pdf sma

Upload: samuel-rante

Post on 07-Apr-2018

252 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

  • 8/3/2019 PDF SMA

    1/81

  • 8/3/2019 PDF SMA

    2/81

  • 8/3/2019 PDF SMA

    3/81

    Potret Negara MaritimIndonesia

    Buku Bacaan Bagi SiswaSekolah Menengah Atas (SMA)

    Tim Penyusun :Djuanda

    Tomo HS, M.SiMohamad Armansyah, ST

    Navi Watupongoh, S.IK

    i

  • 8/3/2019 PDF SMA

    4/81

    dicetak dan disebarluaskan oleh :

    SEKRETARIAT DEWAN MARITIM INDONESIA

    Departemen Kelautan dan Perikanan

    2005

    ii

  • 8/3/2019 PDF SMA

    5/81

    T

    SAMBUTAN

    MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

    Secara geografis dua pertiga wilayah negara Republik Indonesia terdiri dari perairanlaut yang di dalamnya terdapat + 17.504 pulau. Oleh karena itu Indonesia dikenal olehdunia Internasional sebagai Negara Kepulauan terbesar di dunia. Pulau-pulau yang

    ada disatukan oleh perairan laut menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia atauNKRI.

    Sejak dahulu bangsa kita dikenal sebagai bangsa dengan jiwa maritim dan semangatkebaharian yang tinggi, sehingga mereka menyebut nenek moyang orang Indonesiaadalah pelaut. Namun, sekarang pribahasa nenek moyangku pelaut tidak banyak dikenaloleh para siswa. Melalui buku bacaan ini saya mengajak adik-adik harus lebih banyakmembaca buku tentang keberadaan laut kita, agar lebih mengenal potensi sumber dayaalam yang terkandung di wilayah laut kita, sebagai potensi ekonomi maritim yangsangat berlimpah ragamnya.

    Buku bacaan ini akan banyak membantu adik-adik untuk mengenal kekayaanyang ada di laut kita seperti terumbu karang yang indah dan beragam jenis biota didalamnya. Adanya pengenalan wawasan maritim sejak dini kepada generasi pewariscita-cita perjuangan bangsa sebagai insan pembangunan yang berjiwa maritim, yangpada gilirannya diharapkan mampu menggali dan mengelola kemaritiman Indonesia.

    Hadirnya buku bacaan ini merupakan inisiatif dari Dewan Maritim Indonesia,agar pengenalan wawasan kemaritiman sudah mulai digerakkan dari siswa-siswatingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas sebagai generasi penerus untukmempersiapkan diri menjadi kader-kader yagn berjiwa maritim dimasa depan.

    Saya percaya, buku ini merupakan sumbangsih untuk merubah pola pikir para

    siswa agar lebih cinta pada laut.

    Menteri Kelautan dan Perikanan

    Freddy Numberi

    iii

  • 8/3/2019 PDF SMA

    6/81

    SAMBUTAN

    SEKRETARIS UMUM

    DEWAN MARITIM INDONESIA

    Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa secara geografis Indonesia merupakan

    salah satu negara maritim di dunia, memiliki pulau sebanyak + 17.504 pulau, panjang

    pantai + 81.000 km dan 2/3 (dua per tiga) wilayahnya adalah lautan. Laut merupakan

    potensi sumberdaya maritim yang sangat kaya baik hayati, non hayati maupun energi

    laut namun selama ini kita telah mengabaikannya.

    Dengan rasa gembira saya menyambut baik prakarsa sekretariat Dewan Maritim

    Indonesia (DMI) untuk menyusun dan menerbitkan buku Berwawasan Maritim Republik

    Indonesia sebagai salah satu bentuk tanggapan partisipatif terhadap Seruan Sunda

    Kelapa yang dicanangkan oleh Presiden RI pada tanggal 27 Desember 2001 di Jakarta,

    yang menghimbau agar seluruh rakyat Indonesia kembali membangun negeri maritim

    dengan 5 (lima) pilar program yang antara lain membangun kembali wawasan maritim.

    Dengan demikian kemaritiman menjadi sangat penting bagi kelanjutan pertumbuhan

    dan perkembangan bangsa Indonesia.

    Buku Potret Negara Maritim Indonesia ini, merupakan buku bacaan yang

    mengenalkan wawasan maritim sejak dini kepada generasi pewaris cita-cita perjuangan

    bangsa sebagai sumber insan pembangunan yang berjiwa maritim, yang pada gilirannya

    diharapkan mampu menggali dan mengelola potensi kemaritiman Indonesia. Hadirnya

    buku bacaan ini diharapkan bisa menjadi bahan pengetahuan bagi generasi penerus

    utamanya kalangan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) untuk mempersiapkan diri

    menjadi kader-kader yang berjiwa maritim di masa depan.

    Saya percaya, buku ini merupakan sumbangsih yang berharga bagi pembanguan

    maritim Indonesia, semoga penerbitan buku ini bermanfaat.

    Jakarta, Juni 2005

    Sekretaris Umum

    Prof. Dr. Ir. Rizal Max Rompas, M. Agr.

    T

    iv

  • 8/3/2019 PDF SMA

    7/81

    KATA PENGANTAR

    Kondisi geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia yang strategis terletak

    didaerah tropis yang diapit oleh dua benua yakni Asia dan Australia dan dua samudra

    yaitu Samudera Pasifik dan Sumudera Hindia, serta pertemuan dari tiga lempeng besar

    dunia Eurasia, India, Australia dan Pasifik. Dengan posisi silang yang sangat strategis

    dan kaya dengan sumberdaya alam yang beranekaragam, hal tersebut merupakan

    kekayaan yang luar biasa bagi Indonesia.

    Negara Indonesia 2/3 wilayahnya atau sekitar 5.8 juta merupakan lautan dan

    memiliki panjang garis pantai 81.000 km atau sekitar 14% dari panjang garis pantai

    dunia dan memiliki sekitar 17.504 pulau besar dan kecil. Dengan luas laut demikian, dan

    dengan pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada, Indonesia secara geografis

    merupakan negara maritim terbesar di dunia.

    Salah satu keunikan posisi kepulauan Nusantara adalah karena Indonesia terbentuk

    dari pertemuan tiga lempeng raksasa bumi (earth) yakni lempeng Pasifik, lempeng Eurasia

    dan lempeng Samudera Hindia-Australia. Oleh karena itu tidaklah mengherankan kalau

    berbagai fenomena alam (earth fenomena) sangat kaya di Indonesia. Fenomena alam

    yang paling menonjol adalah daerah paparan Sunda yang memiliki laut dangkal di

    sebelah Barat, wilayah-wilayah dengan palung-palung laut dalam di bagian Tengah

    (laut Banda) dan daerah paparan Sahul dengan laut dangkal di ujung Timur. Dari Barat

    sampai ke Timur kepulauan Nusantara terbentang jalur magnetic dan jalur seismic serta

    jalur anomaly gravitas negatif terpanjang di dunia. Atas dasar susunan geografis yang

    demikan unik, terbentang lautan luas yang memeluk kepulauan Nusantara dengan kokoh

    dan dengan variasi jenis-jenis kedalaman laut yaitu laut dangkal dan laut dalam yang

    memberi keindahan dan aneka ragam biota laut di dalamnya. Gambaran ini memper-

    lihatkan potensi-potensi perekonomian dalam bentuk potensi tambang, Perikanan,

    ekosistem lindung dan jasa-jasa Kelautan sangatlah besar.

    Penerbitan buku yang diberi judul Potret Negara Maritim Indonesia yang

    diperuntukkan bagi siswa didik di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), dimaksudkan

    untuk membuka wawasan kepada generasi muda akan besarnya potensi-potensi ekonomi

    v

  • 8/3/2019 PDF SMA

    8/81

    yang dikandung dalam pembangunan dan pengelolaan maritime, dan dapat menjadi

    alternatif tulang punggung negara yang selama ini sangat bergantung pada pajak.

    Penulis menyadari bahwa isi buku ini masih jauh dari sempurna karena itu pada

    kesempatan ini mengharapkan saran-saran konstruktif dari pembaca gunapenyempurnaan penulisan buku ini.

    Penyusun

    vi

  • 8/3/2019 PDF SMA

    9/81

    DAFTAR ISI

    Hal

    Sambutan Menteri Kelautan dan Perikanan ........................................................................ iii

    Sambutan Sekretaris Umum Dewan Maritim Indonesia .................................................. iv

    Kata Pengantar ............................................................................................................................. v

    Daftar Isi ......................................................................................................................................... vii

    Daftar Gambar .............................................................................................................................. viii

    BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................... 1

    BAB 2 PERKEMBANGAN KEMARITIMAN INDONESIA ................................... 4

    2.1 Kondisi Kemaritiman Indonesia Sebelum Kemerdekaan .................... 5

    2.2 Kondisi Kemaritiman Indonesia Sesudah Kemerdekaan .................... 6

    2.3 Kebangkitan Kemaritiman Indonesia ....................................................... 11

    BAB 3 NEGARA KEPULAUAN REPUBLIK INDONESIA..................................... 13

    3.1 Letak Geografis dan Kepentingannya ...................................................... 143.2 Laut Sebagai Pemersatu Bangsa ................................................................ 17

    BAB 4 SOSIAL DAN BUDAYA MARITIM................................................................. 19

    4.1 Keterbatasan Sistem Sosial Budaya Maritim .......................................... 22

    4.2 Pelestarian Sumberdaya Budaya Maritim ............................................... 25

    4.3 Konflik Budaya Maritim ............................................................................... 27

    4.4 Pengembangan Sosial Budaya Maritim ................................................... 29

    4.5 Pengembangan Tekhnologi dan Budaya Maritim ................................ 30

    4.6 Masyarakat Suku Laut dan Otonomi Daerah ......................................... 36

    BAB 5 WILAYAH DAN KAWASAN MARITIM ........................................................ 38

    5.1 Dimensi Wilayah Maritim ............................................................................ 39

    5.2 Batas Wilayah Maritim dan Pulau-pulau Terluar ................................ 40

    5.3 Tipologi Kawasan Maritim .......................................................................... 46

    vii

  • 8/3/2019 PDF SMA

    10/81

    BAB 6 EKSPLORASI DAN EKSPLOITASI LAUT .................................................... 47

    6.1 Fungsi Laut Bagi Kehidupan Manusia .................................................... 48

    6.2 Potensi Kelautan dan Kemaritiman Indonesia ...................................... 49

    BAB 7 EKONOMI (INDUSTRI) MARITIM ................................................................. 55

    7.1 Industri Pelayaran .......................................................................................... 57

    7.2 Industri Perikanan ......................................................................................... 59

    7.3 Industri Pariwisata Bahari .......................................................................... 62

    7.4 Industri Energi dan Sumberdaya Mineral ............................................... 64

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 67

    DAFTAR GAMBAR

    hal

    Gambar 1 Peta Indonesia ...................................................................................................... 10

    Gambar 2 Aspek Alamiah Laut Paling Mempengaruhi Kehidupan Indonesia .... 14

    Gambar 3 Posisi Geo-Strategis Indonesia ........................................................................ 15

    Gambar 4 Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) ....................................................... 16

    Gambar 5 Konsep Pelabuhan dan Zona Perhubungan ............................................... 58

    Gambar 6 Jaringan Pelayanan Transportasi Laut Antar Pulau

    (INTERINSULAIR) .............................................................................................. 59Gambar 7 Wilayah Pengembangan Perikanan (WPP) dan Potensi

    Sumberdayanya ................................................................................................... 60

    viii

  • 8/3/2019 PDF SMA

    11/81

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    Sebagaimana kita ketahui bahwa negara Indonesia kita tercinta ini adalah negara

    yang memiliki wilayah perairan terbesar di dunia dan dua pertiga dari wilayah kedaulatan

    negara kita merupakan wilayah perairan. Seyogyanya sektor maritim dapat kita jadikan

    sebagai salah satu sumber penunjang utama bagi perekonomian masyarakat negara kita

    sesuai dengan salah satu semboyan yang kita miliki sebagai negara maritim yakni

    Jalesveva Jayamahe yang memiliki arti Di Laut Kita Jaya.

