pasir laut

98
ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P. SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Upload: irfangopan

Post on 24-Dec-2015

95 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

Pasir laut

TRANSCRIPT

Page 1: Pasir laut

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT

TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG

DJUMADI PARLUHUTAN P.

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2007

Page 2: Pasir laut

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Analisis Dampak Penambangan

Pasir Laut Terhadap Perikanan Rajungan Di Kecamatan Tirtayasa Kabupaten

Serang” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun

kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

tesis ini.

Bogor, A p r i l 2007

Djumadi Parluhutan P.

C551030274

Page 3: Pasir laut

ABSTRAK DJUMADI PARLUHUTAN P. Analisis Dampak Penambangan Pasir Laut Terhadap Perikanan Rajungan di Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang. Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI dan RONNY IRAWAN WAHYU.

Pemerintah Daerah Kabupaten Serang telah memberikan perijinan penambangan pasir laut kepada PT. Jet Star yang telah melakukan penambangan pasir laut di Kecamatan Tirtayasa sejak September tahun 2003 sampai dengan tahun 2005. Penambangan pasir laut telah berdampak pada perikanan tangkap khususnya rajungan. Rajungan (Portunus pelagicus) termasuk krustasea demersal dengan habitat pasir.

Penelitian ini bertujuan menganilisis dampak penambangan pasir laut terhadap perikanan rajungan. Uji T digunakan untuk membandingkan produksi rajungan sebelum dan setelah adanya penambangan pasir laut. Analisis regresi digunakan untuk mengetahui hubungan antara produksi pasir laut dengan produksi rajungan. Aspek ekonomi dinilai dengan valuasi ekonomi melalui metode perubahan surplus produsen.

Hasil penelitian menunjukan bahwa produksi rajungan menurun secara signifikan setelah adanya penambangan pasir laut. Lebar karapas dan bobot tubuh juga menurun setelah adanya penambangan pasir laut. Analisis regresi menunjukan bahwa setiap kenaikan produksi pasir laut akan menurunkan produksi rajungan. Terdapat perubahan surplus produsen sebesar Rp.10.046.625.000,- setiap tahun. Penambangan pasir laut juga telah berdampak terhadap pola penangkapan nelayan rajungan. Pemerintah Daerah Kabupaten Serang perlu membuat peraturan daerah mengenai penambangan pasir laut secara khusus yang didasarkan peraturan daerah tentang tata ruang laut dan pesisir. Pemerintah daerah juga perlu membuat suatu program dan penelitian untuk meminimalkan dampak negatif penambangan pasir laut. Kata kunci : penambangan pasir laut, rajungan, Kabupaten Serang.

Page 4: Pasir laut

ABSTRACT

DJUMADI PARLUHUTAN P. Impact Analysis of Sand Mining on The Swimming Crab Fishery in Tirtayasa, Serang Regency. Under direction of AKHMAD FAUZI and RONNY IRAWAN WAHYU.

The government of Serang District has given the policy to sand mining on coastal fisheries and PT Jetstar has exploited sand on coastal fisheries in Tirtayasa since September 2003 up to 2005. Sand mining has influenced on coastal fisheries especially to the swimming crab (Portunus pelagicus). Swimming crab is a demersal crustacea with habitat muddy sand.

The objective of the research is to analyze the impact of sand mining on the swimming crab fishery. T test analysis was used to compare the production of swimming crabs before and after sand mining. Regression analysis was use to analyze correlation between sand mining production and swimming crabs production. Economic valuation was obtained by using surplus producer method.

The result of this research show that the swimming crabs production has decrease and there is significantly after sand mining activity. Carapace Wide (CW) and Body Weight (BW) has decreased after sand mining. The result of regression analysis shows that increasing the production of sand mining has an impact towards decreasing of swimming crab production. There is decreasing of surplus producers Rp. 10.046.625.000, - for a year. The sand mining has influenced to the pattern of fishing for the crab fishers activities.

In the future, the government needs to establish the regulation of marine and coastal zone, special regulation sand mining on coastal, sustainable fisheries program and research to minimize negative impact of sand mining activities.

Key words : sand mining, swimming crab, Serang Regency

Page 5: Pasir laut

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor Tahun 2007

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

Page 6: Pasir laut

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN

DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG

DJUMADI PARLUHUTAN P.

Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2007

Page 7: Pasir laut

LEMBAR PENGESAHAN Judul Tesis : Analisis Dampak Penambangan Pasir Laut Terhadap

Perikanan Rajungan di Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang

Nama : Djumadi Parluhutan P. NRP : C 551030274 Program Studi : Teknologi Kelautan

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc. Ir. Ronny I. Wahyu, M. Phil. Ketua Anggota

Diketahui,

Program Studi Teknologi Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ketua Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 19 April 2007 Tanggal Lulus :

Page 8: Pasir laut

PRAKATA

Syukur kepada Tuhan atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat

menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul Dampak Penambangan Pasir Laut

Terhadap Perikanan Rajungan di Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang. Tesis

ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan dan memperoleh

gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Kelautan, Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Dengan penuh rasa hormat dan tulus penulis mengucapkan terimakasih

kepada bapak Dr.Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc. dan Ir. Ronny I. Wahyu, M.Phil.

selaku dosen pembimbing yang telah mencurahkan waktu dan pikiran serta

memberikan saran, bimbingan dan petunjuk yang sangat berarti. Ucapan

terimakasih juga kami sampaikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Serang,

Dinas Perikanan dan Kelautan yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk

mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. Ucapan terimakasih juga

kami sampaikan kepada semua pihak di jajaran Pemerintah Daerah Kabupaten

Serang dan rekan - rekan TKL yang telah membantu penulis dalam penelitian,

penulisan tesis dan penyelesaian studi. Terimakasih juga kami sampaikan kepada

orangtua, mertua, dan keluarga serta istri dan putri tercinta atas dukungan dan doa

untuk penulis.

Penulis mengharapkan saran dan kritik demi penyempurnaan penelitian

penulis.

Bogor, April 2007

Penulis

Page 9: Pasir laut

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 23 Januari 1970 sebagai

putra ketujuh dari delapan bersaudara pasangan Bapak S.T. Pandjaitan dan

Ibu T. Simandjuntak (Alm.) Pendidikan penulis dari SD hingga SMU ditempuh di

Kota Bandung.

Penulis lulus SMA tahun 1988 dan pada tahun 1990 penulis diterima di

Program Studi Pengolahan Hasil Perikanan, Universitas Brawijaya Malang dan

selesai pada tahun 1996. Pada tahun 1996 penulis bekerja sebagai Supervisor di

CP Bahari, Lampung dan tahun 1998 menjadi PNS pada Departemen

Transmigrasi yang ditempatkan di Kanwil Banda Aceh. Pada tahun 2000 penulis

pindah ke Kanwil Jawa Barat dan ditempatkan di Kandep Serang. Pada tahun

2000 penulis menjadi pegawai Pemerintah Daerah Kabupaten Serang dan bertugas

pada Dinas Perikanan dan Kelautan. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan

pendidikan pada Program Studi Teknologi Kelautan, Sub Program Perencanaan

Pembangunan Kelautan Perikanan, SPs-IPB.

Page 10: Pasir laut

v

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL. .................................................................................................. viii

DAFTAR GAMBAR. ............................................................................................. x

DAFTAR LAMPIRAN. .......................................................................................... xi

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang . ....................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah . ............................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian. .................................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian. .................................................................................. 4

1.5 Kerangka Pemikiran. ................................................................................ 4

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sumberdaya. ........................................................................... 8

2.2 Klasifikasi Sumberdaya Alam. ................................................................ 9

2.3 Penilaian Ekonomi Sumber Daya. ........................................................... 12

2.4 Teknik Pengukuran Nilai Ekonomi. ......................................................... 15

2.4.1 Pengukuran Nilai Ekonomi Barang dan Jasa yang

Diperdagangkan (traded). ..............................................................

15

1) Surplus. .................................................................................... 15

2) Surplus Konsumen. .................................................................. 16

3) Surplus Produsen. .................................................................... 17

4) Rente Sumberdaya. .................................................................. 18

2.4.2 Teknik Penilaian Non Pasar Sumber Daya Alam dan Lingkungan 18

2.5 Sumber Daya Pasir Laut. ......................................................................... 19

2.6 Sumber Daya Rajungan. ......................................................................... 21

2.6.1 Sistematika Rajungan. .................................................................... 22

2.6.2 Habitat dan Penyebaran. ................................................................ 23

Page 11: Pasir laut

vi

2.7 Dampak Penambangan Pasir Laut. ........................................................... 25

2.7.1 Aspek Ekonomi. ............................................................................ 25

2.7.2 Aspek Lingkungan. ....................................................................... 25

2.7.3 Aspek Sosial. ................................................................................. 26

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode dan Lokasi Penelitian. ................................................................. 28

3.2 Jenis dan Sumber Data. ............................................................................ 28

3.3 Metode Pengambilan Contoh atau Data. ................................................. 28

3.4 Analisis Data. ........................................................................................... 29

3.4.1 Uji Perbedaan Produksi. ................................................................. 29

3.4.2 Kualitas Rajungan. ......................................................................... 30

3.4.3 Analisis Hubungan Produksi Pasir Laut-Produksi Rajungan. ....... 30

3.4.4 Surplus Produsen. .......................................................................... 31

4. KEADAAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN

4.1 Kondisi Umum. ........................................................................................ 33

4.2 Kondisi Perikanan Tangkap dan Budidaya Tambak. ............................... 34

4.3 Keadaan Umum Kecamatan Tirtayasa. .................................................... 40

4.4 Karakteristik Perikanan Tangkap dan Budidaya di Wilayah Penelitian. . 44

4.5 Karakteristik Responden. ......................................................................... 55

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Daerah Penangkapan Ikan dan Kawasan Penambangan Pasir Laut. ........ 57

5.2 Produksi Rajungan. .................................................................................. 57

5.3 Produksi Rajungan Sebelum dan Setelah Penambangan Pasir Laut. ....... 58

5.4 Kualitas Produksi Rajungan. .................................................................... 59

5.5 Ijin Pertambangan dan Produksi Pasir Laut. ............................................ 60

5.6 Biofisik Perairan. ..................................................................................... 62

5.7 Regresi Produksi Pasir Laut Terhadap Produksi Rajungan. ................... 64

5.8 Perubahan Surplus Produsen. ................................................................... 65

5.9 Implikasi Kebijakan . ............................................................................... 68

Page 12: Pasir laut

vii

6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan. ............................................................................................. 72

6.2 Saran. ........................................................................................................ 72

DAFTAR PUSTAKA . ........................................................................................... 74

LAMPIRAN

Page 13: Pasir laut

v

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Siklus perkembangan hidup dan habitat rajungan (Portunus pelagicus) ... 24

2. Produksi perikanan tangkap/budidaya Kabupaten Serang tahun 2003 ...... 34

3. Produksi (ton) perikanan laut Kabupaten Serang menurut kecamatan ...... 35

4. Nilai produksi (Rp. 1000) perikanan laut Kabupaten Serang menurut

kecamatan. .................................................................................................. 35

5. Produksi perikanan laut menurut jenis ikan tahun 2002-2003. .................. 36

6. PDRB Kabupaten Serang dan kontribusi sektor perikanan terhadap

PDRB. ........................................................................................................ 37

7. Jumlah armada penangkapan nelayan menurut kecamatan. ...................... 37

8. Jumlah alat tangkap di Kabupaten Serang tahun 2003. ............................. 38

9. Perkiraan pendapatan nelayan dan buruh nelayan pada beberapa alat

tangkap di Teluk Banten tahun 1998-1999. ............................................... 39

10. Luas tambak menurut kecamatan. .............................................................. 40

11. Jumlah rumah tangga petani tambak dan luas areal tambak di Kabupaten

Serang. ........................................................................................................ 40

12. Jumlah penduduk Kecamatan Tirtayasa. .................................................... 41

13. Luas penggunaan lahan di Kecamatan Tirtayasa (ha.). ............................. 42

14. Pemanfaatan lahan di Kecamatan Tirtayasa pada desa-desa pengamatan 42

15. Jumlah lulusan tiap jenjang pendidikan di Kecamatan Tirtayasa. ......... 42

Page 14: Pasir laut

vi

16. Bagian, bahan dan ukuran jaring rajungan yang digunakan nelayan

Kecamatan Tirtayasa. ................................................................................. 45

17. Bagian, bahan dan ukuran bubu lipat. ........................................................ 49

18. Jumlah kapal dan nelayan di desa-desa pengamatan di Kecamatan

Tirtayasa. .................................................................................................... 53

19. Karakteristik responden di wilayah penelitian. .......................................... 55

20. Perbandingan kualitas rajungan. ................................................................ 60

21. Hasil pengukuran beberapa parameter kualitas air di lokasi

penambangan. ............................................................................................. 63

22. Dampak penambangan terhadap perubahan surplus produsen. ................. 66

Page 15: Pasir laut

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Alur kerangka penelitian. .............................................................. 6

2. Pandangan terhadap sumberdaya alam. ........................................ 10

3. Klasifikasi sumberdaya alam. ....................................................... 11

4. Surplus konsumen, surplus produsen dan rente sumberdaya. ...... 17

5. Rajungan (Portunus pelagicus). ................................................... 22

6. Siklus hidup rajungan. (Portunus pelagicus)................................. 23

7. Pengukuran rajungan (Portunus pelagicus). ................................. 30

8. Produksi rajungan dan pasir laut. .................................................. 58

9. Mekanisme pengelolaan pertambangan. ....................................... 61

10. Skema pengurusan ijin pertambangan daerah. .............................. 61

11. Regresi produksi pasir laut terhadap produksi rajungan. .............. 65

12. Surplus produsen sebelum dan setelah penambangan. .................. 68

Page 16: Pasir laut

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Uji T produksi rajungan . ........................................................................... 78

2. Rata-rata dan standar deviasi ukuran rajungan. ......................................... 79

3. Perhitungan perubahan surplus produsen ................................................... 80

4. Regresi produksi pasir laut terhadap produksi rajungan. ........................... 81

5. Peta zona daerah penangkapan ikan, kedalaman 0-5m. ............................ 82

6. Peta zona daerah penangkapan ikan, kedalaman 5-10m. .......................... 83

7. Peta zona daerah penangkapan ikan, kedalaman 10-15m . ....................... 84

8. Peta karakteristik pantai dan kuasa pertambangan pasir laut . ................... 85

Page 17: Pasir laut

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumber daya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan, dan lain-

lain merupakan sumber daya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia.

Hilangnya atau berkurangnya ketersediaan sumber daya tersebut akan berdampak

sangat besar bagi kelangsungan hidup umat manusia di muka bumi ini.

Sumber daya alam seperti hutan, ikan dan pasir laut merupakan sumber

daya yang tidak saja mencukupi kebutuhan hidup manusia, namun juga

memberikan kontribusi yang cukup besar bagi kesejahteraan suatu bangsa.

Pengelolaan sumber daya alam yang baik akan meningkatkan kesejahteraan umat

manusia. Oleh karena itu, persoalan mendasar sehubungan dengan pengelolaan

sumber daya alam adalah bagaimana mengelola sumber daya alam tersebut agar

menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi manusia dengan tidak

mengorbankan kelestarian sumber daya alam itu sendiri ( Fauzi, 2004).

Pasir laut adalah salah satu sumber daya alam yang bersifat tidak dapat

pulih (non renewable resource) yang telah lama dimanfaatkan dan akhir-akhir ini

menjadi hal penting baik pada skala nasional maupun daerah. Pasir laut adalah

bahan galian pasir yang terletak pada wilayah perairan Indonesia yang tidak

mengandung unsur mineral golongan A dan/atau B dalam jumlah yang berarti

ditinjau dari segi ekonomi pertambangan, Keppres No. 33 Tahun 2002

(Sekretaris Kabinet, 2002).

Selama bertahun-tahun sejak akhir tahun delapan puluhan hingga saat ini

pasir laut telah dieksploitasi secara besar-besaran dengan kapal-kapal pengeruk.

Penambangan pasir laut ada yang dilakukan secara legal maupun illegal. Pasir

tersebut dijual ke Singapura dan digunakan oleh negara tersebut untuk

mereklamasi pantainya sehingga negara pulau itu bertambah luasnya. Jadi pasir

laut itu hanya dinilai sebagai tanah urugan (land-fill), dan karena dibeli dalam

jumlah yang sangat besar, harganya menjadi sangat rendah.

Pemerintah memutuskan untuk melarang ekspor pasir laut sampai batas

waktu yang belum ditentukan. Kebijakan itu dikeluarkan untuk menertibkan

penambangan pasir laut serta mengatur kembali tata niaga ekspor pasir laut yang

Page 18: Pasir laut

2

selama ini dilakukan secara bebas. Menurut menteri perindustrian dan

perdagangan, salah satu masalah dalam ekspor pasir laut adalah banyaknya izin

yang dikeluarkan instansi pemerintah, seperti dari kantor Dinas Departemen

Pertambangan dan Sumber Daya Mineral. Selain itu, penambangan dan ekspor

pasir laut juga tidak terkontrol. Akibatnya berdampak terhadap lingkungan dan

menurunkan harga jual pasir laut. Tujuan penghentian sementara ekspor pasir laut

ini adalah untuk melakukan penataan kembali penambangan dan ekspor pasir

laut. Pengawasan ekspor pasir laut itu kemungkinan besar akan dilakukan dengan

menggunakan sistem kuota yang diatur oleh pemerintah daerah dan asosiasi

pelaku usaha pasir laut itu sendiri.

Penggalian pasir laut di sejumlah daerah di Indonesia masih perlu

dilakukan, mengingat beberapa pelabuhan masih perlu digali agar dapat disandari

kapal dan hasil pasir laut bisa diekspor atau dijadikan sebagai bahan reklamasi.

Bila dikelola dengan baik, maka ekspor pasir laut dapat menguntungkan bagi

Indonesia karena menghasilkan devisa bagi negara (Kompas, 22 Oktober 2003).

Pemerintah Kabupaten Serang menerbitkan SK No.541.35/1750/2003

tentang penghentian sementara penambangan pasir laut terhitung 6 November

2003. Sejak beroperasinya kapal pengeruk pasir tersebut telah berdampak

terhadap kegiatan perikanan di wilayah perairan sekitarnya. Kegiatan

penambangan pasir laut tersebut juga tidak memberikan kontribusi kepada

masyarakat setempat. Perusahaan penambangan pasir laut juga telah memperluas

operasi pengerukan pasir laut. Pada awalnya kapal pengeruk pasir laut hanya

beroperasi di sepanjang pantai Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa, tetapi

perusahaan itu juga telah melakukan operasi pengerukan sepanjang pantai

Kecamatan Tirtayasa. Pemerintah Daerah Kabupaten Serang masih mengalami

kesulitan dalam pengawasan kegiatan penambangan pasir laut karena pada

pelaksanaan tidak terpasang batas-batas wilayah pengerukan yang jelas,

kurangnya sumber daya manusia yang mengawasi dan terbatasnya sarana dan

prasarana kegiatan pengawasan.

Penambangan pasir laut akan berdampak pada lingkungan perairan dan

ikan–ikan yang hidup didalamnya termasuk rajungan yang biasa hidup didasar

laut berpasir. Terganggunya kehidupan ikan ataupun rajungan dapat menyebabkan

Page 19: Pasir laut

3

perubahan hasil tangkapan nelayan dan akan mempengaruhi perekonomian

nelayan.

1.2 Perumusan Masalah

Prakiraan dampak merupakan telaahan secara cermat dan mendalam

secara parsial terhadap kualitas lingkungan yang berubah secara mendasar akibat

suatu kegiatan. Perubahan kualitas lingkungan tersebut diungkapkan sebagai

besarnya dampak dan pentingnya dampak. Pada dasarnya besar dampak

merupakan “selisih“ antara kondisi kualitas lingkungan tanpa ada kegiatan dengan

kondisi kualitas lingkungan sebagai akibat dari adanya kegiatan. Penambangan

pasir laut di kawasan laut utara Kabupaten Serang akan memberikan dampak

terhadap komponen lingkungan fisik,kimia, biologi, sosial, ekonomi, budaya,

keamanan dan ketertiban masyarakat. Berkenaan dengan hal-hal tersebut diatas

maka pertanyaan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah

penambangan pasir laut mempengaruhi biofisik berupa hasil produksi perikanan

tangkap, jumlah dan jenis ikan yang didaratkan khususnya pada produksi rajungan

dimana yang didapat dijadikan indikator apakah terjadi perbedaan rata-rata lebar

dan panjang carapace serta bobot saat sebelum dan sesudah aktivitas

penambangan pasir laut. Aspek ekonomi juga perlu diidentifikasi mengenai

dampaknya terhadap biaya operasi penangkapan, harga rajungan dan rantai

pemasaran.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan diatas, maka tujuan

penelitian ini adalah untuk menganalisa seberapa besar dampak penambangan

pasir laut yang masih berlangsung sampai saat ini terhadap perikanan rajungan

dan aspek ekonominya. Hal yang akan dilakukan adalah :

1. Menganalisis perbedaan jumlah produksi rajungan sebelum penambangan

pasir laut dengan produksi rajungan setelah penambangan pasir laut.

