pedoman amp 2010 (draft revisi 20100531)

95
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Saat ini status kesehatan ibu dan anak di Indonesia masih jauh dari harapan, ditandai dengan masih tingginya angka kematian ibu (AKI) yaitu 228 per 100,000 kelahiran hidup (SDKI, 2007). Meskipun telah mengalami penurunan jika dibandingkan pada tahun 2002-2003 yaitu 307 per 100.000 KLH, angka ini masih merupakan angka tertinggi jika dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia (62), Srilanka (58), and Philipina (230). Kondisi Angka Kematian Bayi (AKB) tidak jauh berbeda, saat ini kematian bayi sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup (SDKI, 2007) dan terjadi stagnasi penurunan bila kita bandingkan dengan SDKI 2003 (35 per 1000 kelahiran hidup).AKB di Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN, yaitu Singapura (3 per 1.000), Brunei Darussalam (8 per 1.000), Malaysia (10 per 1.000), Vietnam (18 per 1.000), dan Thailand (20 per 1.000). Angka kematian ibu di Indonesia tahun 1986 adalah 450 per 100.000 kelahiran hidup dan menurun menjadi 334 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997, dan 307 per 100.000 kelahiran hidup di tahun 2003, sedangkan data terakhir pada tahun 2007 menunjukkan angka 228 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI2007). Angka tersebut menunjukkan bahwa penurunan angka kematian ibu di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan untuk dapat 1

Upload: zahwa-dhiyana

Post on 19-Oct-2015

1.138 views

Category:

Documents


36 download

DESCRIPTION

pedoman

TRANSCRIPT

Pedoman AMP 2010 (draft)

BAB IPENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Saat ini status kesehatan ibu dan anak di Indonesia masih jauh dari harapan, ditandai dengan masih tingginya angka kematian ibu (AKI) yaitu 228 per 100,000 kelahiran hidup (SDKI, 2007). Meskipun telah mengalami penurunan jika dibandingkan pada tahun 2002-2003 yaitu 307 per 100.000 KLH, angka ini masih merupakan angka tertinggi jika dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia (62), Srilanka (58), and Philipina (230). Kondisi Angka Kematian Bayi (AKB) tidak jauh berbeda, saat ini kematian bayi sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup (SDKI, 2007) dan terjadi stagnasi penurunan bila kita bandingkan dengan SDKI 2003 (35 per 1000 kelahiran hidup).AKB di Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN, yaitu Singapura (3 per 1.000), BruneiDarussalam (8 per 1.000), Malaysia (10 per 1.000), Vietnam (18 per 1.000), dan Thailand (20 per 1.000).Angka kematian ibu di Indonesia tahun 1986 adalah 450 per 100.000 kelahiran hidup dan menurun menjadi 334 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997, dan 307 per 100.000 kelahiran hidup di tahun 2003, sedangkan data terakhir pada tahun 2007 menunjukkan angka 228 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI2007). Angka tersebut menunjukkan bahwa penurunan angka kematian ibu di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan untuk dapat mencapai target MDG, yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup di tahun 2015. Jika tidak dilakukan intervensi yang signifikan dan efektif, maka target tesebut sulit untuk dicapai karena proyeksi BPS berdasarkan kecenderungan penurunan diatas, angka kematian ibu di Indonesia hanya akan turun sampai 163 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 (BPS, 2007).

Untuk menurunkan angka kematian ibu, salah satu faktor utama adalah mengatasi komplikasi persalinan. Diperkirakan bahwa dari sekitar 529.000 kematian ibu, sekitar 9,5 juta wanita mengalami kesakitan yang berhubungan dengan kehamilan dan 1,4 juta mengalami nyaris mati (near-miss) (Filippi, dkk., 2007). SDKI tahun 2007 menunjukkan bahwa sekitar 37% ibu mengalami persalinan tak maju ketika proses persalinan, 17% mengalami ketuban pecah dini (KPD) 6 jam sebelum melahirkan, dan 9% mengalami perdarahan hebat. Komplikasi lain yang tercatat adalah demam dan cairan vagina berbau (7%) dan kejang (2%). Sementara itu, komplikasi yang tercatat selama kehamilan, sekitar 10,6% ibu didiagnosis memiliki komplikasi. Diantara mereka, 3% mengalami perdarahan hebat dan 2% ibu mengalami persalinan pre-term. Komplikasi lain yang dilaporkan dalam laporan SDKI tersebut adalah demam, sungsang, kejang, lemah, bengkak, hipertensi dan sakit kepala.Angka kematian neonatal di Indonesia menunjukkan kecenderungan penurunan yang sangat lambat dalam kurun waktu 10 tahun bila dibandingkan dengan angka kematian bayi dan Balita. AKN pada tahun 1997 sebesar 26 per 1000 kelahiran hidup menurun menjadi 20 per 1000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003) dan 19 per 1000 kelahiran hidup sesuai hasil SDKI 2007. Perhatian terhadap upaya penurunan angka kematian neonatal menjadi penting karena kematian neonatal memberikan kontribusi terhadap 56% kematian bayi (SDKI,2007). Untuk mencapai target penurunan AKB pada MDG 2015 yaitu sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup maka peningkatan akses dan kualitas pelayanan bagi bayi baru lahir (neonatal) menjadi prioritas utama. Dari data tersebut juga terlihat kesenjangan yang cukup besar antar provinsi. AKB dan AKN tertinggi di provinsi Sulawesi Barat (74 dan 46/1.000) dan NTB (72 dan 34/1.000) yang mencapai 2 - 3 kali lipat dari AKB di Provinsi Yogyakarta (19 dan 15/1.000) (SDKI 2007).Hasil Riskesdas 2007 menunjukkan 78,5% dari kematian neonatal ini terjadi pada umur 0-6 hari. Dari data tersebut juga terlihat masih rendahnya cakupan pemeriksaan neonatus. 57,6% neonatus diperiksa oleh tenaga kesehatan dalam minggu pertama setelah kelahirannya dan hanya 33,5% neonatus umur 8-28 hari yang diperiksa. Penyebab kematian terbesar berdasarkan Riskesdas 2007 untuk umur 0-6 hari adalah gangguan pernapasan/asfiksia (35,9%) dan prematuritas dan bayi berat lahir rendah (32,4%) dan sepsis (12%); umur 7-28 hari adalah sepsis (20,5%), kelainan kongenital (18,1%), pneumonia 15,4 %, prematuritas dan BBLR (12,8%) dan RDS (12,8%).

Hampir sama dengan angka kematian ibu, angka kematian neonatal di Indonesia ini juga masih menunjukkan adanya masalah akses dan kualitas pelayanan kesehatan yang serius. Masalah kesehatan neonatal selain sangat terkait dengan kondisi saat ibu hamil dan bersalin tetapi juga penyakit dan masalah kesehatan yang dialami bayi setelah lahir yang menyangkut perawatan bayi baru lahir.

Terdapat tiga jenis area intervensi yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan ibu dan neonatal yaitu melalui: (1) peningkatan pelayanan antenatal yang mampu mendeteksi dan menangani kasus risiko tinggi secara memadai, (2) pertolongan persalinan yang bersih dan aman oleh tenaga kesehatan terampil, pelayanan pasca persalinan dan kelahiran, serta (3) pelayanan emergensi kebidanan dan neonatal dasar (PONED) dan komprehensif (PONEK) yang dapat dijangkau.

Beberapa program penurunan AKI dan AKN di Indonesia telah dilakukan melalui kebijakan Making Pregnancy Safer (MPS). Salah satunya adalah dengan meningkatkan mutu dan menjaga kesinambungan pelayanan kesehatan ibu serta neonatal di tingkat pelayanan dasar dan pelayanan rujukan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengembangkan konsep Audit Maternal Perinatal/Neonatal (AMP) tingkat Kabupaten/Kota. Ruang lingkup AMP yang dikembangkan dalam pedoman ini mencakup audit untuk ibu, bayi pada masa perinatal, hingga neonatal.

AMP dapat dimanfaatkan untuk menggali permasalahan yang berperan atas kejadian morbiditas maupun mortalitas yang berakar pada pasien/ keluarga, petugas kesehatan, manajemen pelayanan, serta kebijakan pelayanan. Melalui kegiatan ini diharapkan para pengelola program KIA di Kabupaten/Kota dan para pemberi pelayanan di tingkat pelayanan dasar (puskesmas dan jajarannya) dan di tingkat pelayanan rujukan (RS Kabupaten/Kota) dapat menetapkan prioritas untuk mengatasi faktor-faktor yang berpengaruh tersebut.

Data dari AMP di tingkat Kabupaten/Kota diharapkan akan dapat digunakan untuk proses audit di tingkat provinsi untuk menghasilkan kebijakan tingkat tinggi melalui mekanisme Confidential Enquiries into Maternal (&Neonatal) Deaths (CEMD). Pada tingkat ini, dapat dilibatkan pakar dari berbagai macam bidang (misalnya terkait transportasi, dan lain-lain) untuk menghasilkan intervensi yang berbasis bukti dan diharapkan dapat memperbaiki kualitas pelayanan maternal dan Perinatal/Neonatal. Dalam kaitannya dengan kegiatan CEMD di tingkat provinsi, Dinas Kesehatan Provinsi berkepentingan untuk mengumpulkan data AMP dari seluruh Kabupaten/Kota di wilayahnya. Selain itu, Dinas Kesehatan Provinsi diharapkan dapat memfasilitasi kegiatan AMP di Kabupaten/Kota dalam hal bila terjadi kematian lintas batas dan menyediakan pengkaji eksternal bagi Kabupaten/Kota yang memerlukannya.

2. Tujuan Audit Maternal Perinatal/Neonatal Kabupaten

2.1. Tujuan Umum

Tujuan umum Audit Maternal Perinatal/Neonatal Kabupaten/Kota adalah untuk menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan KIA di tingkat Kabupaten/Kota, provinsi, dan nasional melalui upaya penerapan tata kelola kinik yang baik (clinical governance) dalam rangka mempercepat penurunan angka kematian ibu dan angka kematian Perinatal/Neonatal. 2.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus Audit Maternal Perinatal/Neonatal Kabupaten/Kota adalah:

2.2.1 Menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus kebidanan dan Perinatal/Neonatal secara teratur dan berkesinambungan dalam wilayah Kabupaten/Kota.2.2.2 Mengidentifikasi penyebab kematian dan mengkaji faktor-faktor penyebab kematian ibu dan Perinatal/Neonatal yang dapat dicegah yang meliputi:a. Penyebab yang berhubungan dengan pasien/ keluarga, seperti: situasi pribadi, keluarga, lingkungan (komunitas), termasuk masalah sosial ekonomi,dan perilaku pasien. b. Penyebab yang berhubungan dengan petugas kesehatan. c. Penyebab yang berhubungan dengan manajemen pelayanan kesehatan. d. Penyebab yang berhubungan dengan kebijakan pelayanan kesehatan.2.2.3 Mengembangkan mekanisme pembelajaran, pembinaan, pelaporan, dan perencanaan yang terpadu antara dinas kesehatan Kabupaten/Kota, RS pemerintah dan swasta, puskesmas, RB, BPS, organisasi profesi, dan lintas sektoral.2.2.4 Menentukan rekomendasi, intervensi, strategi pembelajaran, dan pembinaan bagi masing-masing pihak terkait dalam upaya mengatasi masalah-masalah yang ditemukan dalam pembahasan kasus.2.2.5 Mengembangkan mekanisme pemantuan, evaluasi, dan pengembangan terhadap rekomendasi yang disepakati.2.2.6 Memperoleh kesepakatan pemecahan masalah yang paling sesuai diterapkan di masing-masing wilayah Kabupaten/Kota atas penyebab timbulnya morbiditas atau mortalitas ibu, perinatal, maupun neonatal.3. Batasan

3.1. Audit Maternal Perinatal/Neonatal Tingkat Kabupaten/KotaPengertian Audit Maternal Perinatal/Neonatal tingkat Kabupaten/Kota adalah serangkaian kegiatan penelusuran sebab kematian atau kesakitan ibu, perinatal, dan neonatal guna mencegah kesakitan atau kematian serupa di masa yang akan datang. Analisis pemberian pelayanan atas suatu kejadian kesakitan atau kematian tersebut dilakukan secara sistematik dan anonim oleh para pengkaji yang berasal baik dari dalam maupun luar wilayah Kabupaten/Kota setempat. Prinsipnya adalah bagaimana setiap kejadian kesakitan atau kematian ibu, perinatal, dan neonatal dapat dijadikan pembelajaran bukan saja oleh para pihak yang terkait langsung atas kematian atau kesakitan, tetapi juga oleh para pihak yang kebetulan tidak sedang terlibat dalam pelayanannya. Pembelajaran tersebut dikelola oleh suatu Tim Manajemen AMP Kabupaten/Kota. Untuk membuat para pihak terkait bersedia secara sukarela memberikan informasi yang sebenar-benarnya atas suatu kejadian kesakitan atau kematian untuk keperluan pembelajaran, maka kerahasiaan seluruh identitas para pihak tersebut dijaga dalam tanggung jawab Tim Manajemen AMP Kabupaten/Kota melalui mekanisme anonimasi. Bentuk pembinaan kepada para pihak terkait tersebut dalam bentuk memberikan umpan balik berisi rekomendasi tentang praktek terbaik yang diharapkan dapat dilakukan guna mencegah kejadian serupa di masa datang.

