pbl 1 respi - rhinitis alergi - lusy

Upload: lusy-novitasari

Post on 09-Oct-2015

84 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

PBL 1 Respi - Rhinitis Alergi - Lusy

TRANSCRIPT

SKENARIO 1RESPIRATORYFKUY 2012/2013

SASBEL1. MM SALURAN NAFAS ATAS1.1. Makroskopis1.2. Mikroskopis

2. MM FISIOLOGI PERNAFASAN2.1. Mekanisme Pertahanan Tubuh (Batuk dan Bersin)2.2. Fungsi Saluran Pernafasan

3. MM Rhinitis Alergi3.1. Definisi Rhinitis Alergi3.2. Etiologi Rhinitis Alergi3.3. Epidemiologi Rhinitis Alergi3.4. Klasifikasi Rhinitis3.5. Patofisiologi Rhinitis Alergi3.6. Manifestasi Rhinitis Alergi3.7. Diagnosis & DB Rhinitis Alergi3.8. PF & PP3.9. Tatalaksana & Pencegahan Rhinitis Alergi3.10. Komplikasi Rhinitis Alergi

4. FARMAKOTERAPI RA4.1. Antihistamin4.2. Dekongestan Nasal4.3. Interaksi Antihistamin dan Dekongestan Nasal

5. ANATOMI PERNAFASAN MENURUT PERSPEKTIF ISLAM

SKENARIO 1

PILEK PAGI HARISeorang pemuda, 20 th, selalu bersin-bersin di pagi hari, keluar ingus encer, gatal di hidung dan mata, terutama bila udara berdebu, diderita sejak usia 14 th. Tidak ada pada keluarganya yang menderita seperti ini, teteapi ayahnya memiliki riwayat penyakit asma. Pemuda tersebut sangat rajin sholat tahajud, sehingga ia bertanya adakah hubungannya memasukkan air wudhu ke dalam hidungnya di malam hari dengan penyakitnya? Kawannya menyarankan untuk memeriksakan ke dokter, menanyakan mengapa bisa terjadi demikian, dan apakah berbahaya apabila menderita seperti ini dalam waktu yang lama.

1. MM SALURAN NAFAS ATASa. Makroskopis

1. HIDUNGHidung salah satu panca indra manusia, befungsi untuk penciuman dan untuk pernapasan. Rongga hidung dilengkapi dengan rambut hidung yang berfungsi sebagai penghalau benda-benda asing atau debu yang ikut masuk saat menghirup udara. Saat udara masuk ke hidung, bulu-bulu hidung berperan menyaring partikel-partikel debu yang kasar dan zat-zat lain. Selain itu udara juga dihangatkan oleh jaringan vaskuler superfisial. Rongga hidung atau cavitas nasi dibentuk oleh tulang-tulang serta jaringan lunak dibagian anterior. Didepan lubang hidung dinamakan nares, dibelakang berhubungan dengan nasofaring melalui coanae. Segera setelah memasuki lubang hidung didapati daerah yang mengandung bulu hidung, dinamakan vestibulum nasi. Pada dinding hidung terlihat conca nasi superior, meatus nasi superior, concha nasalis media, concha nasi inferior.Ditengah cavitas nasi dibagi menjadi 2 bagian oleh septum nasi yang dibentuk oleh bagian tulang (pars ossea) bagian rawan (pars cartilaginea) dan pars membranacea. Bagian tulang terdiri dari lamina perpendicularis ossis etmoidal dan os vomer, dan bagian tulang rawan melekat dianteriornya.ndasar cavitas nasi dibentuk oleh palatum durum (tulang) dan palatum molle (jaringan lunak).Rongga hidung mendapat darah dari arteri spenopalatina, cabang terminal arteri maxilaris, dari arteri etmoidalis anterior, dan arteri etmoidalis superior, cabang arteri opthalmica dan dari cabang arteri palatine major. Arteri sphenopalatina memasuki rongga hidung melalui foramen pterigopalatinum. Arteri ini mempercabangkan :1. Rami posterolateral yang bersama dengan arteria etmoidalis anterior mengurus sekitar concha dan meatus.2. Rami septalis yang bersama cabang arteri palatine major dan cabang arteri etmoidalis anterior dan arteri etmoidalis posterior, cabang arteria facialis mengurus septum nasi. Arteri palatina major masuk rongga hidung lewat foramina incisivumTempat anatomose yang kaya akan pembuluh darah terdapat dibagian depan septum nasi. Area ini dikenal sebagai area kieselbach yang mudah mengalami perdarahan (epistaksis).Sistim vena dihidung meneruskan darah vena kevena jugularis externa. Disamping itu ada juga darah yang dialirkan kevena facialis dan vena angularis melalui vena sphenopalatina yang selanjutnya dialirkan ke sinus cavernosus.Persarafan sensoris rongga hidung diurus oleh cabang nervus trigeminus, yaitu nervus optalmicus dan nervus maksilaris. Cabang nervus optalmicus adalah nervus etmoidalis anterior yang memasuki rongga hidung melalui foramen etmoidalis anterior, mengurus sensasi didaerah bagian anterior aeptum nasi dan dinding lateral.Nervus maksilaris memberi cabang nervus palatinus major yang mengurus concha inferior, meatus inferior dan meatus medius. Selain itu, serabut saraf sensoris ini (=nervus maxilaris) yang melewati ganglion pterigopalatinum (suatu ganglion parasimpatis), mempercabangkan :1. Rami nasals posterior superior lateral mengurus concha media dan concha superior2. Rami nasals posterior medialis mengurus atap serta bagian posterior rongga hidung.Atap rongga hidung atau area olfaktorius mempunyai persyarafan sensoris umum melalui saraf tersebut diatas, dan sensasi khusus (penciuman) melalui nervus olfaktorius. Serabut nervus olfaktorius menembus lamina cribrosa mencapai bagian bawah otak membentuk bulbus olfatorius.Sinus paranasalis juga mendapat persarafan sensoris melalui nervus trigeminus. Didalam sinus maksilaris terdapat cabang-cabang nervus maksilaris yang mengurus gigi.SINUS PARANASALIS

Adalah rongga yang terdapat didalam tulang seputar rongga hidung. Termasuk disini sinus frontalis, sinus maksilaris, cellulae etmoidalis anterior;posterior; dan sinus spenoidalis. Masing-masing didalam tulang dengan nama yang sama.2. Faring (tekak)Bagian tubuh manusia dibelakang hidung. Sesuai dengan letaknya paring dibagi menjadi :1. Pars nasalis pharingis (=nasofaring) terletak dibelakang hidung, posterior terhadap choanae.2. Pars oralis pharyngis (=orofaring) terletak dibelakang mulut, posterior terhadap isthmus faucium3. Pars laryngea pharyngis (= laryngopharing) terletak dibelakang laring posterior terhadap aditus laringis.Disebelah atas faring berbatasan dengan basis cranii sampai tuberculum pharingeum, kekaudal batas peralihan pharyng menjadi oesofhagus adalah pada setinggi vertebra cervicalis keenam.Fharyng atau kerongkongan dibentuk oleh otot-otot konstriktur yaitu berturut-turut dari atas kebawah : musculus contrictor pharyngis superior, musculus contrictor pharyngis media, musculus contrictor pharyngis inferior. Otot-otot ini membentuk lingkaran dengan raphe yang kuat digaris tengah belakang. Musculus contrictor pharingis superior mempunyai perlekatan pada tuberculum pharyngeum, hamulus pterygoideus, sisi lateral lidah dan os mandibula serta raphe pterygomandibularis. Musculus contrictor pharingis media mempunyai perlekatan pada os hyoideumMusculus contrictor pharingys inferior pada cartilago thyroidea dajn cricoidea. Sedang ujung caudalnya berhubungan dengan oesophagus. Otot-otot ini diurus cabang nervus vagus (yang sebenarnya merupakan pars cranialis nervus accessories yang bergabung pada nervus vagus itu)Pharyng penting untuk mekanisme menelan, (=deglutition) dan pernapasan. Mucosa nasofaring adalah epithel respirasi yang berupa ephitel bertingkat bercillia, sedangkan bagian lain ditutup oleh epitel berlapis gepeng.Pars nasalis pharyngis secara klinis dapat dilihat dapat dilihat melalui pemeriksaan rhinoscopy posterior, dan sedikit melalui rhinoscopy anterior. Didinding belakangnya terdapat tonsilla pharyngealis (=adenoid) dilateral terdapat tonjolan torus tubarius dengan lubang keluar tuba auditiva ditengahnya. Penonjolan ini disebabkan oleh pars cartilaginea tuba auditiva itu. Bagian anterior torus tubarius melanjutkan diri kebawah membentu plica salpingopalatina yang berakhir pada palatinum molle, dan posterior menjadi plica salpingopharingea yang berakhir diorofaring. Posterior terhadap kedua lipatan ini didapatkan recessus pharyngeus dan tonsilla tubaria (=tubal tonsil). Peralihan menjadi pars oralis pharyngis dinamakan hiatus nasopharyngica.Pars oralis pharyngis . Pada radix linguae terlihat tiga lipatan yang berhubungan dengan epiglottis, yaitu plica glossoepiglottica lateralis kiri kanan dan plica glossoepiglotica mediana. Dengan adanya plica itu, terbentuk dua cekungan yang dinamakan vallecula epiglotica kiri kanan. Melalui perlekatan ini, epiglottis akan turut bergerak dengan pergerakan lidah. Pada waktu menelan, lidah tertarik keddepan sehingga pangkal epiglottis juga tertarik kedepan. Sebagai akibatnya epiglottis mempunyai posisi yang menutup aditus laryngis, mencegah makanan masuk ke laryng.Pars laryngea pharyngis. Terletak posterior terhadap aditus laryngis. Dikiri kanan laryng terdapat recessus piriformis tempat lalu makanan yang ditelan. Bagian ini termasuk sulit mengalami pelebaran karena dibatasi oleh tulang rawan sehingga menjadi salah satu penyempitan jalan lalu makanan yang ditelan.Mucosa pharyng . diurus oleh serabut sensoris nervus glossopharyngeus dan nervus vagus. Sentuhan pada mucosa pharyng ini (dan mucosa palatum mole) dapat menimbulkan reflex muntah.3. Laring (tenggorok)Laryng merupakan penghubung pharyng dan trachea, khususnya dalam hubungannya dengan fungsi pernapasan. Organ ini dibentuk oleh tulang rawan hyaline, kecuali epiglottis oleh jaringan fibrocartilago.Tulang rawan pembentuk laryng yang penting terdiri dari epiglottis, cartilage thyroidea, cartilage cricoidea, dan cartilage arytenodea; disertai cartilage cuneiformis, dan cartilage corniculata. Aditus laryngis adalah lubang masuk ke laryng yang berhadapan dengan pharyng.Cartilago tyroidea merupakan cartilage terbesar berbentuk setengah lingkaran dengan bagian anterior yang lebar, dengan proyeksi setinggi vertebra cervicalis ke empat. Dibawah cartilago cricoidea yang berbentuk cincin yang lebih lebar dibagian posterior.Pada anak-anak cincin ini mempunyai diameter seukuran pensil (7 mm) dan pada orang dewasa sikitar 18 mm. cartilago tyroidea pada laki-laki dewasa menonjol pada leher dinamakan adam apple atau prominentia laryngea (pomum adami). Pada permukaan dalam tulang rawan ini terdapat perlekatan epiglottis yang mempunyai bentuk seperti daun memanjang keatas berhubungan dengan radix linguae.Pada bagian belakang laryng terdapat dua buah cartilago arytinoidea yang berartikulasi pada cartilago cricoidea dan cartilage thyroidea. Masing-masing cartilago arytinodea dihubungkan dengan cartilago thyroidea oleh plica vocalis dengan musculus vocalis didalamnya. Pergerakan cartilage arytinoidea terhadap cartilage cricoidea menyebabkan perubahan posisi dari plica vocalis sehingga menghasilkan suara yang berbeda-beda. Plica vocalis terdiri dari pars intercartilagenea (dekat cartilago arytenoidea) dan pars intermembranacea.Selain itu masing masing cartilage arytenoidea juga dihubungkan dengan epiglottis melalui plica aryepiglottica. Dengan demikian, aditus laringis sebenarnya dibentuk oleh epiglottis, plica aryepiglotica dan cartilage arytenoidea.Cartilago tyroidea dihubungkan dengan os hyoideum oleh membrana thyroidea yang tembus arteria laryngeus superior dan nervus laryngeus superior. Dianatara cartilago thyroidea dan cartilago cricoidea terdapat membrane cricothyroidea.Disebelah atas plica vocalis terdapat lipatan yang dinamakan plica vestibularis. Diantara plica vocalis dengan plica ini terdapat vestibulum laryngis.Dengan adanya plica vocalis lubang masuk laryng menjadi sesuai dengan celah yang dimunculkan plica tersebut. Celah ini dinamakan rima glotidis. Pada keadaan istirahat, rima glotidis berada dalam keadaan setengah terbuka. Celah akan merapat pada saat mengeluarkan suara dengan nada tinggi. Perubahan bentuk celah disebabkan gerakan plica vocalis yang dihasilkan kontraksi otot intrinsic laryng.OTOT INTRINSIK LARYNGOtot intrinsic laryng yaitu otot origio dan insertionya terdapat pada tulang rawan yang membentuk laryng, terdiri dari musculus cricothyroideus, musculus cricoarytinoideus posterior, musculus cricoarytinoideus lateralis, musculus thyroarytenoideus, musculus arytenoideus tranversus, musculus arytenoideus obliquus, dan musculus vocalis.Musculus crycothyroideus yang diurus nervus laryngeus superior mengatur ketegangan plica vocalis dan sedikit adduksi. Musculus cryarytenoideus posterior menyebabkan abduksi plica vocalis, muskulus cricoarytenoideus lateralis juga menyebabkan adduksi, musculus arytenoideus tranversus dan musculus arytenoideus obliquus menyebabkan abduksi pita suara. Otot-otot terakhir ini diurus nervus laryngeus inferior yang merupakan kelanjutan nervus laryngeus recurrens.Laryng mendapat darah dari arteria laryngea superior, cabang arteri tyroidea superior, dan arteria laryngea inferior, cabang arteri tyroidea inferior.Bagian laryng diatas pplica vocalis dan dibawah plica vocalis mempunyai persarafan sensoris yang berbeda. Bagian yang diatas, supraglotidis, masih mempunyai persarafan somatis sedangkan dibawah plica vocalis, infragottidis, bersifar visceral.Peralihan laring atau cricoidea menjadi trachea terjadi pada setinggi vertebra cervicalis ke enam.b. Mikroskopisa) Rongga HidungRongga hidung dipisahkan oleh suatu sekat yang disebut septum basal, menjadi bagian kiri dan kanan sedangkan dari rongga mulut dibatasi oleh maksila dan tulang langit-langit mulut. Rongga hidung dilapisi dengan epitel silindris bersilia yang mengandung banyak sel goblet penghasil lendir. Mukus ini, dalam hubungannya dengan sekresi serosa, juga berperan untuk membasahi udara yang masuk dan melindungi pembatas alveolar halus dari pengeringan.b) Laring

