paper bio ethanol nira aren

48
Energi Alternatif BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah mulai 1 Agustus 2014 efektif memberlakukan pembatasan BBM bersubsidi pada wilayah tertentu. Hal ini dilakukan karena kuota BBM bersubsidi yang ditetapkan dalam APBN-P 2014 diyakini tidak akan mencukupi. Hingga akhir semester pertama saja, konsumsi BBM bersubsidi sudah mencapai 22,9 juta kiloliter atau sekitar 50 persen dari kuota subsidi. Komite Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) bahkan menyatakan jika tidak ada upaya untuk mengerem konsumsi, maka pada tengah dan akhir bulan November 2014, BBM bersubsidi jenis solar dan premium dipastikan akan habis. Kebijakan pemerintah tersebut dapat menimbulkan dampak yang pada aktifitas penangkapan ikan di Wilayah Sulawesi Utara, sehingga menyebabkan banyak nelayan yang tidak melaut untuk menangkap ikan. Bagi pemerintah daerah hal ini tentu sangat tidak menguntungkan bagi masyarakat nelayan dan dapat mengurangi produksi perikanan tangkap yang digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan perikanan. Kelangkaan BBM ini tidak saja terjadi dalam kurun waktu tahun 2014 tapi juga mempengaruhi sektor perikanan dari tahun 2013 kemarin. Hal demikian apabila Raedy Anwar S Page 1

Upload: raedyanwar

Post on 24-Dec-2015

69 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Renewable Energi

TRANSCRIPT

Energi Alternatif

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemerintah mulai 1 Agustus 2014 efektif memberlakukan

pembatasan BBM bersubsidi pada wilayah tertentu. Hal ini dilakukan

karena kuota BBM bersubsidi yang ditetapkan dalam APBN-P 2014

diyakini tidak akan mencukupi. Hingga akhir semester pertama saja,

konsumsi BBM bersubsidi sudah mencapai 22,9 juta kiloliter atau sekitar

50 persen dari kuota subsidi. Komite Badan Pengatur Kegiatan Hilir

Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) bahkan menyatakan jika tidak ada

upaya untuk mengerem konsumsi, maka pada tengah dan akhir bulan

November 2014, BBM bersubsidi jenis solar dan premium dipastikan akan

habis. Kebijakan pemerintah tersebut dapat menimbulkan dampak yang

pada aktifitas penangkapan ikan di Wilayah Sulawesi Utara, sehingga

menyebabkan banyak nelayan yang tidak melaut untuk menangkap ikan.

Bagi pemerintah daerah hal ini tentu sangat tidak menguntungkan bagi

masyarakat nelayan dan dapat mengurangi produksi perikanan tangkap

yang digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan perikanan.

Kelangkaan BBM ini tidak saja terjadi dalam kurun waktu tahun

2014 tapi juga mempengaruhi sektor perikanan dari tahun 2013 kemarin.

Hal demikian apabila tidak dapat teratasi dengan baik dapat menghambat

investasi industri perikanan yang sedang berkembang di Propinsi

Sulawesi Utara. Permasalahan kelangkaan BBM sebenarnya dapat

ditanggulangi oleh Pemerintah Daerah (Pemda) dengan mengembangkan

bahan bakar alternatif terbarukan (bio – fuel) sesuai dengan potensi

sumberdaya alam (SDA) yang terdapat didaerah. Menurut Legowo H.

Evita Kussuryani Y. dkk (2007), menyatakan bahan bakar alternatif

terbarukan (bio – fuel) memiliki keuntungan yaitu :

1. Dapat menjamin keamanan energi dan mencegah perubahan iklim;

2. Bahan bakar Alternatif (biofuel) secara signifikan mengurangi emisi

gas rumah kaca terutama di sektor transportasi;

Raedy Anwar S Page 1

Energi Alternatif

3. Pengembangan bahan bakar Alternatif (biofuel) juga memberikan

kesempatan penting untuk pengembangan industri, inovasi dan

penciptaan lapangan kerja;

4. Industri bahan bakar Alternatif (biofuel) memungkinkan partisipasi

masyarakat, termasuk petani;

5. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi untuk

pasokan bahan baku biofuel dan memiliki ketersediaan lahan yang

cocok untuk tanaman Biofuel;

6. Dan kesempatan bagi Pemerintah Daerah untuk meningkatkan

pembangunan ekonomi mereka.

Berdasarkan data BPS Propinsi Sulawesi Utara tahun 2013,

menyatakan bahwa produksi perkebunan pohon Aren (Arenga pinnata)

dari tahun 2011 hingga tahun 2012 mengalami peningkatan yaitu : tahun

2011 sebesar 1.730 ton dan tahun 2012 sebesar 2.407 ton. Dengan

penyebaran wilayah potensi pengembangan komoditi aren di Propinsi

Sulawesi Utara yaitu : Kabupaten Bolaangmongondow, Kabupaten

Minahasa, Kotamobagu, kota Tomohon dan wilayah kabupaten yang

lainnya. Sebaran wilayah komoditi aren di Propinsi Sulawesi Utara dapat

dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Sebaran wilayah komoditi aren di Propinsi Sulawesi Utara.

(Data BPS Propinsi Sulawesi Utara Tahun 2013)

Raedy Anwar S Page 2

Energi Alternatif

Potensi Aren (Arenga pinnata) sudah sejak lama dikenal

masyarakat kita sebagai tanaman bernilai ekonomis. Dari semua hasil

yang bisa diperoleh dari aren, nira aren dan produk olahannya yang

menjadi produk unggulan. Nira adalah cairan manis yang mengucur keluar

dari tandan bunga aren yang dilukai/ diiris. Potensi aren(Arenga pinnata) 

di Sulawesi utara luar biasa besar yang tersebar mulai dari daerah pantai

sampai ke pegunungan. Pada beberapa daerah di Sulawesi Utara,

pemanfaatan produk dari pohon aren untuk pembuatan saguer dan cap

tikus (minuman beralkohol). Padahal produk ini tidak dapat bertahan lama

dan pangsa pasarnya sangat terbatas. lebih dari itu, aren menghasilkan

produk utama gula merah atau gula kristal yang bisa menjadi sumber gula

alternatif sehingga kita tidak pusing dengan impor gula lagi. Nira aren

dapat diolah menjadi etanol, sumber energi alternatif yang bisa diperbarui

(biofuel).

Menurut para ahli, potensi produksi nira dari aren adalah 360.000

s/d 720.000 liter/tahun/ha (Anonim,2006). Karena nira aren memiliki sifat

sangat cepat terfementasi sehingga kurang menguntungkan untuk diolah

menjadi gula merah. Kondisi ini menambah besarnya kesempatan

pemanfaatan nira kelapa untuk keperluan lain yaitu sebagai sumber

bahan bakar Alternatif (biofuel). Hal ini didukung pula oleh Peraturan

Pemerintah No.5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional yang

mencakup dua target utama yaitu elastisitas energi dan bauran energi

primer. Bioetanol pengganti bensin dengan jenis penggunaan bahan baku

berupa tanaman yang mengandung pati atau gula. Selain itu didukung

pula oleh Intruksi Presiden No.1 tahun 2006 tentang penyediaan dan

pemanfaatan bahan baku nabati sebagai bahan bakar lain.

1.2. Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan laporan ini

adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana mengetahui potensi bio- ethanol sebagai pengganti

bensin dari nira aren (Arenga pinnata) di Sulawesi Utara ?

Raedy Anwar S Page 3

Energi Alternatif

2. Bagaimana mengetahui cara melakukan pemurnian bioetanol dari

nira aren (Arenga pinnata) ?

3. Bagaimana mengetahui kebutuhan bahan bakar bio ethanol untuk

kapal/ perahu motor tempel di wilayah Propinsi Sulawesi Utara ?

1.3. Maksud dan Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan laporan ini antara lain :

1. mengetahui potensi bio- ethanol sebagai pengganti bensin dari nira

aren (Arenga pinnata) di Sulawesi Utara.

2. mengetahui cara melakukan pemurnian bioetanol dari nira aren

(Arenga pinnata)

3. mengetahui kebutuhan bahan bakar bioethanol untuk kapal/ perahu

Motor tempel di wilayah Propinsi Sulawesi Utara.

