pbl blok 12 malaria

18
Skenario 4(malaria) Pemeriksaan dengan Mikroskop Cahaya Pemeriksaan dapat mikroskopik dengan pewarnaan Giemsa sampai saat ini merupakan baku emas pemeriksaan malaria. Selain untuk menegakkan diagnosis, pemeriksaan mikroskopik dapat digunakan untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan hal ini tidak dapat diterapkan dengan uji cepat malaria maupun tekhnik PCR. Pada infeksi Plasmodium falciparum yang stadium lanjutnya berada di kapiler alat dalam (sekuestrasi), parasit tersebut sulit di temukan dalam darah tepi sehingga memerlukan pemeriksaan serial darah(3 kali dalam 48 jam)untuk memastikan ada tidaknya parasit. Pengambilan darah dilakukan pada ujung jari atau tumit kaki(bayi). Pewarnaan optimal untuk mendapatkan morfologi parasit dengan Giemsa. Jumlah darah yang diambil harus sesuai dengan volume antikoagulannya. Jika pembuatan sediaan darah yang mengandung antikoagulan dilakukan 24 jam setelah pengambilan darah maka jumlah parasit dapat berkurang sampai 50% dan morfologi parasit sudah berubah. Oleh karena itu, sangat penting untuk segera(<1jam) membuat sediaan darah tipis dan tebal dari darah dengan antikoagulan tersebut. Dengan menggunakan sediaan darah tebal sensitivitas pemeriksaan mikroskopik akan meningkat sampai 10 kali dibandingkan sediaan darah tipis. 2 Lamanya pewarnaan yang optimal adalah 30 menit dengan 3%Giemsa. Perhitungan jumlah parasit dapat dilakukan secara kuantitatif dan semikuantitatif. Perhitungan semikuantitatif biasanya kurang akurat dan dilakukan dalam keadaan darurat dengan sediaan darah tebal. Cara penghitungannya adalah sebagai berikut : 2 + : 1-10 parasit stadium aseksual per 1100 lapang pandang mikroskop ++ : 11-100 parasit stadium aseksual per 100 lapang pandang mikroskop +++ : 1-10 parasit stadium aseksual per satu lapang pandang mikroskop ++++ : 11-100 parasit stadium aseksual per satu lapang pandang mikroskop Perhitungan secara kuantitatif dapat dilakukan baik pada sediaan darah tipis dan sediaan darah tebal. Jumlah parasit aseksual(cincin,

Upload: nadia-cecilia

Post on 19-Feb-2016

36 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

makalah ini adalah pbl blok 12 yang membahas mengenai malaria tapi telah di edit menjadi lebih simple

TRANSCRIPT

Page 1: pbl blok 12 malaria

Skenario 4(malaria)

Pemeriksaan dengan Mikroskop Cahaya

Pemeriksaan dapat mikroskopik dengan pewarnaan Giemsa sampai saat ini merupakan baku emas pemeriksaan malaria. Selain untuk menegakkan diagnosis, pemeriksaan mikroskopik dapat digunakan untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan hal ini tidak dapat diterapkan dengan uji cepat malaria maupun tekhnik PCR. Pada infeksi Plasmodium falciparum yang stadium lanjutnya berada di kapiler alat dalam (sekuestrasi), parasit tersebut sulit di temukan dalam darah tepi sehingga memerlukan pemeriksaan serial darah(3 kali dalam 48 jam)untuk memastikan ada tidaknya parasit. Pengambilan darah dilakukan pada ujung jari atau tumit kaki(bayi). Pewarnaan optimal untuk mendapatkan morfologi parasit dengan Giemsa. Jumlah darah yang diambil harus sesuai dengan volume antikoagulannya. Jika pembuatan sediaan darah yang mengandung antikoagulan dilakukan 24 jam setelah pengambilan darah maka jumlah parasit dapat berkurang sampai 50% dan morfologi parasit sudah berubah. Oleh karena itu, sangat penting untuk segera(<1jam) membuat sediaan darah tipis dan tebal dari darah dengan antikoagulan tersebut. Dengan menggunakan sediaan darah tebal sensitivitas pemeriksaan mikroskopik akan meningkat sampai 10 kali dibandingkan sediaan darah tipis.2 Lamanya pewarnaan yang optimal adalah 30 menit dengan 3%Giemsa. Perhitungan jumlah parasit dapat dilakukan secara kuantitatif dan semikuantitatif. Perhitungan semikuantitatif biasanya kurang akurat dan dilakukan dalam keadaan darurat dengan sediaan darah tebal. Cara penghitungannya adalah sebagai berikut :2

