pbl mekanisme pernapasan dan organ yang terkait
DESCRIPTION
makalah bkok 7TRANSCRIPT
Mekanisme Pernapasan dan Organ yang Terkait
Mekanisme Pernapasan dan Organ yang Terkait
Kelompok F4 - NIM : 102012289
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna utara nomor 6, Jakarta Barat
E-mail : [email protected]
Pendahuluan
Tentunya kita mengenal akan penyakit batuk dan sesak napas, dan bahkan kita juga pernah
mengalaminya. Namun tentu banyak dari kita yang belum mengetahui bagaimanakah bisa
terjadi sesak napas ataupun batuk. Kita harus mengetahui organ-organ yang berperan dalam
mekanisme pernapasan dan organ-organ yang terkait di dalamnya. Oleh karena itu pada
kesempatan kali ini, penulis membuat makalah dengan tujuan untuk membahas organ yang
terkait dalam mekanisme pernapasan baik itu secara makroskopis maupun secara
mikroskopis. Selain itu, juga membahas bagaimana proses pernapasan itu bisa terjadi, otot-
otot mana yang berperan, siapa yang mengaturnya, berapa kapasitas volume pernapasan, dan
proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida.
Isi
Organ Terkait Makroskopis
1
Andrew Logan
Mekanisme Pernapasan dan Organ yang Terkait
Sistem pernapasan dibentuk oleh beberapa struktur. Seluruh struktur tersebut terlibat dalam
proses respirasi eksternal yaitu proses pertukaran oksigen antara atmosfer dan darah serta
pertukaran karbondioksida antara darah dan atmosfer. Sedangkan respirasi internal
(pernapasan selular) berlangsung di seluruh sistem tubuh. Struktur yang membentuk sistem
pernapasan dapat dibedakan menjadi struktur utama (principal structure), dan struktur
pelengkap (accessory structure).1
Yang termasuk struktur pelengkap sistem pernapasan adalah struktur penunjang yang
diperlukan untuk bekerjanya sistem pernapasan itu sendiri, yaitu berupa komponen
pembentuk dinding toraks (otot-otot dan iga), diafragma, dan pleura.1
Yang termasuk struktur utama sistem pernapasan adalah saluran udara pernapasan, terdiri
dari jalan napas dan saluran napas, serta paru (parenkim paru). Yang disebut sebagai jalan
napas adalah nares / hidung bagian luar (external nose), hidung bagian dalam (internal nose),
sinus paranasal, faring, dan laring. Sedangkan saluran napas adalah trakea, bronkus, dan
bronkiolus.1
Trakea merupakan sebuah pipa udara yang terbentuk dari tulang rawan dan selaput fibro-
muskular, panjangnya sekitar 10-11cm, sebagai lanjutan dari larynx, membentang mulai
setinggi cervical 6 sampai tepi atas vertebra thoracal 5. Ujung kaudal trakea terbagi menjadi
bronchus principalis (primer, utama) dexter dan sinister. Trakea terletak hampir di bidang
sagital, tetapi biasanya bifurkasio trakea sedikit terdesak ke arah kanan oleh arcus aortae.
Selama inspirasi dalam, mungkin bifurkasi ini turun sampai setinggi vertebra thoracal 6.