1.4. Batasan Masalah

Untuk menegaskan dan lebih memfokuskan permasalahan yang

akan dianalisa dalam laporan ini, maka akan dibatasi permasalahan –

permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut :

1. Feedstock Bioetanol yang digunakan dalam analisa yaitu bioetanol

dari nira aren.

2. Jumlah produksi bioetanol dari nira aren yang dianalisa

berdasarkan data produksi aren di Propinsi Sulawesi Utara.

3. Jumlah bahan bakar bioetanol yang diperhitungkan berdasarkan

jumlah kapal/ perahu motor tempel di Propinsi Sulawesi Utara.

Raedy Anwar S Page 4

Energi Alternatif

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Morfologi Pohon Aren (Arenga Pinnata)

Aren merupakan jenis tanaman tahunan, berukuran besar,

berbentuk pohon soliter tinggi hingga 12 m, diameter setinggi dada (DBH)

hingga 60 cm (Ramadani et al, 2008). Pohon aren dapat tumbuh

mencapai tinggi dengan diameter batang sampai 65 cm dan tinggi 15 m

bahkan mencapai 20 m dengan tajuk daun yang menjulang di atas batang

(Soeseno, 1992). Waktu pohon masih muda batang aren belum kelihatan

karena tertutup oleh pangkal pelepah daun, ketika daun paling bawahnya

sudah gugur, batangnya mulai kelihatan. Permukaan batang ditutupi oleh

serat ijuk berwarna hitam yang berasal dari dasar tangkai daun.

Gambar 2. Pohon Aren (Arenga pinnata)

Daun: pinnate, hingga 8 m panjang, anak daun divaricate,

panjangnya 1 m atau lebih, jumlahnya 100 atau lebih pada masing-masing

sisi, dasar daun 2 auriculate, ujung daun lobes, dan kadang-kadang

bergerigi, permukaan atas hijau berdaging, bagian bawah putih dan

Raedy Anwar S Page 5

Energi Alternatif

bertepung (Ramadani et al, 2008). Pohon aren mempunyai tajuk

(kumpulan daun) yang rimbun. Daun aren muda selalu berdiri tegak di

pucuk batang, daun muda yang masih tergulung lunak seperti kertas.

Pelepah daun melebar di bagian pangkal dan menyempit ke arah pucuk.

Susunan anak daun pada pelepah seperti duri-duri sirip ikan, sehingga

daun aren disebut bersirip. Oleh karena pada ujungnya tidak berpasangan

lagi daun aren disebut bersirip ganjil. Pada bagian pangkal pelepah daun

diselimuti oleh ijuk yang berwarna hitam kelam dan dibagian atasnya

berkumpul suatu massa yang mirip kapas yang berwarna cokelat, sangat

halus dan mudah terbakar. Massa yang menempel pada pangkal pelepah

daun aren tersebut dikenal dengan nama kawul (Jawa barat), baruk (Tana

Toraja) dan beru (Bugis) (Lempang, 1996).

Bunga aren jantan dan betina berpisah, besar, tangkai

perbungaan muncul dari batang, panjangnya 1-1,5 m masing-masing

pada rachille (Ramadani et al., 2008). Bunga aren berbentuk tandan

dengan malai bunga yang menggantung. Bunga tersebut tumbuh pada

ketiak-ketiak pelepah atau ruas-ruas batang bekas tempat tumbuh

pelepah. Proses pembentukan bunga mula-mula muncul dari pucuk,

kemudian disusul oleh tunas-tunas berikutnya ke arah bawah pohon.

Dalam hal ini bunga aren tumbuh secara basiferal, yaitu bunga yang

paling awal terletak di ujung batang, sedangkan bunga yang tumbuh

belakangan terletak pada tunas berikutnya ke arah bawah. Tandan bunga

yang ada di bagian atas terdiri dari bunga betina. Sedangkan yang di

bagian bawah, biasanya terdiri dari bunga jantan. Jadi pada satu pohon

aren terdapat bunga jantan dan bunga betina, hanya saja berada pada

tandan yang berbeda. Karena letaknya ini, maka bunga aren termasuk

kelompok monosius uniseksual. Bunga jantan berwarna keunguan atau

kecoklatan, berbentuk bulat telur memanjang, berdaun bunga tiga, serta

berkelopak 3 helai. Sedangkan bunga betina berwarna hijau, memiliki

mahkota bunga segi tiga yang beruas-ruas, bakal bijinya bersel tiga, dan

berputik tiga.

Raedy Anwar S Page 6

Energi Alternatif

Buah aren terbentuk dari penyerbukan bunga jantan pada bunga

betina. Penyerbukan aren diduga tidak dilakukan oleh angin tetapi oleh

serangga. Apabila proses penyerbukan berjalan baik maka akan

dihasilkan buah yang lebat. Buah aren tumbuh bergelantungan pada

tandan yang bercabang dengan panjang sekitar 90 cm. Untuk pohon aren

yang pertumbuhannya baik, bisa terdapat 4-5 tandan buah. Buah aren

termasuk buah buni, bentuknya bulat, ujung tertoreh, 4x5 cm, sesil dan

terdapat 3 bractea yang tebal, secara rapat berkumpul sepanjang tangkai

perbungaan, berwarna hijau, buah masak warna kuning, terdapat 3 biji

keras (Ramadani et al., 2008)

2.2. Manfaat Produksi Aren

Manfaat Begitu banyak ragam produk yang dipasarkan setiap hari

yang bahan bakunya berasal dari pohon aren dan permintaan produk-

produk tersebut baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun untuk

ekspor semakin meningkat. Hampir Semua bagian pohon aren

bermanfaat dan dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, baik bagian

fisik (daun, batang, ijuk, akar, dll.) maupun bagian produksinya (buah,

nira dan pati/tepung). Pohon aren adalah salah satu jenis tumbuhan

palma yang memproduksi buah, nira dan pati atau tepung di dalam

batang. Hasil produksi aren ini semuanya dapat dimanfaatkan dan

memiliki nilai ekonomi.

A. Buah

Buah aren berupa buah buni, yaitu buah yang berair tanpa dinding

dalam yang keras. Bentuknya bulat lonjong, bergaris tengah 4 cm. Tiap

buah aren mengandung tiga biji. Buah aren yang setengah masak, kulit

bijinya tipis, lembek dan berwarna kuning. Inti biji (endosperm) berwarna

putih agak bening dan lunak. Endosperma buah aren berupa protein

albumin yang lunak dan putih seperti kaca kalau masih muda (Soeseno,

1992). Inti biji inilah yang disebut kolang-kaling dan biasa digunakan

sebagai bahan makanan (Lutony, 1993). Dari segi komposisi kimia,

kolang-kaling memiliki nilai gizi sangat rendah, akan tetapi serat kolang

kaling baik sekali untuk kesehatan. Serat kolang-kaling dan serat dari

Raedy Anwar S Page 7

Energi Alternatif

bahan makanan lain yang masuk ke dalam tubuh menyebabkan proses

pembuangan air besar teratur sehingga bisa mencegah kegemukan

(obesitas), penyakit jantung koroner, kanker usus, dan penyakit kencing

manis (Lutony, 1993). Kolang kaling banyak digunakan sebagai bahan

campuran beraneka jenis makanan dan minuman. Antara lain dalam

pembuatan kolak, ronde, ice jumbo, es campur, cake, minuman kaleng,

manisan dan lain-lain.

B. Nira

Aren mulai berbunga pada umur 12 sampai 16 tahun, bergantung

pada ketinggian tempat tumbuh dan sejak itu aren dapat disadap niranya

dari tandan bunga jantan selama 3 sampai 5 tahun. Sesudah itu pohon

tidak produktif lagi dan lama kelamaan mati. Dari hasil survei di Sulawesi

Utara dilaporkan bahwa rata-rata hasil nira setiap pohon aren adalah 6,7

liter per hari (Mahmud et al., 1991). Sedangkan Soeseno (1992)

mengemukakan bahwa dari setiap tandan bunga aren yang disadap

seharinya hanya dapat dikumpulkan 2 sampai 4 liter/tandan. Sementara

Sunanto (1992) menyatakan bahwa satu tandan bunga dapat

menghasilkan 4 sampai 5 liter nira per hari. Dalam keadaan segar nira

berasa manis, berbau khas nira dan tidak berwarna. Nira aren

mengandung beberapa zat gizi antara lain karbohidrat, protein, lemak dan

mineral. Rasa manis pada nira disebabkan kandungan karbohidratnya

mencapai 11,28%. Nira yang baru menetes dari tandan bunga mempunyai

pH sekitar 7 (pH netral), akan tetapi pengaruh keadaan sekitarnya

menyebabkan nira aren mudah terkontaminasi dan mengalami

fermentasi sehingga rasa manis pada nira aren cepat berubah menjadi

asam (pH menurun).

