pbl 30 rio skenario 1

38
Penganiayaan dan Pembunuhan Rio Nesa Pratama 10.2009.050 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Telephone : (021) 5694-2061 Fax : (021)- 563 1731 BAB I PENDAHULUAN Peristiwa pelanggaran hukum yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia banyak kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Dalam menangani berbagai kasus ini diperlukan ilmu kedokteran forensik untuk membantu proses peradilan dalam arti luas yang meliputi tahap penyidikan sampai sidang pengadilan. Diperlukan bantuan dokter untuk memastikan sebab,cara, dan waktu kematian pada peristiwa kematian tidak wajar karena pembunuhan, bunuh diri,

Upload: alitharachma

Post on 16-Dec-2015

27 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

vbgnhnjbhdjfhv

TRANSCRIPT

PBL I _ BLOK 30

Penganiayaan dan PembunuhanRio Nesa Pratama10.2009.050Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510Telephone : (021) 5694-2061Fax : (021)- 563 1731

Bab IPendahuluanPeristiwa pelanggaran hukum yang menyangkut tubuh dan nyawa manusia banyakkita temui dalam kehidupan sehari-hari. Dalam menangani berbagai kasus ini diperlukan ilmu kedokteran forensik untuk membantu proses peradilan dalam arti luas yang meliputi tahappenyidikan sampai sidang pengadilan. Diperlukan bantuan dokter untuk memastikan sebab,cara, dan waktu kematian pada peristiwa kematian tidak wajar karena pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan atau kematian yang mencurigakan. Selain bantuan Ilmu Kedokteran Forensik tersebut tertuang di dalam bentuk Visum et Repertum, maka bantuan dokter dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya sangat diperlukan didalam upaya mencari kejelasan dan kebenaran materil yang selengkap-lengkapnya tentang suatu perbuatan tindak pidana yang telah terjadi. Kewajiban dokter untuk membuat Keterangan Ahli telah diatur dalam pasal 133 KUHAP. Keterangan Ahli ini akan dijadikan sebagai alat bukti yang sah di depan sidang pengadilan (pasal 184 KUHAP).

Bab IISkenario

Seorang laki-laki ditemukan di sebuah sungai kering yang penuh batu-batuan dalam keadaan mati tertelungkup. Ia menggunakan kaos dalam (oblong) dan celana panjang yang bagian bawahnya di gulung hingga setengah tungkai bawahnya. Lehernya terikat lengan baju (yang kemudian diketahui sebagai baju miliknya sendiri) dan ujung lengan baju lainnya terikat kesebuah dahan pohon perdu setinggi 60cm. Posisi tubuh relatif mendatar, namun leher memang terjerat oleh baju tersebut. Tubuh mayat tersebut telah membusuk, namun masih dijumpai adanya satu luka terbuka di daerah ketiak kiri yang memperlihatkan pembuluh darah ketiak yang putus, dan beberapa luka terbuka didaerah tungkai bawah kanan dan kiri yang memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan akibat kekerasan tajam.Perlu diketahui bahwa rumah terdekat dari TKP adalah kira-kira 2 km. TKP adalah suatu daerah perbukitan yang berhutan cukup lebat.

I. Interpretasi TemuanIdentifikasi KorbanIdentifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Menentukan identitas personal dengan tepat amat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses suatu peradilan. Dalam kasus ini identifikasi korban ditemukan seorang korban laki-laki di sebuah sungai kering dalam keadaan mati tertelungkup. Korban menggunakan kaos dalam (oblong) dan celana panjang yang bagian bawahnya di gulung hingga setengah tungkai bawahnya. Lehernya terikat lengan baju (yang kemudian diketahui sebagai baju miliknya sendiri) dan ujung lengan baju lainnya terikat kesebuah dahan pohon perdu setinggi 60cm. Posisi tubuh relatif mendatar, namun leher memang terjerat oleh baju tersebut. Tubuh mayat tersebut telah membusuk, namun masih dijumpai adanya satu luka terbuka di daerah ketiak kiri yang memperlihatkan pembuluh darah ketiak yang putus, dan beberapa luka terbuka didaerah tungkai bawah kanan dan kiri yang memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan akibat kekerasan tajam.Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah/mayat tidak dikenal, jenazah/mayat yang rusak , membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan masal, bencana alam, huru hara yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh manusia atau kerangka. Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau diragukan orangtua nya. Identitas seseorang dipastikan bila paling sedikit 2 metode yang digunakan memberikan hasil positif (tidak meragukan).Penentuan identitas personal dapat menggunakan metode identifikasi sidik jari, visual, dokumen, pakaian dan perhiasan, medik, gigi, serologi, dan secara eksklusi. Akhir-akhir ini dikembangkan pula metode identifikasi DNA. 1. Pemeriksaan sidik jariMetode ini membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari antemortem. Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi ketepatan nya untuk menentukan identitas seseorang.2. Metode VisualMetode ini dilakukan dengan memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa kehilangan anggota keluarga atau temannya. Cara ini hanya efektif pada jenazah yang belum membusuk, sehingga masih mungkin dikenali wajah dan bentuk tubuhnya oleh lebih dari satu orang. Hal ini perlu diperhatikan mengingat adanya kemungkinan faktor emosi yang turut berperan untuk membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah tersebut.3. Pemeriksan DokumenDokumen seperti kartu identitas (KTP, SIM, Paspor) dan sejenisnya yang kebetulan ditemukan dalam dalam saku pakaian yang dikenakan akan sangat membantu mengenali jenazah tersebut. Perlu diingat pada kecelakaan masal, dokumen yang terdapat dalam tas atau dompet yang berada dekat jenazah belum tentu adalah milik jenazah yang bersangkutan.4. Pemeriksaan Pakaian dan PerhiasanDari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah, mungkin dapat diketahui merek atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge yang semuanya dapat membantu proses identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah tersebut. Khusus anggota ABRI, identifikasi dipemudah oleh adanya nama serta NRP yang tertera pada kalung logam yang dipakainya.Identifikasi MedikMetode ini menggunakan data umum dan data khusus. Data umum meliputi tinggi badan, berat badan, rambut, mata, hidung, gigi dan sejenisnya. Data khusus meliputi tatto, tahi lalat, jaringan parut, cacat kongenital, patah tulang dan sejenisnya. Metode ini mempunyai nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang ahli dengan menggunakan berbagai cara/modifikasi (termasuk pemeriksaan dengan sinar-X) sehingga ketepatannya cukup tinggi. Bahkan pada tengkorak/kerangka pun masih dapat dilakukan metode identifikasi ini.Melalui identifikasi medik diperoleh data tentang jenis kelamin, ras, perkiraan umur dan tingi badan, kelainan pada tulang dan sebagainya.1. Pemeriksaan GigiPemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (Odontogram) dan rahang yang dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X dan pencetakan gigi dan rahang. Odontogram memuat data tentang jumlah,bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi dan sebagainya.Seperti halnya dengan sidik jari, maka setiap individu memiliki susunan gigi yang khas. Dengan demikian dapat dilakukan indentifikasi dengan cara membandingkan data temuan dengan data pembanding antemortem.

