partai politik
TRANSCRIPT
Pengantar
Partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk turut serta dalam proses
pengelolaan negara. Sebagai lembaga politik, partai politik telah mengalami sejarah yang panjang
meskipun belum cukup tua dan merupakan organisasi baru dalam kehidupan manusia terutama di
negara modern.
Baru pada awal abad ke-20 studi mengenai partai politik dimulai. Sarjana-sarjana yang
berjasa memelopori antara lain adalah M. Ostrogorsky (1902), Robert Michels (1911), Maurice
Duverger (1951), dan Sigmund Neumann (1956). Setelah itu, beberapa sarjana behavioralis, seperti
Joseph Lapalombara dan Myron Weiner, secara khusus meneropong masalah partai dalam
hubungannya dengan pembangunan politik. Kedua sarjana ini kemudian menuangkan pemikiran
dan hasil studinya dalam buku berjudul Political Parties Political Development (1966). Di samping
itu, G. Sartori dengan bukunya Parties and Party Systems: A Framework dor Analysis (1976)
merupakan ahli lebih kontemporer yang terkenal.
Sejarah Pekembangan Partai Politik
Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat. Dengan meluasnya gagasan
bahwa rakyat merupak faktor yang perlu diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses politik,
maka partai politik telah lahir secaha spontan dan berkembang menjadi penghubung antara rakyat di
satu pihak dan pemarintah di pihak lain.
Partai awal berkembangnya, pada akhir dekade 18-an di negara-negara Barat seperti Inggris
dan Perancis, kegiatan politik dipusatkan pada kelompok-kelompok dalam parlemen. Kegiatan ini
mula-mula bersifat elitis dan aristokratis, mempertahankan kepentingan kaum bangsawan terhadap
tuntutan-tuntutan raja.
Dengan meluasnya hak pilih, legiatan politik juga berkembang di luar parlemen dengan
terbentuknya panitia-panitia pemilihan yang mengatur pengumpulan suara para pendukungnya
menjelang masa pemilu (kadang-kadang dinamakan caucus party). Pada akhir abad ke-19 lahirlah
partai politik, yang berkembang menjadi penghubung (link) antara rakyat si satu pihak dan
pemerintah di pihak lainnya.
Partai semacam ini dalam praktiknya hanya mengutamakan kemenangan dalam pemilu,
sedangkan pada masa antara dua pemilihan umum biasanya kurang aktif. Partai ini dinamakan
patronage party (partai lindungan yang dapat dilihat dalam rangka patron-client relationship), yang
juga bertindak sebagai semacam broker. Partai mengutamakan keunggulan dalam jumlah anggota,
oleh karena itu, sering dinamakan partai massa, biasanya terdiri atas pendukung dari berbagai aliran
politik dalam masyarakat, yang sepalat bernaung di bawahnya untuk memperjuangkan suatu
program tertentu, biasanya programnya luas dan agak kabur karena terlali banyak memperjuangkan
kepentingan yang berbeda-beda. Contoh : Partai Republik dan Partai Demokrat di Amerika Serikat.
Dalam perkembangannya, di dunia Barat timbul pula partai di luar Parlemen, Partai-partai
ini kebanyakan bersandar pada suatu asas atau ideologi atau Weltanschauung tertentu seperti
Sosialisme, fasisme, Komunisme, Kristen Demokrat, dan sebagainya.
Pimpinan partai yang biasanya sangat sentralis menjaga kemurnian doktrin politik yang
dianut dengan jalan mengadakan saringan terhadap calon anggotanya dan memecat anggota yang
meyimpang dari garis partai yang telah ditetapkan. Biasanya partai seperti ini disebut Partai Kader,
Partai Ideologi, atau Partai Asas(Sosialisme, Fasisme, Kmunisme, Sosial Demokrat). Ia mempunyai
padangan hidup yang digariskan dalam kebijakan pimpinan dan berpedoman pada disiplin partai
yang ketat dan mengikat.
Dalam setiap partai terdapat unsur lindunagn (patronage) serta perantara (brokerage) di
samping pandangan ideologi/asas/pandangan hidup.
Pada masa Perang Dunia I telah timbil klasifikasi partai berdasarkan ideologi dan ekonomi
yaitu partai “Kiri” dan partai “Kanan”. Pembagian ini berasal dari Revolusi Perancis waktu
parlemen mengadakan sidang pada tahun 1879. Para pendukung raja dan struktur tradisional duduk
di sebelah kanan panggung ketua, sedangkan yang menginginkan reformasi dan perubahan duduk di
sebela kiri.Jika digambarkan dalam spektrum linier, maka terdapat di satu ujung sikap “ekstrem
Kiri” (yaitu campur tangan negara dalam kehidupan sosial dan ekonomi secara total), dan di ujung
yang lain sikap “ekstrem kanan” (pasar bebas total).
