paper rp
TRANSCRIPT
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : HASBIYAS S. ALHUDAWINIM : 070100038
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Retina merupakan salah satu bagian dari mata yang fungsinya sangat penting dan terletak
di belakang mata dan terhubung ke otak. Hal ini terdiri dari jutaan sel-sel peka cahaya yang
dikenal sebagai sel fotoreseptor. Sel-sel fotoreseptor memiliki fungsi penting dari transmisi
impuls listrik ke otak untuk proses penglihatan.1
Kelainan sel-sel fotoreseptor pada retina menyebabkan gangguan yang dinamakan retinal
dystrophies, yang salah satu bentuknya adalah retinitis pigmentosa. Retinitis pigmentosa
merupakan jenis kebutaan yang disebabkan oleh kelainan pada sel-sel fotoresptor yang terjadi
secara bertahap menyebabkan hilangnya penglihatan secara progresif.1,12
Retinitis pigmentosa adalah sekelompok kelainan bawaan yang ditandai dengan
kehilangan penglihatan perifer progresif dan kesulitan penglihatan pada malam hari (nyctalopia)
yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan sentral.11
Berdasarkan visual impairment and blindness, retinitis pigmentosa merupakan salah satu
penyebab kehilangan visus yang penting pada usia-usia produktif. Retinitis pigmentosa
merupakan distrofi pigmen retina primer, merupakan kelainan herediter yang kelainannya lebih
menonjol pada sel batang daripada sel kerucut fotoreseptor retina. Kebanyakan diturunkan secara
autosomal resesif, diikuti dengan autosomal dominan dan paling sedikit diturunkan melalui X-
liked resesif. Jumlah penderita retinitis pigmentasi diperkirakan memiliki rasio 1 dari 5000
penduduk di seluruh dunia dengan gejala klinis umunya muncul pada usia dewasa muda yaitu
20-30 tahun, meskipun dapat juga ditemukan pada masa kanak-kanak hingga pertengahan usia
30-50 tahun.1
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu mengetahui definisi, etiologi, patogenesis,
gejala klinis, diagnosa, serta penatalaksanaan dari retinitis pigmentosa. Selain itu, untuk emenuhi
tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteraan
Universitas Sumatera Utara.
1
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : HASBIYAS S. ALHUDAWINIM : 070100038
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan multilapis yang
melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan
hampir sama jauhnya dengan korpus siliari dan berakhir di tepi ora serata. Pada orang dewasa,
ora serata berada sekitar 6,5mm di belakang garis schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di
belakang garis ini pada sisi nasal. Di sebagian besar tempat retina dan epitelium pigmen retina
mudah berpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasio
retina. Tetapi pada diskus dan ora serata, retina dan eiptelium pigmen retina saling melekat kuat,
sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina.1
Gambar 1. Anatomi retina
Retina mempunyai tebal 0,12 mm pada ora serata dan 0,23 mm pada kutub posterior. Di
tengan-tengan kutub posterior terdapat makula yang mengandung xanthophylls (pigmen kuning).
Secara histologis makula terdiri dari dua atau lebih lapisan sel ganglion dengan diameter 5-6
mm. Makula berwarna kuning akibat akumulasi dari karotenoid teroksidasi khususnya lutein
2
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : HASBIYAS S. ALHUDAWINIM : 070100038
dan zeaxhantine di tengah-tengah makula. Karotenoid ini berperan sebagai antioksidan dan
berfungsi untuk memfilter gelombang sinar biru yang berperan dalam retinitis solar. 2,1,4
Di tengah-tengah makula terdapat fovea (fovea sentralis) dengan diameter 1,5 mm dan di
dalamnya terdapat fotoreseptor yang berperan dalam ketajaman pengihatan dan penglihatan
warna. Di dalam fovea terdapat foveal avascular zone. Di tengah-tengah fovea foveola dengan
diameter 0,35 dan di dalamnya tersusun padat sel kerucut. Di sekitar fovea terdapat lingkaran
yang berdiameter 0,5 mm yang disebut parafoveal dimana tersusun dari lapisan sel ganglion,
lapisan inti dalam dan lapisan pleksiformis luar yang tebal. Di sekeliling daerah ini terdapat
lingkaran berdiameter 1,5 mm, disebut perifoveal zone.2,5
Gambar 2. Anatomi makula yang disebut juga area sentralis atau pole posterior.
Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai berikut : 1,4,5,12
Membrana limitans interna
Lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju
nervus optikus
Lapisan sel ganglion
3
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : HASBIYAS S. ALHUDAWINIM : 070100038
Lapisan pleksiformis dalam yang mengandung sambungan-sambungan sel ganglion
dengan sel amakrin dan sel bipolar
Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel bipolar dan sel
horizontal dengan fotoreseptor
Lapisan inti luar sel fotoreseptor
Membrana limitans eksterna
Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
Epitelium pigmen retina
Gambar 3. Lapisan retina
Sinar yang mengenai retina harus menembus melewati seluruh lapisan retina untuk
mencapai fotoreseptor. Densitas dan distribusi fotoreseptor bervariasi sesuai dengan topografi di
retina. Di fovea, fotoreseptor didominasi oleh sel kerucut, khususnya yang sensitive terhadap
warna merah dan hijau dengan densitasnya mencapai 140.000 sel kerucut per millimeter persegi.
4
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : HASBIYAS S. ALHUDAWINIM : 070100038
Fovea sentralis hanya mengandung sel kerucut dan sel muller dan tidak dijumpai sel batang.
Jumlah sel kerucut semakin berkurang menjauhi fovea sentralis, dan pada daerah perifer tidak
dijumpai sel kerucut dan digantikan oleh sel batang dan mencapai densitas tertinggi yaitu
160.000 sel per millimeter persegi. 2
Neuro Vaskularisasi Retina
Lapisan dalam retina (mulai dari lapisan membran limitans interna sampai lapisan inti
dalam) diperdarahi oleh arteri retina sentralis yang berasal dari arteri optalmika. Lapisan retina
sisanya tidak mempunyai pembuluh darah dan memperoleh nutrisi secara difusi dari lapisan
koroid yang kaya akan kapiler. Arteri retina sentralis memasuki orbita bersama dengan nervus
optikus dan bercabang menjadi empat percabangan yaitu cabang superior-nasal, superior
temporal, inferior-nasal, inferior temporal. Arteri-arteri ini tidak mempunyai anastomosis
sehingga apabila terjadi sumbatan akan menyebabkan infark retina.2,4,5,12
Retina tidak mempunyai persarafan sensoris sehingga kerusakan pada retina tidak akan
menyebabkan nyeri.4,5
2.2 Fisiologi Retina
Retina terdiri atas fotoreseptor yang berperan dalam proses penglihatan yaitu fotoreseptor
batang dan kerucut. Kedua fotoreseptor ini mengandung komponen kimia yang sensitive
terhadap cahaya yang berperan dalam proses penglihatan. Pada sel batang dikenal dengan
rodopsin dan pada sel kerucut dikenal dengan pigmen warna yang mempunyai susunan yang
sedikit berbeda dengan rodopsin.3
Segmen terluar dari sel batang yang mendekati lapisan pigmen retina mengandung
rodopsin sekitar 40%. Rodopsin merupakn kombinasi dari protein scotopsin dengan pigmen
karotenoid retina. Retina mempunyai bentuk rantai 11-cis. Bentuk cis ini penting karena hanya
bentuk ini yang dapat mengikat scotopsin untuk membentuk rodopsin.3
Ketika energi cahaya diabsorpsi oleh rodopsin, maka akan terjadi dekomposisi rodopsin
menjadi fraksi yang sangat kecil menjadi barthorhodopsin. Kemudian barthorhodopsin berubah
menjadi lumirhodopsin kemudian menjadi metarhodopsin I dan terakhir menjadi metarhodopsin
II. Bentuk akhir ini, metarhodopsin, dikenal juga sebagai rodopsin yang teraktivasi yang
5
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : HASBIYAS S. ALHUDAWINIM : 070100038
mengeksitasi perubahan impuls listrik di dalam sel batang melalui proses hiperpolarisasi sel
batang yang .kemudian menyampaikan impuls visual ke system saraf pusat.3
Gambar 4. Aktivasi rodopsin
Pembentukan rodopsin diawali dengan isomerisasi rantai all-trans retinal menjadi rantai
11-cis retina dengan bantuan enzim retinal isomerase. Setelah 11-cis retina terbentuk secara
otomomatis akan berikatan dengan skotopsin dan membentuk rodopsin yang akan tetap stabil
sampai terjadi dekomposisi kembali yang dipicu oleh absorbsi energy cahaya.3
Rantai all-trans retinal yang terbentuk dalam proses aktivasi rodopsin dapat dikonversi
menjadi bentuk all-trans retinol yang merupakan salah satu bentuk vitamin A. Dengan bantuan
enzim isomerase all-trans retinol akan dikonversi menjadi bentuk 11-cis retinol yang kemudian
berubah menjadi 11-cis retinal yang kemudian berikatan dengan skotopsin membentuk rodopsin.
