pbl blok 12_infeksi dan imunitas
TRANSCRIPT
-
7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas
1/19
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar BelakangDewasa ini masih sering terjadi kasus tetanus di kalangan masyarakat.
Kurangnya kesadaran masyarakat akan bahaya tetanus menyebabkan tetanus masih
merupakan penyakit dengan prevalensi kasus yang cukup tinggi. Pasien yang tertusuk
misalnya cenderung tidak langsung diberikan pertolongan medis, hingga menimbulkan
gejala yang berbahaya
Untuk itu sebagai dokter, kita perlu membekali diri dengan memperlajari ciri-
ciri, gejala, mekanisme, pengobatan, hingga pencegahan penyakit tetanus.
B. Tujuan PenulisanTujuan penulisan makalah ini antara-lain :
a. Menjelaskan gejala-gejala penyakit tetanus.b. Menjelaskan pemeriksaan yang harus dilakakukan, yakni mulai dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, kemudian diagnosis..
c. Menjelaskan etiologi penyakit tetanus.d. Menjelaskan epidemologi penyakit tetanus.e. Menjelaskan patofisiologi penyakit tetanus.f. Menjelaskan pengobatan penyakit tetanus.g. Menjelaskan pencegahan penyakit tetanus.h. Menjelaskan prognosis penyakit tetanus.
B. Metode PenulisanUntuk mendapatkan informasi dan data yang diperlukan dalam penulisan
makalah ini, penulis menggunakan metode kepustakaan.
C. Sistematika PenulisanSistematika penulisan makalah ini, penulis memulai dengan mengetengahkan
bahwa pendahuluan yang berisi latar belakang, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
Pada bab kedua penulis membahas hasil penelitian yang berupa isi dan pada bab
terakhir penulis mencoba menyimpulkan hasil penelitian melalui belajar mandiri, dan
sedikit memberikan saran.
-
7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas
2/19
2
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
A. GEJALA-GEJALA KEJANG OPISTOTONUSAda beberapa pengertian mengenai opistotonus :
1. Bentuk kejang yang terdiri dari hiperekstensi tubuh yang hebat; kepala dan tungkaidibengkokan ke belakang, sedangkan tubuh membungkuk ke depan. 1
2. Opistotonus adalah kontraksi otot-otot erektor trunci sehingga vetebra mengalamihiperlordosis (melekuk ke depan); keadaan ini didapatkan pada pasien tetanus. 2
Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus
otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat
yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. 2
Tetani dicirikan dengan dengan spasme otot involunter dan dapat melibatkan
otot-otot di ektremitas bagian atas dan bawah, menyebabkan terjadinya spasme
karpopedal, serta parestesia di tangan, kaki dan sekitar mulut. 3
B. PEMERIKSAANa. Anamnesis 2
Wawancara yang baik seringkali sudah dapat mengarahkan masalah pasien ke
diagnosis penyakit tertentu. Di dalam Ilmu Kedokteran wawancara terhadap pasien
disebutanamnesis. Teknik anamnesis yang baik disertai dengen empati merupakan
seni tersendiri dalam rangkaian pemeriksaan pasien secara keseluruhan dalam
usaha untuk membuka saluran komunikasi antara dokter dengan pasien.
Dalam melakukan anamnesis, tanyakanlah hal-hal yang logikk mengenai
penyakit pasien, dengarkan dengan baik apa yang dikatakan pasien, jangan
memotong pembicaraan pasien bila tidak perlu.
Anamnesis yang baik terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat obstetri dan ginekologi (khusus
wanita), riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan sistem dan
anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-
obatan, lingkungan). Pada pasien usia lanjut perlu dievaluasi juga status
fungsionalnya, seperti ADL, IADL. Pasien dengan sakit menahun, perlu dicatat
pasang surut kesehatannya, termasuk obat-obatnya dan aktivitas sehari-harinya.
-
7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas
3/19
3
1. IdentitasIdentitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis
kelamin, nama orang tua, atau suami atau istri atau penanggung jawab,
alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan agama. Identitas perlu
ditanyakan untuk memastikan bahwa pasien yang dihadapi adalah memang
benar pasien yang dimaksud.
2. Keluhan utamaKeluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa
pasien pergi ke dokter atau mencari pertolongan.
3.
Riwayat Penyakit SekarangRiwayat perjalanan penyakit merupakan cerita kronologis, terinei dan
jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebekum keluhan utama
sampai pasien datang berobat.
4. Riwayat Penyakit DahuluBertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya hubungan antara
penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang.
5. Riwayat ObstetriAnamnesis terhadap riwayat obstetri harus ditanyakan pada setiap
pasien wanita. Tanyakan mengenai menstruasinya, kapan menarche, apakah
menstuasi teratur atau tidak, apakah disertai rasa nyeri atau tidak. Juga
harus ditanyakan riwayat kehamilam, persalinan, dan keguguran.
6. Anamnesis Susunan SistemAnamnesis susunan sistem bertujuan untuk mengumpulkan data-data
positif dan negatif yang ebrhubungan dengan penyakit yang diderita pasien
berdasarkan alat tubuh yang sakit.
