pbl blok 12_infeksi dan imunitas

Upload: dian-nivaan

Post on 14-Apr-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas

    1/19

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar BelakangDewasa ini masih sering terjadi kasus tetanus di kalangan masyarakat.

    Kurangnya kesadaran masyarakat akan bahaya tetanus menyebabkan tetanus masih

    merupakan penyakit dengan prevalensi kasus yang cukup tinggi. Pasien yang tertusuk

    misalnya cenderung tidak langsung diberikan pertolongan medis, hingga menimbulkan

    gejala yang berbahaya

    Untuk itu sebagai dokter, kita perlu membekali diri dengan memperlajari ciri-

    ciri, gejala, mekanisme, pengobatan, hingga pencegahan penyakit tetanus.

    B. Tujuan PenulisanTujuan penulisan makalah ini antara-lain :

    a. Menjelaskan gejala-gejala penyakit tetanus.b. Menjelaskan pemeriksaan yang harus dilakakukan, yakni mulai dari anamnesis,

    pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, kemudian diagnosis..

    c. Menjelaskan etiologi penyakit tetanus.d. Menjelaskan epidemologi penyakit tetanus.e. Menjelaskan patofisiologi penyakit tetanus.f. Menjelaskan pengobatan penyakit tetanus.g. Menjelaskan pencegahan penyakit tetanus.h. Menjelaskan prognosis penyakit tetanus.

    B. Metode PenulisanUntuk mendapatkan informasi dan data yang diperlukan dalam penulisan

    makalah ini, penulis menggunakan metode kepustakaan.

    C. Sistematika PenulisanSistematika penulisan makalah ini, penulis memulai dengan mengetengahkan

    bahwa pendahuluan yang berisi latar belakang, metode penelitian, dan sistematika

    penulisan.

    Pada bab kedua penulis membahas hasil penelitian yang berupa isi dan pada bab

    terakhir penulis mencoba menyimpulkan hasil penelitian melalui belajar mandiri, dan

    sedikit memberikan saran.

  • 7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas

    2/19

    2

    BAB II

    PEMBAHASAN MASALAH

    A. GEJALA-GEJALA KEJANG OPISTOTONUSAda beberapa pengertian mengenai opistotonus :

    1. Bentuk kejang yang terdiri dari hiperekstensi tubuh yang hebat; kepala dan tungkaidibengkokan ke belakang, sedangkan tubuh membungkuk ke depan. 1

    2. Opistotonus adalah kontraksi otot-otot erektor trunci sehingga vetebra mengalamihiperlordosis (melekuk ke depan); keadaan ini didapatkan pada pasien tetanus. 2

    Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus

    otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat

    yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. 2

    Tetani dicirikan dengan dengan spasme otot involunter dan dapat melibatkan

    otot-otot di ektremitas bagian atas dan bawah, menyebabkan terjadinya spasme

    karpopedal, serta parestesia di tangan, kaki dan sekitar mulut. 3

    B. PEMERIKSAANa. Anamnesis 2

    Wawancara yang baik seringkali sudah dapat mengarahkan masalah pasien ke

    diagnosis penyakit tertentu. Di dalam Ilmu Kedokteran wawancara terhadap pasien

    disebutanamnesis. Teknik anamnesis yang baik disertai dengen empati merupakan

    seni tersendiri dalam rangkaian pemeriksaan pasien secara keseluruhan dalam

    usaha untuk membuka saluran komunikasi antara dokter dengan pasien.

    Dalam melakukan anamnesis, tanyakanlah hal-hal yang logikk mengenai

    penyakit pasien, dengarkan dengan baik apa yang dikatakan pasien, jangan

    memotong pembicaraan pasien bila tidak perlu.

    Anamnesis yang baik terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit

    sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat obstetri dan ginekologi (khusus

    wanita), riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan sistem dan

    anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-

    obatan, lingkungan). Pada pasien usia lanjut perlu dievaluasi juga status

    fungsionalnya, seperti ADL, IADL. Pasien dengan sakit menahun, perlu dicatat

    pasang surut kesehatannya, termasuk obat-obatnya dan aktivitas sehari-harinya.

  • 7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas

    3/19

    3

    1. IdentitasIdentitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis

    kelamin, nama orang tua, atau suami atau istri atau penanggung jawab,

    alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan agama. Identitas perlu

    ditanyakan untuk memastikan bahwa pasien yang dihadapi adalah memang

    benar pasien yang dimaksud.

    2. Keluhan utamaKeluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa

    pasien pergi ke dokter atau mencari pertolongan.

    3.

    Riwayat Penyakit SekarangRiwayat perjalanan penyakit merupakan cerita kronologis, terinei dan

    jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebekum keluhan utama

    sampai pasien datang berobat.

    4. Riwayat Penyakit DahuluBertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya hubungan antara

    penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang.

    5. Riwayat ObstetriAnamnesis terhadap riwayat obstetri harus ditanyakan pada setiap

    pasien wanita. Tanyakan mengenai menstruasinya, kapan menarche, apakah

    menstuasi teratur atau tidak, apakah disertai rasa nyeri atau tidak. Juga

    harus ditanyakan riwayat kehamilam, persalinan, dan keguguran.