2. Menganalisis perubahan kesejahteraan nelayan dengan menggunakan

perubahan surplus produsen.

Page 20: Pasir laut

4

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi yang berguna sebagai

input dalam merumuskan strategi kebijakan, terutama bagi pemerintah daerah

terkait dengan pengelolaan pasir laut dan hasil produksi rajungan oleh nelayan

serta kelestarian sumber daya alam sehingga pemanfaatannya dilakukan secara

bertanggung jawab untuk kesejahteraan masyarakat.

1.5 Kerangka Pemikiran

Penambangan pasir laut menghasilkan debu-debu halus yang disebut debri

dan akan mengikuti arus laut. Debri bisa berkelana hingga 20-30 mil jauhnya dan

dapat menutupi terumbu karang, serta mengganggu kehidupan biota laut. Jelas

sekali dampak debri ini pada hutan bakau, garis pantai, dan keberlangsungan

terumbu karang. Jika terumbu karang rusak, dampaknya langsung ke populasi

ikan dan akan berpengaruh pada pendapatan nelayan. Kerusakan paling nyata

pada penambangan pasir laut di Daerah Riau Kepulauan adalah terjadinya abrasi

pantai dan kekeruhan air laut. Terjadinya abrasi akan menyebabkan kerusakan

ekosistem dan populasi hutan bakau serta hilangnya daerah asuhan ikan.

Sementara itu, meningkatnya kekeruhan akan menyebabkan bermigrasinya

populasi ikan dan rusaknya ekosistem terumbu karang (Delinom et al. 2004)

Salah satu kekayaan ekosistem pesisir teletak pada lapisan yang tidak

terlalu tebal yang terdapat di permukaan dasar perairan pesisir. Lapisan tipis ini

dapat berupa hasil dekomposisi bahan organik seperti dedaunan dari berbagai

jenis vegetasi pantai yang bercampur dengan sedimen halus sampai kasar. Habitat

merupakan tempat dimana jasad renik yang berperan melakukan proses

dekomposisi terhadap bahan organik sehingga menjadi makanan alami bagi larva,

juvenile sebelum mereka tumbuh dewasa dan dapat berkelana ke habitat lain

sesuai dengan karakter biologisnya. Oleh karena itu lapisan tipis ini sangat kritis

dalam kehidupan makhluk kecil dan lemah tersebut sehingga tempat tersebut

disebut nursery ground (tempat pengasuhan). Bila perkembangan masa juvenile

ini terganggu maka dapat dipastikan mempengaruhi proses rekruitment dan

akibatnya populasi ikan yang menjadi dewasa juga akan menurun, yang berarti

Page 21: Pasir laut

5

hasil tangkapan akan jauh menurun. selain itu, berbagai organisme bentos yang

hidup dan mencari makan pada habitat tersebut juga akan hilang.

Selain itu juga, lokasi-lokasi yang menjadi habitat berbagai organisme laut

harus dilindungi dan terbebas dari aktivitas penambangan pasir laut, karena selain

akan mematikan jasad renik, larva, juvenil, serta organisme bentos lainnya, juga

merusak habitat yang kritis bagi rantai kehidupan berbagai organisme laut.

Pemerintah Daerah Kabupaten Serang telah mengeluarkan beberapa ijin

Kuasa Penambangan (KP) pasir laut yang didasarkan dari hasil rekomendasi

Subdin Pertambangan pada Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang.

Beberapa perusahaan telah melakukan penambangan pasir laut secara aktif pada

perairan Kecamatan Tirtayasa. Sebagaimana telah diuraikan diatas, pengaruh

penambangan pasir laut terhadap habitat perairan, maka penambangan pasir laut

kabupaten Serang akan berdampak terhadap hasil tangkapan nelayan.

Pada sumber daya laut terdapat sumber daya pasir laut, sumber daya ikan

dan sumber daya lainnya. Sumber daya pasir laut di ekstraksi maka akan didapat

pasir laut, tetapi walupun tidak sengaja ekstraksi tersebut secara pasti akan

menghasilkan tingginya kadar total padatan tersuspensi (total suspendid solid) dan

tingkat kekeruhan yang akan mempengaruhi jumlah hasil tangkapan perunit

usaha. Sedangkan sumber daya ikan yang dimanfaatkan merupakan perikanan

tangkap. Penangkapan ikan terus menerus secara kontinu juga dapat merubah

hasil tangkapan. Hasil tangkapan dominan yang biasa didapat di Kecamatan

Tirtayasa Kabupaten Serang adalah rajungan dengan menggunakan alat tangkap

jaring rajungan dan bubu rajungan. Tingkat perubahan hasil tangkapan merupakan

dampak dari ekstraksi pasir laut yang akan menjadi sumber informasi, kemudian

perlu disikapi secara bijaksana sehingga memunculkan aturan yang baik dalam

pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya laut.

Parameter perubahan dalam penelitian ini adalah aspek biofisik berupa

Produksi rajungan yang didaratkan, serta lebar dan panjang carapace (carapace

width; carapace length) sebelum dan sesudah aktivitas penambangan pasir laut.

Aspek lainnya yang perlu diobservasi adalah aspek ekonomi berupa biaya operasi

penangkapan per unit alat tangkap, harga rajungan, harga pasir laut serta rantai

pemasaran ikan. Data yang diperlukan adalah produksi bulanan sebelum

Page 22: Pasir laut

6

penambangan pasir laut terjadi dan dibandingkan dengan produksi bulanan setelah

penambangan pasir berlangsung. Kerangka pemikiran dari penelitian Analisis

Dampak Penambangan Pasir Laut Terhadap Perikanan Rajungan di Kecamatan

Tirtayasa Kabupaten Serang dapat dilihat pada Gambar 1.

Penelitian ini ditujukan hanya pada alat tangkap jaring rajungan dan bubu

rajungan. Hal ini dilakukan untuk mengisolasi dampak dari alat tangkap lainnya.

Selain itu penelitian ini dilakukan pada lokasi yang sama antara penambangan

pasir laut dengan “fishing ground” dari jaring dan bubu rajungan.

Gambar 1. Alur kerangka penelitian

START

Identifikasi SD

SD Rajungan SD Pasir Laut

Analisis Kebutuhan

Rencana Pemanfaatan

Penambangan Produksi Rajungan

Pola Penyebaran Rajungan

Identifikasi Jenis Rajungan

Strategi Pengelolaan

Selesai

Jenis Alat

Analisis Dampak

Page 23: Pasir laut

7

Sebagaimana kerangka pikir penelitian maka diperlukan data time series bulanan,

periode sebelum dilaksanakan penambangan pasir dan periode saat berlangsung

penambangan pasir.

Page 24: Pasir laut

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sumber Daya

Sumber daya didefinisikan sebagai sesuatu yang dipandang memiliki nilai

ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa sumber daya adalah komponen dari

ekosistem yang menyediakan barang dan jasa yang bermanfaat bagi kebutuhan

manusia. Menurut Grima dan Berkes (1989) dalam Fauzi (2004) mendefinisikan

sumber daya sebagai aset untuk pemenuhan kepuasan dan utilitas manusia.

Menurut Rees (1990) dalam Fauzi (2004 ) menyatakan bahwa sesuatu untuk dapat

dikatakan sebagai sumber daya harus memiliki dua kriteria, yakni :

1. Harus ada pengetahuan, teknologi atau keterampilan (skill) untuk memanfaatkannya.

2. Harus ada permintaan (demand) terhadap sumber daya tersebut . Apabila kedua kriteria tersebut tidak dimiliki , maka sesuatu itu disebut barang netral. Sumber daya juga terkait pada dua aspek, yaitu aspek teknis yang memungkinkan bagaimana sumber daya dimanfaatkan, dan aspek kelembagaan yang menentukan siapa yang mengendalikan sumber daya dan bagaimana teknologi digunakan. Fauzi (2004) menyatakan bahwa Adam Smith sebagai bapak ilmu

ekonomi memiliki pandangan mengenai sumber daya sebagai seluruh faktor

produksi yang diperlukan untuk menghasilkan output. Dalam pengertian ini

sumber daya merupakan komponen yang diperlukan untuk aktivitas ekonomi

yang secara matematis dapat ditulis sebagai :

у = ƒ (x1 , x2,… xn )

dimana у adalah maksimum kuantitas dari output yang dihasilkan jika

x1, x2,… xn unit dari input digunakan secara optimal.

Secara eksplisit , ƒ (x) misalnya, sering ditulis sebagai ƒ (L,K) dimana

L adalah tenaga kerja dan K adalah kapital (aset). Dalam konsep ekonomi klasik,

sumber daya diidentikan dengan input produksi.

Pengertian sumber daya pada dasarnya mencakup aspek yang jauh lebih

luas. Dalam literatur sering dinyatakan bahwa sumber daya memiliki nilai

Page 25: Pasir laut

9

intrinsik. Nilai Intrinsik adalah nilai yang terkandung dalam sumber daya,

terlepas apakah sumber daya tersebut dikonsumsi atau tidak, atau lebih ekstrim

lagi, terlepas dari apakah manusia ada atau tidak. Dalam ilmu ekonomi

konvensional, nilai intrinsik ini sering diabaikan sehingga menggunakan alat

ekonomi konvensional semata untuk memahami pengelolaan sumber daya alam

sering tidak mengenai sasaran yang tepat.

Sumber daya alam juga dapat diartikan sebagai segala sumber daya

hayati dan non-hayati yang dimanfaatkan umat manusia sebagai sumber pangan,

bahan baku dan energi. Dengan kata lain, sumber daya alam adalah faktor

produksi dari alam yang digunakan untuk menyediakan barang dan jasa dalam

kegiatan ekonomi (Fauzi, 2004).

2.2 Klasifikasi Sumber Daya Alam

Secara umum sumber daya alam dapat diklasifikasikan ke dalam dua

kelompok. Pertama adalah kelompok yang kita sebut sebagai kelompok stok.

Sumber daya ini dianggap memiliki cadangan yang terbatas sehingga eksploitasi

terhadap sumber daya tersebut akan menghabiskan cadangan sumber daya. Apa

yang kita manfaatkan sekarang mungkin tidak lagi tersedia di masa mendatang.

Dengan demikian, sumber daya stok dikatakan tidak dapat diperbarui (non-

renewable) atau terhabiskan (exhaustible) . Termasuk ke dalam kelompok ini

antara lain sumber daya mineral, logam, minyak, dan gas bumi.

Page 26: Pasir laut

10

Gambar 2. Pandangan terhadap sumber daya alam

Sumber : Ekonomi dan sumber daya alam lingkungan, Fauzi (2004)

Pengelompokan jenis sumber daya seperti yang dipaparkan diatas adalah

pengelompokan berdasarkan skala waktu pembentukan sumber daya itu sendiri.

Sumber daya alam dapat juga diklasifikasikan menurut jenis penggunaan akhir

dari sumber daya tersebut. Hanley et al. (1997), misalnya, membedakan antara

sumber daya material dan sumber daya energi. Sumber daya material merupakan

sumber daya yang dimanfaatkan sebagai bagian dari suatu komoditas. Bijih besi,

misalnya, diproses menjadi besi yang kemudian dijadikan bagian atau komponen

Tidak

Ya

Sumber daya alam

Eksploitasi/Pemanfaatan

Ekstraksi Daya Pengurangan TingkatPengurasan Pemanfaatan Lestari

Pengurasan SDA

Kelangkaan

Peningkatan Harga Peningkatan Biaya

Penurunan Permintaan- Pencarian SDA Pengganti - Peningkatan Daur Ulang Peningkatan Penawaran

INOVASI - Pencarian SDA Baru - Peningkatan Efisiensi - Perbaikan Teknologi Daur Ulang - Perbaikan Konservasi

Page 27: Pasir laut

11

mobil. Aluminium dapat digunakan untuk keperluan peralatan rumah tangga dan

sejenisnya. Sumber daya material ini dapat dibagi lagi menjadi material metalik

seperti contoh di atas dan material non metalik seperti tanah dan pasir.

Sumber daya energi di sisi lain merupakan sumber daya yang digunakan

untuk kebutuhan menggerakkan energi melalui proses transformasi panas maupun

transformasi energi lainnya. Beberapa sumber daya dapat dikategorikan ke dalam

keduanya. Sumber daya minyak misalnya, dapat dimanfaatkan untuk energi

pembakaran kendaraan bermotor atau dapat juga digunakan untuk bahan baku

plastik. Tampilan berikut ini menguraikan secara sistematis klasifikasi sumber

daya alam sebagaimana dijelaskan di atas.

Gambar 3. Klasifikasi sumber daya alam Sumber : Ekonomi dan sumber daya alam lingkungan, Fauzi (2004)

skala waktu pertumbuhan Kegunaan akhir

Stok (tidak dapat diperbarui)

Alur (dapat diperbarui)

Habis dikonsumsi

Dapat didaur ulang

Memiliki titik kritis

Material non-metalik

Tidak memiliki titik kritis

Material metalik

Energi

SD Energi SD Material

Contoh: - Minyak - Gas - Batubara

Contoh: - Besi - Tembaga - Aluminium

Contoh: - Ikan - Hutan - Tanah

Contoh: - Udara - Pasang surut - Angin

Contoh: - Emas - Besi - Aluminium

Contoh: - Tanah - Pasir - Air

Contoh: - Energi Surya - Angin -Minyak

Ekstraksi > Titik Kritis

Sumber Daya Alam

Page 28: Pasir laut

12

2.3 Penilaian Ekonomi Sumber Daya

Pelaksanaan pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat tidak lepas dari kegiatan yang berhubungan dengan pemanfaatan

sumber daya alam dan lingkungan. Oleh karena itu, pemanfaatan sumber daya

alam dan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan manusia harus dilakukan secara

bijak dan terencana. Karena jika tidak, maka bencana ekologis akan terjadi dan

manusia sendiri yang akan menanggung akibatnya. Bencana ekologis yang

disebabkan oleh kesalahan manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam dan

lingkungan dapat berupa abrasi pantai, banjir, tanah longsor, kekeringan, wabah

penyakit dan kekurangan pangan.

Pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan manusia,

semestinya tidak hanya dilihat dari terpenuhinya kebutuhan konsumsi semata,

tetapi juga adanya hubungan keseimbangan antara manusia dengan sumber daya

alam.

Besaran dampak kesejahteraan yang ditimbulkan dari ekstraksi dan

depresiasi sumber daya alam merupakan hal yang paling mendasar dan menjadi

perhatian utama dari setiap pengembangan model sumber daya alam. Pada model

konvensional, kesejahteraan diukur dari manfaat sosial (social benefit) yang

dihasilkan dari sumber daya alam. Pengukuran ini bersifat exante sehingga sulit

digunakan untuk mengukur kesejahteraan dari kerusakan lingkungan dan

depresiasi sumber daya yang bersifat ex-post (Fauzi, 2005).

Pada model kerusakan lingkungan dan depresiasi, dampak kesejahteraan

(welfare effect) diukur berdasarkan perubahan surplus ekonomi yang terjadi.

Surplus ekonomi pada dasarnya merupakan selisih antara manfaat kotor yang

diterima dari ekstraksi sumber daya alam. Dengan kata lain menurut Green (1992)

dalam Fauzi (2005) manfaat ekonomi menempatkan nilai moneter terhadap

kesejahteraan masyarakat (social well-being) dari mengkonsumsi dan

mengekploitasi sumber daya alam, dan menguranginya dengan biaya sosial yang

ditanggung masyarakat. Hartwick dan Olewiler (1998) dalam Fauzi (2005)

Konsep surplus ekonomi ini mengenal adanya surplus konsumen dan surplus

produsen, yang merupakan pengukuran moneter dari utilitas masyarakat dan profit

perusahaan (firm), yang biasanya digunakan sebagai perkiraan dari social

welfare.

Page 29: Pasir laut

13

Valuasi ekonomi pada dasarnya adalah suatu upaya untuk memberikan

nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam

dan lingkungan terlepas dari apakah nilai pasar (market prices ) tersedia atau

tidak. Akar dari konsep penilaian ini sebenarnya berlandaskan pada ekonomi neo-

klasikal (neo clasical economic theory) yang menekankan pada kepuasan atau

keperluan konsumen. Berdasarkan pemikiran neo-klasikal ini, penilaian setiap

individu pada barang dan jasa tidak lain adalah selisih antara keinginan membayar

(willingness to pay = WTP) dengan biaya untuk mensuplai barang dan jasa

tersebut. Barbier et al. (1996) dalam Fauzi (2004), misalnya menyatakan bahwa

jika sumber daya alam dan lingkungan tersedia dan menghasilkan barang dan jasa

tanpa kita harus mengeluarkan biaya, maka nilai WTP kitalah yang

mencerminkan nilai dari sumber daya itu sendiri, terlepas kita membawanya atau

tidak.

Konsep ini dalam satu dan lain hal identik dengan surplus konsumen

(Marshallian Consumer’s Surplus) yang telah dikembangkan lebih awal oleh

Dupuit (1952). Meskipun tidak terukur secara jelas, teknik pengukuran konsumen

ini sudah sangat dikenal pada barang dan jasa konvensional yang diperdagangkan

dipasar dengan harga yang terukur. Ketika surplus konsumen yang diperoleh dari

mengkonsumsi barang dan jasa tersebut sudah diukur, valuasi ekonomi pada

komoditas yang konvensional ini kemudian diukur dengan melihat perbandingan

surplus konsumen yang terjadi akibat adanya perubahan ekonomi.

Masalah yang timbul untuk barang dan jasa yang nonkonvensional seperti

halnya sumber daya alam dan lingkungan yang selain menghasilkan produk yang

bisa dikonsumsi, juga menghasilkan atribut yang tidak terkonsumsi, dimana pasar

tidak memberikan harga yang dapat diamati, sehingga pengukuran surplus

konsumen tersebut akan menemui kesulitan. Tidak adanya harga yang teramati ini

menyulitkan pengukuran surplus konsumen yang memang dibangun berdasarkan

kriteria selisih antara keinginan membayar dengan harga yang teramati.

Dalam menilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam,

para ahli ekonomi sumber daya membagi nilai tersebut ke dalam beberapa jenis.

Page 30: Pasir laut

14

Secara umum nilai ekonomi sumber daya dibagi kedalam nilai kegunaan atau

pemanfaatan (use values) dan nilai non-kegunaan (non use values).

Komponen pertama, yaitu use value pada dasarnya diartikan sebagai nilai

yang diperoleh seorang individu atas pemanfaatan langsung dari sumber daya

alam dimana individu berhubungan langsung dengan sumber daya alam dan

lingkungan. Nilai ini juga termasuk pemanfaatan secara komersial atas barang dan

jasa yang dihasilkan sumber daya alam. Use value secara lebih rinci

diklasifikasikan kembali kedalam direct use value dan indirect use value. Direct

use value merujuk pada kegunaan langsung dari konsumsi sumber daya seperti

penangkapan ikan, pertanian, kayu sebagai bahan bakar dan lain sebagainya baik

secara komersial maupun non komersial. Sementara indirect use value merujuk

pada nilai yang dirasakan secara tidak langsung kepada masyarakat terhadap

barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan.