7. Riwayat Penyakit Dalam KeluargaPenting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial atau
penyakit infeksi.
-
7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas
4/19
4
8. Riwayat PribadiRiwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan
kebiasaan. Pada anak-anak juga dilakukan anamnesis gizi yang seksama,
meliputi jenis makanan, kuantitas, dan kualitasnya.
b. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik mempunyai nilai sangat penting untuk mempekuat temuan-
temuan dalam anamnesis.2
1. Keadaan UmumSebelum melakukan pemeriksaan fisis, dapat diperhatikan bagaimana
keadaan umum pasien melalui ekspresi wajahnya, gaya berjalannya, dan
tanda-tanda spesifik lain yang segera tampak begitu kita melihat pasien.Hal lain yang segera dapat dilihat pada pasien adalah keadaan gizi dan
habitus. Berat badan dan tinggi badan juga dapat diukur sebelum
pemeriksaan fisis dilanjutkan.
2. KesadaranKesadaran pasien dapat diperiksa secara inspeksi dengan melihat reaksi
pasien yang wajar terhadap stimulus visual, auditor maupun taktil. Seorang
yang sadar dapat tertidur, tapi segera terbangun bila dirangsang. Bila perlu,
tingkat kesadaran dapat diperiksa dengan memberikan rangsang nyeri.
3. Tanda-tanda vitalPemeriksaan tanda vital antara lain suhu, tekanan darah, tekanan nadi,
dan frekuensi pernapasan.
4. EktremintasTerkait dengan kasus, maka perhatikan bentukototapakah eutrofi (normal),
hipertrofi (membesar), atau hypotrofi/atrofi (mengecil). Tonus otot juga
harus diperiksa secara pasif, yaitu dengan cara mengangkay lengan atau
tungkai pasiem., kemudian dijatuhkan dengan cepat sekali, seolah tanpa
tahanan. Tonus otot tinggi disebuthypertonus (spastisitas). Spastisitas dapat
diperiksa dengan cara memfleksikan atau mengekstensikan lengan atau
tungkai, akan terasa suatu tahanan yang bila dilawan terus akan menghilang
dan disebutfenomena pisau lipat . Selain spastisitas, juga terdapat rigiditas
-
7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas
5/19
5
dimana pada pemeriksaan seperti spatisitas akan terada tersendat-sendat
dan disebutfenomena roda bergerigi.
Pemeriksaan otot yang lain adalah pemeriksaan kekuatan otot, yaitu :
Derajat 5 : kekuatan normal, dapat melawan tahanan yang diberikan
pemeriksa berulang-ulang
Derajat 4 : masih dapat melawan tahanan yang ringan
Derajat 3 : hanya dapat melawan gaya berat
Derajat 2 : otot hanya dapat digerakan bila tidak ada gaya berat
Derajat 1 : kontraksi minimal, hanya dapat dirasakan dengan palpasi,
tidak menimbulkan gerakan
Derajat 0 : tidak ada kontraksi sama sekali.
c. Pemeriksaan Penunjang (Pemeriksaan Darah) 2Lekosit mungkin meningkat. Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukan
impuls unit-unit motorik dan pemendekan atau tidak adanya interval tenang yang
secara normal dijumpai setelah ptensial aksi. Pemeriksaan non spesifik dapat
dijumpai pada elektrokardiogram. Enzim otot mungkin meningkat.
d. Diagnosis 2Diagnosis bersandar pada gambaran klinis dan riwayat cedera, meskipun hanya
50% pasien tetanus yang menderita cedera mencari pertolongan medis. 4
Diagnosis tetanus mutlatk didasarkan pada gejala klinis. Tetanus tidaklah
mungkin apabila terdapat riwayat serial vaksinasi yang telah diberikan secara
lengkap dan vaksin ualngan yang sesuai telah diebrikan. Sekret luka hendaknya
dikultur pada kasus yang dicurigai tetanus. Namun demikian, C.tetani dapat
diisolasi dari luka pasien tetanus, kultur yang positif bukan merupakan bukti bahwa
organisme tsb menghasilkan toksin dan menyebabkan tetanus. Diagnosis
diferensialnya mencakup kondisi lokal yang dapat menyebabkan trismus, seperti
abses alveolar, keracunan stgriknin, rekasi obat distonik (misalnya terhadap
fenotiasin dan meto klorpramid) tetanus hipokalsemik dan perubahan-perubahan
metabolik dan neurologis pada neonatal.
Kondisi-kondisi lain yang dikacaukan dengan tetanus meliputi
menignitis/ensefalis,rabies dan proses intraabdominal akut (karena kekakuan
abdomen). Meningkatnya tonus pada otot sentral (wajah leher, dada, punggung dan
perut) yang tumpang tindih dengan spasme generalisata dan tidak terlibatnya
tangan dan kaki secara kuat menyokong diagnosa tetanus. 2
-
7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas
6/19
6
C. ETIOLOGI (Bakteri Clostridium tetani)Tetanus disebabkan oleh basil gram
positif, Clostridium tetani. Bakteri ini
terdapat di mana-mana, dengan habitat
alamnya di tanah, tetapi dapat juga diisolasi
dari kotoran binatang dan manusia.