    6. Anamnesis Susunan SistemAnamnesis susunan sistem bertujuan untuk mengumpulkan data-data

    positif dan negatif yang ebrhubungan dengan penyakit yang diderita pasien

    berdasarkan alat tubuh yang sakit.

    7. Riwayat Penyakit Dalam KeluargaPenting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial atau

    penyakit infeksi.

  • 7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas

    4/19

    4

    8. Riwayat PribadiRiwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan

    kebiasaan. Pada anak-anak juga dilakukan anamnesis gizi yang seksama,

    meliputi jenis makanan, kuantitas, dan kualitasnya.

    b. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik mempunyai nilai sangat penting untuk mempekuat temuan-

    temuan dalam anamnesis.2

    1. Keadaan UmumSebelum melakukan pemeriksaan fisis, dapat diperhatikan bagaimana

    keadaan umum pasien melalui ekspresi wajahnya, gaya berjalannya, dan

    tanda-tanda spesifik lain yang segera tampak begitu kita melihat pasien.Hal lain yang segera dapat dilihat pada pasien adalah keadaan gizi dan

    habitus. Berat badan dan tinggi badan juga dapat diukur sebelum

    pemeriksaan fisis dilanjutkan.

    2. KesadaranKesadaran pasien dapat diperiksa secara inspeksi dengan melihat reaksi

    pasien yang wajar terhadap stimulus visual, auditor maupun taktil. Seorang

    yang sadar dapat tertidur, tapi segera terbangun bila dirangsang. Bila perlu,

    tingkat kesadaran dapat diperiksa dengan memberikan rangsang nyeri.

    3. Tanda-tanda vitalPemeriksaan tanda vital antara lain suhu, tekanan darah, tekanan nadi,

    dan frekuensi pernapasan.

    4. EktremintasTerkait dengan kasus, maka perhatikan bentukototapakah eutrofi (normal),

    hipertrofi (membesar), atau hypotrofi/atrofi (mengecil). Tonus otot juga

    harus diperiksa secara pasif, yaitu dengan cara mengangkay lengan atau

    tungkai pasiem., kemudian dijatuhkan dengan cepat sekali, seolah tanpa

    tahanan. Tonus otot tinggi disebuthypertonus (spastisitas). Spastisitas dapat

    diperiksa dengan cara memfleksikan atau mengekstensikan lengan atau

    tungkai, akan terasa suatu tahanan yang bila dilawan terus akan menghilang

    dan disebutfenomena pisau lipat . Selain spastisitas, juga terdapat rigiditas

  • 7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas

    5/19

    5

    dimana pada pemeriksaan seperti spatisitas akan terada tersendat-sendat

    dan disebutfenomena roda bergerigi.

    Pemeriksaan otot yang lain adalah pemeriksaan kekuatan otot, yaitu :

    Derajat 5 : kekuatan normal, dapat melawan tahanan yang diberikan

    pemeriksa berulang-ulang

    Derajat 4 : masih dapat melawan tahanan yang ringan

    Derajat 3 : hanya dapat melawan gaya berat

    Derajat 2 : otot hanya dapat digerakan bila tidak ada gaya berat

    Derajat 1 : kontraksi minimal, hanya dapat dirasakan dengan palpasi,

    tidak menimbulkan gerakan

    Derajat 0 : tidak ada kontraksi sama sekali.

    c. Pemeriksaan Penunjang (Pemeriksaan Darah) 2Lekosit mungkin meningkat. Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukan

    impuls unit-unit motorik dan pemendekan atau tidak adanya interval tenang yang

    secara normal dijumpai setelah ptensial aksi. Pemeriksaan non spesifik dapat

    dijumpai pada elektrokardiogram. Enzim otot mungkin meningkat.

    d. Diagnosis 2Diagnosis bersandar pada gambaran klinis dan riwayat cedera, meskipun hanya

    50% pasien tetanus yang menderita cedera mencari pertolongan medis. 4

    Diagnosis tetanus mutlatk didasarkan pada gejala klinis. Tetanus tidaklah

    mungkin apabila terdapat riwayat serial vaksinasi yang telah diberikan secara

    lengkap dan vaksin ualngan yang sesuai telah diebrikan. Sekret luka hendaknya

    dikultur pada kasus yang dicurigai tetanus. Namun demikian, C.tetani dapat

    diisolasi dari luka pasien tetanus, kultur yang positif bukan merupakan bukti bahwa

    organisme tsb menghasilkan toksin dan menyebabkan tetanus. Diagnosis

    diferensialnya mencakup kondisi lokal yang dapat menyebabkan trismus, seperti

    abses alveolar, keracunan stgriknin, rekasi obat distonik (misalnya terhadap

    fenotiasin dan meto klorpramid) tetanus hipokalsemik dan perubahan-perubahan

    metabolik dan neurologis pada neonatal.

    Kondisi-kondisi lain yang dikacaukan dengan tetanus meliputi

    menignitis/ensefalis,rabies dan proses intraabdominal akut (karena kekakuan

    abdomen). Meningkatnya tonus pada otot sentral (wajah leher, dada, punggung dan

    perut) yang tumpang tindih dengan spasme generalisata dan tidak terlibatnya

    tangan dan kaki secara kuat menyokong diagnosa tetanus. 2

  • 7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas

    6/19

    6

    C. ETIOLOGI (Bakteri Clostridium tetani)Tetanus disebabkan oleh basil gram

    positif, Clostridium tetani. Bakteri ini

    terdapat di mana-mana, dengan habitat

    alamnya di tanah, tetapi dapat juga diisolasi

    dari kotoran binatang dan manusia.

