pbl sk1 hemato rizky a

35
RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238 PBL 1 HEMATOLOGI 1. Memahami dan Menjelaskan tentang Eritropoiesis (Eritrosit) 1.1 Pembentukan Eritrosit Eritropoiesis merupakan proses pembentukan sel darah merah. Sel darah merah berfungsi sebagai pengangkut oksigen ke jaringan dan mengikat CO2 dari jaringan. Pada janin dan bayi proses ini berlangsung dilimfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada sumsum tulang. (Dorland edisi 31) Dalam keadaan normal eritropoiesis memerlukan 3 faktor yaitu (1) stem sel hematopoetik, (2) sitokin spesifik, growth factor dan hormonal regulator, serta (3) hematopoietik yang mempengaruhi microenvirontment yang merupakan stroma pendukung dan interaksi sel dengan sel yang diikuti proliferasi dan diferensiasi hematopoetik sel stem dan mempengaruhi erythroid progenitor yang akhirnya menghasilkan sel darah merah yang matur. Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum tulang. Sel ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepi. Asal sel yang akan terbentuk selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM). Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel

Upload: rizky-agustian-hadi

Post on 28-Jan-2016

113 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

test

TRANSCRIPT

Page 1: Pbl Sk1 Hemato Rizky a

RIZKY AGUSTIAN HADI1102011238PBL 1HEMATOLOGI

1. Memahami dan Menjelaskan tentang Eritropoiesis (Eritrosit)

1.1 Pembentukan Eritrosit

Eritropoiesis merupakan proses pembentukan sel darah merah. Sel darah merah berfungsi sebagai pengangkut oksigen ke jaringan dan mengikat CO2 dari jaringan. Pada janin dan bayi proses ini berlangsung dilimfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada sumsum tulang. (Dorland edisi 31)

Dalam keadaan normal eritropoiesis memerlukan 3 faktor yaitu(1) stem sel hematopoetik, (2) sitokin spesifik, growth factor dan hormonal regulator, serta(3) hematopoietik yang mempengaruhi microenvirontment yang merupakan stroma pendukung dan interaksi sel dengan sel yang diikuti proliferasi dan diferensiasi hematopoetik sel stem dan mempengaruhi erythroid progenitor yang akhirnya menghasilkan sel darah merah yang matur.

Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum tulang. Sel ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepi. Asal sel yang akan terbentuk selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM).

Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah merah matur yaitu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnya sel ini akan berdiferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi dengan hemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik. Bahan basofilik ini akan menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur.

Page 2: Pbl Sk1 Hemato Rizky a

(www.idai.or.id/saripediatri/fulltext.asp?q=307, http://www.scribd.com/doc/75646161/Sk-Anemia-a7)

Faktor yang Mempengaruhi Eritropoesis

Hormonal ControlStimulus langsung untuk pembentukan eritrosit disediakan oleh hormone

eritropoetin (EPO) dan hormon glikoprotein. Ginjal memainkan peranan utama dalam produksi EPO. Ketika sel-sel ginjal mengalami hipoksia (kekurangan O2), ginjal akan mempercepat pelepasan eritropoetin. Penurunan kadar O2 yang memicu pembentukan EPO :1. Kurangnya jumlah sel darah merah atau destruksi eritrosit yang berlebihan2. Kurang kadar hemoglobin di dalam sel darah merah (seperti yang terjadi pada

defisiensi besi)3. Kurangnya ketersediaan O2 seperti pada daerah dataran tinggi dan pada

penderita pneumonia.Peningkatan aktivitas eritropoesis ini menambah jumlah sel darah merah

dalam darah, sehingga terjadi peningkatan kapasitas darah mengangkut O2 dan memulihkan penyaluran O2 ke jaringan ke tingkat normal. Apabila penyaluran O2

ke ginjal telah normal, sekresi eritropoetin dihentikan sampai diperlukan kembali. Jadi, hipoksia tidak mengaktifkan langsung sumsum tulang secara langsung, tapi merangsang ginjal yang nantinya memberikan stimulus hormone yang akan mengaktifkan sumsum tulang. Selain itu, testosterone pada pria juga meningkatkan produksi EPO oleh ginjal. Hormone sex wanita tidak berpengaruh terhadap stimulasi EPO, itulah sebabnya jumlah RBC pada wanita lebih rendah daripada pria.

Eritropoeitin- Dihasilkan oleh: sel interstisial peritubular ginjal,hati- Stimulus pembentukan eritroprotein: tekanan O2 dalam jaringan ginjal.- ↓ penyaluran O2 ke ginjal merangsang ginjal mengeluarkan hormon

eritropoetin ke dalam darah → merangsang eritropoiesis di sumsum tulang dengan merangsang proliferasi dan pematangan eritrosit → jumlah eritrosit meningkat → kapasitas darah mengangkut O2 ↑ dan penyaluran O2 ke jaringan pulih ke tingkat normal → stimulus awal yang mencetuskan sekresi eritropoetin hilang sampai diperlukan kembali.

- Pasokan O2 ↑ ke jaringan akibat peningkatan massa eritrosit/Hb dapat lebih mudah melepaskan O2 : stimulus eritroprotein turun

- Fungsi: mempertahankan sel-sel precursor dengan memungkin sel-sel tsb terus berproliferasi menjadi elemen-elemen yg mensintesis Hb.

