pbl blok 18

38
Penyakit Paru Obstruktif Kronik pada Orang Tua Raynhard Salindeho 102013174 Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 Email:[email protected] Pendahuluan Pernapasan atau respirasi adalah serangkaian aktivitas pengambilan dan pengeluaran udara yang dilakukan oleh alat-alat pernapasan. Pengambilan udara pernapasan dikenal sebagai inspirasi dan pengeluaran udara pernapasan disebut dengan ekspirasi. Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) adalah penyakit yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel, hambatan aliran udara ini bersifat progresif, artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari tahun ke tahun, dan berhubungan juga dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas racun berbahaya. Dalam perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Berbagai faktor berperan pada perjalanan penyakit ini, antara lain faktor resiko yaitu faktor yang menimbulkan atau

Upload: reinhard

Post on 12-Dec-2015

242 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

blok 18

TRANSCRIPT

Penyakit Paru Obstruktif Kronik pada Orang Tua

Raynhard Salindeho

102013174

Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana

Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

Email:[email protected]

Pendahuluan

Pernapasan atau respirasi adalah serangkaian aktivitas pengambilan dan pengeluaran udara

yang dilakukan oleh alat-alat pernapasan. Pengambilan udara pernapasan dikenal sebagai inspirasi

dan pengeluaran udara pernapasan disebut dengan ekspirasi.

Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) adalah penyakit yang ditandai dengan hambatan

aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel, hambatan aliran udara ini bersifat

progresif, artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari

tahun ke tahun, dan berhubungan juga dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas

racun berbahaya. Dalam perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Berbagai faktor

berperan pada perjalanan penyakit ini, antara lain faktor resiko yaitu faktor yang menimbulkan atau

memperburuk penyakit seperti kebiasaan merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi, genetik

dan perubahan cuaca.1

Derajat obtruksi saluran nafas yang terjadi, dan identifikasi komponen yang memungkinkan

adanya reversibilitas. Tahap perjalanan penyakit dan penyakit lain diluar paru seperti sinusitis dan

faringitis kronik. Yang pada akhirnya faktor-faktor tersebut membuat perburukan makin lebih cepat

terjadi. Untuk melakukan penatalaksanaan PPOK perlu diperhatikan faktor-faktor tersebut, sehingga

pengobatan PPOK menjadi lebih baik.2

Dalam skenario, seorang laki – laki 57 tahun datang dengan keluhan sesak nafas yang

memberat dan terus menerus sejak 5 jam yang lalu. Sejak 3 hari yang lalu pasien mengalami batuk

b=berdahak warna putih tanpa disertai demam. Keluhan seperti ini sebenarnya sudah beberapa kali

timbul, sejak 3 tahun terakhir pasien sudah merasa nafas terasa berat terutama jika beraktifitas berat

dan terutama bila dirinya sedang demam dan batuk. Pasien memiliki riwayat merokok sejak usia 30

tahun sebanyak ± 1-2 bungkus/hari.

KU : tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis

PF : TD : 120/70 mmHg, N : 100x/menit, RR : 30x/menit, Suhu : 36oc

Kepala: mata konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), mulut sianosis (-), kelenjar getah bening

(KGB) leher tidak ada pembesaran, JVP 5-2 cm H2O, kelenjar tiroid tidak teraba membesar.

Thorak pulmo : inspeksi simetris dalam keadaan statis dinamis, retraksi intercostalis (+), palpasi

taktil fremitus simetris, perkusi sonor pada kedua lapang paru, auskultasi suara napas vesikuler,

whezzing (+), ronki basah kasar minimal (+) , cor : bunyi jantung I-II murni reguler, mur-mur (-),

gallop (-), abdomen: perut datar, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal.

Ekstremitas : oedem(-), sianosis ringan jari-jari tangan, clubbing finger (-), akral hangat, perfusi < 3

detik.

Laboratorium : Hb 16g/dL, Leukosit 6500/, trombosit 300.000/.

Anamnesis

1. Identitas Pasien

Menanyakan kepada pasien atau orang tua dari anak, meliputi:3

- Nama lengkap pasien

- Umur pasien

- Tanggal lahir

- Jenis kelamin

- Agama

- Alamat

- Umur (orang tua)

- Pendidikan dan pekerjaan (orang tua)

- Suku bangsa

2. Keluhan Utama

Menanyakan keluhan utama pasien yaitu : sesak napas yang memberat dan terus menerus

sejak 5 jam yang lalu.

3. Riwayat Penyakit Sekarang3

Menanyakan kepada pasien atau wali :

- Sudah berapa lama pasien merasa sesak nafas ?

- Kapan pasien merasa sesak nafas : saat istirahat atau aktivitas ? (gunakan skala sesak

napas dan keluhan menurut aktivitas, dapat dilihat pada Tabel 1)

- Apa yang dilakukan pasien sebelum merasa sulit bernafas ?

- Berapa jauh pasien dapat berjalan ?

- Apakah pasien batuk ? Jika ya, adakah sputum, berapa banyak, dan apa warnanya?

- Apakah terdapat mengi ? Jika ya, kapan ?

- Berapa lama pasien mengalami keadaaan seburuk ini ?

- Kira-kira apa pemicunya ?

- Apakah pasien mengalami nyeri dada atau sesak napas saat berbaring?

- Pernahkah pasien mendapat ventilasi ?

- Pernahkah pasien di rawat di rumah sakit ? (Jika ya, berapa hasil spirometri dan gas

darah awal )

Tabel 1 .Skala sesak dan Keluhan sesak berkaitan dengan aktivitas4

Skala Arti Skala

Skala 0 Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat

Skala 1 Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga satu tingkat

Skala 2 Berjalan lebih lambat karena merasa sesak

Skala 3 Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah beberapa menit

Skala 4 Sesak bila mandi atau berpakaian

4. Riwayat Penyakit Dahulu3

- Tanyakan kondisi pernafasan terdahulu (misalnya asma, TB, karsinoma bronkus,

bronkiektasis, atau emfisema)

- Selidiki adanya kelainan kondisi jantung atau pernafasan lain

- Pernahkah ada episode pneumonia ?

- Tanyakan gejala apnoe saat tidur (mengantuk di siang hari, mendengkur).

- Adakah kemunduran dimusim dingin ?

- Apakah pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya ? jika ya, apakah

sudah berobat ke dokter dan apa diagnosisnya serta pengobatan yang diberikan ?

5. Riwayat Obat-obatan3

- Tanyakan respons pasien terhadap kortikosteroid, nebulizer, oksigen dirumah ?

