terakhir

terjadi peningkatan dua kali lipat menginfeksi manusia oleh Salmonella dan tiga kali

Page 41: Pedoman Memperoleh Daging Segar

lipat oleh Campylobacter. Bakteri lain yang menjadi perhatian pula pada pencemaran

makanan adalah Yersinia spp. dan Listeria spp.Ada hubungan secara simultan bahwa

penerapan HACCP memperpanjang masa kadaluarsa bagi produksi daging segar.

Semua saran pada penerapan pengawasan daging akan lebih menguntungkan dengan

memakai konsep HACCP walau sederhanamelalui pengawasan titik-titik kritis pada

kelompok bakteri atau organism pembusuk lainnya yang berpotensi mencemari karkas.

Pengawasan titik-titik kritis mampu mengidentifikasi pencemaran Salmonella ke daging

merah dan unggas.Proses produksi daging merah, pencemaran utama yang sering

terjadi di RPH adalah selama proses pengulitan dan pengeluaran jeroan. Ada pula

proses pencemaran yang terjadi selama pengangkutan, deboning. Paling efektif

pengawasan dilakukan pada saat akan dilakukan pendinginan secara bertahap (chiller).

Juru pemeriksa daging harus memastikan proses pengulitan dan pengeluaran jeroan

dilakukan dengan baik.

Pengawasan titik-titik kritis pada Rumah Potong Ayam pada umumnya dilakukan pada

saat pencabutan bulu (picking) dan pengeluaran jeroan (evisceration). Di Negara-negara

berkembang ketika proses produksi dilakukan secara tidak otomatis maka masih

diperlukan pengawasan melalui pendekatan kesehatan (hygienic) selama operasi

produksi berlangsung. Sedangkan pada unit usaha yang telah menerapkan teknologi

dengan menggunakan mesin pencabutan bulu dan pengeluaran jeroan secara otomatis

masih juga diperlukan tindakan sanitasi secara regular terutama pada ternak ayam yang

perolehan dari berbagai sumber.

Sumber :Food Hygiene, CAC, 1980

Gambar 23: Bagan alir yang menunjukan sumber pencemaran Samonella dan

penentuan titik-titik kritis (CCP) yang harus diawasi pada setiap proses produksi daging

merah.

Page 42: Pedoman Memperoleh Daging Segar

BAGAN ALIR PRODUKSI SEDERHANA

DAGING AYAM/UNGGAS DI RUMAH POTONG AYAM/UNGGAS

PENERIMAAN AYAM HIDUP

PEMERIKSAAN ANTEMORTEM

PEMINGSANAN DAN/ATAU PENYEMBELIHAN

PENCELUPAN KEDALAM AIR PANAS (SCALDING)

PENCABUTAN BULU, PENCUCIAN KARKAS

PENGELUARAN JEROAN

PEMERIKSAAN POSTMORTEM

PENCUCIAN DAN/ATAU PENDINGINAN KARKAS

SELEKSI, PENIMBANGAN,PENGEMASAN, PELABELAN

PENYIMPANAN DALAM RUANG PENDINGIN

PENGANGKUTAN DAN PEMASARAN

PENCEMARAN UTAMA

KEMUNGKINAN TERJADI PENCEMARAN

DAERAH KOTOR

DAERAH BERSIH

Page 43: Pedoman Memperoleh Daging Segar

Sumber : Food Hygiene, CAC, 1980

Gambar 24:Bagan alir produksi yang menunjukan sumber pencemaran Samonella dan

penentuan titik-titik kritis (CCP) yang harus diawasi pada setiap proses produksi daging

ayam.

Page 44: Pedoman Memperoleh Daging Segar

BAGAN ALIR PROSES PRODUKSI DAGING

DI RUMAH POTONG HEWAN

ISTIRAHAT

PEMERIKSAAN

ANTEMORTEM

PROSES PENYEMBELIHAN

PENERIMAAN HEWAN HIDUP

BABI SAPI/KERBAU ATAU

DOMBA, KAMBING

PELEPASAN KULIT

PENCELUPAN KEDALAM

AIR PANAS

PENGELUARAN JEROAN PENGEROKAN

PEMBELAHAN KARKAS PENGELUARAN JEROAN

PELAYUAN/PENIRISAN

N

PEMBELAHAN KARKAS

PEMBELAHAN KARKAS

PELEPASAN TULANG PELAYUAN/PENIRISAN

N

PEMBELAHAN KARKAS

PENGEMASAN

PENYIMPANAN (COLD

STORAGE

PELEPASAN TULANG

PENGEMASAN

PENYIMPANAN (COLD

STORAGE

PENGANGKUTAN

PEMERIKSAAN

POSTMORTEM

PENCEMARAN UTAMA

KEMUNGKINAN TERJADI PENCEMARAN

Page 45: Pedoman Memperoleh Daging Segar

BAB VIII

PEMISAHAN PRODUK DAGING YANG TIDAK AMAN DAN

TIDAK LAYAK DIKONSUMSI (CONDEMNED) DI RPH

Tujuan pengawasan bahan-bahan yang singkirkan akibat terduga rusak, abnormal

(seperti tubercle diduga TBC) dan tidak layak konsumsi (septicaemia, abses, dll) tidak

masuk rantai pangan.

Prinsip pemisahan ini melalui :

Identifikasi:

a. Bahan-bahan yaitu produk karkas, bagian karkas, organ yang telah diperiksa

dokter hewan yang berwenang di RPH dinyatakan tidak aman dan layak

dikonsumsi serta dipotong kecil-kecil dimasukkan dalam container khusus.

b. Kontainer harus ditandai dan/atau diberi label.

Bahan-bahan tidak aman dan tidak layak dikonsumsi:

a. Bahan-bahan tidak aman dan tidak layak dikonsumsi wajib dimusnahkan.

b. Pemusnahan bahan-bahan tersebut dibawah pengawasan dokter hewan

Dinas setempatyang berwenang

.

Pemisahan:

a. Untuk mencegah penyebaran penyakit zoonosa, agar dipisahkan bahan-

bahan berpenyakit dengan bahan rusak tidak diakibatkan penyakit zoonosa.

b. Tidak diperlukan pengawasan khusus, kecuali ada bahan yang berpenyakit

zoonosa.

Cegah pencemaran silang:

a. Cegah semaksimal mungkin kontaminasi silang dari bahan-bahan abnormal

kepada produk daging yang sudah lulus pemeriksaan.

b. Dilakukan pelabelan atau penandaan terghadap produk daging yang telah

lulus pemeriksaan.

Penghancuran produk dengan ditandai:

a. Pemberian warna dan/atau bau khusus terhadap produk daging yang akan

dimusnahkan.

b. Pemusnahan dengan menggunakan alat incinerator sebagai kelengkapan

RPH.

Dokumentasi:

Formulir yang digunakan untuk penghancuran atau pemusnahan dipisahkan

yaitu untuk keperluan:

a. Pemisahan hasil pemeriksaan antemortem

b. Pemisahan hasil pemeriksaan postmortem.

Page 46: Pedoman Memperoleh Daging Segar

BAB IX

PEMINGSANAN DARI ASPEK KESEJAHTERAAN HEWAN

Pemingsanan (stunning)

Pengaruh implementasi pemingsanan dalam urusan kesejahteraan hewan harus

dilakukan secara cepat, tepat dan tidak menyebabkan kerusakan atau luka pada ternak

konsumsi dapat ditoleransi sepanjang tidak melanggar dan menyebabkan rasa sakit

dan rasa nyeri. Untuk itu diperlukan kompetensi operator yang ahli dan trampil serta

trampil melakukan audit ketidaksesuaiaan.

Hal ini tidaklah mudah bagi juru sembelih ternak halal pemula di Indonesia yang mana

Indonesia tidak mengenal pemotongan non halal bagi yang dipersyaratkan. Pada

umumnya para operator stunning gun minim dan/atau tidak mempunyai ketrampilan

memingsankan, dan tidak memahami konsep audit terhadap ketidaksesuaian dari

proses hasil kegiatan pemingsanan, pemotongan melalui proses penandaan sebagai

cara penelusuran (trace back).

Untuk ternak babi pemingsanan direkomendasikan menggunakan arus listrik, agar tidak

menyiksa hingga menyebabkan kegaduhan. Priode ketidaksadaran dimulai pada saat

waktu pingsan terus diikuti dengan cepat proses pemotongan. Oleh karena itu apabila

akan digunakan proses stunning maka harus mempertimbangkan persyaratan sebagai

berikut:

1. Kondisi pingsan bagi ternak bersifat sementara

2. Peralatan yang digunakan tidak menyebabkankerusakan atau luka pada hewan

3. Peralatan yang digunakan tidak boleh membunuh atau terjadi kerusakan permanen

pada otak

4. Penggunaan arus listrik dalam tingkat voltage rendah yang digunakan pada unggas

dan babi yang volume pemotongannya sangat tinggi dapat dikendalikan sehingga

tidak menyebabkan ternak mati.

Captive Bolt Stunning

Stunning /stun-ning/ (stun´ing) loss of function, analogous to unconsciousness.

myocardial stunning temporarily impaired myocardial function,

resulting from a brief episode of ischemia and persisting for some period

afterward.

ELECTRICAL STUNNING

Gambar 23: Teknik dan sarana pemingsanan pada sapi, unggas dan babi

Page 47: Pedoman Memperoleh Daging Segar

Standar desentisasi (pemingsanan) ternak potong unggas.

Setiap pemotongan ternak yang mempergunakan metoda pemingsanan dalam rangka

mengurangi ruang gerak/penyiksaan ternak, maka harus memenuhi ketentuan fatwa

ulama berlaku. Dalam hal peminsanan ternak potong unggas menggunakan peralatan

elektronik, petugas harus meneliti dengan pasti bahwa peralatan elektronik tersebut

berkerja dengan normal, voltage terpasang antara 12-16 volts, dengan frekuensi kurang

dari 200 Hz dan kekuatan arus 100 mA. Unjuk kerja untuk memastikan keberhasilan

pemingsanan sebelum dilakukan secara massal, dapat dengan mencelupkan kepala

unggas pada air bermuatan arus listrik pada peralatan elektronik tersebut, apakah

ternak unggas dipastikan pingsan sesaat dan dapat bangun dalam waktu 2-4 menit.

