pasar modern

123
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebijakan otonomi daerah menjadi pemicu banyaknya lahir Perda di berbagai tingkatan propinsi dan kabupaten. Kebijakan tersebut memunculkan berbagai peraturan pendukung untuk melegitimasi konsep otonomi daerah antara lain : UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, PP No. 1 tahun 2001 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD, dan Kepmendagri No. 23 Tahun 2001 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah. Instrument hukum dari Pemerintahan Pusat inilah yang dijadikan landasan dan acuan dalam penyusunan aturan di tingkat daerah dalam bentuk Perda. 1 Sejalan dengan konsep otonomi daerah yang memberikan porsi yang lebih besar kepada setiap daerah untuk mengatur daerahnya masing masing, Salah satu faktor utama dalam merealisasikan konsep otonomi daerah ialah dengan produk hukum (Perda). Kota 1 Huma, 2007. “Proses Penyusunan Peraturan Daerah Dalam Teori & Praktek”. Jakarta 1

Upload: istwu-amamah

Post on 05-Dec-2015

61 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

pengertrian pasar modern

TRANSCRIPT

Page 1: Pasar Modern

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kebijakan otonomi daerah menjadi pemicu banyaknya lahir Perda di berbagai tingkatan

propinsi dan kabupaten. Kebijakan tersebut memunculkan berbagai peraturan pendukung untuk

melegitimasi konsep otonomi daerah antara lain : UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah, PP No. 1 tahun 2001 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD, dan

Kepmendagri No. 23 Tahun 2001 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah.

Instrument hukum dari Pemerintahan Pusat inilah yang dijadikan landasan dan acuan dalam

penyusunan aturan di tingkat daerah dalam bentuk Perda.1

Sejalan dengan konsep otonomi daerah yang memberikan porsi yang lebih besar kepada

setiap daerah untuk mengatur daerahnya masing masing, Salah satu faktor utama dalam

merealisasikan konsep otonomi daerah ialah dengan produk hukum (Perda). Kota Makassar yang

merupakan salah satu kota besar di Indonesia dengan kompleksitas masalah dan karaktersistik

masyarakatnya sangat perlu untuk mengatur segala problematika perkotaan. Salah satu yang

dianggap perlu untuk diatur ialah mengenai konsep perdagangan dalam hal ini persaingan

industri ritel.

Semenjak Indonesia mengalami krisis moneter tahun 1998 yang mengharuskan

diterapkannya segala program liberalisasi. Hal tersebut berujung pada ditandatanganinya letter of

intent dengan IMF yang memberikan peluang besar kepada investasi asing untuk masuk di

1 Huma, 2007. “Proses Penyusunan Peraturan Daerah Dalam Teori & Praktek”. Jakarta

1

Page 2: Pasar Modern

Indonesia. 2 Salah satunya di bidang industri ritel. Sejak saat itu, peritel-peritel asing atau pasar

modern mulai berdatangan dan meramaikan industri ritel Indonesia. Pengusaha pasar modern

sangat aktif untuk melakukan investasi baik itu dalam skala Hypermarket, Supermarket dan

Minimarket. Salah satu contohnya adalah Continent, Carrefour, Hero, Walmart, Yaohan, Lotus,

Mark & Spencer, Sogo, Makro, Seven Eleven, dan Circle K.

Berdasarkan data AC Nielsen tahun 2008, diketahui bahwa pertumbuhan pasar modern

setiap tahunnya mencatat kisaran angka 10 % hingga 30 %. 3 Hal ini ditunjukkan dengan

ekspansi pasar modern sangat agresif hingga masuk ke wilayah pemukiman rakyat. Pasar

tradisional yang berada di wilayah pedesaan maupun pemukiman rakyat secara langsung terkena

imbasnya dengan berhadapan langsung dengan pasar modern tersebut. Persaingan diantara

keduanya pun tidak terhindari. Tidak hanya itu, karena minimnya aturan zonasi dari

pembangunan pasar modern maka pasar tradisional yang berada di kota-kota besar pun terkena

imbasnya. Persaingan head to head akibat menjamurnya pasar modern membawa dampak buruk

terhadap keberadaan pasar tradisional.. Salah satu dampak nyata dari kehadiran pasar modern di

tengah tengah pasar tradisional adalah turunnya omzet dan pendapatan terhadap pedagang pasar

setiap harinya.

Merespon keresahan tersebut, pemerintah Indonesia mengeluarkan Perpres No. 112

Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pasar Modern dan Pusat

Perbelanjaan. Adapun arah kebijakan yang ingin dicapai antara lain pemberdayaan pasar

tradisional agar dapat tumbuh dan berkembang serasi, saling memerlukan, saling memperkuat,

2 Harvey, David. 2009, Januari. “Neoliberalisme & Restorasi Kelas Kapitalis”. Resist Book. Yokyakarta3 AC. Nielsen, 2008

2

Page 3: Pasar Modern

serta saling menguntungkan; memberikan pedoman bagi penyelenggaraan ritel tradisional, pusat

perbelanjaan, dan toko modern; memberikan norma-norma keadilan, saling menguntungkan dan

tanpa tekanan dalam hubungan antara pemasok barang dengan toko modern; pengembangan

kemitraan dengan usaha kecil, sehingga tercipta tertib persaingan dan keseimbangan kepentingan

produsen, pemasok, toko modern dan konsumen. 4 Untuk menegaskan Perpres 112, pemerintah

kembali mengeluarkan aturan pendukung yaitu Permendag No. 53 Tahun 2008 tentang Pedoman

Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Aturan ini,

lebih rinci mengatur mengenai zonasi, perjanjian perdagangan (traiding term) dan perizinan.

Berangkat dari Perpres 112 tahun 2007 dan Permendag No.58 Tahun 2008, beberapa kota

di Indonesia mulai menerapkan regulasi turunan untuk mendukungnya lewat Peraturan Daerah

(Perda). Beberapa daerah diantaranya Jawa Timur, Bandung, Manado, Solo, Makassar,

Tangerang dan Bekasi. Menarik dicermati, beberapa daerah yang telah terlebih dahulu membuat

Perda tentang perlindungan pasar tradisional masih mengalami permasalahan serius dalam

mengimplementasikannya di lapangan. Seperti yang ada di Provinsi Jawa Timur. Sejak Perda

tentang penataan pasar tradisional dan pusat perbelanjaan di sahkan tahun 2008, efek positif

terhadap perlindungan pasar tradisional belum nampak. Bahkan beberapa tahun setelah terbitnya

Perda tersebut, ekspansi pasar modern dan toko modern justru semakin mendominasi. Beberapa

alasan yang mengemuka dikarenakan dalam Perda hanya mengatur secara normatif keberadaan

pasar tradisonal dan pasar modern. Sehingga dalam penegakkannya, pemerintah daerah dianggap

tidak serius.

4 Positioning Paper Ritel Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2008. Jakarta

3

Page 4: Pasar Modern

Untuk kota Makassar sendiri, aturan mengenai industri ritel tertuang dalam Perda No.15

Tahun 2009 tentang perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar modern.

Perda ini merupakan produk hukum dari legislatif. Tujuan dari terbitnya Perda ialah ingin

melindungi pasar tradisional dan ekonomi kecil dari gencarnya pembangunan pasar modern di

kota Makassar. Hal tersebut seperti diungkapkan oleh Hj. Sri Rahmi, anggota DPRD Kota

Makassar yang juga menjadi salah satu Panitia Khusus (Pansus) pembuatan Perda No.15 Tahun

2009 di kota Makassar.

Regulasi mengenai perlindungan pasar tradisional menjadi suatu angin segar bagi para

pedagang pasar tradisional, aktifis, NGO dan pemerhati pasar tradisional dalam melindungi pasar

tradisional yang ada di Indonesia, khususnya di Kota Makassar. Mengingat kontribusi pasar

tradisional sendiri terhadap masyarakat dan pemerintah kota Makassar tidak bisa dianggap

sepele. Dari total 16 pasar resmi yang ada di Kota Makassar, omzet yang disumbangkan untuk

pendapatan asli daerah dibidang retribusi baik sampah dan kios terbilang besar. Bahkan secara

historis, keberadaan pasar tradisional punya banyak sejarah perkembangan Kota Makassar.

Seperi pasar Boetoeng yang berdiri pada tahun 1917, merupakan pasar resmi pertama bentukan

dari kolonial Belanda dan menjadi objek pasar pertama pada saat itu dalam penerapan retribusi.

Selama proses pembentukan sampai menghasilkan Perda yang sah, memakan waktu

kurang lebih tiga bulan terhitung dari bulan Juli sampai dengan September 2009. Dalam proses

penyusunan, berbagai pihak menilai bahwa keterlibatan publik dan stakeholder yang terkait

dirasa sangat kurang. Walaupun keterlibatan publik tidak menjadi suatu kewajiban tetapi menjadi

ironi ketika suatu aturan yang tujuan dasarnya melindungi keberadaan pasar tradisional, justru

tidak melibatkan peran pedagang pasar tradisional dalam perumusan suatu Perda.

4

Page 5: Pasar Modern

Pemerintah Kota Makassar yang didalamnya terdapat berbagai Satuan Perangkat Kerja

Dinas memiliki kewenangan dan tugas untuk melaksanakan Perda ini. Sesuai dengan amanat dari

UU.No.32 Tahun 2004, dimana pemerintah daerah berkewajiban untuk melaksanakan berbagai

Perundang-undangan yang dihasilkan. Menarik untuk dicermati bahwa Perda No. 15 ini,

semenjak diterbitkannya hampir tiga tahun lalu, belum mempunyai dampak positif terhadap

eksistensi pasar tradisional dan UMKM (Unit Mikro, Kecil, dan Menengah). Melihat fenomena

yang terjadi, ekspansi pasar modern di Kota Makassar justru semakin tidak terkendali. Hal

tersebut bisa dilihat dari data yang dikeluarkan lembaga Nielsen, dimana sepanjang tahun 2010

pertumbuhan minimarket meningkat 42 %, dimana menjadi 16.922 unit dibanding sebelumnya

sebesar 11.927 unit. contoh kasusnya.5 Pembukaan gerai-gerai minimarket baru seperti Alfamart,

Indomaret, Alfa Midi dan Alfa Express juga turut berperan dalam marginalisasi pasar lokal.

Bahkan khusus untuk AlfaMart, saat ini sudah membuka kurang lebih 60 gerai. 6

Alih alih meningkatkan daya saing pasar tradisional lewat aturan Perda, kenyataan justru

sebaliknya. Implementasi Perda dilapangan dirasa tidak berjalan sesuai harapan. Secara garis

besar pemerintah daerah dibantu oleh Satuan Kerja Perangkat Dinas yang berperan penting

dalam hal penegakkan hukum masih lemah. Dimana dalam Perpres ditekankan bahwa

pemerintah daerah diberikan kewenangan penuh dalam mengatur pemberian izin usaha dan

pendirian pasar modern. Alasannya, pemerintah daerah adalah pihak yang paling mengetahui

kondisi setempat dan mampu melakukan pemantauan secara berkala. Sehingga banyak orang

menilai bahwa aturan yang tertulis di dalam Perda serasa menjadi aturan ompong belaka karena

tidak di implementasikan secara serius.

5 AC. Nielsen, 20106 Wawancara dengan Abdul Hakim Pasaribu (KPD KPPU Kota Makassar). Rabu 23 November 2011. Pukul 10.00 Wita.

5

Page 6: Pasar Modern

Berangkat dari pemikiran tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji implementasi dari

Perda No.15 tentang Perlindungan, Pemberdayaan Pasar Tradisional dan Penataan Pasar Modern

di Kota Makassar dan dampaknya terhadap eksistensi pasar tradisional di Kota Makassar.

Adapun judul skripsi yang dimajukan ialah tentang “Eksistensi Pasar Lokal di Kota

Makassar” studi tentang Implementasi Perda No.15 tentang Perlindungan, Pemberdayaan

Pasar Tradisional dan Penataan Pasar Modern di Kota Makassar.

B. Rumusan Masalah

Memperhatikan luasnya cakupan masalah yang akan diteliti terkait eksistensi pasar lokal

Kota Makassar dengan studi tentang implementasi perda no.15 tentang perlindungan,

pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar modern, maka peneliti membatasi

penelitian ini pada perumusan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana implementasi perda no.15 tentang perlindungan, pemberdayaan pasar

tradisional dan penataan pasar modern oleh pemerintah Kota Makassar?

2. Bagaimana dampak implementasi perda tersebut terhadap eksistensi pasar lokal di tengah

maraknya pasar modern di Kota Makassar?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini bertujuan :

a. Menjelaskan dan mengetahui implementasi dari kebijakan Perda No.15 tahun 2009 di

Kota Makassar.

6

Page 7: Pasar Modern

b. Menjelaskan dampak dari kebijakan Perda No.15 tahun 2009, terhadap perlindungan

pasar lokal yang ada di Kota Makassar.

2. Manfaat penelitian

a. Manfaat Teoritis

1) Mengetahui implementasi dari setiap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah

kota, khususnya yang berhubungan dengan Perda no. 15 Tahun 2009 tentang

Perlindungan, Pemberdayaan Pasar Tradisonal dan Penataan Pasar Modern .

2) Mengetahui pengaruh dari hasil kebijakan Perda tersebut terhadap keberadaan

pasar lokal di kota Makassar.

3) Memperkaya khasanah kajian ilmu politik untuk perkembangan keilmuan

khususnya dalam penerapan kebijakan publik.

b. Manfaat Praktis

1) Sebagai bahan evaluasi dan masukan bagi pemerintah kota Makassar dalam setiap

implementasi kebijakan , khususnya yang berhubungan dengan perlindungan

pasar tradisional.

7

Page 8: Pasar Modern

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini, peneliti terlebih dahulu menjelaskan pendekatan institusional baru

sebagai suatu pendekatan untuk menjelaskan secara luas mengenai institusi dan cara kerjanya.

Dalam institusional baru dikenal banyak varian untuk melihat cara institusional bekerja. Salah

satu varian yang dipakai pada institusional baru ialah institusional pilihan rasional yang melihat

kecenderungan apa yang menyebabkan institusi bekerja terutama dalam mengimplementasikan

kebijakannya. Setelah itu menjelaskan tentang konsep dari kebijakan publik dan model-model

implementasi menurut beberapa ahli. Setelah itu menggambarkan konsep dan pemaknaan

tentang pasar. Terakhir, merumuskan pendekatan dan model implementasi dalam suatu kerangka

pemikiran dalam melihat dan menganalisis kecenderungan institusi dalam

mengimplementasikan kebijakan.

A. Pendekatan Institusionalisme Baru

Rhodes, R. (1997) dalam Marsh & Stoker mengatakan pendekatan institusional adalah

suatu subjek masalah yang mencakup peraturan, prosedur, dan organisasi formal pemerintahan.

Ia memakai alat-alat ahli hukum dan sejarahwan untuk menjelaskan batas-batas pada perilaku

politik maupun efektifitas demokratis 7. Dalam perjalanannya, pendekatan Institusional

mengalami semacam paradigma baru karena tidak tahan dengan berbagai kritikan yang datang

dari kubu behavioral dan strukturalisme yang mengatakan pendekatan institusionalisme

74 Marsh, David & Stoker, Gerry, 2011. “ Theory and Methods in Political Science”: Teori dan Metode dalam Ilmu Politik. Bandung: Nusa Media.

8

Page 9: Pasar Modern

tradisional hanya berkutat pada organisasi politik dan pemerintahan formal saja tetapi tidak

keluar terhadap batasan yang lebih luas mengenai pemerintahan.

Berangkat dari desakan tersebut, para pemikir Institusionalisme mengembangkan suatu

paradigma baru yang dikenal dengan aliran Institusionalisme Baru. Pemikir yang

mengembangkan paradigma ini ialah March dan Olsen, yang melihat para pemikir ilmu politik

mainstream sebagai reduksionis karena menganggap institusi sudah tidak menarik lagi untuk di

kaji dalam ranah ilmu politik mainstream 8. March dan Olsen menegaskan bahwa institusi politik

memainkan suatu peran yang lebih otonom dalam membentuk hasil politik, menyatakan bahwa

organisasi kehidupan politik membuat suatu perbedaan.

Berangkat dari pertanyaan yang sangat menarik tentang apa yang menyusun suatu

institusi politik dan cara institusi politik itu bekerja dan menentukan serta mempertahankan

kepentingan, March dan Olsen mengemukakan suatu hipotesa. March dan Olsen melihat

kemampuan actor individu mempengaruhi bentuk dan berfungsinya institusi politik yang relative

otonom. Perubahan ini menarik pada saat perubahan institusional secara cepat. contohnya di

Inggris, inovasi institusional seperti privatisasi atau devolusi mempengaruhi perilaku politik, dan

bagaimana itu mempengaruhi politik yang sudah ada di institusi lama, pelayanan publik dan

kedaulatan parlementer. Ataukah di Negara bekas komunis Eropa Timur dan Tengah, bisakah

desain institusi politik baru mengubah perilaku politik kearah pengharapan demokrasi liberal. 9

8 Ibid. hal 1129 Ibid. hal 112

9

Page 10: Pasar Modern

Tidak ada respon terhadap pertanyaan tersebut. Jika institusionalis ‘lama’ meremehkan

teori, institusionalis baru justru sangat antusias mengembangkan beraneka ragam proyek teoritis.

Jika institusionalis tradisional menggunakan metode deskriptif-induktif (menarik kesimpulan

dari penyelidikan empiris), Institusional-baru bereksperimen dengan pendekatan deduktif yang

berawal dari dalil-dalil teoritis tentang cara institusi bekerja. 10 Peralihan institusionalis dalam

ilmu politik sesungguhnya merupakan suatu rangkaian perkembangan, yang setidaknya pada

awalnya terjadi secara relatif independen satu sama lain. Sekarang telah banyak sekali

pendekatan institusional yang dikembangkan oleh para ahli, antara lain:

1. Institusionalis normatif mempelajari bagaimana norma dan nilai yang dikandung dalam

institusi politik membentuk perilaku individu ( lihat March dan Olsen (1984) dalam

Marsh, David & Stoker (2011)) 11

2. Institusionalis pilihan rasional menyatakan bahwa institusi politik adalah system aturan

dan desakan yang di dalamnya individu berusaha untuk memaksimalkan kegunaan

(kepentingan dan keuntungan) mereka (lihat Weingast (1986) dalam Marsh, David &

Stoker (2011)) 12

3. Institusionalis historis melihat pada bagaimana pilihan yang dibuat tentang desain

institusional sistem pemerintahan mempengaruhi pembuatan keputusan individu di masa

depan (lihat Hall dan Taylor (1996) dalam Marsh, David dan Stoker (2011)) 13

4. Institusionalis empiris, yang paling mirip dengan pendekatan ‘tradisional’,

mengelompokkan berbagai jenis institusional dan menganalisis dampak praktisnya

terhadap kinerja pemerintah (lihat Peters (1996) dalam David dan Stoker (2011)) 14

10 Ibid. hal 11311 Ibid. hal 11512 Ibid. hal 11513 Ibid. hal 11514 Ibid. hal 115

10

Page 11: Pasar Modern

5. Institusionalis internasional menunjukkan bahwa perilaku negara disetir oleh desakan

struktural (formal dan informal) atau kehidupan politik internasional (lihat Rittberger

(1993) dalam David dan Stoker (2011)) 15

6. Institusionalis sosiologis mempelajari cara institusi menciptakan makna bagi individu,

memberikan batu-bata teoritis yang penting bagi institusionalisme normative dalam ilmu

politik (lihat Meyer dan Rowan (1991) dalam David dan Stoker (2011)) 16

7. Institusionalis jaringan menunjukkan bagaimana pola-pola interaksi yang diatur tapi

seringkali informal antara individu dan kelompok bisa membentuk perilaku politik (lihat

Mars dan Rhodes (1992) dalam David dan Stoker (2011)) 17

B. Konsep Kebijakan Publik

Dunn, 18 menjelaskan bahwa secara etimologis, istilah kebijakan (policy) berasal dari

bahasa Yunani, Sansekerta, dan latin. Akar kata dalam bahasa Yunani dan Sansekerta polis

(Negara-kota) dan pur (kota) yang dikembangkan dalam bahasa Latin menjadi politea (Negara)

dan akhirnya dalam bahasa Inggris policie, yang berarti mengani masalah masalah publik atau

administrasi pemerintahan. Laswell dan Kaplan dalam Thoha, Miftah 19 memberikan definisi

tentang kebijakan yaitu sebagai program pencapaian tujuan, nilai nilai dalam praktek yang

terarah.

