pbl 28 kelompok

36
BAB I PENDAHULUAN Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang artificial atau man mad disease. World Health Organization (WHO) membedakan empat kategori penyakit akibat kerja: penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, seperti Pneumokoniosis, penyakit yang salah satunya penyebabnya ialah pekerjaan, seperti carcinoma Bronkhogenik, penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab diantara faktor-faktor penyebab lainnya seperti Bronchitis kronis, penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya seperti Asma. Faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja. Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan antara lain: golongan fisik (suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik), golongan kimiawi (bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut), golongan biologis (bakteri, virus atau jamur), golongan fisiologis (biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja), golongan psikososial (lingkungan kerja yang mengakibatkan stres). 1

Upload: eyusuh

Post on 26-Jun-2015

388 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: pbl 28 kelompok

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan,

proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit akibat kerja merupakan penyakit

yang artificial atau man mad disease. World Health Organization (WHO) membedakan empat

kategori penyakit akibat kerja: penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, seperti

Pneumokoniosis, penyakit yang salah satunya penyebabnya ialah pekerjaan, seperti carcinoma

Bronkhogenik, penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab diantara faktor-faktor

penyebab lainnya seperti Bronchitis kronis, penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu

kondisi yang sudah ada sebelumnya seperti Asma.

Faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang

digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja. Pada umumnya faktor

penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan antara lain: golongan fisik (suara (bising),

radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang

baik), golongan kimiawi (bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang

terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut),

golongan biologis (bakteri, virus atau jamur), golongan fisiologis (biasanya disebabkan oleh

penataan tempat kerja dan cara kerja), golongan psikososial (lingkungan kerja yang

mengakibatkan stres).

Berbagai penyakit paru saat ini merupakan masalah kesehatan masyarakat. Penyakit

infeksi, tuberkulosis maupun non tuberkulosis, asma dan penyakit paru obstruktif menahun,

kanker paru dan juga penyakit paru akibat kerja merupakan contoh penyakit-penyakit yang

punya dampak luas di masyarakat. Khusus Indonesia, penyakit-penyakit infeksi paru masih

menyebabkan morbiditas, demikian pula dengan silikosis, asma bronkial dan penyakit paru

obstruktif. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga 1980 menunjukkan bahwa hampir sepertiga

(28,4%) kematian di Indonesia disebabkan oleh penyakit paru. Pada survei berikutnya di tahun

1986 angka ini ternyata meningkat menjadi 30,5%, sehingga berdasarkan survei kesehatan

rumah tangga nasional terbaru ini menyatakan bahwa satu di antara tiga kematian di Indonesia

disebabkan oleh penyakit paru. 1

1

Page 2: pbl 28 kelompok

BAB II

ISI

ANAMNESIS

Anamnesis adalah wawancara seksama yang dilakukan pasien yang berguna untuk

menunjang diagnosis penyakit seorang pasien. Seringkali, diagnosis yang baik sudah dapat

menentukan penyakit seseorang. Anamnesis merupakan gabungan dari keahlian mewawancarai

dan pengetahuan yang mendalam tentang gejala dan tanda suatu penyakit sehingga dapat

melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang yang sesuai untuk penyakit tersebut.

Dalam penegakan diagnosis penyakit paru lingkungan atau penyakit paru kerja, maka anamnesis

tentang riwayat pekerjaan atau lingkungan merupakan suatu alat yang amat berguna dalam

menentukan apakah suatu problem respirasi ada hubungannya dengan suatu paparan debu

tertentu. Pertanyaan pada anamnesis harus sistematis, lengkap (dctil), kronologis.2

Anamnesis meliputi pertanyaan tentang :

Riwayat penyakit paru dan kesehatan umum

- Adanya keluhan : sesak napas, batuk-batuk, batuk berdahak, napas bcrbunyi

(mengi), kesulitan napas.

- Adanya riwayat mcrokok, jenis rokok, jumlah rokok yang dikonsumsi rerata tiap

hari.

- Problem pernapasan sebelumnya, obat-obatan yang dikonsumsi. Bagi pekerja

apakah ada hari-hari tidak dapat masuk kerja dan apa alasannya.

- Kapan kcluhan-keluhan di atas mulai dan apakah ada hubungan dengan

pekerjaan.

Riwayat penyakit dahulu

- Apakah sebelumnya menderita : asma, atopi, penyakit kardiorespirasi.

- Paparan bahan-bahan yang pernah diterimanya : kebisingan, getaran, radiasi, zat-

zat kimiawi, asbes dan sebagainya.

Riwayat pekerjaan

- Daftar pekerjaan yang pernah dialami scjak awal (kronologis).

2

Page 3: pbl 28 kelompok

- Aktivitas kerja dan material yang digunakan tiap posisi (bagian tugas).

- Lama dan intensitas paparan bahan pada tiap posisi kerja.

- Alat proteksi kerja yang digunakan (respirator, sarung tangan, baju pelindung

kerja dan sebagainya).

- Kecukupan ventilasi ruang kerja.