+ : 1-10 parasit stadium aseksual per 1100 lapang pandang mikroskop

++ : 11-100 parasit stadium aseksual per 100 lapang pandang mikroskop

+++ : 1-10 parasit stadium aseksual per satu lapang pandang mikroskop

++++ : 11-100 parasit stadium aseksual per satu lapang pandang mikroskop

Perhitungan secara kuantitatif dapat dilakukan baik pada sediaan darah tipis dan sediaan darah tebal. Jumlah parasit aseksual(cincin, trofozoit dan skizon) dan seksual(gametosit) dihitung secara terpisah. Pada sediaan darah tebal parasit dihitung berdasarkan jumlah leukosit per µl darahjika tidak diketahui biasanya diasumsikan leukosit penderita berjumlah 8000/µL

Pemeriksaan dengan Mikroskop Fluoresensi

Zat fluorensi dapat berikatan dengan asam nukleat dalam intparasit dan berfluoresensi jika disinari dengan sinar ultra violet yang mempunyai panjang gelombang tertentu. Mula-mula digunakan acridine orange(AO) dan benzothiocarboxypurine(BCP). Keduanya dieksitasi pada panjang gelombang 490 nm dan akan berfluoresensi dengan warna kehijauan atau kekuningan. Acridine orange dapat digunakan langsung pada sediaan darah di kaca atau dengan menggunakan capilary tubes yang bagian dalamnya dilapisi dengan zat warna acridine orange. Pada waktu sentrifugasi, capillary tubes yang berisi leukosit, trombosit, dan eritrosit akan terpisah. Parasit dapat dilihat menggunakan mikroskop fluoresensi dan akan terkonsentrasi terutama di bagian atas lapisan eritrosit.2

Page 2: pbl blok 12 malaria

Tekhnik kawamoto menggunakkan filter yang dapat mengeksitasi panjang gelombang 470nm-490nm sehingga pada waktu cahaya melewati sediaan darah yang diwarnai acridine orange, parasit akan terlihat berfluoresensi. Acridine orange akan berikatan dengan asam nukleat semua jenis sel sehingga fluoresensinya menjadi tidak spesifik. Pemeriksa akan kesulitan dalam membedakan parasit dengan badan Howell Jolly yang ditemukan pada penderita anemia hemolitik. Sensitivitas tekhnik ini tinggi untuk mendiagnosa Plasmodium falciparum yaitu lebih dari 93%. Pada metode yang menggunakan capillary tubes parasit yang berukuran besar akan tersembunyi pada lapisan sel darah putih.

Benzothiocarboxypurine(BCP) digunakan langsung pada sediaan darah tebal atau suspensi darahyang sudah dilisiskan. Zat warna ini tidak cepat pudar seperti acridini orange. BCP memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi (>95%) untuk mendiagnosis Plasmodium falciparum.2

Pemeriksaan dengan Rapid Test

Pemeriksaan Rapid test(P-F test) merupakan diagnosi malaria yang didasarkan pada deteksi antigen yang spesifik dalam darah penderita malarria mulai diperkenalkan pada permulaan tahun 1990. Deteksi dangat cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya baik(95% untuk Plasmodium falciparum) dan tidak memerlukan alat khusus. Prinsip kerjanya adalah imunokromatografi yang cairannya akan naik sepanjang kertas nitroselulosa. Pada beberapa titik kertas nitroselulosa diletakkan antibodi monoklonal terhadap beberapa antigen malaria yang spesifik sehingga pada penderita positif akan terjadi reaksi antigen-antibodi yang tervisualisasi dalam bentuk garis. Secara garis besar hanya ada 3 macam antigen malaria yang digunakan dalam rapide test, yaitu Histidine Rich Protein-2(HRP-2), lactate dehydrogenase(LDH) dan aldolase. HRP-2 merupakan protein yang larut dalam air dan disekresikan oleh berbagai stadium aseksual dan gametosit muda Plasmodium falciparum.2

HRP-2 dapat bertahan dalam darah penderita yang diobati sampai 28 hari, walaupun parasitemia negatif dengan pemeriksaan mikroskopik. Reaksi positif palsu dilaporkan pada penderita yang mengandung faktor rematoid dalam darahnya, karena bereaksi silang dengan monoklonal IgG dalam kit rapid test. Reaksi negatif palsu dapat dijumpai pada penderita, baik dengan jumlah parasit rendah(<100 parasit/µl) atau dengan jumlah parasit yang tinggi(>10.000parasit/µl).2 Rapid test di pasarkan dengan nama dagang OPTIMAL. Optimal dapat mendeteksi dari 0-200parasit/µl darah.3

Page 3: pbl blok 12 malaria

Gambar 1. Rapid test HRP-2

Polymerase Chain Reaction(PCR)

Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan tekhnologi amplifikasi DNA, waktu yang dipakai cukup cepat dan sensitivitas(5 parasit/µl darah) maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulan test ini walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Test ini baru dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.3

