panduan - redlineindonesia.org · pedoman menyusun peraturan daerah tentang perlindungan buruh...

44

Upload: haphuc

Post on 19-Jul-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun
Page 2: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun
Page 3: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

PANDUAN

MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG

PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIABERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

DAN KEADILAN JENDER

Komnas PerempuanDesember 2006

Page 4: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

� PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIABERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER

Panduan Menyusun Peraturan Daerah tentang Perlindungan Buruh Migran Indonesia Berperspektif Hak Asasi Manusia dan Keadilan Jender

Diterbitkan oleh Komnas Perempuan

Tim Penulis:Lisa Noor Humaidah Tati KrisnawatyTety KuswandariYos Setioso

Disain & Tata Letak:Agus Wiyono

Diterbitkan atas dukungan dana dariFord Foundation

ISBN 978-979-26-7506-1

Page 5: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

Daftar Tabel

Tabel 1: Persoalan Buruh Migran di Daerah Asal .................................................................. 12

Tabel 2: Bagan Pemilahan Wewenang Pemerintah Pusat dan Daerah Berdasarkan UU No. 39/2004 ...................................................................................... 14

Tabel 3: Peluang Pembagian Urusan Penempatan dan Perlindungan di tingkat Daerah .............................................................................................................. 15

Tabel 4: Prinsip Perda dan Indikator Pemenuhan ................................................................. 21

DAFTAR ISI :

Daftar Isi ............................................................................................................................................3

Daftar Tabel ...........................................................................................................................................3

Daftar Singkatan ..................................................................................................................................4

Pengantar ............................................................................................................................................5

I. Pendahuluan ....................................................................................................................................6

I.1. Latar Belakang Masalah .................................................................................................6

I.2. Tahapan dan Metode Penyusunan Buku Panduan ..............................................7

I.3. Fokus dan Beberapa Pengertian .................................................................................8

II. Mengisi Peluang dan Menjawab Tantangan Otonomi Daerah untuk Perlindungan Buruh Migran ...................................................................................... 10

II.1. Landasan Konseptual Otonomi Daerah ............................................................... 10

II.2. Peluang Daerah Mengatur Masalah Migrasi Buruh ke Luar Negeri ............ 11

a. Persoalan Buruh Migran di Daerah Asal ........................................................... 11

b. Peraturan Daerah untuk Perlindungan Buruh Migran .............................. 12

c. Tantangan berkaitan dengan Keterbatasan Perda ...................................... 16

III. Langkah dan Panduan Umum Penyusunan Perda Buruh Migran .......................... 18

III.1. Landasan Umum ........................................................................................................ 18

III.2. Prinsip-prinsip Perlindungan Buruh Migran dalam Perda ........................... 19

III.3. Acuan Perda untuk Perlindungan Buruh Migran ............................................ 21

III.4. Kerangka Tehnis Penyusunan Perda .................................................................... 22

Lampiran-lampiran ......................................................................................................................... 26

Page 6: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

� PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIABERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER

Daftar Singkatan

BMI : Buruh Migran Indonesia

BMP : Buruh Migran Perempuan

Depnakertrans : Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Disnakertrans : Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

HAM : Hak Asasi Manusia

Pemkab : Pemerintah Kabupaten

Pemkot : Pemerintah Kota

Perda : Peraturan Daerah

PJTKI : Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia

PPTKIS : Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta

Raperda : Rancangan Peraturan Daerah

TKI : Tenaga Kerja Indonesia

Page 7: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

PENGANTAR

Berbagai persoalan yang dihadapi oleh buruh migran Indonesia perlu disikapi dengan melakukan berbagai upaya mekanisme penyelesaian salah satunya dengan peraturan daerah.

UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi kewenangan yang otonom bagi daerah untuk mengatur pemerintahannya sendiri. Hal ini dengan tujuan utama untuk menciptakan kesejahteraan di tingkat daerah serta mengoptimalkan proses partisipasi dan keterlibatan masyarakat secara luas khususnya keluarga dan mantan buruh migran.