- Bekerja pada sel-sel tingkat G1- Hipoksia: rangsang fisiologis dasar untuk eritropoeisis karena suplai O2 &

kebutuhan mengatur pembentukan eritrosit.(http://www.scribd.com/doc/75646161/Sk-Anemia-a7)

Page 3: Pbl Sk1 Hemato Rizky a

1.2 Struktur, Morfologi, Sifat Fisik, Fungsi dan Jumlah Normal Eritrosit

1. Rubriblast : Sel besar ( 15-30 µm) Inti : besar, bulat, warna merah, kromatin halus

Nukleoli : 2-3 buah Sitoplasma : biru tua, sedikit halo di sekitar inti

2. Prorubrisit : Lebih kecil dari rubriblast

Inti: bulat, kromatin mulai kasar Nukleoli (-) Sitoplasma: biru, lebih pucat

3. Rubrisit : Lebih kecil dari prorubrisit

Inti: lebih kecil dari prorubrisit, bulat, kromatin kasar dan menggumpal Sitoplasma: pembentukan Hb (+)

4. Metarubrisit : Lebih kecil dari rubrisit

Inti: bulat, kecil, kromatin padat, warna biru gelap Sitoplasma: merah kebiruan

Page 4: Pbl Sk1 Hemato Rizky a

5. Eritrosit polikromatik : Masih ada sisa-sisa kromatin inti

Sitoplasma warna violet / kemerahan / sedikit biru Fase ini disetarakan dengan retikulosit

6. Eritrosit : Ukuran 6-8 µm Sitoplasma kemerahan

Bagian tengah pucat, krn btk bikonkaf Bentuk bulat, tepi rata

Eritrosit normal berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter ± 7,8 µm, dengan ketebalan pada bagian yang paling tebal 2,5 µm dan pada bagian tengah1 µm atau kurang. Volume eritrosit adalah 90 - 95 µm3. Jumlah eritrosit normal pada pria 4,6 - 6,2 juta/µL dan pada wanita 4,2 - 5,4 juta/µL. Kadar normal hemoglobin pada pria 14 - 18 g/dL dan pada wanita12 - 16g/dL.

Page 5: Pbl Sk1 Hemato Rizky a

Fungsi Sel darah Merah

Sel darah merah berfungsi mengedarkan O2 ke seluruh tubuh. Berfungsi dalam penentuan golongan darah. Eritrosit juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika sel darah

merah mengalami proses lisis oleh patogen atau bakteri, maka hemoglobin di dalam sel darah merah akan melepaskan radikal bebas yang akan menghancurkan dinding dan membran sel patogen, serta membunuhnya.

Eritrosit juga melepaskan senyawa S-nitrosothiol saat hemoglobin terdeoksigenasi, yang juga berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dan melancarkan arus darah supaya darah menuju ke daerah tubuh yang kekurangan oksigen.

(http://www.scribd.com/doc/78231342/ERITROSIT)

1.3 Kelainan Morfologi

1) KELAINAN UKURANa) Makrosit, diameter eritrosit ≥ 9 µm dan volumenya ≥ 100 fLb) Mikrosit, diameter eritrosit ≤ 7 dan volumenya ≤ 80 fLc) Anisositosis, ukuran eritrosit tidak sama besar

2) KELAINAN WARNA a) Hipokrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit ≥ 1/3 diameternyab) Hiperkrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit ≤ 1/3

diameternyac) Polikrom, eritrosit yang memiliki ukuran lebih besar dari eritrosit matang,

warnanya lebih gelap.

Page 6: Pbl Sk1 Hemato Rizky a

3) KELAINAN BENTUKa) Sel sasaran (target cell), Pada bagian tengah dari daerah pucat eritrosit

terdapat bagian yang lebih gelap/merah.b) Sferosit, Eritrosit < normal, warnanya tampak lebih gelap.c) Ovalosit/Eliptosit, Bentuk eritrosit lonjong seperti telur (oval), kadang-

kadang dapat lebih gepeng (eliptosit).d) Stomatosit ,Bentuk sepeti mangkuk.e) Sel sabit (sickle cell/drepanocyte) Eritosit yang berubah bentuk

menyerupai sabit akibat polimerasi hemoglobin S pada kekurangan O2.f) Akantosit, Eritrosit yang pada permukaannya mempunyai 3 - 12 duri

dengan ujung duri yang tidak sama panjang.g) Burr cell (echinocyte), Di permukaan eritrosit terdapat 10 - 30 duri kecil

pendek, ujungnya tumpul.h) Sel helmet, Eritrosit berbentuk sepeti helm.i) Fragmentosit (schistocyte), Bentuk eritrosit tidak beraturan.j) Teardrop cell, Eritrosit seperti buah pear atau tetesan air mata.k) Poikilositosis, Bentuk eritrosit bermacam-macam.

(http://cocoquiin.blogspot.com/2012/03/morfologi-eritrosit-dan-kelainannya.html)

2. Memahami dan Menjelaskan tentang Hemoglobin2.1 Pembentukan Hemoglobin

Menurut William, Hemoglobin adalah suatu molekul yang berbentuk bulat yang terdiri dari 4 subunit. Setiap subunit mengandung satu bagian heme yang berkonjugasi dengan suatu polipeptida. Heme adalah suatu derivat porfirin yang mengandung besi. Polipeptida itu secara kolektif disebut sebagai bagian globin dari molekul hemoglobin (Shinta, 2005).