Pembedaan Ideologi “Kanan” dan “Kiri”
“KIRI” “KANAN”
Perubahan, kemajuan
Kesetaraan (equality) untuk lapisan bawah
Campur tangan negara (dalam kehidupan
sosial/ekonomi)
Hak
Status quo, konservatif
Privilege (untuk lapisan atas)
Pasar bebas
Kewajiban
Setelah Perang Dunia II, partai-partai politik di dunia Barat cenderung meningglakan tradisi
membedakan antara berbagai jenis partai, (seperti patronage vs ideologi/Weltanschauung, massa vs
kader, dan “Kiri” vs “Kanan”). Hal ini disebabkan ada keiginan pada partai-partai kecil untuk
menjadi partai besar dan menang dalam pemilu.
Jadi, di negara Barat yang sudah mapan ada ecenderungan ideologi ekstrem “Kiri” bergeser
secara sentripetal ke sisi tengah (trend to the center), begitu juga ekstrem “Kanan”. Mulai tahun 60-
an terjadi semacam konvergensi anara “Kiri” dan “Kanan” yang oleh Otto Kircheimer dinamakan
“de-ideologisasi” partai-partai. Kovergensi ini berdampak pada jumlah pemilih, lebih banyak
konvergensi menghasilkan lebih banyak pemili da sebaliknya.
Karena perkembangan ini, timbul sejenis partai modern yang oleh Otto Kircheimer disebut
catch all party, yaitu partai yang ingin menghimpun semaksimal mungkin dukungan dari berbagai
macam kelompok masyarakat. Ciri khas dari partai semacam ini ialah terorganisasi secara
profesional dengan staf yang bekerja penuh waktu, dan memperjuangkan kepentingan umum.
Daniel Bell (1960)dalm bukunya The End of Ideology: On the Exhaustion of Political Ideas
in the Fifties, menguraikan bahwa:
Di Barat, ada knsensus di antara para intelektual tentang masalah politik, yaitu: diterimanya negara kesejahteraan (Welfare
State); diidamkanya desentralisasi kekuasaan; sebuah sistem ekonomi campuran (mixed economy) dan pluralisme politik
(political pluralism). Dengan demikian masa ideologi telah berakhir (In the Western word, therefore, there is a rough
consensus among intellectuals on olitical issue: the acceptance of a Welfare State; the desirability of decentralized power;
a system of mixed economy and of political pluralism, in the sense, too, the ideological has ended).
Definsi Partai Politik
Partai politik adala suatu kelompok terorganisir yang anggotanya mempunyai orientasi,
niali-nilai, dan cita-cita yang sama, Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan
politik dan merebut kedudukan politik dengan cara konstitusional untuk melaksanakan
programnya. Beberapa contoh definisi yang dibuat para ahli ilmu klasik dan kontemporer seperti:
Carl J. Frederich
Partai politik adalah sekumpulan manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujua merebut atau mempertahankan
penguasaan terhadap pemerintah bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini, memberikan kepada anggota
partainya kemanfaatan yang bersifat idiil serta materiil (A political party is a group of human beings, stably organized with
the objective of securing or maintaining for its leaders the control of a government, with the further objective of giving to
members of the party, though such control idea and material benefits and advantages).
Sigmun Neumann dalam bukunya Moder Political Parties mengemukakan bahwa:
Partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk mengasai kekuasaan pemerintahan serta
merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang memuyai
pandangan yang berbeda (A political party is articulate organization of society’s active political agents; those who are
concerned with the control of governmental polity power, and who compete for popular support with other group or groups
holding divergent views).
Menurut Giovanni Sartori:
Partai politik adala suatu kelompok politik yang mengikuti pemilihan dan melalui pemilu itu mampu menempatkan calon-
calonnya untuk memduduki jabatan-jabatan politik (A party is any political groups that present at elections,a nd is capable
of placing through elections candidates for public office).