Deteksi Pigmen Malaria

Deteksi pigmen malaria, yaitu hemozoin merupakan salah satu cara otomatis yang dikembangkan dengan menggunakan alat FBC(Full blood count) analyzer, dengan CellDyn3500 atau CellDyn 4000. Prinsip kerja sama dengan flow ctomettry, yaitu dengan mengukur jumlah sinar laser yang dipantulkan suatu sel dari berbagai sudut.2

Gambar 2. Deteksi Pigmen Parasit

Diagnosis Kerja(Working Diagnose)

Page 4: pbl blok 12 malaria

Gejala klinis penyakit malaria adalah Demam dan anemia. Demam mempunyai 3 stadium, yaitu frigoris(menggigil) yang berlangsung ½-2 jam, kemudian stadium acme(puncak demam) selama 2-4 jam, kemudian memasuki stadium sudoris dimana penderita banyak keringat. Pada malaria tertiana demam timbul setiap hari ketiga, sedangkan pada malaria tropika demam akan berjalan terus menerus. Berdasarkan gejala-gejala yang timbul maka diagnosa pada orang tersebut adalah Malaria falsifarum atau tropika atau tersiana maligna.

Diagnosis Pembanding(Difference Diagnose)

Diagnosis pembanding merupakan diagnosis yang diperkirakan dekat dengan hasil diagnosis kerja(Working Diagnose). Diagnosis pembanding dari penyakit malaria di tinjau dari demam dan keadaan ikterus adalah demam tifoid.3 Sedangkan pada malaria serebral akan menyerupai meningitis bakterialis, encephalitis, tripanosomamiasis dan dengue encephalopati. Gejala dari demam tifoid sendiri ialah panas lebih dari 4 hari kontinu terutama pada malam hari. Keadaan umum penderita kurang, nafsu makan berkurang, mulai apatis, somnolen sampao saporo komateus bila keadaan menjadi toktis. Fisik lidah coatea, bercak roseola pada kulit, bradikardirelatif, Hb turun dan lain-lain.4

Epidemologi

Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, mempengaruhi amgka kesehatan bayi, balita, dan ibu melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa(KLB). Jumlah kabupaten/kota endemik tahun 2004 sebanyak 424 dari 579 kabupaten/kota, dengan perkiraan presentase penduduk yang berisiko penularan sebesar 42,42%. Masalah malaria terpusat di wilayah Indonesia bagian Timur. Proporsi kematian karena malaria berdasarkan survei kesehatan rumah tangga pada tahun 2001 sebesar 2%(SKRT, 2001). Kejadian Luar Biasa(KLB) malaria terjadi di 23 provinsi, 51 Kabupaten/Kota, meliputi 108 desa dengan jumlah penderita 11.597 dan kematian 298 jiwa. Bberapa KLB disebabkan oleh adanya perubahan lingkungan tempat perindukan, kegiatan pertanian yang kurang bijaksana, migrasi penduduk, dan beberapa bencana alam.2 Tingginya side positive rate(SPR) menentukan endemisitas suatu daerah dan pola klinis penyakit malaria akan berbeda. Secara tradisi endemisitas daerah dibagi menjadi :3

- Hipoendemik : bila parasit rate atau spleen rate 0-10%

- Mesoendemik : bila parasit rate atau spleen rate 10-50%

- Hiperendemik : bila parasit rate atau spleen rate 50-75%

- Holoendemik : bila parasit rate atau spleen rate >75%

Parasit rate dan spleen rate ditentukan pada pemeriksaan anak-anak usia 2-9 tahun. Pada daerah holoendemik banyak penderita anak-anak dengan anemia berat, hiperendemik dan mesoendemik mulai banyak malaria serebral sedangkan hipoendemik tidak stabil, banyak dijumpai malaria serebral, fungsi hati dan ginjal pada usia dewasa.3

