paper mata yoga

38
PAPER DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN NAMA : YOGA R SIREGAR NIM : 090100037 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 1967 kebutaan telah dideklarasikan sebagai masalah nasional, dimana kebutaan dapat berdampak pada masalah sosial, ekonomi dan psikologi bukan hanya bagi penderita melainkan juga bagi masyarakat dan negara. Prevalensi kebutaan di Indonesia masih sangat tinggi dengan penyebab utamanya yaitu katarak (0,78%), glaukoma (0,2%), kelainan refraksi (0,14%) dan beberpa penyakit yang berhubungan dengan lanjut usia (0,38%). Berdasarkan perkiraan WHO, tahun 2000 ada sebanyak 45 juta orang didunia yang mengalami kebutaan. Sepertiga dari jumlah itu berada di Asia Tenggara. Untuk kawasan Asia Tenggara. Untuk Kawasan Asia Tenggara, berdasarkan Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia sekitar 1,5 % dari jumlah penduduk atau setara dengan 3 juta orang. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding Bangladesh (1%), India (0,7%), dan Thailand (0,3%). Jumlah penderita kebutaan di Indonesia meningkat, disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk, meningkatnya usia harapan hidup, kurangnya pelayanan kesehatan mata dan kondisi geografis yang tidak menguntungkan. 1

Upload: yoga-regar

Post on 03-Sep-2015

232 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

asdasdas

TRANSCRIPT

PAPERDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : YOGA R SIREGARNIM : 090100037

BAB 1

PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang

Sejak tahun 1967 kebutaan telah dideklarasikan sebagai masalah nasional, dimana kebutaan dapat berdampak pada masalah sosial, ekonomi dan psikologi bukan hanya bagi penderita melainkan juga bagi masyarakat dan negara. Prevalensi kebutaan di Indonesia masih sangat tinggi dengan penyebab utamanya yaitu katarak (0,78%), glaukoma (0,2%), kelainan refraksi (0,14%) dan beberpa penyakit yang berhubungan dengan lanjut usia (0,38%). Berdasarkan perkiraan WHO, tahun 2000 ada sebanyak 45 juta orang didunia yang mengalami kebutaan. Sepertiga dari jumlah itu berada di Asia Tenggara. Untuk kawasan Asia Tenggara. Untuk Kawasan Asia Tenggara, berdasarkan Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia sekitar 1,5 % dari jumlah penduduk atau setara dengan 3 juta orang. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding Bangladesh (1%), India (0,7%), dan Thailand (0,3%). Jumlah penderita kebutaan di Indonesia meningkat, disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk, meningkatnya usia harapan hidup, kurangnya pelayanan kesehatan mata dan kondisi geografis yang tidak menguntungkan.

Berdasarkan survei WHO pada tahun 2000, dari sekitar 45 juta penderita kebutaan 16% diantaranya disebabkan karena glaukoma, dan sekitar 0,2 % kebutaan di Indonesia disebabkan oleh penyakit ini. Sedangkan survei Departemen Kesehatan RI 1982-1996 melaporkan bahwa galukoma menyumbang 0,4 5 atau sekitar 840.000 orang dari 210 juta penduduk penyebab kebutaan. Kondisi ini semakin diperparah dengan pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang rendah akan bahaya penyakit ini. Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah melakukan analisa kepustakaan mengenai prevalensi, insiden dan derajat dari berbagai jenis glaukoma. Dengan menggunakan data tahun1980-1990, WHO melaporkan jumlah populasi di dunia dengan tekanan bola mata yang tinggi (>21 mmHg) sekitar 104,5 juta orang Prevalensi kebutaan untuk semua jenis glaukoma diperkirakan mencapai 5,2 juta orang. Glaukoma bertanggung jawab atas 15 % penyebab kebutaan, dan menempatkan glaukoma sebagai penyebab ketiga kebutaan di dunia setelah katarak dan trakhoma.Glaukoma adalah suatu kelompok penyakit yang memiliki karakteristik neuropati optik yang berhubungan dengan kehilangan fungsi penglihatan.1 Glaukoma kongenital adalah kelompok beragam gangguan dimana tekanan intraokular yang normal meningkat akibat kelainan perkembangan dari sudut ruang anterior menghalangi aliran akuos humor dimata.21.2.Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan paper ini adalah untuk mengetahui fisiologi akuos humor, mengetahui manifestasi Glaukoma sudut tertutup mulai dari definisi, etiologi, diagnosa, manifestasi klinis, dan penatalaksanaanya. Selain itu, tujuan penulisan paper ini adalah sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA2.1. Anatomi Bilik Mata Depan (COA)

Bilik mata depan merupakan struktur penting dalam hubungannya dengan pengaturan tekanan intraokular. Hal ini disebabkan karena pengaliran cairan akuos harus melalui bilik mata depan terlebih dahulu sebelum memasuki kanal Schlemm. Bilik mata depan dibentuk oleh persambungan antara kornea perifer dan iris.2,4Bagian mata yang penting dalam glaukoma adalah sudut filtrasi. Sudut ini berasal dari akar iris, bagian terdepan dari badan siliaris, taji sklera, anyaman trabekular, dan garis Schwalbe (ujung tonjolan membran Descement dari kornea). Lebar sudut ini bervariasi pada individu yang berbeda dan berperan dalam mekanisme dari tipe glaukoma yang berbeda. Secara klinis, struktur sudut dapat dilihat dari pemeriksaan gonioskopi.4

Anyaman trabekular, merupakan suatu struktur seperti saringan yang terdiri dari 3 bagian, yakni:2

1. Jalinan uveal, ini merupakan bagian yang paling dalam dari anyaman trabekular dan membentang dari akar iris dan badan siliaris menuju garis Schwalbe. Susunan dari pita trabekular uveal menciptakan pembukaan 25- 75 mm.