Laring merupakan tabung ireguler yang menghubungkan faring dengan trakea. Dalam lamina propia terdapat sejumlah rawan laring, struktur yang paling rumit pada jalan pernapasan. Rawan-rawan yang lebih besar (tiroid, krikoid, dan sebagian besar aritenoid) adalah rawan hialin, dan pada orang tua sebagian dapat mengalami kalsifikasi. Rawan yang lebih kecil (epiglottis, cuneiformis, kornikulatum, dan ujung aritenoid) adalah rawan elastin. Ligamentum-ligamentum menghubungkan rawan-rawan tersebut satu sama lain, dan sebagian besar bersambung dengan otot-otot intrinsic larynx, di mana mereka sendiri tidak bersambungan karena mereka adalah otot lurik. Selain berperanan sebagai penyokong (mempertahankan agar jalan udara tetap terbuka) rawan-rawan ini berperanan sebagai katup untuk mencegah makanan atau cairan yang ditelan masuk trakea. Mereka juga berperanan dalam pembentukan irama fonasi.c) Epiglotis

Yang menonjol dari pinggir laring, meluas ke faring dan karena itu mempunyai permukaan yang menghadap ke lidah dan laring. Seluruh permukaan yang menghadap ke lidah dan bagian permukaan apikal yang menghadap ke laring diliputi oleh epitel berlapis gepeng. Ke arah basis epiglottis pada permukaan yang menghadap laring, epitel mengalami perubahan menjadi epitel bertingkat toraks bersilia. Kelenjar campur mukosa dan serosa terutama terdapat di bawah epitel toraks, bebas menyebar ke dalam, yang menimbulkan bercak pada rawan elastin yang berdekatan. Di bawah epiglottis, mukosa membentuk dua pasang lipatan yang meluas ke dalam lumen larynx. Pasangan yang di atas merupakan pita suara palsu (atau lipatan vestibular), dan mereka mempunyai epitel respirasi yang di bawahnya terletak sejumlah kelenjar seromukosa dalam lamina proprianya. Pasangan yang bawah merupakan lipatan yang merupakan pita suara asli. Di dalam pita suara, yang diliputi oleh epitel berlapis gepeng, terdapat berkas-berkas besar sejajar dari selaput elastin yang merupakan ligamentum vocale. Sejajar dengan ligamentum terdpat berkas-berkas otot lurik, m.vocalis, yang mengatur regangan pita dan ligamentum dan akibatnya, waktu udara didorong melalui pita-pita menimbulkan suatu suara dengan tonus yang tidak sama.c) Trakea

Trakea merupakan tabung berdinding tipis yang terletak dari basis larynx (rawan krikoid)ke tempat di mana trakea bercabang menjadi 2 bronkus primer. Trakea dibatasi oleh mukosa respirasi. Di dalam lamina propria terdapat 16-20 rawan hialin berbentuk seperti huruf C yang berperanan mempertahankan lumen trake agar tetap terbuka. Ligamentum fibroelastindan berkas-berkas otot polos (m. trachealis) melekat pada perikondrium dan menghubungkan ujung-ujung bebas rawan yang berbentuk huruf C tersebut. Ligamentum mencegah peregangan lumen yang berlebihan, sementara itu otot memungkinkan rawan saling berdekatan. Kontraksi otot disertai dengan penyempitan lumen trakea dan digunakan untuk respon batuk. Setelah kontraksi, akibat penyempitan lumen trakea akan menambah kecepatan udara ekspirasi, yang membantu membersihkan jalan udara.

2. MM FISIOLOGI PERNAFASANa. Mekanisme Pertahanan Tubuh (Batuk dan Bersin)Batuk merupakan suatu tindakan refleks pada saluran pernafasan yang digunakan untuk membersihkan saluran udara atas. Batuk kronis berlangsung lebih dari 8 minggu yang umum di masyarakat. Penyebab termasuk merokok, paparan asap rokok, dan paparan polusi lingkungan, terutama partikulat.Refleks batuk terdiri dari 5 komponen utama; yaitu reseptor batuk, serabut saraf aferen, pusat batuk, susunan saraf eferen dan efektor. Batuk bermula dari suatu rangsang pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang terletak di dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus dan di pleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang kecil, dan sejumlah besar reseptor didapat di laring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui di saluran telinga, lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial dan diafragma.Serabut aferen terpenting ada pada cabang nervus vagus, yang mengalirkan rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung dan juga rangsang dari telinga melalui cabang Arnold dari n. Vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus paranasalis, nervus glosofaringeus menyalurkan rangsang dari faring dan nervus frenikus menyalurkan rangsang dari perikardium dan diafragma.Tabel 1. Komponen refleks batukReseptorAferenPusat batukEferenEfektor

LaringTrakeaBronkusTelingaPleuraLambungHidungSinus paranasalisFaringPerikardiumDiafragmaCabang nervus vagusNervus trigeminusNervus glosofaringwusNervus frenikusTersebar merata di medula oblongata dekat pusat pernafasan, di bawah kontrol pusat yang lebih tinggiNervus vagusNervus frenikus intercostal dan lumbarisSaraf-saraf trigeminus, fasialis, hipoglosus, dan lain-lainLaring. Trakea dan bronkusDiafragma, otot-otot intercostal, abdominal, dan otot lumbalOtot-otot saluran nafas atas, dan otot-otot bantu nafas

Serabut aferen membawa rangsang ini ke pusat batuk yang terletak di medula oblongata, di dekat pusat pemapasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh serabut-serabut eferen n. Vagus, n. Frenikus, n. Interkostal dan lumbar, n. Trigeminus, n. Fasialis, n. Hipoglosus dan lain-lain menuju ke efektor. Efektor ini terdiri dari otot-otot laring, trakea, brrmkus, diafragma, otot-otot interkostal dan lain-lain. Di daerah efektor inilah mekanisme batuk kemudian terjadi.Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi (literatur lain membagi fase batuk menjadi 4 fase yaitu fase iritasi, inspirasi, kompresi, dan ekspulsi). Batuk biasanya bermula dari inhalasi sejumlah udara, kemudian glotis akan menutup dan tekanan di dalam paru akan meningkat yang akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba dan ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu.Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar udara, pada saat ini glotis secara refleks sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasi sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Penelitian lain menyebutkan jumlah udara yang dihisap berkisar antara 50% dari tidal volume sampai 50% dari kapasitas vital. Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama, volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang besar akan memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah.Gambar 1. Skema diagram menggambarkan aliran dan perubahan tekanan subglotis selama, fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi batukSetelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan meningkat sampai 50 100 mmHg. Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk, yang membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glotis tertutup adalah 10 sampai 100% lebih besar daripada cara ekspirasi paksa yang lain. Di pihak lain, batuk juga dapat terjadi tanpa penutupan glotis.