Page 7: Pbl Sk1 Hemato Rizky a

Sintesis hemoglobin dimulai dalam proeritroblas dan berlanjut bahkan dalam stadiumretikulosit pada pembentukan sel darah merah. Oleh karena itu, ketika retikulositmeninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah, retikulosit tetap membentuksejumlah kecil hemoglobin seterusnya sampai sel tersebut menjadi eritrosit yang matur.

Gambar 1.1 : pembentukan hemoglobin.

Mula-mula, suksinil-KoA, yang dibentuk dalam siklus Krebs berikatan dengan glisisn untuk membentuk molekul pirol. Kemudian, empat pirol bergabung untuk membentuk protoporfirinIX, yang kemudian bergabung dengan besi untuk membentuk molekul Heme. Akhirnya,setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang, yaitu globin yang disintesis oleh ribosom, membentuk suatu subunit hemoglobin yang disebut rantai hemoglobin(Guyton, hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC)

2.2 Struktur dan Fungsi (http://www.scribd.com/doc/75646161/Sk-Anemia-a7)

Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi. Hemoglobin tersusun dari empat molekul protein (globulin chain) yang terhubung satu sama lain. Hemoglobin normal orang dewasa (HbA) terdiri dari 2 alpha-globulin chains dan 2 beta-globulin chains, sedangkan pada bayi yang masih dalam kandungan atau yang sudah lahir terdiri dari beberapa rantai beta dan molekul hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gama yang dinamakan sebagai HbF. Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4 subunit protein), yang terdiri dari masing-masing dua subunit alfa dan beta yang terikat secara nonkovalen. Subunit-subunitnya mirip secara struktural dan berukuran hampir sama

Page 8: Pbl Sk1 Hemato Rizky a

Pada pusat molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan porfirin yang menahan satu atom besi; atom besi ini merupakan situs/loka ikatan oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut heme. Tiap subunit hemoglobin mengandung satu heme, sehingga secara keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat molekul oksigen. Pada molekul heme inilah zat besi melekat dan menghantarkan oksigen serta karbondioksida melalui darah, zat ini pula yang menjadikan darah kita berwarna merah.

Fungsi (http://www.psychologymania.com/2012/09/fungsi-hemoglobin.html)

Menurut Depkes RI adapun fungsi hemoglobin antara lain:

• Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida di dalam jaringan- jaringan tubuh.

• Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh jaringan- jaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar.

• Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme ke paru-paru untuk di buang, untuk mengetahui apakah seseorang itu kekurangan darah atau tidak, dapat diketahui dengan pengukuran kadar hemoglobin. Penurunan kadar hemoglobin dari normal berarti kekurangan darah yang disebut anemia (Widayanti, 2008).

3. Memahami dan Menjelaskan tentang Anemia3.1 Definisi (Sudoyo,A.2007.Buku Ajar IPD edisi 4 jilid II Pustaka IPD, FKUI)

Anemia merupakan keadaan menurunnya kadar Hb,Ht dan jjumlah sel darah merah , sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan Oksigen dalam jaringan tubuh.

Page 9: Pbl Sk1 Hemato Rizky a

3.2 EpidemiologiAnemia merupakan kelainan yang sangat sering di jumpai baik di klinik amupun di lapangan. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk di nuina atau sekitar 1.500 juta orang menderita anemia dengan sebagian besar di iklim tropik.

3.3 Etiologi (Sudoyo,A.2007.Buku Ajar IPD edisi 4 jilid II Pustaka IPD, FKUI)1. Meningkatnya kebutuhan Fe atau hematopoiesis: pertumbuhan cepat pada

bayi dan remaja, kehamilan, terapi eritropoietin.2. Kehilangan Fe: hilangnya darah secara akut/kronik, menstruasi, donasi darah,

phlebotomy sebagai pengobatan untuk polisitemia vera.3. Turunnya pengambilan atau absorbsi besi: diet yang tidak adekuat,

malabsorbsi karena penyakit (diare, Crohn’s disease), pembedahan (gastrektomi), inflamasi akut/kronik.

Anemia disebabkan oleh berbagai jenis penyakit, namun semua kerusakan tersebut secara signifikan akan mengurangi banyaknya oksigen yang tersedia untuk jaringan. Menurut Brunner dan Suddart (2001), beberapa penyebab anemia secara umum antara lain :a. Secara fisiologis anemia terjadi bila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin

untuk mengangkut oksigen ke jaringan.b. Akibat dari sel darah merah yang prematur atau penghancuran sel darah

merah yang berlebihan.c. Produksi sel darah merah yang tidak mencukupi.d. Faktor lain meliputi kehilangan darah, kekurangan nutrisi, faktor keturunan,

penyakit kronis dan kekurangan zat besi.(ppni-klaten.com/index.php?option=com_content&view=article&id=76:anemia&catid=38:ppni-ak-category&Itemid=66)

3.4 KlasifikasiKlasifikasi anemia berdasarkan ukuran sel darah merahB. Anemia mikrositik (< 7μm)

1. Defisiensi besi (nutritional, perdarahan kronis)2. Keracunan kronik logam (lead)3. Sindroma Thalassemia4. Anemia sideroblastik5. Inflamasi kronik

B. Anemia makrositik (>8.5 μm)1. Sumsum tulang megaloblastik

a. Defisiensi vitamin B12b. Defisiensi asam folatc. Asiduria orotik herediterd. Thiamine-responsive anemia

2. Sumsum tulang tidak megaloblastika. Anemia aplastikb. Sindroma Diamond-Blackfanc. Hipotiroidism.d. Penyakit hati

Page 10: Pbl Sk1 Hemato Rizky a

e. Infiltrasi sumsum tulangf. Anemia diseritropoietik.