Clostrudium tetani merupakan bakteri gram
positif berbentuk batang yang selalu
bergerak, dan merupakan bakteri anaerob
obligat yang menghasilkan spora. Sporayang dihaasilkan tidak berwarna, berbentuk oval, menyerupai raket tenes atau paha
ayam. Spora ini dapat bertahan selama bertahun-tahun pada lingkungan tertentu, tahan
terhadap sinar matahari dan bersifat resisten terhadap berbagai desifektan dan
pendidihan selama 20 menit. Spora bakteri ini dihancurkan secara tidak smepurna
dengan mendidihkan, tetapi dapat dieliminasi dengan autoklav pada tekanan 1 atmosfir
dan 1200C selama 15 menit. 4
Clostridium tetani yang menyebabkan tetanus, mempunyai distribusi yang
tersebar luas di seluruh dunia dalam tanah dan feses kuda dan hewan lain. Beberapa
jenis Clostridium tetani dapat dibedakan berdasarkan antigen flagelar spesifik. Semua
mempunyai antigen O (somatik) yang sama, yang dapat disamakan, dan semua
menghasilkan jenis antigenik neurotoksin yang sama, yaitu tetanospasmin. 4
Sel-sel vegetatifC tetani menghasilkan toksin tetanospasmin (BM 150000) yang
dipecah oleh protease bakteri menjadi dua peptida (BM 50000 dan 100000) yang
dihubungkan oleh ikatan disulfida. Pada awalnya toksin berikatan dengan reseptor pada
membran prasinaptik neuron motorik, kemudian toksin bermigrasi melalui sistem
transpor aksonal retrograd ke badan sel neuron-neuron ini ke medula spinalis dan
batang otak. Toksin berdifusi ke bagian terminal sel-sel inhibisi, termasuk interneuron
glisinergik dan neuron penyekresi asam aminobutirat dari batang otak. Toksin
melakukan degradasi sinaptobrevin, sebuah protein yang diperlukan untuk
menghubungkan vesikel neurotransmiter pada membran prasinaptik. Pelepasan glisin
inhibisi dam asam -aminobutirat dihambat, dan neuron motorik tidak dihambat.
Sebagai akibatnya secara hiperfleksi, spasme otot, dan paralisis spastik. Secara ektrim
sejumlah kecil toksin dapat bersifat letal bagi manusia. 4
-
7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas
7/19
7
Peranan toksin tetanus dalam tubuh organisme belum jelas diketahui. DNA
toksin ini terkandung dalam plasmid. Adanya bakteri belum tentu mengindikasikan
infeksi, karena tidak semua strain mempunyai plasmid. Belum banyak penelitian
tentang sensitifitas antimokrobial bakteri ini. 2
D. PATOFISIOLOGITetanus biasanya terjadi setelah suatu trauma. Kontaminasi luka dengan tanah,
kotoran binatang, atau logam berkarat dapat menyerang tetanus. Tetanus dapat terjadi
sebagai komplikasi dari luka bakar, ulkus gangren, luka gigitan ular yang mengalami
nekrosis, infeksi telinga tengah, aborsi septik, persalinan, injeksi intramuskular dan
pembedahan. Trauma yang menyebabkan tetanus dapat hanyalah kuman ringan, dan
sampai 50% kasus trauma terjadi di dalam gedung yang tidak dianggap terlalu seriusuntuk mencari pertolongan medis. 2
Sering terjadi kontaminasi luka oleh spora Clostridium tetani. C.tetani sendiri
tidak menyebabkan inflamas dan port dentrae tetam nampak tenang tanpa tanda
inflamasi, kecuali apabila ada infeksi oleh mikroorganisme yang lain.
Dalam kondisi anaerobik yang dijumpai pada jaringan nekrotik dan terinfeksi,
basil tetanus mensekresi dua macam toksin : tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin
mampu secara lokal merusak jaringan yang masih hidup yang mengelilingi sumber
infeksi dan mengoptimalkan kondisi yang memungkinkan multiplikasi bakteri.
Tetanospasmin menghasilkan sindroma klinis tetanus. Toksin ini mungkin
mencakup lebih dari 5% dari berat organisme. Toksin ini merupakan polipeptida rantai
ganda dengan berat 150000 Da yang semula bersifat inaktif. Rantai berat (100.000 Da)
dan rantai ringan (50.000 Da) dihubungkan oleh suatu ikatan yang sensitif terhadap
protease dan dipecah oleh protease jaringan yang menghasilkan jembatan disulfida yang
menghubungkan dua rantai ini. Ujung karboksil GD1b dan GT1b pada membran ujung
saraf lokal. Jika toksin yang dihasilkan banyak, ia dapat memasuki aliran darah yang
kemudian berdifusi untuk terikat pada ujung-ujung saraf di seluruh tubuh. Toksin
kemudian akan menyebar dan ditransportasikan dalam axon dan secara retrogred ke
dalam badan sel di batang otak dan saraf spinal.