- Apakah pasien menggunakan oksigen dirumah ? Jika ya, selama berapa jam sehari

digunakan ?

- Adakah riwayat merokok pasien, jika ada tanyakan berapa bungkus perhari ?

6. Riwayat Status Sosial Ekonomi3

Menanyakan :

- Bagaimana riwayat pekerjaan pasien ?

- Adakah riwayat masalah pernafasan kronis di keluarga ?

- Dimana kamar tidur/kamar mandi pasien, dan sebagainya ?

Pada gangguan system pernapasan terdapat beberapa hal yang dikeluhkan:

Sesak Napas

Sesak napas (dispnea) merupakan keluhan subyektif yang timbul bila ada perasaan tidak nyaman

maupun gangguan/kesulitan lainnya saat bernapas yang tidak sebanding dengan tingkat aktifitas.

Rasa sesak napas ini kadang-kadang diutarakan pasien sebagai kesulitan untuk mendapatkan

udara segar, rasa terengah-engah atau kelelahan.4

Saat anamnesis mengenai sesak napas harus ditanyakan mengenai awal mulai keluhan,

lamanya, progesifitas, variabilitas, derajat beratnya, fakto-faktor yang meperberat/memperingan

dan keluhan yang berkaitan lainnya. Tentukan apakah sesak napas terjadi secara mendadak dan

semakin memberat dalam waktu beberapa menit atau terjadi secara bertahap dan semakin berat

secara progresif dalam waktu beberapa jam atau hari (akibat pneumonia, asma, PPOK

eksaserbasi akut) atau memberat dalam waktu beberapa minggu, bulan atau tahun (akibat efusi

pleura, PPOK, TB paru ).4

Keadaan atau aktifitas apa yang dapat menimbulkan sesak perlu diketahui, karena dapat

memberi petunjuk akan kemungkinan penyebabnya. Sesak saat berbaring (ortopnea) seringkali

didapatkan pada pasien dengan gagal jantung kiri dan pasien dengan kelelahan otot pernapasan

akibat keterlibatan diafragma. Sesak yang membuat pasien terbangun pada malam hari

merupakan gejala khas gejala asma dan gagal jantung kiri. Sesak napas yang berkurang pada

setiap akhir pekan atau pada saat hari libur menunjukan kemungkinan adanya asma akibat kerja.4

Batuk

Batuk yang berkepanjangan disertai napas berbunyi, dan kadang-kadang bisa sampai sinkope

akibat adanya peninggian tekanan intratorakal yang menetap sehingga menyebabkan gangguan

aliran balik vena dan penurunan curah jantung.4

Batuk akibat adanya inflamasi, infeksi dan tumor pada laring umunya bersifat keras,

membentak dan nyeri serta dapat disertai dengan suara parau dan stridor.4

Batuk yang disertai dengan dahak yang banyak namun sulit untuk dikeluarkan umumnya

didapatkan pada bronkiektasis.4

Batuk dengan dahak yang persisten tiap pagi hari pada seorang perokok merupakan keluhan

khas bronkitis kronik.4

Batuk pada malam hari yang menyebabkan gangguan tidur dapat terjadi akibat asma.4

Berdahak

Ada 4 jenis sputum yang mempunyai karakteristik yang berbeda:

1. Serous : -Jernih dan encer, pada edema paru akut.

-Berbusa, kemerahan, pada alveolar cell cancer.

2. Mukoid : -Jernih keabu-abuan, pada bronkitis kronik.

-Putih kental, pada asma.

3. Purulen : -Kuning, pada pneumonia,

-Kehijauan, pada bronkiektasis, abses paru.

4. Rusty (Blood-stained) : Kuning tua/coklat/merah-kecoklatan seperti warna karat, pada

Pneumococcal pneumonia dan edema paru.Seperti pada bronkiektasis.4

Hal-hal yang perlu ditanyakan lebih lanjut mengenai sputum adalah:

Jumlah.

Produksi sputum purulen yang banyak dan dipengaruhi posisi tubuh khas untuk bronkiektasis.

Warna.

Sputum yang jernih atau mukoid selain didapatkan pada PPOK (tanpa infeksi) bisa juga

ditemukan akibat adanya inhalasi zat iritan.4

Sputum kekuningan bisa didapatkan pada infeksi saluran napas bawah akut (karena adanya

neotrofil aktif), dan juga pada asma (karena mengandung eosinofil).4

Sputum kehijauan yang mengandung neutrofil yang mati didapatkan pada bronkiektasis dan

dapat membentuk 3 lapisan yang khas yaitu lapisan atas yang mukoid, lapisan tengah yang

encer dan lapisan bawah yang purulen Sputum purulen biasanya berwarna kehijauan karena

adanya sel-sel neutrofil yang liris. Pada pneumococcal pneumonia stadium awal dapat

ditemukan sputum yang berwarna coklat kemerahan akibat adanya inflamasi perenkim paru

yang melalui fase hepatisasi merah.4

Rusty (Blood-stained sputum) menujukkan adanya hemoglobin/sel eritrosit. Sputum yang

berbusa dengan bercak darah yang difus dapat terjadi pada edema paru akut.4

Bau Sputum. Sputum yang berbau busuk menunjukan adanya infeksi oleh kuman-kuman anaerob

dan dapat terjadi pada bronkiektasis dengan infeksi sekunder, abses paru dan empiema.4

Solid material. Pada asma dan allergic bronchopulmonary aspergillosis dapat terjadi akumulasi

sekret yang kental pada saluran napas. Bila sekret ini dibatukkan keluar akan tampak struktur yang

menyerupai cacing yang merupakan cetakan bronkus.4

Batuk darah

Batuk darah (hemoptisis) terjadi karena adanya darah yang dikeluarkan pada saat batuk yang

berasal dari saluran napas bagian bawah. Batuk darah dapat bervariasi jumlahnya mulai dari blood-

streaked sputum hingga batuk darah masif. Hemoptisis dengan sputum purulen dapat terjadi pada

bronkiektasis terinfeksi. Batuk darah masif yang potensial fatal sering didapatkan pada

bronkiektasis, tuberkulosis dan kanker paru.4

Napas Berbunyi (Wheezing, Mengi)