Vitamin A yang terdapat pada sel batang dapat diubah menjadi bentuk retina apabila dibutuhkan,
dan sebaliknya retinal yang berlebih diretina dapat diubah menjadi vitamin A. Hal ini penting,
karena berhubungan dengan proses penglihatan, seperti yang terjadi pada rabun senja. Pada
6
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : HASBIYAS S. ALHUDAWINIM : 070100038
rabun senja terjadi defisiensi vitamin A yang berat dan tanpa vitamin A jumlah retinal dan
rodopsin yang terbentuk juga semakin berkurang. 3
Komponen fotokimia pada sel kerucut mempunyai struktur yang mirip dengan komponen
kimia rodopsin pada sel batang. Perbedaannya berada pada komponen protein atau opsin, disebut
dengan photopsin pada sel kerucut, sedikit berbeda dengan skotopsin pada sel batang. Komponen
retinal pada pigmen retina sama pada sel kerucut dan sel batang.3
Sel kerucut sensitif terhadap pigmen warna yang berbeda. Pigmen warna ini dikenal
dengan pigmen sensitif warna biru, pigmen sensitif warna hijau dan pigmen sensitif warna
merah.3
Gambar 5. Absorbsi cahaya oleh pigmen retina sel batang dan sel kerucut.
Jalur penghantaran sinyal visual dari sel kerucut ke sel ganglion berbeda dengan jalur
penghantaran sinyal visual dari sel batang ke sel ganglion. Neuron dan serabut saraf yang
menghantar sinyal visual dari penglihatan sel kerucutlebih besar dan dua kali lebih cepat
menghantarkan sinyal visual dibandingkan dengan penglihatan sel kerucut.3
7
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : HASBIYAS S. ALHUDAWINIM : 070100038
Gambar 6. Organisasi neural retina, sebelah kiri di daerah perifer retina dan di sebelah kanan di
daerah fovea
Dari gambar di atas terlihat jalur penghantaran sinyal visual dari fotoreseptor menuju ke
sel ganglion. Fotoreseptor baik sel kerucut maupun sel batang akan menghantarkan sinyal visual
menuju lapisan pleksiformis eksterna yang akan bersinaps dengan sel bipolar dan sel horizontal.
Sel bipolar akan menghantarkan sinyal visual akan meneruskan sinyak visual menuju lapisan
pleksiformis interna yang akan bersinaps dengan sel ganglion dan sel amakrin. Sel amakrin akan
menghantarkan sinyal visual melalui dua arah yaitu secara langsung dari sel bipolar menuju sel
ganglion atau secara horizontal di dalam lapisan pleksiformis interna dari akson sel bipolar ke
dendrite sel ganglion atau sel amakrin yang lainnya. Sel ganglion kemudian akan menghantarkan
sinyak dari retina menuju nervus optikus dan kemudian menuju otak.2,3
2.3 Defenisi Retinitis Pigmentosa
Retinitis pigmentosa merupakan sekelompok degenerasi retina herediter yang ditandai
oleh disfungsi progresif fotoreseptor dan disertai oleh hilangnya sel secara progresif dan
akhirnya atrofi beberapa lapisan retina1. Atau sekelompok gangguan retina yang menyebabkan
hilangnya ketajaman penglihatan secara progresif, defek lapangan penglihatan, dan kebutaan
pada malam hari (night blindness). Sebutan retinitis pigmentosa berasal dari deposit pigmen
yang merupakan karakteristik penyakit ini.4
2.4 Insidensi5
- Terjadi pada 5 orang per 1000 populasi dunia.
- Usia. Muncul pada masa kanak-kanank dan berkembang lambat, dan sering terjadi
kebutaan setelah usia dewasa.
- Jenis Kelamin. Pada umumnya pria lebih sering terkena dari pada wanita dengan
perbandingan 3:2.
