pbl blok 25

37
Neonatus Kurang Bulan, Kecil untuk Masa Kehamilan dengan RDS Sugandhi Junilando Limthin Putra 102012204 D7 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510 2015 Pendahuluan Bayi baru lahir atau neonatus merupakan periode kehidupan yang memerlukan perhatian khusus dan perawatan khusus dikarenakan pada periode inilah terjadi perubahan fisiologis yang dibutuhkan untuk keberlangsungan hidup di luar rahim. Selain melakukan identifikasi pada bayi secara keseluruhan dengan memperhatikan keaktifan bayi, pola pergerakan bayi, denyut jantung dan warna bayi, perlu juga mengidentifikasi bayi dari segi masa kehamilannya dan juga berat badan bayi saat ketika dilahirkan, dengan demikian dapat diketahui bagaimana kondisi bayi untuk menjalani periode kehidupan selanjutnya. Tingginya morbiditas dan mortalitas pada usia-usia pertama kehidupan sangat ditentukan dengan bagaimana adaptasi bayi pada periode neonatal ini. 1

Upload: thrine-osho

Post on 11-Dec-2015

241 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

asghj

TRANSCRIPT

Page 1: PBL blok 25

Neonatus Kurang Bulan, Kecil untuk Masa

Kehamilan dengan RDS

Sugandhi Junilando Limthin Putra

102012204

D7

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510

2015

Pendahuluan

Bayi baru lahir atau neonatus merupakan periode kehidupan yang memerlukan perhatian

khusus dan perawatan khusus dikarenakan pada periode inilah terjadi perubahan fisiologis yang

dibutuhkan untuk keberlangsungan hidup di luar rahim. Selain melakukan identifikasi pada bayi

secara keseluruhan dengan memperhatikan keaktifan bayi, pola pergerakan bayi, denyut jantung

dan warna bayi, perlu juga mengidentifikasi bayi dari segi masa kehamilannya dan juga berat

badan bayi saat ketika dilahirkan, dengan demikian dapat diketahui bagaimana kondisi bayi

untuk menjalani periode kehidupan selanjutnya. Tingginya morbiditas dan mortalitas pada usia-

usia pertama kehidupan sangat ditentukan dengan bagaimana adaptasi bayi pada periode

neonatal ini. Adaptasi yang baik akan memastikan bayi terus tumbuh dan berkembang sesuai

dengan milestone perkembangan.

Anamnesis

Perlu dilakukan pada ibu hamil, tentu saja mencakup riwayat kehamilan ibu secara

keseluruhan:1,2

1. Riwayat kehamilan sekarang

1

Page 2: PBL blok 25

Pada riwayat kehamilan sekarang, perlu ditanyakan kapan hari terakhir

menstruasi pada pasien dan berapa lama siklus mestruasinya berlangsung?

Sudah berapa bulan kehamilan dijalani? Pernahkah ada perdarahan,

diabetes, anemia, hipertensi, infeksi saluran kemih atau masalah selama

kehamilan? Gejala apa yang menyertai kehamilan pasien, misalnya seperti

mual, muntah, nyeri tekan pada payudara, dan frekuensi dalam berkemih?

2. Riwayat obstetrik dahulu

Pada anamnesis tahap ini, dapat ditanyakan mengenai riwayat lengkap

kehamilan sebelumnya meliputi riwayat paritas = jumlah persalinan bayi

yang berpotensial untuk lahir hidup beserta graviditas = jumlah kehamilan

yang pernah dijalani. Selain kedua hal di atas, perlu ditanyakan pula

mengenai cara persalinan sebelumnya, komplikasi yang terjadi pada ibu

atau bayi, kesulitan saat menyusui, berat lahir bayi yang pernah dilahirkan,

riwayat keguguran dan riwayat ginekologis terdahulu. Tanyakan juga

secara khusus mengenai penyakit jantung, murmur, diabetes, hipertensi,

anemia, epilepsi dan lakukan penilaian fungsi kardiorespiratorius pada ibu.

3. Riwayat bayi baru lahir

Riwayat bayi baru lahir mencakup informasi sebagai berikut,

identifikasi data bayi (nama, tanggal lahir, jenis kelamin, jenis

pemberian makanan),

riwayat keluarga (diabetes, kelainan kongenital, penyakit infeksi,

kelainan kardiopulmonal, kesehatan ayah, saudara kandung dan

anggota keluarga lain; kondisi medis atau sifat yang diturunkan

dari generasi ke generasi dalam keluarga, dan nenek moyang orang

tua,

data demografik orang tua (usia, pendidikan, pekerjaan, latar

belakang etnik dan ras),

riwayat ibu (graviditas, paritas, HPHT, taksiran partus, komplikasi

kehamilan sebelumnya, riwayat ginekologi dan riwayat

2

Page 3: PBL blok 25

bedah/medis, riwayat antepartum seperti (1) penyalahgunaan zat

(2) diabetes gestasional (3) preeklampsia (4) perdarahan selama

kehamilan (5) ketidakukuran sesuai dengan usia kehamilan (6)

polihidramnion atau oligohidramnion, infeksi, obat-obatan yang

dikonsumsi),

hasil tes laboratorium ibu (golongan darah dan faktor Rh,

penapisan antibodi, titer rubela, serologi, panel hepatitis, nilai Hb

dan Hct, pemeriksaan TB),

persalinan dan pelahiran (tanggal dan waktu melahirkan, usia

gestasi saat melahirkan dengan menggunakan penanggalan dan

pemeriksaan USG, lama kala satu dan dua persalinan, gawat janin,

demam pada ibu, keberadaan mekonium, lama ketuban pecah,

presentasi, cara melahirkan, penggunaan alat bantu, analgesia dan

waktu, anestesi dan komplikasinya, ukuran plasenta, warna dan

bau plasenta, insersi tali pusat dan penampilan tali pusat termasuk

jumlah pembuluh darah dan ukurannya),

periode segera setelah lahir (nilai APGAR, resusitasi, tanda-tanda

vital, suhu, status vitamin K, kemampuan mengisap, menyusu,

keterjagaan, apakah sudah mengeluarkan air kemih atau

mekonium, apakah bayi melonjak-lonjak, mengeluarkan tangisan

yang tidak lazim),

hasil tes laborarium (kadar glukosa, golongan darah, faktor Rh, tes

Coomb, Hct.

Pemeriksaan fisik

Dapat dilakukan dengan urutan tertentu, bergantung pada status bayi. Pada pengkajian

penampilan umum neonatus, periksa hal-hal sebagai berikut:2

4. Tonus otot

Penilaian tonus otot secara umum dan posisi spontan. Opistotonus (leher

ekstensi) dapat menandai kerusakan otak, asfiksia kelahiran, atau kelainan

3

Page 4: PBL blok 25

neurologis. Bayi yang prematur dapat terlihat seperti penampilan tungkai

kodok.

