parise nervus facialis et causa omsk
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Kelumpuhan nervus fasialis ( N VII ) merupakan kelumpuhan otot-otot wajah dimana
pasien tidak atau kurang dapat menggerakkan otot wajah, sehingga wajah pasien tidak
simetris. Keleumpuhan n. facialis merupakan gejala, sehingga harus dicari penyebabnya.1
N. facialis merupakan saraf cranialis terpanjang yang berjalan di dalam tulang, sehingga
sebagian besar kelainan n. facialis terletak di dalam tulang temporal. Nervus facialis
mempunya dua inti yaitu inti superior dan inti inferior. Dalam perjalanan di dalam tulang
temporal, nervus facialis di bagi dalam 3 segmen, yaitu segmen labirin, segmen timpani dan
segmen mastoid.1
Parese nervus fasialis ada dua tipe yaitu tipe UMN (upper motor neuron) dan tipe LMN
(lower motor neuron). Pada tipe UMN kerusakan nervus facialis terjadi pada jaras
kortikobulbar atau bagian bawah korteks motorik, sedangkan pada tipe LMN atau parese
nervus facialis perifer yang terjadi bila nukleus atau serabut distal nervus fasialis yang
terganggu, bisa terletak di pons, di os petrosus, cavum tympani di foramen stilomasttoideus
dan pada cabang-cabang tepi nervus facialis. Proses patologis di sekitar meatus akustikus
internus akan melibatkan nervus facilais dan akustikus sehingga parese nervus facialis LMN
akan timbul berbarengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan agesia.2
Penyebab kelumpuhan nervus fasialis bisa disebabkan oleh kelainan congenital,
infeksi, tumor, trauma, gangguan pembuluh darah, idiopatik, dan penyakit-penyakit tertentu
seperti infeksi telinga tengah.3
Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan sekret yang yang keluar dari telinga tengah terus menerus
atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah dan
berlangsung lebih dari 2 bulan.4
Menurut Shambough (2003) komplikasi OMSK terbagia atas komplikasi intratemporal,
komplikasi ekstratemporal dan komplikasi intrakranial. Parise nervus facialis termasuk dalam
komplikasi intratemporal. Komplikasi akut dan kronik otitis media jarang terjadi tetapi serius
dan bersifat letal. Komplikasi kranial terjadi pada bagian tulang temporal cranium dan
komplikasi intrakranial terjadi ketika infeksi telah menyebar ke tulang temporal.3,4
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1.1 Anatomi Telinga Tengah
Telinga tengah atau rongga timpani adalah ruang dalam tulang temporal. Hal ini diisi
dengan udara, yang berasal dari bagian hidung dari faring melalui tuba eustachi. Ini berisi
tulang pendengaran, yang menghubungkan dinding lateral ke dinding medial, dan berfungsi
untuk menyampaikan getaran kepada membran timpani di seluruh rongga ke telinga dalam.4
Rongga timpani bagian lateral dibatasi oleh membran timpani, medial oleh dinding
lateral telinga internal berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularishorizontal,
kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar, promontorium. Batas atas dengan tegmen
timpani, batas bawah bulbus jugularis, dan di depan dengan tuba eustachii.4,5
Menurut ketinggian batas superior dan inferior membran timpani, kavum timpani dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu epitimpanum yang merupakan bagian kavum timpani yang lebih
tinggi dari batas superior membran timpani, mesotimpanum yang merupakan ruangan di
antara batas atas dengan batas bawah membran timpani, dan hipotimpanum yaitu bagian
kavum timpani yang terletak lebih rendah dari batas bawah membran timpani. Diameter
vertikal dan antero-posterior rongga masing-masing sekitar 15 mm. Diameter transversal
ukuran sekitar 6 mm. di atas dan 4 mm. bawah, berlawanan pusat dari membran timpani itu
hanya sekitar 2 mm.4,5
Di dalam kavum timpani terdapat tiga buah tulang pendengaran (osikel), dari luar ke
dalam maleus, inkus dan stapes. Dua otot tensor timpani (muskulus tensor timpani) dan otot
stapedius. Selain itu terdapat juga korda timpani merupakan cabang dari nervus fasialis
masuk ke kavumtimpani dari analikulus posterior yang menghubungkan dinding lateral. Saraf
pleksus timpanikus yang berasal dari n. timpani cabang dari nervus glosofaringeus dan
dengan nervus karotikotimpani yang berasal dari pleksussimpatetik disekitar arteri karotis
interna 4,5
3
Gambar 1. Cavum tympani : sumber www.contmediausa.com
Membran timpani (membrana timpani) memisahkan rongga timpani dari dasar meatus
akustik eksternal. Ini adalah membran, tipis semitransparan, bentuknya hampir oval, agak
lebih luas atas dari bawah, dan diarahkan sangat miring ke bawah dan ke dalam sehingga
membentuk sudut sekitar lima puluh lima derajat dengan lantai meatus. Diameternya
terpanjang adalah ke bawah dan ke depan, panjang vertical rata-rata 9-10 mm, ukuran
diameter terpendek antero posterior yang 8-9 mm.. Sebagian besar dari lingkar adalah
menebal dengan ketebalan 0.1 mm, dan membentuk sebuah cincin fibrokartilaginosa yang
tetap dalam sulkus timpani di ujung bagian dalam meatus. Manubrium malleus yang melekat
erat pada permukaan medial membran sejauh pusatnya, yang menarik ke arah rongga
timpani, permukaan lateral membran demikian cekung, dan bagian yang paling tertekan
cekung ini bernama Umbo.
Secara Anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian yaitu pars tensa yang
merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu per-mukaan yang tegang dan
bergetar dengan sekelilingnya yang menebal dan melekat di anulus timpanikus pada sulkus
timpanikus pada tulang dari tulang temporal. Pars flaksida atau membran Shrapnell, letaknya
dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu
plika maleolaris anterior (lipatan muka) dan plika maleolaris posterior (lipatan belakang).1,5,6
Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :
1. Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
2. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
3. Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan mukosum.