- Laterality. Penyakit ini hampir terjadi secara bilateral.
8
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : HASBIYAS S. ALHUDAWINIM : 070100038
2.5 Etiologi
Retinitis pigmentosa merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara mendel yang
terjadi pada beberapa kasus. Beberapa kasus retinitis pigmentosa disebabkan oleh mutasi DNA
mitokondria. Pada tahun 1990 gen pertama yang menunjukkan kelainan pada retinitis
pigmentosa yaitu rhodopsin, yang merupakan pengkodean rod visual pigmen. Sejak saat itu,
banyak kelainan gen yang bisa mengakibatkan terjadinya retinitis pigmentosa.6
Retinitis pigmentosa terjadi sebagai gangguan isolated sporadic, atau kelainan genetik
autosomal dominant (AD), autosomal recessive(AR), atau X-Linked recessive (XL). Bentuk
terbanyak kelainan gen pada retinitis pigmentosa yaitu autosomal recessive, diikuti oleh autosom
dominan. Sedangkan bentuk yang sedikit yaitu X-linked resesif.5,10
2.6 Bentuk-bentuk Retinitis Pigmentosa
Adapun bentuk-bentuk retinitis pimentosa yaitu: 4
1. Rod-cone dystrophy (retinitis pigmentosa klasik)
2. Cone-rod dystrophy
3. Sectoral retinitis pigmentosa
4. Retinitis pigmentosa sine pigmento (bentuk tanpa pigmen)
5. Unilateral retinitis pigmentosa
6. Leber’s amaurosis (terjadi pada early childhood )
7. Retinopathy punctata albescens (punctate retinitis)
8. Kombinasi dengan gangguan sindrome yang lain dan ganguan metabolik seperti
mukopolysakaridosis, fanconi’s sindrom, mukolipidosis, peroxisomal disorder,
cockayne’s sindrome, mitokondrial myopati, usher’s syndrome, renal tubuler defect
syndrome. Retinitis pigmentosa hampir terjadi dalam bentuk rod-cone dystrophy.
2.7 Gejala Klinis
Gejala awal seringkali muncul pada awal masa kanak-kanak.
Sel batang pada retina (berperan dalam penglihatan pada malam hari) secara bertahap mengalami
kemunduran sehingga penglihatan di ruang gelap atau penglihatan pada malam hari menurun.
Lama-lama terjadi kehilangan fungsi penglihatan tepi yang progresif dan bisa
9
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : HASBIYAS S. ALHUDAWINIM : 070100038
menyebabkankebutaan. Sedangkan pada stadium lanjut, terjadi penurunan fungsi penglihatan
sentral.7
Retinitis pigmentosa biasanya terkena bilateral pada kedua mata dengan penurunan
fungsi rod photoreceptors. Adapun simptom yang biasa yaitu:5,8
1. Simtom visual
Nyctalopia, penglihatan yang buruk pada malam hari dengan adaptasi penglihatan
yang gelap
Penurunan penglihatan perifer, akibat dari densitas sel batang yang lebih besar
terhadap perifer
Penurunan penglihatan sentral pada akhirnya
2. Perubahan pada Fundus
Perubahan pigmen retina. Ini adalah jenis perivaskular dan berbentuk sepert bone
spicules. Pada awalnya perubahan ini ditemukan hanya pada bagian equatorial dan
kemudian berlanjut ke bagian anterior dan posterior.
Arteriol retina berkurang dan menjadi seperti benang pada tingkat yang lanjut
Optic disc menjadi pucat pada tingkat lanjut dan terjadi atrofi
Perubahan yang lain yang dapat terlihat adalah colloid bodies,choroidal sclerosis,
cystoid macular oedema, atrophic or cellophane maculopathy.
10
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : HASBIYAS S. ALHUDAWINIM : 070100038
Gambar 7. Fundus picture in retinitis pigmentosa
Gambar 8. Consecutive optic atrophy in retinitis pigmentosa
3. Perubahan lapangan pandang penglihatan
Annular atau ring-shaped scotoma adalah gambaran adanya degenerasi pada bagian
equator pada retina. Seperti progres dari suatu penyakit, scotoma meningkat pada bagian anterior
dan posterior dan utamanya hanya penglihatan central berada disebelah kiri (tubular vision).