    Namun pada kenyataannya sampai saat ini sektor maritim terkesan masih agak

    tersisihkan baik dalam segi pengaturan, pembinaan dan pengawasan pemerintah maupun

    dalam segi peminat dunia usaha apabila dibandingkan dengan sektor-sektor perekomianlainnya sehingga berbagai potensi sumber daya dalam sektor maritim yang sebenarnya

    memiliki prospek penghasilan dan keuntungan yang teramat besar masih belum dapat

    didayagunakan secara optimal.

    Hal ini tentu saja tidak terlepas sebagai akibat dari banyaknya permasalahan yang

    terdapat di seputar dunia maritim yang menimbulkan kesulitan bagi para pengusaha

    besar, menengah maupun kecil yang telah berkecimpung dalam bisnis maritim untuk

    memperoleh kemakmuran dari usahanya karena harus senantiasa berusaha

    mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kondisi ini juga yang kemudian menimbulkan

    keengganan bagi para calon pengusaha yang berkeinginan untuk mencoba peruntung-annya dalam dunia usaha maritim.

    Di tengah arus globalisasi yang semakin deras melanda dunia, ada beberapa model

    pembangunan yang dikembangkan. Model pembangunan yang digunakan Indonesia

    adalah model pembangunan berkelanjutan (sustainable development), yang merupakan

    suatu model pembangunan untuk memenuhi kebutuhan manusia saat ini tanpa

    menurunkan atau menghancurkan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi

    kebutuhanya. Pembangunan berkelanjutan ini mengandung tiga unsur utama yakni

    dimensi ekonomi, ekologi dan sosial.

    Adapun ketiga dimensi pembangunan berkelanjutan tersebut dapat dikemukakan

    secara jelas pada uraian berikut :

    a. Pembangunan secara ekonomis dianggap berkelanjutan (an economically

    sustainable area/ecosystem) jika kawasan tersebut mampu menghasilkan barang

    dan jasa (good and services) secara berkesinambungan (on continuing basis),

    memelihara pemerintahan dari hutang luar negeri pada tingkatan yang terkendali

    (a manageable level), dan menghindarkan ketidakseimbangan yang ekstrim antar

    sektor (extreme sectoral imbalances) yang dapat mengakibatkan kehancuran

    produksi sektor primer, sekunder, atau tersier.

    1

  • 8/3/2019 PDF SMA

    12/81

    b. Pembangunan dikatakan secara ekologis berkelanjutan (an ecologically sustainable

    arealecosystem), manakala basis (ketersediaan stok) sumber daya alamnya dapat

    dipelihara secara stabil, tidak terjadi eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya

    dapat diperbaharaui (renewable resources), tidak terjadi pembuangan limbah

    melampaui kapasitas asimilasi lingkungan yang dapat mengakibatkan kondisitercemar, serta pemanfaatan sumber daya tidak dapat diperbaharui (non-renewable

    resources) yang dibarengi dengan upaya pengembangan bahan substitusinya secara

    memadai. Dalam konteks ini termasuk pula pemeliharaan keanekaragaman hayati

    (biodiversity), stabilitas siklus hidrologi, siklus biogeokimia, dan kondisi iklim.

    c. Pembangunan dianggap secara sosial berkelanjutan (a socially sustainable area/

    ecosystem), apabila kebutuhan dasar (pangan, sandang, perumahan, kesehatan,

    dan pendidikan) seluruh penduduknya terpenuhi; terjadi distribusi pendapatan

    dan kesempatan berusaha secara adil; ada kesetaraan gender (gender equity);

    terdapat akuntabilitas dan partisipasi politik.Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, pengelolaan pembangunan berbasis

    sumber daya kelautan, secara tekhnis dapat didefinisikan bahwa pembangunan kelautan

    berkelanjutan (sustainable marine development) adalah suatu upaya pemanfaatan sumber

    daya alam dan jasa-jasa lingkungan yang terdapat di dalam kawasan pesisir dan lautan

    untuk kesejahteraan manusia, terutama stakeholders, sehingga laju (tingkat) pemanfaatan

    tidak melebihi daya dukung (carrying capacity) kawasan pesisir dan laut untuk

    menyediakannya.

    Ketentuan tentang wilayah nasional Indonesia menyebutkan bahwa wilayah

    nasional Indonesia adalah suatu hamparan perairan laut luas dengan berpuluh ribu

    pulau tersebar di dalamnya, yang merupakan suatu wilayah kesatuan laut dan pulau

    secara bulat dan utuh termasuk udara diatasnya dan berbentuk wilayah kepulauan yang

    menyatu.

    Untuk lebih jelas mengenai batasan pengertian wilayah nasional Indonesia maka

    kita perlu mengetahui tentang pengertian-pengertian sebagai berikut :

    Pulaumerupakan wilayah daratan yang terbentuk secara alamiah yang dikelilingi

    oleh air dan berada di atas permukaan air pada waktu air pasang minimum selama

    setahun. Dan kepulauan meliputi suatu gugusan pulau termasuk bagian pulau danperairan di antara pulau-pulau tersebut, dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya

    satu sama lain demikian eratnya sehingga pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah

    lainnya itu merupakan satu kesatuan geografi, (ekologis), ekonomi, pertahanan, keamanan.

    Pengertian lautmerupakan ruang perairan di muka bumi yang menghubungkan

    daratan dengan daratan dan bentuk-bentuk alamiah lainnya yang mempunyai kesatuan

    geografis dan ekologis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya

    ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan ketentuan hukum internasional.

    2

  • 8/3/2019 PDF SMA

    13/81

    Sedangkan pengertian kelautanmeliputi hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan

    di laut yang meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya, landas kontinen termasuk

    sumber kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kegiatan di permukaan laut, dan

    ruang udara di atasnya.

    Uraian tersebut di atas memberi gambaran pengertian tentang apa itu MaritimIndonesia. Pengertian Maritim Indonesia adalah suatu lingkungan alam yang terbentuk

    secara alami, terdiri atas hamparan perairan laut yang luas dengan beribu pulau besar

    dan tersebar di dalamnya, yang merupakan satu kesatuan laut dan pulau secara utuh

    dan bulat, termasuk udara di atasnya berikut sumber daya dan lingkungan alam, baik

    yang berada di atas, di dalam, di dasar maupun yang berada di bawah dasar lautan.

    Sedangkan maritim itu sendiri merupakan bagian dari kegiatan di laut yang mengacu

    pada pelayaran/pengangkutan laut, perdagangan (sea-borne trade), dan kepelabuhanan

    baik nasional dan internasional, dan kemaritiman itu sendiri adalah hal-hal yang

    menyangkut masalah maritim.

    Jadi Maritim Indonesia tidak diberi pengertian segala sesuatu yang berkaitan dan

    berdekatan dengan perairan laut saja, melainkan lebih dari itu. Maritim Indonesia selain

    mengandung makna segala sesuatu yang berkaitan dan berdekatan dengan perairan

    laut, juga mencakup makna wilayah kesatuan laut dan pulau secara utuh dan bulat

    berikut udara di atasnya. Negara maritim berdiri di atas landasan alam dan budaya

    maritim yang membentuk peradaban maritim yang dicerminkan dalam sistem politik,

    ekonomi, sosial-budaya dan pertahanan keamanan. Karena negara maritim merupakan

    negara yang mempunyai kegiatan maritim dan kekuatan armada laut yang dimilikinya

    yang memberikan kontribusi penting bagi pembangunan nasional.

    Sistem politik yang berdasarkan demokrasi politik khususnya mampu menjamin

    keutuhan seluruh kepulauan Indonesia sebagai satu kesatuan wilayah negara, serta

    tersalur dan terpenuhinya kepentingan-kepentingan masyarakat maritim di lembaga-

    lembaga eksekutif dan legislatif.

    Untuk sistem ekonomi yang berdasarkan demokrasi ekonomi mampu memberikan

    dorongan dan kemudahan bagi usaha-usaha industri dan jasa maritim dalam arti luas,

    serta eksplorasi dan eksploitasi kekayaan laut bagi kemakmuran seluruh rakyat, yang

    sekaligus dapat mengangkat kualitas kehidupan seluruh rakyat di seluruh kepulauan.Dalam sistem sosial-budaya yang menjunjung tinggi harkat manusia dan keadilan

    serta mampu menumbuhkan semangat cinta laut, membangun tradisi dan perikehidupan

    masyarakat maritim dan menjadikan laut sebagai penghubung dan pemersatu bangsa.

    Sedangkan untuk sistem pertahanan-keamanan yang bertumpu pada kekuatan

    rakyat serta mampu menjamin tegaknya kedaulatan di seluruh wilayah laut dan laut

    yurisdiksi nasional, serta keutuhan dan kelangsungan hidup bangsa dan negara

    Indonesia.

    3

  • 8/3/2019 PDF SMA

    14/81

    BAB 2

    PERKEMBANGAN KEMARITIMAN INDONESIA

    Negara maritim Indonesia termasuk negara kepulauan terbesar di dunia dan telah

    memiliki visi nasional yang dikenal dengan Wawasan Nusantara Bahari, namun dalam

    perkembangannya kata baharinya ditanggalkan dan hanya menjadi Wawasan

    Nusantara saja. Mengingat pengertian Wawasan Nusantara diartikan sebagai cara

    pandang bangsa Indonesia terhadap kedaulatan wilayah dan lingkungannya dengan

    mengutamakan persatuan dan kesatuan, baik wilayah maupun penyelenggaraan

    kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang mencakup politik, ekonomi,

    sosial budaya, pertahanan dan keamanan serta menjadikannya sebagai geopolitik. Maka

    rumusan Wawasan Nusantara yang telah dimiliki bangsa Indonesia memerlukanpenyempurnaan dengan memasukkan unsur muatan kemaritiman yang lebih

    proporsional. Nuansa kemaritimannya perlu diberikan porsi yang lebih luas dalam rangka

    memenuhi cita-cita nasional kita agar Negara Maritim Indonesia kembali menjadi

    bangsa dan negara bahari secara nyata, seperti pada jaman Sriwijaya dan Majapahit

    terdahulu.

    Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia memiliki visi atau cara pandang

    berdasarkan nilai-nilai kemaritiman, yang pada intinya menggambarkan sikap dan

    kebijakan suatu negara maritim dalam upaya mensejahterakan rakyat dan menjamin

    kelangsungan eksistensi bangsa dan negara dengan mendasar kepada sifat dan bentukkemaritimannya secara profesional, baik sikap dan kebijakannya terhadap dunia luar.

    Predikat Indonesia sebagai negara maritim, sebenarnya akan semakin lengkap dan

    mantap dengan tersusunnya Wawasan Maritim Indonesia yang akan berfungsi sebagai

    acuan dan pemberi arah bagi penentuan strategi dan kebijakan dalam pelaksanaan secara

    operatif.

    Salah satu contoh negara maritim adalah negara maritim Britania (lnggris), yang

    merupakan negara kepulauan di kawasan Eropa dan menerapkan visi maritim secara

    berhasil dalam upaya mensejahterakan rakyatnya dan membela kelangsungan keberadaan

    negaranya. Bahkan berkat visi maritim yang dianut tersebut, negara Britania merupakan

    negara penjajah yang menapakkan kakinya di lima benua, dengan motto terkenalnya

    Britain Rules the waves. Selanjutnya contoh negara maritim lainnya adalah negara

    Belanda, suatu negara kerajaan kecil di Benua Eropa. Di mana merupakan suatu negara

    kontinen (Benua) yang menganut dan menerapkan Visi Maritim dalam penyelenggaraan

    kebijakan kesejahteraan rakyatnya. Berkat visi maritim yang diterapkannya, telah memiliki

    jajahan yang luas di benua Asia antara lain Indonesia, dan dari hasil negara jajahannya

    telah mampu membangun negara Belanda yang makmur melimpah yang terletak di Benua

    Eropa.

    4

  • 8/3/2019 PDF SMA

    15/81

    Di Asia ada juga satu negara maritim, yaitu negara Jepang yang dikenal dengan

    negara matahari terbit, yang merupakan negara kepulauan dimana negara Jepang bervisi

    maritim dalam penyelenggaraan pemerintahan negaranya. Dapat kita lihat bahwa negara

    ini telah mencapai kemakmuran yang sederajat dengan negara Eropa dan negara Amerika

    yang maju, bahkan merupakan satu-satunya negara Asia yang termasuk negara ekonomimaju.