Termasuk kedalam indirect use value ini misalnya fungsi pencegahan banjir dan

nursery ground dari suatu ekosistem (Fauzi, 2003). Komponen non use value

adalah nilai yang diberikan pada sumber daya alam atas keberadaannya meskipun

tidak dikonsumsi secara langsung. Non use value lebih sulit diukur (less tangible)

karena lebih didasarkan pada preferensi terhadap lingkungan dibanding

pemanfaatan langsung. non use value dibagi lagi dalam sub kelas yakni : nilai

eksistensi (existence value), bequest value, dan nilai pilihan (option value). Nilai

eksistensi pada dasarnya adalah penilaian yang diberikan dengan terpeliharanya

sumber daya alam dan lingkungan. Nilai ini sering pula disebut dengan nilai

intrinsik (intrinsic value) dari sumber daya alam. Bequest value diartikan sebagai

nilai yang diberikan oleh generasi saat ini dengan menyediakan atau mewariskan

bequest sumber daya untuk generasi mendatang. Nilai pilihan lebih diartikan

sebagai pemeliharaan sumber daya sehingga pilihan untuk memanfaatkannya

(option) untuk masa datang tersedia. Nilai pilihan ini mengandung ketidak

pastian. Nilai ini merujuk pada nilai barang dan jasa dari sumber daya alam yang

mungkin timbul sehubungan dengan ketidakpastian permintaan di masa

mendatang. Bila kita yakin akan preferensi dan ketersediaan sumber daya alam di

masa mendatang, maka nilai pilihan kita nol, sebaliknya jika kita tidak yakin,

maka misalnya saja kita mau membayar “premium” (nilai opsi) agar opsi untuk

Page 31: Pasir laut

15

mengkonsumsi barang dan jasa dari sumber daya alam tetap terbuka. Nilai

kegunaan pada hakekatnya adalah mendefinisikan suatu nilai dari konsumsi aktual

maupun konsumsi potensial dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber

daya alam. Konsep ini dibagi lagi menjadi beberapa subkelas dan diartikan

sebagai nilai yang diperoleh seorang individu atas pemanfaatan langsung dengan

sumber daya alam dan lingkungan.

2.4 Teknik Pengukuran Nilai Ekonomi

2.4.1 Pengukuran Nilai Ekonomi Barang dan Jasa yang Diperdagangkan

(traded)

Komponen barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya alam ada

yang diperdagangkan (traded goods) dan ada yang tidak (non traded goods).

Barang dan jasa yang diperdagangkan, teknik pengukuran valuasi ekonomi sudah

well-established dan lebih terukur. Beberapa pengukuran yang biasa dilakukan

adalah menyangkut pengukuran perubahan dalam surplus konsumen dan surplus

produsen (Fauzi, 2003).

1) Surplus

Hal yang krusial dari ekonomi sumber daya alam adalah bagaimana surplus

dari sumber daya alam dimanfaatkan secara optimal. Untuk itu konsep surplus

harus dipahami terlebih dahulu dengan mengetahui kurva permintaan dan

penawaran sehingga konsep surplus dapat diturunkan secara rinci. Pada dasarnya

konsep surplus menempatkan nilai moneter terhadap kesejahteraan masyarakat

dari hasil mengekstraksi dan mengkonsumsi sumber daya alam. Surplus juga

merupakan manfaat ekonomi yang tidak lain adalah selisih antara manfaat kotor

(gross benefit) dan biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk mengekstraksi

sumber daya alam. Green (1992) dalam Fauzi (2004) memandang bahwa

menggunakan pendekatan surplus untuk mengukur manfaat sumber daya alam

merupakan pengukuran yang tepat karena pemanfaatan sumber daya dinilai

berdasarkan alternatif penggunaan terbaiknya (best alternative use) .

Page 32: Pasir laut

16

2) Surplus Konsumen

Pada Gambar 4, kurva permintaan digambarkan dengan label U’(x)

sementara kurva penawaran digambarkan dengan label C’ (x), surplus konsumen

secara matematik dapat ditulis :

CS(x) = U(x) – (x)U’(x)

= U(x) – xp(x)

Dengan kata lain surplus konsumen (CS) sama dengan manfaat yang

diperoleh masyarakat dari mengkonsumsi sumber daya alam U(x) dikurangi

dengan jumlah yang dibayarkan untuk mengkonsumsi barang tersebut xp(x).

Secara diagramatis, hal ini ekuivalen dengan diagram A ditambah daerah yang

dibatasi oleh P1FEP0 pada Gambar 4. Fauzi (2004) menyatakan bahwa konsep

surplus konsumen lebih bersifat intangible namun konsep ini penting karena dapat

mengukur keinginan membayar dari masyarakat terhadap barang atau dalam

kasus ini barang yang dihasilkan dari sumber daya alam.

Hal lain yang patut dicatat mengenai surplus konsumen adalah

menyangkut pengukuran. Ekonom biasanya tidak tertarik untuk mengukur surplus

konsumen secara absolut. Mereka lebih tertarik untuk mengukur perubahan

surplus konsumen yang diakibatkan oleh perubahan kebijakan yang

mengakibatkan terjadinya perubahan harga. Selain itu pengukuran surplus

konsumen secara absolut juga tidak praktis karena kurva permintaan pada tingkat

harga yang sangat rendah sulit atau tidak diketahui.

Secara grafik, perubahan surplus konsumen adalah luas daerah P0EFP1.

Jika kurva permintaan dan penawaran bersifat linier, luas daerah tersebut bisa

dihitung secara mudah. Namun demikian, jika kurva permintaan dan penawaran

tidak bersifat linier maka pengukuran perubahan surplus konsumen dapat ditulis

dCS = - xp’(x)dx = -xdp

dengan mengintegralkan kedua sisi persamaan, maka akan diperoleh perubahan

surplus konsumen sebesar :

p1 ∆ CS = ∫ d CS = - ∫ x(p)dp p0

Page 33: Pasir laut

17

(kurva penawaran)

MC = C' (x)

A

P1 F

Po E

B P2

C U' (x) D (kurva permintaan)

0 x1 xo out put

Gambar 4 Surplus konsumen, surplus produsen dan rente sumber daya

Sumber : Ekonomi dan sumber daya alam lingkungan, Fauzi, 2004 3) Surplus Produsen

Satu hal penting yang mendasar dari aspek ekonomi sumber daya alam

adalah bagaimana ekstraksi sumber daya alam tersebut dapat memberikan

manfaat kesejahteraan kepada masyarakat secara keseluruhan. Mengingat dimensi

kesejahteraan sangat kompleks maka dapat dilakukan pengukuran surplus yang

dapat diperoleh dari konsumsi maupun produksi barang dan jasa yang dihasilkan

dari sumber daya alam. Surplus yang diperoleh dari sumber daya alam pada

dasarnya didapat dari interaksi antara permintaan dan penawaran (Fauzi, 2004).

Surplus produsen sebagai pembayaran yang paling minimum yang bisa

dierima oleh produsen dikurangi dengan biaya untuk memproduksi komoditas.

Surplus produsen dapat juga dianggap sebagai surplus yang bisa diperoleh oleh

pemilik sumber daya atau aset yang produktif pada saat pendapatan dari sumber

daya melebihi biaya pemanfaatannya.

Seperti halnya dengan surplus konsumen, pengukuran besaran surplus

produsen juga dapat dilakukan dengan mencari luas area di atas kurva penawaran

Harga=p

Page 34: Pasir laut

18

yang dibatasi oleh garis harga. Secara matematik, luas area surplus produsen ini

adalah:

x0 PS(x0) = P0x0 – ∫ S(x) dx 0 x0

= P0x0 – ∫ MC(x) dx 0

Dalam pengukuran dampak kesejahteraan, surplus produsen sering tidak diukur

berdasarkan ukuran absolut, namun lebih didasarkan pada pengukuran relatif.

Artinya, indikator kesejahteraan dari stakeholder lebih sering diukur berdasarkan

perubahan dalam surplus produsen. Pada kasus perikanan, surplus produsen

merupakan surplus yang diterima oleh nelayan atas ekstraksi sumberdaya ikan

oleh karena itu perubahan surplus produsen bisa diukur karena adanya perubahan

hasil tangkap akibat perubahan lingkungan, sehingga nilai perubahan surplus

tersebut akan menggambarkan nilai kerusakan lingkungan yang diderita oleh

pelaku.

4) Rente Sumber Daya

Komponen ketiga dari pengukuran surplus adalah resource rent (RR) atau

rente sumber daya. Rente sumber daya ini merupakan surplus yang bisa dinikmati

oleh pemilik sumber daya (misalnya pemerintah) yang merupakan selisih antara

jumlah yang diterima dari pemanfaatan sumber daya dikurangi biaya yang

dikeluarkan untuk mengekstraksinya. Secara matematik rente sumber daya ini

dapat ditulis:

RR(x) = x [U’(x) – C’(x)]

2.4.2 Teknik Penilaian Non-Pasar Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Secara umum, teknik valuasi ekonomi sumber daya yang tidak dapat

dipasarkan (non-market valuation) dapat digolongkan ke dalam dua kelompok.

Kelompok pertama adalah teknik valuasi yang mengandalkan harga implisit

dimana willingness to pay terungkap melalui model yang dikembangkan. Teknik

Page 35: Pasir laut

19

ini sering disebut teknik yang mengandalkan revealed WTP (keinginan membayar

yang terungkap). Beberapa teknik yang termasuk ke dalam kelompok pertama ini

adalah travel cost, hedonic pricing, dan teknik yang relatif baru yang disebut

random utility model. Kelompok kedua adalah teknik valuasi yang didasarkan

pada survei di mana keinginan membayar atau WTP diperoleh langsung dari

responden, yang langsung diungkapkannya secara lisan maupun tertulis. Salah

satu teknik yang cukup populer dalam kelompok ini adalah yang disebut

Contingent Valuation Method (CVM), dan Discrete Choice Method.

2.5 Sumber Daya Pasir Laut

Tata nama tanah didasarkan kenampakan fisiknya, salah satu klasifikasi

tanah adalah cara USCS (unified Soil Classification system). Cara USCS

diusulkan pertama kali oleh Prof. Arthur Casagandre, didasarkan kepada sifat

tekstur tanah/soil (system unified) dibagi kedalam tiga kelompok yaitu tanah

berbutir kasar, berbutir halus dan tanah organik. Simbol komponen : kerikil-G

(gravel), S (sand), Lanau-M(mo), lempung-C (clay), organik-O (organic) dan

gambut-Pt (peat). Tanah berbutir kasar terdiri dari kerikil-tanah kerikilan (G), dan

pasir tanah pasiran (S). Kerikil berdiameter lebih dari 4 (empat) milimeter,

sedangkan pasir berukuran antara 0,06 – 2,00 milimeter. Tanah berbutir halus

terdiri dari lanau (M) dan lempung (C), keduanya dibedakan dari batas cair dan

plastisnya. Tanah organik termasuk dalam fraksi ini. Tanah organik tinggi

diklasifikasikan kedalam Pt, yang dicirikan dengan sangat mudah ditekan, dan

tanah lumpur dengan tekstur organik yang tinggi, komponen umum dari tanah ini

adalah partikel-partikel daun, rumput, dahan dan bahan-bahan regas lainnya

(Dahuri et al. 2001).

Ombak yang terdapat didekat pantai, terutama didaerah pecahan ombak (breaker zone) mempunyai energi besar dan sangat berperan dalam pembentukan morfologi pantai, seperti menyeret sedimen pasir dan kerikil yang ada untuk ditumpuk dalam bentuk gosong pasir (sandbar). Ombak berperan sangat dominan dalam menghancurkan daratan (erosi laut). Salah satu fungsi pasir laut adalah meredam energi gelombang sebelum menghempas ke pantai. Bila dasar perairan pesisir dikeruk (ditambang) untuk diambil pasir lautnya, dasar perairan akan lebih dalam ataupun lereng dasar perairannya menjadi lebih curam. Akibatnya adalah

Page 36: Pasir laut

20

tingkat energi gelombang yang menghempas ke pantai akan menjadi lebih tinggi karena peredaman oleh dasar perairan telah berkurang. Hal ini berdampak pada makin intensifnya proses abrasi/erosi pantai (Purba, 2003). Berkaitan dengan pemanfaatan pasir laut, maka persyaratan yang harus dipertimbangkan adalah pada kedalaman berapa penambangan pasir dapat dilakukan sehingga fungsi dasar perairan untuk meredam energi gelombang dapat dipertahankan. Dengan kata lain, proses hantaman gelombang di pantai tidak meningkat akibat adanya penambangan pasir laut di perairan pesisir pantai tersebut. Sedimen dasar perairan sebagai salah satu unsur dalam sumber daya kelautan disamping perairan dan organisme yang menempatinya. Sedimen dasar perairan sebagai wadah terjadinya proses fisis dan kimia perairan juga sebagai subtrat bagi organisme hidup disamping sedimen itu sendiri senantiasa berubah akibat proses alami yang terjadi. Mengetahui jenis dan komposisi sedimen tersebut akan sangat berguna untuk mengetahui potensi pasir dan tingkat kesuburan bagi organisme tertentu .

Endapan sedimen di perairan teluk banten selalu berubah-ubah tiap bulannya karena dipengaruhi oleh energi arus. Endapan lumpur yang cukup luas terjadi pada bulan- bulan saat kecepatan arus lemah yaitu bulan april. Sedangkan pada bulan agustus sampai dengan oktober merupakan kecepatan arus tinggi ditemukan endapan pasir dan pasir krikilan (Helfinalis 2002).

Jenis sedimen dasar perairan di kabupaten serang pada umumnya terdiri dari pasir, lanau pasiran, pasir lanauan, dan lumpur pasiran. Pasir umumnya tersebar di laut jawa dekat dengan pulau atau daratan hingga lepas pantai pesisir Kabupaten Serang bagian timur, terdapat pada kedalaman batimetri 0 hingga –35 m. Luas sekitar 580 km2, dengan tebal pasir 10 m sehingga volume potensi terukur diperkirakan dengan faktor koreksi 80% adalah 5.800.000.000 m3 x 80% = 4.640.000.000 m3. Lanau pasiran umumnya tersebar luas di laut jawa antara lepas pantai Kabupaten Tanggerang hingga lepas pantai Kabupaten Serang, terdapat pada kedalaman batimetri -5 hingga –50 m dengan luas 50,34 km2. Lumpur pasiran sedikit kerikilan, umumnya tersebar dilaut jawa bagian timur lepas pantai pesisir Propinsi Banten antara lepas pantai Kabupaten Tanggerang hingga lepas pantai Kabupaten Serang, terdapat pada kedalaman batimetri -5 hingga -50 m dengan luas sekitar 133,5 km2. Lanau umumnya terdapat dekat pantai perbatasan Kabupaten Serang dengan Kabupaten Tanggerang, terdapat

Page 37: Pasir laut

21

pada kedalaman 0 – 10 m dengan luas sekitar 14,5 km2. Berdasarkan hasil survei potensi dasar laut dalam dokumen andal PT. Samudera Banten Jaya bahwa sedimen yang berada didasar perairan Kabupaten Serang didominasi oleh pasir koral , lempung pasiran dan pasir halus dengan ketebalan1,5 hingga 7 meter.

2.6 Sumber Daya Rajungan

Salah satu kekayaan ekosistem pesisir terletak pada lapisan yang tidak terlalu tebal yang terdapat di permukaan dasar perairan pesisir. Lapisan tipis ini dapat berupa hasil dekomposisi bahan organik seperti dedaunan dari berbagai jenis vegetasi pantai yang bercampur dengan sedimen halus sampai kasar. Habitat ini merupakan tempat jasad renik berperan melakukan proses dekomposisi terhadap bahan organik sehingga menjadi pakan alami bagi larva, juvenil sebelum mereka tumbuh dewasa dan dapat berkelana ke habitat lain sesuai karakter biologisnya. Lapisan tipis ini sangat kritis bagi kehidupan mahluk kecil dan lemah tersebut sehingga tempat ini disebut nursery ground (tempat pengasuhan). Aswandy (1996) menyatakan bahwa dasar perairan Teluk Banten dan sekitarnya berpasir dengan patahan-patahan karang. Kondisi dasar perairan demikian biasa ditumbuhi padang lamun yang sangat disukai oleh krustasea termasuk rajungan. Menurut Juwana (2001) persyaratan yang cocok untuk budidaya rajungan adalah menempel pada dasar perairan berpasir. Hasil penelitian menunjukan bahwa budidaya rajungan pada daerah yang menempel pada daerah dasar perairan berpasir memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan budidaya pada daerah kolom air saja.

Bila perkembangan masa juvenile terganggu maka dapat dipastikan mempengaruhi proses rekruitment dan akibatnya populasi ikan yang menjadi dewasa juga akan menurun, yang berarti hasil tangkapan akan jauh menurun. Selain itu, berbagai organisme bentos yang hidup mencari makan dihabitat tersebut juga akan hilang. Lokasi - lokasi demikian tentunya harus dilindungi dari kegiatan penambangan pasir, karena selain akan mematikan jasad renik, larva, juvenil serta organisme bentos lainnya juga merusak habitat yang kritis bagi rantai kehidupan organisme laut tersebut. Kerusakan habitat ini akan berdampak sangat jauh karena untuk memulihkan kepada kondisi yang terbentuk selama bertahun-tahun sebelum terjadinya penambangan tidak dapat pulih dalam waktu yang singkat.

Page 38: Pasir laut

22

Rajungan (Portunus pelagicus) adalah sejenis kepiting renang atau

swimming crab, disebut demikian karena memiliki sepasang kaki belakang yang

berfungsi sebagai kaki renang, berbentuk seperti dayung. Karapasnya memiliki

tekstur yang kasar, karapas melebar dan datar, sembilan gerigi disetiap sisinya;

dan gigi terakhir dinyatakan sebagai tandu. Karapas tersebut umumnya berbintik

biru pada jantan dan berbintik coklat pada betina, tetapi intensitas dan corak dari

pewarnaan karapas berubah-ubah pada tiap individu, Kangas (2000).

2.6.1 Sistematika Rajungan

Moosa et al. (1980) menyatakan bahwa sistematika rajungan (Portunus

pelagicus) adalah sebagai berikut :

Filum : Antrhopoda

Kelas : Crustacea

Subkelas : Malacostraca

Ordo : Decapoda

Sub Ordo : Reptantia

Seksi : Branchyrhyncha

Famili : Portunidae

Sub Famili : Portunninae

Genus : Portunus

Spesies : Portunus pelagicus

(1) Portunus pelagicus jantan (2) Portunus pelagicus betina

Gambar 5 Rajungan (Portunus pelagicus) (1) jantan dan (2) betina

Page 39: Pasir laut

23

Rajungan merupakan jenis paling terkenal diantara jenis kepiting lainnya bahkan

di Indonesia, Australia dan India, rajungan merupakan hasil perikanan yang

penting bagi Industri perikanan dan sangat digemari, terbukti dengan banyaknya

terdapat di pasar-pasar (Soim, 1999)

2.6.2 Habitat dan Penyebaran

Penyebaran rajungan (Portunus pelagicus) sangat luas, dapat hidup

diberbagai ragam habitat mulai dari tambak, perairan pantai hingga perairan lepas

pantai dengan kedalaman mencapai 60 m. Substrat dasar perairan berlumpur,

berpasir, campuran lumpur dan pasir, beralga hingga padang lamun. Biasanya

rajungan hidup didasar perairan, tetapi sesekali dapat juga terlihat berada dekat

permukaan atau kolom perairan pada malam hari saat mencari makan ataupun

berenang dengan sengaja dengan mengikuti arus (Nontji, 1986)

Moosa et al. (1980) menyebutkan bahwa Marga Portunus hidup pada

beranekaragam habitat : dasar berpasir, pasir-lumpuran, lumpur-pasiran, pasir

kasar dengan pecahan karang mati. Rajungan hidup di wilayah yang luas di

pinggir pantai dan wilayah continental shelf, termasuk pasir, berlumpur atau

berhabitat algae dan padang lamun dari zona intertidal (wilayah pasang surut)

sampai perairan dengan kedalaman 50 m, CIESM ( 2000).

Gambar 6 Siklus hidup rajungan (Portunus pelagicus) (Kangas, 2000)

Page 40: Pasir laut

24

Rajungan banyak terdapat di perairan Indonesia sampai perairan

kepulauan Pasifik serta terdapat di sepanjang negara-negara Indo Pasifik Barat,

Samudera Hindia, Asia Timur dan Tenggara (Singapura, Philipina, Jepang, Korea,

China, Teluk Benggala), Turki, Lebanon, Sicilia, Syiria, Cyprus, dan sekitar

Australia (CIESM, 2000).

