pdf sma
TRANSCRIPT
-
8/3/2019 PDF SMA
1/81
-
8/3/2019 PDF SMA
2/81
-
8/3/2019 PDF SMA
3/81
Potret Negara MaritimIndonesia
Buku Bacaan Bagi SiswaSekolah Menengah Atas (SMA)
Tim Penyusun :Djuanda
Tomo HS, M.SiMohamad Armansyah, ST
Navi Watupongoh, S.IK
i
-
8/3/2019 PDF SMA
4/81
dicetak dan disebarluaskan oleh :
SEKRETARIAT DEWAN MARITIM INDONESIA
Departemen Kelautan dan Perikanan
2005
ii
-
8/3/2019 PDF SMA
5/81
T
SAMBUTAN
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
Secara geografis dua pertiga wilayah negara Republik Indonesia terdiri dari perairanlaut yang di dalamnya terdapat + 17.504 pulau. Oleh karena itu Indonesia dikenal olehdunia Internasional sebagai Negara Kepulauan terbesar di dunia. Pulau-pulau yang
ada disatukan oleh perairan laut menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia atauNKRI.
Sejak dahulu bangsa kita dikenal sebagai bangsa dengan jiwa maritim dan semangatkebaharian yang tinggi, sehingga mereka menyebut nenek moyang orang Indonesiaadalah pelaut. Namun, sekarang pribahasa nenek moyangku pelaut tidak banyak dikenaloleh para siswa. Melalui buku bacaan ini saya mengajak adik-adik harus lebih banyakmembaca buku tentang keberadaan laut kita, agar lebih mengenal potensi sumber dayaalam yang terkandung di wilayah laut kita, sebagai potensi ekonomi maritim yangsangat berlimpah ragamnya.
Buku bacaan ini akan banyak membantu adik-adik untuk mengenal kekayaanyang ada di laut kita seperti terumbu karang yang indah dan beragam jenis biota didalamnya. Adanya pengenalan wawasan maritim sejak dini kepada generasi pewariscita-cita perjuangan bangsa sebagai insan pembangunan yang berjiwa maritim, yangpada gilirannya diharapkan mampu menggali dan mengelola kemaritiman Indonesia.
Hadirnya buku bacaan ini merupakan inisiatif dari Dewan Maritim Indonesia,agar pengenalan wawasan kemaritiman sudah mulai digerakkan dari siswa-siswatingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas sebagai generasi penerus untukmempersiapkan diri menjadi kader-kader yagn berjiwa maritim dimasa depan.
Saya percaya, buku ini merupakan sumbangsih untuk merubah pola pikir para
siswa agar lebih cinta pada laut.
Menteri Kelautan dan Perikanan
Freddy Numberi
iii
-
8/3/2019 PDF SMA
6/81
SAMBUTAN
SEKRETARIS UMUM
DEWAN MARITIM INDONESIA
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa secara geografis Indonesia merupakan
salah satu negara maritim di dunia, memiliki pulau sebanyak + 17.504 pulau, panjang
pantai + 81.000 km dan 2/3 (dua per tiga) wilayahnya adalah lautan. Laut merupakan
potensi sumberdaya maritim yang sangat kaya baik hayati, non hayati maupun energi
laut namun selama ini kita telah mengabaikannya.
Dengan rasa gembira saya menyambut baik prakarsa sekretariat Dewan Maritim
Indonesia (DMI) untuk menyusun dan menerbitkan buku Berwawasan Maritim Republik
Indonesia sebagai salah satu bentuk tanggapan partisipatif terhadap Seruan Sunda
Kelapa yang dicanangkan oleh Presiden RI pada tanggal 27 Desember 2001 di Jakarta,
yang menghimbau agar seluruh rakyat Indonesia kembali membangun negeri maritim
dengan 5 (lima) pilar program yang antara lain membangun kembali wawasan maritim.
Dengan demikian kemaritiman menjadi sangat penting bagi kelanjutan pertumbuhan
dan perkembangan bangsa Indonesia.
Buku Potret Negara Maritim Indonesia ini, merupakan buku bacaan yang
mengenalkan wawasan maritim sejak dini kepada generasi pewaris cita-cita perjuangan
bangsa sebagai sumber insan pembangunan yang berjiwa maritim, yang pada gilirannya
diharapkan mampu menggali dan mengelola potensi kemaritiman Indonesia. Hadirnya
buku bacaan ini diharapkan bisa menjadi bahan pengetahuan bagi generasi penerus
utamanya kalangan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) untuk mempersiapkan diri
menjadi kader-kader yang berjiwa maritim di masa depan.
Saya percaya, buku ini merupakan sumbangsih yang berharga bagi pembanguan
maritim Indonesia, semoga penerbitan buku ini bermanfaat.
Jakarta, Juni 2005
Sekretaris Umum
Prof. Dr. Ir. Rizal Max Rompas, M. Agr.
T
iv
-
8/3/2019 PDF SMA
7/81
KATA PENGANTAR
Kondisi geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia yang strategis terletak
didaerah tropis yang diapit oleh dua benua yakni Asia dan Australia dan dua samudra
yaitu Samudera Pasifik dan Sumudera Hindia, serta pertemuan dari tiga lempeng besar
dunia Eurasia, India, Australia dan Pasifik. Dengan posisi silang yang sangat strategis
dan kaya dengan sumberdaya alam yang beranekaragam, hal tersebut merupakan
kekayaan yang luar biasa bagi Indonesia.
Negara Indonesia 2/3 wilayahnya atau sekitar 5.8 juta merupakan lautan dan
memiliki panjang garis pantai 81.000 km atau sekitar 14% dari panjang garis pantai
dunia dan memiliki sekitar 17.504 pulau besar dan kecil. Dengan luas laut demikian, dan
dengan pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada, Indonesia secara geografis
merupakan negara maritim terbesar di dunia.
Salah satu keunikan posisi kepulauan Nusantara adalah karena Indonesia terbentuk
dari pertemuan tiga lempeng raksasa bumi (earth) yakni lempeng Pasifik, lempeng Eurasia
dan lempeng Samudera Hindia-Australia. Oleh karena itu tidaklah mengherankan kalau
berbagai fenomena alam (earth fenomena) sangat kaya di Indonesia. Fenomena alam
yang paling menonjol adalah daerah paparan Sunda yang memiliki laut dangkal di
sebelah Barat, wilayah-wilayah dengan palung-palung laut dalam di bagian Tengah
(laut Banda) dan daerah paparan Sahul dengan laut dangkal di ujung Timur. Dari Barat
sampai ke Timur kepulauan Nusantara terbentang jalur magnetic dan jalur seismic serta
jalur anomaly gravitas negatif terpanjang di dunia. Atas dasar susunan geografis yang
demikan unik, terbentang lautan luas yang memeluk kepulauan Nusantara dengan kokoh
dan dengan variasi jenis-jenis kedalaman laut yaitu laut dangkal dan laut dalam yang
memberi keindahan dan aneka ragam biota laut di dalamnya. Gambaran ini memper-
lihatkan potensi-potensi perekonomian dalam bentuk potensi tambang, Perikanan,
ekosistem lindung dan jasa-jasa Kelautan sangatlah besar.
Penerbitan buku yang diberi judul Potret Negara Maritim Indonesia yang
diperuntukkan bagi siswa didik di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), dimaksudkan
untuk membuka wawasan kepada generasi muda akan besarnya potensi-potensi ekonomi
v
-
8/3/2019 PDF SMA
8/81
yang dikandung dalam pembangunan dan pengelolaan maritime, dan dapat menjadi
alternatif tulang punggung negara yang selama ini sangat bergantung pada pajak.
Penulis menyadari bahwa isi buku ini masih jauh dari sempurna karena itu pada
kesempatan ini mengharapkan saran-saran konstruktif dari pembaca gunapenyempurnaan penulisan buku ini.
Penyusun
vi
-
8/3/2019 PDF SMA
9/81
DAFTAR ISI
Hal
Sambutan Menteri Kelautan dan Perikanan ........................................................................ iii
Sambutan Sekretaris Umum Dewan Maritim Indonesia .................................................. iv
Kata Pengantar ............................................................................................................................. v
Daftar Isi ......................................................................................................................................... vii
Daftar Gambar .............................................................................................................................. viii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
BAB 2 PERKEMBANGAN KEMARITIMAN INDONESIA ................................... 4
2.1 Kondisi Kemaritiman Indonesia Sebelum Kemerdekaan .................... 5
2.2 Kondisi Kemaritiman Indonesia Sesudah Kemerdekaan .................... 6
2.3 Kebangkitan Kemaritiman Indonesia ....................................................... 11
BAB 3 NEGARA KEPULAUAN REPUBLIK INDONESIA..................................... 13
3.1 Letak Geografis dan Kepentingannya ...................................................... 143.2 Laut Sebagai Pemersatu Bangsa ................................................................ 17
BAB 4 SOSIAL DAN BUDAYA MARITIM................................................................. 19
4.1 Keterbatasan Sistem Sosial Budaya Maritim .......................................... 22
4.2 Pelestarian Sumberdaya Budaya Maritim ............................................... 25
4.3 Konflik Budaya Maritim ............................................................................... 27
4.4 Pengembangan Sosial Budaya Maritim ................................................... 29
4.5 Pengembangan Tekhnologi dan Budaya Maritim ................................ 30
4.6 Masyarakat Suku Laut dan Otonomi Daerah ......................................... 36
BAB 5 WILAYAH DAN KAWASAN MARITIM ........................................................ 38
5.1 Dimensi Wilayah Maritim ............................................................................ 39
5.2 Batas Wilayah Maritim dan Pulau-pulau Terluar ................................ 40
5.3 Tipologi Kawasan Maritim .......................................................................... 46
vii
-
8/3/2019 PDF SMA
10/81
BAB 6 EKSPLORASI DAN EKSPLOITASI LAUT .................................................... 47
6.1 Fungsi Laut Bagi Kehidupan Manusia .................................................... 48
6.2 Potensi Kelautan dan Kemaritiman Indonesia ...................................... 49
BAB 7 EKONOMI (INDUSTRI) MARITIM ................................................................. 55
7.1 Industri Pelayaran .......................................................................................... 57
7.2 Industri Perikanan ......................................................................................... 59
7.3 Industri Pariwisata Bahari .......................................................................... 62
7.4 Industri Energi dan Sumberdaya Mineral ............................................... 64
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 67
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1 Peta Indonesia ...................................................................................................... 10
Gambar 2 Aspek Alamiah Laut Paling Mempengaruhi Kehidupan Indonesia .... 14
Gambar 3 Posisi Geo-Strategis Indonesia ........................................................................ 15
Gambar 4 Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) ....................................................... 16
Gambar 5 Konsep Pelabuhan dan Zona Perhubungan ............................................... 58
Gambar 6 Jaringan Pelayanan Transportasi Laut Antar Pulau
(INTERINSULAIR) .............................................................................................. 59Gambar 7 Wilayah Pengembangan Perikanan (WPP) dan Potensi
Sumberdayanya ................................................................................................... 60
viii
-
8/3/2019 PDF SMA
11/81
BAB 1
PENDAHULUAN
Sebagaimana kita ketahui bahwa negara Indonesia kita tercinta ini adalah negara
yang memiliki wilayah perairan terbesar di dunia dan dua pertiga dari wilayah kedaulatan
negara kita merupakan wilayah perairan. Seyogyanya sektor maritim dapat kita jadikan
sebagai salah satu sumber penunjang utama bagi perekonomian masyarakat negara kita
sesuai dengan salah satu semboyan yang kita miliki sebagai negara maritim yakni
Jalesveva Jayamahe yang memiliki arti Di Laut Kita Jaya.