Wheezing atau mengi adalah bunyi siulan yang bernada tinggi yang terjadi akibat aliran

udara yang melalui saluran napas yang sempit. Umumnya wheezing terjadi pada saat ekspirasi,

namun pada keadaan yang berat dapat terdengar baik pada inspirasi maupun ekspirasi. Pasien sering

menggambarkan wheezing sebagai bunyi yang mendesir akibat adanya sekret pada saluran napas

atas. Wheezing yang timbul saat melakukan aktivitas merupakan gejala yang sering didapatkan

pada pasien asma dan PPOK. Wheezing yang menyebabkan pasie terbangun pada malam hari

didapatkan pada asma sedangkan wheezing yang timbul saat bangun pagi didapatkan pada PPOK.4

Pemeriksaan Fisik

1. Inspeksi →

Kelainan dinding dada Tekaan vena jugularis (-) dan retraksi otot-otot interkostal

(tanda hoover)

Tekanan vena jugularis atau Jugular venous pressure (JVP) dalam bahasa Inggris,

adalah tekanan sistem vena yang diamati secara tidak langsung (indirek). Secara

langsung (direk), tekanan sistem vena diukur dengan memasukkan kateter yang

dihubungkan dengan sphygmomanometer melalui vena subclavia dextra yang diteruskan

hingga ke vena centralis (vena cava superior). JVP yang meningkat adalah tanda klasik

hipertensi vena (seperti gagal jantung kanan, keadaan berbaring di sepanjang permukaan

musculus sternocleidomastoideus).4

Pasien dengan obstruksi aliran udara yang berat mungkin juga menunjukkan

penggunaan otot bantu pernapasan, duduk dalam karakteristik "tripod" posisi untuk

memudahkan menggerakkan sternokleidomastoid, sisi tak sama panjang, dan otot

interkostal retraksi. Pasien dapat terlihat sianosis, terlihat di bibir dan kuku.4

Kelainan bentuk dada. Dada yang normal mempunyai diameter latero-lateral yang lebih

besar dari antero-posterior. Kelainan dada yang bisa didapatkan :

- Dada emfisema/barrel-shape (dada mengembung, diameter anteroposterior lebih besar,

tulang punggung melengkung), terdapat pada pasien bronkitis kronis, PPOK.4

Jenis pernapasan: abdominal, misalnya pasien PPOK, karena paru mengalami kolaps.4

2. Palpasi→

Palpasi dalam keadaan statis (pemeriksaan KGB, pemeriksaan untuk menetukan posisi

mediastinum (pemeriksaan trakea dan apeks jantung), pemeriksaan kelainan dinding

dada misalnya tumor, nyeri tekan pada dinding dada, krepitasi.)4

Palpasi dalam keadaan dinamis.

- Pemeriksaan ekspansi paru. Dalam keadaan normal kedua sisi dada harus sama-sama

mengembang selama inspirasi biasa maupun inspirasi maksimal. Pengembangan

paru bagian atas dilakukan dengan mengamati kedua klavikula.4

- Pemeriksaan vokal fremitus. Pemeriksaan ini dilakukakan denga cara meletakakan

kedua telapak tangan pada permukaan dinding dada, kemudian pasien diminta

menyebutkan angka 77, sehingga getaran suara yang ditimbulkan akan lebih jelas.

Rasakan dengan teliti getaran suara yang ditimbulkan, pemriksaan ini disebut dengan

fremitus taktil. Hasil fremitus ini dilaporkan sebagai normal, melemah atau

mengeras. Fremitus yang melemah dilaporkan pada penyakit empiema, ppok,

hidrotoraks, atelektasis.4

3. Perkusi→.

Kenali bunyi normal paru yaitu sonor ketika diketuk. Jika muncul bunyi yang lebih

keras, lebih rendah dan berdurasi lebih lama daripada sonor (disebut juga hipersonor) maka

bisa curiga adanya keadaan yang abnormal pada paru. Pada ppok perkusi dada hipersonor,

peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah (inspirasi menurun).4

4. Auskultasi→

Pemeriksaan auskultasi meliputi pemeriksaan suara napas pokok. Suara napas pokok

yang normal terdiri dari :

Vesikular : suara napas pokok yang lembut dengan frekuensi rendah, dimana fase

inspirasi langsung didikiti dengan fase ekspirasi tanpa diselingi jeda.

Bronkovesikular : suara napas pokok dengan intensitas dan frekuensi yang sedang,

dimana fase ekpirasi menjadi lebih panjang sehingga hampir menyamai fase inspirasi.

Bronkial : suara napas pokok yang keras dan berfrekuensi tinggi, dimana fase ekspirasi

menjadi lebih panjang daripada fase inspirasi dan diantaranya diselingi jeda.

Trakeal : suara napas keras dan kasar, dapat didengarkan di daerah trakea.

Amforik : suara napas yang didaatkan bila terdapat kavitas besar yang letaknya perifer

dan berhubungan dengan bronkus.4

Suara napas tambahan terdiri dari :

Ronki basah : suara napas yang terputus-putus, bersifat nonmusical, dan biasanya

terdengar pada saat inspirasi akibat udara yang melewati cairan dalam saluran napas.

Ronki basah dibagi menjadi ronki kasar, halus, dan sedang.Pada pasien ppok yang

terjadi adalah ronki kasar saat inspirasi dan ekspirasi. Ini dapat terjadi karena penigkatan

produksi mucus, disertai ganguan fungsi ekskalator mukosili, menyebabkan

penumpukan sekresi mucus.4

Ronki kering : suara napas kontinyu, yang bersifat musical, dengan frekuensi yang

relatif rendah, terjadi karena udara mengalir melalui saluran napas yang menyempit,

misalnya adanya sekret yang kental. Wheezing adalah ronki kering yang frekuensinya

tinggi dan panjang yang biasanya terdengar pada pasien asma, ppok. Hal ini dapat tejadi

karena penyempitan persisten saluran napas dan penyumbatab oleh mucus dapat

mnyebabkan mengi local/diffuse.4

Pada kasus, didapatkan hasil pemeriksaan fisik sebagai berikut: Keadaan umum pasien

sakit sedang dengan kesadaran compos mentis. Pemeriksaan TTV didpatkan hasil tekanan darah

120/70, nadi 100 kali per menit, frekuensi pernapasan 30 kali per menit, dan suhu 36 0C. Dari

palpasi didapatkan adanya retraksi intercostal. Sedangkan pada auskultasi didapatkan suara nafas

patologis wheezing pada kedua lapangan paru dan suara ronki basah kasar minimal pada kedua

lapangan paru.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Fungsi Paru : Dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea, menentukan

abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat

disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi, misal : bronchodilator test dan spirometri.