Audit terhadap kesakitan ibu dan Perinatal/Neonatal juga dapat dilakukan terhadap kasus- kasus nyaris mati (near-miss) akan tetapi untuk sementara audit terhadap near miss ini belum dapat dilaksanakan secara nasional mengingat penentuan near-miss memerlukan kriteria yang masih sulit untuk disepakati secara nasional.Dengan demikian, kegiatan audit ini berorientasi pada peningkatan kualitas pelayanan dengan pendekatan pemecahan masalah. Dalam kaitannya dengan pembelajaran dan pembinaan, ruang lingkup wilayah dibatasi pada Kabupaten/Kota sebagai unit efektif yang mempunyai kemampuan pelayanan obstetrik-Perinatal/Neonatal dan didukung oleh pelayanan KIA sampai ke tingkat masyarakat.3.2. Kematian MaternalKematian maternal adalah kasus kematian perempuan yang diakibatkan oleh proses yang berhubungan dengan kehamilan (termasuk hamil ektopik), persalinan, abortus (termasuk abortus mola), dan masa dalam kurun waktu 42 hari setelah berakhirnya kehamilan tanpa melihat usia gestasi, dan tidak termasuk di dalamnya sebab kematian akibat kecelakaan atau kejadian insidental. Penyebab kematian maternal akan diklasifikasikan menjadi penyebab kematian maternal langsung dan tidak langsung.3.3. Kematian Perinatal/NeonatalKematian perinatal adalah kematian bayi (dengan umur kehamilan lebih 22 minggu) yang lahir dalam keadaan meninggal atau bayi yang lahir hidup namun kemudian meninggal dalam masa 7 hari setelah persalinan.

Stillbirth atau lahir-mati, adalah bayi dengan berat lahir lebih dari 500 gram atau umur kehamilan lebih 22 minggu yang dilahirkan tanpa tanda-tanda kehidupan. Lahir mati dibagi menjadi 2 kelompok yaitu lahir mati dengan tanda maserasi dan lahir mati tanpa tanda maserasi (masih tampak segar).

Kematian neonatal adalah kematian bayi lahir hidup yang kemudian meninggal sebelum 28 hari kehidupannya. Kematian neonatal dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kematian neonatal dan kematian neonatal lanjut. Kematian neonatal adalah kematian bayi yang terjadi pada 7 hari pertama kehidupannya. Kematian lanjut adalah kematian bayi yang terjadi pada masa 8-28 hari kehidupannya.4. Kebijakan dan Strategi Undang-undang Nomor 36 tentang Kesehatan tahun 2009 dan UU nomor 44 tentang Rumah Sakit pasal 39 tahun 2009 menyatakan bahwa tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. Berdasarkan hal tersebut, kebijakan sehubungan dengan Audit Maternal Perinatal/Neonatal adalah sebagai berikut:1) Peningkatan mutu pelayanan KIA dilakukan secara terus menerus melalui program jaga mutu di puskesmas, di samping upaya perluasan jangkauan pelayanan. Upaya peningkatan dan pengendalian mutu antara lain dilakukan melalui kegiatan AMP.2) Peningkatan fungsi Kabupaten/Kota sebagai unit efektif yang mampu memanfaatkan semua potensi dan peluang yang ada untuk meningkatkan pelayanan KIA di seluruh wilayahnya.3) Peningkatan kesinambungan pelayanan KIA di tingkat pelayanan dasar (puskesmas dan jajarannya) dan di tingkat rujukan (RS Kabupaten/Kota).4) Peningkatan kemampuan Kabupaten/Kota dalam perencanaan program KIA dengan memanfaatkan hasil kegiatan AMP mampu mengatasi masalah kesehatan setempat.5) Peningkatan kemampuan manajerial dan keterampilan teknis dari para pengelola dan pelaksana program KIA melalui kegiatan analisis manajemen dan pelatihan klinis.Strategi yang diambil dalam menerapkan AMP adalah:

1) Semua Kabupaten/Kota sebagai unit efektif dalam peningkatan program KIA secara bertahap menerapkan kendali mutu, yang antara lain dilakukan melalui AMP di wilayahnya atau di Kabupaten/Kota lain (lintas batas). Mekanisme pelaporan kematian lintas batas dijelaskan di Bab III. Dinas Kesehatan Provinsi diharapkan dapat memfasilitasi kegiatan AMP di Kabupaten/Kota bila terjadi kematian lintas batas. 2) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota berfungsi sebagai penanggung jawab yang bekerja sama dengan RS Kabupaten/Kota dan melibatkan puskesmas dan jejaringnya serta unit pelayanan KIA swasta lainnya dalam upaya kendali mutu di wilayah Kabupaten/Kota.3) Di tingkat Kabupaten/Kota dibentuk tim AMP, yang selalu mengadakan pertemuan rutin untuk mengumpulkan dan menyeleksi kasus, menganonimkan kasus yang akan dikaji, membahas kasus dan membuat rekomendasi tindak lanjut berdasarkan temuan dari kegiatan audit.4) Perencanaan program KIA salah satunya dibuat dengan memanfaatkan hasil temuan dari kegiatan audit, sehingga diharapkan berorientasi kepada pemecahan masalah setempat.5) Pembelajaran dan pembinaan dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, bersama dengan RS Kabupaten/Kota (untuk aspek teknis medis) dan lintas sektor (untuk aspek non-medis) dilaksanakan sesuai kebutuhan dalam bentuk yang disepakati oleh tim AMP. Pembelajaran dan pembinaan dari suatu proses kegiatan AMP harus dapat dimanfaatkan oleh seluruh komunitas pelayanan KIA yang ada di Kabupaten/Kota (RS pemerintah dan swasta, puskesmas dan jejaringnya, RS ibu dan anak, Rumah Bersalin, bidan dan dokter praktek swasta)BAB IIAudit Maternal Perinatal/neonatal Kabupaten/Kota

1. Pengertian

Pengertian audit maternal perinatal/neonatal tingkat kabupaten adalah serangkaian kegiatan penelusuran sebab kematian atau kesakitan ibu, perinatal, danneonatal guna mencegah kesakitan atau kematian serupa di masa yang akan datang. Pengkajian yang dilakukan harus menerapkan prinsip menghormati dan melindungi semua pihak yang terkait, baik individu maupun institusi. Sebelum proses audit dilakukan, harus ditekankan kembali kepada pihak yang terkait bahwa Audit Maternal dan Perinatal/Neonatal Kabupaten/Kota ini tidak dapat digunakan untuk kepentingan hukum (digunakan untuk bukti dalam persidangan) maupun untuk kepentingan lainnya selain hanya untuk kajian terhadap kasus. Pernyataan tersebut juga harus jelas tercantum dalam laporan Audit Maternal Perinatal/Neonatal Kabupaten/Kota yang dibuat.Penyelenggaraan audit maternal perinatal/neonatal yang telah berlangsung selama ini lebih banyak dianggap sebagai forum investigasi dan bersifat menghakimi sehingga kerjasama pihak yang terkait tidak optimal dan tujuan utama audit itu sendiri tidak tercapai. Melalui penyelenggaraan Audit Maternal Perinatal/Neonatal Kabupaten/Kota ini diharapkan tujuan utama audit, yaitu pembelajaran, pembinaan, dan perbaikan, dapat dicapai.AMP merupakan suatu investigasi kualitatif mendalam mengenai penyebab dan situasi di seputar kematian maternal dan perinatal/neonatal baik yang ditangani di fasilitas kesehatan termasuk bidan di desa atau bidan praktek swasta secara mandiri, maupun di rumah. Kematian diidentifikasi pada fasilitas kesehatan, namun demikian kajian yang dilakukan dapat diperluas dengan mengidentifikasi kombinasi dari faktor-faktor di fasilitas dan di komunitas yang berkontribusi terhadap kematian yang sebenarnya dapat dicegah.Faktor yang sangat besar pengaruhnya dalam kegiatan audit ini adalah keakuratan data. Untuk menjamin perolehan data yang akurat dan jujur, salah satu hal yang harus dikerjakan adalah penekanan kepada individu dan institusi yang terlibat bahwa proses Audit Maternal Perinatal/Neonatal Kabupaten/Kota akan menerapkan prinsip kerahasiaan individu dan institusi pada saat dilakukannya penilaian atau kajian kasus. Identitas individu kasus dan petugas kesehatan dan institusi hanya akan diketahui sampai tingkat Koordinator Audit Maternal Perinatal/Neonatal di Kabupaten/Kota. Dasar terjadinya kematian dan kesakitan maternal dan perinatal/neonatal seharusnya dapat diungkap tanpa harus membuka identitas pihak yang terkait kepada asesor. Adapun umpan balik untuk kepentingan pembelajaran, pembinaan, dan perbaikan tetap dapat diberikan kepada pihak yang bersangkutan karena identitas pihak yang terkait diketahui oleh Koordinator AMP Kabupaten/Kota. 2. Azas

Dalam melaksanakan kegiatan AMP Kabupaten/Kota ini, terdapat beberapa prinsip yang berbeda dengan kegiatan AMP terdahulu. Prinsip atau azas yang mutlak harus dipenuhi dalam kegiatan AMP ini adalah:2.1. No Name (tidak menyebutkan identitas)Dalam kegiatan AMP ini, seluruh informasi mengenai identitas kasus maupun petugas dan institusi kesehatan yang memberikan pelayanan kepada ibu dan neonatal yang meninggal akan dianonimkan (no name) pada saat proses penelaahan kasus sehingga kemungkinan untuk menyudutkan, menyalahkan dan menghakimi seseorang atau institusi kesehatan dapat dihilangkan atau diminimalkan.2.2. No Shame (tidak mempermalukan)Seperti yang telah diuraikan diatas, seluruh identitas akan dihilangkan (anonim) sehingga kemungkinan kegiatan AMP berpotensi mempermalukan petugas atau institusi kesehatan dapat diminimalkan. 2.3. No Blame (tidak menyalahkan)Sebagai akibat dari tidak adanya identitas pada saat pengkajian kasus dilakukan, potensi menyalahkan dan menghakimi (blaming) petugas atau institusi kesehatan dapat dihindari. Penganoniman juga diharapkan dapat membuat petugas kesehatan yang memberikan pelayanan bersedia untuk lebih terbuka dan tidak menyembunyikan informasi yang ditakutkan dapat menyudutkan petugas tersebut. Informasi yang mungkin disembunyikan tersebut mungkin merupakan informasi penting yang berkaitan dengan faktor yang dapat dihindarkan. Prinsip ini harus diterapkan saat proses audit sehingga tujuan untuk memperoleh pembelajaran dan mencegah terjadinya kesalahan di masa datang dapat tercapai.2.4. No Pro Justisia (tidak untuk keperluan peradilan)Seluruh informasi yang diperoleh dalam kegiatan AMP ini tidak dapat digunakan sebagai bahan bukti di persidangan (no pro justisia). Seluruh informasi adalah bersifat rahasia dan hanya dapat digunakan untuk keperluan memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan maternal dan perinatal/neonatal. 2.5. PembelajaranSalah satu upaya AMP untuk meningkatkan pelayanan kesehatan maternal dan Perinatal/Neonatal adalah melalui pembelajaran yang dapat bersifat: individual, kelompok terfokus, maupun massal berdasarkan rekomendasi yang dihasilkan oleh pengkaji kepada seluruh komunitas pelayanan KIA.3. Langkah-langkah dan Kegiatan

3.1. Lingkup dari AMP Kabupaten/Kota adalah:

3.2. Manajemen AMP Kabupaten/KotaPelaksanaan AMP di kabupaten/kota memerlukan manajemen yang dikelola secara berjenjang dalam lingkup kabupaten/kota tersebut. Untuk itu, diperlukan adanya suatu tim yang bekerja secara legal dengan dibekali Surat Penugasan atau Surat Keputusan dari Bupati/Walikota sebagai Pelindung kegiatan AMP ini. Tim AMP Kabupaten/Kota dibentuk melalui Surat Penetapan dari Bupati atau Walikota. Tim AMP Kabupaten/Kota terdiri dari Tim Manajemen, Tim Pengkaji, dan Komunitas Pelayanan. Para anggota Tim Manajemen dan Tim Pengkaji memerlukan Surat Penugasan/Surat Keputusan sebelum mulai bertugas.3.2.1. Pelindung