    2.1. Kondisi Kemaritiman Indonesia Sebelum Kemerdekaan

    Bumi nusantara tempat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdaulat

    merupakan wilayah kepulauan yang sekaligus merupakan wilayah perairan, di mana

    wilayah Indonesia terdiri 2/3 bagian keseluruhan wilayahnya adalah perairan. Ketika

    masyarakat nusantara masih terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil dari berbagai suku bangsa

    yang menyebar di seluruh wilayah Indonesia, dan merupakan suku bangsa pesisir dan

    pulau-pulau kecil adalah penduduk yang yang memiliki wawasan maritim yaitu hidup

    sebagai nelayan yang bermata pencaharian mencari ikan dalam memenuhi kebutuhan

    hidupnya sehari-hari. Semangat kebahariannya diwujudkan dalam perilaku sebagai

    pelaut, perantau hingga pembajak di laut. Kerajaan-kerajaan suku bangsa yang bertebaran

    itu belum menyadari bahwa mereka sesungguhnya merupakan penduduk dari satu

    wilayah kepulauan.

    Seiring dengan perjalanan waktu, akhirnya pola pemikiran yang demikian berubah.

    Hal ini terjadi ketika seorang putera bangsa yang bernama Mahapatih Gadjah Madamenyadari ingin menyatukan kerajaan-kerajaan kecil nusantara di bawah koordinasi

    Kerajaan Majapahit. Tidak dapat dipastikan apakah Mahapatih Gadjah Mada dan

    Panglima Laut Majapahit, Mpu Nala, sudah memahami geopolitik wilayah perairan

    kerajaan Majapahit atau belum, tetapi yang jelas, bahwa kehendak mempersatukan

    wilayah perairan nusantara menjadi satu kerajaan di bawah panji-panji Majapahit

    merupakan pemahaman akan kondisi geografis Nusantara. Karena alasan itulah wilayah

    perairan kepulauan ini selanjutnya dinamakan Nusantara oleh Majapahit.

    Di samping ekspansi politis yang memiliki dampak yang menyangkut strategi dankebijakan ketahanan wilayah kerajaan tersebut, pemanfaatan laut, sebagai sarana

    transportasi serta alat pertahanan dimanfaatkan Majapahit sebagai pusat kerajaan, yang

    negeri asalnya berjumlah berpuluh-puluh baik di pulau Sumatera maupun di pulau

    Kalimantan. Tindakan politis yang dilakukan Mahapatih Gadjah Mada dapat dikatakan,

    bahwa Majapahit memiliki visi kemaritiman, meskipun hanya sebatas sebagai sarana

    transportasi dan ketahanan wilayah. Melalui laut, Majapahit mampu mengkordinasikan

    negeri asalnya serta melindungi diri dari serangan musuh. Itulah visi kemaritiman

    Majapahit.

    5

  • 8/3/2019 PDF SMA

    16/81

    Sistem transportasi perhubungan laut Majapahit konon diambil alih oleh

    Pemerintahan Hindia Belanda ketika berkuasa di wilayah Nusantara. Melihat kondisi

    kemaritiman Majapahit dari wilayah serta potensi laut yang luar biasa, maka demi

    kepentingan Belanda sendiri, Pemerintah Hindia Belanda juga mewujudkan visi

    kemaritimannya, yaitu dengan menguasai wilayah perairan nusantara mulai darikawasan Utara yang meliputi wilayah Ternate dan Tidore, kawasan Tengah: Makasar,

    kawasan Selatan meliputi Batavia dan sepanjang Pantura (Pantai Utara Pulau Jawa).

    Dengan demikian, bangsa Indonesia perlu memiliki visi yang jelas dan berjangka

    panjang dalam konteks kemaritiman nusantara termasuk di dalamnya sebuah wawasan

    kemaritiman nusantara. Tanpa dilengkapi dengan visi, bagaimana suatu bangsa dapat

    membangun negaranya secara baik dan benar. Demikian pula terhadap manusia, orientasi

    setiap kehidupan manusia adalah masa depan yang cerah, maka setiap manusia

    mempunyai visi terhadap dunia yang dihadapi. Manusia yang hidup dalam masyarakatdan bernegara perlu memiliki orientasi tersebut dalam bentuk cara pandang atau

    wawasan. Jadi cara pandang yang didasarkan pada kemaritiman dalam kehidupan

    bangsa Indonesia pada hakikatnya berlaku sebagai sebuah visi dalam menghadapi

    tantangan ke depan.

    Melalui proses sejarah maritim yang panjang, semangat maritim bangsa Indonesia

    tidak disadari telah terkikis dan dirubah dengan sengaja oleh sistem pemerintahan

    Belanda selama 350 tahun. Selama masa Pemerintahan Belanda bangsa kita yang

    tadinya mempunyai pemikiran yang berorientasi paridigma laut menjadi paradigmadaratan (continental). Masyarakat Indonesia pada umumnya tidak lagi memiliki jiwa

    maritim, dan kehidupannnya lebih berorientasi kepada daratan. Ironisnya lagi,

    masyarakat juga kurang menyadari bahwa Indonesia secara geografis memiliki berbagai

    peluang, ancaman, kekuatan, dan kelemahan sebagai negara kepulauan (nusantara) yang

    berada di antara dua samudera dan dua benua.

    2.2. Kondisi Kemaritiman Indonesia Sesudah Kemerdekaan

    Perkembangan pentingnya kemaritiman Indonesia mulai mendapatkan perhatiansejak tahun 1957, seiring dengan keluarnya pengumuman Pemerintah Republik Indonesia

    tentang perairan Indonesia. Langkah pemerintah itu sangat strategis karena sejatinya

    2/3 dari luas wilayah Indonesia adalah perairan dan merupakan satu-satunya negara

    kepulauan terbesar di dunia (Archipelagic State). Indonesia dikenal sebagai negara yang

    terdiri dari beribu-ribu pulau dan beraneka suku bangsa dan kebudayaan.

    Secara Implisit penyebutan itu merupakan pengakuan bahwa air (laut) adalah bagian

    dari wilayah negara dan merupakan pemersatu bagi pulau-pulau (daerah dan

    penduduknya) yang harus dilindungi oleh segenap bangsa dan negara Indonesia. Hanya

    6

  • 8/3/2019 PDF SMA

    17/81

    saja, yang jadi permasalahan, ungkapan itu belum didukung dengan peraturan

    perundang-undangan mengingat penentuan batas laut teritorial sampai pada tahun 1957

    masih berpedoman pada pasal 1 ayat (1) angka 1 s/d 4 Ordonansi Laut Teritorial dan

    Lingkungan Maritim 1939 stb No. 442 yang membagi wilayah daratan Indonesia dalam

    bagian-bagian terpisah dengan teritorialnya sendidi-sendiri. Ketika itu, batas laut teritorialkita hanya 3 mil laut yang diukur dari garis pantai pada waktu air surut terendah dan

    melingkari setiap pulau sehingga mengakibatkan banyak kantong-kantong laut bebas di

    antara pulau-pulau di Indonesia.

    Bunyi Pasal 1 ayat (1) angka 1 s/d 4 yaitu :

    (1) Di dalam aturan ini dan di dalam ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan

    berdasarkan aturan ini yang diartikan dengan :

    1. Laut Territorial Indonesia :

    I. daerah laut, yang membentang ke arah laut sampai jarak tiga mil laut dari

    garis air surut pulau-pulau atau bagian-bagian pulau-pulau yang

    termasuk wilayah Republik Indonesia, dengan pulau-pulau diartikan juga

    karang-karang, batu-batu karang dan gosong-gosong yang ada di atas

    permukaan laut pada waktu air surut wilayah Republik Indonesia;

    Dengan pengertian bahwa :

    A. di tempat teluk, ceruk laut, muara sungai atau terusan, dalam hal mana

    Indonesia adalah satu-satunya negara tepi, jarak tiga mil laut itu diukur

    dari garis lurus, yang memotong lubang dari teluk, ceruk laut, muarasungai atau terusan; jika lubang di maksud melebihi sepuluh mil laut,

    maka garis lurus itu ditarik melintang teluk, ceruk laut, muara sungai

    atau terusan, sedekat mungkin pada gerbang masuk pada titik pertama di

    mana lebar lubang itu tidak melebihi sepuluh mil laut;

    B. di tempat kelompok yang terdiri dari dua atau lebih pulau-pulau, jarak

    tiga mil laut diukur dari garis-garis lurus yang menghubungkan titik-titik

    terjauh garis-garis air surut dari pulau-pulau yang terletak pada bagian

    luar kelompok, di tempat mana jarak antara titik-titik itu melebihi enammil laut;

    C. di tempat selat-selat yang menghubungkan dua laut terbuka dan dalam

    hal mana Indonesia adalah satu-satunya negara tepi, dianggap sebagai

    laut territorial bagian dari selat yang terletak di antara dua garis sebelah

    menyebelah selat yang menghubungkan kedua tepi sedekat mungkin pada

    laut terbuka , pada titik pertama dimana lebar selat tidak melebihi enam

    mil laut, walaupun lebar selat di bagian lain antara kedua garis itu melebihi

    enam mil laut;

    7

  • 8/3/2019 PDF SMA

    18/81

    D. di tempat selat yang menghubungkan dua laut terbuka yang lebar selatnya

    tidak melebihi enam mil laut dan dalam hal mana Indonesia bukan

    merupakan satu-satunya negara tepi, maka garis pemisah antara laut

    territorial Indonesia dengan negara asing, ditarik melalui tengah-tengah

    selat;II. daerah laut yang terletak pada sisi laut dari tengah daerah laut yang

    diuraikan di bawah I, tetapi terletak dalam batas-batas bandar yang

    ditetapkan;

    2. Daerah laut Indonesia (perairan territorial) :

    laut territorial Indonesia, termasuk bagian laut territorial yang terletak pada

    bagian sisi darat dari :

    a. laut pantai;

    b. daerah air teluk-teluk, ceruk-ceruk laut, muara-muara sungai dan terusan;

    3. Perairan pedalaman Indonesia :

    semua perairan yang terletak pada bagian sisi darat dari laut territorial

    Indonesia, termasuk sungai-sungai, terusan-terusan dan danau-danau dan

    rawa-rawa di Indonesia.

    4. Daerah air Indonesia :

    laut territorial termasuk perairan pedalaman Indonesia;

    Pengertian di atas tidak sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimanadiamanatkan dalam alinea keempat UUD45 yang dalam rumusannya telah menegaskan

    bahwa negara Indonesia mempunyai fungsi, sekaligus mempunyai tujuan yaitu :

    melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

    kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban

    dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

    Pemerintah Indonesia telah mensosialisasikan wilayah perairan Indonesia melalui

    pengumuman pemerintah tanggal 13 Desember 1957 yang dikenal dengan Deklarasi

    Djuanda. Secara yuridis formil pengumuman pemerintah itu dituangkan dalam Undang-undang No. 4/Prp 1960 tentang Perairan Indonesia.

    Disahkannya Undang-undang itu, tentu merupakan keberhasilan perjuangan bangsa

    Indonesia, mengingat dalam perkembangan hukum internasional banyak negara pantai

    yang berjuang menentukan wilayah lautnya lebih dari tiga mil laut. Bagi kita ini menjadi

    bukti kesatuan wilayah (laut dan daratan) negara Indonesia, mengingat sebelumnya laut

    di antara pulau yang tadinya merupakan laut bebas telah tercakup dan dinyatakan

    sebagai perairan pedalaman Indonesia.

    8

  • 8/3/2019 PDF SMA

    19/81

    Dimasukkannya bekas laut bebas menjadi perairan pedalaman Indonesia, menjamin

    berlakunya seluruh peraturan perundang-undangan Indonesia dalam yurisdiksi (secara

    hukum) bekas laut bebas tadi, sehingga membatasi hak-hak negara lain, dengan ketentuan

    pengakuan atas lalu lintas damai bagi kapal-kapal asing untuk melintasi laut wilayah 12

    mil laut dan perairan pedalaman Indonesia dari laut bebas ke suatu pelabuhan Indonesiadan sebaliknya, serta dari laut bebas ke laut bebas.