Biasanya hal ini hilang dan pasien menjadi buta.
11
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : HASBIYAS S. ALHUDAWINIM : 070100038
Gambar 9. Field change in retinitis pigmentosa
4. Perubahan Elektrofisiologi
Perubahan secara electrofisiologi ini muncul diawal sebelum gejala subjektif dan tanda-
tanda objektif muncul.
a. Electro-retinogrsm (ERG) subnormal atau terhapus (abolished)
b. Electro-oculogram (EOG) menunjukkan tidak adanya puncak cahaya.
Pasien dengan gangguan penglihatan yang berat dapat terjadi halusinasi dan gangguan
tidur. Hal ini merupakan suatu kesempatan penting bagi pasien untuk berdiskusi tentang
diagnosis penyakitnya dan konseling genetik prognosis penyakitnya.9
2.8 Patofisiologi
Mekanisme pasti dari degenerasi fotoreseptor belum diketahui, tetapi akhirnya dapat
terjadi apoptosis degeneratif fotoreseptor batang dengan fotoreseptor kerucut pada tingkat yang
lanjut. Retinitis pigmentosa dapat respon terhadap fotoreseptor yang atrofi dengan proliferasi
kedalam retina. Sel-sel pigmen berkumpul disekitar pembuluh darah retina yang atrofi, yang
dapat diketahui dengan fundus sebagai bentuk klasik “bone spicule”.8
Retinitis pigmentosa biasanya dianggap sebagai distrofi batang-kerucut (rod-cone
dystrophy) dimana defek genetik menyebabkan kematian sel (apoptosis), terutama di
fotoreseptor batang. Jarang terjadinya defek genetik akibat pengaruh fotoreseptor epitelium
pigmen retina dan kerucut. Retinitis pigmentosa memiliki variasi fenotipik yang signifikan,
karena ada banyak gen yang berbeda yang mengarah ke diagnosis retinitis pigmentosa, dan
pasien dengan mutasi genetik yang sama dapat ditandai dengan temuan retina sangat berbeda.11
12
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : HASBIYAS S. ALHUDAWINIM : 070100038
Gambar 10. Cone dydtrophydan cone dystrophy menunjukkan typical central macular atrophy
yang ditemukan pada kondisi ini
Perubahan histopatologi pada retinitis pigmentosa telah didokumentasikan dengan baik,
dan baru baru ini, perubahan histologis tertentu yang terkait dengan mutasi gen tertentu telah
dilaporkan. Tahap akhir terjadi kematian sel fotoreseptor tetap oleh apoptosis. Perubahan
histologis pertama yang ditemukan di fotoreseptor adalah pemendekan segmen luar
batang. Segmen luar semakin memendek, diikuti oleh hilangnya fotoreseptor batang. Hal ini
terjadi paling signifikan di pinggiran pertengahan retina. Daerah-daerah retina mencerminkan
apoptosis sel dengan memiliki inti menurun di lapisan nuklir luar. Dalam banyak kasus,
degenerasi cenderung memburuk pada bagian retina rendah, sehingga menunjukkan peran untuk
eksposur cahaya.11
Jalur akhir yang umum dalam retinitis pigmentosa biasanya kematian dari fotoreseptor
batang yang menyebabkan hilangnya penglihatan. Sebagai batang yang paling padat ditemukan
di retina midperipheral, hilangnya sel di daerah ini cenderung menyebabkan kehilangan
penglihatan perifer dan kehilangan penglihatan pada malam hari. Bagaimana mutasi gen
menyebabkan perlambatan kematian fotoreseptor batang progresif bisa terjadi dengan banyak
jalan, yang kenyataannya bahwa begitu banyak mutasi yang berbeda dapat menyebabkan
gambaran klinis yang serupa.11
Kematian fotoreseptor kerucut terjadi dengan cara yang mirip dengan apoptosis batang
dengan pemendekan segmen luar diikuti dengan hilangnya sel. Hal ini dapat terjadi lebih awal
atau terlambat dalam berbagai bentuk retinitis pigmentosa.11
13
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : HASBIYAS S. ALHUDAWINIM : 070100038
2.9 Diagnosis
Retinitis pigmentosa merupakan penyakit retina degeneratif yang memiliki karakteristik
adanya deposit pigmen di retina. Kelainan ini merupakan degenerasi primer fotoreseptor batang
dengan fotoreseptor kerucut sebagai degenerasi sekunder, yang dapat menjelaskan mengapa
pasien dapat mengalami kebutaan pada malam hari.6
Adapun untuk menegakkan diagnosis dari retinitis pigmentosa berdasarkan temuan klinis
retinitis pigmentosa (lihat gejala klinis) yaitu berdasarkan simtom visual, perubahan pada fundus,
perubahan lapangan pandang penglihatan, perubahan elektrofisiologi.6
Selain itu, diagnosis juga dapat dibuat oleh ophtalmoskopi berdasarkan gambaran klasic
dasar. Rod-cone dystrophy (Utamanya sel batang yang terkena). Adanya “bone spicule” yang
merupakan proliferasi epitelium retina yang dapat dilihat pada bagian tengah perifer retina.