Pelindung kegiatan AMP adalah Bupati/Walikota setempat. Tugas Pelindung adalah menyediakan payung hukum dan kebijakan bagi para pihak yang terkait dalam kegiatan AMP baik sebagai Tim Manajemen, Tim Pengkaji, maupun Komunitas Pelayanan.3.2.2. Tim Manajemen AMPTim Manajemen AMP adalah para pihak yang bertugas mengelola kegiatan AMP di suatu wilayah Kabupaten/Kota. 3.2.2.1 Penanggung JawabPenanggung Jawab Tim AMP adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Tugasnya adalah memastikan terlaksananya AMP di Kabupaten/Kota wilayahnya, memfasilitasi Koordinator Tim Manajemen dalam penyelenggaraan dan pengalokasian dana pelaksanaan AMP Kabupaten/Kota, serta mengupayakan tindak lanjut rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan. Disamping itu Penanggung Jawab Tim AMP juga menetapkan indikator dan standar outcome kegiatan AMP yang diberlakukan di wilayahnya.3.2.2.2 Koordinator Tim ManajemenKoordinator Tim Manajemen adalah petugas Penanggung Jawab Program KIA atau Program Yankes yang ditunjuk di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Tugasnya adalah mempersiapkan dan menyelenggarakan pertemuan kajian kasus secara rutin (minimal 3 bulan sekali, sesuai dengan kemampuan masing-masing Kabupaten/Kota), mengelola data hasil kajian kasus, dan mengatur pemanfaatan hasil-hasil kajian kasus untuk keperluan pembelajaran, pelaporan, dan perencanaan. Untuk melaksanakan tugas-tugasnya, Koordinator Tim Manajemen dibantu oleh Sekretariat AMP Kabupaten/Kota.3.2.2.3 SekretariatSekretariat yang berkedudukan di Kabupaten/Kota terdiri dari beberapa orang staf KIA Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang penunjukannya diusulkan oleh Koordinator Tim Manajemen. Sekretariat bertugas membantu Koordinator Tim Manajemen dalam bidang administrasi, termasuk menjadi notulis dalam pertemuan kajian kasus maupun sesi pembelajaran dan memfasilitasi pelaksanaan pertemuan AMP.3.2.3 Tim Pengkaji Tim pengkaji adalah para klinisi atau para pakar yang bidang keahliannya terkait dengan pelayanan maternal-Perinatal/Neonatal. Dalam melakukan tugasnya, Tim Pengkaji diharapkan dapat menerapkan azas profesionalisme (professional judgement) dan mengedepankan etika. Diharapkan organisasi profesi (POGI, IDAI, IDI, IBI, PPNI) dapat ikut berperan serta aktif dalam proses pelaksanaan AMP untuk memperbaiki kualitas pelayanan melalui peningkatan profesionalisme, patient safety, dan clinicalgovernance dalam bidang Kesehatan Ibu dan Bayi. 3.2.3.1 Pengkaji InternalPengkaji internal adalah para pakar di kabupaten atau kota setempat yang terkait dengan proses pemberian pelayanan ibu dan anak serta aspek-aspek yang terkait dengan morbiditas dan mortalitasnya; seperti dokter spesialis kebidanan, dokter spesialis anak, bidan senior, dan pengelola progam KIA. Apabila diperlukan, dapat melibatkan dokter spesialis lain seperti anestesi, penyakit dalam, dan lain-lain. Pengkaji internal bertugas melakukan pengkajian kasus, merumuskan rekomendasi, dan bila memungkinkan mengembangkan pedoman praktik (local practice guideline) bagi komunitas pelayanan di wilayahnya.3.2.3.2. Pengkaji EksternalPengkaji eksternal adalah Dokter Spesialis Obstetri dan Ginkologi dan Spesialis Anak atau para pakar yang berasal dari luar Kabupaten/Kota yang biasanya berasal dari pusat-pusat pendidikan kedokteran atau dari Kabupaten/Kota tetangga yang mempunyai kemampuan untuk menjadi pengkaji. Tugas utama Pengkaji Eksternal adalah memberikan masukan kepada Pengkaji Internal tentang suatu kasus yang dikaji, dan menyediakan informasi tentang bukti-bukti ilmiah (evidence-based practice). Bukti-bukti ilmiah yang diajukan oleh Pengkaji Eksternal dapat dipakai oleh Pengkaji Internal dalam merumuskan rekomendasi dan mengembangkan pedoman praktik lokal.Keberadaan Pengkaji Eksternal tidak menjadi syarat utama dilakukannya AMP, pelibatan Pengkaji Eksternal menjadi keputusan Koordinator AMP dengan melihat berbagai pertimbangan terhadap kasus kematian yang terjadi, misalnya pada situasi dimana di suatu kabupaten tidak didapatkan pengkaji internal; kasus rumit yang jarang terjadi di kabupaten tersebut atau kasus yang dikaji adalah kasus yang dikelola oleh pengkaji internal. Apabila di suatu Kabupaten/Kota belum ada Pengkaji Internalnya, maka Koordinator Tim Manajemen dapat meminta Pengkaji Eksternal untuk melakukan kajian kasus. Dinas Kesehatan Provinsi diharapkan dapat memfasilitasi penyediaan pengkaji eksternal bagi Kabupaten/Kota yang memerlukannya.

3.2.4. Komunitas Pelayanan

Komunitas Pelayanan adalah para pihak yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam pemberian pelayanan maternal-Perinatal/Neonatal. Dalam konteks AMP, Komunitas Pelayanan adalah pihak yang bertugas memberikan input kepada Tim Manajemen dan Tim Pengkaji, serta berhak menerima umpan balik bagi keperluan pembelajaran, pelaporan, dan perencanaan. Ada empat kelompok yang membentuk Komunitas Pelayanan maternal-Perinatal/Neonatal di Kabupaten/Kota, yaitu: kelompok masyarakat, kelompok petugas kesehatan, kelompok pimpinan fasilitas pelayanan, dan kelompok pembuat kebijakan .

3.2.4.1 Kelompok Masyarakat

Termasuk dalam kelompok ini adalah para pasien dan keluarganya serta kelompok atau organisasi kemasyarakatan. Sebagai pihak yang mengalami pelayanan dalam bidang maternal-Perinatal/Neonatal, kelompok masyarakat perlu diberdayakan melalui pemberian informasi dan pelatihan yang diperlukan sehingga animo dan kualitas partisipasinya semakin meningkat. Input yang dapat diberikan oleh Kelompok Masyarakat adalah penyampaian informasi perihal kematian maternal-Perinatal/Neonatal yang terjadi di masyarakat, yang selanjutnya akan ditindaklanjuti pengumpulan data oleh petugas kesehatan.

3.2.4.2. Kelompok Petugas Kesehatan

Kelompok Petugas Kesehatan adalah pihak yang secara langsung memberikan pelayanan maternal-Perinatal/Neonatal. Kelompok Petugas kesehatan terdiri dari para petugas misalnya para bidan, perawat, dan dokter. Kelompok Petugas Kesehatan dapat memberikan input berupa informasi atas kematian yang ditelusuri dari masyarakat atau diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan (puskesmas, rumah sakit dan sebagainya). Informasi dari Kelompok Petugas Kesehatan selanjutnya akan dijadikan bahan kajian kasus oleh Tim Pengkaji.3.2.4.3. Kelompok Pimpinan Fasilitas PelayananKelompok Pimpinan Fasilitas Pelayanan terdiri dari para Kepala Puskesmas, Direktur Rumah Sakit, dan para pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Tugas kelompok ini adalah memfasilitasi kegiatan pengumpulan dan pelaporan data kematian, serta memfasilitasi implementasi rekomendasi-rekomendasi yang terkait dengan fasilitas yang dipimpinnya. 3.2.4.4. Kelompok Pembuat KebijakanKelompok Pembuat Kebijakan adalah pihak yang berwenang dalam pembuatan dan penetapan kebijakan-kebijakan terkait pelayanan maternal-Perinatal/Neonatal di Kabupaten/Kota. Pimpinan Dinas Kesehatan, anggota DPRD yang membidangi kesehatan, pihak pengelola asuransi kesehatan, adalah beberapa contoh komponen kelompok ini. Tugas Kelompok Pembuat Kebijakan bertugas memfasilitasi penyelenggaraan AMP dan mengimplementasikan rekomendasi-rekomendasi pada tingkat kebijakan.Lingkup pekerjaan/tugas dari masing-masing anggota Tim Manajemen dan Tim Pengkaji dapat dilihat pada Lampiran 1.

4. Mekanisme Kerja

Kasus kematian/kesakitan maternal danPerinatal/Neonatal dilaporkan oleh pasien/masyarakat, petugas pemberi pelayanan, dan institusi pemberi layanan ke Puskesmas setempat.

Untuk kematian yang terjadi di masyarakat, Bidan Koordinator/Bidan Puskesmas yang ditunjuk akan melakukan otopsi verbal dengan menggunakan formulir yang tersedia (lihat Bab III tentang Pengisian dan Penggunaan Instrumen/Lampiran 3).

Untuk kematian yang terjadi di Puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya (RB, BPS, Bidan di desa), Bidan Koordinator/Bidan Puskesmas yang ditunjuk akan melengkapi formulir kematian di fasilitas dan otopsi verbalnya (lihat Bab III tentang Pengisian dan Penggunaan Instrumen/Lampiran 3).

Kasus kematian di RS baik pemerintah maupun swasta dilaporkan ke Dinas Kesehatan setempat dalam waktu 3 hari.

Bila kasus meninggal di institusi pelayanan kesehatan, dilakukan pengisian formulir tersendiri yang harus dilengkapi oleh dokter penanggung jawab di institusi pelayanan kesehatan dimana kasus meninggal (lihat Bab 3 tentang Pengisian dan Penggunaan Instrumen/Lampiran 3).

Formulir yang sudah dilengkapi dikirimkan ke Sekretariat AMP Kabupaten/Kota setempat.

Sekretariat mendata, meneliti kelengkapan data, dan melaporkannya ke Koordinator. Data yang belum lengkap harus dikembalikan ke Puskesmas pengirim untuk dilengkapi. Data yang terkumpul dan sudah lengkap dibuat anonim. Sekretariat kemudian berkoordinasi dengan Koordinator untuk mengagendakan pertemuan pengkaji dan menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pertemuan tersebut.

5. Pelaksanaan Kegiatan AMP Kabupaten/Kota

Dalam melaksanakan kegiatan AMP, beberapa langkah akan ditempuh termasuk pengumpulan data dasar yang akan dikumpulkan dengan menggunakan beberapa instrumen. Selain itu, alur pelaporan dan pencatatan dari lapangan sampai data siap untuk dikaji akan menyesuaikan tahapan yang telah ditentukan pada bagan 1.

Detail dari pencatatan, pengumpulan dan pelaporan data akan dibahas pada bab 3. Sedangkan metodologi atau strategi pelaksanaan pengkajian kasus akan dibahas pada bab 4. Dari pengkajian kasus tersebut diharapkan akan menghasilkan suatu rekomendasi yang dapat dijadikan dasar pembelajaran dan pembinaan.6. Tindak lanjut Sebagai tindak lanjut dari rekomendasi yang dihasilkan dari kegiatan AMP, akan dilakukan pembelajaran dan pembinaan yang ditujukan untuk memperbaiki mutu pelayanan kesehatan maternal dan Perinatal/Neonatal. Pembahasan mengenai tindak lanjut secara rinci akan dibahas di Bab V.7. Pemantauan dan evaluasiPemantauan akan dilakukan secara berjenjang, dengan tujuan menilai apakah AMP ditindaklanjuti dengan upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan maternal danPerinatal/Neonatal di wilayah Kabupaten/Kota. Sedangkan evaluasi akan dilakukan dengan menilai beberapa indikator kesehatan maternal danPerinatal/Neonatal.

BAB IIIPencatatan dan Pelaporan

1. Pendahuluan

Untuk menjamin semua kasus kesakitan dan kematian terlaporkan, diharapkan semua bidan di desa mengisi PWS KIA, formulir LB3 dan register kohort ibu serta kohort bayi secara berkesinambungan yang nantinya akan direkapitulasi di tingkat puskesmas. Selain itu, kematian yang terjadi di RS, baik swasta maupun pemerintah, diharapkan akan dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Alur dari pencatatan dan pelaporan dalam kegiatan AMP ini dapat dilihat pada bagan mekanisme kerja pada bab sebelumnya.