Gambar 2. Fase Batuk-Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi. Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada sehingga menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasi yang maksimal akan tercapai dalam waktu 3050 detik setelah glotis terbuka, yang kemudian diikuti dengan arus yang menetap. Kecepatan udara yang dihasilkan dapat mencapai 16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase ini dapat dijumpai pengurangan diameter trakea sampai 80%.Berbeda dengan reflex batuk, rangsang yang ditangkap oleh reseptor taktil di hidung. Rangsang kemudian diteruskan ke nervus trigeminusdan dilanjutkan ke pusat pernafasan di medulla oblongata.Urutan mekanisme reflex bersin sama dengan mekanisme reflex batuk, namun pada reflex bersin uvula dikondisikan ke bawah, sehingga memungkinkan aliran udara ekspirasi menjadi kuat dan dapat melalui rongga mulut dan rongga hidung. Reflex bersin bermanfaat untuk mengeluarkan benda asing yang masuk rongga hidung atau saluran pernapasan bagian bawah.

b. Fungsi Saluran PernafasanTujuan dari respirasi adalah menyediakan oksigen bagi jaringan dan mengeluarkan karbondioksida. Untuk mencapai tujuan-tujuan ini, respirasi dapat dibagi menjadi 4 kejadian fungsional mayor, yaitu:1. ventilasi pulmonal, yang artinya masuk dan keluarnya udara antara atmosfer dan alveoli paru.2.difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan darah3. Transport oksigen dan karbondioksida di darah dan cairan tubuh ke dan dari sel-sel tubuh.4. Regulasi ventilasi dan pengaturan respirasi lain.

MEKANISME VENTILASI PULMONALParu dapat berekspansi dan berkontraksi dalam 2 cara, yaitu:11. dengan pergerakan ke atas dan ke bawah dari diafragma untuk memperpanjang atau memperpendek rongga dada2. dengan elevasi dan depresi tulang rusuk untuk meningkatkan dan menurunkan diameter anteroposterior dari rongga dadaPernapasan normal terjadi hampir seluruhnya karena mekanisme yang pertama, yaitu dengan pergerakan diafragma. Selama inspirasi, kontraksi diafragma menarik permukaan bawah paru ke arah bawah. Kemudian, selama ekspirasi, diafragma berelaksasi dan elastic recoil paru. Dinding dada, dan struktur abdomen menekan paru. 1Metode kedua untuk membuat paru berekspansi adalah untuk menaikkan sangkar rusuk. Ekspansi paru ini karena, pada posisi istirahat natural, rusuk condong ke bawah. Oleh karena itu membuat sternum jatuh ke belakang menuju kolumna vertebral. Akan tetapi saat sangkar rusuk naik, rusuk diproyeksikan ke depan sehingga sternum juga bergerak ke depan, menjauhi tulang belakang, membuat ketebalan anteroposterior dada lebih besar 20% selama inspirasi maksimum dibandingkan selama ekspirasi. Oleh karena itu, semua otot yang mengelevasi sangkar dada diklasifikasikan sebagai otot inspirasi dan otot yang menekan sangkar dada diklasifikasikan sebagai otot ekspirasi. 1Pergerakan udara masuk dan keluar paru dan tekanan yang menyebabkan pergerakanParu adalah struktur elastis yang kolaps seperti balon dan mengeluarkan semua udaranya melalui trakea kapanpun tidak ada tekanan untuk menjaganya tetap mengembang. 1Tekanan pleural adalah tekanan dari cairan di ruang sempit antara pleura paru dan pleura dinding dada. Tekanan pleura normal pada awal inspirasi adalah sekitar -5 cmH20. Kemudian selama inspirasi normal, ekspansi rongga dada menarik keluar paru dengan kekuatan lebih besar dan membuat tekanan negatif sekitar -7,5 cmH20. Terdapat peningkatan negativitas tekanan pleura dari -5 sampai -7,5 selama inspirasi sementara volume paru meningkat 0,5 liter. Kemudian selama ekspirasi, kejadian yang berlangsung adalah kebalikannya.1Tekanan alveolar (intraalveolus) adalah tekanan dari udara di dalam alveoli paru. Saat glotis terbuka dan tidak ada udara mengalir masuk atau keluar paru, tekanan di semua pohon respiratorik, semua jalan menuju alveoli , adalah setara dengan tekanan atmosfer, yang dianggap zero reference pressure saluran napas, yaitu 0 cmH2O. Untuk menyebabkan aliran udara masuk ke alveoli selama inspirasi, tekanan di dalam alveoli mencapai nilai di bawah tekanan atmosfer (di bawah 0). Selama inspirasi normal, tekanan alveolar turun sekitar -1 cmH2O. Tekanan negatif yang kecil ini cukup untuk menarik 0,5 liter udara ke dalam paru dalam 2 detik yang dibutuhkan untuk inspirasi normal. Selama ekspirasi, perubahan yang berkebalikan terjadi. Tekanan alveolar naik sekitar +1 cmH2O dan hal ini mendorong 0,5 liter udara yang diinsiprasi untuk keluar dari patu selama 2-3 detik ekspirasi.1Terdapat perbedaan antara tekanan alveolar dan tekanan pulmonal. Hal ini disebut sebagai transpulmonary pressure. Ini adalah perbedaan tekanan antara yang ada di dalam alveoli dan di permukaan luar paru, dan ini mengukur elastic force paru yang menyebabkan kolapsnya paru selama respirasi, disebut tekanan recoil. Setiap transpulmonary pressure meningkat 1 cmH2O, volume paru bertambah 200 milimeter.1Perubahan yang terjadi selama satu siklus pernapasan, yaitu satu tarikan napas (inspirasi) dan satu pengeluaran napas (ekspirasi) adalah sebagai berikut.Sebelum inspirasi dimulai, otot-otot pernapasan melemas, tidak ada udara yang mengalur dan tekanan intraalveolus setara dengan tekanan atmosfer. Pada awitan inspirasi, otot-otot inspirasi, diafragma dan otot antariga eksternal, terangsang untuk berkontraksi, sehingga terjadi pembesaran rongga toraks. Otot inspirasi utama adalah diafragma, suatu lembaran otot rangka yang membentuk dasar rongga toraks dan dipersarafi oleh saraf frenikus. Otot antariga diaftifkan oleh saraf interkostalis. Diafragma yang melemas berbentuk kubah yang menonjol ke atas ke dalam rongga toraks. Sewaktu berkontraksi karena stimulasi saraf frenikus, diafragma bergerak ke bawah dan memperbesar volume rongga toraks dengan menambah panjang vertikalnya. 2Pada saat rongga toraks mengembang, paru juga dipaksa mengembang untuk mengisi rongga toraks yang membesar. Sewaktu paru mengembang, tekanan intraalveolus menurun karena molekul dalam jumlah yang sama kini menepati volume ruang yang lebih besar. Pada inspirasi biasa, tekanan intraalveolus menjadi 759 cmHg. Karena tekanan intraalveolus sekarang lebih rendah dari tekanan atmosfer, udara mengalir masuk ke paru mengikuti penurunan gradient tekanan dari tekanan tinggi ke rendah. Udara terus mengalir ke dalam paru sampai tidak lagi terdapat gradient. Dengan demikian, pengembangan paru bukan disebabkan oleh perpindahan udara ke dalam paru, melainkan udara mengalir ke dalam paru karena turunnya tekanan intraalveolus akibat paru yang mengembang. Selama inspirasi, tekanan intrapleura turun ke 754 mmHg akibat pengembangan toraks. 2Pada akhir inspirasi, otot-otot inspirasi melemas. Saat melemas, diafragma kembali ke bentukny seperti kubah. Sewaktu otot antariga eksternal melemas, sangkar rusukyang terangkat turun karena adanya gravitasi, dan dinding dada dan paru yang teregang kembali menciut ke ukuran prainspirasi karena adanya sifat elastik, seperti membuka balon yang sebelumnya sudah ditiup. Sewaktu paru menciut dan berkurang volumenya, tekanan intraalveolus meningkat, karena jumlah molekul udara yang lebih besar yang terkandung di dalam volume paru yang besar pada akhir inspirasi sekarang terkompresi ke dalam volume yang lebih kecil. Pada ekspirasi istirahat, tekanan intraalveolus meningkat menjadi 761 mmHg. Udara sekarang keluar paru mengikuti penurunan gradien tekanan dari tekanan intraalveolus yang tinggi ke tekanan atmosfer yang lebih rendah. Aliran keluar udara berhenti jika tekanan intraalveolus menjadi sama dengan tekanan atmosfer dan tidak lagi terdapat gradien tekanan.2 Dalam keadaan normal, ekspirasi adalah suatu proses pasif karena terjadi akibat penciutan elastik paru saat otot-otot inspirasi melemas tanpa memerlukan kontraksi otot atau pengeluaran energi. Sebaliknya inspirasi selalu aktif karena hanya ditimbulkan oleh kontraksi otot inspirasi dan menggunakan energi.2

VENTILASI ALVEOLARHal yang sangat penting dari sistem ventilasi pulmonal adalah untuk memperbarui udara di arkade pertukaran di paru secara kontinu. Area ini termasuk alveoli, alveolar sacs, duktus alveolar, dan bronkiolus respiratorik. Ukuran dimana udara baru mencapai area ini dinamakan ventilasi alveolar. Anehnya, selama respirasi normal, volume udara di udara tidal hanya cukup untuk mengisi jalur turun respiratorik sampai bronkiolus terminal, dengan hanya porsi kecil dari udara inspirasi yang benar-benar mengalir ke alveoli. Meskipun demikian, bagaimana udara bergerak melewati jarak kecil dari bronkiolus terminal ke dalam alveoli? Jawabannya adalah dengan difusi. Difusi disebabkan oleh pergerakan kinetik molekul, setiap molekul gas bergerak pada kecepatan tinggi diantara molekul lain. Kecepatan pergerakan molekul pada udara respiratorik sangat hebat dan jaraknya sanagt pendek dari bronkiolus terminal ke alveoli dimana gas bergerak melewati jarak ini hanya dalam hitungan fraksi detik.1