Namun pada kenyataannya sampai saat ini sektor maritim terkesan masih agak
tersisihkan baik dalam segi pengaturan, pembinaan dan pengawasan pemerintah maupun
dalam segi peminat dunia usaha apabila dibandingkan dengan sektor-sektor perekomianlainnya sehingga berbagai potensi sumber daya dalam sektor maritim yang sebenarnya
memiliki prospek penghasilan dan keuntungan yang teramat besar masih belum dapat
didayagunakan secara optimal.
Hal ini tentu saja tidak terlepas sebagai akibat dari banyaknya permasalahan yang
terdapat di seputar dunia maritim yang menimbulkan kesulitan bagi para pengusaha
besar, menengah maupun kecil yang telah berkecimpung dalam bisnis maritim untuk
memperoleh kemakmuran dari usahanya karena harus senantiasa berusaha
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kondisi ini juga yang kemudian menimbulkan
keengganan bagi para calon pengusaha yang berkeinginan untuk mencoba peruntung-annya dalam dunia usaha maritim.
Di tengah arus globalisasi yang semakin deras melanda dunia, ada beberapa model
pembangunan yang dikembangkan. Model pembangunan yang digunakan Indonesia
adalah model pembangunan berkelanjutan (sustainable development), yang merupakan
suatu model pembangunan untuk memenuhi kebutuhan manusia saat ini tanpa
menurunkan atau menghancurkan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi
kebutuhanya. Pembangunan berkelanjutan ini mengandung tiga unsur utama yakni
dimensi ekonomi, ekologi dan sosial.
Adapun ketiga dimensi pembangunan berkelanjutan tersebut dapat dikemukakan
secara jelas pada uraian berikut :
a. Pembangunan secara ekonomis dianggap berkelanjutan (an economically
sustainable area/ecosystem) jika kawasan tersebut mampu menghasilkan barang
dan jasa (good and services) secara berkesinambungan (on continuing basis),
memelihara pemerintahan dari hutang luar negeri pada tingkatan yang terkendali
(a manageable level), dan menghindarkan ketidakseimbangan yang ekstrim antar
sektor (extreme sectoral imbalances) yang dapat mengakibatkan kehancuran
produksi sektor primer, sekunder, atau tersier.
1
-
8/3/2019 PDF SMA
12/81
b. Pembangunan dikatakan secara ekologis berkelanjutan (an ecologically sustainable
arealecosystem), manakala basis (ketersediaan stok) sumber daya alamnya dapat
dipelihara secara stabil, tidak terjadi eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya
dapat diperbaharaui (renewable resources), tidak terjadi pembuangan limbah
melampaui kapasitas asimilasi lingkungan yang dapat mengakibatkan kondisitercemar, serta pemanfaatan sumber daya tidak dapat diperbaharui (non-renewable
resources) yang dibarengi dengan upaya pengembangan bahan substitusinya secara
memadai. Dalam konteks ini termasuk pula pemeliharaan keanekaragaman hayati
(biodiversity), stabilitas siklus hidrologi, siklus biogeokimia, dan kondisi iklim.
c. Pembangunan dianggap secara sosial berkelanjutan (a socially sustainable area/
ecosystem), apabila kebutuhan dasar (pangan, sandang, perumahan, kesehatan,
dan pendidikan) seluruh penduduknya terpenuhi; terjadi distribusi pendapatan
dan kesempatan berusaha secara adil; ada kesetaraan gender (gender equity);
terdapat akuntabilitas dan partisipasi politik.Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, pengelolaan pembangunan berbasis
sumber daya kelautan, secara tekhnis dapat didefinisikan bahwa pembangunan kelautan
berkelanjutan (sustainable marine development) adalah suatu upaya pemanfaatan sumber
daya alam dan jasa-jasa lingkungan yang terdapat di dalam kawasan pesisir dan lautan
untuk kesejahteraan manusia, terutama stakeholders, sehingga laju (tingkat) pemanfaatan
tidak melebihi daya dukung (carrying capacity) kawasan pesisir dan laut untuk
menyediakannya.
Ketentuan tentang wilayah nasional Indonesia menyebutkan bahwa wilayah
nasional Indonesia adalah suatu hamparan perairan laut luas dengan berpuluh ribu
pulau tersebar di dalamnya, yang merupakan suatu wilayah kesatuan laut dan pulau
secara bulat dan utuh termasuk udara diatasnya dan berbentuk wilayah kepulauan yang
menyatu.
Untuk lebih jelas mengenai batasan pengertian wilayah nasional Indonesia maka
kita perlu mengetahui tentang pengertian-pengertian sebagai berikut :
Pulaumerupakan wilayah daratan yang terbentuk secara alamiah yang dikelilingi
oleh air dan berada di atas permukaan air pada waktu air pasang minimum selama
setahun. Dan kepulauan meliputi suatu gugusan pulau termasuk bagian pulau danperairan di antara pulau-pulau tersebut, dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya
satu sama lain demikian eratnya sehingga pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah
lainnya itu merupakan satu kesatuan geografi, (ekologis), ekonomi, pertahanan, keamanan.
Pengertian lautmerupakan ruang perairan di muka bumi yang menghubungkan
daratan dengan daratan dan bentuk-bentuk alamiah lainnya yang mempunyai kesatuan
geografis dan ekologis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya
ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan ketentuan hukum internasional.
2
-
8/3/2019 PDF SMA
13/81
Sedangkan pengertian kelautanmeliputi hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan
di laut yang meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya, landas kontinen termasuk
sumber kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kegiatan di permukaan laut, dan
ruang udara di atasnya.
Uraian tersebut di atas memberi gambaran pengertian tentang apa itu MaritimIndonesia. Pengertian Maritim Indonesia adalah suatu lingkungan alam yang terbentuk
secara alami, terdiri atas hamparan perairan laut yang luas dengan beribu pulau besar
dan tersebar di dalamnya, yang merupakan satu kesatuan laut dan pulau secara utuh
dan bulat, termasuk udara di atasnya berikut sumber daya dan lingkungan alam, baik
yang berada di atas, di dalam, di dasar maupun yang berada di bawah dasar lautan.
Sedangkan maritim itu sendiri merupakan bagian dari kegiatan di laut yang mengacu
pada pelayaran/pengangkutan laut, perdagangan (sea-borne trade), dan kepelabuhanan
baik nasional dan internasional, dan kemaritiman itu sendiri adalah hal-hal yang
menyangkut masalah maritim.
Jadi Maritim Indonesia tidak diberi pengertian segala sesuatu yang berkaitan dan
berdekatan dengan perairan laut saja, melainkan lebih dari itu. Maritim Indonesia selain
mengandung makna segala sesuatu yang berkaitan dan berdekatan dengan perairan
laut, juga mencakup makna wilayah kesatuan laut dan pulau secara utuh dan bulat
berikut udara di atasnya. Negara maritim berdiri di atas landasan alam dan budaya
maritim yang membentuk peradaban maritim yang dicerminkan dalam sistem politik,
ekonomi, sosial-budaya dan pertahanan keamanan. Karena negara maritim merupakan
negara yang mempunyai kegiatan maritim dan kekuatan armada laut yang dimilikinya
yang memberikan kontribusi penting bagi pembangunan nasional.
Sistem politik yang berdasarkan demokrasi politik khususnya mampu menjamin
keutuhan seluruh kepulauan Indonesia sebagai satu kesatuan wilayah negara, serta
tersalur dan terpenuhinya kepentingan-kepentingan masyarakat maritim di lembaga-
lembaga eksekutif dan legislatif.
Untuk sistem ekonomi yang berdasarkan demokrasi ekonomi mampu memberikan
dorongan dan kemudahan bagi usaha-usaha industri dan jasa maritim dalam arti luas,
serta eksplorasi dan eksploitasi kekayaan laut bagi kemakmuran seluruh rakyat, yang
sekaligus dapat mengangkat kualitas kehidupan seluruh rakyat di seluruh kepulauan.Dalam sistem sosial-budaya yang menjunjung tinggi harkat manusia dan keadilan
serta mampu menumbuhkan semangat cinta laut, membangun tradisi dan perikehidupan
masyarakat maritim dan menjadikan laut sebagai penghubung dan pemersatu bangsa.
Sedangkan untuk sistem pertahanan-keamanan yang bertumpu pada kekuatan
rakyat serta mampu menjamin tegaknya kedaulatan di seluruh wilayah laut dan laut
yurisdiksi nasional, serta keutuhan dan kelangsungan hidup bangsa dan negara
Indonesia.
3
-
8/3/2019 PDF SMA
14/81
BAB 2
PERKEMBANGAN KEMARITIMAN INDONESIA
Negara maritim Indonesia termasuk negara kepulauan terbesar di dunia dan telah
memiliki visi nasional yang dikenal dengan Wawasan Nusantara Bahari, namun dalam
perkembangannya kata baharinya ditanggalkan dan hanya menjadi Wawasan
Nusantara saja. Mengingat pengertian Wawasan Nusantara diartikan sebagai cara
pandang bangsa Indonesia terhadap kedaulatan wilayah dan lingkungannya dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan, baik wilayah maupun penyelenggaraan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang mencakup politik, ekonomi,
sosial budaya, pertahanan dan keamanan serta menjadikannya sebagai geopolitik. Maka
rumusan Wawasan Nusantara yang telah dimiliki bangsa Indonesia memerlukanpenyempurnaan dengan memasukkan unsur muatan kemaritiman yang lebih
proporsional. Nuansa kemaritimannya perlu diberikan porsi yang lebih luas dalam rangka
memenuhi cita-cita nasional kita agar Negara Maritim Indonesia kembali menjadi
bangsa dan negara bahari secara nyata, seperti pada jaman Sriwijaya dan Majapahit
terdahulu.
Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia memiliki visi atau cara pandang
berdasarkan nilai-nilai kemaritiman, yang pada intinya menggambarkan sikap dan
kebijakan suatu negara maritim dalam upaya mensejahterakan rakyat dan menjamin
kelangsungan eksistensi bangsa dan negara dengan mendasar kepada sifat dan bentukkemaritimannya secara profesional, baik sikap dan kebijakannya terhadap dunia luar.
Predikat Indonesia sebagai negara maritim, sebenarnya akan semakin lengkap dan
mantap dengan tersusunnya Wawasan Maritim Indonesia yang akan berfungsi sebagai
acuan dan pemberi arah bagi penentuan strategi dan kebijakan dalam pelaksanaan secara
operatif.
Salah satu contoh negara maritim adalah negara maritim Britania (lnggris), yang
merupakan negara kepulauan di kawasan Eropa dan menerapkan visi maritim secara
berhasil dalam upaya mensejahterakan rakyatnya dan membela kelangsungan keberadaan
negaranya. Bahkan berkat visi maritim yang dianut tersebut, negara Britania merupakan
negara penjajah yang menapakkan kakinya di lima benua, dengan motto terkenalnya
Britain Rules the waves. Selanjutnya contoh negara maritim lainnya adalah negara
Belanda, suatu negara kerajaan kecil di Benua Eropa. Di mana merupakan suatu negara
kontinen (Benua) yang menganut dan menerapkan Visi Maritim dalam penyelenggaraan
kebijakan kesejahteraan rakyatnya. Berkat visi maritim yang diterapkannya, telah memiliki
jajahan yang luas di benua Asia antara lain Indonesia, dan dari hasil negara jajahannya
telah mampu membangun negara Belanda yang makmur melimpah yang terletak di Benua
Eropa.
4
-
8/3/2019 PDF SMA
15/81
Di Asia ada juga satu negara maritim, yaitu negara Jepang yang dikenal dengan
negara matahari terbit, yang merupakan negara kepulauan dimana negara Jepang bervisi
maritim dalam penyelenggaraan pemerintahan negaranya. Dapat kita lihat bahwa negara
ini telah mencapai kemakmuran yang sederajat dengan negara Eropa dan negara Amerika
yang maju, bahkan merupakan satu-satunya negara Asia yang termasuk negara ekonomimaju.