Untuk kegiatan pencatatan dan pelaporan telah dikembangkan beberapa instrumen yaitu:

1) Formulir pemberitahuan kematian maternal individual (masyarakat, Bidan di desa, BPS, RB, puskesmas, RS) / Formulir PKmM.2) Formulir pemberitahuan kematian Perinatal/Neonatal individual (masyarakat, BdD, BPS, RB, puskesmas, RS) / Formulir PKmP3) Formulir daftar kematian maternal di fasilitas kesehatan (puskesmas dan RS) / Formulir DKM

4) Formulir daftar kematian Perinatal/Neonatal di fasilitas kesehatan (puskesmas dan RS)/ Formulir DKP

5) Formulir daftar rekapitulasi kematian maternal di tingkat kabupaten (rekapitulasi dari puskesmas dan RS) / Formulir RKM

6) Formulir daftar rekapitulasi kematian Perinatal/Neonatal di tingkat Kabupaten/Kota (rekapan dari puskesmas dan RS) / Formulir RKP

7) Formulir Otopsi Verbal Kematian Maternal (OVM)

8) Formulir Otopsi Verbal Kematian Perinatal/Neonatal (OVP)

9) Formulir Rekam Medis Kematian Ibu (RMM)

10) Formulir Rekam Medis Kematian Perinatal/Neonatal (RMP)

11) Formulir Rekam Medis Kematian Ibu Perantara (RMMP)

12) Formulir Rekam Medis Kematian Perinatal/Neonatal Perantara (RMPP)

13) Formulir Pengkaji Maternal

14) Formulir Pengkaji Perinatal/Neonatal15) Formulir Ringkasan Pengkaji Maternal

16) Formulir Ringkasan Pengkaji Perinatal/Neonatal2. Identifikasi kasus kematian

Kasus kematian dapat terjadi di masyarakat atau di sarana kesehatan (puskesmas, RB, BPS, bidan di desa, RS). Oleh karena itu sumber informasinya dapat berasal dari laporan masyarakat termasuk dukun, laporan puskesmas dan RS. Kematian di RS baik pemerintah maupun swasta dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Seluruh kematian tersebut akan dilaporkan dengan menggunakan formulir pemberitahuan kematian maternal danPerinatal/Neonatal. 3. Pengisian dan penggunaan instrumen

3.1. Formulir pemberitahuan kematian maternal dan Perinatal/Neonatal individual (PKmM atau PKmP)

Formulir ini diisi setiap kali terjadi kematian maternal dan Perinatal/Neonatal oleh bidan di desa, BPS, RB, puskesmas, dan RS. Formulir yang diisi oleh bidan di desa, BPS, RB dan puskesmas dikirimkan ke puskesmas di tingkat kecamatan. Sedangkan formulir yang diisi di RS dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

3.2. Formulir daftar kematian maternal di tingkat puskesmas (DKM)

Formulir ini diisi setiap kali ada laporan pemberitahuan kematian maternal oleh Bidan Koordinator atau Bidan yang ditunjuk.

3.3. Formulir daftar kematian Perinatal/Neonatal di tingkat puskesmas (DKP)

Formulir ini diisi setiap kali ada laporan pemberitahuan kematian Perinatal/Neonatal oleh Bidan Koordinator atau Bidan yang ditunjuk.

3.4. Formulir daftar kematian maternal di tingkat kabupaten (DKM)

Formulir ini diisi setiap kali ada laporan pemberitahuan kematian maternal yang terjadi di RS dan formulir daftar kematian maternal dari tingkat Puskesmas oleh staf KIA di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Formulir ini digunakan untuk mengetahui jumlah kematian maternal di tingkat kabupaten untuk periode tertentu.

3.5. Formulir daftar kematian Perinatal/Neonatal di tingkat kabupaten (DKP)

Formulir ini diisi setiap kali ada laporan pemberitahuan kematian Perinatal/Neonatal yang terjadi di RS dan formulir daftar kematian Perinatal/Neonatal dari tingkat Puskesmas oleh staf KIA di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Formulir ini digunakan untuk mengetahui jumlah kematian Perinatal/Neonatal di tingkat kabupaten untuk periode tertentu.

3.6. Formulir Otopsi Verbal Maternal (OVM)

Formulir ini diisi untuk setiap kematian maternal yang terlaporkan di tingkat kabupaten. Pengisian dilakukan oleh Bidan Koordinator/Bidan yang ditunjuk dari Puskesmas Kecamatan tempat domisili kasus yang meninggal. Formulir ini digunakan untuk kepentingan verbal otopsi bagi kematian maternal yang terjadi di komunitas. Selain itu, formulir ini juga digunakan untuk mendapatkan informasi non-medis di seputar kematian maternal, baik untuk kematian maternal di masyarakat maupun di fasilitas kesehatan.

3.7. Formulir Otopsi Verbal Perinatal/Neonatal (OVP)

Formulir ini diisi untuk setiap kematian Perinatal/Neonatal yang terlaporkan di tingkat kabupaten. Pengisian dilakukan oleh Bidan Koordinator/Bidan yang ditunjuk dari Puskesmas Kecamatan tempat domisili kasus yang meninggal. Formulir ini digunakan untuk kepentingan verbal otopsi bagi kematian Perinatal/Neonatal yang terjadi di komunitas. Selain itu, formulir ini juga digunakan untuk mendapatkan informasi non-medis di seputar kematian Perinatal/Neonatal, baik untuk kematian Perinatal/Neonatal di masyarakat maupun di fasilitas kesehatan.

3.8. Formulir Rekam Medik Kematian Maternal (RMM)

Formulir ini diisi untuk setiap kematian maternal yang terjadi di fasilitas kesehatan. Untuk kematian yang terjadi di bidan di desa, BPS, RB, dan Puskesmas formulir akan diisi oleh Bidan Koordinator/Bidan yang ditunjuk dari Puskesmas Kecamatan tempat domisili kasus yang meninggal. Sedangkan untuk kasus yang meninggal di RS, formulir akan diisi oleh dokter penanggung jawab perawatan dengan diketahui oleh direktur RS. Idealnya, formulir ini diisi setelah pertemuan yang bertujuan mendiskusikan kasus kematian tersebut dengan seluruh staf yang terlibat. Pada institusi yang lebih kecil, pengawas atau kepala perawatan akan memimpin pengisian formulir dan diskusi dalam pertemuan tersebut. Pada institusi yang lebih besar, pimpinan Komite Medik akan meminta Kepala Departemen Obstetri dan Ginekologi untuk menugaskan staf khusus (misalnya DPJP) untuk bertanggung jawab dalam penyelesaian formulir ini. Untuk kasus yang meninggal di perjalanan dan sampai RS sebagai DOA, maka formulir RMM tetap diisi oleh Bidan RS.3.9. Formulir Rekam Medik Kematian Perinatal (RMP)

Formulir ini diisi untuk setiap kematian Perinatal/Neonatal yang terjadi di fasilitas kesehatan. Untuk kematian yang terjadi di bidan di desa, BPS, RB, dan Puskesmas formulir akan diisi oleh Bidan Koordinator/Bidan yang ditunjuk dari Puskesmas Kecamatan tempat domisili kasus yang meninggal. Sedangkan untuk kasus yang meninggal di RS, formulir akan diisi oleh dokter penanggung jawab perawatan dengan diketahui oleh direktur RS. Untuk kasus yang meninggal di perjalanan dan sampai RS sebagai DOA, maka formulir RMP tetap diisi oleh Petugas RS.3.10. Formulir Rekam Medik Kematian Maternal Perantara (RMMP)

Formulir ini diisi untuk mendapatkan informasi layanan kesehatan pada kasus kematian yang pernah mendapat perawatan di fasilitas kesehatan lain sebelum dirawat di fasilitas kesehatan tempat ibu meninggal.

3.11. Formulir Rekam Medik Kematian Perinatal Perantara (RMPP)

Formulir ini diisi untuk mendapatkan informasi layanan kesehatan pada kasus kematian yang pernah mendapat perawatan di fasilitas kesehatan lain sebelum dirawat di fasilitas kesehatan tempat bayi meninggal.

3.12. Formulir Pengkaji Maternal dan Perinatal/NeonatalFormulir ini akan diisi oleh tim pengkaji sebagai panduan dalam melakukan kajian kasus dan untuk menilai apakah kasus kematian ini dapat dicegah atau tidak.

3.13. Formulir Ringkasan Pengkaji Maternal dan Perinatal/NeonatalFormulir ini merupakan ringkasan kajian kasus yang meliputi seluruh informasi di seputar kematian, baik faktor medis (misalnya, ada tidaknya layanan sub-standar) maupun non-medis (misalnya, faktor sosial ekonomi dan pola pencarian pertolongan medis).

4. Alur Pelaporan

4.1. Formulir Pemberitahuan Kematian Maternal (PKmM) dan Formulir Pemberitahuan Kematian Perinatal/Neonatal (PKmP)Formulir ini selambat-lambatnya harus dikirimkan oleh Bidan desa/RB/Puskesmas atau fasilitas kesehatan lain 3 hari setelah terjadinya kematian (untuk daerah sulit diperlukan mekanisme tersendiri, mungkin dapat dilakukan melalui telepon, SMS, ataupun Internet). Begitu laporan kematian diterima Puskesmas Kecamatan, Bidan Koordinator/Bidan yang ditunjuk dapat segera melakukan pengumpulan data menggunakan Formulir OVM/OVP serta melaporkan hal tersebut ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Bila kematian terjadi di fasilitas kesehatan (kecuali RS), Bidan Koordinator juga dapat langsung mengumpulkan data dengan menggunakan Formulir RMM/RMP serta langsung melaporkannya ke Dinas Kesehatan.4.2. FormulirDaftar Kematian (DKM atau DKP)

Terdapat dua sumber Formulir Daftar Kematian, yaitu:

Formulir Daftar Kematian Maternal dan Perinatal/Neonatal dari Puskesmas Kecamatan

Formulir Daftar Kematian Maternal dan Perinatal/Neonatal dari RS

Formulir-formulir tersebut diatas dikirim ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setiap awal bulan sebagai rekapitulasi kematian maternal dan Perinatal/Neonatal yang terjadi pada bulan sebelumnya. Informasi dari formulir-formulir tersebut diatas akan direkapitulasi menggunakan Formulir Daftar Kematian Maternal/Perinatal/Neonatal di tingkat kabupaten/kota.

4.3. Formulir OVM dan OVP yang telah diisi untuk semua kematian akan dikirimkan ke Sekretariat AMP di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota berasal dari:

Bidan Koordinator untuk kematian terjadi di bidan di desa, BPS, RB, dan Puskesmas

Bidan RS untuk kematian yang terjadi di RS Pemerintah dan Swasta, formulir akan diisi oleh bidan RS

Semua formulir OVM dan OVP yang telah terisi akan dikiimkan ke Sekretariat AMP di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

4.4. Formulir RMM/RMP, serta RMMP/RMPP (bila ada) yang telah diisi untuk semua kematian akan dikirim ke Sekretariat AMP di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, berasal dari: Dokter Penanggung Jawab Pasien dan Bidan RS yang ditunjuk dari RS tempat ibu/bayi meninggal, atau dari RS tempat ibu/bayi pernah mendapat perawatan sebelum meninggal.

Bidan dari Fasilitas Kesehatan selain RS tempat ibu/bayi meninggal atau tempat ibu/bayi pernah mendapat perawatan sebelum ibu/bayi meninggal.

4.5. Secara berkala, berkas RMM & RMP, RMMP & RMPP dan OVM & OVP yang telah lengkap, telah dianonimkan dan dipilih untuk dikaji akan dikirimkan ke tim pengkaji untuk dilakukan telaah pada pertemuan yang telah dijadwalkan sebelumnya oleh Sekretariat AMP Kabupaten/Kota. Jumlah kasus dan periode pertemuan telaah kasus dilakukan sesuai dengan kesepakatan di masing-masing Kabupaten/Kota (tergantung dari jumlah kematian serta banyaknya dan ketersediaan dari tenaga pengkaji). Bila pengkajian seluruh kasus kematian tidak dimungkinkan (misalnya, karena masalah keterbatasan dana dan tenaga) maka dapat dilakukan sampling yang representatif terhadap kematian di daerah tersebut.

4.6. Hasil telaah yang tertuang dalam Formulir Pengkaji dan Formulir Ringkasan Pengkaji akan diserahkan ke Koordinator dan Penanggung Jawab AMP Kabupaten/Kota sebagai dasar dirumuskannya mekanisme umpan balik (termasuk pembelajaran dan pembinaan) untuk upaya perbaikan kualitas pelayan kesehatan maternal dan Perinatal/Neonatal.

Bagan kegiatan AMP terkait pencatatan dan pelaporan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Keterangan gambar 1:

Merupakan alur pengumpulan data menggunakan formulir RMM&RMP, RMMP&RMPP dan OVM &OVP.

Merupakan alur laporan kematian dan rekapitulasinya

Merupakan alur penyampaian data yang sudah lengkap untuk dikaji

Gambar 1. Flow/Alur Formulir dan Data

BAB IVPersiapan dan Pelaksanaan AMP Kabupaten/Kota

Pelaksanaan Audit Maternal-Perinatal/NeonatalKabupaten/Kota dimulai bila teridentifikasi adanya kematian ibu atau Perinatal/Neonatal dalam suatu wilayah Kabupaten/Kota. Dalam pedoman ini yang akan diuraikan adalah kajian kasus kematian. Berikut adalah langkah-langkah persiapan dan pelaksanaan kegiatan AMP.1. Persiapan

1.1. Pembentukan Tim AMP Kabupaten/Kota

Pembentukan Tim AMP Kabupaten/Kota yang terdiri dari: (1) Tim Manajemen, (2) Tim Pengkaji, dan (3) Komunitas Pelayanan dilakukan terlebih dahulu dan ditetapkan dengan surat keputusan dari Bupati/ Walikota. Pembentukan tim AMP dibuat berdasarkan jabatan, bukan perorangan. Namun demikian, SK dibuat atas nama perorangan. Bila pemegang jabatan tersebut diganti, maka harus diterbitkan SK baru bagi pejabat penggantinya. Masa kerja Tim AMP Kabupaten/Kota ditentukan oleh masing-masing Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

1.2. Orientasi Tim AMP Kabupaten/Kota

Sebelum dilaksanakannya kegiatan AMP Kabupaten, perlu dilakukan orientasi terlebih dahulu untuk seluruh pelaksana kegiatan AMP ini (baik Tim Manajemen maupun Tim Pengkaji) mengenai filosofi dan pengertian AMP, mekanisme kerja, metodologi serta tugas-tugas pelaksana. Juga diperlukan pelatihan pengisian format untuk pengumpulan data dasar, dan pengisian format yang dipergunakan untuk mengkaji kasus. Alih pengetahuan dan ketrampilan yang berjenjang (dari tim nasional, provinsi, dan kabupaten) juga diperlukan untuk proses pengkajian dan menyusunan rekomendasi yang akan dilakukan oleh Tim Pengkaji.