Ayam/unggas digantung sebelum proses pemingsanan dilakukan selama kurang lebih 3

menit untuk mengistirahatkan, kemudian dipingsankan dengan stunner atau aliran air

bermuatan listrik selama 30 detik. Setelah yakin ayam/unggas pingsan segera

Page 48: Pedoman Memperoleh Daging Segar

dilakukan penyembelihan tanpa ditunda. Ayam/unggas yang disembelih dibagian tengah

batang leher, ditunggu 2-2,5 menit untuk menjamin pengeluaran darah sempurna.

Pengawasan selama proses beraksi dilakukan dengan cara memastikan satu-persatu

bahwa hasil pemingsanan, unggas tidak mati sebagai pesyaratan penyembelihan secara

ritual Islamik. Untuk memastikan tidak mati dapat diamati dan diraba bahwa pelpebra

mata tidak menutup sempurna dan gerak motorik alat gerak masih tampak bereaksi

ketiika disentuh atau diamati. Pengamatan ternak hasil peminsanan diperlukan dan

penting agar tercegah bangkai ikut terpotong, sehingga terjadi pencampuran antara

produk halal dan haram.

Kebanyakan pendapat ahli kesejahteraan hewan dunia barat mengatakan bahwa proses

kematian pada saat pemingsanan itulah memenuhi kaidah kesejahteraan hewan karena

ditinjau dari aspek hewannya tidak merasa sakit dan menderita. Hal ini berbeda dengan

konsep Islam bahwa memingsankan itu adalah meniadakan kesadaran sehingga proses

penderitaan saat disembelihtidak dirasakan. Dalamproses pemingsanan, darah ternak

akanbergerak mengumpul kearah pusat jantung, karena proses kejutan aliran

listrik.Selain itu apabila sadar, maka darah mengalir kembali keseluruh tubuh

ayam/unggas dan suhu badannya meningkat kembali. Disamping itu tujuannya untuk

memudahkan pengeluarannya secara sempurna melalui jantung dan pipa pembuluh

darah yang besar-besar, sehingga perolehan daging bersih dan sehat lebih sempurna.

Proses pemingsanan bersifat temporer, maka apabila sadar kembali, maka

ayam/unggas akan bergerak perlahan-lahan bangun seperti biasa..

Disamping itu seorang pejagal wajib mempunyai buku catatan harian sebagai alat

kendali dan pertanggungjawaban bagi pihak yang memerlukan, oleh karenanya seorang

juru sembelih selayaknya punya asisten.

Seorang jagal juga harus memahami konsep audit dan siap sebagai auditee. Hal ini

untuk memastikan bahwa jasa dan produk yang dihasilkan abash dan terjamin

mutunya. Kebanyakan juru sembelih berproses umumnya secara turun menurun dan

untuk memastikan bahwa jasa dan produk yang dihasilkannya hanya berbekal saling

percaya saja tanpa ada pembuktian yang absah. Oleh karena itu juru sembelih harus

trampil dan memenuhi persyaratan syari Islam.

Pada era globalisasi proses ketidak terbukaan (transparan) dan tidak ada perlakuan

yang sama proses(equal treatment) dalam penyembelihan ternak halal secara ritual

Islamik mulai dipertanyakan.Proses penyembelihan menurut syari Islam adalah sebagai

proses pertanggungjawaban kebaikan sesama mahluk Tuhan dan ketentraman bathin

sebagaimana diperintahkanNya untuk menyembelih atas Allah SWT, bukan tuhan-tuhan

yang lain.Oleh karena itu konsep tenaga juru sembelih ternak halal dan konsep

kehalalan produk ternak halal dikonsumsi versi Islam harus diperbaiki sesuai tujuan

syariah.

Page 49: Pedoman Memperoleh Daging Segar

Standar minimum kesejahteraan hewan di RPH

Untuk memfasiltasi akses perdagangan international pangan asal hewan pertimbangan

implementasi kesejahteran makin menjadi isu penting. Ada 5 (lima) dasar tuntutan

global pada implementasi kesejahteraan hewan dipersyaratkan menjelang pemotongan

di RPH, diluar unggas yaitu sebagai berikut:

1. Bebas haus, lapar, dan malnutrisi selama pengangkutan ke RPH

2. Dukungan perlindungan dan kenyamanan ternak selama diistirahatkan

3. Pencegahan atau tersedianya sarana diagnosa cepat dan pengobatan apabila ada

yang terluka atau sakit/infeksi di perjalanan jauh ke RPH

4. Bebas dari tekanan (stress) selama perjalanan atau istirahat di RPH

5. Mampu menampilkan perilaku normalnya ketika diistirahatkan.

Disamping itu ada 4 (empat) kode etik kesejahteraan hewan terkait fasilitas

pemotongan di RPH, yang diperlukan untuk dipenuhi, yaitu:

1. Kebutuhan fisiologi ternak

2. Rancang bangun, konstruksi dan pemeliharaan fasilitas RPH yang memadai

3. Kebebasan bergerak ternak potong di RPH

4. Proses pemingsanan dan penyembelihan ternak potong di RPH

Terkait isu tersebut dimana RPH harus didukung sarana air bersih dan pakan memadai,

serta fasilitas yang dapat melindungi dan tidak menyebabkan ternak terluka atau

menyebabkan kegaduhan ataupun stress.

Apabila menggunakan cara pemingsanan ternak sebelum disembelih, maka

dipersyaratkan hal-hal prinsip sebagai berikut:

1. Kondisi pingsan bersifat sementara

2. Peralatan pemingsanan tidak menyebabkan kerusakan atau luka pada tempurung

kepala.

3. Peralatan pemingsanan tidak menyebabkan ternak mati ataukerusakan otak

permanen

4. Peralatan pemingsanan elektronik pada babi atau unggas harus terkendali sesuai

standar berlaku.

Tanda-tanda proses pemingsanan berhasil sebagai berikut:

1. Terjadi proses ternak kolaps seketika

2. Pergerakan anggota tubuh ternak terhenti selama 10-15 detik

3. Gerakan pernafasan hilang seketika

4. Hilang reflek kornea mata seketika

5. Secara perlahan pupil mata membesar

6. Menurunnya aktifitas detak jantung

7. Apabila ternak tidak segera disembelih, akan bangun secara perlahan dalam waktu

tidak lebih dari 40 detik setelah pingsan.

Page 50: Pedoman Memperoleh Daging Segar

BAB X

KONSEP AUDIT INTERNAL

Audit dianggap sebagai suatu metode untuk meningkatkan perbaikan sistem secara

berkesinambungan dari RPH agar proses pemotongan hewan selalu terkendali dan

mampu telusur. Di kebanyakan RPH Indonesia penerapan audit masih, dianggap tidak

berbiaya mahal, kurangbermanfaat dan membuang waktu serta tidak ada pengaruh

signifikan terhadap proseskeuntungan bisnis. Akan tetapi di era globalisasi akan

menjadi prasyarat bisnis sebagai tuntutan kesehatan bagi konsumen cerdas dan gaya

hidup bagi orang berbisnis.

Antara keinginan maju dan kebiasaan buruk dipertahankan selalu menjadi pilihan.

Memang hidup adalah pilihan antara kebutuhan kebaikan untuk maju atau memilih

keinginan tetap seperti apa adanya untuk pembodohan konsumen. Dalam hal

menghadapi konsummen yang cerdas, maka diperlukan pendekatan pemotongan

ternak kearah kebaikan dalam sistim mampu telusur (traceability) dengan mengenalkan

konsep audit internal.

Dalam menjalankan audit diperlukan sumberdaya dan waktu tersendiri serta

kompetensi sumberdaya manusia yang handal. Oleh karena itu ulasan ini hanya

superficial dari konsep audit.

Ada 2 (dua) jenis audit yaitu audit kepatuhan dan audit manajemen. Terkait pedoman

ini lebih tepat dilakukan audit aspek keselamatan, keamanan dan mutu untuk

menghasilkan daging segar yang aman dan layak dikonsumsi manusia.

Tujuan dari audit ini adalah untuk memeriksa, menganalisa, mengatur dan

memverifikasi proses dalam arti tertentu. Proses ini diperiksa dengan tujuan melakukan

penyesuaian yang diperlukan untuk membawa ke tingkat kinerja yang dapat mencapai

tujuan yang dimaksudkan.

Dalam audit internal RPH adalah karyawan atau perwakilan unit usaha (RPH) yang

tengah diaudit oleh Tim audit internal. Oleh karena itu auditor harus memiliki wawasan

yang baik tentang karkas, daging dan organ dalam, proses pemeriksaan antemortem

dan postmortem, kebijakan RPH dan budaya organisasi tersebut. Hal ini dilakukan

sebagian jadwal audit yang sistematis yang dapat diterapkan secara keseluruhan atau

sebagian system, proses dan aktifitas di RPH.

Prinsip melakukan audit

Sejumlah prinsip yang membantu pelaksanaan suatu audit agar menjadi alat yang

efektif dan handal dalam mendukung manajemen kebijakan dan pengendalian.

Kepatuhan terhadap prinsip merupakan prasyarat untuk menyediakan kesimpulan yang

Page 51: Pedoman Memperoleh Daging Segar

relevan dan memadai serta untuk memfasilitasi auditor yang bekerja secara indepeden.

Prinsip-prinsip melakukan audit berdasarkan ISO 19011:2011 yaitu:

1. Intergritas

Dalam program audit internal terhadap produk yang dihasilkan oleh unit usaha

penyedia daging, seharusnya:

Melakukan tugas dengan jujur, teliti dan bertanggung jawab

Memahami dan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan persyaratan

standar minimal

Melakukan unjuk kerja kompetensi dalam melaksanakan kerja

Melaksanakan tugas tanpa memihak, yaitu tetap adil dan tidak bias dalam

tindakan.

Menyadari dampak yang akan mempengaruhi tugas audit.

2. Presentasi yang adil

Hasil temuan audit internal dan laporan audit harus jujur dan akurat mencerminkan

semua hal yang ditangani.

3. Kehati-hatian sesuai dengan profesionalisme

Tekun dalam penilaian, berhati-hati dan menjaga kepercayaan serta

mempertimbangkan dengan matang dalam semua situasi audit.

4. Kerahasiaan

Auditor harus bijaksana dalam menggunakan dan melindungi informasi selama

melaksanakan tugas yang tidak merugikan kepetingan yang teraudit.

5. Kemandirian

Ketidakberpihakan dan objektif serta tidak ada komplik kepentingan harus dijaga

selama audit.