KONTROL PERNAPASANPusat pernapasan di batang otak menentukan pola bernapas ritmisBernapas harus berlangsung dalam pola siklik dan kontinu. Pola ritmis bernapas diciptakan oleh aktivitas saraf siklis ke otot-otot pernapasan. Dengan kata lain, aktivitas pemacu yang menciptakan ritmisitas bernapas terletak di pusat kontrol pernapasan di otak. Persarafan ke sistem pernapasan merupakan kebutuhan mutlak untuk mempertahankan pernapasan dan untuk secara refleks menyesuaikan tingkat ventilasi untuk memenuhi kebutuhan penyerapan O2 dan pengeluaran CO2 yang terus berubah-ubah. Aktivitas pernapasan juga dapat dimodifikasi secara sengaja untuk berbicara, bernyanyi, bersiul, memainkan instrumen tiup, atau menahan napas ketika berenang.2Kontrol saraf atas pernapasan melibatkan 3 komponen terpisah, yaitu:21. Faktor-faktor yang bertanggung jawab untuk menghasilkan irama inspirasi/ekspirasi bergantian2. Faktor-faktor yang mengatur kekuatan ventilasi (kecepatan dan kedalaman bernapas) agar sesuai dengan kebutuhan tubuh3. Faktor-faktor yang memodifikasi aktivitas pernapasan untuk memenuhi tujuan lain. Modifikasi ini dapat bersifat volunter, misalnya kontrol pernapasan saat berbicara, atau involunter, misalnya manuver pernapasan yang terjadi pada saat batuk atau bersin.Pusat kontrol pernapasan yang terletak di batang otak bertanggung jawab untuk menghasilkan pola bernapas yang berirama. Pusat kontrol pernapasan primer, pusat pernapasan medulla (medullary respiratory center), terdiri dari beberapa agregat badan sel saraf di dalam medulla yang menghasilkan keluaran ke otot pernapasan. Selain itu, terdapat dua pusat pernapasan lain yang lebih tinggi di batang otak, di pons, yaitu pusat apnustik dan pusat pneumotaksik. Pusat-pusat di pons ini mempengaruhi keluaran dari pusat pernapasan medula. Bagaimana pastinya berbagai daerah ini berinteraksi untuk menciptakan ritmisitas bernapas masih belum jelas, tetapi faktor-faktor berikut diduga berperan.2

1. Neuron inspirasi dan ekspirasi di pusat medullaKita bernapas secara berirama karena kontraksi dan relaksasi berganti-ganti otot-otot pernapasan, yaitu diafragma dan otot antariga eksternal, yang masing-masing dipersarafi oleh saraf frenikus dan saraf interkostalis. Badan sel dari serat-serat saraf yang membentuk saraf-saraf tersebut terletak di korda spinalis. Impuls yang berasal dari pusat medulla berakhir di badan sel neuron motorik ini. Pada saat diaktifkan, neuron-neuron motorik ini kemudian merangsang otot-otot pernapasan, sehingga terjadi inspirasi; sewaktu neuron-neuron ini tidak aktif, otot-otot inspirasi melemas dan terjadi ekspirasi. Pusat pernapasan medulla terdiri dari dua kelompok neuron yang dikenal sebagai kelompok pernapasan dorsal dan kelompok pernapasan ventral.2Kelompok respirasi dorsal (dorsal respiratory group, DRG) terutama terdiri dari neuron inspirasi yang serat-serat desendensnya berakhir di neuron motorik yang mempersarafi otot-otot inspirasi. Saat neuron-neuron inspirasi DRG membentuk potensial aksi, terjadi inspirasi; ketika mereka berhenti melepaskan muatan, terjadi ekspirasi. Ekspirasi berakhir saat neuron-neuron inspirasi kembali mencapai ambang dan melepaskan muatan. Dengan demikian, DRG pada umumnya dianggap sebagai penentu irama dasar ventilasi.2DRG memiliki interkoneksi penting dengan kelompok respirasi ventral (ventral respiratory group, VRG). VRG terdiri dari neuron inspirasi dan neuron ekspirasi, yang keduanya tetap inaktif selama bernapas tenang. Daerah ini diaktifkan oleh DRG sebagai mekanisme overdrive (penambah kecepatan) selama periode pada saat kebutuhan akan ventilasi meningkat. Selama bernapas tenang, tidak ada impuls yang dihasilkan di jalur-jalur desendens dari neuron ekspirasi. Hanya selama ekspirasi aktif, neuron-neuron ekspirasi merangsang neuron motorik yang mempersarafi otot ekspirasi. Selain itu, neuron inspirasi VRG, apabila dirangsang oleh DRG, memacu aktivitas inspirasi saat kebutuhan akan ventilasi meningkat.2Pengaruh pusat pneumatik dan apnustikPusat pneumotaksik mengirim impuls ke DRG yang membantu mematikan/swith off neuron inspirasi, sehingga durasi inspirasi dibatasi. Sebaliknya, pusat apnustik mencegah neuron inspirasi dari proses switch off, sehingga menambah dorongan inspirasi. Pusat pneumotaksik lebih dominan daripada pusat apnustik.2Refleks Hering-BreuerApabila tidal volume besar (lebih dari 1 liter), misalnya ketika berolahraga, refleks Hering-Breuer dipicu untuk mencegah pengembangan paru berlebihan. Reseptor regang paru (pulmonary stretch reflex) yang terletak di dalam lapisan otot polos saluran pernapasan diaktifkan oleh peregangan paru jika tidal volume besar.2

2. Pengatur besarnya ventilasiSeberapapun banyaknya O2 yang diesktraksi dari darah atau CO2 yang ditambahkan ke dalamnya di tingkat jaringan, PO2 dan PCO2 darah arteri sistemik yang meninggalkan paru tetap konstan, yang menunjukkan bahwa kandungan gas darah arteri diatur secara ketat. Gas-gas darah arteri dipertahankan dalam rentang normal secara eksklusif dengan mengubah-ubah kekuatan ventilasi untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan penyerapan O2 dan pengeluaran CO2.2Pusat pernapasan medula menerima masukan yang memberi informasi mengenai kebutuhan tubuh akan pertukaran gas. Kemudian pusat ini berespons dengan mengirim sinyal-sinyal yang sesuai ke neuron motorik yang mempersarafi otot-otot pernapasan untuk menyesuaikan kecepatan dan kedalaman ventilasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Dua sinyal yang paling jelas untuk meningkatkan ventilasi adalah penurunan PO2 arteri dan pengikatan PCO2 arteri. Kedua faktor ini memang mempengaruhi tingkat ventilasi, tetapi tidak dengan derajat yang sama dan melalui jalur yang sama. Juga terdapat faktor ketiga, H+, yang berpengaruh besar pada tingkat aktivitas pernapasan.2

3. Ventilasi dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak berkaitan dengan kebutuhan pasokan O2 atau pengeluaran CO2Kecepatan dan kedalaman bernapas dapat dimodifikasi oleh sebab-sebab di luar kebutuhan akan pasokan O2 atau pengeluaran CO2. Refleks-refleks protektif, misalnya bersin dan batuk, secara temporer mengatur aktivitas pernapasan sebagai usaha untuk mengeluarkan bahan-bahan iritan dari saluran pernapasan. Inhalasi bahan iritan tertentu sering memicu penghentian ventilasi. Nyeri yang berasal dari bagian lain tubuh secara refleks merangsang pusat pernapasan (sebagai contoh, seseorang megap-megap jika merasa nyeri). Modifikasi bernapas secara involunter juga terjadi selama ekspresi berbagai keadaan emosional, misalnya tertawa, menangis, bernapas panjang, dan mengerang. 2Modifikasi yang dicetuskan oleh emosi ini diperantarai oleh hubungan-hubungan antara sistem limbik otak (yang bertanggung jawab untuk emosi) dan pusat pernapasan. Selain itu, pusat pernapasan secara refleks dihambat selama proses menelan, pada saat saluran pernapasan ditutup untuk mencegah makanan masuk ke paru. 2Manusia juga memiliki kontrol volunter yang cukup besar terhadap ventilasi. Kontrol bernapas secara volunter dilakukan oleh korteks serebrum, yang tidak bekerja pada pusat pernapasan di otak, tetapi melalui impuls yang dikirim secara langsung ke neuron-neuron motorik di korda spinalis yang mempersarafi otot pernapasan. Kita dapat secara sengaja melakukan hiperventilasi atau pada keadaan ekstrim yang lain, menahan napas kita, tetapi hanya untuk jangka waktu yang singkat. Perubahan-perubahan kimiawi yang kemudian terjadi di darah arteri secara langsung dan secara refleks mempengaruhi pusat pernapasan yang kemudian mengalahkan masukan volunter ke neuron motorik otot pernapasan. Selain bentuk-bentuk ekstrim pengontrolan pernapasan tadi, kita juga mengontrol pernapasan untuk melakukan berbagai tindakan volunter, misalnya berbicara, bernyanyi, dan bersiul.2

3. MM Rhinitis Alergia. Definisi Rhinitis AlergiRhinitis alergi adalah peradangan atau inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (Von Pirquet, 1986).Sedangkan menurut WHO ARIA 2001adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rhinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantari oleh IgE.

b. Etiologi Rhinitis AlergiPaparan alergen dapat memicu timbulnya rinitis alergi. Sementara bukti terbaru menunjukkan bahwa pemaparan anak terhadap bakteri-bakteri yang tidak berbahaya sejak tahun pertama mereka dapat mengurangi risiko terjadinya penyakit alergi.1. Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang. 2. Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan lebah.3. Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan (Kaplan, 2003).