- Selain seorang pekerja apakah pekerja-pekerja lain juga terkena paparan dan

berefek pada kesehatannya.

- Tugas tambahan lain yang dialami.

- Paparan lain (yang dialami) di luar tempat kerja

- Penyakit-penyakit yang pemah diderita (kronologis) yang ada hubungannya

dengan paparan bahan di tempat kerja atau lingkungan.

PEMERIKSAAN

I. Fisik

Sebagian besar kasus tidak menunjukkan adanya tanda gangguan fisik. Hal tersebut

tidak berarti bahwa langkah pemeriksaan fisik dapat dihilangkan atau hanya sepintas.

Observasi menyeluruh terhadap pasien akan mengungkapkan pasien yang napasnya

memburu pada waktu istirahat atau setelah melakukan tes fungsi paru. Mungkin ditemukan

jari tabuh pada kasus asbestosis, berilosis atau kanker paru. Pada auskultasu paru dapa

ditemukan krepitasi halus pada basal paru pasien dengan asbestosis atau silikosis. Mungkin

terdapat mengi atau ronkhi pada pasien dengan asma yang berhubungan dengan pekerjaan.

Manifestasi extrapulmo penyakit berilium kronis, kanker paru atau mesotelioma ganas harus

dicari jika dianggap peru. Hal ini juga penting dalam menentukan diagnosis banding atau

mencari kemuginan terjadinya komplikasi, misalnya gagal jantung ataustenosis katup mitral

yang mungkin tidak berhubungan dengan kerja.2

II. Pemeriksaan Penunjang1-3

Pemeriksaan Rontgen paru

Kalsifikasi KGB hilus, yaitu perkapuran “berbentuk cangkang telur” dapat ditemukan

pada beberapa kasus silikosis.

3

Page 4: pbl 28 kelompok

Pekerja terpajan asbes dapat menunjukkan adanya penebalan pleura atau kalsifikasi

atau efusi misalnya penumpulan sudut kostofrenikus.

Dapat juga gambaran “shaggy heart” (jantung yang berbulu kasar)

Komplikasi Tuberculosis, fibrosis masif yang progresif, dan pneumotoraks dapat

berhubungan dengan beberapakasus silikosis. Pemeriksaan rontgen paruselalu

bermanfaat pada pekerja dengan gejala pernapasan kronis, misalnya batuk, sesak

napas untuk menyaring kasus tuberkulosis, infeksi lain, atau keganasan. Diagnosis

silikosis atau asbestosis tidak boleh didasarkan pada satu foto saja; biasanya harus

berdasarkan paling sedikit dua foto dengan jarak beberapa bulan diantaranya.

Pemeriksaan rontgen paru yangmenunjukkan adanya bayangan nodular luas di kedua

lapang paru terutama daerah tengah dan atas; disingkirkannya kemungkinan

penyebab lain bayangan pada pemeriksaan rontgen paru; dan riwayat pajanan

terhadap debu yang mengandung silikon. Pemeriksaan rontgen paru juga dapat

menunjukkan adanya kalsifikasi kelenjar limfe hilus yang tampak seperti “kalsifikasi

kulit telur”. Biopsi menunjukkan nodul silikon dengan gambaran serat kolagen dalam

susunan kosentris yang beberapa di antaranya mungkin terbungkus hialin. Kristal

Birefringent dapat terlihat dalam nodul tersebut.

Gambar i : Nodul silikosis

Computed Tomography (CT) Scanning.

Penggunaan tes diagnostic ini sekarang meningkat utamanya untuk deteksi asbestosis.

Hal ini karena hasil deteksi adanya asbestosis dengan foto toraks konvensional kurang

sensitif, kesalahan sekitar 10-15%. Lebih tepat lagi hasilnya apabila menggunakan High-

4

Page 5: pbl 28 kelompok

resolution computed tomographic (HRCT) Scanning, dapat lebih baik dalam mengevaluasi

kelainan pada pleura maupun parenkim paru.

Tes Fungsi Paru

Tes fungsi paru saat istirahat (spirometri, volume paru, kapasitas difusi) merupakan tes

diagnostik yang penting untuk menentukan status fungsi paru pasien dengan penyakit paru kerja,

terlebih pada proses interstitial. Meskipun hasil tes fungsi paru tidak spesifik untuk beberapa

penyakit paru akibat kerja, tetapi pemeriksaan ini amat penting untuk evaluasi sesak napas,

membedakan adanya kelainan paru tipe restriktif atau obstruktif dan mengetahui tingkat

gangguan fungsi paru. Selain itu tes fungsi paru dapat dipakai untuk diagnosis adanya kelainan

obstruksi saluran napas (adanya hiperreaktif bronkus dengan tes bronkodilator atau tes provokasi

memakai paparan bahan-bahan yang diambil dari tempat kerja atau lingkungannya). Tes

provokasi untuk menentukan diagnosis asma kerja menggunakan paparan bahan yang dicurigai

sebagai pemicu serangan merupakan baku emas diagnosis asma kerja. Uji latih jantung paru

dapat dilakukan untuk menilai gangguan fungsi dan progresivitas penyakit pada pasien dengan

penyakit paru akibat kerja tertentu. Selain itu juga dapat digunakan untuk menentukan penyebab

sesak napas, untuk membedakan apakah penyebabnya dari paru, jantung maupun penyebab

lainnya.