Fungsi Partai Politik
♦ Fungsi di Negara Demokrasi
◦ Sebagai Sarana Komunikasi Politik
Di masyarakat modern yang luas dan kmpleks bayak ragam endapat dan aspirasi yang
berkembang. Proses penampungan pendapat dan aspirasi dinamakan penggabungan kepentingan
(interest agregation). Sesudah digabungkan, pendapat dan aspirasi diolah dan dirumuskan dalam
bentuk yang lebih teratur yang dinamakan perumusan kepentingan (interest articulation). Agregasi
dan artikulasi itulah salah satu fungsi komunikasi partai politik. Partai politik kemudian
merumuskan menjadi usul kebijakan yang dimasukkan dalam program atau platform partai (goal
for mulation) untuk diperjuangkan atau disampaikan melalui parlemen kepada pemerintah agar
dijadikan kebijakan umum (public policy).
Partai politik juga berfungsi memperbincangkan dan menyebarluaskan rencana-rencana dan
kebijakan-kebijakan pemerintah. Partai politik memainkan peranan penting sebagai penghubung
antara pemerintah dan yang diperintah. Peran partai sebagai jembatan sangat penting, karena di satu
pihak, kebijakan pemerintah perlu dijelaskan kepada semua kelompok masyarakat, di pihak lain
pemerintah harus tanggap terhadap tuntutan masyarakat.
Dalam menjalankan fungsi inilah partai politik sering disebut sebagai perantara (broker)
dalam suatuu bursa ide-ide (clearing house of idea). Menurut Sigmund Neumann dalam
hubungannya dengan komunikasi politik, partai politik merupakan perantara yang besar yang
menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideologi sosial dengan lembaga pemerintah yang resmi dan
yang mengaitkannya dengan aksi politik di dalam masyarakat politik yang lebih luas.
◦ Sebagai Sarana Sosialisasi Politik
Dalam partai politik diartikan sebagai suatu proses yang melauinya seseorang yang
memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik, yang umumnya berlaku dalam
masyarakat dimana ia berada, ia adalah bagian dari proses yang menentukanya sikap politik
seseorang, misalnya mengenai nasionalisme, kelas sosial, suku bangsa, ideologi, hak dan
kewajiban.
Sosialisasi politik adalah sebagai proses yang melaluinya masyarakat menyampaikan “budaya
politik” yaitu norma-norma dan nilai-nilai, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan
demikian, sosialisasi politik merupakan faktor penting dalm terbentuknya budaya politik (political
culture) suatu bangsa.
Letak partai memainkan peranan penting sebagai sarana sosialisasi politik, pelaksanaan
fingsi sosialisasi dilakukan melalui berbagai cara yaitu media massa, ceramah, penerangan, kursus
kader, penataran dan sebagainya.
◦ Sebagai Sarana Rekrutmen Politik
Fungsi ini berkaitan erat dengan masalh seleksi kepemimpinan, baik kepemimpinan internal
partai maupun kepemimpinan nasional yang lebih luas. Ada berbagai cara untuk melakukan
rekrutmen politik, yaitu melalui kontak pribadi, persuasi, ataupun cara-cara lain.
◦ Sebagai Sarana Pengatur Konflik (Conflict Management)
Dapat dikatakan bahwa partai politik dapat menjadi penghubung psikologis dan
organisasional antar warga negara dengan pemerintahnya. Selain itu, partai juga melakukan
konsolidasi dan artikulasi tuntutan-tuntutan yang beragam yang berkembang di berbagai kelompok
masyarakat. Partai juga merekrut orang untuk diikutsertakan dalam kontes pemilihan wakil-wakil
rakyat dan menemukan orang-orang yang cakap untuk menduduki posisi-posisi eksekutif.
Pelaksanaan fungsi-fungsi ini dapat dijadikan instrumen untuk mengukur keberhasilan atau
kegagalan partai politik di negara demokrasi.
♦ Fungsi di Negara Demokrasi
Menurut paham komunis, sifat dan tujuan partai politik bergantung pada situasi apakah
partai komunis berkuasa di negara dimana ia berada atau tidak. Partai komunis bertujuan mencapai
kedudukan kekuasaan yang dapat dijadikan batu loncatan suna menguasai semua partai poliyik
yang ada dan menghancurkan sistem politik yang demokratis. Partai ini menjadi paling efektif di
negara yang pemerinthannya lemah dan rakyatnya kurang bersatu.