    Keberhasilan perjuangan tersebut, berarti beban dan tanggung jawab pemerintah

    Indonesia di wilayah perairan semakin besar dan berat dengan bertambahnya luas

    wilayah perairan Indonesia dari 3.7 juta km menjadi 5.8 juta km. Perjuangan dan

    keberhasilan ini merupakan bukti adanya kesatuan wilayah (laut dan daratan) negara

    Indonesia, sebab yang tadinya merupakan laut bebas, dengan diundangkannya Undang-

    undang tersebut perairan pedalaman Indonesia menjadi bagian dari wilayah negara

    kesatuan Indonesia atau wilayah perairan semula hanya memiliki 3 mil laut menjadi 12mil laut.

    Saat ini laut tak bisa terlepas dari berbagai konvensi internasional. Perserikatan

    Bangsa-Bangsa (PBB) memfasilitasi pendirian IMO (International Maritime Organization).

    Organisasi ini memiliki motto Safer Shiping (Keselamatan Kapal), dan Cleaner Ocean

    (Perlindungan dan Kelestarian Laut), yang mencerminkan masalah yang menjadi

    cakupan tugasnya.

    Selain United Nation Convention Law of the Sea (UNCLOS), yang telah disebutkan

    di atas, ada beberapa konvensi penting di bidang maritim. Salah satunya adalah konvensitentang keselamatan jiwa di laut yaitu Safety of Life at Sea (SOLAS). Konvensi tentang hal

    ini telah beberapa kali diselenggarakan, perubahan terakhir pada tahun 1974 (konvensi

    ini dikenal sebagai SOLAS 1974).

    Sebagaimana diketahui bersama bahwa bangsa Indonesia pernah memiliki kejayaan

    dalam bidang kelautan. Sejarah menunjukan bahwa nelayan-nelayan kita dengan

    menggunakan perahu phinisi telah mengarungi lautan dan mendarat di bumi Afrika,

    jazirah Arab, India dan Cina. Akan tetapi kesadaran bahwa Indonesia merupakan suatu

    Negara Kepulauan sesungguhnya masih belum terlalu lama, yaitu sejak Perdana MenteriDjuanda, yang mengeluarkan suatu konsep geopolitik maritim, pada 13 Desember 1957

    yang kemudian dikenal dengan Deklarasi Djuanda.

    9

  • 8/3/2019 PDF SMA

    20/81

    Gambar 1.

    Peta Indonesia

    Dapat dibayangkan bahwa wilayah laut di antara dua pulau yang berada lebih dari

    3 (tiga) mil dari garis pantainya merupakan wilayah internasional, yang dapat digunakan

    secara bebas oleh negara manapun tanpa izin berlayar dari Indonesia. Kondisi ini tentunya

    sangat menyulitkan administrasi pemerintahan dan politik sebagai negara kesatuan.Setiap selat antara dua pulau hampir dapat dipastikan merupakan perairan internasional,

    sehingga menyebabkan wilayah Indonesia terpecah menjadi beberapa fraksi, seperti fraksi

    Jawa - fraksi Sumatera fraksi Celebes dan seterusnya. Ditambah lagi dengan tekanan

    politik nasional pada waktu itu memang sangat lokal sesuai dengan tanah asalnya seperti

    Yong Java, Yong Sumatera, Yong Celebes dan lain-lain.

    Menyadari hal ini maka Perdana Menteri Djuanda tepat pada tanggal 13 Desember

    1957 menyatakan deklarasinya yang berbunyi sebagai berikut : Bahwa segala perairan

    di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk dalam daratan

    Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas dan lebarnya adalah bagian wajar

    dari wilayah daratan Negara Republik Inoonesia dan dengan demikian merupakan bagian

    dari pada perairan pedalaman atau perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan

    Negara Republik Indonesia. Penentuan batas laut 12 mil yang diukur dari garis-garis

    yang menghubungkan titik terluar pada pulau-pulau Negara Republik Indoneisa akan

    ditentukan dengan Undang-Undang.

    Pada akhirnya melalui perjuangan diplomasi yang gigih tak kenal lelah selama

    hampir 25 tahun, maka pada sidang UNCLOS PBB tahun 1982 usulan Djuanda diterima

    bahkan dijadikan konsep tentang negara kepulauan dan mewarnai pasal-pasal UNCLOS

    Sumber : BAKOSURTANAL

    10

  • 8/3/2019 PDF SMA

    21/81

    (Konvensi Hukum Laut 1982). Pada tahun 1985 keputusan sidang PBB tersebut kemudian

    diratifikasi dalam bentuk Undang-Undang No. 17 tahun 1985. Pasal-pasal dalam

    UNCLOS 1982 tersebut memberikan hak kepada Indonesia sebagai negara kepulauan

    dan tentunya merupakan peluang Indonesia dalam pengaturan untuk memanfaatkan

    kekayaan laut bagi sebesar-besarnya kepentingan negara dan rakyatnya.

    Selain hak dan peluang untuk melakukan pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan

    laut, Indonesia juga dikenakan kewajiban-kewajiban internasional yang harus dipenuhi

    berdasarkan UNCLOS 1982. Indonesia perlu membuka wilayah lautannya untuk dapat

    dilalui oleh kapal asing yang biasa dikenal dengan nama ALKI (Alur Laut Kepulauan

    Indonesia). Selain itu juga diamanatkan untuk merubah dan menyesuaikan peraturan

    perundang-undangan yang ada.

    Keberhasilan diplomasi Indonesia di forum internasional tersebut di atas sayangnya

    kurang diperhatikan dan ditanggapi secara baik oleh para politisi dan birokrat kita.

    Akibatnya pembangunan sektor kelautan di masa orde baru telah diabaikan dan sangattertinggal. Terbukti masih belum adanya satupun lembaga keuangan yang mau

    memberikan pinjaman perbankan berupa kredit kepada para nelayan ataupun pembelian

    kapal.

    Oleh beberapa kalangan pada waktu itu yang dipelopori oleh Badan Pengkajian

    Penerapan Teknologi (BPPT) dan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) telah

    dilakukan terobosan-terobosan kecil untuk menggugah kesadaran politik agar lebih

    seimbang. Pada tahun 1996 telah dicanangkan sebagai Tahun Bahari dan Dirgantara.

    Dalam kerangka untuk membangun Benua Maritim Indonesia, yang melibatkan seluruh

    lembaga nasional yang terkait dengan bidang kelautan, termasuk akademisi perguruantinggi. Upaya tersebut tidak mampu membentuk pemikiran umum yang mampu merubah

    paradigma dari darat ke laut. Seiring dengan reformasi pembangunan, timbul tuntutan

    untuk mencari kebijakan pembangunan yang baru dan kebutuhan untuk membangun

    bidang kelautan sangat besar.

    2.3. Kebangkitan Kemaritiman Indonesia

    Kejayaan Indonesia sebagai bangsa maritim pernah mengalami kemunduran, terlebih

    setelah masuknya VOC ke Indonesia (1602 M - 1798 M). Salah satu peristiwa bersejarahtentang hilangnya kejayaan tersebut adalah terjadinya perjanjian Giyanti tahun 1755

    yang dilakukan oleh Belanda dengan Raja Surakarta dan Yogyakarta. Kedua raja

    keturunan Mataram tersebut menyerahkan perdagangan laut hasil bumi dan rempah-

    rempah dari wilayahnya kepada Belanda. Keputusan kedua raja yang telah dikendali-

    kan oleh Belanda tersebut memasung kemampuan maritim bangsa Indonesia. Akibatnya

    terjadi proses penurunan semangat dan jiwa maritim bangsa serta perubahan nilai-nilai

    sosial dalam masyarakat Indonesia yang semula bercirikan maritim menjadi sifat

    kedaratan.

    11

  • 8/3/2019 PDF SMA

    22/81

    Hal ini merupakan kemunduran kekuatan bangsa Indonesia sebagai negara maritim

    terbesar. Pada tahun 1957 Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Sukarno

    mendeklarasikan Wawasan Nusantara di kalangan dunia. Wawasan Nusantara tersebut

    memandang laut merupakan satu keutuhan wilayah dengan darat, udara, dasar laut dan

    tanah di bawahnya, serta seluruh kekayaan yang terkandung di dalamnya tidak boleh dipisah-pisahkan, dan Wawasan Nusantara dijadikan sebagai wawasan kebangsaan yang

    mengetengahkan azaz Negara Nusantara (archipelagic state).

    Kemudian memasuki pemerintahan Presiden Suharto untuk memperoleh pengakuan

    dari dunia internasional telah dilaksanakan perjuangan yang terus menerus di forum

    internasional dan regional. Sehingga pada tahun 1982 gagasan Negara Nusantara

    berhasil dan diakui dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS82) serta

    berlaku sebagai hukum internasional positif sejak 16 November 1994.

    Pada tahun 1998 Presiden Baharudin Jusuf Habibie semasa pemerintahannyamendeklarasikan visi pembangunan kelautan bangsa Indonesia dalam Deklarasi

    Bunaken. Inti dari deklarasi tersebut adalah laut merupakan peluang, tantangan dan

    harapan untuk masa depan persatuan, kesatuan dan pembangunan bangsa Indonesia.

    Perkembangan selanjutnya pada tahun 1999 di bawah pemerintahan Presiden

    Abdurahman Wahid menyatakan komitmennya terhadap pembangunan kelautan.

    Komitmen pemerintah terhadap pembangunan di bidang maritim makin menampakan

    harapan cerah dengan telah dibentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP)

    dan dikembangkannya kelembagaan Dewan Kelautan Nasional (DKN) menjadi Dewan

    Maritim Indonesia (DMI). Kedua lembaga tersebut diharapkan menjadi suatu lembaga

    yang mampu menjadi wadah untuk mengelola sektor kelautan yang memiliki potensi

    yang sangat besar, sehingga ke depan dapat dijadikan andalan dalam meningkatkan

    devisa negara, dan pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran

    bagi bangsa Indonesia.

    Salah satu hasil perjuangan dari para pejuang maritim melalui satu komitmen untuk

    memajukan kemaritiman Indonesia, pada tahun 2001 di bawah pemerintahan Presiden

    RI Megawati Soekarnoputri mendeklarasikan Seruan Sunda Kelapa, yang intinya

    mengajak kepada segenap bangsa Indonesia untuk membangun kekuatan di laut, danselanjutnya atas usulan dari Dewan Maritim Indonesia, Presiden Megawati Soekarnoputri

    menerbitkan Keppres Nomor 126 tahun 2001 yang menetapkan tanggal 13 Desember

    sebagai Hari Nusantara. Sejarah bahari Indonesia telah mewariskan pengalaman,

    cita-cita dan perjuangan para bahariwan dalam mewujudkan kemakmuran, kebahagiaan

    serta kejayaan bangsa.

    12

  • 8/3/2019 PDF SMA

    23/81

    BAB 3

    NEGARA KEPULAUAN REPUBLIK INDONESIA

    Peninggalan sejarah pada masa sebelum Masehi berupa bekas-bekas kerajaan Merina

    yang didirikan oleh para perantau dari Nusantara ditemukan juga di Madagaskar. Hal

    ini menunjukkan, bahwa nenek moyang bangsa Indonesia pada masa itu telah mampu

    membangun kapal-kapal layar samudera, melintas samudera sejauh 6500 km sampai di

    Madagaskar. Jejak kebudayaan prasejarah bercirikan maritim juga ditemukan di kawasan

    Austronesia, bukan hanya perahu cadik sebagai perahu khas nusantara, melainkan

    rumpun bahasa Austronesia dimana pengaruh bahasa-bahasa di nusantara terasa sangat

    kuat dibandingkan dengan pengaruh rumpun bahasa Indochina atau Yunan. Dari

    penemuan bukti-bukti baru tentang prasejarah Indonesia itu memberikan pemahaman

    bahwa nenek moyang bangsa Indonesia adalah asli bangsa pelaut atau pengembara, dan

    sejak ribuan tahun sebelum Masehi sudah mengglobalisasi di kawasan Samudera

    Hindia dan kawasan Samudera Pasifik sebagai pelau-pelaut ulung yang jejak-jejak

    kebudayaannya masih dapat didikuti sampai sekarang.