4
Gambar 2. Anatomi membran tympani. Sumber : http://www.bartleby.com/107/230.html
Arteri dari membran timpani berasal dari cabang auricularis dari maxillary internal,
yang ramifies bawah lapisan kulit, dan dari cabang stylomastoideum dari aurikularis
posterior, dan cabang timpani dari maxillary internal, yang didistribusikan pada permukaan
mukosa. Vena superfisial terbuka ke jugularis eksternal, yang pada permukaan dalam
mengalirkan sebagian ke dalam sinus melintang dan pembuluh darah dari dura mater, dan
sebagian menjadi pleksus pada tabung pendengaran. Membran menerima saraf utamanya
pasokan dari cabang auriculotemporal mandibula tersebut; cabang auricularis nervus vagus,
dan cabang timpani dari glossopharingeus juga menyediakan itu.4
Tabung pendengaran (tuba auditiva, tuba Eustachio ) adalah saluran melalui rongga
timpani berhubungan dengan bagian hidung faring. Panjangnya kira-kira 36 mm, dan.
Arahnya adalah ke bawah, ke depan, dan medial, membentuk sudut sekitar 45 derajat dengan
bidang sagital dan salah satu dari 30 sampai 40 derajat dengan bidang horisontal. Hal ini
dibentuk sebagian dari tulang, sebagian dari tulang rawan dan jaringan fibrosa. 4,5
Tuba eustachius, terdiri dari 2 bagian yaitu : bagian tulang yang terdapat pada bagian
belakang dan pendek (1/3 bagian) dan bagian tulang rawan yang terdapat pada bagian depan
dan panjang (2/3 bagian). Fungsi tuba Eusthachius untuk ventilasi telinga yang
mempertahankan keseimbangan tekanan udara di dalam kavum timpani dengan tekanan
udara luar, drainase sekret yang berasal dari kavum timpani menuju ke nasofaring dan
menghalangi masuknya sekret dari nasofaring menuju ke kavum timpani. Tabung dibuka
selama deglutition oleh Salpingopharyngeus dan tubæ Dilatator. Yang terakhir muncul dari
5
kait tulang rawan dan dari bagian membran tabung, dan menyatu di bawah ini dengan Tensor
veli palatini.3-5
Gambar 3. Tuba eustachi, dalam pemotongan sumbu panjang. Sumber : http://www.bartleby.com/107/230.html
Korda timpani saraf dilepaskan dari wajah saat melewati bawah belakang rongga
timpani, sekitar 6 mm. dari foramen stylomastoideum. Ini berjalan ke atas dan ke depan
dalam kanal, dan memasuki rongga timpani, melalui lobang (iter korda posterius) pada
dinding posteriornya, dekat dengan permukaan medial batas posterior dari membran timpani
dan pada tingkat dengan ujung atas manubrium malleus. Ini melintasi rongga timpani, antara
lapisan berserat dan lendir dari membran timpani, melintasi manubrium malleus, dan muncul
dari rongga melalui foramen terletak di ujung bagian dalam fisura petrotympanic, dan
bernama iter korda anterius (kanal dari Huguier). Kemudian turun antara eksternus
Pterygoideus dan internus pada permukaan medial dari spina angularis dari sphenoid, yang
kadang-kadang alur, dan bergabung, pada sudut akut, batas posterior dari nervus lingualis. Ini
menerima serat eferen beberapa dari akar motorik, ini memasuki ganglion submaxillary, dan
melalui itu didistribusikan ke kelenjar submaxillary dan sublingual, sebagian besar serat yang
sangat aferen, dan seterusnya lanjutan melalui substansi otot lidah ke selaput lendir meliputi
anterior yang dua-pertiga, mereka merupakan saraf rasa untuk bagian ini lidah. Sebelum
6
bersatu dengan nervus lingualis yang Korda timpani bergabung dengan cabang kecil dari
ganglion otic.
Gambar 4. Membrana timpani kanan dengan Korda timpani, dilihat dari dalam, dari belakang, dan dari atas.
1.2 Fisiologi Pendengaran
Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang dialirkan keliang telinga danmengenai
membran timpani, sehingga membran timpani bergetar. Getaran iniditeruskan ke tulang-
tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain.Selanjutnya stapes menggerakkan
tingkap lonjong (foramen ovale) yang jugamenggerakkan perilimf dalam skala vestibuli.
Getaran diteruskan melalui membranReissener yang mendorong endolimf dan membran
basal kearah bawah, perilimf dala m skala timpani akan bergerak sehingga tingkap (forame
rotundum) terdorongke arah luar. Skala media yang menjadi cembung mendesak endolimf
danmendorong membran basal, sehingga menjadi cembung kebawah
dan menggerakkan perilimf pada skala timpani. Pada waktu istirahat ujung sel rambut
berkelok-kelok,dan dengan berubahnya membran basal ujung sel rambut menjadi lurus.
Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion Kalium dan ion Natrium menjadi
aliran listrik yang diteruskan ke cabang-cabang N.VIII, yang kemudian meneruskan
rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran di otak (area 39-40) melalui saraf pusat yang
ada di lobus temporal.1,8
7
1.3 Anatomi Nervus Fasialis
Sel tubuh untuk nervus facialis dikelompokkan dalam area-area anatomis yang disebut
nukleus atau ganglia. Badan sel saraf aferen untuk ditemukan dalam ganglion geniculate
untuk sensasi rasa. Badan sel saraf eferen untuk otot ditemukan dalam inti motorik wajah
sedangkan badan sel saraf untuk eferen parasimpatik yang ditemukan dalam inti salivatory
superior.8
Inti motorik nervus VII terletak di pons. Serabutnya mengitari nervus VI, dan keluar
di bagian lateral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral pons di antara nervus
VII dan nervus VIII. Ketiga nervus ini bersama-sama memasuki meatus akustikus internus.