Pemeriksaan sputum4

- Pewarnaan gram dan pemeriksaan basil tahan asam (BTA) adalah suatu tindakan rutin.

- Kultur mikobakteri dan jamur. Pemeriksaan ini dilakukuan pada pasien yang didapatkan

adanya kelainan foto toraks berupa infiltrate di apeks atau kavitas atau pada pasien

imunokompromis.

- Pemeriksaan sitologi dilakukan pada pasien batuk yang dicurigai juga menderita kanker

paru.

- Pemeriksaan silver pada dahak untuk mencari Pneumocystis carinii pada pasien

imunokompromis.

5

Page 6: pbl 28 kelompok

Tes Tuberkulin 4

- Pembacaan hasil tuberkulin dilakukan setelah 48 – 72 jam; dengan hasil positif bila

terdapat indurasi diameter lebih dari 10 mm, meragukan bila 5-9 mm. Uji tuberkulin bisa

diulang setelah 1-2 minggu.

DIAGNOSIS

Untuk mendiagnosis suatu Penyakit Akibat Kerja (PAK) dapat melalui 7 langkah berikut: 1,5

1. Tentukan diagnosis klinisnya.

2. Tentukan pajanan yang dialami tenaga kerja selama ini.

3. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut.

4. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan

penyakit tersebut.

5. Tentukan apakah ada faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi.

6. Cari adanya kemungkinan lain yang mungkin dapat merupakan penyebab penyakit.

7. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya.

Working Diagnosis

Pneumoconiosis e.c silika

Penderita silikosis noduler simpel tidak memiliki masalah pernafasan,

tetapi mereka bisa menderita batuk berdahak karena saluran pernafasannya

mengalami iritasi (bronkitis). Silikosis konglomerata bisa menyebabkan batuk

berdahak dan sesak nafas. Mula-mula sesak nafas hanya terjadi pada saat

melakukan aktivitas, tapi akhirnya sesak timbul bahkan pada saat beristirahat.

Keluhan pernafasan bisa memburuk dalam waktu 2-5 tahun setelah

penderita berhenti bekerja. Kerusakan di paru-paru bisa mengenai jantung dan

menyebabkan gagal jantung yang bisa berakibat fatal. Jika terpapar oleh

6

Page 7: pbl 28 kelompok

organisme penyebab tuberkulosis (Mycobacterium Tuberculosis, penderita

silikosis mempunyai resiko 3 kali lebih besar untuk menderita tuberkulosis. 5,6

Gambar ii : Gejala dan resiko silikosis

Gejala tambahan yang mungkin ditemukan, terutama pada silikosis

akut:

demam,

batuk,

penurunan berat badan, dan

gangguan pernafasan yang berat.

Terdapat 3 jenis silikosis:

1. Silikosis kronis simplek, terjadi akibat pemaparan sejumlah kecil debu silika dalam

jangka panjang (lebih dari 20 tahun). Nodul-nodul peradangan kronis dan jaringan parut

akibat silika terbentuk di paru-paru dan kelenjar getah bening dada.

2. Silikosis akselerata, terjadi setelah terpapar oleh sejumlah silika yang lebih banyak

selama waktu yang lebih pendek (5-10 tahun). Peradangan, pembentukan jaringan parut

dan gejala-gejalanya terjadi lebih cepat.

7

Page 8: pbl 28 kelompok

3. Silikosis akut, terjadi akibat pemaparan silikosis dalam jumlah yang sangat besar, dalam

waktu yang lebih pendek. Paru-paru sangat meradang dan terisi oleh cairan, sehingga

timbul sesak nafas yang hebat dan kadar oksigen darah yang rendah.

Pada berbagai jenis pekerjaan yang berhubungan dengan silika penyakit ini dapat terjadi, pada:

Pekerja tambang logam dan batubara

Penggali terowongan untuk membuat jalan

Pemotongan batu seperti untuk patung, nisan

Pembuat keramik dan batubara

Penuangan besi dan baja

Industri yang memakai silika sebagai bahan misalnya pabrik amplas dan gelas.

Pembuat gigi enamel

Pabrik semen

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

I. Asbestosis

Asbestosis adalah fibrosis interstitialis kronis yang menyebar pada parenkim

paru akibat menghirup serat asbes. Contoh penyakit paru lainnya yang berhubungan

dengan asbes adalah plak dan kalsifikasi pleura, kanker paru, dan tumor ganas

mesotelioma. Penyakit inimungkon berhubungan dengan asbes, mungkin juga tidak.