6. Pendekatan berdasarkan bukti

Kesimpulan audit dengan menggunakan sampling yang sesuai merupakan bukti

yang tersedia

Praktek audit yang baik

Auditor harus mampu menerapkan prinsip-prinsip audit yang baik dengan cara antara

lain:

Page 52: Pedoman Memperoleh Daging Segar

Mampu menilai dan memperoleh bukti objektif yang adil

Tetap memegang teguh tujuan audit tanpa rasa ketakutan atau keberpihakan.

Menghormati kekhawatiran dan meyakinkan pemilik yang teraudit akan

manfaatnya

Melaksanakan proses audit tanpa menyimpang dari ruang lingkup

Memberikan dukungan dan perhatian untuk kemajuan yang teraudit.

Regulasi dan standar

Idealnya regulasi dan standar dapat membantu dalam penjaminan mutu karena

merupakan hasil kesepakatan minimal harus dilakukan untuk menghasilkan yang

terbaik termasuk menjaga keamanan konsumen dan upaya meningkatkan manajemen

yang baik bagi RPH.

Program audit

Program audit harus ditetapkan untuk melakukan efektifitas system manajemen RPH

yang teraudit. Program audit yang dalam keterbatasan sumberdaya dan waktu

ditetapkan misalnya:

Maksud dan tujuan audit

Cakupan atau ruang lingkup audit

Prosedur audit

Kriteria audit

Metode audit

Seleksi tim audit

Faktor yang akann mempengaruhi efektifitas audit

Kesimpulan audit sebelumnya bila ada

Sumberdaya yang dibutuhkan

Mengantisipasi dan memberikan solusi terhadap kemungkinan permasalahan social,

budaya dan kebiasaan setempat

Menjaga keamanan dan kerahasiaan informasi

Menjaga keselamatan dan kesehatan bersama.

Pelaksanaan program audit harus diukur dan dipantau agar tujuan audit dapat dicapai.

Mengidentifikasi peluang untuk perbaikan bukan mencari kesalahan namun

memastikan perbaikan berjalan berkesinambungan.

Page 53: Pedoman Memperoleh Daging Segar

BAB XI

DASAR-DASAR PENGENDALIAN MIKROORGANISME

Mikroorganisme dapat menyebabkan banyak bahaya dan kerusakan. Pengetahuan ini

perlu dipahami oleh petugas pemeriksa daging, yang dimaksudkan agar dapt mencegah

proses rekontaminasi terhadap produk ternak yang dihasilkan. Hal ini mampak dari

caramenginfeksi hewan dan manusia, menimbulkan penyakit yang berkisar dari infeksi

ringan sampai kepada kematian. Yang dimaksud pengendalian disini yaitu segala

kegiatan yang dapat menghambat, membasmi atau menyingkirkan mikrorganisme.

Mikrorganisme pun dapat mencemari makanan, dan dengan menimbulkan perubahan-

perubahan kimiawi di dalamnya, membuat produk pangan asal hewan tersebut tidak

layak dikonsumsi, atau bahkan beracun. Kerusakan yang ditimbulkan juga dapat

kerugian ekonomi yang diakibatkannya sangat besar

Gambar 24: akibat mikroorganisme melalui pangan menyebabkan orang sakit

Pentingnya pengendalian mikroorganisme.

Alasan utama untuk mengendalikan mikroorganisme dapat dirangkum sebagai berikut:

1. Mencegah penyebaran penyakit dan infeksi;

2. Membasmi organisme pada inang yang terinfeksi;

3. Mencegah proses pembusukan dan perusakan daging, sehingga masa kadaluarsa

lebih lama..

Mikroorganisme dapat disingkirkan, dihambat atau dibunuh dengan sarana atau proses

fisik, atau bahan kimia. Tersedia berbagai teknik dan saran yang bekerja menurut

berbagai macam cara yang berbeda-beda dan masing-masing mempunyai keterbatasan

sendiri-sendiri didalam penerapan prakteknya.

Suatu sarana fisik dapat diartikan sebagai keadaan atau sifat yang menyebabkan suatu

perubahan. Beberapa contoh sarana fisik yaitu suhu, tekanan, radiasi dan penyaringan.

Page 54: Pedoman Memperoleh Daging Segar

Suatu proses fisik yaitu suatu prosedur yang mengakibatkan perubahan, misalnya

sterilisasi, pembakaran dan sanitasi.

Suatu bahan kimia yaitu suatu substansi (padat, cair, atau gas) yang dicirikan oleh suatu

komposisi molekuler yang pasti menyebabkan terjadinya reaksi sebagai contoh adalah

senyawa fenolik, alkohol, klor, iodium, dan etilen oksida.

Pola dan laju kematian bakteri

Apabila satu tetes suspensi bakteri dimasukkan ke dalam botol berisi asam panas atau

ke dalam tempat pembakaran, maka semua bakteri itu dapat terbunuh seketika atau

setidak-tidaknya sedemikian cepat sehingga tidak terukur laju kematiannya. Namun

perlakuan tidak sedratis itu tidak akan membunuh semua sel pada saat yang sama,

melainkan sel-sel tersebut akan terbunuh dalam laju yang konstan.

Sel-sel dengan umur atau stadium fisiologis pertumbuhan yang berbeda-beda

menunjukkan perbedaan dalam kerentanan terhadap suatu bahan antimikrobia

Keadaan yang mempengaruhi kerja antimikrobial

Banyak faktor dan keadaan dapat mempengaruhi penghambatan atau pembasmian

mikroorganisme oleh bahan atau proses antimikrobial. Kesemuanya harus

dipertimbangkan bagi efektifitas penerapan pengendalian.

Kosentrasi atau intensitas zat antimikrobial

Peluang untuk mengenai sasaran sebanding tidak hanya tidak hanya terhadap jumlah

sasaran mikroorganisme yang ada, namun juga terhadap jumlah konsentrasi atau

intensitas zat antimikrobial yang diberikan. Makin banyakjumlah konsentrasi atau

intensitas zat antimikrobial yang diberikan dalam kurun waktu tertentu makin cepat

sasaran mikroorganisme yang terbunuh.

Gambar 25: Sanitasi tangan dengan sabun dapat mengurangi jumlah kuman yang ada

Page 55: Pedoman Memperoleh Daging Segar

Jumlah mikroorganisme

Makin lama kita menembak sasaran (jumlah mikroorganisme), makin banyak sasaran

yang terkenai; namun makin banyak sasaran yang ada, maka makin lama waktu yang

diperlukan mengenai semua sasaran, yaitu bila segala kondisi yang lain konstan. Artinya

diperlukan banyak waktu untuk membunuh populasi mikroorganisme. Apabila jumlah

mikroorganisme banyak, maka perlakuan harus diberikan lebih lama supaya kita cukup

yakin bahwa semua mikroorganisme tersebut mati.

Spesies mikroorganisme

Gambar 26: macam mikroorganisme penyebab penyakit asal makanan asal hewan

Spesies mikroorganisme menunjukkan kerentanan yang berbeda-beda terhadap saran

fisik dan bahan kimia. Telah diketahui bahwa banyak spesies pembentuk spora, sel

vegetatif yang sedang tumbuh lebih muda dibunuh dibandingkan dengan sporanya.

Sesungguhnya spora bakteri adalah paling resisten di antara semua mikroorganisme

hidup dalam hal kemampuan untuk bertahan pada keadaan fisik dan kimiawi yang

kurang baik.

Peran bahan organik

Adanya bahan organik asing dapat menurunkan dengan nyata keefektifan zat kimia

antimikrobial dengan cara menginaktifkan bahan-bahan tersebut atau melindungi

mikroorganisme dari padanya. Sebagai contoh, adanya bahan organic di dalam

campuran disinfektan mikroorganisme dapat mengakibatkan:

1. Penggabungan disinfektan dengan bahan organik membentuk produk yang tidak

bersifat mikrobisidal

2. Penggabungan disinfektan dengan bahan organikmenghasilkan suatu endapan,

sehingga disinfektan tidak mungkin lagi mengikat mikroorganisme

3. Akumulasi bahan organic pada permukaan sel mikroba, menjadi suat pelindung yang

akan mengganggu kontak antara disinfektan dan sel.

Dalam prraktek, apabila ada serum atau darah pada benda yang diberikan perlakuan

suatu zat antimikrobial, maka serum atau darah itu dapat menginaktifkan sebagian zat

tersebut.

Page 56: Pedoman Memperoleh Daging Segar

Kemasaman atau kebasaan (pH)

Mikroorganisme yang terdapat pada bahan dengan pH asam dapat dibasmi pada suhu

yang lebih rendah dan dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan

mikroorganisme yang sama di dalam lingkungan basa.

Cara kerja antimikrobial

Sangatlah bermanfaat untuk mengetahui bagaimana cara kerja zat antimikrobial dalam

menghambat atau mematikan mikroorganisme terutama dalam setelah peristiwa

pemisahan (condemned) terkait penyakit hewan menular dan zoonosis, serta disinfeksi

alat angkut yang tepat sesuai penyakit yang terjadi di RPH, agartidak terjadi pencemaran

silang.

Pengetahuan ini dapat juga membantu di dalam merencanakan pembuatan zat

antimikrobial baru yang lebih efektif.

Page 57: Pedoman Memperoleh Daging Segar

BAB X

REKOMENDASI PENILAIAN AKHIR ANTEMORTEM DAN POSTMORTEM

PADA SAPI, KAMBING/DOMBA, DAN BABI

PENYAKIT, KONDISI

PATOLOGI ATAU ABNORMAL

REKOMENDASI PENILAIAN AKHIR KARKAS RONGGA

PERUT PENYAKIT ATAU YANG

DIPENGARUHI LAIN-LAIN CATATAN

BAGIAN KARKAS

ORGAN

1. TEMUAN UMUM

1.1.Gejala Demam, Lemah & Umum Memperlihatkan adanya penyakit hewan menular akut.

T T ... … … Alternatif, K/D/…/…/…/…diketahui pada awal pem. Postmortem, disertai hasil lab, dimana penyebabnya tidak berbahaya bagi orang, tidak bakterimia, tidak ada penggunaan oabat atau bahan kimia; Pada antemortem, penyembelihan, postmortem tidak ada kelainan, tidak berbahaya bagi orang dan hewan; tidak sedang dalam pengobatan atau penyembuhan yang harus ditolak/afkir pada pem.antemortem

`1.2. Peningkatan suhiu atau lelah akibat stress, tanpa gejala penyakit akut

… … … … … Pemotongan ditunda dan pem.antemortem diulang setelah cukup istirahat

1.3. Gejala hampir mati, suhu subnormal, denyut melemah, rasa terganggu

T T … … … Dimusnahkan apabila ternak tidak dapat sembuh. Dinilai tunda dengan pem.ulang antemortem apabila gejala berkurang. I atau K, dan dilakukan pem. Lab. untuk mengurangi risiko

1.4. Kronis, anemia, cachecia, emasiasi, menjijikan, degenerasi organ dan oedema

T T … … … Tergantung kondisi pertimbangan ekonomi, L, I atau Kh; T apabila penyakit kronis; pem. Lab apabila dicurigai dalam pengobatan.