2.1. Kondisi Kemaritiman Indonesia Sebelum Kemerdekaan
Bumi nusantara tempat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdaulat
merupakan wilayah kepulauan yang sekaligus merupakan wilayah perairan, di mana
wilayah Indonesia terdiri 2/3 bagian keseluruhan wilayahnya adalah perairan. Ketika
masyarakat nusantara masih terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil dari berbagai suku bangsa
yang menyebar di seluruh wilayah Indonesia, dan merupakan suku bangsa pesisir dan
pulau-pulau kecil adalah penduduk yang yang memiliki wawasan maritim yaitu hidup
sebagai nelayan yang bermata pencaharian mencari ikan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari. Semangat kebahariannya diwujudkan dalam perilaku sebagai
pelaut, perantau hingga pembajak di laut. Kerajaan-kerajaan suku bangsa yang bertebaran
itu belum menyadari bahwa mereka sesungguhnya merupakan penduduk dari satu
wilayah kepulauan.
Seiring dengan perjalanan waktu, akhirnya pola pemikiran yang demikian berubah.
Hal ini terjadi ketika seorang putera bangsa yang bernama Mahapatih Gadjah Madamenyadari ingin menyatukan kerajaan-kerajaan kecil nusantara di bawah koordinasi
Kerajaan Majapahit. Tidak dapat dipastikan apakah Mahapatih Gadjah Mada dan
Panglima Laut Majapahit, Mpu Nala, sudah memahami geopolitik wilayah perairan
kerajaan Majapahit atau belum, tetapi yang jelas, bahwa kehendak mempersatukan
wilayah perairan nusantara menjadi satu kerajaan di bawah panji-panji Majapahit
merupakan pemahaman akan kondisi geografis Nusantara. Karena alasan itulah wilayah
perairan kepulauan ini selanjutnya dinamakan Nusantara oleh Majapahit.
Di samping ekspansi politis yang memiliki dampak yang menyangkut strategi dankebijakan ketahanan wilayah kerajaan tersebut, pemanfaatan laut, sebagai sarana
transportasi serta alat pertahanan dimanfaatkan Majapahit sebagai pusat kerajaan, yang
negeri asalnya berjumlah berpuluh-puluh baik di pulau Sumatera maupun di pulau
Kalimantan. Tindakan politis yang dilakukan Mahapatih Gadjah Mada dapat dikatakan,
bahwa Majapahit memiliki visi kemaritiman, meskipun hanya sebatas sebagai sarana
transportasi dan ketahanan wilayah. Melalui laut, Majapahit mampu mengkordinasikan
negeri asalnya serta melindungi diri dari serangan musuh. Itulah visi kemaritiman
Majapahit.
5
-
8/3/2019 PDF SMA
16/81
Sistem transportasi perhubungan laut Majapahit konon diambil alih oleh
Pemerintahan Hindia Belanda ketika berkuasa di wilayah Nusantara. Melihat kondisi
kemaritiman Majapahit dari wilayah serta potensi laut yang luar biasa, maka demi
kepentingan Belanda sendiri, Pemerintah Hindia Belanda juga mewujudkan visi
kemaritimannya, yaitu dengan menguasai wilayah perairan nusantara mulai darikawasan Utara yang meliputi wilayah Ternate dan Tidore, kawasan Tengah: Makasar,
kawasan Selatan meliputi Batavia dan sepanjang Pantura (Pantai Utara Pulau Jawa).
Dengan demikian, bangsa Indonesia perlu memiliki visi yang jelas dan berjangka
panjang dalam konteks kemaritiman nusantara termasuk di dalamnya sebuah wawasan
kemaritiman nusantara. Tanpa dilengkapi dengan visi, bagaimana suatu bangsa dapat
membangun negaranya secara baik dan benar. Demikian pula terhadap manusia, orientasi
setiap kehidupan manusia adalah masa depan yang cerah, maka setiap manusia
mempunyai visi terhadap dunia yang dihadapi. Manusia yang hidup dalam masyarakatdan bernegara perlu memiliki orientasi tersebut dalam bentuk cara pandang atau
wawasan. Jadi cara pandang yang didasarkan pada kemaritiman dalam kehidupan
bangsa Indonesia pada hakikatnya berlaku sebagai sebuah visi dalam menghadapi
tantangan ke depan.
Melalui proses sejarah maritim yang panjang, semangat maritim bangsa Indonesia
tidak disadari telah terkikis dan dirubah dengan sengaja oleh sistem pemerintahan
Belanda selama 350 tahun. Selama masa Pemerintahan Belanda bangsa kita yang
tadinya mempunyai pemikiran yang berorientasi paridigma laut menjadi paradigmadaratan (continental). Masyarakat Indonesia pada umumnya tidak lagi memiliki jiwa
maritim, dan kehidupannnya lebih berorientasi kepada daratan. Ironisnya lagi,
masyarakat juga kurang menyadari bahwa Indonesia secara geografis memiliki berbagai
peluang, ancaman, kekuatan, dan kelemahan sebagai negara kepulauan (nusantara) yang
berada di antara dua samudera dan dua benua.
2.2. Kondisi Kemaritiman Indonesia Sesudah Kemerdekaan
Perkembangan pentingnya kemaritiman Indonesia mulai mendapatkan perhatiansejak tahun 1957, seiring dengan keluarnya pengumuman Pemerintah Republik Indonesia
tentang perairan Indonesia. Langkah pemerintah itu sangat strategis karena sejatinya
2/3 dari luas wilayah Indonesia adalah perairan dan merupakan satu-satunya negara
kepulauan terbesar di dunia (Archipelagic State). Indonesia dikenal sebagai negara yang
terdiri dari beribu-ribu pulau dan beraneka suku bangsa dan kebudayaan.
Secara Implisit penyebutan itu merupakan pengakuan bahwa air (laut) adalah bagian
dari wilayah negara dan merupakan pemersatu bagi pulau-pulau (daerah dan
penduduknya) yang harus dilindungi oleh segenap bangsa dan negara Indonesia. Hanya
6
-
8/3/2019 PDF SMA
17/81
saja, yang jadi permasalahan, ungkapan itu belum didukung dengan peraturan
perundang-undangan mengingat penentuan batas laut teritorial sampai pada tahun 1957
masih berpedoman pada pasal 1 ayat (1) angka 1 s/d 4 Ordonansi Laut Teritorial dan
Lingkungan Maritim 1939 stb No. 442 yang membagi wilayah daratan Indonesia dalam
bagian-bagian terpisah dengan teritorialnya sendidi-sendiri. Ketika itu, batas laut teritorialkita hanya 3 mil laut yang diukur dari garis pantai pada waktu air surut terendah dan
melingkari setiap pulau sehingga mengakibatkan banyak kantong-kantong laut bebas di
antara pulau-pulau di Indonesia.
Bunyi Pasal 1 ayat (1) angka 1 s/d 4 yaitu :
(1) Di dalam aturan ini dan di dalam ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan
berdasarkan aturan ini yang diartikan dengan :
1. Laut Territorial Indonesia :
I. daerah laut, yang membentang ke arah laut sampai jarak tiga mil laut dari
garis air surut pulau-pulau atau bagian-bagian pulau-pulau yang
termasuk wilayah Republik Indonesia, dengan pulau-pulau diartikan juga
karang-karang, batu-batu karang dan gosong-gosong yang ada di atas
permukaan laut pada waktu air surut wilayah Republik Indonesia;
Dengan pengertian bahwa :
A. di tempat teluk, ceruk laut, muara sungai atau terusan, dalam hal mana
Indonesia adalah satu-satunya negara tepi, jarak tiga mil laut itu diukur
dari garis lurus, yang memotong lubang dari teluk, ceruk laut, muarasungai atau terusan; jika lubang di maksud melebihi sepuluh mil laut,
maka garis lurus itu ditarik melintang teluk, ceruk laut, muara sungai
atau terusan, sedekat mungkin pada gerbang masuk pada titik pertama di
mana lebar lubang itu tidak melebihi sepuluh mil laut;
B. di tempat kelompok yang terdiri dari dua atau lebih pulau-pulau, jarak
tiga mil laut diukur dari garis-garis lurus yang menghubungkan titik-titik
terjauh garis-garis air surut dari pulau-pulau yang terletak pada bagian
luar kelompok, di tempat mana jarak antara titik-titik itu melebihi enammil laut;
C. di tempat selat-selat yang menghubungkan dua laut terbuka dan dalam
hal mana Indonesia adalah satu-satunya negara tepi, dianggap sebagai
laut territorial bagian dari selat yang terletak di antara dua garis sebelah
menyebelah selat yang menghubungkan kedua tepi sedekat mungkin pada
laut terbuka , pada titik pertama dimana lebar selat tidak melebihi enam
mil laut, walaupun lebar selat di bagian lain antara kedua garis itu melebihi
enam mil laut;
7
-
8/3/2019 PDF SMA
18/81
D. di tempat selat yang menghubungkan dua laut terbuka yang lebar selatnya
tidak melebihi enam mil laut dan dalam hal mana Indonesia bukan
merupakan satu-satunya negara tepi, maka garis pemisah antara laut
territorial Indonesia dengan negara asing, ditarik melalui tengah-tengah
selat;II. daerah laut yang terletak pada sisi laut dari tengah daerah laut yang
diuraikan di bawah I, tetapi terletak dalam batas-batas bandar yang
ditetapkan;
2. Daerah laut Indonesia (perairan territorial) :
laut territorial Indonesia, termasuk bagian laut territorial yang terletak pada
bagian sisi darat dari :
a. laut pantai;
b. daerah air teluk-teluk, ceruk-ceruk laut, muara-muara sungai dan terusan;
3. Perairan pedalaman Indonesia :
semua perairan yang terletak pada bagian sisi darat dari laut territorial
Indonesia, termasuk sungai-sungai, terusan-terusan dan danau-danau dan
rawa-rawa di Indonesia.
4. Daerah air Indonesia :
laut territorial termasuk perairan pedalaman Indonesia;
Pengertian di atas tidak sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimanadiamanatkan dalam alinea keempat UUD45 yang dalam rumusannya telah menegaskan
bahwa negara Indonesia mempunyai fungsi, sekaligus mempunyai tujuan yaitu :
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Pemerintah Indonesia telah mensosialisasikan wilayah perairan Indonesia melalui
pengumuman pemerintah tanggal 13 Desember 1957 yang dikenal dengan Deklarasi
Djuanda. Secara yuridis formil pengumuman pemerintah itu dituangkan dalam Undang-undang No. 4/Prp 1960 tentang Perairan Indonesia.
Disahkannya Undang-undang itu, tentu merupakan keberhasilan perjuangan bangsa
Indonesia, mengingat dalam perkembangan hukum internasional banyak negara pantai
yang berjuang menentukan wilayah lautnya lebih dari tiga mil laut. Bagi kita ini menjadi
bukti kesatuan wilayah (laut dan daratan) negara Indonesia, mengingat sebelumnya laut
di antara pulau yang tadinya merupakan laut bebas telah tercakup dan dinyatakan
sebagai perairan pedalaman Indonesia.
8
-
8/3/2019 PDF SMA
19/81
Dimasukkannya bekas laut bebas menjadi perairan pedalaman Indonesia, menjamin
berlakunya seluruh peraturan perundang-undangan Indonesia dalam yurisdiksi (secara
hukum) bekas laut bebas tadi, sehingga membatasi hak-hak negara lain, dengan ketentuan
pengakuan atas lalu lintas damai bagi kapal-kapal asing untuk melintasi laut wilayah 12
mil laut dan perairan pedalaman Indonesia dari laut bebas ke suatu pelabuhan Indonesiadan sebaliknya, serta dari laut bebas ke laut bebas.