Riwayat keluarga yang menderita rinitis alergi, dermatitis atopik, dan asma dapat memicu rinitis alergi pada anak.

c. Epidemiologi Rhinitis AlergiRinitis alergi merupakan penyakit imunologi yang sering ditemukan. Berdasarkan studi epidemiologi, prevalensi rinitis alergi diperkirakan berkisar antara 10-20% dan secara konstan meningkat dalam dekade terakhir.3Usia rata-rata onset rinitis alergi adalah 8-11 tahun, dan 80% rinitis alergi berkembang dengan usia 20 tahun. Biasanya rinitis alergi timbul pada usia muda (remaja dan dewasa muda). Dalam suatu penelitian di Medan, dari 31 penderita rinitis alergi, ditemukan perempuan lebih banyak daripada laki-laki dengan perbandingan 1.58 : 1 (Hanum, 1989). Zainuddin (1999) di Palembang mendapatkan dari 259 penderita rinitis alergi 122 laki-laki dan 137 perempuan. Budiwan (2007) di Semarang pada penelitiannya dengan 80 penderita rinitis alergi mendapatkan laki-laki 37,5% dan perempuan 62,5%. Keluarga atopi mempunyai prevalensi lebih besar daripada nonatopi (Karjadi, 2001). Apabila kedua orang tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai 50%. Rinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Dalam sebuah penelitian retrospektif terhadap 12.946 orang pasien berumur 5-62 tahun yang datang ke poliklinik sub bagian Alergi Imunologi bagian THT FKUI/RSCM selama tahun 1992, ditemui penderita rinitis alergi sejumlah 147 orang, atau berkisar 1,14%. Gejala yang paling banyak adalah bersin-bersin/gatal hidung (89,80%), rinore (87,07%) dan obstruksi hidung (76,19%). Kelompok umur 1-10 tahun berjumlah paling sedikit (3,40%) kemudian meningkat dengan bertambahnya umur, dan selanjutnya menurun setelah berumur 40 tahun, dengan frekuensi terbanyak pada kelompok umur 21-30 tahun (37,41%). 5,6Prevalensi rinitis alergi di Amerika Utara sekitar 10-20%, di Eropa sekitar 10-15%, di Thailand sekitar 20%, di Jepang sekitar 10% dan 25% di New Zealand (Zainuddin, 1999). Insidensi dan prevalensi rinitis alergi di Indonesia belum diketahui dengan pasti. Baratawidjaja et al (1990) pada penelitian di suatu daerah di Jakarta mendapatkan prevalensi sebesar 23,47%, sedangkan Madiadipoera et al (1991) di Bandung memperoleh insidensi sebesar 1,5%, seperti yang dikutip Rusmono (1993). Berdasarkan survei dari ISSAC (International Study of Asthma and Allergies in Childhood), pada siswa SMP umur 13-14 tahun di Semarang tahun 2001-2002, prevalensi rinitis alergi sebesar 18% .5,6

d. Klasifikasi RhinitisDahulu rhinitis alergi diklasifikasikan menjadi dua berdasar sifat berlangsungnya, yaitu:1. Musiman (seasonal): terjadi di Negara 4 musim. Alergen penyebab spesifik, seperti tepung sari (pollen) dan jamur.2. Sepanjang tahun (perennial): gejala penyakit dapat timbul intermiten atau persisten, tanpa ada variasi musim, sehingga dapat dijumpai sepanjang tahun. Penyebab yang paling sering ialah alergen inhalan, terutama pada orang dewasa, dan alergen ingestan. Alergen inhalan utama adalah alergen dalam rumah (indoor) dan alergen di luar rumah (outdoor). Alergen dalam rumah terdapat pada kasur kapuk, tutup tempat tidur, selimut, karpet, dapur, tumpukan baju dan buku-buku, serta sofa. Komponen alergennya terutama berasal dari serpihan kulit dan fases tungau D.pteronyssinus, D.Farinae dan Blomia tropicalis, kecoa dan bulu binatang peliharaan (anjing, kucing, burung). Alergen inhalan di luar rumah berupa polen dan jamur. Alergen ingestan sering merupakan penyebab pada anak-anak dan biasanya disertai dengan gejala alergi lain, seperti urtikaria, gangguan pencernaan. Gangguan fisiologik pada golongan perenial lebih ringan dibandingkan dengan golongan musiman tetapi karena lebih persisten maka komplikasinya lebih sering di temukan.Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi :1. Intermitten (kadang-kadang): bila gejala muncul kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu.2. Persisten (menetap): bila gejala muncul lebih dari 4 hari/minggu dan lebih dari 4 minggu.Menurut berat ringannya penyakit:1. Ringan: bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas sehari-hari, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja, dan hal-hal lain yang mengganggu.2. Berat: bila ditemukan satu atau lebih gangguan di atas.

e. Patofisiologi Rhinitis AlergiRinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu :1. Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya. Munculnya segera dalam 5-30 menit, setelah terpapar dengan alergen spesifik dan gejalanya terdiri dari bersin-bersin, rinore karena hambatan hidung dan atau bronkospasme. Hal ini berhubungan dengan pelepasan amin vasoaktif seperti histamin.2. Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam. Muncul dalam 2-8 jam setelah terpapar alergen tanpa pemaparan tambahan. Hal ini berhubungan dengan infiltrasi sel-sel peradangan, eosinofil, neutrofil, basofil, monosit dan CD4 + sel T pada tempat deposisi antigen yang menyebabkan pembengkakan, kongesti dan sekret kental.(1,3)

Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai APC akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Kompleks antigen yang telah diproses dipresentasikan pada sel T helper (Th0). APC melepaskan sitokin seperti IL1 yang akan mengaktifkan Th0 ubtuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 menghasilkan berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5 dan IL13. IL4 dan IL13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi IgE. IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk terutama histamin.(1)

Rinitis Alergi melibatkan membran mukosa hidung, mata, tuba eustachii, telinga tengah, sinus dan faring. Hidung selalu terlibat, dan organ-organ lain dipengaruhi secara individual. Peradangan dari mukosa membran ditandai dengan interaksi kompleks mediator inflamasi namun pada akhirnya dicetuskan oleh IgE yang diperantarai oleh respon protein ekstrinsik.(6)Kecenderungan munculnya alergi, atau diperantarai IgE, reaksi-reaksi pada alergen ekstrinsik (protein yang mampu menimbulkan reaksi alergi) memiliki komponen genetik. Pada individu yang rentan, terpapar pada protein asing tertentu mengarah pada sensitisasi alergi, yang ditandai dengan pembentukan IgE spesifik untuk melawan protein-protein tersebut. IgE khusus ini menyelubungi permukaan sel mast, yang muncul pada mukosa hidung. Ketika protein spesifik (misal biji serbuksari khusus) terhirup ke dalam hidung, protein dapat berikatan dengan IgE pada sel mast, yang menyebabkan pelepasan segera dan lambat dari sejumlah mediator. Mediator-mediator yang dilepaskan segera termasuk histamin, triptase, kimase, kinin dan heparin. Sel mast dengan cepat mensitesis mediator-mediator lain, termasuk leukotrien dan prostaglandin D2. Mediator-mediator ini, melalui interaksi beragam, pada akhirnya menimbulkan gejala rinore (termasuk hidung tersumbat, bersin-bersin, gatal, kemerahan, menangis, pembengkakan, tekanan telinga dan post nasal drip). Kelenjar mukosa dirangsang, menyebabkan peningkatan sekresi. Permeabilitas vaskuler meningkat, menimbulkan eksudasi plasma. Terjadi vasodilatasi yang menyebabkan kongesti dan tekanan. Persarafan sensoris terangsang yang menyebabkan bersin dan gatal. Semua hal tersebut dapat muncul dalam hitungan menit; karenanya reaksi ini dikenal dengan fase reaksi awal atau segera.(6)Setelah 4-8 jam, mediator-mediator ini, melalui kompetisi interaksi kompleks, menyebabkan pengambilan sel-sel peradangan lain ke mukosa, seperti neutrofil, eosinofil, limfosit dan makrofag. Hasil pada peradangan lanjut, disebut respon fase lambat. Gejala-gejala pada respon fase lambat mirip dengan gejala pada respon fase awal, namun bersin dan gatal berkurang, rasa tersumbat bertambah dan produksi mukus mulai muncul. Respon fase lambat ini dapat bertahan selama beberapa jam sampai beberapa hari.(6)Sebagai ringkasan, pada rinitis alergi, antigen merangsang epitel respirasi hidung yang sensitif, dan merangsang produksi antibodi yaitu IgE. Sintesis IgE terjadi dalam jaringan limfoid dan dihasilkan oleh sel plasma. Interaksi antibodi IgE dan antigen ini terjadi pada sel mast dan menyebabkan pelepasan mediator farmakologi yang menimbulkan dilatasi vaskular, sekresi kelenjar dan kontraksi otot polos.(2)Efek sistemik, termasuk lelah, mengantuk, dan lesu, dapat muncul dari respon peradangan. Gejala-gejala ini sering menambah perburukan kualitas hidup.(6)Berdasarkan cara masuknya, allergen dibagi atas :(1)1. Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel, bulu binatang.2. Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan misalnya susu, telur, coklat, ikan, udang.3. Alergen injektan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa.4. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik, perhiasan.

Rhinitis alergi diawali oleh sensitisasi dan selanjutnya diikuti oleh reaksi alergi. Reaksi alergi terdapat 2 fase, yaitu Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) dan Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL). RAFC berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya, sedangkan RAFL berlangsung 2-4 jam setelah kontak dengan alergen, dengan puncak 6-8 jam (fase hiper-reaktifitas) setelah kontak dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam.Pada kontak pertama dengan alergen, makrofag dan monosit yang berperan sebagai sel penyaji (APC) akan menangkap alergen yang menempel pada mukosa hidung. Setelah itu sel penyaji akan melepaskan sitokin seperti interleukin 1 (IL 1) yang akan mengaktifkan sel T helper (Th 0) untuk berproliferasi menjadi Th 1 dan Th 2. Th 2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL 4 dan IL 13 yang akan diikat oleh reseptornya pada permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan memproduksi IgE. IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat di permukaan sel mastosit dan basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini aktif. Bila mukosa yang telah tersensitisasi terpapar alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) sel mastosit dan basofil. Akibatnya adalah lepasnya mediator-mediator kimia yang telah terbentuk, terutama histamine.Terlepasnya histamine inilah yang menyebabkan terjadi bersin-bersin dan rasa gatal akibat rangsangan histamine pada reseptor H-1 pada nervus vidianus, selain itu histamine juga menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet hipersekresi dan permeabilitas kapile meningkat sehingga terjadi rhinorea. Gejala hidung tersumbat diakibatkan adanya vasodilatasi sinusoid.Pada RAFL, sel mastosit juga melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan epitel target. Respon ini berlanjut hingga mencapai puncak 6-8 jam setelah kontak. Pada RAFL ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil, dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin (IL 3,IL 4, IL 5), granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor (GMCSF) dan ICAM 1 pada sekret hidung.

f. Manifestasi Rhinitis AlergiSerangan bersin-bersin, hidung tersumbat, keluar ingus encer, bening, banyak. Serangan terjadi terutama bila pada pagi/udara dingin, kontak dengan debu, atau alergen lain. Juga dapat disertai gatal pada hidung dan mata, serta terkadang lakrimasi.Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan sclera dan konjungtiva merah, daerah gelap pada periorbita, pembengkakan sedang hingga nyata dari konka nasalis yang berwarna pucat hingga keunguan, sekret hidung yang encer, bening, dan banyak.Pada anak-anak terdapat tanda-tanda yang khas:1. Allergic shiner: bayangan gelap di daerah bawah mata, karena stasis vena akibat obstruksi hidung.2. Allergic salute: anak tampak menggosok-gosok hidung dengan punggung tangan karena gatal3. Allergic crease: tampak garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah karena terlalu sering menggosok4. Allergic gape: mulut selalu terbuka agar bisa bernafas5. Facies adenoid: mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit tinggi, sehingga akan mengganggu pertumbuhan gigi geligi.6. Cobblestone appearance: dinding posterior faring tampang granuler dan edema7. Geographic tongue: lidah tampak seperti gambaran peta.8. Transverse nasal crease: lipatan transversal pada hidungTanda-tanda fisik yang sering ditemui juga meliputi perkembangan wajah yang abnormal, maloklusi gigi, edema konjungtiva, mata gatal dan kemerahan. Pemeriksaan rongga hidung dengan spekulum sering didapatkan sekret hidung jernih, membrane mukosa edema, basah dan kebiru-biruan (boggy and bluish). Manifestasi klinis rinitis alergik baru ditemukan pada anak berusia di atas 4-5 tahun dan insidensnya akan meningkat secara progresif dan akan mencapai 10-15% pada usia dewasa. Manifestasi gejala klinis rinitis alergik yang khas ditemukan pada orang dewasa dan dewasa muda.

