pbl blok 12

36
I. Pendahuluan I.1. Latar Belakang Demam tifiod masih merupakan penyakit endemik di indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum di dalam undang-undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. Kelompok ini merupakan dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah. Indikasi demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan. Di daerah jawa barat 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk. Perbedaan insidens di perkotaan berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan. Case fatalily rate (CFR) demam tifoid di tahun 1996 sebesar 1,08% dari seluruh kematian di indonesia. Namun demikian berdasarkan hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI (SKRI Depkes RI) tahun 1995 demam tifoid termasuk dalam 10 penyakit dengan motilitas tertinggi. I.2. Tujuan Makalah ini bertujuan agar pembaca dapat mengetahui tentang demam tifoid. Di dalam makalah ini akan dibahas tentang penyebab, gejala, pemeriksaan, pengobatan sampai pencegahan demam tifoid. 1

Upload: kinanti-purnamasari

Post on 10-Aug-2015

79 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PBL blok 12

I. Pendahuluan

I.1. Latar Belakang

Demam tifiod masih merupakan penyakit endemik di indonesia. Penyakit ini

termasuk penyakit menular yang tercantum di dalam undang-undang nomor 6 tahun 1962

tentang wabah. Kelompok ini merupakan dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat

menimbulkan wabah.

Indikasi demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi

lingkungan. Di daerah jawa barat 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan di daerah

urban ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk. Perbedaan insidens di perkotaan

berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi

lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan

lingkungan.

Case fatalily rate (CFR) demam tifoid di tahun 1996 sebesar 1,08% dari seluruh

kematian di indonesia. Namun demikian berdasarkan hasil survei Kesehatan Rumah Tangga

Departemen Kesehatan RI (SKRI Depkes RI) tahun 1995 demam tifoid termasuk dalam 10

penyakit dengan motilitas tertinggi.

I.2. Tujuan

Makalah ini bertujuan agar pembaca dapat mengetahui tentang demam tifoid. Di

dalam makalah ini akan dibahas tentang penyebab, gejala, pemeriksaan, pengobatan

sampai pencegahan demam tifoid.

1

Page 2: PBL blok 12

II. Pembahasan

1. Pemeriksaan

1.1. Anamnesis

Anamnesis dilakukan agar dokter dapat mengetahui pemeriksaan yang

lebih lanjut. Pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan mengenai demam adalah:

Apa yang dimaksud pasien dengan nyeri kepala? Adakah rasa nyeri?

Bagaimana rasanya (misalnya berdenyut, menusuk, atau sakit)? Bagaimana

awalnya? Apakah timbulnya bertahap atau mendadak? Apa yang memicunya?

Pernahkah ada gejala penyerta (misalnya gangguan muntah, mual, dan

demam)? Apakah sama seperti nyeri kepala sebelumnya? Seberapa sering

pasien mengalami nyeri kepala? Apa yang bisa memicu nyeri kepala?

Ketegangan, kecemasan, dan sebagainya?

Yang penting tanyakan juga riwayat penyakit terdahulu dan juga

riwayat keluarga.1

1.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara palpasi dan auskultasi. Palpasi

dilakukan untuk mengukur peningkatan suhu tubuh (untuk memastikan gunakan

termometer). Auskultasi dilakukan untuk mengetahui perubahan fisiologi dari

gantrointestinal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan suhu tubuh, debar jantung

relative lambat (bradikardi), lidah kotor, pembesaran hati dan limpa (hepatomegali

dan splenomegali), kembung (meteorismus), radang paru (pneumomia) dan

kadang-kadang dapat timbul gangguan jiwa. Penyulit lain yang dapat terjadi

adalah pendarahan usus, dinding usus bocor (perforasi), radang selaput perut

(peritonitis) serta gagal ginjal.

1.3. Pemeriksaan Laboratorium

1.3.1. Pemeriksaan Rutin

Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan

leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis.

Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu

2

Page 3: PBL blok 12

pula dapat ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan

hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopenia. Laju

endap darah pada demam limfoid dapat meningkat.

SGOT dan SGPT sering kali meningkat, tetapi akan kembali menjadi

normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan

penanganan khusus. SGOT dan SGPT merupakan ensim derivat vitamin B6

yang disebut glutamin yang mempermudah proses transaminase AA dalam

sintesis AA non-esensial oleh sel hati. Penurunan protein seperti albumin

dalam darah menyebabkan hati mensintesis proetin dengan cepat untuk

mencapai batas normal. Kegiatan ini membutuhkan banyak ensim

transaminase dan fungsi metabolik hati meningkat yang ditandai dengan

meningkatnya nilai SGOT dan SGPT dalam darah. 2

1.3.2. Biakan Darah

Biakan darah positif memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah

negatif tidak menyingkirkan demam tifoid. Hal ini disebabkan karena hasil

biakan darah tergantung pada beberapa faktor, antara lain :

a. Telah mendapat terapi antibiotik.

Bila pasien sebelum dilakukan kuntur darah telah mendapat antibiotik,

pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin

negatif.

b. Volume darah yang berkurang (diperlukan kurang lebih 5cc darah).

Bila darah yang dibiakan terlalu sedikit, hasil biakan bisa negatif.

Darah yang diambil sebaiknya secara bedside langsung dimasukan ke

dalam media cairan empedu untuk pertumbuhan kuman.

c. Riwayat vaksinasi.