Keberhasilan perjuangan tersebut, berarti beban dan tanggung jawab pemerintah
Indonesia di wilayah perairan semakin besar dan berat dengan bertambahnya luas
wilayah perairan Indonesia dari 3.7 juta km menjadi 5.8 juta km. Perjuangan dan
keberhasilan ini merupakan bukti adanya kesatuan wilayah (laut dan daratan) negara
Indonesia, sebab yang tadinya merupakan laut bebas, dengan diundangkannya Undang-
undang tersebut perairan pedalaman Indonesia menjadi bagian dari wilayah negara
kesatuan Indonesia atau wilayah perairan semula hanya memiliki 3 mil laut menjadi 12mil laut.
Saat ini laut tak bisa terlepas dari berbagai konvensi internasional. Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) memfasilitasi pendirian IMO (International Maritime Organization).
Organisasi ini memiliki motto Safer Shiping (Keselamatan Kapal), dan Cleaner Ocean
(Perlindungan dan Kelestarian Laut), yang mencerminkan masalah yang menjadi
cakupan tugasnya.
Selain United Nation Convention Law of the Sea (UNCLOS), yang telah disebutkan
di atas, ada beberapa konvensi penting di bidang maritim. Salah satunya adalah konvensitentang keselamatan jiwa di laut yaitu Safety of Life at Sea (SOLAS). Konvensi tentang hal
ini telah beberapa kali diselenggarakan, perubahan terakhir pada tahun 1974 (konvensi
ini dikenal sebagai SOLAS 1974).
Sebagaimana diketahui bersama bahwa bangsa Indonesia pernah memiliki kejayaan
dalam bidang kelautan. Sejarah menunjukan bahwa nelayan-nelayan kita dengan
menggunakan perahu phinisi telah mengarungi lautan dan mendarat di bumi Afrika,
jazirah Arab, India dan Cina. Akan tetapi kesadaran bahwa Indonesia merupakan suatu
Negara Kepulauan sesungguhnya masih belum terlalu lama, yaitu sejak Perdana MenteriDjuanda, yang mengeluarkan suatu konsep geopolitik maritim, pada 13 Desember 1957
yang kemudian dikenal dengan Deklarasi Djuanda.
9
-
8/3/2019 PDF SMA
20/81
Gambar 1.
Peta Indonesia
Dapat dibayangkan bahwa wilayah laut di antara dua pulau yang berada lebih dari
3 (tiga) mil dari garis pantainya merupakan wilayah internasional, yang dapat digunakan
secara bebas oleh negara manapun tanpa izin berlayar dari Indonesia. Kondisi ini tentunya
sangat menyulitkan administrasi pemerintahan dan politik sebagai negara kesatuan.Setiap selat antara dua pulau hampir dapat dipastikan merupakan perairan internasional,
sehingga menyebabkan wilayah Indonesia terpecah menjadi beberapa fraksi, seperti fraksi
Jawa - fraksi Sumatera fraksi Celebes dan seterusnya. Ditambah lagi dengan tekanan
politik nasional pada waktu itu memang sangat lokal sesuai dengan tanah asalnya seperti
Yong Java, Yong Sumatera, Yong Celebes dan lain-lain.
Menyadari hal ini maka Perdana Menteri Djuanda tepat pada tanggal 13 Desember
1957 menyatakan deklarasinya yang berbunyi sebagai berikut : Bahwa segala perairan
di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk dalam daratan
Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas dan lebarnya adalah bagian wajar
dari wilayah daratan Negara Republik Inoonesia dan dengan demikian merupakan bagian
dari pada perairan pedalaman atau perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan
Negara Republik Indonesia. Penentuan batas laut 12 mil yang diukur dari garis-garis
yang menghubungkan titik terluar pada pulau-pulau Negara Republik Indoneisa akan
ditentukan dengan Undang-Undang.
Pada akhirnya melalui perjuangan diplomasi yang gigih tak kenal lelah selama
hampir 25 tahun, maka pada sidang UNCLOS PBB tahun 1982 usulan Djuanda diterima
bahkan dijadikan konsep tentang negara kepulauan dan mewarnai pasal-pasal UNCLOS
Sumber : BAKOSURTANAL
10
-
8/3/2019 PDF SMA
21/81
(Konvensi Hukum Laut 1982). Pada tahun 1985 keputusan sidang PBB tersebut kemudian
diratifikasi dalam bentuk Undang-Undang No. 17 tahun 1985. Pasal-pasal dalam
UNCLOS 1982 tersebut memberikan hak kepada Indonesia sebagai negara kepulauan
dan tentunya merupakan peluang Indonesia dalam pengaturan untuk memanfaatkan
kekayaan laut bagi sebesar-besarnya kepentingan negara dan rakyatnya.
Selain hak dan peluang untuk melakukan pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan
laut, Indonesia juga dikenakan kewajiban-kewajiban internasional yang harus dipenuhi
berdasarkan UNCLOS 1982. Indonesia perlu membuka wilayah lautannya untuk dapat
dilalui oleh kapal asing yang biasa dikenal dengan nama ALKI (Alur Laut Kepulauan
Indonesia). Selain itu juga diamanatkan untuk merubah dan menyesuaikan peraturan
perundang-undangan yang ada.
Keberhasilan diplomasi Indonesia di forum internasional tersebut di atas sayangnya
kurang diperhatikan dan ditanggapi secara baik oleh para politisi dan birokrat kita.
Akibatnya pembangunan sektor kelautan di masa orde baru telah diabaikan dan sangattertinggal. Terbukti masih belum adanya satupun lembaga keuangan yang mau
memberikan pinjaman perbankan berupa kredit kepada para nelayan ataupun pembelian
kapal.
Oleh beberapa kalangan pada waktu itu yang dipelopori oleh Badan Pengkajian
Penerapan Teknologi (BPPT) dan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) telah
dilakukan terobosan-terobosan kecil untuk menggugah kesadaran politik agar lebih
seimbang. Pada tahun 1996 telah dicanangkan sebagai Tahun Bahari dan Dirgantara.
Dalam kerangka untuk membangun Benua Maritim Indonesia, yang melibatkan seluruh
lembaga nasional yang terkait dengan bidang kelautan, termasuk akademisi perguruantinggi. Upaya tersebut tidak mampu membentuk pemikiran umum yang mampu merubah
paradigma dari darat ke laut. Seiring dengan reformasi pembangunan, timbul tuntutan
untuk mencari kebijakan pembangunan yang baru dan kebutuhan untuk membangun
bidang kelautan sangat besar.
2.3. Kebangkitan Kemaritiman Indonesia
Kejayaan Indonesia sebagai bangsa maritim pernah mengalami kemunduran, terlebih
setelah masuknya VOC ke Indonesia (1602 M - 1798 M). Salah satu peristiwa bersejarahtentang hilangnya kejayaan tersebut adalah terjadinya perjanjian Giyanti tahun 1755
yang dilakukan oleh Belanda dengan Raja Surakarta dan Yogyakarta. Kedua raja
keturunan Mataram tersebut menyerahkan perdagangan laut hasil bumi dan rempah-
rempah dari wilayahnya kepada Belanda. Keputusan kedua raja yang telah dikendali-
kan oleh Belanda tersebut memasung kemampuan maritim bangsa Indonesia. Akibatnya
terjadi proses penurunan semangat dan jiwa maritim bangsa serta perubahan nilai-nilai
sosial dalam masyarakat Indonesia yang semula bercirikan maritim menjadi sifat
kedaratan.
11
-
8/3/2019 PDF SMA
22/81
Hal ini merupakan kemunduran kekuatan bangsa Indonesia sebagai negara maritim
terbesar. Pada tahun 1957 Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Sukarno
mendeklarasikan Wawasan Nusantara di kalangan dunia. Wawasan Nusantara tersebut
memandang laut merupakan satu keutuhan wilayah dengan darat, udara, dasar laut dan
tanah di bawahnya, serta seluruh kekayaan yang terkandung di dalamnya tidak boleh dipisah-pisahkan, dan Wawasan Nusantara dijadikan sebagai wawasan kebangsaan yang
mengetengahkan azaz Negara Nusantara (archipelagic state).
Kemudian memasuki pemerintahan Presiden Suharto untuk memperoleh pengakuan
dari dunia internasional telah dilaksanakan perjuangan yang terus menerus di forum
internasional dan regional. Sehingga pada tahun 1982 gagasan Negara Nusantara
berhasil dan diakui dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS82) serta
berlaku sebagai hukum internasional positif sejak 16 November 1994.
Pada tahun 1998 Presiden Baharudin Jusuf Habibie semasa pemerintahannyamendeklarasikan visi pembangunan kelautan bangsa Indonesia dalam Deklarasi
Bunaken. Inti dari deklarasi tersebut adalah laut merupakan peluang, tantangan dan
harapan untuk masa depan persatuan, kesatuan dan pembangunan bangsa Indonesia.
Perkembangan selanjutnya pada tahun 1999 di bawah pemerintahan Presiden
Abdurahman Wahid menyatakan komitmennya terhadap pembangunan kelautan.
Komitmen pemerintah terhadap pembangunan di bidang maritim makin menampakan
harapan cerah dengan telah dibentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP)
dan dikembangkannya kelembagaan Dewan Kelautan Nasional (DKN) menjadi Dewan
Maritim Indonesia (DMI). Kedua lembaga tersebut diharapkan menjadi suatu lembaga
yang mampu menjadi wadah untuk mengelola sektor kelautan yang memiliki potensi
yang sangat besar, sehingga ke depan dapat dijadikan andalan dalam meningkatkan
devisa negara, dan pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran
bagi bangsa Indonesia.
Salah satu hasil perjuangan dari para pejuang maritim melalui satu komitmen untuk
memajukan kemaritiman Indonesia, pada tahun 2001 di bawah pemerintahan Presiden
RI Megawati Soekarnoputri mendeklarasikan Seruan Sunda Kelapa, yang intinya
mengajak kepada segenap bangsa Indonesia untuk membangun kekuatan di laut, danselanjutnya atas usulan dari Dewan Maritim Indonesia, Presiden Megawati Soekarnoputri
menerbitkan Keppres Nomor 126 tahun 2001 yang menetapkan tanggal 13 Desember
sebagai Hari Nusantara. Sejarah bahari Indonesia telah mewariskan pengalaman,
cita-cita dan perjuangan para bahariwan dalam mewujudkan kemakmuran, kebahagiaan
serta kejayaan bangsa.
12
-
8/3/2019 PDF SMA
23/81
BAB 3
NEGARA KEPULAUAN REPUBLIK INDONESIA
Peninggalan sejarah pada masa sebelum Masehi berupa bekas-bekas kerajaan Merina
yang didirikan oleh para perantau dari Nusantara ditemukan juga di Madagaskar. Hal
ini menunjukkan, bahwa nenek moyang bangsa Indonesia pada masa itu telah mampu
membangun kapal-kapal layar samudera, melintas samudera sejauh 6500 km sampai di
Madagaskar. Jejak kebudayaan prasejarah bercirikan maritim juga ditemukan di kawasan
Austronesia, bukan hanya perahu cadik sebagai perahu khas nusantara, melainkan
rumpun bahasa Austronesia dimana pengaruh bahasa-bahasa di nusantara terasa sangat
kuat dibandingkan dengan pengaruh rumpun bahasa Indochina atau Yunan. Dari
penemuan bukti-bukti baru tentang prasejarah Indonesia itu memberikan pemahaman
bahwa nenek moyang bangsa Indonesia adalah asli bangsa pelaut atau pengembara, dan
sejak ribuan tahun sebelum Masehi sudah mengglobalisasi di kawasan Samudera
Hindia dan kawasan Samudera Pasifik sebagai pelau-pelaut ulung yang jejak-jejak
kebudayaannya masih dapat didikuti sampai sekarang.