Rajungan jantan menyenangi perairan dengan salinitas rendah sehingga

penyebarannya di sekitar perairan pantai yang dangkal. Sedangkan rajungan

betina menyenangi perairan dengan salinitas lebih tinggi terutama untuk

melakukan pemijahan, sehingga menyebar ke perairan yang lebih dalam

dibanding jantan, Saedi (1997). Hal ini diperkirakan karena kondisi lingkungan

yang berubah. Perubahan salinitas dan suhu di suatu perairan mempengaruhi

aktivitas dan keberadaan suatu biota (Gunarso, 1985).

Tabel 1 Siklus perkembangan hidup dan habitat rajungan (Portunus pelagicus)

Tahap

Perkembangan Lokasi Ukuran Keterangan

Dewasa Estuaria, teluk yang terlindungi dan perairan pantai sampai kedalaman 65 m (CEISM, 2000)

7≥CW≤9 cm, (kumar et all, 2000) 3,7 cm CL (Rousenfell, 1975. vide Solihin, 1993)

Usia sekitar satu tahun

Bertelur Daerah pesisir pantai dekat teluk (Thomson, 1974)

Memijah Daerah pesisir pantai dekat teluk (Thomson, 1974)

Larva Perairan terbuka (West Australian Government, 1997) CW≤0.48 mm Sifat

planktonik

Juvenil

Teluk terbuka lalu menuju muara dan berakhir disekitar perairan estuaria (West Australian Government, 1997)

CW antara 0.4 cm ≥CW≤1.0 cm

Transisi dari plantonik menuju Benthik

Muda Estuaria (West Australian Government, 1997) Benthik

Keterangan : CW = Carapace Width, CL = Carapace Length

Page 41: Pasir laut

25

2.7 Dampak Penambangan Pasir Laut

Saraswati (2005) menuturkan dalam penelitian pasir laut yang pernah

dilakukan, bahwa penambangan pasir laut telah berdampak pada aspek ekonomi,

aspek lingkungan dan aspek sosial.

2.7.1 Aspek Ekonomi

Secara ekonomi penerimaan PAD pemerintah daerah Kabupaten Serang

dari retribusi pasir laut seharga Rp. 1.000,- per meter kubik dikalikan produksi

pasir laut 2.194.103 meter kubik maka didapat penerimaan senilai Rp.

2.194.103.000,- per tahun. Penerimaan ini memberikan sumbangan sebesar

0,025% terhadap PDRB dan 3,547% terhadap PAD Kabupaten Serang. Apabila

penambangan pasir laut dilarang maka pemerintah daerah Kabupaten Serang

akan kehilangan penerimaan tersebut ditambah dengan kehilangan nilai ekonomi

lain dari turunan kegiatan ekonomi penambangan pasir laut. Tetapi jika dilihat

dari total nilai ekonomi yang hilang dibanding dengan potensi cadangan yang

diperkirakan maka potensi ekonomi yang hilang ini diperkirakan sebesar 0,63%

sehingga dari sisi perspektif ekonomi finansial, kerugian ekonomi akibat

pelarangan penambangan pasir laut memang sangat kecil dibanding dengan

potensi ekonomi yang mungkin dihasilkan.

2.7.2 Aspek Lingkungan

Kegiatan penambangan pasir laut memberikan pengaruh langsung

terhadap kondisi lingkungan perairan. Terdapat 3 (tiga) tahapan kegiatan

penambangan pasir laut yang memberikan dampak langsung terhadap kualitas

lingkungan perairan, yaitu tahap penggalian (dredging), pemuatan dan

pengangkutan hasil galian. Dampak langsung dari aktivitas penambangan pasir

laut adalah penurunan kualits air berupa peningkatan kekeruhan dan kadar

padatan tersuspensi (TSS ; Total Suspended Solid), rusaknya wilayah pemijahan

(spawning ground) dan daerah asuhan (nursery ground). Kapal keruk yang

melakukan aktivitas penggalian pasir dengan menggunakan Suction Cutter

Dredger akan menimbulkan turbulensi pada saat cutter menghancurkan endapan

pasir yang ada di dasar perairan sehingga akan terjadi peningkatan kekeruhan air

Page 42: Pasir laut

26

laut dan kadar TSS di dasar perairan tersebut. Peningkatan nilai kekeruhan dan

kadar TSS di kolom dan permukaan perairan justru terjadi pada tahap pemuatan

material galian yang dialirkan masuk ke dalam tongkang (hopper barger) dan

pada tahap pengangkutan hasil galian. Pada kegiatan pemuatan bahan galian,

seluruh material yang dihisap oleh suction dredger yang terdiri dari pasir, lumpur

dan air akan terangkut. Material berat yaitu pasir akan mengendap pada bagian

bawah tongkang, sedangkan lumpur dan air akan berada di permukaan tongkang

dan kemudian melimpah kembali ke laut, baik ketika proses pemuatan masih

berlangsung maupun selama proses pengangkutan bahan galian. Limpahan

material galian tersebut akan menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap

kekeruhan dan kadar TSS. Penyebaran dampaknya akan sangat tergantung kepada

komposisi lumpur dan pola aliran air laut pada saat operasi penambangan pasir

laut dilakukan.

2.7.3 Aspek Sosial

Dampak sosial yang sangat dominan, terutama di Desa Lontar adalah

terjadinya konflik antara masyarakat dengan pemerintah daerah, konflik

masyarakat dengan pihak pengusaha penambangan pasir laut, maupun konflik

intern dalam masyarakat. Hasil analisis yang pernah dilakukan menggunakan

game theory pada interaksi pemerintah daerah dengan nelayan didasarkan dana

kompensasi maka interaksi akan memberikan solusi optimum bila meneruskan

kebijakan penambangan pasir. Tetapi bila payoff nelayan didasarkan pada

perubahan pendapatan, maka keputusan menghentikan penambangan pasir laut

akan memberikan solusi optimum. Kondisi yang sama terjadi pada interaksi

perusahaan dengan nelayan. Interaksi Masyarakat dengan pemerintah, maupun

interaksi masyarakat dengan perusahaan, bila payoff masyarakat adalah

pendapatan, maka dihentikannya penambangan pasir laut bagi masyarakat

merupakan solusi yang memberikan manfaat yang optimal. Analisis multikriteria

adalah kerangka kerja (frame work) terstruktur untuk menginvestigasi,

menganalisis, dan memecahkan pengambilan keputusan yang terkendala dengan

berbagai tujuan dan kriteria dan merupakan teknik pengambilan keputusan

berbasis non-parametrik. Hasil analisis multikreteria yang pernah dilakukan

Page 43: Pasir laut

27

dengan menggunakan teknik PRIME dinyatakan bahwa penghentian

penambangan pasir laut merupakan keputusan yang optimis dengan potensi

kerugian ekonomi yang paling kecil.

Page 44: Pasir laut

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode dan Lokasi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus

(case study). Studi kasus adalah penelitian tentang status subyek penelitian yang

berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas,

Nazir (1999). Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara

mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat, serta karakter yang khas dari kasus.

Adapun yang menjadi satuan kasus adalah Kabupaten Serang Propinsi Banten,

khususnya Kecamatan Tirtayasa, Karena pada wilayah ini terdapat aktivitas

penambangan pasir laut. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus – September

2005.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan

data sekunder baik kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui

pengamatan, wawancara, dan kuesioner. Data sekunder diperoleh melalui laporan-

laporan dari berbagai instansi di Pemerintah Daerah Kabupaten Serang seperti

kantor pusat statistik, Dinas Perikanan dan Kelautan, Kantor Lingkungan Hidup,

Kantor Kepala Desa maupun melalui penelusuran literatur. Jenis data yang

dikumpulkan adalah jumlah produksi rajungan, jumlah produksi rajungan, ukuran

panjang, lebar karapas dan berat rajungan tertangkap, jumlah trip, biaya

operasional melaut dan harga rajungan.

3.3 Metode Pengambilan Contoh atau Data

Unit analisis ini adalah Rumah Tangga Perikanan (RTP. Metode

pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive

sampling (secara sengaja), dimana sampel ditarik secara sengaja dari berbagai

kelompok dalam masyarakat pantai. Teknik ini lebih mengandalkan logika atas

kaidah yang berlaku, dimana pemilihan responden dilakukan secara sengaja

dengan pertimbangan bahwa responden mampu berkomunikasi dengan baik

dalam mengisi kuesioner (Nazir, 1999).

Page 45: Pasir laut

29

3.4 Analisis Data

3.4.1 Uji Perbedaan Produksi

Pengujian ini biasanya dilakukan pada penelitian dengan teknik

eksperimen dimana satu sampel diberi perlakuan tertentu kemudian dibandingkan

dengan kondisi sampel sebelum adanya perlakuan. Jadi satu kelompok sampel

akan berfungsi sebagai variabel pengendali terhadap variabel yang lain yang

mendapat perlakuan tertentu. Produksi rajuangan setelah adanya penambangan

pasir laut diasumsikan sebagai sampel yang telah mengalami perlakuan.

Untuk menguji apakah ada perbedaan produksi sebelum adanya

penambangan pasir laut dengan produksi setelah adanya penambangan pasir laut

maka langkah-langkah yang dilakukan adalah :

1. Merumuskan hipotesis null dan alternatif

Ho : µ1 = µ2 atau µ1 - µ2 = 0

Ha : µ1 ≠ µ2 atau µ1 - µ2 ≠ 0

Selang kepercayaan yang digunakan adalah 95% atau dengan menggunakan α

0,05.

Pada penelitian ini hipotesisnya adalah :

Ho : tidak ada perbedaan produksi rajungan sebelum dan sesudah

penambangan pasir laut

Ha : terdapat perbedaan produksi rajungan sebelum dan sesudah

penambangan pasir laut

2. Menentukan aturan pengambilan keputusan

Aturan dalam pengambilan keputusan adalah menerima Ho jika t hitung lebih

kecil daripada t tabel dan menolak Ho jika t hitung lebih besar dari t tabel.

thitung > ttabel maka H0 ditolak

thitung < ttabel maka H0 diterima

3. Menghitung nilai t hitung atau t statistik.

Untuk menghitung nilai t statistik kita menggunakan program MS. Excel.

4. Pengambilan keputusan dan interpretasi hasil .

Setelah menghitung t statistik, langkah yang terakhir adalah mengambil

keputusan atas hasil analisis dan interpretasi atas hasil tersebut.

(Nazir, 1999).

Page 46: Pasir laut

30

3.4.2 Kualitas Rajungan

Terganggunya atau berubahnya habitat rajungan diperkirakan akan

mempengaruhi aspek biologi rajungan. Dalam penelitian ini dilakukan

pengukuran berat rajungan (gram), panjang carapace rajungan (centimeter) dan

lebar carapace rajungan (centimeter) yang tertangkap. Pengolahan data ukuran

dan jumlah rajungan yang tertangkap dilakukan dengan menggunakan Microsoft

Excel untuk memperoleh komposisi ukuran tubuh rajungan yang tertangkap oleh

jaring rajungan. Ukuran yang didapat merupakan kualitas rajungan yang akan

dibandingkan dengan kualitas rajungan sebelum adanya penambangan pasir laut

berdasarkan literatur atau hasil penelitian terdahulu.

Gambar 7 Pengukuran rajungan (Portunus pelagicus)

3.4.3 Analisis Hubungan Produksi Pasir Laut – Produksi Rajungan

Analisa regresi menjelaskan hubungan dua atau lebih dari variabel sebab

akibat. Artinya variabel yang satu akan mempengaruhi variabel lainnya. Besarnya

pengaruh varabel ini dapat diduga dengan besaran yang ditunjukan oleh koefisien

regresi. Persamaan regresi dapat dituliskan :

Y = f(X1,X2, ......, Xi,....., Xn)

Page 47: Pasir laut

31

keterangan:

Y = Produksi rajungan sebagai variabel yang dijelaskan (dependent variabel)

X1 = Produksi pasir laut sebagai variabel yang menjelaskan

(independent variabel) X2 = Trip penangkapan rajungan sebagai variabel yang menjelaskan

(independent variabel)

Pada penelitian ini dilakukan analisis regresi produksi pasir laut (X) terhadap

produksi rajungan (Y). Analisis regresi ini untuk melihat seberapa besar

hubungan produksi pasir laut terhadap produksi rajungan yang ditunjukan oleh

koefisien regresi yang didapat.

3.4.4 Surplus Produsen

Analisa aspek ekonomi dapat dilakukan dengan valuasi ekonomi dengan

menggunakan pendekatan berubahnya pendapatan melalui data produksi dan

harga rajungan sebelum dan sesudah adanya penambangan pasir laut. Surplus

produsen merupakan bagian dari valuasi ekonomi. Surplus produsen adalah

pembayaran yang paling minimum yang bisa diterima oleh produsen dikurangi

dengan biaya untuk memproduksi barang x. Surplus produsen diukur dari sisi

manfaat dan kehilangan dari sisi produsen atau pelaku ekonomi. Pada penelitian

ini dihitung pendapatan nelayan dari hasil produksi rajungan setiap bulan setelah

dikurangi biaya produksi setiap bulan dan dengan cara yang sama dihitung pada

masa sebelum adanya penambangan pasir laut. Selisih pendapatan nelayan

rajungan pada masa sebelum adanya penambangan pasir laut dengan pendapatan

setelah adanya penambangan pasir laut disebut perubahan surplus produsen.

Oleh karena kurva supply perikanan rajungan dalam penelitian ini tidak

diketahui, maka penghitungan surplus produsen di proxy berdasarkan surplus

penerimaan dengan cara menghitung :

SP = ( A x B x C x D ) – ( C x D x E )

Page 48: Pasir laut

32

Keterangan :

SP = Surplus Produsen

A = Produksi rajungan rata-rata per trip (kilogram)

B = Harga jual rajungan (Rp / kg)

C = Jumlah trip (hari melaut per tahun)

D = Jumlah armada tangkap (unit)

E = Biaya operasional per trip (Rp)

Page 49: Pasir laut

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Kondisi Umum

Kabupaten Serang merupakan bagian dari Provinsi Banten dengan

memiliki luas 1.734,09 km2 dan terdiri dari 32 kecamatan. Wilayah Kabupaten

Serang berbatasan langsung dengan Kabupaten Tanggerang di sebelah timur,

Kotamadya Cilegon dan Selat Sunda di sebelah barat, Kabupaten Lebak dan

Pandeglang di sebelah selatan serta Teluk Banten dan Laut Jawa disebelah utara.

Kecamatan yang berada di wilayah pesisir berjumlah 9 kecamatan yaitu

Kecamatan Cinangka, Kecamatan Anyer, Kecamatan Pulo Ampel, Kecamatan

Bojonegara, Kecamatan Kramatwatu, Kecamatan Kasemen, Kecamatan Pontang,

Kecamatan Tirtayasa dan Kecamatan Tanara.

Topografi Kabupaten Serang merupakan wilayah dataran rendah dan

pegunungan dengan ketinggian antara 0 sampai dengan 1.778 m diatas permukaan

laut. Sedangkan fisiografi Kabupaten Serang dari arah utara ke selatan terdiri dari

wilayah rawa pasang surut, rawa musiman, dataran, perbukitan dan pegunungan.

Bagian utara merupakan wilayah yang datar dan tersebar luas sampai ke pantai,

kecuali sekitar Gunung Sawi, Gunung Terbang dan Gunung Batusipat. Bagian

selatan sampai ke barat berbukit dan bergunung antara lain sekitar Gunung

Kencana, Gunung Karang dan Gunung Gede. Daerah yang bergelombang tersebar

diantara kedua wilayah tersebut.

Iklim di wilayah Kabupaten Serang termasuk tropis dengan musim hujan

antara Bulan November-April dan musim kemarau antara Bulan Mei-Oktober.

Curah hujan rata-rata 3.92 mm/hari. Temperatur udara rata-rata berkisar antara

25,8o – 27,6o Celcius. Temperatur udara minimum 20,90o Celsius dan maksimum

33,8o Celsius. Tekanan udara dan kelembaban nisbi rata-rata 81,00 mb/bulan.

Kecepatan arah angin rata-rata 2,80 knot, dengan arah terbanyak adalah dari barat.

Salah satu kegiatan perekonomian penting yang ada di Kabupaten Serang yang

Page 50: Pasir laut

34

didasari oleh potensi sumberdaya alam adalah sektor perikanan, pariwisata dan

pertambangan.

4.2 Kondisi Perikanan Tangkap dan Budidaya Tambak

Perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang berkembang di

Kabupaten Serang. Produksi perikanan Kabupaten Serang berasal dari perikanan

tangkap dan perikanan budidaya. Perikanan tangkap ini baik berasal dari

perikanan laut maupun perairan umum (sungai dan rawa/danau), sedangkan

perikanan budidaya meliputi tambak, kolam, dan sawah. Produksi perikanan ini

pada tahun 2003 (Tabel 2). Pada tabel 3 terlihat bahwa perikanan laut memiliki

kontribusi terbesar terhadap produksi perikanan Kabupaten Serang. Produksi

perikanan laut pada tahun 2003 mencapai 6.008.500 ton atau 75.5% dari produksi

total dengan nilai produksi mencapai Rp. 25.097.530.000,- atau 60.4% dari nilai

produksi total, kemudian disusul oleh perikanan tambak dengan produksi

mencapai 1.299.900 ton atau 16.3% dari produksi total dengan nilai produksi

mencapai Rp. 12.090.995.000,- atau 29.1% dari nilai produksi total.

Tabel 2. Produksi perikanan tangkap/budidaya Kabupaten Serang tahun 2003

Produksi (Ton) Produksi (Ton) Perikanan Tangkap/Budidaya 2002 2003 2002 2003

1. Perikanan Tangkap a. Laut 11,491.80 6,008.50 51,857,812.00 25,097,530.00 b. Perairan Umum Sungai 322.50 137.70 1,563,550.00 782,970.00 Rawa/Danau 320.50 149.10 2,094,200.00 1,057,100.00 2. Perikanan Budidaya a. Tambak 1,739.70 1,299.90 20,850,700.00 12,090,995.00 b. Kolam 410.00 284.40 2,946,500.00 1,884,837.00 c. Sawah 201.40 81.20 1,594,200.00 651,155.00 JUMLAH 14,485.90 7,960.80 80,906,962.00 41,564,587.00

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang 2002-2003

Page 51: Pasir laut

35

Tabel 3. Produksi (ton) perikanan laut Kabupaten Serang menurut kecamatan

TAHUN TIRTAYASA KASEMEN KRAMATWATU BOJONEGARA ANYER CINANGKA JUMLAH

1998 977.10 3,397.80 3,588.60 1,713.00 2,736.60 767.80 13,180.90

1999 478.00 1,130.00 3,827.00 826.30 401.30 366.60 7,029.20

2000 544.00 1,284.60 4,349.70 940.00 456.00 272.50 7,846.80

2001 140.40 2,617.80 5,477.20 1,183.00 574.50 667.50 10,660.40

2002 458.00 3,534.20 4,387.70 1,783.30 771.60 557.00 11,491.80

2003 389.50 2,277.00 1,949.90 851.80 113.60 426.70 6,008.50

2,987.00 14,241.40 23,580.10 7,297.40 5,053.60 3,058.10 56,217.60

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang (1998-2003)

Tabel 4. Nilai produksi (Rp. 1000) perikanan laut Kabupaten Serang menurut kecamatan.

TAHUN TIRTAYASA KASEMEN KRAMATWATU BOJONEGARA ANYER CINANGKA JUMLAH

1998 2,651,967 4,107,746 5,525,914 2,936,814 2,957,128 1,193,670 19,373,239

1999 1,291,019 3,319,764 8,483,847 3,319,763 1,291,019 737,723 18,443,135

2000 3,536,000 4,753,000 14,829,280 732,420 3,830,400 2,402,400 30,083,500

2001 916,500 15,982,900 18,675,529 822,740 4,821,600 9,390,731 50,610,000

2002 4,610,910 9,461,280 26,401,480 2,900,600 3,480,800 5,002,742 51,857,812

2003 1,676,247 9,321,052 7,745,532 3,704,980 843,404 1,806,315 25,097,530

14,682,643 46,945,742 81,661,582 14,417,317 17,224,351 20,533,581 195,465,216

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang (1998-2003)

Hasil tangkapan ikan didaratkan melalui Tempat Pendaratan Ikan (TPI).