5. Gerakan spontan

Kurang gerak, asimetris, atau gemetar dapat mengindikasikan asfiksia

kelahiran kesulitan bernapas, disfungsi neurologis, atau prematuritas

6. Status atau tingkat keterjagaan

Bayi dapat tidur dangkal atau dalam, dapat terjaga dan melakukan gerakan

kecil atau aktif, atau dapat menangis. Perhatikan penurunan gerakan di

antara status terjaga.

7. Gerakan motorik keseluruhan

Bayi harus memperlihatkan gerakan yang sesuai di antara status terjaga.

Kakinya melakukan gerakan seperti mengayuh sepeda atau menendang

atau memukul-mukul konstan tanpa distimulasi; gerakan yang lemah atau

asimetris merupakan suatu kelainan, melonjak ketika sedang mengisap

dapat merupakan tanda ada masalah neurologis, hipokalsemia,

hipoglikemia, atau iritabilitas yang dikaitkan dengan penggunaan obat ibu,

sementara melonjak-lonjak yang berhenti saat mengisap ialah aktivitas

yang fisiologis yang normal.

8. Refleks Moro

Berlangsung paling lama 4 bulan

9. Menangis

Dapat diredakan? Lemah? Bernada tinggi? Tangisan disertai suara

melengking dihubungkan dengan peningkatan tekanan kranial atau

kecanduan obat. Tangisan nada rendah, tidak sering, kasar dapat

dihubungkan dengan hipotiroidisme. Suara cri du chat terdengar seperti

suara meong kucing dan dapat menjadi indikasi defek kromosom. Tidak

4

Page 5: PBL blok 25

ada tangisan yang dapat memberi kesan untuk retardasi mental atau

penyakit berat.

10. Berat, panjang, nadi, pernapasan, suhu

Suhu normal per rektal adalah 37,6–37,8o C

11. Kondisi kulit

Bayi postmatur memiliki kulit yang lebih pucat, lebih tebal, yang dapat

mengelupas, sedangkan bayi prematur memiliki kulit tipis, rapuh, yang

cenderung berwarna merah gelap yang mudah berdarah serta mudah

memar. Kondisi kulit lain yang patut dilihat ialah akrosianosis (kondisi

kulit yang normal selama satu hari, ditandai dengan sianosis pada

ekstemitas), sianosis (kadang sulit dievaluasi karena polisitemia pada bayi

baru lahir, dapat dimunculkan dengan menekan-nekan kulit bayi seperti

saat memeriksa adanya ikterik), ikterik (dikaji dengan cara menekan-

nekan kulit sesaat, dan perlu dicatat kadarnya), palor (indikasi untuk

edema, asfiksia, syok, dimana kepala bayi, lengan kanan dan dada

berwarna merah muda, bagian tubuh lainnya pucat atau sianosis), lesi,

kelembaban dan lanugo (merupakan bukti trauma lahir dan pigmentasi)

12. Pemeriksaan kepala

Dinilai dari segi bentuk dan kesimetrisan, proporsi terhadap tubuh dan

wajah, lingkar kepala yang diukur di titik di atas telinga dimana lingkar ini

dapat berubah jika molase hilang. Lingkar kepala normal adalah 32-38 cm

pada rata-rata bayi cukup bulan. Kepala yang berukuran sangat besar

dapat mengindikasikan adanya hidrosefalus. Periksa juga apakah terdapat

molase yang merupakan tumpang tindih tulang oksipital dan tulang frontal

oleh tulang parietal. Pemeriksaan sutura dan fontanel anterior/posterior

penting untuk dievaluasi. Apakah terdapat pula sefalohematoma yang

merupakan kondisi yang didapat selama persalinan dan pelahiran,

perdarahan subperiosteum ini terbatas pad satu tulang, biasanya tulang

5

Page 6: PBL blok 25

parietal dan tidak menindih sutura, berlangsung sekitar 8 minggu. Kaput

suksedaneum pada bayi merupakan pembengkakan kulit kepala, yang

terlihat melalui serviks, memar dapat terlihat dan menindih garis sutura.

13. Pemeriksaan wajah

Dinilai berdasarkan bentuk dan ekspresi wajah, bulu mata dan alis mata

serta simetris atau tidak saat istirahat dan selama menangis dan mengisap.

Ketidaksimetrisan dapat terjadi akibat hipoplasia atau palsi pada saraf

kranial tujuh.

14. Pemeriksaan mata

Asimetri pada ukuran mata merupakan gejala abnormal, ukuran salah satu

mata yang kecil atau salah satu besar.

15. Pemeriksaan hidung

Merupakan jalur udara utama jalan napas dan harus diperiksa apakah ada

tanda-tanda obstruksi.

16. Pemeriksaan mulut

Seorang bayi akan membuka mulutnya jika tekanan lembut ke arah bawah

dilakukan pada dagu. Palatum diperiksa apakah ada sumbing dan dipalpasi

apakah ada belahan submukosa. Rongga mulut harus diperiksa apakah ada

gigi, kista atau sariawan.

17. Pemeriksaan dada

Cek apakah bayi berwarna kemerahan dan tidak sesak napas

18. Pemeriksaan jantung

6

Page 7: PBL blok 25

Teliti bagian dada dimana apeks dapat diraba dan detakan jantung terasa

kuat. Murmur jantung pada usia ini sangat sering terjadi dan terkait

dengan proses transisi dari pola sirkulasi janin ke pola sirkulasi dewas.

19. Pemeriksaan abdomen

Bagian tepi hati biasanya dapat dipalpasi 1-2 cm di bawah tepi kosta

kanan dan limpa dapat diraba dengan ujung jari pada sekitar 20% bayi

normal. Bagian tepi bawah dari kedua ginjal mungkin bisa dipalpasi.

20. Pemeriksaan sela paha

Pastikan bahwa pulsasi kedua arteri femoralis dapat teraba, bila pulsasi ini

tidak dapat menunjukkan gejala koarktasio aorta. Periksa apakah ada

hernia.

21. Pemeriksaan genitalia

Periksa dengan jelas apakah organ genitalia menunjukkan laki-laki atau

perempuan. Jika meragukan, jangan menuliskan jenis kelaminnya. Jika

laki-laki periksa apakah kedua testis berada di dalam skrotum dan meatus

uretra berada pada tempat yang seharusnya. Pada anak perempuan, periksa

genitalia dan ingat bahwa perdarahan kecil atau pengeluaran cairan

merupakan hal yang normal akibat pengaruh hormon maternal dan

plasental.

22. Pemeriksaan anus

Tanyakan apakah bayi telah mengeluarkan mekonium dan periksa apakah

anus ada dan berada pada tempat yang normal.