g. Diagnosis & DB Rhinitis Alergi Diagnosis gangguan Rinitis Alergi yang diperberat atau berkaitan dengan alergi atau hipersensitif makanan dibuat bukan dengan tes alergi tetapi berdasarkan diagnosis klinis, yaitu anamnesa (mengetahui riwayat penyakit penderita) dan pemeriksaan yang cermat tentang riwayat keluarga, riwayat pemberian makanan, tanda dan gejala alergi makanan sejak bayi dan dengan chalenge tes atau eliminasi dan provokasi. Untuk memastikan makanan penyebab alergi dan hipersensitifitas makanan harus menggunakan Provokasi makanan secara buta (Double Blind Placebo Control Food Chalenge = DBPCFC). DBPCFC adalah gold standard atau baku emas untuk mencari penyebab secara pasti alergi makanan. Cara DBPCFC tersebut sangat rumit dan membutuhkan waktu, tidak praktis dan biaya yang tidak sedikit. Beberapa pusat layanan alergi anak melakukan modifikasi terhadap cara itu. Children Allergy Clinic Jakarta melakukan modifikasi dengan cara yang lebih sederhana, murah dan cukup efektif. Modifikasi DBPCFC tersebut dengan melakukan chalenge tes melalui Eliminasi Provokasi Makanan Terbuka Sederhana. Bila setelah dilakukan eliminasi beberapa penyebab alergi makanan selama 3 minggu didapatkan perbaikan dalam gangguan muntah tersebut, maka dapat dipastikan penyebabnya adalah alergi makanan. Pemeriksaan standar yang dipakai oleh para ahli alergi untuk mengetahui penyebab alergi adalah dengan tes kulit. Tes kulit ini bisa terdari tes gores, tes tusuk atau tes suntik. PEMERIKSAAN INI HANYA MEMASTIKAN ADANYA ALERGI ATAU TIDAK, BUKAN UNTUK MEMASTIKAN PENYEBAB ALERGI. Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas yang cukup baik, tetapi sayangnya spesifitasnya rendah. Sehingga seringkali terdapat false negatif, artinya hasil negatif belum tentu bukan penyebab alergi. Karena hal inilah maka sebaiknya tidak membolehkan makan makanan penyebab alergi hanya berdasarkan tes kulit ini. Dalam waktu terakhir ini sering dipakai alat diagnosis yang masih sangat kontroversial atau unproven diagnosis. Terdapat berbagai pemeriksaan dan tes untuk mengetahui penyebab alergi dengan akurasi yang sangat bervariasi. Secara ilmiah pemeriksaan ini masih tidak terbukti baik sebagai alat diagnosis. Pada umumnya pemeriksaan tersebut mempunyai spesifitas dan sensitifitas yang sangat rendah. Bahkan beberapa organisasi profesi alergi dunia tidak merekomendasikan penggunaan alat tersebut. Yang menjadi perhatian oraganisasi profesi tersebut bukan hanya karena masalah mahalnya harga alat diagnostik tersebut tetapi ternyata juga sering menyesatkan penderita alergi yang sering memperberat permasalahan alergi yang ada Namun pemeriksaan ini masih banyak dipakai oleh praktisi kesehatan atau dokter. Di bidang kedokteran pemeriksaan tersebut belum terbukti secara klinis sebagai alat diagnosis karena sensitifitas dan spesifitasnya tidak terlalu baik. Beberapa pemeriksaan diagnosis yang kontroversial tersebut adalah Applied Kinesiology, VEGA Testing (Electrodermal Test, BIORESONANSI), Hair Analysis Testing in Allergy, Auriculo-cardiac reflex, Provocation-Neutralisation Tests, Nampudripads Allergy Elimination Technique (NAET), Beware of anecdotal and unsubstantiated allergy tests.

Diagnosis rhinitis alergi ini ditegakan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada Anamnesis sangat penting dikarenakan serangan tidak terjadi di depan dokter saat diperiksa. Gejala Rhinitis Alergi yang paling khas ialah terjadinya serangan bersin yang berulang. Sebenarnya bersin merupakan suatu mekanisme normal tubuh manusia saat terkena pajanan debu atau iritan lain. Bersin ini merupakan salah satu tanda telah terjadinya suatu reaksi alergi baik tipe cepat maupun tipe lambat gejala tersebut akibat dari dilepaskannya histamin. Gejala lain yang biasanya dikeluhkan oleh pasien adalah keluar ingus (rhinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata yang keluar (lakrimasi).Diagnosis rinitis alergika berdasarkan pada keluhan penyakit, tanda fisik dan uji laboratorium. Keluhan pilek berulang atau menetap pada penderita dengan riwayat keluarga atopi atau bila ada keluhan tersebut tanpa adanya infeksi saluran nafas atas merupakan kunci penting dalam membuat diagnosis rinitis alergika. Pemeriksaan fisik meliputi gejala utama dan gejala minor. Uji laboratorium yang penting adalah pemeriksaan in vivo dengan uji kulit goresan, IgE total, IgE spesifik, dan pemeriksaan eosinofil pada hapusan mukosa hidung. Uji Provokasi nasal masih terbatas pada bidang penelitian.Riwayat atopi dalam keluarga merupakan faktor predisposisi rinitis alergik yang terpenting pada anak. Pada anak terdapat tanda karakteristik pada muka seperti allergic salute, allergic crease, Dennies line, allergic shiner dan allergic face seperti telah diuraikan di atas, namun demikian tidak satu pun yang patognomonik. Pemeriksaan THT dapat dilakukan dengan menggunakan rinoskopi kaku atau fleksibel, sekaligus juga dapat menyingkirkan kelainan seperti infeksi, polip nasal atau tumor. Pada rinitis alergik ditemukan tanda klasik yaitu mukosa edema dan pucat kebiruan dengan ingus encer. Tanda ini hanya ditemukan pada pasien yang sedang dalam serangan. Tanda lain yang mungkin ditemukan adalah otitis media serosa atau hipertrofi adenoid.Meskipun tes kulit dapat dilakukan pada semua anak tetapi tes kulit kurang bermakna pada anak berusia di bawah 3 tahun. Alergen penyebab yang sering adalah inhalan seperti tungau debu rumah, jamur, debu rumah, dan serpihan binatang piaraan, walaupun alergen makanan juga dapat sebagai penyebab terutama pada bayi. Susu sapi sering menjadi penyebab walaupun uji kulit sering hasilnya negatif. Uji provokasi hidung jarang dilakukan pada anak karena pemeriksaan ini tidak menyenangkan.Pemeriksaan sekret hidung dilakukan untuk mendapatkan sel eosinofil yang meningkat >3% kecuali pada saat infeksi sekunder maka sel neutrofil segmen akan lebih dominan. Gambaran sitologi sekret hidung yang memperlihatkan banyak sel basofil, eosinofil, juga terdapat pada rinitis eosinofilia nonalergik dan mastositosis hidung primer.Rinitis alergika harus dibedakan dengan :1. Rinitis vasomotorik2. Rinitis bakterial3. Rinitis virus

h. PF & PPPada pemeriksaan Fisik dilakukan rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai adanya sekret encer yang banyak. Apabila gejala sudah persisten mukosa inferior tampak hipertrofi. Gejala spesifik lain terutama pada anak adalah terdapat bayangan gelap di daerah bawah mata yang terjadi karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung gejala tersebut disebut dengan allergic shiner.Selain dari itu akan didapatkan allergic crease yaitu adanya garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga inferior akibat dari menggosok-gosokan punggung tangan ke hidung (allergic Salute).Dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone appearance) serta dinding lateral faring menebal. Lidah tampak seperti gambaran peta.

allergicshiner

allergic crease

cobblestone appearance

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain hitung eosinofil dalam apusan darah tepi, pemeriksaan IgE total, skin prick test. Skin test adalah suatu uji dengan menyuntikkan di bawah kulit atau menggoreskan beberapa jenis alergen pada kulit. Biasanya dilakukan pada kulitlengan bawahatau punggung (untuk anak-anak). Kemudian diperiksa apakah pasien memberikan respon positif terhadap alergen tertentu. Dari test itu, sekaligus bisa dipastikan macam alergen yang sensitif bagi pasien. Jika dokter menentukan bahwa Anda tidak dapat menjalani tes kulit, tes darah tertentu juga dapat membantu diagnosis. Tes ini mengukur tingkat zat tertentu yang terkait dengan alergi, yang disebut imunoglobulin E (IgE). Hitung darah lengkap (Complete Blood Count), khususnya jumlah eosinofil, juga dapat membantu mengungkapkan ada-tidaknya alergi.Pemeriksaan HistologikSecara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad) dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga pembesaran ruang interseluler dan penebalan membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa hidung.Gambaran yang demikian terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapaat terjadi terus menerus (persisten) sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang irreversible, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal.