    Clostrudium tetani merupakan bakteri gram

    positif berbentuk batang yang selalu

    bergerak, dan merupakan bakteri anaerob

    obligat yang menghasilkan spora. Sporayang dihaasilkan tidak berwarna, berbentuk oval, menyerupai raket tenes atau paha

    ayam. Spora ini dapat bertahan selama bertahun-tahun pada lingkungan tertentu, tahan

    terhadap sinar matahari dan bersifat resisten terhadap berbagai desifektan dan

    pendidihan selama 20 menit. Spora bakteri ini dihancurkan secara tidak smepurna

    dengan mendidihkan, tetapi dapat dieliminasi dengan autoklav pada tekanan 1 atmosfir

    dan 1200C selama 15 menit. 4

    Clostridium tetani yang menyebabkan tetanus, mempunyai distribusi yang

    tersebar luas di seluruh dunia dalam tanah dan feses kuda dan hewan lain. Beberapa

    jenis Clostridium tetani dapat dibedakan berdasarkan antigen flagelar spesifik. Semua

    mempunyai antigen O (somatik) yang sama, yang dapat disamakan, dan semua

    menghasilkan jenis antigenik neurotoksin yang sama, yaitu tetanospasmin. 4

    Sel-sel vegetatifC tetani menghasilkan toksin tetanospasmin (BM 150000) yang

    dipecah oleh protease bakteri menjadi dua peptida (BM 50000 dan 100000) yang

    dihubungkan oleh ikatan disulfida. Pada awalnya toksin berikatan dengan reseptor pada

    membran prasinaptik neuron motorik, kemudian toksin bermigrasi melalui sistem

    transpor aksonal retrograd ke badan sel neuron-neuron ini ke medula spinalis dan

    batang otak. Toksin berdifusi ke bagian terminal sel-sel inhibisi, termasuk interneuron

    glisinergik dan neuron penyekresi asam aminobutirat dari batang otak. Toksin

    melakukan degradasi sinaptobrevin, sebuah protein yang diperlukan untuk

    menghubungkan vesikel neurotransmiter pada membran prasinaptik. Pelepasan glisin

    inhibisi dam asam -aminobutirat dihambat, dan neuron motorik tidak dihambat.

    Sebagai akibatnya secara hiperfleksi, spasme otot, dan paralisis spastik. Secara ektrim

    sejumlah kecil toksin dapat bersifat letal bagi manusia. 4

  • 7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas

    7/19

    7

    Peranan toksin tetanus dalam tubuh organisme belum jelas diketahui. DNA

    toksin ini terkandung dalam plasmid. Adanya bakteri belum tentu mengindikasikan

    infeksi, karena tidak semua strain mempunyai plasmid. Belum banyak penelitian

    tentang sensitifitas antimokrobial bakteri ini. 2

    D. PATOFISIOLOGITetanus biasanya terjadi setelah suatu trauma. Kontaminasi luka dengan tanah,

    kotoran binatang, atau logam berkarat dapat menyerang tetanus. Tetanus dapat terjadi

    sebagai komplikasi dari luka bakar, ulkus gangren, luka gigitan ular yang mengalami

    nekrosis, infeksi telinga tengah, aborsi septik, persalinan, injeksi intramuskular dan

    pembedahan. Trauma yang menyebabkan tetanus dapat hanyalah kuman ringan, dan

    sampai 50% kasus trauma terjadi di dalam gedung yang tidak dianggap terlalu seriusuntuk mencari pertolongan medis. 2

    Sering terjadi kontaminasi luka oleh spora Clostridium tetani. C.tetani sendiri

    tidak menyebabkan inflamas dan port dentrae tetam nampak tenang tanpa tanda

    inflamasi, kecuali apabila ada infeksi oleh mikroorganisme yang lain.

    Dalam kondisi anaerobik yang dijumpai pada jaringan nekrotik dan terinfeksi,

    basil tetanus mensekresi dua macam toksin : tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin

    mampu secara lokal merusak jaringan yang masih hidup yang mengelilingi sumber

    infeksi dan mengoptimalkan kondisi yang memungkinkan multiplikasi bakteri.

    Tetanospasmin menghasilkan sindroma klinis tetanus. Toksin ini mungkin

    mencakup lebih dari 5% dari berat organisme. Toksin ini merupakan polipeptida rantai

    ganda dengan berat 150000 Da yang semula bersifat inaktif. Rantai berat (100.000 Da)

    dan rantai ringan (50.000 Da) dihubungkan oleh suatu ikatan yang sensitif terhadap

    protease dan dipecah oleh protease jaringan yang menghasilkan jembatan disulfida yang

    menghubungkan dua rantai ini. Ujung karboksil GD1b dan GT1b pada membran ujung

    saraf lokal. Jika toksin yang dihasilkan banyak, ia dapat memasuki aliran darah yang

    kemudian berdifusi untuk terikat pada ujung-ujung saraf di seluruh tubuh. Toksin

    kemudian akan menyebar dan ditransportasikan dalam axon dan secara retrogred ke

    dalam badan sel di batang otak dan saraf spinal.