    Dalam sejarah, kepulauan Indonesia sejak abad VII secara ekonomi telah

    dipersatukan oleh kerajaan Sriwijaya dengan menguasai lalu lintas perdagangan dari

    Barat dan Timur, Utara dan Selatan di Selat Malaka, Laut Cina Selatan dan laut Jawa.

    Pada abad XIII konsep persatuan kepulauan Indonesia secara politik di bawah satu

    kekuasaan telah diletakkan oleh Raja Kertanegara dari Kerajaan Singosari melalui

    semboyan Cakrawala Mandala Dwipantara, yang kemudian diwujudkan secara nyata

    oleh maha Patih Gadjah Mada dari Kerajaan Majapahit pada abad ke XV melalui sumpah

    Palapanya. Penyatuan Kepulauan Indonesia secara politik dan ekonomi dilanjutkan

    selama masa penjajahan Belanda sampai Jepang, sehingga ketika bangsa Indonesia

    memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, maka yang

    dimaksud dengan bangsa dan negara Indonesia adalah rakyat dan wilayah yang selama

    bertahun-tahun dikenal sebagai penduduk dan pulau-pulau dari kepulauan Indonesia.Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang sebanding atau seluas

    eropa atau USA, dimana 2/3 luas wilayah kedaulatan terdiri dari laut yang mempunyai

    wilayah laut yurisdiksi sangat luas dan sangat kaya akan sumber daya alam yang terdiri

    dari 17.504 pulau dengan panjang pantai 81.000 Km terpanjang ke dua di dunia setelah

    negara Kanada, serta terletak pada letak geografis yang sangat strategis, yaitu di antara

    dua benua dan dua samudera.Situasi dan kondisi aspek alamiah demikian menunjuk-

    kan bahwa laut adalah alamiah yang paling dominan mempengaruhi kehidupan politik,

    ekonomi, sosial-budaya, pertahanan dan keamanan nasional Indonesia. Oleh karenanya

    13

  • 8/3/2019 PDF SMA

    24/81

    pembangunan nasional seyogyanya dirumuskan dengan mempertimbangkan dan

    memperhatikan, kekurangan, kelebihan, kerawanan dan keunggulan dari pengaruh

    alamiah laut.

    Gambar 2.

    Aspek Alamiah Laut Paling Mempengaruhi Kehidupan Indonesia

    Sumber : Bahan Konsinyir Penyusunan Draft RUU Kelautan

    Pada waktu Indonesia merebut kemerdekaan, laut kepulauan Indonesia masih

    berstatus perairan internasional yang memisah-misahkan wilayah kedaulatan Indonesia.

    Kondisi demikian sangat mempengaruhi kehidupan politik, ekonomi, sosial-budaya, dan

    sistem pertahanan dan keamanan bangsa Indonesia yang hidup dalam Negara Kesatuan

    Republik Indonesia (NKRI). Oleh karenanya, untuk mencegah dan mengatasi kerawanan

    tersebut Bung Karno, Proklamator Kemerdekaan, dan Presiden RI pertama, telah

    memberikan prioritas khusus dalam upaya memperjuangkan status perairan kepulauan

    tersebut menjadi wilayah tanah dan air Indonesia sebagai satu wilayah kedaulatan utuh

    dalam NKRI.

    3.1 Letak Geografis dan Kepentingannya

    Posisi geografi Indonesia yang berada pada posisi persilangan dunia, memberikan

    kedudukan dan peranan strategis bagi Indonesia baik dalam hubungan antar bangsa

    maupun untuk membangun kejayaannya sendiri. Ditinjau dari aspek sosial ekonomi

    potensi kelautan Indonesia dapat dikembangkan dan didayagunakan sebagai basis

    14

  • 8/3/2019 PDF SMA

    25/81

    strategis bagi ruang dan kepentingan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Oleh karena

    itu melalui kabinet Gotong Royong yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri selalu

    mengatakan bahwa, bidang Kelautan dan Perikanan dijadikan salah satu prime mover

    ekonomi nasional. Potensi kelautan yang dimiliki oleh negara Indonesia diibaratkan

    sebagai naga sedang tidur (Sleeping Big Dragon) yang perlu dibangunkan sekarang iniuntuk mengatasi krisis multidimensi yang sedang melanda negara kita.

    Gambar 3.

    Posisi Geo-Strategis Indonesia

    Sumber : Makalah Perumusan Kebijakan Penguatan KelembagaanDewan Maritim Indonesia di Daerah

    Indonesia sebagai suatu negara kepulauan yang memiliki luas wilayah laut 5.8 juta

    Km, terdiri dari 3.1 juta Km luas laut Teritorial, 2.7 juta Km wilayah laut Zona Ekonomi

    Eksklusif Indonesia (ZEEI), dan garis pantai sepanjang 81.000 Km. Secara keseluruhan

    wilayah laut Indonesia mencapai 75 % dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    Oleh karena itu masyarakat internasional mengenal Indonesia sebagai Negara Maritim.Di dalam wilayah laut Indonesia terkandung berbagai potensi sumberdaya yang sangat

    bervariasi baik hayati maupun nir-hayati. Disamping itu pula keindahan alam laut

    dengan keanekaragaman biota laut, seperti ekosistem terumbu karang,merupakan aset

    nasional yang sangat potensial bagi pengembangan industri wisata bahari. Disamping

    itu pula telah disadari banyak orang, bahwa sumber daya alam yang ada di dalamnya

    cukup menjanjikan untuk dijadikan sebagai sumber kekuatan ekonomi nasional yang

    telah mengalami keterpurukan. Sampai saat ini yang menjadi kelemahan dan kekurangan

    kita dalam memanfaatkan potensi kelautan dengan sebaik-baiknya adalah belum semua

    sumber daya kelautan disentuh atau dilirik untuk eksplorasi dan eksploitasi oleh

    15

  • 8/3/2019 PDF SMA

    26/81

    pemerintah Indonesia, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dilihat

    dari sudut pandang geografis, Indonesia merupakan negara yang memiliki posisi yang

    strategis dalam lalulintas perekenomian dunia, karena terletak di antara dua benua (Asia

    dan Australia) dan dua Samudera (Pasifik dan Hindia), sehingga membuat masyarakat

    internasional mengakui Indonesia sebagai persimpangan lintas pelayaran niaga utama(across of the commercial shipping). Karena begitu strategis kedudukan laut kita, maka

    satu-satunya negara di dunia yang dilalui oleh 3 (tiga) alur laut internasional dan yang

    dikenal sebagai alur laut kepulauan Indonesia (ALKI). Hal itu pertanda bahwa wilayah

    perairan laut Indonesia sangat diminati oleh kalangan internasional. Ada aspek positifnya

    yaitu bertambahnya devisa negara dalam bidang ekonomi suatu kawasan yang dilalui

    ALKI, tetapi ada pula aspek negatifnya, yaitu dapat mengancam kedaulatan negara

    Indonesia.

    Kepentingan kalangan negara luar terhadap potensi wilayah perairan Indonesia,

    bukan hanya untuk kebutuhan pelayaran, tetapi juga ingin memanfaatkan sumberdayaperikanan yang sangat besar. Oleh karena itu banyak kapal-kapal asing melakukan

    pencurian ikan secara tidak sah secara hukum (illegal fishing). Salah satu contoh wilayah

    perairan Indonesia yang sering menjadi wilayah pencurian ikan secara tidak sah yaitu

    wilayah laut Papua yang berhadapan langsung dengan Samudera Pasifik, sehingga sering

    dijumpai kapal-kapal ikan milik asing ditangkap oleh petugas pengamanan di laut.

    Adanya kegiatan pencurian ikan oleh kapal-kapal asing mengakibatkan populasi ikan

    semakin berkurang dan menimbulkan kerusakan ekosistem laut dan menimbulkan

    kerugian devisa negara yang sangat besar.

    Gambar 4

    Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI)

    Sumber : Makalah Perumusan Kebijakan Penguatan Kelembagaan Dewan MaritimIndonesia di Daerah

    16

  • 8/3/2019 PDF SMA

    27/81

    3.2 Laut Sebagai Pemersatu Bangsa

    Dengan telah berlakunya Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional tahun

    1982 (UU No.17 Tahun 1985 tentang Ratifikasi Konvensi PBB tentang Hukum Laut

    Internasional 1982) selanjutnya pada tahun 1994 Indonesia secara resmi diakui

    internasional sebagai negara kepulauan yang memiliki wilayah kedaulatan di laut sebesar

    kurang lebih dua kali lebih besar dari pada wilayah kedaulatan di darat, dan disamping

    itu juga memiliki hak berdaulat untuk pemanfaatan sumberdaya alam di Zona Ekonomi

    Eksklusif dan Landas Kontinen Indonesia. Saat ini sudah ada sejumlah undang-undang

    di bidang kelautan, namun belum ada undang-undang yang mengatur tentang

    kebijaksanaan dan strategi pengamanan dan pemanfaatan laut untuk digunakan sebagai

    acuan utama bagi semua peraturan perundang-undangan dan rencana pembangunan

    nasional.

    Dengan menyadari kenyataan yang ada bahwa Indonesia adalah negara kesatuan

    yang berwawasan nusantara, maka yang harus kita lakukan saat ini untuk menuju bangsa

    yang maju dan makmur, kita perlu membangun sistem pemerintahan yang berorientasi

    kelautan (ocean governance) sehingga Indonesia menjadi negara maritim yang maju dan

    kuat di dunia, mengingat wilayah laut Indonesia merupakan bagian terbesar dari wilayah

    Indonesia yang mempunyai posisi strategis dari berbagai aspek ekologis, ekonomi, sosial,

    politik, pertahanan dan keamanan yang diperuntukkan sebesar-besarnya untuk

    kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

    Dalam posisi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diakui secara internasional

    sebagai suatu negara kepulauan yang memiliki potensi sumber daya alam laut yang

    sangat besar, kiranya dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan bagi kepentingan generasi

    sekarang dan yang akan mendatang. Dengan memandang laut Indonesia sebagai tali

    kehidupan dan masa depan bangsa sehingga pengamanan dan pemanfaatannya harus

    mendapat perhatian yang khusus dan sungguh-sungguh dalam perencanaan dan

    pelaksanaan pembangunan nasional. Kelautan sebagai kesatuan ruang hidup dan ruang

    juang bangsa Indonesia diatur dan dikelola dengan tujuan memperkuat wawasan

    nusantara, mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang maju, tercapainyamasyarakat Indonesia yang sejahtera, mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia

    yang berorientasi kepada keserasian kepentingan antar daerah, nasional dan internasional,

    membangun ekonomi nasional yang berorientasi pada keunggulan komparatif di bidang

    kelautan, dan mewujudkan sistem pemerintahan yang berorientasi pada pembangunan

    kelautan (oceans governance).

    Pada tahun 1982 di Teluk Montego, Jamaika, terdapat 119 negara yang

    menandatangani United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), yang di

    dalamnya memuat sembilan buah pasal mengenai perihal ketentuan tentang Prinsip

    17

  • 8/3/2019 PDF SMA

    28/81

    Negara Kepulauan. Salah satu pasal dalam Prinsip Negara Kepulauan yaitu memandang

    laut bukan sebagai alat pemisah, melainkan justru sebagai alat yang menyatukan pulau-

    pulau yang satu dengan lainnya. Prinsip-prinsip tentang fungsi laut sebagai alat

    pemersatu atau fungsi laut sebagai faktor integritas wilayah inilah yang kemudian hari

    menjadi wawasan kebangsaan negara Indonesia yaitu wawasan nusantara.Bagi Indonesia sebagai negara kepulauan, laut tidak hanya menjadi alat penghubung

    antar pulau tetapi juga alat perekat antar pulau-pulau dan suku-suku bangsa yang

    bersebar dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu lautan Nusantara harus selalu

    dijaga keutuhannya, karena kalau sampai terpecah-pecah maka fungsinya sebagai alat

    pemersatu akan hilang.