23. Pemeriksaan tulang belakang

Periksa bayi apakah ada skoliosis, seluruh garis tengah dorsal harus

diperiksa apakah ada pembengkakan atau gumpalan, nevi, sinus yang

dapat menunjukkan adanya kelainan medulla spinalis.

7

Page 8: PBL blok 25

24. Pemeriksaan panggul

Sebaiknya dilakukan paling akhir karena bersifat tidak menyenangkan

bagi bayi.

25. Pemeriksaan SSP

Pemeriksaan neurologis secara menyeluruh akan sangat memakan waktu

dan menuntut keterampilan serta pengalaman tersendiri. Amati gerakan

spontan bayi sambil melakukan pemeriksaan, amati simetris atau tidak.

Tanyakan kebiasaan makan bayi. Penilaian tonus otot dilakukan dengan

mengangkat bayi dan memegangnya pada daerah ventral otot.

26. Pemeriksaan refleks primitif

Refleks primitif mencakup refleks menggenggam tangan dan kaki sejak

lahir hingga usia 4 bulan, refleks Moro/refleks kejut sejak lahir hingga

usia 4 bulan; diperiksa dengan mengangkat bayi dengan menyangga

kepala dan biarkan kepala terjatuh beberapa sentimeter, bayi akan tampak

terkejut, melemparkan tangan ke luar dan kemudian meletakkan kembali

di badannya, asymmetric tomic neck reflex (ATNR) sejak lahir hingga usia

7 bulan, dan refleks menghisap/rooting sejak lahir dimana saat menyentuh

sekitar wajah bayi, ia akan berputar, membuka mulutnya seolah-olah akan

menghisap jari. Refleks Moro dan ATNR yang persisten adalah abnormal

dan dapat menjadi indikasi adanya palsi serebral.2-3

27. APGAR Score

APGAR Score ialah metode evaluasi neonatus yang diperkenalkan oleh

dr.Virginia Apgar pada tahun 1953. Metode ini didasarkan pada 5 tanda

yang mudah untuk ditentukan, dengan penilaian dari 0,1 dan 2. Jumlah

skor 10 mengindikasikan bayi pada kondisi yang paling baik, sedangkan

skor kurang dari 3 menandakan adanya depresi kelahiran sedang-berat.

Saat ini, penilaian APGAR dilakukan pada 1, 5 dan 10 menit. Pada

prakteknya, aktivitas pernapasan, detak jantung dan warna ialah indikator

8

Page 9: PBL blok 25

paling baik untuk kebutuhan resusitasi, bukanlah skor APGAR 1 menit.

Bradikardia pada neonatus ialah hal yang paling berkaitan dengan

aktivitas pernapasan yang inadekuat. Lebih jauh, perhatian harus

dipusatkan untuk memastikan keberadaan jalur pernapasan yang tetap dan

mendukung proses pernapasan bayi. Apabila sirkulasi diperbaiki dengan

meningkatkan detak jantung maka akan berakhir pada perubahan warna

bayi yang lebih baik. Sebagai tambahan, warna, tonus otot dan iritabilitas

refleks merupakan kondisi yang berkaitan dengan usia gestasi bayi dan

maturitas fisiologis bayi. Semakin preterm seorang bayi, maka semakin

berkurangnya pula tonus otot dan iritabilitas refleks yang berkurang pula.

APGAR sebaiknya dinilai seiringan dengan kegiatan resusitasi bayi, untuk

melengkapi riwayat penampilan fisik bayi.

28. Ballard Score untuk Menentukan Usia Kehamilan

Pada 1979, para peneliti menemukan dan mempresentasikan metode baru

yang disederhanakan untuk menentukan usia kehamilan/gestasi. Pada

kenyataannnya, kriteria yang digunakan pada metode Dubowitz tidak

sebaik itu untuk mengindikasikan usia kehamilan seperti yang lainnya.

Studi ini kemudian menjadi pemeriksaan dengan sistem skoring yang

terdiri atas skor atas 6 tanda neurologik dan 6 tanda fisik. Sistem ini

diketahui sebagai Ballard Score, dengan menggunakan skoring ini maka

usia kehamilan dapat ditentukan dari usia kehamilan 22 hingga 44

minggu. Sistem skoring Ballard merupakan sistem yang paling dapat

diandalkan ketika pemeriksaan diselesaikan sebelum 42 jam kehidupan,

dengan waktu ideal pemeriksaan antara 30 dan 42 jam setelah persalinan.

Dengan kategori yang lebih sedikit, sistem Ballard tidak menghabiskan

begitu banyak waktu dibandingkan dengan sistem Dubowitz.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang umumnya dilakukan dengan menggunakan USG pada minggu

ke-12. Akan tetapi penilaian ini juga diperlukan pada minggu ke-18 dan 20. Dalam melakukan

9

Page 10: PBL blok 25

pemeriksaan USG ini dilakukan pengukuran diameter biparietalis, rasio lingkar kepala terhadap

abdoomen. Melalui pemeriksaan USG ini dapat diketahui pola retardasi pertumbuhan janin,

yaitu: 1. Pertumbuhan janin yang terus-menerus berada 2 simpang baku di bawah umur

kehamilan rata-rata. 2. Adanya kurva pertumbuhan janin yang normal pada suatu kehamilan

namin melambat secara mendadak atau mendatar. Melalui pemeriksaan USG dapat diketahui

kelainan-kelainan pertumbuhan janin.3

USG real time dapat mengidentifikasi kelainan plasenta dan anomali janin seperti hidrosefalus,

anensefalus, spina bifida, atresia duodenum, dan sebagainya. Selain dengan melakukan USG,

pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi kelainan pada janin adalah

dengan amniosentesis. Pengambilan cairan amnion dengan tujuan untuk mengetahui ada

tidaknya kelainan genetik dilakukan pada minggu ke-16 dan 18. Cairan-cairan amnion dapat

langsung digunakan untuk menganalisis asam amino, enzim, dan kelainan produk-produk

metabolik.

Melalui pemeriksaan rongten, paru-paru memiliki kekhasan tetapi tidak patognomonis

meliputi granularitas parenkim retikular halus dan bronkogram udara yang seing menonjol pada

awal di lobus bawah kiri karena penumpangan bayangan jantung. Pada pemeriksaan awal akan

didapatkan hasil yang normal. Gambaran khas akan didapatkan pada 6-12 jam.