Produk-produk nira dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu

yang tidak mengalami proses fermentasi dan yang mengalami fermentasi

(Barlina dan Lay, 1994). Nira aren yang masih segar dan rasanya manis

dapat langsung diminum, atau dapat dibiarkan terlebih dahulu mengalami

fermentasi sebelum diminum. Selain sebagai minuman, nira aren segar

juga terutama digunakan sebagai bahan baku pengolahan gula aren.

Raedy Anwar S Page 8

Energi Alternatif

Pengolahan nira secara langsung setelah diturunkan dari pohon

menghasilkan gula 104,8 gram per liter nira atau rendemen produksi

10,48% (Lempang, 2000). Pengolahan langsung nira menghasilkan gula

aren yang berwarna coklat kemerahan, sifat lebih solid dan memiliki rasa

lebih manis. Sedangkan nira yang terlambat diolah akan menghasilkan

gula yang berwarna kekuningan, lunak atau tidak mengeras sehingga

tidak dapat dicetak. Sampai saat ini produk utama pohon aren adalah gula

aren. Gula aren terdapat dalam tiga bentuk yaitu gula cetak (kerekan),

gula pasir dan gula semut.

Gambar 3. Nira Aren.

Selain gula aren dan nata pinnata, nira aren dapat juga digunakan

untuk menghasilkan minuman beralkohol melalui proses fermentasi.

Proses fermentasi yang terjadi dalam pembuatan minuman beralkohol

biasanya berlangsung secara

spontan oleh adanya aktifitas organisme yang ada dalam nira itu

sendiri. Mikroorganisme yang dominan dalam fermentasi nira adalah

Saccharomyces cerevisae, disamping jenis khamir yang lain seperti

Schizosaccharomyces sp dan Candida sp serta beberapa jenis bakteri

(Rumokoi, 1990). Salah satu produk yang dihasilkan petani aren di

daerah Sulawesi Utara adalah arak atau cap tikus yang mengandung

alkohol antara 30-50% dan untuk mendapatkan 1 liter cap tikus

dibutuhkan bahan baku nira antara 7-8 liter (Torar dan Kindangen, 1990).

Usaha pembuatan arak (minuman beralkohol) ini sudah semakin terbatas

oleh berbagai ketentuan yang ada. Di samping itu harga arak yang

Raedy Anwar S Page 9

Energi Alternatif

dipasarkan juga rendah, sehingga lebih baik jika produksinya diarahkan

sebagai bahan baku industri, Bahan Bakar Bioethanol, juga kosmetika dan

farmasi.

C. Tepung

Batang aren terdiri dari dua bagian yaitu bagian luar (perifer) yang

berwarna hitam dan keras serta bagian sentral (empulur) yang berwarna

putih dan lunak. Tepung (pati) yang diperoleh dari ekstraksi bagian

sentral batang biasanya dilakukan setelah pohon tidak lagi produktif

menghasilkan nira (Soeseno, 1992). Empulur batang aren berkadar

tepung 48,9% (Ismanto et al.,1995). Akan tetapi setiap pohon aren

menghasilkan tepung yang bervariasi. Di Indonesia dari setiap batang

pohon aren dapat diperoleh tepung antara 60-70 kg (Rumokoi, 1990).

Namun menurut Ismanto, et al. (1995) setiap batang aren menghasilkan

100-150 kg tepung. Di dalam pemasaran tepung aren dikenal dengan

istilah ”hun kwe” dan tepung maizena, dimana tepung - tepung ini

mengandung lebih dari 85% tepung aren. Tepung aren tersebut banyak

dipakai untuk bahan makanan antara lain kue, cendol, bakso, bakmie

(mie), bihun, sohun dan hun kwe.

2.3. Dasar Bioethanol

2.3.1. Perkembangan Bioethanol

Ethanol adalah senyawa organik yang terdiri dari karbon,

hidrogen, oksigen dengan rumus molekul CH3CH2OH dan merupakan

derivat senyawa hidrokarbon, yang mempunyai gugus hidroksil sehingga

dapat dioksidasi (Arsyad, M. 2001). Ethanol dapat dibuat dari berbagai

bahan hasil pertanian. Sedangkan bioethanol adalah ethanol (alkohol

yang paling dikenal masyarakat) yang dibuat dengan fermentasi yang

membutuhkan faktor biologis untuk prosesnya.

Bioethanol dewasa ini diproduksi dari bahan baku berupa

biomassa seperti jagung, singkong, sorghum, kentang, gandum, tebu,

bit, dan juga limbah biomassa seperti batang jagung, limbah jerami,

dan limbah sayuran lainnya. Bioethanol diproduksi dengan teknologi

Raedy Anwar S Page 10

Energi Alternatif

biokimia, melalui proses fermentasi bahan baku, kemudian ethanol

yang diproduksi dipisahkan dengan air dengan proses distilasi.

Bioethanol dapat dibuat dengan dua cara yaitu sintetik kimia dari

bahan petroleum atau gas alam dan dengan cara fermentasi. Ethanol

yang dihasilkan dengan cara fermentasi disebut juga dengan bioethanol

karena berasal dari bahan hayati.

Sebagai bahan baku fermentasi alkohol dapat digunakan :

1. Bahan-bahan berserat (selulosa), misalnya dari limbah batang

jagung, ampas tebu, jerami, eceng gondok, kayu, dan limbah

pertanian yang mengandung sellulosa. Bahan-bahan berserat harus

dikonversikan menjadi gula terlebih dahulu, umumnya dengan

menggunakan asam mineral.

Reaksi perubahan selulosa menjadi ethanol :

(C6H12O5)n + nH2O n C6H12O6

Selulosa Hidrolisis glukosa

C6H12O6 2C2H5OH + 2 CO2

Glukosa zymase ethanol

2. Bahan – bahan yang mengandung gula, misalnya nira, legen, tetes

dan sebagainya. Penggunaan paling besar dari gula untuk

fermentasi adalah dari molasesnya yang mengandung kira – kira

35 – 48 % berat sukrosa, 15 – 20 % berat gula invers seperti glukosa

dan fruktosa, dan 28 – 48 % berat padatan non gula, difermentasi

pada suhu 20–32º C selama ± 1 – 3 hari.

Reaksi permentasi dari gula :

C6H12O6 + H2O 2 C2H5OH + 2CO2 + H2O

Enzym

Yield yang dihasilkan dari proses fermentasi ini ± 90%.

3. Bahan–bahan berpati, misalnya dari biji-bijian (jagung, beras,

sorghum, dan lain-lain) atau dari umbi-umbian (kentang, ubi jalar, ubi

kayu dan lain-lain). Bahan baku ini terlebih dahulu dihidrolisis

menjadi gula/ sukrosa dengan bantuan enzyme.

Raedy Anwar S Page 11

Energi Alternatif

Reaksi:

(C6H10O5) n + H2O C12H22H11

pati amylase sukrosa

C12H22O11 + H2O 2C6H12H6

sukrosa intervase glukosa

C6H12O6 + H2O 2C2H5OH + 2CO2 + H2O

glukosa zymase ethanol

2.3.2. Standar Mutu Bioethanol

Standar mutu merupakan pedoman untuk melakukan kontrol bagi

produsen dan sekaligus hak dari konsumen atas suatu produk yang

dipakai. Produk biofuel baik sebagai bioetanol murni maupun

campurannya dengan bensin yang dijual dipasaran

harus memenuhi standar mutu bioetanol dan bensin yang berlaku di

dalam negeri maupun di tingkat internasional. Standar bioetanol yang

berlaku (berdasarkan spesifikasi bensin) adalah mengacu kepada ASTM

D 4860. Diperlukan standar yang cocok dengan kondisi Indonesia.

