pasar modern vs ekonomi pancasila

33
PENINGKATAN EKONOMI NASIONAL MELALUI PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DAN PELAKU UMKM, SERTA SINERGITAS TERHADAP TOKO RITEL MODERN MILIK INVESTOR BESAR TINJAUAN TERHADAP PELONGGARAN IJIN PENDIRIAN TOKO RITEL MODERN KELOMPOK 1 ABILIO J. V. C. F. DA SILVA (NPM: 5214221036) AHMAD MAULANA (NPM: 5214221037) AMRAN PURBA (NPM: 5214221038) ANTHONY SITEPU (NPM: 5214221039) PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM | FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PANCASILA

Upload: hmidepok

Post on 20-Feb-2016

46 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

menganai terdesaknya pasar tradisional karena gempuran super, hyper dan mini marker

TRANSCRIPT

Page 1: Pasar Modern vs Ekonomi Pancasila

PENINGKATAN EKONOMI NASIONAL MELALUI PERLINDUNGAN PASAR

TRADISIONAL DAN PELAKU UMKM, SERTA SINERGITAS TERHADAP TOKO

RITEL MODERN MILIK INVESTOR BESAR

TINJAUAN TERHADAP PELONGGARAN IJIN PENDIRIAN TOKO RITEL MODERN

KELOMPOK 1ABILIO J. V. C. F. DA SILVA (NPM: 5214221036)

AHMAD MAULANA (NPM: 5214221037)AMRAN PURBA (NPM: 5214221038)

ANTHONY SITEPU (NPM: 5214221039)

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM | FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PANCASILA

Page 2: Pasar Modern vs Ekonomi Pancasila

PENINGKATAN EKONOMI NASIONAL MELALUI PERLINDUNGAN PASAR

TRADISIONAL DAN PELAKU UMKM, SERTA SINERGITAS TERHADAP TOKO

RITEL MODERN MILIK INVESTOR BESAR

(TINJAUAN TERHADAP PELONGGARAN IJIN PENDIRIAN TOKO RITEL

MODERN)

1. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kehadiran toko modern atau swalayan bukanlah merupakan suatu hal asing

lagi bagi masyarakat yang hidup di kota besar seperti Jakarta dan sekitarnya, juga

beberapa kota besar lainnya. Pada awalnya,toko modern atau swalayan hadir

sebagai anti-tesis terhadap pasar tradisional yang dianggap kotor, dan kumuh

sebagai penyedia kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat. Toko modern atau

swalayan hadir dengan beragam skala penjualan, dari skala kecil yang menyediakan

barang dalam jumlah satuan, hingga ada yang menyediakan dalam skala partai

besar secara grosir.

Pendirian toko modern atau swalayan sepanjang diatur dengan baik memiliki

banyak dampak positif terhadap perkembangan ekonomi nasional. Namun jika

sebaliknya, hal ini akan memiliki kecenderungan mematikan usaha kecil, dan pasar

tradisional. Bagi banyak masyarakat, berbelanja di toko modern atau swalayan

terasa lebih nyaman ketimbang harus masuk di pasar tradisional yang cenderung

kotor, dan kumuh. Toko modern atau swalayan pada umumnya menawarkan

beragam kenyamanan yang tidak didapatkan di pasar tradisional, seperti tawaran

1

Page 3: Pasar Modern vs Ekonomi Pancasila

diskon, toko yang representatif, serta beragam tawaran lainyang hanya mungkin

dilakukan oleh pelaku usaha dengan modal yang besar.

Atas kesadaran untuk menjaga kehadiran pedagang kecil, pasar tradisional,

usaha mikro kecildan menengah (UMKM), maka pendirian toko modern atau

swalayan telah diatur melalui Surat Edaran Mendag Nomor 1310/M-Dag/12/2014

tentang Perizinan Toko Modern, Perpres Nomor 112 Tahun 2007, dan Permendag

Nomor 70 Tahun 2013. Peraturan tersebut diantaranya mengatur mengenai

pendirian toko modern atau swalayan hanya dapat dilakukan di daerah yang sudah

memiliki Rencana Detil Tata Ruang (RDTL). Hal ini dimaksudkan agar pendirian toko

modern atau swalayan dapat diposisikan di bagian wilayah yang tidak berpotensi

mengganggu dan mengancam kelangsungan pedagang kecil di pasar tradisional,

dan UMKM setempat yang telah lebih dahulu ada sebelumnya.

Dalam periode tahun 2007–2012, jumlah gerai ritel modern di Indonesia

mengalami pertumbuhan rata-rata 17,57% per tahun. Pada tahun 2007, jumlah

usaha ritel di Indonesia masih sebanyak 10.365 gerai, kemudian pada tahun 2011

mencapai 18.152 gerai tersebar di hampir seluruh kota di Indonesia. Pertumbuhan

jumlah gerai tersebut tentu saja diikuti dengan pertumbuhan penjualan. Menurut

AsosiasiPerusahaan Ritel Indonesia (Aprindo), pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia

antara 10%–15% per tahun. Penjualan ritel pada tahun 2006 masih sebesar Rp49

triliun, dan melesat hingga mencapai Rp120 triliun pada tahun 2011. Sedangkan

pada tahun 2012, pertumbuhan ritel diperkirakan masih sama, yaitu 10%–15%, atau

mencapai Rp138 triliun. Jumlah pendapatan terbesar merupakan kontribusi dari

hipermarket, kemudian disusul oleh minimarket dan supermarket.

