paper asma bronkial.docx

41
PAPER dan LAPORAN KASUS ANAK ASMA BRONKIAL DISUSUN OLEH FIONNA MASITAH 1008260019 PEMBIMBING dr. Nurdiani, Sp.A BAGIAN ILMU PEDIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT HAJI MEDAN

Upload: fionna-pohan

Post on 03-Dec-2015

226 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: paper asma bronkial.docx

PAPER dan LAPORAN KASUS ANAK

ASMA BRONKIAL

DISUSUN OLEH

FIONNA MASITAH

1008260019

PEMBIMBING

dr. Nurdiani, Sp.A

BAGIAN ILMU PEDIATRI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

SUMATERA UTARA

RUMAH SAKIT HAJI

MEDAN

2015

Page 2: paper asma bronkial.docx

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang karena rahmat dan

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan paper dan lapkas yang berjudul “Asma Bronkial”

sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian

Ilmu Pediatri di Rumah Sakit Umum Haji Mina Medan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.

Nurdiani,Sp.A sebagai pembimbing yang telah memberi masukan dan saran dalam

menyelesaikan paper dan lapkas ini serta semua staff pengajar di Bagian Ilmu Pediatri di

Rumah Sakit Umum Haji Mina Medan, dan teman-teman di kepaniteraan klinik senior.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa paper dan lapkas ini memiliki banyak

kekurangan, maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun

untuk perbaikan dimasa mendatang. Harapan penulis semoga paper ini dapat memberikan

manfaat dan menambah pengetahuan kita semua.

    

Medan, 04 Mei 2015

i

Page 3: paper asma bronkial.docx

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ---------------------------------------------------------------------------------------iDaftar Isi----------------------------------------------------------------------------------------------ii

BAB 1 PENDAHULUAN -------------------------------------------------------------------------1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA------------------------------------------------------------------2

2.1 Definisi Asma ----------------------------------------------------------------------------2

2.2 Faktor Risiko Asma ---------------------------------------------------------------------2

2.3 Patofisiologi Asma-----------------------------------------------------------------------2

2.4 Manifestasi Klinik -----------------------------------------------------------------------3

2.5 Diagnosis Asma--------------------------------------------------------------------------4

2.6 Diagnosis Banding -----------------------------------------------------------------------7

2.7 Tatalaksana Asma -----------------------------------------------------------------------7

2.8 Pencegahan Asma -----------------------------------------------------------------------11

BAB 3 KESIMPULAN----------------------------------------------------------------------------15

DAFTAR PUSTAKA------------------------------------------------------------------------------16

LAPORAN KASUS--------------------------------------------------------------------------------17

ii

Page 4: paper asma bronkial.docx

BAB 1

PENDAHULUAN

Asma merupakan penyebab utama penyakit kronis pada masa kanak-kanak,

menyebabkan kehilangan hari-hari sekolah yang berarti, karena penyakit kronis. Asma

merupakan diagnosis masuk yang paling sering di rumah sakit anak dan berakibat kehilangan

5-7 hari sekolah secara nasional.tahun/anak. Sebanyak 10-15% anak laki-laki dan 7-10%

anak wanita dapat menderita asma pada suatu saat selama masa kanak-kanak. Sebelum

pubertas sekitar dua kali anak laki-laki yang lebih banyak terkena daripada anak wanita,

setelah itu insidens menurut jenis kelamin sama. Asma dapat menyebabkan gangguan

psikososial pada keluarga.1

Dalam 30 tahun terakhir prevalensi asma terus meningkat terutama di negara maju.

Peningkatan terjadi juga di negara-negara Asia Pasifik seperti Indonesia. Studi di Asia Pasifik

baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk kerja akibat asma jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan di Amerika Serikat dan Eropa. Hampir separuh dari seluruh pasien

asma pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap

tahunnya. Hal tersebut disebabkan manajemen dan pengobatan asma yang masih jauh dari

pedoman yang direkomendasikan Global Initiative for Asthma (GINA).2

Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti. Hasil penelitian pada anak

sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC (International Study on

Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 melaporkan prevalensi asma sebesar 2,1%,

sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%. Hasil survey asma pada anak sekolah

di beberapa kota di Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta,

Malang dan Denpasar) menunjukkan prevalensi asma pada anak SD (6 sampai 12 tahun)

berkisar antara 3,7-6,4%, sedangkan pada anak SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8%.

Berdasarkan gambaran tersebut, terlihat bahwa asma telah menjadi masalah kesehatan

masyarakat yang perlu mendapat perhatian serius.2

1

Page 5: paper asma bronkial.docx

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Asma

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan banyak sel dan

elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang

menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat dan

batuk-batuk terutama malam atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi

jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversible dengan atau tanpa

pengobatan.3

2.2 Faktor Risiko Asma

Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host factor)

dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik yang

mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik (atopi), hiperaktiviti

bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan

kencenderungan/ presiposisi asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya

eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor

lingkungan yaitu allergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi

pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga.3

2.3 Patofisiologi Asma

Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alergen,

virus, dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut. Asma dapat terjadi melalui

2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur imunologis didominasi oleh antibodi

IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase

lambat. Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah

antibodi IgE ab- normal dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi,

antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel mast pada interstisial paru, yang

berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang menghirup alergen,

terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan

dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini berdegranulasi

mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah

histamin, leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan

efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen 2

Page 6: paper asma bronkial.docx

bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi saluran

napas. Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu 10-15 menit

setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator

sel mast terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus.

Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajanan allergen dan bertahan selama

16--24 jam, bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti

eosinofil, sel T, sel mast dan Antigen Presenting Cell (APC) merupakan sel-sel kunci dalam

patogenesis asma.2

Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen,

makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal

menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast

dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen

masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel

bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi

tanpa melibatkan sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut

dan SO2. Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen

vagal mukosa yang terangsa menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P,

neurokinin A dan Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah yang

menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi

lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi.2

Hipereaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas bronkus

tersebut dapat diukur secara tidak langsung, yang merupakan parameter objektif beratnya

hipereaktivitas bronkus. Berbagai cara digunakan untuk mengukur hipereaktivitas bronkus

tersebut, antara lain dengan uji provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen,

maupun inhalasi zat nonspesifik.2

2.4 Manifestasi Klinik

Tanda-tanda dan gejala-gejala asma adalah batuk, yang kedengarannya lengeket dan

batuk yang nonproduktif pada awal perjalanan serangan, mengi, takipnea, dan dispneu

dengan ekspirasi panjang serta menggunakan otot-otot pernapasan tambahan, sianosis,

hiperinflasi dada, takikardi dan pulsus paradoksus, yang mungkin dijumpai pada berbagai

tingkat, tergantung pada stadium dan keparahan serangan.1

3

Page 7: paper asma bronkial.docx

2.5 Diagnosis Asma

1. Anamnesis

Seorang anak dikatakan menderita serangan asma apabila didapatkan gejala batuk dan

atau mengi yang memburuk dan progresif. Selain keluhan batu, dijumpai sesak nafas dari

ringan sampai berat. Pada serangan asma, gejala yang timbul bergantung pada derajat

serangannya. Pada serangan ringan, gejala yang timbul tidak terlalu berat. Pasien masih

lancer berbicara dan aktivitasnya tidak terganggu. Pada serangan sedang, gejala bertambah

berat. Anak sulit mengungkapkan kalimat. Pada serangan asma berat, gejala sesak dan

sianosis dapat dijumpai, pasien berbicara terputus-putus saat mengucapkan kata-kata.4

2. Pemeriksaan Fisik

Gejala dan tanda serangan asma pada anak tergantung derajat serangannya. Pada

serangan ringan, anak masih aktif, dapat berbicara lancer, tidak dijumpai adanya retraksi baik

di sela iga maupun epigastrium. Frekuensi napas masih dalam batas normal. pada serangan

sedang dan berat dapat dijumpai adanya wheezing terutama saat ekspirasi, retraksi dan

peningkatan frekuensi napas dan denyut nadi, bahkan dapat dijumpai sianosis.4

Deformitas dada seperti tong merupakan tanda penyumbatan jalan napas asma berat

yang kronis dan terus menerus. Sulkus harison, depresi anteriorlateral toraks pada insersi

diafragma, mungkin ditemukan pada anak dengan retraksi berat yang berulang. 1

3. Pemeriksaan Penunjang

Pada serangan asma berat, pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah analisis gas

darah (AGD) dan foto rontgen toraks proyeksi anterior posterior (AP). Pada AGD dapat

dijumpai peningkatan PCO2 dan rendahnya pO2 (hipoksemia). Pemeriksaan penunjang lain

yang diperlukan adalah uji fungsi paru bila kondisi memungkinkan. Pada pemeriksaan ini

dapat ditemukan adanya penurunan FEV1 yang mencapai <70% nilai normal. Uji alergi kulit

dan URAS (uji radioalergosorben) atau penentuan Ig E spesifik secara in vitro lainnya,

berguna dalam mengenali allergen lingkungan yang secara potensial penting.1,4

4

Page 8: paper asma bronkial.docx

Tabel 1. Penilaian derajat serangan Asma

Parameter klinis,

fungsi paru,

laboratorium

Ringan Sedang Berat Ancaman

Henti napas

Sesak timbul

pada saat

(breathless)

Berjalan

Bayi: menangis

berat

Berbicara

Bayi:

-Tangis pendek dan

lemah

-Kesulitan makan

Istirahat

Bayi: berhenti

makan

Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata

Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk Duduk

bertopang

lengan

Kesadaran Mungkin

irritable

Biasanya irritable Biasanya

irritable

Kebingungan

Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata

Mengi Sedang, sering

hanya pada

akhir ekspirasi

Nyaring, sepanjang

ekspirasi ± inspirasi

Sangat

nyaring,

terdengar

tanpa

stetoskop

Sulit/tidak

terdengar

Sesak napas Minimal Sedang Berat

Otot bantu napas Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan

paradok

torako-

abdominal

Retraksi Dangkal,

retraksi

interkostal

Sedang, ditambah

retraksi suprasternal

Dalam,

ditambah

napas cuping

hidung

Dangkal/hilang

Laju napas Meningkat Meningkat Meningkat Menurun

Pulsus

paradoksus

Tidak ada < 10

mmHg

Ada 10-20 mmHg Ada > 20

mmHg

Tidak ada,

tanda

kelelahan otot 5

Page 9: paper asma bronkial.docx

napas

FEV1

-Pra b.dilator

-pasca b.dilator

>60%

>80%

40-60%

60-80%

<40%

<60% respon <

2 jam

SaO2 >95% 91-95% ≤90%

PaO2 Normal >60 mmHg <60 mmHg

PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg

Tabel 2. Klasifikasi Derajat Penyakit Asma pada Anak

Parameter klinis,

kebutuhan obat dan

faal paru

Asma episodik jarang Asma episodik sering Asma persisten

Frekuensi serangan

Lama serangan

< 1 x/bulan

< 1 minggu

≥ 1 x/bulan

> 1 minggu

Sering hampir

sepanjang tahun,

hampir tidak ada

remisi

Intensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat

Di antara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan

malam

Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu

Pemeriksaan fisik di

luar serangan

Normal (tidak

ditemukan kelainan)

Mungkin terganggu

(ditemukan kelainan)

Tidak pernah normal

Obat pengendali

(anti inflamasi

Tidak perlu Perlu, steroid Perlu, steroid

Uji Faal paru (di

luar serangan)

PEF/FEV1 > 80% PEF/FEV1 60-80% PEF/FEV1 < 60%

variabilitas 20-30%

Variabilitas faal

paru

Variabilitas > 15% Variabilitas > 30% Variabilitas > 50%

2.6 Diagnosis Banding

6

Page 10: paper asma bronkial.docx

Kebanyakan anak menderita episode batuk dan mengi berulang menderita asma.

Penyebab lain penyumbatan jalan napas adalah malformasi kongenital (sistem pernapasan,

kardiovaskuler, atau gastrointestinal), benda asing pada jalan napas atau esophagus,

bonkiolitis infeksius, ksitik fibrosis, penyakit defisiensi imunologis, pneumonisitis

hipersensitivitas, aspergilosis bronkopulmonal alregika, dan berbagai keadaan lebih jarang

yang menganggu jalan napas, termasuk tuberkulosis endobronkial, penyakit jamur, dan

adenoma bronkus.1

2.7 Tatalaksana Asma

a. Tatalaksana serangan

Penanganan awal terhadap pasien adalah pemberian beta-agonis secara nebulisasi.

Garam fisiologis dan mukolitik dapat ditambahkan dalam cairan nebulisasi. Nebulisasi serupa

dapat diulang dua kali dengan selang 20 menit. Pada pemberian ketiga dapat ditambahkan

obat antikolinergik. Penanganan awal ini sekaligus dapat berfungsi sebagai penapis yaitu

untuk penentuan derajat serangan, karena penilaian derajat secara klinis tidak selalu dapat

dilakukan dengan cepat dan jelas. Jika menurut penilaian awal pasien datang jelas dalam

serangan berat, langsung berikan nebulisasi beta agonis dikombinasikan dengan

antikolinergik. Pasien dengan serangan berat yang disertai dehidrasi dan asidosis metabolik,

mungkin akan mengalami takifilaksis atau refrakter, yaitu respons yang kurang baik terhadap

nebulisasi beta-agonis. Pasien seperti ini cukup dinebulisasi sekali saja kemudian secepatnya

dirawat untuk mendapatkan obat intravena, selain diatasi masalah dehidrasi dan asidosisnya.5

Serangan ringan

Jika dengan sekali nebulisasi pasien menunjukkan respons yang baik (complete

response), berarti derajat serangannya ringan. Pasien diobservasi selama 1-2 jam, jika respons

tersebut bertahan, pasien dapat dipulangkan. Pasien dibekali obat beta-agonis (hirupan atau

oral) yang diberikan tiap 4-6 jam. Jika pencetus serangannya adalah infeksi virus, dapat

ditambahkan steroid oral jangka pendek (3-5 hari). Pasien kemudian dianjurkan kontrol ke

Klinik Rawat Jalan dalam waktu 24-48 jam untuk reevaluasi tatalaksananya. Selain itu jika

sebelummserangan pasien sudah mendapat obat pengendali, obat tersebut diteruskan hingga

reevaluasi di Klinik Rawat Jalan. Namun jika setelah observasi 2 jam gejala timbul kembali,

pasien diperlakukan sebagai serangan sedang. 5

Serangan sedang7

Page 11: paper asma bronkial.docx

Jika dengan pemberian nebulisasi dua atau tiga kali, pasien hanya menunjukkan

respons parsial (incomplete response), kemungkinan derajat serangannya sedang. Untuk itu

perlu dinilai ulang derajatnya sesuai pedoman di depan. Jika serangannya memang termasuk

serangan sedang, pasien perlu diobservasi dan ditangani di Ruang Rawat Sehari (RRS).