Vaksinasi di masa lampau menimbulkan antibodi dalam tubuh pasien.

Antibodi (aglutinin) ini dapat menekan bakterimia hingga biakan darah

dapat negatif.

d. Saat pengambilan darah setalah minggu pertama, pada saat aglutinin

semakin meningkat.2

3

Page 4: PBL blok 12

1.3.3. Uji Widal

Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.typhi.

pada uji Widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S. typhi

dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji

Widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di

laboratorium. Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin

dalam serum penderita tersangka demam tifoid, yaitu:

a. Aglutinin O (dari tubuh kuman)

b. Aglutinin H (flagela kuman)

c. Aglutinin Vi (simpai kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan

untuk mengdiagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya, semakin besar

kemungkinan terinfeksi kuman ini.

Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam,

kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke

empat dan tetat tinggi pada beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula

timbul aglutinin O, kemudian diikuti dengan aglutinin H. Pada orang-orang

yang telah sembuh, aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan,

sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh karena itu

uji widal bukan untuk menentukan kesembuhan penyakit.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal, yaitu faktor-faktor

yang berhubungan dengan pasien dan faktor-faktor teknis.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan pasien adalah :

- Keadaan umum

Gizi buruk menghambat pembentukan anti bodi

- Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit.

Aglutinasi baru dijumpai dalam darah setelah pasien sakit satu minggu dan

mencapai puncak pada minggu ke empat.

- Pengobatan dini dengan antibiotik

Beberapa peneliti berpendapat bahwa pengobatan dini dengan obat

antimikroba mengahmbat pembentukan anti bodi, tetapi peneliti-peneliti

lain menentang pendapat ini

- Penyakit-penyakit tertentu

4

Page 5: PBL blok 12

Pada beberapa penyakit yang menyertai demam tifoid tidak terjadi

pembentukan antibodi

- Obat-obat imunosupresif

- Vaksinasi dengan kotipa

Pada seseorang yang divaksinasi, titer aglutinin O dan H meningkat.

- Infeksi klinis atau subklinis oleh salmonella sebelumnya

Keadaan ini menyebabkan uji Widal positif, walaupun sebenarnya titer

rendah. Di daerah endemik tifoid dapat dijumpai aglutinin pada orang-

orang sehat.

Faktor-faktor teknis pemeriksaan laboratorium, akibat aglutinasi

silang, dan stain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.

Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai titer aglutinin yang

bermakna diagnostik untuk demam tifoid. Batas titer tang sering dipakai

hanya kesepakatan saja, hanya berlaku setempat dan batas-batas ini bahkan

dapat berbeda di berbagai laboratorium setempat.2

1.3.4. Pemeriksaan Kultur (biakan empedu)

Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan

Demam Typhoid/ paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka

diagnosis pasti untuk Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negati,

belum tentu bukan Demam Tifoid/ Paratifoid, karena hasil biakan negatif

palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah

terlalu sedikit kurang dari 2mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam

medial Gall (darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman

terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu-

1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi.

Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu

waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7hari, bila belum

ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen

yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/

carrier digunakan urin dan tinja.

5

Page 6: PBL blok 12

2. Etiologi

Etiologi demam tifoid adalah Salmonella typhi. Bakteri berbentuk

batang, tidak berspora dan tidak bersimpai tetapi mempunyai flagel feritrik

(fibrae). Pada pewarnaan gram negatif. Ukuran salmonella typhi berukuran 2-

4 mikrometer x 0,5 – 0,8 mikrometer dan bergerak. Salmonella typhi

merupakan bakteri fakultatif intraseluler. Salmonella mengandung gen

esensial untuk infeksi sistemik, replikasi intraseluler dan TtiSS (type III

secretion system) yang melindungi bakteri untuk tetap hidup dari proses

degredasi.

Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi atau paratyphi, suatu

bakteri gram negative berflagella yang bersifat non-sporulasi dan anaerobik

fakultatif.

Sedangkan demam paratifoid disebabkan oleh organisme yang

termasuk dalam spesies Salmonella enteritis, yaitu S. enteritidis bioserotipe

paratyphi A, S. enteritidis bioserotipe paratyphi B, S. enteritidis bioserotipe

paratyphi C. Kuman-kuman ini lebih dikenal dengan nama S.paratyphi A,

S.paratyphi B, S.paratyphi C. 3

Salmonella typhi

6

Page 7: PBL blok 12

3. Epidemiologi

Demam tifoid menyerang penduduk di semua negara. Seperti penyakit

menular lainnya, tifoid banyak ditemukan di negara berkembang yang higiene

pribadi dan sanitasi lingkungannya kurang baik. Prevalensi kasus bervariasi

tergantung lokasi, kondisi lingkungan setempat, dan perilaku masyarakat.

Angka insidensi di Amerika Serikat pada tahun 1990 adalah 300-500 kasus

per tahun dan terus menurun. Prevalensi di Amerika latin sekitar 150/100.000

penduduk setiap tahun, sedangkan prevalensi di Asia jauh lebih banyak yaitu

sekitar 900/10.000 penduduk per tahun. Meskipun demam tifoid menyerang

semua umur, namun golongan terbesar tetap pada usia kurang dari 20 tahun. 4

Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang

disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai

negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis.

Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting

karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk,

kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar

higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah

Demam tifoid dan paratifoid endemik di Indonesia. Penyakit ini jarang

ditemukan secara epidemik, lebih bersifat sporadis, terpencar-pencar di suatu

tempat, dan jarang terjadi tebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. Di

indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun dan insidens

tertinggi adalah pada anak-anak. Terdapat dua sumber penularan S. typhi,

yaitu pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering, karier. Di daerah

endemik, transisi terjadi melalui air yang tercemar S. typhi, sedangkan

makanan yang tercemar oleh karier merupakan sumber penularan tersering di

daerah nonendemik.3

S typhi masuk ke tubuh manusia bersama bahan makanan atau

minuman yang tercemar. Cara penyebarannya melalui muntahan, urin, dan

kotoran dari penderita yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat (kaki-

kaki lalat). Lalat itu mengontaminasi makanan, minuman, sayuran, maupun

7

Page 8: PBL blok 12

buah-buahan segar. Saat kuman masuk ke saluran pencernaan manusia,

sebagian kuman mati oleh asam lambung dan sebagian kuman masuk ke usus

halus. Dari usus halus itulah kuman beraksi sehingga bisa ” menjebol” usus

halus. Setelah berhasil melampaui usus halus, kuman masuk ke kelenjar getah

bening, ke pembuluh darah, dan ke seluruh tubuh (terutama pada organ hati,

empedu, dan lain-lain).Jika demikian keadaannya, kotoran dan air seni

penderita bisa mengandung kuman S typhi yang siap menginfeksi manusia

lain melalui makanan atau pun minuman yang dicemari. Pada penderita yang

tergolong carrier (pengidap kuman ini namun tidak menampakkan gejala

sakit), kuman Salmonella bisa ada terus menerus di kotoran dan air seni

sampai bertahun-tahun. S. thypi hanya berumah di dalam tubuh manusia. Oleh

kerana itu, demam tifoid sering ditemui di tempat-tempat di mana

penduduknya kurang mengamalkan membasuh tangan manakala airnya

mungkin tercemar dengan sisa kumbahan.Sekali bakteria S. thypi dimakan

atau diminum, ia akan membahagi dan merebak ke dalam saluran darah dan

badan akan bertindak balas dengan menunjukkan beberapa gejala seperti

demam. Pembuangan najis di merata-rata tempat dan hinggapan lalat (lipas

dan tikus) yang akan menyebabkan demam tifoid.

4. Patofisiologi

Penularan terjadi melalui saluran cerna dengan tertelannya Salmonella,

kemudian bakteri berkolonisasi dan menembus epitel dan menginfeksi folikel

limfoid di usus halus (Peyeri Patches). Patogenitas bergantung pada faktor

jumlah kuman, keasaman lambung dan virulensi dengan menyebarnya kuman

melalui duktus torasikus ke sirkulasi sistemik. Infeksi sistemik dapat

melibatkan berbagai organ, termasuk hati, limpa, sumsum tulang, kandung

empedu, paru, susunan saraf pusat, dan berbagai organ lain.

Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam

tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian

kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan

selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA)

usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M)

dan selanjutnya ke lamina propria. Di dalam lamina propria kuman

8

Page 9: PBL blok 12

berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama makrofag. Kuman

dapat bergerak dan berkembang biak di dalam makofag dan selanjutnya

dibawa ke plague peyery ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening

mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus, kuman yang terdapat di

makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterrimia

pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial

tubuh terutama hati dan limfa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel

fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan

selanjutnya masuk ke dua kalinya serta terdapat tanda-tanda dan gejala

penyakit infeksi sistemik.

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang

biak dan bersama cairan empedu diekskresi secara ‘intermitens’ ke dalam

usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian lagi masuk ke

sirkulasi darah setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali,

berhubungan makrofag telah teraktifasi dan hiperaktif maka saat fagositosis

kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang

selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti

demam, sakit kepala, intabilitas vaskuler, gangguan mental, dan koagolasi.

Di dalam palque peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi

hiperplasia jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi

hipersensitifitas tipe lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis organ).

Perdarahan saluran pencernaan dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah

sekitar plaque peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat

akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses patogenessi jaringan

limfoid ini dapat berkembang biak hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan

dapat mengakibatkan prefosis.

Endotoksin dapat menempel di reseptor endotel kapiler dengan akibat

timbulnya aplikasi seperti gangguan neurospikiatrik, kardiovaskuler,

pernapasan, dan ganggua organ lain.2

S.typhi masuk ke tubuh manusia melalui makanan dan air yang

tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi

masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plak peyeri di ileum

terminalis yang hipertrofi. Bila terjadi komplikasi perdarahan dan perforasi

intestinal, kuman menembus lamina propria, masuk ke aliran limfe mencapai

9

Page 10: PBL blok 12

kelenjar limfe mesenterial, dan masuk ke sirkulasi darah memalui duktus

torasikus. S.typhi bersarang di plak peyeri, limfa, hati, dan bagian-bagian lain

sistem retikuloendotelial. Endotoksin S.typhi berperan dalam proses inflamasi

lokal pada jaringan tempat kuman tersebut berkembang biak. S.typhi dan

endotoksinya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen dan leukosit pada

jaringan yang meradang, sehingga terjadi demam.3

Faktor virulensi merupakan kemampuan bakteri menyebabkan

penyakit (mekanisme patogenesis), terdiri dari banyak faktor. adhesin yang

merupakan protein yang menentukan perlekatan ke sel mukosa, sebagai tahap

penting dalam kolonisasi. Kapsul terdiri dari polisakarida yang menghambat

fagositosis (tidak dapat cerna oleh sel fagosit). Toksik terdiri dari endotoksin

(yang merupakan komponen integral dinding sel bakteri gram -) dan

eksotoksin (yang disekresi oleh bakteri dan mungkin bertanggung jawab atas

manifestasi utama infeksi yaitu enterotoksin, neurotoksin).