Kelainan ini perlahan-lahan menyebar ke sentral dan lebih jauh lagi sampai ke perifer (gambar
10). Awal defisit yang terjadi yaitu defek penglihatan warna dan gangguan persepsi kontra.
Atrofi optic nerve yang terjadi pada fase lanjut. Arteri-arteri menjadi sempit.4
Gambar 11. Karakteristik tanda adanya narrowed retinal vessels, waxy yellow appearance of the optic disk due to atrophy of the optic nerve, and “bone-spicule” proliferation of retinal pigment
epithelium.
Pada cone-rod dystrophy (Utamanya sel kerucut yang terkena). Adanya penurunan visus
diawal dengan penurunan progress dari lapangan pandang penglihatan. Kedua bentuk kelainan
dari retinitis pigmentosa ini dapat diketahui melalui electroretinography.4
2.10 Diagnosa Banding
Adapun diagnosa banding dari retinitis pigmentosa yaitu:10
End stage chloroquine retinopathy
14
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : HASBIYAS S. ALHUDAWINIM : 070100038
Kesaman : Penurunan difus bilateral epitelium pigmen retina dengan pembuluh
darah choroid yang jelas dan penyempitan arteriol-arteriol.
Perbedaan : Perubahan pigmentasi yang tidak melibatkan perivaskular konfigurasi
“bone corpuscle”; atrofi optic tidak seperti lilin.
End stage thioridazine retinopathy
Kesamaan : Penurunan difus bilateral epitelium pigmen retina
Perbedaan : Perubahan pigmen seperti plaque (plaque-like pigmentary change) dan
tidak adanya nyctalopia
End stage syphilitic neuroretinitis
Kesamaan : Lapangan pandang terbatas, penyempitan vaskular dan perubahan
pigmen
Perbedaan : Nyctalopia ringan, keterlibatan assimetris dengan ringan atau tidak
adanya choroid
Cancer-related retinopathy
Kesamaan : Nyctalopia. Terbatasnya lapangan pandang perifer, penyempitan arteriol
dan elektroretinogram yang dapat dibedakan
Perbedaan : Perubahan pigmen ringan atau tidak ada
2.11 Penatalaksanaan
Belum ada pengobatan yang efektif untuk retinitis pigmentosa. Penderita dianjurkan
untuk berkunjung secara teratur kepada spesialis mata untuk memantau kelainan ini. Sebaiknya
dilakukan secara teratur setiap 5 tahun termasuk untuk menguji lapangan pandang dan evaluasi
electroretinogram.7,11
Pemakaian kaca mata gelap untuk melindungi retina dari sinar ultraviolet bisa
mempertahankan fungsi penglihatan. Baru-baru ini, muncul terapi baru (meskipun masih dalam
perdebatan) seperti pemberian antioksidan (misalnya vitamin A palmitat) bisa menunda
perkembangan penyakit ini.7,11
1. Medical Care
Vitamin A/ Beta Karoten
15
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : HASBIYAS S. ALHUDAWINIM : 070100038
Antioksidan dapat bermanfaat dalam mengobati pasien dengan retinitis pigmentosa,
tetapi belum ada bukti, yang jelas pada saat ini. Sebuah studi komprehensif terbaru
epidemiologi menyimpulkan bahwa dosis harian yang sangat tinggi dari vitamin A
palmitat (15.000 U / d) memperlambat kemajuan RP sekitar 2% per tahun.