Di Kabupaten Serang terdapat beberapa TPI, yaitu di Kecamatan Tirtayasa (Desa

Tengkurak, Lontar), Pontang (Kemayungan Desa Sukajaya), Kecamatan Tanara

(Desa Tenjo Ayu, baru dibangun), Kecamatan Kasemen (Karangantu), Kecamatan

Kramatwatu. Sedangkan TPI yang berada di Selat Sunda terdapat di Merak,

Anyer dan Cinangka.

Aktivitas nelayan Kabupaten Serang sebagian besar menangkap ikan di

dekat pantai, sampai ke Suralaya. Beberapa nelayan mengkap ikan hingga ke selat

sunda pada musim timur (Juli-Agustus), nelayan menangkap ikan di perairan

sekitar P. Pamujan Besar, P. Pamujan Kecil, P. Panjang bagian barat dan utara.

Page 52: Pasir laut

36

Pada musim barat (Desember-Februari), dimana angin dan arus kuat, mereka

menangkap ikan sampai ke perairan Kepulauan Seribu atau Lampung (Nuraini,

2004).

Tabel 5. Produksi perikanan laut menurut jenis ikan tahun 2002-2003

Produksi (Ton) Nilai Produksi (Rp. 1000) No. Jenis Ikan 2002 2003 2002 2003

1 Petek 726.70 510.60 726,700.00 510,000.00 2 Manyung 178.30 79.60 1,248,100.00 557,200.00 3 Kakap 8.10 97,200.00 4 Kurisi 708.20 291.20 4,519,920.00 1,456,000.00 5 Cucut 118.70 31.60 593,500.00 158,000.00 6 Pari 131.10 10.50 327,750.00 31,500.00 7 Layang 600.30 553.50 3,305,500.00 2,767,500.00 8 Teri 840.00 303.40 1,680,000.00 910,200.00 9 Tembang 2,412.50 905.60 2,412,500.00 1,811,200.00

10 Lemuru 652.00 372.00 3,260,000.00 1,860,000.00 11 Kembung 1,550.00 500.70 1,085,100.00 3,504,900.00 12 Tengiri 328.20 30.10 3,260,000.00 361,200.00 13 Tongkol 702.50 191.50 4,533,500.00 1,532,000.00 14 Selar 608.20 249.30 3,041,000.00 1,246,500.00 15 Belanak 29.40 11.70 117,600.00 58,500.00 16 Kuro 9.10 8.60 45,500.00 43,000.00 17 Bawal 3.00 30,000.00 18 Layur 3.00 15,000.00 19 Japuh 12.30 12,300.00 20 Ikan Lainnya 1,019.50 1.606.0 4,715,942.00 3,094,130.00 21 Rajungan 208.10 102.60 2,081,000.00 1,026,000.00 22 Udang Jerbung 161.00 74.00 1,610,000.00 2,220,000.00 23 Udang Lainnya 104.00 832,000.00 24 Cumi 395.60 157.70 2,598,000.00 1,892,400.00

Jumlah 11,491.50 4,402.50 42,090,812.00 25,097,530.00

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang 2003

Page 53: Pasir laut

37

Tabel 6. PDRB Kab. Serang dan kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB

PDRB Harga Berlaku (Juta) PDRB Harga Konstan (Juta)

Tahun Kabupaten Perikanan % Kabupaten Perikanan %

1993 4,299,276.40 32,386.30 0.75 4,299,276.49 32,386.30 0.75

1994 4,857,784.41 33,929.83 0.70 4,638,237.12 30,750.68 0.66

1995 5,704,514.30 43,795.02 0.77 4,981,189.71 36,351.80 0.73

1996 6,539,244.20 52,257.74 0.80 5,419,288.96 39,049.10 0.72

1997 7,503,414.00 52,641.00 0.70 5,653,568.00 36,949.00 0.65

1998 5,209,013.00 71,714.00 1.38 2,424,614.00 32,635.00 1.35

1999 5,683,671.00 91,869.00 1.62 2,453,401.00 33,330.00 1.36

2000 6,541,283.00 106,798.00 1.63 2,577,376.00 36,154.00 1.40

2001 7,226,565.00 108,939.00 1.51 2,657,374.00 36,481.00 1.37

2002 8,212,199.00 120,301.00 1.46 2,751,767.00 38,137.00 1.39

2003 8,941,194.00 128,835.00 1.44 2,867,055.00 39,903.00 1.39

Sumber : Serang Dalam Angka 1993-2003

Berdasarkan laporan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang, armada penangkapan nelayan Kabupaten Serang merupakan perahu dengan motor tempel dan kapal motor, dengan rincian seperti tertera pada Tabel 6. Perahu motor berukuran panjang kurang dari 12 meter dengan lebar antara 1-3 meter dengan motor berkekuatan 4-9 HP.

Tabel 7. Jumlah armada penangkapan nelayan menurut kecamatan

Jumlah perahu/Kapal Kecamatan Motor Tempel Kapal Motor Jumlah

Tirtayasa 399 399

Tanara 56 56

Kasemen 128 121 249

Kramatwatu 52 52

bojonegara 217 217

Anyar 21 36 57

Cinangka 61 61

Jumlah 882 209 1091

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang 2003

Page 54: Pasir laut

38

Beberapa alat tangkap yang umum dan potensial di Kabupaten Serang

dalam produksi ikan adalah bubu (trap), pancing rawe (bottom lngline), payang,

jaring dogol (danish seine), jaring bondet (beach seine), bagan tancap (fixed lift

net), bagan apung/perahu, jaring klitik (bottom gill net) dan jaring insang (gill

net), jaring klitik (bottom gill net) dan jaring insang (gill net), jaring arad (bag

net), sudu perahu, dan sudu (push net,) Nuraini( 2004).

Berdasarkan laporan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang,

jenis dan jumlah alat tangkap di Kabupaten Serang pada tahun 2003 tertera pada

Tabel 8.

Pada tahun 1999, jumlah penduduk Kabupaten Serang sebesar 7.500.000

jiwa dan 10% dari jumlah penduduk tersebut hidup dan bermukim di kawasan

pantai budidaya. Terdapat 1.553 rumah tangga perikana (RTP) yang memiliki

aktivitas di bidang perikanan laut dan melibatkan 12.764 orang pada tahun1999

dengan pendapatan seperti tertera pada Tabel 9.

Tabel 8. Jumlah alat tangkap di Kabupaten Serang tahun 2003

Kecamatan Payang Gill Net

Jr. Klitik

Tramel Net

Jr. Angkat Pancing Arad Bondet Jumlah

Tirtayasa 72 40 12 9 - 48 - 8 189

Tanara 20 23 1 - - 11 - - 55

Kasemen 25 40 - 65 57 249 42 - 478

Kramatwatu 42 9 - - - 53 - 103 207

bojonegara 70 56 - - 9 5 - 37 177

Anyar 44 5 - - - 57 - - 106

Cinangka 61 - - - - - - 61

Jumlah 334 173 13 74 66 423 42 148 1273

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang 2003

Page 55: Pasir laut

39

Tabel 9. Perkiraan pendapatan nelayan dan buruh nelayan pada beberapa alat

tangkap di Teluk Banten tahun 1998-1999

Alat Tangkap Lokal

kg/trip

Biaya Operasional

per trip (Rp. 1000)

Pendapatan per trip

(Rp. 1000)

Pendapatan pemilik perahu

per trip (Rp. 1000)

Pendapatan buruh nelayan

per trip (Rp. 1000)

Payang 50-150 125-300 500-1000 190-350 15-30

Bagan Tancap 5-25 50-250 10-50 5-40 5-35

Bagan Apung 30 15-40 100-200 50-150 75-150

Jaring dogol 150-500 15-25 150-250 50-125 10-30

Jaring Rajungan 1-5 1-5 10-50 10-50 10-50

bondet 25-100 30 100-200 15-125 5-30

Jaring Insang 5-10 10 10-30 10-60 10-25

Jaring Arad 0.5-2 30 100-200 5-150 10-25

Bubu 1-20 5-10 5-250 5-75 5-25

Rawe 10-25 25-35 10-225 5-75 5-25

Sudu 0.5-2 2-5 5-20 5-20 5-20

Sudu Perahu 5-10 5-10 5-40 5-50 5-30

Sumber : Nuraini (2004)

Perikanan tambak memainkan peranan yang penting dalam perekonomian

masyarakat pesisir. Berdasarkan laporan hasil penelitian Potensi Sumberdaya

pesisir Kabupaten Serang Tahun 2003, luasan tambak di Kabupaten Serang

mencapai 8.050,45 ha seperti tertera pada Tabel 10.

Produksi perikanan tambak meliputi ikan bandeng, mujahir, udang windu,

udang putih, dan udang apai-api. Jumlah rumah tangga petani tambak pada 4

kecamatan mencapai 1145 orang dan luas tambak mencapai 5.462,37 ha seperti

tertera pada Tabel 11.

Page 56: Pasir laut

40

Tabel 10. Luas tambak menurut kecamatan

Kecamatan Luas tambak (ha)

Bojonegara 157.22

Kasemen 988.14

Kramatwatu 656.60

Pontang 2,168.52

Pulo Ampel 19.22

Tanara 1,797.67

Tirtayasa 2,263.08

Jumlah 8,050.45

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang

Tabel 11. Jumlah rumah tangga petani tambak dan luas areal tambak di Kabupaten Serang

Kecamatan Desa Jumlah Petani Tambak Luas Areal (ha.)

Kasemen banten 49 126.60

Sawah Luhur 144 387.80

Sukajaya 105 340.50

Pontang Linduk 60 342.37

Wanayasa 70 425.80

Domas 104 522.90

Tirtayasa Alang-Alang 36 105.00

Lontar 88 521.70

Susukan 107 447.90

Sujung 8 54.00

Tengkurak 71 748.00

Tanara Pedaleman 52 240.40

Tenjoayu 234 1,118.90

Tanara 17 80.5

Jumlah 1145 5462.37

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang

4.3 Keadaan Umum Kecamatan Tirtayasa

Kecamatan Tirtayasa memiliki luas 64,46 km2 dan terdiri dari 14 Desa.

Kecamatan Tirtayasa berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Kecamatan

Tanara di sebelah timur, Kecamatan Pontang di sebelah barat dan selatan. Dari 14

Page 57: Pasir laut

41

Desa di Kecamatan Tirtayasa, 6 desa memiliki wilayah-wilayah pesisir/pantai,

yaitu Desa Sujung, desa Lontar, Desa Susukan, Desa Alang-alang, Desa

Tengkurak, dan Wargasara serta Pulo Panjang yang merupakan desa pulau.

Penduduk Kecamatan Tirtayasa pada tahun 2002 berjumlah 39.226 jiwa,

dengan komposisi jumlah wanita dan laki-laki adalah 19.580 dan 19.646 jiwa,

jumlah penduduk pada tiap desa tertera pada Tabel 12. Pada desa-desa yang

terletak di wilayah pantai atau pesisir, sebagian besar penduduk bermata

pencaharian sebagai nelayan, petambak, bakul (tengkulak) dan pada desa-desa

lainnnya, penduduk sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani sawah.

Komposisi penggunaan lahan untuk kegiatan perekonomian di

KecamatanTirtayasa Pontang terdiri atas lahan persawahan, kebun, tegalan dan

tambak, secara terperinci tertera pada Tabel 13. Sedangkan pemanfaatan lahan

untuk aktivitas perekonomian pada 2 desa pengamatan di Tirtayasa tertera pada

Tabel 14.

Tabel 12. Jumlah penduduk Kecamatan Tirtayasa

Jumlah Penduduk Desa

Wanita Laki-laki KK

Tirtayasa 1587 1557 787

Sujung 2132 2011 1035

Kebon 1389 1311 758

Lontar 2604 2561 1932

Susukan 1785 1780 891

Pontang Legon 1195 1168 590

Kemanisan 1333 1259 648

Kebuyutan 943 928 467

Samparwadi 1308 1295 650

Puser 1213 1109 580

Laban 1072 1049 530

Alang-alang 1178 1160 648

Tengkurak 1259 1229 622

Wargasara 509 457 245

Jumlah 19507 18874 10383

Sumber: Kantor Kecamatan Tirtayasa

Page 58: Pasir laut

42

Tabel 13. Luas penggunaan lahan di Kecamatan Tirtayasa (ha)

Kecamatan Pemukiman Sawah Kebun Semak Tambak Jumlah

Pontang 314.79 5,151.99 43.97 0.00 2,168.52 7,680.27

Tirtayasa 235.88 2,989.08 357.14 76.26 2,263.08 5,921.44

Sumber: Laporan Penelitian Survey Pemetaan Sumberdaya Pesisir Kabupaten Serang 2002.

Tabel 14. Pemanfaatan lahan di Kecamatan Tirtayasa pada desa-desa pengamatan

Luas Persawahan Luas Tambak Lain-lain Jumlah Desa

(ha) (ha) (ha) (ha)

Lontar 199 223 133 555

Susukan 30 553 15 598

Sumber: Kantor Kecamatan Tirtayasa (2003)

Sarana dan Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Tirtayasa terdiri dari sebuah

Puskesmas yang terletak di ibukota kecamatan, polindes dengan satu orang bidan

desa pada tiap desa. Sedangkan sarana dan fasilitas pendidikan berupa lembaga

pendidikan dasar dari tingkat sekolah dasar hingga SMA, serta pesantren.

Tingkat pendidikan di Kecamatan Tirtayasa khususnya pada 2 desa

pengamatan relatif rendah seperti tertera pada Tabel 15.

Tabel 15. Jumlah lulusan tiap jenjang pendidikan di Kecamatan Tirtayasa

Desa SD SLTP SLTA Akademi Universitas

Lontar 900 250 122 12 6

Tengkurak 924 102 40 3 9

Susukan 300 140 95 25 7

Sumber: Bappeda Kabupaten Serang (2003)

Desa Lontar sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan dengan Desa Alang-Alang, Sebelah barat dengan Desa Susukan, dan sebelah timur dengan Desa Tengkurak. Desa Lontar yang terdiri dari 1932 KK, sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan. Selain nelayan, mata pencaharian utama yang lain adalah bakul (tengkulak), dimana hubungan antara

Page 59: Pasir laut

43

bakul dengan nelayan sudah terjalin erat dan melembaga. Bakul ini terdiri dari bakul pertama yang membeli hasil tangkapan langsung dari nelayan, bakul kedua, yang membeli hasil tangkapan dari bakul pertama dan bakul besar atau bakul pengumpul. Terdapat pula bakul besar yang membeli hasil tangkapan langsung dari nelayan dalam jumlah yang besar terutama untuk hasil tangkapan rajungan. Para bakul ini terdiri dari bakul yang memiliki kapal maupun bakul yang tidak memiliki kapal.

Nelayan yang ada di Desa Lontar terdiri dari nelayan yang memiliki perahu, nelayan tanpa perahu, nelayan jaring lempar, pengumpul kerang-kerangan. Jenis-jenis tangkapan yang dihasilkan para nelayan sangat tinggi, terdiri dari berbagai jenis ikan pelagis seperti tenggiri, tongkol, selar, layar dan lain-lain, udang, rajungan, berbagai jenis kerang-kerangan, benih kerapu. Kegiatan pengumpulan kerang-kerangan pada umumnya dilakukan oleh para wanita istri nelayan.

Kegiatan perikanan tambak terdapat pula di Desa Lontar dengan luas tambak sebesar 285 ha, dimana komoditas yang dihasilkan dari tambak ini adalah ikan mujair dan bandeng. Seperti halnya nelayan tangkap, nelayan tambak memasarkan panen tambaknya kepada para bakul. Selain ikan mujahir dan bandeng, petambak memanen pula udang alam (udang api) yang masuk ke tambak melalui saluran air masuk dari laut. Selain petani, bakul dan petambak, mata pencaharian lain yang cukup dominan adalah warung dan ojeg. Perekonomian di Desa Lontar digerakkan pula oleh banyaknya TKW yang bekerja di luar negeri, dimana pada saat-saat musim pacekcik, peran TKW ini cukup berarti untuk menopang perekonomian keluarga. Peran TKW yang cukup menonjol ini terlihat pada bangunan fisik rumah yang tergolong baik. Desa Lontar dengan panjang pantai kurang lebih 6 km, memiliki komunitas mangrove (jenis api-api) yang sudah rusak dan saat ini memiliki komunitas mangrove yang tidak berarti. Pantai di Desa Lontar adalah pantai berpasir dimana pada pantai ini pula terdapat komunitas nelayan dengan pemukiman yang terletak di pinggir pantai. Pantai di Desa Lontar menjadi kawasan wisata lokal, baik untuk masyarakat Desa Lontar sendiri maupun desa-desa lain di Kecamatan Tirtayasa.

Sarana dan fasilitas kesehatan yang terdapat di Desa Lontar adalah sebuah polindes atau satu orang bidan desa. Sedangkan sarana pendidikan yang ada di Lontar berupa 1 buah lembaga pendidikan TK, 3 buah setingkat SD dan 1 buah Madrasah Tsanawiyah.

Page 60: Pasir laut

44

Desa Susukan dengan luas 7,90 km2, wilayahnya terdiri dari areal persawahan, tambak dan pemukiman. Sebagaian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan dan petambak. Nelayan di Desa Susukan sebagian besar merupakan nelayan jaring rajungan. Di Desa Susukan terdapat 2 orang pengusaha atau bakul besar yang menampung rajungan tangkapan nelayan untuk kemudian dijadikan komoditas rajungan kaleng. 4.4 Karakteristik Perikanan Tangkap dan Budidaya di Wilayah Penelitian Armada Penangkapan

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, kapal yang digunakan oleh nelayan di Kecamatah Tirtayasa berupa kapal kayu dengan ukuran lebar perahu antara 1.5-2.5 meter, panjang perahu antara 5-9 meter, dengan kapasitas antara 2-3 GT. Perahu ini dilengkapi dengan mesin (motor tempel) dengan kekuatan 3-25 PK.

Pada umumnya kapal-kapal atau perahu yang dimiliki nelayan merupakan milik pribadi yang dibeli dengan modal sendiri atau meminjam. Pada umumnya nelayan mengakui belum ada atau tidak pernah memanfaatkan fasilitas pinjaman atau kredit dari lembaga keuangan formal dalam permodalannya. Modal yang diperlukan nelayan untuk satu unit kapal (ukuran 2 x 8 m) dengan mesin (10 PK) serta 1 unit (6 pis) jaring udang dan jaring rampus, mencapai Rp. 19 juta pada tahun 2003. Nelayan menyatakan, bahwa selama 1.5 -2 tahun modal tersebut sudah tertutupi.

Wilayah penangkapan nelayan-nelayan di Kecamatan Tirtayasa pada umumnya berkisar 1-3 mil. Aktivitas penangkapan dilakukan dengan “one-day fishing”. Namun adakalanya pada musim rajungan atau puncak musim ikan, wilayah tangkapan ikan nelayan mencapai wilayah perairan Lampung. Penangkapan dilakukan pula di wilayah perairan dekat pantai yang dilakukan ketika air surut. Aktivitas ini dilakukan tanpa menggunakan perahu, dengan menggunakan jaring/jala lempar, garuk ataupun tangan dengan cara ‘menggaruk’ dasar perairan untuk mencari kerang-kerangan. Alat tangkap

Alat tangkap yang biasa digunakan masyarakat Kecamatan Tirtayasa untuk menangkap rajungan adalah jaring rajungan dan bubu rajungan.

Page 61: Pasir laut

45

1. Jaring rajungan Jaring rajungan memiliki bagian-bagian, yaitu tali ris atas (head rope), tali

pelampung (float line), pelampung (float), badan jaring (webbing), tali ris bawah (ground rope), pemberat (singker), tali selambar dan perlengkapan tambahan berupa pelampung tanda dan pemberat tambahan. Jaring rajungan dioperasikan oleh 2-3 orang, kadang ada beberapa nelayan yang ikut membawa jaring rajungan sendiri dengan tujuan menghemat biaya operasional. Biasanya tiap nelayan membawa 12-30 tingting. Spesifikasi alat tangkap jaring rajungan yang digunakan yaitu pada Tabel 16

Tabel 16 Bagian, bahan dan ukuran jaring rajungan yang digunakan nelayan Kecamatan Tirtayasa

No Nama Bagian Keterangan 1 Badan jaring

Bahan Diameter Mesh size Jumlah mata jaring

- Panjang - Tinggi

PA Monofilament no 20 0,2 mm 3,5 inci (8,75 cm) 16,5 mata/m 6 mata

2 Tali ris atas dan tali ris bawah Bahan Arah pilinan Diameter Panjang per tingting

PE multifilament Z 2 mm 105 m

3 Tali pelampung Bahan Arah pilinan Diameter

PE multifilament S 2 mm

4 Tali pemberat Bahan Arah pilinan Diameter

PE multifilament S 2 mm

5 Pelampung Bahan Bentuk Diameter dalam Diameter luar Ketebalan Jarak antar pelampung

Karet sandal Oval 0,2 cm 2,6 cm 1,3 cm 240 cm

6 Pemberat Bahan Berat Bentuk Diameter dalam Diameter luar Jarak antar pemberat

Timah 2 gr Bulat 1 mm 3 mm 30 cm

Page 62: Pasir laut

46

Waktu penangkapan 1 hari untuk 1 trip dilakukan pada sore hari dan baru

diambil pada pagi hari berikutnya.