5. Gambaran Klinis

Masa tunas dalam tifoid berlangsung 10-14 hari. Gejala-gejala klinik yang

sangat bervariasi dan ringan sampai berat, dari asimtomatik hingga disertai

komplikasi sampai kematian.

Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan

gejala serupa dengan penyakit infeksi akut lainnya seperti demem, nyeri

kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare dan

epestaksi. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat.

Sifat demam adalah meningkat berlahan-lahan dan terutama sore hari hingga

malam hari. Dalam minggu ke dua, gejala-gejala jelas menjadi lebih jelan

berupa demam, brakikardi relatif (adalah peningkatan suhu 1 derajat tidak

diikuti peningkatan denyut nafi 8 kali permenit), lidah yang berselaput,

hepatomegali,splenomegali, metoreismus, dan gangguan mental atau psikis.2

6. Diagnosis

Penegakan diagnosis sedini mungkin dangat bermanfaat agar bisa diberikan

terapi yang terpat dan meminimalisasi komplikasi. Pengetahuan gambaran klinik

penyakit ini sangat diperlukan untuk membantu mendeteksi secara dini. Walaupun

10

Page 11: PBL blok 12

pada kasus tertentu dibutuhkan pemeriksaan tambahan untuk membantu menegakan

diagnosis.

6.1. Working Diagnosis

Dari anamnesis dan pemeriksaan terdapat gejala berupa demam selama 2

minggu terutama menjelang sore hari, gangguan gastrointestinal (seperti mual,

muntah, dan sulit buang air besar), dan dsertai gangguan kesadaran. Gejala-gejala

tersebut merupakan gejala penyakit tifoid. Untuk memastikan diagnosis perlu

dikerjakan pemeriksaan laboratorium sebagai berikut :

a. Pemeriksaan darah tepi :

Terdapat gambaran leukopenia, limfositosis, relatif dan aneosinofillia, pada

permulaan sakit mungkin terdapat anemia dan trombositpenia ringan.

b. Pemeriksaan sumsum tulang :

Terdapat gambaran sumsum tulang berupa hiperaktif RES dengan adanya sel

makrofag,sedangkan sistem eritropoesis, granulopoesis dan trombopoesis

berkurang.

c. Biakan empedu :

Basil salmonella thyposa dapat ditemukan dalam darah penderita, biasanya dalam

minggu pertama sakit, selanjutnya sering ditemukan dalam feses.

d. Pemeriksaan widal :

Pemeriksaan yang positif ialah bila terjadi reaksi aglutinasi, untuk membuat

diagnosis yang diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen O.titer yang bernilai

1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan yang progresif digunakan untuk

membuat diagnosis.

6.2. Diagnosis Diferensial

Pada kasus disebutkan terdapat diagnosis banding yang mempunyai gejala

yang hampir sama dengan working diagnosis diatas (demam tifoid). Penyakit-

penyakit yang dapat dijadikan sebagai diagnosis banding adalah malaria dan

demam berdarah.

6.2.1. Malaria

Pada malaria gejala utamanya adalah demam (pada plasmodium vivax

serangan pada siang atau sore hari). Demam dapat disertai gejala lain seperti

menggigil, lemas, sakit otot, batuk, dan gejala gastrointestinal seperti mual,

11

Page 12: PBL blok 12

muntah, dan diare. Setelah 1-2 minggu serangan demam yang disertai gejala

lain akan diselingi periode bebas penyakit. Demam kemudian bersifat periodik

yang khas pada malaria yaitu intermitens. Serangan demam yang khas sering

di mulai pada siang hari dan berlangsung 8-12 jam. Setelah itu terjadi stadium

apireksia. Pada infeksi malaria, periodisitas demam berhubungan dengan

waktu pemecahan sejumlah slizon matang dan keluarnya merozoid yang

masuk ke aliran darah. Pada malaria vivax dan ovale setiap kelompok menjadi

matang dalam48 jam sehingga periode demamnya bersifat tersian. Pada

malaria kuartana yang disebabkan oleh P.malariae menimbulkan interval 72

jam. Ada stadium yang khas pada malaria, yaitu stadium menggigil, stadium

puncak demam, dan stadium berkeringan. Serangan demam makin lama makin

berkurang karena tubuh menyesuikan diri dengan parasit yang ada dalam

1tubuh dan karena respons imun hospes. Anemia, splenomegali, dan

hepatomegali sering berhubungan dengan malaria.5

6.2.2. Demam Dingue dan Demam Berdarah Dingue

Gambaran klinis amat bervariasi, dari yang ringan, sedang, deperti DD

sampai DBD dengan manifestasi demam akut, perdarahan, serta

kecenderungan terjadi renjatan yang dapat berakibat fatal. Masa inkubasi

dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.