Di dalam meatus ini, saraf fasialis dan intermediet berpisah dari saraf VIII dan terus ke lateral
dalam kanalis fasialis, kemudian ke atas ke tingkat ganglion genikulatum. Pada ujung akhir
kanalis , saraf fasialis meninggalkan kranium melalui foramen stilomastoideus. Dari titik ini,
serat motorik menyebar di atas wajah. Dalam melakukan penyebaran itu, beberapa melubangi
glandula parotis.6,7
Sewaktu meninggalkan pons, nervus fasialis beserta nervus intermedius dan nervus
VIII masuk ke dalam tulang temporal melalui porus akustikus internus. Dalam perjalanan di
dalam tulang temporal, nervus VII dibagi dalam 3 segmen, yaitu segmen labirin, segman
timpani dan segmen mastoid.1
Segmen labirin terletak antara akhir kanal akustik internus dan ganglion genikulatum .
panjang segmen ini 2-4 milimeter.1
Segmen timpani (segmen vertikal), terletak di antara bagian distal ganglion
genikulatum dan berjalan ke arah posterior telinga tengah , kemudian naik ke arah tingkap
lonjong (venestra ovalis) dan stapes, lalu turun kemudian terletak sejajar dengan kanal
semisirkularis horizontal. Panjang segmen ini kira-kira 12 milimeter.1
8
Gambar 5. saraf facialis, korda timpani, dan fleksus timpanikus
Segmen mastoid ( segmen vertikal) mulai dari dinding medial dan superior kavum
timpani . perubahan posisi dari segman timpani menjadi segmen mastoid, disebut segman
piramidal atau genu eksterna. Bagian ini merupakan bagian paling posterior dari nervus VII,
sehingga mudah terkena trauma pada saat operasi. Selanjutnya segmen ini berjalan ke arah
kaudal menuju segmen stilomaoid . panjang segmen ini 15-20 milimeter.1
Nukleus fasialis juga menerima impuls dari talamus yang mengarahkan yang
mengarahkan gerakan ekspresi emosional pada otot-otot wajah. Juga ada hubungan dengan
gangglion basalis. Jika bagian ini atau bagian lain dari sistem piramidal menderita penyakit
penyakit, mungkin terdapat penurunan atau hilangnya ekspresi wajah (hipomimia atau
amimi).7
Gambar 6. Percabangan fungsi nervus fasialis
9
1.4 Fungsi Nervus Fasialis
a. Eferen
Fungsi utamanya adalah motor kontrol dari sebagian besar otot-otot ekspresi wajah. Hal
ini juga innervates perut posterior otot digastric, otot stylohyoid, dan otot stapedius dari
telinga tengah. Semua otot ini adalah otot lurik asal branchiomeric berkembang dari
lengkung faring kedua.8
Wajah juga memasok serat parasimpatis ke kelenjar submandibular dan kelenjar
sublingual melalui Korda timpani. Persarafan parasimpatik berfungsi untuk meningkatkan
aliran air liur dari kelenjar ini. Ini juga memasok persarafan parasimpatis pada mukosa
hidung dan kelenjar lakrimal melalui ganglion pterygopalatine. Nervus facialis juga
berfungsi sebagai tungkai eferen dari refleks kornea.8
b. Aferen
Selain itu, ia menerima sensasi rasa dari anterior dua pertiga dari lidah melalui Korda
timpani, sensasi rasa dikirim ke bagian gustatory dari inti soliter. Sensasi umum dari
anterior dua pertiga lidah dipasok oleh serat aferen dari divisi ketiga dari saraf kranial
kelima (V-3). Ini (VII) sensorik (V-3) dan rasa serat perjalanan bersama sebagai nervus
lingualis sebentar sebelum Korda timpani meninggalkan saraf lingual untuk memasuki
rongga timpani (telinga tengah) melalui fisura petrotympanic. Dengan demikian
bergabung dengan sisa nervus facialis melalui canaliculus untuk chorda timpani. Saraf
wajah kemudian bertemu ganglion geniculate (ganglion sensoris dari serat rasa chorda
timpani dan jalur rasa lainnya). Dari ganglion geniculate serat rasa terus sebagai saraf
perantara yang pergi ke kuadran anterior atas fundus dari meatus akustik internal bersama
dengan akar motor saraf wajah. saraf intermediate mencapai fosa kranial posterior melalui
meatus akustik internal sebelum bersinaps di nukleus soliter. Badan sel dari timpani
Chorda berada di ganglion geniculate, dan serat ini parasimpatis sinaps di ganglion
submandibula, melekat pada nervus lingualis.
Nervus facialis juga memasok sejumlah kecil persarafan aferen ke orofaring bawah
tonsil palatina. Ada juga sejumlah kecil sensasi kulit yang dibawa oleh nervus
intermedius dari kulit di dalam dan sekitar daun telinga (daun telinga).
10
Gambar 7. Percabangan fungsi nervus fasialis
2. DEFINISI
Otitis Media Supuratif Kronik adalah suatu radang kronis telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2
bulan, baik terus menerus atau hilang timbul.8
Sedangkan kelumpuhan nervus fasialis ( N VII ) merupakan kelumpuhan otot-otot
wajah dimana pasien tidak atau kurang dapat menggerakkan otot wajah, sehingga wajah
pasien tidak simetris.1
Parese nervus fasialis dapat terjadi oleh oinfeksi telinga tengah yang disebabkan
karena penyebaran infeksi langsung ke kanalis fasialis pada otitis media akut. Pada otitis
media kronis, kerusakan terjadi oleh erosi tulang oleh kolesteatom atau oleh jaringan
granulasi, disusul oleh infeksi ke dalam kanalis fasialis tersebut.
3. EPIDEMIOLOGI
Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Otitis media supuratif kronis dianggap sebagai
salah satu penyebab tuli yang terpenting, terutama di negara-negara berkembang, dengan
prevalensi antara 1 -46%. Di Indonesia antara 2,10 - 5,20%, di Korea 3,33%, di Madras India
2,25%.Prevalensi tertinggi didapat pada penduduk Aborigin di Australia dan Bangsa Indiandi
Amerika Utara.
Komplikasi akut dan kronik otitis media jarang terjadi tetapi serius dan bersifat letal.