2. Jalinan korneoskleral, membentuk bagian dalam yang lebih luas yang terbentang dari taji skleral menuju dinding skleral menuju sulkus sklera. Jalinan ini terdiri dari lembaran trabekular yang berlubang oleh pembukaan pembukaan elips yang lebih kecil daripada yang ada pada jalinan uveal.

3. Jalinan jukstakanalikular, membentuk bagian yang paling luar dari jalinan dan terdiri dari selapis jaringan ikat terletak pada setiap sisi endotelium. Bagian yang sempit dari trabekula ini menghubungkan jalinan korneoskleral dengan kanal Schlem. Kenyataannya lapisan endotelial yang paling luar dari jalinan jukstakanalikular yang menyatu dengan dinding bagian dalam kanal Schlemm. Bagian dari anyaman trabekula terutama untuk mempertahankan resistensi aliran akuos humor.

Kanal Schlemm, merupakan lapisan endotel yang membentuk saluran oval yang sirkumferensial di sulkus sklera. Sel endotelial dari dinding dalamnya irregular, berbentuk spindle, dan mengandung vakuola-vakuola besar. Dinding luar dari lapisan ini dilapisi oleh sel gepeng halus dan memiliki pembukaan dari saluran pengumpul. Saluran pengumpul, juga disebut pembuluh akuos intra skleral, jumlahnya sekitar 25-35 dan meninggalkan kanal Schlemm pada sudut oblik untuk berakhir pada vena episklera dalam bentuk yang berlapis-lapis.2

Gambar 2.1. Bagian Struktur Sudut Bilik Mata Depan.22.2. Anatomi Akuos HumorAkuos humor adalah cairan jernih yang dibentuk oleh korpus siliaris dan mengisi bilik mata anterior dan posterior. Akuos humor mengalir dari korpus siliaris melewati bilik mata posterior dan anterior menuju sudut kamera okuli anterior. Akuos humor diekskresikan oleh trabekular meshwork.1Prosesus siliaris adalah struktur utama korpus siliaris yang membentuk akuos humor.8 Prosesus siliaris memiliki dua lapis epitelium, yaitu lapisan berpigmen dan tidak berpigmen. Lapisan dalam epitel yang tidak berpigmen diduga berfungsi sebagai tempat produksi akuos humor.1Akuos humor akan dialirkan dari kanalis Schlemm ke vena episklera untuk selanjutnya dialirkan ke vena siliaris anterior dan vena oftalmikus superior. Selain itu, akuos humor juga akan dialirkan ke vena konjungtival, kemudian ke vena palpebralis dan vena angularis yang akhirnya menuju ke vena oftalmikus superior atau vena fasialis. Pada akhirnya, akuos humor akan bermuara ke sinus kavernosus.82.3. Fisiologi Akuos Humor Akuos humor diproduksi dengan kecepatan 2-3 L/menit dan mengisi bilik anterior sebanyak 250 L serta bilik posterior sebanyak 60 L.8 Akuos humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor.10

Produksi akuos humor melibatkan beberapa proses, yaitu transport aktif, ultrafiltrasi dan difusi sederhana. Transport aktif di sel epitel yang tidak berpigmen memegang peranan penting dalam produksi akuos humor dan melibatkan Na+/K+-ATPase. Proses ultrafiltrasi adalah proses perpindahan air dan zat larut air ke dalam membran sel akibat perbedaan tekanan osmotik. Proses ini berkaitan dengan pembentukan gradien tekanan di prosesus siliaris. Sedangkan proses difusi adalah proses yang menyebabkan pertukaran ion melewati membran melalui perbedaan gradien elektron.1Sistem pengaliran akuos humor terdiri dari dua jenis sistem pengaliran utama, yaitu aliran konvensional (aliran trabekular) dan aliran nonkonvensional (aliran uveoskleral). Aliran konvensional merupakan aliran utama dari akuos humor, sekitar 90% dari total. Akuos humor mengalir dari bilik anterior ke kanalis Schlemm di trabekular meshwork dan menuju ke vena episklera, yang selanjutnya bermuara pada sinus kavernosus. Sistem pengaliran ini memerlukan perbedaan tekanan, terutama di jaringan trabekular. Aliran nonkonvensional, merupakan sistem pengaliran utama yang kedua, sekitar 5-10% dari total. Akuos humor mengalir dari bilik anterior ke muskulus siliaris dan rongga suprakoroidal lalu ke vena-vena di korpus siliaris, koroid dan sklera. Sistem aliran ini relatif tidak bergantung kepada perbedaan tekanan.8