C. Anemia normositik (7 – 8.5 μm)1. Anemia hemolitik kongenital

a. Mutasi hemoglobinb. Defek enzim sel darah merahc. Kelainan pada membran sel darah merah

2. Anemia hemolitik didapata. Antibody-mediatedb. Anemia hemolitik mikroangiopatikc. Anemia hemolitik sekunder pada infeksi akut

3. Kehilangan darah akut4. Splenic pooling5. Penyakit ginjal kronik.

3.5 Manifestasi Klinis (Sudoyo,A.2007.Buku Ajar IPD edisi 4 jilid II Pustaka IPD, FKUI)

Gejala klinis yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik (syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia (badan kurus kerempeng), pica, serta perkembangan kognitif yang abnormal pada anak. Sering pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia dengan 5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat pada bagian kelopak mata bawah). Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung(Sjaifoellah, 1998).

3.6 Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium(Bakta,I Made,2000,Catatan Kuliah Hematologi Klinik (lecture Notes on Clinical Hematology),FK Unud.RS Sanglah: Denpasar)

Pendekatan diagnostic untuk penderita anemia yaitu berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lainnya.

1. AnamnesisPada anamnesis ditanya mengenai riwayat penyakit sekarang dan riwayat

penyakit dahulu, riwayat gizi, anamnesis mengenai lingkungan fisik sekitar, apakah ada paparan terhadap bahan kilia atau fisik serta riwayat pemakaian obat. Riwayat penyakit keluarga juaga ditanya untuk mengetahui apakah ada faktor keturunan.

Page 11: Pbl Sk1 Hemato Rizky a

2. Pemeriksaan fisikPemeriksaan dilakukan secara sistematik dan menyeluruh. Perhatian

khusus diberikan pada :a. Warna kulit : pucat, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan kuning seperti jeramib. Kuku : koilonychias (kuku sendok)c. Mata : ikterus, konjugtiva pucat, perubahan pada fundusd. Mulut : ulserasi, hipertrofi gusi, atrofi papil lidahe. Limfadenopati, hepatomegali, splenomegali

3. Pemeriksaan laboratorium hematologia. Tes penyaring

1. Kadar hemoglobin2. Indeks eritrosit (MCV,MCH, dan MCHC)3. Hapusan darah tepi

b. Pemeriksaan rutin1. Laju endap darah2. Hitung deferensial3. Hitung retikulosit

c. Pemeriksaan sumsum tulangd. Pemeriksaan atas indikasi khusus

1. Anemia defesiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin2. Anemia megaloblastik : asam folat darah/eritrosit, vitamin B123. Anemia hemolitik : tes Coomb, elektroforesis Hb4. Leukemia akut : pemeriksaan sitokimia5. Diatesa hemoragik : tes faal hemostasis

4. Pemeriksaan laboratorium non hematologi Pemeriksaan faal ginjal, hati, endokrin, asam urat, kultur bakteri

5. Pemeriksaan penunjang lainnyaa. Biopsy kelenjar à PAb. Radiologi : Foto Thoraks, bone survey, USG, CT-Scan

4. Memahami dan menjelaskann tentang Anemia Defisiensi Besi4.1 Definisi (www.jurnalkesmas.com/index.php/kesmas/article/view/66/55)

Anemia Defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah, artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi dalam darah.

4.2 Etiologi (www.jurnalkesmas.com/index.php/kesmas/article/view/66/55)i. Asupan zat besi

Rendahnya asupan zat besi sering terjadi pada orang-orang yang mengkonsumsi bahan makananan yang kurang beragam dengan menu makanan yang terdiri dari nasi, kacang-kacangan dan sedikit

Page 12: Pbl Sk1 Hemato Rizky a

daging, unggas, ikan yang merupakan sumber zat besi. Gangguan defisiensi besi sering terjadi karena susunan makanan yang salah baik jumlah maupun kualitasnya yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, distribusi makanan yang kurang baik, kebiasaan makan yang salah, kemiskinan dan ketidaktahuan.

ii. Penyerapan zat besiDiet yang kaya zat besi tidaklah menjamin ketersediaan zat besi dalam tubuh karena banyaknya zat besi yang diserap sangat tergantung dari jenis zat besi dan bahan makanan yang dapat menghambat dan meningkatkan penyerapan besi.

iii. Kebutuhan meningkatKebutuhan akan zat besi akan meningkat pada masa pertumbuhan seperti pada bayi, anak-anak, remaja, kehamilan dan menyusui. Kebutuhan zat besi juga meningkat pada kasus-kasus pendarahan kronis yang disebabkan oleh parasit.

iv. Kehilangan zat besiKehilangan zat besi melalui saluran pencernaan, kulit dan urin disebut kehilangan zat besi basal. Pada wanita selain kehilangan zat besi basal juga kehilangan zat besi melalui menstruasi. Di samping itu kehilangan zat besi disebabkan pendarahan oleh infeksi cacing di dalam usus.

4.3 Epidemiologi(Sudoyo, A., 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 5. Pustaka IPD FKUI: Jakarta)

Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai baik di klinik maupun di masyarakat.Belum ada data yang pasti mengenai prevalensi anemia defisiensi besi di Indonesia. Martoatmojo et al memperkirakan ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-84% pada perempuan tidak hamil. Pada pensiunan pegawai negeri di Bali didapatkan prevalensi anemia 36% dengan 61% disebabkan oleh karena defisiensi besi. Sedangkan pada penduduk suatu desa di Bali didapatkan angka prevalens ADB sebesar 27%.