Bentuk trakea sedikit kurang silindrik, karena datar di sebelah posterior.2,3
Trakea dan bronchus utama yang letaknya ekstrapulmonal (di luar paru) memiliki rangka
cincin tulang rawan hialin yang tidak sempurna, dipersatukan oleh jaringan fibrosa dan otot
polos.2,4
Bronkus setinggi discus intervertebrae T 4/5 trakea bercabang menjadi bronchus
primer/principalis dexter dan sinister. Bronchus principalis dexter lebih lebar, lebih pendek,
dan lebih vertikal daripada yang kiri, panjangnya sekitar 2.5 cm. Diameter lebar yang lebih
besar dan arahnya yang lebih vertikal, menjelaskan kekerapan suatu benda asing yang
tersedak, lebih sering memasuki bronchus principalis dexter daripada yang sinister.2,5
Paru-paru terletak sedemikian rupa sehingga masing-masing paru terletak di samping
mediastinum. Oleh karena itu, paru satu dengan yang lain dipisahkan oleh jantung dan
2
Mekanisme Pernapasan dan Organ yang Terkait
pembuluh-pembuluh besar serta struktur lain di dalam mediastinum. Masing-masing paru
berbentuk kerucut dan diliputi oleh pleura visceralis, dan terdapat bebas di dalam cavitas
pleuralisnya masing-masing, hanya dilekatkan pada mediastinum oleh radix pulmonis.5
Masing-masing paru memiliki apex pulmonis yang tumpul, menonjol ke atas ke dalam leher
di atas clavicula; basis pulmonis yang konkaf tempat terdapat diafragma; facies costalis yang
konveks yang disebabkan oleh dinding thorax yang konkaf; facies mediastinalis yang konkaf
yang merupakan cetakan pericardium dan strukutr mediastinum lainnya. Di tengah facies
mediastinalis terdapat hilum pulmonis, yaitu sebuah cekungan tempat bronchus, pembuluh
darah, dan saraf yang membentuk radix pulmonis masuk dan keluar paru. 5
Pulmo dexter sedikit lebih besar dari pulmo sinister dan dibagi oleh fissura oblique dan
fissura horizontalis pulmonis dextri menjadi tiga lobus: lobus superior, lobus medius, dan
lobus inferior. Pulmo sinister juga dibagi oleh fissura oblique dengan cara yang sama menjadi
dua lobus, lobus superior dan lobus inferior. Pada pulmo sinister tidak ada fissura
horizontalis. Untuk melihat anatomi dari paru-paru dapat diliat pada gambar 1.5
Gambar 1. Paru-paru tampak ventral.6
3
Mekanisme Pernapasan dan Organ yang Terkait
Pada paru dikenal istilah segmenta bronchopulmonalia, merupakan unit paru secara anatomi,
fungsi, dan pembedahan. Setiap bronchus lobaris (sekunder) yang berjalan ke lobus paru
mempercabangkan bronchi segmentales (tertier). Setiap bronchus segmentalis masuk ke unit
paru yang secara struktur dan fungsi adalah independen dan disebut segmenta
bronchopulmonalia. Untuk dapat lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2. Segmenta
bronchopulmonalia utama adalah sebagai berikut:5
1. Pulmo dexter:
a. Lobus superior:
i. Segmentum apicale
ii. Segmentum posterius
iii. Segmentum anterius
b. Lobus medius:
i. Segmentum laterale
ii. Segmentum mediale
c. Lobus inferior:
i. Segmentum superius
ii. Segmentum basale mediale
iii. Segmentum basale
iv. Segmentum basale laterale
v. Segmentum basale posterius
2. Pulmo sinister:
a. Lobus superior:
i. Segmentum apicoposterius
ii. Segmentum anterius
iii. Segmentum lingulare superius
iv. Segmentum lingulare inferius
b. Lobus inferior:
i. Segmentum superior
ii. Segmentum basale mediale
iii. Segmentum basale anterius
iv. Segmentum basale laterale
v. Segmentum basale posterius
4
Mekanisme Pernapasan dan Organ yang Terkait
Gambar 2. Laring, Trakea, dan Bronkus.7
5
Mekanisme Pernapasan dan Organ yang Terkait
Organ Terkait Mikroskopis
Hampir sebagian besar sel dalam sistem respirasi (terutama pada bagian konduksi) adalah sel
epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet (epitel respiratorium). Gambar dan penjelasan
epitel ini dapat dilihat pada gambar 3. Epitel respiratorium ini tersusun atas 5 jenis sel yang
hanya terlihat dengan mikroskop elektron, di antaranya:8
1. Sel kolumnar bersilia: paling banyak, memiliki banyak sekali silia.
2. Sel goblet: pada bagian ujung atasnya menghasilkan cairan/sekret yang terdiri dari
glikoprotein.
3. Sel sikat: memiliki banyak mikrovili pada permukaannya, sebagai reseptor sensorik.
4. Sel basal: kecil, bulat, ada pada bagian basal lamina, tidak ada pada bagian
permukaan epitel.