Gambar 2.2. Aliran Akuos Humor.2

Gambar 2.3. Aliran Akuos dari Badan Siliar ke Kanal Schlemm.22.4. Tekanan IntraokuliTekanan mata yang normal berkisar antara 10-22 mmHg. Variasi nomal antara 2-6 mmHg dan mencapai tekanan tertinggi saat pagi hari, sekitar pukul 5-6 pagi.2 Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tekanan intraokuli, antara lain keseimbangan dinamis produksi dan ekskresi akuos humor, resistensi permeabilitas kapiler, keseimbangan tekanan osmotik, posisi tubuh, irama sirkadian tubuh, denyut jantung, frekuensi pernafasan, jumlah asupan air, dan obat-obatan.1,82.5. Glaukoma Sudut Tertutup2.5.1. DefinisiGlaukoma sudut tertutup primer terjadi pada mata dengan predisposisi anatomis tanpa disertai kelainan lain. Peningkatan tekanan intraocular terjadi karena sumbatan aliran keluar aqueous akibat adanya oklusi anyaman trabekular pleh iris perifer. Keadaan ini dapat bermanifestasi sebagai suatu kedaruratan oftalmologik atau dapat tetap asimptomatik sampai timbul penurunan penglihatan. Diagnosis ditegakan dengan melakukan pemeriksaan segmen anterior dan gonioskopi yang cermat. Istilah glaukoma sudut tertutup primer hanya digunakan bila penutupan sudut primer telah menimbulkan kerusakan nervus optikus dan kehilangan lapangan pandang.2

GAMBAR 3. GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP2.5.2. EpidemiologiSejak tahun 1967 kebutaan telah dideklarasikan sebagai masalah nasional, dimana kebutaan dapat berdampak pada masalah sosial, ekonomi dan psikologi bukan hanya bagi penderita melainkan juga bagi masyarakat dan negara. Prevalensi kebutaan di Indonesia masih sangat tinggi dengan penyebab utamanya yaitu katarak (0,78%), glaukoma (0,2%), kelainan refraksi (0,14%) dan beberpa penyakit yang berhubungan dengan lanjut usia (0,38%). Berdasarkan perkiraan WHO, tahun 2000 ada sebanyak 45 juta orang didunia yang mengalami kebutaan. Sepertiga dari jumlah itu berada di Asia Tenggara. Untuk kawasan Asia Tenggara. Untuk Kawasan Asia Tenggara, berdasarkan Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia sekitar 1,5 % dari jumlah penduduk atau setara dengan 3 juta orang. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding Bangladesh (1%), India (0,7%), dan Thailand (0,3%). Jumlah penderita kebutaan di Indonesia meningkat, disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk, meningkatnya usia harapan hidup, kurangnya pelayanan kesehatan mata dan kondisi geografis yang tidak menguntungkan.

Berdasarkan survei WHO pada tahun 2000, dari sekitar 45 juta penderita kebutaan 16% diantaranya disebabkan karena glaukoma, dan sekitar 0,2 % kebutaan di Indonesia disebabkan oleh penyakit ini. Sedangkan survei Departemen Kesehatan RI 1982-1996 melaporkan bahwa galukoma menyumbang 0,4 5 atau sekitar 840.000 orang dari 210 juta penduduk penyebab kebutaan. Kondisi ini semakin diperparah dengan pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang rendah akan bahaya penyakit ini. Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah melakukan analisa kepustakaan mengenai prevalensi, insiden dan derajat dari berbagai jenis glaukoma. Dengan menggunakan data tahun1980-1990, WHO melaporkan jumlah populasi di dunia dengan tekanan bola mata yang tinggi (>21 mmHg) sekitar 104,5 juta orang Prevalensi kebutaan untuk semua jenis glaukoma diperkirakan mencapai 5,2 juta orang. Glaukoma bertanggung jawab atas 15 % penyebab kebutaan, dan menempatkan glaukoma sebagai penyebab ketiga kebutaan di dunia setelah katarak dan trakhoma.

2.5.3. Klasifikasi1. Fase Prodorma ( Fase nonkongestif )

Sebelum penderita mendapat serangan akut, ia mengalami serangan prodorma, meskipun tidak selalu demikian. Pada stadium ini terdapat pengelihatan kabur, melihat halo sekitar lampu atau lilin, disertai sakit kepala, sakit pada mata dan kelemahan akomodasi. Keadaan ini dapat berlangsung - 1 jam.2Pada pemeriksaan stadium ini didapatkan :

* Injeksi perikornea yang ringan

* Kornea agak suram ( karena edema )

* Bilik mata depan dangkal

* Pupil sedikit melebar ( reaksi cahaya lambat )

* Tekanan intra okuler meninggi

Bila serangan mereda, mata menjadi normal kembali, kecuali penurunan daya akomodasi tetap ada. Karena itu bila terdapat penderita dengan kenaikan yang cepat dari presbiopinya, waspadalah terhadap kemungkinan glaukoma sudut tertutup.

Stadium ini diperberat oleh :

* Insomnia

* Kongesti vena

* Gangguan emosi

* Kebanyakan minum

* Pemakaian midriatika

Jarak antara serangan dapat terjadi setelah beberapa minggu atau bulan. Tetapi makin lama makin sering dan serangannya berlangsung lebih lama. Stadium ini dapat berlangsung beberapa minggu, bulan, bahkan beberapa tahun sebelum menjadi glaukoma akut.2. Subakut

Glaukoma subakut adalah suatu keadaan dimana terjadinya episode peningkatan TIO yang berlangsung singkat dan rekuren. Episode penutupan sudut membaik secara spontan, tetapi terjadi akumulasi kerusakan pada sudut di kamera okuli anterior berupa pembentukan sinekia anterior perifer. Kadang-kadang penutupan sudut subakut berkembang menjadi penutupan akut.-Kunci untuk diagnosis terletak pada riwayat. Akan dijumpai riwayat serangan nyeri unilateral berulang, kemerahan dan kekaburan penglihatan yang disertai oleh halo disekitar cahaya. Serangan lebih sering pada malam hari dan sembuh dalam semalam.3. Kronis