PEF < 100 L/ menit atau FEV1 < 1L mengindikasikan adanya eksaserbasi yang parah. 3

Radiologi : foto thorax, CT Scan.3

Dapat menunjukkan hyperinflation/hiperlusen paru, flattened diafragma, peningkatan ruang

udara retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla (emfisema), peningkatan bentuk

bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi (asthma).

Laboratorium darah rutin : Peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan eosinofil

(asthma).3

Analisa gas darah

o PaO2 < 8, 0 kPa (60 mmHg) dan atau SaO2 < 90% dengan atau atau tanpa PaCO2 > 6, 7

kPa (50 mmHg), saat bernapas dalam udara ruangan, mengindikasikan adanya gagal

napas.

o PaO2 < 6,7 kPa (50 mmHg), PaCO2 > 9, 3 kPa (70 mmHg) dan pH < 7, 30 memberi kesan

episode yang mengancam jiwa dan perlu dilakukan monitor ketat serta penanganan

intensif.

Untuk mendeteksi berkurangnya fungsi saluran pernapasan dan alveoli. Pada bronkitis

PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler

paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan

eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia

menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab

payah jantung kanan. Kekurangan Alpha 1-antitrypsin kemungkinan terjadi pada emfisema.3

Kultur sputum

Untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen, pemeriksaan sitologi untuk

menentukan penyakit keganasan atau alergi.3

Diagnosis Kerja

Penyakit paru obstruktik kronik ( PPOK )

Penyakit paru obstruktif kronik sering dikaitkan dengan gejala eksaserbasi akut. Pasien

PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien mengalami perburukan yang

bersifat akut bila kondisi pasien mengalami perburukan yang bersifat akut dari kondisi sebelumnya

yang stabil dan dengan variasi gejala harian normal sehingga pasien memerlukan perubahan

pengobatan yang sudah biasa digunakan. Eksaserbasi akut ini biasanya disebabkan oleh infeksi

(bakteri atau virus), bronkospasme, polusi udara atau obat golongan sedatif. Sekitar sepertiga

penyebab eksaserbasi akut ini tidak diketahui. Pasien yang mengalami eksaserbasi akut ini dapat

ditandai gejala yang khas seperti sesak napas yang semakin bertambah, batuk produktif dengan

perubahan volume atau purulensi sputum, atau dapat juga memberikan gejala yang tidak khas

seperti malaise, fatigue, dan gangguan susah tidur. Roisin membagi gejala klinis eksaserbasi akut

menjadi gejala respirasi dan sistemik. Gejala respirasi yaitu berupa sesak napas yang semakin

bertambah berat, peningkatan volume dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering dan napas

yang dangkal dan cepat. Gejala sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, peningkatan

denyut nadi serta gangguan status mental pasien.5

Dinyatakan PPOK ( secara klinis ) apabila sekurang-kurangnya pada anamnesis ditemukan

adanya riwayat pajanan faktor risiko disertai batuk kronik dan berdahak dengan sesak napas pada

saat melakukan aktivitas berat pada seseorang yang berusis pertengahan atau yang lebih tua.6

Diagnosis Banding

1. Asma Bronkiale

Asma bronkiale adalah peradangan kronis saluran napas dengan banyak sel dan elemen

sel yang berperan, yang menyebabkan hambatan aliran udara dan meningkatnya airway

hyperresponsiveness, yang menimbulkan episode berulang dari wheezing, sesak napas, dada

terasa sesak dan batuk terutama pada malam hari atau pada pagi dini hari. Obstruksi ini bersifat

reversibel. Episode gejala respirasi tersebut biasanya terkait dengan obstruksi jalan napas yang

menyeluruh yang seringkali reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan.5,6

Etiologi asma belum dapat ditetapkan dengan pasti. Pemajanan terhadap alergen yang

dapat memicu asma menunjukkan bahwa asma berhubungan dengan alergi. Karenanya faktor

genetik sering menjadi faktor resiko yang menyebabkan asma dimana terdapat kecenderungan

sifat atopik tubuh individu memproduksi antibodi jenis IgE yang berlebihan. Asma yang

disebabkan oleh reaksi alergi disebut asma ekstrinsik dan biasa muncul pada anak-anak.

Sedangkan pada jenis asma idiosinkratik atau asma intrinsik, adalah serangan penderita asma

yang tidak atopik dan juga serangan asmanya tidak dipicu pemajanan terhadap allergen,

biasanya serangan didahului oleh infeksi pernapasan bagian atas. Mekanismenya tidak

melibatkan sistem imun dan biasa muncul pada dewasa. Asma yang berat nantinya dapat

berkomplikasi menjadi emfisema.5,6

Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat normal.

Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi pada auskultasi.

Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran objektif

(faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos

saluran napas, edema dan hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka sebagai

kompensasi penderita bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi

menutupnya saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja pernapasan dan menimbulkan tanda

klinis berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi. Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar

pada waktu ekspirasi paksa. Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada

serangan yang sangat berat, tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar

bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas.5,6

Keluhan utama penderita  asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi yang

lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi (wheezing), batuk

yang disertai serangan napas yang episodik. Pada beberapa penderita asma, keluhan tersebut

dapat  ringan,  sedang  atau  berat  dan sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin

lama makin meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih berat. 2,7

Wheezing  terutama  terdengar  saat  ekspirasi.  Berat  ringannya  wheezing tergantung

cepat  atau  lambatnya  aliran  udara  yang  keluar  masuk  paru.  Bila dijumpai  obstruksi

ringan  atau  kelelahan  otot  pernapasan,  wheezing  akan terdengar lebih lemah atau tidak

terdengar sama sekali. Batuk hampir selalu ada, bahkan  seringkali  diikuti  dengan  dahak  putih

berbuih.  Selain  itu,  makin  kental dahak, maka keluhan sesak akan semakin berat.1,8

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain adalah tes fungsi paru untuk

mengukur aliran udara ekspirasi. Kemudian tes dengan spirometri untuk mengukur aliran udara

dan volume paru ekspirasi paksa, serta uji provokasi bronkus dan radiologi. Asma bronkiale

harus dibedakan dari PPOK karena terapi dan prognosisnya berbeda.5,6

Tipe asma berdasarkan tingkat keparahan penyakit :

Asma intermiten

Gejala  muncul  <  1  kali  dalam  1  minggu,  eksaserbasi  ringan  dalam beberapa jam atau

hari, gejala asma malam hari terjadi < 2 kali dalam 1 bulan, fungsi paru normal dan

asimtomatik di antara waktu serangan, Peak Expiratory Folw (PEF) dan Forced Expiratory