Docosahexaenoic acid (DHA)
DHA adalah asam lemak tak jenuh ganda omega-3 dan antioksidan. Penelitian telah
menunjukkan korelasi ERG (electroretinogram) amplitudo dengan konsentrasi DHA
eritrosit-pasien. Studi lainnya melaporkan adanya perubahan ERG kurang pada
pasien dengan tingkat yang lebih tinggi kadar DHA.
Acetazolamide
Edema makula dapat mengurangi penglihatan dalam tahap lanjut dari retinitis
pigmentosa. Dari banyak terapis mencoba, acetazolamide oral telah menunjukkan
hasil yang paling menggembirakan dengan beberapa perbaikan dalam fungsi
visual. Studi yang dilakukan oleh Fishman dkk dan Cox et al telah menunjukkan
perbaikan dalam ketajaman visual snelling dengan acetazolamide oral untuk pasien
yang memiliki retinitis pigmentosa dengan edema makula
Calcium channel blocker
Calcium channel blockers, seperti diltiazem, adalah obat-obat yang biasa digunakan
pada penyakit jantung. Kalsium channel blocker telah menunjukkan beberapa
manfaat dalam beberapa model binatang dari retinitis pigmentosa tetapi mereka
tidak efektif dalam model lain.
Lutein / zeaxanthin
Lutein dan zeaxanthin merupakan makula pigmen yang tubuh tidak dapat membuat
melainkan berasal dari sumber makanan. Lutein berfungsi untuk melindungi macula
16
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : HASBIYAS S. ALHUDAWINIM : 070100038
dari kerusakan oksidatif, dan suplementasi oral telah terbukti meningkatkan pigmen
makula. Dosis 20 mg / hari telah direkomendasikan.
Asam valproik
Asam valproik oral telah menunjukkan manfaat dalam uji klinis, dan uji klinis yang
lebih lanjut sedang dilakukan.
Obat-obat yang dapat menyebabkan efek yang tidak diinginkan menjadi retinitis
pigmentosa
Sotretinoin (Accutane), obat yang digunakan untuk mengobati jerawat telah
dilaporkan memperburuk penglihatan pada malam hari, respon electroretinogram,
dan adaptasi terhadap gelap. Sildenafil (Viagra), obat untuk mengobati disfungsi
ereksi telah terbukti menyebabkan perubahan reversibel elektroretinogram dan
penglihatan .Sildenafil adalah inhibitor PDE5 dan kurang begitu sensitif terhadap
PDE6. Mutasi dari gen PDE6 diketahui menyebabkan RP autosomal resesif.
Obat Lain
Dosis 1000 mg /hari asam askorbat telah direkomendasikan, tetapi belum ada bukti
bahwa asam askorbat sangat membantu. Bilberry juga direkomendasikan oleh
beberapa praktisi pengobatan alternatif dalam dosis 80 mg, tetapi belum ada studi
terkontrol tentang khasiat dalam pengobatan pasien dengan retinitis pigmentosa.
Antibodi antiretinal, agen imunosupresif (termasuk steroid) juga telah digunakan
dengan sukses.
2. Surgical Care
Katarak ekstraksi
Operasi katarak sering bermanfaat dalam tahap selanjutnya penobatan retinitis
pigmentosa. Bastek et al, mempelajari 30 pasien dengan retinitis pigmetasi, 83% dari
mereka menunjukkan perbaikan dalam pengobatan, dengan 2 garis pada grafik
ketajaman visual Snellen setelah dilakukan operasi katarak
17
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : HASBIYAS S. ALHUDAWINIM : 070100038
Faktor pertumbuhan
Faktor neurotropik ciliary (CNTF) telah menunjukkan adanya perlambatan
degenerasi retina pada sejumlah model hewan. Tahap II uji klinis sedang dilakukan,
dengan menggunakan bentuk dienkapsulasi dari sel-sel epitelium pigmen retina
menghasilkan CNTF (Neurotech) untuk pasien dengan sindrom Usher dan RP. Sel-
sel ini harus dikemas dengan pembedahan yang diletakkan ke dalam mata. Tahap I
hasil uji coba klinis telah mendukung.
Transplantasi
Transplantasi sel epitelium pigmen retina telah dittranspalntasikan ke dalam ruang
subretinal untuk menyelamatkan fotoreseptor pada hewan model retinitis
pigmentosa. Salah satu pendekatan yang mungkin berguna adalah modifikasi ex vivo
pada sel-sel yang terdapat faktor-faktor trofik.