2

Page 4: Pasar Modern vs Ekonomi Pancasila

Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 237 juta jiwa dengan total

konsumsi sekitar Rp3.600-an triliun merupakan pasar potensial bagi bisnis ritel

modern. Ini didukung oleh perilaku berbelanja penduduk Indonesia yang sudah

mulai bergeser, dari berbelanja di pasar tradisional menuju ritel modern.1

Dengan dibukanya pintu masuk bagi para peritel asing sebagaimana

Keputusan Presiden No. 118/2000 yang telah mengeluarkan bisnis ritel dari negative

list bagi penanaman modal asing (PMA), sejak itu ritel asing mulai marak masuk ke

Indonesia. Masuknya ritel asing dalam bisnis ini menunjukkan bisnis ini sangat

menguntungkan. Namun di sisi lain, masuknya hipermarket asing yang semakin

ekspansif memperluas jaringan gerainya, dapat menjadi ancaman bagi peritel lokal.

Peritel asing tidak hanya membuka gerai di Jakarta. Misalnya Carrefour, dalam

enam tahun belakangan sudah merambah ke luar Jakarta, termasuk ke Yogyakarta,

Surabaya, Semarang, Palembang, dan Makassar.

Semakin maraknya ritel modern tentu saja menimbulkan persaingan sesama

ritel modern tersebut. Selain itu, maraknya ritel modern memudahkan konsumen

untuk memilih ritel yang disukai dan cocok dengan keinginan konsumen. Sehingga

konsumen dengan mudah bisa berganti ritel modern yang dikunjungi, atau tetap

loyal dengan satu ritel karena sudah merasa cocok.

Survei Top Brand yang mengukur tiga parameter, yaitu TOM BA,last usage,

dan future intention, selain digunakan untuk mengetahui Top Brand Index, bisa juga

digunakan untuk mengetahui perilaku switching konsumen. Berikut ditampilkan

perilaku switching konsumen berdasarkan hasil survei Top Brand 2012, atribut last

1 Sinaga, Pariaman. 2006. Penelitian Dampak Keberadaan Pasar Modern (Supermarket dan Hypermarket) Terhadap Usaha Ritel Koperasi/Waserda dan Pasar Tradisional. Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM: nomor 1 tahun 1-2006: 85-99.

3

Page 5: Pasar Modern vs Ekonomi Pancasila

usage dan future intention, untuk kategori hipermarket, supermarket, dan

minimarket.

Berdasarkan brand switching analysis di atas, terlihat bahwa Carrefour,

Hypermart, dan Lotte Mart merupakan merek yang diprediksikan akan bertambah

jumlah pengunjungnya di masa mendatang. Angkanettswitching ketiga merek

tersebut positif. Jumlah pengunjung merek lain yang akan berganti mengunjungi

ketiga merek tersebut (switching in) lebih banyak dari pengunjung merek tersebut

yang akan berpindah menggunakan merek lain (switching out). Sebaliknya, Giant,

Superindo, dan Brastagi, nettswitching ketiga merek tersebut bernilai negatif.

Bagaimana dengan supermarket? Berdasarkan brand switching analysis di

atas, terlihat bahwa Hero merupakan satu-satunya merek yang diprediksikan akan

bertambah jumlah pengunjungnya di masa mendatang. Angka nettswitching merek

tersebut positif. Jumlah pengunjung merek lain yang akan berganti mengunjungi

Hero (switching in) lebih banyak dari pengunjung Hero yang akan berpindah

mengunjungi merek lain (switching out). Sebaliknya, Superindo, Griya, dan Tip-top,

nettswitching ketiga merek tersebut bernilai negatif. Sedangkan ADA diprediksikan

stagnan.

Kemudian untuk minimarket, berdasarkan brand switching analysis di atas,

terlihat bahwa Alfamart, Yomart, dan 7-eleven merupakan merek yang diprediksikan

akan bertambah jumlah pengunjungnya di masa mendatang. Angka nettswitching

ketiga merek tersebut positif. Jumlah pengunjung merek lain yang akan berganti

mengunjungi ketiga merek tersebut (switching in) lebih banyak dari pengunjung

ketiga merek tersebut yang akan berpindah mengunjungi merek lain (switching out).

4

Page 6: Pasar Modern vs Ekonomi Pancasila

Sebaliknya, Indomaret dan Alfamidi, nettswitching kedua merek tersebut bernilai

negatif.