Value in 1 second (PEV1) > 80%.2

Asma ringan

Gejala muncul > 1 kali dalam 1 minggu tetapi  <  1 kali dalam 1  hari, eksaserbasi

mengganggu aktifitas  atau tidur,  gejala  asma  malam  hari terjadi > 2 kali dalam 1 bulan,

PEF dan PEV1 > 80%.2

Asma sedang (moderate)

Gejala muncul tiap  hari,  eksaserbasi  mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam

hari terjadi >1 kali dalam 1 minggu, menggunakan inhalasi  beta 2  agonis kerja  cepat

dalam  keseharian,  PEF dan  PEV1 >60% dan < 80%.2

Asma parah (severe)

Gejala  terus  menerus  terjadi,  eksaserbasi  sering  terjadi,  gejala  asma malam  hari sering

terjadi,  aktifitas fisik  terganggu oleh  gejala asma, PEF dan PEV1 < 60%.2

Tabel 2. Perbedaan Asma Bronkiale dan PPOK5

Asma PPOK

Timbul pada usia muda ++ -

Sakit mendadak ++ -

Riwayat merokok +/- +++

Riwayat atopi ++ +

Sesak dan mengi berulang +++ +

Batuk kronik berdahak + ++

Hipereaktiviti bronkus +++ +

Reversibiliti obstruksi ++ -

Variabiliti harian ++ +

Eosinofili sputum + -

Neutrofil sputum - +

Makrofag sputum + -

2. Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi permanen

abnormal cabang-cabang bronkus yang bersifat patologis dan berlangsung kronik, tidak dapat

pulih lagi dan dapat disebabkan oleh episode pneumonitis  berulang dan memanjang, aspirasi

benda asing, massa yang menghambat lumen bronkial dengan obstruksi, infeksi paru dan

obstruksi bronkus, aspirasi muntahan, atau benda-benda dari saluran pernafasan atas, dan

tekanan akibat tumor, pembuluh darah yang berdilatasi, dan pembesaran nodus limfe. Individu

mungkin mempunyai predisposisi terhadap bronkietaksis sebagai akibat infeksi pernafasan pada

masa kanak-kanaknya, campak, influenza, tuberkulosis, dan gangguan immunodefisiensi.

Setelah pembedahan, bronkiektaksis dapat terjadi ketika pasien tidak mampu untuk batuk secara

efektif, dengan akibat lender menyumbat bronchial dan mengarah pada atelektasis.5,6

Infeksi merusak dinding bronchial, menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya dan

menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki. Dinding bronchial

menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat. Infeksi meluas ke jaringan peribronkial,

sehingga alam kasus bronkiektasis sakuar, setiap tuba yang berdilatasi sebenarnya adalah abses

paru, yang eksudatnya mengalir bebas melalui bronkus. Bronkiektaksis biasanya setempat,

menyerang lobus atau segmen paru. Lobus yang paling bawah lebih sering terkena. Retensi

sekresi dan obstruksi yang diakibatkannya pada akhirnya menyebabkan alveoli di sebelah distal

obstruksi mengalami kolaps (atelektasis). Jaringan parut atau fibrosis akibat reaksi inflamasi

menggantikan jaringan paru yang berfungsi. Pada waktunya pasien mengalami infusiensi

pernafasan dengan penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio

volume residual terhadap kapasitas paru total. Terjadi kerusakan campuran gas yang di inspirasi

(ketidakseimbangan ventilasi-perfusi) dan hipoksemia.5,6

Gambaran klinis bronkiektasis antara lain adalah batuk yang menahun dengan sputum

yang banyak terutama pada pagi hari, setelah tiduran dan berbaring, batuk dengan sputum

menyertai batuk pilek  selama 1-2 minggu atau tidak ada gejala sama sekali (bronkiektasis

ringan), dan batuk  yang terus menerus dengan sputum yang banyak kurang lebih    200 - 300

cc, disertai demam, tidak ada nafsu makan, penurunan berat badan, anemia, nyeri pleura, dan

lemah badan  kadang-kadang sesak nafas dan sianosis, sputum sering mengandung bercak

darah,dan batuk darah, serta ditemukan jari-jari tabuh pada 30-50 % kasus.5,6

Pemeriksaan penunjang dan diagnostik yang dapat dilakukan antara lain adalah

pemeriksaan laboratorium. Pertama pemeriksaan sputum yang meliputi volume sputum, warna

sputum, sel-sel dan bakteri dalam sputum. Bila terdapat infeksi volume sputum akan meningkat,

dan menjadi purulen dan mengandung lebih banyak leukosit dan bakteri. Biakan sputum dapat

menghasilkan flora normal dari nasofaring, streptokokus pneumoniae, hemofilus influenza,

stapilokokus aereus, klebsiela, aerobakter,proteus, pseudomonas aeroginosa. Apabila ditemukan

sputum berbau busuk  menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob. Pada pemeriksaan darah

tepi biasanya ditemukan dalam batas normal. Kadang  ditemukan adanya leukositosis

menunjukkan adanya supurasi yang aktif dan anemia menunjukkan adanya infeksi yang

menahun. Sedangkan pada pemeriksaan urine ditemukan dalam batas normal, kadang 

ditemukan adanya proteinuria yang bermakna yang disebabkan oleh amiloidosis. Imunoglobulin

serum biasanya dalam batas normal kadang bisa meningkat atau menurun.5,6

Pada pemeriksaan EKG bbiasa dalam batas normal kecuali pada kasus lanjut yang sudah

ada komplikasi korpulmonal atau tanda pendorongan jantung. Sedangkan pemeriksaan

spirometri pada kasus ringan mungkin normal tetapi pada kasus berat ada kelainan obstruksi

dengan penurunan volume ekspirasi paksa 1 menit  atau penurunan kapasitas vital, biasanya

disertai insufisiensi pernafasan  yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan ventilasi dan

perfusi, kenaikan perbedaan tekanan PO2 alveoli-arteri, hipoksemia, dan hiperkapnia.5,6

Pada radiologis foto toraks PA dan Lateral biasanya ditemukan corakan paru menjadi

lebih kasar  dan batas-batas corakan menjadi kabur, mengelompok, kadang-kadang ada

gambaran sarang tawon  serta gambaran kistik dan batas-batas permukaan udara cairan. Paling

banyak mengenai lobus paru kiri, karena mempunyai diameter yang lebih kecil kanan dan

letaknya menyilang mediastinum,segmen lingual lobus atas kiri  dan lobus medius paru kanan.5,6