8

Page 9: pbl 28 kelompok

Pekerjaan beresiko

Derajat pajanan terhadap asbes yang tinggi dapat timbul pada pembuatan

produk berbahan semen asbes, pertambangan, dan pemrosesan serat asbes,

pembongkaran gedung dan renovasi bangunan dengan membuang bahan yang

terbuat dari asbes, pekerjaan isolasi sepertipelapisan katel uap, penggantian isolasi

tungku pembakaran, dsb. Pekerja lain yang terpaja termasuk pekerja perbaikan

dan pemeliharaan d galangan kapal, kilang minyak, stasiun tenaga listrik, dan

pekerja bangunan.

Tatalaksana

Asbestosis seperti halnya silikosis, dapat erkembang walaupun sudah

disingkirkan dari pajanan. Pengobatan bersifat simtomatis. Tindakan pencegahan

dimulai dari tindakan substitusi asbes menggunakan bahan lain, penutupan lokasi

pengolahan, pemasangan ventilasilokal, dan proteksi respirasi. Pasien

yangterpajan disarankan untuk berhenti merokok untuk memperkecil efek

gabungan terhadap paru dan risiko kanker paru. 6,7

II. CWP (Coal Worker’s Pneumoconiosis) Pneumokoiosis Batubara

o Inhalasi debu batubara menumpuk di paru reaksi jaringan

o Pneumokoniosis batubara simpel (simpel CWP)

Inhalasi hanya debu batubara saja, klinis hampir tidak ada gejala.

o Pneumokoniosis batubara komplikasi (complicated CWP= Fibrosis masive

progresive)

1. Terdapat silika dalam debu batubara

2. Konsentrasi debu >>>

3. Infeksi mikobakteris tipikal atau atipik

4. Faktor imunologi penderita buruk

9

Page 10: pbl 28 kelompok

o Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan rontgen paru yang

menunjukkan bayangan noduler opak luar atau PMF tanpa adanya diagnosis

diferensial dan oajanan terhadap debu batubara yang lama. Untuk

membedakannya dengan silikosis pada intinya didasarkan pada riwayat

pekerjaan, walaupun biopsi dapat membedakan kedua diagnosis ini tetapi

jarang harus dicari melalui pengurangan pajanan.7

III. Stanosis

Pekerja-pekerja yang banyak menghirup debu timah putih menderita

pneumoconiosis yang tidak begitu berbahaya, yaitu stanosis. Penyakit ini

terdapat pada pekerjaan yang berhubungan dengan pengolahan bijih timah

atau indrusti-industri yang menggunakan timah putih.

Pada stannosis biasanya tidak terdapat fibrosis yang massif, tidak ada

tanda-tanda cacat paru, dan jarang terjadi komplikasi. Pada keadaan sakit tingkat

permulaan, gambaran Ro paru menunjukkan penambahan corakkan danpelebaran

hilus. Kemudian menampak noduli di daerah antar iga ketiga, mula-mula di paru

kanan, lalu di paru kiri. Lebih lanjut, penambahan corakan hilang, sedangkan

noduli semakin jelas dan opak.7

Manifestasi Klinik

Tabel i : Berbagai macam gambaran manifestasi klinik pneumokoniosis.

SILIKOSIS ASBESTOSIS COAL WORKERS’

PNEUMOCONIOSIS

BERYLLIOSIS

1. Silikosis

simpel :

asimptomatik,

kelainan pada

basal paru.

Gejala awal berupa

sesak napas saat

aktivitas dan

batuk non

produktif.

1. Simple CWP :

Asimptomatis,

progresifitas pelan,

faal paru masih

normal, diagnosis

1. Akut :

Toksis (doserelated

berylliosis injury

syndrome);

umumnya

10

Page 11: pbl 28 kelompok

2. Silikosis

kompleks :

Kelanjutan dari

silikosis simpel

yang terjadi bila

penyakit

mengalami

progresivitas atau

menderita infeksi

tuberkulosis atau

jamur paru; dapat

berlanjut menjadi

silikosis fibrosis

masif progresif.

Penyakit berlanjut

berkembang

lanjut dan terdapat

ronki basah di

basal kedua paru

dan pada keadaan

lanjut terdapat jari

tabuh.

dari opasitas

radiologis.

2. Complicated

CWP :

Sudah terdapat

sesak napas saat

aktivitas dan dapat

berlanjut menjadi

insufisensi paru,

kor pulmonal

kronik, hipertensi

pulmonal atau

payah jantung

kanan.

3. Sindrom Caplan :

Terdapat pada

pekerja tambang

batu bara disertai

rematoid artritis

dengan nodul paru

besar, bulat di

daerah tepi paru.

menyerang

saluran napas atas,

dan bila

paparannya hebat

dapat timbul

bronkitis dan

pnemonitis

kemikal

(bronkopneumonit

is kemikal).

2. Kronis :

Timbul setelah 6 –

18 bulan sesudah

paparan partikel

berilium. Gejala

awal biasanya

asimptomatik,

kemudian sesak

napas saat

beraktivitas, batuk

– batuk dan

timbul gejala

penyakit paru

interstitial sampai

penyakit

berkembang

progresif sehingga

menyebabkan

kelemahan, cepat

lelah, sesak napas

saat istirahat,

11

Page 12: pbl 28 kelompok

anoreksia dan

berat badan turun.

