pbl panca indra skenario 2

24
LI 1. M.M Anatomi telinga LO 1.1 Makro Anatomi Makro, terbagi menjadi tiga bagian : 1. Auris Externa, Terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus,dipisahkan dari telinga tengah oleh membrana timpani (gendang telinga). Aurikel (pinna) terbuat dari kartilago yang dibungkus oleh kulit, aurikulus membantupengumpulan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis auditoriuseksternus. Kanalis auditorius externus yang masuk ke dalam tulang temporal, panjangnya sekitar2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat dimana kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani. Kelenjar cerumen berfungsi untuk menjaga gendang telinga lentur, menangkap debu,mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit telinga.

Upload: mya-afiani

Post on 06-Feb-2016

48 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

PBL Panca Indra Skenario 2

TRANSCRIPT

Page 1: PBL Panca Indra Skenario 2

LI 1. M.M Anatomi telinga

LO 1.1 Makro

Anatomi Makro, terbagi menjadi tiga bagian :1. Auris Externa, Terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus,dipisahkan

dari telinga tengah oleh membrana timpani (gendang telinga). Aurikel (pinna) terbuat dari kartilago yang dibungkus oleh kulit, aurikulus

membantupengumpulan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis auditoriuseksternus.

Kanalis auditorius externus yang masuk ke dalam tulang temporal, panjangnya sekitar2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat dimana kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis.Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani.

Kelenjar cerumen berfungsi untuk menjaga gendang telinga lentur, menangkap debu,mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit telinga.

2. Auris Media, Terletak di rongga berisi udara dalam bagian dalam bagian petrosus tulang temporal. Batas-batas telinga tengah adalah sebagai berikut :

Page 2: PBL Panca Indra Skenario 2

- Batas luar : membran timpani- Batas depan : tuba eustachius- Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)- Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis- Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)- Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal,

kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan promontorium

Membran timpani merupakan perbatasan telinga tengah, berbentuk kerucut dan dilapisi kulit pada permukaan eksternal dan membran mukosa permukaan internal. Membran ini memisahkan telinga luar dan telinga tengah dan memiliki tegangan, ukuran dan ketebalan yang sesuai untuk menggetarkan gelombang bunyi secara mekanis. Bagian atas disebut pars flaksida (membran Sharpnell) sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria).

Tulang pendengaran di telinga tengah terdiri dari maleus, inkus dan stapes yang saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Tulang-tulang ini mengarahkan getaran dari membran timpani ke fenestra vestibulii yang memisahkan telinga tengah dari telinga dalam.

Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah. Tuba yang biasanya tertutup dapat terbuka saat menguap, menelan atau mengunyah. Saluran ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani.

Page 3: PBL Panca Indra Skenario 2

3. Auris Interna, Berisi cairan dan terletak dalam tulang temporal, di sisi medial telinga tengah. Telinga tengah terdiri dari dua bagian :

Labirin tulang (ossea)Merupakan ruang berliku berisi perilimfe, suatu cairan yang menyerupai cairan

serebrospinalis. Bagian ini melubangi bagian petrosus tulang temporal dan terbagi menjadi tiga bagian :

1. Vestibula- Dinding lateral vestibula mengandung fenestra vestibuli dan venestra cochleae,

yang berhubungan dengan telinga tengah.- Membran melapisi fenestra untuk mencegah keluarnya cairan perilimfe.

2. Saluran Semisirkularis - Menonjol dari bagian posterior vestibula.- Saluran semisirkular anterior dan posterior mengarah pada bidang vertikal di setiap

sudut kanannya.- Saluran semisirkular lateral terletak horizontal dan pada sudut kanan kedua saluran

di atas.- Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di

sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) di antaranya.- Skala vestibuli berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa.- Dasar skala vestibuli disebut membran vestibuli (Reissner’s membrane)

sedangkan skala media adalah membran basalis.- Pada membran basalis terdapat organ corti.- Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran

tektoria.- Pada membran basal melekat sel rambut dalam, sel rambut luar dan canalis corti

yang membentuk organ corti.