Etiologi

Page 5: pbl blok 12 malaria

Prasit malaria termasuk genus Plasmodium dan pada manusia ditemukan 4 spesies, yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Terdapat parasit kera yang dilaporkan menginfeksi manusia, yaitu Plasmodium knowlesi(Malaysia,1965). Di Indonesia penyakit malaria ditemukan tersebar di seluruh kepulauan, terutama di kawasan timur Indonesia. Plasmodium falciparum menyebabkan malaria falsiparum atau tropika atau malaria tersiana maligna dan terdapat di seluruh kepulauan di Indonesia. Plasmodium falciparum merupakan spesies yang paling berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat.Plasmodium mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan di eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk yaitu anopheles betina. Perkembangan aseksual dalam hati hanya menyangkut fase pareritrosit saja, tidak ada fase eksoeritrosit yang dapat menimbulkan relaps seperti pada infeksi Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale. Stadium dini yang dapat dilihat dalam hati adalah skizon yang berukuran ± 30 mikron pada hari keempat setelah infeksi. Jumlah merozoit pada skizon matang kira-kira 40.000 buah. Stadium perkembangan daur aseksual umumnya tidak berlangsung dalam darah tepi, kecuali pada kasus berat(pernisiosa). Bila skizon sudah matang, akan mengisi kira-kira dua pertiga dari eritrosit dan membentuk 8-24 buah merozoit dengan jummlah rata-rata 16 buah merozoit. Pembentukan gametosit terdapat di kapiler alat-alat dalam, tetapi stadium muda dapat ditemukan di darah tepi. Siklus seksual Plasmodium falciparum dalam nyamuk umumnya sama seperti Plasmodium lainnya. Siklus berlangsung 22 hari pada suhu 200C, 15-17 hari pada suhu 250C, 10-11 hari pada suhu 25-280C.5

Nyamuk anophelini yang berperan sebagai vektor malaria hanyalah genus Anopheles. Di seluruh dunia, genus Anopheles jumlahnya ± 2000 spesies, 60 spesies sebagai vektor malaria. Di Indonesia sendiri terdapat ± 80 spesies dan 16 spesies yang telah dibuktikan sebagai vektor malaria. Morfologi nyamuk Anopheles adalah pada fase telur diletakkan satu persatu di atas ppermukaan air. Bentuk telur seperti perahu yang bagian bawahnya konveks dan bagisan atasnya konkaf. Telur Anopheles juga memiliki pelampung yang terletak di sebelah lateral. Larva Anophelini mempunyai spirakel pada posterior abdomen, tergal plate pada bagian tengah dorsal abdomen. Pupa mempunyai tabung pernapsan(respiratory trumpet) yang bentuknya lebar dan pendek. Pada nyamuk dewasa palpus nyamuk Anopheles mempunyai panjang yang hampir sama dengan probosisnya. Perbedaan nyamuk jantan dan betina adalah ruas palpus bagian apikal pada nyamuk jantan berbentuk ganda(club form), sedangkan pada nyamuk betina ruas tersebut mengecil. Nyamuk Anophenlini mengalami metamorfosis sempurna. Telur menetas menjadi larva yang kemudia melakukan pengelupasan kulit/eksoskelet sebanyak 4 kali. Lalu larva tumbuh menjadi pupa dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa. Waktu yang diperlukan untuk metamorfosis bervariasi antara 2-5 hari tergantung pada spesies, makanan yang tersedia dan suhu udara. Tempat perindukan Anophenilini terbagi dalam 3 kawasan, yaitu pantai, pedalaman, kaki gunung dan kawasan gunung. Di bagian Nusa Tenggara Timur sendiri terdapat 3 spesies Anopheles yang menjadi vektor penyakit malaria, yaitu Anopheles sundaicus yang tempat perindukkan nya di pantai, Anopheles barbirostris dan Anopheles subticus yang perindukannya di pedalaman. Spesies Anopheles sundaicus antropofilik > zoofilik, menggigit sepanjang malam dan terdapat di dalam dan luar rumah. Anopheles subticus Antopofilik > zoofilik, menggigit pada malam hari dan terdapat di dalam dan luar rumah(kandang). Anopheles barbirostris Antropofilik, Eksofagik > endofagik, menggigit di malam hari dan terletak di luar rumah(pada tanaman). Aktivitas nyamuk Anophelini sangat dipengaruhi oleh kelembababn udara dan suhu. Umumnya nyamuk Anophelini katif menghisap darah hospes pada malam

Page 6: pbl blok 12 malaria

hari atau sejak senja hingga dini hari. Jarak terbang anophelini biasanya 0,5-3km, tetapi dapat mencapai puluhan kilometer jika dipengaruhi oleh transportasi dan kencangnya angin. Umur nyamuk di alam bebas sekitar 1-2 minggu.5

Patogenesis

Setelah melalui jaringan hati Plasmodium falciparum melepaskan 18-24 merozoit ke dalam sirkulasi. Merozoit yang dilepaskan akan masuk dalam sel RES di limpa dan mengalami fagositosis serta filtrasi. Merozoit yang lolos dari filtyarsi dan fagositosis di limpa akan menginvasi erotrosit. Selanjutnya parasit berkembang biak secara asexual dalam eritrosit. Bentuk asexual parasit dalam eritrosit inilah yang bertanggung jawab dalam patogenesa terjadinya malaria pada manusia. Patogenesa malaria yang banyak diteliti adalah patogenesa malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum.3,5