    18

  • 8/3/2019 PDF SMA

    29/81

    BAB 4

    SOSIAL DAN BUDAYA MARITIM

    Indonesia memiliki berbagai macam suku, di mana suku-suku yang ada tersebut

    memiliki adat istiadat yang berbeda. Keanekaragaman suku, agama, ras, adat istiadatdapat

    menjadi kekuatan atau modal bagi pembangunan nasional, akan tetapi apabila tidak

    dapat dipelihara dengan baik terutama dalam hal toleransi, keanekaragaman tersebut

    dapat menjadi penghambat bagi terciptanya stabilitas nasional.

    Permasalahan yang sering terjadi dalam masyarakat, biasanya ditimbulkan oleh

    adanya kesenjangan sosial, sehingga sering menimbulkan konflik antar suku, agama,

    dan ras di masyarakat. Hal semacam inilah yang perlu dihindari dalam kehidupan

    berbangsa dan bernegara terutama bagi masyarakat di daerah perbatasan. Salah satuupaya dalam menangani konflik dapat dilakukan secara adat, tetapi apabila sudah

    menyangkut stabilitas dan keamanan nasional maka hal tersebut menjadi kewenangan

    pemerintah.

    Fenomena sosial budaya bahari di Indonesia sangat kompleks. Hal ini dicirikan

    dengan beberapa fenomena yang dominan yaitu : kompleksnya kategori atau kelompok

    sosial yang terlibat dalam kehidupan kebaharian, tumbuh dan berkembangnya sektor-

    sektor dan sub-sub sektor ekonomi dan aktivitas lainnya berkaitan dengan laut, keterlibatan

    secara tidak langsung kategori-kategori dan hirarki sosial dalam aktivitas kebaharian,saling keterkaitan antar sektor-sektor kehidupan dan internal antar unsur-unsur budaya

    bahari, sifat homogen dan diversiti unsur-unsur budaya, dan proses dinamika, perubahan

    dan persisten dari unsur-unsur budaya bahari tersebut.

    Untuk mempelajari budaya bahari yang kompleks dan relevan, menurut

    Koentjaraningrat yang dilakukan dengan menerapkan konsep tiga wujud kebudayaan,

    sedangkan menurut Sanjek konsep kreasi dan dinamika budaya, dan menurut Vayda

    menerapkan metode penjelasan progresif kontekstual sebagai model deskripsi, penjelasan

    dan analisis secara empirik. Wujud budaya bahari nelayan ialah sistem budaya (meliputi

    terutama sistem-sistem pengetahuan, gagasan, keyakinan, dan daftar kebutuhan sertacita-cita dalam kognitifnya), kelembagaan (organisasi, kelompok kerjasama nelayan, hak-

    hak pemilikan/kontrol atas wilayah dan sumberdaya laut), dan teknologi (sarana/

    prasarana transportasi laut, sarana penggerak berupa layar, mesin, alat-alat tangkap,

    perlengkapan fisik lainnya).

    Selain faktor-faktor internal, fenomena dinamika, perubahan atau bertahannya

    unsur-unsur budaya maritim juga sangat ditentukan oleh kekuatan-kekuatan eksternal

    terutama pasar regional, nasional dan pasar global, inovasi teknologi, kebijakan-kebijakan

    pemerintah, intervensi perguruan tinggi, LSM, lembaga donor, dan lain-lain.

    19

  • 8/3/2019 PDF SMA

    30/81

    Proses dinamika yang tidak atau kurang terarahkan seperti dialami selama ini

    banyak berdampak negatif terhadap kondisi kehidupan ekonomi, konflik sosial,

    kemerosotan sumberdaya dan degradasi lingkungan laut. Itulah sebabnya ke depan proses

    dinamika budaya maritim mustinya diarahkan secara bijak dengan pendekatan-

    pendekatan community-based management, co-management dan lain-lain.Kajian literatur tentang sosial budaya bahari di berbagai tempat di dunia termasuk

    Indonesia (antara lain: Firth, 1975; Acheson, 1981; 1977; Andersen dan Cato Wadel, 1982;

    Vercruijsse, 1984; Bavinck, 1984; Ushijima dan Cynthia Neri Zayas, 1994; Palsson, 1991;

    Masyhuri, 1996) serta studi lapangan (field work) intensif, khususnya pada komuniti-

    komuniti pesisir dan pulau-pulau di Sulawesi Selatan, sesungguhnya menunjukkan

    fenomena sosial budaya yang sangat kompleks, bahkan dalam banyak segi lebih kompleks

    daripada yang mencirikan kategori-kategori sosial yang hidup di darat dengan berbagai

    sektor ekonomi atau mata pencaharian hidup seperti komuniti-komuniti petani, peternak,pemburu dan peramu, pekerja jasa dan industri di lingkungan pedesaan dan perkotaan.

    Kompleksitas sosial budaya bahari tersebut terutama dicirikan pada sekurang-kurangnya

    lima fenomena.

    Pertama, kelompok-kelompok sosial kebaharian seringkali bukan sekedar berupa

    kelompok-kelompok kerja yang merupakan sub-sub komuniti desa, tetapi dalam banyak

    ukuran bisa dikategorikan sebagai suatu sub-sub etnik (seperti berbagai desa-desa nelayan

    Bugis, Mandar, Makassar, Madura di kawasan pesisir dan pulau-pulau); bisa merupakan

    kelompok-kelompok etnik sepenuhnya (seperti berbagai desa nelayan Bajo di Kepulauan

    Riau, NTT, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah), bahkan suatu negara atau kerjaan seperti

    antara lain Kerajaan Goa hingga abad ke-17 (Mukhlis Paeni 1995), dan Kesultanan Buton

    (Schoorl, 1984) . Di Eropah dan negara-negara pantai dan kepulauan maju lainnya selain

    pelayar, nelayan, pengangkut barang dengan berbagai kategorinya, dan marinir, juga

    dikenal kelompok-kelompok awak kapal pengeruk dasar sungai dan perairan pantai

    kota-kota, kelompok-kelompok olah ragawan laut antara lain seperti peselancar dan

    penyelam, kelompok organisasi pencinta lingkungan laut yang anggota-anggotanya

    berasal dari kota-kota bahkan dari negara-negara berlainan (Ginkel dan Verrips, 1988).

    Setiap kategori dan level sosial tersebut mempunyai atau dicirikan dengan pola-polabudaya konteks lokal dan global.

    Kedua, munculnya sedemikian banyak kategori-kategori sosial bahari tersebut tentu

    dikondisikan oleh tumbuh dan berkembangnya jenis-jenis usaha ekonomi terkait laut

    cukup banyak dan kaya dengan variasi dan tingkatan skalanya masing-masing. Termasuk

    dalam sektor-sektor ekonomi kebaharian utama antara lain perikanan, pelayaran/usaha

    transportasi laut, industri maritim, pertambangan, parawisata bahari, jasa pengamanan

    wilayah laut dan isinya, dan lain-lain. Terhadap sektor-sektor dan sub-sub sektor ekonomi

    maritim tersebut oleh pelaku dan pengelolanya (komuniti, kelompok, keluarga, individu

    20

  • 8/3/2019 PDF SMA

    31/81

    atau pengusaha privat) seringkali melakukan berbagai gaya menejemen berupa

    ekstensifikasi dengan strategi diversifikasi, intensifikasi dengan usaha tunggal, osilasi

    di antara berbagai sektor ekonomi terkait laut dan dengan sektor-sektor lain. Di Indonesia

    misalnya selama ini, dalam rangka pengembangannya melibatkan pemerintah, ini

    seringkali diacukan pada kerangka pengembangan terpadu yang ideal yangmenguntungkan setiap sektor, tetapi seringkali juga dilakukan secara parsial yang

    menjurus pada gejala persaingan dan konflik kepentingan yang pada gilirannya

    berdampak pada sektor-sektor usaha kecil milik rakyat dengan gaya menejemen

    tradisionalnya.

    Ketiga, bahwa selain pelaku dan pengguna langsung, ada banyak kategori-kategori

    sosial dengan tingkatan-tingkatan sosialnya masing-masing terlibat secara tidak langsung

    dalam setiap sektor ekonomi kebaharian (pemanfaatan sumberdaya dan jasa-jasa laut).

    Sektor perikanan merupakan sektor ekonomi cukup banyak jenisnya menurut spesis

    sumberdaya laut dan tipe-tipe teknologi eksploitasi digunakan serta bertingkat-tingkatmenurut skala investasi modal usaha yang melibatkan nelayan sebagai pelaku dan

    pengguna langsung, para pembuat perahu dan alat tangkap, pedagang, pengusaha dan

    rentenir, koperasi dan bank, pasar dan TPI, pemerintah/instansi terkait, keamanan laut,

    peneliti dan praktisi dari lembaga perguruan tinggi, pihak donor pembangunan, dan

    lain-lain. Kategori-kategori sosial dari luar yang tidak terlibat secara langsung dalam

    pengelolaan dan aktivitas kemaritiman tersebut justru merupakan kekuatan-kekuatan

    eksternal yang memberi pengaruh dalam menentukan tatanan dan dinamika kehidupan

    sosial budaya komuniti-komuniti atau kelompok-kelompok sosial kebaharian utama

    seperti nelayan dan pelayar. Karena itu fenomena masyarakat dan budaya bahari harusdipahami juga dalam konteks eksternalnya.

    Keempat, fenomena sosial budaya maritim bukan hanya tampak pada aspek-aspek

    budayanya (sistem-sistem pengetahuan, gagasan, kepercayaan, nilai, norma, bahasa,

    organisasi sosial, ekonomi, teknologi, pola pemukiman, kesenian) dengan kategori-kategori

    dan hirarki sosial pendukungnya yang berbeda-beda. Fenomena tersebut yang dicirikan

    dengan saling keterkaitan internal antara unsur-unsur serta sifat homogeniti dan

    difersitasnya merupakan kerumitan tersendiri. Fenomena budaya dari setiap kategori

    atau sub-sub kategori sosial dicirikan dengan karakter kepribadian kebahariannya masing-

    masing. Setiap kategori sosial sebagai nelayan, kelompok awak kapal angkutan, komuniti

    pembuat perahu/kapal, kelompok olah ragawan laut, satuan marinir, dan sebagainya

    bisa menunjukkan karakter budaya bahari berbeda-beda. Bahkan di antara kelompok-

    kelompok nelayan rumpon (Mandar), nelayan bagang (Bugis), penyelam tripang (Bajo,

    Bugis, Makassar) dan pemburu hiu (Bajo) dari Sulawesi Selatan bisa mencerminkan sikap

    kepribadian budaya bahari berbeda-beda.

    Kelima, kompleksitas fenomena sosial budaya bahari ditunjukkan pula dalam proses

    dinamikanya. Di sana ada perubahan sepenuhnya seperti motorisasi perahu nelayan

    yang menggantikan fungsi layar dan dayung; ada proses transformasi struktural mengenai

    21

  • 8/3/2019 PDF SMA

    32/81

    kelompok-kelompok kerja nelayan dan pelaut serta jaringan pemasaran; ada proses

    perkembangan internal seperti perubahan tipe bagang tancap ke bagang perahu melalui

    bentuk-bentuk transisi bagang rakit/apung di Sinjai (Sulawesi Selatan); dan proses difusi

    (persebaran) yang menyolok seperti persebaran rumpon dari Majenne (Sulawesi Selatan),

    bubu dari Buton (Sulawesi Tenggara), sebuah bentuk perahu tradisional dari Kalimantandimodifikasi menjadi tipe jolloro di Bira (Bulukumba) kurang lebih dua dekade terakhir;

    dan bahkan seringkali ada manipulasi identitas etnis secara sementara atau permanen

    seperti dilakukan oleh sebagian besar kelompok-kelompok masyarakat Bajo di mana-

    mana dalam rangka adaptasi sosial budayanya; bertahannya tradisi seperti pengetahuan

    kelautan, pembuatan perahu, dan aturan bagi hasil.