Page 58: Pedoman Memperoleh Daging Segar

1.5. Gejala penyakit akut protozoa, seperti Hiburea, anemia atau kelemahan

T T … … … Alternatif Kh/D/…/…/… kondisi lemah dan uji lab. residu obat dan/atau infeksi sekunder

1.6.Septicaemia, pyemia atau toxemia

T T … … … -

1.7. Bau, warna abnormal, dll

1.7.1.Penyakit akut atau kronis

T T … … … -

1.7.2.Sebab pakan (tepung ikan, dll)

I I I I I Pada beberapa kasus: T/T/…/…/…

1.7.3. Sebab pengobatan:

a) Akut T T … … … -

b) Local A A D D … Amati pengaruh waktu kerja obat dan uji lab; sebaiknya: T/T/…/…/…

1.7.4.Bau sexual I I … … … Alternatif A/A/…/…/…bila tidak direbus; L atau I bila konsumen suka. Alternatif Kh untuk konsumen yang tidak ingin bau; bau ringan alternative I/I…/…/…, bau kuat T/T/…/…./…

1.8. Bunting, baru beranak atau abortus

… … … … … Tahan pemotongan terhadap risiko kesehatan hewan dan kesehatan manusia. Rekomendasi dapat A, I, Kh atau T tergantung kondisi umum dan hasil uji lab. Selayaknya ternak dikirim ke RPH dalam waktu 10 hari setelah melahirkan atau abortus/keluron

1.9.fetus dan tidak berkembangnya neonatal

T T … … … Rekomendasi L

1.10. Pemotongan dibawah pengawasan atau potong darurat

1.10.1. kondisi perdarahan ,perubahan warna,

T T … … … -

Page 59: Pedoman Memperoleh Daging Segar

oedematous, dll

1.10.2.tiba-tiba kolaps tanpa penyakit dan gejala umum, atau perubahan patologi pada postmortem (seperti krisis cardiovascular)

T T … … … Alternatif Kh/Kh/…/…/… hasil uji lab tidak berpenyakit

1.10.3.Perdarahan cadaver setelah mati atau dipotong karena ternak menderita

T T … … … -

1.10.5.Potong darurat karena kecelakaan

I I … … … Alternatif A/A/…/…/…, tetapi untuk export T/T/…/…/…

1.10.5.Potong tanpa antemortem

a).karena kecelakaan

A A … … … Uji lab, tidak untuk export T/T/…/…/…apabila ada perdarahan

b).karena luka berat T T … … …

1.11. Ternak dipotong karena program pemberantasan penyakit atau kampanye kesehatan ternak bukan reactor, pem antemortem & postmortem sehat

L L … … … Alternatif Kh/Kh/…/…/…

1.12. Tidak ada rigor mortis pada karkas yang diperiksa

I D … … … Kecuali bila pem ditemukan sebab lain, rekomendasinya T atau Kh.

1.13.Ternak dibunuh untuk keperluan diagnostic atau mencegah penyebaran penyakit

T T … … …

2. DAFTAR TOPOGRAFI

2.1.Infeksi umbilicus sistemik

T T … … …

2.2.Penyakit syaraf

2.2.1.Encephalitis T T … … … Alternatif A/A/…/…/…

Page 60: Pedoman Memperoleh Daging Segar

dan meningitis akut

otak D bila hasil uji lab non infeksi (sun stroke)

2.2.2. Encephalitis, meningitis dengan sempoyongan, suhu normal serta tidak ada gejala komplikasi

A A D … Otak D Tdilakukan bila kronis

2.2.3.Abses otak

a).terdapat pyemia T T … … …

b).luka terlokalisir tanpa gejala

A A … … Otak D Otak perlu uji lab

2.2.4.Abnormal tingkah laku (gangguan rasa, dll)

a).Perdarahan tanpa gejala komplikasi

A A … … … Teliti catatan peternakan, dan uji lab untuk mengetahui penyebab keracunan atau penyakit yang mana kelak perlu disposisi T atau K

b).Disertai gejala lain atau keracunan

T T … … … -

2.3.Penyakit selaput jantung, jantung dan pembuluhnya

2.3.1.Pericarditis

a).Pericarditis akut, septicaemia dan disertai demam, akumulasi exudat, gangguan sirkulasi, perubahan degenerative dan bau abnormal

T T … … … -

b).Pericarditis subakut

Kh Kh D D … Uji lab, penyebab infeksi atau non infeksi

c).Pericarditis kronis tanpa komplikasi

A A D D … -

d). Pericarditis kronis traumatic

A A D D … Uji lab

2.3.2.Endocarditis

a). Endocarditis ulcerative dan verrucose, tanpa komplikasi

Kh Kh … D … Alternatif L pengganti Kh bila Kh tdk ekonomis, dg uji lab pathogen negative

Page 61: Pedoman Memperoleh Daging Segar

b).Cicatrix A A … D … -

c).Verrucose endocarditis tanpa luka paru-paru atau hati, infiltrasi, debilitas umum

T T … … … -

2.3.3. Luka jantung tidak menular (malformasi, dll)

A A … D … Dapat T, bila kronis

2.4.Penyakit sistim pernafasan

2.4.1.Sinusitis A A D … Kepala D

2.4.2.Pneumonia akut, broncopneumonia purulent, gangrene paru atau pneumonia nekrotik

T T … … … -

2.4.3.Pneumonia catarrhal

A A … D … Uji lab

2.4.4.Pleropneumonia babi

a).Dengan perubahan patologi

A A D D …

b).Gejala komplikasi lain

Kh Kh D D … Uji lab

2.4.5.Pneumonia subakut

Mesentericus

Mesentericus

Mesentericus

mesentericus

Mesentericus

Uji lab

2.4.6.Bronchopneumonia subakut

A Kh D D Paru-paru D Uji lab

2.4.7.Abses paru-paru

T T … … …

2.4.8.Bronchitis A A … D …

2.4.9.Brochopneumonia verminiosa

A A … D …

2.4.10.Atelectasis, emphysema, pigmentasi, perdarahan pernafasan atau ingesti benda asing

A A … D …

2.5.Penyakit pleura

2.5.1.Diffuse fibrinosa

T T … … … Alternatif T atau Kh tergantung hasil uji lab.

2.5.2.Adhesi jaringan fibrinous

A A D D … Tuberculosis lihat item 3.3.8

2.5.3.Suppurative atau gangrene pluritis

T T … … …

2.6.Penyakit lambung

Page 62: Pedoman Memperoleh Daging Segar

dan usus

2.6.1.Gastroenteritis Catarrhal akut

a).congesti kelenjar getah bening mesentericus

A A … D Usus D Alternatif T atau Kh tergantung hasil uji lab.

b).congesti mukosa dan kelenjar getah bening mesentericus, pembesaran limpa atau degenerasi

Kh Kh … Usus D

… Uji lab

2.6.2. Gastroenteritis Catarrhal kronis

A A … D Usus D Alternatif T atau Kh tergantung hasil uji lab.

2.6.3.Enteritis berdarah, atau septic, croupus, diphtric enteritis

T T … … … Alternatif Kh tergantung hasil uji lab.

2.6.4.Bloat atau impaksi lambung atau rumen

a).Kasus sedang A A … D … Alternatif I,T atau Kh tergantung hasil uji lab.

b).Kasus ringan A A … D …

2.6.6.Mesentericus emphysema babi

A A … D … -

2.7.Penyakit Peritonium

2.7.1.Peritonitis:

a).Akut , difusse, atau extensif

T T … … … -

b).Peritonitis fibrinous local

A A D D … -

2.7.2.Adhesi atau abses encapsulates local

A A D D … Bila Tubeculosis, beralku item 3.3.8

2.8.Penyakit hati

2.8.1.Telangectasis, bentukan kista, batu empedu

A A … D … Alternatif T tergantung kondisi umum dan hasil uji lab

2.8.2.Infiltrasi lemak A A … D …

2.8.3.Degenerasi hati A A … D …

2.8.4.keracunan, parasit atau penyakit non spesifik

A A … D … Tergantung kondisi umum dan hasil uji lab

2.8.5.Bungkul parasit hati

A A … D … D- hati diiris yang kena untuk dibuang (condemn)

Page 63: Pedoman Memperoleh Daging Segar

2.8.6.Nekrosis hati karena bakteri

Kh Kh … D …

2.8.7 Abses hati

a). embolik dengan infeksi umbical, abses pada limpa, dll

T T … … … -

b). Abses pada selaput hati

A A … D … =

2.8.8 Nekrosis military hati pada pedet

T T … … … -

2.9. Penyakit saluran kencing

2.9.1Batu ginjal, bentukan kista

A A … D … =

2.9.2 Radang ginjal (Nephritis)

a). berbau urine abnormal

T T … … … -

b).Nephritis kronis A A … D … Uji lab negative ochratoxin

2.9.3. Coline nephritis

T T … … … Alternatif Kh, subjek uji lab

2.9.4. Nepritis suppurative dan embolik

T T … … … Alternatif Kh, subjek uji lab

2.9.5.Pyelonephritis

a).Dengan uremia T T … … … -

b).tidak ada gejala sistemik

A A … D … =

2.9.6.Cystisis

a).bentukan exudative dengan demam, bau atau urenogeneous pyelonephritis

T T … … … -

b).tidak ada gejala sistemik

A A … D … =

2.9.7.Rupture kantung urine

a). urenogeneous peritonitis, bau urine, atau urinary cellulitis

T T … … … -

b).tidak ada gejala sistemik

A A D D … =

2.10.Penyakit kelamin betina dan penyebabnya

2.10.1.Radang uterus

a).Metritis akut T T … … … -

b).Metritis kronis A A … D … Subjek uji lab

2.10.2.Retensi placenta

Page 64: Pedoman Memperoleh Daging Segar

a).Tanpa gejala sistemik

A A … D … Subjek uji lab

b).Dengan sistemik dan demam

T T … … … -

2.10.3. Kelahiran disertai metritis akut, vaginitis atau disertai putrefikasi foetus

T T … … … -

2.10.4.Prolap uterus disertai demam atau peritonitis

T T … … … Apabila lulus pem.antemortem dan postmortem, A atau Kh. Subjek uji lab.