3. Koklea - Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran

dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. - Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala

timpani dengan skala vestibuli. - Koklea mengandung reseptor pendengaran.

Perdarahan

Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a. labirintin) yang berasal dari a. serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang merupakan suatu end arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis. Setelah memasuki meatus akustikus internus, arteri ini bercabang 3 yaitu :

1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula sakuli, krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian dari utrikulus dan sakulus.

2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis posterior, bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea.

3. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri spiral yang mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir pada stria vaskularis.

Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama. Vena auditori interna mendarahi putaran tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus koklearis mendarahi putaran basiler

Page 4: PBL Panca Indra Skenario 2

koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus inferior. Vena akuaduktus vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis sampai utrikulus. Vena ini mengikuti duktus endolimfatikus dan masuk ke sinus sigmoid.

Persarafan

N. akustikus bersama N. fasialis masuk ke dalam porus dari meatus akustikus internus dan bercabang dua sebagai N. vestibularis dan N. koklearis. Pada dasar meatus akustikus internus terletak ganglion vestibulare dan pada modiolus terletak ganglion spirale

LO 1.2 Mikro

1) Telinga Luar- Meatus acusticus externa

Dilapisi kulit tipis tanpa subcutis dan berhubungan erat dengan perichondrium / periosteum yang ada di bawahnya.Pada kulit bagian sepertiga luar terdapat: Rambut pendek,Kel sbacea (bermuara d folikel rambut), Kel ceruminosa (tubulosa apocrin /modifikasi kel keringat) bermuara pada permukaan / pada ductus kel.sbacea.

- Membrana tympani2 lapisan jaringan penyambung :Lap Luar ,mgd serat-serat kolagen tersusun radialLap dalam,mgd serat-serat kolagen tersusun circularSerat Elastin terutama di bagian central dan periferBagian superior tidak mengandung serat collagen,lunak dan tipis disebut pars flaccida (membrana schrapnell)Permukaan luar diliputi :kulit,tanpa rambut,kel sebacea,maupun kelenjar keringat.Pemukaan Dalam dilapisi mukosa yang terdiri dari epithel selapis cuboid dan lamina propria yang tipis.

- Cavum tympani Medial dipisahkan dari telinga dalam oleh tulang :Fenestra ovalis dan fenestra rotundumTerdapat tulang pendengaran : Maleus,Incus,Stapes.ketiga tulang ini menghubungkan membrana tympani dengan fenestra ovalis.Cavum tympani,tulang pendengaran nervus dan musculi dilapisi mucosa yang terdiri dari epithel selapis cuboid dan l.propria tipis.Epithel tympani sekitar muara tuba faryngotympani t.d epithel selapis cuboid/silindris dengan cilia.

- Tuba FaringotympaniMucosa berbentuk rugae t.d epitel selapis / bertingkat silindris dengan cilia dan l propria tipis.disekitar mucosa terdapat lymposit.

2) Telinga Tengah

Page 5: PBL Panca Indra Skenario 2

3) Telinga Dalam- Labirynth Ossea- Berisi caira perilimph

Terdiri dari 3 bagian : Vestibulum Canalis semisircularis tulang Cochlea

- Labirynth Membranosa (terdapat di dalam labirynth ossea)Berisi cairan endolimfTerdiri dari : Labyrinth Vestibularis : terdiri dari Makula ( utrikulus dan sakulus ).krista ampularis.

Labyrinth Vestibularis untuk keseimbangan Labirynth Cochlearis : epitel selapis gepeng

- Organ CortiTerdiri 2 abgian : Sel rambut : dalam dan luar Sel Penyokong :

Sel Batas dalam dan luarSel Phalanx dalam dan luarSel Tiang dalam dan dalam

Page 6: PBL Panca Indra Skenario 2

LI 2. M.M Fisiologi pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendngarab yang akan mengamfikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.