2. Pemeriksaan SerologiPemeriksaan serologi betujuan untuk menentukan golongan darah jenazah. Penentuan golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat dilakukan dengan memeriksa rambut, kuku dan tulang. Saat ini telah dapat dilakukan pemeriksaan sidik DNA yang akurasi nya sangat tinggi.3. Metode EksklusiMetode ini digunakan pada kecelakaan masal yang melibatkan sejumlah orang yang dapat diketahui identitasnya, misalnya penumpang pesawat udara, kapal laut dan sebagainya.Bila sebagian besar korban telah dapat dipastikan identitasnya dengan menggunakan metode indentifikasi yang lain, sedangkan identitas sisa korban tidak dapat ditentukan dengan metode-metode tersebut diatas, maka sisa korban diindentifikasi menurut daftar penumpang.4. Identifikasi Potongan Tubuh Manusia (Kasus Mutilasi)Pemeriksaan bertujuan untuk menentukan apakah potongan jaringan berasal dari manusia atau hewan. Bilamana berasal dari manusia, ditentukan apakah potongan-potongan tersebut dari satu tubuh. Penentuan juga meliputi jenis kelamin, ras, umur, tinggi badan, dan keterangan lain seperti cacat tubuh, penyakit yang pernah diderita, serta cara pemotongan tubuh yang mengalami mutilasi. Untuk memastikan bahwa potongan tubuh berasal dari manusia dapat digunakan beberapa pemeriksaan seperti pengamatan jaringan secara makroskopik, mikroskopik dan pemeriksaan serologik berupa reaksi antigen-antibodi (reaksi presipitin). Penentuan jenis kelamin ditentukan dengan pemriksaan makroskopik dan harus diperkuat dengan pemeriksaan mikroskopik yang bertujuan menemukan kromatin seks wanita, seperti drumstick pada leukosit dan badan Barr pada sel epitel serta jaringan otot.5. Identifikasi KerangkaUpaya identifikasi pada kerangka bertujuan untuk membuktikan bahwa kerangka tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur dan tinggi badan, ciri-ciri khusus dan deformitas serta bila memungkinkan dilakukan rekonstruksi wajah.Dicari pula tanda-tanda kekerasan pada tulang dan memperkirakan sebab kematian. Perkiraan saat kematian dilakukan dengan memeperhatikan kekeringan tulang. Bila terdapat dugaan berasal dari seseorang tertentu, maka dilakukan identifikasi dengan membandingkan data antemortem. Bila terdapat foto terakhir wajah orang tersebut semasa hidup, dapat dilaksanakan metode superimposisi, yaitu dengan jalan menumpukkan foto Rontgen tulang tengkorak diatas foto wajah orang tersebut yang dibuat berukuran sama dan diambil dari sudut pengambilan yang sama. Dengan demikian dapat dicari adanya titik-titik persamaan.6. Pemeriksaan AnatomiDapat memastikan bahwa kerangka adalah kerangka manusia. Kesalahan penafsiran dapat timbul bila hanya terdapat sepotong tulang saja, dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan serologi/reaksi presipitin dan histologi.7. Penentuan RasPenentuan ras dapat dilakukan dengan pemeriksaan antropologik pada tengkorak, gigi geligi, tulang panggul atau lainnya.Arkus zigomatikus dan gigi insisivus atas pertama yang berbentuk seperti sekop memberi petunjuk ke arah ras Mongoloid. Jenis kelamin ditentukan berdasarkan pemeriksaan tulang panggul, tulang tengkorak, sternum, tulang panjang serta skapula dan metakarpal.Sedangkan tinggi badan dapat diperkirakan dari panjang tulang tertentu, dengan menggunakan rumus yang dibuat oleh banyak ahli. Rata-rata tinggi laki-laki lebih besar dari wanita, maka perlu ada rumus yang terpisah antara laki-laki dan wanita. Apabila tidak dibedakan, maka diperhitungkan ratio laki-laki banding wanita adalah 100:90. Selain itu penggunaan lebih dari satu tulang sangat dianjurkan.Ukuran pada tengkorak, tulang dada, dan telapak kaki juga dapat digunakan untuk menilai tinggi badan. Bila tidak diupayakan rekonstruksi wajah pada tengkorak dengan jalan menambal tulang tengkorak tersebut dengan menggunakan data ketebalan jaringan lunak pada berbagai titik di wajah, yang kemudian diberitakan kepada masyarakat untuk memperoleh masukan mengenai kemungkinan identitas kerangka tersebut.