Dalam sejarah, kepulauan Indonesia sejak abad VII secara ekonomi telah
dipersatukan oleh kerajaan Sriwijaya dengan menguasai lalu lintas perdagangan dari
Barat dan Timur, Utara dan Selatan di Selat Malaka, Laut Cina Selatan dan laut Jawa.
Pada abad XIII konsep persatuan kepulauan Indonesia secara politik di bawah satu
kekuasaan telah diletakkan oleh Raja Kertanegara dari Kerajaan Singosari melalui
semboyan Cakrawala Mandala Dwipantara, yang kemudian diwujudkan secara nyata
oleh maha Patih Gadjah Mada dari Kerajaan Majapahit pada abad ke XV melalui sumpah
Palapanya. Penyatuan Kepulauan Indonesia secara politik dan ekonomi dilanjutkan
selama masa penjajahan Belanda sampai Jepang, sehingga ketika bangsa Indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, maka yang
dimaksud dengan bangsa dan negara Indonesia adalah rakyat dan wilayah yang selama
bertahun-tahun dikenal sebagai penduduk dan pulau-pulau dari kepulauan Indonesia.Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang sebanding atau seluas
eropa atau USA, dimana 2/3 luas wilayah kedaulatan terdiri dari laut yang mempunyai
wilayah laut yurisdiksi sangat luas dan sangat kaya akan sumber daya alam yang terdiri
dari 17.504 pulau dengan panjang pantai 81.000 Km terpanjang ke dua di dunia setelah
negara Kanada, serta terletak pada letak geografis yang sangat strategis, yaitu di antara
dua benua dan dua samudera.Situasi dan kondisi aspek alamiah demikian menunjuk-
kan bahwa laut adalah alamiah yang paling dominan mempengaruhi kehidupan politik,
ekonomi, sosial-budaya, pertahanan dan keamanan nasional Indonesia. Oleh karenanya
13
-
8/3/2019 PDF SMA
24/81
pembangunan nasional seyogyanya dirumuskan dengan mempertimbangkan dan
memperhatikan, kekurangan, kelebihan, kerawanan dan keunggulan dari pengaruh
alamiah laut.
Gambar 2.
Aspek Alamiah Laut Paling Mempengaruhi Kehidupan Indonesia
Sumber : Bahan Konsinyir Penyusunan Draft RUU Kelautan
Pada waktu Indonesia merebut kemerdekaan, laut kepulauan Indonesia masih
berstatus perairan internasional yang memisah-misahkan wilayah kedaulatan Indonesia.
Kondisi demikian sangat mempengaruhi kehidupan politik, ekonomi, sosial-budaya, dan
sistem pertahanan dan keamanan bangsa Indonesia yang hidup dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Oleh karenanya, untuk mencegah dan mengatasi kerawanan
tersebut Bung Karno, Proklamator Kemerdekaan, dan Presiden RI pertama, telah
memberikan prioritas khusus dalam upaya memperjuangkan status perairan kepulauan
tersebut menjadi wilayah tanah dan air Indonesia sebagai satu wilayah kedaulatan utuh
dalam NKRI.
3.1 Letak Geografis dan Kepentingannya
Posisi geografi Indonesia yang berada pada posisi persilangan dunia, memberikan
kedudukan dan peranan strategis bagi Indonesia baik dalam hubungan antar bangsa
maupun untuk membangun kejayaannya sendiri. Ditinjau dari aspek sosial ekonomi
potensi kelautan Indonesia dapat dikembangkan dan didayagunakan sebagai basis
14
-
8/3/2019 PDF SMA
25/81
strategis bagi ruang dan kepentingan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Oleh karena
itu melalui kabinet Gotong Royong yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri selalu
mengatakan bahwa, bidang Kelautan dan Perikanan dijadikan salah satu prime mover
ekonomi nasional. Potensi kelautan yang dimiliki oleh negara Indonesia diibaratkan
sebagai naga sedang tidur (Sleeping Big Dragon) yang perlu dibangunkan sekarang iniuntuk mengatasi krisis multidimensi yang sedang melanda negara kita.
Gambar 3.
Posisi Geo-Strategis Indonesia
Sumber : Makalah Perumusan Kebijakan Penguatan KelembagaanDewan Maritim Indonesia di Daerah
Indonesia sebagai suatu negara kepulauan yang memiliki luas wilayah laut 5.8 juta
Km, terdiri dari 3.1 juta Km luas laut Teritorial, 2.7 juta Km wilayah laut Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia (ZEEI), dan garis pantai sepanjang 81.000 Km. Secara keseluruhan
wilayah laut Indonesia mencapai 75 % dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Oleh karena itu masyarakat internasional mengenal Indonesia sebagai Negara Maritim.Di dalam wilayah laut Indonesia terkandung berbagai potensi sumberdaya yang sangat
bervariasi baik hayati maupun nir-hayati. Disamping itu pula keindahan alam laut
dengan keanekaragaman biota laut, seperti ekosistem terumbu karang,merupakan aset
nasional yang sangat potensial bagi pengembangan industri wisata bahari. Disamping
itu pula telah disadari banyak orang, bahwa sumber daya alam yang ada di dalamnya
cukup menjanjikan untuk dijadikan sebagai sumber kekuatan ekonomi nasional yang
telah mengalami keterpurukan. Sampai saat ini yang menjadi kelemahan dan kekurangan
kita dalam memanfaatkan potensi kelautan dengan sebaik-baiknya adalah belum semua
sumber daya kelautan disentuh atau dilirik untuk eksplorasi dan eksploitasi oleh
15
-
8/3/2019 PDF SMA
26/81
pemerintah Indonesia, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dilihat
dari sudut pandang geografis, Indonesia merupakan negara yang memiliki posisi yang
strategis dalam lalulintas perekenomian dunia, karena terletak di antara dua benua (Asia
dan Australia) dan dua Samudera (Pasifik dan Hindia), sehingga membuat masyarakat
internasional mengakui Indonesia sebagai persimpangan lintas pelayaran niaga utama(across of the commercial shipping). Karena begitu strategis kedudukan laut kita, maka
satu-satunya negara di dunia yang dilalui oleh 3 (tiga) alur laut internasional dan yang
dikenal sebagai alur laut kepulauan Indonesia (ALKI). Hal itu pertanda bahwa wilayah
perairan laut Indonesia sangat diminati oleh kalangan internasional. Ada aspek positifnya
yaitu bertambahnya devisa negara dalam bidang ekonomi suatu kawasan yang dilalui
ALKI, tetapi ada pula aspek negatifnya, yaitu dapat mengancam kedaulatan negara
Indonesia.
Kepentingan kalangan negara luar terhadap potensi wilayah perairan Indonesia,
bukan hanya untuk kebutuhan pelayaran, tetapi juga ingin memanfaatkan sumberdayaperikanan yang sangat besar. Oleh karena itu banyak kapal-kapal asing melakukan
pencurian ikan secara tidak sah secara hukum (illegal fishing). Salah satu contoh wilayah
perairan Indonesia yang sering menjadi wilayah pencurian ikan secara tidak sah yaitu
wilayah laut Papua yang berhadapan langsung dengan Samudera Pasifik, sehingga sering
dijumpai kapal-kapal ikan milik asing ditangkap oleh petugas pengamanan di laut.
Adanya kegiatan pencurian ikan oleh kapal-kapal asing mengakibatkan populasi ikan
semakin berkurang dan menimbulkan kerusakan ekosistem laut dan menimbulkan
kerugian devisa negara yang sangat besar.
Gambar 4
Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI)
Sumber : Makalah Perumusan Kebijakan Penguatan Kelembagaan Dewan MaritimIndonesia di Daerah
16
-
8/3/2019 PDF SMA
27/81
3.2 Laut Sebagai Pemersatu Bangsa
Dengan telah berlakunya Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional tahun
1982 (UU No.17 Tahun 1985 tentang Ratifikasi Konvensi PBB tentang Hukum Laut
Internasional 1982) selanjutnya pada tahun 1994 Indonesia secara resmi diakui
internasional sebagai negara kepulauan yang memiliki wilayah kedaulatan di laut sebesar
kurang lebih dua kali lebih besar dari pada wilayah kedaulatan di darat, dan disamping
itu juga memiliki hak berdaulat untuk pemanfaatan sumberdaya alam di Zona Ekonomi
Eksklusif dan Landas Kontinen Indonesia. Saat ini sudah ada sejumlah undang-undang
di bidang kelautan, namun belum ada undang-undang yang mengatur tentang
kebijaksanaan dan strategi pengamanan dan pemanfaatan laut untuk digunakan sebagai
acuan utama bagi semua peraturan perundang-undangan dan rencana pembangunan
nasional.
Dengan menyadari kenyataan yang ada bahwa Indonesia adalah negara kesatuan
yang berwawasan nusantara, maka yang harus kita lakukan saat ini untuk menuju bangsa
yang maju dan makmur, kita perlu membangun sistem pemerintahan yang berorientasi
kelautan (ocean governance) sehingga Indonesia menjadi negara maritim yang maju dan
kuat di dunia, mengingat wilayah laut Indonesia merupakan bagian terbesar dari wilayah
Indonesia yang mempunyai posisi strategis dari berbagai aspek ekologis, ekonomi, sosial,
politik, pertahanan dan keamanan yang diperuntukkan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Dalam posisi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diakui secara internasional
sebagai suatu negara kepulauan yang memiliki potensi sumber daya alam laut yang
sangat besar, kiranya dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan bagi kepentingan generasi
sekarang dan yang akan mendatang. Dengan memandang laut Indonesia sebagai tali
kehidupan dan masa depan bangsa sehingga pengamanan dan pemanfaatannya harus
mendapat perhatian yang khusus dan sungguh-sungguh dalam perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan nasional. Kelautan sebagai kesatuan ruang hidup dan ruang
juang bangsa Indonesia diatur dan dikelola dengan tujuan memperkuat wawasan
nusantara, mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang maju, tercapainyamasyarakat Indonesia yang sejahtera, mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berorientasi kepada keserasian kepentingan antar daerah, nasional dan internasional,
membangun ekonomi nasional yang berorientasi pada keunggulan komparatif di bidang
kelautan, dan mewujudkan sistem pemerintahan yang berorientasi pada pembangunan
kelautan (oceans governance).
Pada tahun 1982 di Teluk Montego, Jamaika, terdapat 119 negara yang
menandatangani United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), yang di
dalamnya memuat sembilan buah pasal mengenai perihal ketentuan tentang Prinsip
17
-
8/3/2019 PDF SMA
28/81
Negara Kepulauan. Salah satu pasal dalam Prinsip Negara Kepulauan yaitu memandang
laut bukan sebagai alat pemisah, melainkan justru sebagai alat yang menyatukan pulau-
pulau yang satu dengan lainnya. Prinsip-prinsip tentang fungsi laut sebagai alat
pemersatu atau fungsi laut sebagai faktor integritas wilayah inilah yang kemudian hari
menjadi wawasan kebangsaan negara Indonesia yaitu wawasan nusantara.Bagi Indonesia sebagai negara kepulauan, laut tidak hanya menjadi alat penghubung
antar pulau tetapi juga alat perekat antar pulau-pulau dan suku-suku bangsa yang
bersebar dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu lautan Nusantara harus selalu
dijaga keutuhannya, karena kalau sampai terpecah-pecah maka fungsinya sebagai alat
pemersatu akan hilang.