Glaukoma jenis ini adalah glaukoma primer yang ditandai dengan tertutupnya trabekulum oleh iris perifer secara perlahan. Bentuk primer berkembang pada mereka yang memiliki faktor predisposisi anatomi berupa sudut bilik mata depan yang tergolong sempit.Selain sudut bilik mata depan yang tertutup, gambaran klinisnya asimptomatis mirip glaukoma sudut terbuka primer. Glaukoma tersebut dapat pula berkembang dari bentuk intermitten, subakut atau merambat ( creeping ) atau dari glaukoma sudut tertutup primer yang tidak mendapat pengobatan , mendapat pengobatan yang tidak sempurna atau setelah terapi iridektomi perifer / trabekulektomi ( Glaukoma residual)22.5.4. Patofisiologialiran aqueus diproduksi dari korpus siliaris, kemudian mengalir melalui pupil ke kamera okuli posterior (COP) sekitar lensa menuju kamera okuli anterior (COA) melalui pupil. Cairan aqueus keluar dari COA melalui jalinan trabekula menuju kanal Schlemms dan disalurkan ke dalam sistem vena2 . Gambar dari aliran normal cairan aqueus dapat dilihat pada gambar

Gambar 4. Aliran Normal humor aqueus 9Aliran normal humor aqueus Beberapa mekanisme peningkatan tekanan intraokuler2. Korpus siliaris memproduksi terlalu banyak cairan bilik mata, sedangkan pengeluaran pada jalinan trabekular normal b. Hambatan pengaliran pada pupil sewaktu pengaliran cairan bilik mata belakang ke bilik mata depan c. Pengeluaran di sudut bilik mata terganggu. Glaukoma sudut terbuka ditandai dengan sudut bilik mata depan yang terbuka, dan kemampuan jalinan trabekula untuk mengalirkan cairan aqueus menurun (gambar 4A). Glaukoma sudut tertutup ditandai dengan tertutupnya trabekulum oleh iris perifer, sehingga aliran cairan melalui pupil tertutup dan terperangkap di belakang iris dan mengakibatkan iris mencembung ke depan. Hal ini menambah terganggunya aliran cairan menuju trabekulum9 (gambar 4B).

Gambar 4. (A) Aliran humor aqueus pada glaukoma sudut terbuka, (B) Aliran humor aqueus pada glaukoma sudut tertutup2.5.5. Diagnosa

2.5.5.1. Gejala KlinisPasien dengan glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronik sudut

terbuka) dapat tidak memberikan gejala sampai kerusakan penglihatan yang berat

terjadi, sehingga dikatakan sebagai pencuri penglihatan. Berbeda pada glaukoma

akut sudut tertutup, peningkatan tekanan TIO berjalan cepat dan memberikan

gejala mata merah, nyeri dan gangguan penglihatan.9a. Peningkatan TIO

Normal TIO berkisar 10-21 mmHg (rata-rata 16 mmHg). Tingginya TIO

menyebabkan kerusakan saraf optik tergantung beberapa faktor, meliputi

tingginya TIO dan apakah glaukoma dalam tahap awal atau lanjut. Secara

umum, TIO dalam rentang 20-30 mmHg biasanya menyebabkan kerusakan

dalam tahunan. TIO yang tinggi 40-50 mmHg dapat menyebabkan kehilangan

penglihatan yang cepat dan mencetuskan oklusi pembuluh darah retina.9b. Halo sekitar cahaya dan kornea yang keruh

Kornea akan tetap jernih dengan terus berlangsungnya pergantian cairan oleh

sel-sel endotel. Jika tekanan meningkat dengan cepat (glaukoma akut sudut

tertutup), kornea menjadi penuh air, menimbulkan halo di sekitar cahaya.

c. Nyeri. Nyeri bukan karakteristik dari glaukoma primer sudut terbuka.

d. Penyempitan lapang pandang

Tekanan yang tinggi pada serabut saraf dan iskemia kronis pada saraf optik

menimbulkan kerusakan dari serabut saraf retina yang biasanya menghasilkan

kehilangan lapang pandang (skotoma). Pada glaukoma stadium akhir

kehilangan lapang penglihatan terjadi sangat berat (tunnel vision), meski visus

pasien masih 6/6 (gambar 4).92.5.5.2. Pemeriksaan Fisik

Secara eksternal, perubahan pada kornea terutama dalam beberapa tahun pertama kehidupan sangat mendukung diagnosis glaukoma. Edema kornea, hal ini sering sebagai tanda pertama yang menimbulkan kecurigaan. Pada awalnya itu adalah epitel, tetapi kemudian ada keterlibatan stroma dan kekeruhan permanen dapat terjadi.2

Pembesaran kornea. Hal ini terjadi seiring dengan buphthalmos terutama ketika onset sebelum usia 3 tahun. Kornea normal bayi berukuran 10,5 mm. Jika diameter lebih dari 13 mm menunjukkan adanya pembesaran sedangkan diameter kornea lebih dari 16 mm memiliki prognosis yang buruk pada bayi. Air mata dan penghancuran membran Descement (striae Haab 's), Ini terjadi karena membran Descement kurang elastis dibanding dengan stroma kornea. Walaupun edema dapat berkurang dengan penurunan tekanan intraokular, scar (bekas) akan tetap tinggal permanen di asal dari Haab striae. Fotopobia, efipora, dan bleparospasme dihasilkan dari cahaya terang dan kelainan epitelial dihubungkan dengan edema kornea dan opasifikasi.2,10