Apabila partai komunis tidak menemukan jalan untuk merebut kekuasaan, partai akan
mencoba mencoba mencapai tujuannya melalui kerjasama dengan partai-partai lain dengan
mendirikan Front Rakyat atua Front Nasional (popular front tactics). Di sini partai berkedudukan
monopolistik, dan kebebasan bersaing ditiadakan. Dapat pula ia mementukan sebagai partai tunggal
atau partai dominan seperti yang terjadi di Uni Soviet, China, dan negara-negara komunis di Eropa
Timur. Tujuannya adalah membawa masyarakat ke arah tercapainya masyarakat yang modern
dengan ideologi komunis, dan partai berfungsi sebagai “pelopor revolusioner” untuk mencapai
tujuan. Partai komunis mempengaruhi semua aspek kehidupan masyarakat melalui konsep jabatan
rangkap.
Partai juga melaksanakan beberapa fungsi, tetapi pelaksanaanya santa berbeda denagn ada
yang di negara demokrasi. Misalnya dalam rangka berfungsi sebagai sarana komunikasi politik
partai menyalurkan informasi untuk mendoktrinasikan masyarakat dengan informasi yang
menunjang usaha pimpinan partai. Arus informasi lebih bersifat dari atas ke bawah, daripada arus
dua arah.
Fungsi sebagai sarana sosialisasi politik lebih ditekankan pada aspek pembinaan warga
negara ke arah kehidupan dan cara berfikir yang sesuai pola yang ditentukan oleh partai. Partai juga
berfungsi sebagai rekrutmen politik. Akan tetapi, dalam hal ini mengutamakan orang yang
mempunyai kemampuan untuk mengabdi kepada partai, yang menguasai ideologi Marxisme-
Leninisme, dan yang kelak mampu menduduki pimpinan untuk mengawasi kegiatan dari berbagai
aspek kehidupan masyarakat.
Jadi, dapat dikatakan bahwa fungsi partai politik di negara komunis berbeda dengan negara
demokratis. Sigmund Neumann menjelaskan sebagai berikut: partai mengatur keinginan dan
aspirasi golongan-golongan dalam msyarakat, maka partai komunis berfungsi untuk mengendalikan
semua aspek kehidupan secara monopolistis. Jika dalam masyarakat demokratis partai berusaha
menyelenggarakan integrasi warga negara ke dalam masyarakat umum, peran partai komunis ialah
untuk memaksa individu agar menyesuaikan disi dengan suatu cara hidup yang sejalan dengan
kepentingan partai (enforcenent of conformity). Kedua fungsi ini diselenggarakan melalui
propaganda ke bawah.
♦ Fungsi di Negara-Negara Berkembang
Di negara-negara berkembang, partai politik berhadapan dengan berbagai masalah seperti
kemiskinan, terbatasnya lapangan kerja, pembagian pendapatan yang timpang dan tingkat buta
huruf yang tinggi. Di beberapa negara fungsi yang agak sukar dilaksanakan ialah sebagai jembatan
“yang memerintah” dan “yang diperintah”. Partai politik sering tidak mampu menengahi pertikaian
dalam masyarakat dan persaingan antar partai sering memperuncing situasi konflik, malah
menimbulkan pertikaian yang baru. satu peran yang sangat penting dari partai politik adalah sebagai
sarana untuk memperkembangkan integrasi nasional dan memupik identitas nasional.
Sekalipun mempunyai beberapa kelemahan, partai politik di negara berkembang masih
dianggap sebagai sarana yang penting dalam kehidupan politiknya. Usaha melibatkan partai politik
dan golongan-golongan politik lainnya dalam pembangunan merupakan hal yang sangat utama
dalam suatu negara yang ingin membangun suatu masyarakat atas dasar pemerataan dan keadilan
sosial.
Klasifikasi Sistem Kepartaian
Bagaimana partai politik berinteraksi satu sama lain dan berinteraksi senagn unsur-unsur
lain dalam sistem itu biasanya dinamakan istem kepartaian (party systems) pertama kali
dikemukakan oleh Maurice Duverger dalam bukunya Political Parties. Duverger
mengklasifikasikan sistem partai menjadi:
♦ Sistem Partai Tunggal
Ada beberapa pengamat berpendapat bahwa istilah sistem partai tunggal merupakan
istilah yang menyangkal diri sendiri (contradiction of terminis) sebab suatu sistem selalu
mengandung lebih dari satu bagian (pars). Namun demikian, istilah ini telah tersebar si kalangan
masyarakat luas dan dipakai baik untuk partai yang benar-benar merupakan satu-satunya partai di
suatu negara atau mempunyai kedudukan dominan di antara partai-partai lain. Susunan kepartaina
dinamakan non kompetitif karena semua partai harus menerima pimpinan dari partai yang dominan
dan tidak dibenarkan bersaing dengannya
Negara-negara yang baru lepas dari kolonialisme mempunyai kecenderungan kuat
untuk memakai pola sistem partai tunggal karena pemimpin dihadapkan pada masalah bagaimana
mengintegrasikan berbagai golongan, daerah serta suku bangsa yang bebbeda corak sosial serta
pandangan hidupnya.