Transpor terjadi pertama kali pada saraf motorik, lalu ke saraf sensorik dan
saraf otonom. Jika toksin telah masuk ke dalam sel, ia akan berdifusi kelaur dan akan
masuk dan memperngaruhi ke neuron didekatnya. Apabila interneuron inhibitori spinal
terpengaruh, gejala-gejala tetanus akan muncul. Transpor intraneural retrogred lebih
jauh dari otak tengah. Penyebaran ini meliputi transfer melewati celah sinaptik dengan
suatu mekanisme yang tidak jelas.
-
7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas
8/19
8
Tetanospasmin mempunyai efek konvulsan kortikal pada penelitian hewan.
Apakah mekanisme ini berperan terhadap spasme intermiten dan serangan autonomik,
masih belum jelas.
Aliran eferen yang tak terkendali dari saraf motorik pada korda dan batang otak
akan menyebabkan kekakuan dan spasme muskuler, yang dapat menyerupai konvulsi.
Refleks inhibisi dari kelompok otot antagonik hilang, sedangkan otot-ooto agonis dan
anraginis berkonstraksi secara simultan. Spasme otot sangatlah nyeri dan dapat
berakibat fraktur atau ruptur tendon. Otot rahang, wajah, dan kepala sering terlibat
pertama kali karena jalur aksolnya lebih pendek. Tubuh dan anggota tubuh mengikuti,
sedangkan otot-otot perifer tangan dan kaki relatif jarang terlibat. 2
Jadi, toksin yang dilepaskan dari sel-sel vegetatif mencapai sistem saraf pusat
dan secara cepat menempel pada reseptor di medula spinalis dan batang otak, kemudianmelakukan aksinya seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. 4
Periode ikubasi dapat berkisar dari 4-5 hari sampai beberapa minggu. Penyakit
ditandai dengan kontraksi tonik otot voluntar. Spasme otot pertama kali sering
mengenai area sedera dan infeksi dan kemudian otot rahang (terimus, lockjaw), yang
berkontraksi sedemikian rupa sehingga mulut tidak daparr dibuka. Secara bertahap.
Otot voluntar lain terkena, menyerbabkan spasme tonik. Setiap rangsang eksterna dapat
mencetuskan spasme otot tetenik generalisata. Pasien sadar penuh dan nyeri dapat
hebat. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan mekanis repirasi. Angka mortalitas
pada tetanus generalisata sangat tinggi. 4
E. EPIDEMOLOGI 2Tetanus terjadi secara sporadis dan hampir selalu menimpa individu non imun,
individu dengan imunitas parsial dan individu dengan imunitas penuh yang kemudian
gagal mempertahankan imunitas secara adekuat dengan vaksinasi ulangan. Walaupun
tetanus dapat dicegah dengan imunisasi, tetanus masih merupakan penyakit yang
membebani seluruh dunia terutama di negara beriklim tropis dan negara-negara sedang
berkembang, sering terjadi di Brazil, Filipina, Vietnam, Indonesia, dan negara-nagara
lain di benua Asia. Penyakit ini umum terjadi di daerah pertanian, di daerah pedesaan,
pada daerah dengan iklim hangat, selama musim panas dan papa penduduk pria. Pada
negara-negara tanpa program imunisasi yang komprehensif, tetanus terjadi terutama
pada neonatus dan anak-anak.
Walaupun WHO menetapkan target mengeradikasi tetanus pada tahun 1995,
tetanus tetap bersifat endemik pada negara-negara berkembang dan WHO
memperkirakan kurang lebih 1.000.000 kematian akibat tetanus di seluruh dunia pada
-
7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas
9/19
9
tahun 1992, termasuk di dalam 580.000 kematian akibat tetanus neonatoru, 210.000 di
Asia Tenggara, dam 152.000 di Afrika. Penyakit ini jarang dijumpai di negara-negara
maju. Di Afrika Selatan, kira-kira terdapat 300 kasus per tahun, kira-kira 12-15 kasus
dilaporkan terjadi tiap tahun di Inggris.
Di Amerika Serikat sebagian besar kasus tetanus terjadi akibat trauma akut,
seperti luka tusuk, laserasi atau abrasi. Tetanus didapatkan akibat trauma di dalam
rumah atau selama bertani, berkebun dan aktivitas luar ruangan yang lain. Trauma yang
menyebabkan tetanus bisa berupa luka besar tapi dapat juga berupa luka kecil, sehingga
pasien tidak mencari pertolongan medis, bahkanpada beberapa kasus tidak dapat
diidentifikasi adanya trauma. Tetanus dapat merupakan komplikasi penyakit kronis,
seperti ulkus, abses dan gangren. Tetanus dapat pula berkaitan dengan luka bakar,
infeksi telinga tengah, pembedahan, aborsi dan persalinan. Pada beberapa pasien tidakdapat diidetifikasi adanyaport dentree.
Pada akhir tahun 1940an dilaporkan 300 sampai 600 kasus per tahun di Amrika
Serikat. Pada tahun 1947 insiden tetanus mencapai 3,9 kasus per juta populasi, kontras
dengan angka insideni tahunan antara tahun 1998-2000 yang dilaporkan 0,16 per juta
populasi. Sejak tahun 1976 kurang dari 100 kasus dilaporkan tiap tahun dan pada saat
ini antara 50-70 kasus per tahun dilaporkan di Amerika Serikat.