2.10.5.Terdapat sejumlah cairan dalam uterus

A A … D … Ternak tidak menunjukkan gejala umum

2.10.6.Hb uria puerperal pada sapi

A A D D … =

2.11. Penyakit kelamin jantan

2.11.1.Orchitis dan/atau epididimitis

A A … D … Dugaan Brucellosis dan Subjek uji lab

2.12.Penyakit ambing

2.12.1.Mastitis

a).Tanpa gejala sistemik

A A … D … -

b).Spetic, gangrenous atau dengan gejala sistemik

T T … … … -

2.12.2.Pigmentasi kelenjar ambing pada babi

A A D D … =

2.12.3. Oedema pada ambing

A A … D … =

2.13.Penyakit tulang, persendian dan selaput tendon

2.13.1. Fraktur

a). Tanpa komplikasi

A A D … … -

b). Penyakit atau disertai gejala umum

T T … … … -

2.13.2.Osteomyelitis

a).lokal A A … D … -

b).gangrenous, suppuratif atau disertai metatasis

T T … … … -

2.13.3.Deposit pigmen dalam tulang atau

A A D … … -

Page 65: Pedoman Memperoleh Daging Segar

periosteum

2.13.4.Arthritis dan/atau tendonitis

-

a).Tidak menular atau kronis, tanpa gejala sistemik.

A A D … … -

b).Menular akut (fibrinous purulent), seperti poliarthritis pada anak sapi

T T … … … A/A/D/…/…, subjek uji lab

2.13.5.calsifikasi presternal pada sapi

A A D … … -

2.13.6.Osteofluorosis A A D … … -

2.13. Penyakit otot

Tidak ada rigor mortis lihat 1.12

2.14.1.Deposit calcareous

A A D … … -

2.14.2.Myopathy degenerative aseptic seperti”white muscle disease”

A A D … … -

2.14.3.Abnormalitas lainnya dari otot

a).Pada babi (lemak tidak dipengaruhi) seperti”Porcine Stres Syndrome”,”Pale Soft Exudative(PSE)”,atau Dark, Firm Dry (DFD)”

A A I … … Punya dampak pada karkas D sebagai pengganti I, apabila luka sedang. Karkas D, bila luka meluas

b).Ternak lain seperti “Dark Cutting Beef”

A A I … … -

2.15.Penyakit kulit

2.15.1.Lesi atau Cellulitis

a).Granula baru A A D … … -

b).luka menular dan luka kulit mengelupas

(i).Tanpa gejala klinis

A A D … … -

(ii).Dengan gejala klinis seperti demam, atau metastasis atau sepsis

T T … … … -

Page 66: Pedoman Memperoleh Daging Segar

2.15.2.Luka memar

a).Lokal A A … … … -

b).Dampak perubahan secara umum atau sekunder di dalam karkas

T T … … … -

2.15.3. Terbakar

a).Lokal tanpa sistemik

A A D … … -

b).Dengan oedema meluas atau gejala sistemik disertai demam.

T T … … … -

2.15.4.Exzema dan dermatitis kronis pada babi

A A D … … -

2.15.5.Erytrema dan dermatitis akut (seperti Frostbite, Sunburn, korosi kimiawi, Photosensititasi).

a).Tanpa gejala sistemik

A A D … … -

b).Dengan demam T T … … … -

DAFTAR PENYEBAB

3.1.PARASIT

3.1.1.TRICHINELLOSIS

(T.spiralis) T T … … … Negata bebas tidak

perlu uji lab, termasuk perlindungan kesehatan masyarakat seperti perebusan, pendinginan, pembakaran daging dari ternak tertular.

3.1.2.CYSTICERCOSIS BOVIS

a).Infestasi berat T T … … … Infestasi meluas, wajib dilaporkan kepada penanggung jawab kesehatan hewan yang berwenang setempat. Alternatifnya dengan pemanasan mencapai 60 derajat celcius hingga ke pusat daging.

b).Infestasi sedang atau ringan

Kf Kf … … …

Page 67: Pedoman Memperoleh Daging Segar

3.1.3.CYSTICERCOSIS

CELLULOSE

a).Infestasi berat

b).Infestasi sedang atau ringan

3.1.4.CYSTICERCOSIS

OVIS

a).Infestasi berat T T … … …

b).Infestasi sedang atau ringan

Kf Kf … … …

3.1.5.CYSTICERCOSIS

TENUICOLLIS A A … D … Item1.4 tdk diperlukan

Bagian tertul Item1.4 tdk diperlukan ar disingkirkan

3.1.6.COENUROSIS

CEREBRALIS A A … D Otak D -

3.1.7.DISTOMATOSIS

a).Infestasi berat A A … D … Item1.4 tdk diperlukan

b).Infestasi sedang atau ringan

A A … D … D, bagian tertular disingkirkan. Terhadap sisa hati rekomendasinya I.

3.1.8.ENCHINOCOCCO

SIS (HYDATIDOSIS) A A D D … Item1.4 tdk diperlukan

3.1.9.STRONGILUS A A … D … Item1.4 tdk diperlukan

PULMONARY DAN GATROINTESTINAL

3.1.10.Luka karena parasit hati atau usus

A A … D Kepala D L dapat dipakai pengganti D, dimana dapat dikerjakan dengan mudah

3.1.11.Infestasi Oestrus ovis pada domba

A A … D …

3.1.13.Infestasi warble (hypodermosis)

A A D … … Item1.4 tdk diperlukan

3.1.14.Mange dan Scabies

a).Mange sarcoptic pada babi

(i).lokal dan tidak sistemik

A A D … … -

(ii).luka meluas atau ada sistemik

Kh Kh … … … Item1.4 tdk diperlukan

b).Scabies sporoptic pada domba

(i).tidak sistemik A A D … … -

(ii).luka kulit suppurative

T T … … … Alternatif Kh, subjek diuji bakterinya

3.2. PENYAKIT PROTOZOA

Catatan: Tidak semua penyakit protozoa, T

Page 68: Pedoman Memperoleh Daging Segar

atau Kh dipakai daripada A, dimana diketemukan gejala umum yang terdaftar dalam item 1.

3.2.1.TRIPANOSOMIASIS A A … D … -

3.2.2. BABESIOSIS A A … D … -

3.2.3.THEIILIREOSIS A A … D … -

3.2.4.TRICHOMONIASIS

(T.FOETUS) A A … D …

3.2.5.SARCOSPRODIO

SIS

a).Infestasi berat T T … … … -

b).Infestasi ringan A A D D … A hanya bagian tertular disingkirkan

3.2.6.TOXOPLASMOSIS

a).Serologis T T … … … =

b).Gejala klinis atau sistemik

A A … … … -

3.2.7.COCCIDIOSIS A A … … Usus D -

3.2.8.BESNOITOSIS

a).lokal dan tidak sistemik

A A D D … -

b).luka meluas atau ada sistemik

T T … … … -

3.3.PENYAKIT BAKTERI DAN PENYEBABNYA

3.3.1.ANTHRAX T T … … … -

3.3.2.BLACK LEG T T … … … -

3.3.3.BRAXY (Cl.septicum)

3.3.4.ENTEROTOXEMIA (desentri domba, Cl perfrigens)

T T … … … -

3.3.5.MALIGNANT OEDEMA (Cl.septicum)

T T … … … -

3.3.6.TETANUS (Cl.tetani)

T T … … … -

3.3.7.BOTULISM (Cl.botulism)

T T … … … -

3.3.8.TUBERCULOSIS Daging ternak penderita TBC dilarang diekspor

a). sapi dan kerbau

(i).kasus infeksi residual atau karena program pemberantasan

T T … … … -

(ii).selama stadium akhir pemberantasan

Page 69: Pedoman Memperoleh Daging Segar

dimana prevalensi rendah

Reaktor tanpa luka

Kh Kh … … Paru-paru, ambing D

Alternatif L atau A, tetapi dilarang untuk ekspor

Salah satu organ terkena dan tanpa luka military

Kh Kh … … Paru-paru, ambing D

Item1.4 tdk diperlukan. T apabila dimungkinkan secara ekonomi

Satu organ atau lebih organ tertular, atau terdapat luka military pada salah saatu organ

T T … … … -

(iii).selama stadium awal pemberantasan dan ditemui prevalensi tinggi di satu daerah

Reaktor tanpa luka

L L … D Paru-paru, ambing D

A disukai daripada I. Apabila L tidak ekonomis dilarang untuk perdagangan ekspor

Salah satu organ tertular, tanpa gejala umum atau baru menyebar melalui darah.

Kh Kh … D Paru-paru, ambing D

Item1.4 tdk diperlukan

Lebih dari satu organ tertular, tanpa gejala umum atau baru menyebar melalui darah.

Kh Kh … D Paru-paru, ambing D

Kecuali T, apabila dipertimbangkan lebih ekonomis atau Item1.4 dapat dipergunakan

Dengan gejala umum

T T … … … -

Gejala baru menyebar ke dalam darah

T T … … … -

b). Pada babi

(i).lokal tenggorokan atau kelenjar getah bening mesentercus (type bovine atau avian)

Kh Kh D D Usus D T bila ada program pemberantasaan TBC atau dalam stadium akhir penyakit. Alternatif Kh dengan pemanasan 77 derajat celcius.