15 Ibid. hal 11516 Ibid. hal 11517 Ibid. hal 11518 Dunn, William N, 2000. ”Pengantar Analisis Kebijakan Publik”.Yokyakarta: Hanindita Graha Widya19 Thoha, Miftah, 1999. “Dimensi dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara”. Jakarta: PT. Grafindo Persada

11

Page 12: Pasar Modern

Menurut Anderson (1979) dalam Winarno 20 menyatakan bahwa kebijakan merupakan

arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh suatu actor atau sejumlah actor

dalam mengatasi suatu masalah atau persoalan. Konsep kebijakan ini mempunyai implikasi

yaitu: (1)titik perhatian dalam membicarakan kebijakan berorientasi pada maksud dan tujuan,

bukan sesuatu yang terjadi begitu saja melainkan sudah direncanakan oleh aktor aktor yang

terlibat dalam sistem politik, (2) suatu kebijakan tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan

berbagai kebijakan lainnya dalam masyarakat, (3) kebijakan adalah apa yang sebenarnya

dilakukan oleh pemerintah dan bukan apa yang diinginkan oleh pemerintah, (4) kebijakan dapat

bersifat positif dan negative, dan (5) kebijakan harus berdasarkan hukum sehingga memiliki

kewenangan masyarakat untuk mematuhinya.

Kebijakan dapat dilihat sebagai konsep filosofis, sebagai suatu produk, sebagai suatu

proses, dan sebagai suatu kerangka kerja.21 Sebagai suatu konsep filosofis, kebijakan merupakan

serangkaian prinsip, atau kondisi yang diinginkan; sebagai suatu produk, kebijakan dipandang

sebagai serangkaian kesimpulan atau rekomendasi; sebagai suatu proses, kebijakan dipandang

sebagai suatu cara dimana melalui cara dimana melalui cara tersebut suatu organisasi dapat

mengetahui apa yang diharapkan darinya yaitu program dan mekanisme dalam mencapai

produknya; dan sebagai suatu kerangka kerja, kebijakan merupakan proses tawar menawar dan

negosiasi untuk merumuskan isu-isu dan metode implementasinya.

Menurut Friedrick dalam Kismartini, 22 mengartikan kebijakan sebagai serangkaian

tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu

20 Winarno, B, 2007. “Teori dan Proses Kebijakan Publik”. Yokyakarta: Media Pressindo21 Keban, Y. T, 2004. “Enam dimensi strategis administrasi publik, konsep, teori dan isu. Yokyakarta: Gava Media22 Kismartini, dkk, 2005. “Analisis Kebijakan Publik”. Jakarta: Universitas Terbuka

12

Page 13: Pasar Modern

dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksana

usulan kebijakan tersebut dalam mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan definisi diatas, berarti

pemerintah harus mempunyai kemampuan yang dapat diandalkan untuk merespon dan

menaggulangi permasalahan yang ada dengan memperhatikan sumberdaya yang dimiliki serta

menerima masukan dari seseorang/kelompok, sehingga ada jalan keluar yang terbaik dan

dihasilkan melalui proses yang fair.

Dunn dalam Dwidjowijoto 23 menjelaskan tahap-tahap dalam proses pembuatan kebijakan

adalah sebagai berikut:

1. Fase penyusunan agenda, dimana para pejabat baik itu yang dipilih lewat pemilu maupun

diangkat, mengangkat isu tertentu menjadi agenda publik.

2. Fase formulasi kebijakan, dimana didalamnya pejabat merumuskan alternative kebijakan

untuk mengatasi masalah yang dirumuskan.

3. Adopsi kebijakan; disini alternative kebijakan dipilih dan diadopsi dengan dukungan dari

mayoritas dan consensus kelembagaan.

4. Implementasi kebijakan, yang didalamnya kebijakan yang diambil dilaksanakan oleh

unit-unit administrasi dengan memobilisasi sumberdaya yang dimilikinya, terutama financial dan

manusia.

5. Penilaian kebijakan;di sini unit-unit pemeriksaan dan akuntansi menilai apakah lembaga

pembuatan kebijakan dan pelaksana kebijakan telah memenuhi persyaratan pembuatan kebijakan

dan pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan.

23 Dwidjowijoto, R. N, 2007. “Analisis Kebijakan”. Jakarta: Elek Media Komputindo

13

Page 14: Pasar Modern

Menurut Chander dan Plano (1988:107) dalam Keban 24 kebijakan publik adalah

pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya sumberdaya yang ada untuk memecahkan

masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan yang diambil telah banyak membantu para

pelaksana ditingkat birokrasi pemerintah maupun para politisi untuk memecahkan masalah-

masalah publik. Bahkan, Chandler dan Plano juga beranggapan bahwa kebijakan publik

merupakan bentuk intervensi yang terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok

masyrakat tertentu agar dapat berperan dalam pembangunan maupun setiap tindakan yang

dikerjakan oleh pemerintah.

Sementara itu Islamy dalam Kismartini, 25 telah mengumpulkan beberapa pengertian

kebijakan publik seperti pendapat Thomas R. Dye, George C. Edwards dan Ira Sharkansky,

James Anderson dan David Easton. Dimana terdapat beberapa sudut pandang dari para ilmuwan

administrasi publik yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1). Kebijakan publik dipandang sebagai tindakan pemerintah. Thomas R. Dye, mengemukakan

kebijakan publik sebagai “apa pun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan”.

Dalam upaya mencapai tujuan Negara, pemerintah perlu mengambil pilihan langkah tindakan

yang dapat berupa melakukan ataupun tidak melakukan sesuatu. Tidak melakukan sesuatu apa

pun merupakan sesuatu kebijakan publik karena merupakan upaya pencapaian tujuan dan pilihan

tersebut memiliki dampak yang sama besarnya dengan pilihan langkah untuk melakukan sesuatu

terhadap masyarakat.

24 Keban, Y. T. (2004). “Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, Konsep, Teori, dan Isu”. Yokyakarta: Gava Media25 Kismartini, dkk. 2005. “Analisis Kebijakan Publik”. Jakarta: Universitas Terbuka

14

Page 15: Pasar Modern

Senada dengan pandangan Dye adalah George C. Edwards III dan Ira Sharkansky, yaitu :

kebijakan publik adalah “apa yang dinyatakan dan dilakukan atau dilakukan oleh pemerintah

yang dapat ditetapkan dalam peraturan-paraturan perundang-undangan atau dalam bentuk policy

statement yang berbentuk pidato-pidato dan wacana yang diungkapkan pejabat politik dan

pejabat pemerintah yang segera ditindaklanjuti dengan program-program dan tindakan

pemerintah”. Sementara itu, James E. Anderson memeberikan definisi kebijakan publik adalah

kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah.

2) Kebijakan publik dipandang sebagai pengalokasian nilai-nilai masyarakat yang dilakukan

pemerintah. Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan, mengemukakan bahwa kebijakan publik

adalah suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktik-praktik yang terarah. Sedangkan

David Easton mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah pengalokasian nilai-nilai sevcara

paksa (sah) kepada seluruh anggota masyrakat.

3) Kebijakan publik dipandang sebagai rancangan program-program yang dikembangkan

pemerintah untuk mencapai tujuan. James E. Anderson mengemukakan bahwa kebijakan publik

adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat

pemerintah. Sementara itu, Edwards III dan Sharkansky mengemukakan bahwa kebijakan publik

adalah suatu tindakan pemeriintah yang berupa program-program pemerintah untuk mencapai

sasaran dan tujuan.

Dwidjowijoto 26 telah merumuskan definisi yang lebih sederhana, yaitu kebijakan publik

adalah keputusan yang dibuat oleh Negara, khususnya pemerintah, sebagai strategi untuk

26 Dwidjowijoto, R. N, 2007. “Analisis Kebijakan”. Jakarta: Elek Media komputindo

15

Page 16: Pasar Modern

merealisasikan tujuan Negara yang bersangkutan. Kebijakan publik adalah strategi untuk

mengantar masyrakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju

pada masyrakat yang dicita-citakan.

Berdasarkan berbagai sudut pandang terhadap pengertian kebijakan publik di atas,

tampaklah bahwa kebijakan publik hanya dapat ditetapkan pemerintah, pihak-pihak lain atau

yang lebih dikenal dengan sebutan aktor-aktor kebijakan publik hanya dapat memepengaruhi

proses kebijakan publik dalam kewenangannya masing-masing. Menurut Dye dalam Kismartini,

27 hal ini disebabkan oleh 3 hal dari kewenangan yang dimiliki pemerintah, yaitu:

a) Hanya pemerintah yang mempunyai kekuatan dan kemampuan untuk memberlakukan

kebijakan publik secara universal kepada publik yang menjadi sasaran (target group).

b) Hanya pemerintah yang mempunyai kekuatan dan kemampuan untuk melegitimasi atau

mengesahkan kebijakan publik sehingga dapat diberlakukan secara universal kepada publik yang

menjadi sasaran (target group).

c) Hanya pemerintah yang mempunyai kekuatan dan kemampuan untuk melaksanakan

kebijakan publik secara paksa kepada publik yang menajdi sasaran (target group)

Sementara Broomley (1989:3) telah menyusun model kebijakan berdasarkan hirarki

dalam pengambilan keputusan. Terdapat tiga tingkatan yang berkaitan dengan proses

penyusunan kebijakan dalam kelembagaan yaitu tingkat kebijakan (policy level), tingkat

organisasi (organizational level) dan tingkat operasional (operational level).

27 Kismartini, dkk, 2005. “Analisis Kebijakan Publik”. Jakarta: Universitas Terbuka

16

Page 17: Pasar Modern

Pada tingkat kebijakan pernyataan umum dibahas dan diformulasikan oleh lembaga

legislative. Pada tingkat oraganisasi, kekuasaan dipegang oleh lembaga eksekutif dan selanjutnya

tingkat operasional merupakan operasionalisasi kegiatan yang ditetapkan oleh pimpinan instansi

atau lembaga masing-masing sebagai petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis dari kebijakan

untuk menghasilkan outcome yang diharapkan. Suatu kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah

harus mendapatkan respon positif dari masyarakat pengguna kebijakan.

Dalam tingkat operasional, ada anggapan bahwa ketika pemerintah membuat suatu

kebijakan tertentu, maka kebijakan tersebut dengan sendirinya akan dengan mudah dapat

dilaksanakan oleh pembuat kebijakan dan hasilnya akan mendekati seperti apa yang dharapkan

oleh pembuat kebijakan. Menurut Smith dalam Wahab, 28 pandangan demikian tidak seluruhnya

benar sebab di negara-negara dunia ketiga, implementasi kebijakan publik justru merupakan batu

sandungan terberat dan serius bagi efektifitas pelaksanaan kebijakan pembangunan di bidang

sosial dan ekonomi. Hal ini juga ditegaskan oleh Dwidjowijito 29 bahwa implementasi kebijakan

adalah hal yang paling berat, karena disini pada masalah-masalah yang kadang tidak dijumpai

dalam konsep muncul dilapangan.

C. Implementasi Kebijakan

Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh policy makers bukanlah

jaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil dalam implementasinya. Ada banyak variabel

yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan baik yang bersifat individual maupun

28 Wahab, Solichin Abdul, 1997. “Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara”. Jakarta: Bumi Aksara29 Dwidjowijoto, R. N, 2007. “Analisis Kebijakan”. Jakarta: Elek Media komputindo

17

Page 18: Pasar Modern

kelompok atau institusi. Implementasi dari suatu program melibatkan upaya-upaya policy makers

untuk mempengaruhi perilaku birokrat pelaksana agar bersedia memberikan pelayanan dan

mengatur perilaku kelompok sasaran.

Dalam berbagai sistem politik, kebijakan publik diimplementasikan oleh badan-badan

pemerintah. Badan badan tersebut melaksanakan pekerjaan-pekerjaan pemerintah dari hari ke

hari yang membawa dampak pada warga negaranya. Dalam literatur Negara klasik, politik dan

administrasi dipisahkan. Politik, menurut Frank Goodnow dalam Subarsono, 30yang menulis pada

tahun 1900, berhubungan dengan penetapan kebijakan yang akan dilakukan oleh Negara. Ini

berhubungan dengan nilai keadilan, dan penentuan apa yang harus dilakukan atau tidak

dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan administrasi, berhubungan dengan implementasi apa

yang harus dilakukan oleh negara dan apa yang efisien untuk dalam mengimplementasikan

kebijakan publik.

Implementasi melibatkan usaha dari policy makers untuk mempengaruhi apa yang oleh

Lipsky disebut “street level bureaucrats” untuk memberikan pelayanan atau mengatur perilaku

kelompok sasaran (target group). Kompleksitas implementasi bukan saja ditunjukkan oleh

banyaknya aktor atau unit organisasi yang terlibat, tetapi juga dikarenakan proses implementasi

dipengaruhi oleh berbagai variabel yang kompleks, baik variabel yang individual maupun

variabel organisasional, dan masing masing variabel pengaruh tersebut saling berinteraksi satu

sama lain.

30 Subarsono, G. A, 2008. “ Analisis Kebijakan Publik”. Yokyakarta: Pustaka Pelajar

18

Page 19: Pasar Modern

Dalam penerapannya terdapat berbagai model dalam Implementasi kebijakan yang

dihasilkan oleh para ahli. Seperti George C. Edwards III (1980) 31 yang memandang

implementasi dipengaruhi oleh empat variabel, yakni: (1) komunikasi, (2) sumberdaya, (3)

disposisi, dan (4) struktur birokrasi. Dan keempat variabel tersebut saling berhubungan satu sama

lain.

Berbeda dengan pandangan Mazmanian dan Sabatier (1983) 32, yang mengatakan ada tiga

kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yakni (1) karakteristik dari

masalah (trac-tability of the problems), (2) karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of

statute to structure implementation), (3) variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting

implementation)

Menurut Meter dan Horn, 33 ada lima variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi,

yakni; (1) standar dan sasaran kebijakan; (2) sumberdaya; (3) komunikasi antarorganisasi dan

penguatan aktivitas; (4) karakteristik agen pelaksana; dan (5) kondisi sosial, ekonomi dan politik.

Model implementasi yang dikemukakan oleh Merilee S. Grindle (1980).34 Menurutnya,

ada dua variabel besar yang mempengaruhi implementasi kebijakan, yakni; isi kebijakan (content

of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation). Variabel isi kebijakan

mencakup: (1) sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi

kebijakan; (2) jenis manfaat yang diterima oleh target groups, sebagai contoh, masyarakat di

31 Ibid, hal 9032 Ibid, hal 9433 Ibid, hal 9934 Ibid, hal 93

19

Page 20: Pasar Modern

slum areas lebih suka menerima program air bersih atau pelistrikan daripada menerima program

kredit sepeda motor; (3) sejauhmana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan. Suatu

program yang bertujuan merubah sikap dan perilaku kelompok sasaran relatif lebih sulit

diimplementasikan daripada program yang sekedar memberikan bantuan kredit atau bantuan

kepada kelompok masyarakat miskin; (4) apakah letak sebuah program sudah tepat; (5) apakah

sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci; (6) apakah sebuah program

didukung oleh sumberdaya yang memadai.

Sedangkan variabel lingkungan kebijakan mencakup: (1) seberapa besar kekuasaan,

kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi

kebijakan; (2) karakteristik institusi dan rejim berkuasa; (3) tingkat kepatuhan dan responsivitas

kelompok sasaran. Adapun model implementasinya digambarkan dengan skema berikut ini:

Skema 2.1

20

Page 21: Pasar Modern

Model Implementasi Grindle, Merilee S, 1980:11 35

Untuk memudahkan peneliti dalam kefokusan menganalisis masalah, maka peneliti

mengambil model implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Merilee S. Grindle. Alasan

memilih model ini karena dinilai cocok dalam menggambarkan cara cara institusi dalam

mengimplementasikan kebijakan terutama mengenai Perda no. 15 tentang perlindungan,

pemberdayaan pasar tradisional dan pentaan pasar modern.

D. Konsep dan Pemaknaan Tentang Pasar

Dikotomi antara pasar tradisional dan pasar modern sesungguhnya tidak hanya bersumber

dari arsitektur bangunan atau manajemen pengelolaannya, melainkan bersumber dari pemaknaan

tentang konsepsi pasar sebagai tempat berlangsungnya transaksi ekonomi. Konsep tentang pasar

35 Ibid, hal 94

21

Tujuan kebijakan

Implementasi Kebijakan dipengaruhi oleh:

A. Isi kebijakan1. Kepentingan kelompok sasaran2. Tipe manfaat3. Derajat perubahan yang diinginkan4. Letak pengambilan keputusan5. Pelaksana program6. Sumberdaya yang dilibatkan

B. Lingkungan Implementasi1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi

actor yang terlibat2. Karakteristik lembaga dan penguasa3. Kepatuhan dan daya tanggap

Tujuan yang ingin dicapai…?

Program aksi dan proyek individu yang didesain dan didanai

Program yang dilaksanakan sesuai rencana

Mengukur Keberhasilan

Hasil Kebijakan

a. Dampak pada masyarakat, individu & kelompok

b. Perubahan dan penerimaan masyarakat

Page 22: Pasar Modern

dapat dipahami dari berbagai perspektif, seperti perspektif ekonomi, sosial, budaya, bahkan

politik. Dalam perspektif ekonomi, konsep tentang pasar (dalam pengertian luas, sebagai tempat

bertemunya permintaan dan penawaran) terbentuk sebagai salah satu implikasi dari proses

perubahan masyarakat menuju masyarakat kapitalis. Boeke (1910) merupakan salah satu ahli

ekonomi yang mencoba menerangkan fenomena terbentuknya pasar dalam kerangka

pertumbuhan ekonomi dalam masyarakat prakapitalistik dengan masyarakat kapitalistik.

Menurutnya, perbedaan yang paling mendasar antara masyarakat prakapitalistik dengan

masyarakat kapitalistik terletak dalam hal orientasi kegiatan ekonominya. Masyarakat dalam

tingkatan prakapitalistik berupaya untuk mempertahankan tingkat pendapatan yang

diperolehnya, sedangkan masyarakat dalam tingkatan kapitalistik tinggi berupaya untuk

mendapatkan laba maksimum 36.