    Transpor terjadi pertama kali pada saraf motorik, lalu ke saraf sensorik dan

    saraf otonom. Jika toksin telah masuk ke dalam sel, ia akan berdifusi kelaur dan akan

    masuk dan memperngaruhi ke neuron didekatnya. Apabila interneuron inhibitori spinal

    terpengaruh, gejala-gejala tetanus akan muncul. Transpor intraneural retrogred lebih

    jauh dari otak tengah. Penyebaran ini meliputi transfer melewati celah sinaptik dengan

    suatu mekanisme yang tidak jelas.

  • 7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas

    8/19

    8

    Tetanospasmin mempunyai efek konvulsan kortikal pada penelitian hewan.

    Apakah mekanisme ini berperan terhadap spasme intermiten dan serangan autonomik,

    masih belum jelas.

    Aliran eferen yang tak terkendali dari saraf motorik pada korda dan batang otak

    akan menyebabkan kekakuan dan spasme muskuler, yang dapat menyerupai konvulsi.

    Refleks inhibisi dari kelompok otot antagonik hilang, sedangkan otot-ooto agonis dan

    anraginis berkonstraksi secara simultan. Spasme otot sangatlah nyeri dan dapat

    berakibat fraktur atau ruptur tendon. Otot rahang, wajah, dan kepala sering terlibat

    pertama kali karena jalur aksolnya lebih pendek. Tubuh dan anggota tubuh mengikuti,

    sedangkan otot-otot perifer tangan dan kaki relatif jarang terlibat. 2

    Jadi, toksin yang dilepaskan dari sel-sel vegetatif mencapai sistem saraf pusat

    dan secara cepat menempel pada reseptor di medula spinalis dan batang otak, kemudianmelakukan aksinya seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. 4

    Periode ikubasi dapat berkisar dari 4-5 hari sampai beberapa minggu. Penyakit

    ditandai dengan kontraksi tonik otot voluntar. Spasme otot pertama kali sering

    mengenai area sedera dan infeksi dan kemudian otot rahang (terimus, lockjaw), yang

    berkontraksi sedemikian rupa sehingga mulut tidak daparr dibuka. Secara bertahap.

    Otot voluntar lain terkena, menyerbabkan spasme tonik. Setiap rangsang eksterna dapat

    mencetuskan spasme otot tetenik generalisata. Pasien sadar penuh dan nyeri dapat

    hebat. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan mekanis repirasi. Angka mortalitas

    pada tetanus generalisata sangat tinggi. 4

    E. EPIDEMOLOGI 2Tetanus terjadi secara sporadis dan hampir selalu menimpa individu non imun,

    individu dengan imunitas parsial dan individu dengan imunitas penuh yang kemudian

    gagal mempertahankan imunitas secara adekuat dengan vaksinasi ulangan. Walaupun

    tetanus dapat dicegah dengan imunisasi, tetanus masih merupakan penyakit yang

    membebani seluruh dunia terutama di negara beriklim tropis dan negara-negara sedang

    berkembang, sering terjadi di Brazil, Filipina, Vietnam, Indonesia, dan negara-nagara

    lain di benua Asia. Penyakit ini umum terjadi di daerah pertanian, di daerah pedesaan,

    pada daerah dengan iklim hangat, selama musim panas dan papa penduduk pria. Pada

    negara-negara tanpa program imunisasi yang komprehensif, tetanus terjadi terutama

    pada neonatus dan anak-anak.

    Walaupun WHO menetapkan target mengeradikasi tetanus pada tahun 1995,

    tetanus tetap bersifat endemik pada negara-negara berkembang dan WHO

    memperkirakan kurang lebih 1.000.000 kematian akibat tetanus di seluruh dunia pada

  • 7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas

    9/19

    9

    tahun 1992, termasuk di dalam 580.000 kematian akibat tetanus neonatoru, 210.000 di

    Asia Tenggara, dam 152.000 di Afrika. Penyakit ini jarang dijumpai di negara-negara

    maju. Di Afrika Selatan, kira-kira terdapat 300 kasus per tahun, kira-kira 12-15 kasus

    dilaporkan terjadi tiap tahun di Inggris.

    Di Amerika Serikat sebagian besar kasus tetanus terjadi akibat trauma akut,

    seperti luka tusuk, laserasi atau abrasi. Tetanus didapatkan akibat trauma di dalam

    rumah atau selama bertani, berkebun dan aktivitas luar ruangan yang lain. Trauma yang

    menyebabkan tetanus bisa berupa luka besar tapi dapat juga berupa luka kecil, sehingga

    pasien tidak mencari pertolongan medis, bahkanpada beberapa kasus tidak dapat

    diidentifikasi adanya trauma. Tetanus dapat merupakan komplikasi penyakit kronis,

    seperti ulkus, abses dan gangren. Tetanus dapat pula berkaitan dengan luka bakar,

    infeksi telinga tengah, pembedahan, aborsi dan persalinan. Pada beberapa pasien tidakdapat diidetifikasi adanyaport dentree.

    Pada akhir tahun 1940an dilaporkan 300 sampai 600 kasus per tahun di Amrika

    Serikat. Pada tahun 1947 insiden tetanus mencapai 3,9 kasus per juta populasi, kontras

    dengan angka insideni tahunan antara tahun 1998-2000 yang dilaporkan 0,16 per juta

    populasi. Sejak tahun 1976 kurang dari 100 kasus dilaporkan tiap tahun dan pada saat

    ini antara 50-70 kasus per tahun dilaporkan di Amerika Serikat.