Teknik Pengoperasian Jaring Rajungan

Tahapan yang dilakukan untuk mengoperasikan alat tangkap jaring rajungan

hampir sama dengan pengoperasian alat tangkap bubu lipat (wadong), yaitu tahap

persiapan, pencarian daerah penangkapan (fishing ground), penurunan jaring

(setting), perendaman (soaking) dan pengangkatan/penarikan jaring (hauling).

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan dilakukan sebelum melakukan operasi penangkapan. Tahap

ini meliputi persiapan alat tangkap dan pemeriksaan kondisi mesin, perahu,

persiapan bahan bakar, persiapan perbekalan serta persiapan ABK.

2. Tahap Pencarian Daerah Penangkapan (Fishing Ground)

Penentuan daerah penangkapan (fishing ground) untuk menangkap rajungan

dilakukan berdasarkan informasi atau pengalaman hasil dalam operasi

tangkapan sebelumnya. Perairan yang sering dijadikan daerah penangkapan

rajungan adalah di sekitar perairan Kecamatan Tirtayasa yang juga merupakan

lokasi penambangan pasir laut. Bila penambangan pasir laut sedang dilakukan

maka nelayan mencari daerah penangkapan lebih jauh ketengah laut dan bila

bahan bakar terbatas mereka melakukan penangkapan lebih dekat ke pantai.

Sejalan dengan perahu diarahkan menuju daerah penangkapan, maka alat

tangkap jaring rajungan dirapihkan dan ditata pada lambung sebelah kanan

perahu. Pada saat yang sama juga dilakukan penyambungan jaring rajungan

dan pelampung tanda dengan jaring rajungan lainnya. Sebelum

penyambungan alat tangkap dengan pelampung tanda, yang dilakukan terlebih

dahulu adalah persiapan pelampung. Pelampung tanda diatur sedemikian rupa

agar tidak melilit atau kusut. Waktu yang dibutuhkan untuk mencari daerah

penangkapan kurang lebih 1 jam.

3. Tahap Penurunan Alat Tangkap Jaring Rajungan (Setting)

Sesampainya di daerah penangkapan (fishing ground), dilakukan pencarian

dasar perairan yang sekitarnya tepat untuk pemasangan jaring rajungan. Dasar

Page 63: Pasir laut

47

perairan yang sesuai adalah yang bertipe substrat lumpur berpasir. Setting

berlangsung kurang lebih selama 1 jam tergantung dari banyaknya jaring

rajungan yang dibawa. Tahapan penurunan alat tangkap tersebut adalah dari

lambung kanan kapal, dengan urutan sebagai berikut :

Kapal dijalankan dengan kecepatan rendah dan nelayan ke-1 menurunkan

alat tangkap per tinting sampai dengan selesai. Nelayan ke-2 bertugas

membantu kelancaran kegiatan penurunan alat tangkap (setting),

sedangkan nelayan ke-3 bertugas sebagai nahkoda/tekong, yaitu

mengarahkan dan mengemudikan perahu pada saat setting.

Kegiatan penurunan rangkaian alat tangkap jaring rajungan dimulai dari

bendera tanda. Kemudian rangkaian demi rangkaian dalam tiap tinting alat

tangkap jaring rajungan terus diturunkan. Pada rangkaian terakhir

diikatkan dengan tali selambar dengan panjang sekitar 35 m dari bahan

PE.

Kedalaman perairan berdasarkan pengamatan dan penelitian lapangan

pada kegiatan operasi penangkapan berkisar antara 7-15 meter. Setelah

semua rangkaian alat tangkap jaring rajungan diturunkan, posisi kapal

segera lego jangkar dan mesin kapal dimatikan.

Kegiatan penurunan alat tangkap jaring rajungan tersebut dilanjutkan

dengan tahap perendaman (soaking).

4. Tahap Perendaman Alat Tangkap Jaring Rajungan (Soaking)

Setelah selesai penurunan alat tangkap (setting), tali selambar yang

dihubungakan dengan pelampung tanda diikatkan ke badan kapal dan mesin

kapal dimatikan, kemudian jangkar kapal diturunkan.Selama proses

perendaman alat tangkap (soaking), nelayan kembali kedarat untuk

beristirahat ataupun melakukan aktivitas lainnya. Lama perendaman alat

tangkap yang dilakukan adalah satu malam atau 9-12 jam.

5. Tahap Pengangkatan/Penarikan Alat Tangkap Jaring Rajungan (Hauling)

Kegiatan pengangkatan/penarikan alat tangkap jaring rajungan (hauling)

dimulai dengan pengangkatan jangkar ke atas perahu. Kemudian penarikan

pelampung tanda dan penarikan rangkaian alat tangkap.

Pada saat hauling, ada pembagian tugas diantara para nelayan. Nelayan ke-1

bertugas menarik tali utama dan bagian badan jaring (webbing) sambil

Page 64: Pasir laut

48

membersihkan kotoran (sampah) yang menempel pada jaring tersebut.

Nelayan ke-2 bertugas membantu nelayan ke-1 dalam menarik jaring,

menyusun jaring untuk setting berikutnya, mengeluarkan hasil tangkapan dari

badan jaring dan memasukkan hasil tangkapan ke dalam ember plastik yang

telah disediakan. Nelayan ke-3 bertugas mengemudikan kapal sambil sesekali

membantu melepaskan hasil tangkapan dari badan jaring.

Kegiatan hauling dilakukan di bagian lambung kanan kapal. Lama waktu

hauling sekitar 2 jam tergantung dari banyaknya jaring rajungan yang dibawa

oleh nelayan.

2. Bubu Lipat (Wadong)

Bubu lipat (wadong) yang dioperasikan di Kecamatan Tirtayasa memiliki

bagian-bagian, yaitu pelampung tanda, tali pelampung tanda, tali utama, tali

cabang dan bubu lipat (wadong) dengan besarnya mesh size net webbing

pembungkus rangka yaitu 1,25 cm. Dioperasikan oleh 3-4 orang nelayan

bergantung dari banyaknya bubu yang dibawa dan jarak daerah penangkapan yang

ditempuh. Nelayan Kecamatan Tirtayasa melakukan operasi penangkapan rutin

tiap hari (one day fishing).

Umumnya nelayan membeli bubu dengan cara memesan bubu sesuai dengan ukuran berdasarkan keinginan nelayan. Bubu lipat dengan ukuran besar memiliki harga jual Rp 12.000,- per buah mempunyai ukuran panjang 52 cm, lebar 33 cm, dan tinggi 20 cm, sedangkan yang berukuran kecil dengan harga Rp 10.000,- mempunyai ukuran panjang 44 cm, lebar 28 cm dan tinggi 15 cm. Jumlah bubu yang dibawa berkisar antara 150-300 buah. Spesifikasi alat tangkap bubu lipat (wadong) yang biasa digunakan nelayan Kecamatan Tirtayasa yaitu pada Tabel 17.

Teknik Pengoperasian Bubu Lipat (Wadong)

Pengoperasian alat tangkap bubu lipat (wadong) untuk menangkap rajungan melalui beberapa tahap, yaitu persiapan, pencarian daerah penangkapan (fishing ground), penurunan bubu (setting), perendaman (soaking) dan pengangkatan /penarikan bubu (hauling).

Page 65: Pasir laut

49

Tabel 17 Bagian, bahan dan ukuran bubu lipat yang digunakan nelayan Kecamatan Tirtayasa

No Nama Bagian Keterangan

1 Bagian bubu

Bahan rangka utama

Panjang (cm)

Lebar (cm)

Tinggi (cm)

Dimensi mulut (cm)

Kasa tempat umpan

Panjang tempat umpan (cm)

Besi behel ukuran 8 …..mm

51,5 cm

34 cm

20 cm

1-2 cm

Besi behel ukuran 10……mm

18-20 cm

2 Tali utama

Bahan

Panjang (m)

Diameter (mm)

PE multifilament

3000 m

10 mm

3 Tali cabang

Bahan

Panjang (m)

Diameter (mm)

PE multifilament

2 m

4 mm

4 Pelampung tanda

Bahan

Panjang (m)

Bentuk

Panjang tali (m)

Diameter tali (mm)

Bambu atau Styrofoam

2 m

elips

20 m

PE multifilament 3 mm

Tahapan pengoperasian bubu lipat adalah sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan ini dilakukan sebelum berangkat menuju daerah

penangkapan. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah pemeriksaan alat

tangkap, mesin, perahu, persiapan bahan bakar (solar dan minyak tanah),

persiapan perbekalan (bahan makanan, es, air bersih) serta persiapan umpan.

2. Tahap Pencarian Daerah Penangkapan (Fishing Ground)

Pada tahap penentuan daerah penangkapan (fishing ground) untuk menangkap

rajungan, biasanya dilakukan berdasarkan informasi atau pengalaman hasil

tangkapan sebelumnya. . Perairan yang sering dijadikan daerah penangkapan

rajungan adalah di sekitar perairan Kecamatan Tirtayasa yang juga merupakan

Page 66: Pasir laut

50

lokasi penambangan pasir laut. Bila penambangan pasir laut sedang dilakukan

maka nelayan mencari daerah penangkapan lebih jauh ketengah laut. Pada saat

perahu diarahkan menuju ke daerah penangkapan, maka ikan umpan yaitu dari

jenis ikan petek dan ikan rucah dipersiapkan dan dipasang pada bubu,

kemudian setelah ikan umpan terpasang, bubu dilipat kembali dan disusun di

lambung kanan kapal untuk persiapan penurunan alat tangkap (setting).

Umpan yang digunakan berukuran 5 cm. Jadi, jika ukuran ikan melebihi 5 cm,

maka ikan dibagi menjadi 2 bagian sehingga kira-kira berukuran 5 cm. Waktu

yang dibutuhkan untuk mencari daerah penangkapan ini kurang lebih 1-2 jam.

3. Tahap Penurunan Alat Tangkap Bubu Lipat (Wadong) (Setting)

Sesampainya di daerah penangkapan (fishing ground) dilakukan pencarian

dasar perairan yang sekiranya tepat untuk pemasangan bubu. Dasar perairan

yang sesuai adalah yang bertipe substrat lumpur berpasir.

Setting berlangsung kurang lebih selama 1-1,5 jam dengan jumlah bubu ± 300

buah. Waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan setting alat tangkap bubu lipat

(wadong) rata-rata sekitar 12 detik per buah. Tahapan penurunan alat tangkap

tersebut adalah dari lambung kanan kapal, dengan urutan sebagai berikut :

Kapal dijalankan dengan kecepatan rendah dan nelayan ke-1

menyusun/merangkai alat tangkap yang satu dengan yang lainnya serta

posisi bubu lipat yang awalnya terlipat segera untuk dibuka. Apabila telah

siap, alat tangkap diserahkan kepada nelayan ke-2 untuk dilakukan

penurunan alat tangkap (setting).

Nelayan ke-3 bertugas membantu kelancaran penurunan alat tangkap dan

nelayan ke-4 bertugas sebagai nahkoda/tekong, yaitu mengarahkan dan

mengemudikan kapal pada saat setting.

Kegiatan penurunan rangkaian alat tangkap bubu lipat (wadong) dimulai

dari bendera tanda, kemudian rangkaian alat tangkap bubu terus

diturunkan dan setiap 50 buah diberi bendera tanda. Secara keseluruhan

dari 300 buah rangkaian bubu dibagi menjadi 8 buah bendera tanda.

Kedalaman perairan laut dalam mengoperasikan bubu lipat adalah

berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian lapangan yaitu berkisar

antara 7-15 m tergantung dari daerah penangkapan. Setelah semua

Page 67: Pasir laut

51

rangkaian alat tangkap bubu diturunkan, posisi kapal segera lego jangkar

dan mesin kapal dimatikan.

Selanjutnya adalah tahap perendaman (soaking).

4. Tahap Perendaman Alat Tangkap Bubu Lipat (Wadong) (Soaking)

Setelah selesai penurunan alat tangkap (setting), tali selambar yang

dihubungkan dengan pelampung tanda diikatkan ke badan kapal dan mesin

kapal dimatikan, kemudian jangkar diturunkan. Selama proses perendaman

alat tangkap (soaking), nelayan kembali kedarat untuk melakukan aktivitas

lainnya. Lama perendaman alat tangkap berkisar 9-12 jam.

5. Tahap Pengangkatan/Penarikan Alat Tangkap Bubu Lipat (Hauling)

Kegiatan penangkapan/penarikan alat tangkap bubu lipat (hauling) dimulai

dengan pengangkatan jangkar ke atas. Kemudian penarikan pelampung tanda

dan penarikan bubu.

Pada saat hauling, pembagian tugas diantara para nelayan adalah sebagai

berikut : nelayan-1 bertugas menarik tali utama, nelayan ke-2 bertugas

mengangkat bubu pada tali cabang dan membersihkan lumpur pada bubu,

nelayan ke-3 mengeluarkan hasil tangkapan dari dalam bubu ke cool box dan

nelayan ke-4 bertugas memasang umpan sekaligus merapihkan bubu di atas

kapal untuk setting yang berikutnya.

Kegiatan hauling dilakukan di bagian lambung kanan perahu, dengan rata-rata

waktu yang dibutuhkan untuk penarikan bubu sekitar 2 jam.

Musim dan Hasil Tangkapan.

Teluk Banten merupakan perairan yang dangkal, kurang dari 12 m

dalamnya dengan luas kira-kira 150 km2. Dasar perairan pada umumnya berpasir

(Nurani, 2004). Demikian pula perairan Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang

umumnya memiliki dasar laut berpasir. Jika organisme ingin menghuni daerah ini

maka organisme tersebut harus beradaptasi dengan kondisi pasir. Biasanya adalah

dengan menggali substrat sampai mencapai kedalaman tertentu dari pasir dimana

gelombang tidak dapat lagi mempengaruhi. Kedua adalah cara menggali dengan

cepat, mekanisme ini banyak dipakai oleh cacing anelida, kerang kecil dan

Page 68: Pasir laut

52

crustaceae. Tipe ini juga dianut oleh Kepiting pasir dari famili Hippidae yang

banyak ditemukan di pantai (Nybaken , 1992).

Pada perairan Kecamatan Tirtayasa saat bulan-bulan tertentu terdapat

musim udang. Secara kontinu juga banyak ditangkap rajungan (Portunus

pelagicus) bahkan pada bulan-bulan tertentu terjadi musim rajungan atau

besarnya hasil tangkapan. Terdapatnya musim udang dan rajungan pada perairan

Kecamatan Tirtayasa tidaklah mengherankan, karena udang ataupun rajungan

yang telah dewasa mereka cenderung berada pada dasar perairan yang berpasir.

Rajungan jenis Portunus sp hidup pada habitat yang beraneka ragam yaitu pantai

dengan dasar pasir, pasir lumpur dan juga di laut terbuka. Dalam keadaan biasa, ia

diam di dasar laut sampai dengan kedalaman lebih dari 65 m, tetapi sekali-sekali

ia dapat juga terlihat dekat ke permukaan laut (Nontji, 1993).

Portunidae adalah salah satu famili kepiting yang memiliki pasangan

kaki jalan dan pasangan kaki kelimanya berbentuk pipih dan melebar pada ruas

yang terakhir. Famili Portunidae sebagian besar hidup di laut, perairan bakau, atau

perairan payau. Rajungan berbeda dengan kepiting, tetapi karena masih satu

famili maka dalam dunia perdagangan dimasukkan satu kelompok yang sama

dengan kepiting yaitu kelompok crabs.

Musim ikan terjadi 2 kali dalam setahun, baik pada musim barat maupun

musim timur, dan mencapai puncak menjelang musim hujan pada bulan Juni-

Oktober. Sedangkan musim udang terjadi 2 kali setahun, yaitu pada musim barat

dan timur, mengalami puncak musim selama 3 bulan dalam 1 tahun. Pada saat

musim udang, nelayan menangkap udang 3 hari dalam 1 minggu. Menurut salah

seorang nelayan, bulan Februari-Maret-April dimana terjadi musim timur

merupakan puncak musim kerapu. Menurut para nelayan, diantara komoditas

udang, ikan, rajungan dan kerang-kerangan, hanya rajungan dan kerang-kerangan

saja yang tidak mengenal musim.

Page 69: Pasir laut

53

Tabel 18. Jumlah kapal dan nelayan di desa-desa pengamatan di Kecamatan

Tirtayasa.

Susukan Lontar Tengkurak Alat Tangkap

Kapal Nelayan Kapal Nelayan Kapal Nelayan

Jr. Udang - - - -

Jr. Bondet - - - - 17 102

Bubu 18 72 - - - -

Sero - - - - 22 110

Jr. Rajungan - - - - - -

Jr. Rampus 1 4 - - - -

Jr. Tegur - - - - 14 70

Yonbun 3 15 - - - -

Jr. Klitik 10 50 - - - -

Jumlah 32 141 265 1200 53 282

Sumber : Hasil survey Dinas Perikanan Kab. Serang tahun 2004

*) Hasil pengamatan

Hasil tangkapan nelayan berupa udang-udangan (udang jerbung, udang

kipas, udang peci, udang belalang atau cackrik), rajungan, kerang-kerangan

seperti kerang darah, kerang tahu (kepah), kerang bulu, tiram, “menyeng”,

“bladed”, keong-keongan seperti keong macan, berbagai jenis ikan seperti ikan

kuro, kuwe, tenggiri, bawal, kakap, kerapu, kembung, tongkol, selar, pari,

belanak, teri, manyun, layur, tembang, sembilang, kedukang, bilis, cucut, kurisi,

raja gantang, cumi, sotong, kerapu (kerapu lumpur, lodeg, macan, bebek, karet,

bibit kerapu) dan yang lainnya. Rajungan merupakan salah satu tangkapan

nelayan yang dominan dari kedua desa di Kecamatan Tirtayasa. Di desa Lontar

dan Susukan terdapat bakul besar rajungan yang melakukan pengolahan daging

rajungan, yang produksinya kemudian dipasarkan untuk ekspor. Rajungan ini

ditangkap dengan jaring rajungan maupun bubu.

Berdasarkan wawancara dengan nelayan, rata-rata dalam setiap

operasinya, setiap perahu memerlukan biaya operasi sebesar 30-35 ribu untuk

jaring rajungan, 70 ribu untuk jaring udang, 75 ribu untuk jaring ikan, 35 ribu

untuk jaring bondet dengan hasil tangkapan (sebelum beroperasinya kapal keruk)

Page 70: Pasir laut

54

10-40 kg./trip untuk jaringan udang, 50-150 kg/trip untuk jaring rampus, 15-50 kg

untuk jaring rajungan, 100-200 kg/trip untuk jaring arad, 200-500/kg untuk

jaring bondet. Pada puncak musim udang, tangkapan udang mampu mencapai

100-200 kg/trip. Nelayan-nelayan yang mencari ikan di pinggir pantai dengan

menggunakan jala lempar, menghasilkan 3-6 kg. Udang/ikan tiap harinya, dan

para pengumpul kerang dapat menghasilkan kerang-kerangan 5-10 kg setiap

harinya. Selain itu, dengan menggunakan sudu, diperoleh pula bibit kerapu.

Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan.