ETIOLOGI

Penyakit karena debu (Dust Lung Disease) tergantung pada jenis debu, lama pajanan, sifat debu

dan kepekaan tubuh terhadap debu.5,7

1. Jenis debu

i. Debu non-fibrogenik

Debu yang tidak menimbulkan reaksi jaringan paru (debu, besi, timah, kapur).

Pada dosis tetap merangsang dan menimbulkan reaksi jaringan, memproduksi

lender banyak, menyebabkan perubahan jaringan retikulin, disebut

pneumoconiosis non-kolagen.

ii. Debu fibrogenik

Adalah debu yang menimbulkan reaksi jaringan paru (fibrosis), juga disebut

pneumoconiosis kolagen seperti batubara, silica bebas dan asbes.

Tabel ii : Jenis Dan Etiologi Penyakit

Jenis Etiologi

Coal Worker Pneumokoniosis Batu bara

Silikosis Silica

Asbestosis Asbes

Siderosis Besi

Berryliosis Berilium

2. Sifat debu

Penyakit atau gangguan saluran nafas akibat inhalasi debu, dipengaruhi oleh:

i. Factor debu: sifat kimiawi, bentuk, ukuran partikel, daya larut, konsentrasi dan

lama pajanan.

ii. Factor individu: mekanisme pertahan paru

Debu Industri

12

Page 13: pbl 28 kelompok

o Deposite particulate matter: debu yang sementara di udara, kemudian

mengendap karena gaya tarik bumi.

o Suspended particulate matter: debu yang tetap di udara dan tidak mudah

mengendap.

Ukuran debu (debu yang mudah dihirup adalah 0,1-10 mikron)

o Debu 5-10 mikron tertahan di saluran napas atas

o Debu 3-5 mikron tertahan di saluran napa tengah

o Debu 1-3 mikron adalah paling berbahaya, karena tertahan dan tertimbun di

saluran napas kecil

o Debu < 1 mikron tidak mudah mengendap

o Debu 0,1-0,5 mikron melakukan gerakan Brown, berdifusi keluar dan dapat

memasuki alveoli, bila membentur dinding alveoli akan tertimbun di sana.

Foto iii : Mekanisme deposisi partikel di saluran napas

Tabel iii: Deposisi partikel pada region tarktus respirasi

Regio Mekanisme deposisi Saiz partikel

yang

terdeposisi

Impaksi Sedimentasi Difusi

Nasofaringeal +++ + + 5-30 µm

Trakeal + + + 1-5 µm

13

Page 14: pbl 28 kelompok

Bronchial +++ ++ + 1-5 µm

Alveolar + +++ ++++ <1 µm

Foto iv : Fraksi deposisi terhadap diameter partikel

PATOFISIOLOGI

Dengan menri napas, udara yang mengandung debu masuk kedalam paru-paru.

Apa yang terjadi dengan debu itu, sangat tergantung dari pada besarnya ukuran debu.

Debu-debu berukuran diantara 5-10 mikron akan ditahan oleh jalan pernafasan bagian

atas, sedangkan yang berukuran 3-5 mikron ditahan oleh bagian tengah jalan pernapasan.

Partkel-pertikel yang besarnya diantara 1 dan 3 mikron berukuran 0,1-1 mikron tidak

begitugampang hinggap dipermukaan alveoli, oleh karena debu-debu ukuran demikian

tidak mengendap. Debu-debu yang partikel-partikelnya berukuran kurang dari 0,1

mikron bermassa terlalu kecil, sehingga tidak hinggap di permukaan alveoli atau selaput

lendir, oleh karena gerakan Brown, yang menyebabkan debu demikian bergerak ke luar

masuk alveoli.5,8

14

Page 15: pbl 28 kelompok

Beberapa mekanisme dapat dikemukakan sebagai sebab hingga dan tertimbunnya

debu dalam paru-paru. Salah satu mekanisme itu adalah inertia atau kelembanan dari

partikel-partikel debu yang bergerak, yaitu pada waktu udara membelok ketika melalui

jalan pernafasan yang tidak lurus, maka partikel-partikel debu yang bermassa ukup besar

tidak dapat membelok mengikuti aliran udara, melainkan terus lurus dan akhirnya

menumbuk selaput lendir dan akhirnya hinggap disana. Mekanisme lain adalah

sedimentasi, yang terutama benar untuk bronchi sangatkecil dan bronchioli, sebab di

tempat itu kecepatan udara pernfasan sangat kurang kira-kira 1 cm/detik sehingga daya

tarik bumi dapatbekerja terhadap partikel-partikel debu yang mengendapkannya.

Mekanisme ini ialah gerakan Brown, terutama untuk partikel-partikel yang berukuran

sekitar atau kurang dari 0,1 mikron. Partikel-partikel yang kecil ini oleh gerakan brown

tadi ada kemungkinan membentur permukaan alveoli dan tertimbun disana.