    Resiko terjadinya tetanus paling tinggi pada populasi usia tua. Servey serologis

    skala luas terdapat antibodi tetanus dan difteri yang dilakukan antara tahun 1988-1994

    menunjukan bahwa secara keseluruhan, 72% penduduk Amerika Serikat berusia di atas

    6 tahun terlindungi terhadap tetanus. Sedangkan pada anak antara 6-11 tahun sebesar

    91%, presentase ini menurun dengan bertambahnya usia; hanya 30% individu berusia

    di atas 70 tahun (pria 45%, wanita 21%) yang mempunyai tingkat antibodi adekuat.

    F. PENGOBATANHasil pengobatan tetanus tidaklah memuaskan. Oleh karena itu pencegahan sangat

    penting. 4

    A. MedikaPemberian intramuskular sebanyak 250-500 unit antitoksin manusia

    (imunoglobulin tetanus) memberikan proteksi sistemik yang ademukat. Antitoksin

    tersebut menetralisir toksin yang tidak terikat pada jaringan saraf. Imunisasi aktif

    dengan toksoid tetanus haru menyertai profilaksis antitoksin. 2

    Pasien yang mengalami gejala-gejala tetanus harus menerima relaksan otot,

    sedasi, dan bantuan bentilasi. Kadang-kadang pasien diberiksan antitoksin dalam dosis

    besar.

  • 7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas

    10/19

    10

    Debridemen bedah sangat penting karena mengangkat jaringan nekrotik yang

    pentinf untuk proliferasi organisme. 2

    Penilisin secara kuat menghambat pertumbuhan Clostridium tetani dan

    menghentikan produksi toksin lanjutan. Antibiotik juga dapat mengontrol indeksi

    piogenik yang menyertai. 4

    Farmakologi obat-obatan yang biasa dipakai pada tetanus yaitu antara lain:

    (IPD)

    1. Diazepam.Diazepam tetrutama digunakan untuk terapi konvulsi rekuren, misalnya

    status epileptikus. Obat ini juga bermanfaat untuk terapi bangkitan parsial

    sederhana misalnya bangkitan klonik fokal dan hipsaritmia yang refrakter

    terhadap terapi lazim. Diazepam efektif pada bangkitan lena karenamenekan 3 gelombang paku dan ombak yang terjadi dalam satu detik. 5

    Dipergunakan sebagai terapi spasme tetanik dan kejang tetanik.

    Mendepresi semua tingkatan sistem saraf pusat, termasuk bentukan limbik

    dan retikular mungkin dengan meningkatkan aktivitas GABA, suatu

    neurotransmiter inhibitor utama. 2

    Dosis dewasa :Spasme ringan : 5-10 oral tiap 4-6 jam apabila perlu.

    Spasme sedang : 5-10 mg i.v apabila perlu.

    Spasme berat : 50-100 mg dalam 500 ml D5, diinfuskan 40 mg per

    jam

    Dosis pediatrik :Spasme ringan : 0,1-0,8 mg/kg/hari dalam dosis terbagi tiga kali atau

    empat kali sehari. Spasme sedang sampai berat 0,1-0,3 mg/kg/hari

    i.v tiap 4 sampai 8 jam.

    Kontraindikasi :Hipersensitivitas, glaukoma sudut sempit.

    Interaksi :Toksisitas benzodiazepin pada sistem saraf meningkat apabila

    dipergunakan bersamaan dengan alkohol, fenonthiazin, barbiturat,

    dan MAOI; cisapride dapat meningkatkan kadar diazepam secara

    bermakna.

    KehamilanKriteria D tidak aman pada kehamilan.

    Perhatian :

  • 7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas

    11/19

    11

    Hati-hati pada pasien yang mendapatkan depresan sistem saraf

    pusat yang lain, pasien dengan kadar albumin yang rendah atau gagal

    hati karena toksisitas diazepam dapat meningkat.

    2. FenobarbitalFenobarbital merupakan obat pilihan utama untuk terapi kejang dan

    kejang demam pada anak. 5

    Dosis obat harus demikian rendah sehingga tidak menyebabkan depresi

    pernapasan. Jika pada pasien terpasang ventilator, dosis yang lebih tinggi

    diperlukan untuk mendapatkan efek sedasi yang diinginkan. 2

    Dosis dewasaI mg/kg i.m tiap 4-6 jam, tidak melebihi 400 mg/hari.

    Dosis pediatrik5 mg/kg i.v/i.m dosis terbagi 3 atau 4 hari.

    Kontraindikasi : Hypersensitifitas, gangguan fungsi hati. Penyakit

    paru-paru berat, dan pasien nefritis

    InteraksiDapat menurunkan efek kloranfenikol, digitoksin, kortikosteroid,

    karbamazepin, teofilin, verapamil, metronizadol, dan antikoagulan

    (pasien yang telah mendapatkan antikoagulan harus ada

    penyesuaian dosis; pemberian bersamaan dengan alkohol dapat

    menyebabkan efek aditif ke sistem saraf pusat dan kematian;

    kloramfenikol, asam valproat, dan MAOi dapat menyebabkan

    meningkatnya toksisitas fenobarbital; rifampisin dapat menurunkan

    efek fenobarbital; induksi enzim mikrosomal dapat menurunkan efek

    kontrasepsi oral pada wanita.