(ii).type avian terbatas pada kelenjar

A A D … Kepala D

Page 70: Pedoman Memperoleh Daging Segar

submaxillaris

(iii).lukanya meluas pada kelenjar getah bening atau organ lain

T T … … … -

c).pada ruminansia kecil

T T … … … -

3.3.9.Johne’s disease (Paratuberculosis)

A A … D Usus dan penggantung

nya D

Item1.4 tdk diperlukan

3.3.10.Actinomycosis dan actinobaccilosis

a).Terbatas di kepala, atau terdapat luka ringan pada paru-paru

A A D D … Item1.4 tdk diperlukan

b).luka meluas pada paru-paru

T T … … … -

3.3.11.Salmonellosis T T … … … -

3.3.12. White scour, omphalophebitis, polyarthritis, dan septicaemia lain pada anak yang baru lahir

T T … … … -

3.3.13.Swine erysipelas

a).kondisi akut dengan erytrema, atau diffuse cutaneous dengan erytrema

T T … … … -T pada pemeriksaan antemortem dinilai bahaya, apabila dimungkinkan pemotongan ditunda untuk diobati dulu hingga sembuh

b).Arthritis kronis local, atau endocarditis local tanpa gejala sistemk

Kh Kh D D … Uji bakteriologi, T apabila meluas, atau apabila positif bakteri berbahaya. Lihat juga Item 2.3.2. Alternatif A dimungkinkan apabila dinilai tidak membahayakan kesehatan konsumen

c).luka cutaneous ringan

Kh Kh D … … Alternatif A dimungkinkan apabila dinilai tidak membahayakan konsumen

d).Komplikasi nekrosis arthritis,

T T … … …

Page 71: Pedoman Memperoleh Daging Segar

atau luka kulit, atau gejala sistemik

3.3.14. Listiriosis T T … … … Perkecualian diperlukan untuk mencegah penularan pada pekerja daging

3.3.15.Infeksi coryne bacterial pada kelenjar getah bening subamaxillaris pada babi

A A D D … -

3.3.16.Caseous lymphadenitis pada domba (corynebacterium ovis)

A A D D Paru-paru D -Kecuali apabila T atau Kh dibawah Item 1.4

3.3.17.Brucellosis

a).Pada sapi A A … D Ambing, alst kelamin, kelenjar getah

bening terkait D

-Apabila ada dugaan Brucella mellitensis: T atau Kh, tergantung tingkat prevalensi dan pertimbangan ekonomis; Ternak dipotong dalam rangka program pemberantasan: L lebih baik daripada A, bila pertimbangan ekonomiis, epidemiologis dan/atau pencegahan bahaya penularan penyakit

b).Pada babi T T … … … T bila tidak ekonomis, Kh dengan ketentuan kelenjar ambing, alat kelamin dan kelenjar getah bening terkait, dilakukan langkah D

c).Pada domba, kambing dan kerbau

T T … … … T bila tidak ekonomis, Kh dengan ketentuan kelenjar ambing, alat kelamin dan kelenjar getah bening terkait, dilakukan langkah D

3.3.18.Infectious ovine epidedemitis (B. ovis)

A A … D … =

3.3.19.Bovine

campylobacteriosis

A A … D … =

3.3.20.Pasteurellosis Kh Kh … D … Kecuali bila T kasus item 1.1 atau 1.4

Page 72: Pedoman Memperoleh Daging Segar

3.3.21.Haemorhagic septicaemia (pasteurella multocida type 6:B dan 6:E)

T T … … … Tidak diperkenankan dibawa ke RPH

3.3.22.Shipping fever

a).Stadium klinis T T … … … Bila mungkin pemotongan ditunda hingga sembuh

b).Penyembuhan A A … D … =

3.3.23.Atropic rhinitis

A A D … … D apabila ada kelainan tulang muka

3.3.24.Calf Diptheria (necrobaccilosis)

a).Umum T T … … … -

b).Lokal Kh Kh D D Kepala D

3.3.23.Foot rot pada domba

A A D … … Dibedakan dengan PMK (lihat item 3.4.1)

3.3.24.Dermathophillus

(Streptothricosis

dermathophilus

congolensis)

A A D … … Item 1.4 tidak diperlukan

3.3.25.Leptosiprosis

a).Akut T T … … … -

b).Kronis lokal A A … D Ginjal D

3.3.26.Contagious bovine pleuropneumonia (Mycoplasma mycoides subspecies mycoides SC (Bovine blottype)

A A … D Paru=paru dan

selaputnya D

-

3.3.27.Contagious

caprine pleuropneumona

(Mycoplasma sp F.38 blottype

A A … D Paru=paru dan

selaputnya D

-

3.3.28.Contagious agalactia pada kambing dan domba (Mycoplasma agalactia)

A A … D Ambing D -

3.3.29.Heartwater (crowdie ruminantium)

A A … … … Kecuali T atau Kh disebabkan item 1.1

3.3.30. Q fever (Coxiela burnetti)

Diperlukan pencegahan penularan pada pekerja RPH

a). Klinis penyakit T T … … … -Kh/D/…/Ambing D, bila T

Page 73: Pedoman Memperoleh Daging Segar

dipertimbangkan tidak ekonomis.

b).Serologis A A … … Ambing D -T atau Kh lebih disukai dan lebih ekonomis

3.3.31.Anaplasmosis

A A … D … Kecuali bila Item1.1, 1.4 atau 1.7 dipakai

3.4.PENYEBAB VIRUS

Vesicular dan Cacar

3.4.1. Penyakit Mulut dan Kuku

T T … … … ...

a).Pada Negara atau zone bebas

Hewan sakit dan kontak

… … … … … Tidak boleh dipotong di RPH

b).Pada Negara atau zone tertular

Penilaian terhadap perlindungan kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner; dengan perhatian khusus infeksi sekunder bacterial dan gejala umum (lihat Item 1.1,16, dan 3.3.11). Dilakukan tindak pengawasan secara kebijakan nasional

3.4.2.Vesicular stomatitis

A A D D …

3.4.3.Vesicular exanthema pada babi

T T … … … ...

3.4.4.Swine vesicular

Kh Kh D D Usus D T dan ditolak dari RPH untuk program pemberantasan. Apabila deferensial diagnose tidak dikonfirmasikan, dinilai sebagai PMK Item 3.4.1

3.4.5.Contagious pustular dermatitis (contagious ectyma/ Orf)

A A … D Kepala D Bila deferensial diagnose tidak dikonfirmasikan, dinilai sebagai PMK Item 3.4.1

3.4.6.Sheep pox/goat pox

a).Penyakit kiinis Kh Kh D D … Kecuali bila T dipakai Item 1.1; I bila Kh dinilai tidak ekonomis

b).Masa penyembuhan

A A D D … =

Page 74: Pedoman Memperoleh Daging Segar

3.4.7.Lumpy Skin Disease

Kh Kh D D … Kecuali bila T dipakai Item 1.1; I bila Kh dinilai tidak ekonomis

3.4.8.Cacar lainnya

a).Sapi A A D … Ambing D

b).Babi L L D … Kulit D I bila dinilai tidak ekonomis

PENYAKIT SAPI

3.4.9.Bovine malignant catarrh

I D … … … Item 1.1 tidak dipakai

3.4.10.Infectious bovine rhinotracheitis-IBR/IPV

A A … D … Item 1.1 tidak dipakai

3.4.11.Bovine virus diarrhea/Mucosal Disease

A A … D … Item 1.1 tidak dipakai

3.4.12.Bovine para-influenza

A A … D … Item 1.1 tidak dipakai

3.4.13.Bovine leucosis

a).luka maskrospis multiple

T T … … … ...

b).Reaktor saja A A … … … Tergantung tingkat prevalensi (Kh dipakai daripada A, bila dipertimbangkan lebih ekonomis)

3.4.14.Bovine Spongiform Encephalopathy/ BSE

T T … … … Sapi dengan gejala BSE harus dilakukan persyaratan ketat oleh Dokter Hewan berwenang. Uji Lab untuk kepastian diagnosa

MACAM-MACAM PENYAKIT PADA BABI

4.4.15. Clasical swine Fever (Hog Cholera)

a).Berpenyakit T T … … … Bila tidak ekonomis dpakai Kh (T dipakai dibawah Item1.1)_

b).hewan yang kontak

Kh D … … …

3.4.17.African Swine Fever (baik berpenyakit dan hewan kontak)

T T … … … Tidak boleh dipotong di RPH

3.4.18.Teschen Kh D … … Otak, spinal Kecuali apabila T/T

Page 75: Pedoman Memperoleh Daging Segar

disease cord, saluran

alimentarius D

dibawah item 1/.1 atau 1.3.

3.4.19.Aujeszky’s disease (Pseudorabies)

a).Berpenyakit Kh Kh D D Otak, spinal cord D

b).Reaktor T T … … … Termasuk hewan yang divaksinasi

3.4.20.Swine Influenza

A A … D Paru-paru D Kecuali apabila T atau Kh dipakai dibawah Item 1.1

MACAM-MACAM PENYAKIT RUMINANSIA YANG PENYEBABNYA MELALUI ARTHROPODA

3.4.21.Bluetongue

a). Dengan gejala klinis

T T … … … -

b).Reaktor saja A A … … …

3.4.22.Rift Valley Fever

a).Dengan gejala klinis

T T … … …

b).Reaktor saja A A … … Hati, darah D

Kecuali T atau Kh dipakai dibawah item 1.1

3.4.23.Louping ill A A … D … Kecuali T atau Kh dipakai dibawah item 1.1

3.4.24.Ephemeral Fever

A A … D … Pemotongan ditunda sampai suhu normal. Sebaliknya T atau Kh dipakai dibawah Item 1.1.

LAIN-LAIN PENYAKIT

3.4.25. Rabies T T … … … -

Ternak dipotong dalam waktu 48 jam setelah digigit.

A A D … … D: disekitar gigitan; perhatian risiko penularan pada pekerja. Alternatif pemotongan ditunda, dan dilakukan tindak isolasi/karantina agar dapat dikonfirmasi penyakitnya.

3.4.26.Japanese Encephalitis pada babi

L L D … Darah, otak medulla, alat kelamin: D

Kh bila dinilai lebih ekonomis, T pada kasus penyakit akut

Page 76: Pedoman Memperoleh Daging Segar

3.4.27.Scrapie

a).Dengan gejala klinis

T T … … … -

b).Hanya kontak, anak dan induknya

L L … … … T dipakai daripada L, bila dipertimbangkan tidak ekonomis.