5. Sel granul kecil: mirip dengan sel basal, tetapi pada sel ini terlihat banyak granula.
Gambar 3. Komponen Epitel Respiratorium.9
Secara singkat, histologi dari sistem pernafasan adalah sebagai berikut:8,10
1. Trakea, memiliki rangka berbentuk C yang tersusun atas tulang rawan hialin (pars
kartilaginea trachea). Celah pada huruf C diisi oleh otot polos (pars membranasea
trachea).
2. Bronkus, dibagi menjadi 3 jenis:
a. Bronkus ekstrapulmonal: sama dengan trakea, diameter lebih kecil.
b. Bronkus intrapulmonal: epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet.
6
Mekanisme Pernapasan dan Organ yang Terkait
c. Bronkus kecil: epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet.
d. Brokus terkecil: epitel selapis torak bersilia bersel goblet.
3. Bronkiolus, dibagi menjadi 3 jenis:
a. Bronkiolus besar: epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet.
b. Bronkiolus terminalis: epitel selapis torak bersilia.
c. Bronkiolus respiratorius: epitel torak rendah/epitel selapis kubis tidak bersilia.
Di antara sel kubis terdapat sel clara.
4. Duktus alveolaris: epitel selapis gepeng (sel alveolar tipe 1).
5. Sakus alveolaris: kantong yang dibentuk oleh beberapa alveolus, tidak memiliki otot
polos.
6. Alveolus: epitel selapis gepeng yang sangat tipis (sel alveolar tipe 1 & 2). Terdapat
sel septal (epitel berbentuk kuboid) dan sel debu (fagosit).
Mekanisme Pernapasan
Otot-otot Pernapasan
Menurut kegunaannya, otot-otot pernapasan dibedakan menjadi otot untuk inspirasi,
mencakup otot inspirasi utama dan tambahan, serta otot untuk ekspirasi tambahan.Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3.1
Otot inspirasi utama (principal), adalah M. serratus posterior, Mm. levatores costarum, M.
intercostalis externa, M. Subcostalis, M. transversus thoracis, dan otot diafragma. Otot
inspirasi tambahan (accessory respiratory muscle) yang sering juga disebut sebagai otot
bantu napas, yaitu M. pectoralis major, M. pectoralis minor, M. Sternocleidomastoideus, M.
scalenus anterior, medius, posterior, M. serratus anterior, M. latissimus dorsi, dna M.
iliocostalis bagian atas.1,2
Saat napas tenang (quiet breathing), untuk ekspirasi tidak diperlukan kegiatan otot, cukup
dengan daya elastis paru saja udara di dalam paru akan keluar saat ekspirasi. Namun, ketika
diperlukan ekspirasi kuat untuk active breathing, maka untuk ekspirasi diperlukan kontribusi
kerja otot-otot sebagai berikut M. intercostalis interna, M. iliocostalis bagian bawah, M.
Longissimus, M. rectus abdominis, dan M. obliquus abdominis externus et internus.1,2
7
Mekanisme Pernapasan dan Organ yang Terkait
Sebelum inspirasi dimulai, otot-otot pernapasan berada dalam keadaan lemas, tidak ada udara
yang mengalir, dan tekanan intra-alveolus setara dengan tekanan atmosfer. Otot inspirasi
utama dirangsang untuk berkontraksi sehingga rongga toraks membesar. Otot inspirasi
utama ,diafragma yang dipersarafi oleh n. phrenicus, dalam keadaan melemas berbentuk
seperti kubah yang menonjol ke atas ke dalam rongga thoraks. Ketika berkontraksi,
diafragma turun dan memperbesar volume rongga thoraks dengan meningkatkan ukuran
vertical (atas dan bawah) sebesar 75%. Otot satunya lagi, yaitu m. interkostalis eksternus,
yang serat-seratnya berjalan ke bawah dan depan antara dua iga yang berdekatan,