Pemanfaatan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif pengganti

BBM juga harus menerapkan spesifikasi secara wajib. Sebagaimana

halnya dengan Bahan Bakar Minyak (BBM), pemanfaatan biofuel sebagai

bahan bakar alternatif pengganti BBM mensyaratkan penerapan

spesifikasi dan standar mutu, yang saat ini mengacu Keputusan Dirjen

Migas No. 23204.K/10/DJM.S/2008, tentang Standar dan Mutu

(Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Jenis Bioetanol sebagai Bahan

Bakar Lain yang dipasarkan di Dalam Negeri, serta mengacu SNI

7390:2008 (9).

2.3.3. Kegunaan Bioethanol

Bioethanol adalah hasil konversi dari bahan baku pati- patian,

selulosa (berasal dari tumbuh-tumbuhan) yang mempunyai kegunaan

dan nilai jual yang sangat tinggi . Kegunaan Bioethanol antara lain :

Raedy Anwar S Page 12

Energi Alternatif

A. Dalam Industri Kimia

1. Sebagai bahan baku (raw material) untuk membuat senyawa

kimia lain seperti : Asetaldehid, Etil Asetat, Asam Asetat,

Etilene Dibromida, Glycol, Etil Klorida, dan semua Etil ester.

2. Bahan pembuat minuman keras (minuman beralkohol).

3. Bahan pelarut organik.

4. Sebagai bahan pelarut dalam pembuatan cat, dan bahan- bahan

komestik

B. Bidang Kedokteran, Farmasi dan Laboratorium

1. Sebagai bahan antiseptik.

2. Sebagai pelarut dan reagensia dalam laboratorium dan

industri.

3. Sebagai cairan pengisi thermometer karena ethanol membeku

pada suhu - 114o C.

4. Sebagai bahan pembuatan sejumlah besar obat-obatan dan

juga sebagai bahan pelarut atau sebagai bahan antara

didalam pembuatan senyawa – senyawa lain skala

laboratorium

C. Bahan Bakar Alternatif Kendaraan Bermotor

Bioethanol murni saat ini dikembangkan sebagai bahan bakar

alternatif pengganti minyak bumi. Gasohol, merupakan bahan bakar

ramah lingkungan yang dibuat dari campuran gasoline dan ethanol

(Prawoto dan Bagus Anang Nugroho, 2005).

2.4. Potensi Pemanfaatan Bioethanol

Sebagaimana diketahui bahwa ethanol/bio-ethanol mempunyai nilai

oktan yang lebih tinggi dibandingkan dengan premium. Ethanol/

bioethanol apabila dicampur dengan premium dapat meningkatkan nilai

oktan, dimana nilai oktan untuk ethanol/bio-ethanol 98% adalah sebesar

115, selain itu mengingat ethanol/bio-ethanol mengandung 30% oksigen,

sehingga campuran ethanol/bio-ethanol dengan gasoline dapat masuk

Raedy Anwar S Page 13

Energi Alternatif

katagorikan high octane gasoline (HOG), dimana campuran sebanyak

15% bioethanol setara dengan pertamax (RON 92) dan campuran

sebanyak 24% bioethanol setara dengan pertamax plus (RON 95).

Hal itu menunjukkan bahwa bio-ethanol dapat dimanfaatkan

sebagai aditif pengganti MTBE untuk meningkatkan efisiensi pembakaran

dan menghasilkan gas buang yang lebih bersih. Pada tahun 2003, pasar

HOG menurut Pertamina adalah sebesar 1750 kl/hari, dimana 1400 kl/hari

berasal dari pertamax (RON 92) dan 350 kl/hari berasal dari pertamax

plus (RON 95). Pada tahun yang sama ethanol diperkirakan dapat

memasok 294 kl/hari, dimana 210 kl/hari ethanol yang dipasok setara

dengan pertamax (RON 92) dan 84 kl/hari ethanol yang dipasok setara

dengan pertamax plus (RON 95). Apabila pada tahun 2013, diperkirakan

pasar HOG dan ethanol meningkat 10 kali lipat terhadap tahun 2003,

sehingga dapat dipastikan bio-ethanol berpotensi untuk diproduksi dan

dimanfaatkan. Potensi pemanfaatan bio-ethanol sebagai pengganti

Pertamax dan Pertamax Plus di Indonesia ditunjukkan pada Gambar 2

Gambar 4. Potensi Pemanfaatan Bio-Ethanol di Indonesia 2003

Sumber :Balai Besar Teknologi Pati-BPPT (2003)

Walaupun ethanol/bio-ethanol mempunyai nilai oktan (octane

rating) lebih tinggi dan emisi yang lebih bersih dibanding premium, namun

ethanol/bio-ethanol juga mempunyai sifat korosif dan membuat mesin

lebih sulit distarter. Sifat korosif ini menyebabkan diperlukannya material

yang tahan korosif pada peralatan-peralatan tertentu seperti, tanki bahan

bakar, karburator, pipa-pipa, karet-karet penyekat dan lain-lain peralatan.

Raedy Anwar S Page 14

Energi Alternatif

Sedangkan kesulitan dalam starter ini memang sulit dihindari, karena

temperatur pembakaran sendiri/flash point ethanol yang tinggi sehingga

pembakaran secara homogen akan sulit tercapai pada tekanan kompresi

di ruang bakar, khususnya pada mobil lama yang menggunakan

karburator konvensionil. Oleh karena itu, penggunaan campuran

Bioethanol dalam premium dibatasi antara 5 – 25% agar kinerja mesin

tidak terlalu berbeda, sedangkan pemakaian campuran yang lebih besar

harus menggunakan mesin yang sudah dimodifikasi atau mesin yang

khusus untuk pemakaian ethanol.

Perbandingan sifat thermal, kimia dan fisika dari ethanol/bio-

ethanol dan premium ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan Sifat Termal, kimia dan fisika dari ethanol/ bio

ethanol dan premium.

Sumber : Balai Besar Teknologi Pati-BPPT (2003)

Lebih rendahnya nilai kalor ethanol daripada nilai kalor premium

diperkirakan akan berdampak pada kinerja mesin, yaitu kinerja mesin

berbahan bakar ethanol akan lebih rendah daripada kinerja mesin

kendaraan berbahan bakar bensin. The Argonne National Laboratory di

Amerika Serikat menyimpulkan bahwa jarak tempuh per galon bahan

bakar kendaraan berbahan bakar ethanol (E85) lebih rendah 10-30 persen

daripada kendaraan berbahan bakar bensin, karena setiap galon ethanol

Raedy Anwar S Page 15

Energi Alternatif

mengandung hanya sekitar 70 persen dari energi yang dikandung oleh

setiap galon premium (Ethanol Info 9/6/2005).

Hal ini perlu diperhitungkan dalam menghitung nilai ekonomis dari

bio-ethanol bila dibandingkan dengan premium, artinya karena jarak

tempuh 70% lebih pendek maka harga jual ethanol harus lebih rendah dari

70% harga premium agar ethanol secara ekonomis bersaing dengan

premium.

Di banyak negara masuknya ethanol ke pasar sebagai bahan bakar

kendaraan baik ethanol 85% ataupun sebagai aditif (5 – 25%) pada

umumnya lebih didorong untuk mengurangi pemakaian bahan bakar fosil

untuk memperbaiki lingkungan hidup sesuai dengan hasil Konvensi KTT

Bumi, daripada persaingan nilai ekonomis.

Raedy Anwar S Page 16

Energi Alternatif

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Provinsi Sulawesi Utara terletak di jazirah utara Pulau Sulawesi dan

merupakan salah satu dari tiga provinsi di Indonesia yang terletak di

sebelah utara garis khatulistiwa. Dua provinsi lainnya adalah Provinsi

Sumatera Utara dan Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Dilihat dari letak

geografis Provinsi Sulawesi Utara terletak pada 0° LU – 3° LU dan 123°

BT – 126° BT (Data BPS Propinsi Sulawesi Utara, 2013).

Luas wilayah Provinsi Sulawesi Utara adalah 15.069 km² dengan

persentase 0,72% terhadap luas Indonesia yang terdiri dari 11 (sebelas)

Kabupaten dan 4 (empat) Kota, dengan batas-batas sebagai berikut :

1. Sebelah utara berbatasan dengan Laut Sulawesi

2. Sebelah timur berbatasan dengan Laut Maluku

3. Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Maluku

4. Sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Gorontalo

Berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2003, wilayah

Provinsi Sulawesi Utara setelah pemekaran provinsi meliputi : Kabupaten

Sangihe, Kabupaten Talaud, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa

Selatan, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Bolaang Mongondow,

Kota Manado dan Kota Bitung serta Kota Tomohon. Berdasarkan data

sensus penduduk 2010 Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk

Provinsi Sulawesi Utara sebanyak 2.270.596 jiwa.