Bagi merek-merek yang memiliki nettswitching negatif harus berhati-hati dan

berusaha melakukanimprovement agar prediksi tersebut tidak terjadi. Demikian juga

dengan merek yang sudah memiliki angka nettswitching positif, mereka harus

mempertahankan atau meningkatkan performancemereka sehingga prediksi dari

brand switching analysis tersebut benar-benar terjadi.

Kini ada anggapan bahwa peraturan mengenai pendirian toko ritel modern

dianggap menghambat pertumbuhan industri di sektor ritel, sehingga peraturan

tersebut diselaraskan oleh pemerintah yang kini sedang dalam tahap drafting.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementrian Perdagangan, Srie

Agustina, menyatakan penyelarasan terhadap peraturan tersebut perlu dilakukan

karena menghambat pertumbuhan idustri retail, sehingga seolah-olah ada

moratorium pendirian toko ritel. Menurutnya, revisi tersebut akan membuat peraturan

yang lebih fleksibel sehingga menciptakan kemudahan dalam berusaha dan

menjadikan iklim usaha yang kondusif.2

Anggapan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementrian

Perdagangan, Srie Agustina dan pemerintah yang menyatakan peraturan ini perlu

pelonggaran ditentang oleh banyak pihak. Banyak pihak dan termasuk penulis

sendiri beranggapan bahwa kebijakan tidak tepat. Bambang Haryo Soekartono,

Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia adalah salah satu

yang menyatak kebijakan tidak tepat. Menurutnya keberadaan toko ritel modern

sudah amat menyusahkan masyarakat, khususnya pedagang-pedagang kecil.

2 Republika, Republika Online, (7 Oktober 2015), terdapat di situs http://republika.co.id/berita/ekonomi/makro/15/09/23/nv4om3368-perizinan-toko-ritel-sedang-diselaraskan-di-kemendag

5

Page 7: Pasar Modern vs Ekonomi Pancasila

Bagaimana tidak, dari 16 ribu toko modern yang ada di Indonesia, pemiliknya tidak

lebih dari seribu orang. Memajukan pasar tradisional agar bisa dinikmati seperti

negara lain menurutnya jauh lebih bermanfaat ketimbang melonggarkan izin

pendirian toko modern yang hanya dimiliki segelintir pihak.3

Sejalan dengan Bambang Haryo Soekartono, Hafisz Tohir yang juga

merupakah Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

memiliki anggapan serupa terhadap kebijakan ini. Menurutnya pemerintah saat ini

memiliki kecenderungan berpihak pada pro-kapitalis dengan mengeluarkan

kebijakan ini.4

Maka menjadi menarik bagi penulis mengangkat persoalan pelonggaran ijin

pendirian toko ritel modern. Bagi pemerintah dalam hal ini Kementrian Perdagagan,

pelonggaran tersebut akan membantu mengatasi pertumbuhan ekonomi yang

sedang lesu, dan memacu pertumbuhan di sektor toko ritel. Hal ini dianggap tidak

sepenuhnya tepat bagi banyak orang termasuk beberapa Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat Komisi VI. Maka karya tulis ini akan mencoba menelaah

mengenai implikasi pelonggaran ijin pendirian toko ritel modern ini dikaitkan dengan

pemberdayaan UMKM.

3Republika, Republika Online, (7 Oktober 2015), terdapat di situs http://republika.co.id/berita/ekonomi/makro/15/09/24/nv5l7a359-pelonggaran-izin-pendirian-toko-ritel-modern-diniliai-ngawur4 Republika, Republika Online, (7 Oktober 2015), terdapat di situs http://republika.co.id/berita/ekonomi/makro/15/09/24/nv67ef254-komisi-vi-dpr-nilai-mendag-pro-kapitalis

6

Page 8: Pasar Modern vs Ekonomi Pancasila

1.2. PERNYATAAN PERMASALAHAN

Dengan berdasarkan latar belakang permasalahan yang teah diuraikan di

atas, maka disusunlah pernyataan permasalahan sebagai berikut:

Toko modern atau swalayan memiliki kecenderungan melemahkan pedagang kecil,

pasar tradisional, dan pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) jika pendiriannya

tidak diatur dengan tepat. Selama ini Pemerintah melalui Kementrian Perdagangan

(Kemendag) mengatur tentang pendirian toko modern atau swalayan melalui Surat

Edaran Mendag Nomor 1310/M-Dag/12/2014 tentang Perizinan Toko Modern,

Perpres Nomor 112 Tahun 2007, dan Permendag Nomor 70 Tahun 2013. Peraturan

tersebut diantaranya mengatur pendirian toko modern atau swalayan dilarang bagi

daerah yang belum memiliki Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) dengan maksud

melindungi pedagang kecil. Namun belakangan ini ada rencana dari Pemerintah

untuk melonggarkan proses perizinan pendirian toko modern atau swalayan

terutama bagi daerah yang belum memiliki RDTR dengan harapan untuk mengatasi

ekonomi dalam negeri yang sedang lesu dan mempermudah proses investasi, serta

menumbuhkembangkan industri di sektor ritel. Pelonggaran proses perizinan ini

dilakukan melalui revisi atau penyelarasan peraturan yang berlaku dalam proses

pendirian toko modern atau swalayan. Tujuan pelonggaran ini adalah untuk

membuat peraturan yang lebih fleksibel sehingga menciptakan kemudahan dalam

berusaha dan menjadikan iklim usaha yang kondusif di sektor ritel.

