pbl blok 13

Upload: siska

Post on 04-Nov-2015

45 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pbl 13

TRANSCRIPT

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkah Laku RemajaSiska Rahmawati102013191Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No.06 Jakarta 11510. Telepon : (021)5694-2051Email : [email protected]

AbstrakRemaja adalah tahap peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, yang mana akan terjadi banyak perubahan pada dirinya. Perubahan-perubahan itu menyangkut aspek psikososial, psikoseksual, kognitif, dan moral, serta aspek penting lainnya seperti faktor biologi, psikologi, dan sosial. Pada masa remaja ini terbentuk tingkah laku atau kepribadian yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kognitif, perasaan, dan perilaku. Gangguan jiwa yang terjadi pada anak-anak maupun remaja ternyata dipengaruhi oleh adanya ketidak normalan pada salah satu atau beberapa faktor tersebut. Kata kunci: remaja, faktor biologi, faktor psikologi, faktor sosial

AbstractAdolescence is a transition phase from childhood to adulthood, which would have been many changes in her. The changes were related to psychosocial aspects, psychosexual aspects, cognitive aspects, and mora aspectsl, as well as other important aspects such as biology, psychology, and social. In adolescence was formed in behavior or personality is influenced by several factors, namely cognitive, mood, and behavior. Mental disorder that occurs in children and adolescents is influenced by the presence of abnormalities in one or several of these factorsKeywords: adolescence, biological factors, psychological factors, social factors

PendahuluanRemaja adalah tahap peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, di mana akan terjadi beberapa perubahan dalam dirinya. Perubahan-perubahan pada remaja berlangsung secara terus-menerus dan ditandai oleh adanya perubahan dalam aspek biologis, kognitif, psikologis, sosial serta moral dan spiritual (Geldard & Geldard, 2000).1 Masa remaja merupakan masa-masa pencarian jati diri, sehingga tidak jarang remaja mengalami perubahan pada kepribadiannya. Seperti kasus remaja perempuan 16 tahun yang malu bergaul dengan teman-temannya sejak masuk SMA. Hal tersebut tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dari sekedar malu bergaul, bisa berkembang menjadi gangguan kejiwaan yang serius, yang memiliki gejala-gejala tersendiri, dan harus ditangani secara cepat dan tepat agar tidak mempunyai prognosis yang buruk.Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan keterangan mengenai aspek yang mengalami perubahan dalam siklus kehidupan, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku anak, dan beberapa gangguan kejiwaan yang berhubungan dengan faktor-faktor tersebut. Sehingga hal-hal yang akan diuraikan yaitu definis dan ciri-ciri remaja, perkembangan psikososial, psikoseksual, kognitif, dan moral, faktor biologi, sosial, dan psikologi, serta beberapa gangguan kejiwaan yang berhubungan dengan faktor-faktor tersebut. Dengan harapan setelah membaca makalah ini, pembaca akan lebih mengerti tentang hal-hal yang mempengaruhi kepribadian seseorang.

Definisi RemajaRemaja berasal dari kata latinadolensenceyang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Pada masa inisebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria.2

Ciri-Ciri Masa RemajaMasa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja, yaitu : peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh pada konsep diri remaja. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya. lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.2

Perkembangan PsikososialPerkembangan psikososial adalah proses perkembangan mental emosional seseorang dalam usaha penyesuaian dirinya dengan lingkungan dan pengalamannya.3Erik H. Erikson dalam bukunya Childhood and Society (1963) dan Identity, Youth and Crisis (1968), menggambarkan siklus manusia itu sebagai suatu proses yang terdiri atas delapan fase dari bayi hingga usia lanjut. Pandangannya bertolak dari prinsip epigenetik yang menganggap bahwa segala sesuatu yang berkembang, mempunyai suatu pola dasar, dan dari pola dasar itu akan berkembang bagian-bagian yang masing-masing menurut waktunya yang spesifik hingga mencapai titik yang tertinggi dan kemudian membentuk suatu kesatuan fungsional yang menyeluruh. Masing-masing fase itu memiliki krisisnya sendiri yang khas. Berhasil tidaknya seorang individu menyelesaikan konflik-konflik yang terkait krisis di satu fase, akan menentukan apakah seseorang akan siap untuk menghadapi krisis di fase yang berikutnya, untuk selanjutnya mencapai maturasi kepribadian yang sesuai dengan harapan budaya atau masyarakatnya.3Masa remaja merupakan masa saat pencapaian keberhasilan atau kegagalan fase-fase sebelumnya akan melebur dan membentuk suatu landasan menuju masa dewasa dengan kepribadian mantap dalam identitas dan kehidupan emosionalnya.3Erikson melihat perkembangan manusia dalam konteks individu di dalam matriks sosial-nya; suatu proses yang terjadi melalui interaksi individu dengan lingkungan sekitarnya, antara nature dan nurture. Krisis perkembangan menurut Erikson bersumber pada krisis yang terjadi dalam usaha individu mencapai tujuan-tujuan pribadinya agar sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat sosialnya dan bukan sekedar hambatan atau tidak terpuaskannya dorongan-dorongan seksual.3Erikson menganggap bahwa perkembangan psikososial manusia adalah suatu proses seumur hidup. Krisis-krisis yang tidak terselesaikan akan berakibat pada timbulnya psikopatologi kepribadian yang dapat menetap di masa dewasa dan usia lanjut.3

Perkembangan PsikoseksualPerkembangan psikoseksual adalah perkembangan emosional kearah maturasi dari instink seksual.3Menurut Sigmund Freud, manusia memiliki empat instink dasar yaitu: 1) instink vital (lapar, haus, bernapas), 2) instink seksual (libido), 3) instink agresi, dan 4) instink mati (thanatos). Freud menekankan pentingnya instink seksual bagi perkembangan kepribadian di atas instink-instink lainnya, karena instink seksual itu sangat kuat berada di bawah taboo umat manusia (manusia dalam hidupnya dibatasi oleh nilai-nilai, baik kultur maupun agama) sehingga cenderung untuk disangkal dan ditekan ke bawah sadar (menggunakan mekanisme defense denial dan repression); fenomena psikologik ini akan sangat berpengaruh dalam menentukan pola perilaku seseorang. Menurutnya, instink seksual sudah ada sejak bayi dilahirkan. Sebelum pemuasannya bermanifestasi dalam bentuknya yang dewasa seperti pada umumnya dikenal (dalam bentuk seksual genital klimaktik), instink ini berada dalam bentuk yang difus dan tidak terdiferensiasi. Ia kemudian berkembang melalui fase-fase pre-genital (manifestasi pemuasannya terpusat pada daerah-daerah tubuh tertentu di luar genital) sampai mencapai bentuknya yang dewasa yaitu fase genital (manifestasi pemuasannya secara dominan terpusat pada genital).3Freud membagi fase perkembangan psikoseksual menjadi beberapa tahap: 1) fase oral (usia 0-18 bulan), kenikmatan dan kepuasan dari berbagai pengalaman di sekitar mulut. Aktivitas utama menghisap dan menggigit. Dasar perkembangan mental yang sehat sangat tergantung dari hubungan ibu-anak. 2) fase anal (antara 1-3 tahun), tugas utama anak seperti latihan kebersihan atau toilet training. 3) fase falik (usia 3-5/6/7 tahun), pengenalan anak akan bagian tubuhnya sendiri, terjadi proses identifikasi seksual. 4) fase laten (antara usia 5/6/7 tahun-12 tahun), anak harus berhadapan dengan berbagai macam tuntutan sosial, rangsangan-rangsangan seksual ditekan sedemikian rupa demi moral/agama/adat.Menurut Freud, banyak masalah psikologik (mental emosional) di masa dewasa berakar kegagalan individu menyelesaikan konflik-konflik seksual di fase-fase dini perkembangannya. Penyelesaian yang baik, memungkinkan individu untuk mencapai maturitas kepribadian, identitas seksual, dan kehidupan emosional yang mantap.3