    Lebih lanjut dalam konteks Indonesia misalnya, di sana ada wacana tentang kearifan

    lokal (local indigenious) tetapi banyak kontradiksi dengan fenomena eksploitasi

    sumberdaya secara berlebih dan komersialisasi dengan segala dampak negatifnya bagikondisi sosial ekonomi, lingkungan dan sumberdaya laut (berdasarkan pandangan etik

    dan emik). Di sana ada juga fenomena paternalisme yang melibatkan pemerintah,

    kalangan akademisi dan organisasi non-pemerintah (Ornop) di samping berpengaruh

    positif dapat juga negatif bagi tatanan dan dinamika sosia budaya lokal.

    Pengkajian masyarakat dan budaya bahari yang demikian kompleks tersebut,

    menuntut diperlukannya (1) pendekatan studi/kajian multi dan atau interdisipliner yang

    melibatkan bukan hanya antropologi tetapi juga disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora

    lainnya, bahkan non-sosial (seperti perikanan dan kelautan, biologi, ekologi, teknikperkapalan) yang relevan dengan fenomena sosial budaya dan fenomena fisik yang bisa

    saling interkoneksi dan dikontekskan; dan (2) konsep budaya, model/kerangka

    penjelasan/analisis yang empirik serta metode koleksi data lebih aplikatif.

    4.1 Keterbatasan Sistem Sosial Budaya Maritim

    Komunitas-komunitas pantai yang hidup dari sumberdaya alam kelautan dengan

    alam pikiran mereka dan mengembangkan sistem budaya, sistem sosial dan sistem

    teknologi yang mungkin khas dan berbeda dengan komunitas lainnnya. Kebudayaanmereka akan terus berlangsung melalui pewarisan kepada keturunan secara vertikal dan

    juga secara horizontal kepada warga masyarakat lain. Pewarisan itu dapat berlangsung

    secara lisan maupun tertulis, yang kemudian memberi kemungkinan kepada kita untuk

    mengenal kebudayaan yang mereka pertahankan.

    Keberadaan pulau-pulau kecil yang dihuni penduduk, meskipun jumlahnya sedikit,

    selain terdapat persamaan terdapat pula perbedaan budaya di antara komunitas-

    komunitas kelautan itu, yang sudah pasti menarik perhatian ilmuwan. Akan tetapi

    penelitian yang mendalam belum menyentuh sebagian besar komunitas yang menghuni

    22

  • 8/3/2019 PDF SMA

    33/81

    pulau-pulau kecil. Sudah saatnya bagi kita untuk berusaha memahami dan menghargai

    kebudayaan yang telah mereka kembangkan sendiri dari generasi ke generasi.

    Perubahan-perubahan budaya dapat pula terjadi dengan cepat sekali akibat

    hubungan-hubungan terbuka dan intensif dengan dunia luar. Akibatnya nilai-nilai

    budaya mereka lenyap sebelum diteliti dan direkam oleh para peneliti. Ratusan kapalBugis phinisi yang tersohor itu, pada waktu lalu pernah menjadi pemandangan umum

    di perairan Indonesia. Kapal yang berbobot puluhan hingga ratusan ton dan bertiang

    dua serta dilengkapi dengan tujuh layar sekarang sudah tidak kelihatan, karena kedua

    tiangnya dilepas dan tidak memiliki layar lagi. Kapal Bugis itu kini dilengkapi mesin,

    lambungnya dibuat lebih kokoh untuk menahan getaran mesin, sementara di buritan

    dibangun rumah geladak yang besar. Untung saja sudah ada penelitian mengenai phinisi,

    sehingga sudah sempat direkam dan dapat dilestarikan nilai budayanya.

    Salah satu bentuk penghargaan itu ialah melalui pelestarian. Suku Bajau yangsebagian besar hidupnya di laut dan bertempat tinggal dalam perahu (rumah perahu).

    Mereka hidup mencari nafkah di perairan Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,

    Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan dan

    Kalimantan Timur, bahkan di sebagian perairan Asia Tenggara. Mereka seringkali

    berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, sehingga sering disebut dengan sea

    nomad. Selain suku Bajau, ada masyarakat yang hidup di laut dan di pesisir kepulauan

    Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan yang kita kenal dengan nama orang laut. Mereka

    hidup sepanjang tahun di antara laut Cina Selatan dan Laut Jawa. Kearifan lingkungan

    masyarakat semacam itu perlu kita pahami termasuk komunitas-komunitas kecil yanghidup di pulau-pulau kecil.

    Sistem budaya maritim mencakup sistem-sistem pengetahuan, gagasan, keyakinan/

    kepercayaan, nilai, dan norma/aturan berkenaan dengan pemanfaatan sumberdaya dan

    jasa-jasa laut. Sistem pengetahuan meliputi antara lain: Sistem pengetahuan nelayan

    mencakup : pengetahuan tentang biota laut bernilai ekonomi tinggi, pengetahuan tentang

    lokasi dan sarang ikan, pengetahuan tentang musim, pengetahuan tentang tanda-tanda

    (di laut, darat, angkasa/perbintangan), dan pengetahuan tentang lingkungan sosial

    budaya.Konsep budaya maritim, tidak lepas kompleksitas dari fenomena sosial budaya,

    terutama berkaitan dengan beragamnya kelompok dan kategori sosial yang terlibat secara

    langsung atau tidak langsung dalam pemanfaatan sumberdaya dan lingkungan laut

    serta beragamnya sektor mata pencaharian terkait laut menjadi alasan lebih cocok memilih

    term budaya bahari daripada term-term budaya maritim dan budaya marin dalam

    rangka pengkajian ilmiah. Term kedua menurut perasaan linguistik Eropa lebih mengacu

    kepada kegiatan pelayaran, sedangkan term ketiga diacukan kepada aktivitas menangkap

    ikan semata (Nishimura, 1976). Jika kedua term asing diaplikasikan secara konsisten,

    23

  • 8/3/2019 PDF SMA

    34/81

    kedua wilayah tersebut akan saling eksklusif, yang berarti bagian-bagian tertentu dari

    kedua subjeknya tereduksi. Konsep budaya bahari akan mencakup semua fenomena sosial

    budaya yang kompleks.

    Dalam rangka deskripsi, penjelasan dan analisis fenomena budaya bahari yang

    kompleks kiranya lebih memadai jika memanfaatkan konsep tiga wujud kebudayaan(sistem gagasan, sistem sosial, budaya material) dari Koentjaraningrat daripada

    melakukan reduksi wujud kedua dan ketiga seperti dilakukan para antropolog kognitif

    (Goodenough, 1961: 522; Keesing, 1981: 68) dan simbolik (Geertz dalam Harris, 1999: 20)

    ) atau secara berlebihan menekankan pada pertimbangan rasional biaya dan keuntungan

    (cost-benefit considerations) seperti dilakukan para penganut materialis budaya (Harris,

    1999: 19).

    Sebuah formulasi batasan budaya secara jelas mencakup ketiga wujud tersebut

    sebagaimana dikemukakan oleh Koentjaraningrat yaitu keseluruhan sistem gagasan,tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan yang dijadikan milik diri

    manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1980:193). Meskipun konsep moderat

    seringkali dikritik oleh para penganut kognitivisme dan simbolisme karena dinilai

    mencakup segalanya, namun konsep tiga wujud kebudayaan justru sebetulnya memadai

    sebagai model deskripsi atau analisis karena tidak mengurangi dan tidak melampaui

    fenomena sosial budaya ke atas dan ke bawah. Bahkan kalau mendengarkan perbincangan

    masyarakat lokal pada semua tingkatan, kebudayaan yang mereka pahami ternyata

    meliputi tiga wujud seperti dikonsepsikan oleh Koentjaraningrat. Memadainya konseptiga wujud kebudayaan untuk analisis fenomena sosial budaya juga pernah diungkapkan

    Ignas Kleden dalam acara seminar pada Kongres Asosiasi Antropologi Indonesia di Hotel

    Indonesia, 1996.

    Mengacu kepada konsep tiga wujud dan definisi budaya tersebut, dan budaya bahari

    difahami sebagai sistem-sistem gagasan/ide, prilaku/tindakan dan sarana/prasarana

    fisik yang digunakan oleh masyarakat pendukungnya (masyarakat bahari) dalam rangka

    pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam dan merekayasa jasa-jasa lingkungan laut

    bagi kehidupannya. Budaya bahari mengandung isi/unsur-unsurnya berupa sistem-

    sistem pengetahuan, kepercayaan, nilai, norma/aturan, simbol komunikatif, kelembagaan,

    teknologi dan seni berkaitan kelautan.

    Adapun kelemahan-kelemahan dibagi bersama berbagai perspektif berupa asumsi-

    asumsi tentang homogeniti, ketertutupan, totalitas, keseimbangan, normatif, esensialis,

    abstrak dan general, yang dalam penjelasan tidak atau kurang empirik kiranya bisa diatasi

    dengan konsep kreasi dan dinamika budaya dari Sanjek dan mode penjelasan

    kontekstualis progresif dari A.P.Vayda (1988; 1992). Kerumitan fenomena sosial budaya,

    khususnya budaya bahari, terutama dalam proses dinamika, berubah dan bertahannya

    24

  • 8/3/2019 PDF SMA

    35/81

    sebagaimana digambarkan di muka kiranya dapat dijelaskan dan dianalisis dengan

    konsep proses kreasi dan dinamika seperti dinyatakan oleh Sanjek (dalam Borofsky, 1994:

    313) bahwa kebudayaan is under continuous creation fluid, interconnected, diffusing,

    interpenetrating, homogenizing, diverging, hegemonizing, resisting, reformulating,

    creolizing, open rather then closed, partial rather then total, crossing its own boundaries,persisting where we dont espect it to, and changing where we do.

    Kelihatannya kompleksitas proses kreasi dan dinamika budaya tersebut relatif bisa

    mengenai semua sisi realita sosial budaya, sehingga perangkat-perangkat proses kreasi

    tertentu kalau bukan sepenuhnya bisa digunakan sebagai model deskripsi dan eksplanasi

    dengan konsep atau perspektif budaya tertentu. Tidak menjadi masalah, apakah proses

    kreasi budaya dimaksudkan oleh Sanjek pada dimensi kognitif dan simbolik, meliputi

    pikiran dan prilaku, atau ketiga wujud gagasan, prilaku sosial dan material.

    4.2 Pelestarian Sumberdaya Budaya maritim

    Pada dasarnya sumberdaya budaya masa lalu tidak pernah lengkap. Tingkat

    keterawatannya rendah, bukan saja karena sebagian besar benda dibuat dari bahan yang

    mudah rusak, tetapi juga karena pengaruh alam di daerah tropis mudah melapukkannnya.

    Belum lagi tindakan-tindakan manusia yang merusak, mencuri, memindahkan, dan

    sebagainya, yang tentu mengurangi nilai kesahihan datanya. Dalam pada itu beberapa

    aspek kebudayaan masyarakat yang sekarang masih hidup dapat berubah cepat sebagai

    akibat berbagai pengaruh, dan dapat menyebabkan nilai budaya yang ada dan proses

    perubahannya tidak sempat dipelajari dan direkam dengan seksama.

    Selama ini banyak nelayan ilegal lokal dan asing yang datang ke pulau-pulau kecil

    berpengaruh sedikit dan menjadi korban dari tindakan ilegal mereka. Sudah tentu untuk

    melestarikan semua itu perlu lebih dahulu dilakukan penelitian agar dapat direncanakan

    sumberdaya budaya mana dan masyarakat mana yang perlu lebih dahulu diprioritaskan.

    Upaya pelestarian masyarakat maritim tidak dimaksudkan untuk menghambat

    perkembangannya tetapi mengangkat mereka ke dalam taraf hidup yang lebih baik, sesuai

    dengan yang mereka jalankan selama berabad-abad walaupun saat ini terjadi perubahan

    kebudayaan, mereka tidak perlu meninggalkan jati dirinya sebagai masyarakat maritim,

    justru kemampuan beradaptasi, kecerdasan dan ketrampilan mereka dapat dijadikan

    contoh dan disebarkan kepada masyarakat lain.

    Tujuan pelestarian budaya dilakukan dalam rangka pemberdayaan masyarakat

    mereka sendiri dan masyarakat diluar mereka, yang berorientasi kepada kepentingan

    untuk memupuk jatidiri, dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan, dan

    tekhnologi.