Patogenesis malaria falciparum dipengaruhi oleh faktor parasit dan faktor pejamu (host). Yang termasuk dalam faktor parasit adalah intensitas transmisi, densitas parasit dan virulensi parasit. Sedangkan yang masuk dalam faktor penjamu adalah tingkat endemisitas daerah tempat tinggal, genetik, usia, status nutrisi dan status imunologi. Parasit dalam eritrosit secara garis besar mengalami 2 matur pada 24 jam ke-2. Permukaan RESA yang menghilang setelah parasit masuk stadium matur. Permukaan membran

EP stadium matur akan mengalami penonjolan dan membentuk knob dengan histidin rich protein 1 sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP tersebut mengalami merogoni, akan dilepaskan toksin malaria berupa GPI yaitu glikosilfosfatidilinositol yang merangsang pelepasan TNF-α dan interleukin 1 (IL-1) dan makrofag.3,6

Sitoadherensi

Sitoadherensi ialah perlekatan antara EP stadium matur pada permukaan endotel vaskuler. Perlekatan terjadi dengan cara molekul adhesif yang terletak dipermukaan knob EP melekat dengan molekul-molekul adhesif yang terletak dipermukaan endotel vaskular.3

Sekuestrasi

Sitoadheren menyebabkan EP matur tidak beredar kembali dalam sirkulasi. Parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan mikrovaskular disebut EP matur yang mengalami sekuestrasi. Hanya Plasmodium falciparum yang mengalami sekuestrasi, karena pada plasmodium lainnya seluruh siklus terjadi pada pembuluh darah perifer. Sekuestrasi terjadi pada organ-organ vital dan hampir semua jaringan dalam tubuh. Sekuestrasi tertinggi terdapat di otak, diikuti dengan hepar dan ginjal, paru jantung, usus dan kulit. Sekuestrasi ini diduga memegang peranan utama dalam patofisiologi malaria berat.3

Rosetting

Ialah berkelompoknya EP matur yang diselubungi 10 atau lebih eritrosit yang non-parasit. Plasmodium yang dapat melakukan sitoadrehensi juga yang dapat melakukan sitoadherensi juga yang dapat melakukan rosetting. Rosetting menyebabkan obstruksi aliran darah lokal/dalam jaringan sehingga memepermudah terjadinya sitoadheren.3

Page 7: pbl blok 12 malaria

Sitokin

Sitokin terbentuk dari sel endotel, monosit dan makrofag setelah mendapat stimulasi dari malaria toksin. Sitokin ini antara lain TNF-α , IL-1, IL-6, IL-3, LT dan interferon. Dari beberapa penelitian dibuktikan bahwa penderita malaria serebral yang meninggal atau dengan komplikasi berat seperti hipoglikemia mempunyai kadar TNF-α yang tinggi. Walaupun demikian hasil test ini tidak begitu konsisten karena bisa terdapat TNF yang normal atau rendah.3

Nitrit oksida memeberikan efek protektif karena membatasi perkembangan parasit dan menurunkan ekspresi molekuladesi. Diduga produksi NO lokal di organ atau di otak berlebihan dapat mengganggu fungsi organ tersebut.3

Patologi

Studi patologi malaria dapat dilakukan kepada malaria falciparum karen kematian biasanya disebabkan plasmodium falciparum. Selain perubahan jaringan dalam patologi malaria yang penting adalah keadaann mikro-vaskular dimana parasit berada. Beberapa organ yang terlibat antara lain otak, jantung, hati, paru, ginjal, usus, sum-sum tulang belakang. Pada otopsi dijumpai otak yang membengkak dengan pendarahan petekie yang multiple pada jaringan putih. Pendarahan jarang pada susbtansi abu-abu. Tidak dijumpai herniasi. Hampir seluruh pembuluh kapiler dan vena penuh dengan parasit. Pada jantung dan paru selain sekuestrasi , jantung relatif normal, bila anemia tampak pucat dan dilatasi. Pada paru dijumpai gambaran edema paru, pembentukan membran hialin, adanya aggregasi leukosit. Pada ginjal tampak bengkak, tubulus mengalami iskemia, sekuestrasi pada kapiler glomerulus, proliferasi sel mesangial dan endotel. Pada pemeriksaan imunoflorensen dijumpai deposisi imunoglobulin pada membran basal kapiler glomerulus. Pada saluran cerna bagian atas dapat terjadi pendarahan karena erosi, selain sekuestrasi juga dijumpai iskemia yang menyebabkan nyeri perut. Pada sum sum tulang dijumpai duserythropoiesis, makrofag mengandung banyak pigmen, dan erythrophagocytosis.3

Imunologi

Imunitas terhadap malaria sangat kompleks, melibatkan hampir seluruh komponen sistim imun baik spesifik maupun non-spesifik, imunitas humoral maupun seluler, yang timbul secara alami maupun didapat akibat infeksi atau vaksinasi. Imunitas spesifik timbulnya lambat. Imunitas hanya bersifat jangka pendek dan barangkali tidak ada imunitas yang permanen dan sempurna.3

Bentuk imunitas terhadap malaria dapat dibedakan:3

1. Imunitas alamiah non-imunologis berupa kelainan genetik polimorfisme yang dikaitkan dengan resistensi terhadap malaria.