1.3. Pelatihan Pengumpulan & Pelaporan Data

Pelatihan untuk pengisian formulir yang diperlukan untuk mengumpulkan data dalam kegiatan AMP. Pelatihan ini ditujukan kepada para bidan koordinator/bidan Puskesmas/bidan RS, dan dokter penanggung jawab pelayanan di RS dalam mengisi formulir RMM/RMP, RMMP/RMPP dan OVM/OVP, dan formulir-formulir untuk audit kematian perinatal/ neonatal.1.4. Pelatihan Tim Pengkaji

Sebelum melaksanakan pengkajian kasus, tim pengkaji akan mendapat pelatihan untuk menganalisa kasus kematian. Sumber informasi untuk analisa kematian tersebut adalah informasi yang tercantum pada form OVM, RMM, RMMP (bila ada) untuk kematian ibu, dan form OVP, RMP, RMPP (bila ada) untuk kematian bayi. Dalam melakukan analisa, akan dipakai Form Pengkaji dan Form Ringkasan Pengkaji. Untuk mengisi kedua form tersebut, calon anggota tim pengkaji akan memperoleh pelatihan.

2. Pelaksanaan

Pelaksanaan AMP terdiri dari tujuh langkah berurutan yang melibatkan seluruh komponen Tim AMP: Tim Manajemen, Tim Pengkaji, dan Komunitas Pelayanan.

2.1 Langkah 1: Identifikasi Kasus Kematian dan Pelaporan Data Kematian

Informasi tentang kejadian kematian dapat diperoleh secara formal melalui laporan petugas kesehatan atau secara informal melalui pemberitahuan anggota masyarakat atau pihak lain di luar petugas kesehatan. Pemberitahuan secara informal dari masyarakat kepada petugas kesehatan tentang adanya lahir mati, kematian neonatal, atau kematian wanita usia subur perlu dilembagakan melalui program kemitraan yang bersifat lokal. Seluruh kematian maternal, perinatal/ neonatal harus dilaporkan kepada Tim Manajemen AMP.

2.1.1. Kematian Maternal

Kematian Maternal didapatkan dari pemberitahuan kematian yang dapat berasal dari masyarakat atau fasilitas pelayanan kesehatan yang mencakup kematian wanita yang sedang dalam keadaan hamil, melahirkan, atau dalam masa nifas yang sebab kematiannya adalah langsung atau tidak langsung, tidak termasuk kematian karena kecelakaan atau kejadian insidental. Apabila kematiannya merupakan kematian maternal, maka dapat dipersiapkan untuk dikaji. Kematian wanita yang bukan merupakan kematian maternal tetap dicatat di dalam sistem PWS-KIA tetapi tidak turut dikaji dalam kegiatan AMP. Alur pelaporan seperti pada Bab III.

2.1.2. Kematian Perinatal/NeonatalKematian Perinatal/Neonatal didapatkan dari pemberitahuan kematian yang dapat berasal dari masyarakat atau fasilitas pelayanan kesehatan yang mencakup lahir mati dan kematian bayi usia 0 sampai 28 hari. Alur pelaporan seperti yang dijelaskan pada Bab III.

2.1.3. Permintaan Data Kematian Ibu, Perinatal, atau Neonatal

Setelah mendapat laporan adanya kejadian kematian, Penanggungjawab Tim AMP Kabupaten/Kota meminta data kematian kepada Bidan Koordinator (untuk kejadian kematian di masyarakat) atau kepada Pimpinan Fasilitas Pelayanan(termasuk puskesmas dan rumah sakit). Data kematian yang dilaporkan ditulis pada formulir yang sudah disediakan menurut pedoman ini.

2.1.4. Pengiriman Berkas Data Kematian Ibu, Perinatal, atau Neonatal

Formulir data kematian yang sudah diisi oleh Bidan Koordinator atau oleh petugas yang ditunjuk oleh Pimpinan Fasilitas Pelayanan tidak perlu diarsipkan oleh pihak pengisi/ pengirim untuk meminimalkan risiko kegagalan anonimasi. Dokumentasi data pasien di fasilitas pelayanan adalah rekam medik pasien, dan bukan formulir data kematian yang diperuntukkan bagi keperluan AMP. Formulir yang telah diisi dengan lengkap sebelum dikirim harus diketahui (dibubuhi tanda tangan mengetahui) oleh Kepala Puskesmas (untuk kejadian kematian di masyarakat) atau Pimpinan Fasiltas Pelayanan (bila kejadian kematian di fasilitas pelayanan kesehatan) sebagai penanggungjawab pengiriman berkas. Berkas dikirim kepada Penanggungjawab Tim AMP melalui Koordinator Tim Manajemen AMP Kabupaten/Kota dalam amplop tertutup dengan label RAHASIA pada sisi kanan atas amplopnya. Pengiriman dapat dilakukan oleh petugas yang bersangkutan atau oleh kurir yang ditunjuk oleh pihak penanggung-jawab pengiriman. Pengirim berkas berhak mendapatkan bukti penerimaan berkas dari Sekretariat Tim Manajemen AMP Kabupaten/Kota.2.2. Langkah 2: Registrasi dan Anonimasi

Sekretariat AMP Kabupaten/Kota pada waktu menerima berkas yang dikirimkan membuat bukti penerimaan berkas. Bukti penerimaan berkas itu juga berisi pernyataan komitmen dari Tim Manajemen AMP untuk menjaga kerahasiaannya. Selanjutnya Sekretariat langsung menyampaikan berkas kepada Koordinator Tim Manajemen. Koordinator Tim Manajemen selanjutnya akan membuka amplop dan memeriksa kelengkapan pengisiannya bagi keperluan pengkajian. Berkas yang belum lengkap tetap disimpan di Sekretariat Manajemen AMP, dan Koordinator Tim Manajemen AMP meminta kepada Bidan Koordinator atau Pimpinan Fasilitas Pelayanan untuk menyusulkan tambahan informasi yang diperlukan. Berkas yang sudah dinilai lengkap, identitas kasusnya didokumentasikan terlebih dahulu dalam Buku Register Kematian Maternal/Perinatal/Neonatal dan dijaga kerahasiaannya oleh Tim Manajemen AMP. Informasi dalam buku register tersebut akan dipakai untuk keperluan pembelajaran, pelaporan, dan perencanaan.

Registrasi diikuti kegiatan anonimasi, yaitu proses memberikan nomor kode kasus dan menghilangkan seluruh identitas pasien, pemberi layanan kesehatan, serta institusi kesehatan yang terkait. Tim Manajemen AMP tidak boleh mengubah-ubah isian formulir yang diterimanya. Sebelum dilakukan anonimasi, berkas data (formulir yang sudah diisi) tidak boleh digandakan atau disimpan dalam format elektronik. Koordinator Tim Manajemen AMP tidak berhak memindahtangankan atau membeberkan isi berkas data ke pihak lain selain untuk keperluan AMP. Pengelolaan berkas dan penjagaan konfidensialitas data menjadi tanggung jawab Tim Manajemen AMP Kabupaten/Kota.2.3. Langkah 3: Pemilihan Kasus dan Pengkajinya, serta Penjadwalan Pengkajian

Apabila memungkinkan dilakukan kajian atas seluruh kasus kematian maternal maupun Perinatal/Neonatal. Akan tetapi, bila terdapat keterbatasan waktu dan sumber daya, maka dapat dilakukan sampling yang representatif terhadap seluruh kematian yang terjadi di wilayah Kabupaten/Kota terkait. Contoh pemilihan kasus dapat dilihat pada Lampiran 2.

Setelah kasus-kasus kematian yang akan dikaji ditetapkan, langkah selanjutnya adalah memilih pengkaji (internal dan eksternal) dari daftar yang dimiliki. Untuk kematian maternal, tim pengkaji minimal yang diperlukan adalah 1 dokter spesialis kebidanan, 1 bidan senior/kompeten, dan 1 staf unit KIA Kabupaten/Kota. Untuk kematian Perinatal/Neonatal, tim pengkaji minimal yang diperlukan adalah 1 dokter spesialis kebidanan, 1 dokter spesialis anak, 1 bidan senior/kompeten, 1 staf unit KIA Kabupaten/Kota. Disarankan untuk melibatkan pengkaji eksternal (dokter spesialis atau pakar yang berasal dari luar Kabupaten/ Kota) pada setiap pertemuan pengkaji.

Dokter dari spesialisasi lain yang terkait dengan permasalahan yang hendak dikaji dapat dilibatkan sebagai pengkaji kasus kematian maternal atau Perinatal/Neonatal. Bila jumlah pengkaji dalam satu Kabupaten/Kota cukup banyak, maka dapat dibuat beberapa tim yang bekerja secara bergiliran. Sekretariat AMP Kabupaten/Kota selanjutnya menyusun jadwal pelaksanaan pertemuan pengkaji.

2.4. Langkah 4: Penggandaan dan Pengiriman Bahan Kajian

Bahan kajian yang telah dinyatakan lengkap, diregistrasi, dianonimkan, dan terpilih untuk dikaji kemudian digandakan untuk arsip dan dikirim kepada Pengkaji Internal serta Eksternal sehingga dapat diterima beberapa hari sebelum pelaksanaan kajian. Setelah dikirim, Koordinator Tim Manajemen AMP memastikan apakah dokumen yang dikirim sudah diterima dan menanyakan seandainya ada informasi lain yang diperlukan oleh para pengkaji. Proses ini akan memberi kesempatan yang cukup bagi para pengkaji yang akan diundang untuk mempelajari kasusnya atau memberikan masukan kepada Koordinator Tim Manajemen AMP bila masih ada informasi lain yang diperlukan. Tim Manajemen AMP menindaklanjuti permintaan tambahan informasi dengan melakukan pengumpulan data yang lebih mendalam terhadap kasus tersebut. Maksud dilakukannya langkah 4 adalah pelaksanaan pertemuan pengkaji akan berjalan lancar dan efektif. Perlu diperhatikan, penggandaan berkas (formulir yang sudah diisi) hanya boleh dilakukan setelah anonimasi selesai dilakukan.

2.5. Langkah 5: Pertemuan Pengkajian Kasus

Pada saat dilakukan pertemuan pengkajian kasus kematian, petugas kesehatan atau perwakilan faslitas pelayanan yang terlibat dalam pemberian pelayanan kasus tidak diikutsertakan dalam pertemuan tersebut. Presentasi kasus oleh para petugas yang terlibat tidak diperkenankan lagi dilakukan. Sebagai gantinya, data mengenai kasus meninggal diwakili oleh formulir yang telah diisi selengkap mungkin. Dengan demikian kehadiran petugas yang terlibat tidak diperlukan lagi. Sekretariat AMP memfasilitasi pertemuan dan berperan sebagai notulis dalam pertemuan tersebut. Ada tiga hal yang dilakukan oleh Tim Pengkaji ketika melakukan pertemuan pengkajian kasus: analisis kematian, klasifikasi penyebab kematian, penyusunan rekomendasi. Proses pengkajian kasus dan pembuatan rekomendasi harus dilakukan dengan azas profesionalisme (professional judgement) dan mengedepankan etika.

2.5.1. Analisis Kematian

Analisis kematian dilakukan untuk menyimpulkan apakah kasus kematian tersebut dapat dicegah atau tidak. Apabila kasus kematian tersebut disimpulkan dapat dicegah, maka para pengkaji perlu mengidentifikasi dan merinci faktor-faktor yang dapat dicegah dari aspek medis maupun non-medis.