4.4 Patogenesis(Sudoyo, A., 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 5. Pustaka IPD FKUI: Jakarta)

Patogenesis anemia defisiensi besi dimulai ketika cadangan besi dalam tubuh habis yang ditandai dengan menurunnya kadar feritin yang diikuti juga oleh saturasi transferin dan besi serum. Penurunan saturasi transferin disebabkan tidak adanya besi di dalam tubuh sehingga apotransferin yang dibentuk hati menurun dan tidak terjadi pengikatan dengan besi sehingga transferin yang terbentuk juga sedikit. Sedangkan total iron binding protein (TIBC) atau kapasitas mengikat besi total yang dilakukan oleh transferin mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena tidak adanya besi di dalam tubuh sehingga transferin berusaha mengikat besi dari manapun dengan meningkatkan kapasitasnya.

Page 13: Pbl Sk1 Hemato Rizky a

Dalam tubuh manusia, sintesis eritrosit atau eritropoesis terus berlangsung dengan memerlukan besi yang akan berikatan dengan protoporfirin untuk membentuk heme. Pada anemia defisiensi besi, besi yang dibutuhkan tidak tersedia sehingga heme yang terbentuk hanya sedikit dan pada akhirnya jumlah hemoglobin yang dibentuk juga berkurang. Dengan berkurangnya Hb yang terbentuk, eritrosit pun mengalami hipokromia (pucat). Hal ini ditandai dengan menurunnya MCHC (mean corpuscular Hemoglobin Concentration) < 32%. Sedangkan protoporfirin terus dibentuk eritrosit sehingga pada anemia defisiensi besi, protoporfirin eritrosit bebas (FEP) meningkat. Hal ini dapat menjadi indikator dini sensitif adanya defisiensi besi.

Di sisi lain, enzim penentu kecepatan yaitu enzim ferokelatase memerlukan besi untuk menghentikan sintesis heme. Padahal besi pada anemia defisiensi besi tidak tersedia sehingga pembelahan sel tetap berlanjut selama beberapa siklus tambahan namun menghasilkan sel yang lebih kecil (mikrositik). Hal ini ditandai dengan menurunnya MCV (mean corpuscular volume) < 80 fl.

4.5 Patofisiologi (www.jurnalkesmas.com/index.php/kesmas/article/view/66/55)Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga

diperlukan oleh berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang terdapat dalam enzim juga diperlukan untuk mengangkut elektro (sitokrom), untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase). Defisiensi zat besi tidak menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga anemia pada balita sukar untuk dideteksi. Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan besi. Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti dengan menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Rb (Gutrie, 186:303).

Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan konsentrasi feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan keadaan simpanan zat besi dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum yang rendah akan menunjukkan orang tersebut dalam keadaan anemia gizi bila kadar feritin serumnya <12 ng/ml. Hal yang perlu diperhatikan adalah bila kadar feritin serum normal tidak selalu menunjukkan status besi dalam keadaan normal. Karena status besi yang berkurang lebih dahulu baru diikuti dengan kadar feritin.

Diagnosis anemia zat gizi ditentukan dengan tes skrining dengan cara mengukur kadar Hb, hematokrit (Ht), volume sel darah merah (MCV), konsentrasi Hb dalam sel darah merah (MCH) dengan batasan terendah 95% acuan (Dallman,1990)

Page 14: Pbl Sk1 Hemato Rizky a

4.6 Manifestasi Klinis(repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21579/4/Chapter%20II.pdf)

1. Gejala Umum AnemiaGejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic

syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku (Bakta, 2006). Pada umumnya sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas.

2. Gejala Khas Defisiensi BesiGejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada

anemia jenis lain adalah (Bakta, 2006):a. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh,

bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.b. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap

karena papil lidah menghilang.c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut

sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.d. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.

4.7 Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium(Sudoyo, A., 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 5. Pustaka IPD FKUI: Jakarta)Anamnesis

Dari anamnesis dapat ditanyakan keluhan utama yang menyebabkan pasien datang ke sarana pelayanan kesehatan. Pada skenario didapatkan pasien mengeluhkan gejala umum anemia yang sudah dijabarkan sebelumnya. Selanjutnya tanyakan kapan pasien mulai mengalami keluhan tersebut serta gangguan lain yang mungkin menyertai keluhan tersebut. Pada pasien anemia defisiensi besi, kekurangan besi yang dialami pasien dapat disebabkan karena gangguan absorpsi, kurangnya intake besi sehari-hari atau akibat perdarahan kronik. Jadi dapat ditanyakan juga apakah ada penyakit lain seperti kolitis kronik atau riwayat gastrektomi yang menyertai, bagaimana asupan makanan sehari-hari terkait dengat intake besi, dan apakah ada riwayat perdarahan misalnya BAB berdarah, BAK berdarah dan lain-lain. Selain itu dapat juga ditanyakan pekerjaan pasien yang mungkin berkaitan dengan infeksi cacing tambang yang menjadi salah satu penyebab anemia defisiensi besi.Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan keadaan umum, vital sign, status gizi apakah gizi baik atau buruk, konjungtiva apakah anemis atau tidak, sclera ikterik atau tidak , bibir, lidah, gigi dan mulut, bentuk kepala, kelainan herediter, jantung dan paru, hepar, limpa, ekstremitas.