Resiko terjadinya tetanus paling tinggi pada populasi usia tua. Servey serologis
skala luas terdapat antibodi tetanus dan difteri yang dilakukan antara tahun 1988-1994
menunjukan bahwa secara keseluruhan, 72% penduduk Amerika Serikat berusia di atas
6 tahun terlindungi terhadap tetanus. Sedangkan pada anak antara 6-11 tahun sebesar
91%, presentase ini menurun dengan bertambahnya usia; hanya 30% individu berusia
di atas 70 tahun (pria 45%, wanita 21%) yang mempunyai tingkat antibodi adekuat.
F. PENGOBATANHasil pengobatan tetanus tidaklah memuaskan. Oleh karena itu pencegahan sangat
penting. 4
A. MedikaPemberian intramuskular sebanyak 250-500 unit antitoksin manusia
(imunoglobulin tetanus) memberikan proteksi sistemik yang ademukat. Antitoksin
tersebut menetralisir toksin yang tidak terikat pada jaringan saraf. Imunisasi aktif
dengan toksoid tetanus haru menyertai profilaksis antitoksin. 2
Pasien yang mengalami gejala-gejala tetanus harus menerima relaksan otot,
sedasi, dan bantuan bentilasi. Kadang-kadang pasien diberiksan antitoksin dalam dosis
besar.
-
7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas
10/19
10
Debridemen bedah sangat penting karena mengangkat jaringan nekrotik yang
pentinf untuk proliferasi organisme. 2
Penilisin secara kuat menghambat pertumbuhan Clostridium tetani dan
menghentikan produksi toksin lanjutan. Antibiotik juga dapat mengontrol indeksi
piogenik yang menyertai. 4
Farmakologi obat-obatan yang biasa dipakai pada tetanus yaitu antara lain:
(IPD)
1. Diazepam.Diazepam tetrutama digunakan untuk terapi konvulsi rekuren, misalnya
status epileptikus. Obat ini juga bermanfaat untuk terapi bangkitan parsial
sederhana misalnya bangkitan klonik fokal dan hipsaritmia yang refrakter
terhadap terapi lazim. Diazepam efektif pada bangkitan lena karenamenekan 3 gelombang paku dan ombak yang terjadi dalam satu detik. 5
Dipergunakan sebagai terapi spasme tetanik dan kejang tetanik.
Mendepresi semua tingkatan sistem saraf pusat, termasuk bentukan limbik
dan retikular mungkin dengan meningkatkan aktivitas GABA, suatu
neurotransmiter inhibitor utama. 2
Dosis dewasa :Spasme ringan : 5-10 oral tiap 4-6 jam apabila perlu.
Spasme sedang : 5-10 mg i.v apabila perlu.
Spasme berat : 50-100 mg dalam 500 ml D5, diinfuskan 40 mg per
jam
Dosis pediatrik :Spasme ringan : 0,1-0,8 mg/kg/hari dalam dosis terbagi tiga kali atau
empat kali sehari. Spasme sedang sampai berat 0,1-0,3 mg/kg/hari
i.v tiap 4 sampai 8 jam.
Kontraindikasi :Hipersensitivitas, glaukoma sudut sempit.
Interaksi :Toksisitas benzodiazepin pada sistem saraf meningkat apabila
dipergunakan bersamaan dengan alkohol, fenonthiazin, barbiturat,
dan MAOI; cisapride dapat meningkatkan kadar diazepam secara
bermakna.
KehamilanKriteria D tidak aman pada kehamilan.
Perhatian :
-
7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas
11/19
11
Hati-hati pada pasien yang mendapatkan depresan sistem saraf
pusat yang lain, pasien dengan kadar albumin yang rendah atau gagal
hati karena toksisitas diazepam dapat meningkat.
2. FenobarbitalFenobarbital merupakan obat pilihan utama untuk terapi kejang dan
kejang demam pada anak. 5
Dosis obat harus demikian rendah sehingga tidak menyebabkan depresi
pernapasan. Jika pada pasien terpasang ventilator, dosis yang lebih tinggi
diperlukan untuk mendapatkan efek sedasi yang diinginkan. 2
Dosis dewasaI mg/kg i.m tiap 4-6 jam, tidak melebihi 400 mg/hari.
Dosis pediatrik5 mg/kg i.v/i.m dosis terbagi 3 atau 4 hari.
Kontraindikasi : Hypersensitifitas, gangguan fungsi hati. Penyakit
paru-paru berat, dan pasien nefritis
InteraksiDapat menurunkan efek kloranfenikol, digitoksin, kortikosteroid,
karbamazepin, teofilin, verapamil, metronizadol, dan antikoagulan
(pasien yang telah mendapatkan antikoagulan harus ada
penyesuaian dosis; pemberian bersamaan dengan alkohol dapat
menyebabkan efek aditif ke sistem saraf pusat dan kematian;
kloramfenikol, asam valproat, dan MAOi dapat menyebabkan
meningkatnya toksisitas fenobarbital; rifampisin dapat menurunkan
efek fenobarbital; induksi enzim mikrosomal dapat menurunkan efek
kontrasepsi oral pada wanita.