18
-
8/3/2019 PDF SMA
29/81
BAB 4
SOSIAL DAN BUDAYA MARITIM
Indonesia memiliki berbagai macam suku, di mana suku-suku yang ada tersebut
memiliki adat istiadat yang berbeda. Keanekaragaman suku, agama, ras, adat istiadatdapat
menjadi kekuatan atau modal bagi pembangunan nasional, akan tetapi apabila tidak
dapat dipelihara dengan baik terutama dalam hal toleransi, keanekaragaman tersebut
dapat menjadi penghambat bagi terciptanya stabilitas nasional.
Permasalahan yang sering terjadi dalam masyarakat, biasanya ditimbulkan oleh
adanya kesenjangan sosial, sehingga sering menimbulkan konflik antar suku, agama,
dan ras di masyarakat. Hal semacam inilah yang perlu dihindari dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara terutama bagi masyarakat di daerah perbatasan. Salah satuupaya dalam menangani konflik dapat dilakukan secara adat, tetapi apabila sudah
menyangkut stabilitas dan keamanan nasional maka hal tersebut menjadi kewenangan
pemerintah.
Fenomena sosial budaya bahari di Indonesia sangat kompleks. Hal ini dicirikan
dengan beberapa fenomena yang dominan yaitu : kompleksnya kategori atau kelompok
sosial yang terlibat dalam kehidupan kebaharian, tumbuh dan berkembangnya sektor-
sektor dan sub-sub sektor ekonomi dan aktivitas lainnya berkaitan dengan laut, keterlibatan
secara tidak langsung kategori-kategori dan hirarki sosial dalam aktivitas kebaharian,saling keterkaitan antar sektor-sektor kehidupan dan internal antar unsur-unsur budaya
bahari, sifat homogen dan diversiti unsur-unsur budaya, dan proses dinamika, perubahan
dan persisten dari unsur-unsur budaya bahari tersebut.
Untuk mempelajari budaya bahari yang kompleks dan relevan, menurut
Koentjaraningrat yang dilakukan dengan menerapkan konsep tiga wujud kebudayaan,
sedangkan menurut Sanjek konsep kreasi dan dinamika budaya, dan menurut Vayda
menerapkan metode penjelasan progresif kontekstual sebagai model deskripsi, penjelasan
dan analisis secara empirik. Wujud budaya bahari nelayan ialah sistem budaya (meliputi
terutama sistem-sistem pengetahuan, gagasan, keyakinan, dan daftar kebutuhan sertacita-cita dalam kognitifnya), kelembagaan (organisasi, kelompok kerjasama nelayan, hak-
hak pemilikan/kontrol atas wilayah dan sumberdaya laut), dan teknologi (sarana/
prasarana transportasi laut, sarana penggerak berupa layar, mesin, alat-alat tangkap,
perlengkapan fisik lainnya).
Selain faktor-faktor internal, fenomena dinamika, perubahan atau bertahannya
unsur-unsur budaya maritim juga sangat ditentukan oleh kekuatan-kekuatan eksternal
terutama pasar regional, nasional dan pasar global, inovasi teknologi, kebijakan-kebijakan
pemerintah, intervensi perguruan tinggi, LSM, lembaga donor, dan lain-lain.
19
-
8/3/2019 PDF SMA
30/81
Proses dinamika yang tidak atau kurang terarahkan seperti dialami selama ini
banyak berdampak negatif terhadap kondisi kehidupan ekonomi, konflik sosial,
kemerosotan sumberdaya dan degradasi lingkungan laut. Itulah sebabnya ke depan proses
dinamika budaya maritim mustinya diarahkan secara bijak dengan pendekatan-
pendekatan community-based management, co-management dan lain-lain.Kajian literatur tentang sosial budaya bahari di berbagai tempat di dunia termasuk
Indonesia (antara lain: Firth, 1975; Acheson, 1981; 1977; Andersen dan Cato Wadel, 1982;
Vercruijsse, 1984; Bavinck, 1984; Ushijima dan Cynthia Neri Zayas, 1994; Palsson, 1991;
Masyhuri, 1996) serta studi lapangan (field work) intensif, khususnya pada komuniti-
komuniti pesisir dan pulau-pulau di Sulawesi Selatan, sesungguhnya menunjukkan
fenomena sosial budaya yang sangat kompleks, bahkan dalam banyak segi lebih kompleks
daripada yang mencirikan kategori-kategori sosial yang hidup di darat dengan berbagai
sektor ekonomi atau mata pencaharian hidup seperti komuniti-komuniti petani, peternak,pemburu dan peramu, pekerja jasa dan industri di lingkungan pedesaan dan perkotaan.
Kompleksitas sosial budaya bahari tersebut terutama dicirikan pada sekurang-kurangnya
lima fenomena.
Pertama, kelompok-kelompok sosial kebaharian seringkali bukan sekedar berupa
kelompok-kelompok kerja yang merupakan sub-sub komuniti desa, tetapi dalam banyak
ukuran bisa dikategorikan sebagai suatu sub-sub etnik (seperti berbagai desa-desa nelayan
Bugis, Mandar, Makassar, Madura di kawasan pesisir dan pulau-pulau); bisa merupakan
kelompok-kelompok etnik sepenuhnya (seperti berbagai desa nelayan Bajo di Kepulauan
Riau, NTT, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah), bahkan suatu negara atau kerjaan seperti
antara lain Kerajaan Goa hingga abad ke-17 (Mukhlis Paeni 1995), dan Kesultanan Buton
(Schoorl, 1984) . Di Eropah dan negara-negara pantai dan kepulauan maju lainnya selain
pelayar, nelayan, pengangkut barang dengan berbagai kategorinya, dan marinir, juga
dikenal kelompok-kelompok awak kapal pengeruk dasar sungai dan perairan pantai
kota-kota, kelompok-kelompok olah ragawan laut antara lain seperti peselancar dan
penyelam, kelompok organisasi pencinta lingkungan laut yang anggota-anggotanya
berasal dari kota-kota bahkan dari negara-negara berlainan (Ginkel dan Verrips, 1988).
Setiap kategori dan level sosial tersebut mempunyai atau dicirikan dengan pola-polabudaya konteks lokal dan global.
Kedua, munculnya sedemikian banyak kategori-kategori sosial bahari tersebut tentu
dikondisikan oleh tumbuh dan berkembangnya jenis-jenis usaha ekonomi terkait laut
cukup banyak dan kaya dengan variasi dan tingkatan skalanya masing-masing. Termasuk
dalam sektor-sektor ekonomi kebaharian utama antara lain perikanan, pelayaran/usaha
transportasi laut, industri maritim, pertambangan, parawisata bahari, jasa pengamanan
wilayah laut dan isinya, dan lain-lain. Terhadap sektor-sektor dan sub-sub sektor ekonomi
maritim tersebut oleh pelaku dan pengelolanya (komuniti, kelompok, keluarga, individu
20
-
8/3/2019 PDF SMA
31/81
atau pengusaha privat) seringkali melakukan berbagai gaya menejemen berupa
ekstensifikasi dengan strategi diversifikasi, intensifikasi dengan usaha tunggal, osilasi
di antara berbagai sektor ekonomi terkait laut dan dengan sektor-sektor lain. Di Indonesia
misalnya selama ini, dalam rangka pengembangannya melibatkan pemerintah, ini
seringkali diacukan pada kerangka pengembangan terpadu yang ideal yangmenguntungkan setiap sektor, tetapi seringkali juga dilakukan secara parsial yang
menjurus pada gejala persaingan dan konflik kepentingan yang pada gilirannya
berdampak pada sektor-sektor usaha kecil milik rakyat dengan gaya menejemen
tradisionalnya.
Ketiga, bahwa selain pelaku dan pengguna langsung, ada banyak kategori-kategori
sosial dengan tingkatan-tingkatan sosialnya masing-masing terlibat secara tidak langsung
dalam setiap sektor ekonomi kebaharian (pemanfaatan sumberdaya dan jasa-jasa laut).
Sektor perikanan merupakan sektor ekonomi cukup banyak jenisnya menurut spesis
sumberdaya laut dan tipe-tipe teknologi eksploitasi digunakan serta bertingkat-tingkatmenurut skala investasi modal usaha yang melibatkan nelayan sebagai pelaku dan
pengguna langsung, para pembuat perahu dan alat tangkap, pedagang, pengusaha dan
rentenir, koperasi dan bank, pasar dan TPI, pemerintah/instansi terkait, keamanan laut,
peneliti dan praktisi dari lembaga perguruan tinggi, pihak donor pembangunan, dan
lain-lain. Kategori-kategori sosial dari luar yang tidak terlibat secara langsung dalam
pengelolaan dan aktivitas kemaritiman tersebut justru merupakan kekuatan-kekuatan
eksternal yang memberi pengaruh dalam menentukan tatanan dan dinamika kehidupan
sosial budaya komuniti-komuniti atau kelompok-kelompok sosial kebaharian utama
seperti nelayan dan pelayar. Karena itu fenomena masyarakat dan budaya bahari harusdipahami juga dalam konteks eksternalnya.
Keempat, fenomena sosial budaya maritim bukan hanya tampak pada aspek-aspek
budayanya (sistem-sistem pengetahuan, gagasan, kepercayaan, nilai, norma, bahasa,
organisasi sosial, ekonomi, teknologi, pola pemukiman, kesenian) dengan kategori-kategori
dan hirarki sosial pendukungnya yang berbeda-beda. Fenomena tersebut yang dicirikan
dengan saling keterkaitan internal antara unsur-unsur serta sifat homogeniti dan
difersitasnya merupakan kerumitan tersendiri. Fenomena budaya dari setiap kategori
atau sub-sub kategori sosial dicirikan dengan karakter kepribadian kebahariannya masing-
masing. Setiap kategori sosial sebagai nelayan, kelompok awak kapal angkutan, komuniti
pembuat perahu/kapal, kelompok olah ragawan laut, satuan marinir, dan sebagainya
bisa menunjukkan karakter budaya bahari berbeda-beda. Bahkan di antara kelompok-
kelompok nelayan rumpon (Mandar), nelayan bagang (Bugis), penyelam tripang (Bajo,
Bugis, Makassar) dan pemburu hiu (Bajo) dari Sulawesi Selatan bisa mencerminkan sikap
kepribadian budaya bahari berbeda-beda.
Kelima, kompleksitas fenomena sosial budaya bahari ditunjukkan pula dalam proses
dinamikanya. Di sana ada perubahan sepenuhnya seperti motorisasi perahu nelayan
yang menggantikan fungsi layar dan dayung; ada proses transformasi struktural mengenai
21
-
8/3/2019 PDF SMA
32/81
kelompok-kelompok kerja nelayan dan pelaut serta jaringan pemasaran; ada proses
perkembangan internal seperti perubahan tipe bagang tancap ke bagang perahu melalui
bentuk-bentuk transisi bagang rakit/apung di Sinjai (Sulawesi Selatan); dan proses difusi
(persebaran) yang menyolok seperti persebaran rumpon dari Majenne (Sulawesi Selatan),
bubu dari Buton (Sulawesi Tenggara), sebuah bentuk perahu tradisional dari Kalimantandimodifikasi menjadi tipe jolloro di Bira (Bulukumba) kurang lebih dua dekade terakhir;
dan bahkan seringkali ada manipulasi identitas etnis secara sementara atau permanen
seperti dilakukan oleh sebagian besar kelompok-kelompok masyarakat Bajo di mana-
mana dalam rangka adaptasi sosial budayanya; bertahannya tradisi seperti pengetahuan
kelautan, pembuatan perahu, dan aturan bagi hasil.