    KehamilanKriteria D tidak aman pada kehamilan.

    PerhatianPada terapi jangka panjang, monitor fungsi hati, ginjal dan sistem

    hematopiotik; hati-hati pada demam, diabetes mellitus, anemia berat,

    karena efek samping dapat terjadi; hati-hati pada miastenia gravis

    dan miksedema.

  • 7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas

    12/19

    12

    3. BaklofenBaklofen ialah suatu agonis GABAB yang menyebabkan relaksasi otot

    dengan cara meningkatkan konduksi K+ sehingga terjadi hiperpolarisasi (di

    medula spinalis dan dalam otak), yang menyebabkan inhibisi prasinapstik

    dengan akibat mengurangi influks kalsium. 5

    Baklofen intratekal relaksan otot kerja sentral telah dipergunakan secara

    eksperimental untuk melepaskan pasien dari ventilator dan untuk

    menghentikan infus diazepam. Baklofen intrathekal 600 kali lebih poten

    daripada Bakfolen per oral. Injeksi tratekal berulang bermafaat untuk

    mengurai durai ventilasi buatan dan mencegah intubasi. Mungkin berperan

    dengan menginduksi hiperpolarisasi dari ujung aferen dan menghambat

    refleks monosnaptik dan polinaptik pada tingkat sponal. Keseluruhan dosisBaklofen diberikan sebagai bolus injeksi. Dosis dapat diulang setelah 12 jam

    atau lebih apabila spasme paroksismal kembali terjadi. Pemberian Bakfolen

    secara terus menerus telah dilaporkan pada sejumlah kecil pasien tetanus. 2

    Dosis dewasa< 55 thn : 100 mcg IT

    >55 thn : 800 mcg IT

    Dosis pediatrik< 16 th : 500 mcg IT

    > 16 th : seperti dosis dewasa

    KontraindikasiHipersensitifitas

    InteraksiAnalgesik opiat, benzodiazepin, alkohol, TCAs, Gunanabens, MAOI,

    klidamisin, dan obat anti hipertensi dapat meningkatkan efek

    Baklofen.

    KehamilanC-Keamanan penggunaannya pada wanita hamil belum diketahui

    PerhatianHati-hati pada pasien dengan disrefleksia otonomik.

    4. DantrolenDantrolen menyebabkan relaksasi otot rangka dengan cara

    menghambat pelepasan ion Ca dari retikulum sarkoplasmik. Kekuatankontraksi otot menurun paling banyak 75-80%. 5

  • 7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas

    13/19

    13

    Dantrolen menstimulasi relaksasi otot dengan memodulasi kontraksi

    otot pada derah setelah hubungan myoneural dan dengan aksi langsungnya

    pada otot. Belum disetujui FDA untuk dipergunakan pada tetanus tetapi

    telah dilaporkan pada sejumlah kecil kaksus. 2

    Dosis dewasaI1 mg/kg i.v selama 3 jam, diulang tiap 4-6 jam apabila perlu.

    Dosis pediatrik0,5 mg/kg i.v dua kali sehari pada permulaan, dapat ditingkatkan

    sampai 0,5 mg/kg i.v 2 atau 4 kali sehari, dengan tidak melebihi 100

    mg 4 kali sehari.

    KotraindikasiHipersensitifitas, penyakit hati aktif (hepatitis, sirosis)

    InteraksiToksisitas meningkat apabila diberikan bersamaan dengan klofibrat

    dan warfarin; pemberian bersama dengan estrogen dapat

    menignkatkan hepatotoksisitas pada wanita di atas 35 tahun.

    KehamilanKriteria C-Keamanan penggunakaannya pada wanita hamil belum

    diketahui.

    PerhatianDapat menyebabkan hepatotoksisitas; hati-hati pada gangguan

    fungsi paru dan insufisiensi kardiak berat, dapat menyebabkan

    fotosensitifitas terhadap paparan matahari.

    5. Penisilin GBerperan dengan mengganggu pembentukan polipeptida dinding otot

    selama multiplikasi aktif, menghasilkan aktivitas bakterisidal terhadap

    mikroorganisme yang rentan. Diperlukan terapi selama 10-14 hari. Dosisbesar penisilin i.v dapat menyebabkan anemia hemolitik, dan

    neurotoksisitas. Henti jantung telah dilaporkan pada pasien yang

    mendapatkan dosis masif penisilin G. 2

    Dosis dewasa10-24 juta uni/hari i.v terbagi dalam 4 dosis

    Dosis pediatrik1000.000=250.000 U/kg/hari/i.v/i.m dosis terbagi 4 kali/hari

    Kontraindikasi

  • 7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas

    14/19

    14

    Hipersensitivitas

    KehamilanKriteria B-biasanya aman, tapi dipergunakan apabila manfaatnya

    melebihi resiko yang mungkin terjadi.

    PerhatianHati-hati pada gangguan fungsi ginjal.