Masalah utamanya adalah mengenai dampak pelonggaran pendirian toko modern

atau swalayan terhadap pedagang kecil, pasar tradisional, dan pelaku UMKM.

7

Page 9: Pasar Modern vs Ekonomi Pancasila

1.3. PERTANYAAN PENELITIAN

Pernyataan permasalahan diatas akan dibatasi dan difokuskan pada sejumlah

pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah peraturanyang berlaku mengenaitoko modern atau swalayan

dan penerapannya?

2. Apakah perlu peraturan mengenai toko modern atau swalayan diubah dan

dilonggarkan?

3. Bagaimanakah dampak perubahan dan pelonggaran peraturan mengenai

toko modern atau swalayan bagi pedagang kecil dan pelaku UMKM?

8

Page 10: Pasar Modern vs Ekonomi Pancasila

1.4. METODOLOGI PENELITIAN

Dalam rangka pengumpulan data dan analisa penemuan penelitian, maka

akan dipergunakan:

Metode penelitian yuridis-normatif, atau penelitian doktrinal yaitu dengan melakukan

penelitian dan pembahasan melalui bahan kepustakaan buku, artikel, majalah,

koran, pendapat ahli, peraturan perundangan, jurnal ilmiah, yang kesemuanya

didapat dalam bentuk cetak maupun melalui media on-line.

9

Page 11: Pasar Modern vs Ekonomi Pancasila

2. PENINGKATAN EKONOMI NASIONAL MELALUI PERLINDUNGAN

PASAR TRADISIONAL DAN PELAKU UMKM, SERTA SINERGITAS

TERHADAP TOKO RITEL MODERN MILIK INVESTOR BESAR (TINJAUAN

TERHADAP PELONGGARAN IJIN PENDIRIAN TOKO RITEL MODERN)

2.1. KERANGKA TEORI

Sebagai acuan dalam melakukan penuisan dan analisis data temuan

penelitian, maka penulis merujuk tulisan-tulisan sebagai berikut sebagai kerangka

teori:

2.1.1. PASAR TRADISIONAL DAN TOKO RITEL MODERN

Perkembangan Pasar Tradisional Dinamika pasar tradisional akan selalu

menarik, di mana di dalam pasar tradisional terdapat unsur-unsur yang dapat

diperoleh misalnya, perilaku konsumen maupun perilaku pedagang didalam pasar.

Menurut Belshaw (dalam Sadilah dkk, 2011:1) mengatakan bahwa pasar tidak

hanya merupakan lembaga tukar-menukar, tetapi pasar berfungsi sebagai tempat

penyebaran dan penyimpanan barang, serta tempat berpindahnya komoditas dari

satu orang ke orang lain, atau dari satu tempat ke tempat lain, dan dari peranan satu

keperanan lain. Jadi pasar adalah tempat yang mempunyai unsur-unsur sosial,

ekonomis, kebudayaan, politis yang juga dipergunakan sebagai sarana pembeli dan

penjual untuk saling bertemu dan melakukan kegiatan tukar-menukar.

Perbedaan Antara Pasar Tradisional dan Retail Modern Perkembangan

ekonomi yang terjadi menyebabkan adanya persaingan yang terjadi antara kegiatan

ekonomi yang bersifat tradisional dengan kegiatan-kegiatan ekonomi yang sudah

10

Page 12: Pasar Modern vs Ekonomi Pancasila

modern. Kedua hal ini tidak bisa dipisahkan selalu berjalan berdampingan. Seperti

yang terjadi pada pasar tradisional menghadapi persaingan retail modern.

Fenomena seperti ini dipertegas dengan teori Dualisme yang dicetuskan

pertama kali oleh J.H Boeke dalam bukunya yang berjudul Economics and economic

Policy in Dual Societies, 1953. Menurut Boeke (dalam Sukirno, 2005:162)

mengatakan bahwa di dalam suatu masyarakat mungkin terdapat terdapat dua

sistem yang berbeda. Kedua-duanya wujud berdampingan di mana yang satu tidak

dapat sepenuhnya menguasai yang lainnya.

Persaingan Antara Pasar Tradisional dan Retail Modern Menurut Samuelson

(1996:214) dengan kondisi yang terjadi di pasar jika banyak perusahaan menjual

produk-produk yang serupa tapi tak sama hal ini termasuk ke dalam struktur 5 pasar

yang dikenal dengan persaingan monopolistik.

Persaingan monopolistik menyerupai persaingan sempurna dalam tiga hal :

pertama terdapat banyak penjual dan pembeli, kedua mudah keluar masuk industri,

dan ketiga perusahaan-perusahaan menganggap harga perusahaan lain tetap.