Kontribusi sektor kehutanan dan perkebunan terhadap kondisi

perekonomian Provinsi Sulawesi Utara cukup memegang peranan yang

penting, dimana sampai dengan tahun 2009 sektor kehutanan dan

perkebunan masih memberikan kontribusi ekonomi Sulawesi Utara

dengan PDRB sebesar 0,27% dengan laju pertumbuhan PDRB sebesar

9,11% dan indeks perkembangan PDRB sebesar 173,35. Dengan

pengelolaan yang baik dalam sektor perkebunan diharapkan dapat

menciptakan energi alternatif untuk ketahanan energi dimasa depan

Raedy Anwar S Page 17

Energi Alternatif

3.2. Motode Pelaksanaan

Data Dengan perkembangan teknologi dan sistem manajemen, saat ini

hasil pertanian dapat dijadikan solusi/ peluang ekonomi. Yaitu dengan

mengumpulkan semua hasil pertanian /biomassa untuk di olah menjadi

ethanol sebagai pengganti BBM, minyak tanah, bahkan kayu bakar

yang bisa digunakan masyarakat untuk berbagai keperluan yang

selanjutnya akan membantu ekonomi masyarakat.

Pendekatan secara garis besar yang digunakan untuk mengetahui potensi

sumber bioethanol yang paling besar jika dilihat dari besar kadar ethanol

yang didapat dari beberapa jenis bahan untuk pembuatan bioethanol

adalah dengan melakukan kajian pada data yang tersedia baik data dari

biomassa berupa nira aren. Data yang terkumpul kemudian diolah sesuai

dengan kebutuhan. Pendekatan pelaksanaan studi merupakan

kumpulan langkah - langkah yang dilakukan serta dipakai dalam

melaksanakan dan menyelesaikan kajian.

3.3. Analisis Data

Informasi atau data dari literatur dan informasi dari internet

diolah untuk merumuskan permasalahan-permasalahan yang ada

mengenai sumber energi alternatif yang merupakan dampak dari

kelangkaan dan pengurangan subsidi bahan bakar minyak terutama

premium yang berimbas pada masyarakat nelayan. Dengan

menawarkan bioethanol sebagai energi alternatif tersebut untuk

dikembangkan didaerah pedesaan dan dimanfaatkan secara luas oleh

masyarakat maka analisis dilakukan untuk mengetahui dan mengkaji

kelemahan-kelemahan yang ada kemudian dianalisis juga relevansinya

dengan penelitian - penelitian terbaru dari internet. Hasil analisis ialah

berupa konsep baru yang dianggap mampu memberikan tingkat

keberhasilan dan pemanfaatan yang lebih baik dari sebelumnya.

Raedy Anwar S Page 18

Energi Alternatif

Gambar 5. Diagram Tahapan Pembuatan Bioetanol dari Nira Aren

(Sumber : Hadi, S et. al., 2013)

Raedy Anwar S Page 19

Energi Alternatif

BAB IV

PEMBAHASAN

1.1. Analisa Karakteristik Bahan Bakar Bioethanol

1.1.1. Pembuatan Bioethanol dari Nira Aren

Proses Pembuatan Bioethanol secara Umum

Pengolahan bahan berpati dengan kapasitas 7 liter/hari bioethanol.

Prosesnya sebagai berikut. Mencuci, menggiling, dan menyaring

sehingga menjadi bubur tambahkan air 40-50 liter ditambah 1,5 ml enzim

alfa-amilase. Panaskan selama 30-60 menit pada suhu 90o C. Dinginkan

hingga suhu 55-60o C. Tambahkan 0,9 ml enzim gluko-amilase. Jaga

suhu 55-60o C selama 3 jam, didinginkan hingga suhu di bawah 35o C.

Tambahkan 1 g ragi roti, urea 65 g, NPK 14 g (proses fermentasi). Biarkan

selama 72 jam keadaan tertutup pada pH diatas 4. Pindahkan cairan yang

mengandung 7 -9o C bioethanol ke dalam evaporator. Masak hingga

keluar uapnya menuju alat distilasi. Nyalakan aliran air di kondensor.

Tahan temperature bagian atas kolom distilasi pada suhu 79o C ketika

cairan bioethanol mulai keluar. Fraksi bioethanol 90-95% akan

berhenti mengalir secara perlahan. Keluarkan limbah melalui kran

bawah drum, melewati saringan yang akan menahan limbah padat dan

meloloskan limbah cair.

Gambar 6. Skema Proses Produksi Aren Secara Umum

Raedy Anwar S Page 20

Energi Alternatif

Pengolahan nira aren menjadi etanol sudah umum dilakukan petani

aren berasal dari petani Desa Kuwil, Kecamatan Kalawat Kabupaten

Minahasa Utara , dengan cara menampung nira hasil sadapan dalam

tangki selama 2-3 hari tanpa menggunakan stater atau ragi, nira hasil

fermentasi kemudian disuling dengan alat penyulingan sederhana, akan

menghasilkan bioetanol berkadar 25-35% etanol (Lay et al., 2004).

Untuk meningkatkan kadar etanol menjadi 99,5-99,8% dengan cara

dehidrasi (Tjokoroadikoesoemo, 1986).

Berdasarkan hasil penelitian menurut A.Lay (2009) menunjukkan

bahwa massa bahan baku dan produk bioethanol yang terbaik adalah dari

bahan olah 12 liter nira aren akan menghasilkan 8,8 liter ethanol dengan

kadar 92-93,5% setelah proses destilasi. Hal ini dapat ditunjukkan pada

table 2 berikut ini.

Tabel 2. Pengukuran Kadar Alkohol setiap Destilasi dan Dehidrasi

Sumber : Hadi, S. et. al. (2013)

Dari Tabel 1 menunjukkan awal dari proses fermentasi dengan

jumlah bahan sebanyak 90 L menghasilkan rata-rata kadar etanol 4 %.

Untuk proses berikutnya adalah destilasi dengan jumlah bahan sebanyak

90 L menghasilkan bioetanol berjumlah rata-rata 15,7 L dengan kadar

rata-rata etanol 81,3 %, untuk kadar etanol ini masih tergolong rendah

maka diperlukan pengulangan destilasi tahap ke-2 dari bahan sebanyak

rata-rata 15,7 L menghasilkan bioetanol berjumlah rata-rata 10,7 L dengan

kadar rata-rata etanol 93, untuk kadar etanol ini sudah tergolong tinggi

maka dilanjutkan ke proses dehidrasi yaitu dari bahan sebanyak rata-rata

10,7 L menghasilkan bioetanol berjumlah rata-rata 7,3 L dengan kadar

Raedy Anwar S Page 21

Energi Alternatif

rata-rata etanol 100 yaitu telah mencapai kadar Fuel Grade Ethanol

(FGE).

Metode yang digunakan hanya melalui 2 (dua) tahap utama saja

yaitu proses fermentasi dan destilasi, sehingga pembuatannya akan lebih

efektif karena merupakan jenis bahan sukrosa (bergula).

1.1.2. Rendemen Bioetanol

Untuk rendemen bioetanol dengan kadar FGE 99,56 % yaitu untuk

digunakan sebagai substitusi ke bahan bakar fosil diperoleh hasil

perhitungan awal dari jumlah volume nira aren 90 liter adalah seperti

diuraikan pada Tabel 2.

Tabel 3. Rendemen Perbandingan Bioetanol ke kadar 99,56 % dengan

alat destilasi dan dehidrasi

No Produk/ Bahan

Perbandingan Volume (Liter) Rata – Rata

Volume

(Liter)Ulangan I Ulangan 2 Ulangan 3

1 Awal 90 90 90 90

2 Akhir 7 8 7 7,3

Rendemen 7,8 8,9 7,8 8,1

Sumber : Hadi, S. et. al. (2013)

Terlihat dari rata-rata volume bahan awal sebanyak 90 L melalui

proses fermentasi, destilasi dan dehidrasi menghasilkan volume akhir

bioetanol kadar alkohol 100% sebanyak 7,3 L. Sehingga rendemen rata-

rata bioetanol dari aren diperoleh sebesar 8,1 % atau dengan

perbandingan 90 L bahan baku nira fermentasi menjadi 7,3 L bioetanol

kadar FGE atau sama dengan 12 Liter Bahan Baku : 1 Liter bioetanol

FGE. Hasil penelitian ini lebih tinggi dari nilai rendemen rata-rata bioetanol

nira kelapa hasil destilasi 14 kali yaitu 4,83 % (Wijaya et al, 2012).