Perkembangan KognitifPerkembangan kognitif meliputi perkembangan proses pikir atau nalar dan kemampuan intelegentif lainnya.3Jean Piaget menggambarkan siklus kehidupan dari sudut perkembangan kognitif/intelektual. Bagaimana seorang bayi yang boleh dikatakan hanya memiliki refleks-refleks, gerakan-gerakan otomatik, organ-organ fisik biologik dan konstitusi genetik, dapat berkembang menjadi seorang individu dewasa yang dapat bernalar menurut logika hipotetikodeduktif.3Menurut Piaget, sejak bayi manusia mempu mengorganisasi berbagai informasi yang diterimanya dari lingkungan (internal dan eksternal), ke dalam suatu sistem pemikiran yang koheren, yang akan menentukan bagaimana ia akan menginterpretasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan selanjutnya. Semua itu terjadi melalui fungsi intelegentif manusia yaitu adaptasi (asimilasi dan akomodasi) dan organisasi dari stimulus-stimulus (informasi) yang diterimanya dari lingkungan itu.3 Piaget membagi proses perkembangan itu ke dalam fase-fase yang mana sesuai dengan fungsi intelegentif yang secara dominan beroperasi dalam fase itu: I. Fase sensori-motor (0-2 tahun), II. Fase pra-operasional (2-6 tahun), III. Fase konkrit-operasional (6-11 tahun), IV. Fase formal-operasional (11-16 tahun).3

Perkembangan MoralPerkembangan moral meliputi proses belajar dalam mengembangkan norma perilaku dan menyesuaikannya dengan norma perilaku yang diterima lingkungan masyarakat dan budaya di tempat ia hidup.3Secara sederhana Lawrence Kohlberg mendefinisikan moralitas sebagai kemampuan membedakan antara benar dan baik serta salah dan buruk. Dalam kenyataan, konsep moralitas itu lebih kompleks dan mencakup: 1) Aspek kognitif: kemampuan mengambil peran (role taking), mempertimbangkan (reasoning), dan membuat keputusan (dicision making), 2) Aspek afektif: empati, kepedulian (care), merasakan perasaan orang lain, 3) Aspek perilaku: mempraktekkan pengertian dan perasaan itu dalam tingkah laku.3Seseorang dikatakan memiliki standar moral yang matur, yang tinggi, bila ia memiliki kesadaran dan pengertian (cognitive and awareness) mengenai orang lain, memiliki kepedulian dan dapat berempati dengan orang lain (afektif) serta mengungkapkan kesadaran dan kepeduliannya itu dalam perilaku terhadap orang lain (perilaku).3Jadi perkembangan moral adalah suatu proses pergeseran dari pandangan yang egosentris ke pandangan yang altruistik. Pergeseran dari pendapat bahwa nilai moral adalah hal yang mutlak, ke arah pendapat bahwa nilai moral adalah hal yang arbitrer/relatif; misalnya, moralitas tidak terletak pada aturan an sich itu sendiri, tetapi pada alasan dan motif yang mendasari dibuatnya aturan itu.3

Faktor BiologiBerfokus pada cara berbagai peristiwa yang berlangsung dalam tubuh mempengaruhi perilaku, perasaan, dan pikiran seseorang. Faktor biologi meliputi aspek fisiologis dan hormon yang juga mempengaruhi aspek emosional.1, 4Rangkaian hormon yang terkandung di sepanjang aliran darah memberi tahu organ internal untuk memperlambat atau mempercepat kerjanya. Zat kimia mengalir melintasi ruang-ruang kecil yang memisahkan sel otak yang satu dengan sel otak yang lainnya. Para psikolog yang menyatakan bahwa peristiwa fisik ini berinteraksi dengan peristiwa di lingkungan eksternal sehingga menghasilkan persepsi, ingatan, dan perilaku.4Para ilmuan mempelajari bagaimana biologi mempengaruhi proses belajar dan prestasi, persepsi tentang realitas, pengalaman emosi, dan kerentanan gangguan emosional. Ilmuan-ilmuan ini mempelajari cara pikiran dan tubuh saling berinteraksi satu sama lain dalam menimbulkan kondisi sakit dan sehat. Mereka menelaah kontribusi gen dan sejumlah faktor biologis lainnya dalam mempengaruhi perkembangan kemampuan dan sifat kepribadian.4Jika seorang anak menunjukkan perilaku yang abnormal bisa saja hal itu disebabkan oleh tidak berfungsinya tubuh secara fisik, artinya bila seorang remaja bertingkah laku tanpa bisa dikendalikan, tidak menunjukkan adanya kontak dengan realita, atau mengalami depresi yang parah, maka faktor-faktor biologislah yang menjadi penyebabnya. Para ilmuan dan peneliti yang menggunakan pendekatan biologis sering kali berfokus pada proses kerja otak dan faktor-faktor genetik sebagai penyebab tingkah laku yang abnormal.5

Faktor PsikologiFaktor psikologi mempengaruhi tingkah laku seseorang. Semakin dewasa seseorang maka ia mengalami perubahan dalam berbagai faktor termasuk faktor psikologi. Perubahan psikologi meliputi pembentukan identitas baru, perubahan fungsi identitas diri, awal proses individuasi, pemahaman pengalaman baru dalam hidup, penghayatan etnis dan upaya penyesuaian diri.1Tingkah laku yang abnormal bisa terjadi karena faktor psikologi, seperti ketidakstabilan emosi, pembelajaran yang salah, pemikiran yang kacau, dan sebagainya.5

Faktor SosialPerubahan sosial mencakup upaya pemenuhan peran sosial, pemenuhan harapan orang tua dan teman sebaya, serta upaya menjalani peran remaja sesuai dengan lingkungannya.1Pada dasarnya masa remaja dipengaruhi oleh pengalaman masa kanak-kanak, dan kedekatan dengan orang tua di masa kanak-kanak merupakan faktor yang sangat berguna bagi remaja untuk dapat bertahan dalam kehidupannya di tengah masyarakat. Ketidakpuasan dalam hubungan kedekatan di masa kanak-kanak berpotensi untuk menimbulkan gangguan perilaku pada masa remaja.1

Faktor yang Mempengaruhi Tingkah LakuAda tiga faktor yang mempengaruhi tingkah laku, yaitu kognitif, perasaan, dan perilaku.Gangguan kejiwaan pada anak yang terjadi karena faktor kognitif yaitu retardasi mental.

Retardasi MentalMenurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke-III (PPDG III) RM adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh adanya hendaya ketrampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial. RM dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya. Namun demikian, penyandang RM bisa mengalami semua gangguan jiwa yang ada. Prevalensi dari gangguan jiwa lainnya sekurang-kurangnya 3 sampai 4 lipat pada populasi ini dibandingkan dengan populasi umum. Selain itu penyandang RM mempunyai risiko lebih besar untuk diekspoitasi dan diperlakukan salah secara fisik dan seksual. Selalu ada hendaya perilaku adaptif, tetapi dalam lingkungan sosial terlindung dengan sarana pendukung yang baik, hendaya ini mungkin tidak tampak sama sekali pada penyandang Rm ringan.3