3.4.28.Viral Leucosis (selain pada sapi)

a),Dengan luka makroskopik

T T … … …

b).Reaktor saja A A … … … Tergantung tingkat prevalensi (Kh dipakai daripada A, bila dipertimbangkan tidak ekonomis)

3.5. GEJALA-GEJALA TIDAK TERIDENTIFIKASI ATAU PENYEBAB TIDAK MENULAR LAINNYA.

3.5.1.Tick paralysis T T … … … I, atau Kh bila T tidak ekonomis

3.5.2.Tumor

a). Tumor jinak A A D D … D untuk bagian organ, bila telah menyebar sebaiknya D dikenakan pada seluruh organ.

b).Tumor ganas T T … … … Uji lab diperlukan untuk membedakan

c).kombinasi keduanya

T T … … … Uji lab diperlukan untuk membedakan

3.5.3.Gangguan metabolism, penyakit defisiensi, keracunan

a).Bovine Ketosis T T … … … Alternatif Kh/D atau I/D, subjek diuji lab. Lebih disukai ditunda pemotongan hingga sembuh

b).Pasturient paresis (hypocalcemia, dll)

T T … … … Alternatif Kh/D atau I/D, subjek diuji lab. Lebih disukai ditunda pemotongan hingga sembuh

c).Kekurangan mineral pakan

A A D … … Item 1.4 tidak diperlukan

d).Grass tetany (Hypomagnesemia)

T T … … … Alternatif Kh/D atau I/D, subjek diuji lab. Lebih disukai ditunda

Page 77: Pedoman Memperoleh Daging Segar

pemotongan hingga sembuh

e).Keracunan (akut atau kronis)

T T … … … Dipakai apabila hewan menunjukan gejala klinis atau tanda padaa pemeriksaan postmortem

f).Keracunan subakut atau kronis dengan perubahan sekunder (gastroenteritis, degenerasi organ,dll)- setelah klinis penyembuhan

A A D D … Subjek diuji lab untuk mengetahui/menghilangkan risiko residu

g).Ichterus (jaundice)

T T … … … -

(i).Haemoli\ytic T T … … … -

(ii).Toxic

(iii).Penyumbatan (ringan, ditunjukkan dalam waktu 24 jam)

A A … … Hati D Alternatif I pada kasus dimana A tidak dibenarkan

(iv).Penyumbatan sedang

A A … … … -

(v).Physiologcal (seperti pada anak yang baru lahir) atau karena fraktur,dll)

Apabila ada perubahan warna yang ditunjukkan dalam waktu 24 jam setelah dipotong

T T … … … Alternatifnya I pada kasus ringan dimana T tidak dibenarkan

Apabila perubahan warna terlihat setelah 24 jam

A A … … … -

h).Penyebaran melanosis pada sapi

i).Penyingkiran bagian tertular yang sudah tidak dimungkinkan

T T … … … -

ii).Penyingkiran bagian tertular yang dimungkinkan

A A D D … -

3.5.4. Residu T T … … … -

Page 78: Pedoman Memperoleh Daging Segar

pemberian anabolik

3.5.5.Residu diatas ambang batas Nasional ataupun internasional

T T … … … -

3.6. PENYAKIT JAMUR DAN KERACUNAN JAMUR

3.6.1.Ochrratoxicosis pada babi

T T … … … Pada penilaian ini ochratoxin tidak lebih dari 25 mg/kg dalam jaringan ginjal (uji lab dilihat darii sejarah kausus kronis abnormal pada babi dari sumber yang sama)

3.6.2.Alfatoxicosis A A … D Hati, ginjal, ambing:D

Penilaian ini alflatoxin tidak lebih dari 0,001 mg/kg (uji laboratorium dilihat dari sejarah kasus meningkat pada babi dari sumber yang sama)

3.6.3.Mycotoxicosis akut atau kronis teramati pada antemortem dan postmortem

T T … … … -

(sumber: FAO/WHO, 1993)

Keterangan:

Disetujui, layak dikonsumsi (simbul A);

Seluruh kulit, karkas, daging dan jeroan tidak layak dikonsumsi manusia (simbul T);

Sebagian karkas atau karkas tidak layak dikonsumsi (simbul D);

Layak dikonsumsi dengan bersyarat, dibagi 2:

a. “Kh”: direbus dengan temperature 90 derajat Celcius dan daging dipotong-potong kecil 10 cm

kubik;

b. “Kf” daging perlu dipanaskan atau didinginkan terlebih dahulu hingga terbunuh parasit yang

terdapat dalam daging;

Daging terdapat kerusakan sedikit, namun layak dikonsusmi (simbul I);

Disetujui, layak dikonsumsi dengan peredaran terbatas pada daerah tertentu, karena alas an

pencegahan penyebaran penyakit hewan menular (simbul L); dan

Tidak dapat digunakan (simbul …).

Page 79: Pedoman Memperoleh Daging Segar

BAB XI

PENGAMBILAN CONTOH PENGUJIAN

Daging adalah bahan yang cepat rusak (perishable), karenanya hasil pengujian

laboratorium sangat tergantung perencanaan dan pengambilan contoh, penanganan

contoh (pengiriman dan penyimpanan) dan persiapan contoh agar dalam persiapan

contoh lebih baik, sehingga maksud dan tujuan pengujian tidak sia-sia.

Pengambilan contoh daging harus dilakukan petugas pengambil contoh terlatih, dan

mempertimbangkan faktor-faktor hal sebagai berikut:

1. Perencanaaan

Dalam pengambilan contoh harus dilakukan secara cermat dan cepat dalam satu

batch (lot) dalam satu unit produksi atau dilakukan secara acak dalam satu lot,

yang dianggap dapat mewakili setiap lot.

.

Kebutuhan pengambilan contoh uji tergantung pada maksud dan tujuan

pengujian dari rekomendasi hasil penilaian akhir pemeriksaan antemortem

dan/atau postmortem oleh dokter hewan

2. Petugas pengambil contoh

Petugas pengambil contoh harus trampil dan memahami prosedur pengambilan

contoh, sesuai pedoman pengambilan bahan pengujian patologi atau mikrobilogi

dan pengujian residu kimiawi sesuai Pedoman BSN 503-2000

3. Tatacara pengambilan contoh

Dalam pengambilan contoh harus disiapkan kebutuhan peralatan sesuai

kebutuhan, seperti uji mikrobiologi dilakukan secara steril dan aspetik, serta

selalu segar dan disimpan pada suhu 2-4 derajat Celcius.

Contoh daging untuk tujuan mengetahui mikrobiologik, maka diambil dengan

cara:

a. menggunakan peralatan swab/ulas dengan cara diusapkan cotton bud steril

pada permukaan daging/cairan daging, darah dengan luasan 25 cm persegi

dan dimasukkan ke dalam tabung.

b. Tusuk (excision) menggunakan cock borer kedlama daging (2 mm dari

permukaan), dengan memperhitungkan luas permukaan dan jumlah larutan

pengencer, sehingga dipastikan jumlah mikroorganisme per cm persegi

c. Teknik mengiris kecil-kecil (incision Technique) dengan maksimum contoh 2

kilogram, dimasukkan dalam plastic steril dan ditambahkan pengencer steril

maksimal 9 kali berat contoh.

Penambahan pengawet hanya diperlukan untuk uji patologis. Untuk pengujian

patologis, pengambilan contoh dilakukan pada 2 (dua) macam contoh yaitu

pengambilan jaringan normal dan abnormal sebagai pembanding.

Page 80: Pedoman Memperoleh Daging Segar

Untuk pengujian patologis atau biologi pada ternak ayam/unggas dapat diambil

secara ayam utuh, baik masih hidup atau bangkai

Pengambilan contoh uji untuk mengetahui adanya parasit dalam daging (seperti

cyste, protozoa pada toxoplamosis) dapat mengiris secara utuh daging pada

tempat-tempattertentu (predeleksi)

4. Penanganan contoh

Pengambilan contoh yang telah disiapkan ditempatkan dalam wadah dengan

tutup pengaman, agar tidak terjadi kontaminasi yang tidak perlu. Pengirman

contoh ke laboratorium untyuk diuji, tersimpan dengan baik sesuai maksud dan

tujuan pengujian yang diperlukan. Berhati-hati penanganan contoh yang

dikatagorikan bahaya

5. Pemberian label

Pemberian label pada contoh yang diambil sangat penting sebagai informasi

kepada penguji untuk melakukan tugasnya. Pemberian label harus

menginformasikan paling kurang sebagai berikut:

o Nama atau Nomor contoh

o Deskripsi contoh (seperti species, ras, organ dalam, karkas, cairan, dll)

o Nama petugas pengambil contoh

o Tanggal pengambilan contoh dan jumlah contoh

o Nama dan alamat unit usaha/pemilik

o Keterangan batch/lot atau unit contoh

o Suhu pengiriman contoh saat pengiriman

o Keterangan uji yang diperlukan.

o Titik dan lokasi pengambilan contoh

6. Keselamatan kerja

Keselamatan kerja bagi petugas dalam menangani contoh bahan-bahan

berbahaya, maka sikap kerja hati-hati, teliti dan menggunakan alat pelindung diri

merupakan kewajiban petugas pengambil contoh yang baik.

7. Dokumentasi

Catatan pengambilan contoh dilakukan secara seksama dan teliti baik di label,

formulir yang diperlukan, dan buku agenda yang dimaksudkan agar tidak tertukar

dan terdata dengan baik sebagai bahan telusur jejak pengujian.

Page 81: Pedoman Memperoleh Daging Segar

TENTANG PENULIS

Penulis lahir di Medan, 2 Maret 1957, menyelesai studi Sekolah Dasar Negeri III,,

Sekolah Menegah Pertama Negeri II dan Sekolah Menengah Atas Negeri II (Paspal), di

Tanjungkarang, Provinsi Lampung dan menyelesaikan studi Dokter Hewan, FKH-UGM,

Yogyakarta 1983.

Riwayat Pekerjaan:

1979-1983 Asisten Dosen bidang Anatomi, FKH-UGM dan aktivis HMI FKH UGM

Bergabung dengan Direktorat Jenderal Peternakan pada akhir 1983 hingga saat ini

menjabat fungsional medic veteriner madya, pada Direktorat Kesehatan Masyarakat

Veteriner dan Pascapanen, dan sebelumnya pernah menduduki berbagai posisi jabatan

sebagai berikut:

Kepala Seksi Pengawasan Hewan, Bahan Asal Hewan, dan Hasil Bahan Asal Hewan,

Subdit Penolakan, Direktorat Kesehatan Hewan 1993-1995

Kepala Seksi Bahan Asal Hewan pada Subdit Perlindungan Hewan, Direktorat

Kesehatan Hewan 1995-1999

Kepala Seksi Produk Pangan Asal Hewani, Subdit Produk Pangan Hewani, Dit

Kesehatan Masyarakat Veteriner, 2000-2005

Kepala Subdit Pembina Pengujian Produk Hewan, 2006-2008

Kepala Subdit Produk Hewan Non Pangan,2008-2010

Kepala Subdit Sanitary dan Keamanan Produk Hewan, 2011-2012

Mengundurkan diri jabatan structural eselon III Direktorat Kesehatan Masyarakat

Veteriner dan Pascapanen, menjadi Jabatan Fungsional Medik Veteriner

padaDirektorat Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pascapanen Direktorat

Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Pengalaman kerja:

1982 pernah bekerja magang di RPH Kabluk, Semarang sebagai pemeriksa kesehatan

ternak potong dan melaksanakan program vaksinasi massal PMK Provinsi Jawa Tengah

di Kab.Semarang

1985-1993 ikut berperan aktif dalam Tim negosiasi zoo-sanitary di lingkup ASEAN, dan

Sosial-ekonomi (sosek) Malindo, dan masukan teknis kepada OIE

1985-1986 ikut memperjuangkan berdirinya 200 Poskeswan di seluruh Provinsi RI

Dana NAEP-pada Direktorat.Penyuluhan Peternakan, Ditjen Peternakan.