Walaupun mungkin tidak diperlukan, namun untuk persiapan keadaan darurat, maka sejak di

IGD pasien yang akan diobservasi di RRS langsung dipasangi jalur parenteral. 5

Serangan berat

Bila dengan 3 kali nebulisasi berturut-turut pasien tidak menunjukkan respons (poor

response), yaitu gejala dan tanda serangan masih ada (penilaian ulang sesuai pedoman), maka

pasien harus dirawat di Ruang Rawat Inap. Oksigen 2-4L/menit diberikan sejak awal

termasuk saat nebulisasi. Pasang jalur parenteral dan lakukan foto toraks. Jika sejak penilaian

awal pasien mengalami serangan berat, nebulisasi cukup diberikan sekali langsung dengan

beta-agonis dan antikolinergik. Sedangkan bila pasien menunjukkan gejala dan tanda

ancaman henti napas, pasien harus langsung dirawat di Ruang Rawat Intensif. Untuk pasien

dengan serangan berat dan ancaman henti napas, langsung dibuat foto rontgen toraks guna

mendeteksi komplikasi pneumotoraks dan/atau pneumomediastinum. 5

8

Page 12: paper asma bronkial.docx

Gambar 1 alur tatalaksana serangan asma anak

b. Tatalaksana Jangka Panjang

Asma episodik jarang (asma ringan)

Asma episodik jarang cukup diobati dengan bronkodilator beta-agonis hirupan kerja

pendek bila perlu saja, yaitu jika ada gejala/serangan.2 Anjuran ini tidak mudah dilakukan

berhubung obat tersebut mahal dan tidak selalu tersedia di semua daerah. Di samping itu

pemakaian obat hirupan (metered dose inhaler) memerlukan pelatihan yang benar (untuk

anak besar), dan membutuhkan alat bantu (untuk anak kecil/bayi) yang juga tidak selalu ada

dan mahal harganya.Bila obat hirupan tidak ada/tidak dapat digunakan maka beta-agonis

diberikan peroral. Sebenarnya kecenderungan saat ini teofilin makin kurang perannya dalam

tata laksana asma karena batas keamanannya sempit. 5

Asma episodik sering (asma sedang)

Jika penggunaan beta-agonis hirupan sudah lebih dari 3x perminggu (tanpa menghitung

penggunaan praktivitas fisis), atau serangan sedang/berat terjadi lebih dari sekali dalam

sebulan, maka penggunaan anti inflamasi sebagai pengendali sudah terindikasi. Anti

inflamasi lapis pertama yang digunakan adalah kromoglikat, dengan dosis minimal 10 mg 3-4

kali perhari. Obat ini diberikan selama 6-8 minggu, kemudian dievaluasi hasilnya. Jika asma

sudah terkendali, pemberian kromoglikat dapat dikurangi menjadi 2-3 kali perhari. Sampai

sekarang, obat ini tetap paling aman untuk pengendalian asma anak, dan efek sampingnya

ringan, yaitu sesekali menyebabkan batuk. Nedokromil merupakan obat satu golongan

dengan kromoglikat yang lebih poten dan tidak menyebabkan batuk. 5

Asma persisten (asma berat)

Jika setelah 6-8 minggu kromoglikat gagal mengendalikan gejala, dan beta-agonis

hirupan tetap diperlukan >3x tiap minggu maka berarti asmanya termasuk berat. Sebagai

obat pengendali pilihan berikutnya adalah obat steroid hirupan. Cara pemberian steroid

hirupan apakah dari dosis tinggi ke rendah selama gejala masih terkendali, atau sebaliknya

dari dosis rendah ke tinggi hingga gejala dapat dikendalikan, tergantung pada kasusnya.

Dalam keadaan tertentu, khususnya pada anak dengan penyakit berat, dianjurkan untuk

menggunakan dosis tinggi dahulu, disertai steroid oral jangka pendek (3-5 hari). Selanjutnya

dosis steroid hirupan diturunkan sampai optimal. Steroid hirupan biasanya efektif dengan

dosis rendah. Dalam penggunaan beklometason atau budesonid dengan dosis 200 mg/hari,

belum pernah dilaporkan adanya efek samping jangka panjang. Dosis yang masih dianggap

aman adalah 400 mg/hari. Di atas itu dilaporkan adanya pengaruh sistemik minimal,

sedangkan dengan dosis 800 mg/hari agaknya mulai berpengaruh terhadap poros 9

Page 13: paper asma bronkial.docx

hipotalamus-hipofisis- adrenal sehingga dapat berdampak terhadap pertumbuhan. Setelah

dengan pemberian steroid hirupan dicapai fungsi paru yang optimal atau klinis perbaikan