Pedoman Diagnostik Menurut PPDGJ III, intelegensia bukan merupakan karakteristik yang berdiri sendiri, melainkan harus dinilai berdasarkan sejumlah besar keterampilan khusus yang berbeda. Meskipun ada kecenderungan umum bahwa semua keterampilan ini akan berkembang ke tingkat yang serupa pada setiap individu, tetapi ada diskrepansi luas, terutama pada penyandang RM. Orang yang demikian mungkin memperlihatkan hendaya berat dalam satu bidang tertentu (misalnya bahasa) atau mungkin mempunyai suatu area keterampilan tertentu yang lebih tinggi (misalnya tugas visuo-spasial sederhana) pada RM berat. Hal ini akan menimbulkan kesulitan dalam menentukan kategori diagnostik di mana seorang penyandang RM harus diklasifikasikan. Penilaian dari tingkat intelektual harus berdasarkan informasi yang tersedia, termasuk temuan klinis, perilaku adaptif (yang dinilai berdasarkan budaya orang tersebut) dan hasil tes psikometrik.3Untuk diagnosis pasti, harus ada penurunan tingkat fungsi intelektual yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan adaptasi terhadap tuntutan dari lingkungan sosial normal sehari-hari. Gangguan fisik atau jiwa yang menyertainya mempunyai pengaruh besar pada gambaran klinis dan penggunaan dari setiap keterampilannya. Oleh karena itu kategori diagnostik yang dipilih harus berdasarkan penilaian kemampuan global dan bukan atas suatu hendaya atau keterampilan khusus. Tingkat IQ yang ditetapkan hanya merupakan petunjuk dan seharusnya tidak diterapkan secara kaku dalam memandang keabsahan permasalahan lintas budaya.3IQ harus ditentukan berdasarkan tes intelegensia baku yang telah memperhitungkan norma kebudayaan setempat. Pemeriksaan IQ yang dipilih harus sesuai dengan tingkat fungsi individu dan keadaan kecacatan spesifik yang ada, misalnya masalah pengungkapan bahasa, hendaya pendengaran, keterlibatan fisik. Skala maturitas dan adaptasi sosial juga yang telah dibakukan setempat, harus dilengkapi apabila memungkinkan dengan melakukan wawancara orangtua atau pengasuh yang memahami keterampilan individu dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa penggunaan prosedur baku ini, diagnosis tersebut harus dianggap sebagai perkiraan sementara saja.3Menurut American Association on Mental Retardation (AAMR) 2002 RM adalah suatu keadaan dengan ciri-ciri sebagai berikut: Retardasi Mental adalah suatu disabilitas yang ditandai dengan suatu limitasi / keterbatasan yang bermakna baik dalam fungsi intelektual maupun perilaku adaptif yang diekspresikan dalam keterampilan konseptual, sosial dan praktis. Keadaan ini terjadi sebelum usia 18 tahun.3AAMR menggunakan suatu pendekatan multi-dimensional atau biopsikososial yang mencakup 5 dimensi yaitu: 1) kemampuan intelektual, 2) perilaku adaptif, 3) partisipasi, interaksi, dam peran sosial, 4) kesehatan fisik dan mental, 5) konteks: termasuk budaya dan lingkungan.3Definisi RM ini menekankan komorbiditas dari gangguan ini dengan gangguan jiwa lain yang menentukan fungsi individu. Definisi baru ini tidak hanya mengandalkan kekurangan dan abnormalitas individu dengan diagnosis RM. Fungsi dari individu dengan RM merupakan hasil interaksi dari kemampuannya, lingkungan dan sarana pendukung. Derajat RM dipengaruhi pelbagai faktor seperti misalnya terdapatnya pelbagai disabilitas (misalnya gangguan panca-indera), tersedianya sarana pendidikan, sikap dari caregiver dan stimulasi yang diberikan.3Definisi menurut Diagnostic and Statistical Manual IV-TR (DSM IV-TR) adalah sama dengan definisi AAMR tetapi ditambahkan batas derajat IQ 70 dan RM dibagi dalam 4 kategori yaitu ringan, sedang, berat, dan sangat berat.3Kriteria diagnostik untuk RM menurut DSM IV-TR adalah sebagai berikut: a) fungsi intelektual dibawah rata-rata (IQ 70 atau kurang) yang telah diperiksa secara individual, b) kekurangan atau gangguan dalam perilaku adaptif (kekurangan individu untuk memenuhi tuntutan standar perilaku sesuai dengan usianya dari lingkungan budayanya) dalam sedikitnya 2 hal yaitu: komunikasi, self care, kehidupan rumah tangga, keterampilan sosial / interpersonal, menggunakan sarana komunitas, mengarahkan diri sendiri, keterampilan akademis fungsional, pekerjaan, waktu senggang, kesehatan, dan keamanan, c) awitan terjadi sebelum usia 18 tahun.3Kode diagnostik dan derajat RM menurut DSM IV-TR adalah sebagai berikut: kode 317 merupakan retardasi mental ringan dengan IQ 50-55 sampai 70, kode 318 merupakan retardasi mental sedang dengan IQ 35-40 sampai 50-55, kode 318.1 merupakan retardasi mental berat dengan IQ 20-25 sampai 35-40, kode 318.2 merupakan retardasi mental sangat berat dengan IQ di bawah 20 atau 25, kode 319 merupakan retardasi mental tidak tergolongkan bila tak dapat dilakukan pemeriksaan IQ.3Retardasi Mental Ringan. Penyandang RM ringan biasanya agak terlambat dalam belajar bahasa tetapi sebagian besar dapat mencapai kemampuan berbicara untuk keperluan sehari-hari, mengadakan percakapan dan dapat diwawancarai. Kebanyakan dari mereka juga dapat mandiri penuh dalam hal merawat diri sendiri (makan, mandi, berpakaian, buang air besar dan kecil), dan mencapai keterampilan praktis serta keterampilan rumah tangga, walaupun perkembangannya agak lambat dibandingkan anak normal.3Kesulitan utama biasanya tampak dalam pekerjaan sekolah yang bersifat akademik. Banyak diantara mereka mempunyai masalah khusus dalam membaca dan menulis. Namun demikian penyandang RM ringan bisa sangat tertolong dengan pendidikan yang dirancang untuk mengembangkan keterampilan mereka dan mengonpensasi kecacatan mereka. Kebanyakan penyandang RM ringan yang tingkat intelegensia lebih tinggi mempunyai potensi melakukan pekerjaan yang lebih membutuhkan kemampuan praktis daripada kemampuan akademik, termasuk pekerjaan tangan yang tidak memerlukan keterampilan atau hanya memerlukan sedikit keterampilan saja.3Dalam konteks sosio-kultural yang memerlukan sedikit prestasi akademik, sampai tingkat tertentu penyandang RM ringan tidak mengalami masalah. Namun demikian, bila juga terdapat immaturitas emosional dan sosial yang nyata, maka tampak akibat kecacatannya misalnya ketidakmampuan mengatasi tuntutan pernikahan, pengasuhan anak atau kesulitan menyesuaikan diri dengan harapan dan tradisi budaya. Pada umumnya kesulitan perilaku, emosional dan sosial dari penyandang RM ringan dan kebutuhan untuk terapi dan dukungan untuk hal tersebut, timbul dari mereka sendiri. Mereka lebih mirip dengan mereka yang normal intelegensinya daripada masalah spesifik dari penyandang RM sedang dan berat.3Pedoman diagnostik bagi RM ringan, bila menggunakan tes IQ baku yang tepat, maka IQ 50-69 menunjukkan RM ringan. Pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung terlambat pada berbagai tingkat dan masalah kemampuan bicara resmi akan mengganggu perkembangan kemandiriannya yang mungkin menetap sampai usia dewasa. Keadaan lain yang menyertainya seperti autism, gangguan perkembangan lain, epilepsy, gangguan tingkah laku atau disabilitas fisik dapat ditemukan dalam berbagai proporsi.3Retardasi Mental Sedang. Penyandang RM kategori ini lambat dalam mengembangkan pemahaman dan penggunaan bahasa, prestasi akhir yang dapat dicapai dalam bidang ini terbatas. Keterampilan merawat diri dan keterampilan motorik juga terlambat. Sebagian dari mereka memerlukan pengawasan seumur hidup. Kemajuan dalam pendidikan sekolah terbatas tetapi sebagian dari mereka ini dapat belajar keterampilan dasar yang dibutuhkan untuk membaca, menulis, dan berhitung. Program pendidikan khusus dapat memberi kesempatan bagi mereka untuk mengembangkan potensi mereka yang terbatas dan memperoleh beberapa keterampilan dasar.3Ketika dewasa penyandang RM sedang biasanya mampu melakukan pekerjaan praktis yang sederhana, bila tugas-tugasnya disusun rapi dan diawasi oleh pengawas yang terampil. Jarang ada yang dapat hidup mandiri sepenuhnya pada masa dewasa. Namun demikian, pada umumnya mereka dapat bergerak bebas dan aktif secara fisik dan mayoritas menunjukkan perkembangan sosial dalam kemampuan mengadakan kontak, berkomunikasi dengan orang lain, dan terlibat dalam aktivitas sosial yang sederhana.3Pedoman diagnostik untuk RM sedang, IQ biasanya berada dalam rentang 35-49. Biasanya mereka menunjukkan penampilan kemampuan yang tidak sesuai, beberapa dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam keterampilan visuo-spatial daripada tugas-tugas yang tergantung pada bahasa, sedangkan yang lainnya sangat canggung tetapi dapat mengadakan interaksi sosial dan percakapan sederhana. Tingkat perkembangan bahasa bervariasi: ada yang dapat mengikuti percakapan sederhana, sedangkan yang lain hanya dapat berkomunikasi seadanya untuk kebutuhan dasar mereka. Ada yang tidak pernah belajar bahasa, meskipun mereka mungkin dapat mengerti instruksi sederhana dan belajar menggunakan isyarat tangan untuk konpensasi disabilitas berbicara mereka.3Autisme masa anak atau gangguan perkembangan pervasif terdapat pada sebagian kecil kasus yang mempunyai pengaruh besar pada gambaran klinis dan tipe penatalaksanaan yang dibutuhkan. Epilepsy, disabilitas nerologis dan fisik juga lazim ditemukan meskipun kebanyakan peyandang RM sedang mampu berjalan tanpa bantuan. Karena tingkat perkembangan bahasanya yang terbatas sulit untuk menegakkan kondisi psikiatrik lain yang menyertainya tanpa informasi yang diperoleh dari orang lain yang menyertainya.3Retardasi Mental Berat. Kategori ini pada umumnya mirip dengan RM sedang dalam hal gambaran klinis, terdapatnya suatu etiologi organik, dan kondisi yang menyertainya. Prestasi yang lebih rendah juga paling lazim pada kelompok ini. Kebanyakan penyandang RM kategori ini menderita hendaya motorik yang mencolok dan deficit lain yang menyertainya. Hal ini menunjukkan adanya kerusakan atau penyimpangan perkembangan yang bermakna secara klinis dari susunan saraf pusat.3Retardasi Mental Sangat Berat. IQ dalam kategori ini diperkirakan kurang dari 20. Secara praktis penyandang yang bersnagkutan sangat terbatas kemampuannya untuk memahami atau mematuhi permintaan atau instruksi. Sebagian besar dari mereka tidak dapat bergerak atau sangat terbatas dalam gerakannya, mungkin juga terdapat inkontinensia, dan hanya mampu mengadakan komunikasi non verbal yang belum sempurna. Mereka tidak atau hanya mempunyai sedikit sekali kemampuan untuk mengurus sendiri kebutuhan dasar mereka sendiri, dan senantiasa memerlukan bantuan dan pengawasan.3Pedoman diagnostik bagi RM sangat berat, IQ dibawah 20. Pemahaman dan pengguanaan bahasa terbatas, kemampuan tertinggi hanyalah mengerti perintah dasar dan mengajukan permohonan sederhana. Keterampilan visuo-spasial yang paling dasar dan sederhana tentang memilih dan mencocokkan mungkin dapat dicapainya dan dengan pengawasan dan petunjuk yang tepat penyandang mungkin dapat sedikit ikut melakukan tugas rumah tangga dan praktis. Biasanya ada disabilitas nerologis dan fisik lain yang berat yang mempengaruhi mobilitas, seperti epilepsy dan hendaya daya lihat dan daya dengar. Sering ada gangguan perkembangan pervasif dalam bentuk sangat berat khususnya autism yang tidak khas (atypical) terutama pada penyandang yang dapat bergerak.3