Pada masyarakat nelayan di kecamatan Tirtayasa terdapat kelompok-

kelompok yang dikategorikan sebagai :

1. Nelayan Pemilik Kapal

2. Nelayan Buruh

3. Nelayan jala lempar, pengumpul kerang-kerangan

4. Bakul (tengkulak)

Nelayan pemilik kapal dalam statistik perikanan disebut sebagai Rumah Tangga

Perikanan (RTP) Nelayan ini pada umumnya ikut dalam operasi penangkapan

ikan dan pendapatan nelayan ini pada umumnya dua kali lebih besar daripada

nelayan buruh. Nelayan buruh dalam statistik perikanan disebut sebagai Rumah

Tangga Buruh Perikanan (RTBP). Dalam satu armada penangkapan, terdiri dari 5-

6 orang nelayan, yang terdiri dari satu orang punggawal dan 4 orang anak buah

kapal. Berdasarkan perhitungan, jumlah nelayan (nelayan pemilik kapal dan

buruh) mencapai 2170 orang, sedangkan nelayan jaring lempar dan para

pengumpul kerang-kerangan diperkirakan mencapai 20 orang.

Bakul merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan

nelayan. Para nelayan menjual hasil tangkapannya kepada para bakul. Setiap

nelayan memiliki hubungan yang tetap dengan bakul tertentu. Bakul ini adalah

yang memiliki perahu dan alat tangkap yang dijalankan oleh para nelayan.

Seringkali para bakul menjadi lembaga yang memberikan pinjaman kepada para

Page 71: Pasir laut

55

nelayan terutama pada musim paceklik. Bakul ini juga dapat dikelompokkan

menjadi bakul pertama (bakul kecil) dan bakul kedua atau bakul besar.

Berdasarkan pengamatan, pada tempat-tempat dimana ikatan bakul dengan

nelayan begitu kuat, tidak ada aktivitas pada TPI seperti di Desa Lontar.

Pendapatan nelayan pemilik perahu berkisar antara Rp. 20.000 -100.000

setiap harinya, dengan rata-rata Rp. 43.000,-, nelayan buruh Rp. 10.000-100.000

/hari dengan rata-rata Rp. 34.000,- dan bakul 10.000-3.000.000,- dengan rata-rata

Rp. 130.000 per hari. Bila sedang musim paceklik, nelayan mengaku masih

memperoleh pendapatan antara 5.000-25.000 setiap harinya. Nelayan jaring

lempar setiap harinya dapat memperoleh pendapatan antara 20.000-50.000 setiap

harinya, begitu pula dengan nelayan pengumpulan kerang-kerangan.

4.5 Karakteristik Responden

Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang dilakukan di kecamatan Tirtayasa

yang meliputi 2 desa terhadap 38 responden, diperoleh karakteristik sosial-

ekonomi responden seperti tertera pada Tabel 19.

Tabel 19. Karakteristik responden di wilayah penelitian

Pendidikan Umur Pekerjaan

Kec./Desa SD SLTP SLTA <30 31-40 >40 Nelayan

Pemilik

Nelayan

Buruh Bakul Jumlah

Tirtayasa

Lontar 23 3 1 6 9 12 12 12 5 27

susukan 10 1 0 3 4 4 7 3 1 11

Jumlah 33 4 1 9 13 16 19 15 6 38

Prosentase 86.84 10.53 2.63 23.68 34.21 42.11 50.00 39.47 15.79 100.00

Sumber : hasil wawancara

Responden berusia antara 18-62 tahun dan apabila dikelompokkan lagi

berdasarkan kelompok umur, maka responden terbanyak memiliki kisaran umur di

atas 40 tahun. Sebagian besar para nelayan berada pada kelompok umur di atas 40

Page 72: Pasir laut

56

tahun. Dari sisi tingkat pendidikan, maka sebayak 33 orang (86.84%)

berpendidikan SD (tamat atau tidak tamat), 4 orang (10.53%) berpendidikan

SLTP, dan 1 orang (2.63%) berpendidikan SLTA.

Sebanyak 19 orang dari 38 orang responden bermata pencaharian sebagai

nelayan pemilik dan dari 38 orang tersebut, 17 orang (16.8%) merupakan nelayan

yang memiliki perahu, dan 15 orang (39.47%) merupakan nelayan buruh, 6 orang

(15.79%) responden bermata pencaharian sebagai bakul ikan.

Page 73: Pasir laut

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Daerah Penangkapan Ikan dan Kawasan Penambangan Pasir Laut

Daerah penangkapan ikan di perairan Kabupaten Serang dapat digolongkan ke

dalam tiga cluster daerah penangkapan ikan, yaitu daerah penangkapan ikan dengan

kedalaman 0-5 meter (cluster satu), daerah penangkapan ikan dengan dengan

kedalaman 5–10 meter (cluster dua), dan daerah penangkapan ikan dengan

kedalaman 10–15 meter (cluster tiga). Ketiga cluster caerah penangkapan ikan ini

kesemuanya tumpang tindih dengan kawasan penambangan pasir yang diizinkan oleh

Pemerintah Daerah Kabupaten Serang.

Tumpang tindihnya daerah penangkapan ikan dengan kawasan penambangan

pasir mengakibatkan nelayan dalam melakukan penangkapan ikan selalu berupaya

menghindari kapal keruk yang sedang beroperasi agar tidak terjadi tabrakan ataupun

turut terhisapnya alat tangkap nelayan oleh kapal keruk. Kejadian ini membuat

Nelayan melakukan upaya penangkapan pada daerah yang sangat dekat dengan pantai

dengan resiko hasil tangkapan sangat terbatas dan berukuran kecil atau melakukan

penangkapan yang lebih jauh dari pantai melampaui kapal keruk yang sedang

beroperasi sehingga membutuhkan bahan bakar yang lebih dari keadaan normal.

5.2 Produksi Rajungan

Produksi Rajungan sebelum adanya penambangan pasir laut di Kecamatan

Tirtayasa pada Tahun 2002 mencapai 180,4 ton, Pada Tahun 2003 dengan

dimulainya penambangan pasir pada bulan september produksi rajungan di

kecamatan Tirtayasa mencapai 62,34 ton. Pada bulan september 2003 dimulai

penambangan pasir laut oleh PT. Jet Star. Penambangan pasir laut terus berlangsung

hingga tahun 2005. Seiring dengan penambangan pasir laut, upaya penangkapan

rajungan oleh nelayan juga terus berlangsung. Nelayan terpaksa melakukan

penangkapan rajungan pada perairan dekat pantai atau jauh ketengah menghindari

kapal keruk pasir laut yang sedang melakukan operasi pengerukan. Sesekali

Page 74: Pasir laut

58

dilakukan penangkapan rajungan tepat pada lokasi pengerukan ketika kapal keruk

kembali ke Jakarta membawa muatan pasir laut. Pada kondisi demikian, tahun 2004

produksi rajungan bersamaan dengan berlangsungnya penambangan pasir laut di

Kecamatan Tirtayasa mencapai 50,2 Ton.

-

10.0

20.0

30.0

40.0

50.0

60.0

bula

n

apr

jul

oct

jan'

03 apr

jul

oct

jan'

04 apr

jul

oct

jan'

05

produksirajungan (ton)produksi pasirlaut (M3)

0

100000

400000

300000

200000

600000

500000

prod

uksi

pas

ir la

ut (M

3 )

prod

uksi

raju

ngan

(ton

)

Gambar 8. Produksi rajungan dan pasir laut

Produksi rajungan setiap tahunnya semakin menurun meskipun rajungan dapat

tertangkap sepanjang tahun dan produksi bulanan pada tiap–tiap tahun tidak memiliki

pola. Pada kenyataan di lapangan, produksi rajungan di Kecamatan Tirtayasa

berlangsung terus-menerus sepanjang tahun. Nelayan akan berhenti melakukan

penangkapan rajungan ketika musim udang ataupun musim ikan tiba.

5.3 Produksi Rajungan Sebelum dan Setelah Penambangan Pasir Laut

Produksi rajungan sebelum dilakukan penambangan pasir cukup tinggi pada

tahun 2000 sampai dengan tahun 2002. Pada tahun 2002 produksi rajungan mencapai

180,4 ton. Pada tahun 2003 sampai dengan bulan Agustus kecenderungan menurun

dan pada akhirnya pada bulan September dilakukan penambangan pasir laut. Pada

bulan September tahun 2003 sampai dengan tahun 2004 produksi rajungan semakin

menurun. Kondisi penurunan produksi pada saat dilakukannya penambangan pasir

Page 75: Pasir laut

59

laut dibandingkan dengan produksi sebelum dilakukan penambangan pasir laut

dilakukan uji T dengan taraf α 5% untuk mengetahui apakah terjadi penurunan yang

signifikan.

Hasil uji T menunjukan bahwa t hitung memiliki nilai 2,187 sedangkan t tabel

memiliki nilai 2,100 , oleh karena t hitung lebih besar dari pada t tabel maka Ho : u1

= u2 ditolak dan berarti terjadi penurunan produksi rajungan yang signifikan pada

saat setelah dilakukan penambangan pasir laut dibandingkan dengan produksi

rajungan sebelum penambangan pasir laut.

5.4 Kualitas Produksi Rajungan

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan di peraiaran

Kabupaten Serang sebelum terjadi penambangan pasir laut yaitu pada bulan Maret

hingga April 2003 oleh Suadela (2004) didapatkan rata –rata Panjang karapas (CL)

rajungan sebesar 5,59 cm ± 0,68 sedangkan rata-rata lebar karapas (CW) rajungan

mencapai 11,56 cm ± 1,24 dan rata-rata berat tubuh rajungan 121,75 gram ± 50,19 .

Pada saat penambangan pasir laut dilakukan didapat rata-rata panjang karapas (CL)

rata-rata 5,04 cm ± 0,96 cm sedangkan rata–rata lebar karapas (CW) sebesar 10,3 cm

± 1,9 cm dan rata-rata berat tubuh (BW) sebesar 92,69 gram ± 71,58 gram.

Perbandingan rata-rata panjang karapas (CL) , lebar karapas (CW) dan berat tubuh

(BW) sebelum penambangan pasir laut dan setelah penambangan pasir laut terdapat

perbedaan yang semakin mengecil hal ini berarti secara kualitas baik panjang karapas

(CL) , lebar karapas (CW) dan berat tubuh (BW) rajungan pada saat penambangan

pasir laut terjadi penurunan kualitas.

Page 76: Pasir laut

60

Tabel 20. Perbandingan kualitas rajungan

Dimensi Ukuran Rata-rata + SD

CL, cm 5,59 + 0,68

CW, cm 11,56 + 1,24

Sebelum Penambangan

BW, gram 121,75 + 50,19

CL, cm 5,04 + 0,96

CW, cm 10,3 + 1,9

Setelah Penambangan

BW, gram 92,69 + 71,58

Sumber : Data hasil pengolahan

5.5 Ijin Pertambangan dan Produksi Pasir Laut

Sebelum diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah pusat telah

mengeluarkan ijin Kuasa Pertambangan (KP) Pasir laut kepada enam perusahaan.

Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah maka dengan alasan kepentingan

daerah dalam hal pengelolaan potensi Sumber Daya Alam (SDA) agar potensi bisa

dimanfaatkan secara optimum namun lingkungan dapat terkendali maka Pemerintah

Daerah Kabupaten Serang mengkaji ijin yang telah dikeluarkan pemerintah pusat.

Pengkajian dan penerbitan ijin oleh daerah didasarkan aturan dan landasan hukum

yang ada baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemohon ijin

pertambangan pasir laut mengajukan permohonan kepada bupati. Kemudian

diteruskan kepada dinas terkait untuk melakukan pengkajian administrasi. Apabila

secara administrasi dapat diterima maka dinas bersama tim teknis melakukan kajian

teknis. Apabila secara teknis dapat diterima maka dinas terkait memberikan

rekomendasi kepada bagian hukum untuk dipersiapkan ijin pertambangan . Ijin

Pertambangan diterbitkan setelah ditandatangani oleh Bupati.

Page 77: Pasir laut

61

TEKNIS

K3

LINGKUNGAN

STUDI KELAYAKAN

AMDALEKSPLOITASIPENGOLAHANPENGANGKUTANPENJUALAN

SKIP-Teristis

-Studi Literatur

-Fotogramatis(Foto udara, satelit)

Fisik, Ekonomi, Budaya

Perencanaan Tambang(Sistem, Alat, Volume)

KEPALA TEKNIK TAMBANG (KTT)

Tugas & fungsi :

1.Mengawasi kegiatan tambang

2. Mediator antara perusahaan dgn pemerintahSarana

SDM

Operasinal

Unsur yg diperiksa:

1. Adm ( Buku Tambang)

2. Teknis

3. Lingkungan

4. K3

EKSPLORASI

AMDAL, RKL & RPL

- Baku Mutu

- Ambang Batas

-Pengawasan

-Menghentikan kegiatan tambang

PELAKSANA INSPEKSI

TAMBANG (PIT)

Gambar 9. Mekanisme pengelolaan pertambangan

PEMOHON BUPATI DINAS TIM TEKNIS

DITOLAK

BAGIAN HUKUM

DITERIMA

SURAT IJIN PERTAMBANGAN DAERAH

Gambar 10. Skema pengurusan ijin pertambangan daerah

Page 78: Pasir laut

62

Pemerintah Kabupaten Serang telah mengeluarkan ijin kuasa pertambangan kepada beberapa perusahaan. Perusahaan yang telah memiliki ijin ekploitasi dan telah melakukan penambangan pasir laut adalah P.T. Jet Star yang memulai operasi penambangan pada bulan September 2003. Adapun produksi Pasir Laut sampai dengan bulan Maret 2005 seperti dalam Gambar 7. Berdasarkan hasil eksplorasi, luas penyebaran pasir mencapai 12.185.000 m3 dengan ketebalan rata-rata 3.81 m. Cadangan terukur sebesar 28.647.316 m3 serta dari perhitungan cadangan tersebut didapat cadangan tertambang sebesar 47.047.835 m3. 5.6 Biofisik Perairan Lingkungan biofisik adalah lingkungan yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik yang berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Kualitas lingkungan biofisik dikatakan baik jika interaksi antar komponen berlangsung seimbang. Simanjuntak (2002) menyatakan bahwa sebelum adanya penambangan pasir laut, hasil penelitian berdasarkan kadar fosfat, nitrat dan silikat maka perairan Teluk Banten dan sekitarnya dikategorikan perairan yang subur dan kualitas air laut masih baik sehingga layak digunakan untuk usaha bidang perikanan dan budidaya biota laut lainnya. Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Rencana Penambangan Pasir Laut di Kawasan Laut Utara Kabupaten Serang dinyatakan bahwa penambangan pasir laut akan memberikan dampak pada aspek biologi dan fisik perairan dengan kategori dampak negatif penting. Hal tersebut akan menjadikan kondisi lingkungan biofisik yang menurun dan harus diantisipasi.

Proses penambangan pasir laut menyebabkan endapan lumpur yang bercampur dengan pasir laut ikut tersedot dan dikembalikan ke laut. Material lumpur yang bercampur dengan air laut akan menimbulkan padatan terlarut. Lamanya padatan ini menyebar menyebabkan kekeruhan. Berdasarkan kedalaman perairan 15 – 20 m dan kecepatan arus 22,5 cm/detik maka kekeruhan terjadi sampai dengan 6 jam dan sebaran mencapai 4,5 km. Penambangan pasir laut juga menambah kedalaman dasar laut yang mempengaruhi energi gelombang sehingga menjadi bertambah besar. Penambangan pasir skala besar dan terus menerus dalam periode waktu yang cukup lama serta aktivitas pemulihan kembali kondisi lahan dan lingkungan bekas penggalian pasir laut berjalan dengan lambat akan merubah fisik perairan sehingga

Page 79: Pasir laut

63

mempengaruhi biota laut beserta habitatnya. Hasil pengukuran beberapa parameter kualitas lingkungan perairan di lokasi penambangan pasir oleh PT. Jet Star dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Hasil pengukuran beberapa parameter kualitas air di lokasi penambangan.

No Parameter Satuan Baku Mutu Lokasi penambangan

Fisika

1 Warna TCU < 50 20

2 Bau Alami Alami Alami

3 Kekeruhan NTU < 30 94.3

4 TSS mg/l < 80 140

5 TDS mg/l - 18310

Sumber : Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, 2004

Penambangan pasir laut memberikan pengaruh terhadap tingginya nilai kekeruhan dan TSS. Nilai kedua parameter tersebut sudah melebihi baku mutu air untuk biota laut yaitu 94,3 NTU untuk nilai kekeruhan dan 140 mg/l untuk TSS. Volume galian pasir laut yang dihasilkan dari aktivitas penambangan pasir PT. Jet Star di wilayah perairan Desa Lontar, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang adalah 500 m3 per jam atau 10.000 m3 per hari (asumsi operasional suction Cutter Dredger adalah 20 jam per hari). Sedangkan material galian lain yang dibuang kembali ke perairan adalah 3300 m3 per hari, terdiri dari air laut 3.000 m3/hari dan lumpur 300 m3/ hari. Ketika proses penggalian pasir berlangsung, Suction Cutter Dredger akan menyedot apapun yang berada di bawahnya dengan kekuatan tinggi, termasuk jika di wilayah penyedotan pasir laut tersebut terdapat wilayah pemijahan dan pembesaran ikan serta habitat hidup biota atau sumberdaya hayati laut lainnya, seperti jasad renik

Page 80: Pasir laut

64

(plankton, nekton), terumbu karang dan padang lamun. Seluruh isi laut akan ditarik ke atas dan sesampainya diatas kemudian dipilah-pilah. Pasirnya akan diambil, sedangkan lumpur, air dan lainnnya dibuang kembali ke laut. Bertebaranlah limbah pengerukan yang berisi lumpur dan jasad renik serta material lainnya yang ikut terhisap selama proses penggalian dan pemuatan berlangsung. Berbagai jasad renik yang ikut tersedot, secara otomatis ikut menjadi penyebab munculnya bau busuk yang mengganggu dan biasanya menjadi penyebab terjadinya plankton booming (penyuburan perairan). Kejadian ini terus berulang dan tidak meninggalkan waktu sedikitpun bagi laut dan berbagai satwa lainnya untuk bernafas di air yang jernih. Kondisi perairan dengan kekeruhan dan kadar TSS yang tinggi akan

mengganggu ikan dan biota laut lainnya dalam proses bernafas karena butiran-butiran

pasir yang teraduk tersebut dapat menutupi organ pernafasan ikan yaitu insang.

Kondisi ini dapat berakibat pada : 1) kematian ikan karena kesulitan dalam bernafas;

dan 2) perpindahan atau migrasi besar-besaran ikan, udang dan biota laut lain menuju

tempat dengan kondisi lingkungan perairan yang lebih bersih, lebih sehat dan tidak

mengganggu keberlangsungan hidupnya.

5.7 Regresi Produksi Pasir Laut Terhadap Produksi Rajungan

Hasil analisis regresi produksi pasir laut terhadap produksi rajungan didapat

persamaan regresi Y=1,37 – 0.237X1 + 0,365X2 dengan koefisisen korelasi 0,36 ;

koefisien determinasi 0,13 dan koefisien determinasi yang disesuaikan 0,017.

Mengacu kepada nilai koefisen determinasi berarti perubahan produksi rajungan

dapat dijelaskan sebesar tiga belas persen (13%) oleh produksi pasir laut, sedangkan

delapan puluh tujuh persen (87%) disebabkan oleh variabel lainnya. Variabel lain

yang dapat mempengaruhi produksi rajungan adalah jumlah alat tangkap dan jumlah

biaya operasional. Persamaan regresi produksi pasir laut terhadap produksi rajungan

menunjukan kurva yang negatif, hal tersebut menunjukan setiap kenaikan produksi

pasir laut akan menurunkan produksi rajungan, meskipun laju penurunan tersebut

belum memberikan pengaruh yang signifikan.

Page 81: Pasir laut

65

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

0 2 4 6

produksi pasir laut (M3)

prod

uksi

raju

ngan

(ton

)produksi rajungan(ton)Predicted produksirajungan (ton)Linear (produksirajungan (ton))

Gambar 11. Regresi produksi pasir laut terhadap produksi rajungan

5.8 Perubahan Surplus Produsen

Salah satu dampak yang dikeluhkan oleh stakeholders akibat penambangan

pasir laut adalah kekhawatiran atas berubahnya kesejahteraan nelayan setempat yang

merupakan pemanfaat sumberdaya perikanan yang berada pada wilayah-wilayah

sekitar penambangan. Penambangan pasir laut dapat menimbulkan eksternalitas

(dampak) yang bisa saja bersifat welfare enhanching (meningkatkan kesejahteraan)

maupun akibat penambangan pasir laut adalah yang bersifat welfare reducing.