Perkiraan saat kematianSelain perubahan pada mayat tersebut di atas, beberapa perubahan lain dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati/meninggal.1.Perubahan pada mata. Bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sklera di kiri-kanan kornea akan berwarna kecoklatan dalam beberapa jam berbentuk segitiga dengan dasar di tepi kornea (taches noires sclerotiques). Kekeruhan kornea terjadi lapis demi lapis. Kekeruhan yang terjadi pada lapis terluar dapat dihilangkan dengan meneteskan air, tetapi kekeruhan yang telah mencapai lapisan lebih dalam tidak dapat dihilangkan dengan tetesan air. Kekeruhan yang menetap ini terjadi sejak kira-kira 6 jam pasca mati. Baik dalam keadaan mata tertutup maupun terbuka, kornea menjadi keruh kira-kira 10-12 jam pasca mati dan dalam beberapa jam saja fundus tidak tampak jelas. Setelah kematian tekanan bola mata menurun, memungkinkan distorsi pupil pada penekanan bola mata. Tidak ada hubungan antara diameter pupil dengan lamanya mati. Perubahan pada retina dapat menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pasca mati. Hingga 30 menit pasca mati tampak kekeruhan makula dan mulai memucatnya diskus optikus. Kemudian hingga 1 jam pasca mati, makula lebih pucat dan tepinya tidak tajam lagi. Selama 2 jam pertama pasca mati, retina pucat dan daerah sekitar diskus menjadi kuning. Warna kuning juga tampak di sekitar makula yang menjadi lebih gelap. Pada saat itu pola vaskular koroid yang tampak sebagai bercak-bercak dengan latar belakang merah dengan pola segmentasi yang jelas, tetapi pada kira-kira 3 jam pasca mati menjadi kabur dan setelah 5 jam menjadi homogen dan lebih pucat. Pada kira-kira 6 jam pasca mati, batas diskus kabur dan hanya pembuluh-pembuluh besar yang mengalami segmentasi yang dapat dilihat dengan latar belakang kuning-kelabu.Dalam waktu 7-10 jam pasca mati akan mencapai tepi retina dan batas diskus akan sangat kabur. Pada 12 jam pasca mati diskus hanya dapat dikenali dengan adanya konvergensi beberapa segmen pembuluh darah yang tersisa. Pada 15 jam pasca mati tidak ditemukan lagi gambaran pembuluh darah retina dan diskus, hanya makula saja yang tampak berwarna coklat gelap.

2.Perubahan dalam lambung. Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi, sehingga tidak dapat digunakan untuk memberi petunjuk pasti waktu antara makan terakhir dan saat mati. Namun keadaan lambung dan isinya mungkin membantu dalam membuat keputusan. Ditemukannya makanan tertentu (pisang, kulit tomat, biji-bijian) dalam isi lambung dapat digunakan untuk menyimpulkan bahwa korban sebelum meninggal telah makan makanan tersebut.3.Perubahan rambut.Dengan mengingat bahwa kecepatan tumbuh rambut 0,4mm/hari, panjang rambut kumis dan jenggot dapat digunakan untuk memeprkirakan saat kematian. Cara ini hanya dapat digunakan bagi pria yang mempunyai kebiasaan mencukur kumis atau jenggotnya dan diketahui saat terakhir ia mencukur.4.Pertumbuhan kuku. Sejalan dengan hal rambut tersebut di atas, pertmbuhan kuku yang diperkirakan sekitar 0,1mm/ hari dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian bila diketahui saat terakhir yang bersangkutan memotong kuku.5.Perubahan dalam cairan serebrospinal.Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14 mg% menunjukkan kematian belum lewat 10 jam, kadar nitrogen non-protein kurang dari 80 mg% menunjukkan kematian belum 24 jam, kadar kreatin kurang dari 5 mg% dan 10 mg% masing-masing menunjukkan kematian belum mencapai 10 jam dan 30 jam.6.Peningkatan kadar kalium.Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar Kalium yang cukup akurat untuk memperkirakan saat kematian antara 24 jam hingga 100 jam pasca mati.