EpidemiologiDengan pendekatan modern yang menggunakan IQ dan perilaku adaptif sebagai parameter dan populasi yang tidak diseleksi maka prevalensi RM adalah 1% pada populasi umum. Prevalensi untuk RM ringan 0,37-0,59%, sedangkan untuk RM sedang, berat, dan sangat berat adalah 0,3-0,4 %. Prevalensi yang tertinggi dengan sendirinya terdapat pada anak sekolah karena mereka dihadapkan pada tugas belajar akademik yang memerlukan kemampuan kognitif. Pada usia dewasa prevalensi menurun karena khususnya utnuk bekerja dibutuhkan keterampilan adaptif yang baik. RM lebih banyak terdapat pada laki-laku dibandingkan pada perempuan.3Menurut suatu survei yang dilakukan di Amerika Serikat maka prevalensi gangguan yang merupakan kombinasi antara RM dan gangguan perkembangan lainnya adalah 1,58%, sedangkan RM saja adalah 0,78%. Pasien yang menderita RM sering kali juga menderita gangguan medis lainnya yaitu gangguan nerologis dan panca-indera yang diperkirakan sebesar 15-30%. Cacat motorik termasuk cerebral palsy diperkirakan sebesar 20-30% gangguan lain menyertainya.3Etiologi medis dari retardasi mental dapat dikelompokkan dalam tiga kategori besar yaitu kesalahan dalam morfogenesis dari susunan saraf pusat, perubahan dalam lingkungan biologis intrinsik, dan pengaruh ekstrinsik (hipoksia, trauma, keracunan dsb).3Kesalahan dalam morfogenesis dari susunan saraf pusat. Dalam kategori ini telah terjadi perubahan dalam perkembangan embrio dan fetus. Kurang lebih 4% dari bayi yang lahir hidup dalam tahun pertama kehidupannya menujukkan kelainan ini. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Holmes pada tahun 1980, 2,4% bayi baru lahir menunjukkan anomali yang berat dan sebanyak 60% berhubungan dengan keadaan genetik atau penyebab selama dalam kandungan. Kesalahan dalam morfogenesis dapat terjadi karena malformasi (kegagalan jaringan untuk terbentuk secara normal sejak saat konsepsi), deformasi (perubahan dari jaringan yang berkembang secara normal yang terkena kekuatan mekanis yang abnormal), dan gangguan (trauma terhadap rahim / uterus atau keracunan jaringan). Peristiwa-peristiwa ini mempunyai kesamaan tetapi berbeda dalam mekanisme sehingga berbeda juga dalam pengaruh terhadap bentuk dan fungsi susunan saraf pusat.3Sebagai contoh adalah Myelodysplasia (Spina Bifida) yang mungkin berhubungan dengan retardasi mental merupakan sindrom malformasi yang bersifat multiple / ganda. Meskipun beberapa organ yang terkena tetapi kesalahan primer adalah perkembangan atau diferensiasi dari early natural tube dan akhirnya adalah persarafan yang abnormal dari berbagai organ.3Deformasi mungkin terjadi karena bentuk rahim / uterus yang abnormal sehingga menekan tulang kepala yang sedang berkembang sehingga bentuknya berubah atau gerakan fetas terhambat sehingga terjadi kontraktur yang tetap dan ketika lahir terdapat kelainan pada panggul atau kaki. Kelainan yang terakhir ini tidak menyebabkan RM tetapi kelainan nerologis mungkin bisa menyebabkannya.3Gangguan / trauma terjadi karena zat-zat yang bersifat teratogenik, zat kimia dan toksin. Zat-zat tersebut menghambat morfogenesis. Zat yang dalam jangka panjang menghambat morfogenesis antara lain alkohol, kokain, dll. Meskipun secara fisik tidak jelas tampak efeknya pada waktu lahir. Keadaan lain yang juga menghambat adalah infeksi virus (toxoplasma, rubella, cytomegalovirus), demam pada ibu hamil, dan gangguan vaskuler yang terjadi dalam rahim pada plasenta atau pembuluh darah serebral pada fetus.3