Komplikasi kranial terjadi pada bagian tulang temporal cranium dan komplikasi intrakranial
11
terjadi ketika infeksi telah menyebar ke tulang temporal. Komplikasi ini terjadi pada semua
umur, tapi 75%nya terjadi pada dua decade pertama kehidupan mereka. Dengan alasan yang
belum jelas laki-laki terkena dua kali lebih sering dibandingkan dengan perempuan. Insiden
tertinggi terjadi pada pada masyarakat miskin dan hidup pada daerah yang terlalu padat,
memiliki personal higieniti yang rendah, kesehatan yang buruk, terjadinya resistensi terhadap
infeksi dan kurangnya pengetahuan atau terbatasnya akses kesehatan. Tidak mengherankan
dua atau tiga komplikasi dapat muncul secara bersamaan. Istilah komplikasi kronik jika
infeksi cranial dan intra cranial telah menetap lebih dari 8 minggu.4
4. ETIOLOGI
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang
dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis,
tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba
Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan
cleft palate dan Down’s syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring
yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor Host yang
berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immun sistemik.
Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell- mediated ( seperti infeksi HIV,
sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis.
Penyebab OMSK antara lain:
a. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi
mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana
kelompok sosioekonomi rendah memi liki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir
dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal yang
padat.
b. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden
OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik.
Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui
apakah hal ini primer atau sekunder.
12
c. Otitis media sebelumnya.
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media
akut dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang
menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis
d. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak
bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode kultur yang
digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram negatif, flora
dan beberapa organisme lainnya.
e. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas.
Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya
daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah,
sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri. Organisme-organisme dari meatus
auditoris eksternal termasuk Staphylococcus, Pseudomonas aeruginosa,
B.proteus, B.coli dan Aspergillus. Organisme dari nasofaring diantaranya
Streptococcus viridians (Streptococcus α-hemolitikus, Streptococcus β-hemolitikus dan
Pneumococcus).
f. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap
otitis media kronis.
g. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi
dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang
alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini
belum terbukti kemungkinannya.
h. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi
apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada
telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba
eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan
negatif menjadi normal.
13
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada
OMSK :
1. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi
sekret telinga purulen berlanjut.
2. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada
perforasi.
3. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme
migrasi epitel.
4. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat
diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan
dari perforasi.
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi
kronis majemuk, antara lain :
1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.
a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.
b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total
2. Perforasi membran timpani yang menetap.
3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya pada telinga
tengah.
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid. Hal ini dapat
disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi atau
timpanosklerosis.
5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid.
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan
mekanisme pertahanan tubuh.
5. PATOGENESIS
Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari
nasofaring melalui tuba eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan
terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga
tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat,
seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat
proses infeksi tersebut akan menambah permiabilitas pembuluh darah dan menambah
14
pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin
kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan
terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.
Bagan 1. Patogenesa OMSK
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk
dari satu lapisan , epitel skuamosa sederhana, pseudostratified respiratory
epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini
mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta
pembuluh darah. Penyembuhan Otitis Media ditandai dengan hilangnya sel-sel
tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.
15
Pada OMSK tipe malignan tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya.
Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya
kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom.
Banyak teori dikemukakan oleh para ahli tentang patogenesis kolesteatoma, antara lain
adalah : teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi dan teori implantasi. Teori tersebut
akan lebih mudah dipahami bila diperhatikan definisi kolesteatoma menurut Gray (1964)
yang mengatakan : kolesteatoma adalah epitel kulit yang berada pada tempat yang salah.
Epitel kulit liang telinga merupakan suatu daerah cul-de-sac sehingga apabila terdapat
serumen padat di liang telinga dalam waktu yang lama, maka dari epitel kulit yang berada
medial dari serumen tersebut seakan terperangkap sehingga membentuk kolesteatoma.9
Kolesteatoma terdiri dari epitel skuamosa yang terperangkap di dalam basis cranii.
Epitel skuamosa yang terperangkap di dalam tulang temporal, telinga tengah, atau tulang
mastoid hanya dapat memperluas diri dengan mengorbankan tulang yang mengelilinginya.
Akibatnya, komplikasi yang terkait dengan semakin membesarnya kolesteatoma adalah
termasuk cedera dari struktur-struktur yang terdapat di dalam tulang temporal.
Kadangkadang, kolesteatomas juga dapat keluar dari batas-batas tulang temporal dan basis
cranii. Komplikasi ekstrarempotal dapat terjadi di leher, sistem saraf pusat, atau keduanya.
Kolesteatomas kadang-kadang menjadi cukup besar untuk mendistorsi otak normal dan
menghasilkan disfungsi otak akibat desakan massa.1
Erosi tulang terjadi oleh dua mekanisme utama. Pertama, efek tekanan yang
menyebabkan remodelling tulang, seperti yang biasa terjadi di seluruh kerangka apabila
mendapat tekanan (desakan) secara konsisten dari waktu ke waktu. Kedua, aktivitas enzim
pada kolesteatoma dapat meningkatkan proses osteoklastik pada tulang, yang nantinya akan
meningkatkan kecepatan resorpsi tulang. Kerja enzim osteolitik ini tampaknya meningkat
apabila kolesteatoma terinfeksi.
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar pertahanan telinga tengah yang normal
dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur sekitarnya. Pertahanan
pertama ini adalah mukosa kavum timpani yang juga seperti mukosa saluran napas, mampu
melokalisasi infeksi. Bila sawar ini runtuh, masih ada sawar ke dua, yaitu dinding tulang
kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak di sekitarnya akan
terkena. Runtuhnya periosteum akan menyebabkan terjadinya abses periosteal, suatu
komplikasi yang tidak berbahaya. Apabila infeksi mengarah ke dalam, ke tulang temporal
maka akan menyebabkan paresis n.fasialis atau labirinitis.