yang mantap selama 1-2 bulan, maka dosis steroid dapat dikurangi bertahap sehingga dicapai

dosis terkecil yang masih bisa mengendalikan asmanya. Sementara itu penggunaan beta-

agonis sebagai obat pereda tetap diteruskan. 5

Asma sangat berat

Bila dengan terapi di atas selama 6-8 minggu asmanya tetap belum terkendali maka

pasien dianggap menderita Asma sangat berat (bagian dari Asma persisten). Penggunaan

beta-agonis (kerja pendek) hirupan >3x sehari secara teratur dan terus menerus diduga

mempunyai peran dalam peningkatan morbiditas dan mortalitas asma. Tetapi jika dengan

steroid hirupan dosis sedang (400- 600 mg/hari) asmanya belum terkendali, maka perlu

dipertimbangkan tambahan pemberian beta-agonis kerja panjang, atau beta-agonis lepas

terkendali, atau teofilin lepas lambat.

Jika dengan penambahan obat tersebut asmanya tetap belum terkendali, obat tersebut

diteruskan dan dosis steroid hirupan dinaikkan, bahkan mungkin perlu diberikan steroid oral.

Langkah ini diambil hanya bila bahaya dari asmanya lebih besar daripada bahaya efek

samping obat. Untuk steroid oral sebagai dosis awal dapat diberikan 1-2 mg/kgBB/hari. Dosis

kemudian diturunkan sampai dosis terkecil yang diberikan selang hari pada pagi hari. 5

10

Page 14: paper asma bronkial.docx

Gambar 2 Alur tatalaksana jangka panjang asma anak

Gambar 3. Obat asma jangka panjang

11

Page 15: paper asma bronkial.docx

c. Terapi medikamentosa

1. bronkodilator

Beta adrenergic kerja pendek

Golongan obat ini terdiri dari epinefrin/adrenalin dan beta2 agonis selektif

Epinefrin/adrenalin : pada umumnya, epinefrin tidak direkomendasikan lagi

untuk mengobati serangan asma, kecuali jika tidak ada obat beta 2 agonis

selektif. Epinefrin diberikan terutama diberikan jika ada reaksi anafilatik atau

angioedema. Obat ini dapat diberikan secara subkutan atau inhalasi aerosol.

Pemberian subkutan adalah sebagai berikut: larutan epinefrin 1:1000 (1mg/ml),

dengan dosis 0,01 ml/kgbb (maksimum 0,3 ml), dapat diberikan sebanyak 3

kali, dengan selang waktu 20 menit. Mula kerja adrenalin subkutan adalah 5-15

menit, efek puncaknya 30-120 menit, durasi efek 2-3 jam. Inhalasi racemic

ephineprine 2,25% aerosol dapat diberikan dengan nebulizer.

Beta 2 agonis selektif : pemberian inhalasi (inhaler/nebulizer) memiliki onset

kerja yang lebih cepat 1 menit, efek puncak dicapai dalam 10 menit, dan lama

kerjanya 4-6 jam. Salbutamol dapat diberikan nebulizer dengan dosis 0,1-0,5

mg/kgbb (dosis maksimum 5 mg/kali), dengan interval 20 menit, atau nebulisasi

secara kontinu dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgbb/jam (dosis maksimum 15

mg/jam). Nebulisasi terbutalin dapat diberikan dengan dosis 2,5 mg atau 1

respules/nebulisasi.

Methyl xanthine (teofilin kerja cepat)

Dosis aminofillin intravena jika pasien belum mendapat aminofillin sebelumnya

dosis awal (inisial) sebesar 6-8 mg/kgbb dilarutkan dalam 20 ml dekstrosa 5% atau

garam fisiologis, diberikan dalam 20-30 menit. Jika pasien sudah mendapat

aminofilin kurang dari 12 jam sebelumnya, dosis diberikan setengahnya. Selanjutnya

aminofilin diberikan dengan dosis rumatan, yaitu 0,5-1 mg/kgbb/jam. Dosis

maksimal aminofilin 16-20 mg/kgbb/hari. Karena farmakokinetik teofilin

dipengaruhi oleh usia pasien, dosis awal aminofilin berbeda-beda sesuai dengan

dosis usia:

Usia 1-6 bulan : 0,5 mg/kgbb/jam

Usia 6-11 bulan: 1,0 mg/kgbb/jam

Usia 1-9 tahun : 1,2-1,5 mg/kgbb/jam

Usia > 10 tahun : 0,9 mg/kgbb/jam

Antikolinergik 12

Page 16: paper asma bronkial.docx

Ipratropium bromide

Dosis dianjurkan adalah 0,1ml/kgbb, nebulisasi setiap 4 jam. Dapat juga diberikan

dalam larutan 0,025% dengan dosis sebagai berikut: untuk usia > 6 tahun 8-20 tetes;

usia < 6 tahun 4-10 tetes

Kortikosteroid

Preparat oral yang dipakai adalah prednisone, prednisolon, atau traimsinolon dengan

dosis 1-2 mg/kgbb/hari diberikan 2-3 kali sehari selama 3-5 hari. Kortikosteroid

intravena diberikan pada kasus asma yang dirawat di rumah sakit. Metil prednisolon

merupakan pilihan utama karena memiliki kemampuan penetrasi ke jaringan paru

yang lebih baik, efek anti inflamasi yang lebih besar, serta efek mineralokortikoid

yang minimal. Dosis metil prednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/kgbb,

diberikan setiap 4-6 jam. Hidrokortison IV diberikan dengan dosis 4 mg/kgbb setiap