Energi getar yang telah diampfikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perlimfa pada skala vestibuli brgerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi streosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan meenimbulkan potensial aksi

Page 7: PBL Panca Indra Skenario 2

pada saraf auditorius, lalu lanjutkan ke ukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.

LI 3. M.M Otitis Media Akut

LO 3.1 Definisi

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi perforasi membran timpani.

LO 3.2 Etiologi

1. Bakteri

Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian, 65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong sebagai non-patogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcuspneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A beta-hemolytic), Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Haemophilus influenzae sering dijumpai pada anak balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga sama dengan yang dijumpai pada anak-anak (Kerschner, 2007).

2. Virus

Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yangpaling sering dijumpai pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme farmakokinetiknya (Kerschner, 2007). Dengan menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR) dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA), virus-virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang menderita OMA pada 75% kasus (Buchman, 2003).

LO 3.3 Klasifikasi

OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium, bergantung pada perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba Eustachius, stadium hiperemis atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium resolusi (Djaafar, 2007).

Page 8: PBL Panca Indra Skenario 2

Gambar 2.5. Membran Timpani Normal

1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius

Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba Eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi, membran timpani kadang-kadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi

Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

Gambar 2.6. Membran Timpani Hiperemis

Page 9: PBL Panca Indra Skenario 2

3. Stadium Supurasi

Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar.Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang.

Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot. Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak utuh lagi (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

Gambar 2.7. Membran Timpani Bulging dengan Pus Purulen

Page 10: PBL Panca Indra Skenario 2

4. Stadium Perforasi

Stadium perforasi ditandai oleh rupt ur membran timpani sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak.Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

Gambar 2.8. Membran Timpani Peforasi

5. Stadium Resolusi

Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga perforasi

Page 11: PBL Panca Indra Skenario 2

membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah. Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

LO 3.4 Patofisiologi

Patogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu karena membran timpani dan tulang-tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi (Kerschner, 2007).

Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius, sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi adenoid (Kerschner, 2007).

Penyebab-penyebab Anak Mudah Terserang OMA

Dipercayai bahwa anak lebih mudah terserang OMA dibanding dengan orang dewasa. Ini karena pada anak dan bayi, tuba lebih pendek, lebih lebar dan kedudukannya lebih horizontal dari tuba orang dewasa, sehingga infeksi saluran pernapasan atas lebih mudah menyebar ke telinga tengah. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah umur 9 bulan adalah 17,5 mm (Djaafar, 2007). Ini meningkatkan peluang terjadinya refluks dari nasofaring menganggu drainase melalui tuba Eustachius. Insidens terjadinya otitis media pada anak yang berumur lebih tua berkurang, karena tuba telah berkembang sempurna dan diameter tuba Eustschius meningkat, sehingga jarang terjadi obstruksi dan disfungsi tuba. Selain itu, sistem pertahanan tubuh anak masih rendah sehingga mudah terkena ISPA lalu terinfeksi di telinga tengah. Adenoid merupakan salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam kekebalan tubuh. Pada anak,

Page 12: PBL Panca Indra Skenario 2

adenoid relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid yang berdekatan dengan muara tuba Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya tuba Eustachius. Selain itu, adenoid dapat terinfeksi akibat ISPA kemudian menyebar ke telinga tengah melalui tuba Eustachius (Kerschner, 2007).

LO 3.5 Manifesatsi klinik

Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri, terdapat gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang mendengar. Pada bayi dan anak kecil, gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi dapat mencapai 39,5°C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tidur tenang (Djaafar, 2007).