Page 15: Pbl Sk1 Hemato Rizky a

Menurut Guillermo dan Arguelles (Riswan, 2003) pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain:

Pemeriksaan Laboratorium1. Hemoglobin (Hb)

Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli, yang dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu trimester I dan III.

2. Penentuan Indeks EritrositPenentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri

atau menggunakan rumus:a. Mean Corpusculer Volume (MCV)

MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai berkembang. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang spesifik setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.

b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah

merah. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.

c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung

dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30- 35% dan hipokrom < 30%.

3. Pemeriksaan Hapusan Darah PeriferPemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual.

Pemeriksaan menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah dapat dilihat pada kolom morfology flag.

4. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang

masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15 %.

Page 16: Pbl Sk1 Hemato Rizky a

5. Eritrosit Protoporfirin (EP)EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya

membutuhkan beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi individu yang luas. EP secara luas dipakai dalam survei populasi walaupun dalam praktik klinis masih jarang.

6. Besi Serum (Serum Iron = SI)Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun

setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi yang spesifik.

7. Serum Transferin (Tf)Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama –sama

dengan besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan.

8. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin)Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat

besi, merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum tulang. Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks kekurangan suplai besi yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit. Jenuh transferin dapat menurun pada penyakit peradangan. Jenuh transferrin umumnya dipakai pada studi populasi yang disertai dengan indikator status besi lainnya. Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum ferritin sering dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi. Jenuh transferin dapat diukur dengan perhitungan rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bias diikat secara khusus oleh plasma.

9. Serum FeritinSerum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitive

untuk menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan zat besi. Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal kekurangan zat besi, tetapi tidak menunjukkan beratnya kekurangan zat besi karena variabilitasnya sangat tinggi. Penafsiran yang benar dari serum ferritin terletak pada pemakaian range referensi yang tepat dan spesifik untuk usia dan jenis kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita dari pria, yang menunjukan cadangan besi lebih rendah pada wanita. Serum feritin pria meningkat pada dekade kedua, dan

Page 17: Pbl Sk1 Hemato Rizky a

tetap stabil atau naik secara lambat sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja rendah sampai usia 45 tahun, dan mulai meningkat sampai sama seperti pria yang berusia 60-70 tahun, keadaan ini mencerminkan penghentian mensturasi dan melahirkan anak. Pada wanita hamil serum feritin jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/l selama trimester II dan III bahkan pada wanita yang mendapatkan suplemen zat besi. Serum feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat pada inflamasi kronis, infeksi, keganasan, penyakit hati, alkohol. Serum ferritin diukur dengan mudah memakai Essay immunoradiometris (IRMA), Radioimmunoassay (RIA), atau Essay immunoabsorben (Elisa).

B. Pemeriksaan Sumsum TulangMasih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi,

walaupun mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum tulang dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler. Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantung keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan teknik yang dipergunakan. Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik invasif, sehingga sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum.

4.8 Diagnosis dan Diagnosis BandingDiagnosis(Soegijanto,S. 2004.Anemia defisiensi besi pada bayi dan anak. Jakarta :IDI)

Diagnosis ADB ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala klinis yang sering tidak khas. Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan ADB.Kriteria diagnosis ADB menurut WHO :

Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata <31%> Kadar Fe serum <50> Saturasi transferin (ST) <15%>

Dasar diagnosis ADB menurut Cook dan Monsen: Anemia hipokrom mikrositik Saturasi transferin <16% Nilai FEP >100 ug/dl Kadar feritin serum <12>

Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria (ST, Feritin serum, FEP) harus dipenuhi.

Lanzkowsky menyimpulkan ADB dapat diketahui melalui:11. Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi dengan

kadar MCV,MCH, dan MCHC yang menurun.2. FEP meningkat3. Feritin serum menurun

Page 18: Pbl Sk1 Hemato Rizky a

4. Fe serum menurun, TIBC meningkat,ST <16%5. Respon terhadap pemberian preparat besi

Retikulositosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberianpreparat besi.

Kadar Hemoglobin meningkat rata-rata 0,25-0,4 gr/dl perhari atau PCVmeningkat 1% perhari

6. Sum-sum tulang Tertundanya maturasi sitoplasma Pada pewarnaan sum-sum tulang tidak ditemukan besi atau besi berkurang

Cara lain untuk menentukan adanya ADB adalah dengan trial pemberian preparat besi. Penentuan ini penting untuk mengetahui adanya ADB subklinis dengan melihat respons hemoglobin terhadap pemberian preparat besi. Prosedur ini sangat mudah, praktis, sensitif dan ekonomis terutama pada anak yang berisiko tinggi menderita ADB. Bila dengan pemberian preparat besi dosis 6 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu terjadi peningkatan kadar Hb 1-2 g/dl maka dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan menderita ADB.

Diagnosis Banding(Negara, NS.2005.Bioavailibilitas zat besi. Anemia defisiensi besi.Yogyakarta:MEDIKA Fakultas Kedokteran UGM)

Diagnosis banding ADB adalah semua keadaan yang memberikan gambaran anemia hipokrom makrositik lain (Tabel 1). Keadaan yang sering memberi gambaran klinis dan laboratorium hampir sama dengan ADB adalah talasemia minor dan anemia karena penyakit kronis. Sedangkan lainnya adalah lead poisoning/ keracunan timbal dan anemia sideroblastik. Untuk membedakannya diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan ditunjang oleh pemeriksaanlaboratorium.