2. Imunitas didapat non spesifik. Sporozoit yang masuk darah segera dihadapi oleh respon imun non-spesifik yang terutama dilakukan oleh makrofag dan monosit, yang menghasilkan sitokin-sitokin seperti TNFα, IL1-IL10, secara langsung menghambat pertumbuhan parasit, membunnuh parasit.

Page 8: pbl blok 12 malaria

3. Imunitas didapat spesifik. Tanggapan sistem imun terhadap infeksi malaria mempunyai sifat spesies spesifik, strain spesifik dan stage spesifik.

Imunitas terhadap stadium siklus hidup parasit (stage specific), dibagi menjadi:3

Imunitas pada stadium eksoeritroserekstrahepatal (stadium sporozoit), respon imun pada stadium ini:

A. Antibodi yang menghambat masuknya sporozoit ke hepatosit

B. Antibodi yang membunuh sporozoit melalui opsonisasi

Eksoeritrositer intrahepatik, respon imun pada stadium ini: limfosit T sitotoksik CD8+

Imunitas pada stadium aseksual eritrositer berupa: antibodi yang mengaglutinasi merozoit, antibodi yang menghambat cytoadherance, antibodi yang menghambat pelepasan atau menetralkan toksin-toksin parasit.

Imunitas pada stadium seksual berupa; antibodi yang membunuh gametosit, antibodi yang menghambat fertilisasi, antibodi yang menghambat transformasi zigot menjadi ookinete, antigen/antibodi pada stadium seksual prefertilisasi dan antigen/antibodi pada stadium seksual post fertilisasi.

Pembuatan vaksin banyak ditujukan pada stadium sporozoit, terutama dengan menggunakan epitope tertentu dari sirkum sporozoit. Respon imun spesifik ini diatur langsung oleh limfosit T untuk imunitas seluler dan limfosit B untuk imunitas humoral.3

Gejala klinis

Manifestasi klinik malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya tranmisi infeksi malaria. Berat/ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis plasmodium, daerah asal infeksi, umur,faktor genetik, keadaaan kesehatan dan nutrisi, pengobatan sebelumnya.3

Keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria:3,7

- Serangan primer: yaitu keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi serangan paroksimal yang terdiri dari menggigil, panas dan berkeringat. Serangan paroksimal ini dapat pendek atau panjang tergantung dari perbanyakan parasit dan keadaan imunitas penderita.

- Periode latent: yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya infeksi malaria. Biasanya terjadi diantara dua keadaan paroksismal.

- Recrudescense: yaitu berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggu sesudah berakhirnya serangan primer. Berulangnya gejala klinik sesudah periode laten dan serangan primer.

Page 9: pbl blok 12 malaria

- Recurrence: yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu berakhirnya serangan primer.

- Relaps: berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari waktu diantara serangan periodik dari infeksi prime yaitu setelah periode yang lama dari masa latent (sampai 5 tahun), biasanya terjadi karena infeksi tidak sembuh atau oleh bentuk diluar eritrosit (hati) pada malaria vivax atau ovale.

Penata Laksanaan

A. Pengobatan simptomatik :8,9

1. Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermia : parasetamol 15 mg/KgBB/x, beri setiap 4 jam dan lakukan juga kompres hangat.

2. Bila kejang, beri antikonvulsan : Dewasa : Diazepam 5-10 mg IV (secara perlahan jangan lebih dari 5 mg/menit) ulang 15 menit kemudian bila masih kejang. Jangan diberikan lebih dari 100 mg/24 jam.

3. Bila tidak tersedia Diazepam, sebagai alternatif dapat dipakai Phenobarbital 100 mg IM/x Dewasa diberikan 2 x sehari.

B. Pemberian obat anti malaria spesifik :8,9

1. Kina intra vena (injeksi) masih merupakan obat pilihan (drug of choice) untuk malaria berat. Kemasan garam Kina HCL 25 % injeksi, 1 ampul berisi 500 mg / 2 ml.

2. Pemberian anti malaria pra rujukan (di puskesmas) : apabila tidak memungkinkan pemberian kina perdrip maka dapat diberikan dosis I Kinin antipirin 10 mg/KgBB IM (dosistunggal).

Cara pemberian :8,9

1. Kina HCL 25 % (perdrip), dosis 10mg/Kg BB atau 1 ampul (isi 2 ml = 500 mg) dilarutkan dalam 500 ml dextrose 5 % atau dextrose in saline diberikan selama 8 jam dengan kecepatan konstan 2 ml/menit, diulang dengan cairan yang sama setiap 8 jam sampai penderita dapat minum obat.