7.Analisis darahKadar semua komponen darah berubah setelah kematian, sehingga analisis darah pasca mati tidak memberikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut semasa hidupnya. Perubahan tersebut diakibatkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, serta gangguan permeabilitas dari sel yang telah mati. Selain itu gangguan fungsi tubuh selama proses kematian dapat menimbulkan perubahan dalam darah yang dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati dengan lebih tepat.8.Reaksi supravitalReaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama dengan reaksi tubuh seseorang yang hidup. Beberapa uji dapat dilakukan terhadap mayat yang masih segar, misalnya rangsang listrik masih dapat menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90-120 menit pasca mati dan mengakibatkan sekresi kelenjar keringat sampai 60-90 menit pasca mati, sedangkan trauma masih dapat menimbulkan perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati.Penyebab dan Cara mati korban pencekikan (manual stangulation)Mekanisme kematian pada pencekikan adalah : AsfiksiaAsfiksia adalah keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernafasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea), dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) sehingga terjadi kematian. Refleks vagalTerjadi sebagai akibat rangsangan pada reseptor vagus pada corpus caroticus (carotid body) di percabangan arteri karotis interna dan eksterna. Pada pemeriksaan jenazah ditemukan oedema pembendungan pada muka dan kepala karena turut tertekannya pembuluh darah vena dan arteri yang superficial, sedangkan arteri vertebralis tidak terganggu.Tanda-tanda kekerasan pada leher ditemukan dengan distribusi berbeda-beda, tergantung pada cara mencekik. Luka-luka lecet pada kulit berupa luka lecet kecil, dangkal, berbentuk bulan sabit akibat penekanan kuku jari. Luka-luka memar pada kulit, bekas tekanan jari merupakan petunjuk berharga untuk menentukan bagaimana posisi tangan pada saat mencekik. Akan menyulitkan bila terdapat memar subkutan luas, sedangkan pada permukaan kulit hanya tampak memar berbintik.Memar atau pendarahan pada otot-otot bagian dalam leher, dapat terjadi akibat kekerasan langsung. Pendarahan pada otot sternocleidomastoideus dapat disebabkan oleh kontraksi yang kuat pada otot tersebut saat korban melawan.Fraktur pada tulang lidah (os hyoid) dan kornu superior tulang rawan gondok (cartilage tiroid) yang unilateral lebih sering terjadi pada pencekikan, namun semuanya tergantung pada besar tenaga yang dipergunakan saat pencekikan. Patah tulang lidah kadang merupakan satu-satunya bukti adanya kekerasan, bila mayat sudah lama dikubur sebelum diperiksa. Pada pemeriksaan jenazah, bila mekanisme kematian adalah reflex vagal, yang menyebabkan jantung tiba-tiba berhenti berenyut, sehingga tidak ada tekanan intravascular untuk dapat menimbulkan perbendungan, tidak ada pendarahan petekie, tidak ada edema pulmoner dan pada otot-otot leher bagian dalamnya hampir tidak ditemukan pendarahan. Tetapi bila mekanisme kematian adalah asfiksia, maka akan ditemukan tanda-tanda asfiksa yang dapat diketahui dengan pemeriksaan luar dan bedah jenazah.

Perbedaan penjeratan/pencekikan dan gantung diri.PembunuhanBunuh diri

Alat penjerat:SimpulJumlah lilitanArahJarak titik tumpu-simpulBiasanya simpul matiHanya satuMendatarDekatSimpul hidupSatu atau lebihSerong ke atasJauh

Korban: Jejas jeratLuka perlawananLuka-luka lainJarak dari lantaiMendatarAdaAda, sering di derah leherJauh Meninggi ke arah simpulTiadaBiasanya tidak adaDekat, dapat tidak tergantung

TKP:LokasiKondisiPakaian BervariasiTidak teraturTidak teratur, robekTersembunyiTeraturRapi dan baik

Alat: Dari si pembunuhBerasal dari yang ada di TKP

Surat peninggalan:Tidak adaAda

Ruangan:Tak teratur, terkunci dari luarTerkunci dari dalam

Pada mayat laki-laki berumur 42 tahun ini, ditemukan luka tusuk benda tajam pada ketiak kiri,mengenai pembuluh darah besar di bagian ketiak kiri. Penyebab: luka tusuk pisau bermata dua pada ketiak sebelah kiri ini disertai luka terbuka akibat dari usaha pembunuh untuk melemahkan korban di bagian tungkai kanan dan kiri. Mekanisme: Luka tusuk benda tajam mengakibatkan perdarahan pada pembuluh darah besar di bagian ketiak kiri, disertai perdarahan pada kedua tungkai menyebabkan korban kehilangan darah yang banyak sehingga berpotensi terjadinya syok hipovolemik, yaitu kondisi yang ditandai dengan terganggunya suplai oksigen ke organ-organ vital. Sehingga terjadi gangguan pada jantung dan organ organ yang bekerja keras untuk mengkompensasi syok hipovolemik tersebut. Kematian: tidak wajar. Saat kematian: kematian korban diperkirakan sudah lebih dari 24 jam.