Perbedaan orientasi ekonomi tersebut melahirkan nilai-nilai sosial dan budaya yang

membentuk pemahaman terhadap keberadaan pasar dalam kedua kategori masyarakat tersebut.

Dalam masyarakat kapitalistik, individu secara otonom menentukan keputusan bebas. Dalam

masyarakat seperti itu, pasar merupakan kolektivitas keputusan bebas antara produsen dan

konsumen 37. Jika keputusan produsen ditentukan oleh biaya alternatif, harapan laba, dan harapan

harga pasar, maka keputusan konsumen ditentukan oleh daya beli, pendapatan minus tabungan,

harga dan harapan harga komoditas, serta faktor individual (minat, kebutuhan, dll). Dalam

masyarakat prakapitalistik, sebaliknya, kolektivisme menentukan keputusan individual. Pasar

dalam masyarakat seperti itu merupakan pertemuan sosial, ekonomi, dan kultural. Jika keputusan

36 Boeke, J. H, 1953. “Economics and Economic Policy of Dual Societies: As Exemplified by Indonesia. N. V. Haarlem: HD Tjeenk Willink & Zoon.37 Sastradipoera, Komaruddin, “Pasar Sebagai Etalase Harga Diri”., dalam Ajip Rosidi, dkk (eds). 2006. Prosiding Konferensi Internasional Budaya Sunda (Jilid 2). Jakarta: Yayasan Kebudayaan Rancage.

22

Page 23: Pasar Modern

produsen lebih ditentukan oleh harapan untuk mempertahankan posisi pendapatan yang telah

dicapai, maka keputusan konsumen lebih dekat pada nilai kolektif yang dapat diraihnya.

Nilai kolektivitas menjadi pembeda dalam pemahaman tentang konsepsi pasar di

kalangan masyarakat prakapitalistik dan masyarakat kapitalistik. Bagi masyarakat prakapitalistik

yang ciri cirinya tampak dalam kelompok masyarakat yang masih berpatokan pada kolektivitas,

kegiatan ekonomi yang berlangsung di pasar (dalam arti tempat bertemunya penjual dan

pembeli) masih sangat diwarnai oleh nuansa kultural yang menekankan pentingnya tatap muka,

hubungan personal antara penjual dan pembeli (yang ditandai oleh loyalitas ‘langganan’), serta

kedekatan hubungan sosial (yang ditandai konsep ‘tawar-menawar harga’ dalam membeli barang

atau konsep ‘berhutang’). Karakteristik semacam ini pada kenyataannya tidak hanya ditemukan

dalam masyarakat perdesaan sebagaimana ditesiskan Boeke, tapi juga dalam masyarakat

perkotaan, yang bermukim di kota-kota besar di Indonesia. Kondisi semacam inilah yang

kemudian memunculkan dualisme sosial, yang tampak dalam bentuk pertentangan antara sistem

sosial yang berasal dari luar masyarakat dengan sistem sosial pribumi yang hidup dan bertahan di

wilayah yang sama.

Secara sosiologis dan kultural, makna filosofis sebuah pasar tidak hanya merupakan

arena jual beli barang atau jasa, namun merupakan tempat pertemuan warga untuk saling

interaksi sosial atau melakukan diskusi informal atas permasalahan kota 38. Pemaknaan ini

merefleksikan fungsi pasar yang lebih luas, namun selama ini kurang tergarap pengelolaannya

dalam berbagai kebijakan. Kebijakan-kebijakan yang terkait dengan pengelolaan pasar, seperti

38 Wahyudi dan Ahmadi. “Kasus Pasar Wonokromo Surabaya Cermin Buruknya Pengelolaan Pasar”. Artikel dalam Kompas, 24 Maret 2003.

23

Page 24: Pasar Modern

kebijakan perdagangan, tata ruang, dan perizinan lebih banyak berorientasi pada dimensi

ekonomi dari konsep pasar. Pengabaian terhadap fungsi sosial-kultural pasar inilah yang

kemudian melahirkan bentuk-bentuk pasar modern yang bernuansa kapitalistik, yang lebih

menonjolkan kenyamanan fisik bangunan, kemewahan, kemudahan, dan kelengkapan fasilitas

namun menampilkan sisi lain yang individualistis, “dingin”, dan anonim.

Masuknya nilai-nilai baru, seperti kolektivitas rasional atau otonomi individu yang

menjadi karakteristik masyarakat kapitalistik ternyata tidak diimbangi oleh pelembagaan nilai-

nilai ini dalam dimensi kehidupan masyarakat. Kebiasaan sosial di kalangan masyarakat

perkotaan yang seyogianya menampakkan ciri-ciri masyarakat kapitalistik, pada kenyataannya

masih menunjukkan kebiasaan masyarakat prakapitalistik. Kondisi inilah yang kemudian

memunculkan fenomena dualisme, seperti berkembangnya para pedagang kaki lima di sekitar

mall. Dualisme sosial ini selanjutnya mengarah pada pola relasi yang timpang di mana salahsatu

pihak mendominasi pihak lain dan pihak lain berada dalam posisi termarginalkan, baik dalam

kerangka struktural maupun kultural. Friedman dalam Sastradipoera,39 menjelaskan bahwa

kesenjangan dalam pola relasi tersebut disebabkan oleh ketimpangan dalam basis kekuasaan

sosial. Kemiskinan yang berkaitan dengan ketidakseimbangan dalam kekuatan tawar menawar di

pasar terutama disebabkan oleh ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis

kekuasaan sosial tersebut. Beberapa penyebabnya adalah ketidaksamaan untuk memperoleh

modal atau aktiva produktif, ketidaksamaan dalam memperoleh sumber-sumber finansial,

ketidaksamaan dalam memasuki jaringan sosial untuk memperoleh peluang kerja, dan

ketidaksamaan akses untuk menguasai informasi.

39 Sastradipoera, Komaruddin. “Pasar sebagai Etalase Harga Diri”., dalam Ajip Rosidi, dkk (eds). 2006. Prosiding Konferensi Internasional Budaya Sunda (Jilid 2). Jakarta: Yayasan Kebudayaan Rancage. Hal 112.

24

Page 25: Pasar Modern

Ketimpangan yang muncul sebagai akibat ketidakseimbangan dalam kekuatan

tawarmenawar setidaknya memunculkan dua akibat, yakni: (1) hilangnya harga diri (self-esteem)

karena pembangunan sistem dan pranata sosial dan ekonomi gagal mengembangkan martabat

dan wibawa kemanusiaan; dan (2) lenyapnya kepercayaan pada diri sendiri (self-reliance) dari

masyarakat yang berada dalam tahapan belum berkembang karena ketidakmandirian. Kondisi

ketidakseimbangan dalam hal bargaining position sebagaimana diuraikan di atas juga menjadi

salahsatu penyebab melemahnya kapasitas pasar tradisional dalam persaingan dengan pasar

modern. Ruang bersaing pedagang pasar tradisional kini semakin terbatas. Bila selama ini pasar

modern dianggap unggul dalam memberikan harga relatif lebih rendah untuk banyak komoditas,

dengan fasilitas berbelanja yang jauh lebih baik, skala ekonomis pengecer, area pasar modern

yang cukup luas dan akses langsung mereka terhadap produsen dapat menurunkan harga pokok

penjualan sehingga mereka mampu menawarkan harga yang lebih rendah. Sebaliknya para

pedagang pasar tradisional, mereka umumnya mempunyai skala yang kecil dan menghadapi

rantai pemasaran yang cukup panjang untuk membeli barang yang akan dijualnya. Akibatnya,

keunggulan biaya rendah pedagang tradisional kini mulai terkikis.

Keunggulan pasar tradisional mungkin juga didapat dari lokasi. Masyarakat akan lebih

suka berbelanja ke pasar-pasar yang lokasinya lebih dekat. Akan tetapi pusat-pusat perbelanjaan

modern terus berkembang memburu lokasi-lokasi potensial. Dengan semakin marak dan

tersebarnya lokasi pusat perbelanjaan modern maka keunggulan lokasi juga akan semakin hilang.

Kedekatan lokasi kini tidak lagi dapat dijadikan sumber keunggulan bagi pasar tradisional.

25

Page 26: Pasar Modern

Upaya untuk menyeimbangkan kedudukan pasar tradisional dengan pasar modern belum

secara konkret dilakukan karena tidak ada kebijakan yang mendukung pasar tradisional,

misalnya dalam hal pembelian produk pertanian tidak ada subsidi dari pemerintah sehingga

produk yang masuk ke pasar tradisional kalah bersaing dalam hal kualitas dengan produk yang

masuk ke pasar modern. Bahkan dewasa ini berkembang pengkategorian pasar yang cenderung

memarginalkan masyarakat, seperti pasar tradisional untuk masyarakat berdaya beli menengah

ke bawah tapi kualitas barang yang dijual tidak sesuai standar, sementara pasar modern untuk

masyarakat menengah ke atas dengan kualitas produk sesuai bahkan melebihi standar minimal.

Kategorisasi semacam itu memunculkan kesenjangan dan kecemburuan sosial bukan

hanya antara pasar tradisional dengan pasar modern, tapi semakin meluas mengarah pada konflik

horizontal di masyarakat. Pembedaan kategori pasar tradisional dan pasar modern juga

menunjukkan stigmatisasi dan diskriminatif. Padahal konsep pasar modern kenyataannya lebih

sarat dengan makna konsumtif dibandingkan makna sebagai ruang sosial lintas strata

masyarakat.

E. Kerangka Pemikiran

Proses dalam implementasi kebijakan merupakan kajian yang memiliki kaitan yang

sangat erat dalam aliran institusional. Karena melibatkan organisasi politik baik itu formal dan

non-formal serta aktor aktor yang terlibat didalamnya. Dalam proses implementasi kebijakan

biasanya memiliki banyak faktor pendukung sehingga implementasinya berjalan baik. Seperti

yang dikemukakan oleh Grindle bahwa setidaknya ada dua variabel besar yang mendukung,

26

Page 27: Pasar Modern

yaitu: isi kebijakan dan lingkungan kebijakan. Isi kebijakan meliputi: (1) kepentingan kelompok

sasaran yang termuat dalam isi kebijakan; (2) manfaat yang diterima oleh target groups; (3)

perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan; (4) letak program sudah tepat; (5) apakah

kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan baik; dan (6) sumberdaya yang memadai.

Sedangkan lingkungan kebijakan meliputi: (1) kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang

dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan; (2) karakteristik institusi

dan rejim berkuasa; (3) tingkat kepatuhan dan responsifitas kelompok sasaran.

Adanya variabel tersebut, maka kajian mengenai implementasi kebijakan mengharuskan

untuk meneliti tentang isi dari kebijakan, siapa yang diuntungkan dan dirugikan dalam kebijakan

tersebut, institusi institusi baik formal dan non formal beserta aktor aktor yang terlibat

didalamnya, dan kepentingan apa yang melandasi dari setiap keputusan.

Pada poin ini, penulis mencoba menggambarkan skema kerangka pemikiran dalam

menganalisis implementasi Perda No.15 tentang Perlindungan, Pemberdayaan Pasar Tradisional

dan Penataan Pasar Modern di Kota Makassar. Dalam menganalisis implementasi Perda tersebut

terlebih dahulu menjelaskan isi dari Perda dan tujuan yang ingin dicapai serta sasarannya (target

groups). Setelah itu penulis berusaha menjelaskan proses implementasinya dengan melihat

institusi institusi dalam pemerintahan daerah Kota Makassar yang terlibat serta aktor aktornya

dan kepentingan apa yang bermain didalamnya. Disini peneliti mencoba memakai aliran

institusionalis Baru dengan model pilihan rasional. Dimana dalam metode ini, peneliti melihat

cara institusi atau aktor aktor didalamnya bekerja didasari oleh kecenderungan pemaksimalan

kepentingan. Dan terakhir, peneliti berusaha untuk menjelaskan dampak dari implementasi Perda

27

Page 28: Pasar Modern

No.15 tersebut terhadap eksistensi pasar lokal yang ada di Makassar. Secara umum, kerangka

pemikiran ini dapat dilihat dalam skema berikut :

F. Skema Berpikir

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini menguraikan tentang perangkat-perangkat penelitian, mulai dari pemilihan

lokasi penelitian, tipe dan dasar penelitian, teknik pengumpulan data, analisa data serta konsep

operasional yang sangat membantu dalam kelangsungan penelitian ini.

A. Lokasi dan Objek Penelitian

28

Perda No. 15 Tahun 2009 tentang Perlindungan, Pemberdayaan Pasar Tradisional dan Penataan Pasar Modern

Implementasi & Penegakkan Perda oleh Pemerintah dalam hal ini SKPD yang terkait

Dampak Penerapan Perda Terhadap Objek yang dilindungi, dalam hal ini Pasar Tradisional

TujuanMelindungi Pasar Tradisional dari Maraknya Pembangunan pasar modern

Page 29: Pasar Modern

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kota Makassar. Alasan memilih Kota Makassar

sebagai lokasi penelitian karena Makassar adalah satu-satunya daerah di Sulawesi Selatan yang

memiliki Perda tentang perlindungan pasar tradisional. Selain itu, di Makassar terdapat 16 pasar

resmi dan 23 pasar darurat dan lingkungan, yang keberadaannya akan terancam oleh maraknya

pertumbuhan dan pembangunan pasar pasar modern.

Objek penelitian adalah Perda No. 15 tentang perlindungan, pemberdayaan pasar

tradisional dan penataan pasar modern di Kota Makassar. Alasan memilih Perda No. 15 tentang

perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar modern di Kota Makassar,

karena dalam Perda ini memuat aturan aturan tentang pendirian pasar modern, yang selama ini

oleh berbagai kalangan banyak dilanggar oleh pasar pasar modern dalam pembangunannya,

contohnya: pada pasal 7, dimana dalam pendirian pasar modern harus membuat analisa dampak

sosial ekonomi masyarakat dan kebertahanan pasar tradisional. Alasan lainnya ialah peneliti mau

melihat sampai sejauh mana tahapan implementasi Perda tersebut dilakukan oleh Pemerintah

Daerah Kota Makassar.

B. Tipe dan Dasar Penelitian

Tipe penelitian yang dipergunakan ialah deskriptif analisis, yaitu penelitian yang

menggambarkan secara jelas dan menganalisis mengenai implementasi dari kebijakan Perda No.

15 tentang perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar modern di Kota

Makassar oleh pemerintah daerah serta dampak dari implementasi tersebut bagi eksistensi pasar

tradisional di Kota Makassar.

29

Page 30: Pasar Modern

Dasar penelitian yang digunakan ialah kualitatif yang menggambarkan secara jelas

mengenai variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik, seperti isi kebijakan

dalam hal ini tujuan dan sasaran, aktor aktor yang terlibat, mulai dari pemerintah daerah dalam

hal ini dinas terkait, DPRD, Organisasi Pedagang Pasar Tradisional, pengusaha pasar modern,

dll, khususnya dalam penerapan Perda No.15 tentang perlindungan, pemberdayaan pasar

tradisional dan penataan pasar modern di Kota Makassar.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu data primer

dan data sekunder. Adapun yang dimaksud sebagai berikut:

a. Data Primer

Data Primer dilakukan dengan cara wawancara. Wawancara yaitu data yang diperoleh

langsung dari informan melalui wawancara secara mendalam untuk mendapatkan

informasi sebanyak-banyaknya terutama yang berkaitan dengan penerapan kebijakan

perda No.15 tentang perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar

modern di Kota Makassar. Proses wawancara ini menggunakan pedoman wawancara

(interview guide), agar wawancara tetap berada pada fokus penelitian. Informan yang

akan penulis wawancarai dalam pengumpulan data, ada lima yaitu:

a. DPRD Kota Makassar

b. Perusahaan Daerah Pasar Kota Makassar

c. Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Kota Makassar

30

Page 31: Pasar Modern

d. Kepala Perizinan Kota Makassar

e. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kota Makassar

f. Ketua Persaudaraan Pedagang Pasar Terong

g. Kamar Dagang Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan

b. Data Sekunder

Data sekunder dilakukan dengan studi pustaka dengan mengumpulkan dan

menganalisis arsip atau dokumen mengenai berbagai informasi yang berkaitan dengan

kajian dan fokus penelitian. Arsip dan dokumen yang dimaksud dapat berupa artikel

dan berita di surat kabar ataupu di internet, peraturan perundang undangan terkait,

dokumen dokumen perencanaan Kota Makassar, data statistik, dan tulisan tulisan yang

dapat memperkaya data yang dikumpulkan.

D. Teknik Analisis Data

Analisa data akan berlangsung hampir bersamaan dengan pengumpulan data. Hal ini

untuk membantu peneliti melihat sejumlah kekurangan penelitian ini, sekaligus untuk menarik

dugaan-dugaan sementara yang akan dikaji lebih mendalam. Proses ini akan dimulai dengan

penulisan data yang lebih teratur dari proses pengumpulan informasi yang dilakukan melalui

proses wawancara, pencatatan lapangan serta observasi. Hal ini untuk memudahkan peneliti

mencermati sejumlah informasi tersebut. Informasi ini selanjutnya akan di triangulasi untuk

memastikan keabsahan (validity) data.

Langkah selanjutnya adalah penyajian data yang diperoleh dari hasil analisis serta

interpretasi terhadap sejumlah informasi selama penelitian. Penggunaan penyajian data ini untuk

memudahkan peneliti memahami data. Selain itu, juga akan membantu dalam menentukan

31

Page 32: Pasar Modern

tindakan lain berdasarkan pemahaman tersebut, seperti melakukan proses analisis lebih dalam.

Kesimpulan sementara ini selanjutnya akan dicermati untuk menghasilkan kesimpulan

penelitian, dan akan dituliskan secara deskriptif-analitis. Penelitian ini akan berakhir ketika data

sudah mencukupi untuk menjawab pertanyaan penelitian.

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Kondisi Geografis dan Kependudukan Kota Makassar

Penelitian ini dilakukan di Makassar. Makassar adalah ibukota dari provinsi Sulawesi

Selatan. Wilayah Makassar sebagian besar merupakan kawasan pesisir dengan ketinggian 0-20

meter dari permukaan laut, dengan luas wilayah 175,77 km². Luas wilayah tersebut secara

administratif terbagi dalam 14 Kecamatan dengan 143 kelurahan, dan pada tahun 2009 tercatat

dengan jumlah penduduk terbanyak di Sulawesi Selatan, yakni 1.271.870 jiwa. Dari jumlah

tersebut, 617.747 jiwa merupakan laki-laki dan 654.123 jiwa adalah perempuan yang tersebar

dengan kepadatan sekitar 7.235/km².40

40 Sulawesi Selatan Dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan.

32

Page 33: Pasar Modern

Tabel 01: Luas Wilayah Dan Persentase Terhadap Luas Wilayah Menurut Kecamatan Di

Kota Makassar

Kode Wilayah Kecamatan Luas Area(km2) Persentase terhadap luas Kota Makassar(%)

-1 -2 -3 -4

10 Mariso 1,82 1,04

20 Mamajang 2,25 1,28

30 Tamalate 20,21 11,50

31 Rappocini 9,23 5,25

40 Makassar 2,52 1,43

50 Ujung Pandang 2,63 1,50

60 Wajo 1,99 1,13

70 Bontoala 2,10 1,19

80 Ujung Tanah 5,94 3,38

90 Tallo 5,83 3,32

100 Panakkukang 17,05 9,70

110 Manggala 24,14 13,73

101 Biringkanaya 48,22 27,43

111 Tamalanrea 31,84 18,11

7371 MAKASSAR 175,77 100,00

Sumber : Makassar Dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik Makassar

33

Page 34: Pasar Modern

Tabel 02 : Jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin diKota

Makassar pada tahun 2009.

Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah

-1 -2 -3 -4

0 – 4 67.309 56.306 123.615

9 – May 63.494 66.162 129.656

10 – 14 61.488 56.04 117.528

15 – 19 60.285 72.389 132.674

20 – 24 66.806 87.28 154.086

25 – 29 56.272 71.356 127.628

30 – 34 55.521 56.561 112.082

35 – 39 45.491 52.304 97.795

40 – 44 37.014 29.526 66.540

45 – 49 25.729 29.164 54.893

50 – 54 18.456 24.183 42.639

55 – 59 15.296 19.563 34.859

60 – 64 18.558 17.179 35.737

65 + 18.551 24.066 42.617

Jumlah/Total 610.27 662.079 1.272.349

Sumber: Makassar Dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik Makassar

B. Kondisi Perekonomian Masyarakat Kota Makassar

34

Page 35: Pasar Modern

Perkembangan Kota Makassar juga memicu kegiatan ekonomi yang kian pesat, hal ini

misalnya dapat terlihat dengan meningkatnya jumlah perusahaan perdagangan yang mencapai

14.584 unit usaha, dengan rincian 1.460 perdagangan besar, 5.550 perdagangan menengah, dan

7.574 perdagangan kecil. Untuk perkembangan industri, di Makassar terdapat 21 industri besar

dan 40 industri sedang yang menempati Kawasan Industri Makassar di kecamatan Biringkanaya,

serta selebihnya di kecamatan Tamalanrea dan Panakkukang yang masing-masing terdiri dari 5

unit. 41

Selain Sejumlah industri diatas, di Makassar, pembangunan ekonomi ditopang dengan

sejumlah akses masuk, yaitu pelabuhan Sukarno-Hatta dan Bandar Udara Sultan Hasanuddin,

serta dua terminal angkutan darat, Terminal Umum Mallenkeri dan Terminal Regional Daya.

Sektor perekonomian masyarakat kota Makassar pada umumnya bergerak disektor jasa,

perdagangan, perikanan (nelayan) serta industri melalui salah satu kawasan industrinya,

Kawasan Industri Makassar (KIMA). Sementara sektor perdagangan, khususnya kebutuhan

rumah tangga di kota ini berlangsung di pusat-pusat perbelanjaan modern serta pasar-pasar lokal

(tradisional).

Sebagaimana perkembangan kota pada umumnya, sebagai salah satu pusat

perekonomian, Makassar juga menjadi tujuan masyarakat dari sejumlah daerah di Sulawesi

Selatan dalam memasarkan produk-produk pertaniannya. Mereka yang datang dari sejumlah

daerah ini, pada umumnya bergerak disektor ‘informal’ seperti menjadi pedagang di pasar lokal

dan pa’gadde-gadde. Namun munculnya sejumlah pusat perbelanjaan modern dalam satu dekade

terakhir berpengaruh pada keberadaan dan keberlangsungan perekonomian masyarakat di sektor

41 Makassar Dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik Kota Makassar.

35

Page 36: Pasar Modern

informal tersebut. Dimana pasar lokal dan gadde-gadde tidak lagi menjadi penyangga utama

dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

Di Makassar sendiri, terdapat sekitar 65 pasar lokal, baik resmi ataupun darurat yang

menjadi tempat transaksi pemenuhan kebutuhan masyarakat kota Makassar.42 Pasar-pasar lokal

ini menempati sejumlah tempat di Makassar, baik ditengah-tengah perkotaan seperti pasar

Terong, pasar Grosir Butung, dan pasar Pabbaeng-baeng. Ataupun yang menempati jalan-jalan

pemukiman warga, seperti pasar di perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP). Sebagai salah

satu sektor perekonomian masyarakat, keberadaan pasar lokal kini kian terancam dengan

sejumlah pasar-pasar modern, seperti Carrefour, Hypermart dan Giant

BAB V

PEMBAHASAN

Bab ini akan menjelaskan temuan penelitian tentang bagaimana implementasi dari Perda

No. 15 tahun 2009 tentang perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar

modern dijalankan oleh pemerintah kota Makassar dan dampaknya terhadap pasar lokal yang ada

di kota Makassar. Hal ini sangat perlu untuk membantu menganalisis kecenderungan apa yang

mendasari aktor aktor di pemerintahan dalam hal ini Satuan Kerja Perangkat Dinas (SKPD)

melakukan setiap tindakannya dalam mengimplementasikan Perda.

A. IMPLEMENTASI PERDA NO.15 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN,

PEMBERDAYAAN PASAR TRADISONAL DAN PENATAAN PASAR MODERN

DI KOTA MAKASSAR

42 Data Active Society Institute (AcSI) tahun 2008.

36

Page 37: Pasar Modern

Dalam konteks perlindungan pasar tradisional di Indonesia, terlepas dari ideal atau

tidaknya peraturan per-undang undangan yang mengaturnya. Ada satu penyakit kronis yang

sampai saat ini tidak terobati. Penyakit tersebut adalah implementasi dan penegakan

hukumannya. 43 Contoh kasus di beberapa daerah di Indonesia seperti Jakarta dan Bandung.

Setelah terbitnya Perpres No.112 Tahun 2007 serta peraturan turunannya lewat Permendagri

No.58 Tahun 2008 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan

Toko Modern, tidak lantas memberikan suatu payung hukum yang jelas kepada nasib pasar

tradisional dan para pedagang di dalamnya. Untuk kasus kota Jakarta, terdapat enam pasar yang

dikategorikan “mati” antara lain Pasar Sinar Utara, Pasar Karet Pedurenan, Pasar Blora, Pasar

Cipinang Baru, Pasar Muncang, dan Pasar Prumpung Tengah. 44 Kematian beberapa pasar

tersebut terjadi karena dalam lima tahun terakhir, pendirian ritel modern dalam hal ini

Hypermarket terjadi semakin massif. 45 Dari data yang dikeluarkan oleh APPSI, penurunan

omzet pasar tradisional di DKI Jakarta merosot tajam sampai dengan 60 %, setelah hadirnya

Hypermarket. 46

Lain halnya yang terjadi di kota Bandung. Daerah yang menjadi ikon wisata Jawa Barat

ini, semakin hari semakin bertumbuh pesat terutama dalam bidang perdagangannya. Hal ini

memberikan efek terhadap gaya hidup masyarakatnya dalam hal berbelanja. Gaya hidup

berbelanja tersebut disokong dengan maraknya pembangunan beberapa pusat perbelanjaan dan

toko modern yang berada disana. Sehingga membuat beberapa pasar tradisional mengalami

43 Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM), 2008, Oktober. “Pemantauan terhadap Implementasi Perda-perda Bermasalah”

44 Smeru, 2007. “Dampak Pendirian Supermarket Terhadap Pasar Tradisional”, Indonesia45 Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan RI bekerja sama

dengan PT Indef Eramadani (INDEF), 2007, Desember. “Kajian Dampak Ekonomi Keberadaan Hypermarket terhadap Pasar Tradisional”, Jakarta

46 Sumber : Ac Nielsen, 2008

37

Page 38: Pasar Modern

penurunan omzet yang sangat tajam. 47 Hal tersebut mendorong pemerintah Kota Bandung untuk

menerbitkan Perda No. 2 Tahun 2009 tentang Penataan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan

dan Toko Modern. Dalam perjalannanya, Perda tersebut tidak lantas membuat aktivitas

persaingan antara pasar tradisional dan ritel modern tersebut semakin membaik. Dari 50 pasar

tradisional yang ada di kota Bandung tidak berimbang dengan populasi ritel modern yang

mencapai 147 unit. Ini menandakan perkembangan ritel modern cukup signifikan di Kota

Bandung. 48

Dalam perjalanannya, banyak kalangan mengharapkan agar Perpres 112 Tahun 2007 dan

permendagri No. 53 Tahun 2008 menjadi salah satu solusi terhadap konflik antara pasar

tradisional dengan pasar modern. Tetapi saat ini masih terdapat ketidakjelasan tentang

implementasi Perpres untuk tujuan perlindungan dan pemberdayaan pasar tradisional. Banyak

daerah yang seharusnya menjadi ujung tombak pelaksanaan tidak melakukan apa apa karena

ketidakpahaman tentang implementasi dari Perpres dan Permendagri tersebut. Seperti apa

sesungguhya implementasi tentang zonasi dari pasar modern terhadap pasar tradisional dan

pemberdayaan pasar tradisional serta UMKM dapat dilaksanakan secara optimal. Kejelasan

konsep yang dibangun oleh Perpres 112 Tahun 2007 dan Permendagri Tahun 53 Tahun 2008

menjadi sandaran utama banyak kalangan sehingga mereka mengharapkan penjelasan yang lebih

rinci terkait hal tersebut.

Ketidakjelasan konsep lantas memberikan stimulus kepada beberapa daerah untuk

membuat suatu peraturan turunan dari Perpres 112 Tahun 2007 dan Permendagri No. 53 Tahun

2008. Salah satu daerah yang membuat Peraturan tentang perlindungan pasar tradisional ialah

47 Caroline Paskarina, S.IP., M.Si, dkk, 2007. “Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Pasar di Kota Bandung” Pusat Penelitian Kebijakan Publik & Pengembangan Wilayah Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran Bandung

48 Positioning Paper Ritel Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2008. Jakarta

38

Page 39: Pasar Modern

Kota Makassar. Lewat Perda No. 15 Tahun 2009 Tentang Perlindungan, Pemberdayaan Pasar

Tradisonal dan Penataan Pasar Modern diharapkan mampu untuk memecahkan masalah

persaingan di antara pasar modern dan tradisional yang ada di kota Makassar. Hal itu seperti

diungkapkan dalam wawancara bersama Hasanuddin Leo, yang merupakan anggota komisi B

Bidang Perekonomian dan Keuangan DPRD kota Makassar.

“ realitas pasar tradisional saat ini, di tengah maraknya pasar modern yang berkembang di kota Makassar, merupakan tuntutan kota Makassar sebagai kota metro. Untuk mengantisipasi terpuruknya pasar tradisional maka pemerintah dan DPRD mengeluarkan Perda tentang perlindungan pasar tradisonal” 49

Kebijakan publik, menurut William Dunn merupakan alat dalam menangani masalah

masalah publik atau administrasi pemerintahan. 50 Begitupun Dwidjowijoto 51 telah merumuskan

definisi yang lebih sederhana, yaitu kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh Negara,

khususnya pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan Negara yang bersangkutan.

Kebijakan publik dipandang juga sebagai strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal,

memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju pada masyarakat yang dicita-citakan.

Berdasarkan definisi kebijakan publik tersebut, tampaklah bahwa kebijakan publik hanya dapat

ditetapkan pemerintah, pihak-pihak lain atau yang lebih dikenal dengan sebutan aktor-aktor

kebijakan publik, yang dapat memepengaruhi proses kebijakan publik dalam kewenangannya

masing-masing.

49 Wawancara dengan Hasanuddin Leo (DPRD Kota Makassar). Kamis 03 September 2011. Pukul 11.20 Wita.

50 Dunn, William N, 2000. ”Pengantar Analisis Kebijakan Publik”.Yokyakarta: Hanindita Graha Widya51 Dwidjowijoto, R. N, 2007. “Analisis Kebijakan”. Jakarta: Elek Media komputindo

39

Page 40: Pasar Modern

Senada dengan itu, politisi partai PKS Hj. Sri Rahmi mengatakan bahwa konsep

pembuatan Perda ialah untuk menjaga keberlangsungan pasar tradisional agar konsumennya

tidak diambil oleh pasar modern dan toko modern. Baginya keberlangsungan pasar tradisional di

kota Makassar semakin hari semakin berada pada ambang gulung tikar. 52 Pernyataan tersebut

sangat beralasan melihat fenomena saat ini, dimana pendirian pasar modern berada dekat dengan

keberadaan pasar tradisional. Sehingga pemerintah dalam melakukan tanggung jawabnya, dalam

melindungi pasar tradisional harus di dukung oleh suatu aturan yang mengikat setiap masyarakat

agar patuh.

Perda No.15 Tahun 2009 mengemukakakan bahwa kepentingan kelompok sasaran (target

groups) yang dituju berasal dari pasar tradisional dan pasar modern. Dalam konsep

impelementasi kebijakan, Merilee S. Grindle, 53 mengemukakan bahwa terdapat dua hal penting

dalam terealisasinya suatu kebijakan. Pertama, melingkupi isi kebijakan. Dalam isi kebijakan,

Merilee S. Grindle mengemukakan enam variabel yang mempengaruhinya, antara lain

tercakupnya kepentingan kelompok sasaran (target groups); tipe manfaat; derajat perubahan yang

diinginkan; letak pengambilan keputusan; pelaksana program; dan sumberdaya yang dilibatkan.

Kedua, lingkungan implementasi. Ada tiga variabel yang mempengaruhi antara lain : kekuasaan,

kepentingan dan strategi actor yang terlibat; karakteristik lembaga dan penguasa; dan kepatuhan

serta daya tanggap.

Merujuk pada Pasal 21 mengenai perlindungan dan pemberdayaan pasar tradisional

dikatakan pada ayatnya yang ke 2 bahwa penyelenggaraan pasar tradisional harus menyediakan

fasilitas yang menjamin pasar tradisional yang bersih, sehat, higienis, aman, tertib dan ruang

52 Wawancara dengan Hj. Sri Rahmi (DPRD Kota Makassar). Jumat 02 September 2011. Pukul 10.00 Wita.53 Grindle, Merilee.S dalam Subarsono, G. A, 2008. “ Analisis Kebijakan Publik”. Yokyakarta: Pustaka Pelajar. Hal 93

40

Page 41: Pasar Modern

publik yang nyaman. Selanjutnya pada ayatnya yang ke empat dikatakan bahwa dalam

penyelenggaraan tersebut, pemerintah daerah bertanggung jawab penuh di dalamnya. Merujuk

pada ayat tersebut, saat ini pengelolaan pasar Tradisional di Makassar diberikan kepada PD.

Pasar Makassar Raya, dimana sebelumnya dikelola oleh Dinas Perpasaran. Tetapi setelah

diterbitkannya Perda kota Makassar No. 12/2004 tentang ‘Pengurusan Pasar Dalam Daerah Kota

Makassar’ maka hak pengelolaan pasar diberikan kepada pihak swasta demi terciptanya

pengembangan pasar tradisional yang lebih maju dan tertata rapi.

Dari data yang di keluarkan oleh PD. Pasar Makassar Raya, terdapat 16 pasar tradisional

resmi yang ada di kota Makassar. Sedangkan dari data yang dikeluarkan oleh AcSI menunjukkan

selain 16 pasar resmi tersebut, di kota Makassar terdapat kurang lebih 34 pasar tidak resmi atau

yang biasa disebut pasar darurat. 54 Berikut beberapa pasar yang dikategorikan resmi dan tidak

resmi.

Nama Pasar Tradisional Yang Ada di Kota Makassar (versi AcSi 2009)

No Kecamatan

Pasar Tradisional

Resmi Tidak resmi

1Biringkanaya

Pusat Niaga Daya

Bulu-bulu

Daya

Seputar Mesjid

2

Tamalanrea

Wesabbe

Pasar BTP

Pasar Blok A

54 Active Society Institute (AcSI), 2009. “Laporan Penelitian Studi Etnografi dan Observasi Pasar-Pasar Lokal di Tengah Pertumbuhan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern di Kota Makassar”. Makassar

41

Page 42: Pasar Modern

3 Panakkukang Toddoppuli Karuwisi

Tamamaung

Panaikang

Tello baru

Belakang Profesional

Paropo

4 Makassar Kerung-kerung Rimo

5 Mamajang Maricaya Harimau

6 Ujung Pandang Baru Sawah

7 Bontoala Terong

Kalimbu

Tinumbu

Tette Kulantu

8 Tallo Pannampu Galangan

Rappokalling

9 Ujung Tanah Pelelangan

10 Wajo Sentral

Butung

Sentral Jaya

Cidu

Bonerate

Irian

11 Mariso Sambung Jawa Kokolojia

Senggol

Tanjung

12 Tamalate Pabaeng-baeng Barombong

42

Page 43: Pasar Modern

Hartaco

Kanal

Bontomanai

Manuruki

13 Rappocini Jipang Raya

Skarda

Rappocini Raya

14 Manggala Antang

Borong Raya

Kassi

Pemberian label resmi dan tidak resmi pada pasar tradisional dikarenakan perbedaan

dalam terjadinya pasar dan dalam pengelolaannya. Ada dua alasan terbentuknya pasar

tradisional. Pertama, pasar tradisional dibentuk oleh masyarakat setempat dikarenakan kebutuhan

akan tempat untuk aktifitas jual-beli. Kedua, pasar tradisonal terbentuk karena perintah atau

intruksi dari pemerintah. Itu bisa kita lihat dari pasar Inpres (Intruksi Presiden). Sedangkan

dalam pengelolaannya, pasar resmi dikelola oleh Pd. Pasar Makassar sedangkan untuk pasar

tidak resmi dikelola oleh masyarakat sekitar atau juga pemilik dari lahan pasar. 55

Dalam perjalanannya, peran pasar tradisional untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak

bisa dibilang kecil. Seperti yang diungkapkan oleh Syamsul Bahri, kepala Bag. Keuangan PD.

Pasar Makassar Raya, bahwa dari 16 pasar tradisional yang ada di kota Makassar, setiap

tahunnya menyumbangkan omzet untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) berkisar 5 miliar rupiah.

55 Wawancara dengan Zainal Siko. Kamis 20 Oktober 2011. Pukul 20.00 Wita.

43

Page 44: Pasar Modern

Itu belum termasuk pengelolaan retribusi dan pajak untuk 34 pasar tidak resmi, yang juga

dikelola oleh PD. Pasar dibantu dengan warga sekitar. 56

Selain menjadi penyumbang aset PAD bagi pemerintah, beberapa pasar juga diantaranya

menyimpan banyak history bagi perkembangan kota Makassar di masa lalu. Seperti contohnya

Pasar Boetoeng yang merupakan salah satu pasar tertua di Makassar, yang pertama kali

menerapkan sistem retribusi bagi pedagangnya. Itu bisa dilihat dari ‘Surat edaran tertanggal 1

September 1917 No. 15 tertanda W. Fryling. Pada saat itu, pasar Boetoeng juga menjadi salah

satu bagian terpenting dari konsep penataan kota bagi kolonial Belanda untuk menata

kesemrawutan yang dilakukan pedagang yang menggelar dagangannya di badan badan jalan

(stret vendor).57

Menurut PD. Pasar Makassar Raya yang diwakili oleh Syamsul Bahri mengungkapkan

bahwa saat ini kondisi pasar tradisional yang ada di kota Makassar sangat memprihatinkan. Dari

16 pasar tradisional, sekitar setengahnya berada dalam posisi kritis. Ini diakibatkan kondisi pasar

tradisional sendiri yang sudah semakin tua, kotor, dan mengakibatkan ketidak nyamanan pembeli

yang masuk ke dalam pasar. Maraknya pendirian Hypermarket dan supermarket juga menjadi

salah satu penyebab matinya keberadaan pasar tradisional di kota Makassar. Dimana hal tersebut

mengakibatkan konsumen dari pasar tradisional menurun tajam.