2. Bila penderita sudah dapat minum, Kina IV diganti dengan Kina tablet / per oral dengan dosis 10 mg/Kg BB/ x dosis, pemberian 3 x sehari (dengan total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian infus perdrip yang pertama).

Catatan :

Page 10: pbl blok 12 malaria

1. Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena dapat menyebabkan kadar dalam plasma sangat tinggi dengan akibat toksisitas pada jantung dan kematian.

2. Bila karena berbagai alasan Kina tidak dapat diberikan melalui infus, maka dapat diberikan IM dengan dosis yang sama pada paha bagian depan masing-masing 1/2 dosis pada setiap paha (jangan diberikan pada bokong). Bila memungkinkan untuk pemakaian IM, kina diencerkan dengan normal saline untuk mendapatkan konsentrasi 60-100 mg/ml

3. Apabila tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian 48 jam kina parenteral, maka dosis maintenans kina diturunkan 1/3 - 1/2 nya dan lakukan pemeriksaan parasitologi serta evaluasi klinik harus dilakukan.

4. Total dosis kina yang diperlukan : Hari 0 : 30 mg/Kg BBHari I : 30 mg/Kg BBHari II dan berikutnya : 15-20 mg/Kg BB.Dosis maksimum dewasa : 2.000 mg/hari.

5. Hindari sikap badan tegak pada pasien akut selama terapi kina untuk menghindari hipotensi postural berat.

6. Bila tidak memungkinkan dirujuk, maka penanganannya : lanjutkan penatalaksanaan sesuai protap umum Rumah Sakit (seperti telah diuraikan diatas), yaitu :

7. Pengobatan spesifik dengan obat anti malaria.

8. Pengobatan supportif/penunjang (termasuk perawatan umum dan pengobatan simptomatik)

Menurut Departemen kesehatan Pilihan kombinasi Obat yang dianjurkan adalah, sebagai berikut :

Lini I : Artesunate+Amodiaguin dosis tunggal selama 3 hari +

primakuin pada hari I

Artesunate : 4 mg/kgbb/hari

Amodiaquin : 10 mg/kgbb/hari

Primakuin : 0,75 mg/kgbb/hari

* Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan bayi < 1 tahun

dan penderita G6PD.

Page 11: pbl blok 12 malaria

Lini II : Kina Terasiklin/Doksisiklinselama 7 hari + Primakuin pada

hari I

Kina : 10 mg/kgbb/kali (3 x sehari) selama 7 hari

Doksisiklin dewasa : 4 mg/kgbb/kali (2 x sehari) selama 7 hari

Doksisiklin (8-14 tahun) : 2 mg/kgbb/kali (2 x sehari) selama 7 hari

Tetrasiklin : 4-5 mg/kgbb/kali (4 x sehari) selama 7 hari

Primakuin : 0,75 mg/kgbb/hari

* Doksisiklin/Terasiklin tidak boleh diberikan pada anak dengan

umur dibawah 8 tahun dan ibu hamil.

* Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan bayi < 1 tahun

dan penderita G6PD.

Non-Medika Mentosa

Penata Laksanaan untuk non medika mentosa adalah istirahat yang cukup, mandi atau membersihkan badan secara teratur.

Pencegahan

Pencegahan malaria secara umum meliputi 3 hal, yaitu edukasi, kemoprofilaksis, dan upaya menghindari gigitan nyamuk. Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang harus diberikan kepada setiap pelancong atau petugas yang akan bekerja di daerah endemis. Materi utama edukasi adalah mengajarkan tentang cara penularan malaria, risiko terkena malaria, dan yang terpenting pengenalan tentang gejaladan tanda malaria, pengobatan malaria terutama SBET, dan pencegahan malaria dengan kemoprofilaksis serta pencegahan gigitan nyamuk, dan pengetahuan tentang upaya menghilangkan tempat perindukan nyamuk seperti membuat drainase yang efektif dan singkirkan tempat pembiakan nyamuk terutama rawa atau tempat air tergenang. Upaya paling efektif mencegah malaria adalah menghindari gigitan nyamuk naopheles. Upaya tersebut berupa proteksi pribadi, modifikasi perilaku dan modifikasi lingkungan. Contoh dari proteksi diri adalah menggunakan insektisida, repellent dan mengurangi aktivittas di luar rumah mulai senja.2