Penilaian klinik OMA digunakan untuk menentukan berat atau ringannya suatu penyakit. Penilaian berdasarkan pada pengukuran temperatur, keluhan orang tua pasien tentang anak yang gelisah dan menarik telinga atau tugging, serta membran timpani yang kemerahan dan membengkak atau bulging. Menurut Dagan (2003) dalam Titisari (2005), skor OMA adalah seperti berikut:

Page 13: PBL Panca Indra Skenario 2

Penilaian derajat OMA dibuat berdasarkan skor. Bila didapatkan angka 0 hingga 3, berarti OMA ringan dan bila melebihi 3, berarti OMA berat.Pembagian OMA lainnya yaitu OMA berat apabila terdapat otalgia berat atau sedang, suhu lebih atau sama dengan 39°C oral atau 39,5°C rektal. OMA ringan bila nyeri telinga tidak hebat dan demam kurang dari 39°C oral atau 39,5°C rektal (Titisari, 2005).

LO 3.6 Diagnosis dan DD

Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal

berikut, yaitu:

1. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.

2. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas atau tidak ada gerakan pada membran timpani, terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani, dan terdapat cairan yang keluar dari telinga.

3. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau erythema pada membran timpani, nyeri telinga atau otalgia yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.

Menurut Rubin et al. (2008), keparahan OMA dibagi kepada dua kategori, yaitu ringan-sedang, dan berat. Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat cairan di telinga tengah, mobilitas membran timpani yang menurun, terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani, membengkak pada membran timpani, dan otore yang purulen. Selain itu, juga terdapat tanda dan gejala inflamasi pada telinga tengah, seperti demam, otalgia, gangguan pendengaran, tinitus, vertigo dan kemerahan pada membran timpani. Tahap berat meliputi semua kriteria tersebut, dengan tambahan ditandai dengan demam melebihi 39,0°C, dan disertai dengan otalgia yang bersifat sedang sampai berat.

Page 14: PBL Panca Indra Skenario 2

Differential Diagnosis

OMA dapat dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA. Efusi telinga tengah (middle ear effusion) merupakan tanda yang ada pada OMA dan otitis media dengan efusi. Efusi telinga tengah dapat menimbulkan gangguan pendengaran dengan 0-50 decibels hearing loss.

Table 2.2. Perbedaan Gejala dan Tanda Antara OMA dan Otitis Media dengan Efusi

LO 3.7 Tatalaksana

Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius, menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik (Titisari, 2005).Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas 12 tahun pada orang dewasa. Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian antibiotik (Djaafar, 2007). ada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi

Page 15: PBL Panca Indra Skenario 2

dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap penisilin, diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100mg/kgBB/hari yang terbagi dalam empat dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis (Djaafar, 2007).

Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur (Djaafar, 2007).

Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3 sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10 hari (Djaafar,2007).

Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin telah terjadi mastoiditis (Djaafar, 2007).

Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian antibiotik. Observasi dapat dilakukan. Antibiotik dianjurkan jika gejala tidak membaik dalam dua sampai tiga hari, atau ada perburukan gejala. Ternyata pemberian antibiotik yang segera dan dosis sesuai dapat terhindar dari tejadinya komplikasi supuratif seterusnya. Masalah yang muncul adalah risiko terbentuknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik meningkat. Menurut American Academy of Pediatrics (2004) dalam Kerschner (2007),

Diagnosis pasti OMA harus memiliki tiga kriteria, yaitu bersifat akut, terdapat efusi tengah, dan terdapat tanda serta gejala inflamasi telinga tengah. Gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam kurang dari 39°C dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang-berat atau demam 39°C. Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan sampai dengan dua tahun, dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di atas dua tahun. Follow-up dilaksanakan dan pemberian analgesia seperti asetaminofen dan ibuprofen tetap diberikan pada masa observasi(Kerschner, 2007).