II. Pemeriksaan MedisPemeriksaan Medis LuarBagian pertama dari teknik otopsi adalah pemeriksaan luar. Sistematika pemeriksaan luar adalah:1. Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang dikenakan di atas sampai di bawah, dari yang terluar sampai terdalam. Pencatatan meliputi bahan, warna dasar, warna dan corak tekstil, bentuk/model pakaian, ukuran, merk penjahit, cap binatu, monogram/inisial, dan tambalan/tisikan bila ada. Catat juga letak dan ukuran pakaian bila ada tidaknya bercak/pengotoran atau robekan. Saku diperiksa dan dicatat isinya.2. Mencatat perhiasan mayat, meliputi jenis, bahan, warna, merek, bentuk serta ukiran nama/inisial pada benda perhiasan tersebut.3. Mencatat benda di samping mayat.4. Mencatat perubahan tanatologi : Lebam mayat; letak/distribusi, warna, dan intensitas lebam. Kaku mayat; distribusi, derajat kekakuan pada beberapa sendi, dan ada tidaknya spasme kadaverik. Suhu tubuh mayat; memakai termometer rektal dam dicatat juga suhu ruangan pada saat tersebut. Pembusukan Lain-lain; misalnya mumifikasi atau adiposera.5. Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan umur, warna kulit, status gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak, striae albicantes pada dinding perut.6. Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas khusus, meliputi rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit, anomali dan cacat pada tubuh.7. Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut. Rambut kepala harus diperiksa, contoh rambut diperoleh dengan cara memotong dan mencabut sampai ke akarnya, paling sedikit dari 6 lokasi kulit kepala yang berbeda. Potongan rambut ini disimpan dalam kantungan yang telah ditandai sesuai tempat pengambilannya.8. Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda kekerasan, kelainan. Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata, warna, cari pembuluh darah yang melebar, bintik perdarahan, atau bercak perdarahan. Kornea jernih/tidak, adanya kelainan fisiologik atau patologik. Catat keadaan dan warna iris serta kelainan lensa mata. Catat ukuran pupil, bandingkan kiri dan kanan.9. Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung. 10. Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi dengan lengkap, termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu, kelainan letak, pewarnaan, dan sebagainya.11. Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran pembuluh darah. Kelenjar tiroid dan getah bening juga diperiksa secara menyeluruh.12. Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ikterus, sianosis, edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh.13. Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap. Setiap luka pada tubuh harus diperinci dengan lengkap, yaitu perkiraan penyebab luka, lokasi, ukuran, dll. Dalam luka diukur dan panjang luka diukur setelah kedua tepi ditautkan. Lokalisasi luka dilukis dengan mengambil beberapa patokan, antara lain : garis tengah melalui tulang dada, garis tengah melalui tulang belakang, garis mendatar melalui kedua puting susu, dan garis mendatar melalui pusat. 14. Pemeriksaan ada tidaknya patah tulang, serta jenis/sifatnya.

Pemeriksaan Medis Dalam Pemeriksaan dalam bisa dilakukan dengan beberapa cara berikut ini : Insisi I dimulai di bawah tulang rawan krikoid di garis tengah sampai prosesus xifoideus kemudian 2 jari paramedian kiri dari puat sampai simfisis, dengan demikian tidak perlu melingkari pusat. Insisi Y, merupakan salah satu tehnik khusus otopsi dan akan dijelaskan kemudian. Insisi melalui lekukan suprastenal menuju simfisis pubis, lalu dari lekukan suprasternal ini dibuat sayatan melingkari bagian leher. Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu dengan hati-hati dan dicatat :1. Ukuran : Pengukuran secara langsung adalah dengan menggunakan pita pengukur. Secara tidak langsung dilihat adanya penumpulan pada batas inferior organ. Organ hati yang mengeras juga menunjukkan adanya pembesaran. 2. Bentuk3. Permukaan : Pada umumnya organ tubuh mempunyai permukaan yang lembut, berkilat dengan kapsul pembungkus yang bening. Carilah jika terdapat penebalan, permukaan yang kasar , penumpulan atau kekeruhan.4. Konsistensi: Diperkirakan dengan cara menekan jari ke organ tubuh tersebut.5. Kohesi: Merupakan kekuatan daya regang anatar jaringan pada organ itu. Caranya dengan memperkirakan kekuatan daya regang organ tubuh pada saat ditarik. Jaringan yang mudah teregang (robek) menunjukkan kohesi yang rendah sedangkan jaringan yang susah menunjukkan kohesi yang kuat.6. Potongan penampang melintang: Disini dicatat warna dan struktur permukaan penampang organ yang dipotong. Pada umumnya warna organ tubuh adalah keabu-abuan, tapi hal ini juga dipengaruhi oleh jumlah darah yang terdapat pada organ tersebut. Warna kekuningan, infiltrasi lemak, lipofisi, hemosiferin atau bahan pigmen bisa merubah warna organ. Warna yang pucat merupakan tanda anemia.Struktur organ juga bisa berubah dengan adanya penyakit. Pemeriksaan khusus juga bisa dilakukan terhadap sistem organ tertentu, tergantung dari dugaan penyebab kematian.Insisi bagian leher :Lidah, laring, trakea, esofagus, palatum molle, faring dan tonsil dikeluarkan sebagai satu unit. Perhatikan obstruksi di saluran nafas, kelenjar gondok dan tonsil. Pada kasus pencekikan tulang lidah harus dibersihkan dan diperiksa adanya patah tulang. Insisi pada kasus dengan kelainan di daerah leher Insisi ini dimaksudkan agar daerah leher dapat bersih dari darah, sehingga kelainan yang minimalpun dapat terlihat; misalnya pada kasus pencekikan, penjeratan, dan penggantungan. Prinsip dari teknik ini adalah pemeriksaan daerah dilakukan paling akhir. Buat insisi I, yang dimulai dari incisura jugularis, ke arah bawah seperti biasa, sampai ke simpisis os pubis. Buka rongga dada, dengan jalan memotong tulang dada dan iga-iga. Keluarkan jantung, dengan menggunting mulai dari v.cava inferior, vv.pulmonalis, a.pulmonalis, v.cava superior dan terakhir aorta. Buka rongga tengkorak, dan keluarkan organ otaknya. Dengan adanya bantalan kayu pada daerah punggung, maka daerah leher akan bersih dari darah, oleh karena darah telah mengalir ke atas ke arah tengkorak dan ke bawah, ke arah rongga dada; dengan demikian pemeriksaan dapat dimulai.

III. TanatologiKematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda kematian yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat.

Tanda-tanda kematian pasti:1.Lebam mayat (livor mortis).Setelah kematian klinis maka erittosit akan menempati tempat terbawah akibat gaya gravitasi membentuk bercak merah ungu pada bagian terbawah tubuh kecuali bagian tubuh yang tertekan alas keras. Darah tetap cair karena adanya fibrinolisin yang berasal dari endotel pembuluh darah. Lebam mayat mulai tampak 20-30 menit pasca mati, dan menetap setelah 8-12 jam. Sebelum waktu ini lebam mayat masih memucat pada penekanan dan bisa berpindah jika posisi mayat diubah. Memucatnya lebam akan lebih sempurna atau perubahan posisi mayat dilakukan dalam 6 am pertama setelah mati klinis. Lebam mayat bisa memperkirakan sebab kematian, misalnya lebam berwarna merah terang pada keracunan CO atau CN, warna kecoklatan pada keracunan anilin, nitrit, nitrat, sulfonal; mengetahui perubahan posisi mayat, dan memperkirakan saat kematian.Jika pada mayat terlentang yang lebam mayatnya belum menetap pada penekanan menunjukan saat kematian masih kurang dari 8-12 jam dan dilakukan perubahan posisi mayat menjadi telungkup maka terbentuk lebam mayat baru di daerah dada dan perut. Pada lebam mayat darah terdapat dalam pembuluh darah, untuk membedakan dengan resapan darah akibat trauma (ekstravasasi) dilakukan irisan dan kemudian disiram dengan air, maka pada lebam mayat warna merah darah akan hilang atau pudar, sedangkan pada resapan darah tidak menghilang.2.Kaku mayat (rigor mortis)Kelenturan otot setelah mati dipertahankan karena metabolisme tingkat seluler masih berjalan karena pemecahan cadangan glikogen otot yang menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP, selama masih ada ATP maka serabut aktin dan miosin tetap lentur, jika cadangan glikogen habisa sehingga tidak terbentuk ATP makan otot akan menjadi kaku.Kaku mayat dilakukan dengan pemeriksaan pada persendian. Mulai tampak setelah 2 jam pasca mati yang dimulai dri luar tubuh ke dalam tubuh (sentripetal). Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat sudah menjadi lengkap, dan dipertahankan setelah itu maka kaku mayat akan menghilang sesuai urutan yang sama. Kaku mayat digunakan untuk menunjukan tanda pasti kematian dan memperkirakan saat kematian.Terdapat kekakuan pada mayat yang menyerupai kaku mayat yaitu:a.Cadaveric spasm (instantaneous rigor)Kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan menetap. Cadaveric spasm timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer. Penyebabnya adalah kehabisan cadangan glikogen dan ATO yang bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal. Kepentingan medikolegal adalah menunjukan sikap terakhir masa hidupnya. Misalnya tangan menggenggam erat benda yang diraihnya pada kasus tenggelam atau bunuh diri.