Rendemen bioetanol yang dihasilkan dari destilasi sampah organik yaitu

sebesar 4,50 – 7,70% (Mahyuda, 2006). Untuk perbandingan jumlah

bahan baku dengan bioetanol kadar 100% yang dihasilkan yaitu 1 : 12,3

artinya untuk menghasilkan bioetanol kadar 100% dibutuhkan bahan baku

untuk di fermentasi sebanyak 90 L melalui beberapa tahap proses lanjutan

Raedy Anwar S Page 22

Energi Alternatif

destilasi sebanyak 2 kali dan dehidrasi 1 kali pada penggunaan alat tipe

teknologi tepat guna (TTG).

Tabel 4. Hasil Pengujian Kualitas Bioetanol Aren Spesifikasi Fuel Grade

untuk Substitusi.

Sumber : Hadi, S. et. al. (2013)

Untuk perbandingan hasil pengujian spesifikasi kualitas bioetanol

aren dengan SNI Bioetanol Nasional dan negara produsen bioetanol

terlihat pada Tabel 6. Dari Tabel 6 hasil pengujian spesifikasi kualitas

bioetanol untuk kadar etanol menunjukkan nilai sebesar 99,56 %, kadar

metanol sebesar 64 ppm, kadar air sebesar 0,78 % dari 1 % standar SNI

dan kadar keasaman bioetanol aren dengan hasil 25 ppm telah memenuhi

standar SNI dan beberapa negara produsen bioetanol. Hasil pengujian ini

yang telah memenuhi standar SNI merupakan bioetanol produksi

menggunakan peralatan skala teknologi tepat guna. Untuk pemurnian

kadar bioetanol mengunakan unit alat dehidrasi supaya memenuhi

persyaratan fuel grade ethanol (FGE) atau bisa digunakan untuk substitusi

sebagai bahan bakar (biofuel). Salah satu cara untuk meningkatkan kadar

bioetanol adalah dengan proses dehidrasi untuk memperoleh etanol

dengan kadar lebih besar dari 99% (Onuki, 2006).

Raedy Anwar S Page 23

Energi Alternatif

1.1.3. Karakteristik Bioethanol dari Nira Aren

Salah satu bahan bakar yang dapat digunakan untuk menggantikan

bensin adalah ethanol. Ethanol yang sering juga disebut etil alkohol rumus

kimianya adalah C2H5OH, bersifat cair pada temperatur kamar. Ethanol

dapat dibuat dari proses pemasakan, fermentasi dan distilasi beberapa

jenis tanaman yang memiliki kadar sukrosa yang tinggi termasuk dari jenis

nira aren.

Beberapa karakteristik bahan bakar etanol yang mempengaruhi

kerja mesin bensin :

Bilangan Oktan

Ethanol memiliki angka oktan yang lebih tinggi daripada bensin yaitu

research octane 108 dan motor octane 92. Angka oktan pada bahan

bakar mesin Otto menunjukkan kemampuannya menghindari

terbakarnya campuran udara bahan bakar sebelum waktunya. Jika

campuran udara bahan bakar terbakar sebelum waktunya akan

menimbulkan fenomena knocking yang berpotensi menurunkan daya

mesin, bahkan bisa menimbulkan kerusakan serius pada komponen

mesin.

Nilai Kalor

Nilai Nilai kalor suatu bahan bakar menunjukkan seberapa besar

energi yang terkandung didalamnya. Nilai kalor ethanol sekitar 67%

nilai kalor bensin, hal ini karena adanya oksigen dalam struktur

ethanol. Berarti untuk mendapatkan energi yang sama jumlah ethanol

yang diperlukan akan lebih besar. Adanya oksigen dalam ethanol juga

mengakibatkan campuran menjadi lebih ‘miskin/lean’ jika

dibandingkan dengan bensin, sehingga campuran harus dibuat lebih

kaya untuk mendapatkan unjuk kerja yang diinginkan.

Volatility

Volatility Volatility suatu bahan bakar menunjukkan kemampuannya

untuk menguap. Sifat ini penting, kerena jika bahan bakar tidak cepat

Raedy Anwar S Page 24

Energi Alternatif

menguap maka bahan bakar akan sulit tercampur dengan udara pada

saat terjadi pembakaran. Zat yang sulit menguap tidak dapat

digunakan sebagai bahan bakar mesin bensin meskipun memiliki nilai

kalor yang besar. Namun demikian bahan bakar yang terlalu mudah

menguap juga berbahaya karena mudah terbakar.

Panas Laten Penguapan

Ethanol memiliki panas penguapan (heat of vaporization) yang tinggi.

Ini berarti ketika menguap ethanol akan memerlukan panas yang lebih

besar, dimana panas ini akan diserap dari silinder sehingga

dikhawatirkan temperaturnya puncak akan rendah. Padahal agar

pembakaran terjadi secara efisien maka temperatur mesin tidak boleh

terlalu rendah. Pada kenyataannya karena pembakaran berlangsung

sangat cepat panas tersebut tidak akan sempat terserap, sehingga

dengan bahan bakar ethanol penurunan temperatur hanya berkisar

antara 20-40 F.

Emisi Gas Buang

Ethanol memiliki satu molekul OH dalam susunan molekulnya.

Oksigen yang inheren didalam molekul ethanol tersebut membantu

penyempurnaan pembakaran antara campuran udara bahan bakar

dalam silinder. Semakin sempurna pembakaran, maka emisi UHCnya

akan semakin rendah. Ditambah dengan rentang keterbakaran

(flammability) yang lebar yakni 4.3-19 vol dibandingkan dengan

gasoline yang memiliki rentang keterbakaran 1.4 – 7.6 vol,

pembakaran campuran udara – ethanol menjadi lebih baik. Hal inilah

yang dipercaya sebagai faktor penyebab relatif rendahnya emisi CO

dibandingkan dengan pembakaran udara-gasolin. Karena temperatur

puncak dalam silinder lebih rendah dibanding dengan pembakaran

bensin, maka emisi NO, yang dalam kondisi atmosfer akan

membentuk NO2 yang bersifat racun, juga akan turun.

Raedy Anwar S Page 25

Energi Alternatif

Tabel 5. Perbandingan Karakteristik Bahan Bakar Etanol dengan bensin

Sumber : www.afdc.doe.gov.

1.2. Penggunaan Bioetanol

Penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar kendaraan bermotor

bervariasi antara blend hingga bioetanol murni. Bioetanol sering disebut

dengan notasi “Ex”, dimana x adalah persentase kandungan bioetanol

dalam bahan bakar. Beberapa contoh penggunaan notasi “Ex” antara

lain :

1. E100, bioetanol 100% atau tanpa campuran

2. E85, campuran 85% bioetanol dan bensin 15 %

3. E20, campuran 20% bioetanol dan bensin 80 %

4. E10, campuran 10% bioetanol dan bensin 90 %

5. E5, campuran 5% bioetanol dan bensin 95 %

Pertamina telah menjual biopremium (E5) yang mengandung

bioetanol 5% dan premium 95%. Bahan bakar E5 dapat digunakan pada

kendaraan yang menggunakan bensin (gasoline) standar, tanpa

modifikasi apapun. Namun bahan bakar E15 keatas atau persentase

bioetanol lebih dari 15% harus memanfaatkan kendaraan dengan tipe

Flexible – Fuel Vehicle. Brasil sebagai salah satu negara yang

menggunakan bioetanol terbesar didunia telah mengadopsi bahan bakar

E100, dimana kandungan bioetanol 100%.