Etiologi

Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebebkan terjadinya PPOK, baik faktor eksogen

(dalam hal ini lingkungan) maupun faktor endogen (dalam hal ini faktor host atau faktor dari

penderita sendiri).9-11

Faktor Lingkungan : 10,11

a) Merokok

b) Asap tembakau

c) Polisi udara di tempat kerja atau di dalam kota

Faktor Host :

a) Genetik

Karena defisiensi alfa 1 antitripsin. Suatu kelainan herediter yang jarang ditemukan.ini

merupakan predisposisi untuk berkembangnya PPOK dini. Alfa 1 antitripsin ini merupakan

sejenis protein tubuh yang diproduksi oleh hati, dimana berfungsi dalam melindungi paru-

paru dari kerusakan. Enzim ini juga berfubgsi untuk menetralkan tripsin yang berasal dari

rokok. Jika enzin ini rendah sedangkan asupan rokok tinggi maka akan mengganggu system

kerja enzim tersebut, yang bisa mengakibatkan infeksi saluran pernafasan. Defisiensi enzim

ini menyebabkan emfisema pada usia muda, yaitu pada mereka yang tidak merokok

(onsetnya sekitar usia 53 tahun) dan bagi mereka yang merokok sekitar 40 tahun.10,11

b) Hipereaktifitas Bronkus

Asma dan hiperaktivitas bronkus saluran napas merupakan faktor resiko yang memberi andil

timbulnya PPOK. Apabila ditambah dengan faktor merokok maka akan lebih meningkatkan

resiko untuk menderira PPOK disertai dengan penurunan fungsi dari paru-paru yang drastis.

Hipereaktivitas dari bronkus juga dapat terjadi akibat dari peradangan pada saluran napas

atas9

Epidemiologi

Akhir-akhir ini chronic obstructive pulmonary disease (COPD) atau penyakit paru obstruksi

kronik semakin menarik untuk dibicarakan oleh karena prevalensi dan angka mortalitas yang terus

meningkat. Di Amerika kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka

1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun

2000.12

Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung,

kanker dan penyakit serebrovaskular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai 24 miliar

per tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa menjelang lensi tahun

2020 prevalensi PPOK akan meningkat.12

Akibat sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya akan meningkat dari keduabelas

menjadi ke lima dan sebagai penyebab kematian akan meningkat dari ke enam menjadi ke tiga.

Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK bersama asma

bronkial menduduki peringkat keenam. Merokok merupakan faktor risiko terpenting penyebab

PPOK di samping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya.12

Patofisiologi

Perubahan patologi pada PPOK mencakup saluran nafas yang besar dan kecil bahkan unit

respiratori terminal. Secara gamblang, terdapat dua kondisi pada PPOK yang menjadi dasar patologi

yaitu bronkitis kronis dengan hipersekresi mukusnya dan emfisema paru yang ditandai dengan

pembesaran permanen dari ruang udara yang ada, mulai dari distal bronkiolus terminalis, diikuti

destruksi dindingnya tanpa fibrosis yang nyata.5-6

PPOK yang diakibatkan oleh asap rokok terjadi karena di dalam paru-paru yang terpapar terjadi

oxidative stress karena tingginya konsentrasi radikal bebas dalam asap rokok. Partikel iritan dalam

asap rokok juga mengakibatkan pelepasan sitokin yang menimbulkan proses inflamasi dalam paru.

Radikal bebas dalam asap rokok juga mengakibatkan kerusakan enzim antiprotease seperti alfa-1-

antitripsin sehingga mempercepat kerusakan paru akibat enzim protease dari proses inflamasi.13

Penyempitan saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar dan kecil disebabkan oleh

perubahan konstituen normal saluran nafas terhadap respon inflamasi yang persisten. Epitel saluran

nafas yang dibentuk oleh sel squamous akan mengalami metaplasia, sel-sel silia mengalami atropi

dan kelenjar mukus menjadi hipertropi. Proses ini akan direspon dengan terjadinya remodeling

saluran nafas tersebut, hanya saja proses remodeling ini akan merangsang dan mempertahankan

inflamasi dimana CD8 dan limfosit B menginfiltrasi lesi tersebut. Saluran nafas yang kecil akan

memberikan beragam lesi penyempitan pada saluran nafasnya, termasuk hiperplasia sel goblet,

infiltrasi sel-sel radang pada mukosa dan submukosa, peningkatan otot polos.13

Gambar 1. Patofisiologi PPOK13

Pada emfisema paru yang dimulai dengan peningkatan jumlah alveolar dan septal dari

alveolus yang rusak, dapat terbagi atas emfisema sentrisinar (sentrilobular), yaitu dimulai dari

bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat

kebiasaan merokok lama. Kemudian emfisema panasinar (panlobular) yang melibatkan seluruh

alveoli secara merata dan terbanyak pada paru bagian bawah, dan emfisema periasinar (perilobular)

yang lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di

septa atau dekat pleura. Pola kerusakan saluran nafas pada emfisema ini menyebabkan terjadinya

pembesaran rongga udara pada permukaan saluran nafas yang kemudian menjadikan paru-paru

menjadi terfiksasi pada saat proses inflasi.5-6

Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK merupakan suatu respon inflamasi yang diperkuat

terhadap iritasi kronik seperti asap rokok. Mekanisme ini yang rutin dibicarakan pada bronkitis

kronis, sedangkan pada emfisema paru, ketidak seimbangan pada protease dan anti protease serta

defisiensi α1 antitripsin menjadi dasar patogenesis PPOK. Proses inflamasi yang melibatkan

netrofil, makrofag dan limfosit akan melepaskan mediator-mediator inflamasi dan akan berinteraksi

dengan struktur sel pada saluran nafas dan parenkim. Secara umum, perubahan struktur dan

inflamasi saluran nafas ini meningkat seiring derajat keparahan penyakit dan menetap meskipun

setelah berhenti merokok.13

Peningkatan netrofil, makrofag dan limfosit T di paru-paru akan memperberat keparahan