Kemoprofilaksis

Page 12: pbl blok 12 malaria

Kemoprofilaksis digunakan untuk mengurangi risiko jatuh sakit jika telah tergigit nyamuk infeksius. Beberapa obat antimalaria yang sekarang digunakan sebagai kemoprofilaksis adalah klorokuin, meflokuin(belum tersedia di Indonesia), kombinasi atovaquone-proquanil(belum tersedia di Indonesia), doksisiklin, dan primakuin. Tingkat efektivitas kemoprofilaksis sangat ditentukan oleh tingkat resistensi Plasmodium setempat terhadap obat anti malaria dan tingkat kepatuhan penggunaannya. Klorokuin sudah tidak direkomendasikan lagi di dunia karena terbukti resisten. Klorokuin digunakan pada daerah Plasmodium falciparum sensitif klorokuin. 500mg basa, per oral, sekali seminggu dimulai 2 minggu sebelum berangkat dan dilanjutkan sampai 4 minggu setelah meninggalkan daerah endemis. Doksisiklin digunakan 100 mg per oral sekali sehari, dimulai 2 hari sebelum berangkat dan dilanjutkan sampai 4 minggu setelah pulang.2

Stand by Emergency Self Treatment (SBET)

Stand by Emergency Treatment didefinisikan sebagai pelancong minum obat anti malaria yang dibawanya sendiri ketika curiga sakit malaria, dan tidak tersediapelayanan medis yang cepat dalam 24 jam timbulnya gejala penyakit. Kelemahan cara ini adalah penggunaan obat anti malaria yang berlebihan disertai meningkatnya laporan efek samping obat. Obat SBET yang diberikan haru sberbeda dengan obat yang digunakan untuk kemoprofilaksis dan dipastikan malaria di daerah yang dikunjungi masih sensitif terhadap obat SBET. Obat SBET yang direkomendasikan adalah klorokuin, meflokuin, kina kombinasi dengan doksisiklin, artesunat-lumefrantin, artesunat piperakuin. SBET di Indonesia sebaiknya menggunakan ACT dan untuk kunjungan ke daerah endemis seperti pedalaman Papua, Nusa Tenggara dan Maluku.2

Pengobatan Pencegahan Secara Intermiten(Intermitten Preventive Treatment)

Intermitten Preventive Treatment(IPT) adalah pemberian dosis terapeutik obat anti malaria dengan waktu atau jadwal tertentu kepada orang-orang yang beresiko untuk pengobatan maupun pencegahan, jadi tidak memandang status infeksi pasien saat ini apakah sedang sehat atau sakit. IPT menggunakan dosis terapeutik penuh, diberikan pada penduduk daerah endemis malaria stabil dengan interval pemberian yang lebih panjang, biasanya sebulan atau beberapa bulan sekali. Dikenal beberapa IPT, yaitu IPT pada ibu hamil(IPTp), IPT pada bayi (IPTi), IPT pada anak-anak (IPTc), dan IPT dewasa (IPTa).2

Vaksin Terhadap Malaria

Terdapat 3 jenis vaksin yang dikembangkan yaitu, vaksin sporozoit(bentuk intera hepatik), vaksin terhadap bentuk aseksual dan vaksin transmission blocking untuk melawan bentuk gametosit. HOFFMAN berpendapat bahwa vaksin yang ideal adalah vaksin yang multi-stage (sporozoit, aseksual), multivalen(terdiri dari beberapa antigen) sehingga memberikan respon multi-imun.3

Pencegahan Pada Kunjungan Singkat

Pencegahan dapat dilakukan dengan cara edukasi, Kemoprofilaksi dengan doksisiklin dan untuk daerah terpencil melakukan SBET.2

Komplikasi

Page 13: pbl blok 12 malaria

Komplikasi malaria umumnya disebabkan karena Plasmodium falciparum dan sering disebut pernicious manifestations. Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebelumnya, dan sering terjadi pada penderita yang tidak imun seperti pada orang pendatang dan kehamilan. Komplikasi terjadi 5-10% pada seluruh penderita malaria yang dirawat di RS dan 20% dari padanya merupakan kasus yang fatal. Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi Plasmodium falciparum dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut:

Malaria serebral (coma): tidak disebabkan penyakit lain atau lebih dari 30 menit setelah serangan kejang

Acidemia/acidosis: pH darah <7,25

Anemia berat

Gagal ginjal akut

Hipoglikemi: gagal sirkulasi atau syok (tekanan sistolik <70mmHg) disertai keringat dingin. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24 jam.

Gangguan kesadaran ringan (GCS <15)

Kelemahan otot (tidak bisa duduk ataupun berjalan)

Hiperparasitemia >5%

Ikterik (bilirubin > 3mg/dl)

Hiperpireksia (temperature rektal > 400C) pada orang dewasa dan anak.

Prognosis

Jika dilakukan penanganan yang baik terhadap penderita Malaria falciparum maka prognosinya adalah dubia ad bonam. Sedangkan jika tidak ditangani dengan baik, maka prognosisnya adalah dubia ad malam.