Perjalanan Gangguan dan PrognosisPada sebagian besar kasus retardasi mental, hendaya intelektual yang mendasari tidak membaik, tetapi tingkat adaptasi orang yang mengalaminya secara positif dapat dipengaruhi oleh lingkungan yang mendukung dan berkualitas baik. Pada umumnya, orang dengan retardasi mental ringan dan sedang memilki flesibilitas tertinggi dalam beradaptasi terhadap berbagai keadaan lingkungan.6

Penatalaksanaan Retardasi mental dikaitkan dengan berbagai gangguan psikiatri komorbid dan paling sering membutuhkan berbagai dukungan psikososial. Terapi orang dengan retardasi mental didasari pada penilaian akan kebutuhan sosial dan lingkungan serta perhatian terhadap keadaan komorbidnya. Terapi optimal untuk keadaan yang dapat menyebabkan retardasi mental adalah pencegahan primer, sekunder, dan tersier.6Pencegahan primer. Meliputi tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi keadaan yang menimbulkan terjadinya gangguan yang terkait dengan retardasi mental. Cara-caranya mencakup edukasi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat umum dan kesadaran akan retardasi mental; upaya profesional kesehatan yang berkelanjutan untuk meyakinkan dan memperbaiki kebijakan kesehatan; undang-undang untuk menyediakan perawatan kesehatan anak dan ibu yang optimal; dan eradikasi gangguan yang diketahui diakibatkan oleh kerusakan SSP.6Pencegahan sekunder dan tersier. Ketika suatu gangguan yang dikaitkan dengan retardasi mental telah diidentifikasi, gangguan ini harus diterapi untuk memperpendek perjalanan penyakit (pencegahan sekunder) dan untuk meminimalkan gejala sisa atau hendaya selanjutnya (pencegahan tersier).6Edukasi untuk anak. Memberikan pelatihan keterampilan adaptif, pelatihan keterampilan sosial, dan pelatihan kejuruan pada anak yang mengalami retardasi mental. Perhatian khusus harus difokuskan pada komunikasi dan upaya untuk memperbaiki kualitas kehidupan.6Terapi perilaku, kognitif, dan psikodinamik. Terapi perilaku telah digunakan selama beberapa tahun untuk membentuk dan meningkatkan perilaku sosial serta untuk mengendalikan dan meminimalkan perilaku agresif dan destruktif orang tersebut. Terapi kognitif seperti menghilangkan keyakinan yang salah serta latihan relaksasi dengan instruksi diri sendiri, telah direkomendadikan untuk pasien retardasi mental yang dapat mengikuti perintah. Terapi psikodinamik digunakan pada pasien dan keluarganya untuk mengurangi konflik mengenai pengharapan yang menimbulkan ansietas, kemarahan, dan depresi yang menetap.6Edukasi keluarga. Memberikan edukasi kepada keluarga adalah yang paling penting. Yaitu memberikan edukasi tentang cara untuk meningkatkan kompetensi dan harga diri sambil mempertahankan pengharapan realistik untuk pasien.6

Gangguan kejiwaan pada anak yang terjadi karena faktor perasaan yaitu depresi pada remaja dan gangguan cemas menyeluruh.

Depresi Merupakan gangguan mood atau suasana hati.3

Etiologi Depresi tidak dapat dipahami sepenuhnya. Ada kecenderungan faktor predisposisi genetik. Faktor potensial termasuk herediter genetik, disregulasi sistem serotonergik sentral atau sistem noradrenergic, disfungsi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal, dan pengaruh hormone seks saat pubertas. Faktor kepribadian, seperti cara berpikir negative (cenderung pesimis) dapat berperan. Model diatesis-stres menunjukkan bahwa cara berpikir negatif yang dikombinasikan dengan peristiwa hidup yang negatif dan keberagaman lingkungan berkontribusi terhadap kejadian depresi.7

EpidemiologiDepresi dapat terjadi pada sekitar 2% (0,4% sampai 2,50%) anak pra-pubertas, dengan prevalensi yang sama antara anak laki-laki dan perempuan. Pada remaja, prevalensinya sekitar 6% (1,6% sampai 8,0%) dengan rasio antara anak perempuan dan laki-laki 2:1, rasio ini menyerupai rasio pada orang dewasa. Durasi rata-rata dari episode depresi mayor yang tidak diobati pada anak atau remaja adalah 7 sampai 9 bulan. Angka relaps sebesar 50%; 10% memiliki perjalanan kronik yang berlanjut sampai dewasa.7

Gambaran KlinisTanda dan gejala depresi mayor dapat disingkat dengan SIGECAPS, yang memiliki kepanjangan; S adalah sleep disturbance (gangguan tidur, biasanya menurun atau justru tidur berlebihan), I adalah interests (minat menurun pada aktivitas yang biasa dilakukan sehari-hari), G adalah guilt (perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak wajar), E adalah energy (berkurangnya energi), C adalah concentration problems (masalah dengan konsentrasi), A adalah appetite change (nafsu makan umumnya berkurang atau juga bisa bertambah), P adalah pleasure (kegembiraan berkurang), dan S adalah suicidal thoughts or actions (terdapat gagasan atau percobaan bunuh diri).7Pasien biasanya memperlihatkan rasa bosan, gelisah, dan gangguan somatik (rasa lelah yang sangat atau nyeri yang terlokalisir). Anak dan remaja yang mengalami depresi seringkali tidak dapat mengenali suasana perasaannya sendiri. Selain afek yang depresi, anak juga dapat memperlihatkan awitan akut dan iritabilitas emosi atau berat badan tidak naik. Penurunan prestasi akademik dapat merupakan suatu petunjuk. Pasien umumnya mengalami gangguan tidur (gerak bola mata fase tidur laten memanjang, insomnia tengah atau akhir) dan anfsu makan berkurang (berat badan turun atau gagal tumbuh). Adanya penelusuran mengenai gagasan bunuh diri sangat penting pada anak dengan depresi karena gagasan atau percobaan bunuh diri sering ditemukan.7Bunuh diri adalah komplikasi utama pada depresi mayor dan merupakan penyebab utama kematian terbanyak ketiga pada remaja. 15-20% dari siswa SMA membayangkan tentang percobaan bunuh diri dan 8% diantaranya sungguh-sungguh mencobanya. Ketika pasien mulai pulih dari depresi dan energi serta motivasi mulai meningkat, risiko bunuh diri justru bertambah besar, dan mengarah ke percobaan bunuh diri.7