b.Heat stiffeningKekakuan otot akibat koagulasi protein oleh panas. Otot-otot berwarna merah muda, kaku, tetapi rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat dijumpai pada korban mati terbakar. Pada heat stiffening serabut-serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan flexi leher, siku, paha, dan lutut, membentuk sikap petinju (pugilistic attitude). Perubahan sikap ini tidak memberikan arti tertentu bagi sikap semasa hidup, intravitalitas, penyebab dan cara kematian.c.Cold stiffeningKekakuan tubuh akibat lingkungan dingin, sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot, sehingga bila sendi ditekuk akan terdengar bunyi pecahnya es dalam rongga sendi.3.Penurunan suhu tubuh (algor mortis)Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda ke benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi, dan konveksi. Kecepatan penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran, dan kelembapan udara, bentuk tubuh, posis tubuh, pakaian. Selain itu suhu saat mati perlu diketahui untuk perhitungan perkiraan saat kematian. Penurunan suhu tubuh akan lebih capat pada suhu keliling yang rendah, lingkungan berangin dengan kelembapan rendah, tubuh yang kurus, posisi terlentang, tidak berpakaian atau berpakaian tipis, dan pada umumnya orang tua serta anak kecil.Penelitian akhir-akhir ini cenderung untuk memperkirakan saat mati melalui pengukuran suhu tubuh pada lingkungan yang menetap di Tempat Kejadian Perkara (TKP), Caranya adalah dengan melakukan 4-5 kali penentuan suhu rektal dengan interval waktu yang sama (minimal 15 menit). Suhu lingkungan diukur dan dianggap konstan karena faktor-faktor lingkungan dibuat menetap, sedangkan suhu saat mati dianggap 37 derajat celcius bila tidak ada penyakit demam. Penelitian membuktikan bahwa perubahan suhu lingkungan kurang dari 2 derajat celcius tidak mengakibatkan perubahan yang bermakna. Dari angka-angka diatas, dengan menggunakan rumus atau grafik dapat ditentukan waktu antara saat mati dengan saat pemeriksaan. Saat ini telah tersedia program komputer guna pengitungan saat mati melalui cara ini.4.Pembusukan (decomposition, putrefaction)Proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan kerja bakteri. Autolisis adalah pelunakkan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaaan steril. Autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pasca mati dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan.Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera masuk ke jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk bertumbuh. Sebagian besar bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium welchii. Pada proses pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H2s, dan HCN serta asam amino dan asam lemak.Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada perut kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri serta terletak dengan dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulf-met-hemoglobin. Secara bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan dada, dan bau busukpun mulai tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan tampak seperti melebar dan berwarna hijau kehitaman.Selanjutnya kulit ari akan terkelupas atau membentuk gelembung berisi cairan kemerahan berbau busuk.Pembentukkan gas di dalam tubuh, dimulai di dalam lambung dan usus, akan mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan hidung. Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan terabanya derik (krepitasi). Gas ini akan menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, tetapi ketegangan terbesar terdapat di daerah dengan jaringan longggar, seperti skrotum dan payudara. Tubuh berada dalam sikap seperti petinju (pugilistic atitude), yaitu kedua lengan dan tungkai dalam sikap setengah fleksi akibat terkumpulnya gas pembusukan di dalam rongga sendi.Selanjutnya, rambut dengan mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah menggembung dan berwarna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembem, bibir tebal, lidah membengkan dan sering terjulur diantara gigi. Keadaan seperti ini sangat berbeda dengan wajah asli korban, sehingga tidak dapat lagi dikenali oleh keluarga.Hewan pengerat akan merusak tubuh mayat dalam beberapa jam pasca mati, terutama bila mayat dibiarkan tergeletak di daerah rumpun. Luka akibat gigitan binatang pengerat khas berupa lubang-lubang dangkal dengan tepi bergerigi.Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukkan gas pembusukan nyata, yaitu kira-kira 36-48 jam pasca mati. Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan beberapa jam pasca mati, di alis mata, sudut mata, lubang hidung, dan diantara bibir. Telur lalat tersebut kemudian akan menetas menjadi larva dalam waktu 24 jam. Dengan identifikasi spesies lalat dan mengukur panjang larva, maka dapat diketahui usia larva tersebut, yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat mati, dengan asumsi bahwa lalat secepatnya meletakkan telur setelah seseorang meninggal (dan tdak lagi dapat mengusir lalat yang hinggap).Alat dalam tubuh akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang berbeda. Perubahan warna yang terjadi pada lambung terutama di daerah fundus, usus, menjadi ungu kecoklatan. Mukosa saluran napas menjadi kemerahan, endokardium dan intima pembuluh darah juga kemerahan, akibat hemolisis darah. Difusi empedu dari kandung empedu mengakibatkan warna coklat kehijauan di jaringan sekitarnya. Otak melunak, hati menjadi berongga seperti spons, limpa melunak dan m udah robek. Kemudian alat dalam akan mengerut. Prostat dan uterus non gravid merupakan organ padat yang paling lama bertahan terhadap perubahan pembusukan.Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26,5 derajat celcius hingga sekitar suhu normal tubuh), kelembapan dan udara yang cukup, banyak bakteri pembusuk, tubuh gemuk atau menderita penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat mayat dapat juga berperan. Mayat yang terdapat di udara akan lebih cepat membusuk dibandingkan dengan yang terdapat dalam air atau dalam tanah. Perbandingan kecepatan pembusukan mayat yang berada dalam tanah : air : udara adalah 1 : 2 : 8. Bayi baru lahir umumnya lebih lambat membusuk, karena hanya memiliki sedikit bakteri dalam tubuhnya dan hilangnya panas tubuh yang cepat pada bayi akan menghambat pertumbuhan bakteri.5.AdiposeraTerbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak, atau berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati. Dulu disebut sebagai saponifikasi, tetapi istilah adiposera lebih disukai karena menunjukkan sifat-sifat diantara lemak dan lilin.Adiposera terutama terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh pasca mati yang tercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf yang termumifikasi (Mant dan Furbank, 1957) dan kristal-kristal sferis dengan gambaran radial (Evans,1962). Adiposera terapung di air, bila dipanaskan mencair dan terbakar dengan nyala kuning, larut di dalam alkohol panas dan eter.Adiposera dapat terbentuk di sembarang lemak tubuh, bahkan di dalam hati, tetapi lemak superfisial yang pertama kali terkena. Biasanya perubahan berbentuk bercak, dapat terlihat di pipi, payudara, atau bokong, bagian tubuh atau ekstremitas. Jarang seluruh lemak tubuh berubah menjadi adiposera.Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan hingga bertahun-tahun, sehingga identifikasi mayat dan perkiraan sebab kematian masih dimungkinkan.Faktor-faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembapan dan lemak tubuh yang cukup, sedangkan yang menghambat adalah air yang mengalir yang membuang elektrolit. Udara yang dingin menghambat pembentukan, sedangkan suhu yang hangat akan mempercepat. Invasi bakteri endogen ke dalam jaringan pasca mati juga akan mempercepat pembentukannya.Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera, karena derajat keasaman dan dehidrasi jaringan bertambah. Lemak segar hanya mengandung kira-kira 0,5% asam lemak bebas, tetapi dalam waktu 4 minggu pasca mati dapat naik menjadi 20% dan setelah 12 minggu menjadi 70% atau lebih. Pada saat ini adiposera menjadi jelas secara makroskopis sebagai bahan berwarna putih kelabu yang menggantikan atau menginfiltrasi bagian-bagian lunak tubuh. Pada stadium awal pembentukannyaa sebelum makroskopik jelas, adiposera paling baik dideteksi dengan analisis asam palmitat.6.MummifikasiProses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan. Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput, dan tidak membusuk karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering. Mumifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembapan rendah, aliran udara yang baik, tubuhyang dehidrasi dan waktu yang lama (12-14 minggu). Mumifikasi jarang dijumpai pada cuaca yang normal.