Adapun perbedaan antar persaaingan sempurna dengan monopolistik adalah pada

produknya. Jika pada persaingan sempurna produknya identik tetapi pada

monopolistik produknya lebih diferensiasikan. Diasumsikan, produk yang dijual tidak

homogen akan tetapi sengaja dibedakan melalui berbagai macam program promosi

penjualan sehingga meskipun barang yang diperdagangkan sebenarnya dapat

saling menggantikan, konsumen mempunyai preferensi untuk memilih produk dari

pasar tradisional maupun retail modern.

Kemudian menurut Salvatore (1993:283) persaingan monopolistik mengacu

pada organisasi pasar di mana terdapat banyak perusahaan yang menjual komoditi

11

Page 13: Pasar Modern vs Ekonomi Pancasila

yang hampir serupa tetapi tidak sama. Karena adanya diferensiasi produk konsumen

sendiri yang menentukan pilihan.

Dengan semakin pesatnya pertumbuhan jumlah retail modern maka

persaingan di bidang perdagangan semakin ketat. Bagi para pedagang yang tidak

siap menghadapi gencaran masuknya pedagang baru yang lebih menarik dengan

menggunakan berbagai strategi pemasaran yang menarik dan disertai dengan

teknologi yang modern dibarengi dengan manajemen yang lebih baik maka

persaingan akan semakin ketat. Siapa saja yang tidak bisa membaca peluang bisnis

yang terjadi maka akan menjadi ancaman tertindas atau kalah dalam persaingan.

West (dalam Suryani, 2010:17) mengatakan bahwa dengan berlanjutnya

pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya rata-rata pendapatan yang dapat

dibelanjakan, akan bertambah besar pula permintaan akan pasar yang lebih khusus

dan spesifik. Sehingga dapat dikatakan bahwa pasar yang berhasil adalah yang

paling dapat menyesuaikan barang dan jasanya dengan permintaan pasar. Hal ini

dipertegas oleh pernyataan Smith (dalam Rahardja, 2010:19) bahwa memandang

perekonomian sebagai sebuah sistem seperti halnya semesta.

Sebagai sistem, perekonomian memiliki kemampuan untuk menjaga

keseimbangannya. Dalam sistem ekonomi pasar, aktivitas produsen dan konsumen

tidak direncanakan oleh sebuah lembaga sentral, melainkan secara individual oleh

para pelaku ekonomi. Dan persainganlah yang bertindak sebagai tangan-tangan

tidak terlihat yang mengkoordinasi rencana masing-masing. Sistem persaingan yang

terbentuk dapat membuat produksi serta konsumsi dan alokasi sumber daya alam,

sumber daya manusia, dan modal menjadi efisien.5

5 Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Jilid Satu. Edisi Kedelapan. Munandar Haris, Penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Economic Development Eigth Edition.

12

Page 14: Pasar Modern vs Ekonomi Pancasila

2.1.2. STRATEGI DALAM PERSAINGAN USAHA

Dalam sebuah persaingan usaha sangat diperlukan adanya strategi. Strategi

merupakan modal utama untuk bertahan. Menurut Swastha (2002: 193) bagi

perusahaan kecil maupun perusahaan yang ingin meningkatkan efisiensinya, dapat

mengadakan segmentasi pasar. Mereka dapat memusatkan kegiatan pemasaran

pada segmen-segmen pasar yang dipilih. Jika sasaran pasarnya sudah ditentukan

melalui riset pemasaran, maka perusahaan harus membuat suatu rencana yang baik

untuk memasuki segmen pasar yang dipilih. Keputusan-keputusan dalam

pemasaran dapat dikelompokkan ke dalam empat strategi, yaitu : strategi produk,

strategi harga, dan strategi promosi, strategi distribusi. Kombinasi dari keempat

strategi tersebut akan membentuk marketing mix. Konsistensi Preferensi Konsumen

Menurut Rahardja (2010:79) konsep preferensi berkaitan dengan kemampuan

konsumen menyususn prioritas pilihan agar dapat mengambil keputusan. Perilaku

konsumen dengan sejumlah permintaan dapat diasumsikan bahwa seorang

konsumen akan mengalokasikan pendapatannya berupa uang yang terbatas

terhadap barang dan jasa yang tersedia untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

Dalam mengalokasikan pendapatannya tersebut seorang konsumen akan

memaksimalkan agar mendapatkan kepuasanya. Sehingga dapat dikatakan seorang

konsumen akan mengatur pembeliannya sesuai dengan pendapatan yang

dimilikinya dengan memilih berbelanja di pasar tradisional atau di retail modern. Jika

seorang konsumen ingin mendapatkan harga yang lebih murah mereka rela

berdesak-desakan di dalam pasar tradisional dengan suasana yang kumuh, kotor,

dan bau. Lain halnya dengan seorang konsumen yang berpendapatan tinggi

menengah ke atas pasti lebih senang belanja ke supermarket atau minimarket

13

Page 15: Pasar Modern vs Ekonomi Pancasila

dengan pertimbangan tempat yang nyaman, bersih, serta pelayanan prima.