Penatalaksanaan Tatalaksana ditargetkan untuk menurunkan morbiditas dan kejadian bunuh diri. Untuk menjamin keselamatan, modalitas seperti rawat inap, perawatan rumah sakit parsial, dan program terapi setelah pulang sekolah, atau psikoedukasi mungkin diperlukan.7Fluoksetin merupakan obat yang disetujui oleh US Food and Drug Administration (FDA) untuk pengobatan pada remaja dengan episode depresi. Hasil uji klinis sitalopram dan esitalopram juga memperlihatkan hasil positif dalam pengobatan depresi pada anak remaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa obat golongan antidepresan (terutama paroksetin dan venlafaksin) berisiko sebesar 4%, dibandingkan risiko 2% untuk placebo, dalam kaitannya dengan gagasan atau percobaan bunuh diri. FDA telah mengeluarkan peringatan kotak hitam mengenai adanya kemungkinan timbul idea tau percobaan bunuh diri pada pemberian obat golongan antidepresan, bukan hanya obat golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) saja. Risiko bunuh diri pada anak dan remaja dengan depresi yang diberikan obat golongan antidepresan jauh lebih sedikit dibandingkan anak dan remaja yang tidak diobati. Dokter tidak dapat meramalkan obat mana yang cocok untuk masing-masing penderita. Obat-obatan harus dipilih sesuai dengan profil efek samping dan interaksi obat.7Obat golongan antidepresan harus diberikan dalam periode waktu yang memadai (6 minggu dengan dosis terapi) sebelum mengganti atau menghentikannya, kecuali ada efek samping yang serius. Untuk episode pertama depresi pada anak dan remaja, direkomendasikan pengobatan diteruskan selama 6 sampai 9 bulan setelah remisi. Pasien dengan episode depresi berulang atau kronik mungkin perlu obat golongan antidepresan dalam jangka waktu yang lama (bertahun-tahun atau bahkan seumur hidup). Jika seorang pasien tidak memberikan respons yang cukup setelah penggunaan dua atau lebih obat golongan antidepresan dengan dosis dan periode waktu yang memadai, pasien harus dikonsulkan ke psikiater anak. Evaluasi psikiatrik selanjutnya berfokus pada kejelasan diagnosis serta mencari adakah masalah psikososial yang mungkin membuat obat tidak bekerja dengan efektif. Evaluasi awal oleh seorang psikiater anak untuk memastikan diagnosis juga sangat membantu. Biasanya pemberian obat golongan SSRI sambil menunggu konsultasi dengan psikiater anak dapat mengurangi watu yang diperlukan bagi anak untuk mendapat perawatan yang memadai. Untuk depresi akut, kunjungan mingguan dilakukan pada bulan pertama, kemudian dua kali setiap bulan selama satu bulan, dan setidaknya sekali setiap bulan setelahnya. Konsultasi melalui telepon dapat menggantikan kunjungan tatap muka langsung. Risiko akibat pemberian obat-obatan (termasuk perilaku bunuh diri dan merusak diri sendiri) harus didiskusikan dengan orang tua, pengasuh, dan pasien. mereka juga harus dididik tentang gejala-gejala yang harus diwaspadai dan harus segera melapor bila ada gejala-gejala yang tidak diharapkan (peningkatan agitasi, adanya gagasan bunuh diri, atau ansietas dan kegelisahan). Keluarga harus terlibat penuh dalam proses pengobatan.7Psikoterapi merupakan pengobatan potensial untuk mengatasi depresi. Terapi kognitif-perilaku, terapi interpersonal, dan terapi perilaku dialektis, semua menjanjikan dalam pengobatan depresi pada anak dan remaja.7

PrognosisGangguan jiwa komorbid (terutama gangguan perilaku antisosial), paparan terhadap peristiwa hidup yang negatif, riwayat keluarga dengan gangguan depresi mayor, dan konflik dalam keluarga semua mengarah ke prognosis yang lebih buruk. Selain itu, 20% sampai 40% penderita depresi awitan masa kanak dengan gambaran psikotik, riwayat keluarga dengan gangguan bipolar, serta episode hipomanik sebagai efek pengobatan dengan obat golongan antidepresan, akan berkembang menjadi gangguan bipolar.7

Gangguan Cemas MenyeluruhGangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD) merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari, berlangsung sekuranganya selama 6 bulan. Kecemasan yang dirasakan sulit untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan. Gangguan ini sulit dikendalikan sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan. Angka prevalensi untuk gangguan cemas menyeluruh 3-8% dan rasio antara perempuan dan laki-laki sekitar 2:1.3, 6

Etiologi Teori Biologi. Area otak yang diduga terlibat pada timbulnya GAD adalah lobus oksipitalis yang mempunyai reseptor benzodiazepine tertinggi di otak. Basal ganglia, sistem limbik dan korteks frontal juga dihipotesiskan terlibat pada etiologi timbulnya GAD. Pada pasien GAD juga ditemukan sistem serotonergik yang abnormal. Neurotransmitter yang berkaitan dengan GAD adalah GABA, serotonin, norepinefrin, glutamat, dan kolesistokinin.3Pemeriksaan PET (Positron Emission Tomography) pada pasien GAD ditemukan penurunan metabolisme di ganglia basal dan massa putih otak.3Teori Genetik. Pada sebuah studi di dapatkan bahwa terdapat hubungan genetik pasien GAD dan gangguan depresi mayor pada pasien wanita. Sekitar 25% dari keluarga tingkat pertama penderita GAD juga menderita gangguan yang sama. Sedangkan penelitian pada pasangan kembar didapatkan angka 50% pada kembar monozigotik dan 15% pada kembar dizigotik.3Teori Psikoanalitik. Teori psikoanalitik menghipotesiskan bahwa anxietas adalah gejala dari konflik bawah sadar yang tidak terselesaikan. Pada tingkat yang paling primitif anxietas dihubungkan dengan perpisahan dengan objek cinta. Pada tingkat yang lebih matang lagi anxietas dihungkan dengan kehilangan cinta dari objek yang penting. Anxietas kastrasi berhubungan dengan fase oedipal sedangkan anxietas superego merupakan ketakutan seseorang untuk mengecewakan nilai dan pandangannya sendiri (merupakan anxietas yang paling matang).3Teori Kognitif-Perilaku. Penderita GAD berespon secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman, disebabkan oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal negatif pada lingkungan, adanya distorsi pada pemrosesan informasi dan pandangan yang sangat negatif terhadap kemampuan diri untuk menghadapi ancaman.3

Pedoman DiagnostikKriteria diagnostik gangguan cemas menyeluruh menurut DSM IV-TR antara lain, yang pertama, kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir setiap hari, terjadi selama sekurangnya 6 bulan, tentang sejumlah aktivitas atau kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas sekolah).3Yang kedua, penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya.3Yang ketiga, kecemasan dan kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala berikut ini: kegelisahan, merasa mudah lelah, sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong, iritabilitas, ketegangan otot, gangguan tidur / sulit tertidur atau tetap tidur / tidur gelisah dan tidak memuaskan. Dengan catatan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi dibandingkan tidak terjadi selama 6 bulan terakhir, dan hanya satu nomor yang diperlukan pada anak.3Yang keempat, fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas hanya pada gambaran gangguan aksis I, misal kecemasan atau ketakutan bukan karena mengalami suatu serangan panik (seperti pada gangguan panik), merasa malu pada situasi umum (seperti pada fobia sosial), terkontaminasi (seperti pada gangguan obsesif kompulsif), merasa jauh dari rumah atau sanak saudara dekat (seperti pada gangguan cemas perpisahan), penambahan berat badan (seperti pada anoreksia nervosa), menderita keluhan fisik berganda (seperti pada gangguan somatisasi), atau menderita penyakit serius (seperti pada hipokondriasis) serta kecemasan dan kekhawatiran tidak terjadi semata-mata selama gangguan stres pasca trauma.3Yang kelima, kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis, atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.3Yang keenam, gangguan yang terjadi bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi medis umum (misalnya hipertiroidisme), dan tidak terjadi hanya selama gangguan mood, gangguan psikotik, atau gangguan perkembangan pervasif.3

