patofis tambahan jurnal kejang demam
DESCRIPTION
kedokteranTRANSCRIPT
Patofisiologi Kejang Demam
Patofisiologi kejang demam sampai saat ini belum jelas betul. Diduga bahwa penyebab
kejang demam adalah respon otak imatur terhadap suatu peningkatan suhu yang cepat. Saat ini
terdapat kecenderungan penyebab kejang berhubungan dengan puncak suhu. Hipertermia
mengerangi mekanisme yang menghambat aksi potensial dan meningkatkan transmisi sinaps
eksitatorik.
Penelititan genetik dari suatu kejang demam mengidentifikasi febrile seizures
susceptibility gene pada 2 lokus yaitu FEB1 (kromosom 8q13 – q21) dan FEB2 (kromosom
19p13.3), bersifat otosomal dominan dengan penetrasi tidak lengkap. Hal ini yang menerangkan
mengapa kejang demam lebih sering terjadi dalam satu keluarga. Mutasi genetik dari channel ion
natrium dan GAMA reseptor merupakan gangguan genetik yang mendasari terjadinya kejang
demam.
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi
yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah
glukosa. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2 dan air.
Sel otak dikelilingi oleh suatu membran yang dalam keadaan normal membran sel neuron
dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+)
dan elektrolit lainnya kecuali ion Klorida (Cl+). Akibatnya di dalam sel neuron, konsentrasi ion
kalium tinggi dan konsentrasi ion natrium rendah, sedangkan diluar sel neuron terjadi hal yang
sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat
perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan
enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh adanya :
- Perubahan konsentrasi ion di ekstraselular
- Rangsangan yang datang secara mendapat misalnya secara mekanis, kimiawi maupun
aliran listrik dari sekitarnya.
- Perubahan patofisiologi membran karena penyakit atau keturunan
Sebuah potensial aksi akan terjadi akibat adanya perubahan potensial membran sel yang
didahului dengan stimulus sel neuron. Saat depolarisasi channel ion Natrium terbuka dan channel
ion Kalium tertutup. Hal ini menyebabkan influks dari ion natrium sehingga menyebabkan
potensial membran sel lebih positif, sehingga terbentuklah suatu potensial aksi. Sebaliknya untuk
membuat keadaan sel neuron repolarisasi channel ion kalium harus terbuka dan channel ion
natrium harus tertutup agar dapat terjadi efluks ion kalium sehingga mengembalikan potensial
membran lebih negatif atau menjadi potensial membran istirahat.
Renjatan listrik akan diteruskan sepanjang sel neuron, dan diantara 2 sel neuron terdapat
celah yang disebut sinaps yang menghubungkan akson neuron pre-sinaps dan dendrit neuron
post-sinaps. Untuk menghantarkan arus listrik pada sinaps ini dibutuhkan peran dari suatu
neurotransmiter.
Ada 2 tipe neurotransmiter, yaitu :
- Eksitatorik, merupakan neurotransmiter yang membuat potensial membran lebih positif
dan mengeksitasi neuron post sinaps.
- Inhibitorik, merupakan neurotransmiter yang membuat potensial membran lebih negatif
sehingga menghambat transmisis sebuah impuls. Contoh : GABA (Gamma Aminobutyric
Acid). Dalam medis sering digunakan untuk pengobatan epilepsi dan hipertensi.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang
atau jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian
bergantung kepada lokasi lepas muatan yang berlebihan epileptogenik, sedangkan lesi di
serebelum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang. Di tingkat membran sel, fokus
kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi termasuk yang berikut :
- Instabilisasi membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan
- Neuron – neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan
apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan.
- Kelainan polarisasi (polarisasi berlebih , hipopolarisasi atau selang waktu dalam
repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi GABA
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Jadi kenaikan suhu tubuh tertentu dapat
mengakibatkan perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat
terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, sehingga terjadi
lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini, dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah
kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya
ambang kejang seseorang anak dapat mengalami kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak
yang ambang kejangnya rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak yang
dengan ambang kejangnya tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih.
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama (> 15 menit) biasanya
disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skeletal
yang mengakibatkan hipoksemia, hiperkaneu, dan asidosis laktat. Hipotensi arterial disertai
dengan aritmia jangtung dan kenaikan suhu tubuh disebabkan meningkatnya aktivitas berakibat
meningkatnya metabolisme otak.
Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab terjadinya kerusakan neuron otak
pada kejang yang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga berakibat meningkatnya permeabilitas vaskular dan udem otak serta kerusakan
sel neuron. Kerusakan anatomi dan fisiologi yang bersifat menetap bisa terjadi di daerah lobus
temporalis setelah ada serangan kejang yang berlangsung lama. Hal ini diduga kuat sebagai
faktor yang bertanggung jawab terhadap terjadinya epilepsi.
(Hasan dan Alatas, 2009: 847 dan Ngastiyah, 1997: 229)
Mineral Mikro
1. Besi
Fungsi
Besi berperan dalam proses respirasi sel,yaitu sebagai kofaktor bagi enzim – enzim yang
terlibat didalam reaksi oksidasi reduksi.
Metabolisme energy ,didalam tiap sel besi bekerja sama dengan rantai protein
pengangkut electron, yang berperan dalam langkah – langkah akhir metabolism energy.