Page 16: PBL Panca Indra Skenario 2

Menurut American Academic of Pediatric (2004), amoksisilin merupakan first-lineterapi dengan pemberian 80mg/kgBB/hari sebagai terapi antibiotik awal selama lima hari. Amoksisilin efektif terhadap Streptococcus penumoniae. Jika pasien alergi ringan terhadap amoksisilin, dapat diberikan sefalosporin seperti cefdinir. Second-line terapi seperti amoksisilin-klavulanat efektif terhadap Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis, termasuk Streptococcus penumoniae (Kerschner, 2007).Pneumococcal 7-valent conjugate vaccine dapat dianjurkan untuk menurunkan prevalensi otitis media(American Academic of Pediatric, 2004).

Pembedahan

Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren,

seperti miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi (Buchman,

2003).

1. Miringotomi

Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supa ya terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus di telinga tengah (Djaafar, 2007). Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi third-linepada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi second-line, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur (Kerschner, 2007).

2. Timpanosintesis

Menurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), timpanosintesismerupakan pungsi pada membran timpani, dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah. Menurut Buchman (2003), pipa timpanostomi dapat menurun morbiditas OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan pendengaran secara signifikan dibanding dengan plasebo dalam tiga penelitian prospertif, randomized trial yang telah dijalankan.

3. Adenoidektomi

Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi dan OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren (Kerschner, 2007).

Page 17: PBL Panca Indra Skenario 2

LO 3.8 Pencegahan

Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mencegah ISPA pada bayi dan anak-anak, menangani ISPA dengan pengobatan adekuat, menganjurkan pemberian ASI minimal enam bulan, menghindarkan pajanan terhadap lingkungan merokok, dan lain-lain (Kerschner, 2007).

LO 3.9 Komplikasi

Komplikasi dari OMA dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu melalui erosi tulang, invasi langsung dan tromboflebitis. Komplikasi ini dibagi menjadi komplikasi intratemporal dan intrakranial.Komplikasi intratemporal terdiri dari: mastoiditis akut, petrositis, labirintitis, perforasi pars tensa, atelektasis telinga tengah, paresis fasialis, dan gangguan pendengaran. Komplikasi intrakranial yang dapat terjadi antara lain yaitu meningitis, encefalitis, hidrosefalus otikus, abses otak, abses epidural, empiema subdural, dan trombosis sinus lateralis.

Komplikasi tersebut umumnya sering ditemukan sewaktu belum adanya antibiotik, tetapi pada era antibiotik semua jenis komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari otitis media supuratif kronik (OMSK). Penatalaksanaan OMA dengan komplikasi ini yaitu dengan menggunakan antibiotik spektrum luas, dan pembedahan seperti mastoidektomi.

LO 3.10 Prognosis

Prognosis otitis media akut adalah dubiaat bonam, biasanya gejala membaikdalam 24 jam dan dapat sembuh dalam 3hari dengan pengobatan yang adekuat

LI4. M.M Menjaga dan memelihara pendengaran yang baik dan benar secara islam

Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta'âla berfirman: "Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semua itu akan diminta pertanggung jawabannya". (QS. al-Isra': 36). Betapa banyak manusia di zaman sekarang ini yang tidak mau menjaga pendengarannya, sehingga ia gunakan pendengaran tersebut kepada hal yang haram, seperti mendengarkan musik, nyanyian yang mengumbar dan membangkitkan syahwat. Dan betapa banyak diantara manusia yang tidak mau menjaga penglihatan-penglihatannya, sehingga ia gunakan kepada melihat yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'âla. Lidah wajib dijaga dengan berkata benar, kalau tidak hendaklah diam, karena salah satu sebab terbesar yang menyebabkan seseorang masuk ke dalam api neraka adalah karena tidak mau memelihara lidah mereka. Dalam hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang bisa menjaga yang terletak antara dua jenggot maka dia akan masuk syorga" (HR. al-Hakim yang dishahihkan oleh Imam adz-Dzahabi)

Adapun menjaga makanan dan minuman dari hal yang diharamkan merupakan hal wajib kita lakukan, disamping itu juga menjaganya dari hal yang berlebihan, karena hal itu akan merusak kesehatan dan juga satu bentuk kemubadziran.