Gambaran KlinisGejala utama gangguan cemas menyeluruh adalah cemas, ketegangan motorik, hiperaktivitas otonom, dan kesiagaan kognitif. Cemasnya berlebihan dan mengganggu aspek kehidupan lain. Ketegangan motorik paling sering tampak sebagai gemetar, gelisah, dan sakit kepala. Hiperaktivitas otonom sering bermanifestasi sebagai napas pendek, keringat berlebihan, palpitasi, dan berbagai gejala gastrointestinal atau saluran pencernaan. Kesiagaan kognitif terlihat dengan adanya iritabilitas dan mudahnya pasien merasa terkejut.3, 6Pasien GAD biasanya datang ke dokter umum karena keluhan somatik, atau datang ke dokter spesialis karena gejala spesifik seperti diare kronik. Pasien biasanya memperlihatkan perilaku mencari perhatian (seeking behavior). Berapa pasien menerima diagnosis GAD dan terapi yang adekuat, dan beberapa lainnya meminta konsultasi medik tambahan untuk masalah-masalah mereka.3

Perjalanan Gangguan dan PrognosisPasien dengan ganguan cemas menyeluruh biasanya melaporkan bahwa mereka telah cemas sepanjang yang mereka ingat. Pasien biasanya datang ke dokter untuk mendapatkan perhatian klinisi pada usia 20-an walaupun kontak pertama dengan klinisi dapat terjadi pada usia berapapun. Hanya sepertiga pasien yang memiliki gangguan cemas menyeluruh mencari terapi psikiatri. Banyak pasien datang ke dokter umum, spesialis penyakit dalam, spesialis jantung, spesialis paru, atau spesialis gastroenterologi, mencari terapi untuk komponen somatik gangguan mereka. Perjalanan klinisi dan prognosis gangguan ini sulit diprediksi. Meskipun demikian, gangguan cemas menyeluruh adalah suatu keadaan kronis yang mungkin akan menetap seumur hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan depresi mayor.3, 6

PenatalaksanaanTerapi yang paling efektif untuk gangguan cemas menyeluruh mungkin adalah terapi yang menggabungkan pendekatan psikoterapeutik, farmakoterapeutik, dan suportif.6Psikoterapi. Pendekatan psikoterapeutik utama gangguan cemas menyeluruh adalah terapi perilaku-kognitif, suportif, dan psikoterapi berorientasi tilikan.3, 6Terapi kognitif-perilaku. Pendekatan kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali distorsi kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik secara langsung. Teknik utama yang digunakan pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan biofeedback.3Terapi suportif. Pasien diberikan keamanan dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.3Psikoterapi berorientasi tilikan. Terapi ini mengajak pasien untuk mencapai penyingkapan konflik bawah sadar, menilik egostrength, relasi obyek, serta keutuhan self pasien. dari pemahaman akan komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat memperkirkirakan sejauh mana pasien dapat diubah untuk mejadi lebih matur, bila tidak tercapai, minimal kita memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.3Farmakoterapi. Karena gangguan bersifat jangka panjang, suatu rencana terapi harus dilakukan dengan teliti. Tiga obat utama yang harus dipertimbangkan untuk terapi gangguan cemas menyeluruh adalah buspiron, benzodiazepin, dan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI). Obat lain yang dapat berguna adalah obat trisiklik (contohnya imipramin / Tofranil), antihistamin, dan antagonis -adrenergik (contohnya propanolol / Inderal).3Benzodiazepin. Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepin dimulai dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respon terapi. Penggunaan sediaan dengan waktu paruh menegah dan dosis terbagi dapat mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata adalah 2-6 minggu, dilanjutkan dengan masa penurunan dosis obat secara bertahap sebelum dihentikan selama 1-2 minggu.3Buspiron. Obat ini efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih efektif dalam memperbaiki gejala kognitif dibandingkan gejala somatik pada GAD. Tidak menyebabkan withdrawl. Kekurangannya adalah efek klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita GAD yang sudah menggunakan benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang baik dengan buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara benzodiazepin dengan buspiron kemudian dilakukan tapering benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi buspiron sudah mencapai maksimal. Sejumlah studi juga melaporkan bahwa terapi kombinasi jangka panjang benzodiazepin dan buspiron dapat lebih efektif daripada kedua obat tersebut secara tersendiri.3, 6Selective Serotonin Reuptake Inhibitor. Sertraline dan paroxetin merupakan pilihan yang lebih baik daripada fluoksetin. Pemberian fluoksetin dapat meningkatkan kecemasan sesaat. SSRI efektif terutama pada pasien GAD dengan riwayat depresi.3Venlafaksin (Effexor) efektif untuk mengobati insomnia, konsentrasi yang buruk, kegelisahan, iritabilitas, dan ketegangan otot yang berlebihan akibat gangguan cemas menyeluruh.6Obat lain. Jika terapi konvensional (contoh dengan buspiron atau benzodiazepin) tidak efektif atau tidak seluruhnya efektif, kemudian diindikasikan pengkajian ulang klinis untuk menyingkirkan adanya keadaan komorbid seperti depresi, atau untuk memahami lebih jauh stres lingkungan pasien. Obat lain yang telah terbukti berguna untuk gangguan cemas menyeluruh mencakup obat trisiklik dan tetrasiklik. Antagonis reseptor -adrenergik dapat mengurangi manifestasi somatik cemas tetapi tidak keadaan yang mendasari, dua pengguanaannya biasanya terbatas pada ansietas situasional seperti ansietas penampilan. Nefadozon (Serzone) yang juga digunakan pada depresi, telah terbukti mengurangi ansietas dan mencegah gangguan panik.6

Gangguan kejiwaan pada anak yang terjadi karena faktor perilaku yaitu gangguan kepribadian cemas (menghindar) dan gangguan kepribadian skizoid.

Gangguan Kepribadian Cemas (Menghindar)Adanya pola perasaan tidak nyaman serta keengganan untuk bergaul secara sosial, rasa rendah diri, hipersensitif terhadap evaluasi negatif. Meskipun pemalu, mereka bukan asosial dan menunujukkan minat yang besar untuk berteman, tetapi mereka membutuhkan jaminan yang sangat besar untuk diterima tanpa celaan. Bersifat pervasif, berawal sejak dewasa muda, nyata dalam pelbagai konteks.3, 6

Epidemiologi Dijumpai pada sekitar 1-10% penduduk. Seringkali bila anak mempunyai temperamen pemalu maka bila ia menjadi dewasa angka kejadiannya lebih tinggi dibandingkan bila temperamen dalam masa kanaknya berskala tinggi dalam pendekatan aktif. Ciri khas selama wawancara adalah kecemasan bila akan wawancara dengan pewawancara, kecemasannya sering hilang timbul dan sangat bergantung dari persepsinya apakah pewanwancara menyukai atau tidak menyukai dirinya. Ia rentan terhadap komentar dan sugesti dan sering menganggap suatu penjelasan atau klarifikasi sebagai kritik terhadap dirinya. Ciri khas lainnya adalah sifatnya yang pemalu, walau sebenarnya ia mendambakan kehangatan dan kemantapan dalam hubungan interpersonal, tetapi karena takut ditolak maka yang kelihatan adalah sikap menghindar. Dalam pembicaraan dengan orang tampak kurang percaya diri, tidak menampilkan atau menonjolkan diri, takut berbicara di depan umum karena takut ditolak. Sering komentar orang dinilainya sebagai cemooh atau hinaan, akibatnya sering ia menarik diri dalam pergaulan. Biasanya tidak mau membuat hubungan akrab kecuali dijamin bahwa ia diterima tanpa kritik. Sering dalam perjalanan hidupnya timbul fobia sosial.3,6

Pedoman DiagnostikRasa tegang atau takut yang menetap dan pervasif, merasa dirinya tak mampu, tidak menarik atau lebih rendah dari orang lain, kuatir berlebih terhadap kritik dan penolakan dalam situasi sosial, enggan untuk terlibat dengan orang lain, kecuali merasa yakin akan disukai, membatasi gaya hidup dengan alasan keamanan fisik, menghindari aktivitas sosial atau pekerjaan yang melibatkan kontak interpersonal sebab takut dikritik, tidak didukung atau ditolak.3