“ pengaruh yang terjadi akibat pendirian pasar modern dan toko modern di kota Makassar terhadap pasar tradisional bisa dilihat dari kurangnya konsumen yang datang ke pasar tradisional. keadaan itu semakin diperparah dengan kondisi pasar tradisonal yang semakin semrawut. Mulai dari fasilitas yang tidak memadai sampai pada soal kebersihannya.”58

56 Wawancara dengan Syamsul Bahri (Kepala Bag. Keuangan PD. Pasar Makassar Raya). Rabu 14 September 2011. Pukul 13.30 Wita.

57 Active Society Institute (AcSI), 2009. “Laporan Penelitian, Studi Etnografi & Observasi Pasar-pasar Lokal di Tengah Pertumbuhan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern di kota Makassar”. Makassar

58 Wawancara dengan Syamsul Bahri (Kepala Bag. Keuangan PD. Pasar Makassar Raya). Rabu 14 September 2011. Pukul 13.30 Wita.

44

Page 45: Pasar Modern

Terkait dengan disahkannya Perda No. 15 Tahun 2009 tentang Perlindungan,

Pemberdayaan Pasar Tradisional dan Penataan Pasar Modern di Kota Makassar, bagi PD. Pasar

sendiri merupakan angin segar bagi keberlangsungan pasar tradisional di kota Makassar. Lebih

jauh lagi, di pasar tradisional merupakan tempat berbagai macam pekerjaan dan aktifitas yang

menyokong ribuan orang yang hidup disana. Jika dibandingkan dengan pasar modern dan toko

modern dalam hal penyerapan tenaga kerja, pasar tradisional lebih banyak menyerap tenaga kerja

dibandingkan pasar modern.

”Pasar tradisional harus dipertahankan karena disana terdapat banyak orang yang menaruh hidupnya dan bekerja disana” 59

Terkait dengan hal tersebut, dalam kajian Miftah Wirahadikusumah disebutkan bahwa,

sektor informal (pedagang pasar tradisional dan UMKM) dapat berfungsi sebagai ‘katup

pengaman’ atas konflik kapitalis dan borjuis dalam hubungan pemodal-pekerja di level industry

kota. Bahkan lebih jauh dari sekedar katup pengaman bagi relasi pekerja-pemodal, sektor

informal juga mampu memberi peluang kerja yang jauh lebih lebar dari pada yang dapat

ditampung oleh sektor informal. 60

Dari data yang dikeluarkan oleh Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (APRINDO)

mengungkapkan bahwa di Indonesia terdapat 13.000 pasar tradisional yang menghidupi 12,5 juta

pedagang kecil.61 Ini menguatkan bahwa keberadaan pasar tradisional di Indonesia sangat

penting dan harus di lindungi. Perlindungan tersebut bisa saja tidak berarti jika penerapan

59 Ibid.60 Wirahadikusumah, Miftah, 1991. “Sektor Informal Sebagai Bumper Pada Masyarakat Kapitalis”, LIPI-Jakarta.61 Aprindo News, Oktober 2009.

45

Page 46: Pasar Modern

Peraturan mengenai perlindungan pasar tradisional baik tingkat nasional dan daerah tidak

dijalankan secara tegas.

Perda No. 15 tahun 2009 mengatakan bahwa perlindungan adalah segala upaya

pemerintah daerah dalam melindungi pasar tradisional, usaha mikro, kecil, menengah, dan

koperasi dari persaingan yang tidak sehat dengan pasar modern, toko modern dan sejenisnya,

sehingga tetap eksis dan mampu berkembang menjadi lebih baik sebagai layaknya suatu usaha.

Definisi perlindungan menurut Perda diartikan bahwa pemerintah berkewajiban

memberikan perlindungan kepada pasar tradisional, antara lain: status hak pakai lahan pasar,

lokasi usaha yang strategis dan menguntungkan, kepastian hukum dalam status hak sewa

terhadap penggusuran, dan perlindungan terhadap timbulnya persaingan usaha tidak

sehat/seimbang dengan pelaku usaha di pasar modern dan toko modern. Disini dijelaskan bahwa,

pemerintah kota merupakan aktor yang paling berpengaruh dalam menjalankan setiap aspek

yang berhubungan dengan status hukum seperti hak pakai lahan pasar dan status hak sewa yang

berkibat pada penggusuran di kemudian hari.

Beberapa fenomena yang terjadi belakangan ini berbanding terbalik dengan harapan yang

ada. Sejak pengelolaan pasar diserahkan secara penuh kepada PD. Pasar, beberapa pasar

tradisional mengalami “pemoderenan” atau yang biasa disebut revitalisasi pasar. Dengan

berlandaskan konsep otorianisme (tidak melibatkan pedagang dalam pengambilan keputusan

seperti penetapan harga kios dan model pasar), perusahaan daerah menggaet beberapa investor

asing untuk berinvestasi membangun pasar tradisional yang lebih modern. Lihat saja pasar

Terong yang pada tahun 1996 dirombak total menjadi empat tingkat atas kerjasama dengan

46

Page 47: Pasar Modern

developer PT. Prabu Sejati. Begitu pula pasar Sentral yang dirubah namanya menjadi Makassar

Mall, dan beberapa pasar tradisional lainnya seperti pasar Kampung Baru dan pasar Niaga Daya.

Konsep pemoderenan tersebut menjadi sia-sia karena gagal menampung seluruh pedagang kecil

untuk berjualan di dalam area gedung baru.

Gagalnya menarik para pedagang untuk berjualan di dalam area gedung baru disebabkan

oleh beberapa faktor. Pertama, kultur pasar lokal adalah hamparan dan mengubah kultur itu

menjadi modern menyebabkan kesulitan para pedagang kecil, bermodal kecil, dan pola

permodalan harian, untuk bertahan di dalam pasar. Alasannya, harga yang dipatok developer

terhadap kios dan lapak sangat mahal sehingga membuat beberapa pedagang bermodal kecil

lebih memilih berjualan di luar gedung baru.

Kedua, pilihan ini, ditempuh oleh para pedagang kecil berkaitan dengan budaya

berbelanja warga kota (konsumen) yang tidak mau terlalu direpotkan oleh kesulitan akses ke

pedagang (naik tangga, pengap, lorong sempit, copet, lain-lain). Ketiga, adanya dualisme

kepemimpinan dalam pasar yakni Kepala Unit Pasar (Perusahaan Daerah) dan direktur pengelola

atau developer (Perusahan Swasta). Dua model manajemen ini tumpang tindih. Sebut saja, peran

kepala pasar adalah pelayanan terhadap pedagang (pedagang kios dan pedagang kecil),

sementara pihak developer adalah melakukan penjualan atas petak-petak bangunan pasar (ruko,

lods, basement).62

Keinginan PD. Pasar dan Developer agar para pedagang menempati area gedung pasar

banyak ditolak para pedagang. Hal tersebut membuat PD. Pasar dan Developer melakukan

62 Active Society Institute (AcSI), 2009 .“Laporan Penelitian, Studi Etnografi & Observasi Pasar-pasar Lokal di Tengah Pertumbuhan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern di kota Makassar”. Makassar.

47

Page 48: Pasar Modern

beberapa langkah seperti melabeli pedagang yang berjualan di luar area pasar sebagai pedagang

liar (illegal) atau mengirim preman dan tentara untuk menakut nakuti pedagang.63 Hal tersebut

dialami oleh Daeng Jama. Pedagang di pasar Terong yang sehari harinya menjual asam ini,

memiliki banyak pengalaman berhadapan dengan tentara dan preman utusan Developer. Ia

seringkali diancam untuk digusur secara paksa jika permintaan untuk masuk ke gedung pasar

tidak di indahkan. Walaupun Daeng Jama memiliki lapak hamparan di lantai dua gedung pasar

tetapi ia tetap saja menolak untuk masuk dikarenakan kondisi lantai dua sudah tidak berfungsi

layaknya suatu area jual beli.64

Konsep tentang pasar dapat dipahami dari berbagai perspektif, seperti perspektif

ekonomi, sosial, budaya, bahkan politik. Dalam perspektif ekonomi, konsep tentang pasar (dalam

pengertian luas, sebagai tempat bertemunya permintaan dan penawaran) terbentuk sebagai salah

satu implikasi dari proses perubahan masyarakat menuju masyarakat kapitalis. Boeke (1910)

merupakan salah satu ahli ekonomi yang mencoba menerangkan fenomena terbentuknya pasar

dalam kerangka pertumbuhan ekonomi dalam masyarakat prakapitalistik dengan masyarakat

kapitalistik. Menurutnya, perbedaan yang paling mendasar antara masyarakat prakapitalistik

dengan masyarakat kapitalistik terletak dalam hal orientasi kegiatan ekonominya. Masyarakat

dalam tingkatan prakapitalistik berupaya untuk mempertahankan tingkat pendapatan yang

diperolehnya, sedangkan masyarakat dalam tingkatan kapitalistik tinggi berupaya untuk

mendapatkan laba maksimum 65.

63 Prabowo, Agung, 2009 . “Gerakan Perlawanan Pedagang Pasar Terong Terhadap Kebijakan Pemerintah Kota Makassar Pasca Pembangunan Gedung Tiga Lantai”, Hasil Penelitian Skripsi. Makassar.64 Wawancara dengan Daeng Jama (Pedagang Asam di Pasar Terong). Jumat 13 Agustus 2011. Pukul 10.00 Wita.65 Boeke, J. H, 1953. “Economics and Economic Policy of Dual Societies: As Exemplified by Indonesia. N. V. Haarlem: HD Tjeenk Willink & Zoon.

48

Page 49: Pasar Modern

Walaupun Daeng Jama dan beberapa pedagang lainnya di pasar Terong menolak untuk

pindah, tetap saja mereka dipungut retribusi oleh pengelola pasar. Hal tersebut banyak

dikeluhkan pedagang pasar Terong kepada pengelola dimana kewajiban untuk membayar

retribusi setiap harinya dipenuhi tetapi hak untuk mendapatkan fasilitas dan kemudahan dalam

berdagang tidak didapatkan. Keluhan dari pedagang pasar juga dibenarkan oleh Hasanuddin Leo.

Legislator dari partai PDK tersebut mengatakan dalam wawancara bahwa pemerintah jangan

hanya tahunya memungut retribusi saja. Karena hakekat retribusi bisa dilakukan jika pelayanan

sudah diterapkan. Layanan yang dimaksud berbentuk insfrastruktur yang layak bagi pedagang

dan kenyamanan bagi pembeli dalam berbelanja di pasar tradisional.

“ pemerintah jangan hanya memungut retribusi saja. Karena sesungguhnya retribusi itu, kalau kita kembali dari definisi bahwa retribusi dipungut setelah ada layanan. Ini yang perlu disadari oleh pemerintah bahwa berikan dulu layanan dalam bentuk insfrasturktur yang layak sehingga pedagang dapat menjual dengan baik dan bisa dikunjungi oleh pembeli dengan nyaman pula. Ini akan mempunyai sebab-akibat karena dengan baiknya pasar tradisional, pengunjung akan tetap eksis di pasar tradisional.”66

Menanggapi hal tersebut, PD. Pasar yang diwakili oleh kepala Bagian Keuangan,

Syamsul Bahri mengungkapkan bahwa anggaran perbaikan untuk 16 pasar tradisional di kota

Makassar mencapai Rp.192 miliar. Pemerintah kota hanya memberikan porsi sangat kecil untuk

perbaikan pasar tradisional sehingga biaya perbaikan biasanya didapat dari hasil kerjasama

dengan developer atau bantuan dari pihak donor. Seperti yang terjadi pada pasar Sambung Jawa

yang mendapatkan bantuan dari World Bank untuk memperbaiki beberapa fasilitas penunjang

pasar.

“untuk memperbaiki 16 pasar tradisional di kota Makassar dibutuhkan anggaran Rp.192 miliar dan pemerintah tidak mempunyai anggaran sebesar itu. PD. Pasar

66 Wawancara dengan Hasanuddin Leo (DPRD Kota Makassar). Kamis 03 September 2011. Pukul 11.20 Wita.

49

Page 50: Pasar Modern

dan pemerintah biasanya bekerjasama dengan investor dan pihak donor untuk memperbaiki beberapa pasar yang ada”67

Kendala lain yang dihadapi ketika pengelolaan pasar diberikan sepenuhnya kepada pihak

swasta dalam hal ini PD.Pasar dan Developer ialah penetapan biaya kepemilikan kios dan lods.

Contoh kasus di pasar Terong, untuk harga satu lods berkisar 10 – 20 juta rupiah. Sementara kios

yang berukuran 2 x 1,5m bisa mencapai Rp. 60 juta dan untuk ukuran 2 x 2m dipatok dengan

harga Rp. 80 juta. Dengan jangka waktu yang sangat pendek dalam mencicilnya yang kurang

lebih 4 tahun. Bisa dibayangkan, bagaimana pedagang-pedagang kecil mampu bersaing dalam

mengakses lods yang demikian mahal itu.68

Melihat kondisi yang tidak menguntungkan bagi pedagang pasar lokal maka diperlukan

peran lebih dari pemerintah untuk mengatur dan menjembatani persoalan yang berhubungan

dengan biaya sewa kios atau lods. Ketika konsep rent seeker (mencari untung besar) yang

diberlakukan oleh PD.Pasar beserta Developer, maka jangan harap pedagang akan tertib untuk

tidak menjual di badan badan jalan di luar area gedung pasar.

Pendekatan yang sesuai dengan fenomena tersebut bisa didapat dalam teori

institusionalisme baru. March dan Olsen 69 mengemukakan bahwa aktor individu dalam hal ini

developer dapat mempengaruhi suatu keputusan politik yang dibuat oleh aktor politik. Keputusan

politik yang dimaksud ialah seperangkat peraturan perundang-undangan yang ada. Kebijakan

67 Wawancara dengan Syamsul Bahri (Kepala Bag. Keuangan PD. Pasar Makassar Raya). Rabu 14 September 2011. Pukul 13.30 Wita. 68 Active Society Institute (AcSI), 2009 .“Laporan Penelitian, Studi Etnografi & Observasi Pasar-pasar Lokal di Tengah Pertumbuhan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern di kota Makassar”. Makassar69 Marsh, David & Stoker, Gerry. 2011. “ Theory and Methods in Political Science”: Teori dan Metode dalam Ilmu Politik. Bandung: Nusa Media.

50

Page 51: Pasar Modern

yang seharusnya bersifat otonom berubah menjadi peraturan yang bersifat kondisional. Itu

dikarenakan negara yang seharusnya bertanggung jawab secara penuh dalam memberikan

perlindungan kepada masyarakat dalam hal bekerja terusik oleh kekuatan kapital yang sangat

besar. Sehingga pemerintah yang tadinya memiliki kekuatan penuh dalam mengendalikan setiap

keputusan berubah menjadi lemah akibat sumber daya yang dimiliki tidak ada. Hasilnya terjadi

apa yang dinamakan swastanisasi. Perpindahan tanggung jawab dari negara kepada pihak luar

(pengusaha).

Melihat kondisi dalam pengelolaan pasar lokal yang masih carut marut, menyebabkan

kerugian kepada pihak swasta sendiri dalam hal ini developer sebagai pembangun gedung pasar,

Dimana setiap lods dan kios yang dibangun tidak terisi. Bukan itu saja, dampak yang sama pun

akan menghinggapi pemerintah kota. Dikarenakan beberapa pedagang mengancam tidak mau

lagi membayar retribusi yang ditetapkan. Jika hal tersebut terjadi maka pendapatan yang masuk

lewat retribusi ke PAD akan berkurang. Kecenderungan itu bisa dilihat dari pemasukan PD.

Pasar untuk tahun 2011, dimana target pemasukan dari 16 pasar tradisional yang di kelola

berkisar Rp. 5.477.348.550 dan sampai pada bulan September masih berkisar pada angka

Rp.3.485.080.000,-.70

Sementara itu di dalam berbagai pertemuan, potensi tumpang tindih peran antara daerah

dan pusat sangat besar terjadi. Hal ini sering terlihat dari saling lempar tanggung jawab keduanya

dimana dinyatakan oleh pusat bahwa pengembangan pasar di daerah sepenuhnya menjadi

kewenangan Pemerintah daerah. Tetapi pada saat yang sama Pemerintah Daerah merasa mereka

harus menunggu peran Pemerintah Pusat terkait dengan upaya pengembangan pasar. menyikapi

70 Wawancara dengan Syamsul Bahri (Kepala Bag. Keuangan PD. Pasar Makassar Raya). Rabu 14 September 2011. Pukul 13.30 Wita.

51

Page 52: Pasar Modern

hal tersebut, Departemen Perdagangan menyatakan bahwa mereka memiliki anggaran bagi

pengembangan pasar, tapi tidak cukup untuk memperbaiki seluruh pasar. Karena itu mereka

kemudian hanya membuat pasar contoh dan cara pengelolaan pasar tradisional yang baik dan

benar.

Selain pemberdayaan yang masih harus ditata dengan serius, konsep perlindungan juga

masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah yang harus dibenahi. Sejak diterbitkannya

Perda No.15 tahun 2009 di kota Makassar, populasi pasar modern sampai saat ini justru

meningkat tajam. Dari hasil data terakhir yang diperoleh dilapangan terdapat 10 golongan

Hypermarket yang berada di kota Makassar. Berikut nama-nama golongan Hypermarket dan

lokasinya di kota Makassar.

Nama Hypermarket Yang Ada di Kota Makassar (observasi per-Oktober 2011)

No. Nama Perusahaan Jumlah Lokasi

1. Carefour 6 Panakkukang Square

Pengayoman Makassar

Tamalanrea Makassar

Trans Studio

Karebosi Link

MTC Karebosi

2. Lotte Mart 1 Mall Panakkukang

3. Makro 1 Sultan Alauddin Makassar

4. Hypermart 1 Mall Panakkukang

5. Gyant 1 Panakkukang Makassar

52

Page 53: Pasar Modern

Dari hasil positioning paper KPPU mengungkapkan bahwa yang paling mempengaruhi

keberadaan pasar tradisional ialah hypermarket dan supermarket.71 Itu dikarenakan pasar

tradisional dan hypermarket/supermarket menjual produk yang serupa, yaitu jenis produk seperti

sembako, ikan, sayur, daging, dan kebutuhan sandang lainnya. Sedangkan keberadaan

minimarket berjejaring seperti Alfamart, Alfamidi, Alfa Express dan Indomaret mempunyai

dampak tetapi tidak terlalu signifikan terhadap pasar tradisional. Dampak keberadaan

minimarket berjejaring tersebut lebih kepada toko kelontong atau pa’gadde-gadde. Hal tersebut

seperti diungkapkan juga dalam wawancara bersama Abdul Hakim Pasaribu selaku ketua Komisi

Pengawas Daerah (KPD) KPPU daerah Makassar. Ia mengatakan :

“ dari kajian yang dilakukan oleh KPPU, keberadaan minimarket berjejaring dalam hal ini Alfamart, Alfamidi, Alfaexpress, dan Indomaret lebih mempunyai dampak kepada toko kelontong dibanding pasar tradisional karena karaktersitik produk yang dijual di minimarket sama dengan yang dijual di toko kelontong. sedangkan yang paling mempengaruhi pasar tradisional ialah hypermarket dan supermarket”72

Dari data KPD KPPU kota Makassar, terdapat sekitar 155 minimarket berjejaring yang

sudah mempunyai izin. Jumlah minimarket di kota Makassar dalam kurun waktu 2009 -2011 tren

pertumbuhannya meningkat drastis. Berikut data jumlah minimarket berjejaring yang sudah ada

dan mendapatkan izin untuk membangun di kota Makassar.