16
Paresis nervus fasialis dapat terjadi pada otitis media akut dan kronik. Terdapat dua
mekanisme yang dapat menyebabkan paralisis nervus fasialis yaitu :1. Hasil toksin bakteri di
daerah tersebut 2. Dari tekanan langsung terhadap saraf oleh kolesteatoma atau jaringan
granulasi. Pada otitis media akut, penyebaran infeksi langsung ke kanalis fasialis khususnya
pada anak terjadi ketika kanalis nervus fasialis pada telinga tengah mengalami congenital
dehiscent atau saraf terkena akibat kontak langsung dengan materi purulen sehingga dapat
menimbulkan inflamasi dan edema pada saraf dan menyebabkan paresis.1,3,10
Pada otitis media kronik bisa mengikis kanal nervus fasialis atau sarafnya dapat
dilibatkan dengan osteitis, kolesteatom dan jaringan granulasi, disusul oleh infeksi ke dalam
kanalis fasialis. Manifestasi klinik yang tampak yaitu paralisis nervus fasialis bagian bawah,
ipsilateral terhadap telinga yang sakit.3
Pada otitis media akut operasi dekompresi kanalis fasialis tidak diperlukan. Perlu
diberikan antibiotik dosis tinggi dan terapi penunjang lainny, serta menghilangkan tekanan di
dalam kavum timpani dengan drainase. Jika terjadi congenital dehiscent maka perlu
dilakukan miringotomi dengan aspirasi pus dari telinga tengah diikuti dengan pemberian
antibiotik yang kebanyakn menyebabkan resolusi parese yang sinakat. Bila dalam jangka
waktu tertentu tidak ada perbaikan setelah diukur dengan elektrodiagnostik, barulah
dipikirkan untuk melakukan dekompresi. Pada otitis media kronik diindikasikan operasi
eksplorasi mastoid. Tindakan dekompresi kanalis n. fasialis harus segera dilakukan tanpa
harus menunggu pemeriksaan elektrodiagnostik.1,2,3,7
6. KLASIFIKASI
Klasifikasi OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :
1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala
klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang
mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas,
pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh
yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat
perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous. Sekret mukoid kronis
berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada
tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.
17
Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
Fase aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh perluasan
infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana kuman
masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen.
Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada pars
tensa. Jarang ditemukan polip yang besar pada liang telinga luar. Perluasan infeksi ke
sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang
menetap harus dicurigai bila tindakan konservatif gagal untuk mengontrol infeksi,
atau jika granulasi pada mesotimpanum dengan atau tanpa migrasi sekunder dari kulit,
dimana kadang-kadang adanya sekret yang berpulsasi diatas kuadran posterosuperior.
Fase tidak aktif / fase tenang
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga
tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain
yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga.
Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani :
– Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis
– Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis
– Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan alat yang
terkontaminasi
– Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia
– Otitis media supuratif akut yang berulang
2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit atikoantral lebih
sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yang
mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom.
Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih,
terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotis. Kolesteatom dapat dibagi atas 2
tipe yaitu :
1. Kongenital
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut Derlaki dan Clemis
(1965) adalah :
– Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.
18
– Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
– Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel
undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan.
Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang
temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan fasialis parese, tuli saraf
berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.
2. Didapat.
Kolesteatoma yang didapat seringnya berkembang dari suatu kantong retraksi.
Jika telah terbentuk adhesi antara permukaan bawah kantong retraksi dengan
komponen telinga tengah, kantong tersebut sulit untuk mengalami perbaikan bahkan
jika ventilasi telinga tengah kembali normal : mereka menjadi area kolaps pada
segmen atik atau segmen posterior pars tensa membrane timpani.
Epitel skuamosa pada membrane timpani normalnya membuang lapisan sel-sel
mati dan tidak terjadi akumulasi debris, tapi jika terbentuk kantong retraksi dan proses
pembersihan ini gagal, debris keratin akan terkumpul dan pada akhirnya membentuk
kolesteatoma.
Pengeluaran epitel melalui leher kantong yang sempit menjadi sangat sulit dan
lesi tersebut membesar. Membran timpani tidak mengalami ‘perforasi’ dalam arti kata
yang sebenarnya : lubang yang terlihat sangat kecil, merupakan suatu lubang sempit
yang tampak seperti suatu kantong retraksi yang berbentuk seperti botol, botol itu
sendiri penuh dengan debris epitel yang menyerupai lilin.
Teori lain pembentukan kolesteatoma menyatakan bahwa metaplasia
skuamosa pada mukosa telinga tengah terjadi sebagai respon terhadap infeksi kronik
atau adanya suatu pertumbuhan ke dalam dari epitel skuamosa di sekitar pinggir
perforasi, terutama pada perforasi marginal.
Destruksi tulang merupakan suatu gambaran dari kolesteatoma didapat, yang
dapat terjadi akibat aktivitas enzimatik pada lapisan subepitel. Granuloma kolesterol
tidak memiliki hubungan dengan kolesteatoma, meskipun namanya hampir mirip dan
kedua kondisi ini dapat terjadi secara bersamaan pada telinga tengah atau mastoid.
Granuloma kolesterol, disebabkan oleh adanya kristal kolesterol dari eksudat
serosanguin yang ada sebelumnya. Kristal ini menyebabkan reaksi benda asing,
dengan cirsi khas sel raksasa dan jaringan granulomatosa.
Klasifikasi Komplikasi OMSK
19
Beberapa penulis mengemukakan klasifikasi komplikasi otitis media yang berlainan,
tetapi dasarnya tetap sama.
Adams dkk (1989) mengemukakan klasifikasi sebagai berikut:
Komplikasi di telinga
tengah
Komplikasi di telinga
dalam
Komplikasi ekstradural Komplikasi ke susunan
saraf pusat
1. Perforasi
membran
timpani
persisten
2. Erosi tulang
pendengara
n
3. Paralisis
nervus
fasialis
1. Fistula labirin
2. Labirinitis
supuratif
3. Tuli saraf
sensorineural
1. Abses
ekstradural
2. Trombosis
sinus lateralis
3. Petrositis
1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hidrosefalus
otitis
Souza dkk (1999) membagi komplikasi otitis media menjadi:
Komplikasi intratemporal Komplikasi ekstratemporal
1. Komplikasi di telinga tengah
Perforasi membran timpani
persisten
Erosi tulang pendengaran
Paralisis nervus fasialis
2. Komplikasi ke rongga mastoid
Petrositis
Mastoiditis kcalesen
3. Komplikasi ke telinga dalam
Labirinitis
Tuli saraf/ sensorineural
1. Komplikasi intrakranial
Abses ekstradura
Abses subdura
Abses otak
Meningitis
Tromboflebitis sinus lateralis
Hidrosefalus otitis
2. Kompleks ekstrakranial
Abses retroaurikuler
Abses Bezold’s
Abses zygomaticus
20
21
Komplikasi intratemporal Komplikasi ekstratemporal Komplikasi intrakranial
1. Perforasi membran
timpani
2. Labirinitis
3. Paralisis nervus
fasialis
4. Petrositis
5. Mastoiditis akut
1. Abses subperiosteal 1. Abses ekstradura/
subdura
2. Abses otak
3. Empiema subdura
4. Tromboflebitis
5. Hidrosefalus otitis
Shambough (2003) membagi komplikasi otitis media sebagai berikut:
7. GEJALA KLINIS
1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid ( seperti air dan encer) tergantung
stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga
tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau
busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran
timpani dan infeksi. Keluarnya secret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret
dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah
mandi atau berenang.
Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang
sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk
degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK
tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya
lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya
jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang
mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan
tuberkulosis.
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai
tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan
sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat
menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli
konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik.
Referat : Parese nervus facialis et causa OMSK
22
Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran
lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani
serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe
maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran,
tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang
pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi
karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa
terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat,
hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.
3. Otalgia ( nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda
yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri
dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga
mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda
berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus
lateralis.
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan
vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin
oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang
mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena
perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang
oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan
vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan
yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke
telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanj ut menjadi
meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini
memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani, dengan demikian
dapat diteruskan melalui rongga telinga tengah.
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :
Referat : Parese nervus facialis et causa OMSK
23
1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular
2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
Pada pares nervus facialis otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi.
Karena itu, terdapat perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf VII jenis sentral dan perifer.
Pada gangguan sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapat persarafan dari 2 sisi, tidak
lumpuh ; yang lumpuh ialah bagian bawah dari wajah. Pada gangguan N VII jenis perifer
(gangguan berada di inti atau di serabut saraf) maka semua otot sesisi wajah lumpuh dan
mungkin juga termasuk cabang saraf yang mengurus pengecapan dan sekresi ludah yang
berjalan bersama N. fasialis.6
Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat persarafan dari
korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus wajah bagian atas mendapat
persarafan dari kedua sisi korteks motorik (bilateral). Karenanya kerusakan sesisi pada upper
motor neuron dari nervus VII (lesi pada traktus piramidalis atau korteks motorik) akan
mengakibatkan kelumpuhan pada otot-otot wajah bagian bawah, sedangkan bagian atasnya
tidak. Penderitanya masih dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi dan menutup mata
(persarafan bilateral) ; tetapi pasien kurang dapat mengangkat sudut mulut (menyeringai,
memperlihatkan gigi geligi) pada sisi yang lumpuh bila disuruh. Kontraksi involunter masih
dapat terjadi, bila penderita tertawa secara spontan, maka sudut mulut dapat terangkat.6
Pada lesi motor neuron, semua gerakan otot wajah, baik yang volunter maupun yang
involunter, lumpuh. Lesi supranuklir (upper motor neuron) nervus VII sering merupakan
bagian dari hemiplegia. Hal ini dapat dijumpai pada strok dan lesi-butuh-ruang (space
occupying lesion) yang mengenai korteks motorik, kapsula interna, talamus, mesensefalon
dan pons di atas inti nervus VII. Dalam hal demikian pengecapan dan salivasi tidak
terganggu. Kelumpuhan nervus VII supranuklir pada kedua sisi dapat dijumpai pada paralisis
pseudobulber. 6
Gejala lesi dikanalis fasialis (melibatkan korda timpani) ditandai seperti pada mulut
tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di antara pipi dan gusi. Lipatan kulit
dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak ditutup atau tidak dilindungi maka air
mata akan keluar terus menerus, ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah
(2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan
pada lidah menunjukkan terlibatnya nervus intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di antara
Referat : Parese nervus facialis et causa OMSK
24
pons dan titik dimana korda timpani bergabung dengan nervus fasialis di kanalis fasialis.
Pada lesi yang melibatkan muskulus stapedius gejala disertai dengan hiperakusis.
Diagnosis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan fungsi nervus fasialis. Tujuan
pemeriksaan fungsi nervus fasialis adalah untuk menentukan letak lesi dan menentukan
derajat kelumpuhannya.1
1. Pemeriksaan fungsi saraf motorik
Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk terciptanya mimic dan
ekspresi wajah seseorang.
2. Tonus
Pada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot menentukan terhadap
kesempurnaan mimic / ekspresi muka.1
3. Gustometri
Sistem pengecapan pada 2/3 anterior lidah dipersarafi oleh n. Korda timpani, salah satu
cabang nervus fasialis.1 Kerusakan pada N VII sebelum percabangan korda timpani dapat
menyebabkan ageusi (hilangnya pengecapan).11
Pemeriksaan dilakukan dengan cara penderita disuruh menjulurkan lidah, kemudian
pemeriksa menaruh bubuk gula, kina, asam sitrat atau garam pada lidah penderita.
penderita tidak boleh menarik lidahnya ke dalam mulut, sebab bubuk akan tersebar
melalui ludah ke sisis lidah lainnya atau ke bagian belakang lidah yang persarafannya
diurus oleh saraf lain.11
4. Salivasi
Pemeriksaan uji salivasi dapat dilakukan dengan melakukan kanulasi kelenjar
submandibularis. Caranya dengan menyelipkan tabung polietilen no 50 kedalam duktus
Wharton. Sepotong kapas yang telah dicelupkan kedalam jus lemon ditempatkan dalam
mulut dan pemeriksa harus melihat aliran ludah pada kedua tabung. Volume dapat
dibandingkan dalam 1 menit. Berkurangnya aliran ludah sebesar 25 % dianggap
abnormal.11
5. Schimer Test atau Naso-Lacrymal Reflex
Dianggap sebagai pemeriksaan terbaik untuk pemeriksaan fungsi serabut-serabut pada
simpatis dari nervus fasialis yang disalurkan melalui nervus petrosus superfisialis mayor
setinggi ganglion genikulatum. Kerusakan pada atau di atas nervus petrosus mayor dapat
menyebabkan berkurangnya produksi air mata.1,11
Tes Schimer dilakukan untuk menilai fungsi lakrimasi dari mata. Cara pemeriksaan
dengan meletakkan kertas hisap atau lakmus lebar 0,5 cm panjang 5-10 cm pada dasar
Referat : Parese nervus facialis et causa OMSK
25
konjungtiva. Setelah tiga menit, panjang dari bagian strip yang menjadi basah
dibandingkan dengan sisi satunya. Freys menyatakan bahwa kalau ada beda kanan dan
kiri lebih atau sama dengan 50% dianggap patologis.1,11
6. Refleks Stapedius
Untuk menilai reflex stapedius digunakan elektoakustik impedans meter, yaitu dengan
cara memberikan ransangan pada muskulus stapedius yang bertujuan untuk mengetahui
fungsi N. stapedius cabang N.VII.