Gambaran KlinisHipersensitivitas terhadap penolakan oleh orang lain merupakan gambaran klinis utama gangguan kepribadian menghindar, dan ciri kepribadian utama mereka adalah malu. Orang dengan gangguan ini menginginkan kehangatan dan keamanan dari pertemanan manusia, tetapi membenarkan penghindaran mereka terhadap hubungan, karena rasa takut mereka akan dugaan penolakan. Ketika berbicara dengan seseorang, mereka menunjukkan ketidakpastian, menunjukkan ketiadaan percaya diri, dan mungkin berbicara dengan sikap malu-malu. Karena mereka sangat rentan terhadap penolakan, mereka takut untuk berbicara di depan umum atau meminta sesuatu dari orang lain. Mereka mudah menyalahartikan komentar orang lain sebagai penghinaan atau melecehkan. Penolakan setiap permintaan menyebabkan mereka menarik diri dari orang lain dan merasa sakit.6Di lingkungan pekerjaan, pasien dengan gangguan kepribadian menghindar sering memilih pekerjaan yang tidak menonjol. Mereka jarang mencapai peningkatan diri atau menjalankan banyak tugas tetapi tampak malu dan ingin menyenangkan. Orang ini umumnya tidak ingin memasuki suatu hubungan kecuali mereka diberikan jaminan yang sangat kuat akan penerimaan tanpa celaan. Karenanya, mereka sering tidak memiliki teman dekat atau orang kepercayaan.6

Perjalanan Gangguan dan PrognosisBanyak orang dengan gangguan kepribadian menghindar dapat berfungsi di dalam suatu lingkungan yang terlindungi. Beberapa dari mereka menikah, memiliki anak, dan menjalani hidup dengan dikelilingi hanya oleh anggota keluarga. Meskipun demikian, jika sistem dukungan mereka gagal, mereka dapat mengalami depresi, ansietas, dan kemarahan. Pasien dengan gangguan ini mungkin memiliki riwayat fobia sosial atau mendapatkan fobia sosial di dalam perjalanan penyakitnya.6

PenatalaksanaanPsikoterapi. Bina hubungan dengan pasien agar tumbuh rasa percaya, terapis perlu menerima rasa takut dari pasien, khususnya rasa takut ditolak. Bantu pasien agar berani memasuki dunia luar dan menghadapi apa yang dipersepsikannya sebagai penghinaan, penolakan, dan kegagalan. Juga bermanfaat terapi kelompok, dan latihan ketegasan untuk mengajari pasien mengekspresikan apa kebutuhannya secara terbuka dan memperbesar harga diri mereka.3, 6Farmakoterapi. Digunakan untuk mengelola ansietas dan depresi jika terkait dengan gangguan ini. Sejumlah pasien dibantu oleh -adrenergic receptor antagonist (Tenormin), untuk mengelola hiperaktivitas sistem saraf autonom, yang cenderung tinggi pada pasien dengan gangguan kepribadian menghindar, terutama ketika mereka mendekati situasi yang ditakuti. Obat serotonergik dapat mengurangi sensitivitas terhadap penolakan.3, 6

Gangguan Kepribadian SkizoidMerupakan pola perilaku berupa pelepasan diri atau penarikan diri dari kehidupan sosial disertai kemampuan ekspresi emosi yang terbatas dalam hubungan interpersonal. Bersifat pervasif, berawal sejak dewasa muda dan nyata dalam pelbagai konteks.3, 6

EpidemiologiDijumpai pada kira-kira 7,5% penduduk, laki-laki 2 kali lebih banyak daripada perempuan. Sering memilih pekerjaan yang memerlukan sedikit saja hubungan dengan orang lain atau memilih pekerjaan di malam hari sehingga mereka tidak harus menghadapi banyak orang.3, 6

Pedoman Diagnostik Hanya sedikit ada aktivitas yang memberinya kebahagiaan, emosinya dingin, afeknya datar, kurang mampu menyatakan kehangatan, kelembutan atau kemarahan pada orang lain, tidak peduli terhadap pujian atau kecaman, kurang tertarik untuk menjalin pengalaman seksual dengan orang lain, memilih aktivitas yang menyendiri, dirundung oleh fantasi dan instrospeksi yang berlebihan, tidak ada keinginan untuk mempunyai teman dekat atau akrab, dan tidak sensitif terhadap norma atau kebiasaan sosial yang berlaku.3

Gambaran KlinisPenderita gangguan kepribadian skizoid tampak dingin dan mengasingkan diri; mereka menunjukkan sifat menjauh dan tidak terlibat dalam peristiwa sehari-hari serta tidaak peduli kepada orang lain. Pasien tampak diam, menjauh, menyendiri, dan tidak bersosialisasi. Mereka mungkin mencari kehidupan mereka sendiri yang hanya memiliki kebutuhan ikatan emosi yang sangat sedikit dan merupakan orang-orang yang terakhir menyadari perubahan gaya yang sedang popular.6Riwayat hidup orang ini mencerminkan adanya minat menyendiri dan keberhasilan di dalam pekerjaan yang dilakukan sendirian, tanpa kompetisi, yang bagi orang lain sebenarnya dirasa sulit ditoleransi. Meskipun penderita gangguan kepribadian skizoid tampak asyik dengan diri sendiri dan asyik dengan lamunan, mereka memiliki kapasitas normal untuk mengenali kenyataan. Meskipun sering tampak mengasingkan diri, tetapi orang tersebut kadang-kadang dapat memiliki, mengembangkan, dan memberikan gagasan-gagasan yang kreatif dan asli.6

Perjalanan Gangguan dan PrognosisOnset gangguan kepribadian skizoid biasanya terjadi pada masa kanak-kanak awal. Seperti semua gangguan kepribadian, gangguan kepribadian skizoid berlangsung lama, tetapi tidak selalu seumur hidup.6

PenatalaksanaanPsikoterapi. Dengan bina kepercayaan. Dalam terapi kelompok mereka seringkali bersikap pendiam, jaga mereka terhadap sikap teman kelompoknya yang sering bersifat agresif bila mereka pendiam. Lambat laun akan terbina rapport dan hubungan akrab dengan teman dari terapi kelompoknya.3Farmakoterapi. Dosis kecil dari antipsikotik, antidepresan, dan psikostimulan kadang-kadang ada manfaatnya. Obat anti cemas dapat berguna pada kecemasan dalam hubungan interpersonal.3

PenutupRemaja merupakan masa di mana terjadi banyak perubahan pada diri seseorang. Perubahan-perubahan yang terjadi menyangkut banyak aspek seperti perkembangan psikososial, psikoseksual, kognitif, dan moral, serta faktor-faktor penting seperti biologi, psikologi, dan sosial. Faktor psikologi mempunyai tiga aspek yaitu kognitif, perasaan, dan perilaku, yang mana faktor-faktor itulah yang akhirnya mempengaruhi terbentuknya kepribadian atau tingkah laku pada seoseorang.

Daftar Pustaka1. Zahra RP. Lingkungan keluarga dan peluang munculnya masalah remaja. Dalam: Jurnal provitae. Jakarta: Fakultas Psikologi universitas Tarumanagara dan Yayasan Buku Obor; 2005.h.13.2. Sarwono, S.W. Psikologi remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada; 2010.h.213-25.3. Staf Departemen Psikiatri FKUI. Buku ajar psikiatri. Edisi ke-2. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2014.h.25-31, 253-7, 350-1, 355-6, 446-55.4. Wade C, Tavris C. Psikologi. Edisi ke-9. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2013.h.21.5. Santrock JW. Adolescence perkembangan remaja. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2003.h.505.6. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & sadock buku ajar psikiatri klinis. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2014.h.259-63, 370-2, 379-80, 570-1.7. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson ilmu kesehatan anak esensial. Edisi ke-6. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2014.h.78-81.16