memperbesar rongga thoraks dalam dimensi lateral (sisi ke kiri) dan anteroposterior (depan
ke belakang). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4. 11
Gambar 4. Aktivitas Otot Pernapasan Pada Inspirasi.12
Sebelum inspirasi, pada akhir ekspirasi sebelumnya, tekanan intra-alveolus sama dengan
tekanan atmosfer, sehingga tidak ada udara mengalir masuk atau keluar paru. Sewaktu rongga
thoraks membesar, paru juga dipaksa mengembang untuk mengisi rongga thoraks yang lebih
besar. Sewaktu paru membesar, tekanan intra-alveolus turun karena jumlah molekul udara
yang sama kini menempati volume paru yang lebih besar. Pada gerakan inspirasi biasa,
tekanan intra-alveolus turun 1 mmHg menjadi 759 mmHg. Karena tekanan intra-alveolus
sekarang lebih rendah dari pada tekanan atmosfer, maka udara mengalir ke dalam paru
mengikuti penurunan gradient tekanan dari tekanan tinggi ke rendah. Udara terus masuk ke
8
Mekanisme Pernapasan dan Organ yang Terkait
paru sampai tidak ada lagi gradien, yaitu sampai tekanan intra-alveolus setara dengan tekanan
atmosfer. Karena itu, ekspansi paru tidak disebabkan oleh udara masuk ke dalam paru; udara
mengalir ke dalam paru karena turunnya tekanan intra-alveolus yang ditimbulkan oleh
ekspansi paru. Sewaktu inspirasi, tekanan intrapleura juga menurun akibat ekspansi thoraks.
Peningkatan gradient transmural yang terjadi sewaktu inspirasi memastikan bahwa paru
teregang untuk mengisi rongga thoraks yang mengembang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada gambar 5. 11
Gambar 5. Perubahan Tekanan Pada Inspirasi dan Ekspirasi.12
Inspirasi dalam (lebih banyak udara dihirup) dapat dilakukan dengan mengkontraksikan
diafragma dan otot intercostal eksternal secara lebih kuat dengan mengaktifkan otot inspirasi
tambahan, untuk semakin memperbesar rongga thoraks. Kontraksi otot-otot tambahan ini,
yang terletak di leher, mengangkat sternum dan dua iga pertama, memperbesar bagian atas
rongga thoraks. Dengan semakin membesarnya volume rongga thoraks, maka paru juga
semakin mengembang dan mengakibatkan tekanan intra-alveolus semakin menurun, sehingga
terjadi peningkatan aliran masuk udara sebelum tercapai keseimbangan dengan tekanan
atmosfer, yaitu terjadi pernafasan yang lebih dalam.11
Pada akhir inspirasi, otot inspirasi melemas. Diafragma mengambil posisi aslinya yang
seperti kubah ketika melemas. Ketika otot interkostal melemas, sangkar iga yang sebelumnya
terangkat turun karena gravitasi. Tanpa gaya-gaya yang menyebabkan ekspansi dinding dada
dan paru yang semula teregang mengalami recoil ke ukuran prainspirasinya karena sifat
elastiknya. Sewaktu paru kembali mengecil, tekanan intra-alveous meningkat, karena jumlah
molekul udara yang lebih banyak yang semula terkandung di dalam volume paru yang besar
pada akhir inspirasi kini termampatkan ke dalam volume yang lebih kecil. Pada ekspirasi
9
Mekanisme Pernapasan dan Organ yang Terkait
biasa, tekanan intra-alveolus meningkat sekitar 1 mmHg di atas tekanan atmosfer menjadi
761 mmHg. Udara kini meninggalkan paru menuruni gradien tekanannya dari tekanan yang
lebih tinggi ke tekanan yang lebih rendah. Aliran udara keluar berhenti ketika tekanan intra-
alveolus menjadi sama dengan tekanan atmosfer.11
Ekspirasi dapat menjadi aktif untuk mengosongkan paru secara lebih tuntas dan lebih cepat.