Sklera menjadi tipis dan warna tampak biru karena jaringan uveal yang mendasarinya, ruang anterior menjadi lebih dalam, iris menunjukkan iridogenesis dan perlengketan atropi pada tahap akhir, lensa menjadi datar karena peregangan zonula, diskus optikus dapat menunjukkan variasi cupping, dan atropi terutama setelah usia 3 tahun. Miopia aksial dapat terjadi karena kenaikan panjang aksial yang dapat menimbulkan anisometropik ambliopia.22.5.5.3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan oftalmologi yang lengkap pada setiap anak yang dicurigai glaukoma adalah sangat penting. Penglihatan biasanya lebih buruk pada mata yang terkena pada kasus unilateral dan mungkin buruk pada kedua mata ketika glaukoma terjadi bilateral. Kemampuan anak untuk memperbaiki dan mengikuti adanya nistagmus sebaiknya dicatat. Refraksi, apabila memungkinkan sering mengungkapkan miopia dan astigmatisma dari pembesaran mata dan irregularitas kornea.2Karakteristik dari glaukoma ini mencakup tiga tanda klasik pada bayi baru lahir adalah epifora, fotofobia, dan bleparospasme. Diagnosa pada glaukoma infantile tergantung pada evaluasi klinis yang baik, termasuk pengukuran tekanan intraokular, pengukuran diameter kornea, gonioskopi, pengukuran panjang axial dengan ultrasonografi dan retinoskopi, dan oftalmoskopi.42.5.5.3.1. Inspeksi Kornea

Pemeriksaan mata luar akan ditemukan buphthalmos yaitu pembesaran diameter kornea lebih dari 12 mm pada tahun pertama kelahiran. Diameter kornea normal adalah 9,5-10,5 mm pada bayi cukup bulan dan lebih kecil pada bayi prematur. Edema kornea dapat terjadi mulai dari agak kabur sampai keruh pada stroma kornea karena kenaikan tekanan intraokular. Edema kornea terjadi pada 25% bayi baru lahir dan lebih dari 60% pada umur 6 bulan. Robekan pada membrane Descement disebut Haabs striae dapat terjadi karena regangan kornea. 22.5.5.3.2. Tonometri dan Tekanan Intraokular

Tekanan intraokular terbaik diukur menggunakan anastesi topikal pada pasien anak yang tidak kooperatif. Jika anaknya tidak mau tenang, tekanan intraokular dapat meningkat (salah). Hal ini merupakan pengaruh yang tidak dapat diprediksi (biasanya menurun) ketika sedasi sistemik dan anastesi diberikan. Suatu teknik yang berguna adalah untuk membuat anak menjadi sedikit lapar dan kemudian diberikan botol susu pada saat pemeriksaan pengukuran.

GAMBAR. 5 TONOMETRI NON KONTAK DAN KONTAK

Tekanan intraokular yang normal pada bayi dan anak kecil adalah lebih rendah dari nilai normal tekanan intraokular pada orang dewasa; rata-rata tekanan intraokular adalah di antara 10 hingga 12 mmHg pada bayi yang baru lahir, dan akan mencapai sekitar 14 mmHg pada usia 7- 8 tahun. Pada glaukoma kongenital primer, tekanan intraokular biasanya lebih dari 20 mmHg meskipun sedang diberikan anastesi. Pembacaan tekanan intraokular yang tidak simetris pada anak yang diam atau anak yang diberikan anastesi seharusnya meningkatkan kecurigaan glaukoma pada mata dengan tekanan intraokular yang lebih tinggi.52.5.5.5.3. Penebalan Kornea Sentral

Pachymeter portable dapat digunakan untuk mengukur penebalan kornea sentral, yang biasanya meningkat pada bayi yang glaukoma. Penebalan kornea sentral mempengaruhi pengukuran tekanan intraokular, tetapi belum ada data yang cukup untuk menggambarkan kuantitas pengaruh ini.4

GAMBAR 6 PACHYMETER PORTABLE2.5.5.5.4 Pemeriksaan Segmen Anterior

Slit lamp portable memungkinkan inspeksi yang detail dari segmen anterior. Ruangan anterior yang abnormal kedalamannya dan hipoplasia stroma iris perifer yang relatif adalah temuan yang sering pada glaukoma kongenital primer.17Gonioskopi memberikan informasi yang penting termasuk mekanisme glaukoma. Ini baik dilakukan dengan penggunaan goniolens dan portable slit lamp atau lup. Sudut ruangan anterior pada bayi yang normal berbeda dari orang yang dewasa dalam hal.4 Anyaman trabekular lebih berpigmentasi

Garis schwalbe sering kurang berbeda

Anyaman trabekular translusen sehingga persambungan antara taji sklera dan badan siliaris sering tak dapat terlihat dengan baik.