71 Positioning Paper Ritel Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2008. Jakarta 72 Wawancara dengan Abdul Hakim Pasaribu (KPD KPPU Kota Makassar). Rabu 23 November 2011. Pukul 10.00 Wita.

53

Page 54: Pasar Modern

Nama nama minimarket berjejaring yang ada di kota Makassar (KPPU,data per Juli

2011)73

Pernyataan KPPU bahwa tren pertumbuhan pasar modern dan toko modern dalam dua tahun

terakhir meningkat tajam bisa menjadi suatu ironi penegakkan kebijakan Perda No. 15 tahun

2009. Pemerintah sebagai lembaga resmi yang ditunjuk dalam operasionalisasi kegiatan belum

berjalan secara maksimal. Hal tersebut bisa dilihat dari riset yang dilakukan oleh Lembaga

Nielsen yang menyebutkan pertumbuhan minimarket sepanjang 2010  di Indonesia meningkat 42

persen menjadi 16.922 unit dibanding tahun sebelumnya sebesar 11.927 unit. Saat ini di seluruh

Indonesia minimarket nyaris menembus angka 17 ribu. Data Nielsen juga menunjukkan toko

atau pasar tradisional di kota besar dan pedesaan menurun masing-masing 2 – 4 persen di tahun

2010.74

Dalam pelaksanaan suatu Perda membutuhkan setidaknya tiga tingkatan institusi yang

saling terkait. Broomley 75, membagi tiga tingkatan tersebut antara lain tingkat penyusunan

kebijakan (policy level), tingkat organisasi (organizational level) dan tingkat operasional

(operational level). Pada tingkatan kebijakan, pernyataan umum dibahas dan diformulasikan oleh

73 Data Komisi Pengawas Persaingan Usaha atas Jumlah Minimarket di Kota Makassar, per-Juli 2011 74 AC.Nielsen, 2010 . “Laporan Pertumbuhan Ritel Modern dan Dampaknya Terhadap Ritel Tradisional”. Jakarta.75 Bromley dalam Dwidjowijoto, R. N, 2007. “Analisis Kebijakan”. Jakarta: Elek Media komputindo. Hal 45

54

No. Nama Perusahaan Jumlah

1. Alfa Express 25

2. Alfa Midi 29

3. Alfa Mart 66

4. Indomaret 35

Jumlah 155

Page 55: Pasar Modern

lembaga legislatif. Pada tingkat organisasi, kekuasaan dipegang oleh lembaga eksekutif dan

selanjutnya pada tingkatan operasional merupakan tingkat teknis dalam operasionalisasi suatu

kebijakan. Dalam tingkat operasional biasanya tergabung dalam instansi atau lembaga formal

yang ditunjuk sesuai fungsi dan tugas masing masing. Disinilah tujuan atau outcome yang

diharapkan dari suatu kebijakan berperan penting karena bersentuhan langsung dengan target

groups.

Laju pertumbuhan pasar modern dan toko modern yang semakin massif di Makassar

sebenarnya bisa dikendalikan didalam Perda No.15 Tahun 2009 tentang perlindungan,

pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar modern. Pada pasal 7 ayat 2 huruf I

dijelaskan mengenai pendirian Hypermarket harus memenuhi analisis mengenai dampak sosial

ekonomi dari pasar tradisional yang berada di sekitarnya. Dari pasal tersebut saja sebenarnya

mampu membatasi pendirian pasar modern jika dijalankan dengan baik. Pengetahuan yang

memadai dari segenap institusi pemerintah dalam menjalankan konsep Perda sangat dituntut.

Sebagai kota jasa dan perdagangan, kota Makassar berusaha melengkapi segala fasilitas

yang mendukung ke arah pengembangan kota. Konsep pembangunan menjadi hal utama. Salah

satu konsep yang saat ini di usung oleh pemerintah kota Makassar adalah menjadikan kota

Makassar sebagai kota dunia. Untuk mendukung hal tersebut, harus ditopang oleh segala simbol

modernitas. Pembangunan perumahan elite, pertokoan, hotel, arena rekreasi, pusat perbelanjaan,

Mall, dan pasar modern dilakukan secara serampangan. Paradigma pemerintah yang selalu

menganggap keberhasilan kota bisa dilihat dari bangunan modern apa yang sudah berdiri

menjadi suatu ironi menyedihkan. Masyarakat yang bekerja dengan modal kecil dan mikro

tergerus oleh pengusaha yang mempunyai kapital besar. Bahkan beberapa orang yang duduk di

dalam lembaga formal yang selakunya netral terhadap semua pelaku usaha menganggap para

55

Page 56: Pasar Modern

ekonomi kecil dan mikro sebaiknya ditiadakan saja. Karena tidak memberikan konstribusi besar

kepada PAD.

Dalam wawancara bersama bapak Hary selaku Kepala Seksi Usaha dan Sarana

Perdagangan di Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal (Disperindagdal) kota

Makassar, mengungkapkan bahwa keberadaan pasar dan toko modern di kota Makassar

merupakan hal yang sangat wajar. Itu dikarenakan kota Makassar merupakan kota metropolitan

dan mempunyai visi menjadi kota dunia. Hal tersebut harus di topang dengan segala modernitas

yang ada, salah satunya pasar dan toko modern. Di beberapa kota modern di dunia sudah tidak

ada lagi pasar tradisional yang menurutnya sudah ketinggalan jaman. Konsumen membutuhkan

kepastian harga yang selama ini tidak diperoleh melalui kios-kios baik di rumahan maupun di

pasar lokal.

“konsekuensi dari kota metropolitan ialah pembangunan pasar dan toko modern dimana mana. Kalau tidak mau adanya pasar modern, yah tinggal di hutan saja. Di beberapa negara modern di dunia, pasar tradisional sudah tidak ada lagi karena dianggap sudah ketinggalan jaman”76

Selain itu, pertumbuhan pasar moderen berimplikasi langsung pada meningkatnya

Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar. Ia mencontohkan penjual tomat yang dilapak-lapak itu

tidak memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Artinya, kalau pedagang yang tidak memiliki

SITU berarti tidak memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah. Sementara pasar modern

memiliki SITU, jadi memberikan kontribusi terhadap PAD.77

Pernyataan dari Disperindagdal tersebut, sangat jelas keberpihakannya kepada pasar dan

toko modern untuk pendiriannya secara massif di kota Makassar. Dukungan serupa juga

76 Wawancara dengan Hari (Kepala Seksi Usaha & Sarana Perdagangan Disperindagdal Kota Makassar). Senin 01 Agustus 2011. Pukul 13.45 Wita. 77 Ibid.

56

Page 57: Pasar Modern

dilontarkan oleh Kadin Provinsi Sulawesi Selatan. Lewat ketuanya, Zulkarnain Arief

mengatakan kehadiran minimarket yang ada di kota Makassar menjadi suatu indikator tingkat

perekonomian sebuah kota sudah maju. Keberadaan minimarket seharusnya menjadi pemantik

bagi pedagang tradisional dan toko kelontong untuk mengembangkan usahanya.78

Dilihat dari aspek persaingan semata maka kita akan memperoleh fakta bahwa kehadiran

ritel modern sangat sesuai dengan prinsip-prinsip universal persaingan usaha yang sehat, dimana

kehadiran mereka telah menyebabkan terciptanya beberapa nilai positif yakni hadirnya alternatif

tempat belanja yang sesuai dengan tuntutan konsumen (nyaman dan mudah), harga yang

cenderung bergerak turun (sebagian dihasilkan oleh efisiensi distribusi), kualitas barang semakin

beragam dan sebagainya.

Tetapi dalam analisis terdahulu, selain nilai positif juga terdapat efek negatif, terkait

dengan munculnya permasalahan sosial di sisi lain. Hasil analisis paling tidak menyimpulkan ada

tiga potensi besar yang mengarah kepada terjadinya hal tersebut antara lain tersingkirnya pelaku

usaha ritel kecil/tradisional, potensi ambruknya produsen dalam negeri terutama pemasok yang

masuk dalam kelompok usaha kecil dan menengah, dan terakhir adalah tersingkirnya pelaku

usaha distributor lokal oleh system yang mengedepankan efisiensi yang muncul dalam bentuk

hubungan langsung antara peritel modern dengan pabrikan/manufaktur. 79

Pandangan berbeda muncul dari KPD KPPU kota Makassar lewat ketuanya Abdul Hakim

Pasaribu. Ia menganggap bahwa persaingan antara Hypermarket dan pasar Tradisional, ,

78 Wawancara dengan Zulkarnain Arief (Ketua KADIN Prov. Sulawesi Selatan). Selasa 04 Oktober 2011. Pukul 11.00 Wita.

79 Positioning Paper Ritel Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2008. Jakarta

57

Page 58: Pasar Modern

merupakan persaingan yang tidak sehat. Itu dikarenakan perbedaan modal antara keduanya,

dimana Hypermarket dan Minimarket adalah perusahaan dengan modal yang sangat besar yang

mampu menerapkan strategi dagang apapun. Sedangkan di pasar tradisional adalah usaha yang

bermodal kecil yang rentan mengalami kebangkrutan. Konsep inilah yang diatur dalam UU No.

5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

“ konsep dari persaingan usaha tidak sehat ialah tidak diperbolehkannya persaingan secara head to head antara usaha yang memiliki modal kecil vs usaha yang memiliki modal besar. Karena ketika itu dilagakan maka otomatis usaha yang memiliki modal besar akan dengan mudah memenangkan persaingan dengan usaha modal kecil”80

Regulasi yang patut menjadi bahan perhatian serius ialah mengenai izin pendirian dari

pasar modern. Dalam pemberian izin pembangunan pasar dan toko modern, terdapat beberapa

SKPD yang berwenang didalamnya. SKPD tersebut antara lain Dinas Perindustrian,

Perdagangan dan Penanaman Modal (Disperindagdal), Dinas Tata Ruang dan Bangunan

(Distarub), dan Kantor Perizinan. Ketiga SKPD masing masing mempunyai tugas dalam proses

perizinan suatu pasar dan toko modern untuk berdiri. Dari observasi dan penelitian dilapangan,

peneliti menyusun alur pemberian izin kepada pasar dan toko modern untuk berdiri. Berikut alur

alur pemberian izin pembangunan pasar dan toko modern.

Alur Perizinan Pembangunan Pasar & Toko Modern (Observasi)

80 Wawancara dengan Abdul Hakim Pasaribu (KPD KPPU Kota Makassar). Rabu 23 November 2011. Pukul 10.00 Wita.

58

Kantor perizinan1. akte pendirian perusahaan2. NPWP3. neraca perusahaan

Setelah disperindag acc, kemudian diterbitkan izin pendirian oleh kantor perizinan

Dinas Tata Ruang & Bangunan(IMB)

Disperindag(Surat Izin Tempat Usaha)

Disperindag1.tinjauan lapangan dengan menelaah kesesuaian usaha dengan kondisi ekonomi sosial, dampak pendirian pasar modern terhadap pasar tradisional dan UMKM di daerah sekitar2. Berita Acara3. menghitung retribusi dengan rumusan tertentu

Pemohon/ pengusaha pasar & toko modern

Page 59: Pasar Modern

Dari alur yang telah disajikan diatas menunjukkan masing masing SKPD memiliki tugas

yang berbeda-beda. Dari wawancara dengan Dinas Tata Ruang dan Bangunan (Distarub), yang

diwakili oleh Dony, mengatakan bahwa tugas dari Distarub sendiri dalam proses perizinan

pembangunan pasar modern dan toko modern ialah dengan penerbitan Izin Membangun

Bangunan (IMB). Dalam proses penerbitannya, Distarub selalu mengacu kepada Satuan

Operasional Program (SOP) dan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kota Makassar.

Dimana dalam RTRW tersebut dijelaskan mengenai klasifikasi tata ruang wilayah kota

Makassar, antara lain lokasi perdagangan, perindustrian, pendidikan, wisata, dan perkantoran.

Untuk pendirian pasar dan toko modern diupayakan untuk diarahkan ke wilayah perdagangan.

Lanjutnya ia mengatakan, bahwa saat ini pembangunan pasar dan toko modern yang marak di

kota Makassar juga dipengaruhi oleh Perda RTRW kota Makassar yang belum rampung. Karena

mengacu pada aturan pemerintah pusat yang mengharuskan setiap daerah mengajukan Perda

RTRW untuk 20 tahun kedepan, sedangkan untuk beberapa daerah di Indonesia dan juga

termasuk Makkassar masih memiliki Perda RTRW yang masih didasarkan pada jangka waktu 10

tahun. Sehingga hal tersebut membuat beberapa wilayah di kota Makassar mengalami

kesemrawutan pembangunan.81

81 Wawancara dengan Dony (Dinas Tata Ruang & Bangunan Kota Makassar). Kamis 25 Agustus 2011. Pukul 14.00 Wita.

59

Dinas Perhubungan(surat izin gangguan lalu lintas)-jika diperlukan

Page 60: Pasar Modern

Sebagai regulasi yang lebih tinggi, Perpres No.112 Tahun 2007 mengatur setiap daerah

untuk tidak memberikan izin pendirian kepada pasar modern dan pasar tradisional jika dalam

suatu daerah tersebut belum memiliki RTRW. Untuk kasus kota Makassar, saat ini memang

belum mempunyai Perda revisi RTRW yang dimaksud. Sehingga ketika pemerintah jeli dan

menjalankan fungsinya sebagai pengawas seperti yang tertera dalam Perda No.15 tahun 2009,

seharusnya banyak pasar modern yang bisa ditinjau lagi keberadaannya. Perda RTRW menjadi

sangat penting sebagai arahan dalam pembangunan suatu kota di masa depan.

Tugas Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal (Disperindagdal)

berbeda pula. Menurut Hery, selaku Seksi Usaha dan Sarana Perdagangan di Disperindagdal,

mengungkapkan tugas dinasnya dalam pemberian izin pasar dan toko modern ialah penerbitan

Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Dalam proses penerbitan SITU, Disperindagdal selalu

melakukan tinjauan ke lapangan terhadap usaha yang akan diberikan izin, tujuannya untuk

mengetahui seberapa besar kontribusi dari tempat usaha tersebut terhadap pemasukan daerah

(PAD). Baginya, pasar modern yang ada di kota Makassar lebih mempunyai manfaat dari segi

ekonomis dibandingkan dengan lapak lapak yang ada di pasar tradisional.

“ pasar modern saat ini lebih memberikan kontribusi lebih besar dibandingkan pasar tradisional. contohnya penjual tomat dan pedagang kecil lainnya di pasar tradisional yang tidak memiliki SITU. Kalau yang tidak memiliki SITU berarti tidak memberikan kontribusi bagi PAD. Kalau pasar modern itu ada SITU nya sehingga memberikan kontribusi bagi PAD sedangkan lapak lapak di pasar tradisional tidak memiliki SITU”82

Peran Kantor Perizinan menurut Kepala Seksi Perizinan bapak A. Pangerang, ialah lebih

bersifat administratif saja. Dalam artian, ketika persyaratan dari Distarub dan Disperindagdal 82 Wawancara dengan Hari (Kepala Seksi Usaha & Sarana Perdagangan Disperindagdal Kota Makassar). Senin 01

Agustus 2011. Pukul 13.45 Wita.

60

Page 61: Pasar Modern

sudah selesai, Kantor Perizinan memverifikasi berkas dari pemohon (paengusaha pasar dan toko

modern) dan mengesahkannya lewat penerbitan izin usaha. Tetapi ketika berkas pemohon

tersebut belum rampung, akan dikembalikan lagi kepada pemohon tersebut untuk

melengkapinya. Misalnya, ketika minimarket akan dibangun di suatu lokasi yang berada tepat di

jalan raya, Kantor Perizinan melihat perlu untuk pengusaha minimarket untuk menyertakan izin

gangguan lalu lintas yang dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan, dan ketika persyaratan rampung

barulah kantor Perizinan menerbitkan izin usahanya.

“ Kantor perizinan bertugas hanya sebatas kajian administrasi bukan bagian teknis. Bagian teknis itu berlangsung di disperindagdal. Meliputi izin usaha. Kajian administrasi melingkupi verifikasi berkas pemohon dan setelah berlangsung di bagian teknis lalu di eksekusi disini, berawal dari sini dan berakhir disini. Di kantor perizinan hanya mengeksekusi barang jadi setelah diolah di dinas yang bertugas secara teknis“83

Melihat fenomena dalam dua tahun terakhir, dimana pasar dan toko modern yang hampir

mengisi sudut sudut kota Makassar, Hj. Sri Rahmi berpendapat bahwa hal tersebut terjadi karena

para SKPD yang terlibat dalam pemberian izin pembangunan pasar dan toko modern tidak

mengetahui konsep yang terkandung dalam Perda. Dimana Perda No.15 tahun 2009 tentang

perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar modern merupakan payung

hukum utama dalam memberikan izin kepada pasar dan toko modern untuk berdiri.

“ dalam izin pembangunan pasar dan toko modern di Makassar, pemerintah bersama SKPD yang terkait tidak mengetahui isi Perda yang seharusnya menjadi payung hukum utama dalam pemberian izin berdirinya pasar dan toko modern”84

83 Wawancara dengan A.Pangerang (Kepala Seksi Perizinan Kantor Perizinan Kota Makassar). Senin 08 Agustus 2011. Pukul 12.12 Wita.84 Wawancara dengan Hj. Sri Rahmi (DPRD Kota Makassar). Jumat 02 September 2011. Pukul 10.00 Wita.

61

Page 62: Pasar Modern

Dari pernyataan Hj.Sri Rahmi tersebut patut dicermati bahwa dalam menjalankan tugas

dan fungsinya, para SKPD yang bertugas dalam keluarnya izin pembangunan pasar dan toko

modern hanya bekerja menurut aturan dinas masing masing. Sehingga bisa dilihat bahwa saat ini

izin pendirian pasar dan toko modern sangat mudah prosesnya. Asumsi tersebut bisa dilihat dari

pernyataan Dinas Tata Ruang & Bangunan (Distarub) lewat bapak doni bahwa dalam setiap

persyaratan pemberian IMB bagi pengusaha toko modern dalam hal ini Minimarket, selalu

mengikuti SOP yang berlaku secara umum dan tidak ada perbedaan persyaratan dengan

pendirian rumah dan bangunan biasanya. 85

Ketidakpahaman dari lembaga formal dalam menjalankan konsep dari Perda membuat

aturan tersebut hanya menjadi aturan ompong belaka. Kepatuhan dan daya tanggap yang tidak

mumpuni semakin diperparah dengan karakteristik pemerintah yang lebih condong kearah

developmentalism dan modernisasi. Ukuran kemajuan suatu kota diukur dari seberapa banyak

pembangunan yang bersimbolkan modernitas berlangsung. Pemerintah dengan obsesinya

menjadikan kota Makassar sebagai kota dunia direspon postif oleh pengusaha dengan

membangun setiap jengkal kota dengan pasar modern. Seperti yang diutarakan oleh Mars dan

Olsen, 86 bahwa kepentingan aktor politik selalu beriringan dengan kepentingan aktor individu

selaku kepentingan keduanya saling menguntungkan.