Tekanan intra-alveolus harus lebih ditingkatkan di atas tekanan atmosfer dari pada yang
dicapai oleh relaksasi biasa otot inspirasi dan recoil elastik paru. Untuk menghasilkan
ekspirasi aktif, otot-otot ekspirasi harus lebih berkontraksi untuk mengurangi volume rongga
thoraks dan paru. Otot ekspirasi yang paling penting adalah otot dinding abdomen. Sewaktu
abdomen berkontraksi terjadi peningkatan tekanan intra abdomen yang menimbulkan gaya ke
atas pada diafragma, mendorongnya semakin ke atas ke dalam rongga thoraks dari posisi
lemasnya sehingga ukuran vertical rongga thoraks menjadi semakin kecil. Otot ekspirasi lain
adalah otot interkostal internal, yang kontraksinya menarik iga turun dan masuk,
mendatarkan dinding dada dan semakin mengurangi ukuran rongga thoraks. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar 6.11
Gambar 6. Ekspirasi Tenang dan Ekspirasi Aktif.12
Pertukaran Oksigen dan Karbon Dioksida
Pertukaran gas di tingkat kapiler paru dan kapiler jaringan berlangsung seraca difusi pasif
sederhana. Ada 4 faktor yang mempengaruhi dalam difusi, yaitu permukaan membran,
gradien konsentrasi, tebal-tipisnya membran, jarak difusi.9,11
10
Mekanisme Pernapasan dan Organ yang Terkait
Difusi pasif sederhana menuruni gradien tekanan parsial. Udara atmosfer adalah campuran
gas, 79% gas N2 dan 21% gas O2. Persentase gas lain dapat diabaikan. Secara keseluruhan,
gas-gas ini menyebabkan tekanan atmosfer sebesar 760 mmHg. Tekanan ini sama dengan
jumlah tekanan yang disumbangkan oleh masing-masing gas dalam campuran. Karena 79%
udara mengandung N2, maka 79% dari 760 mmHg, atau 600 mmHg, adalah tekanan yang
ditimbulkan oleh molekul-molekul N2. Demikian juga dengan O2, 21% dari 760 mmHg atau
160 mmHg adalah tekanan yang ditimbulkan oleh gas O2. Tekanan yang ditimbulkan
independen oleh masing-masing gas dalam suatu campuran gas inilah yang disebut sebagai
tekanan parsial. Gas-gas yang larut dalam darah juga menimbulkan tekanan parsial. Semakin
besar tekanan parsial suatu gas dalam darah, semakin banyak gas tersebut larut.11
Perbedaan tekanan parsial antara darah kapiler dan struktur sekitar dikenal sebagai gradien
tekanan parsial, seperti halnya kapiler paru terhadap alveolus, serta kapiler sistemik dan
jaringan. Suatu gas selalu berdifusi menuruni gradien tekanan parsialnya dari yang tinggi ke
rendah.11
Sewaktu melewati paru, darah mengambil oksigen dan menyerahkan CO2 dengan difusi
menuruni gradien tekanan parsial yang terdapat antara darah dan alveolus. Darah yang baru
kembali dari jaringan tubuh, relatif kekurangan O2 dan kaya akan CO2 dengan PO2 = 40
mmHg dan PCO2 = 46 mmHg. Sewaktu mengalir melalui kapiler paru, darah ini terpajan ke
udara alveolus. Karena PO2 alveolus pada 100 mmHg adalah lebih tinggi dari 40 mmHg,
maka O2 berdifusi dari alveolus ke dalam darah hingga tidak lagi terdapat gradien. Sewaktu
meninggalkan paru, PO2 adalah 100 mmHg, sama dengan alveolus.11
Gradien tekanan parsial untuk CO2 memiliki arah yang berlawanan. Darah yang masuk ke
kapiler paru memiliki PCO2 = 46 mmHg, sedangkan PCO2 alveolus hanya 40 mmHg,
sehingga CO2 berdifusi dari darah ke alveolus hingga PCO2 antara alveolus dan darah
seimbang, yaitu sama-sama 40 mmHg, baru kemudian meninggalkan kapiler paru. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 7.11
11
Mekanisme Pernapasan dan Organ yang Terkait
Gambar 7. Difusi Gas Oksigen dan Karbondioksida.9
Volume Pernapasan
Jumlah udara yang masuk ke dalam paru setiap inspirasi (atau jumlah udara yang keluar dari
paru setiap ekspirasi) dinamakan volume alun napas (tidal volume / TV). Jumlah udara yang
masih dapat masuk ke dalam paru pada inspirasi maksimal, setelah inspirasi biasa disebut