Indeks kimia maturitas janin yang paling baik adalah dengan penentuan kreatinin dan

lesitin cairan amnion yang menggambarkan maturitas ginjal dan paru-paru janin. Lesitin

dihasilkan di paru-paru oleh alveolus tipe 2 dan akhirnya mencapai cairan amnion melalui aliran

keluar trakea. Pada pertengahan trimester ke-3 kadarnya hampir sama dengan kadar

spingomielin, dan sesudahnya spingomielin tetap konstan dalam cairan amnion sedangkan lesitin

naik. Pada rata-rata minggu ke-35 rasio antara lesitin dan spingomielin adalah 2:1 dan

menunjukkan bahwa paru-paru janin sudah matang. Maturitas paru yang lebih awal terjadi jika

ada pemisahan plasenta prematur yang berat, ketuban pecah prematur, ketagihan narkotik, atau

penyakit hipertensi dan vaskular ginjal pada ibu. Penundaan maturasi paru dapat menandakan

adanya hidrops fetalis atau diabetes yang tidak disertai penyakit vaskuler. Rasio lesitin dan

spingomielin 2:1 atau lebih dapat menurunkan insiden terjainya penyakit membran hialin. Pada

kehamilan yang berisiko tinggi, dapat dilakukan penentuan fosfatidilkolin jenuh, benda-benda

osmofilik, atau kadar fosfatidilgliserol dalam cairan amnion.

10

Page 11: PBL blok 25

Amniosentesis memliki resiko untuk terjadinya cedera langsung pada janin berupa akibat

pungsi plasenta dan perdarahan denan cedera sekunder pada janin, akibat stimulasi kontraksi

uterus dan persalinan prematur, amnionitis, dan sensitasi darah janin oleh ibu. Jika amniosentesis

dilakukan pada awal kehamilan maka resiko terkena pada janin akan semakin besar.

Selain melakukan pemeriksaan-pemeriksaan tersebut, pemeriksaan laboratorium yang

dapat dilakukan meliputi pemeriksaan darah untuk hitung darah lengkap dengan hitung jenis,

elektrolit serum, dan glukosa. Nilai gas darah serta asam basa dapat membantu menegakkan

diagnosis klinis.

Hasil laboratorium akan menunjukkan adanya hipoksemia kemudian hipoksemia prograesif,

hiperkarbia, dan berbagai asidosis metabolik.4

.

a. Analisa gas darah (AGD):

Dilakukan untuk menentukan adanya gagal napas akut yang ditandai dengan

PaCo2 > 50 mm Hg, PaO2 < 60 mmHg, atau saturasi oksigen arterial < 90%.

Dilakukan pada BBL yang memerlukan suplementasi oksigen lebih dari 20

menit. Darah arterial lebih dipilih dianjurkan.

Diambil berdasarkan indikasi klinis dengan mengambil sampel darah dari

arteri umbilikalis atau pungsi arteri

Menggambarkan gambaran asidosis metabolik atau asidosis respiratorik dan

keadaan hipoksia

Asidosis respiratorik terjadi karena atelektasis alveolar dan/atau overdistensi

saluran napas bawah

Asidosis metabolik, biasanya diakibatkan asidosis laktat primer yang

merupakan hasil dari perfusi jaringan yang buruk dan metabolisme anaerobik.

Hipoksia terjadi akibat pirau dari kanan ke kiri melalui pembuluh darah

pulmonal, PDA dan/atau persisten foramen ovale

Pulse oxymeter digunakan sebagai cara non invasip untuk memantau saturasi

oksigen yang dipertahankan pada 90-95%.

b. Elektrolit

11

Page 12: PBL blok 25

Kenaikan kadar serum bikarbonat mungkin karena kompensasi metabolik dari

hiperkapnea kronik

Kadar glukosa darah untuk menentukan adanya keadaan hipoglikemia

Kelainan elektrolit ini dapat juga diakibatkan oleh kondisi kehamilan tubuh;

hipokalemia, hipokalsemia dan hipofosfatemia dapat mengakibatkan

gangguan kontraksi otot

c. Pemeriksaan jumlah sel darah: polisetemia mungkin karena hipoksemia kronik.5,6

Diagnosa Kerja

Berdasarkan usia kehamilan neonatus baru lahir dapat dibedakan menjadi 3, yaitu: 1.

Cukup bulan. Dikatakan cukup bulan apabila masa kehamilan berlangsung selama 37-42

minggu. 2. Kurang bulan jika sebelum 37 minggu bayi sudah dilahirkan. Bayi kurang bulan

dapat disebabkan oleh berbagai macam hal 3. Lebih bulan jika usia kehamilan mencapai lebih

dari 42 minggu.

Berdasarkan berat badan dan usia kehamilan, neonatus dibedakan menjadi: 1. Neonatus cukup

bulan sesuai usia kehamilan. 2. Neotnatus cukup bulan kecil untuk masa kehamilan. 3. Neotanus

cukup bulan besar untuk usia kehamilan. 4. Neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan. 5.

Neonatus kurang bulan kecil untuk masa kehamilan. 6. Neonatus kurang bulan besar untuk masa

kehamilan. 7. Neonatus lebih bulan sesuai masa kehamilan. 8. Neonatus lebih bulan kecil masa

untuk masa kehamilan. 9. Neonatus lebih bulan besar untuk masa kehamilan. Klasifikasi

tersebut diukur berdasarkan kurva lub-chenko yang dapat dilihat pada gambar 1.

Berdasarkan kurva lub-chenko, neonatus kecil untuk masa kehamilan menandakan berat lahir

dibawah persentil 3 untuk jenis kelamin dan masa kehamilan. Neonatus besar untuk masa

kehamilan berarti berat lahir diatas persentil 97 untuk jenis kelamin dan masa kehamilan.

Sedangkan neonatus sesuai masa kehamilan menandakan berat lahir diantara persentil 3 dan 97

untuk jenis kelamin dan masa kehamilan.

Berdasarkan kurva lub-chenko bayi dengan usia kehamilan 33 minggu dan berat 1200 gram

merupakan keadaan dimana neonatus mengalami berat badan rendah dan kecil untuk usia

kehamilan 33 minggu. Pada umumnya bayi dengan berat badan lahir rendah merupakan bayi

yang terlahir secara prematur.

12

Page 13: PBL blok 25

Kelahiran prematur merupakan keadaan dimana 1. Kehamilan lebih dari 20 minggu tapi kurang

dari 37 minggu. 2. Kontraksi uterus teratur dan nyeri yang terjadi paling sedikit dua kali setiap

sepuluh menit selama paling sedikit 30 menit. 3. Terjadi penipisan atau dilatasi serviks. 4.

Selaput ketuban utuh.

Gambar 1. Kurva Lub-Chenko. Dikutip dari Widjanarko Bambang. Perumbuhan janin. 31

Agustus 2009. Dikutip dari http://reproduksiumj.blogspot.com/2009/08/pertumbuhan-janin.html,

3 Juni 2015.

Bayi dengan kekurangan berat badan mempunyai resiko hipoglikemi. Selain itu, bayi yang lahir

secara prematur memiliki resiko terkena penyakit, diantaranya: 1. Sindrom disstress pernafasan

yang disebabkan oleh defisiensi surfaktan. 2. Apnu berulang. 3. Pengaturan suhu yang kurang

baik. 4. Masalah pada fungsi ginjal, keseimbangan cairan, dan elektrolit. 5. Nutrisi. 6. Paten

duktus arteriosus. 7. Perdarahan intraventrikel dan kerusakan sistem saraf pusat. 8. Anemia. 9.