Kepuasan mereka ketika suasana berbelanja terasa nyaman harga tidak menjadi

permasalahan yang utama. Setelah preferensi konsumen sudah ditetapkan maka

akan muncul utilitas (utility). Menurut Rahardja (2010:78) utilitas (utility) adalah

manfaat 6 yang diperoleh karena mengkonsumsi barang dan utilitas merupakan

ukuran manfaat suatu barang dibanding dengan alternatif penggunaannya.

Adam Smith mengatakan bahwa perekonomian akan berkembang dan

membawa kemakmuran orang banyak jika individu dibebaskan dalam mekanisme

pasar (laissez faire). Marx dan Engle mengatakan melalui kemajuan teknologi dalam

segala bidang maka teknik produksi makin meningkat di segala bidang, maka teknik

produksi makin meningkat, murah dan teknik pemasaran akan semakin meningkat

juga, sehingga tidak bias dihindari juga tidak bisa juga dihindarin hubungan dengan

pasar tradisional dan pasar swalayan yang menjadi meningkat persaingan.

John A. Hobson mengatakan imperalisme terjadi karena adanya dorongan

untuk mencari pasar dan investasi yang lebih menguntungkan, imperalisme ada

hubungannya dengan kapitalisme, perkembangan kapitalisme mencapai sebuah

keadaan dimana produktifitas menjadi semakin meningkat tetapi pasar tradisional

terbatas.

2.1.3. SINERGISITAS HUKUM DALAM PENINGKATAN PEREKONOMIAN

NASIONAL

2.1.3.1. Perbandingaan Hukum

a. Pembukaan UUD tahun 1945

Dari pembukaan UUD ini terdapat tujuan untuk memajukan kesejahteraan

umum” artinya bukan hanya untuk sebagian masyarakat saja sehingga

14

Page 16: Pasar Modern vs Ekonomi Pancasila

pemerintah bertanggung jawab penuh untuk mengusahakan suatu sistem

yang memenuhi tujuan ini.

b. Pasal-Pasal dalam UUD tahun 1945

Pasal 33 UUD 1945 Pengembangan daya saing UMKM merupakan

bagian dari kegiatan perekonomian nasional. Berikut dasar peraturan

perundang-undangan untuk pengembangan daya saing.

"Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas

kekeluargaan."

"Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai

hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.”

"Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai

oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat."

"Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi

ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,

berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan

menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional."

"Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam

undang-undang."

Pasal 34 UUD 1945Berikut bunyi Pasal 34 ayat 1:

"Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan

memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai

dengan martabat kemanusiaan."

15

Page 17: Pasar Modern vs Ekonomi Pancasila

c. UU No. 20 Tahun 2008 Tentang UMKM

Hal-hal pokok atau kebijakan secara umum yang berkaitan dengan

pengembangan daya saing UMKM diatur oleh UU No 20 Tahun 2008.

Pengertian Iklim Usaha dan Pengembangan UMKM Pengertian ini penting

untuk mendasari pemerintah, pelaku usaha UMKM dan dunia usaha dalam

mengembangkan daya saing UMKM. Berikut pasal-pasal dalam UU tentang

UMKM yang terkait dengan pengembangan daya saing UMKM:

Pasal 1 ayat (9):

"Iklim Usaha adalah kondisi yang diupayakan Pemerintah dan Pemerintah

Daerah untuk memberdayakan UMKM secara sinergis melalui penetapan

berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan di berbagai

aspek kehidupan ekonomi agar Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah

memperoleh pemihakan, kepastian, kesempatan, perlindungan dan

dukungan berusaha seluas-luasnya."

Pasal 1 ayat (10):

"Pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah,

Pemerintah Daerah, Dunia Usaha dan masyarakat untuk memberdayakan

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah melalui pemberian fasilitas, bimbingan,

pendampingan dan bantuan perkuatan untuk pendampingan dan bantuan

perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya

saing UMKM."

16

Page 18: Pasar Modern vs Ekonomi Pancasila

2.1.3.2. Prinsip Dan Tujuan Pemberdayaan

Pasal 4 UU UMKM ini memuat prinsip dan tujuan pemberdayaan yang harus

dianut oleh pemerintah dalam mengembangkan UMKM.

Pasal 4: Prinsip pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah:

Penumbuhan kemandirian, kebersamaan dan kewirausahaan Usaha, Mikro

dan Menengah untuk berkarya Usaha Mikro, Kecil dan Menengah untuk

berkarya dengan prakarsa sendiri;

Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang

dan berkeadilan;

Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha, Mikro, Kecil,

Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri;

Dan Meningkatkan peran Usaha, Mikro, Kecil dan Me- nengah dalam

pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan,

per- tumbuhan ekonomi dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.