volume cadangan inspirasi (inspiratory reserve volume / IRV). Jumlah udara yang dapat
dikeluarkan secara aktif dari dalam paru melalui kontraksi otot ekspirasi, setelah ekspirasi
biasa disebut volume cadangan ekspirasi (expiratory reserve volume / ERV), dan udara yang
masih tertinggal di dalam paru setelah ekspirasi maksimal disebut volume residu (residual
volume / RV). Ruang di dalam saluran napas yang berisi udara yang tidak ikut serta dalam
proses pertukaran gas dengan darah dalam kapiler paru disebut ruang rugi pernapasan.13
Kapasitas inspirasi (inspiratory capacity / IC) merupakan volume udara maksimal yang dapat
dihirup pada akhir ekspirasi tenang normal (IC = IRV + TV). Kapasitas residual fungsional
(functional residual capacity / FRC) adalah volume udara di paru pada akhir ekspirasi pasif
normal (FRC = ERV + RV). Kapasitas vital (vital capacity / VC) adalah volume udara
maksiml yang dapat dikeluarkan dalam satu kali bernapas setelah inspirasi maksimal. Subyek
pertama-tama melakukan inspirasi maksimal lalu ekspirasi maksimal (VC = IRV + TV +
12
Mekanisme Pernapasan dan Organ yang Terkait
ERV). VC mencerminkan perubahan volume maksimal yang dapat terjadi pada paru.
Kapasitas paru total (total lung capacity / TLC) adalah volume udara maksimal yang dapat
ditampung oleh paru (TLC = VC + RV). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 8.11
Gambar 8. Volume Paru-paru.12
Pengukuran kapasitas vital sering kali digunakan di klinik sebagai indeks fungsi paru. Nilai
tersebut bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai kekuatan otot-otot pernapasan
serta beberapa aspek fungsi pernapasan lain. Fraksi volume kapasitas vital yang dikeluarkan
pada satu detik pertama melalui ekspirasi paksa (volume ekspirasi paksa 1 detik, FEV1,
kapasitas vital berwaktu/timed vital capacity) dapat memberikan informasi tambahan;
mungkin diperoleh nilai kapasitas vital yang normal tetapi nilai FEV1 menururn pada
penderita penyakit seperti asma, yang mengalami peningkatan tahanan saluran udara akibat
konstriksi bronkus. Pada keadaan normal, jumlah udara yang diinspirasi selama satu menit /
ventilasi paru, volume respirasi semenit) sekitar 6 L (500 mL/napas x 12 napas/menit).
Ventilasi volunter maksimal (Maximal Voluntary Ventilation / MVV), atau yang dahulu
disebut kapasitas pernapasan maksimum (Maximal Breathing Capasity), adalah volume gas
terbesar yang dapat dimasukkan dan dikeluarkan selama 1 menit secara volunter. Pada
keadaan normal, MVV berkisar antara 125-170 L/menit.13
Pusat Pengendalian Pernapasan
Pola bernapas yang ritmik dihasilkan oleh aktivitas saraf yang siklik ke otot-otot pernapasan.
Dengan kata lain, aktivitas pemacu yang menciptakan irama napas terletak di pusat kontrol
13
Mekanisme Pernapasan dan Organ yang Terkait
pernapasan di otak, bukan di paru atau otot pernapasan itu sendiri. Saraf yang ke sistem
pernapasan sangat penting untuk mempertahankan bernapas dan secara refleks menyesuaikan
tingkat ventilasi untuk menyamai kebutuhan akan penyerapan O2 dan pengeluaran CO2 yang
berubah-ubah. Selain itu, aktivitas pernapasan dapat dimodifikasi secara sadar agar kita dapat
berbicara, bernyanyi, bersiul, bermain alat musik tiup, atau menahan napas selagi berenang.11
Kontrol saraf atas respirasi melibatkan tiga komponen berbeda:11
1. Faktor yang menghasilkan irama inspirasi/ekspirasi bergantian
2. Faktor yang mengatur besar ventilasi (kecepatan dan kedalaman bernapas) untuk
memenuhi kebutuhan tubuh
3. Faktor yang memodifikasi aktivitas pernapasan untuk tujuan lain. Modifikasi yang
terakhir ini mungkin bersifat volunter, misalnya dalam mengontrol napas untuk
berbicara, atau involunter, misalnya manuver pernapasan yang berkaitan dengan
batuk atau bersin.