Enterokolitis nekrotikans. 10. Ikterus.

Respiratory distress syndrome

13

Page 14: PBL blok 25

Respiratory distress syndrome atau sindrom distres pernafasan dikenal juga sebagai

penyakit membran hialin. Merupakan penyakit yang paling sering menyertai bayi prematur dan

bersifat sangat serius. Pada paru-paru terdapat surfaktan yang dapat menurunkan tegangan

permukaan antara gas inspirasi dan cairan yang melalui saluran nafas. Jika tidak terdapat

surfaktan maka paru-paru tidak dapat berkembang dan cenderung mengempis. Belum matangnya

struktur paru dan dinding dada akan memberikan masalah yang lebih serius kepada bayi. Hal ini

akan mengakibatkan terjadinya ateletaksis yang mengganggu pertukaran udara. Penderita RDS

sering kali akan meningkatkan usaha bernafas yang jika tidak dapat dipertahankan akan

menyebabkan retensi karbon dioksida dan menimbulkan serangan paru. RDS akan mengalami

resolusi setelah 3-7 hari seiring dengan terbentuknya surfaktan.

Neonatus yang mengalami sindrom distress pernafasan, gejala yang ditimbulkan akan bertambah

berat jika kebutuhan oksigen meningkat. Hipotermi merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan terhadap oksigen, sehingga neonatus prematur

yang mengalami hipotermi akan memperberat sindrom distress pernafasan.

Pada bayi prematur, fungsi ginjal relatif buruk. Jika ditambah dengan kehilangan cairan yang

besar tetapi tidak terasa melalui permukaan kulit yang permeabilitasnya tinggi maka akan

mengakibatkan dehidrasi dan gangguan elektrolit. Dinding ventrikel lateral bayi terdapat

pembuluh-pembuluh kapiler yang rentan sehingga mudah terjadi perdarahan selama hipoksia

atau Respiratory distress syndrome. Pendarahan yang terjadi bisa lokal ataupun meluas.

Gangguan distress pernafasan yang dialami oleh neonatus prematur memiliki kesamaan dengan

takipnea bayi baru lahir sementara yang disebut sebagai sindrom kegawatan pernapasan tipe 2.

Takipnea ini dapat dialami oleh bayi preterm atau bayi cukup bulan pasca-persalinan pervaginam

atau operasi sesar. Jika terjadi sangat dini pada umumnya akan disertai dengan retraksi atau

mendengkur saat ekspirasi dan kadang-kadang sianosis yang dapat disembuhkan dengan oksigen

minimal. Penderita umumnya sembuh dengan cepat dalam 3 hari meskipun terlihat menderita

sakit berat dan memiliki perjalanan yang lama. Paru-paru umumnya bersih tanpa ronki halus dan

rongten dada menunjukan corak vaskular paru yang jelas, garis-garis cairan dalam fisur, aerasi

berlebihan, diafragma datar dan kadang-kadang ada cairan pleura. Neonatus dengan takipnea

tidak ditemukan adanya hipoksemia, hiperkapnia, dan asidosis. Umumnya takipnea sulit

dibedakan dengan penyakit membran hialin.4, 7-9

14

Page 15: PBL blok 25

Diagnosa Banding

Takipnea sementara bayi baru lahir (TSBBL)

Takipnea sementara bayi baru lahir (TSBBL) merupakan keadaan yang sembuh sendiri

yang ditandai dengan takipnea, retraksi ringan, dan kadang-kadang mendengkur, biasanya tanpa

tanda-tanda distress pernapasan berat. Bila ada sianosis, biasanya memerlukan O2 tidak lebih

dari 30-40%. TSBBL biasanya ditemukan pada bayi cukup bulan yang dilahirkan dengan seksio

sesaria tanpa proses persalinan sebelumnya. Bayi dari ibu diabetes dan bayi dnegan keinginan

napas buruk akibat obat-obatan analgesik yang melewati plasenta, juga berisiko. Roentgenogram

dada menunjukkan corak pembuluh darah sentral menonjol, adanya cairan dalam fissura paru,

aerasi berlebihan, dan kadang-kadang sedikit efusi pleura. Bronkogram udara dan pola

retikulogrnular tidak ditemukan pada TSBBL, dan jika ada memberi kesan paru lain seperti RDS

atau pneumonia. TSBBL dapat disebabkan oleh cairan paru yang tertahan atau penyerapan cairan

paru yang lambat.2

Asfiksia Neonatorum

Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara

spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan

hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau

segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi

tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan

mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin

timbul.

Faktor risiko

Faktor risiko yang dominan adalah

Prematuritas, karena surfaktan hanya dihasilkan pada akhir trimester kedua dan awal

timester ketiga

Faktor risiko lainnya adalah:

Diabetes melitus maternal

15

Page 16: PBL blok 25

Sepsis

Hipoksemia dan asidemia

Hipotermia .10

Patofisiologi

Persalinan preterm dilakukan dengan melihat faktor resiko mayor dan minor. Faktor

resiko minor antara lain: 1. Penyakit yang disertai demam. 2. Perdarahan pervaginam pada

kehamilan lebih dari 12 minggu. 3. Riwayat pielonefritis. 4. Merokok lebih dari 10 batang

perhari. 5. Riwayat abortus pada trimester ke-2. 6. Riwayat abortus pada trimester 1 lebih dari 2

kali.

Faktor resiko mayor, antara lain: 1. Kehamilan multipel. 2. Hidramnion. 3. Anomali uterus. 4.

Serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu. 5. Serviks mendatar atau memendek

kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu. 6. Riwayat abortus pada trimester ke-2 lebih dari

satu kali. 7. Riwayat persalinan preterm sebelumnya. 8. Operasi abdominal pada kehamilan

preterm. 9. Riwayat operasi konisasi. 10. Iritabilitas uterus. Seseorang dikatakan mengalami

resiko tinggi jika dijumpai satu atau lebih faktor resiko mayor atau bila ada dua atau lebih faktor

resiko minor atau bila ditemukan keduanya.