Prostesis retina
Sebuah chip prostesis atau phototransducing retina ditanamkan pada permukaan
retina dan telah diteliti selama beberapa tahun. Lapisan sel ganglion retina yang sehat
dapat dirangsang, dan implan pada hewan model memiliki stabilitas jangka panjang.
Dalam sebuah studi oleh Humayun et al, ini telah terbukti bermanfaat pada
manusia. Satu pasien yang tidak punya persepsi cahaya, mampu melihat dan
melokalisasi senter setelah prostesis pada retinitis pigmentosa
Terapi gen
Terapi gen masih dalam penelitian, dengan harapan untuk menggantikan protein
yang rusak dengan menggunakan vektor DNA (misalnya, adenovirus, Lentivirus).
2.12 Prognosis
18
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : HASBIYAS S. ALHUDAWINIM : 070100038
Retinitis pigmentosa merupakan suatu progress yang kronik. Penampakan klinis
tergantung pada jenis dari kelainan yang terjadi, masing-masing bentuk keparahan dapay
menyebabkan kebutaan.4
BAB III
KESIMPULAN
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan multilapis yang
melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.
Retinitis pigmentosa merupakan sekelompok degenerasi retina herediter yang ditandai
oleh disfungsi progresif fotoreseptor dan disertai oleh hilangnya sel secara progresif dan
akhirnya atrofi beberapa lapisan retina
Gejala awal seringkali muncul pada awal masa kanak-kanak.
Sel batang pada retina (berperan dalam penglihatan pada malam hari) secara bertahap
mengalami kemunduran sehingga penglihatan di ruang gelap atau penglihatan pada
malam hari menurun
Pengobatan terdiri dari medical care dan surgical care. Pemakaian kaca mata gelap untuk
melindungi retina dari sinar ultraviolet bisa mempertahankan fungsi penglihatan.
Pemberian antioksidan (misalnya vitamin A palmitat) bisa menunda perkembangan
penyakit ini (masih dalam penelitian)
19
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : HASBIYAS S. ALHUDAWINIM : 070100038
Retinitis pigmentosa merupakan suatu progress yang kronik. Penampakan klinis
tergantung pada jenis dari kelainan yang terjadi, masing-masing bentuk keparahan dapay
menyebabkan kebutaan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Riordan-Eva P. Bab 1 : Anatomi dan Embriologi Mata, Retinitis Pigmentosa. Dalam
Vaughan GD, Asbury T, dan Riordan-Eva Paul (editor). Oftalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta : Widya Medika; 2000. P. 1-29, 208-209.
2. American Academy Of Ophthalmology. Basic Clinical Science Course : Retina and
Vitreuos. Section 12 th. Singapore. American Academy Of Ophthalmology. 2007. P.7-
15,25
3. Guyton, Arthur C. Textbook of Medical Physiology. 11th edition.2006. Philadelphia.
Elsevier. P. 626-636
4. Lang GK. Retinitis Pigmentosa. In Ophthalmology A short of Textbook. NewYork:
Thieme Stuttgart ;2000. P. 3343-345
5. Khurana AK. Retinitis Pigmentosa. In:Comprehensive Ophtalmology.4th ed. New Delhi:
New Age International (P) Ltd; 2007. P.268-269
6. Hamel Christian, 2003. Retinitis Pigmentosa. Perancis: Orphanet
7. Medicastore. Retinitis Pigmentosa
20
PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
NAMA : HASBIYAS S. ALHUDAWINIM : 070100038
Available From :
http://www.medicastore.com [Accesed on 12 Oktober 2012]
8. Sehu KW, R. Lee William. Ophthalmic Pathology: Retinitis Pigmentosa. 1th ed. 2005.
Australia. BMJ. P. 224-225
9. Khaw PT, et all., ABC Of Eyes, Fourth Edition: Retinitis Pigmentosa. 4th ed.2004.
London. BMJ. P. 41.
10. Kanski, Jack J. Clinical Ophthalmology : Retinitis Pigmentosa. 7th ed. 2011. Cina.
Elsevier. P. 491-494
11. Telander David G, MD, PhD., Retinitis Pigmentosa. Medscape
Available From:
http://www.medscape.com [Accesed on 12 Oktober 2012]
12. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. Hal 1-12
21