Pada talasemia minor morfologi darah tepi sama dengan ADB. Salah satu cara sederhanauntuk membedakan kedua penyakit tersebut adalah dengan melihat jumlah sel darah merah yangmeningkat meski sudah anemia ringan dan mikrositosis, sebaliknya pada ADB jumlah sel darah merah menurun sejajar dengan penurunan kadar Hb dan MCV. Cara mudah dapat memperoleh dengan cara membagi nilai MCV dengan jumlah eritrosit, bila nilainya <>menunjukkan talasemia minor sedangkan bila > 13 merupakan ADB. Pada talasemia minor didapatkan basophilic stippling, peningkatan kadar bilirubin plasma dan peningkatan kadar HbA2.

Gambaran morfologi darah tepi anemia karena penyakit kronis biasanya normokrom mikrositik, tetapi bisa juga ditemukan hipokrom mikrositik. Terjadinya anemia pada penyakitkronis disebabkan terganggunya mobilisasi besi dan makrofag oleh transferin. Kadar Fe serum dan TIBC menurun meskipun cadangan besi normal atau meningkat sehingga nilai saturasi transferin noral atau sedikit menurun, kadar FEP meningkat. Pemeriksaan kadar reseptor transferin receptor (TfR) sangat berguna dalam membedakan ADB dengan anemia karena penyakit kronis. Pada anemia karena penyakit kronis kadar TfR normal karena pada inflamasi kadarnya tidak terpengaruh, sedangkan pada ADB kadarnya menurun. Peningkatan rasio TfR/feritin sensitif dalam mendeteksi ADB.

Page 19: Pbl Sk1 Hemato Rizky a

Table 1: Pemeriksaan laboratorium untuk membedakan ADBPemeriksaan

LaboratoriumAnemia

defisiensiBesiThalasemia

MinorAnemia

PenyakitKronisMCV Menurun Menurun N/Menurun

Fe serum Menurun Normal MenurunTIBC Naik Normal Menurun

Saturasi transferin Menurun Normal MenurunFEP Naik Normal Naik

Feritin serum Menurun Normal MenurunLead poisoning memberikan gambaran darah tepi yang serupa dengan

ADB tetapi didapatkan basophilic stippling kasar yang sangat jelas. Pada keduanya kadar FEP meningkat. Diagnosis ditegakkan dengan memeriksa kadar lead dalam darah. Anemia sideroblastik merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis heme, bisa didapat atau herediter. Pada keadaan ini didapatkan gambaran hipokrom mikrositik dengan peningkatan kadar RDW yang disebabkan populasi sel darah merah yang dimorfik. Kadar Fe serum dan ST biasanya meningkat, pada pemeriksaan apus sumsum tulang didapatkan sel darah merah berinti yang mengandung granula besi (agregat besi dalammitokondria) yang disebut ringed sideroblast. Anemia ini umumnya terjadi pada dewasa.

4.9 PenatalaksanaanA.Preventif :(www.jurnalkesmas.com/index.php/kesmas/article/view/66/55)

a. Mengubah kebiasaan pola makanan dengan menambahkan konsumsi pangan yang memudahkan absorbsi besi seperti menambahkan vitamin C. Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50, 100 dan 250 mg dapat meningkatkan penyerapan zat besi sebesar 2-5 kali. Buah-buahan segar dan sayuran sumber vitamin C, namun dalam proses pemasakan 50 - 80 % vitamin C akan rusak. Mengurangi konsumsi makanan yang bias menghambat penyerapan zat besi seperti : fitat, fosfat, tannin.

b. Suplementasi zat besiPemberian suplemen besi menguntungkan karena dapat memperbaiki status hemoglobin dalam waktu yang relatif singkat. Di Indonesia pil besi yang umum digunakan dalam suplementasi zat besi adalah fero sulfat.

c. Fortifikasi zat besiFortifikasi adalah penambahan suatu jenis zat gizi ke dalam bahan pangan untuk meningkatkan kualitas pangan . Kesulitan untuk fortifikasi zat besi adalah sifat zat besi yang reaktif dan cenderung mengubah penampilanm bahan yang di fortifikasi. Sebaliknya fortifikasi zat besi tidak mengubah rasa, warna, penampakan dan daya simpan bahan pangan. Selain itu pangan yang difortifikasi adalah yang banyak dikonsumsi masyarakat seperti tepung gandum untuk pembuatan roti.

d. Penanggulangan penyakit infeksi dan parasitPenyakt infeksi dan parasit merupakan salah satu penyebab anemia gizi besi. Dengan menanggulangi penyakit infeksi dan memberantas parasit diharapkan bias meningkatkan status besi tubuh.