Kegagalan mengembangkan kapasitas residu fungsional dan kecenderungan paru-paru terkena

atelektasis mempunyai korelasi dengan tegangan permukaan yang tinggi dan tidak adanya

surfaktan. Unsur utama surfaktan adalah dipalmitilfosfatidilkolin atau lesitin, fosfatidilgliserol,

apoprotein, dan kolesterol. Dengan bertambahnya umur kehamilan terjadi penambahan jumlah

fosfolipid yang disintesis, dan disimpan di dalam sel alveolar tipe 2. Adanya imaturitas, jumlah

yang dihasilkan atau dilepaskan mungkin tidak cukup memenuhi kebutuhan pasca-lahir. Kadar

surfaktan tertinggi dalam paru janin yang dihomogenasi pada umur kehamilan 20 minggu, tetapi

belum mencapai permukaan paru sampai saatnya tiba. Surfaktan tampak dalam cairan amnion

antara 28-32 minggu dan kadar surfaktan paru matur biasanya muncul sesudah 35 minggu.

Sintesis surfaktan sebagian bergantung pada pH, suhu, dan perfusi normal. Asfiksia, hipoksemia,

dan iskemia paru, terutama dalam hubungannya dengan hipovolemia, hipotensi, dan stres dingin,

dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan epitel paru dapat juga terkena jejas akibat kadar

oksigen yang tinggi dan pengaruh manajemen oleh operator respirasi, mengakibatkan

16

Page 17: PBL blok 25

penurangan surfaktan yang lebih lanjut. Atelektasis alveolar, formasi membran hialin, dan edema

interstisial membuat paru-paru kurang lentur, memerlukan tekanan yang lebih besar untuk

mengembangkan alveolus kecil dan jalan nafas.

Pada bayi yang mengalami penyakit distress pernafasan, dada bawah tertarik ke dalam ketika

diafragma turun dan tekanan intratoraks menjadi negatif sehingga jumlah tekanan intratoraks

yang dihasilkan terbatas dan timbul kecenderungan ateletaksis. Dinding dada bayi preterm sangat

lemah memberikan lebih sedikit tekanan daripada dada bayi yang matur terhadap kecenderungan

alamiah paru untuk kolaps. Dengan demikian pada akhir ekspirasi, volume toraks dan paru

cenderung mendekati volume residu sehingga terjadi ateletaksis. Terjadinya ateletaksis

mengakibatkan adanya perfusi pada alveolus tapi tidak ada ventilasi dan menyebabkan hipoksia.

Pengurangan kelenturan paru, volume tidal yang kecil, kenaikan ruang mati fisiologis, kenaikan

kerja pernapasan dan ventilasi alveolar yang tidak cukup akhirnya mengakibatkan hiperkarbia.

Kombinasi hiperkarbia, hipoksia, dan asidosis menyebabkan vasokonstriksi arteri pulmonalis

dengan kenaikan shunt dari kanan ke kiri melalui foramen ovale, duktus arteriosus, dan dalam

paru-paru itu sendiri. Aliran darah paru berkurang, dan jejas iskemik pada sel menghasilkan

surfaktan dan terhadap bantalan vaskular mengakibatkan efusi dan proteinaseosa ke dalam ruang

alveolar. Proses ini dapat dilihat pada gambar 2. Jika neonatus terlahir dengan keadaan yang

gawat, membran hialin akan jarang terlihat lebih awal dari 6-8 jam setelah lahir.4

17

Page 18: PBL blok 25

Gambar 2. Patofisiologi penyakit membran hialin. Dikutip dari Arvin Behrman Kliegman.

Nelson ilmu kesehatan anak. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 2000: 593.

Etiologi

Bayi lahir prematur dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, diantaranya yaitu: 1.

Hipertensi. 2. Perkembangan janin terhambat. 3. Solutio plasenta. 4. Plasenta previa. 5. Kelainan

rhesus. 6. Diabetes. 7 . Kelainan kontraksi uterus. 8. Ketuban pecah dini. 9. Serviks inkompeten.

10. Kehamilan ganda.11

Epidemiologi

Angka kematian neonatus dengan berat lahir rendah sekitar 40 kali bayi dengan berat

badan normal yang lahir cukup bulan. Bayi kurang bulan yang mengalami serebral palsy 10 kali

lebih tinggi dan defisiensi mental 5 kali lebih tinggi dibanding cukup bulan.

Neonatus yang mengalami penyakit membran hialin terjadi 60%-80% terjadi pada bayi yang usia

kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15%-30% pada bayi 32-36 minggu, dan sekitar 5% pada

bayi cukup bulan. Insiden tertinggi pada bayi preterm laki-laki atau kulit putih.9

Gejala Klinis

Gejala-gejala yang sering menyertai terjadinya persalinan antepartum, antara lain: 1.

Pendarahan pervaginam. 2. Peningkatan discharge vagina dan tekanan vagina. Bayi-bayi yang

dilahirkan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu dapat mengalami gangguan pernafasan

dikarenakan paru-paru pada usia 24-25 minggu belum mengalami pematangan. Penderita

sindrom distress pernafasan memiliki beberapa gejala, antara lain: 1. Takipnu(>60 kali

permenit). 2. Retraksi interkostal. 3. Retraksi subkostal. 4. Grunting. 5. Nafas cuping hidung. 6.

Sianosis.

Neonatus yang mengalami penyakit distress pernafasan akan meterlihat dalam beberapa menit

kelahiran, meskipun tanda-tanda tersebut tidak dapat dikenals elama beberapa jam sampai

pernafasan menjadi lebih cepat, dangkal bertambah sampai 60/menit. Neonatus dapat mengalami

asfiksia intrapartum atau kegawatan pernapasan dini yang berat jika berat badan urang dari 1000

gram. Hal ini dapat menyebabkan neonatus memerlukan resusitasi.

18

Page 19: PBL blok 25

Gejala khas yang sering ditemukan, antara lain: 1. Takipnea. 2. Mendengkur jelas. 3. Retraksi

interkostal dan subkostal. 4. Pelebaran dan kehitaman pada cuping hidung. 5. Penambahan

sianosis rrelatif sering tidak responsif dengan pemberian oksigen. 6. Suara bisa norma atau

berkurang dengan kualitas tubuler yang kasar. 7. Pada inspirasi dalam terdengar ronki halus

terutama pada dasar paru posterior.

Penderita penyakit membran hialin jika tidak diobati dengan adekuat maka tekanan darah dan

suhu tubuh dapat turun, terjadi kelelahan, sianosis, pucat bertambah, dengkuran berkurang atau

menghilang karena keadaan memburuk. Apnea dan pernapasan yang tidak teratur terjadi ketika

bayi menjadi lelah dan ada tanda-tanda tidak menyenangkan sehingga harus diintervensi segera.

Penderita juga dapat mengalami asidosis respiratorik-metabolik, edema, ileus, dan oliguria.

Dengan adanya apnea maka terlihat tanda-tanda asfiksia.