2.1.3.3. Peran Pemerintah

UU UMKM ini juga memuat peran pemerintah dalam pengembangan UMKM,

yaitu:

a. Pasal 7 ayat (1): Pemerintah dan Pemerintah daerah menumbuhkan Iklim

Usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan

yang meliputi aspek:

Pendanaan

Sarana dan prasarana

Informasi usaha

17

Page 19: Pasar Modern vs Ekonomi Pancasila

Kemitraan

Perizinan usaha

Kesempatan berusaha

Promosi dagang

Dukungan kelembagaan”

b. Pasal 7ayat (2):

"Dunia Usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif membantu

menumbuhkan Iklim usaha sebagaimana dimaksud ayat (1)."

2.1.3.4. Kebijakan Peningkatan Daya Saing UMKM

Pada Pasal 38 UU UMKM menyatakan bahwa koodinasi, pengendalian dan

pemberdayaan UMKM ada pada menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di

bidang UMKM. Pada saat ini, menteri yang dimaksud dalam UU ini adalah Menteri

Koperasi dan Usaha kecil dan Menengah. Pada Pasal 38 ayat (2) disebutkan

dinyatakan bahwa koordinasi dan pengendalian pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil

dan Menengah dilaksanakan secara nasional dan daerah yang meliputi penyusunan

dan pengintegrasian kebijakan dan program, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi

serta pengendalian umum terhadap pelaksanaan pemberdayaan UMKM termasuk

penyelenggaraan kemitraan usaha dan pembiayaan UMKM.6

6 Parsons, Wayne. 2008. Public Policy Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Jakarta: Kencana.

18

Page 20: Pasar Modern vs Ekonomi Pancasila

2.1.4. SINERGISITAS ANTARA MASYARAKAT KECIL (UMKM) DAN INVESTOR

BESAR DALAM RANGKA PENINGKATAN EKONOMI NASIONAL

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah memang lebih dikenal dengan istilah UMKM.

Dalam UU No 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, UMKM

tidak dijelaskan sebagai satu kesatuan namun secara parsial, yang di bedakan

berdasarkan jumlah kekayaan bersih atau berdasarkan hasil penjualan tahunan.

Usaha Mikro memiliki kekayaan bersih (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat

usaha) maksimum Rp50.000.000,00. Usaha Kecil merupakan usaha yang memiliki

kekayaan bersih pada range Rp50.000.000,00 - Rp500.000.000,00. Sedangkan

Usaha Menengah merupakan usaha yang memiliki kekayaan Rp500.000.000,00--

Rp10.000.000.000,00. Jika jumlah kekayaan maupun hasil penjualan telah melebihi

range ditetapkan bagi Usaha Menengah maka dapat didefinisikan sebagai Usaha

Besar.7

Ketiga unit usaha ini (UMKM) mayoritas dikelola oleh kalangan grass root

(masyarakat)  dan seringkali di satukan dalam kegiatan pemberdayaan untuk

mempercepat laju pertumbuhan ekonomi berbasis ekonomi kerakyatan.

Hal ini karena dengan mengembangkan ekonomi pada tingkat grass

root dirasa mampu meningkatkan pendapatan negara. Pada tahun 2012 kontribusi

UMKM terhadap PDB sebesar 9.90% atau Rp 1.504.928,20Miliar dengan jumlah

UMKM 56.534.592 unit. Unit ini cenderung terus bertambah setiap tahunnya dan

semakin berpeluang besar dalam meningkatkan pendapatan negara.

7Republik Indonesia, UU RI no 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, BAB 1, Pasal 1

19

Page 21: Pasar Modern vs Ekonomi Pancasila

Jumlah tenaga kerja dari sejumlah unit usaha inimencapai 107.657.509 orang

dengan pertumbuhan jumlah tenaga kerjamencapai 5.83%.8

Angka yang tidak kecil tersebut menjelaskan seberapa besar tingkat

ketergantungan pendapatan kalangan grass root  dari sektor UMKM. Hancurnya

sebagian sector ini akan menyebabkan tingkat pengangguran yang semakin tinggi

yang bisa berimbas pada kenaikan tingkat kriminalitas yang bahkan memiliki

kemungkinan untuk mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pada dasarnya kegiatan industri, termasuk kegiatan UMKM, adalah kegiatan

untuk meningkatkan nilai suatu bahan (ataujasa) sehingga menjadi lebih berharga

melalui proses pengolahan baik secara manual maupun mekanis untuk kemudian

dipasarkan sehingga mendapatkan keuntungan. Bagi masyarakat yang sudah

terkena imbas teknologi sehingga memiliki kemampuan maupun kepahaman akan

teknologi proses serta pemasaran, perkara industry ini bukanlah hal yang terlalu sulit

dikerjakan. Pengelola UMKM ini hanya tinggal di berikan modal dana sistensi yang

cukup maka mereka akan berkembang menjadi UMKM yang mandiri.