1986 insiasi Dokter Hewan dalam kelompok professional sebagai Tenaga Kesehatan

Dokter Hewan dengan masa pensiun umur 60 tahun bagi dokter hewan yang berwenang

di daerah dan UPTbersama Drh. Anwar Sholeh, Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit

Hewan

1987 pertama kali menjadi Inspektur Pemeriksa Kesehatan sapi bantuan ADB untuk

Kalimantan Timur, di Australia, kedua sap Banpres untuk NTT, pada tahun 1996

1983-1990 ikut berperan aktif dalam Tim pemberantasan Penyakit Mulut dan Kuku dan

Upaya Deklarasi Pembebasan PMK hingga diakui OIE, 1990

Page 82: Pedoman Memperoleh Daging Segar

1984 ikut berperan aktif Tim pemberantasan SE di Ujung Kulon bersama Dinas

Peternakan Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Pandeglang.

1983-1985 ikut aktif berperan Tim penanggulangan dan pemberantasan wabah

penyakit ND di P.Sulawesi, Jawa dan Bali.

1987-1988 ikut berperan aktif Tim pemberantasan dan pembebasan Rabies di

Wonogiri, Jateng dan Ngawi, Jatim

1989-1990 ikut berperan aktif Tim penanggulangan wabah penyakit Anthrax di Boyolali

dan Klaten, Jawa tengah

1992 ikut berperan aktif dalam pembahasan RUU tentang Karantina,Hewan, Ikan dan

Tumbuhan dan Persyaratan dan Pemasukan Daging dari Luar Negeri ke Indonesia

1993-1994 ikut berperan aktif dalam menetapkan protocol persyaratan teknis

kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner di lingkup ASEAN dan

pemasukan daging dan ternak sapi feeder steer dari Australia.

1994-1995 ikut inisiasi perlunya jabatan fungsional medik dan paramedik veteriner

beserta angka kreditnya bersama Drh.Tagor Harahap, Kepala Subdit Penolakan.

1995-1996 ikut Tim penyusun RPP tentang Karantina Hewan

1998 ikut menginisiasi berdirinya Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner pisah dari

Direktorat Kesehatan Hewan yang terbentuk pada tahun 1999 bersama Drh. Muchtar

Abdulah, Kepala Subdit Perlindungan Hewan

2001-2002 ikut menjadi saksi kepolisian dalam hal pemasukan illegal paha ayam

(Chicken Leg Quarter/CLQ)

1995-2000 ikut berbagai kegiatan negosiator persyaratan teknis kesehatan hewan dan

kesehatan masyarakat veteriner dan karantina hewan baik untuk ekspor dan impor

hewan dan produk hewan dari berbagai Negara EU (ekspor daging unggas, impor daging

sapi Irlandia), USA, Australia, Afrika Selatan dan beberapa Negara lain (impor burung

onta), China, Jepang (daging unggas), lingkup ASEAN dan Amerika Latin seperti

Argentina, Venezuela, Brazil dan Mexico terutama kulit

2006-2008 ikut aktif dalam penyusunan Standar Nasional Indonesia terkait ternak,

produk hewan dan pengujian serta peraturan perundangan (Permentan) bidang

pengawasan dan pengujian keamanan dan mutu produk hewan beserta SNI

laboratorium kesmavet.

2000-2012 ikut berperan aktif dalam berbagai negosiator aspek hambatan teknis SPS

dan TBT dari berbagai Negara anggota WTO yang berkepentingan dengan pasar

Indonesia maupun mendampingi untuk keperluan ekspor produk hewan

2002-2003 ikut dalam Tim Penanggulangan Pemasukan Hewan dan Produk Hewan

illegal, Deptan bekerjasama dengan aparat penegak hukum dan Badan Intelijen Negara

RI yang dikoordinator Ditjen P2HP, Deptan.

2002-2014 menjadi Tim Penillai Medik Veteriner Tingkat Pusat.

2009 ikut aktif memberikan masukan rancangan pemerintah pada DIM RUU tentang

Peterrnakan dan Kesehatan Hewan

2012 mengundurkan diri dari jabatan struktural ke jabatan fungsional medik veteriner di

Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pascapanen.

1990-2012 ikut berperan aktif sebagai auditor aspek kesehatan, keamanan dan

kehalalan Produk Hewan dan bahan biologic di di dalam negeri maupun di berbagai

Negara: USA, Australia, New Zealand, Irlandia, Thailand, Malaysia.

2012-2013 aktif pembahasan Standar Kerja Kompetensi Nasional Indonesia bidang

Paramedik dan Medik Veteriner.

Page 83: Pedoman Memperoleh Daging Segar

2010-2014 ikut aktif dalam pembahasan berbagai RUU maupun Permentan bidang

Peternakan dan Kesehatan Hewan, Pangan, serta Permendag tentang impor dan ekspor

hewan dan produk hewan.

2011-2012 berperan aktif negosiator masalah SPS dengan Negara Argentian, Brazil,

USA, EU, Australia, New Zealand.

Pengalamanan pendidikan dan pelatihan yang langsung terkait profesi veteriner sebagai

berikut:

- Dalam negeri:

1. Surveilans Epidemiologi, Depkes RI

2. Pengamat Wabah Penyakit Hewan Menular

3. Pengenalan Butchering, MLA, Australia

4. Analisis Risiko, OIE

5. Emergency Prepradness Outbreak of Animal Diseases, DPIF, MAFF, Australia,

di Jakarta.

6. Reproduksi dan Kesehatan Ternak

7. Auditor HACCP disponsori USDA

8. Regulasi dan implemetasi SPS-WTO disponsori OIE dan WTO di Jakarta

9. Pelatihan Auditor, NATA, Australia di Jakarta, 2012

10. Penyegaran Auditor, NATA, Australia di Bandung, 2014

- Luar Negeri:

1. Meningkatkan Kemampuan Manajemen Kesehatan Hewan,di Germany

2. Risk Analysis, SPS-WTO, Bangkok, Thailand

3. Studi komparatif pengujian residu kimiawi dan cemaran mikroba, di Malaysia

4. Pengujian Teknis Residu Kimiawi, di Univ Kedokteran Hewan, Nantes,

Perancis.

5. Keamanan produk peternakan, Korea Selatan, 2012

Tanda jasa yang diperoleh:

1. Tanda Kehormatan Satyalencana Karya Syatia, 10 tahun dari Presiden RI: BJ

Habibie.

2. Tanda Kehormatan Satyalencana Karya Syatia, 20 tahun dari Presiden RI:

Bambang Susilo Yudhoyono

Berbagai kegiatan jenis seminar dan narasumber di bidang peternakan, kesehatan

hewan, kesehatan masyarakat veteriner dan karantina hewan baik di dalam negeri

maupun di luar negeri yang pernah diikuti penulis yang tidak bisa disebutkan disini.

Semoga dengan adanya tulisan ini dapat bermanfaat bagi para juru pemeriksa ternak

potong dan daging, sebagai bahan pengetahuan, pengajaran dan pelatihan ketrampilan,

serta bahan uji kompentensi standar kerja Nasional Indonesia.

Page 84: Pedoman Memperoleh Daging Segar

Bahan-Bahan Pustaka:

1. Anonimous, FSIS PHIS Directive., USDA, Antemortem Livestock Inspection, 2011.

2. Anonimous, Meat and Meat Products, Codex Alimentarius Volume Ten. Joint

FAO/WHO. Food Standard. Codex Alimentarius Commission, 1993.

3. Anonimous, Poultry Meat and Poultry Products Inspection, VPH Division.

Department of Livestock Development. Ministry of Agriculture, Thailand. 1992.

4. AA Ressang, Patologi Chusus Veteriner, 1963

5. Anonimous, Specimen Veteriner. Bullletin Epidemiologi Veteriner. Direktorat

Kesehatan Hewan. No.45-III/1985.

6. Anonimous, Manual Standard for Diagnostic Test and Vaccine, OIE. 1992

7. Anonimous, International Seminar of Animal Health and Production Services For

Village Livestock. Proceeding. Kon Kaen. Thailand.1989.

8. Anonimous, Meat Safety Quality Assurance System.- MSQA. For Fresh Meat,

Second Edition. AQIS, Canberra. Australia. 1990.

9. Howard D Dunne and Allen D Lenea. Diseases of Swine. Fourth Edition. The Iowa

State Univercity Press. Ames, Iowa, USA, 1978

10. JAAM Buijttel, RBM Huirnee, AA Dijkhuizen, JA Renkema and JPTM. Noordhuizen.

Basic Framework for the Economic Evaluation of Animal Heaalth Control

Programmes. Rev.Sci.tech. Off. Int Epiz.,Vol.15, No.3, Sept.1996

11. Michael J Palazo, Jr and E Os Chan. Basic of Microbilogy. Mc Graw-Hill Book

Company, 1986.

12. Mozes R. Toelihere. Ilmu Kebidanan pada Terank Sapi dan Kerbau. UI Press.

1985.

13. Neil V Anderson. Veterinary Gastro Enterology. Lea Febriger. Philadelphia,

USA.1980

14. Otto H Siegmund, cs, A Hand book of Diagnosis and Therapy for Veterinarian. The

Merck Veterinary Manual, 1979.

15. RA Lawrie. Meat Science. Univercity of Nothingham, Cambridge. Pergamon Press.

London.1968.

16. Robert Lehane. Beating The Odds. In Big Country. The Eradication of Bovine

Brucellosis and Tuberculosis, Australia, 1996

17. SC Hataway, Risk Analysis and Meat Hygiene. Revue Scientifique Et Technique.

Vol.12 No.16. OIE.1993

18. Soewarno T. Soekarto. Dasar-Dasar Pengawas dan Standardisasi Mutu Pangan.

Ditjen Dikti. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.1990