Pusat kontrol pernapasan yang terdapat di batang otak menghasilkan pola bernapas yang
berirama. Pusat kontrol pernapasan primer, pusat respirasi medula, terdiri dari beberapa
agregat badan saraf di dalam medula yang menghasilkan sinyal ke otot-otot pernapasan.
Selain itu, dua pusat pernapasan lain terletak lebih tinggi di batang otak di pons, yaitu pusat
pneumotaksik dan pusat apnustik. Kedua pusat di pons ini mempengaruhi sinyal keluar dari
pusat pernapasan di medula.11
Kita menghirup dan menghembuskan napas secara ritmis karena kontraksi dan relaksasi
bergantian otot-otot inspirasi, diafragma dan otot interkostal eksternal, yang masing-masing
disarafi oleh saraf frenikus dan saraf interkostal. Badan-badan sel dari serat-serat saraf yang
membentuk saraf ini terletak di medula spinalis. Impuls yang berasal dari pusat di medula
berakhir di badan-badan sel neuron motorik ini. Ketika neuron motorik diaktifkan maka
neuron tersebut sebaliknya mengaktifkan otot-otot pernapasan, menyebabkan inspirasi; ketika
neuron-neuron ini tidak menghasilkan impuls maka otot inspirasi melemas dan
berlangsunglah ekspirasi.11
Pusat pernapasan medula terdiri dari:11
Kelompok respiratorik dorsal (KRD) terutama terdiri dari neuron inspiratorik yang
serat-serat desendensnya berakhir di neuron motorik yang mensyarafi otot inspirasi.
Ketika neuron-neuron KRD ini melepaskan muatan maka terjadi inspirasi; ketika
14
Mekanisme Pernapasan dan Organ yang Terkait
mereka tidak menghasilkan sinyal terjadilah ekspirasi. Ekspirasi diakhiri karena
neuron-neuron inspiratorik kembali mencapai ambang dan melepaskan muatan. KRD
memiliki hubungan penting dengan kelompok respiratorik ventral.
Kelompok respiratorik ventral (KRV) terdiri dari neuron inspiratorik dan neuron
ekspiratorik, yang keduanya tetap inaktif selama bernapas normal tenang. Bagian ini
diaktifkan oleh KRD sebagai mekanisme penguat selama periode-periode saat
kebutuhan akan ventilasi meningkat. Hal ini terutama penting pada ekspirasi aktif.
Selama bernapas tenang tidak ada impuls yang dihasilkan di jalur desendens oleh
neuron ekspiratorik. Hanya ketika ekspirasi aktif barulah neuron ekspiratorik
merangsang neuron motorik yang menyarafi otot-otot ekspirasi (otot abdomen dan
interkostal internal). Selain itu, neuron-neuron inspiratorik KRV, ketika dirangsang
oleh KRD, memacu aktivitas inspirasi ketika kebutuhan akan ventilasi tinggi.