Pada glaukoma kongenital primer, iris sering menunjukkan penyisipan yang lebih dalam daripada sudut yang seharusnya normal, dan kejernihan dari jalinan uvea dipengaruhi, mengakibatkan pita badan siliaris, anyaman trabekular, dan taji sklera tak dapat dibedakan. Membran tersebut digambarkan oleh Barked mungkin terdapat dalam jalinan sel trabekular. Batas bergigi dari epitel iris berpigmen sering tak kelihatan, khususnya ketika hipoplasia stroma iris perifer ada. Pada kontras, sudut biasanya terlihat normal pada glaukoma sudut terbuka juvenile.4

GAMBAR 7 SLIT LAMPPERSIAPAN UMUM :

1. Siapkan slitlamp, atur focus lensa dan dioptri sesuai keadaan dan refraksi pemeriksa

2. Informed concern kepada penderita mengenai pemeriksaan dengan slitlamp

3. Persteujuan tindakan dari pasien

4. Pasien disiapkan posisinya

TEHNIK PEMERIKSAAN 10:

TUJUAN 1: MENGETAHUI KEADAAN SEGMEN ANTERIOR

Alat:

1. Slitlamp

2. Kursi untuk duduk pasien (bila pasien duduk)

Tehnik pemeriksaan:

1. Pasien/probandus berada pada posisi diperiksa (duduk/berdiri sesuai keadaan) dengan dagu pada chinrest dan dahi pada forehead band2. Nyalakan slitlamp dengan cahaya putih dengan intensitas cahaya mulai dari yang terendah

3. Periksa keadaan:

a. Palpebra: bagaimanakah warnanya, adakah lesi/deformitas, bagaimanakah muara kelenjar pada tepi palpebra

b. Silia: Bagaimanakah arah silia, adakah trichiasis atau distichiasis. Adakah benda asing (kutu?). Normal: terdiri 3 lapis, melekuk kea rah luar bola mata

c. Konjungtiva ( konjungtiva palpebra, konjungtiva forniks, dan konjungtiva bulbi):

Lihat dengan cahaya utuh (bundar) dan slit. Nilailah bentuk, warna, dan keutuhannya. Warna, adakah papill/folikel, adakah lesi, adakah laserasi, adakah injeksi (warna, bentuk, dan arah injeksi), adakah secret (warna secret, konsistesi secret), adakah edema/perdarahan, adakah massa/deformitas, dll. Normal: jernih, ada pembuluh darah dari perifer, tak tampak pembesaran papill ataupun folikel.

Jangan lupa membalik kelopak mata untuk mengetahui keadaan konjungtivanya.

d. Kornea

Lihat dengan cahaya utuh (bundar) dan slit. Nilailah ukuran, bentuk, kejernihan dan keutuhannya. Adakah lesi, massa, neovaskularisasi, keratic precipitate atau benda asing

Bila curiga ada defek kornea (contoh:, erosi, infiltrate) atau adanya fistula lakukan pemeriksaan selanjutnya dengan menggunakan tetes mata fluorescein.

Normal: jernih, tidak tercat oleh zat warna fluoresin

e. Sklera

Nilailah warna (adakah sklerektasi, warna kebiruan?), konsistensinya (keras atau lembek ; bila lembek curiga ada perforasi), dan keutuhannya (adakah laserasi/perforasi). Normal: tampak putih tak tampak pembuluh darah.

f. Bilik mata depan

Nilailah kejernihannya (adakah darah, flare/produk radang) dan kedalamannya. Normal: jernih kedalaman cukup

g.Iris

Nilailah kripte, keutuhan (adakah robekan atau lubang), sinekia, massa, dan neovaskularisasi. Normal: ada kripte, tak ada robekan, tak ada massa, tak tampak pembuluh darah.

h. Pupil

Nilailah bentuk, ukuran, dan refleknya

i. Lensa

Nilailah ada tidaknya lensa, bentuk, posisi, dan kejernihannya. Nilailah dengan cahaya utuh (bundar) atau slit. Normal terlihat jernih (gelap), tak ada pergerakan

j. Badan kaca

Nilailah dengan cahaya slit. Normal: jernih, terlihat gelap tak ada pergerakan.

TUJUAN 2: MENGETAHUI DEFEK KORNEA

Untuk mengetahui defek kornea/defek epitel kornea maka dilakukan uji/te fluorescein.

Dasar: Zat warna fluoresin akan berubah menjadi warna hijau pada media alkali. Zat warna fluoresin bila menempel pada epitel kornea yang defek/luka akan menjadi hijau karena jaringan epitel yang rusak bersifat lebih basa

Alat:a. Zat warna fluresin 0,5 2% (dapat berupa tetes mata atau kertas fluoresin).

b. Aqua steril atau larutan garam fisiologik

c. Spuit 5 cc tanpa jarum

d. Tissue

e. Slit lamp (Terlihat lebih jelas dengan pembesaran dengan menggunakan slit lamp)

f. Kursi untuk duduk pasien (bila pasien duduk)

Tehnik pemeriksaan:a. Zat warna fluoresin diteteskan (bila berupa tetes mata) pada mata atau kertas fluoresin diselipkan di forniks inferior. Diamkan selama 20 detik

b. Bilas zat warna dengan mengirigasi permukaan mata dengan menggunakan aqua steril atau larutan garam fisiologik sampai seluruh air mata tidak terwarnai hijau lagi

c. Lihat defek akan berwarna hijau. Terlihat jelas dengan pembesaran memakai slit lamp memakai cahaya biru,

d. Nilailah defek pada kornea. Defek kornea akan tercat hijau:

- Pada erosi warna hijau tampak cemerlang dan belum terlihat infiltrate.

- Pada keratitis tampak infiltrate dengan warna hijau redup/tidak cerah dengan batas tidak tegas.

- Pada ulkus kornea tampak infiltrate disertai jaringan nekrotik.

Catatan: Zat fluoresin yang menempel pada defek akan hilang sesudah 30 menit.