IV. Aspek Hukum Kualifikasi Luka :Pengertian kualifikasi luka disini semata-mata pengertian Ilmu Kedokteran Forensik sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Bab XX pasal 351 dan 352 serta Bab IX pasal 90.Pasal 3511. Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.2. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. 3. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.4. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.5. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.Pasal 3521. Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.2. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.Pasal 90Luka berat berarti:1. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;2. Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian;3. Kehilangan salah satu pancaindera;4. Mendapat cacat berat;5. Menderita sakit lumpuh;6. Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;7. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

V. Prosedur MedikolegalOtopsi forensik/medikolegal, dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan, pembunuhan, maupun bunuh diri. Otopsi ini dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya penyidikan suatu perkara. Tujuan dari otopsi medikolegal adalah : Untuk memastikan identitas seseorang yang tidak diketahui atau belum jelas. Untuk menentukan sebab pasti kematian, mekanisme kematian, dan saat kematian. Untuk mengumpulkan dan memeriksa tanda bukti untuk penentuan identitas benda penyebab dan pelaku kejahatan. Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam bentuk visum et repertum.Otopsi medikolegal dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya penyidikan suatu perkara. Hasil pemeriksaan adalah temuan obyektif pada korban, yang diperoleh dari pemeriksaan medis.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada otopsi medikolegal :1. Tempat untuk melakukan otopsi adalah pada kamar jenazah.2. Otopsi hanya dilakukan jika ada permintaan untuk otopsi oleh pihak yang berwenang.3. Otopsi harus segera dilakukan begitu mendapat surat permintaan untuk otopsi.4. Hal-hal yang berhubungan dengan penyebab kematian harus dikumpulkan dahulu sebelum memulai otopsi. Tetapi kesimpulan harus berdasarkan temuan-temuan dari pemeriksaan fisik.5. Pencahayaan yang baik sangat penting pada tindakan otopsi.6. Identitas korban yang sesuai dengan pernyataan polisi harus dicatat pada laporan. Pada kasus jenazah yang tidak dikenal, maka tanda-tanda identifikasi, photo, sidik jari, dan lain-lain harus diperoleh.7. Ketika dilakukan otopsi tidak boleh disaksikan oleh orang yang tidak berwenang.8. Pencatatan perincian pada saat tindakan otopsi dilakukan oleh asisten.9. Pada laporan otopsi tidak boleh ada bagian yang dihapus.10. Jenazah yang sudah membusuk juga bisa diotopsi.

Adapun persiapan yang dilakukan sebelum melakukan otopsi forensik/medikolegal adalah:1. Melengkapi surat-surat yang berkaitan dengan otopsi yang akan dilakukan, termasuk surat izin keluarga, surat permintaan pemeriksaan/pembuatan visum et repertum.2. Memastikan mayat yang akan diotopsi adalah mayat yang dimaksud dalam surat tersebut.3. Mengumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap mungkin untuk membantu memberi petunjuk pemeriksaan dan jenis pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan.4. Memastikan alat-alat yang akan dipergunakan telah tersedia. Untuk otopsi tidak diperlukan alat-alat khusus dan mahal, cukup :5. Mempersiapkan format otopsi, hal ini penting untuk memudahkan dalam pembuatan laporan otopsi.

Dasar hukumBeberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur pekerjaan dokter dalam membantu peradilan: Pasal 133 KUHAP : Ayat 1:Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

Ayat 2:Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan secara tertulis yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. Ayat 3:Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yg memuat identitas mayat diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat. Pasal 134 KUHAP1. Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.2. Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.3. Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini. Pasal 179 KUHAP:1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.2. Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.

Bab IIIPenutup

KesimpulanKemungkinan kematian orang pada skenario tersebut disebabkan oleh luka terbuka pada ketiak kiri akibat kekerasan benda tajam berupa luka tusuk. Benda tajam tersebut mengenai pembuluh darah besar di bagian ketiak sehingga terjadi perdarahan yang menyebabkan korban kekurangan darah sehingga jantung kekurangan darah untuk memompa ke seluruh tubuh dan melemahnya fungsi jantung. Luka pada ketiak kiri tersebut menunjukkan ciri-ciri yang sesuai dengan kekerasan benda tajam akibat pisau bermata dua. Kemungkinan penyebab kematian lain ialah adanya luka di kedua bagian tungkai bawah sehingga memperparah kondisi perdarahan. Kemungkinan saat kematian korban telah berlangsung lebih dari 24 jam .

Daftar Pustaka1. Herlambang, Penggalih Mahardika. Mekanisme Biomolekuler Luka Memar. 2010. Available at: http://sibermedik.files.wordpress.com/2008/10/biomol-memar_rev.pdf. Diunduh 4 desember 2013.2. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Luka Dalam. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2004.3. Dahlan, Sofwan. Traumatologi Dalam. Ilmu Kedokteran Forensik.. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang; 2004. h. 67-91.4. Budiyanto, Arif. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; 1997. H. 37-54.5. Idries, Abdul Mun'im. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta; Binarupa Aksara. 1997. h. 85-129.6. Satyo, Alfred C. Kumpulan Peraturan Perundang-undangan dan Profesi Dokter. Edisi II. Cetakan II. Penerbit dan Percetakan Medan, Sumatra Utara. 2004; h. 21- 34.7. Redaksi Bumi Aksara. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Lengkap. Jakarta : Penerbit Bumi Aksara. 2001. h. 57.