PPOK. Sel-sel inflamasi ini akan melepaskan beragam sitokin dan mediator yang berperan dalam

proses penyakit, diantaranya adalah leucotrien B, chemotacticfactors seperti CXC chemokines,

interlukin 8 dan growth related oncogene α, TNF α, IL-1ß dan TGFß. Selain itu ketidakseimbangan

aktifitas protease atau inaktifitas antiprotease, adanya stres oksidatif dan paparan faktor risiko juga

akan memacu proses inflamasi seperti produksi netrofil dan makrofag serta aktivasi faktor

transkripsi seperti nuclear factor κß sehingga terjadi lagi pemacuan dari faktor-faktor inflamasi yang

sebelumnya telah ada.13

Hipersekresi mukus menyebabkan batuk produktif yang kronik serta disfungsi silier

mempersulit proses ekspektorasi, pada akhirnya akan menyebabkan obstruksi saluran nafas pada

saluran nafas yang kecil dengan diameter < 2 mm dan air trapping pada emfisema paru. Proses ini

kemudian akan berlanjut kepada abnormalitas perbandingan ventilasi perfusi yang pada tahap lanjut

dapat berupa hipoksemia arterial dengan atau tanpa hiperkapnia. Progresifitas ini berlanjut kepada

hipertensi pulmonal dimana abnormalitas perubahan gas yang berat telah terjadi. Faktor konstriksi

arteri pulmonalis sebagai respon dari hipoksia, disfungsi endotel dan remodeling arteri pulmonalis

(hipertropi dan hiperplasi otot polos) dan destruksi Pulmonary capillary bad menjadi faktor yang

turut memberikan kontribusi terhadap hipertensi pulmonal. 13

Manifestasi Klinik

Pasien biasanya mengeluhkan 2 keluhan utama yaitu, sesak napas dan batuk. Adapun gejala

yang terlihat seperti :

a)      Sesak Napas

Timbul progresif secara gradual dalam beberapa tahun. Mula-mula ringan lebih lanjut

akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Sesak napas bertambah berat mendadak

menandakan adanya eksaserbasi.14

b)      Batuk Kronis13

Batuk kronis biasanya berdahak kadang episodik dan memberat waktu pagi hari.

Dahak biasanya mukoid tetapi bertambah purulen bila eksaserbasi.14

c) Wheezing

Kontraksi otot polos, bersama dengan hipersekresi dan retensi mukus menyebabkan

pengurangan kaliper saluran napas dan tuberlensi aliran darah yang berkepanjangan,

yang menimbulkan mengi yang dapat didengar langsung atau dengan stetoskop.

Intesitas mengi tidak berkolerasi baik dengan keparahan penyempitan saluran napas;

contohnya, pada obtruksi saluran napas ektrem, aliran udara dapat sedemikian

berkurang, sehingga mengi mungkin sama sekali tidak terdengar. Riwayat wheezing

tidak jarang ditemukan pada PPOK dan ini menunjukan komponen reversibel

penyakitnya.15

d)     Batuk Darah

Bisa dijumpai terutama waktu eksaserbasi. Asal darah diduga dari saluran napas yang

radang dan khasnya “blood streaked purulen sputum”.14

e)      Anoreksia dan berat badan menurun13

Penurunan berat badan merupakan tanda progresif jelek.14

Komplikasi

1. Hipoxemia3

Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan

nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya penderita akan mengalami perubahan mood,

penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.3

2. Asidosis respiratory

Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain

: nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.3

3. Infeksi respiratory

Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan

rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan

meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.3

4. Gagal jantung

Terutama cor-pulmonal ( gagal jantung kanan akibat penyakit paru ), harus diobservasi

terutama pada penderita dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan

dengan bronkitis kronis, tetapi penderita dengan emfisema berat juga dapat mengalami

masalah ini.3

5. Disritmia cardiac

Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.3

6. Status asmatikus

Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini

sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap

therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher

seringkali terlihat.3

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan harus mencakup pemeriksaan dan pengurangan faktor reiko selain

penatalaksanaa PPOK yang stabil maupun  eksaserbasi. Harus ada peningkatan bertahap pada

pengobatan sesuai dengan keparahan penyakit, yang bisa dikelompokkan sebagai berikut

(Berdasarkan ketentuan Perkumpulan Dokter Paru Indonesia/PDPI) :16

Stadium 0 (beresiko)

Spirometri normal ; Batuk atau sputum kronis

Stadium 1 (ringan)

FEV1 : FVC < 70% ; Perkiraan FEV1 =80 %

Gejala klinis : - dengan atau tanpa gejala

- sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1

Stadium 2 (sedang)

FEV1 : FVC < 70% ; Perkiraan 30% <FEV1 <80 %

Gejala klinis : - dengan atau tanpa gejala

- sesak napas derajat sesak 2

Stadium 3 (berat)

FEV1 : FVC < 70% ; Perkiraan FEV1 <30 % atau FEV1 < 50 %

Gejala klinis : - Ekserbasi lebih sering terjadi

- sesak napas derajat sesak 3 dan 4 dengan gagal napas kronik

- Disertai dengan komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan

Secara umum tata laksana PPOK adalah sebagai berikut:

Berhenti merokok harus menjadi prioritas11

Bronkodilator adalah obat yang mengendurkan otot polos di sekitar saluran udara,

meningkatkan kaliber saluran udara dan meningkatkan aliran udara. Mereka dapat

mengurangi gejala sesak nafas, mengi dan pembatasan latihan, sehingga peningkatan

kualitas hidup orang dengan PPOK.  Mereka tidak memperlambat laju perkembangan

penyakit yang mendasarinya.  Bronchodilators biasanya diberikan dengan inhaler atau

melalui nebulizer .Ada dua jenis utama bronkodilator, β 2 agonis dan antikolinergik.

Antikolinergik tampaknya unggul β 2 agonis di PPOK. Antikolinergik mengurangi kematian

pernafasan, sementara β 2 agonis tidak berpengaruh pada pernapasan kematian.  Masing-

masing jenis dapat berupa long-acting (dengan efek yang berlangsung 12 jam atau lebih)

atau short-acting (dengan onset cepat efek yang tidak terakhir sebagai panjang). Dianjurkan

penggunaan dalam bentuk inhalasi kecuali pada eksaserbasi digunakan oral atau sistemik.11

Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam memperpanjang usia pasian

dengan gagal napas kronis (yaitu pasien dengan PaO2 sebesar 7,3 kPa dan FEV1 sebesar 1,5