4-6 jam. Deksametason diberikan secara bolus intravena, dengan dosis ½ - 1

mg/kgbb, dilanjutkan 1 mg/kgbb/hari, diberikan setiap 6-8 jam.

Obat-obat lain

Magnesium sulfat : dosis yang diberikan 25-50 mg/kgbb IV, diberikan selama 1

jam. Kadar magnesium serum sebaiknya diperiksa setiap 6 jam, infuse magnesium

harus dititrasi untuk menjaga agar kadar di dalam darah tetap sebesar 3,5-4,5

mEq/dl.

Mukolitik : inhalasi obat mukolitik tidak menunjukkan kegunaan dalam

menangani serangan asma, pada serangan asma berat bahkan bisa memperberat

batuk dan menghambat aliran napas.

Antibiotik : pada keadaan tertentu, antibiotika dapat diberikan, yaitu pada

infeksi respiratorik yang dicurigai disebabkan oleh bakteri, seperti adanya tanda-

tanda pneumonia, sputum yang purulen, serta jika diduga ada rinosinusitis yang

menyertai asma.

Obat sedasi : pemberian obat sedasi pada serangan asma sangat tidak

dianjurkan karena dapat menekan/mendepresi pernapasan.

Antihistamin : antihistamin jangan diberikan pada serangan asma karena

tidak mempunyai efek yang menguntungkan, bahkan dapat memperburuk keadaan

karena dapat memperkental sputum.6

2.8 Pencegahan Asma

a. Mencegah Sensititasi13

Page 17: paper asma bronkial.docx

Cara-cara mencegah asma berupa pencegahan sensitisasi alergi (terjadinya atopi,

diduga paling relevan pada masa prenatal dan perinatal) atau pencegahan terjadinya asma

pada individu yang disensitisasi. Selain menghindari pajanan dengan asap rokok, baik in

utero atau setelah lahir, tidak ada bukti intervensi yang dapat mencegah perkembangan asma.

Hipotesis higiene untuk mengarahkan sistem imun bayi kearah Th1, respons nonalergi atau

modulasi sel T regulator masih merupakan hipotesis.2

b. Mencegah Eksaserbasi

Eksaserbasi asma dapat ditimbulkan berbagai faktor (trigger) seperti alergen (indoor

seperti tungau debu rumah, hewan berbulu, kecoa, dan jamur, alergen outdoor seperti polen,

jamur, infeksi virus, polutan dan obat. Mengurangi pajanan penderita dengan beberapa faktor

seperti menghentikan merokok, menghindari asap rokok, lingkungan kerja, makanan, aditif,

obat yang menimbulkan gejala dapat memperbaiki kontrol asma serta keperluan obat. Tetapi

biasanya penderita bereaksi terhadap banyak faktor lingkungan sehingga usaha menghindari

alergen sulit untuk dilakukan. Hal-hal lain yang harus pula dihindari adalah polutan indoor

dan outdoor, makanan dan aditif, obesitas, emosi-stres dan berbagai faktor lainnya.2

BAB 3

KESIMPULAN

Asma merupakan penyakit respiratorik kronis yang ditandai adanya proses inflamasi

yang disertai proses remodeling. Prevalensi asma meningkat dari waktu ke waktu yang

berhubungan dengan pola hidup dan polusi. Klasifikasi asma adalah asma episodik jarang,

asma episodik sering, dan asma persisten. Pada asma episodik jarang hanya diberikan obat

reliever saja tanpa controller, sedangkan pada asma episodik sering dan persisten diperlukan

terapi jangka panjang (controller). Pada terapi jangka panjang setelah diberikan

kortikosteroid dosis rendah kurang memuaskan dapat diberikan terapi kombinasi

kortiksteroid dosis rendah dan LABA, atau TSR, atau antileukotrien. Terapi kombinasi

tersebut dapat memperbaiki uji fungsi paru, gejala asma, dan aktivitas sehari-hari yang pada

akhirnya meningkatkan kualitas hidup anak asma. Dengan kombinasi di atas, dosis

kortikosteroid dapat diturunkan sehingga efek samping terhadap tumbuh kembang anak dapat

dikurangi. Terapi kombinasi tersebut merupakan suatu harapan baru dalam tatalaksana asma.7

14

Page 18: paper asma bronkial.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman R.E., Kliegman R.M., Arvin A.M., 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol

1. 15th ed. Jakarta:EGC.Hal: 775-90.