Lebih lanjut dalam konteks Indonesia misalnya, di sana ada wacana tentang kearifan
lokal (local indigenious) tetapi banyak kontradiksi dengan fenomena eksploitasi
sumberdaya secara berlebih dan komersialisasi dengan segala dampak negatifnya bagikondisi sosial ekonomi, lingkungan dan sumberdaya laut (berdasarkan pandangan etik
dan emik). Di sana ada juga fenomena paternalisme yang melibatkan pemerintah,
kalangan akademisi dan organisasi non-pemerintah (Ornop) di samping berpengaruh
positif dapat juga negatif bagi tatanan dan dinamika sosia budaya lokal.
Pengkajian masyarakat dan budaya bahari yang demikian kompleks tersebut,
menuntut diperlukannya (1) pendekatan studi/kajian multi dan atau interdisipliner yang
melibatkan bukan hanya antropologi tetapi juga disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora
lainnya, bahkan non-sosial (seperti perikanan dan kelautan, biologi, ekologi, teknikperkapalan) yang relevan dengan fenomena sosial budaya dan fenomena fisik yang bisa
saling interkoneksi dan dikontekskan; dan (2) konsep budaya, model/kerangka
penjelasan/analisis yang empirik serta metode koleksi data lebih aplikatif.
4.1 Keterbatasan Sistem Sosial Budaya Maritim
Komunitas-komunitas pantai yang hidup dari sumberdaya alam kelautan dengan
alam pikiran mereka dan mengembangkan sistem budaya, sistem sosial dan sistem
teknologi yang mungkin khas dan berbeda dengan komunitas lainnnya. Kebudayaanmereka akan terus berlangsung melalui pewarisan kepada keturunan secara vertikal dan
juga secara horizontal kepada warga masyarakat lain. Pewarisan itu dapat berlangsung
secara lisan maupun tertulis, yang kemudian memberi kemungkinan kepada kita untuk
mengenal kebudayaan yang mereka pertahankan.
Keberadaan pulau-pulau kecil yang dihuni penduduk, meskipun jumlahnya sedikit,
selain terdapat persamaan terdapat pula perbedaan budaya di antara komunitas-
komunitas kelautan itu, yang sudah pasti menarik perhatian ilmuwan. Akan tetapi
penelitian yang mendalam belum menyentuh sebagian besar komunitas yang menghuni
22
-
8/3/2019 PDF SMA
33/81
pulau-pulau kecil. Sudah saatnya bagi kita untuk berusaha memahami dan menghargai
kebudayaan yang telah mereka kembangkan sendiri dari generasi ke generasi.
Perubahan-perubahan budaya dapat pula terjadi dengan cepat sekali akibat
hubungan-hubungan terbuka dan intensif dengan dunia luar. Akibatnya nilai-nilai
budaya mereka lenyap sebelum diteliti dan direkam oleh para peneliti. Ratusan kapalBugis phinisi yang tersohor itu, pada waktu lalu pernah menjadi pemandangan umum
di perairan Indonesia. Kapal yang berbobot puluhan hingga ratusan ton dan bertiang
dua serta dilengkapi dengan tujuh layar sekarang sudah tidak kelihatan, karena kedua
tiangnya dilepas dan tidak memiliki layar lagi. Kapal Bugis itu kini dilengkapi mesin,
lambungnya dibuat lebih kokoh untuk menahan getaran mesin, sementara di buritan
dibangun rumah geladak yang besar. Untung saja sudah ada penelitian mengenai phinisi,
sehingga sudah sempat direkam dan dapat dilestarikan nilai budayanya.
Salah satu bentuk penghargaan itu ialah melalui pelestarian. Suku Bajau yangsebagian besar hidupnya di laut dan bertempat tinggal dalam perahu (rumah perahu).
Mereka hidup mencari nafkah di perairan Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan dan
Kalimantan Timur, bahkan di sebagian perairan Asia Tenggara. Mereka seringkali
berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, sehingga sering disebut dengan sea
nomad. Selain suku Bajau, ada masyarakat yang hidup di laut dan di pesisir kepulauan
Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan yang kita kenal dengan nama orang laut. Mereka
hidup sepanjang tahun di antara laut Cina Selatan dan Laut Jawa. Kearifan lingkungan
masyarakat semacam itu perlu kita pahami termasuk komunitas-komunitas kecil yanghidup di pulau-pulau kecil.
Sistem budaya maritim mencakup sistem-sistem pengetahuan, gagasan, keyakinan/
kepercayaan, nilai, dan norma/aturan berkenaan dengan pemanfaatan sumberdaya dan
jasa-jasa laut. Sistem pengetahuan meliputi antara lain: Sistem pengetahuan nelayan
mencakup : pengetahuan tentang biota laut bernilai ekonomi tinggi, pengetahuan tentang
lokasi dan sarang ikan, pengetahuan tentang musim, pengetahuan tentang tanda-tanda
(di laut, darat, angkasa/perbintangan), dan pengetahuan tentang lingkungan sosial
budaya.Konsep budaya maritim, tidak lepas kompleksitas dari fenomena sosial budaya,
terutama berkaitan dengan beragamnya kelompok dan kategori sosial yang terlibat secara
langsung atau tidak langsung dalam pemanfaatan sumberdaya dan lingkungan laut
serta beragamnya sektor mata pencaharian terkait laut menjadi alasan lebih cocok memilih
term budaya bahari daripada term-term budaya maritim dan budaya marin dalam
rangka pengkajian ilmiah. Term kedua menurut perasaan linguistik Eropa lebih mengacu
kepada kegiatan pelayaran, sedangkan term ketiga diacukan kepada aktivitas menangkap
ikan semata (Nishimura, 1976). Jika kedua term asing diaplikasikan secara konsisten,
23
-
8/3/2019 PDF SMA
34/81
kedua wilayah tersebut akan saling eksklusif, yang berarti bagian-bagian tertentu dari
kedua subjeknya tereduksi. Konsep budaya bahari akan mencakup semua fenomena sosial
budaya yang kompleks.
Dalam rangka deskripsi, penjelasan dan analisis fenomena budaya bahari yang
kompleks kiranya lebih memadai jika memanfaatkan konsep tiga wujud kebudayaan(sistem gagasan, sistem sosial, budaya material) dari Koentjaraningrat daripada
melakukan reduksi wujud kedua dan ketiga seperti dilakukan para antropolog kognitif
(Goodenough, 1961: 522; Keesing, 1981: 68) dan simbolik (Geertz dalam Harris, 1999: 20)
) atau secara berlebihan menekankan pada pertimbangan rasional biaya dan keuntungan
(cost-benefit considerations) seperti dilakukan para penganut materialis budaya (Harris,
1999: 19).
Sebuah formulasi batasan budaya secara jelas mencakup ketiga wujud tersebut
sebagaimana dikemukakan oleh Koentjaraningrat yaitu keseluruhan sistem gagasan,tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan yang dijadikan milik diri
manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1980:193). Meskipun konsep moderat
seringkali dikritik oleh para penganut kognitivisme dan simbolisme karena dinilai
mencakup segalanya, namun konsep tiga wujud kebudayaan justru sebetulnya memadai
sebagai model deskripsi atau analisis karena tidak mengurangi dan tidak melampaui
fenomena sosial budaya ke atas dan ke bawah. Bahkan kalau mendengarkan perbincangan
masyarakat lokal pada semua tingkatan, kebudayaan yang mereka pahami ternyata
meliputi tiga wujud seperti dikonsepsikan oleh Koentjaraningrat. Memadainya konseptiga wujud kebudayaan untuk analisis fenomena sosial budaya juga pernah diungkapkan
Ignas Kleden dalam acara seminar pada Kongres Asosiasi Antropologi Indonesia di Hotel
Indonesia, 1996.
Mengacu kepada konsep tiga wujud dan definisi budaya tersebut, dan budaya bahari
difahami sebagai sistem-sistem gagasan/ide, prilaku/tindakan dan sarana/prasarana
fisik yang digunakan oleh masyarakat pendukungnya (masyarakat bahari) dalam rangka
pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam dan merekayasa jasa-jasa lingkungan laut
bagi kehidupannya. Budaya bahari mengandung isi/unsur-unsurnya berupa sistem-
sistem pengetahuan, kepercayaan, nilai, norma/aturan, simbol komunikatif, kelembagaan,
teknologi dan seni berkaitan kelautan.
Adapun kelemahan-kelemahan dibagi bersama berbagai perspektif berupa asumsi-
asumsi tentang homogeniti, ketertutupan, totalitas, keseimbangan, normatif, esensialis,
abstrak dan general, yang dalam penjelasan tidak atau kurang empirik kiranya bisa diatasi
dengan konsep kreasi dan dinamika budaya dari Sanjek dan mode penjelasan
kontekstualis progresif dari A.P.Vayda (1988; 1992). Kerumitan fenomena sosial budaya,
khususnya budaya bahari, terutama dalam proses dinamika, berubah dan bertahannya
24
-
8/3/2019 PDF SMA
35/81
sebagaimana digambarkan di muka kiranya dapat dijelaskan dan dianalisis dengan
konsep proses kreasi dan dinamika seperti dinyatakan oleh Sanjek (dalam Borofsky, 1994:
313) bahwa kebudayaan is under continuous creation fluid, interconnected, diffusing,
interpenetrating, homogenizing, diverging, hegemonizing, resisting, reformulating,
creolizing, open rather then closed, partial rather then total, crossing its own boundaries,persisting where we dont espect it to, and changing where we do.
Kelihatannya kompleksitas proses kreasi dan dinamika budaya tersebut relatif bisa
mengenai semua sisi realita sosial budaya, sehingga perangkat-perangkat proses kreasi
tertentu kalau bukan sepenuhnya bisa digunakan sebagai model deskripsi dan eksplanasi
dengan konsep atau perspektif budaya tertentu. Tidak menjadi masalah, apakah proses
kreasi budaya dimaksudkan oleh Sanjek pada dimensi kognitif dan simbolik, meliputi
pikiran dan prilaku, atau ketiga wujud gagasan, prilaku sosial dan material.
4.2 Pelestarian Sumberdaya Budaya maritim
Pada dasarnya sumberdaya budaya masa lalu tidak pernah lengkap. Tingkat
keterawatannya rendah, bukan saja karena sebagian besar benda dibuat dari bahan yang
mudah rusak, tetapi juga karena pengaruh alam di daerah tropis mudah melapukkannnya.
Belum lagi tindakan-tindakan manusia yang merusak, mencuri, memindahkan, dan
sebagainya, yang tentu mengurangi nilai kesahihan datanya. Dalam pada itu beberapa
aspek kebudayaan masyarakat yang sekarang masih hidup dapat berubah cepat sebagai
akibat berbagai pengaruh, dan dapat menyebabkan nilai budaya yang ada dan proses
perubahannya tidak sempat dipelajari dan direkam dengan seksama.
Selama ini banyak nelayan ilegal lokal dan asing yang datang ke pulau-pulau kecil
berpengaruh sedikit dan menjadi korban dari tindakan ilegal mereka. Sudah tentu untuk
melestarikan semua itu perlu lebih dahulu dilakukan penelitian agar dapat direncanakan
sumberdaya budaya mana dan masyarakat mana yang perlu lebih dahulu diprioritaskan.
Upaya pelestarian masyarakat maritim tidak dimaksudkan untuk menghambat
perkembangannya tetapi mengangkat mereka ke dalam taraf hidup yang lebih baik, sesuai
dengan yang mereka jalankan selama berabad-abad walaupun saat ini terjadi perubahan
kebudayaan, mereka tidak perlu meninggalkan jati dirinya sebagai masyarakat maritim,
justru kemampuan beradaptasi, kecerdasan dan ketrampilan mereka dapat dijadikan
contoh dan disebarkan kepada masyarakat lain.
Tujuan pelestarian budaya dilakukan dalam rangka pemberdayaan masyarakat
mereka sendiri dan masyarakat diluar mereka, yang berorientasi kepada kepentingan
untuk memupuk jatidiri, dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan, dan
tekhnologi.