L).11

Pada ekserbasi akut, mungkin pengobatan harus ditingkatkan. Antibiotik tidak terbukti

meningkatkan kesembuhan, walaupun antibiotik jangka pendek mengurangi lamanya

keluhan sputum purulen dan gangguan pernapasan. Steroid oral meningkatkan pemulihan

eserbasi akut. Steroid inhalasi jangka panjang bermanfaat pada pasien dengan reversibilitas

yang signifikan.11

Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat simptomatik yang

signifikan pada pasien dengan penyakit sedang-berat.11

Reseksi bula yang besar memungkinkan reinflasi area paru di sekelilingnya. Operasi

penurunan volume paru juga memberikan perbaikan dengan meningkatkan elastic recoid

sehingga mempertahankan patensi jalan napas. Pemilihan pasien yang akan menjalani

tindakan ini penting—saat ini belum ada kriteria tertentu. Transplantasi paru sangat jarang

dilakukan.11

Antimikroba

Hanya diberi bila terjadi eksaserbasi yang biasanya disebabkan karena infeksi bakteri atau

virus, terutama bila terdapat gejala dispnoe, meningkatnya volume sputum dan sputum

berubah menjadi purulen.11,17

Sediaan : golongan makrolid, azitromisin, klaritomisin, sefalosporin generasi II dan III serta

doksisiklin. Bila kuman penyebab adalah pembentuk β laktamase, maka pilihan

antimikroba : amoksilin + klavulanat, levoploksasin, gafifloksasin dan moxifloksasin. Dan

bila kuman penyebab adalah Gram ( - ) terutama pseudomonas aeruginosa, maka pilihlah

golongan fluorokuinolon.17

Kortikosteroid, penggunaan kortikosteroid pada PPOK tang stail dinilai kontroversial.

Namun, untuk penderita yang mempunyai saluran pernapasan reaktif dan pada PPOK

derajat menengah atau berat, pemberian kortikosteroid memberikan perbaikan yang

signifikan dan mengurangi frekuensi terjadinya eksaserbasi. Pemberian kortikosteroid pada

kasus ini harus secara sistemik dan bukan per inhalasi. Pada PPOK yang disertai eksaserbasi

akut, pemberiak kortikosteroid per inhalasi tidak memberikan perbaikan.10,17

Prognosis

Prognosis PPOK tergantung pada beratnya obstruksi, adanya kor pulmonale, ada kegagalan

jantung kongestif, dan tergantung derajat gangguan analisa gas darah. Prognosis penyakit ini

bervariasi. Bila pasien tidak berhenti merokok, penurunan fungsi paru akan lebih cepat dari pada

bila pasien berhenti merokok. Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung pada

umur dan gejala klinis pada waktu berobat. Penderita dengan penyakit emfisema paru akan lebih

baik daripada penderita yang penyakitnya bronkitis kronik. Penderita dengan sesak nafas ringan

(<50 tahun), 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan. Tetapi bila penderita datang dengan

sesak sedang, maka 5 tahun kemudian 42% penderita akan sesak lebih berat dan meninggal.5-6

Preventif

Pencegahan PPOK yang paling utama adalah penghentian kebiasaan merokok dalam upaya

memperlambat progresivitas penyakit. Selain itu perlu juga diperhatikan kesehatan bekerja terutama

pada lingkungan pekerjaan yang berpolutan. Tindakannya berupa pengaturan ventilasi yang baik,

penggunaan respirator, dan upaya mengurangi debu yang beterbangan terutama pada lingkungan

pertambangan.5

Kesimpulan

PPOK (penyakit paru obstruktif kronik) adalah kelompok penyakit paru dengan terutama

terjadi obstruksi menahun. Pada skenario ini diagnosis kerja bronkitis kronik dapat ditegakkan

berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Kelompok penyakit

yang termasuk PPOK adalah bronkitis kronik, emfisema, asma bronkial, dan bronkiektasis. Faktor

predisposisi terutama pada perokok dan gejala umum yang tampak adalah sesak napas dan batuk

persisten. Pengobatannya terutama bertujuan untuk mengurangi progresivitas penyakit dan

menghindari komplikasi yang berat seperti cor pulmonale. Prognosis kurang baik dan diperberat

oleh tingkat keparahan penyakit, eksaserbasi yang sering, dan kebiasaan merokok yang belum

dihentikan.

Daftar Pustaka

1. Kasper DL, Braunwald E, Fauci S et all, penyunting. Harisson’s principles of internal medicine,

edisi ke-16. New york: McGraw-Hill Medical Publishing Division; 2005.

2. Sylvia Anderson P, Lorraine McCarty W. Alih bahasa, Braham U, Pendit dkk. Editor edisi

bahasa indonesia, Huriawati H. Patofisiologi ; konsep-konsep klinis penyakit. Edisi 6. EGC.

Jakarta; 2005 : 235-40.

3. Gleadle, Jonathan. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta :Erlangga; 2007.h.1-

17,173,182-93.

4. Rumende CM. Pemeriksaan toraks dan paru. Jakarta: Interna Publishing;2014.h. 154-65.

5. Riyanto BS, Wulan HR, Hisyam B. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II: obstruksi saluran

pernapasan. Ed. V. Jakarta: Interna Publishing; 2010. h. 1590-607.

6. Teirney LM, McPhee SJ, Papadokis MA. Current medical diagnosis and treatment. 52nded. New

York: Mc Graw-Hill; 2013. p. 259-68.

7. Gillespie S.H, Barmford K.B. At a Glance Mikrobiologi Medis dan Infeksi; alih bahasa, Stella

Tinia ; editor edisi bahasa Indonesia, Rina Astikawati, Amalia Safitri. –Ed. 3. – Jakarta :

Erlangga; 2010.h. 182-93.

8. Tanto C, Liwang F, Hanifati S dan Pradipta EA. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media

Aesculapius;2014.h. 824-8.

9. Staf Pengajar Departemen Parasitologi UI. Parasitologi kedokteran. Ed ke-IV. Jakarta: Balai

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2010.h.371-6.

10. Djojodibroto RD. Manifestasi Klinis. Dalam : Respirologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC. 2010.h.53

11. Davey P. At A Glance Medicine. Jakarta : Erlangga. 2003. h. 181-5.

12. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins & cotran dasar patologis penyakit. Septianti N, editor.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2009. h. 736-47.

13. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi, pemeriksaan & manajemen. Jakarta: EGC;

2008.h.84-6.

14. Ward JPT, Ward J, Leach RM, Wiener CM. At a Glance Sistem Respirasi. Jakarta :

Erlangga .2008. h. 52-72.

15. Mcphee SJ, Ganong WF. Patofisiologi penyakit pengantar menuju kedokteran klinis. Jakarta:

EGC;2011.h.252-61.

16. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J.Kedokteran Klinis Ed. 6. Jakarta Penerbit Erlangga ;

2003.h.275

17. Sulistia G, Rianto S, Elysabeth ( dkk ). Farmakologi dan terapi. Obat otonom. Edisi- 5. FKUI.

Jakarta ; 2005 : 29-121.