    6. MetronidazolMetrodiazol terutama digunakan untuk amubiasis, trikomoniasis dan

    infeksi bakteri anaerob. 5

    Metrodiazol aktif melawan bakteri anaerob dan protozoa. Dapat

    diabsorbsi kedalam sel dan senyawa termetabolisme sebagian yangterbentuk mengikat DNA dan menghambat sintesis protein, yang

    menyebabkan kematian sel. Direkomendasikan terapi selama 10.14 hari.

    Beberapa ahli merekomendasikan metrodiazol sebagai antibiotika pada

    terapi tetanus karena penisilin G juga merupakan agnis GABA yang dapat

    memperkuat efek toksin. 2

    7. DoksisiklinDoksisiklin menghambat sintesis protein dan pertumbuhan bakteri

    dengan pengikatan pada sub unit 30s atau 50s ribosomal dari bakteri yang

    rentan. Direkomendasikan terapi selama 10-14 hari. 2

    8. VekuroniumVekuronium berbeda dengan pelumpuh otot lainnya karena

    dimetabolisme secara ekstensif dalam hati. 5

    Merupakan agen pemblokade neuromuskulaar prototipik yang

    menyebabkan terjadinya paralisis muskuler. Untuk mempertahankan

    paralisis, infus secara terus-menerus dapat diterapkan. Bayi lebih bersifat

    sensitif terhadap aktivitas blokade neuromuskular, dan walaupun dosis yang

    sama dipergunakan, pemulihan lebih lama pada 50 kasus. Tidak

    direkomendasikan pada neonatus. 2

    B. Non Medika (Terapi)Strategi terai melibatkan tiga prinsip penatalaksanaan : organisme yang

    terdapat dalam tubuh hendaknya dihancurkan untuk mencegah pelepasan toksi

  • 7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas

    15/19

    15

    lebih lanjut; toksin yang terdapat dalam tubuh, di luar sistem saraf pusar

    hendaknya dinetralisasi; dan efek dari toksin yang telah terikat pada sistem saraf

    pusat diminimisasi. 2

    1. Penataksanaan UmumPasien hendaknya ditempatkan di ruangan yang tenang i ICU, dimana

    obervasi dan pemantauan kardiopulmoner dapat dilakukan secara terus

    menerus, sedangkan stimulasi diminimalisasi.

    2. Netralisasi dari toksin yang bebasAntitoksin menurunkan mortalitas dengan menetralisasi toksin yang

    beredar di sirkulasi dan toksin pada luka yang belum terikat.

    3. Menyingkirkan sumber infeksiJika ada, luka yang nampak jelas hendaknya didebridemen secara bedah.

    Walaupun manfaatnya belum terbukti, terapi antibiotik diberikan pada

    tetanus untuk mengeradikasi sel-sel vegetatif sebagai sumber toksin.

    4. Penatalaksanaan LainMeliputi hidrasi, untuk mengontrol kehilangan cairan yang lain, yang mungki

    signifikan; kecukupan kebutuhan gizi yang emngikat dengan pemberian

    enteral maupun paranetral; fisioterapi untuk pencegahan kontraktur dan

    pemberian heparin dan antikoagulan yang lain untuk mencegah emboli paru.

    5. VaksinasiPasien yang sembuh dari tetanus hendaknya secara aktif diimunisasi karena

    imunitas tidak diinduksi oleh toksin dalam jumlah kecil yang menyebabkan

    tetanus.

    G. PENCEGAHANPencegahan dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut :

    1. Imunisasi AktifImunisasi dengan tetanus toksoid yan diabsorbsi merupakan tindakan

    pencegahan yang paling efektif dalam praktek. Angka kegagalan dari tindakan ini

    sangat rendah. Sejak dikenalkannya imunisasi di Israel, insidensi tahunan tetanus

    berkurang dari 2/100000 pada tahun 1950 menjadi 0,1/100000 pada tahun 1988.

  • 7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas

    16/19

    16

    Seperti halnya di Amerika Serikat, semua kasus tetanus yang dilaporkan terjadi pada

    individu yang tidak diimunisasi. 2

    Semua individu dewasa yang imun secara parsial atau tidak sama sekali

    hendaknya mendapatkan vaksin tetanus, seperti halnya pasien yang sembuh dari

    tetanus. Serial vaksinasi untuk dewasa terdiri dari tiga dosis : dosis pertama dan

    kedua diberikan dengan jarak 4-8 minggu dan dosis ketiga diberikan 6-12 bulan

    setelah dosis pertama. Dosis ulangan diberikan tiap 10 thaun dan dapat diberikan

    pada usia dekade pertengahan seperti 35,45 dan seterusnya. Namun demikian

    pemberian vaksin lebih dari 5 kali tidak diperlukan untuk individu di tas 7 tahun

    toksoid kombinasi tetanus dan difteri (Td) yang diadsorpsi lebih dipilih. Vaksin yang