♦ Sistem Partai Tunggal
Sistem partai dwi tunggal biasanya diartikan bahwa ada dua partai si antara beberapa
partai yang ebrhasil memenangkan dua tempat teratas dalam pemilu secara bergiliran dan memiliki
kedudukan yang dominan. Hanya ada beberapa partai yang menganut sistem ini, yaitu Inggris,
Amerika Serikat, Filipina, Kanada, dan Selandia Baru. Oleh Duverger dikatakan sistem ini adalah
khas Anglo Saxon.
Sistem dwi partai disebut a convenient system for contented people dan pada
kenyataanya sistem dua partai dapat memenuhi tiga syarat, yaitu komposisi masyarakat bersifat
homogen (social homogenity), adanya kinsensus kuat dalam masyarakat mengenai asas dan tujuan
sosial dan politik (political consensus), dan adanya kontinuitas sejarah (historical continuity).
Sistem dwi partai dianggap lebih kondusif untuk terpeliharanya stabilitas karena ada
perbedaan yang jelas antara partai pemerintah dan partai oposisi. Sistem dua partai umunya
diperkuat dengan digunkannya sistem pemilihan single-member constituency (Sistem Distrik)
dimanadalm setiap daerah pemilihan hanya daspat dipilih satu wakil saja.
♦ Sistem Multi-Partai
Keanekaragaman budaya politik suatu masyarakat mendoring pilihan ke arah multi
partai. Perbedaan tajam antar aras, agama dan suku bangs mendorong golongan-golongan
masyarakat lebih cenderung menyalurkan ikatan-ikatan terbatasnya (primordial) dalam satu wadah
yang sempit. Sistem ini lebih sesuai denagn pluralitas budaya dan politik daripada pola dwi partai.
Sistem ini ditemukan di Indonesia, Perancis, Malaysia, Australia, Parancis, Swedia, dan Federasi
Rusia.
Sistem multi partai bila dihubungan denagn sistem pemerintahan parlementer,
mempunyai kecenderungan menitikberatkan kekuasaan pada legislatif, badan eksekutif sering
lemah dan ragu-ragu. Pola multi partai diperkuat oleh sistem pemilihan Perwakilan Berimbang
(Proportional Representation) yang memberti kesempatan luas bagi pertumbuhan partai dan
golongan baru.
Benarkah Pengaruh Partai Turun?
Ada beberapa sebab mengapa hal ini terjadi, antara lain karena kehidupan politik modern
telah menjadi begitu kompleks dengan berkembangnya globalisasi di bidang ekonomi dan bidanf
lainnya, baik nasional mupun internasional.
Partai Politik di Indonesia
♦ Zaman Kolonial
Partai politik pertama lahir dalam zaman kolonial sebagai manifestasi bangkiynya
kesadaran nasional. Dalam suasana semua organissi baik yang bertujuan sosial (Bidi Utomo dan
Muhammadiyah) atau terang-terangan menganut asas politik/agama (Serekat Islam) atau asa politik
sekuler (PNI dan PKI) memainkan peranan penting dalam berkenbangnya pergerakan nasional. Pola
kepartaian pada zaman kolonial dilanjuykan dan menjadi landsan untuk terbentuknya pola sistem
multi-partai di zaman merdeka.
♦ Zaman Pendudukan Jepang (1942-1945)
Pada masa ini semua partai dibubarkan dan setiap kegiatna politik dilarang. Hanya
golongan Islam diperkenankan membentuk organisasi sosial yang dinamakn Masyumi, di samping
organisasi baru yang diprakarsai penguasa.
♦ Zaman Demokrasi Indonesia
¤ Masa Perjuangan Kemerdekaan (1945-1949)
Seiring dengan usaha untuk membentuk badan-badan aparatur negara seperti Badan
Keamanan Rakyat (BKR yang kemudian menjadi TNI) dan Komite Nasional Indonesia (KNI yang
kemudian dikembangkan menjadi Komite Nasional Indonesia Pusat atau KNIP), timbul juga hasrat
beberapa kalangan untuk mendobrak suasan apolitik otoriter dan repersif yang telah berjalan selama
masa pendudukan Jepang ke arah yang lebih demokratis. Hal ini terjadi dalam beberapa tahap.