Aspek medis adalah segala sesuatu yang meliputi upaya penilaian awal, pengenalan masalah/penegakkan diagnosis, rencana tatalaksana, tata laksana, monitoring, hingga upaya resusitasi sejak pasien bersentuhan dengan petugas kesehatan hingga terjadinya kegawatdaruratan hingga akhirnya meninggal. Aspek medis ini dinilai berdasarkan periode kehamilan: hamil muda, ante partum, intra partum dan post partum untuk kematian ibu. Semua penilaian ini sudah tertuang dalam Formulir Pengkaji.Masalah medis diidentifikasi dengan cara menilai pemenuhan standar pelayanan atas upaya-upaya diagnosis, monitoring dan konsultasi, serta terapi dan tindakan.PeringkatTingkat perawatan sub-optimal/sub-standar

0Tidak ada pemberian pelayanan yang sub optimal (semuanya sudah dilakukan sesuai standar, tetapi pasien tetap meninggal)

1Terdapat perawatan sub-optimal, tetapi tatalaksana yang sesuai standar tidak akan membuat perubahan terhadap outcome (sekiranya standar dipenuhipun tetap akan terjadi kematian)

2Terdapat perawatan sub-optimal dan tatalaksana yang sesuai standar MUNGKIN dapat membuat perbedaan outcome (bila standar dipenuhi, ada kemungkinan kematian dapat dihindari)

3Terdapat perawatan sub-optimal dan tatalaksana yang sesuai standar akan memberikan perbedaan outcome (bila standar dipenuhi, pasien akan terhindar dari kematian)

Aspek non-medis meliputi masalah non-medis yang dinilai berkaitan dengan kematian, yang meliputi:

1. Hal yang terkait dengan pasien: masalah pribadi pasien, keluarga, dan masyarakat, termasuk masalah sosial budaya dan sosial ekonomi.2. Masalah administratif/sistem kesehatan, termasuk masalah rujukan: masalah transportasi, hambatan untuk rawat-inap di rumah sakit atau klinik, kurangnya akses atau keterjangkauan (termasuk pembiayaan), kurangnya fasilitas asuhan kesehatan (termasuk berfungsinya fasilitas), kurangnya petugas atau staf, kurangnya petugas/staf yang mendapat pelatihan yang diperlukan (termasuk berfungsinya petugas), masalah komunikasi.Informasi mengenai aspek medis maupun non-medis akan dirangkum dalan Formulir Ringkasan Pengkaji yang kemudian dijadikan dasar pembuatan rekomendasi yang bersifat medis maupun non-medis. Rekomendasi tersebut akan dicantumkan dalam Formulir Ringkasan Pengkaji tersebut.

2.5.2. Klasifikasi Penyebab kematian

Setelah analisis kematian, langkah selanjutnya adalah menetapkan penyebab kematian dan mengklasifikasikannya. Untuk penyebab kematian maternal, dicatat penyebab kematian yang terdiri dari: penyebab akhir, penyebab antara, dan penyebab dasar. Penyebab kematian maternal selanjutnya dikelompokkan dalam: (1) kematian maternal langsung, (2) kematian maternal tak langsung, (3) kematian insidental, dan (4) kematian maternal lanjut.

Sistem klasifikasi yang digunakan disini, mempunyai 2 tujuan:

1.Identifikasi kondisi atau penyakit asal yang mengarah pada kematian maternal. Hal ini disebut dengan penyebab primer (mendasari) obstetrik. Hanya ada satu penyebab primer obstetrik dan klasifikasi ini mengacu pada upaya preventif.

2.Identifikasi peristiwa apa yang akhirnya menyebabkan terjadinya kematian. Hal ini disebut dengan penyebab akhir kematian. Mungkin hanya ada satu penyebab akhir kematian. Tetapi juga ada faktor penyumbang (faktor pendahulu, faktor antara atau faktor yang telah ada sebelumnya) yang berujung menjadi penyebab akhir kematian maternal. Faktor penyumbang mempunyai klasifikasi yang sama dengan penyebab akhir. Klasifikasi ini merujuk pada kegagalan sistem organ sehingga terjadi kematian dan menunjukkan apa yang sebaiknya dilakukan untuk mencegah kematian. Perlu diketahui bahwa mungkin terdapat lebih dari satu faktor penyumbang. Penting untuk membedakan antara penyebab akhir kematian dan cara meninggal. Semua orang akan meninggal apabila denyut jantungnya terhenti dan henti jantung disebut sebagai cara (modus) untuk meninggal. Kondisi yang mengarah pada henti jantung, disebut sebagai penyebab akhir kematian (WHO, 2007).

Klasifikasi penyebab primer, penyebab akhir dan faktor penyumbang dalam kematian maternal sesuai dengan kode ICD X dapat dilihat di lampiran 4.

Sebagai contoh, bila ibu hamil mengalami eklampsia dan komplikasinya adalah perdarahan otak dan henti jantung maka penyebab primer (yang mendasari) obstetrik adalah eklampsia dan penyebab akhir kematian adalah perdarahan otak dan modus untuk meninggal adalah henti jantung. Perlu sekali untuk dapat mengenali penyebab primer obstetrik karena hal ini dapat menunjukkan area dimana program untuk mencegah kematian dapat difokuskan.

Penyebab akhir dan faktor penyumbang menunjukkan bagaimana sumberdaya yang diperlukan untuk menyelamatkan kehidupan akan dialokasikan. Selain itu, juga memperlihatkan bagaimana tatalaksana protokol dan sumberdaya seharusnya dilakukan. Sebagai contoh, bila penyebab primer obstetrik adalah abortus septik dan penyebab akhirnya adalah pneumonia dengan faktor penyumbang adalah nekrosis akut tubuler, koagulopati intravaskuler diseminata dan syok septik maka sumberdaya yang dibutuhkan adalah ventilasi mekanik, alat dialisis ginjal dan transfusi produk darah seperti plasma beku segar dan trombosit. Sistem kesehatan harus dapat memperlihatkan upaya untuk memenuhi sumberdaya tersebut dan bagaimana pasien dengan kondisi kritis mempunyai akses untuk semua itu.

Untuk kematian Perinatal/Neonatal , penyebab kematian berdasar ICD-10; tergantung umur saat kematian. Kematian umur 0-6 hari dibagi dalam:

A. Penyebab utama neonatus B. Penyebab lain neonatus C. Penyebab utama ibu D. Penyebab lain ibu E. Kondisi neonatus lainnya. Kematian neonatus > 7 hari dibagi dalam:I a. Penyebab langsung b dan c. Penyebab antara d. Penyebab dasar II. Penyakit/kondisi lain yang berkontribusi namun tidak berhubungan dengan 1 a-d. Selanjutnya kematian Perinatal/Neonatal diklasifikasikan menurut kriteria Extended Wigglesworth: (1) Kelainan bawaan/malformasi (2) Kematian janin antepartum yang bisa diterangkan (3) Kematian intrapartum (4) Imaturitas (5) Infeksi (6) Penyebab spesifik lain (Kondisi janin, kondisi neonatus, kondisi pediatri) (7) Kecelakaan atau trauma non-intrapartum (8) Sudden infant death, penyebab tidak tahu (9) Tidak terklasifikasi. Untuk rumah sakit dan Tim Pengkaji jika memungkinkan menggunakan Mortality tabular list ICD-10 untuk Perinatal/Neonatal Penyebab kematian baik maternal maupun Perinatal/Neonatal hendaknya dibuat dengan mengacu pada tatacara penulisan penyebab kematian menurut ICD-10.

2.5.3. Penyusunan Rekomendasi

Langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh tim pengkaji untuk menghasilkan rekomendasi adalah sebagai berikut:

a. Tentukan apakah kematian yang terjadi adalah akibat pemberian pelayanan yang sub-optimal pada upaya diagnosis, monitoring dan konsultasi, serta pemberian terapi dan tindakan. Apabila pelayanan sub-optimal tersebut cukup nyata (peringkat 2 atau 3), maka dapat dibuat rekomendasi untuk mencegah kejadian kasus serupa di masa mendatang.

b. Tentukan pihak-pihak mana saja yang sepatutnya berdaya dan perlu terlibat untuk melakukan upaya-upaya koreksi dan pencegahan yang bersifat esensial. Sasaran rekomendasi perlu dirumuskan secara terinci apakah ditujukan pada masyarakat, petugas kesehatan, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan, atau para pembuat kebijakan (kebijakan daerah, asuransi kesehatan, rujukan, dan sebagainya).

2.6. Langkah 6: Pendataan dan Pengolahan Hasil Kajian

Pertemuan pengkajian kasus diakhiri dengan pendataan hasil kajian. Agar dapat diolah (ditabulasi, dihitung, dan dibandingkan), maka harus ada kesepakatan tentang data apa saja yang dihasilkan dan dicatat dari pertemuan Audit Maternal/ Perinatal/Neonatal. Data yang dikumpulkan dikelompokkan menjadi dua: (1) data identitas, dan (2) data kejadian kematian. Data identitas berisi informasi tentang identitas pasien, petugas-petugas kesehatan terkait, dan sarana-sarana pelayanan yang terlibat. Data ini bersifat rahasia dan dikelola hanya sampai tingkat Kabupaten/Kota untuk keperluan perencanaan sesi pembelajaran individual.

Data kejadian kematian berisi informasi tentang penyebab kematian, peringkat pemenuhan standar pelayanan, area klinis dan area rujukan yang memerlukan perbaikan, akar penyebab timbulnya masalah di area klinis dan area rujukan, dan rekomendasi-rekomendasi spesifik. Data kejadian kematian dikirim ke tingkat Provinsi hingga Nasional untuk bahan penyusunan kebijakan dan penyusunan program.

Untuk setiap kejadian kematian maternal, Perinatal/Neonatal, Tim Pengkaji menyimpulkan hal-hal tersebut di bawah ini:1) Diagnosis penyebab kematian (sesuai ICD-10) yang terdiri dari penyebab akhir, penyebab antara, dan penyebab dasar.

2) Komorbiditas apa saja yang ada (sesuai ICD-10)3) Komplikasi apa saja yang terjadi (sesuai ICD-10)

4) Peringkat pemenuhan standar pelayanan

5) Masalah dalam area klinis (diagnosis, monitoring, terapi/tindakan) dan uraian singkatnya6) Masalah dalam area rujukan dan uraian singkatnya

7) Akar penyebab masalah yang dapat dicegah dalam area klinis (diagnosis, monitoring, terapi/ tindakan)

8) Akar penyebab masalah yang dapat dicegah dalam area rujukan

9) Rekomendasi spesifik yang dapat dilakukan oleh kelompok-kelompok dalam komunitas pelayanan (kelompok masyarakat, kelompok petugas kesehatan, kelompok pimpinan fasilitas pelayanan, dan kelompok pembuat kebijakan)

2.7. Langkah 7: Pemanfaatan Hasil Kajian

Pemanfaatan hasil kajian adalah langkah terakhir dalam siklus AMP di Kabupaten/Kota. Hasil kajian dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran/ pembinaan, pelaporan, dan perencanaan. Pembelajaran/ pembinaan ditujukan kepada seluruh komponen komunitas pelayanan. Berdasarkan sasarannya, pembelajaran dapat berupa pembelajaran individual, pembelajaran kelompok terfokus, dan pembelajaran massal, yang akan diuraikan dalam bab 5. Hasil kajian juga akan menjadi bahan laporan oleh Tim Manajemen AMP Kabupaten/Kota. Untuk keperluan perencanaan, hasil kajian dan rekomendasi akan didistribusikan oleh Sekretariat AMP kepada seluruh komponen komunitas pelayanan sesuai kebutuhannya. Waktu pengirimannya disesuaikan dengan waktu dilakukannya penyusunan rencana kerja tahunan pihak-pihak bersangkutan.

BAB VKematian Ibu dan Perinatal Lintas Batas

Dengan semakin lancarnya transportasi antar daerah yang juga berpengaruh terhadap terjadinya rujukan pasien dari satu daerah ke daerah lain yang mempunyai fasilitas kesehatan yang lebih lengkap, maka kematian pasien lintas batas juga akan sangat memungkinkan terjadi. Kasus kematian ibu atau perinatal lintas batas adalah suatu kasus kematian yang terjadi pada ibu atau perinatal/ neonatal yang terjadi di suatu daerah dimana domisili ibu atau neonatal berasal dari kabupaten/kota berbeda dengan kabupaten/kota tempat kematiannya. Beberapa hal yang perlu disesuaikan dalam kasus seperti ini adalah :

5.1. Pelaporan kematian

5.1.1 Apabila kematian terjadi di RS/fasilitas kesehatan lain:

RS/fasilitas kesehatan lain melaporkan kematian kepada Dinas Kesehatan setempat dimana RS/fasilitas kesehatan tersebut berada melalui sistem pelaporan yang sudah ada dengan keterangan bahwa kematian adalah kematian yang berasal dari luar wilayah.

5.1.2 Apabila kematian terjadi di masyarakat:

Puskesmas setempat laporan kepada Dinas Kesehatan/Puskesmas di tempat tinggal ibu/bayi meninggal.5.2. Pengambilan data

Setelah dinas kesehatan kabupaten setempat menerima laporan kematian, maka dinas kesehatan tadi melakukan koordinasi dengan dinkes domisili ibu yang meninggal. Dinas kesehatan setempat akan melakukan penelusuran kejadian kematian dengan meminta institusi kesehatan yang terlibat untuk mengisi form-form yang sudah ditentukan.Institusi tempat kematian terjadi berusaha memberikan formulir yang sudah diisi selengkap lengkapnya dan akan menyerahkan form-form yang telah diisi kepada dinas kesehatan domisili ibu yang meninggal. 5.3. Pelaksanaan review kematian

Dinas kesehatan kabupaten/kota dimana domisili ibu atau neonatal yang meninggal bertanggung jawab menyelenggarakan review kasus kematian yang terjadi sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada. Apabila terjadi kasus sulit maka pihak dinkes provinsi yang mengambil keputusan siapa yang melaksanakan review kematian.

Dalam kasus kematian lintas batas ini, peran dinas kesehatan provinsi sangat diperlukan untuk menjadi koordinator dan fasilitator proses AMP agar kasus kematian yang terjadi tetap dapat terpantau meskipun terjadi di luar daerah domisili pasien.