KehamilanKriteria D tidak aman pada kehamilan.
PerhatianPada terapi jangka panjang, monitor fungsi hati, ginjal dan sistem
hematopiotik; hati-hati pada demam, diabetes mellitus, anemia berat,
karena efek samping dapat terjadi; hati-hati pada miastenia gravis
dan miksedema.
-
7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas
12/19
12
3. BaklofenBaklofen ialah suatu agonis GABAB yang menyebabkan relaksasi otot
dengan cara meningkatkan konduksi K+ sehingga terjadi hiperpolarisasi (di
medula spinalis dan dalam otak), yang menyebabkan inhibisi prasinapstik
dengan akibat mengurangi influks kalsium. 5
Baklofen intratekal relaksan otot kerja sentral telah dipergunakan secara
eksperimental untuk melepaskan pasien dari ventilator dan untuk
menghentikan infus diazepam. Baklofen intrathekal 600 kali lebih poten
daripada Bakfolen per oral. Injeksi tratekal berulang bermafaat untuk
mengurai durai ventilasi buatan dan mencegah intubasi. Mungkin berperan
dengan menginduksi hiperpolarisasi dari ujung aferen dan menghambat
refleks monosnaptik dan polinaptik pada tingkat sponal. Keseluruhan dosisBaklofen diberikan sebagai bolus injeksi. Dosis dapat diulang setelah 12 jam
atau lebih apabila spasme paroksismal kembali terjadi. Pemberian Bakfolen
secara terus menerus telah dilaporkan pada sejumlah kecil pasien tetanus. 2
Dosis dewasa< 55 thn : 100 mcg IT
>55 thn : 800 mcg IT
Dosis pediatrik< 16 th : 500 mcg IT
> 16 th : seperti dosis dewasa
KontraindikasiHipersensitifitas
InteraksiAnalgesik opiat, benzodiazepin, alkohol, TCAs, Gunanabens, MAOI,
klidamisin, dan obat anti hipertensi dapat meningkatkan efek
Baklofen.
KehamilanC-Keamanan penggunaannya pada wanita hamil belum diketahui
PerhatianHati-hati pada pasien dengan disrefleksia otonomik.
4. DantrolenDantrolen menyebabkan relaksasi otot rangka dengan cara
menghambat pelepasan ion Ca dari retikulum sarkoplasmik. Kekuatankontraksi otot menurun paling banyak 75-80%. 5
-
7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas
13/19
13
Dantrolen menstimulasi relaksasi otot dengan memodulasi kontraksi
otot pada derah setelah hubungan myoneural dan dengan aksi langsungnya
pada otot. Belum disetujui FDA untuk dipergunakan pada tetanus tetapi
telah dilaporkan pada sejumlah kecil kaksus. 2
Dosis dewasaI1 mg/kg i.v selama 3 jam, diulang tiap 4-6 jam apabila perlu.
Dosis pediatrik0,5 mg/kg i.v dua kali sehari pada permulaan, dapat ditingkatkan
sampai 0,5 mg/kg i.v 2 atau 4 kali sehari, dengan tidak melebihi 100
mg 4 kali sehari.
KotraindikasiHipersensitifitas, penyakit hati aktif (hepatitis, sirosis)
InteraksiToksisitas meningkat apabila diberikan bersamaan dengan klofibrat
dan warfarin; pemberian bersama dengan estrogen dapat
menignkatkan hepatotoksisitas pada wanita di atas 35 tahun.
KehamilanKriteria C-Keamanan penggunakaannya pada wanita hamil belum
diketahui.
PerhatianDapat menyebabkan hepatotoksisitas; hati-hati pada gangguan
fungsi paru dan insufisiensi kardiak berat, dapat menyebabkan
fotosensitifitas terhadap paparan matahari.
5. Penisilin GBerperan dengan mengganggu pembentukan polipeptida dinding otot
selama multiplikasi aktif, menghasilkan aktivitas bakterisidal terhadap
mikroorganisme yang rentan. Diperlukan terapi selama 10-14 hari. Dosisbesar penisilin i.v dapat menyebabkan anemia hemolitik, dan
neurotoksisitas. Henti jantung telah dilaporkan pada pasien yang
mendapatkan dosis masif penisilin G. 2
Dosis dewasa10-24 juta uni/hari i.v terbagi dalam 4 dosis
Dosis pediatrik1000.000=250.000 U/kg/hari/i.v/i.m dosis terbagi 4 kali/hari
Kontraindikasi
-
7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas
14/19
14
Hipersensitivitas
KehamilanKriteria B-biasanya aman, tapi dipergunakan apabila manfaatnya
melebihi resiko yang mungkin terjadi.
PerhatianHati-hati pada gangguan fungsi ginjal.