Pada DD terdapat peningkatan suhu tiba-tiba, disertai sakit kepala,

nyeri yang hebat pada otot dan tulang, muntah dan batuk ringan.

Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada supraorbital dan

retrornital. Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila tendon dan otot

ditekan. Pada mata dapat ditemukan pembengkakan. Di otot sekitar mata

terasa pegal. Eksentem dapat muncul pada awal demam yang terlihat jelas di

muka dan dada, berlangsung beberapa jam lalu akan muncul kembali pada hari

ke 3 – 6 berupa bercak petekie di lengan di kaki lalu ke seluruh tubuh. Pada

saat suhu turun ke normal, ruam berkurang, dan cepat menghilang, bekas-

bekasnya kadang terasa gatal. Nadi pasein mula-mula cepat, kemudian

menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke 4 atau ke 5. Bradikardi dapat

menetap beberapa hari dalam masa penyembuhan. Dapat terjadi lidah kotor

dan sulit buang air besar. Pada pasien DSS, gejala renjatan ditandai dengan

kulit yang terasa lembab dan dingin, sianosis perifer yang terutama tampak

12

Page 13: PBL blok 12

pada ujung hidung, jari kaki dan tangan, serta penurunan tekanan darah.

Rejatan biasanya terjadi pada waktu demam atau saat demam turun antara hari

ke 3 dan hari ke 7 penyakit.

7. Penatalaksanaan

7.1. Perawatan

Pasien demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk diisolasi, di

observasi dan pengobatan. Istirahat dan perawatan profesional bertujuan

mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah

baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama

14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi

perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi pasien dilakukan secara

bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.

Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus

berubah-rubah pada waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia

hipostratik dan dekubitus.

Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan, karena kadang-

kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.

7.2. Diet dan terapi penunjang

Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan

penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan

keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses

penyembuhan akan semakin lama.

Di masa lampau penderita demam tifoid diberi diet bubur saring.

Kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberi nasi, yang

perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien.

Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi

perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat

bahwa usus harus diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukan bahwa

pemberian makan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa

dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.

13

Page 14: PBL blok 12

7.3. Peemberian antibiotik

Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam

tifoid adalah sebagai berikut:

a. Kloramfenikol. Di indonesia Kloramfenikol masih merupakan obat

pilihan utama untuk mengobati demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah

4 x500 mg perhari dapat diberikan secara oral ataiu intramuskular.

Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas. Penyuntikan intramuskular

tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan

tempat suntikan terasa nyeri. Dari pengalaman penggunaan obat ini dapat

menurunkan demam rata-rata 7 hari.

Kloramfenikol akan mensupresi flora normal usus, dengan akibat

meningkatkan efektivitas antikaogulan oral yang diberi bersama,

mengurangi efektivitas sulfasalazin dan potensi dapat mengurangi

efektivitas kontrasepsi oral.6

b. Tiamfenikol. Dosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam tifoid hampir

sama dengan kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti

kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan

dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol adalah 4x500 mg, demam rata-

rata menurun pada hari ke 5.

Tiamfenikol digunakan untuk indikasi yang sama dengan

kloramfenikol. Selain itu juga digunakan untuk indikasi pada infeksi saluran

empedu. Obat ini diekskrsi seluruhnya lewat urin.

c. Kotrimoksazol. Efektivitas obat ini dilaporkan hampir sama dengan

kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa adalah 2x2 tablet diberikan

selama 2 minggu.6

d. Ampisilin dan amoksisilin. Kemampuan obat ini untuk menurunkan

demam lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis yang

dianjurkan berkisar antara 50-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2

minggu.

Senyawa-senyawa ini memiliki aktivitas antibakteri yang mirip dan

spektrum yang lebih luas daripada antibiotik lain. Semuanya dapat

diuraikan oleh β-laktamase (baik bakteri gram positf dan gram negatif). 7

e. Sefalosporin generasi ketiga. Hingga saat ini golongan sefalosporin

generasi ke tiga yang terbukti efektif untuk demam tifoid adalah

14

Page 15: PBL blok 12

seftriakson, dosis yang dianjurkan adalah antara 3-4 gram dalam dekstrosa

100 cc diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3

hingga 5 hari.

f. Golongan flourokuinolon. Golongan ini beberapa jenis bahan sediaan

dan aturan pemberiaannya :

- Norfloksasin dosis 2x400 mg/hari selama 14 hari

- Siprofloksasin dosis 2x500 mg/hari selama 6 hari

- Ofoksasin 2x400 mg/ hari selama 7 hari

- Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

- Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

Demam pada umumnya mengalain lisis pada hari ke tiga, atau

menjelang hari ke empat. hasil penurunan semam sedikit lebih lambat pada

penggunaan norfloksasin yang merupakan flourokuinolon pertama yang

memiliki bioavalibilitas tidak sebaik flourokuinolon yang dikembangkan

kemudian.

7.4. Kombinasi obat antimikroba

Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan hanya pada keadaan

tertentu saja antara lain toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok

septik, yang pernah terbukti ditemukan 2 macam organisme dalam kultur

darah selain kuman Salmonella.