i. Tatalaksana & Pencegahan Rhinitis AlergiMedikamentosa:Oral antihistamin Antihistamin diklasifikasikan dalam beberapa cara, termasuk penenang dan nonsedating, lebih baru dan lebih tua, dan pertama-dan antihistamin generasi kedua (paling banyak diterima klasifikasi). Antihistamin generasi pertama terutama atas meja dan termasuk dalam produk kombinasi banyak batuk, pilek, dan alergi. Ini termasuk brompheniramine, chlorpheniramine (Chlor-Trimeton), dan diphenhydramine (Benadryl), fexofenadine (Allegra), loratadine (Claritin) dan cetirizine (Zyrtec) sekarang tersedia over-the-counter (OTC) tanpa resep. Antihistamin generasi kedua termasuk desloratadine (Clarinex), dan dihidroklorida levocetirizine (XYZAL), yang memerlukan resep. Cetirizine (Zyrtec) Antihistamingenerasi kedua obat dengan efek samping yang lebih sedikit daripada generasi pertama obat. Selektif menghambat reseptor perifer histamin H1. Tersedia sebagai syr (5 mg / 5 mL) dan 5 atau 10-mg tab. Levocetirizine (Xyzal) Histamin H1-reseptor antagonis. Aktif enansiomer dari cetirizine. Puncak kadar plasma dicapai dalam waktu 1 jam, dan setengah-hidup adalah sekitar 8 jam. Tersedia sebagai tab 5 mg-(mencetak gol) pecah. Loratadin (Claritin) Antihistamin Nonsedating generasi kedua Sedikit efek samping dibandingkan dengan generasi pertama obat. Selektif menghambat reseptor perifer histamin H1. Tersedia sebagai tab, tab hancur (Reditab), syr (5 mg / 5 mL), atau dikombinasikan dengan pseudoefedrin dalam 12 atau 24-jam persiapan. Satu-satunya yang saat ini tersedia tanpa resep Desloratadine (Clarinex) Antihistamin nonsedating generasi kedua Sedikit efek samping dibandingkan dengan generasi pertama antihistamin. Selektif menghambat reseptor perifer histamin H1. Meredakan hidung tersumbat dan efek sistemik alergi musiman. Long-acting antagonis histamin trisiklik selektif untuk reseptor H1-. Mayor metabolit loratadin, yang, setelah konsumsi, secara luas dimetabolisme menjadi metabolit aktif 3-hydroxydesloratadine. Tersedia sebagai tab, syr (0,5 mg / mL), atau Reditabs PO disintegrasi (2,5 dan 5 mg). Fexofenadine (Allegra) Nonsedating generasi kedua obat dengan efek samping yang lebih sedikit daripada generasi pertama obat. Bersaing dengan histamin untuk reseptor H1 di saluran pencernaan, pembuluh darah, dan saluran pernafasan, mengurangi reaksi hipersensitivitas. Tersedia OTC di qd dan persiapan tender. Juga tersedia OTC dikombinasikan dengan pseudoefedrin.Intranasal antihistaminAgen ini merupakan alternatif untuk antihistamin oral untuk mengobati rhinitis alergi. Saat ini, azelastine dan olopatadine adalah agen hanya tersedia di Amerika Serikat. Azelastine (Astelin) Antihistamin yang efektif disampaikan melalui rute intranasal. Mekanisme ini mirip dengan antihistamin PO. Penyerapan sistemik terjadi dan dapat menyebabkan sedasi, sakit kepala, hidung dan pembakaran. Olopatadine intranasal (Patanase)Antihistamin intranasal diindikasikan untuk rhinitis alergi musiman. Tersedia sebagai solusi intranasal 6% (665 mcg memberikan / spray).Kortikosteroid intranasalKortikosteroid intranasal (misalnya beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason, mometason, dan triamsinolon) dapat mengurangi hiperreaktivitas dan inflamasi nasal. Obat ini merupakan terapi medikamentosa yang paling efektif bagi rinitis alergik dan efektif terhadap kongesti hidung. Efeknya akan terlihat setelah 6-12 jam, dan efek maksimal terlihat setelah beberapa hari.Kortikosteroid topikal hidung pada anak masih banyak dipertentangkan karena efek sistemik pemakaian lama dan efek lokal obat ini. Namun belum ada laporan tentang efek samping setelah pemberian kortikosteroid topikal hidung jangka panjang. Dosis steroid topikal hidung dapat diberikan dengan dosis setengah dewasa dan dianjurkan sekali sehari pada waktu pagi hari. Obat ini diberikan pada kasus rinitis alergik dengan keluhan hidung tersumbat yang menonjol.Kortikosteroid oral/IMKortikosteroid oral/IM (misalnya deksametason, hidrokortison, metilprednisolon, prednisolon, prednison, triamsinolon, dan betametason) poten untuk mengurangi inflamasi dan hiperreaktivitas nasal. Pemberian jangka pendek mungkin diperlukan. Jika memungkinkan, kortikosteroid intranasal digunakan untuk menggantikan pemakaian kortikosteroid oral/IM. Efek samping lokal obat ini cukup ringan, dan efek samping sistemik mempunyai batas yang luas. Pemberian kortikosteroid sistemik tidak dianjurkan untuk rinitis alergik pada anak. Pada anak kecil perlu dipertimbangkan pemakaian kombinasi obat intranasal dan inhalasi.Kromon lokal (local chromones)Kromon lokal (local chromones), seperti kromoglikat dan nedokromil, mekanisme kerjanya belum banyak diketahui. Kromon intraokular sangat efektif, sedangkan kromon intranasal kurang efektif dan masa kerjanya singkat. Efek samping lokal obat ini ringan dan tingkat keamanannya baik.Obat semprot hidung natrium kromoglikat sebagai stabilisator sel mast dapat diberikan pada anak yang kooperatif. Obat ini biasanya diberikan 4 kali sehari dan sampai saat ini tidak dijumpai efek samping.Dekongestan oralDekongestan oral seperti efedrin, fenilefrin, dan pseudoefedrin, merupakan obat simpatomimetik yang dapat mengurangi gejala kongesti hidung. Penggunaan obat ini pada pasien dengan penyakit jantung harus berhati-hati. Efek samping obat ini antara lain hipertensi, berdebar-debar, gelisah, agitasi, tremor, insomnia, sakit kepala, kekeringan membran mukosa, retensi urin, dan eksaserbasi glaukoma atau tirotoksikosis. Dekongestan oral dapat diberikan dengan perhatian terhadap efek sentral. Pada kombinasi dengan antihistamin-H1 oral efektifitasnya dapat meningkat, namun efek samping juga bertambah.Dekongestan intranasalDekongestan intranasal (misalnya epinefrin, naftazolin, oksimetazolin, dan xilometazolin) juga merupakan obat simpatomimetik yang dapat mengurangi gejala kongesti hidung. Obat ini bekerja lebih cepat dan efektif daripada dekongestan oral. Penggunaannya harus dibatasi kurang dari 10 hari untuk mencegah terjadinya rinitis medikamentosa. Efek sampingnya sama seperti sediaan oral tetapi lebih ringan. Pemberian vasokonstriktor topikal tidak dianjurkan untuk rinitis alergik pada anak di bawah usia l tahun karena batas antara dosis terapi dengan dosis toksis yang sempit. Pada dosis toksik akan terjadi gangguan kardiovaskular dan sistem saraf pusat.Antikolinergik intranasalAntikolinergik intranasal (misalnya ipratropium) dapat menghilangkan gejala beringus (rhinorrhea) baik pada pasien alergik maupun non alergik. Efek samping lokalnya ringan dan tidak terdapat efek antikolinergik sistemik. Ipratropium bromida diberikan untuk rinitis alergik pada anak dengan keluhan hidung beringus yang menonjol.Antagonis leukotrienAntagonis leukotrien menurunkan inflamasi dan gejala rhinitis alergi dengan mencegah kerja leukotriena, jenis senyawa kimia yang dilepaskan beberapa menit setelah paparan terhadap alergen.Pemodifikasi leukotriena adapat menyebabkan muntah, diare, dan sakit kepala.Wanita hamil dan menyusui hanya dapat menggunakan obat ini dalam pengawasan dokter.Obat: Montelukast, zafirlukast.Jika anda mengalami gejala rhinitis alergi dan tidak dapat berkurang lebih dari 3 hari, konsultasikanlah keluhan anda ke dokter umum atau dokter spesialis Alergi-Immunologi Klinik (Sp.PD-KAI).Pencegahan Batasi paparan terhadap alergen. Kontrol debu dan tungau debu di dalam rumah. Gunakan pendingin ruangan (AC) atau pembersih udara dengan saringan partikulat udara efisiensi tinggi (HEPA filter). Hindari karpet, furniture dengan kain pelapis, dan tirai berat yang dapat mengumpulkan debu. Pindahkan pengumpul debu dari dalam kamar seperti mainan, gantungan dinding, buku, perhiasan kecil, dan bunga palsu. Sapu dan vacuum satu atau dua kali seminggu untuk membuang alergen yang terakumulasi. Cuci peralatan tidur, seperti sarung bantal dan sprei pada air hangat (54,4 C) setiap 2 minggu. Tutupi sprei, kasur, dan bantal dengan selubung tahan alergen yang dicuci secara teratur. Simpan hewan peliharaan di luar rumah. Hindari merokok. Bila mengetahui alergi terhadap obat tertentu, beritahukan kepada keluarga terdekat, dokter dan apoteker di mana anda membeli obat.

j. Komplikasi Rhinitis Alergi Sinusitis kronis (tersering) Poliposis nasal Sinusitis dengan trias asma (asma, sinusitis dengan poliposis nasal dan sensitive terhadap aspirin) Asma Obstruksi tuba Eustachian dan efusi telingah bagian tengah Hipertyopi tonsil dan adenoid Gangguan kognitif

4. FARMAKOTERAPI RAa. AntihistaminAntihistamin terdapat dua golongan yakni penghambat resptor H1 dan penghambat reseptor H2. Antihistamin yang dapat mengobati edema, eritema, dan pruritus tetapi tidak dapat melawan efek hipereksresi lambung akibat histamin digolongkan sebagai antihistamin penghambat reseptor H1. Mekanisme kerja obat golongan ini adalah berikatan dengan reseptor H1 tanpa mengaktivasinya sehingga mencegah ikatan dan aksi histamine. AH1 seperti diphenhydramine, hydroxyzin, menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos. Dengan kata lain, AH1 mampu menghambat bronkokonstriksi akibat histamin begitupun dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan edema dapat dihambat.Antihistamin yang sering digunakan adalah antihistamin oral. Antihistamin oral dibagi menjadi dua yaitu generasi pertama (nonselektif) dikenal juga sebagai antihistamin sedatif serta generasi kedua (selektif) dikenal juga sebagai antihistamin nonsedatif. Efek sedative antihistamin sangat cocok digunakan untuk pasien yang mengalami gangguan tidur karena rhinitis alergi yang dideritanya. Tetapi efek ini mengganggu bagi pasien yang memerlukan kewaspadaan tinggi. AH1 dapat merangsang maupun menghambat SSP. Efek perangsangan yang kadang-kadang terlihat dengan dosis AH1 ialah insomia, gelisah, dan eksitasi. Efek perangsangan ini juga dapat terjadi pada keracunan AH1. Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan penghambatan SSP dengean gejala misalnya kantuk, berkurang kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat.

Secara klinis antihistamin generasi pertama sangat efektif menghilangkan rinore karena mempunyai efek antikolinergik. Efek ini terjadi karena kapasitas ikatan obat terhadap reseptor yang tidak selektif sehingga obat terikat juga pada resptor kolinergik. Kekurangan lain dari antihistamin adalah ketidakstabilan ikatannya pada reseptor sehingga daya kerjanya pendek.1 Penggunaan obat ini perlu diperhatikan untuk pasien yang mengalami kenaikan tekanan intraokuler, hipertiroidisme, dan penyakit kardiovaskular.