2. Rengganis I., 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Departemen Ilmu

Penyakit Dalam, FK UI/RSCM, Jakarta. Maj Kedokteran Indonesia. Volume: 58.

No.11, Nopember 2008. Hal:445-51.

3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia., 2011. Asma. Jakarta:PDPI

4. Ikatan Dokter Anak Indonesia., 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. 1st

ed. Jakarta. Hal: 335-47.

5. Ikatan Dokter Anak Indonesia., 2000. Konsesus Nasional Asma Anak. Sari Pediatri,

Vol. 2, No.1, Juni 2000. Hal: 50-65.

6. Rahajoe N.N., Supriyatno B., Setyanto D.B., 2010. Buku Ajar Respirologi Anak. 1st

ed. Cetakan kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.hal : 71-160.

7. Supriyatno B., 2005. Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini Asma pada Anak.

Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FK UI/RSCM, Jakarta. Maj Kedokteran

Indonesia, Volume: 55, No.3, Maret 2005. Hal: 237-41.

15

Page 19: paper asma bronkial.docx

LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN

1. Anamnesa Pribadi Os

Nama : Ade Lisma

Umur : 7 tahun

Jenis Kelamin : perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jln. Medan Batang Kuis Pasar IX Tembung

Berat Badan Masuk : 20 Kg

Tinggi Badan : 115 cm

Tanggal Masuk : 14 April 2015

2. Anamnesa Mengenai Orang Tua Os

Ayah ibu

Nama : sadeli Yus Heni

Umur : 45 tahun 48 tahun

Pendidikan : SMP SMEA

Pekerjaan : pegawai swasta IRT

Perkawinan : menikah menikah

Penyakit : tidak ada tidak ada16

Page 20: paper asma bronkial.docx

Alamat : Jln. Medan Batang Kuis Pasar IX Tembung

3. Riwayat Kelahiran Os

Tanggal lahir : 6 Maret 2008

Cara Lahir : Persalinan spontan

Tempat Lahir : klinik bidan

Berat Badan Lahir : 3800 gram

Pajang badan lahir : 50 cm

Ditolong oleh : bidan

Keadaan bayi saat lahir: sehat

4. Perkembangan Fisik

Usia pada 7 bulan : merangkak

Usia 9 bulan : mampu berdiri

Usia 3-4 tahun : baru bisa ngomong tapi vocal kurang jelas

5. Imunisasi

a. BCG : 1 kali

b. DPT : 3 kali

c. Polio : 4 kali

d. Hepatitis B: 3 kali

e. Campak : 1 kali

Kesan : lengkap

6. Penyakit pernah diderita

Riwayat kejang demam pada usia 1 tahun 3 bulan hingga os koma selama

kurang lebih 3 hari

Os pernah riwayat TBC pada usia 1 tahun 5 bulan dan sembuh 6 bulan

7. Keterangan mengenai saudara Os

Tidak memliki riwayat yang sama dengan os, dan dalam keadaan sehat dan hidup

8. Anamnesa Penyakit

1. Keluhan utama : Sesak nafas

2. Telaah : os datang ke RSHM pada tanggal 14 April 2015 dengan

keluhan sesak nafas. Sesak nafas dirasakan os memperberat sejak pagi pada pukul

08.00 wib. Sesak nafas disertai adanya suara mengi (+). Sebelumnya selama 1

bulan ini os merasakan sesak nafas. Sesak nafas hilang timbul dan tidak begitu

berat. Os juga mengeluhkan adanya batuk, batuknya hilang timbul, batuk tidak

berdahak, darah (-), dan demam (-)17

Page 21: paper asma bronkial.docx

Pada satu minggu yang lalu os berobat ke poli RSHM dan dilakukan pemeriksaan

test mantoux dengan hasilnya positif

RPO : Pengobatan OAT pada usia 1 tahun 5 bulan, saat ini OAT

lanjut pengobatan

RPT :

Riwayat kejang demam pada usia 1 tahun 3 bulan hingga os koma selama

kurang lebih 3 hari

Os pernah riwayat TBC pada usia 1 tahun 5 bulan dan sembuh 6 bulan

9. Pemeriksaan Fisik

1. Status present

Keadaan Umum : Baik

Sensorium : compos mentis

Frekuensi Nadi : 100 x/I, regular

Frekuensi Nafas : 28 x/I, rehuler

Temperatur : 36,6 0C

BB Masuk : 20 kg

Tinggi Badan : 115 cm

Keterangan : berdasarkan CDC 80% Gizi sedang.