Raedy Anwar S Page 26

Energi Alternatif

Bioetanol dengan kandungan 100% memiliki nilai oktan (Octane)

RON 116 – 129, yang relatif lebih tinggi dibandingkan bahan bakar

premium dengan nilai RON 88. Karena nilai oktan yang tinggi, bioetanol

dapat digunakan sebagai pendongkrak oktan (octane booster) untuk

bahan bakar beroktan rendah. Nilai oktan yang lebih tinggi pada bioetanol

juga berpengaruh positif terhadap efisiensi dan daya mesin. Penggunaan

Bahan Bakar E10 dan E20 memiliki performa (power dan force) yang lebih

baik untuk mesin, seperti tercantum dalam tabel pengujian berikut :

Tabel 6. Pengujian Penggunaan Bahan Bakar Bioetanol dan Premium

Fuel E10 E20 Premium Pertamax

Power (kW) 41,23 41,52 30,97 40,09

Force (N) 1856,1 1913,8 1393,8 1804

Fuel Consumption

(L/ Hour)30,39 31,24 31,03 27,38

Fuel Consumption/

Power (L/ kWh)0,737 0,735 1,002 0,683

Sumber : Lab. BTMP – BPPT, 2006.

Sayangnya untuk menghasilkan power dan force yang lebih tinggi,

dibutuhkan bahan bakar E20 dalam jumlah lebih banyak perjam relatif

terhadap pertamax. Untuk nilai fuel consumption/ power bahan bakar

pertamax memberikan hasil yang terbaik diikuti oleh E20 dan E10. Secara

umum, pencampuran premium dengan bioetanol memberikan dampak

yang baik bagi performa mesin

1.3. Potensi Produksi Bioetanol dan Biopremium Aren

Tabel 7. Potensi Produksi Bioetanol

NoProduksi Nira Aren

(Liter/ Ha/ Th)

Rendemen Nira Ke

Bioetanol FGE

Jumlah Produksi

Bioetanol (Liter/ Ha/ Th)

1 Produksi Mak : 158.153,18 12 : 1 13.179,43

2 Produksi Min ; 32.930,04 12 : 1 2.744,17

Produksi Rata-Rata : 95.542 12 : 1 7.962,80

Sumber : Hadi, S. et. al. (2013)

Tabel 7, diatas menunjukkan jumlah produksi bioetanol dengan

menggunakan alat teknologi tepat guna untuk kadar ≥ 99,96%.

Raedy Anwar S Page 27

Energi Alternatif

Perbandingan rendemen nira – bioetanol FGE sebesar 12:1, maka

produksi bioetanol tertinggi adalah sebesar 13.179,43 liter/Ha/ tahun

sedangkan untuk produksi terendah adalah sebesar 2.744,17 liter/Ha/

tahun. Sehingga produksi rata-rata bioetanol yang dihasilkan adalah

7.962,80 liter/Ha/tahun. Produksi bioetanol dari bahan baku nira aren pada

beberapa hasil ujicoba menunjukkan perbandingan antara nira sebagai

bahan baku, dengan bioetanol adalah sebesar 12:1. Selanjutnya menurut

Arent Indonesia (2009) mengungkapkan bahwa dari 12 liter air Aren

setelah diproses dalam penyulingan, bakal menghasilkan 1 liter bioetanol.

Menurut Okugbo, et al (2012) nira aren yang difermentasi

menjadi etanol dalam jumlah besar diperkirakan akan memproduksi 6,480-

15,600 L etanol per hektar. Dibandingkan Tebu hasil yang dipeoleh

5,000-8,000 L per ha etanol dan luas yang setara dengan ditanam jagung

akan menghasilkan hanya 2000 L per ha etanol.

Dengan kondisi bahan bakar di Indonesia disektor transportasi

masih didominasi 100% bahan bakar fosil antara lain Premium dan

Pertamax Plus 95, yaitu dari sumber energi yang non renewable.

Substitusi bioetanol aren ke BBM premium merupakan energy mix yang

berkualitas dan ramah lingkungan. Ketergantungan penggunakan BBM

fosil jenis premium sangat tidak arif dan cenderung boros, hanya

memikirkan kebutuhan sesaat dan belum memikirkan tabungan energi

untuk generasi yang akan datang. Tidak bisa dibayangkan, disaat

cadangan minyak Indonesia menipis atau habis untuk generasi

berikutnya, maka seluruh sektor industri dan transportasi yang masih

mempunyai ketergantungan dengan energi fosil, mengalami stagnan

atau berhenti bergerak akibat kelangkaan minyak. Pengembangan

sumber energi baru terbarukan dari energi hijau bioetanol aren, tidak

menimbulkan konflik terhadap krisis pangan. Jenis bioetanol aren kualitas

fuel grade etanol (FGE) berkadar > 99,5 % akan mempunyai sifat dapat

tercampur/homogen antara minyak premium dari fosil dengan bioetanol

aren dari non fosil. Hal ini merupakan suatu langkah pertama kearah

penyiapan teknologi subsitusi energi.

Raedy Anwar S Page 28

Energi Alternatif

Bioetanol aren dapat berfungsi sebagai zat aditif ekstender penaik

kadar oktan BBM. Disamping itu, zat aditif ini dapat menjadi suatu

kebanggaan karena merupakan produk yang berasal dari sumberdaya

alam Indonesia. Untuk mengantisipasi kondisi saat ini, dimana bangsa

Indonesia masih mengimport zat aditif penaik oktan HOMC dengan

ketergantungan pada negara lain, dan menyedot dana sampai ratusan

milyar per tahun. Perbandingan jumlah produksi produk bahan bakar

Biopremium hasil substitusi bioetanol ke bahan bakar fosil premium

menurut aturan pemerintah dan hasil penelitian terlihat pada Tabel 10.

Tabel 8. Produksi Biopremium Etanol Aren (Liter/ Ha/ Tahun) dibedakan

dari produksi nira.

Tingkat

Produksi

Produksi

Bioetanol

(Liter/Ha/Th)

Subtitusi Bioetanol Ke

BBM Fosil Premium

(Aturan Pemerintah

E10)

Jumlah

BioPremiu

m Aren

Liter/ Ha/Th

Subtitusi Bioetanol Ke

BBM Fosil Premium

(Hasil Penelitian E2)

Jumlah

BioPremium

Aren Liter/

Ha/ThPremium

90% (Liter)

Etanol

10%

(Liter)

Premium

98% (Liter)

Etanol

2% (Liter)

Tertinggi 13.179,43 118.614,88 13.179,43 131.794,31 645.792,07 13.179,43 658.971,50

Terendah 2.744,17 24.697,53 2.744,17 27.441,70 134.464,33 2.744,17 137.208,50

Rata -

rata7.962,80 71.665,20 7.962,80 27.441,70 390.177,20 7.962,80 398.140,00

1.4. Kebutuhan produksi Bioethanol untuk kapal mini purse seine

(pajeko) di PPS Bitung

Potensi perkebunan aren di Propinsi sulawesi Utara sangat besar,

hal ini dapat dimanfaatkan sebagai penggerak sektor perekonomian

masyarakat diwilayah tersebut. Dengan penggunaan tehnologi tepat guna,

masyarakat sekitar dapat memproduksi bioetanol yang didapatkan dari

nira aren. Berdasarkan data BPS Propinsi Sulawesi Utara Tahun 2013

jumlah lahan yang digunakan untuk pengembangan komoditi Aren di

Propinsi sulawesi Utara yaitu 6.115 Ha.

Tabel 9. Wilayah Potensi Pengembangan Komoditi Aren

Raedy Anwar S Page 29

Energi Alternatif

No Nama Daerah Luas Lahan1 Kabupaten Bolaangmongondow Lahan Yang digunakan : 144 Ha2 Kabupaten Bolaangmongondow Selatan Lahan Yang digunakan : 135 Ha3 Kabupaten Bolaangmongondow Timur Lahan Yang digunakan : 160 Ha4 Kabupaten Bolaangmongondow Utara Lahan Yang digunakan : 193 Ha5 Kabupaten Minahasa Lahan Yang digunakan : 764 Ha

6 Kabupaten Minahasa SelatanLahan Yang digunakan : 2.104 Ha

7 Kabupaten Minahasa tenggara Lahan Yang digunakan : 868 Ha8 Kabupaten Minahasa Utara Lahan Yang digunakan : 699 Ha9 Kota Kotamobagu Lahan Yang digunakan : 67 Ha

10 Kota Tomohon Lahan Yang digunakan : 981 HaTotal Lahan Yang digunakan : 6.115 Ha

(Sumber : Data BPS Propinsi Sulawei Utara Tahun 2013)

Menurut data BPS Propinsi Sulawesi Utara Tahun 2013, wilayah

potensi pengembangan komoditi aren tersebar di 10 kota/ kabupaten

dengan total lahan yang digunakan sebesar 6.115 Ha. Dari beberapa kota/

kabupaten tersebut potensi komoditi aren terbesar berdasarkan lahan

yang digunakan terdapat pada Kabupaten Minahasa Selatan dengan luas

lahan sebesar 2.104 Ha.