Antihistamin sangat efektif bila digunakan 1 sampai 2 jam sebelum terpapar allergen. AH1 berguna untuk mengobati alergi tipe eksudatif akut misalnya pada polinosis dan urtikaria. AH1 bersifat palitif, sehingga tidak berpengaruh terhadap intensitas reaksi antigen antibodi. AH1 dapat menghilangkan bersin, rinore pada gatal mata hidung dan tenggorokan pada pasien seasonal hay fever. AH1 tidak efektif untuk rinitis vasomotor. Manfaat AH1 untuk mengobati batuk anak dengan asma diragukan karena AH1 mengentalkan sekresi bronkus sehingga menyulitkan ekspektorasi. 2Pada dosis terapi AH1 menimbulkan efek samping walaupun jarang bersifat serius. Terdapat variasi pada tiap individu. Efek yang paling sering adalah sedasi. Efek samping yang berhubungan dengan efek sentral AH1 ialah vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, gelisah dan lainnya. Efek antikolinergik seperi mulut kering, papitasi, hipotensi juga dapat terjadi. Efek sentral AH1 berbahaya bagi anak kecil karena dapat menimbulkan halusinasi, ataksia, inkoordinasi dan kejang. Pada orang dewasa keracunan ditandai dengan depresi pada permulaan akhirnya depresi SSP lebih lanjut.

Antihistamin generasi keduaSering disebut sebagai antihistamin nonsedatif. Mereka bersaing dengan histamin untuk reseptor histamin tipe 1 (H1) pada dalam pembuluh darah, saluran pencernaan, dan saluran pernafasan, yang, pada gilirannya, menghambat efek fisiologis yang pada normalnya diinduksi histamin pada reseptor H1. Beberapa tidak memunculkan hasil klinis berupa sedasi yang signifikan pada dosis biasa, sementara yang lain memiliki tingkat sedasi yang rendah.3 Semua antihistamin efektif dalam mengendalikan gejala rinitis alergi (yaitu, bersin, rhinorrhea, gatal-gatal) tetapi tidak secara signifikan menghilangkan kongesti nasal. Untuk alasan ini, beberapa antihistamin generasi kedua ini tersedia sebagai persiapan sebuah kombinasi yang mengandung dekongestan. Mereka sering lebih disukai untuk terapi lini pertama rinitis alergi, terutama untuk gejala musiman atau episodic, karena keberhasilan yang bagus serta profil keamanan.3 Kelebihan lain antihistamin generasi dua ini adalah mempunyai masa kerja yang panjang sehingga penggunaannya lebih praktis karena cukup diberikan sekali sehari. Antihistamin baru tersebut adalah: astemizol, loratadin, setrizin, ternefadin. Beberapa antihistamin baru kemudian dilaporkan menyebakan gangguan jantung pada pemakaian jangka panjang (astemizol, ternefadin) sehingga dibeberapa negara obat ini tidak lagi digunakan. Antihistamin yang unggul adalah yang bekerja cepat dengan waktu kerja yang panjang, tidak memeiliki efek sedatif dan tidak toksik terhadap jantung.1Azelastine Topical dan olopatadine adalah semprotan hidung antihistamin yang efektif mengurangi bersin, gatal, dan rhinorrhea tetapi juga secara efektif mengurangi congestion. Digunakan dua kali per hari, terutama bila dikombinasikan dengan topikal kortikosteroid nasal, azelastine efektif dalam mengelola alergi dan nonallergic rhinitis.3

b. Dekongestan NasalAlpha agonis banyak digunakan sebagai dekongestan nasal pada pasien rinitis alergi atau rinitis vasomotor dan pada pasien infeksi saluran pernafasan atas dengan rinitis akut. Obat-obat ini menyebabkan venokonstriksi dalam mukosa hidung melalui reseptor alpha 1 sehingga mengurangi volume mukosa dan dengan demikian mengurangi penyumbatan hidung. 1,2 Reseptor alpha dua terdapat pada arteriol yang membawa suplai maknan bagi mukosa hidung. Vasokonstriksinya dapat menyebabkan kerusakan struktural pada mukosa tersebut. Alpha 1 agonis yang lebih selektif menurunkan kemungkinan kerusakan mukosa.2Dalam praktek, dekongestan dapat digunakan secara sistemik (oral), yakni efedrin, fenil propanolamin dan pseudo-efedrin atau secara topikal dalam betuk tetes hidung maupun semprot hidung yakni fenileprin, efedrin dan semua derivat imidazolin. Dekongestan topikal terutama berguna untuk rinitis akut karena tempat kerjanya yang lebih selektif. Penggunaan dekongestan jenis ini hanya sedikit atau sama sekali tidak diabsorbsi secara sistemik.4 Penggunaan secara topikal lebih cepat dalam mengatasi buntu hidung dibandingkan dengan penggunaan sistemik. Obat ini sering digunakan berlebihan oleh pasien sehingga menyebabkan rebound congestion (hidung kembali tersumbat dengan lebih berat). Selain itu efek samping yang dapat ditimbulkan topical dekongestan antara lain rasa terbakar, bersin, dan kering pada mukosa hidung. Untuk itu penggunaan obat ini memerlukan konseling bagi pasien. Penggunaan dekongestan topikal dilakukan pada pagi dan menjelang tidur malam, dan tidak boleh lebih dari 2 kali dalam 24 jam. Dekongestan topikal yang berupa tetes hidung digunakan dengan cara meneteskan obat ini ke dalam hidung secara hati-hati. Perhatikan bahwa tetesan obat harus tepat pada lubang hidung, jumlah tetesan tepat dan tidak mengalir keluar atau tertelan. Pemakaian obat tetes hidung ini jangan melebihi dosis yang dianjurkan.Sistemik dekongestan onsetnya tidak secepat dekongestan topical. Namun durasinya biasanya bisa lebih panjang. Agen yang biasa digunakan adalah pseudoefedrin. Pseudoefedrin dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat walaupun digunakan pada dosis terapinya.4 Pemberian dekongestan oral tidak dianjurkan untuk jangka panjang, terutama karena memepunyai efek samping stimulan SSP sehingga menyebabkan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Obat ini tidak boleh diberikan kepada penderita hipertensi, penyakit jantung, koroner, hipertiroid, dan hipertropi prostat. Dekongestan oral pada umumnya terdapat dalam bentuk kombinasi dengan antihistamin antau dengan obat lain seperti antipiretik dan antitusif yang dijual sebagai obat bebas.1

c. Interaksi Antihistamin dan Dekongestan Nasal

5. ANATOMI PERNAFASAN MENURUT PERSPEKTIF ISLAMAdab bersin dan menguap dalam Islam:BersinHadits riwayat Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:Jika salah seorang dari kalian bersin, hendaklah ia mengucapkan Alhamdulillah (Segala puji bagi ALLOH) dan saudaranya atau orang yang bersamanya mengatakan kepadanya Yarhamukallah (Semoga ALLOH memberikan rahmat-Nya kepadamu). Jika salah seorang mengucapkan Yarhamukallah, maka orang yang bersin tersebut hendaklah menjawab Yahdiikumullah wayushlih baalakum (Semoga ALLOH SWT memberikanmu petunjuk dan memperbaiki keadaanmu).1. Karena bersin merupakan nikmat, maka kita dianjurkan mengucapkan Alhamdulillah setelahnya.2. Jika salah satu dari kita ada yang bersin dan mengucapkan Alhamdulillah maka ia berhak mendapatkan jawaban Yarhamukallah.3. Dan orang yang bersin hendaklah balik mendoakan dengan ucapan Yahdi kumullah wayushlih lakum balakum.4. Hendaklah menjauh dari keramaian, karena bersin dapat menyebarkan penyakit lewat butir-butir air yang terinfeksi yang diameternya antara 0,5 hingga 5 m. Sekitar 40.000 butir air seperti itu dapat dihasilkan dalam satu kali bersin.5. Menutup Mulut anda, baik dengan tissue, sapu tangan, maupun dengan telapak anda sendiri, alasannya sama dengan point 4.

Etika Ketika Menguap Menurut Islam

Islam sudah mengatur khidupan manusia sampai kepada hal-hal yang sanat sepele sekalipun. Termasuk masalah menguap. Lalu bagaimana pandangan syariat tatkala menguap datang menghampiri seseorang?

Menutup Mulut dengan Tangan

Karena menguap merupakan sesuatu yang dibenci syariat, syaithan pun menyukainya. Terbukanya mulut karena sesuatu yang dibenci syariat ini adalah jalan masuk yang lapang bagi syaithan untuk mengganggu manusia. Syaithan bisa masuk ke tubuh manusia melewatinya. Oleh sebab itulah syariat memerintahkan kita untuk menutup mulut tatkala menguap.Hal ini sebagaimana telah disebutkan oleh Abu Said Al-Khudri radhiyallahu anhu, dari Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bahwa beliau bersabda yang artinya,Apabila salah seorang dari kalian menguap maka hendaknya ia meletakkan tangannya di mulutnya karena syaithan akan memasukinya. (HR. Al-Bukhari dalam Adabul Mufrad, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Al-Adabul Mufrad)Syaithan tidak hanya menunggu-nunggu kesempatan untuk masuk ke dalam tubuh manusia tatkala menguap. Bahkan, menguap itu sendiri timbul dari sebab perbuatan syaithan. Ibnu Abbas radhiyallahu anhu menjelaskan,Sesungguhnya menguap dari syaithan. (Diriwayatkan dalam Adabul Mufrad, shahih)

Menahan Diri dari Menguap

Rasulullah shallallahu alaihi wassalam telah memerintahkan kita untuk menahan diri dari menguap sebagaimana yang disebutkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wassalam bersabda :Menguap berasal dari syaithan. Apabila salah seorang dari kalian menguap, hendaknya ia melawan semampunya. Jika dia sampai berucap hah (tatkala menguap) maka syaithan akan tertawa karenanya. (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Adab Al-Mufrad)

Rahajoe, et all. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta. IDAISherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia. Jakarta. EGCGuyton, Arthur C, John E. Hall. Textbook of Medical Physiology. Ed. Ke-10. USA: WB. Saunders Company, 2001: 432-9.http://www.ilc.insancendekia.org/04-2010/601/rhinitis-alergi/http://www.farmamedia.net/2012/07/rhinitis-alergi.htmlhttp://www.dokterdesa.com/2012/10/rhinitis-alergi.htmlhttp://www.dokterirga.com/rinitis-alergi/http://childrenallergyclinic.wordpress.com/2009/05/17/rinitis-alergika/http://allergyclinic.wordpress.com/2012/10/28/daftar-lengkap-obat-untuk-terapi-alergi-hidung-atau-rinitis-alergi/http://apotik.medicastore.com/artikel-obat/dekongestan--preparat-nasal

LUSY NOVITASARI1102011144RHINITIS ALERGIPage 37