Keberpihakan pemerintah yang tidak berimbang kepada pasar tradisional menyebabkan

konsep Perda hanya menjadi aturan formal belaka yang tidak dijalankan. Merujuk pada isi Perda

No. 15 tahun 2009 tentang Perlindungan, Pemberdayaan Pasar Tradisional dan Penataan Pasar

Modern di Kota Makassar, terdapat beberapa pasal dan point yang menjelaskan tentang

85 Wawancara dengan Dony (Dinas Tata Ruang & Bangunan Kota Makassar). Kamis 25 Agustus 2011. Pukul 14.00 Wita.86 Marsh, David & Stoker, Gerry. 2011. “ Theory and Methods in Political Science”: Teori dan Metode dalam Ilmu Politik. Bandung: Nusa Media.

62

Page 63: Pasar Modern

persyaratan lokasi dari pendirian pasar dan toko modern. seperti pada pasal 7 ayat 2 huruf I yang

menjelaskan mengenai pendirian Hypermarket harus memenuhi analisis mengenai dampak sosial

ekonomi dari pasar tradisional yang berada di sekitarnya. Pada pasal yang sama di ayat 6 poin 4

dikemukakan bahwa pendirian minimarket wajib memperhatikan keberadaan toko/warung yang

lebih kecil dengan melakukan kajian dampak sosial ekonomi.

Terkait mengenai analisa dampak sosial ekonomi pendirian pasar modern, ada dua

pertemuan yang dilakukan terkait mengenai hal tersebut. Pertemuan yang pertama, dilakukan

pada tanggal 25 Januari 2011 atas inisiatif DPRD kota Makassar. Pertemuan tersebut dilakukan

di kantor DPRD kota Makassar sendiri. Dalam pertemuan tersebut stakeholder yang diundang

antara lain Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Penanaman Modal (Disperidagdal), Kantor

Perzinan dan Asisten II Bidang Ekonomi dan Keuangan kota Makassar. Adapun komisi di

DPRD yang berwenang didalamnya ialah komisi B bidang Ekonomi dan Keuangan. Pertemuan

berlangsung dipimpin oleh Hj.Sri Rahmi, yang saat itu masih menjadi ketua komisi B di DPRD

Kota Makassar didampingi oleh sekertaris komisi B, Hasanuddin Leo. Menurut Hasanuddin Leo,

keberadaan pasar modern dan toko modern seperti minimarket harus memenuhi persyaratan yang

ada dalam Perda No.15 Tahun 2009 tentang perlindungan pasar tradisional.87 Baginya Perda

tersebut sudah jelas diatur mengenai persyaratan yang harus dipenuhi investor dalam hal

perizinan, yakni melampirkan dampak sosial ekonomi sebelum izinnya diterbitkan.

Senada dengan pernyataan tersebut, anggota komisi B lainnya Haeruddin Hafid menilai

Perda No. 15 Tahun 2009 tidak mengatur radius keberadaan antara pasar dan toko modern

dengan pasar tradisional dan toko kelontong disekitarnya. Sehingga larangan pembangunan

minimarket di sekitar pasar tradisional belum dapat dilakukan. Diharapkan kedepan ada regulasi

87 Wawancara dengan Hasanuddin Leo (DPRD Kota Makassar). Kamis 03 September 2011. Pukul 11.20 Wita.

63

Page 64: Pasar Modern

dari Pemerintah kota Makassar untuk membuat aturan turunan dari Perda No.15 tahun 2009.

Aturan turunan tersebut bisa lewat Peraturan Walikota (Perwali) yang didalamnya berisi

mengenai kejelasan radius antara pembangunan pasar dan toko modern dengan pasar tradisional

dan toko kelontong. Dewan tidak pernah menghalangi pengusaha yang ingin berinvestasi di kota

Makassar tetapi harus ada kebijakan jelas yang diberlakukan Pemerintah Kota untuk mengatur

kehadiran minimarket, tegasnya .88

Menanggapi hal tersebut, Kepala Disperindagdal, Takdir Hasan Saleh menjelaskan,

pihaknya tidak serta merta mengeluarkan izin kepada pasar modern jika tidak memenuhi

persyaratan yang ditetapkan. Persyaratan teknis harus dipenuhi dulu oleh pengusaha baru

kemudian diserahkan ke Perizinan untuk diterbitkan izin usahanya.89 Pada saat itu sudah sekitar

54 minimarket khusus Alfa Mart yang berdiri di kota Makassar dan untuk minimarket berjejaring

lainnya Disperindagdal belum mempunyai data lengkapnya. Hadir pula pada pertemuan tersebut,

Asisten II Bidang Ekonomi dan Keuangan Pemkot Makassar, Burhanuddin yang menganggap

pemkot tetap memperhatikan keberadaan pasar tradisional serta pasar modern yang ada. Karena

kehadiran keduanya bisa memberikan dampak ekonomi yang positif bagi perkembangan kota

Makassar.90

Patut untuk dicermati bahwa isi Perda No. 15 tahun 2009, memang tidak memiliki aturan

yang kuat mengenai zonasi atau radius yang ditetapkan untuk pendirian suatu pasar dan toko

modern terhadap pasar tradisional yang berada terlebih dahulu di sekitarnya. Isi Perda tersebut

hanya mengatakan bahwa dalam perizinan suatu pasar dan toko modern haruslah memenuhi

persyaratan, salah satunya menyertakan analisis mengenai dampak sosial ekonomi dari

88 Wawancara dengan Haeruddin Hafid (DPRD Kota Makassar). Kamis 03 September 2011. Pukul 12.00 Wita.89 Wawancara dengan Takdir Hasan Saleh (Kepala Dinas Disperindagdal Kota Makassar). Senin 01 Agustus 2011. Pukul 15.00 Wita.90 Wawancara dengan Hasanuddin Leo (DPRD Kota Makassar). Kamis 03 September 2011. Pukul 11.20 Wita.

64

Page 65: Pasar Modern

masyarakat, pasar tradisional, dan toko kecil yang lebih dulu ada disekitarnya. Sehingga

lemahnya aturan tersebut banyak dimanfaatkan oleh para pengusaha pasar dan toko modern

dalam menerbitkan perzinannya.

Menurut Merille C Grindelle, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh dua, yaitu : Isi

kebijakan dan lingkungan implementasi. Dalam isi kebijakan, Grindelle mengemukakan bahwa

suatu aturan akan berjalan dengan baik jika isi dari kebijakan bisa secara langsung dimengerti

oleh para pelaksana kebijakan. Dalam pengertian tersebut, isi yang terkandung secara tegas

menyentuh objek objek kebijakan secara jelas dan konkrit. 91

Pertemuan kedua terkait penegakkan Perda No.15 Tahun 2011 dilangsungkan pada bulan

Juli 2011 di kantor KPPU kota Makassar. Pertemuan tersebut yang di prakarsai oleh KPPU kota

Makassar. Dalam pertemuan tersebut diundang beberapa SKPD terkait antara lain Dinas

Perindustrian,Perdagangan dan penanaman Modal (Disperindagdal), Dinas Tata Ruang dan

Bangunan (Distarub) dan Kantor Perizinan. Pertemuan tersebut membahas mengenai kordinasi

antara para SKPD dalam pemberian izin kepada pasar dan toko modern.

Dari diskusi tersebut, Abdul Hakim Pasaribu memberikan kesimpulan bahwa para SKPD

yang bertugas mengeluarkan izin pendirian pasar dan toko modern tidak terjalin kordinasi yang

baik. Ia mencontohkan, ketika para pengusaha pasar dan toko modern sudah memiliki IMB yang

dikeluarkan oleh Dinas Tata Ruang & Bangunan, secara otomatis izin untuk memiliki Surat Izin

Tempat Usaha (SITU) yang dikeluarkan oleh Disperindagdal dengan mudahnya juga keluar. Itu

dikarenakan, pihak Dinas Tata Ruang dan Bangunan telah terlebih dahulu melakukan analisa

dampak ekonomi dan sosial terhadap izin usaha pasar modern. Sehingga pihak Disperindagdal

91 Grindle, Merilee.S dalam Subarsono, G. A, 2008. “ Analisis Kebijakan Publik”. Yokyakarta: Pustaka Pelajar. Hal 93

65

Page 66: Pasar Modern

tidak perlu lagi melakukan kajian yang sama. Hal tersebut sangat disayangkan oleh Abdul Hakim

Pasaribu, yang menilai setidaknya ada analisis dampak sosial yang betul betul mencerminkan

kondisi setempat bukan pada formalitas persyaratan semata. 92

Menurutnya pula Disperindagdal dan Distarub dalam mengeluarkan SITU dan IMB harus

mengarahkan pendirian pasar dan toko modern tersebut di lokasi bisnis supaya tidak terjadi apa

yang dinamakannya market power, yang akan menghancurkan usaha usaha ekonomi kecil yang

ada di pasar dan toko tradisional.93

Berkaitan dengan itu, sejauh ini jumlah izin usaha baru yang telah dikeluarkan

Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar mencapai 1.994 izin usaha. Jumlah ini dilaporkan

didominasi jenis usaha minimarket. Hal tersebut diungkapkan oleh bapak Hery selaku Kepala

Bidang Perdagangan Disperindagdal Kota Makassar.94 Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi B

bidang Ekonomi dan Keuangan DPRD kota Makassar, Irwan ST menganggap bahwa pendirian

minimarket tidak dikategoriakan ke dalam toko modern sehingga perizinannya seperti toko toko

biasa. Disini bisa dilihat bagaimana Disperindagdal tidak melakukan kajian khusus mengenai

dampak dari pendirian minimarket terhadap toko toko kecil yang ada sebelumnya. Itu sebabnya

tidak mengherankan kalau ditemukan banyak minimarket di mana-mana, sebagaimana

mudahnya menemukan toko toko lain di sekitar kita.95

Kendati demikian, Disperindagdal dipastikan bakal kembali menerbitkan ratusan izin

usaha minimarket lain demi mengejar target PAD Rp1,5 miliar. Hingga September, realisasi

92 Wawancara dengan Abdul Hakim Pasaribu (KPD KPPU Kota Makassar). Rabu 23 November 2011. Pukul 10.00 Wita.93 Ibid94 Wawancara dengan Hari (Kepala Seksi Usaha & Sarana Perdagangan Disperindagdal Kota Makassar). Senin 01

Agustus 2011. Pukul 13.45 Wita.95 Wawancara dengan Irwan ST (DPRD Kota Makassar). Selasa 06 September 2011. Pukul 09.00 Wita.

66

Page 67: Pasar Modern

pendapatan Disperindagdal dari izin usaha, baru mencapai 40,54% atau sekitar Rp603 juta.

Sehingga untuk memenuhi target yang belum terealisasi tersebut, pihak Disperindagdal

akan kembali menerbitkan izin usaha baru yang didalamnya kembali di dominasi oleh izin pasar

dan toko modern.96 Ini menandakan bahwa kepentingan pemerintah demi pemasukan daerah

lewat izin usaha berjalan lurus dengan kepentingan pengusaha yang memiliki modal besar untuk

membangun gerai demi gerai pasar dan toko modernnya. Sehingga hal ini menciptakan suatu

kolaborasi antara pemerintah-pengusaha yang terjaga dan saling memerlukan. Dengan

menggunakan kerangka berpikir rational choice dimana institusi politik adalah sistem aturan dan

desakan yang di dalamnya individu berusaha untuk memaksimalkan kepentingan dan

keuntungan, tidak terkecuali dalam suatu implementasi kebijakan.

B. DAMPAK IMPLEMENTASI PERDA NO.15 TAHUN 2009 TENTANG

PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN PASAR TRADISONAL DAN

PENATAAN PASAR MODERN TERHADAP EKSISTENSI PASAR

TRADISIONAL DI KOTA MAKASSAR

Tempat paling subur bagi pelaku usaha sektor informal adalah pasar tradisional yang

berada disudut sudut pemukiman masyarakat. Pelaku usaha ini mengisi ruang “informalitas kota”

untuk menjajakan hasil produksi dari desa dan usaha usaha kecil dan menengah yang

berbasiskan rumahan. Denyut nadi usaha ini sudah berdenyut sejak sebuah komunitas eksis

dalam suatu ruang yang terisi baik oleh arus migrasi maupun arus pertumbuhan penduduk kota.

96 Makassar Terkini News, 2011, 16 Oktober, Senin. “Minimarket Dominasi Izin Permohonan Usaha Baru”\. Makassar

67

Page 68: Pasar Modern

Salah satu contoh pasar lokal yang ada di kota Makassar yang terbentuk atas kebutuhan

masyarakat adalah pasar Terong. Pasar ini didirikan secara alamiah berdasarkan pertumbuhan

masyarakat sekitarnya. Ada dua faktor pendorong (push factor ) terbentuknya pasar Terong,

pertama pertumbuhan masyarakat di kota Makassar yang semakin hari semakin banyak karena

arus migrasi dari desa akibat maraknya aksi gerombolan Qahar Mudzakkar di berbagai daerah di

Sulawesi Selatan pada tahun 196oan.97 Alasan kedua ialah pasar Kalimbu yang terlebih dahulu

ada, sudah tidak mampu menampung pembeli dan penjual yang semakin banyak menjejali setiap

sudut sudut pasar untuk melakukan proses jual beli disana.

Arus migrasi yang semakin banyak dari daerah baik itu karena alasan mencari

penghidupan yang lebih baik ataupun karena gerakan gerombolan yang semakin massif sehingga

mendorong para migran tersebut ke kota Makassar. Akan tetapi kedatangan mereka tidak

ditopang dengan terbukanya lapangan kerja yang luas. Sehingga hal tersebut menciptakan suatu

usaha yang hanya mengandalkan logika kebertahanan hidup (economic survival). Bahkan sektor

informal dapat berfungsi sebagai ‘katup pengaman’ atas konflik kapitalis dan borjuis dalam

hubungan pemodal-pekerja di level industry kota. Lebih jauh lagi dari sekedar katup pengaman

bagi relasi pekerja-pemodal, sektor informal juga mampu memberi peluang kerja yang jauh lebih

lebar dari pada yang dapat ditampung oleh sektor formal.98

Akan tetapi, keberadaan pasar tradisional dan pedagang di dalamnya, saat ini mengalami

keterancaman. Itu bisa dilihat dari semakin sepinya kunjungan konsumen ke pasar tradisional

yang ada di kota Makassar. Seperti penuturan Daeng Lala, yang merupakan ketua Persaudaraan

97 Salim, Ishak dkk, Kerjasama Infid, 2011. “ Laporan Hasil Riset Gadde-Gadde Makassar Dalam Ancaman Ekspansi Minimarket Moderen”. Makassar98 Wirahadikusumah, Miftah, 1991 . “Sektor Informal Sebagai Bumper Pada Masyarakat Kapitalis”, LIPI-Jakarta

68

Page 69: Pasar Modern

Pedagang Pasar Terong Makassar (SADAR). Ia mengatakan bahwa semenjak berdirinya pasar

modern dalam hal ini Hypermart dan Carefour, omzet pedagang pasar Terong semakin hari

semakin menurun. Bahkan selama beberapa tahun terakhir banyak pedagang yang mengalami

gulung tikar.

“ banyak pedagang yang tidak menjual lagi di pasar Terong dikarenakan semakin banyaknya pasar modern yang dibangun di kota Makassar. walaupun masih ada pedagang yang menjual tetapi pendapatan yang mereka dapat sudah tidak bisa diandalkan lagi dan hanya cukup untuk makan sehari saja “99

Melihat persaingan yang terjadi antara ritel tradisional dan ritel modern terdapat

persaingan menurut golongannya. Untuk golongan Hypermarket mempunyai dampak yang

relative berpengaruh terhadap pasar tradisional, sedangkan untuk golongan minimarket,

kehadirannya berdampak pada pa’gadde-gadde.100 Persaingan menurut golongan tersebut

dikarenakan karakter jenis jualan yang sama serta batasan luas bangunannya. Seperti golongan

hypermarket dan pasar tradsisional yang memiliki karakter jenis jualan yang sama seperti

menjual kebutuhan sehari hari seperti sembako, ikan, daging, sayur, buah dan kebutuhan

sandang. Sedangkan untuk golongan minimarket dan toko kelontong menjual kebutuhan yang

lebih sederhana seperti minuman dan makanan ringan, rokok, sabun, dan lainnya.

Dampak keberadaan hypermarket terhadap pasar tradisional di Makassar juga bisa dilihat

di sekitar jalan Toddopuli. Disana terdapat pasar Inpres Toddopuli yang di kelilingi oleh empat

perusahaan yang dikategorikan hypermarket dan satu pasar segar. Keempat golongan

hypermarket tersebut antara lain Carefour, Hypermart, Lotte Mart dan Gyant. Menurut daeng

99 Wawancara dengan Daeng Lala (Ketua Persaudaraan Pedagang Pasar Terong Makassar). Sabtu 29 Oktober 2011. Pukul 15.15 Wita.100 Wawancara dengan Abdul Hakim Pasaribu (KPD KPPU Kota Makassar). Rabu 23 November 2011. Pukul 10.00 Wita.

69

Page 70: Pasar Modern

Uddin, pedagang campuran yang berada di pasar Inpres Toddopuli mengatakan keberadaan

hypermarket dan pasar segar membuat omzetnya menurun drastis. Dimana sebelum hypermarket

dibangun, omzetnya bisa mencapai 2 Jt perhari tetapi untuk saat ini berkurang hanya berkisar

300-400 ribu perharinya.101 Pendapat serupa juga diungkapkan oleh daeng Olle. Pedagang yang

sehari harinya menjual sayur dan bumbu dapur ini mengatakan saingan yang paling besar saat ini

adalah Carefour dan pasar segar. Daeng Olle mengatakan, sejak carefour berdiri hampir 10 tahun

dan pasar segar setahun terakhir, omzetnya berkurang drastis berkisar setengah dibandingkan

sebelum Carefour dan pasar segar berdiri. Sehingga kondisi ini mengharuskan anak anaknya

untuk tidak bersekolah lagi dan turut bekerja menopang perekonomian keluarga. 102

Keresahan yang dialami oleh pedagang pasar tradisonal akan maraknya pasar modern

sangat beralasan. Dengan modal yang sangat besar, pasar modern dapat menerapkan strategi dan

manajemen dagang yang tidak bisa dilakukan oleh pedagang pasar tradisonal. Mulai dari

promosi, fasilitas yang memberikan kenyamanan kepada konsumen, distribution center sendiri,

sampai pemberian diskon besar besaran terhadap suatu barang. Bahkan, masyarakat banyak

menilai pergi ke pasar modern bukan hanya bertujuan untuk melakukan transaksi jual beli

melainkan sebagai ajang rekreasi keluarga. Sehingga hal ini memunculkan pola yang baru

kepada masyarakat dalam hal berbelanja.

Pola masyarakat yang cenderung berubah dalam hal berbelanja tidak di respon oleh

pemerintah kota untuk meningkatkan kualitas pasar lokalnya. Dalam wawancara bersama PD.