7. Uji audiologik
Pengujian termasuk hantaran udara dan hantaran tulang, timpanometri dan reflex stapes.
Fungsi saraf cranial kedelapan dapat dinilai dengan menggunakan uji respon auditorik
yang dibangkitkan dari batang otak. Uji ini bermanfaat dalam mendeteksi patologi kanalis
akustikus internus. Suatu tuli konduktif dapat memberikan kesan suatu kelainan dalam
telinga tengah, dan dengan memandang syaraf fasialis yang terpapar pada daerah ini,
perlu dipertimbangkan suatu sumber infeksi. Jika terjadi parese saraf ketujuh pada waktu
otitis media akut, maka mungkin gangguan saraf pada telinga tengah. Pengujian reflek
dapat dilakukan pada telinga ipsilateral atau kontralateral dengan menggunakan suatu
nada yang keras, yang akan membangkitkan respon suatu gerakan reflek dari otot
stapedius. Gerakan ini mengubah tegangan membrane timpani dan menyebabkan
perubahan impedansi rantai osikular. Jika nada tersebut diperdengarkan pada belahan
telinga yang normal, dan reflek ini pada perangsangan kedua telinga mengesankan suatu
kelainan pada bagian aferen saraf kranialis.11
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui parese
nervus fasialis adalah dengan uji fungsi saraf. Terdapat beberapa uji fungsi saraf yang
tersedia antara lain Elektromigrafi (EMG), Elektroneuronografi (ENOG), dan uji stimulasi
maksimal.11
1. Elektromiografi (EMG)
EMG sering kali dilakukan oleh bagian neurologi. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk
menentukan perjalanan respons reinervasi pasien. Pola EMG dapat diklasifikasikan
sebagai respon normal, pola denervasi, pola fibrilasi, atau suatu pola yang kacau yang
mengesankan suatu miopati atau neuropati. Namun, nilai suatu EMG sangat terbatas
kurang dari 21 hari setelah paralisis akut. Sebelum 21 hari, jika wajah tidak bergerak,
EMG akan memperlihatkan potensial denervasi. Potensial fibrilasi merupakan suatu tanda
Referat : Parese nervus facialis et causa OMSK
26
positif yang menunjukkan kepulihan sebagian serabut. Potensial ini terlihat sebelum 21
hari.11
2. Elektroneuronografi (ENOG)
ENOG memberi informasi lebih awal dibandingkan dengan EMG. ENOG melakukan
stimulasi pada satu titik dan pengukuran EMG pada satu titik yang lebih distal dari saraf.
Kecepatan hantaran saraf dapat diperhitungkan. Bila terdapat reduksi 90% pada ENOG
bila dibandingkan dengan sisi lainnya dalam sepuluh hari, maka kemungkinan sembuh
juga berkurang secara bermakna. Fisch Eselin melaporkan bahwa suatu penurunan
sebesar 25 persen berakibat penyembuhan tidak lengkap pada 88 persen pasien mereka,
sementara 77 persen pasien yang mampu mempertahankan respons di atas angka tersebut
mengalami penyembuhan normal saraf fasialis.11
3. Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi
dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan
letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara
ditelinga tengah. Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-rata kehilangan
intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO 1964 yang ekivalen
dengan skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO
1964 dan ANSI 1969.
Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran
Normal : -10 dB sampai 26 dB
Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
Tuli total : lebih dari 90 dB.
4. Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai diagnostiknya
terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan radiologi
biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi
lebih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama
pada daerah atik memberi kesan kolesteatom
9. PENATALAKSANAAN
Referat : Parese nervus facialis et causa OMSK
27
Penatalaksanaan OMSK yang efektif harus didasarkan pada faktor-
faktor penyebab dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian haruslah
dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-
perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta mengganggu fungsi,
dan proses infeksi yang terdapat ditelinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak
harus dilakukan operasi, tetapi obat-obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi
sebelum operasi.
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana
pengobatan dapat dibagi atas:
1. Konservatif
2. Operasi
Antibiotik oral bersama pembersihan telinga atau bersama dengan tetes telinga lebih
baik hasilnya daripada masing-masing diberikan tersendiri. Diperlukan antibiotik pada setiap
fase aktif dan dapat disesuaikan dengan kuman penyebab. Antibiotik sistemik pertama dapat
langsung dipilih yang sesuai dengan keadaan klinis, penampilan sekret yang keluar serta
riwayat pengobatan sebelumnya. Sekret hijau kebiruan menandakan Pseudomonas , sekret
kuning pekat seringkali disebabkan oleh Staphylococcus, sekret berbau busuk seringkali
disebabkan oleh golongan anaerob.10
Kotrimokasazol, Siprofloksasin atau ampisilin-sulbaktam dapat dipakai apabila curiga
Pseudomonas sebagai kuman penyebab. Bila ada kecurigaan terhadap kuman anaerob, dapat
dipakai metronidazol, klindamisin, atau kloramfenikol. Bila sukar mentukan kuman
penyebab, dapat dipakai campuran trimetoprim-sulfametoksazol atau amoksisillin-klavulanat.