Pada kasus ringan, gejala-gejala yang ditimbulkan akan mencapai puncak dalam 3 hari kemudian

terjadi perbaikan perlahan-lahan yang ditunjukkan dengan diuresis spontan dan kemampuan

oksigenasi bayi dengan kadar oksigen inspirasi yang lebih rendah. Jika terjadi kematian

umumnya terjadi pada hari ke-2 dan ke-7 yang disertai kebocoran udara alveolar dan perdarahan

paru atau interventrikular. Jika kasus berat dan diventilasi secara mekanis, mortalitasnya bisa

tertunda selama beberapa minggu atau beberapa bulan jika berkembang displasia

bronkopulmonal. 4,7,9

Diagnosis berdasarkan anamnesis, tanda-tanda fisik, rontgen toraks yang khas, dan perjalanan

klinis. Rontgen dada (setelah usia 4 jam) pada RDS menunjukkan:

Tampilan paru yang granular uniformis dan difus (ground glass) akibat atelektasis

Bronkogram udara- garis batas jalan napas besar yang terisi udara pada paru yang opak

Berkurangnya volume paru

Batas jantung yang tidak tegas karena lapangan paru yang opak (white out)

Selang trakea terpasang.10

Komplikasi

19

Page 20: PBL blok 25

Komplikasi yang terjadi pada neonatus dengan sindrom distress pernafasan umumnya

disebabkan karena proses terapi. Dalam memberikan terapi harus diperhatikan kadar gas darah

atau homeostasis. Jika pemberian oksigen yang terlalu rendah dapat merusak paru dan jika

diberikan dalam dosis yang tinggi dapat menyebabkan retinopati. Selain itu, kadar

karbondioksida yang berlebih dapat menyebabkan terjadinya perdarahan otak, dan jika kadarnya

terlalu rendah dapat menyebabkan terjadinya iskemi otak.

Neonatus yang mengalami sindrom distress pernafasan yang berat dan dilakukan ventilasi dapat

mengalami displasia bronkopulmonal. Displasia bronkopulmonal disebabkan karena konsentrasi

oksigen yang tinggi dan tekanan udara positif yang tinggi. Beberapa neonatus yang mengalami

displasia bronkopulmonal membutuhkan terapi oksigen dalam waktu yang lama. Adanya

alveolar shear stress, volutrauma, saponifikasi hipokapnea, atelektasis absorpsi, dan radang

dapat menyababkan displasia bronkopulmonum. Rongten dada digambarkan sebgai perubahan

perlahan-lahan dari gambaran yang hampir keruh total dengan bronkogram udara dan emfisema

interstisial sampai gambaran daerah lusen, kecil, bundar, berselang-seling dengan daerah yang

densitasnya tidak teratur menyerupai spon.

Neonatus prematur seringkali mengalami kegagalan menutupnya duktus arteriosus dan dapat

menyebabkan terjadinya gagal jantung. Paten duktus arteriosus dapat diatasi dengan pemberian

inhibitor prostaglandin sintesis tetapi terkadang membutuhkan pembedahan.

Komplikasi yang paling serius adalah intubasi trakea berupa asfiksia karena obstruksi

pipa, henti jantung selama intubasi atau pengisapan, dan perkembangan selanjutnya yaitu

stenosis subglotis. Komplikasi lain meliputi perdarah dari trauma selama intubasi,

pseudodivertikula faring posterior, ekstubasi sukar sehingga memerlukan trakeostomi, ulserasi

lubang hidung akibat tekanan pipa, penyempitan permanen pada lubang hidung karena cedera

jaringan dan parut akibat iritasi atau infeksi sekitar pipa, erosi palatum, penarikan plika vokalis,

ulkus laring, papiloma plika vokalis, dan serak persisten, stridor aau edema laring.

Penatalaksanaan

Pencegahan yang paling baik dilakukan adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur.

Pemeriksaan lingkar kepala janin dengan USG dan penentuan kadar lesitin dapat mengurangi

kemungkinan persalinan prematur. Pemantauan intrauteri pada masa antenatal dan pemantauan

20

Page 21: PBL blok 25

intrapartum serupa dapat menurunkan risiko asfiksia janin yang dihubungkan dengan

peningkatan insiden dan keparahan penyakit membran hialin. Pemberian deksametason atau pun

betametason secara intramuskular pada 48-72 jam sebelum persalinan dengan umur kehamilan

32 minggu atau kurang sangat mengurangi insiden dan mortalitas serta morbiditas penyakit

membran hialin. Terapi glukokortikoid pranatal mengurangi keparahan RDS dan mengurangi

insidens komplikasi prematuritas lainnya dikarenakan bekerja sinergis dengan terapi surfaktan

eksogen pasca lahir. Pemberian satu dosis surfaktan ke dalam trakea bayi prematur sefera

sesudah lahir atau selama umur 24 jam dapat mengurangi mortilitas RDS tapi tidak mengubak

insiden DBP.

Penderita sindrom distress pernafasan akan mengalami resolusi atau perbaikan setelah 3-7 hari,

oleh karena itu setelah bayi dilahirkan maka kehidupannya harus dipertahankan dan harus

dihindari dari cedera. Mengendalikan ventilasi udara adalah cara utama dalam menjaga

kehidupan neonatus.

Surfaktan yang belum terbentuk dapat diatasi dengan memberikan pengganti melalui lubang

endotrakeal segera setelah bayi lahir. Hal ini dapat menurunkan mortalitas, mengurangi resiko

pneumotoraks, dan mengurangi resiko kerusakan paru. Selain itu, pada neonatus dengan

Respiratory distress syndrome harus dilakukan monitoring dengan sangat ceramat.

Penggunaan inkubator dan penghangat radian pada bayi yang lahir secara prematur membuat

neonatus menggunakan sedikit energinya dalam mempertahankan suhu tubuhnya. Hal ini dapat

menurunkan resiki bertambah beratnya sindrom distress pernafasan.

Bayi yang terlahir secara prematur membutuhkan nutrisi yang adekuat sehingga pertumbuhan

bayi dapat menyamai keadaannya dengan bayi yang terlahir normal. Jika bayi dalam keadaan

sehat, maka dapat diberikan susu, sebaiknya diberikan ASI karena dapat ditoleransi dengan baik,

mendukung pematangan usus, dan mengurangi risiko enterokolitis nekrotikans. Bayi dengan

berat badan sangat rendah harus ditambahkan protein selain ASI sehingga pertumbuhan anak

dapat berkembang dengan baik.

Perawatan suportif awal bayi BBLR terutama pada pengobatan asidosis, hipoksia,

hipotensi, dan hipotermia tampaknya mengurangi keparahan penyakit membran hialin. Terapi

memerlukan pemantauan terhadap frekuensi jantung dan pernafasan, tekanan oksigen, tekanan

21

Page 22: PBL blok 25

karbondioksida, pH, bikarbonat, elektrolit arteri, glukosa darah, hematorkit, tekanan darah, dan

suhu. Kateterisasi arteri umbilikalis seringkali diperlukan. Kalori dan cairan harus diberikan

secara intravena. Untuk 24 jam pertama, 10% glukosa dan air harus diinfuskan melalui vena

perifer dengan kecepatan 65-75 ml/kg/24 jam. Kemudian elektrolit harus ditambahkan dan

volume cairan ditambah sedikit demi sedikit sampai 120-150 ml/kg/24 jam. Cairan yang

berlebihan turut menyebabkan berkembangnya duktrus arteriosus paten.