    diadsorpsi lebih disukai karena menghasilkan titel antibodi yang lebih menetap

    daripada vaksin cair.2

    2. Penatalaksanaan Luka.Penatalaksanaan luka yang baik membutuhkan pertimbangan akan perlunya :

    1. Imunisasi pasif dengan TIG dan,2. Imunisasi aktif dengan vaksin, terutama Td untuk individu usia diatas 7 tahun.

    Dosis TIG sebagai imunisasi pasif pada individu dengan luka derajat sedang

    adalah 250 unit intramuskuler yang menghasilkan kadar antibodi serum protektif

    paling sedikit 4 sampai 6 minggu; dosis yang tepat untuk TAT, suatu produk yang

    ebrasal dari kuda adalah 3000 sampai 6000 unit. Vaksin dari TAT hendaknya

    diberikan pada tempat yang terpisah dengan spuit injeksi yang berbeda. 2

    3. Tetanus Neonatorum.Penatalaksanaan yang dimaksudkan untuk mencegah tetanus neonatorum

    mencakup vaksinasi maternal, bahkan selama kehamilan; upaya untuk

    meningkatkan proporsi kelahirkan yang dilakukan di rumah sakit dan pelatihan

    penolong kelahiran non medis. 2

    Jadi intinya pencegahan tetanus bergantung pada : 4

    1. Imunisasi aktif dengan toksoid2. Perawatan secara tepat luka yang terkontaminasi dengan tanah, dll3. Penggunaan profilatik antitoksin, dan4. Pemberian penisilin.

  • 7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas

    17/19

    17

    H. PROGNOSISPenetapan metode untuk monitoring dan oksigenasi suportif telah secara nyata

    memperbaiki prognosis tetanus. Angka fatalitas kasus dan penyebab kematian

    bervariasi secara dramatis tergantung pada fasilitas yang tersedia. Trujillo dkk

    melaporkan penurunan mortalitas dari 44% ke 15% setelah adanya penatalaksaan ICU.

    Di negara-negara sedang berkembang, tanpa fasilitas untuk perawatan intensif jangka

    panjang dan bantuan ventilasi, kematian akibat tetanus berat mencapai lebih dari 50%

    dengan obstruksi jalan napas, gagal napas dan gagal ginjal merupakan penyebab utama.

    Mortalitas sebesar 10% dianggal merupakan target yang dapat dicapai oleh negara-

    negara maju. Di Amerika Serikat pada periode 1995-1997 dan 1998-2000 angka

    fatalitas kasus berturut-turut 11% dan 16%. Pada periode kedua terdapat 20 kematian

    di antara 113 kasus yang diketahui hasil akhirnya (total 130 kasus).2

    Perawatan intensif modern henadaknya dapat mencegah kematian kaibat gagal

    nafas akut, tetapi sebagai akibatnya, pada kasus yang berat, gangguan ototnomik

    menjadi lebih tampak. Trujillo melaporkan bahwa 40% kematian setelah adanya

    [erawatan intensif adalah akibat henti jantung mendadak dan 15% akibat komplikasi

    repirasi. Sebelum adanya ICU, 80% kematian terjadi akibat gagal napas akut yang terjadi

    awal. Komplikasi penting akibat perawatan Icu meliputi infeksi nosokomial, terutama

    pneumonia berkaitan dengan ventilator, septis, generalisara, tromboemolisme, dan

    perdarahan gastrointestinal. Mortalitas bervariasi berdasarkan usia pasien. Prognosis

    buruk pada usia tua, pada neonatus dan pada pasien dengan periode inkubasi yang

    pendek, interval yang pendek antara onset gejala sampai tiba di RS. Di USA mortalitas

    pada pasien dewasa di bawah 30 tahun hampir 0, tetapi pada pasien di atas 60 tahun

    mencapai 52%. Di Portugis, antar tahun 1986 sampai tahun 1990, mortalitas untuk

    semua umur bervariasi antara 32 samapi 59%. Di Afrika, mortalitas pada tetanus

    neonatorum tanta ventilasi buatan dilaporkan 82% pada tahun 1960 dan 63-79% pada

    tahun 1991. Dengan ketersediaan ventilasi buatan, mortalitasnya dapat serendah 11%

    tetapi penulis yang lain melaporkan mortalitas yang emcapai 40%. Mortalitas dan

    prognosis juga bergantung pada status vaksinasi sebelumnya. 2

    Tetanus yang berat umumnya membutuhkan perawatan ICU sampai 3-5 minggu,

    pasien mungkin membutuhkan bantuan ventilasi jangka panjang. Tonus yang meningkat

    dan sparme minor dapat terjadi sampai berbulan-bulan, namun pemulihan dapat

    diharapkan sempurna, kembali ke fungsi normalnya. Pada beberapa penelitian

    pengamatan pada pasien yang selamat dari tetanus, sering dijumpai menetapnya

    promblem fisik dan psikologis. 2

  • 7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas

    18/19

    18

    BAB III

    PENUTUP

    A. KesimpulanTetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus

    otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat

    yang dihasilkan oleh Clostridium tetani.

    B. SaranKiranya dengan makalah ini kita khususnya sebagai calon dokter dapat

    memahami pola dari penyakit tetanus, penyebab, pengobatan, serta pencegahannya, dan

    dapat dipakai sebagai pegangan dasar untuk pengetahuan selanjutnya

  • 7/29/2019 PBL BLOK 12_Infeksi Dan Imunitas

    19/19

    19

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Kamus kedokteran dorland, edisi 29. Jakarta : ECG ; 2002.2. Sudoyo, Setiohadi, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam, edisi 5. Jakarta : Interna

    Publising ; 2009.

    3. Price, dan Wilson. Patofisiologi, edisi 6. Jakarta : ECG ; 2006.4. Jewetz, Melnick, dan Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : ECG ; 2008.5. Farmakologi dan terapi, edisi 5. Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapi Fakultas

    Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.