Tahap pertama atas prakarsa beberapa politisi muda diusahakan gar kedudukan KNIP
yang tadinya pembantu presiden menjadi suatu badan yang mempunyai wewenang legislatif. Pada
tanggal 16 Oktober dalm sidang paripurna KNIP (resat) yang diketuai Mr. Kasman Singodimejo
dan dihadisri sebagian besar kabinet Wapres Moh. Hatta, ditetapkan bahwa selama MPR dan DPR
nelum dobentuk KNIP diberi wewenang legislatif dan wewenang untuk turut menetapkan GBHN
(Maklulamt No. X tanggal 16 Oktober 1945 yang ditandatangani Wapres Moh. Hatta). Selanjutnya
diputuskan tugas KNIP sehari-hari dijlankan oleh suatu Bdan Pekerja yang bertanggung jawab
kepada KNIP.
Tahap kedua, Badan Pekerja mengusulkan agar para menteri bertanggungjawab
kepada KNIP yang telah berubah mejadi parlemen sementara (ministerial responsibility). Usul itu
disetujui presiden pada tanggal 14 November 1945 (Maklumat Pemerintah) dan selanjutnya
disetujui KNIP dalam siding plenonya tanggal 25-27 November 1945. Mulai 14 November 1945
sistem pemerintahan menjadi system pemerintahan parlementer sampai pada bulan Juli 1959 saat
Indonesia kembali ke UUD 1945.
Tahap ketiga, dalam rangka demokratisasi Badan Pekerja mengusulkan agar dibuka
kesempatan untuk mendirikan partai-partai politik dan usul tersebut disetujui pemerintah dan
dikukuhkan dalam Maklumat Pemerintah 3 November. Ditentuakan juga pembatasan (restriksi)
bahwa partai-partai poitik hendaknya memperkuat perjuangan untuk mempertahnkan kemerdekaan
dan menjamin keamana rakyat.
Terjadinya pemberontakan Madiun merupakan titik balik dalam konstelasi politik di
Indonesia. Partai-partai seperti Masyumi dan PNI mendominasi panorama politik Indonesia, hal ini
tercermin dalam KNIP dan Badan Pekerja.
¤ Zaman Republik Indonesia Serikat (1949-1950)
Dalam masa ini partai politik secara aktif mendukung usaha menggabungkan
Negara-negara bagian ke dam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konstelasi partai tidak banyak
berubah.
¤ Masa Pengakuan Kedaulatan (1949-1959)
Sesudah pengakuan kedaulatan de jure pada bulan Desember 1949 Indonesia
akhirnya diakui dunia luar dan sesudah berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara pada bulan
agustus 1950, pola kabinet koalisi terus berjalan. Akan tetapi stabilitas politik yang didambakan
tidak tercapai.
Kabinet pertama yang dipimpin oleh Masyumi (denagn Natsir sebagai pemimpinnya)
bangsa Indonesia mulai membangun suatu Negara modern (national building). Salah satu usaha
ialah menyusun suatu UU Pemilihan Umum sebagai symbol persepsi bangsa Indonesia mengenai
demokrasi. Pada 1955 dimana cabinet Bahrudin Harahap dari Masyumi berhasil melaksanakan
Pemilu untuk anggota DPR serta anggota Konstituante. Pemilu ini diharapkan akan mengakhiri
pertikaian antar partai dan membawa stabilitas politik yang lebih baik.
Kabinet pertama kali hasil pemilu merupakan koalisi antar dua partai besar, Masyumi
dan PNI, beserta beberapa partai kecil lainnya, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Ali
Sastroamidjojo (II) dari PNI sedangkan PKI berada di luar kabinet. Kabinet Ali II hanya bertahan
selama dua belas bulan (Maret 1956-April 1957) dan selama cabinet ini berkuasa terjadi bermacam
masalah seperti Konsepsi Presiden dan pergolakan daerah.
Kabinet Ali digantikan Kabinet Djuanda. Kabinet ini disebut “Kabinet Kerja” atau
Zakenkabinet Ekstra-Parlementer. Kabinet Djuanda bertahan selama dua tahun (25 April 1957-Juli
1959). Seri krisis kabinet yang tiada hentinya (an uninterrupted series of crisis) pada umumnya
yang disalahkan adalahpartai politik. Kenyataan bahwa dua partai politik yang bersaing tidak dapat
memperolah mayoritas di parlemen serta tidak adanya loyalitas pada koalisi dan loyalitas angota
terhadap partainya.
Faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan pada masa ini adalah bangsa Indonesia
belum pernah mengalami democracy in action. Demokrasi tidka hanya berarti kebebasan, tetapi
juga menuntut etos dan perilaku yang bertanggungjawab.
Seaklipun sistem politik di masa Demokrasi Parlementer dianggap gagal, akan tetapi
perlu diakui terdapat banyak sumbangan untuk Negara kita. Di bidang legislasi misalnya, partai-
partai melalui badan legislative berhasil mencapai rekor dalam pembuatan undan-undang. Kinerja
parlemen juga patut dipuji. Sekalipun menghadapi perang dengan Belanda, semua hasil
perundingan dengan pihak sekutu dibawa ke KNIP dan diterima baik sekalipun melalui perdebatan
sengit.
¤ Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Zaman ini ditandai denagn diperkuatnya kekdudukan Presiden antara lain dengan
ditetapkannya Presiden seumur hidp melalui Tap MPR No.III/1963. Kedua, pengurangan peranan
partai politik kecuali PKI yang justru berkembang. Ketiga, peninkatan peranan militer sebagai
kekuatan social politik. Masa ini sering disebut periode Segi tiga Soekarno, TNI, dan PKI karena
merupakan perebuatn kekuasaan antara tiga kekuatan ini. Pada tahun 1956 gerakan Gestapu-PKI
meakhiri riwayat Demokrasi Terpimpinyang telah bertahan selama kira-kira enam tahun.
¤ Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)
Salah satu tindakan MPRS mencabut kembali Ketetapan No.III/1963 tentang
penetapan Presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Tindakan lain yang dilakukan Orde
Baru adalah pembubaran PKI melalui Tap MPR No.XXV/1966, sedangkan Partindo yamg menjalin
hubungan erat dengan PKI dibekukan pada tahun yang sama.
Sebagai hasil perdebatan, baik dalam Seminar Angkatan Darat maupun di luar,
system distrik ditungakan dalam rancangan undang-undang pemilihan umum yang diajukan pada
parlemen pada tahun 1967 bersama dua RUU lain. Akan tetapi, ternyata RUU ini dikecam banyak
partai politik karena dianggap merugikan partai politik, seperti duduknya wakil ABRI dalam
anggota parlemen.
Presiden Soeharto mengemukakan konsep penyederhanaan partai denagn cara partai
politik mengelompokkan diri untuk mempermudah kampanye pemilu. Pengelompokkan ini
mencakup tiga kelompok, Golongan Nasional, Golongan Spritual dan Golongan Karya. Dengan
demikian, mulai pemilu tahun 1977 hanya ada tiga orsospol, yaitu PPP,PDI, dan Golkar.
Langkah berikutnya untuk menata system kepartaian adalah kosep Pancasila sebagai
satu-satunya asas. Dengan demikian, konsep penyederhanaan partai yang telah dimulai pada zaman
demokrasi terpimpin terlaksana secara efektif pada zaman Demokrasi Pancasila denagn tiga partai
yang berasaskan Pancasila.
Tidak dapak dipungkiri penyederhanaan partai banyak disesali oleh masyarakat,
karena dianggap ada unsur paksaan sebagai tindakan represif sehingga kurang memanfaatkan
peluang untuk mempersatukan berbagai unsure badannya sendiri. Di pihak lain, ada pendapat
penyederhanaan partai mengakibatkan suatu kekuatan politik yang bersifat mayoritas alm suasana
politik yang semi-kompetitif.
¤ Evaluasi Partai Politik 1945-1998 dan Rekomendasi
1. Mengurangi jumlah parati-partai politik untuk meningkatkan stabilitas politik.
2. Terbatasnya jumlah partai akan mempermudah partai untuk mencapai mayoritas atau
sekurang-kurangnya menyusun koalisi yang relatif kuat.
3. Terbatasnya jumlah partai akan mengurangi fragmentasi dan kecenderungan sentrifugal
dari parta-partai.
4. Partai-partai kecil sebaiknya bergabung atau sekurang-kurangnya kerjasama untuk
memperoleh kursi dalma parlemen.
5. Membatasi jumlah parta misalnya denagn menetukan syarat-syarat (electoral threshold).
6. Banyak kalangan masyarakat tidak menyetujui penggabungan partai-partai menjadi tuga
partai yang diadkan pada Orde Baru karena adanya unsur paksaan di dalamnya.