Alur pelaporan yang menyangkut kematian ibu/bayi lintas batas dapat dilihat pada gambar 2 (Flow Chart Pelaporan Kematian Lintas Batas). Alur dan mekanisme pelaksanaan AMP mulai dari disiapkannya dokumen yang anonim sampai ke sesi pembelajaran akan mengikuti alur dan mekanisme seperti yang telah disepakati di atas.Gambar 2. Flow Chart Pelaporan Kematian Lintas Batas

Koordinasi

Form PKmM/PKmP

Mengirim RMM/RMP

RMMP/RMPP

Meminta isi form RMM/RMP

Mengirim form RMM/RMP terisi

pemberitahuan kematian

Mengirim OVM/OVP

Meminta isi form RMMP/RMPP

Mengirim form RMMP/RMPP terisi

(bila ada)

Form PKmM/PKmP

Mengirim OVM/OVP bila mungkin

BAB VI

SESI PEMBELAJARAN

1. Pendahuluan

Sesi pembelajaran adalah salah satu mata rantai penting yang merupakan umpan balik kepada komunitas pelayanan atas kajian yang dilakukan pada suatu kasus kematian. Dalam AMP ini, tidak diperkenankan untuk membuka identitas (naming), menyalahkan seseorang atau institusi (blaming), maupun melakukan sesuatu yang berpotensi mempermalukan seseorang atau institusi (shaming). Menghukum seseorang atau institusi pada dasarnya melanggar seluruh prinsip untuk tidak melakukan naming, blaming, dan shaming. Seseorang atau institusi yang terbukti atau dapat dianggap secara sengaja telah melanggar ketentuan, peraturan, atau kesepakatan yang sudah diberlakukan sehingga mengakibatkan kematian maternal/perinatal/neonatal, akan mendapat pembinaan dan pembelajaran secara individual. Jika pembelajaran atau pembinaan tersebut tidak memberikan dampak, maka akan dilakukan tindakan lanjutan sesuai dengan mekanisme setempat. Seseorang atau institusi yang terbukti atau sepatutnya dapat dianggap tidak tahu, tidak berdaya (karena faktor di luar dirinya membuatnya kehilangan kemampuan untuk patuh terhadap ketentuan, peraturan, dan kesepakatan), atau tindakannya dilakukan tanpa kesengajaan untuk melanggar, akan mendapat pembelajaran yang difokuskan pada akar permasalahannya. Oleh karena itu Penanggung Jawab AMP Kabupaten/ Kota perlu mengupayakan adanya kesepakatan dan kekuatan hukum tentang mekanisme pembinaan dan pembelajaran apa saja yang akan diberlakukan bila terjadi kesengajaan pelanggaran atas ketentuan, peraturan, dan kesepakatan di tingkat Kabupaten/ Kota. Bentuk dan mekanisme pembinaan atau pembelajaran akan disosialisasikan sebelumnya kepada seluruh anggota komunitas pelayanan di wilayah tersebut. Pelaksanaan pembelajaran sebaiknya bersifat berkesinambungan dan menjawab prioritas permasalahan-permasalahan nyata yang dihadapi di lapangan.

Tugas mempersiapkan dan melaksanakan sesi pembelajaran menjadi tanggungjawab Penanggung Jawab dan Koordinator Tim Manajemen AMP beserta Sekretariatnya. Merencanakan sesi pembelajaran pada hakekatnya adalah melakukan sinergi seluruh pemangku kepentingan pelayanan KIA dalam merancang suatu sesi yang menjawab kebutuhan pembelajaran. Perancangan sesi berdasarkan pada informasi yang diperoleh dari hasil kajian kasus-kasus. Karena itulah Koordinator Tim Manajemen juga diharapkan dapat memimpin perumusan kebutuhan-kebutuhan pembelajaran (need assessment) bagi Komunitas Pelayanan di Kabupaten/Kota wilayahnya.

2. Menyiapkan Sesi Pembelajaran

Menyiapkan sesi pembelajaran adalah langkah penting yang tidak boleh dilewatkan oleh Tim Manajemen AMP Kabupaten/ Kota. Sesi persiapan dilakukan sebagai tindak lanjut atas selesainya pertemuan Pengkaji. Terdapat tiga kegiatan yang dilakukan dalam menyiapkan sesi pembelajaran: (1) Menyiapkan materi pembahasan, (2) Melakukan pertemuan internal tertutup, (3) Melakukan lokakarya persiapan. 2.1. Menyiapkan materi pembahasan

a. Visualisasi (dalam bentuk peta, grafik, atau tabel) masalah-masalah dalam pelayanan maternal/ Perinatal/Neonatal di Kabupaten/ Kota

b. Rekomendasi-rekomendasi awal yang telah disusun oleh pengkaji, termasuk informasi tentang tindak lanjutnya

c. Program-program yang berkaitan dengan rekomendasi dan pencapaian yang diharapkan apabila rekomendasi dilakukan.

2.2. Melakukan pertemuan internal tertutup diantara Tim Manajemen AMP Kabupaten untuk merencanakan sesi pembelajaran individual. Pertemuan ini tidak melibatkan pemangku kepentingan di luar Tim Manajemen AMP guna menjaga konfidensialitas.

2.3 Melakukan lokakarya persiapan sesi pembelajaran (bagi kelompok terfokus dan massal) bersama para pemangku kepentingan pelayanan KIA. Tujuan strategis dilakukannya sesi ini adalah mendapatkan komitmen dari para pemangku kepentingan, menajamkan kembali permasalahan nyata yang prioritasnya tinggi untuk diselesaikan, serta memilih/menambahkan rekomendasi-rekomendasi penyelesaian masalahnya. Lokakarya ini dipandu oleh Koordinator Manajemen AMP Kabupaten/ Kota.

a. Perkenalan (20 menit)

Bertujuan untuk menjelaskan maksud dan tujuan lokakarya kepada seluruh peserta, saling mengenal, dan menyepakati aturan-aturan main lokakarya.

b. Penjelasan data (40 menit)

Bertujuan menyampaikan data-data pelayanan KIA, berbagai permasalahan prioritas yang dihadapi, dan rekomendasi-rekomendasi awal yang sudah dibuat oleh para pengkaji.

c.Sumbang pendapat (90 menit)

Bertujuan memberi kesempatan pada para peserta untuk menambahkan permasalahan prioritas setempat yang belum muncul dan alternatif-alternatif pemecahan masalah yang lebih sesuai dengan konteks lokal. Guna memperoleh pemecahan masalah yang bagus, maka para peserta diminta mengkritisi setiap usulan dari aspek feasibilitas (bisa tidaknya dilakukan dalam konteks lokal), ekuitas (sudah ditujukan kepada kelompok-kelompok yang memang membutuhkan/ paling berisiko), dan efektifitas (kegiatan yang hendak dilakukan memang benar akan mengatasi masalahnya). Hasil dari sesi sumbang pendapat adalah kesepakatan mengenai daftar masalah yang benar-benar perlu diatasi (baik dalam jangka pendek atau menengah) dan pemecahan masalah yang prioritas dalam konteks lokal.

d. Istirahat (20 menit)

Pada waktu istirahat, sekretariat membuat daftar masalah dan pemecahan masalah yang sudah disepakati.

e.Memilih Kelompok Terfokus Sasaran (45 menit)

Bertujuan menetapkan kelompok-kelompok terfokus sasaran yang hendak diberi pembelajaran (informasi) dalam kurun mata anggaran tertentu, dan hal-hal apa yang hendak disampaikan. Pemilihan sasaran dan hal yang hendak disampaikan didasarkan atas kesepakatan yang telah dibuat tentang masalah dan pemecahan prioritas pada langkah sumbang pendapat.

f. Memilih strategi pembelajaran massal (45 menit)

Bertujuan memilih hal-hal yang akan disampaikan secara massal dan medianya yang sesuai untuk dilaksanakan dalam kurun mata anggaran tertentu

g. Resume pertemuan (30 menit)

Bertujuan menyampaikan kembali masalah-masalah dan pemecahan masalah yang disepakati, kelompok-kelompok terfokus yang hendak diberi pembelajaran, dan isi pesan-pesan yang hendak disampaikan secara massal. Disamping itu disampaikan kembali peran apa saja yang dibutuhkan oleh masyarakat dari masing-masing pemangku kepentingan pelayanan KIA, termasuk permohonan untuk memantau dan saling mengingatkan pelaksanaan kesepakatan-kesepakatan yang sudah dibuat. Para pemangku kepentingan diharapkan dapat menggunakan keahlian, kekuatan politis, dan pengaruhnya guna mencapai tingkat pelayanan KIA seperti yang bersama-sama diinginkan.

3. Melaksanakan Sesi Pembelajaran

Terdapat tiga kelompok berbeda yang menjadi sasaran sesi pembelajaran.

Kelompok pertama adalah kelompok petugas kesehatan dan institusi yang terlibat langsung dalam pelayanan kasus yang dikaji. Kelompok ini memerlukan umpan balik atas kasus-kasus yang berkaitan dengan pelayanan yang diberikannya. Sesi pembelajaran untuk kelompok ini disebut sesi pembelajaran individual.

Kelompok kedua adalah komunitas pelayanan yang tidak terlibat (secara langsung maupun tak langsung) dalam pelayanan kasus yang dikaji. Mereka perlu belajar dari pengalaman orang lain agar dapat meningkatkan kualitas perannya dalam pelayanan maternal/ Perinatal/Neonatal. Materi dan cara penyampaian sesi pembelajaran bagi komunitas pelayanan berbeda-beda menurut kebutuhan kelompok-kelompok tersebut. Karena sifat kebutuhan pembelajarannya yang spesifik, maka disebut sesi pembelajaran kelompok terfokus.

Kelompok ketiga adalah kelompok yang kebutuhan pembelajarannya bersifat umum. Kelompok ini berasal dari seluruh komponen komunitas pelayanan sehingga sifatnya menjadi massal. Sesi pembelajaran untuk kelompok ini disebut dengan sesi pembelajaran massal.

3.1. Sesi Pembelajaran Individual

Pembelajaran individual adalah umpan balik kepada petugas kesehatan atau institusi pelayanan yang terkait dalam pemberian pelayanan suatu kasus. Untuk dapat memberikan pembelajaran yang sifatnya individual (bagi perorangan atau institusi), Koordinator Tim Manajemen menggunakan informasi yang didapatkan dari hasil kaji kasus kematian maternal atau Perinatal/Neonatal. Bentuk pembelajaran individual dapat berupa surat yang memuat informasi tentang telah dilakukannya kajian kasus, masalah-masalah yang dijumpai, kinerja petugas atau institusi bersangkutan dibandingkan dengan yang seharusnya (standar), dan apa yang dikehendaki untuk dilakukan oleh petugas atau institusi dimaksud setelahnya. Surat atau memo yang dibuat tidak memuat identitas petugas atau institusi lain yang juga terkait. Dengan demikian para petugas atau institusi tidak saling tahu identitas maupun kinerja selain dirinya sendiri.

3.2. Sesi Pembelajaran Kelompok Terfokus

Pembelajaran kelompok terfokus adalah pembelajaran yang diperuntukkan bagi komunitas sejenis, yang dibagi menjadi: a. kelompok masyarakat, b. kelompok petugas kesehatan (bidan, dokter, perawat, organisasi profesi bila ada, dan sebagainya), c. kelompok pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan (kepala puskesmas, kepala rumah sakit), dan d. kelompok pembuat kebijakan (kepala dinas kesehatan, anggota DPRD, asuransi kesehatan, dan sebagainya). Apabila dianggap perlu, penyelenggaraan sesi ini dapat difasilitasi oleh Kepala Daerah Kabupaten/Kota selaku pelindung AMP, atau tokoh masyarakat. Kelompok-kelompok tersebut perlu belajar dari hasil-hasil kajian kasus kematian maternal/ Perinatal/Neonatal di Kabupaten/Kota yang terjadi sehingga dapat berpartisipasi secara konstruktif sesuai perannya masing-masing dalam upaya pencegahan kematian. Urutan pelaksanaan Sesi Pembelajaran Kelompok Terfokus adalah sebagai berikut:

Pembukaan oleh kepala dinas

Penjelasan data seputar kematian maternal/ Perinatal/Neonatal yang terjadi selama kurun waktu tertentu oleh Koordinator Tim Manajemen AMP Penjelasan program kesehatan maternal/ Perinatal/Neonatal yang sedang dan akan dilakukan dan apa kaitannya dengan peran kelompok yang sedang melakukan sesi pembelajaran oleh Pengelola Program KIA Penjelasan rekomendasi apa saja yang sudah diajukan dan ditindaklanjuti untuk kasus yang sudah dibahas pada pertemuan terdahulu dan apa rekomendasi pada pertemuan ini oleh Pengelola Program KIA / Ketua Tim Reviewer Diskusi tentang masukan atas rekomendasi prioritas yang telah, sedang, atau akan disusun programnya Penjelasan program-program apa saja yang sedang dan akan dilakukan oleh Pengelola Program KIA Penyampaian informasi tentang pengetahuan, kebijakan, kesepakatan, atau prosedur-prosedur baru, dan lain-lain oleh Pengelola Program KIA / SpOG / SpA. Penutupan acara dengan menegaskan kembali rekomendasi pertemuan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.