Kortikosteroid. Penggunaan steroid hanya diindikasikan pada toksik

tifoid atau demam tifoid yang mengalami syok septik dengan dosis 3x5 mg.

8. Komplikasi demam tifoid

Sebagai suatu penyakit sistemik maka hampir semua organ utama

tubuh dapat diserang dan berbagai komplikasi serius dapat terjadi. Beberapa

komplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid adalah:

8.1. Komplikasi Intestinal

8.1.1. Perdarahan Intestinal

Pada plak Peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminal) dapat

terbentuk tukak/luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus.

Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka akan

15

Page 16: PBL blok 12

terjadi pendarahan. Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus maka

perforasi dapat terjadi. Selain karena faktor luka, perdarahan juga dapat terjadi

karena gangguan kaogulasi darah (KID) atau gabungan kedua faktor. Sekitar

25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak

membutuhkan transfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita

mengalami syok. Sacara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakan bila

mengalami perdarahan sebanyak 5 ml/kg BB/jam dengan faktor homeostasis

dalam batas normal. Jika penanganannya terlambat, moralitas cukup tinggi .

bila transfusi yang diberikan tidak dapat mengimbangi perdarahan yang

terjadi, maka tindakan bedah perlu dipertimbangan.

8.1.2. Perforasi usus

Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul

pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Selain

gejala umum demam tifoid yang biasa terjadi maka penderita demam tifoid

dengan perforasi usus mengeluh penyakit nyeri perut yang hebat terutama di

daerah kanan bawah yang kemudian menyebar keseluruh perut dan disertai

dengan tanda-tanda ileus. Bisingan usus melemah pada 50% penderita dan

pekak hati terkadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas di abdomen.

Tanda-tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun, bahkan

dapat syok. Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dapat menyokong adanya

perforasi.

Bila pada gambaran polos abdomen ditemukan pada rongga

peritoneum atau subdiagfragma kanan, maka hal ini merupakan nilai yang

cukup menentukan terdapatnya perforasi usus pada demam tifoid. Beberapa

faktor yang dapat meningkatkan kejadian adalah perforasi adalah umur

(biasanya 20-30 tahun), lama demam, modalitas pengobatan, beratnya

penyakit, dan mobilitas penderita.

Antibiotik diberikan secara selektif bukan hanya untuk mengobati

kuman S.typhi tetapi juga mengatasi kuman yang bersifat fakultatif dan

anaerob pada flora usus. Umumnya diberikan antibiotik spektrum luas dengan

kombinasi kloramfinokol dan ampisilin intravena. Cairan harus dipasangkan

nasogastric tube. Transfusi darah dapat diberikan bila terdapat kehilangan

darah akibat perdarahan intestinal.

8.2. Komplikasi Ekstra Intestinal

16

Page 17: PBL blok 12

8.2.1. Komplikasi Hematologik

Komplikasi hematologik berupa trombositopenia, hipofibrinogenemia,

peningkatan prothrombin time, peningkatan partial thromboplastin time,

peningkatan fibrin degenerasi produk sampai kaogulasi intravaskular

diseminata (KID) dapat ditemukan pada kebanyakan pasien demam tifoid.

Trombositopenia saja sering dijumpai, hal ini mungkin terjadi karena

menurunnya produksi trimbosit di sumsum tulang selama proses infeksi atau

meningkatnya destruksi trombosit di sistem retikuloendotelial. Obat-obatan

juga memegang peranan.

Penyebab KID pada demam tifoid belum jelas. Hal-hal yang sering

dikemukakan adalah endotoksin mengaktifkan beberapa sistem biologik,

kaogulasi, dan fibronolisis. Pelepasan kinin, prostaglandin, dan histamin

menyebabkan vasokontriksi dan kerusakan endotel pembuluh darah dan

selanjutnya mengakibatkan perangsangan mekanisme kaogulasi, baik KID

kompensata maupun dekompensata.

Bila terjadi KID dekompensata dapat diberikan transfusi darah,

substitusi trombosit dan faktor-faktor koagulasi bahkan heparin, meskipun ada

pula yang tidak sependapat tentang manfaat pemberian heparin pada demam

tifoid.

8.2.2. Hepatitis Tifosa

Pembengkakan hati ringan sampai sedang dijumpai pada sekitar 50%

kasus dengan demam tifoid dan lebih banyak dijumpai karena S.typhi daripada

S.paratyphi. untuk membedakan apakah hepatitis ini oleh karena tifoid, virus,

malaria, atau amuba maka perlu diperhatikan kelainan fisik, parameter

laboratorium, dan bila perlu histopatologik hati. Pada demam tifoid, kenaikan

enzim transaminase laboratorium tidak relevan dengan kenaikan serum

bilirubin (untuk membedakan dengan hepatitis karena virus). Hepatitis tifosa

dapat terjadi pada pasien dengan malnutrisi dan sistem imun yang kurang.

Meskipun sangat jarang, komplikasi hepatosefalopati dapat terjadi.

8.2.3. Manifestasi Neuropsikiatrik/Tiroid Toksik

Manifestasi Neuropsikiatrik dapat berupa delirium dengan atau tanpa

kejang semi koma, atau koma, parkinson rigidity, sindrom otak akut,dll.