Nasib partikel-partikel debu ini tergantung dari tempatnya berada dalam paru-

paru dan sifat-sifat debu itu sendiri. Debu-debu yang mengendap dipermukaan bronchi

dan bronchioli akan dikembalikan keatas dan akhirnya keluar oleh cilia-cilia yang

bergetar, dengan kecepatan 3 cm/jam dijalan pernafasan sebelah atas dan 1 cm/jam di

dalam bronchus tertius dan bronchioli. Selain itu, juga batuk merupakan satu mekanisme

untuk mengeluarkan debu-debu tersebut. Debu-debu dialveoli mengalami beberapa

kemungkinan.

Salah satu kemungkinan menyusui permukaan alveoli dan setelah berada dekat

batas bronchioli tertangkap oleh cilia, yang lalu dikembalikan kejalan pernafasan tengah

dan atas, lalu keluar. Kalau bahan-bahan kimia penyusun debu mudah larut dalam air,

maka bahan-bahan itu akan larut dan langsung masuk pembuluh-pembuluh darah kapiler

alveoli. Apabila bahan-bahan tersebut tidak mudah larut, tetapi ukurannya kecil, maka

partikel-partikel itu dapat memasuki dinding alveoli, lalu kesalauran limfe atau keruang

peribronchial. Satu kemungkinan lain ialah ditelan oleh phagocyt, yang biasanya histiocyt

atau inti atau sel-sel mesenchym yang tidak berdifferrensiasi. Sel-sel phagocyt ini

mungkin msuk ke dalam saluran limfa, atau melalui dinding alveoli ke ruang

peribronchial, atau ke luar dari tempat itu ke bronchioli, lalu oleh rambut-rambut getar

dikembalikan ke atas.

15

Page 16: pbl 28 kelompok

Foto v : Patofisiologi silikosis.

16

Page 17: pbl 28 kelompok

PENATALAKSANAAN

Promotif

Pada promotif dapat dilakukan penyuluhan kepada tenaga kerja seperti

penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) saat bekerja, penyuluhan mengenai kesehatan

para tenaga kerja berdasarkan pekerjaan yang dilakukannya.

Kepada pekerja perlu diberi penyuluhan mengenai kebersihan

perorangan, makanan yang nilai gizinya sesuai dengan jenis pekerjaan, gerak

badan untuk kesehatan (olahraga), pertolongan pertama pada kecelakaan,

perilaku K3 yang baik dan lain-lain.9,10

Preventif

Ventilasi, baik lokal, maupun umum. Ventilasi umum antara lain dengan

mengalirkan udara ke ruang kerja melalui pintu dan jendela, tapi cara ini biasanya

mahal harganya. Cara ventilasi lokal, yang disebut pompa keluar setempat, biasanya

biayanya tidak seberapa sedangkan manfaatnya besar dalam melindungi para pekerja.

Silicosis dapat dicegah dengan memastikan kadar silika selalu di bawah

ambang batas. Itu sebab, dust sampling (uji debu) perlu dilakukan berkala untuk

memantau kadar silika pada suatu area kerja. Jika ditemukan kadar diatas ambang

batas, tindakan perbaikan mesti dilakukan.

Tindakan pencegahan paling umum adalah dengan membasahi permukaan

tanah dan bijih. Mesin-mesin yang berpotensi menimbulkan debu (mis: belt

conveyor) juga mesti diberi pelindung agar debu tidak tersebar. Sedang di tambang

bawah tanah, ventilasi yang cukup merupakan prasyarat penting untuk mengurangi

kadar debu.

Agar perlindungan menjadi maksimal, pekerja mesti dibekali dengan

respirator (masker anti debu). Respirator dilengkapi dengan filter hingga mampu

mencegah partikel debu terhirup ke dalam paru-paru.9

17

Page 18: pbl 28 kelompok

Pengendalian debu

Pengendalian debu di lingkungan kerja dapat dilakukan terhadap 3 hal yaitu

pencegahan terhadap sumbernya, media pengantar (transmisi) dan terhadap manusia yang

terkena dampak.

o Pencegahan Terhadap Sumbernya

Pengontrolan debu diruang kerja terhadap sumbernya antara lain:

a) Isolasi sumber agar tidak mengeluarkan debu diruang kerja dengan ‘Local

Exhauster’ atau dengan melengkapi water sprayer pada cerobong asap.

b) Substitusi alat yang mengeluarkan debu dengan yang tidak mengeluarkan

debu.

c)

o Pencegahan Terhadap Transmisi

Upaya paling praktis dalam pencegahan debu adalah menggunakan air. Air dapat

digunakan untuk menyemprot coal face dan loose rock, dan pada permukaan

setelah blasting, dumping, atau berbagai rock handling process. Akan tetapi,

banyak pekerjaan underground kekurangan supply air yang cukup.

a). Memakai metode basah yaitu,penyiraman lantai dan pengeboran basah (Wet Drilling).

Wet drilling sudah menjadi prosedur standard dalam hard rock mining dan hal itu memiliki

kontribusi yang besar dalam pencegahan pneumoconiosis, akan tetapi beberapa pekerja

masih ragu-ragu untuk menjalankannya ketika bekerja dengan dasar kontrak karena hal

tersebut melambatkan proses produksi.

b). Dengan alat berupa Scrubber,Elektropresipitator,dan Ventilasi Umum.