Anemis : -/-

Iktreus : -/-

Dispnoe : +

Edema : -/-

Sianosis : -

2. Status lokalisata

a. Kulit : dalam batas normal

b. Kepala

o Rambut : hitam, mudah rontok

o Mata : refleks cahaya (-/-), pupil iskor ka=ki

o Hidung : pernafasan cuping hidung (-), sekret (-), sianosis

sekitar hidung (-)

o Telinga : serumen (-), sekret (-)

18

Page 22: paper asma bronkial.docx

o Mulut : mukosa bibir basah, sianosis sekitar mulut (-)

c. Leher : pembesaran KGB (-), Kaku kuduk (-)

d. Toraks

Inspeksi : simetris fusiformis, retraksi (-)

Palpasi :vocal fremitus sama kanan dan kiri

Perkusi : sonor di semua lapangan paru

Auskultasi : suara nafas vesikuler dengan ekspirasi memanjang, wheezing

(+/+), ronchi (+/+), bunyi jantung I dan II normal, murmur (-).

e. Abdomen

Inspeksi : bentuk soepel, simetris, datar, scar (-)

Palpasi : soepel, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus normal

f. Ekstremitas

Superior : pols : 100 x/menit, regular. Atrofi otot (-), oedem (-)

Refleks fisiologis:

Refleks bicep dan triceps dextra (-)

Refleks bicep dan triceps sinistra (+)

Inferior : oedema (-)

Atrofi otot (-)

Refleks fisiologi

1. Refleks KPR dan APR dextra (-)

2. Refleks KPR dan APR sinistra (+)

10. Pemeriksaan khusus

1. Mantoux test : positif dilakukan pemeriksaan satu minggu yang lalu

2. Radiologi :

Masih terlihat infiltrate, berkurang dibanding foto lama

Kesan : perbaikan

11. Pemeriksaan laboratorium

Darah

Pada tanggal 09 Februari 2015

Darah rutin

Hb : 12,3 g/dl

19

Page 23: paper asma bronkial.docx

Eirtosit : 5,0 10^6 µl

Leukosit: 10.500

Ht : 37,2

Trombosit : 270.000

Index eritrosit

MCV : 75,2

MCH : 24,8

MCHC : 33,0

Jenis Leukosit

Eosinofil : 2

Basofil : 0

N.stab : 0

N. seg : 54

Limfosit : 36

Monosit : 8

Urin : tidak dilakukan pemeriksaan

Feses: tidak dilakukan pemeriksaan

12. Diagnosa banding:

Asma bronchial

TB

Bronkopneumoni

Bronkiolitis

13. Diagnosa kerja : asma bronchial

14. Terapi :

IVFD RL 20 gtt/i

Injeksi deksametason ½ ampul/8 jam

Nebulizer ventolin 1 nebul + NaCl 0,9% 2,5 cc/8 jam

Ambroxol syrup 3x1

Salbutamol syrup 3x1

FOLLOW UP

Tanggal 15 April 2015

S Batuk (+), sesak nafas

20

Page 24: paper asma bronkial.docx

O Kesan: tampak sakit sedang

Kesadaran: Compos Mentis

HR : 120x/mnt

S: 36,80 C

P: 28 x/menit

BB: 20 kg

Ekspirasi memanjang, wheezing (+/+), ronki kering (+/+)

A Asma bronkial

P

Tanggal 16 April 2015

S Batuk (+), sesak nafas berkurang

O KU : Tampak sakit ringan

Kesadaran: Compos Mentis

HR : 120 x/mnt

S: 36,5C

P: 24 x/menit

BB: 20 kg

A Asma bronchial

P - Ventolin

- Rencana fisioterapi

- Diet: makanan biasa

Tanggal 17 April 2015

S -

O KU : Tampak sakit ringan

21

Page 25: paper asma bronkial.docx

Kesadaran: Compos Mentis

HR : 120x/mnt

S: 36,6C

P: 24x/menit

BB: 20 kg

A Asma bronchial

P IVFD RL 20 gtt/I

Injeksi deksametason ½ ampul/8 jam

Nebulizer ventolin 1 nebul + NaCl 0,9% 2,5 cc/8 jam

Ambroxol syrup 3x1

Salbutamol syrup 3x1

- Diet : Makanan biasa

Tanggal 18/april/2015

S Batuk berkurang, sesak nafas berkurang

O KU : Tampak sehat

Kesadaran: Compos Mentis

HR : 100x/mnt

S: 36C

P: 24x/menit

BB: 20 kg

A Asma bronchial

P

- Makan makanan bergizi, sesuai dengan porsi

Tanggal 19 April 2015

S Batuk

22

Page 26: paper asma bronkial.docx

O KU : Tampak sehat

Kesadaran: Compos Mentis

HR : 120x/mnt

S: 36,50 C

P: 24x/menit

BB: 20 kg

A Asma bronchial

P - Makan makanan bergizi, sesuai dengan porsi

Tanggal 20 April 2015

S Batuk

O KU : Tampak sehat

Kesadaran: Compos Mentis

HR : 120x/mnt

S: 36,50 C

P: 24x/menit

BB: 20 kg

A Asma bronchial

P - Pasien dipulangkan

- Orangtuanya diberikan edukasi

23

Page 27: paper asma bronkial.docx

Nama :ADE LISMA

Usia : 7 tahun

Berat Badan : 20 kg

Tinggi Badan : 115 cm

24

Page 28: paper asma bronkial.docx

25