6. MetronidazolMetrodiazol terutama digunakan untuk amubiasis, trikomoniasis dan
infeksi bakteri anaerob. 5
Metrodiazol aktif melawan bakteri anaerob dan protozoa. Dapat
diabsorbsi kedalam sel dan senyawa termetabolisme sebagian yangterbentuk mengikat DNA dan menghambat sintesis protein, yang
menyebabkan kematian sel. Direkomendasikan terapi selama 10.14 hari.
Beberapa ahli merekomendasikan metrodiazol sebagai antibiotika pada
terapi tetanus karena penisilin G juga merupakan agnis GABA yang dapat
memperkuat efek toksin. 2
7. DoksisiklinDoksisiklin menghambat sintesis protein dan pertumbuhan bakteri
dengan pengikatan pada sub unit 30s atau 50s ribosomal dari bakteri yang
rentan. Direkomendasikan terapi selama 10-14 hari. 2
8. VekuroniumVekuronium berbeda dengan pelumpuh otot lainnya karena
dimetabolisme secara ekstensif dalam hati. 5
Merupakan agen pemblokade neuromuskulaar prototipik yang
menyebabkan terjadinya paralisis muskuler. Untuk mempertahankan
paralisis, infus secara terus-menerus dapat diterapkan. Bayi lebih bersifat
sensitif terhadap aktivitas blokade neuromuskular, dan walaupun dosis yang
sama dipergunakan, pemulihan lebih lama pada 50 kasus. Tidak
direkomendasikan pada neonatus. 2
B. Non Medika (Terapi)Strategi terai melibatkan tiga prinsip penatalaksanaan : organisme yang
terdapat dalam tubuh hendaknya dihancurkan untuk mencegah pelepasan toksi
-
7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas
15/19
15
lebih lanjut; toksin yang terdapat dalam tubuh, di luar sistem saraf pusar
hendaknya dinetralisasi; dan efek dari toksin yang telah terikat pada sistem saraf
pusat diminimisasi. 2
1. Penataksanaan UmumPasien hendaknya ditempatkan di ruangan yang tenang i ICU, dimana
obervasi dan pemantauan kardiopulmoner dapat dilakukan secara terus
menerus, sedangkan stimulasi diminimalisasi.
2. Netralisasi dari toksin yang bebasAntitoksin menurunkan mortalitas dengan menetralisasi toksin yang
beredar di sirkulasi dan toksin pada luka yang belum terikat.
3. Menyingkirkan sumber infeksiJika ada, luka yang nampak jelas hendaknya didebridemen secara bedah.
Walaupun manfaatnya belum terbukti, terapi antibiotik diberikan pada
tetanus untuk mengeradikasi sel-sel vegetatif sebagai sumber toksin.
4. Penatalaksanaan LainMeliputi hidrasi, untuk mengontrol kehilangan cairan yang lain, yang mungki
signifikan; kecukupan kebutuhan gizi yang emngikat dengan pemberian
enteral maupun paranetral; fisioterapi untuk pencegahan kontraktur dan
pemberian heparin dan antikoagulan yang lain untuk mencegah emboli paru.
5. VaksinasiPasien yang sembuh dari tetanus hendaknya secara aktif diimunisasi karena
imunitas tidak diinduksi oleh toksin dalam jumlah kecil yang menyebabkan
tetanus.
G. PENCEGAHANPencegahan dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut :
1. Imunisasi AktifImunisasi dengan tetanus toksoid yan diabsorbsi merupakan tindakan
pencegahan yang paling efektif dalam praktek. Angka kegagalan dari tindakan ini
sangat rendah. Sejak dikenalkannya imunisasi di Israel, insidensi tahunan tetanus
berkurang dari 2/100000 pada tahun 1950 menjadi 0,1/100000 pada tahun 1988.
-
7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas
16/19
16
Seperti halnya di Amerika Serikat, semua kasus tetanus yang dilaporkan terjadi pada
individu yang tidak diimunisasi. 2
Semua individu dewasa yang imun secara parsial atau tidak sama sekali
hendaknya mendapatkan vaksin tetanus, seperti halnya pasien yang sembuh dari
tetanus. Serial vaksinasi untuk dewasa terdiri dari tiga dosis : dosis pertama dan
kedua diberikan dengan jarak 4-8 minggu dan dosis ketiga diberikan 6-12 bulan
setelah dosis pertama. Dosis ulangan diberikan tiap 10 thaun dan dapat diberikan
pada usia dekade pertengahan seperti 35,45 dan seterusnya. Namun demikian
pemberian vaksin lebih dari 5 kali tidak diperlukan untuk individu di tas 7 tahun
toksoid kombinasi tetanus dan difteri (Td) yang diadsorpsi lebih dipilih. Vaksin yang