TUJUAN 3: UNTUK MENGETAHUI KEBOCORAN KORNEA

Untuk mengetahui adanya fistel atau kebocoran kornea maka dilakukan uji fistel/tes fistel

Alat:

a. Zat warna fluresin 0,5 2% (dapat berupa tetes mata atau kertas fluoresin).

b. Tissue

c. Slit lamp (Terlihat lebih jelas dengan pembesaran dengan menggunakan slit lamp)

d. Kursi untuk duduk pasien (bila pasien duduk)

Tehnik pemeriksaan:

a. Zat warna fluoresin diteteskan (bila berupa tetes mata) pada mata atau kertas fluoresin diselipkan di forniks inferior selama 30 detik

b. Jangan dibilas.

c. Bola mata tidak boleh ditekan.

d. Pasien diminta jangan berkedip.

e. Perhatikan warna fluoresin akan tampak mengalir pada fistel. Lihat dengan cahaya biru.

f. Nilailah: Fistel poitif (ada fistel) Bila tampak warna hijau cerah mengalir maka hal ini menunjukkan adanya fistel pada defek tersebut. Lambat laun di tempat kebocoran/ fistel warna hijau tersapu oleh humor akuos dan menjadi jernih dengan daerah sekelilingnya defek berwarna hijau

TUJUAN 4: MENGETAHUI KEDALAMAN BILIK MATA DEPAN (BMD)

Alat:

1. Slitlamp

2. Kursi untuk duduk pasien (bila pasien duduk)

Tehnik pemeriksaan:

1. Persiapkan pasien dan peralatan

2. Sinar slit lamp diarahakan pada kornea tegak lurus di aerah limbus. Gunakan cahaya slit.

3. Arahkan 60 derajat terhadap kornea yang disinari.

4. Nilailah kedalaman sudut

5. Penilaian:

Sudut derajat 4: kedalaman BMD = tebal kornea

Sudut derajat 3: kedalaman BMD = - ketebalan kornea

Sudut derajat 2: kedalaman BMD = ketebalan kornea

Sudut derajat 1: kedalaman BMD < ketebalan kornea

Sudut tertutup: sudut bilik mata depan tidak tampak

2.5.5.5.5. Pemeriksaan Saraf Optik

Saraf optik, jika tampak, biasanya menunjukkan suatu peningkatan cup-disc ratio. Pola dari pembesaran yang menyeluruh dari mangkuk optik dilihat dalam pasien yang sangat muda dengan glaukoma dikaitkan dengan peregangan kanalis optikus dan terbaliknya lamina cribosa. Dalam kebanyakan kasus glaukoma kongenital primer, disc-cup ratio lebih dari 0,3, dalam kontras disc-cup ratio mata bayi baru lahir kurang dari 0,3. Asimetris cup-disc lebih dari 0,2 di antara dua mata juga menjadi dugaan untuk glaukoma pada bagian yang bermangkuk. Pada anak kecil, pembalikan saraf optik dapat terjadi setelah pembedahan sukses dan menurunnya tekanan intraokular.4

GAMBAR 7 ALAT FUNDOSKOPI

GAMBAR 8 FUNDOSKOPI GLAUKOMA DAN NORMAL

2.5.5.5.6. Panjang Axial

Pengukuran serial dari panjang axial adalah berguna untuk memonitor perjalanan penyakit pada mata anak (bayi). Pertumbuhan yang berlebih pada satu mata, khususnya jika dibandingkan dengan mata seusianya, dapat menjadi indikator bahwa kontrol tekanan intraokular pada mata tidak adekuat. Dokumentasi potografi dari diskus optik bermanfaat bagi beberapa pasien glaukoma kongenital. Dokumen ultrasonografi merekam progresi dari glaukoma dengan merekam peningkatan panjang axial. Mengikuti penurunan tekanan intraokular, peningkatan panjang axial bisa kembali (reversibel) minimal, tetapi pembesaran kornea tidak dapat berkurang.22.5.6. Terapi

Ada 2 bentuk pengobatan glaukoma pada anak yaitu terapi bedah dan terapi medis dengan obat-obatan secara topikal maupun oral (sistemik).18 Pengobatan glaukoma kongenital yang paling utama adalah pembedahan. Namun, tekanan intraokular harus diturunkan dengan menggunakan agen hiperosmotik, acetazolamid dan beta bloker sampai dilakukan tindakan operasi.11. Terapi bedahTindakan operatif dilakukan bila TIO yang tinggi itu sudah dapat diturunkan. Bila operasi dilakukan pada saat TIO masih tinggi, dapat menimbulkan glaukoma maligna, disamping kemungkinan timbulnya prolaps dari isi bulbus okuli dan perdarahan. a. Iridektomi periferUntuk stadium akut yang baru terjadi sehari dan belum ada sinekhia posteriornya. Juga dilakukan pada mata sebelahnya yang masih sehat sebagai tindakan pencegahan. Dilakukan bila TIO dibawah 21 mmHg dengan hasil tonografi C = 0,13 atau lebihb. Trabekulotomi

Sebuah penutup sklera dibuat diatas jaringan yang akan diinsisi. Melalui lipatan ini dibuat diseksi ke kanal Schlemm. Trabekulotom dimasukkan ke dalam kanal dan meshwork ini kemudian dibuka, sebagai instrumen diputar ke ruang anterior. Mengingat keparahan glaukoma kongenital, trabekulotomi mengendalikan tekanan intraokular lebih dari 90%. Efektivitas operasi trabekulotomi lebih baik dibandingkan dengan goniotomi.