Sebanyak lebih dari 80 % besi yang ada dalam tubuh berada dalam hemoglobin.
Besi berperan dalam proses pembentukan oligodendrosit dan sel schwan, dimana
oligodendrosit berfungsi sebagai pembentuk selubung nyelin di system saraf pusat dan
sel schwan adalah pembentuk dari selubung myelin di system saraf perifer.
Metabolisme
Absorpsi besi
Absorpsi terutama terjadi di bagian atas usus halus (duodenum) dengan bantuan alat
angkut protein khusus. Ada dua jenis alat angkut protein di dalam sel mukosa usus halus yang
membantu penyerapan besi yaitu transferin dan feritin. Transferin, protein yang disintesis di
dalam hati, terdapat dalam dua bentuk. Transferin mukosa mengangkut besi dari saluran cerna ke
dalam sel mukosa dan memindahkannya ke transferin reseptor yang ada di dalam sel mukosa.
Transferin mukosa kemudian kembali ke rongga saluran cerna untuk mengikat besi lain,
sedangkan transferin reseptor mengangkut besi melalui darah ke semua jaringan tubuh. Dua ion
feri diikatkan pada transferin untuk dibawa ke jaringan-jaringan tubuh. Banyaknya reseptor
transferin yang terdapat pada membrane sel bergantung pada kebutuhan tiap sel.
2. Seng (Zn)
Fungsi
Sebagai bagian dari enzim atau sebagai kofaktor pada kegiatan lebih dari 200 enzim.
Termasuk didalamnya adalah sebagai co-enzim dari enzim yang berperan dalam
metabolism glukosa contohmya: triphospat isomerase, phospoglycertae kinase, enolase,
dan pyruvate kinase.
Berperan dalam berbagai aspek metabolisme seperti reaksi yang berkaitan dengan
sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida, dan asam nukleat.
Berperan dalam pemeliharaan keseimbangan asam basa.
Sebagai bagian integral enzim DNA polymerase dan RNA polymerase yang diperlukan
dalam sintesis DNA dan RNA.
Berperan dalam pembentukan kulit, metabolisme jaringan ikat dan penyembuhan luka.
Berperan dalam pengembangan fungsi reproduksi laki-laki dan pembentukan sperma.
Berperan dalam kekebalan yaitu, dalam sel T dan pembentukan antibody oleh sel B.
Absorpsi dan metabolism
Absorpsi membutuhkan alat angkut dan terjadi di bagian atas usus halus (duodenum). Seng
diangkut oleh albumin dan transferin masuk ke aliran darah dan dibawa ke hati. Kelebihan seng
disimpan di dalam hati dalam bentuk metalotionein. Lainnya dibawa ke pancreas dan jaringan
tubuh lain. Di dalam pancreas seng digunakan untuk membuat enzim pencernaan, yang pada
waktu makan dikeluarkan ke dalam saluran cerna. Dengan demikian saluran cerna menerima
seng dari dua sumber, yaitu dari dari makanan dan dari cairan pencerna dan kembali ke pancreas
dinamakan sirkulasi enteropankreatik.
Absorpsi seng diatur oleh metalotionein yang disintesis di dalam sel dinding saluran cerna. Bila
konsumsi seng tinggi, di dalam sel dinding saluran cerna sebagian di ubah menjadi metalotionein
sebagai simpanan, sehingga absorpsi berkurang. Seperti halnya dengan besi, bentuk simpanan ini
akan dibuang bersama sel-sel dinding usus halus yang umurny 2-5 hari. Metalotionein di dalam
hati mengikat seng hingga dibutuhkan oleh tubuh. Metalotionein diduga mempunyai peranan
dalam mengatur kandungan seng di dalam cairan intraselular.
3. Tembaga
Fungsi
Komponen enzim
Membantu Pembentukan sel darah merah
Membantu Pembentukan tulang
Absorpsi dan metabolism tembaga
Absorpsi sedikit terjadi di dalam lambung dan sebagian besar di bagian atas usus halus secara
aktif dan pasif. Absorpsi terjadi dengan alat angkut protein pengikat tembaga metalotionein yang
juga berfungsi dalam absorpsi seng dan cadmium. Jumlah tembaga yang diabsorpsi diduga
dipengaruhi oleh banyaknya metalotionein di dalam sel mukosa usus halus. Transpor tembaga ke
hati terutama menggunakan alat angkut albumin dan transkuprein. Penyimpanan sementara
tembaga adalah dalam bentuk kompleks albumin-tembaga. Simpanan dalam hati berupa
metalotionein atau seruloplasmin. Tembaga diangkut ke seluruh tubuh oleh seruloplasmin dan
transkuprein. Tembaga juga dikeluarkan dari hati sebagai bagian dari empedu. Di dalam saluran
cerna, tembaga dapat diabsorpsi kembali atau dikeluarkan dari tubuh bergantung kebutuhan
tubuh. Pengeluaran melalui empedu meningkat bila terdapat kelebihan tembaga dalam tubuh.
Sedikit tembaga dikeluarkan melalui urin, keringat dan darah haid. Tembaga dapat diabsorpsi
kembali oleh ginjal bila tubuh membutuhkan. Tembaga yang tidak diabsorpsi dikeluarkan melaui
feses.