7. Massa mengambang (floting vote) pada masa Orde Baru dianggap tidak fair dan perlu
dihapuskan.
¤ Zaman Reformasi
Periode Reformasi bermula ketika Presiden Soeharto lengser dari jabatannya pada
tanggal 21 Mei 1998. Dalam konteks kepartaian, ada tuntutan agar masyarakat mendapat
kesempatan untuk mendirikan partai. Atas dasar itu pemerintahan yang dipimpin B.J. Habibie dan
Parlemen mengeluarkan UU No.2/1999 tentang Partai Politik. Perubahan yang diharapkan ialah
mendirikan suatu system dimana partai-partai politik tidak mendominasi kehidupan politik yang
berlebihan, akan tetapi juga tidak memberi peluang kepada eksekutif untuk menjadi terlalu kuat
(executive heavy). Sebaliknya kekuatan eksekutif diharapkan setara atau nevengeschikt sebagaimana
yang diamantkan dalam UUD 1945.
Dalam usaha mengurangi jumlah partai, ditentukan juga persyaratan yang dinamakan
Electoral Threshold (keadaan yang harus dipenuhi oleh partai politik atau gabungan partai politik
yang boleh mengajukan calon presiden dan wakil presiden. Pada pemilu tahun 2004 ada dua tahap
seleksi yang harus dilalui. Pertama, seleksi yang dilakukan oleh Departemen Kehakiman dan Hak
Asasi Manusia. Kedua, seleksi yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum.
♦ Rangkuman Partai Politik di Indonesia
Sejarah Perkembangan Partai Politik di Indonesia 1908-2006
Periode Pemerintahan Sistem Pemerintahan Sistem Partai
1908-1942 Zaman Kolonial Sistem multi partai
1942-1945 Zaman Pendudukan Jepang Partai politik dilarang
17 Agustus 1945-1959 Zaman Demokrasi
Parlementer
A. Masa Perjuangan
17 Agustus-14 November
1945
1. Sistem Presidensil; UUD
1945
Satu partai politik
14 November 1945-Agustus
1949
2. Sistem Parlementer; UUD
1945
Sistem multi-partai
1949-1950 3. Sistem Parlementer;
UUD RIS
Sistem multi-partai
1950-1955 B. Masa Pembangunan
(Building Nation)
4. Sistem Parlementer;
UUD 1950
Sistem multi-partai.
Pemilihan Umum 1955
menghasilkan 27 partai dan 1
perorangan yang memperoleh
kursi di DPR
1955-1959 5. Sistem Parlementer;
UUD 1950
Sistem multi-partai
1959-1965 Demokrasi terpimpin; UUD Maklumat Pemerintah 3
November 1945 dicabut.
1945
1. 1959
Diadakan penyederhanaan
partai sehingga hanya 10
partai yang diakui; PKI, PNI,
NU, Partai Katolik Partindo,
Parkindo, Partai Murba, PSII
Arujdi, IPKI, dan Partai
Islam Perti. Masyumi dan
PSI dibubarkan pada tahun
1960
2. 1960 Dibentuk Front Nasional
yang mewakili semua
kekuatan politik. PKI masuk
berdasarkan prinsik
Nasakom. ABRI masuk lewat
IPKI.
1965-1998 Demokrasi Pancasila; UUD
1945
1. 1966 PKI dan Partindo dibubarkan
2. 27 Juli 1967 Konsensus Nasional a.l 100
anggota DPR diangkat
3. 1967-1969 Eksperimen dwi-partai dan
dwi-group dilakukan di
beberapa kabupaten di Jawa
Barat, namun dihentikan
pada awal 1969
4. 1971 Pemilihan Umum dengan 10
partai
5. 1973 Penggabungan partai menjadi
3 partai yaitu Golkar, PDI,
dan PPP
6. 1977, 1982, 1987, 1992, dan
1997
Pemilu hanya diikutu 3
orsospol (system multi-patrai
terbatas) Golkar, PDI, dan
PPP
7. 1982 Pancasila satu-satunya asas
8. 1984 NU Khittah
9. 1996 PDI pecah
Reformasi UUD 1945 yang
diamandemen
1. 1999 (Juni)
2. 2004 (April)
Kembali ke system multi
partai.
Pemilu dengan 48 partai; 21
partai masuk DPR
Pemilu dengan 24 partai, 7
masuk DPR yaitu Golkar,
PDIP, PDIP, PKBm PPP,
Partai Demokrat, PKS, dan
PAN