3.3. Sesi Pembelajaran Massal

Untuk keperluan pembelajaran terhadap materi-materi yang sifatnya dapat diperuntukkan bagi seluruh kelompok dalam komunitas pelayanan, maka diperlukan suatu forum yang disebut dengan Sesi Pembelajaran Massal. Disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan setempat, sesi ini bisa berbentuk pertemuan, brosur, siaran radio, buletin, atau website, dan sebagainya. Program-program dalam lingkup pembelajaran massal akan bermanfaat dalam menumbuhkan kepedulian dan partisipasi yang lebih luas terhadap masalah kesehatan maternal/ Perinatal/Neonatal di suatu wilayah. Hal itu juga akan bermanfaat bagi wilayah-wilayah lain untuk saling belajar.

Bab VIIPEMANTAUAN DAN EVALUASI

Proses penyelenggaraan AMP di Kabupaten/Kota perlu dimonitor dan dievaluasi untuk memastikan bahwa tujuannya untuk pembelajaran bagi seluruh anggota Komunitas Pelayanan dapat tercapai. Untuk dapat melakukan monitoring dan evaluasi yang efektif diperlukan adanya indikator, standar, data, pelaporan dan kegiatan supervisi fasilitatif.1. Indikator

1.1. Indikator input

a. Ketersediaan surat Penetapan dari Bupati atau Walikota tentang pembentukan Tim AMP Kabupaten/Kota. Ketersediaan formulir pengumpulan data di setiap fasilitas pelayanan kesehatan Maternal-Perinatal/Neonatalb. Prosentase pengkaji internal yang telah dilatih sebagai pengkaji (pengkaji yang sudah dilatih/3 orang pengkaji). Tim pengkaji minimal dalam 1 Kabupaten/Kota ditetapkan sebanyak 3 orang yang terdiri dari 1 orang Spesialis Kebidanan/Kandungan atau 1 orang Spesialis Anak, 1 bidan senior dan kompeten dan 1 orang dari program. Bila tidak ada dokter spesialis, maka dapat diganti dengan dokter umum yang kompeten.

c. Prosentase bidan puskesmas yang telah dilatih AMP (jumlah bidan koordinator yang sudah dilatih dibagi dengan jumlah Puskesmas). Bidan koordinator sebaiknya adalah bidan yang sudah mendapat pelatihan dasar dan pelatihan lanjut serta mampu memberi pelatihan.

d. Tersedianya dana tahunan kegiatan AMP di Kabupaten/ Kota

1.2. Indikator prosesa. Prosentase ketepatan waktu pelaporan kematian sejak terjadinya sampai dilaporkannya ke Bidan Koordinator (jumlah pelaporan yang tepat waktu dibagi dengan jumlah seluruh kematian yang terjadi pada periode tertentu).b. Prosentase ketepatan waktu pengiriman berkas formulir yang sudah lengkap ke Sekretariat AMP Kabupaten/Kota (jumlah formulir yang dikirim tepat waktu dibagi total kasus yang dilaporkan)c. Prosentase kelengkapan pengisian masing-masing formulir yang dipergunakan sebagai sumber data untuk telaah kasus (jumlah formulir yang diisi lengkap dibagi dengan jumlah total formulir).d. Prosentase kasus kematian yang dikaji dari seluruh kasus kematian maternal maupun Perinatal/Neonatale. Prosentase pertemuan kajian kasus yang terlaksana di tiap Kabupaten/Kota

f. Prosentase kehadiran anggota komunitas pelayanan dalam sesi pembelajaran kelompok terfokus . (jumlah yang hadir dibagi jumlah yang diundang)g. Prosentase kasus kasus kematian yang terkait dengan 3 terlambat (jumlah kasus kematian yang terkait masing masing keterlambatan dibagi total kasus kematian)1.3. Indikator outputa. Prosentase pembelajaran individual yang dilakukan. Denominator tergantung pada kasus yang memerlukan pembelajaran individu (baru dapat ditentukan setelah selesainya proses pengkajian).b. Jumlah pembelajaran kelompok terfokus yang dilakukan

c. Jumlah pembelajaran massal yang dilakukan, baik dengan peserta masyarakat umum maupun kalangan medis.d. Prosentase rekomendasi yang ditindaklanjuti menjadi program KIA/dilaksanakan (rekomendasi yang ditindaklanjuti dibagi dengan jumlah total rekomendasi)1.4. Indikator outcomea. Prosentase peringkat pemenuhan standar pelayanan maternal

b. Prosentase peringkat pemenuhan standar pelayanan Perinatal/Neonatalc. Angka kematian maternal

d. Angka kematian perinatal

e. Angka kematian neonatal

f. Case Fatality Rate dari tiap jenis komplikasi utama baik maternal (misalnya perdarahan) maupun Perinatal/Neonatal (misalnya asfiksia)

2. Target

Target adalah besarnya pencapaian indikator yang ditetapkan untuk dicapai dalam kurun waktu tertentu. Besaran pencapaian itu ditetapkan masing-masing di tingkat Kabupaten/Kota, tingkat Propinsi, dan tingkat nasional. Penggunaan indikator yang sama diperlukan untuk kebutuhan melakukan perbandingan.

3. Data dan pelaporan

Data dan pelaporan seperti yang dijelaskan pada Bab III.

4. Supervisi fasilitatif

Supervisi fasilitatif dilakukan oleh Tim AMP Provinsi kepada Tim AMP Kabupaten/Kota, dan Tim AMP Pusat kepada Tim AMP Provinsi. Tujuan dilakukannya supervisi fasilitatif adalah: (1) Mengidentifikasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi oleh Tim yang disupervisi dalam melakukan rangkaian kegiatan AMP, (2) Memberikan bantuan teknis, (3) Menghimpun bahan-bahan yang diperlukan bagi penyusunan laporan berkala AMP.

LAMPIRAN

1. Lingkup tugas dan kerja tim AMP

2. Pemilihan kasus

3. Tahap Pelaksanaan dan Petugas/Pelaksana Terkait dalam Kegiatan AMP

4. Klasifikasi penyebab kematian maternal

5. Klasifikasi penyebab kematian perinatal/neonatal (Dr. Eka??)6. Formulir Pemberitahuan Kematian Maternal Individual (masyarakat, bides, BPS, RB, puskesmas, RS) / Formulir PKmM7. Formulir Pemberitahuan Kematian Perinatal/NeonatalIndividual (masyarakat, bides, BPS, RB, puskesmas, RS)/ Formulir PKmP8. Formulir Daftar Kematian Maternal di Fasilitas Kesehatan/ Formulir DKM

9. Formulir Daftar Kematian Perinatal/Neonatal di Fasilitas Kesehatan/ Formulir DKP

10. Formulir Daftar Rekapitulasi Kematian Maternal di Tingkat Kabupaten (rekapitulasi dari puskesmas dan RS) / Formulir RKM

11. Formulir Daftar Rekapitulasi Kematian Perinatal/Neonatal di Tingkat Kabupaten (rekapitulasi dari Puskesmas dan RS) / Formulir RKP

12. Formulir Otopsi Verbal Kematian Maternal(OVM)

13. Formulir Otopsi Verbal Kematian Perinatal/Neonatal (OVP)

14. Formulir Rekam Medik Kematian Maternal (RMM)

15. Formulir Rekam Medik Kematian Perinatal/Neonatal (RMP)

16. Formulir Rekam Medik Kematian Maternal Perantara (RMMP)

17. Formulir Rekam Medik Kematian Perinatal/NeonatalPerantara (RMPPerantara)

18. Formulir Pengkaji Maternal

19. Formulir Pengkaji Perinatal/Neonatal20. Formulir Ringkasan Pengkaji Maternal

21. Formulir Ringkasan Pengkaji Perinatal/NeonatalLampiran 1. Lingkup TugasPelindungSebagai Pelindung kegiatan AMP ini adalah Bupati/Walikota setempat. Tugas dari Pelindung adalah:

Membentuk tim AMP Kabupaten/Kota

Menerbitkan Surat-surat Keputusan/Penugasan yang diperlukan untuk masing-masing anggota tim.

Mengalokasikan dana untuk kegiatan AMP agar dapat berjalan secara berkesinambungan

Penanggung Jawab

Penanggung Jawab Tim AMP Kabupaten/Kota adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Tugas dari Penanggung Jawab adalah: Memfasilitasi Koordinator dalam penyelenggaraan AMP

Mengkomunikasikan kebutuhan dana pelaksanaan AMP Kabupaten/Kota ke Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota (Bupati/Walikota)

Mengalokasikan dana yang tersedia dengan efektif dan efisien untuk pelaksanaan AMP Mengkomunikasikan kepada pihak terkait serta memfasilitasi dilaksanakannya rekomendasi yang dihasilkan dan perumusan pembelajaran. Menjaga kerahasiaan

Koordinator Tim Manajemen AMPKoordinator Tim Manajemen AMPadalah Penanggung Jawab Program KIA atau Program Pelayanan Kesehatan yang ditunjuk di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Tugas dari KoordinatorTim Manakemen AMP adalah:

Bertanggung jawab atas berjalannya alur pelaporan kematian dan formulir isian yang digunakan dalam AMP

Menganonimkan kasus

Bertanggung jawab untuk terlaksananya pertemuan pengkajian kasus secara rutin

Mengkomunikasikan temuan hasil pengkajian kasus kepada Penanggung Jawab.

Memantau kegiatan Sekretariat AMP.

Bersama dengan Penanggung Jawab, mengkomunikasikan kepada pihak terkait serta memfasilitasi dilaksanakannya rekomendasi yang dihasilkandan perumusan pembelajaran.

Menjaga kerahasiaan

Sekretariat AMP

Terdiri dari beberapa orang staf KIA Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.Tugas Sekretariat AMP adalah:

Membantu Koordinator dalam pelaksanaan AMP

Mengumpulkan dan merekapitulasi daftar kematian yang dikirimkan dari RS dan PKM Mempersiapkan data untuk pertemuan kaji kasus

Memfasilitasi pertemuan kaji kasus

Menjadi notulis dalam pertemuan kaji kasus.

Menjaga kerahasiaan

Tim Pengkaji Kasus

Kajian kasus kematian maternal maupun Perinatal/Neonatal dapat melibatkan tim pengkaji internal maupun eksternal. Adapun tugas dari kedua jenis tim pengkaji tersebut tidak begitu berbeda dalam melaksanakan kegiatan AMP. Perbedaannya adalah bila Tim Pengkaji Internal mengembangkan pedoman praktik lokal, maka Tim Pengkaji Eksternal memberikan dukungan informasi tentang bukti-bukti praktik terbaik. Tim pengkaji kasus maternal terdiri dari dokter spesialis kebidanan, bidan senior (berpraktek atau berkompeten dan memiliki kharisma), dan pengelola progam KIA. Tim pengkaji kasus Perinatal/Neonatal adalah dokter spesialis obstetri dan ginekologi, dokter spesialis anak, bidan kompeten, perawat RS dan pengelola program KIA. Apabila diperlukan, baik untuk kaji kasus maternal maupun Perinatal/Neonatal, dapat melibatkan dokter spesialis lain seperti anestesi, penyakit dalam dan lain-lain.

Tugas Pengkaji adalah:

Melakukan pengkajian kasus

Merumuskan rekomendasi

Mengembangkan pedoman untuk pembinaan dan evaluasi pada tingkat lokal (bila memungkinkan).

Menjaga kerahasiaan

Lampiran 2. Pemilihan Kasus Untuk DikajiIdealnya seluruh kasus kematian (baik maternal maupun Perinatal/Neonatal) dikaji/diaudit, karena dengan pendekatan seperti ini rekomendasi yang dihasilkan akan semakin sesuai sebagai upaya perbaikan atas berbagai masalah yang ada di wilayah tersebut. Namun demikian, bila keadaan tidak memungkinkan (adanya keterbatasan sumber daya manusia, dana, dan waktu), kajian kasus dapat dilakukan terhadap sebagian sampel dengan pendekatan sebagai berikut:

1. Pemilihan sampel yang representatif terhadap seluruh kematian yang ada di wilayah Kabupaten/Kota tersebut.

Pemilihan tersebut dapat dilakukan dengan sampling secara acak. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran masalah yang terdapat di wilayah tersebut sehingga rekomendasi intervensi yang dihasilkan juga akan mewakili masalah yang ada di wilayah tersebut. Kerugiannya adalah apabila jumlah kematian di Kabupaten/Kota tersebut tidak terlalu besar jumlahnya sehingga kasus yang terpilih tidak bisa mewakili dan tidak proporsional terhadap seluruh jenis kasus yang ada.

2. Pemilihan sampel dengan stratifikasi berdasarkan komplikasi.

Sampling dilakukan pada masing-masing strata komplikasi sehingga jenis kasus yang dikaji atau diaudit mewakili seluruh jenis komplikasi yang menyebabkan kematian yang ada, termasuk kematian yang disebabkan oleh komplikasi yang jarang terjadi. Kerugiannya adalah bahwa komplikasi yang jarang terjadi pun akan ikut diaudit padaha