Bayi dengan penyakit membran hialin berat atau yang memiliki komplikasi akibat apnea teru-

menerus memerlukan bantuan ventilasi mekanis. Indikasi yang sesuai untuk menggunakannya

adalah: 1. pH darah arteri kuran dari 7,20. 2. PCO2 darah arteri 60mmHg atau lebih. 3. PO2 darah

arteri 50mmHg atau kurang pada kadar oksigen 70-100%. 4. Apneu menetap. Bantuan ventilisasi

dengan tekanan atau respirator konvensional aliran terbatas melalui pipa endotrakea juga dapat

mencakip tekanan akhir respirasi positif. Ventilisasi mekanis bertujuan memperbaiki oksigen dan

mengeliminasi karbondioksida tanpa menyebabkan barotrauma paru yang berlebihan atau

toksisitas oksigen. Kisaran nilai gas darah yang dapat diterima yang menyeimbangkan risiko

hipoksia dan asidosis dengan risiko ventilasi mekanis adalah PaO2 55-70 mmHG, tekanan

karbondioksida 35-55 mmHg dan pH 7,25-7,45. Selama ventilisasi mekanis, oksigenasi

diperbaiki dengan menambah FIo2 atau tekanan rata-rata jalan napas. Eliminasi karbondioksida

dicapai dengan menambh tekanan puncak inspirasi atau frekuensi ventilator.

Kisaran frekuensi ventilator konvensional adalah 10-60 x/menit, ventilasi pancaran frekuensi

tinggi adalah 150-600/menit dan osilator adalah 300-1800/menit. Pemasukan surfaktan eksogen

multidosis ke dalam endotrakea bayi BBLR memerlukan 40% oksigen dan ventilasi mekanis

untuk pengobatan RDS telah memperbaiki ketahan hidup dan mengurangi insidens kebocoran

undara paru tetapi tidak menurunkan insiden displasia bronkopulmonum secara konsisten.

Perngaruh yang terjadi segera meliputi perbaikan perbedaan tekanan oksigen alveolar arteri,

berkurangnya tekanan rata-rata jalan napas oleh ventilator, kelenturan paru bertambah dan

perbaikan gambaran roentgen dada. Surfaktan eksogen yang digunakan adalah yang berasal dari

paru sapi yang dicincang halus dengan ekstraksi lipid dan diperkaya dengan fosfatidilkolin, asam

palmitat, dan trigliserida. Surfaktan tersebut disebut sebagai survanta. Surfaktan lain yang dapat

diguanakan adalah eksosurf yang merupakan surfaktan sintetis yang mengandung

22

Page 23: PBL blok 25

dipalmitoilfosfatidilkolin, heksadekanol, dan tiloksapol. Heksadekanol dan tiloksapol dapat

memperbaiki penyebaran surfaktan sepanjang alveolus .

Pengobatan dimulai pada usia 24 jam pertama, dan diberikan melalui pipa endotrakea setiap 12

jam dengan total 4 dosis.4,7.

Prognosis

Penyediaan awal pengamatan intensif dan perawatan bayi baru lahir yang memiliki risiko

tinggi dapat secara bermakna mengurangi morbiditas dan mortalitas. Akan tetapi hasil yang baik

bergantung dengan fasilitas perawatan rumah sakit, dan tidak adanya komplikasi seperti asfiksia

janin atau asfiksia lhair berat, perdarahan intrakranium atau malformasi kongenital yang tidak

dapat diperbaiki. Terapi surfaktan dapat mengurangi mortalitas RDS hingga 40%. Secara jangka

panjang, penderita RDS yang dapat tercapai fungsi paru yang normal dapat bertahan hidup,

namun dapat mengalami gangguan paru dan perkembangan saraf.4

Kesimpulan

Surfaktan merupakan zat yang dibutuhkan untuk menjaga alveolus baru terbentuk ketika

usia kehamilan 35 minggu. Kehamilan preterm memiliki resiko untuk terkena berbagai macam

penyakit, yang paling sering adalah respiratory distress syndrome atau penyakit membran hialin

yang jika tidak ditangani akan menimbulkan dilatasi bronkopulmonal. Ibu hamil 33 minggu usia

30 tahun mengalami perdarahan pervagina karena placenta previa, bayi lahir 1200 gram SC

meringis, ekstremitas sedikit fleksi dan tampak biru, nafas ireguler dengan retraksi dada

memiliki skor APGAR 5 dan mengalami respiratory distress syndorme et causa neonatus kurang

bulan kecil masa kehamilan.

Daftar Pustaka

1. Gleadle Jonathan. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga. 2007:

90-1.

2. Behrman RE. Esensial pediatri nelson.Edisi 4. Jakarta: EGC, 2010.h. 223, 237

3. Matondang Corry S, Wahidiyat Iskandar, Sastroasmoro Sudigdo. Diagnosis fisik pada

anak. Edisi ke-2. Jakarta. Sagung Seto. 2007: 6-34.

23

Page 24: PBL blok 25

4. Arvin Behrman Kliegman. Nelson ilmu kesehatan anak. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

2000: 561-600.

5. Syifa. Diagnosis criteria, scoring, and trias in pediatric. 29 November 2011. Dikutip dari

http://armendasyifa.wordpress.com/2011/11/29/criteria-diagnosis-scoring-and-trias-in-

pediatrics/, 4 Mei 2013.

6. Kosim MS. Buku ajar neonatologi: gangguan napas pada bayi baru lahir. Edisi 1. Jakarta:

badan penerbit IDAI, 2008.h.132-143

7. Meadow Roy, Newel Simon. Lecture notes pediatrika. Edisi ke-7. Jakarta: Erlangga.

2005: 69-74.

8. Widjanarko Bambang. Perumbuhan janin. 31 Agustus 2009. Dikutip dari

http://reproduksiumj.blogspot.com/2009/08/pertumbuhan-janin.html, 3 Juni 2013.

9. Benson Ralph C, Pernoll Martin L. Buku saku obstetri dan ginekologi. Edisi ke-9. Jakarta:

Buku Kedokteran EGC. 2009: 343-5.

10. Lisaauer T and Avroy F. At a glance: neonatologi. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2008.h.68-

73

11. Editor. Kapita selekta kedokteran. Jilid 1. Edisi ke-3. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas

Kedokteran UI. 2001: 274-5

12. Alpers A. Buku ajar pediatri rudolph. Edisi 20. Jakarta: EGC, 2006.h.265-9, 274-7

24