Ventilasi yang baik juga penting untuk mengeliminasi debu. Setiap tempat kerja

seharusnya memiliki supply udara bersih untuk mengencerkan atau mengangkut airborne

dust. Akan tetapi, underground ventilation, terutama di negara berkembang, sering buruk

akibat buruknya fasilitas.

18

Page 19: pbl 28 kelompok

o Pencegahan Terhadap Tenaga Kerja

i. Perlengkapan yang dipakai untuk melindungi pekerja terhadap bahaya

kesehatan yang ada di lingkungan kerja. Antara lain dengan menggunakan Alat

Pelindung Diri (APD) berupa masker. Penggunaan APD merupakan alternative lain

untuk melindungi pekerja dari bahaya kesehatan. Namun APD harus sesuai dan

adekuat.

Alat-alat pelindung harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Memiliki daya pencegah kuat terhadap bahaya yang ada.

b. Konstruksi dan kemampuan harus memenuhi standar yang berlaku.

c. Ringan, efisien, dan nyaman dipakai.

d. Tidak mengganggu gerakan yang diperlukan.

e. Tahan lama, pemeliharaan mudah, dan bagian-bagian mudah diganti atau

diperoleh.

Pre-worker check-up

Semua penambang harus menjalani pemeriksaan medis sebelum bekerja dan berkala

dengan mengutamakan upaya untuk mendeteksi pre-existing lung disease dan

perkembangan pneumoconiosis.

Penerangan sebelum bekerja

Suatu penjelasan agar pekerja mengetahui dan mentaati peraturan dan

undang-undang yang berlaku serta tahu adanya bahaya kesehatan di lingkungan

kerja, sehingga d apat bekerja lebih berhati-hati.

Pembatasan waktu selama pekerja terpajan terhadap zat tertentu yang

berbahaya dapat menurunkan risiko terkenanya bahaya kesehatan di lingkungan

kerja.

Kebersihan perorangan dan pakaiannya, merupakan hal yang penting,

terutama untuk para pekerja yang dalam pekerjaannya berhubungan dengan

bahan kimia serta partikel lain.

19

Page 20: pbl 28 kelompok

Pemeriksaan kesehatan berkala

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menemukan dan mencegah penyakit jabatan

dalam tingkatan sedini-dininya.

Prioritas diberikan kepada pekerja yang :

bekerja di lingkungan berbahaya

dipindahkan dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain,

menderita penyakit menahun,

perlu diperiksa atas permintaan dokter keluarganya, atau

keinginannya sendiri,

bekerja lagi setelah penyakitnya sembuh,

akan berhenti bekerja.

Kuratif

Tidak ada pengobatan khusus untuk silikosis. Untuk mencegah semakin

memburuknya penyakit, sangat penting untuk menghilangkan sumber pemaparan.

Terapi suportif terdiri dari obat penekan batuk, bronkodilator dan oksigen. Jika

terjadi infeksi, bisa diberikan antibiotik.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah:

Membatasi pemaparan terhadap silika

berhenti merokok

menjalani tes kulit untuk TBC secara rutin.

Penderita silikosis memiliki resiko tinggi menderita Tuberkulosis (TBC),

sehingga dianjurkan untuk menjalani tes kulit secara rutin setiap tahun. Silika

diduga mempengaruhi sistem kekebalan tubuh terhadap bakteri penyebab TBC.

Jika hasilnya positif, diberikan obat anti TBC.11

20

Page 21: pbl 28 kelompok

Pengobatan TBC pada orang dewasa

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :

o Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.

Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir,

sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.

o Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan

Kanamisin.

Table: Dosis obat antituberkulosis (OAT)

Obat Dosis harian

(mg/kgbb/hari)

Dosis 2x/minggu

(mg/kgbb/hari)

Dosis 3x/minggu

(mg/kgbb/hari)

INH 5-15 (maks 300 mg) 15-40 (maks. 900 mg) 15-40 (maks. 900 mg)

Rifampisin 10-20 (maks. 600 mg) 10-20 (maks. 600 mg) 15-20 (maks. 600 mg)

Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)

Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g)

Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)

Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3

Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari

(tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam

seminggu (tahap lanjutan).

Diberikan kepada:

21

Page 22: pbl 28 kelompok

o Penderita baru TBC paru BTA positif.

o Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.

Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3

Diberikan kepada:

o Penderita kambuh.

o Penderita gagal terapi.

o Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.

Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3

Diberikan kepada:

o Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

Rehabilitatif

Pengobatan definitif terhadap silikosis tidak ada. Bila terdapat infeksi

sekunder berikan terapi yang sesuai. Infeksi pyogenik berikan antibiotik yang sesuai

secara empirik, infeksi jamur paru berikan obat anti jamur, dan terhadap tuberculosis

paru berikan obat anti tuberkulosis dosis dan lamanya disesuaikan dengan

kategorinya.

o Disability limitation (membatasi kemungkinan cacat)

Memeriksa dan mengobati tenaga kerja secara komprehensif, mengobati

tenaga kerja secara sempurna, pendidikan kesehatan. Pindah ke bagian yang tidak

terpapar. Lakukan cara kerja yang sesuai dengan kemampuan fisik.

o Rehabilitasi (pemulihan kesehatan)

22

Page 23: pbl 28 kelompok

Rehabilitasi dan mempekerjakan kembali para pekerja yang menderita cacat.