25
-
8/3/2019 PDF SMA
36/81
Wujud dan karakteristik budaya komuniti nelayan, diasumsikan bahwa keterlibatan
dan hubungan manusia dengan lingkungan lautnya didasari dengan pengetahuan dan
gagasannya tentang arti dan fungsi (konsumtif dan non-konsumtif) dari sumberdaya
dan lingkungan laut bagi kehidupannya. Gagasan muncul kemudian ialah diperlukannya
kerjasama dan kelembagaan untuk mengusahakan berbagai keperluan mutlak (sarana/prasarana fisik berupa perahu/kapal, sarana eksploitasi sumberdaya, modal, sarana
perlengkapan lainnya). Pokoknya pola pengelolaan pemanfaatan sumberdaya dan jasa-
jasa laut melibatkan sistem-sistem budaya (kognitif), kelembagaan (kelompok/organisasi,
aktivitas, aturan), sarana dan prasarana pengangkutan dan teknologi eksploitasi
sumberdaya (fisik/material).
Dinamika budaya maritim Indonesia, meskipun dinamika budaya bahari komuniti-
komuniti nelayan di Indonesia selama ini tidak atau masih sangat kurang mendapat
pengarahan dari pemerintah, namun tampak di mana-mana suatu proses dinamikaberlangsung cukup pesat.
Tanpa memandang rendah beberapa kearifan lokal masih tersisa, antara lain seperti
sasi (Maluku), panglima laut di Aceh, pengelolaan komunal tradisional di Kapuas Hulu
(Kalimantan), teknik rumpon nelayan Mandar (Sulawesi Selatan), lembaga kerjasama
pengelolaan modal ponggawa-sawi (Sulawesi Selatan), ternyata bahwa proses dinamika,
modernisasi dan globalisasi banyak membawa dampak-dampak negatif berupa
kemiskinan ekonomi sebagian terbesar penduduk nelayan tradisional skala kecil, konflik-
konflik antar kelompok-kelompok nelayan, terkurasnya populasi sumberdaya laut,kerusakan ekosistem laut, terutama terumbu karang. Hal ini adalah akibat dari suatu
proses dinamika komuniti-komuniti nelayan yang kurang terarahkan secara bijak, mereka
itu closed to the stone, far from the throne menurut Pujo Semedi (2000) atau untuk
nelayan Bugis, Makassar dan Bajo, tepatnya dekat ke ponggawa/bos, jauh dari negara.
Apa yang perlu dilakukan oleh pihak-pihak berkepentingan seperti pemerintah,
kalangan akademisi, LSM, tokoh masyarakat, dan lembaga donor ialah menemukan arah-
arah pengelolaan pemanfaatan sumberdaya dan lingkungan laut secara berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, untuk kesejahteraan bersama masyarakat. Tumbuhkan
pandangan dan kesadaran bahwa sumberdaya laut rentan terhadap ancaman perilaku-
perilaku tertentu; jadi tanpa perlakuan bijak kondisi sumberdaya laut akan menjadi
semakin berkurang/terbatas; manusia harus arif dan bertanggungjawab dalam perilaku
pemanfaatan sumberdaya laut; mengubah pandangan budaya dan praktek akses terbuka/
bebas ke penguatan hak-hak pemilikan. Menumbuhkan dan revitalisasi kelembagaan-
kelembagaan tradisional yang menekankan moral pemerataan atau keadilan dalam
kesempatan berusaha dan pembagian hasil, pembentukan institusi baru, penguatan atau
revitalisasi sistem-sistem tradisional yang potensial berkaitan dengan pengelolaan
26
-
8/3/2019 PDF SMA
37/81
pemanfaatan sumberdaya dan jasa-jasa laut. Dalam wujud teknologi perlu pengembangan
teknologi perikanan tangkap ramah lingkungan, pengembangan teknologi budidaya dan
semi-budidaya, teknologi pascapanen, serta membangun institusi pasar lokal, regional,
nasional dan global yang tidak semata dikendalikan kekuatan-kekuatan eksternal. Karena
budaya bahari adalah pragmatis, segala contoh nyata yang memberikan makna praktisbagi mereka niscaya akan dinilai tinggi dan diperebutkan.
4.3 Konflik Budaya Maritim
Secara historis akar konflik kebudayaan Jawa berupa pertentangan budaya antara
(1) budaya pedalaman dengan budaya pesisiran, (2) budaya keraton (Mantaraman) dengan
budaya rakyat, dan (3) budaya santri dengan budaya abangan. Ketiga konflik ini terjadi
bersama-sama, saling terkait, dan saling mempengaruhi.
Konflik budaya pedalaman dan pesisiran bermula ketika kekuasaan Demak sebagai
pengganti kekuasaan Majapahit menjadi lemah dan akhirnya jatuh ke tangan Pajang
(Adiwijaya atau Mas Karabet). Suksesi kekuasaan yang terjadi dari Demak ke Pajang
menjadi awal sejarah Jawa bagaimana kaum ulama (agama) terseret ke dalam arus
pertikaian politik dan kekuasaan.
Kedua tokoh yang paling berpeluang sekaligus berambisi untuk menduduki takhta
kerajaan yakni Mas Karebet (Adiwijaya) dari Pajang dan Arya Penangsang dari Jipang,
masing-masing mempunyai beking wali, yakni Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga. Sunan
Kudus sebagai guru dari Arya Penangsang sebenarnya merupakan wakil budaya pesisiran
yang berhadapan dengan Sunan Kalijaga dan Adiwijaya yang merupakan presentasi
dari budaya pedalaman.
Kemenangan Adiwijaya membuat pusat pemerintahan bergeser dari Demak, yang
berorientasi ke pesisir, beralih ke Pajang yang lebih memilih pedalaman sebagai basis
kekuasaan sekaligus basis kebudayaan. Dengan demikian, dominasi pola-pola budaya
pedalaman mulai mewarnai kebudayaan jawa. Dominasi budaya pedalaman makin
menguat ketika tampilnya dinasti penguasa baru yaitu Mantaram (Mataram) yang
menggeser kekuasaan Pajang. Melalui Sutawijaya, pendiri kerajaan Mataram, pusatkekuasaan Jawa sebagai pusat kebudayaan semakin ditarik ke pedalaman.
Laut sebagai basis budaya pesisir dan eksistensi wali sebagai salah satu unsur
legitimasi kekuasaan mulai diabaikan. Politik kebudayaan jawa Mataram mencoba
membuat jarak dengan budaya pesisir dengan meletakan laut sebagai sesuatu yang
disakralisasikan, sebagai suatu misteri yang merupakan sumber kekuatan dan inspirasi
para raja Mataram sehingga laut menjadi hal yang amat suci, tetapi sekaligus hal ini
memencilkan laut (dan pesisir) dari persinggungan budaya yang lebih luas.
27
-
8/3/2019 PDF SMA
38/81
Kerajaan Mataram menumbuhkan pola pikir budaya dan politik yang selalu
berorientasi dengan mitologi, yang hingga saat ini masih mewarnai budaya berpikir
penguasa-penguasa kita. Orientasi mitologis ini terlihat dengan dimunculkannya mitos
Nyai Roro Kidul (Ratu Kidul) dan munculnya Babat Tanah Jawi yang di dalamnya memuat
silsilah pendiri Mataram yang dikaitkan sekaligus mencampur adukkan tokoh mitologisdengan nama-nama nabi.
Apa yang terdapat dalam Babat Tanah Jawi sebenarnya merupakan pengulangan
dari apa yang dilakukan oleh Ken Arok pendiri Singasari yang memanfaatkan teks sastra
(Pararaton) sebagai sarana legitiminasi kekuasaannya. Perbenturan budaya pesisir dan
padalaman melahirkan konflik budaya baru, yakni budaya tradisional/rakyat dengan
budaya keraton. Ini terjadi ketika budaya pedalaman semakin kokoh dan kekuasaan
Mataram membuat benteng budaya baru berupa keraton dan pembagian daerah keraton.
Keraton merupakan sentrum dan daerah yang berada di luar keraton (mancanegara,
brang wetan, pesisir, dan lain-lain) dianggap sebagai kesenian resmi dan adiluhung,
sedangkan kesenian lain di luar wilayah keraton dianggap sebagai seni pinggiran yang
secara estetis dan etika di bawah kesenian keraton.
Kesenian dalam kosmologis keraton merupakan kesenian yang mengalami
sofistikasi, perumitan, pencanggihan, sekaligus pensakralisasian. Kesenian keraton
menjadi kesenian yang mengambil jarak sedemikian rupa dengan kebudayaan dan
masyarakat di luar keraton. Masyarakat di luar keraton dianggap tabu untuk menyeleng-
garakan atau melakukan kesenian produk keraton.
Tari bedhaya misalnya, merupakan tarian sakral yang hanya boleh dilakukan,
dipentaskan, dan ditonton oleh pihak keraton, yang merupakan penguasa. Tari bedhaya
sebagai kreasi kesenian keraton memformulasikan diri sebagai sesuatu yang serba halus,
hati-hati, selaras, dan teratur. Karena itu, sangat menutup kemungkinan improvisasi.
Kesenian keraton di luar wilayah keraton menemukan tandingannnya dengan
munculnya kesenian-kesenian baru yang terutama sekali menemukan lahan subur di
wilayah pengaruh budaya pesisiran. Muncul kesenian-kesenian rakyat yang merupakan
produk dari sistem masyarakat grass-root yang menafikan keteraturan, kecanggihan,
dan kerumitan yang menjadi ciri kebudayaan keraton.
Timbul kesenian-kesenian tayub, ledek, janger, tandak, ronggeng, dan sejenisnya.
Kehalusan, kerumitan, dan keteraturan yang menjadi standar estetika budaya keraton di
lawan dengan kebebasan, keekspresifan, dan kebebasan improvisasi. Apabila kesenian
keraton bersikap tertutup dan masyarakat suasana yang khusus, maka kesenian rakyat
atau pesisiran berlangsung dengan suasana pesta dan hiruk-pikuk yang kemudian
menghadirkan suasana yang serba primitif. Dengan demikian estetika kesenian rakyat
atau pesisiran secara sadar mendudukkan dirinya sebagai kesenian atau kebudayaan
massa.
28
-
8/3/2019 PDF SMA
39/81
Kebudayaan keraton juga memunculkan fenomena baru di mana pihak penguasa
dapat mensahkan kehadiran seorang kreator seni sebagai abdi atau pegawai keraton
(penguasa). Hal ini dapat dilihat dengan munculnya pujangga keraton yang digaji untuk
berkarya. Produk-produk sastra kepujanggaan seperti misanya Wedhatama, Tripama,
dan serat-serat Ronggowarsito merupakan produk keraton yang isinya hampir semuamenceritakan dan mengatur perilaku rakyat terhadap penguasa atau perilaku penguasa
terhadap rakyat. Pada titik ini kesenian keraton lebih menekankan kesenian atau estetika
dalam bingkai politis dan filosofis, sedangkan kesenian rakyat (pesisiran) lebih
menekankan pada fungsi ekonomis.
Konflik budaya tidak saja terjadi antara kebudayaan rakyat dengan budaya keraton,
tetapi juga antara kebudayaan rakyat dengan kebudayaan santri. Kebudayaan santri
sebagai kebudayaan baru yang sebenarnya muncul dari daerah pesisiran, tetapi dari
lingkungan pengaruh kuat agama Islam menganggap estetika kebudayaan rakyat (yang
kemudian disebut pula dengan abangan) sebagai sebuah kesenian yang terlampau
primitif.
4.4 Pengembangan Sosial Budaya Maritim
Subyek kajian maritim yang bersifat sosial-budaya adalah segala pemikiran,
pandangan, perilaku manusia, beserta segala bend