Gambar 7. Trabekulotomi1,22. Terapi medis-Miotikum : Untuk mengecilkan pupil, sehingga iris lepas dari lekatannya di trabekula dan sudutnya menjadi terbuka.

2-4% 1 tetes tiap 30 menit-1 jam pada mata yang mengalami serangan dan 3 x 1 tetes pada mata sebelahnya.

-Penghambat karbonik anhidrase : Mengurangi produksi humor akuosAsetazolamid 250mg tab

acetazolamide bekerja pada siliaris dan mencegah sintesis bikarbonat. Ini menyebabkan penurunan transport natrium dan pembentukan akuos karena transport bikarbonat dan natrium saling berkaitan. Acetazolamide deberikan secara oral , tetapi obat ini terlalu toksin untuk penggunaan jangka panjang dan menurunkan TIO sebesar 15-20%. Adapun efek samping sistemiknya adalah asidosis, depresi, latargi dan lain-lain.

-Obat pengurang rasa sakit Suntikan morfin 10-15 mg. Morfin juga dapat mengecilkan pupil 123.Terapi Laser

a. Trabekuloplasti LaserPenggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar pada jalinan trabekular, untuk memperbaiki aliran keluar akueous. Pada awalnya terapi ini efektif, namun tekanan intraokular secara perlahan kembali meningkat. Tindakan laser akan menurunkan tekanan pada 80% pasien dengan glaukoma sudut terbuka.

b. Laser iridotomi

Digunakan untuk terapi glaukoma sudut tertutup. Teknik yang digunakan dalam laser ini adalah menciptakan lubang di iris untuk memecahkan blokade pupil (penyebab utama glaukoma sudut tertutup). Jika tidak ada laser iridotomi, dapat pula digunakan laser argon c. Laser iridoplasti

Digunakan untuk terapi glaukoma sudut tertutup. Laser ini digunakan ketika setelah terapi dengan laser iridotomi, sudut antara iris dan trabecular meshwork tetap sempit atau sudah terbuka sedikit tetapi sempit kembali. Laser ini menggunakan kontraksi panas yang diberikan pada iris perifer untuk menariknya menjauhi trabecular meshwork sudut menjadi tidak sempit lagi112.5.7. Prognosis

Pada kasus yang tidak diobati, kebutaan timbul secara dini. Mata mengalami peregangan hebat dan bahkan dapat ruptur hanya karena trauma ringan. Pencekungan diskus optikus khas glaukoma timbul relatif cepat, menekankan perlunya terapi segera. Terapi selalu dengan tindakan bedah, dan dapat dilakukan goniotomi dan trabekulotomi.3BAB 3

KESIMPULAN

Glaukoma adalah suatu keadaan patologi dimana terjadinya peningkatan tekanan intraokular (TIO) yang lebih tinggi dari normal secara berangsur-angsur akan merusak serabut saraf optik yang terdapat di dalam bola mata sehingga mengakibatkan gangguan lapangan pandang dan atrofi papil saraf optik.3 Dengan gejala klinis Peningkatan TIO adanya penglihatan halo sekitar cahaya dan kornea yang keruh kornea akan tetap jernih dengan terus berlangsungnya pergantian cairan oleh sel sel endotel. Jika tekanan meningkat dengan cepat (glaukoma akut sudut tertutup), kornea menjadi penuh air, menimbulkan halo di sekitar cahaya. Disertai nyeri. Dan dilakukan pemeriksaan fundoskopi atau slit lamp untuk lebih menyatakan diagnosis glaucoma.

Pada kasus yang tidak diobati, kebutaan timbul secara dini. Mata mengalami peregangan hebat dan bahkan dapat ruptur hanya karena trauma ringan. Pencekungan diskus optikus khas glaukoma timbul relatif cepat, menekankan perlunya terapi segera. Terapi selalu dengan tindakan bedah, dan dapat dilakukan goniotomi dan trabekulotomi.3DAFTAR PUSTAKA1. Khurana, A.K. Glaucoma. In: Comprehensive Ophthalmology Fourth Edition. New Delhi: New Age International. 2007; 205-241.

2. Salmon, J.R. Glaucoma. In: Vaughan And Asburys General Ophthalmology, Ed. 1th. Jakarta: EGC. 2009; 212-228.

3. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-2. Jakarta: Sagung Seto. 2002; 239-261.4. James Bruce, Chris Chew, Anthony Bron. Lecture Notes Oftalmologi Edisi Kesembilan. Jakarta: Erlangga. 2006; 95-109.5. Singh P, et all. 2012. Childhood Glaucoma, in Open Journal of Ophthalmology. India. 71-77.

6. American Academy of Ophthalmology. 2011. Pediatric Opthalmology and Strabismus, in Basic and Clinical Science Course, Section 6, 2011: 233- 243.

7. American Academy of Ophthalmology. 2011. Glaucoma, in Basic and Clinical Science Course, Section 10, 2011, p155- 164.

8. Vaughan, Daniel G, MD, Asbury, Taylor, MD, dan Riordan-Eva, Paul, FRCS, FRCOphth. Editor; Diana Susanto. Oftalmologi Umum. EGC. Jakarta. 2009. hal; 12 dan 212-2299. 7. Song J. Glaucoma: The Silent Killer of Eyesight. http://www.residentandstaff.com [diakses 16 Januari 2009].10. https://www.academia.edu/9460384/PEMERIKSAAN_DENGAN_SLITLAMP_TUJUAN11. http://www.snec.com.sg12. http://www.dechacare.com2