    25

  • 8/3/2019 PDF SMA

    36/81

    Wujud dan karakteristik budaya komuniti nelayan, diasumsikan bahwa keterlibatan

    dan hubungan manusia dengan lingkungan lautnya didasari dengan pengetahuan dan

    gagasannya tentang arti dan fungsi (konsumtif dan non-konsumtif) dari sumberdaya

    dan lingkungan laut bagi kehidupannya. Gagasan muncul kemudian ialah diperlukannya

    kerjasama dan kelembagaan untuk mengusahakan berbagai keperluan mutlak (sarana/prasarana fisik berupa perahu/kapal, sarana eksploitasi sumberdaya, modal, sarana

    perlengkapan lainnya). Pokoknya pola pengelolaan pemanfaatan sumberdaya dan jasa-

    jasa laut melibatkan sistem-sistem budaya (kognitif), kelembagaan (kelompok/organisasi,

    aktivitas, aturan), sarana dan prasarana pengangkutan dan teknologi eksploitasi

    sumberdaya (fisik/material).

    Dinamika budaya maritim Indonesia, meskipun dinamika budaya bahari komuniti-

    komuniti nelayan di Indonesia selama ini tidak atau masih sangat kurang mendapat

    pengarahan dari pemerintah, namun tampak di mana-mana suatu proses dinamikaberlangsung cukup pesat.

    Tanpa memandang rendah beberapa kearifan lokal masih tersisa, antara lain seperti

    sasi (Maluku), panglima laut di Aceh, pengelolaan komunal tradisional di Kapuas Hulu

    (Kalimantan), teknik rumpon nelayan Mandar (Sulawesi Selatan), lembaga kerjasama

    pengelolaan modal ponggawa-sawi (Sulawesi Selatan), ternyata bahwa proses dinamika,

    modernisasi dan globalisasi banyak membawa dampak-dampak negatif berupa

    kemiskinan ekonomi sebagian terbesar penduduk nelayan tradisional skala kecil, konflik-

    konflik antar kelompok-kelompok nelayan, terkurasnya populasi sumberdaya laut,kerusakan ekosistem laut, terutama terumbu karang. Hal ini adalah akibat dari suatu

    proses dinamika komuniti-komuniti nelayan yang kurang terarahkan secara bijak, mereka

    itu closed to the stone, far from the throne menurut Pujo Semedi (2000) atau untuk

    nelayan Bugis, Makassar dan Bajo, tepatnya dekat ke ponggawa/bos, jauh dari negara.

    Apa yang perlu dilakukan oleh pihak-pihak berkepentingan seperti pemerintah,

    kalangan akademisi, LSM, tokoh masyarakat, dan lembaga donor ialah menemukan arah-

    arah pengelolaan pemanfaatan sumberdaya dan lingkungan laut secara berkelanjutan,

    berwawasan lingkungan, untuk kesejahteraan bersama masyarakat. Tumbuhkan

    pandangan dan kesadaran bahwa sumberdaya laut rentan terhadap ancaman perilaku-

    perilaku tertentu; jadi tanpa perlakuan bijak kondisi sumberdaya laut akan menjadi

    semakin berkurang/terbatas; manusia harus arif dan bertanggungjawab dalam perilaku

    pemanfaatan sumberdaya laut; mengubah pandangan budaya dan praktek akses terbuka/

    bebas ke penguatan hak-hak pemilikan. Menumbuhkan dan revitalisasi kelembagaan-

    kelembagaan tradisional yang menekankan moral pemerataan atau keadilan dalam

    kesempatan berusaha dan pembagian hasil, pembentukan institusi baru, penguatan atau

    revitalisasi sistem-sistem tradisional yang potensial berkaitan dengan pengelolaan

    26

  • 8/3/2019 PDF SMA

    37/81

    pemanfaatan sumberdaya dan jasa-jasa laut. Dalam wujud teknologi perlu pengembangan

    teknologi perikanan tangkap ramah lingkungan, pengembangan teknologi budidaya dan

    semi-budidaya, teknologi pascapanen, serta membangun institusi pasar lokal, regional,

    nasional dan global yang tidak semata dikendalikan kekuatan-kekuatan eksternal. Karena

    budaya bahari adalah pragmatis, segala contoh nyata yang memberikan makna praktisbagi mereka niscaya akan dinilai tinggi dan diperebutkan.

    4.3 Konflik Budaya Maritim

    Secara historis akar konflik kebudayaan Jawa berupa pertentangan budaya antara

    (1) budaya pedalaman dengan budaya pesisiran, (2) budaya keraton (Mantaraman) dengan

    budaya rakyat, dan (3) budaya santri dengan budaya abangan. Ketiga konflik ini terjadi

    bersama-sama, saling terkait, dan saling mempengaruhi.

    Konflik budaya pedalaman dan pesisiran bermula ketika kekuasaan Demak sebagai

    pengganti kekuasaan Majapahit menjadi lemah dan akhirnya jatuh ke tangan Pajang

    (Adiwijaya atau Mas Karabet). Suksesi kekuasaan yang terjadi dari Demak ke Pajang

    menjadi awal sejarah Jawa bagaimana kaum ulama (agama) terseret ke dalam arus

    pertikaian politik dan kekuasaan.

    Kedua tokoh yang paling berpeluang sekaligus berambisi untuk menduduki takhta

    kerajaan yakni Mas Karebet (Adiwijaya) dari Pajang dan Arya Penangsang dari Jipang,

    masing-masing mempunyai beking wali, yakni Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga. Sunan

    Kudus sebagai guru dari Arya Penangsang sebenarnya merupakan wakil budaya pesisiran

    yang berhadapan dengan Sunan Kalijaga dan Adiwijaya yang merupakan presentasi

    dari budaya pedalaman.

    Kemenangan Adiwijaya membuat pusat pemerintahan bergeser dari Demak, yang

    berorientasi ke pesisir, beralih ke Pajang yang lebih memilih pedalaman sebagai basis

    kekuasaan sekaligus basis kebudayaan. Dengan demikian, dominasi pola-pola budaya

    pedalaman mulai mewarnai kebudayaan jawa. Dominasi budaya pedalaman makin

    menguat ketika tampilnya dinasti penguasa baru yaitu Mantaram (Mataram) yang

    menggeser kekuasaan Pajang. Melalui Sutawijaya, pendiri kerajaan Mataram, pusatkekuasaan Jawa sebagai pusat kebudayaan semakin ditarik ke pedalaman.

    Laut sebagai basis budaya pesisir dan eksistensi wali sebagai salah satu unsur

    legitimasi kekuasaan mulai diabaikan. Politik kebudayaan jawa Mataram mencoba

    membuat jarak dengan budaya pesisir dengan meletakan laut sebagai sesuatu yang

    disakralisasikan, sebagai suatu misteri yang merupakan sumber kekuatan dan inspirasi

    para raja Mataram sehingga laut menjadi hal yang amat suci, tetapi sekaligus hal ini

    memencilkan laut (dan pesisir) dari persinggungan budaya yang lebih luas.

    27

  • 8/3/2019 PDF SMA

    38/81

    Kerajaan Mataram menumbuhkan pola pikir budaya dan politik yang selalu

    berorientasi dengan mitologi, yang hingga saat ini masih mewarnai budaya berpikir

    penguasa-penguasa kita. Orientasi mitologis ini terlihat dengan dimunculkannya mitos

    Nyai Roro Kidul (Ratu Kidul) dan munculnya Babat Tanah Jawi yang di dalamnya memuat

    silsilah pendiri Mataram yang dikaitkan sekaligus mencampur adukkan tokoh mitologisdengan nama-nama nabi.

    Apa yang terdapat dalam Babat Tanah Jawi sebenarnya merupakan pengulangan

    dari apa yang dilakukan oleh Ken Arok pendiri Singasari yang memanfaatkan teks sastra

    (Pararaton) sebagai sarana legitiminasi kekuasaannya. Perbenturan budaya pesisir dan

    padalaman melahirkan konflik budaya baru, yakni budaya tradisional/rakyat dengan

    budaya keraton. Ini terjadi ketika budaya pedalaman semakin kokoh dan kekuasaan

    Mataram membuat benteng budaya baru berupa keraton dan pembagian daerah keraton.

    Keraton merupakan sentrum dan daerah yang berada di luar keraton (mancanegara,

    brang wetan, pesisir, dan lain-lain) dianggap sebagai kesenian resmi dan adiluhung,

    sedangkan kesenian lain di luar wilayah keraton dianggap sebagai seni pinggiran yang

    secara estetis dan etika di bawah kesenian keraton.

    Kesenian dalam kosmologis keraton merupakan kesenian yang mengalami

    sofistikasi, perumitan, pencanggihan, sekaligus pensakralisasian. Kesenian keraton

    menjadi kesenian yang mengambil jarak sedemikian rupa dengan kebudayaan dan

    masyarakat di luar keraton. Masyarakat di luar keraton dianggap tabu untuk menyeleng-

    garakan atau melakukan kesenian produk keraton.

    Tari bedhaya misalnya, merupakan tarian sakral yang hanya boleh dilakukan,

    dipentaskan, dan ditonton oleh pihak keraton, yang merupakan penguasa. Tari bedhaya

    sebagai kreasi kesenian keraton memformulasikan diri sebagai sesuatu yang serba halus,

    hati-hati, selaras, dan teratur. Karena itu, sangat menutup kemungkinan improvisasi.

    Kesenian keraton di luar wilayah keraton menemukan tandingannnya dengan

    munculnya kesenian-kesenian baru yang terutama sekali menemukan lahan subur di

    wilayah pengaruh budaya pesisiran. Muncul kesenian-kesenian rakyat yang merupakan

    produk dari sistem masyarakat grass-root yang menafikan keteraturan, kecanggihan,

    dan kerumitan yang menjadi ciri kebudayaan keraton.

    Timbul kesenian-kesenian tayub, ledek, janger, tandak, ronggeng, dan sejenisnya.

    Kehalusan, kerumitan, dan keteraturan yang menjadi standar estetika budaya keraton di

    lawan dengan kebebasan, keekspresifan, dan kebebasan improvisasi. Apabila kesenian

    keraton bersikap tertutup dan masyarakat suasana yang khusus, maka kesenian rakyat

    atau pesisiran berlangsung dengan suasana pesta dan hiruk-pikuk yang kemudian

    menghadirkan suasana yang serba primitif. Dengan demikian estetika kesenian rakyat

    atau pesisiran secara sadar mendudukkan dirinya sebagai kesenian atau kebudayaan

    massa.

    28

  • 8/3/2019 PDF SMA

    39/81

    Kebudayaan keraton juga memunculkan fenomena baru di mana pihak penguasa

    dapat mensahkan kehadiran seorang kreator seni sebagai abdi atau pegawai keraton

    (penguasa). Hal ini dapat dilihat dengan munculnya pujangga keraton yang digaji untuk

    berkarya. Produk-produk sastra kepujanggaan seperti misanya Wedhatama, Tripama,

    dan serat-serat Ronggowarsito merupakan produk keraton yang isinya hampir semuamenceritakan dan mengatur perilaku rakyat terhadap penguasa atau perilaku penguasa

    terhadap rakyat. Pada titik ini kesenian keraton lebih menekankan kesenian atau estetika

    dalam bingkai politis dan filosofis, sedangkan kesenian rakyat (pesisiran) lebih

    menekankan pada fungsi ekonomis.

    Konflik budaya tidak saja terjadi antara kebudayaan rakyat dengan budaya keraton,

    tetapi juga antara kebudayaan rakyat dengan kebudayaan santri. Kebudayaan santri

    sebagai kebudayaan baru yang sebenarnya muncul dari daerah pesisiran, tetapi dari

    lingkungan pengaruh kuat agama Islam menganggap estetika kebudayaan rakyat (yang

    kemudian disebut pula dengan abangan) sebagai sebuah kesenian yang terlampau

    primitif.

    4.4 Pengembangan Sosial Budaya Maritim

    Subyek kajian maritim yang bersifat sosial-budaya adalah segala pemikiran,

    pandangan, perilaku manusia, beserta segala bend