Seberapa besarnya perubahan kesejahteraan yang bersifat welfare reducing terhadap

para nelayan, dihitung dengan mengukur perubahan surplus produsen (nelayan).

Fauzi (2004) mendefinisikan surplus produsen sebagai pembayaran yang

paling minimum yang bisa diterima oleh produsen dikurangi dengan biaya untuk

memproduksi komoditas. Surplus produsen dapat juga dianggap sebagai surplus yang

bisa diperoleh oleh pemilik sumberdaya atau asset yang produktif pada saat

pendapatan dari sumberdaya melebihi biaya pemanfaatannya. Dalam kasus

perikanan, surplus produsen merupakan surplus yang diterima oleh nelayan atas

ekstraksi sumberdaya ikan.

Page 82: Pasir laut

66

Dampak perubahan surplus produsen akibat penambangan pasir laut di daerah penelitian dihitung berdasarkan data primer dan data sekunder untuk perikanan di wilayah yang terkena penambangan pasir laut. Data sekunder terlebih dahulu disagregasi untuk memisahkan alat tangkap yang beroperasi di daerah penambangan pasir laut dengan alat tangkap yang beroperasi di luar daerah penambangan pasir laut. Kurva supply perikanan rajungan dalam penelitian ini tidak diketahui, maka perhitungan surplus produsen di proxy berdasarkan surplus penerimaan. Perhitungan surplus produsen didasarkan pada produksi perikanan untuk komoditas atau alat tangkap dominan serta diperkirakan mengalami perubahan produksi karena adanya penambangan pasir laut, yaitu rajungan, ikan, dan udang. Analisis terhadap produktivitas alat tangkap dilakukan terhadap jaring rajungan, bubu, jaring bondet, jaring udang, jaring rampus. Komponen-komponen untuk menghitung surplus produsen ini adalah: 1. Hasil tangkapan (rata-rata) per trip (kg/trip) 2. Jumlah armada penangkapan 3. Harga komoditas perikanan (Rp/kg) 4. Jumlah hari melaut 5. Biaya operasional per trip (Rp/trip); biaya bahan bakar, perbekalan.

Berdasarkan data primer dan sekunder, maka diperoleh surplus untuk

rajungan pada kondisi sebelum penambangan dan pada saat penambangan seperti

tertera pada Tabel 22.

Tabel 22 Dampak penambangan terhadap perubahan surplus produsen (rupiah)

Sumber : Data hasil pengolahan

PRODUKSI

RAJUNGAN

SEBELUM

PENAMBANGAN

FASE

PENAMBANGAN

PERUBAHAN

SURPLUS

DESA LONTAR

DESA SUSUKAN

9.846.075.000

1.635.690.000

1.001.700.000

433.440.000

8.844.375.000

1.202.250.000

JUMLAH 11.481.765.000 1.435.140.000 10.046.625.000

Page 83: Pasir laut

67

Pada Desa Lontar sebelum adanya penambangan pasir laut, hasil tangkapan

rajungan pada saat musim rajungan mencapai 50 kg/trip dan di luar musim mencapai

15 kg/trip. Setelah adanya penambangan pasir laut hasil tangkapan rajungan pada saat

musim rajungan mencapai 8 kg/trip dan di luar musim mencapai 4 kg/trip. Jumlah

trip atau hari melaut musim rajungan mencapai 18 hari sedangkan diluar musim

rajungan jumlah hari melaut mencapai 174 hari dalam 1 tahun. Jumlah armada yang

melakukan penangkapan rajungan mencapai 265 kapal. Harga jual rajungan sebesar

Rp. 12.500,-/kg. Biaya operasional penangkapan sebesar Rp. 35.000,-/trip.

Berdasarkan variabel-variabel tersebut maka dihitung total penerimaan dan total

biaya variabel. Selisih antara total penerimaan dan total biaya variabel merupakan

surplus produsen. Biaya penangkapan pada musim rajungan sebesar Rp. 700,-/kg dan

diluar musim rajungan sebesar Rp.2.333,-/kg. Cara perhitungan yang sama dilakukan

pada Desa Susukan sehingga didapat perhitungan surplus produsen sebelum dan

setelah penambangan pasir laut.

Surplus produsen untuk rajungan pada keadaan sebelum penambangan

sebesar Rp. 11.481.765.000,- sedangkan surplus produsen pada saat penambangan

sebesar Rp 1.435.140.000,- sehingga terjadi perubahan (penurunan) surplus sebesar

Rp. 10.046.625.000,- atau sebesar 88%.

Menurut Saraswati (2005), nilai ekonomi pasir laut di Kabupaten Serang sebesar

Rp. 109.705.150.000,- per tahun, dengan demikian bila dibandingkan perubahan surplus

produsen rajungan terhadap nilai ekonomi pasir laut diperoleh nilai sebesar 9%. Gambar

12 menampilkan perbandingan surplus produsen.

Page 84: Pasir laut

68

01000000

20000003000000

40000005000000

60000007000000

80000009000000

10000000RIBU RUPIAH

Ds. LONTAR Ds. SUSUKAN

SEBELUM PENAMBANGANSETELAH PENAMBANGAN

Gambar 12. Surplus produsen sebelum dan setelah penambangan

Namun demikian sebenarnya sangat sulit untuk menentukan, apakah

perubahan surplus ini benar-benar terjadi karena penambangan pasir laut. Beberapa

nelayan menyatakan bahwa sepanjang tahun 2004 merupakan periode paceklik yang

panjang. Sebagian besar nelayan menyatakan bahwa telah terjadi penurunan produksi

sejak beberapa tahun terakhir, namun penurunan produksi tersebut dianggap

penurunan yang wajar akibat fluktuasi musiman.

Berdasarkan data produksi perikanan, baik produksi perikanan Kabupaten Serang

maupun Kecamatan Tirtayasa sejak tahun 1998 hingga 2003, terdapat

kecenderungan menurunnya produksi rajungan.

5.9 Implikasi Kebijakan

Pemberian ijin kuasa pertambangan pasir laut di Kabupaten Serang

didasarkan kepada Peraturan Daerah No 1 tahun 2003 tentang ijin pengusahaan

Page 85: Pasir laut

69

pertambangan umum. Perda No 1 Tahun 2003 memasukan pasir laut dengan

kategori sebagai bahan galian C. Perda tersebut memiliki kelemahan bila diterapkan

pada usaha penambangan pasir laut karena pada pasal 21 ayat 4 disebutkan bahwa

luas wilayah ekploitasi maksimal 100 hektar. Pada kenyataan saat ini setiap kuasa

pertambangan yang diberikan oleh pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Serang

luasnya mencapai puluhan ribu hektar. Mempertimbangkan kelemahan tersebut,

apabila Pemerintah Daerah Kabupaten Serang tetap pada kebijakan mengekploitasi

pasir laut sebaiknya membuat peraturan daerah khusus mengenai pengusahaan pasir

laut yang mengacu pada peraturan daerah tentang tata ruang laut dan pesisir. Hal

tersebut sangat diperlukan karena wilayah laut merupakan perairan umum dan

berbagai pihak memiliki kepentingan atas perairan tersebut.

Hal lain yang menjadi masalah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Serang

belum memiliki peraturan daerah mengenai tata ruang laut dan pesisir sehingga

Pemerintah Daerah belum memiliki kebijakan mengenai zonasi-zonasi laut yang

mengatur wilayah fishing ground, penambangan pasir laut ataupun zonasi laut untuk

kepentingan lainnya. Melihat kondisi tersebut Pemerintah Daerah Kabupaten Serang

perlu segera membuat peraturan daerah tentang tata ruang laut dan pesisir yang

memuat kebijakan zonasi untuk kepentingan berbagai pihak yang dapat mengatur dan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Community development sebagai upaya pemberdayaan masyarakat diberikan

oleh perusahaan yang melakukan penambangan pasir, tetapi besaran nilai dana dan

teknis pengelolaannya belum ada pedoman atau aturan yang dikeluarkan oleh

Pemerintah Daerah. Produksi perikanan tangkap di Kecamatan Tirtayasa semakain

menurun terlebih dengan kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Serang

memberikan ijin penambangan pasir laut. Penambangan pasir laut telah menyebabkan

pola penangkapan yang dilakukan oleh nelayan berubah, khususnya ketika kapal

penambang pasir laut beroperasi. Nelayan Kecamatan Tirtayasa biasanya melakukan

penangkapan secara oneday fishing dengan memasang jaring atau bubu pada sore hari

dan setelah itu kembali kedarat untuk melakukan aktivitas lainnya. Waktu tempuh

yang diperlukan untuk dapat sampai pada lokasi fishing ground hanya berkisar 30 –

Page 86: Pasir laut

70

60 menit. Pada pagi hari nelayan kembali ke laut untuk menarik jaring atau bubu.

Semenjak adanya penambangan pasir laut, nelayan melakukan penangkapan pada

lokasi yang lebih dekat ke pantai atau jauh melewati daerah fishing ground yang

biasa dituju. Ketika melakukan penangkapan lebih dekat ke pantai, nelayan tidak

merubah pola penangkapan, tetapi hasil yang didapat adalah rajungan dengan ukuran

yang relatif lebih kecil sehingga nilai jual rajungan semakin murah dibawah harga

yang layak. Ketika nelayan melakukan penangkapan pada perairan melewati fishing

ground yang biasa dituju, pola penangkapan nelayan berubah. Nelayan pergi melaut

pada pagi hari untuk memasang jaring atau bubu dan mengangkatnya kembali setelah

terendam 3-4 jam. Hal tersebut diulangi dua atau tiga kali dalam satu trip

penangkapan sehingga mereka tidak lagi kembali kedarat dengan meninggalkan

jaring sebagaimana biasa dilakukan. Nelayan yang melakukan penangkapan pada

fishing ground lebih jauh mendapat hasil tangkapan yang relatif lebih banyak dan

berkualitas serta harga jual rajungan yang relatif lebih baik, tetapi belum tentu lebih

ekonomis karena nelayan yang melakukan penangkapan pada lokasi fishing ground

lebih jauh tersebut membutuhkan bahan bakar dan perbekalan yang lebih banyak pula

sehingga biaya operasional melaut menjadi lebih tinggi. Nelayan Kecamatan

Tirtayasa berupaya mengatasi tingginya biaya operasional dengan menggunakan

bahan bakar yang tidak semestinya sebagai pengganti solar. Bahan bakar pengganti

tersebut berupa campuran 8 – 10 liter minyak tanah dengan satu liter olie bekas.

Pemerintah Daerah Kabupaten Serang sampai saat ini belum mengeluarkan

aturan khusus mengenai alat tangkap, oleh karena itu di perairan Kabupaten Serang

cukup banyak beroperasi alat tangkap yang kurang ramah lingkungan seperti gardan,

arad dan lampara dasar yang dimodifikasi menjadi mini trawl. Berbagai program

Pemerintah Daerah Kabupaten Serang melalui Dinas Perikanan dan Kelautan untuk

nelayan telah banyak dilakukan seperti pemberian bantuan alat tangkap, mesin perahu

dan pemasangan rumpon dengan sumber pembiayaan APBN maupun APBD. Namun

seringkali pemberian bantuan tersebut kurang tepat sasaran dan kurang tepat guna.

Kurang tepat sasaran dikarenakan bantuan tersebut diterima oleh masyarakat yang

tidak berhak, dan kurang tepat guna karena bantuan alat misalnya jaring sering tidak

Page 87: Pasir laut

71

sesuai dengan apa yang biasa digunakan oleh nelayan pada perairan Kabupaten

Serang. Pemberian bantuan yang kurang tepat sasaran dan kurang tepat guna menjadi

sia-sia bahkan terkadang menjadi masalah baru. Program subsidi untuk perikanan

tangkap saat ini baru diberikan kepada pengelola tempat pelelangan ikan untuk

menampung ikan hasil tangkapan nelayan. Hal tersebut dilakukan untuk menjadikan

harga ikan stabil pada kisaran harga yang layak. Program tersebut untuk menaikan

posisi tawar nelayan yang selama ini lebih sering dikendalikan para juragan atau

pemilik modal. Program lainnya berupa bantuan peningkatan modal usaha perikanan

saat ini masih berjalan melalui kegiatan PEMP (pemberdayaan ekonomi masyarakat

pesisir ) bersumber dana APBN. Program PEMP juga telah berhasil membangun

SPDN di Kecamatan Anyer dan rencana saat ini akan dibangun SPDN di Kecamatan

Tirtayasa.

Page 88: Pasir laut

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Penambangan pasir laut di utara perairan Kabupaten Serang telah

dilakukan oleh PT Jet Star sejak 2003 hingga 2005. Semenjak

dilakukannya penambangan pasir laut, terjadi penurunan produksi secara

signifikan. Ukuran panjang Carapace (CL) 5,04 cm ± 0,96 sedangkan

rata–rata lebar karapas (CW) sebesar 10,3 cm ± 1,9 dan rata-rata berat

tubuh (BW) sebesar 92,69 gram ± 71,58 .

2. Berdasarkan hasil penelitian bahwa semenjak dilakukan penambangan

pasir laut, pendapatan nelayan semakin berkurang. Selama periode

penambangan pasir laut telah terjadi penurunan surplus produsen dari

komoditas rajungan senilai Rp. 10.046.625.000,- setiap tahunnya.

3. Regresi produksi pasir laut terhadap produksi rajungan didapat persamaan

Y=1,37 –0.237X1 + 0,365X2 dengan kurva trend produksi rajungan

menurun, namun demikian persamaan regresi belum memberikan hasil

yang signifikan.

6.2 Saran

Kebijakan Pemerintah Daerah memutuskan memberikan ijin ataupun tidak terhadap penambangan pasir laut, tetap akan menghadapi resiko dan permasalahan. Namun dalam memutuskan kebijakan Pemerintah Daerah hendaknya melihat dari keseluruhan aspek, termasuk aspek budaya, sosial dan lingkungan. Pemerintah Daerah harus memperhatikan kesejahteraan masyarakat termasuk nelayan dan tidak harus selalu berorientasi pada peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Hal lain yang perlu diperhatikan sebelum memutuskan kebijakan adalah :

1. Pemerintah Daerah Kabupaten Serang perlu membuat peraturan daerah

tentang tata ruang laut dan pesisir yang memuat kebijakan zonasi di laut

sehingga Pemerintah Daerah dapat mengkaji peraturan daerah secara

khusus tentang ijin pengusahaan pasir laut dan mengacu pada peraturan

daerah tentang tata ruang laut dan pesisir.

Page 89: Pasir laut

73

2. Perlu dibuat kebijakan serta program perikanan yang mengupayakan

kelestarian dan keberlanjutan sumber daya ikan dalam rangka peningkatan

kesejahteraan nelayan.

3. Perlu dilakukan penelitian analisis dampak penambangan pasir laut

terhadap komoditas perikanan lainnya selain rajungan (Portunus

pelagicus).

4. Perlu dilakukan penelitian upaya meminimalkan dampak penambangan

pasir laut, sebagai upaya peningkatan kesejahteraan nelayan

Page 90: Pasir laut

78

Lampiran 1. Uji T produksi rajungan t-Test: Paired Two Sample for Means

Variable

1 Variable

2 Mean 10.59 4.873158 Variance 149.9122 7.811445 Observations 19 19 Pearson Correlation 0.407587 Hypothesized Mean Difference 0 df 18 t Stat 2.186999 P(T<=t) one-tail 0.021093 t Critical one-tail 1.734063 P(T<=t) two-tail 0.042186 t Critical two-tail 2.100924

Page 91: Pasir laut

79

Lampiran 2 . Rata-rata dan standar deviasi ukuran rajungan

Dimensi Ukuran Rata-rata + SD

Sebelum Penambangan CL, cm 5,59 + 0,68 CW, cm 11,56 + 1,24 BW, gram 121,75 + 50,19 Setelah Penambangan CL, cm 5,04 + 0,96 CW, cm 10,3 + 1,9 BW, gram 92,69 + 71,58

Page 92: Pasir laut

Lampiran 3. Perhitungan perubahan surplus produsen

Desa LontarProduksi per

trip (Kg)Harga (Rp/Kg) Jumlah

ArmadaJumlah Hari

MelautBiaya

Operasional Per Trip

Total Penerimaan (Rp)

Total Biaya (Rp)

Surplus

(6) (7) (8)(1) x (2) x (3) x (4) (3) x (4) x (5) (6) - (7)

Sebelum Penambangan1) Rajungan (Jaring Rajungan)

- Musim 50 12,500 265 18 35,000 2,981,250,000 166,950,000 2,814,300,000 - Tidak Musim 15 12,500 265 174 35,000 8,645,625,000 1,613,850,000 7,031,775,000

Setelah Penambangan1) Rajungan (Jaring Rajungan)

- Musim 8 12,500 265 18 35,000 477,000,000 166,950,000 310,050,000 - Tidak Musim 4 12,500 265 174 35,000 2,305,500,000 1,613,850,000 691,650,000

Desa SusukanProduksi per

trip (Kg)Harga (Rp/Kg) Jumlah

ArmadaJumlah Hari

MelautBiaya

Operasional Per Trip

Total Penerimaan (Rp)

Total Biaya (Rp)

Surplus

(6) (7) (8)(1) x (2) x (3) x (4) (3) x (4) x (5) (6) - (7)

Sebelum Penambangan1) Rajungan (Bubu)

- Musim 50 12,500 18 24 40,000 270,000,000 17,280,000 252,720,000 - Tidak Musim 20 12,500 18 234 40,000 1,053,000,000 168,480,000 884,520,000

2) Jaring- Musim 50 12,500 10 24 35,000 150,000,000 8,400,000 141,600,000 - Tidak Musim 15 12,500 10 234 35,000 438,750,000 81,900,000 356,850,000

Setelah Penambangan1) Bubu 10 12,500 18 258 40,000 580,500,000 185,760,000 394,740,000 2) Jaring 4 12,500 10 258 35,000 129,000,000 90,300,000 38,700,000

Komoditas/alat tangkap

(1)

Komoditas/alat tangkap

(1)

(2) (3) (4) (5)

(2) (3) (4) (5)

Page 93: Pasir laut

82

Lampiran 5. Peta zona daerah penangkapan ikan, kedalaman 0 – 5 m

Page 94: Pasir laut

83

Lampiran 6. Peta zona daerah penangkapan ikan, kedalaman 5 – 10 m

Page 95: Pasir laut

84

Lampiran 7. Peta zona daerah penangkapan ikan, kedalaman 10 – 15 m

Page 96: Pasir laut

85

Lampiran 8. Peta karakteristik pantai dan kuasa pertambangan pair laut

Page 97: Pasir laut

No Tahun / Bulan Rajungan (Ton) Udang (Ton) Ikan (Ton)2002

1 Jan-02 9.10 2 Peb 30.18 3 Mar 50.30 4 April 14.40 5 Mei 15.40 6 Juni 18.20 7 Juli 4.00 8 Agustus 2.00 9 Sept 9.00

10 Okt 6.79 11 Nop 6.29 12 Des 14.80

20031 Jan-03 1.30 2 Pebruari 2.45 3 Maret 0.90 4 April 2.50 5 Mei 2.20 6 Juni 1.50 7 Juli 8.00 8 Agustus 11.00 9 September 12.00

10 Okt 7.88 11 Nopember 6.48 12 Desember 6.13

20041 Jan-04 2.00 2 Pebruari 1.80 3 Maret 2.50 4 April 3.00 5 Mei 2.20 6 Juni 1.80 7 Juli 4.00 8 Agustus 5.60 9 September 7.00

10 Okt 8.00 11 Nopember 7.00 12 Desember 5.30

2005Jan-05 3.20

Peb 5.00 Maret 1.70

REKAPITULASI PRODUKSIRAJUNGAN TAHUN 2002 - 2004

Produk

-

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

Jan-0

2Apri

lJu

liOkt

Ja

Jum

lah

Prod

uksi

(ton

)

Page 98: Pasir laut

Produksi Rajungan 2002 - 2005

y = 0.031x2 - 1.628x + 23.979R2 = 0.3868

2Apri

lJu

liOkt

Jan-0

3Apri

lJu

liOkt

Jan-0

4Apri

lJu

liOkt

Jan-0

5

Bulan