Sedapat mungkin perusahaan mencoba menempatkan karyawan-karyawan cacat di

jabatan-jabatan yang sesuai.9-10

KOMPLIKASI

Bila timbul komplikasi timbul :

Infeksi Pyogenik

Jamur

Tuberkulosis

Pada keadaan lanjut dapat timbul penyakit kolagen

Skleroderna

Rhematoid artristis

PROGNOSIS

Prognosisnya jelek, lebih-lebih kalau ada infeksi tuberkulosis (diagnosis sukar dan tentunya

berakibat pengobatan tidak tuntas). Usaha pencegahan penyakit dilakukan dengan menghindari

paparan debu silika dan para pekerja sulit bekerja memakai masker basah.9

BAB III

23

Page 24: pbl 28 kelompok

PENUTUP

Debu industry di tempat kerja dapat menimbulkan kelainan dan penyakit paru. Berbagai

factor berperan pada mekanisme timbulnya penyakit, diantaranya adalah jenis, konsentrasi, sifat

kimia debu, lama paparan dan factor individu pekerja.

Untuk menegakkan diagnosis penyakit paru akibat debu industry perlu dilakukan

anamnesis yang teliti mengenai riwayat pekerjaan, identifikasi debu di tempat kerja, dan

pemeriksaan penunjang seperti uji faal paru dan pemeriksaan radiologis. Diagnosis kadang-

kadang sukar ditegakkan oleh karena sering butuh waktu yang lama antara terjadinya paparan

dan timbulnya penyakit. Di samping itu, penyakit paru akibat debu industry mempunyai gejala

yang sama dengan penyakit paru yang tidak disebabkan oleh debu.

Pengobatan penyakit paru akibat debu industry bersifat simptomatis dan suportif. Usaha

pencegahan merupakan langkah penatalaksanaan yang penting. Tindakan pencegahan meliputi

pengurangan kadar debu, memakai pelindung diri, deteksi dini kelaianan dan pemeriksaan

sebelum penerimaan pegawai.

Pemeriksaan faal paru dan radiologis secara berkala perlu pada jenis kerja tertentu.

Pekerja yang telah terkena penyakit akibat debu hendaklah dihindari dari paparan lebih lanjut.1,5,9

KESIMPULAN

Laki-laki pekerja tambang sudah bekerja 10 tahun dengan keluhan batuk, keringat malam,

demam dan berat badan turun menderita Pneumokoniosis e.c silikotuberulosis.

SARAN

Agar terhindar dari penyakit silikosis ini, hendaknya selalu menjaga kebersihan badan dan

lingkungan disekitar, baik rumah maupun tempat kerja. Untuk orang yang alergi terhadap debu

sebaiknya selalu membawa obat antiseptik dan menggunakan masker bila perlu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Jeyaratnam J, Koh D.Buku ajar praktikum kedokteran kerja.EGC.2010;h 70-87

24

Page 25: pbl 28 kelompok

2. Gleadle J. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;

2007.

3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus SK, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit

dalam. Jilid2 . Edisi IV. Jakarta: Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam

fakultas kedokteran universitas indonesia. Mei 2007;h 1025-6

4. Amin Z, Bahar S. Tuberkulosis paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II,

Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI , 2006: 998-

1005, 1045-9

5. Suma’mur,PK. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja. Sagung Seto. 2009;h 245-59

6. Levy B.S, Wegman D.H. Respiratory disorder. In: Occupational Health. 2000. Lippincott

williams & wilkins publivations. 478-498

7. Macam-macam Penyakit Debu. Diunduh dari:

http://korhejdalle.wordpress.com/2010/04/14/macam-macam-penyakit-akibat-

debupartikulat/; 3 November 2010.

8. Kumar V, Cotran R.S, Robbins S.L. Pneumokoniosis. Dalam: Buku ajar patologi robbins

edisi ke-7 volume 1. 2007. Penerbit buku kedokteran (EGC). 301-307

9. John R. Iktisar kesehatan dan keselamatan kerja. Edisi 3.Jakarta : Penerbit Erlangga. 20

juli 2006;h 253-6

10. CN. Chan. SY. Chan. Silicosis a preventable occupational disease. Journal Hong Kong

Med Assoc Vol.46.No 1 , March 2006. Diunduh dari

http://www.google.co.id/search?hl=id&client=firefox-a&hs=cTC&rls=org.mozilla

%3Aen-US

%3Aofficial&q=silicosis+a+preventable+occupational+disease+CN+chan+and+SY+Cha

n&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai, pada 4 November 2010.

11. Amin Z, Bahar S. Tuberkulosis paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II,

Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI , 2006: 998-

1005, 1045-9

25