Terkadang gejala demam tifoid diikuti suatu sindrom klinis berupa gangguan

atau penurunan kesadaran akut dengan atau tanpa disertai kelainan neurologi

17

Page 18: PBL blok 12

lainnya dan dalam pemeriksaan cairan otak masih dalam batas normal.

Sindrom klinik seperti itu disebut sebagai tifoid toksik, tifoid berat, demam

tifoid ensepalopati, atau demam tifoid dengan toksemia. Diduga faktor

ekonomi rendah, ras, kebangsaan, iklim, nutrisi, kebudayaan, dan adat yang

masih terbelakang ikut mempermudah terjadinya penyakit tersenut dan timbul

kematian. Semua kasus tifoid toksik, atas pertimbangan klinis sebagai demam

tifoid berat, langsung diberikan pengobatan kombinasi kloramfenikol 4x400

mg ditambah ampisilin 4x1 gram dan deksametason 3x5 mg.

9. Prognosis

Umumnya prognosis tifus baik asal penderita cepat berobat. Namun

Bila penyakit berat, pengobatan terlambat/ adekuat atau ada komplikasi berat,

kesadaran menurun sekali, dan panas sangat tinggi,maka prognosis kurang

baik/buruk.8

Prognosis demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat

kekebalan tubuh, jumlah, dan virulensi Salmonella, serta cepat dan tepatnya

pengobatan. Angka kematian pada anak-anak 2,6%, dan pada orang dewasa

7,4%, dan rata-rata 5,7%. 2

10. Preventif

Pencegahan demam tifoid melalui gerakan nasional sangat diperlukan karena

akan berdampak cukup besar terhadap penurunan kesakitan dan kematian akibat

damam tifoid,menurunkan kesakitan dan kematian akibat demam tifoid,

menurunkan anggaran pengobatan pribadi maupun negara, mendatangkan devisa

negara yang berasal dari wisatawan mancanegara karena telah hilangnya predikat

negara endemik dan hiperendemik sehingga mereka tidak takut lagi terserang

tifoid saat berada di daerah kunjungan wisata. 2

Para pelancong sebaiknya menghindari makan sayuran mentah dan makanan

lainnya yang disajikan atau disimpan di dalam suhu ruangan.

Sebaiknya mereka memilih makanan yang masih panas atau makanan yang

dibekukan, minuman kaleng dan buah berkulit yang bisa dikupas.9

Pencegahan di lakukan dengan cara tidak minum air yang belum dimasak

(belum matang), bila ingin jajan di pingir jalan yang belum jelas apakah airnya

18

Page 19: PBL blok 12

dimasak atau tidak, yakinlah bahwa badan kita dalam keadaan yang fit sehingga

daya tahan tubuh kita (leukosit) dapat menghancurkan kuman-kuman itu, menjaga

kebersihan peralatan makan, menjaga daya tahan tubuh agar selalu fit dengan

makanan, gizi seimbang, istirahat yang cukup, olah raga, rileks (tidak

stress/tegang), dan untuk menghindari penyebaran kuman, Buang air besar

sebaiknya pada tempatnya jangan dikali atau sungai.

Kebersihan makanan dan minuman sangat penting untuk mencegah demam

tifoid. Merebus air minum sampai mendidih dan memasak makanan sampai

matang juga sangat membantu, selain itu juga perlu dilakukan sanitasi lingkungan

termasuk membuang sampah di tempatnya dengan baik dan pelaksanaan program

imunisasi4

Tidakan preventif sebagai upaya pencegahan penularan dan peledakan kasus

luar biasa (KLB) demam tifoid mencakup banyak aspek, mulai dari segi luman

salmonella typhi sebagi agen penyakit dan faktor pejamu (host) serta lingkungan.

Secara garis besar ada tiga strategi pokok untuk memutuskan transisi tifoid,

yaitu :

1. Identifikasi dan eradiksi Salmonella typhi naik pada kasus demam tifoid

maupun kasus karier tifoid.

2. Pencegahan tranmisi langsung pada pasien terinfeksi maupun karier

3. Proteksi pada orang yang beresiko terinfeksi2

4. Vaksinasi

10.1. Identifikasi dan eradikasi S.typhi pada pasien tifoid asimtomatik,

karier, dan akut

Tindakan identifikasi atau penyaringan pengidap kuman S.typhi ini

cukup sulit dan memerlukan biaya yang cukup besar baik ditinjau dari pribadi

ataupun skala nasional. Cara pelaksanaannya dapat secara aktif yaitu

mendatangi sasaran maupun pasif menunggu bila ada penerimaan pegawai di

suatu instansi atau swasta. Sasaran aktif lebih lebih diutamakan oleh populasi

tertentu seperti pengelola sarana makanan minuman baik tingkat usaha rumah

tangga, restoran, hotel, sampai pabrik beserta distribusinya. Sasaran yang lain

adalah yang terkait dengan pelayanan masyarakat, guru, petugas kebersihan,

pengelola sarana lainnya. 2

19

Page 20: PBL blok 12

10.2. Pencegahan Transmisi Langsung dari Penderita Terinfeksi S.typhi

Akut Maupun Karier

Kegiatan ini dilakukan di rumah sakit, klinik maupun di rumah dan

lingkungan sekitar orang yang telah diketahui pengidap S.typhi.