Berdasarkan Tabel Produksi Biopremium Etanol Aren (Liter/ Ha/

Tahun) dibedakan dari produksi nira, diketahui bahwa rata – rata produksi

bioetanol (liter/ Ha. Tahun) sebesar 7962,8 Liter/ Ha. Berarti jika potensi

komoditi aren di Propinsi Sulawesi Utara di manfaatkan dalam pembuatan

bioetanol secara optimal maka dapat menghasilkan bioetanol sebesar

48.692.522 liter/ Ha/ Tahun. Hal ini sangat berharga jika digunakan dalam

menunjang sektor perikanan tangkap, sehingga dapat meningkatkan

produksi perikanan tangkap yang selama masih mengandalkan pasokan

BBM dari pemerintah pusat.

Menurut data pusdatin KKP (2012) jumlah kapal/ perahu motor

tempel di Sulawesi Utara yaitu 688 kapal. Dengan asumsi bahwa

kebutuhan bahan bakar bioetanol masing – masing kapal/ minggu yaitu

120 liter/ kapal, maka kebutuhan bahan bakar bioetanol untuk kapal/

perahu motor tempel di propinsi Sulawesi Utara selama satu tahun adalah

4.293.120 liter/ tahun. Jumlah konsumsi bahan bakar bioetanol dari kapal/

perahu motor tempel masih dapat terpenuhi dengan adanya pemanfaatan

Raedy Anwar S Page 30

Energi Alternatif

optimal dari nira aren yang dijadikan bioetanol sebagai pengganti bahan

bakar premium. Adanya ketersediaan jumlah produksi bioetanol yang

masih lebih, dapat dipergunakan untuk pemakaian energi pada sektor

transportasi dan industri di Propinsi Sulawesi Utara.

Gambar 7. Kapal/ Perahu Motor Tempel.

Jadi pemanfaatan potensi nira aren di propinsi Sulawesi Utara

untuk pembuatan bioetanol dapat memberikan kesempatan penting untuk

pengembangan industri, inovasi dan penciptaan lapangan kerja.

Pembuatan bioetanol dengan skala industri kecil memungkinkan

partisipasi masyarakat, termasuk petani yang memiliki ketersediaan lahan

yang cocok untuk pohon aren. Dan kesempatan bagi Pemerintah Daerah

untuk meningkatkan pembangunan ekonomi mereka.

Raedy Anwar S Page 31

Energi Alternatif

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Proses pembuatan bioetanol dari nira aren melewati 3 proses yaitu

fermentasi, distilasi dan dehidrasi. Proses fermentasi dengan jumlah

bahan sebanyak 90 L menghasilkan rata-rata kadar etanol 4 %,

setelah dilakukan proses destilasi dan proses dehidrasi

menghasilkan bioetanol berjumlah rata-rata 7,3 L dengan kadar rata-

rata etanol 100 yaitu telah mencapai kadar Fuel Grade Ethanol

(FGE).

2. Jumlah produksi bioetanol tertinggi dengan menggunakan alat

teknologi tepat guna untuk kadar ≥ 99,96% adalah sebesar

13.179,43 liter/Hatahun sedangkan untuk produksi terendah adalah

sebesar 2.744,17 liter/Ha/ tahun. Sehingga produksi rata-rata

bioetanol yang dihasilkan adalah 7.962,80 liter/Ha tahun.

3. Jumlah lahan yang digunakan untuk pengembangan komoditi Aren di

Propinsi sulawesi Utara yaitu 6.115 Ha, maka jumlah produksi

bioetanol sebesar 48.692.522 liter/ Ha/ Tahun dapat mencukupi

kebutuhan bahan bakar bioetanol untuk kapal/ perahu motor tempel

di propinsi Sulawesi Utara selama satu tahun sebesar 4.293.120

liter/ tahun.

5.2. Saran

1. Pemerintah daerah perlu mendorong menciptakan ketahanan energi

di propinsi Sulawesi Utara dengan mengoptimalkan produksi

bioetanol dari nira aren, terutama bagi sektor perikanan.

2. Pemerintah daerah perlu membina petani dan memberikan

penyuluhan bagi petani aren untuk membuat biofuel dalam

menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan perekonomian

petani.

3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk memaksimalkan potensi

komoditi aren di propinsi Sulawesi Utara dalam pembuatan

bioetanol.

Raedy Anwar S Page 32

Energi Alternatif

REFERENSI

Anonymous. 2006. Keputusan Direktur Jenderal Migas No. 3674K/24/DJM/2006 tentang Standar Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Bensin yang Dipasarkan di dalam Negeri.

Arsyad, M. 2001. Kamus Kimia ” Arti dan Penjelasan Ilmiah”. Gramedia, Jakarta.

Balai Besar Teknologi Pati-BPPT 2003. Kelayakan Tekno Ekonomi Bio-Ethanol Sebagai Bahan Bakar Alternatif Terbarukan.

Barlina, R. dan A.Lay, 1994. Pengolahan nira kelapa untuk produk fermentasi nata de coco, alkohol dan asam cuka. Jurnal Penelitian Kelapa Vol.7 No.2 Thn.1994. Balai Penelitian Kelapa, Manado.

BPS Propinsi Sulawesi Utara. 2013. Propinsi Sulawesi Utara dalam angka Tahun 2013. Badan Pusat Statistik, Manado.

Hadi, S. et. al. 2013. Karakteristik Dan Potensi Bioetanol Dari Nira Aren (Arenga Pinnata) Untuk Penerapan Skala Teknologi Tepat Guna. Jurnal Ilmu Lingkungan. Badan Penelitian, Pengembangan dan Statistik Kabupaten Bengkalis, Bengkalis

Ismanto, A. et al. 1995. Pohon Kehidupan : Aren (Arenga pinnata Merr.). Badan Pengelola Gedung Manggala Wanabakti dan Prosea Indonesia, Jakarta. Hal.7-13

Legowo H Evita, Kussuryani Y. Dkk. 2007. Biofuel Development In Indonesia. Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, Jakarta.

Lempang, M., 1996. Jenis-jenis kayu untuk pembangunan kapal kayu tradisional propinsi Sulawesi Selatan. Buletin Penelitian Kehutanan No.2 tahun 1996 hal.56-76. Balai Penelitian Kehutanan, Ujung Pandang.

Lempang, M., 2000. Rendemen produksi gula aren (Arenga pinnata Merr.). Buletin Penelitian Kehutanan Vol.6 No.1 Tahun 2000 hal. 17-28. Balai Penelitian Kehutanan, Ujung Pandang.

Lutony, T.L., 1993. Tanaman Sumber Pemanis. P.T Penebar Swadaya, Jakarta.

Mahmud, Z., D. Allorerung dan Amrizal, 1991. Prospek tanaman kelapa, aren, lontar dan gewang untuk menghasilkan gula. Buletin Balitka No.14 Tahun 1991 hal.90-105. Balai Penelitian Tanaman Kelapa, Manado.

Raedy Anwar S Page 33

Energi Alternatif

Prawoto dan Bagus Anang Nugroho, 2005. Perbandingan Unjuk Kerja kendaraan Bermotor Dengan Bahan Bakar Gasohol (E10), Premium dan Pertamax.

Ramadani P., I. Khaeruddin, A. Tjoa dan I.F. Burhanuddin. 2008. Pengenalan Jenis-Jenis Pohon Yang Umum di Sulawesi. UNTAD Press, Palu.

Rumokoi, M.M.M. 1990. Manfaat tanaman aren (Arenga Pinnata Merr). Buletin Balitka No. 10 Thn 1990 hal : 21-28. Balai Penelitian Kelapa, Manado.

Soeseno, S., 1992. Bertanam Aren. P.T. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sunanto, H., 1993. Aren (Budidaya dan Multigunanya). Kanisius, Yogyakarta.

Torar, D.J. dan J.G. Kindangen, 1990. Pendapatan petani arak aren (kasus Desa Rumoong Atas, Sulawesi Utara). Buletin Balitka No. 10 Thn 1990 hal : 29-33. Balai Penelitian Kelapa, Manado.

www.afdc.doe.gov.

Raedy Anwar S Page 34