Selama itu KRD umumnya dianggap menghasilkan irama dasar ventilasi. Namun,
pembentukkan irama pernapasan sekarang secara luas dipercayai terletak di kompleks pra-
Bӧtzinger, suatu regio yang terletak dekat dengan ujung atas (kepala) pusat respiratorik
medula. Suatu anyaman neuron di regio ini memperlihatkan aktivitas pemacu, mengalami
potensial aksi spontan serupa dengan yang terjadi di nodus SA jantung. Para ilmuwan
percaya bahwa kecepatan neuron inspiratorik KRD melepaskan muatan secara berirama
didorong oleh masukan sinaptik dari kompleks ini. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar 10.11
Gambar 10. Pusat-pusat Kontrol Pernapasan di Batang Otak.12
15
Mekanisme Pernapasan dan Organ yang Terkait
Pusat pernapasan di pons melakukan “penyesuaian halus” terhadap pusat di medula untuk
membantu menghasilkan inspirasi dan ekspirasi yang lancar dan mulus. Pusat pneumostaksik
mengirim impuls ke KRD yang membantu “memadamkan” neuron-neuron inspiratorik
sehingga durasi inspirasi dibatasi. Sebaliknya, pusat apnustik mencegah neuron-neuron
inspiratorik dipadamkan, sehingga dorongan inspirasi meningkat. Dengan sistem check-and-
balance ini, pusat pneumotaksik mendominasi pusat apnustik, membantu menghentikan
inspirasi dan membiarkan ekspirasi terjadi secara normal. Tanpa rem penumotaksik ini, pola
bernapas akan berupa tarikan napas panjang yang terputus mendadak dan singkat oleh
ekspirasi. Pola bernapas yang abnormal ini dikenal sebagai apnusis; karena itu, pusat yang
mendorong tipe bernapas ini disebut pusat apnustik. Apnusis terjadi pada jenis tertentu
kerusakan otak berat.11
Ketika volume alun napas besar (lebih dari 1 liter), misalnya sewaktu olahraga, reflex hearing
breuer terpicu untuk mencegah inflasi paru berlebihan. Reseptor regang paru di lapisan otot
polos saluran napas yang besar. Potensial aksi dari reseptor – reseptor regang ini merambat
melalui serat saraf aferen ke pusat medulla dan menghambat neuron inpiratorik. Umpan balik
negative dari paru yang sangat teregang ini membantu menghentikan inspirasi tepat sebelum
paru mengalami pengembangan berlebihan.11
Penutup
Struktur yang membentuk sistem pernapasan dapat dibedakan menjadi struktur utama dan
struktur pelengkap. Hampir sebagian besar sel dalam sistem respirasi (terutama pada bagian
konduksi) adalah sel epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. Otot-otot pernapasan dibagi
menjadi otot inspirasi tenang, otot inspirasi tambahan, dan otot ekspirasi tambahan.
Pertukaran gas di tingkat kapiler paru dan kapiler jaringan berlangsung seraca difusi pasif
sederhana yang menuruni gradien tekanan parsial. Paru-paru juga memiliki kapasitas volume
yang berbeda-beda. Pusat pernapasan terdapat di batang otak. Saraf yang ke sistem
pernapasan sangat penting untuk mempertahankan bernapas dan secara refleks menyesuaikan
tingkat ventilasi untuk menyamai kebutuhan akan penyerapan O2 dan pengeluaran CO2 yang
berubah-ubah. Selain itu, aktivitas pernapasan dapat dimodifikasi secara sadar agar kita dapat
berbicara, bernyanyi, bersiul, bermain alat musik tiup, atau menahan napas selagi berenang.
16
Mekanisme Pernapasan dan Organ yang Terkait
Daftar Pustaka
1. Djojodibroto RD. Respirologi. Jakarta: EGC; 2009. h. 5-20.
2. Gunardi S. Anatomi sistem pernapasan. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. h. 50-4, 78-101.
3. Moore KL, Agur AMR. Anatomi klinis dasar. Jakarta: Hipokrates, 2002. h. 397-401, 433-
44.
4. Faiz A, Moffat D. At a glance: anatomi. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002. h. 11.
5. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2006. h. 54-61, 88-96.
6. Agur AMR, Dalley AF. Grant’s atlas of anatomy. 13 th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2013. p. 34-5.
7. Paulsen, Waschke. Sobotta atlas of human anatomy latin nomenclature : internal organs.
15th ed. Munich: Elsevier GmbH; 2011. p. 32.
8. Junqueira LC, Carneiro J. Basic histology: text and atlas. USA: The McGraw-Hill
Companies, 2003. p. 349-66.
9. Silverthorn DV. Human physiology: an integrated approach. 5th ed. San Fransisco:
Pearson Education, 2010. p. 575-606.
10. Gunawijaya FA, Kartawiguna E. Penuntun praktikum: kumpulan foto mikroskopik
histologi. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti, 2010. h. 160-8.
11. Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2012. h. 496-540.
12. Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. 7th ed. Belmont: Cengage
Learning; 2010. p. 470-86.
13. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-20. Jakarta: EGC; 2002.
17