10.3. Proteksi pada orang yang beresiko tinggi tertular dan terinfeksi

Sarana proteksi pada populasi ini dilakukan dengan cara vaksinasi

tifoid di daerah endemik maupun hiperendemik. Sasaran vaksinasi tergantung

daerahnya endemik atau non endemik, timgkat resiko tertularnya yaitu

berdasarkan tingkat hubungan perorangan dan jumlah frekuensinya, serta

golongan individu beresiko, yaitu golongan imunokompromais maupun

golongan rentan.

Tindakan preventif berdasarkan lokasi daerah, yaitu :

Daerah non endemik. Tanpa ada kejadian outbreak atau epidemi

- Sanitasi air dan kebersihan lingkungan

- Penyaringan pengelola pembuatan/penjualan makanan dan minuman

- Pencarian dan pengobatan kasus tifoid karier

Bila ada kejadian epidemi tifoid

- Pencarian dan eliminasi sumber penularan

- Pemeriksaan air minum dan mandi cuci kakus

- Penyuluhan higiene dan sanitasi pada populasi umum daerah tersebut

Daerah endemik

- Masyarakat pengelolahan bahan makanan dan minuman yang memenuhi

syarat prosedur kesehatan (perebusan > 570C, iodisasi, dan klorinisasi)

- Pengunjungan ke daerah ini harus minum air yang telah melalui

pendidihan, menjauhi makanan segar (buah/sayur)

- Vaksinasi secara menyeluruh pada masyarakat setempat maupun

pengunjung

10.4. Vaksinasi

Vaksinasi pertama kali ditemukan pada tahun 1896 dan setelah tahun

1960 efektifitas vaksinasi telah ditegakan, keberhasilan proteksi sebesar 51-

88% (WHO) dan sebesar 67% (Universitas Maryland) bila terpapar 105

bakteri tetapi tidak mampu proteksi bila terpapar 107 bakteri.

20

Page 21: PBL blok 12

Vaksinasi tifoid belum dianjurkan secara rutin di USA, demikan juga

di daerah lain. Indikasi vaksinasi adalah bila:

- Hendak mregunjungi daerah endemik, resiko terserang penyakit demam

tifoid semakin tinggi untuk daerah yang berkembang

- Orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid

- Petugas laboratorium atau mikrobiologi kesehatan

Jenis Vaksin

- Vaksin oral Ty21a

- Vaksin Parental ViCSP, Vaksin kapsul polisakarida

Pemilihan Vaksin

Pada beberapa penelitian vaksin oral Ty21a diberikan 3 kali secara

bermakna menurunkan 66% selama 5 tahun. Laporan lain sebesar 33% selama

3 tahun. Usia sasaran vaksin berbeda-beda efektivitasnya, dilaporkan insidens

turun 53% pada anak > 10 tahun sedangkan 5 sampai 9 tahun insidens turun

17%.

Vaksin parenteral non aktif relatif lebih sering menyebabkan reaksi

efek samping serta tidak efektif dibanding dengan ViCPS maupun Ty21a oral.

Jenis vaksin dan jadwal pemberiannya, yang ada saat ini di indonesia hanya

ViCMP (Typhin Vi).

Indikasi Vaksinasi

Tindakan preventif berupa vaksinasi tifoid tergantung pada faktor resiko

yang terkaitan, yaitu individual atau populasi dengan situasi epidemiologinya:

- Populasi: anak usia sekolah di daerah endemik, personil militer, petugas

rumah sakit, industri makanan dan minuman

- Individual: pengunjung atau wisatawan ke daerah endemik, orang-orang

yang kontak erat dengan pengidap tifoid.

Anak usia 2-5 tahun toleransi dan respon imunologinya sama dengan anak

usia lebih besar.

Kontradiksi Vaksinasi

Vaksin hidup oral Ty21a secara teoritis dikontradiksikan pada sasaran

yang alergi atau reaksi efek samping berat, penurunan imunitas, dan

21

Page 22: PBL blok 12

kehamilan. Bila diberikan bersamaan dengan obat malaria (klorokuin,

merfokuin) dianjurkan minimal setelah 24 jam pemberian obat baru dilakukan

vaksinasi. Dianjurkan tidak memberikan vaksinasi bersamaan dengan obat

sulfanomid atau antimikroba lainnya.10

22

Page 23: PBL blok 12

Bab III

Penutup

1. Kesimpulan

Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi. S.typhi ditularkan

melalui makanan dan minum yang telah terinfeksi dan dari kontak langsung

pasien yang terkena demam salmonella typhi. Salmonella typhi masuk ke dalam

tubuh melalui mulut sampai tersebar ke sirkulasi darah dan menimbulkan gejala-

gejala seperti demam terutama menjelaang sore hari, mual, muntah, dan sulit

BAB. Gejala demam tifoid harus dibedakan dengan gejala pada demam berdarah

dan malaria. Pemeriksaan demam tifoid dilakukan dengan cara perawatan di

rumah sakit, diet dan terapi, serta diberi antimikroba untuk penderita demam

tifoid. Untuk menghindari demam tifoid harus dilakukan perventif, seperti

Identifikasi dan eradiksi Salmonella typhi naik pada kasus demam tifoid maupun

kasus karier tifoid.Pencegahan tranmisi langsung pada pasien terinfeksi maupun

karier, Proteksi pada orang yang beresiko terinfeksi, dan Vaksinasi terhadap

demam tifoid tersebut.

23