Harus ada yang turun tangan untuk memastikan semua daerah mampu

teroptimalisasi potensinya sehingga mampu member manfaat, tak hanya sekedar

teronggok begitu saja hingga akhirnya membusuk, khususnya pada produk-produk

pertanian. Tentu saja pemerintah yang memiliki tanggungjawab paling besar dalam

optimalisasi potensi ini, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Untukmengembantanggungjawabini, dalam UU RI no 20 tahun 2008 tentang Usaha

Mikro, Kecil, dan Menengah, di jelaskan bahwasanya pemerintah membutuhkan

bantuan dari komponen-komponen lain yang sekiranya memiliki peran dan bisa

8Badan Pusat Statistik. Tabel Perkembangan UMKM pada Periode 1997 -2012, (8 Oktober 2015), terdapat di situs www.bps.go.id

20

Page 22: Pasar Modern vs Ekonomi Pancasila

mendukunng program pemerintah seperti lembaga pemberi pinjaman atau kredit,

Unit Usaha Besar, koperasi, maupun kemitraan.

SelainPemerintah Investor besar harusnya dapat memiliki iktikat baik dalam

rangka pembangunan ekonomi Nasional. Sinergisitas antara Usaha Kecil (UMKM)

dan Inverstor besar harus terjalan dengan pemerintah sebagai fasilitator dengan

memberikan jaminan kepastian dan landasan Hukum.

2.1.5. PrinsipPerlindunganBagiGolonganEkonomiLemah.

Berbagai ketentuan yang mengatur pengembangan UMKM selama ini

menunjukkan perhatian pemerintah terhadap pengusaha kecil. Di antara ketentuan

tersebuta dalah UU No. 9 Tahun 1995 sebagai upaya perlindungan untuk

pengusaha kecil, sehingga pembinaan pasar bagi usaha kecil harus merupakan

suatu system terpadu, karena pengembangannya tergantung dari interaksi unsure

organisasi dari para pengusaha kecil dan komponen pendukung dari kebijakan

ekonomi pemerintah, usaha menengah dan usaha besar yang dapat saling

membantu dan mempengaruhi.

Berdasarkan kebijakan yang ada, maka politik hukum yang terpenting adalah

penciptaan iklim usaha kecil. Hal ini dirumuskan Pasal 6 huruf g UU No. 9 Tahun

1995 Tentang Usaha Kecil Jo. Pasal 7 UU No. 20 Tahun 2008 Tentang UMKM yang

dilakukan melalui penetapan peraturan perundang-undangan dan kebijakan

perlindungan bagi ekonomi lemah.

Namun dalam undang-undang tersebut tidak ditegaskan tentang bentuk

peraturan perundang-undangan yang harus dikeluarkan untuk dapat mengatur dan

melaksanakan lebih lanjut mengenai perlindungan yang harus diberikan kepada

usaha kecil.

21

Page 23: Pasar Modern vs Ekonomi Pancasila

DAFTAR PUSTAKA

Nielson, C. 2003. Modern Supermarket (Terjemahan AW Mulyana). Fakultas

Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta : Universitas Indonesia.

Sinaga, Pariaman. 2004. Makalah Pasar Modern VS Pasar Tradisional.

Kementerian Koperasi dan UKM. Jakarta : Tidak Diterbitkan.

Sinaga, Pariaman. 2006. Penelitian Dampak Keberadaan Pasar Modern

(Supermarket dan Hypermarket) Terhadap Usaha Ritel Koperasi/Waserda

dan Pasar Tradisional. Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM: nomor 1 tahun

1-2006.

Suryadarma, Daniel, dan kawan-kawan. 2007. Laporan Penelitian Dampak

Supermarket terhadap Pasar dan Pedagang Ritel Tradisional di Daerah

Perkotaan di Indonesia. www.smeru.or.id.

Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi di

Dunia Ketiga Jilid Satu. Edisi Kedelapan. Munandar Haris, Penerjemah.

Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Economic Development Eigth Edition.

Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi di

Dunia Ketiga Jilid Dua. Edisi Kedelapan. Munandar Haris, Penerjemah.

Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Economic Development Eigth Edition.

Republika, Republika Online, (7 Oktober 2015), terdapat di situs

http://republika.co.id/berita/ekonomi/makro/15/09/23/nv4om3368-perizinan-

toko-ritel-sedang-diselaraskan-di-kemendag

Republika, Republika Online, (7 Oktober 2015), terdapat di situs

http://republika.co.id/berita/ekonomi/makro/15/09/24/nv5l7a359-pelonggaran-

izin-pendirian-toko-ritel-modern-diniliai-ngawur

Republika, Republika Online, (7 Oktober 2015), terdapat di situs

http://republika.co.id/berita/ekonomi/makro/15/09/24/nv67ef254-komisi-vi-dpr-

nilai-mendag-pro-kapitalis

Badan Pusat Statistik. Tabel Perkembangan UMKM pada Periode 1997 -

2012, (8 Oktober 2015), terdapat di situs  www.bps.go.id

22

Page 24: Pasar Modern vs Ekonomi Pancasila

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha

Mikro, Kecil, dan Menengah.

23