101 Wawancara dengan Daeng Uddin (Pedagang Campuran di Pasar Inpres Toddopuli Makassar). Minggu 28 Agustus 2011. Pukul 14.00 Wita.102 Wawancara dengan Daeng Olle (Pedagang Sayuran di Pasar Inpres Toddopuli Makassar). Minggu 28 Agustus 2011. Pukul 15.00 Wita.

70

Page 71: Pasar Modern

Pasar Makassar Raya dikatakan bahwa dari 16 pasar lokal yang ada di Makassar, setengahnya

mengalami kondisi yang memprihatinkan. Kondisi tersebut dikarenakan fasilitas-fasilitas yang

menunjang keberadaan pasar lokal tidak ada atau mengalami kerusakan yang sudah cukup parah.

Sehingga menyebabkan jual-beli dan interaksi sosial antara pembeli-penjual menjadi terganggu.

Untuk kasus kota Makassar, pemerintah berada pada posisi dilematis. Disatu sisi pemerintah

ingin memperbaiki pasar lokal karena menjadi salah satu sumber PAD yang sangat potensial,

tetapi di sisi lain pemerintah hanya memiliki sedikit dana untuk memperbaiki semua pasar.

Sehingga pemerintah kota selalu melibatkan investor dalam memperbaiki pasar.

Salah satu contohnya bisa dilihat di pasar Terong. Pasar yang sudah terbentuk pada tahun

1960-an ini sudah mengalami beberapa perbaikan atau bagi pemerintah sering disebut dengan

revitalisasi pasar. Terakhir tahun 1995 pasar Terong di revitalisasi kerjasama antara pemerintah

dan pengusaha (developer). Dimana awalnya Pasar Terong berupa hamparan disulap menjadi

gedung berlantaikan empat. Tetapi masalah muncul dikemudian hari. Pedagang pasar tidak

mampu mengakses lods dan kios yang berada di gedung pasar dikarenakan harga yang dipatok

pihak developer sangat tinggi. Perekonomian pedagang pasar lokal yang di dominasi oleh

ekonomi mikro dan kecil. Sehingga hal tersebut membuat banyak pedagang memilih untuk

berjualan di badan-badan gedung pasar atau di jalan-jalan seputaran Terong, Sawi, Kangkung

dan Bayam. Nampaknya pemerintah kota lebih mempertimbangkan kepentingan investor atau

para pengusaha yang menanamkan modal dibanding mempertimbangkan nilai etis pembangunan

yakni mendasarkan nilai kemanusiaan dan pembebasan dari belenggu kemiskinan.

71

Page 72: Pasar Modern

Sejak era walikota Daeng Patompo tahun 1970 di Makassar, banyak pasar lokal

mengalami revitalisasi menjadi pasar inpres demi cita-cita mempercantik wajah fisik kota. Kota

Makassar mengalami perkembangan menjadi kota metropolitan. Perluasan wilayah dilakukan

karena pertumbuhan penduduk semakin banyak. Kabupaten sekitar Makassar, seperti Gowa,

Maros, dan Takalar menyerahkan sebagian wilayahnya untuk permukiman baru. Kecamatan

Tamalanrea, Daya hingga Sudiang merupakan daerah Maros di masa lalu. Demikian pula di

daerah Pabaeng-Baeng, Manuruki, hingga Malengkeri adalah wilayah Kabupaten Gowa.

Sementara wilayah Takalar yang kini masuk wilayah administratif Makassar adalah

Barombong.103

Untuk mendukung cita-cita perkembangan kota Makassar menjadi kota metropolitan

maka pemerintah membuka pintu ekonomi seluas-luasnya bagi investor luar. Investor tersebut

berkekuatan modal finansial yang besar. Merancang apa saja dengan penuh simbol-simbol

modernitas. Di sisi lain, ekonomi warga kota kebanyakan menerapkan logika kebertahanan

ekonomi (economic survival).

Dalam suatu tesisnya, Boeke (1910) mencoba menerangkan fenomena terbentuknya pasar

dalam kerangka pertumbuhan ekonomi dalam masyarakat prakapitalistik dengan masyarakat

kapitalistik. Menurutnya, perbedaan yang paling mendasar antara masyarakat prakapitalistik

dengan masyarakat kapitalistik terletak dalam hal orientasi kegiatan ekonominya. Masyarakat

dalam tingkatan prakapitalistik berupaya untuk mempertahankan tingkat pendapatan yang

diperolehnya, sedangkan masyarakat dalam tingkatan kapitalistik tinggi berupaya untuk

mendapatkan laba maksimum 104.

103 Salim, Ishak dkk, Kerjasama Infid, 2011. “ Laporan Hasil Riset Gadde-Gadde Makassar Dalam Ancaman Ekspansi Minimarket Moderen”. Makassar104 Boeke, J. H, 1953. “Economics and Economic Policy of Dual Societies: As Exemplified by Indonesia. N. V. Haarlem: HD Tjeenk Willink & Zoon.

72

Page 73: Pasar Modern

Dalam pekembangannya, pasar modern semakin luas berdiri di pelosok pelosok kota dan

desa. Hal tersebut memanfaatkan celah dari aturan yang tidak tegas dari pemerintah. Regulasi

Perpres No,112 tahun 2007 dan Permendagri No.58 tahun 2008 tidak mampu meredam penetrasi

yang dilakukan secara massif dari pasar modern. Untuk kota Makassar, setelah terbitnya Perda

No.15 tahun 2009 tentang perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar

modern lantas tidak memberikan dampak signifikan terhadap pengendalian pasar modern.

Konsep perlindungan hanya menjadi aturan formal belaka tanpa bisa di tegakkan. Aturan

mengenai pendirian pasar modern harus menyertakan dampak sosial-ekonomi dari pasar

tradisional dan usaha kecil yang telah terlebih dahulu berada disekitarnya dijalankan dengan

tidak serius. Indikasi kearah permainan antara kelompok pengusaha pasar modern bersama

pemerintah semakin menguak kepermukaan. Segala faktor tersebut menyisahkan kesedihan

tersendiri pada keberadaan pasar tradisional dan pedagang di dalamnya.

Kehadiran pasar modern dengan market power yang sangat besar, berbasiskan kapital,

mampu menggerus setiap lawan termasuk pasar tradisional. Kita bisa melihat dari posisi

Carefour saat ini. Berbagai strategi bisnis yang dikembangkannya untuk menopang brand image

sebagai ritel penyedia barang dengan harga termurah di Indonesa, selalu menjadi trend dalam

pengelolaannya di Indonesia. Dalam berbagai hal harus diakui bahwa Carrefour telah

berkembang menjadi trend setter bisnis ritel Indonesia.

Hal yang juga dianggap luar biasa dari Carrefour adalah brand image tersebut ternyata

mampu mendorongnya menjadi sebuah pencipta traffic (lalu lintas) orang berbelanja, di pusat-

73

Page 74: Pasar Modern

pusat perbelanjaan (mall). Apabila Carrefour hadir menjadi salah satu tenant dalam sebuah pusat

perbelanjaan, maka tenant-tenant lain akan dengan sendirinya berdatangan, sehingga tingkat

hunian pusat perbelanjaan akan dapat dioptimalkan. Kondisi ini secara faktual dapat dilihat dari

beberapa fenomena yang terjadi di Jakarta, ketika Carrefour mendapatkan izin untuk beroperasi

di daerah Kuningan (Jakarta), tempat tersebut ramai dikunjungi banyak orang. Tetapi setelah

izinnya dicabut oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta dan Carrefour keluar dari wilayah tersebut,

maka kemudian tempat tersebut kembali sepi seperti semula. Sebaliknya di mall Ambassador,

yang sebelumnya sepi dari kunjungan pembelanja serta merta menjadi ramai setelah Carrefour

menjadi salah satu tenantnya. Kondisi ini kemudian diperkuat oleh hasil survey yang dilakukan

oleh AC Nielsen yang menyatakan bahwa Carrefour dan Hypermart merupakan toko-toko ritel

terfavorit di mata masyarakat. 105

Dalam konsep ekonomi, jelas bahwa pasar tradisional disatu sisi memiliki modal kecil

akan kalah jika disaingkan dengan pasar modern dengan kapital dan market power yang besar.

Persaingan tidak seimbang yang terjadi antara ritel tradisional dan ritel modern kerap membawa

implikasi sosial, karena tersisihnya ritel tradisional dan membawa konsekuensi terhadap

hilangnya mata pencaharian sebagian penduduk.

Selain tidak seimbangnya kemampuan dalam hal modal dan kapital, harus diperhatikan

pula model pengelolaan dalam pasar lokal, dimana sampai saat ini masih terjebak dalam model

pengelolaan yang masih jauh dari upaya menawarkan model yang bisa lebih menarik konsumen.

Kesan kumuh, tidak aman dan tidak nyaman dan sejumlah atribut tidak baik lainnya masih

melekat dalam diri ritel tradisional di mata konsumen. Hal ini sesungguhnya sangat tergantung

105 Positioning Paper Ritel Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2008. Jakarta

74

Page 75: Pasar Modern

dari keinginan pemerintah sebagai pemilik pasar tradisional untuk mengembangkannya. Kondisi

pasar tradisional saat ini sangat memprihatinkan, karena jauh dari upaya pengembangan yang

memadai.

BAB VI

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalam penelitian ini, beberapa kesimpulan yang dapat ditarik sebagaimana dijelaskan

pada bagian pembahasan, yaitu :

1. Dalam mengimplementasikan Perda No.15 Tahun 2009, pemerintah kota Makassar

secara teknis SKPD yang terkait tidak berjalan dengan baik. Aturan dalam Perda yang

dinilai masih dibaikan oleh pemerintah ialah mengenai pemberdayaan dan

Perlindungan pasar lokal. Untuk Pemberdayaan, pemerintah seakan lepas tangan

dalam pengelolaan pasar lokal dengan memberikan hak sepenuhnya kepada PD.Pasar

Makassar Raya dan developer yang bernuansa korporasi. Sehingga pedagang pasar

yang mempunyai modal kecil dan mikro tidak bisa mengakses lapak/kios yang sangat

mahal. Untuk konsep perlindungan, pemerintah seakan memberikan kelonggaran

kepada pengusaha pasar modern dalam penerbitan izin. Sehingga ekspansi pasar

modern di kota Makassar tidak terelakkan dan hal tersebut membuat pasar lokal

semakin tersudutkan.

75

Page 76: Pasar Modern

2. Terdapat kepentingan yang saling beriringan antara pemerintah dan pengusaha pasar

modern. Disatu sisi pemerintah kota ingin menjadikan kota Makassar sebagai kota

dunia. Berbagai simbol modernitas dimunculkan salah satunya pasar modern. Selain

itu, pemerintah kota Makassar ingin merealisasikan target pemasukan bagi PAD

tahun 2011 lewat perizinan perdagangan. Kedua kepentingan pemerintah ini sangat

sejalan dengan kepentingan dari pengusaha pasar modern yang menginginkan

ekspansi yang luas terhadap gerai-gerainya .

3. Pendirian pasar modern di kota Makassar mengalami pertumbuhan yang pesat setiap

tahunnya. Hal tersebut membuat keberadaan pasar tradisional semakin tersudutkan.

Pendapatan yang diperoleh dari pedagang pasar tradisional semakin hari semakin

menurun. Kondisi ini berlangsung karena strategi predatory praicing yang diterapkan

oleh pasar modern yang mengakibatkan market share berubah, yang awalnya

konsumen membeli ke pasar tradisional beralih ke pasar modern.

B. SARAN

1. Melihat regulasi dari Perda yang sangat lemah terutama yang berhubungan dengan

sistem zonasi, maka perlu di lakukan moratorium kembali Perda No. 15 Tahun 2009

ini. Moratorium tersebut bisa lewat Perda perubahan ataupun Peraturan Walikota

yang didalamnya terdapat regulasi yang ketat dan jelas atas jarak yang seharusnya

diberikan kepada pasar dan toko modern untuk berdiri. Ketentuan zonasi wajib

76

Page 77: Pasar Modern

mempertimbangkan aspek ekonomi dan sosial pasar tradisional dan sektor informal

yang berada di sekitarnya, agar tercipta iklim usaha yang adil dan sehat.

2. Pemerintah dalam setiap aktifitasnya terutama yang berhubungan dengan

implementasi kebijakan publik, perlu melihat aturan yang mendasarinya. Seperti

pada pemberian izin kepada pasar dan toko modern untuk berdiri. Pemerintah dalam

memberikan izin bukan bekerja pada SOP yang berlaku di setiap dinasnya saja tetapi

harus melihat Perda No. 15 Tahun 2009 sebagai payung hukum yang lebih tinggi.

3. Sangat perlu perubahan paradigma dari pemerintah yang menganggap bahwa sesuatu

yang tradisional itu sudah ketinggalan jaman. Sangat jelas ketika melihat slogan dari

pemerintah kota Makassar yang menginginkan Makassar sebagai kota dunia dan

untuk merealisasikan impian tersebut maka diciptakanlah segala simbol-simbol

modernitas salah satunya pasar dan toko modern. Selain itu, paradigma yang harus

diubah dari pemerintah ialah perlakuan yang adil bagi setiap pelaku usaha, baik itu

pelaku usaha kecil dan pelaku usaha besar. Dimana setiap izin usaha yang

dikeluarkan oleh pemerintah kepada pelaku usaha besar seperti hypermarket dan

minimarket, tidak melulu bertujuan mengejar target PAD. Tetapi bagaimana

pemerintah harus mempunyai sikap perlindungan kepada pelaku-pelaku usaha kecil

yang terdapat di pasar lokal dan UMKM.

4. Semakin menjamurnya hypermarket dan minimarket di kota Makassar membuat

dampak negatif yang sangat besar terhadap keberadaan pasar tradisional dan sektor

77

Page 78: Pasar Modern

informal lainnya. Sehingga sangat perlu dilakukan moratorium kembali izin dari

pendiriannya. Dimana dari hasil penelitian, banyak terdapat hypermarket dan

minimarket yang menyalahi aturan mengenai analisis dampak sosial ekonomi dari

masyarakat dan pelaku-pelaku usaha kecil yang berada disekitarnya. Dalam hal ini,

pemerintah seharusnya mempunyai hak mengawasi pendirian pasar dan toko modern

yang melanggar aturan Perda dengan memberikan sanksi yang tegas berupa

pencabutan izin usaha.

5. Pengembangan pasar lokal harus lebih memperhatikan aspek kelangsungan usaha

bagi pedagang yang sebelumnya menempati pasar. Oleh karena itu, penting

dipertimbangkan mengenai daya dukung ekonomi dan kemampuan pedagang untuk

mengakses lokasi berjualan di pasar lokal. Penataan pasar lokal bukan berarti

pembangunan gedung fisik yang megah melainkan pada fasilitas yang dianggap

penting bagi konsumen, yakni: kenyamanan, keamanan, kebersihan, kedekatan lokasi

dengan pemukiman, dan terjaganya kualitas barang yang diperdagangkan. Selain itu,

konsep pemberdayaan yang masih belum maksimal perlu di galakkan lagi oleh

pemerintah. Misalnya dengan memberikan pinjaman lunak atau pelatihan manajemen

usaha kepada pelaku-pelaku usaha kecil dan mikro yang banyak terdapat di pasar

lokal.

78

Page 79: Pasar Modern

DAFTAR PUSTAKA

A.C. Nielsen. Riset. 2008

AC.Nielsen, 2010 . “Laporan Pertumbuhan Ritel Modern dan Dampaknya Terhadap Ritel Tradisional”. Jakarta

Active Society Institute (AcSI), 2009. “Laporan Penelitian Studi Etnografi dan Observasi Pasar-Pasar Lokal di Tengah Pertumbuhan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern di Kota Makassar”. Makassar

Aprindo News, Oktober 2009

Boeke, J. H. 1953. Economics and Economic Policy of Dual Societies: As Exemplified by Indonesia. N. V. Haarlem. HD Tjeenk Willink & Zoon.

Caroline Paskarina, S.IP., M.Si, dkk, 2007. “Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Pasar di Kota Bandung” Pusat Penelitian Kebijakan Publik & Pengembangan Wilayah Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran Bandung

Dunn, William N. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yokyakarta. Hanindita Graha Widya

Dwidjowijoto, R. N. 2007. Analisis Kebijakan. Jakarta. Elek Media Komputindo.

Harvey, David. 2009, Januari. “Neoliberalisme & Restorasi Kelas Kapitalis”. Resist Book Yokyakarta

Huma. 2007. Proses Penyusunan Peraturan Daerah Dalam Teori & Praktek. Jakarta.

Keban, Y. T. 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, Konsep, Teori, dan Isu. Yokyakarta. Gava Media

Kismartini, dkk. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Jakarta. Universitas Terbuka.

Kompas, Artikel. 2006, 2 Juni. Jangan Biarkan Pasar Bersaing dengan Hipermarket.

79

Page 80: Pasar Modern

Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM), 2008, Oktober. “Pemantauan terhadap Implementasi Perda-perda Bermasalah”. Jakarta

Makassar Dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik Kota Makassar

Makassar Terkini News, 2011, 16 Oktober, Senin. “Minimarket Dominasi Izin Permohonan Usaha Baru”. Makassar

Marsh, David & Stoker, Gerry. 2011. Theory and Methods in Political Science: Teori dan Metode dalam Ilmu Politik. Bandung. Nusa Media.

Positioning Paper Ritel Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2008. Jakarta

Prabowo, Agung, 2009 . “Gerakan Perlawanan Pedagang Pasar Terong Terhadap Kebijakan Pemerintah Kota Makassar Pasca Pembangunan Gedung Tiga Lantai”, Hasil Penelitian Skripsi. Makassar

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan RI bekerja sama dengan PT Indef Eramadani (INDEF), 2007, Desember. “Kajian Dampak Ekonomi Keberadaan Hypermarket terhadap Pasar Tradisional”. Jakarta

Salim, Ishak dkk, Kerjasama Infid, 2011. “ Laporan Hasil Riset Gadde-Gadde Makassar Dalam Ancaman Ekspansi Minimarket Moderen”. Makassar

Sastradipoera, Komaruddin. “Pasar sebagai Etalase Harga Diri”., dalam Ajip Rosidi, dkk (eds). 2006. Prosiding Konferensi Internasional Budaya Sunda (Jilid 2). Jakarta: Yayasan Kebudayaan Rancage.

Setiawan, Bonnie. 2003. “Antara Doha dan Cancun: Cengkeraman Neoliberalisme pada tubuh WTO” dalam Neoliberalisme. Yokyakarta: Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas.

Smeru, newsletter. 2007. Pasar Tradisional di Era Persaingan Global. Jakarta.

Smeru, 2007. “Dampak Pendirian Supermarket Terhadap Pasar Tradisional”. Indonesia

Subarsono, G. A. 2008. Analisis Kebijakan Publik. Yokyakarta. Pustaka Pelajar.

Thoha, Miftah. 1999. Dimensi Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara. Jakarta. PT. Grafindo Persada.

Wahab, Solichin Abdul. 1997. Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta. Bumi Aksara.

Wahyudi dan Ahmadi. Kasus Pasar Wonokromo Surabaya Cermin Buruknya Pengelolaan Pasar. Artikel dalam Kompas, 24 Maret 2003.

80

Page 81: Pasar Modern

Winarno, B. 2007. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yokyakarta. Media Pressindo.

Wirahadikusumah, Miftah, 1991. “Sektor Informal Sebagai Bumper Pada Masyarakat Kapitalis”, LIPI-Jakarta

81