Antibitotik topikal yang aman dipakai adalah golongan quinolon. Karena efek samping
terhadap pertumbuhan tulang usia anak belum dapat disingkirkan, penggunaan ofloksasin
harus sangat hati-hati pada anak kurang dari 12 tahun.10
Penatalaksanaan OMSK Maligna
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum
dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses
sebaiknyadilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan
pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain:
Referat : Parese nervus facialis et causa OMSK
28
1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
2. Mastoidektomi radikal
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4. Miringoplasti
5. T impanop l a s t i
6. Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty)
Bagan 2. pembedahan pada tatalaksana OMSK
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen,
memperbaiki membrantimpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi
atau kerusakan pendengaranyang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
Penatalaksanaan terhadap parese nervus fasialis
A. Fisioterapi
1. Heat Theraphy, Face Massage, Facial Excercise
Basahkan handuk dengan air panas, setelah itu handuk diperas dan diletakkan dimuka
hingga handuk mendingin. Kemudian pasien diminta untuk memasase otot-otot wajah
yang lumpuh terutama daerah sekitar mata, mulut dan daerah tengah wajah. Latihan
wajah seperti mengangkat alis mata, memejamkan kedua mata kuat-kuat, mengangkat
dan mengerutkan hidung, bersiul, menggembungkan pipi dan menyeringai.3,8
2. Electrical Stimulation
Stimulasi energi listrik dengan aliran galvanic berenergi lemah.2 Tindakan ini
bertujuan untuk memicu kontraksi buatan pada otot-otot yang lumpuh dan juga
berfungsi untuk mempertahankan aliran darah serta tonus otot.12
B. Farmakologi
Referat : Parese nervus facialis et causa OMSK
29
Obat-obatan yang dapat diberikan dalam penatalaksanaan parese nervus fasialis antara
lain12:
1. Asam Nikotinik
Pada parese nervus fasialis yang dikarenakan iskemiaAsam nikotinik dan obat-obatan
yang bekerja menghambat ganglion simpatik servikal digunakan untuk memicu
vasodilatasi sehingga dapat meningkatkan suplai darah ke nervus fasialis.
2. Vasokonstriktor, Antimikroba
Obat ini diberikan pada kelumpuhan nervus fasialis yang disebabkan oleh kompresi
nervus fasialis pada kanal falopi. Obat ini bekerja mengurangi bendungan ,
pembengkakkan, dan inflamasi pada keadaan diatas.
3. Steroid
Obat ini diberikan untuk mengurangi proses inflamasi yang menyebabkan Bell’s
Palsy.
Pada otitis media akut operasi dekompresi kanalis fasialis tidak diperlukan. Perlu
diberikan antibiotik dosis tinggi dan terapi penunjang lainnya, serta menghilangkan tekanan
di dalam kavum timpani dengan drainase. Bila dalam jangka waktu tertentu tidak ada
perbaikan setelah diukur dengan elektrodiagnostik, barulah dipikirkan untuk melakukan
dekompresi. Pada otitis media kronik diindikasikan operasi eksplorasi mastoid. Tindakan
dekompresi kanalis n. fasialis harus segera dilakukan tanpa harus menunggu pemeriksaan
elektrodiagnostik.
10. PROGNOSIS
Derajat parese harus ditentukan, paling sederhana adalah menurut
klasifikasi House Bregmann. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan EMG untuk
melihat derajat kerusakan pada saraf dan menentukan prognosis
penyembuhan spontan.
BAB III
KESIMPULAN
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah radang kronis telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari dua
Referat : Parese nervus facialis et causa OMSK
30
bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. OMSK mempunyai potensi untuk menjadi
serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan
kematian. Komplikasi intratemporal dari OMSK salah satunya adalah parese nervus fasialis.
Gejala klinis dari parese nervus fasilis dijumpai adanya gangguan motorik pada otot-otot
wajah dan gangguan pengecapan.
Pada otitis media kronik bisa mengikis kanal nervus fasialis atau sarafnya dapat
dilibatkan dengan osteitis, kolesteatom dan jaringan granulasi, disusul oleh infeksi ke dalam
kanalis fasialis. Manifestasi klinik yang tampak yaitu paralisis nervus fasialis bagian bawah,
ipsilateral terhadap telinga yang sakit.
Pada otitis media akut operasi dekompresi kanalis fasialis tidak diperlukan. Perlu
diberikan antibiotik dosis tinggi dan terapi penunjang lainnya, serta menghilangkan tekanan
di dalam kavum timpani dengan drainase. Jika terjadi congenital dehiscent maka perlu
dilakukan miringotomi dengan aspirasi pus dari telinga tengah diikuti dengan pemberian
antibiotik yang kebanyakn menyebabkan resolusi parese yang singkat. Bila dalam jangka
waktu tertentu tidak ada perbaikan setelah diukur dengan elektrodiagnostik, barulah
dipikirkan untuk melakukan dekompresi. Pada otitis media kronik diindikasikan operasi
eksplorasi mastoid. Tindakan dekompresi kanalis n. fasialis harus segera dilakukan tanpa
harus menunggu pemeriksaan elektrodiagnostik.
REFERENSI
1. Sjarifuddin, Bashiruddin J, Bramantyo B. Kelumpuhan Nervus Fasialis Perifer. In :
Soepardi EA, Iskandar N editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher. 6th ed. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI, 2007.
Referat : Parese nervus facialis et causa OMSK
31
2. Meritt HH. A. Texbook of Neurogy : Injury to Cranial and Peripheral Nerves,
Philadelphia; 1967. p. 378-81
3. K.J.Lee. Essential Otolaryngology and Head and Neck Surgery. IIIrd Edition, Chapter 10
: Facial Nerve Paralysis.2006.
4. Available at http://www.theodora.com/anatomy/the_middle_ear_or_tympanic_cavity.html
5. Henry Gray. American Journal of Anatomyhttp://www.bartleby.com/107/230.html
6. SM. Lumbotobing. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai
Penerbit FK-UI,2006.
7. Peter Duus. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Jakarta : Balai
Pustaka.1996.
8. Aboet, A. Radang Telinga Tengah Menahun. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar
Tetap dalam Bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher
pada Fakultas Kedokteran USU. Medan; 2007.
9. Roland PS. Middle Ear, Cholesteatoma. Emedicine. June 29, 2009 (cited
August 25,2009). Available at
http://emedicine.medscape.com/article/860080-overview.
10. Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis. Edisi Pertama. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI; 2005
11. Maisel R, Levine S, 1997. Gangguan Saraf Fasialis. Dalam Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6. Jakarta : EGC.
12. May, Mark and Barry M. Schaizkin. The Facial Nerve. New York : Thieme. 2000.
Referat : Parese nervus facialis et causa OMSK