Page 20: Pbl Sk1 Hemato Rizky a

B.Kuratif :B.1. Farmakologi :

a. Terapi kausal : yaitu terapi tehadap penyebab terjadinya anemia defisiensi besi, misalnya pengobatan terhadap perdarahan, maka dilakukan pengobatan pada penyakit yang menyebabkan terjadinya perdarahan kronis seperti penyakit cacing tambang, hemoroid, menorhagia, karena jika tidak maka anemia akan akan kambuh kembali.

b. Pemberian perparat besi untukmengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron replacement therapy).* Terapi besi oralTerapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphat, dengan dosis anjuran 3 X 200 mg, setiap 200 mg nya mengandung 66 mg besi elemental. Dengan dosis anjuran tersebut dapat mengabsorbsi besi 50 mg per hari yang dapat meningkatkan eritropoesis 2-3 kali normal. Preparat lainnya ialah, ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate.Efek samping utama : gangguan GIT pada 15-20% sehingga mengurangi kepatuhan pasien dalam meminum obat. Keluhan dapat brupa mual, muntah, serta konstipasi. Pengobatan diberikan 3-6 bulan, ada yang menganjurkan sampai 12 bulan, sampai kadar HB normal untuk mengisis cadangan besi tubuh.* Terapi besi parenteralSangat efektif, namun mempunyai resiko lebih besar dan harganya lebih mahal. Indikasi pemberian :* Intoleransi terhadap pemberian besi oral* Kepatuhan terhadap obat yang rendah* Gangguan pencernaan seperti kolilitis ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan besi* Penyerapan besi terganggu, seperti pada gastrektomi* Kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup dikompensasi dengan pemberian besi oral, seperti misalnya pada hereditary hemorrhagic teleangiectasia* Kebutuhan besi yang besar dalam waktu yang pendek, seperti pada kehamilan trimester 3 atau sebelum operasi* Defisiensi fungsional relative akibat pemberian eritropoetin pada anemia gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik.Preparat yang tersedia ialah iron dextran complex (mengandung 50 mg besi/ml), iron sorbitol citric acid complex, dan ferric gluconate dan iron sucrose yang lebih aman. Besi parenteral dapat diberikan secara IM atau IV pelan.Rounded Rectangle: Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) X BB X 2,4 + 500 atau 1000mgTujuan terapi besi parenteral ialah mengembalikan kadar Hb dan mengisis besi sebesar 500mg-1000mg.

Page 21: Pbl Sk1 Hemato Rizky a

B.2 : Non Farmakologi :o Bedah

Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena diverticulum Meckel.

o Suportif Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar besi tinggi yang

bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).

4.10. Komplikasi(Sudoyo, A., 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 5. Pustaka IPD FKUI: Jakarta) Anemia berat dapat menyebabkan hipoksemia dan mempertinggi resiko insufiseinsi

koroner dan iskemik miokard, selain itu dapat memperparah keadaan pasien dengan penyakit paru kronis.

Intoleransi terhadap dingin ditemukan pada beberapa pasien dengan anemia defisiensi kronis, dan bermanifestasi sebagai gangguan vasomotor, nyeri neurologis, atau mati rasa bahkan rasa geli.

Meskipun jarang, namun pada anemia defisiensi yang berat berhubungan dengan papilledema, peningkatan tekanan intracranial, dan bias disapatkan gambaran klinis pseudotumor cerebri. Manifestasi ini dapat terkoreksi oleh terapi dengan pemberian preparat  besi.

Fungsi imun yang melemah, dan pernah dilaporkan pasien dengan anemia defisiensi besi mudah terjangkit infeksi, meskipun demikian belum didapatkan fakta yang pasti mengenai keterkaitan antara defisiensi besi dengan melemahnya imun karena ada beberapa factor lain yang turut berperan.

Anak dengan deficit besi akan mengalami gangguan dalam perilakunya. Pada infants terjadi gangguan perkembangan neurologis dan pada anak usia sekolah terjadi penurunan prestasi belajar. IQ dari anak usia sekolah dengan anemia defisiensi besi dilaporkan lebih rendah jika dibandingkan dengan anak sebaya yang nonanemic. Gangguan dalam perilaku dapat bermanisfestasi sebagai kelainan dalam pemusatan perhatian, sedngakan pada infants akan terjadi  pertumbuhan yang tidak optimal. Semua manifestasi ini dikoreksi dengan terapi besi.

4.11. Prognosis(Raspati H, Reniarti L, dkk. 2006. Anemia defisiensi besi. Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak. Cetakan ke-2 IDAI pp 30-42. Jakarta: Badan Penerbit IDAI).

Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi.Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa kemungkinan sebagai berikut: • Diagnosis salah• Dosis obat tidak adekuat• Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa• Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung

Page 22: Pbl Sk1 Hemato Rizky a

• Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaian besi (seperti: infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid, penyakit karena defisiensi vitamin B12, asam folat)• Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang berlebihan pada ulkus peptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap besi)

Page 23: Pbl Sk1 Hemato Rizky a

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S., 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia

Guyton, hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Negara, NS.2005.Bioavailibilitas zat besi. Anemia defisiensi besi.Yogyakarta: MEDIKA Fakultas Kedokteran UGM

Raspati H, Reniarti L, dkk. 2006. Anemia defisiensi besi. Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak. Cetakan ke-2 IDAI pp 30-42. Jakarta: Badan Penerbit IDAISudoyo, A., 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 5. Pustaka IPD FKUI: Jakarta

Soegijanto,S. 2004.Anemia defisiensi besi pada bayi dan anak. Jakarta :IDI

https://www.scribd.com/doc/240280640/Pembentukan-Hemoglobin

www.idai.or.id/saripediatri/fulltext.asp?q=307,

http://www.scribd.com/doc/75646161/Sk-Anemia-a7

http://cocoquiin.blogspot.com/2012/03/morfologi-eritrosit-dan-kelainannya.html

http://www.psychologymania.com/2012/09/fungsi-hemoglobin.html

www.jurnalkesmas.com/index.php/kesmas/article/view/66/55