diadsorpsi lebih disukai karena menghasilkan titel antibodi yang lebih menetap
daripada vaksin cair.2
2. Penatalaksanaan Luka.Penatalaksanaan luka yang baik membutuhkan pertimbangan akan perlunya :
1. Imunisasi pasif dengan TIG dan,2. Imunisasi aktif dengan vaksin, terutama Td untuk individu usia diatas 7 tahun.
Dosis TIG sebagai imunisasi pasif pada individu dengan luka derajat sedang
adalah 250 unit intramuskuler yang menghasilkan kadar antibodi serum protektif
paling sedikit 4 sampai 6 minggu; dosis yang tepat untuk TAT, suatu produk yang
ebrasal dari kuda adalah 3000 sampai 6000 unit. Vaksin dari TAT hendaknya
diberikan pada tempat yang terpisah dengan spuit injeksi yang berbeda. 2
3. Tetanus Neonatorum.Penatalaksanaan yang dimaksudkan untuk mencegah tetanus neonatorum
mencakup vaksinasi maternal, bahkan selama kehamilan; upaya untuk
meningkatkan proporsi kelahirkan yang dilakukan di rumah sakit dan pelatihan
penolong kelahiran non medis. 2
Jadi intinya pencegahan tetanus bergantung pada : 4
1. Imunisasi aktif dengan toksoid2. Perawatan secara tepat luka yang terkontaminasi dengan tanah, dll3. Penggunaan profilatik antitoksin, dan4. Pemberian penisilin.
-
7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas
17/19
17
H. PROGNOSISPenetapan metode untuk monitoring dan oksigenasi suportif telah secara nyata
memperbaiki prognosis tetanus. Angka fatalitas kasus dan penyebab kematian
bervariasi secara dramatis tergantung pada fasilitas yang tersedia. Trujillo dkk
melaporkan penurunan mortalitas dari 44% ke 15% setelah adanya penatalaksaan ICU.
Di negara-negara sedang berkembang, tanpa fasilitas untuk perawatan intensif jangka
panjang dan bantuan ventilasi, kematian akibat tetanus berat mencapai lebih dari 50%
dengan obstruksi jalan napas, gagal napas dan gagal ginjal merupakan penyebab utama.
Mortalitas sebesar 10% dianggal merupakan target yang dapat dicapai oleh negara-
negara maju. Di Amerika Serikat pada periode 1995-1997 dan 1998-2000 angka
fatalitas kasus berturut-turut 11% dan 16%. Pada periode kedua terdapat 20 kematian
di antara 113 kasus yang diketahui hasil akhirnya (total 130 kasus).2
Perawatan intensif modern henadaknya dapat mencegah kematian kaibat gagal
nafas akut, tetapi sebagai akibatnya, pada kasus yang berat, gangguan ototnomik
menjadi lebih tampak. Trujillo melaporkan bahwa 40% kematian setelah adanya
[erawatan intensif adalah akibat henti jantung mendadak dan 15% akibat komplikasi
repirasi. Sebelum adanya ICU, 80% kematian terjadi akibat gagal napas akut yang terjadi
awal. Komplikasi penting akibat perawatan Icu meliputi infeksi nosokomial, terutama
pneumonia berkaitan dengan ventilator, septis, generalisara, tromboemolisme, dan
perdarahan gastrointestinal. Mortalitas bervariasi berdasarkan usia pasien. Prognosis
buruk pada usia tua, pada neonatus dan pada pasien dengan periode inkubasi yang
pendek, interval yang pendek antara onset gejala sampai tiba di RS. Di USA mortalitas
pada pasien dewasa di bawah 30 tahun hampir 0, tetapi pada pasien di atas 60 tahun
mencapai 52%. Di Portugis, antar tahun 1986 sampai tahun 1990, mortalitas untuk
semua umur bervariasi antara 32 samapi 59%. Di Afrika, mortalitas pada tetanus
neonatorum tanta ventilasi buatan dilaporkan 82% pada tahun 1960 dan 63-79% pada
tahun 1991. Dengan ketersediaan ventilasi buatan, mortalitasnya dapat serendah 11%
tetapi penulis yang lain melaporkan mortalitas yang emcapai 40%. Mortalitas dan
prognosis juga bergantung pada status vaksinasi sebelumnya. 2
Tetanus yang berat umumnya membutuhkan perawatan ICU sampai 3-5 minggu,
pasien mungkin membutuhkan bantuan ventilasi jangka panjang. Tonus yang meningkat
dan sparme minor dapat terjadi sampai berbulan-bulan, namun pemulihan dapat
diharapkan sempurna, kembali ke fungsi normalnya. Pada beberapa penelitian
pengamatan pada pasien yang selamat dari tetanus, sering dijumpai menetapnya
promblem fisik dan psikologis. 2
-
7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas
18/19
18
BAB III
PENUTUP
A. KesimpulanTetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus
otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat
yang dihasilkan oleh Clostridium tetani.
B. SaranKiranya dengan makalah ini kita khususnya sebagai calon dokter dapat
memahami pola dari penyakit tetanus, penyebab, pengobatan, serta pencegahannya, dan
dapat dipakai sebagai pegangan dasar untuk pengetahuan selanjutnya
-
7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas
19/19
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Kamus kedokteran dorland, edisi 29. Jakarta : ECG ; 2002.2. Sudoyo, Setiohadi, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam, edisi 5. Jakarta : Interna
Publising ; 2009.
3. Price, dan Wilson. Patofisiologi, edisi 6. Jakarta : ECG ; 2006.4. Jewetz, Melnick, dan Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : ECG ; 2008.5. Farmakologi dan terapi, edisi 5. Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.