Buku panduan yang ada di hadapan Anda ini merupakan salah satu upaya Komnas Perempuan untuk memberi landasan atas penyusunan peraturan daerah yang berperspektif HAM dan keadilan jender. Hal ini dengan kenyataan bahwa beberapa peraturan daerah tentang buruh migran yang telah dikaji belum mengintegrasikan prinsip-prinsip HAM dan keadilan jender mengingat sebagian besar buruh migran Indonesia adalah perempuan.

Buku panduan ini disusun melalui forum bersama dengan pemangku kepentingan yang terdiri dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, organisasi perempuan dan buruh migran, mantan dan keluarga buruh migran. Berbagai pengalaman maupun harapan dari berbagai pihak terutama di daerah untuk mewujudkan sebuah peraturan dan landasan coba disajikan dalam buku panduan ini.

Semoga bermanfaat.

Desember 2006

Komnas Perempuan

Page 8: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

� PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIABERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER

IPendahuluan

I.1. Latar Belakang Masalah

Adanya sistem yang mampu memberi perlindungan bagi buruh migran Indonesia merupakan hal yang diharapkan oleh banyak pihak. Harapan ini terutama dirasakan oleh buruh migran dan anggota keluarganya yang selama ini menghadapi berbagai masalah baik ketika akan berangkat ke luar negeri, saat bekerja, maupun saat kembali dari tempat kerjanya. Undang-Undang Republik Indonesia No 29 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Otonomi Daerah No. 32 tahun 2004 memberikan satu harapan baru tentang dimungkinkannya daerah-daerah melakukan perbaikan sistem perlindungan dan penempatan buruh migran dimulai dari asalnya.

Perbaikan tersebut dapat diupayakan melalui Peraturan Daerah (Perda). Perda sangat berpeluang untuk memberikan perlindungan kepada warganya yang bermigrasi dengan sejumlah asumsi diantaranya adalah: (1) daerah lebih mengetahui keadaan dan kebutuhan dasar warga mereka yang menjadi buruh migran termasuk anggota keluarganya, (2) masalah-masalah dalam persiapan keberangkatan berasal dari daerah asal buruh migran; begitu juga (3) jika terjadi permasalahan pada buruh migran maka pihak yang langsung ikut menanggung masalah tersebut adalah keluarga buruh migran bahkan perangkat pemerintahan di daerah tersebut.

Studi Komnas Perempuan beserta mitra-mitranya1 terhadap 4 Peraturan Daerah (Karawang, Cianjur, Sumbawa, dan Jawa Timur), serta 3 Rancangan Peraturan Daerah (Pontianak, Bone dan Blitar) menunjukkan bahwa semangat pembentukan Perda belum memberikan porsi pada perlindungan HAM buruh migran, bahkan salah satu diantaranya lebih banyak mengatur soal retribusi. HAM buruh migran yang dimaksud diantaranya seperti hak atas informasi yang jelas dan benar, kepastian atas standar upah, hak terbebas dari diskriminasi melalui penyelesaian masalah dan penanganan korban khususnya bagi kelompok yang rentan mengalami kekerasan seperti perempuan.

Peluang diterapkannya Peraturan Daerah juga mengingat bahwa perangkat perlindungan hukum di tingkat nasional masih jauh dari harapan. Dari peraturan tingkat menteri -- yang dikeluarkan sebagai perangkat nasional khusus untuk buruh migran yang pertama

1 Daftar nama mitra-mitra Komnas Perempuan yang terlibat dalam studi ini dapat dilihat dalam lampiran

Page 9: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

pada tahun 19702 hingga hadirnya Undang-Undang No. 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri hanya menitikberatkan pada perspektif pengerahan tenaga kerja. Beberapa elemen penting untuk pemenuhan HAM buruh migran terlewatkan terutama yang paling terasa adalah perhatian untuk perempuan buruh migran. Hal ini mengingat jumlah buruh migran Indonesia yang bekerja berdasarkan data Depnakertrans 80% nya adalah perempuan. Banyak kerentanan yang dialami disamping mereka mengisi wilayah kerja informal yang sering tidak mendapatkan pengakuan.

Untuk itu, sudah saatnya segera memiliki sistem perlindungan buruh migran yang memadai di tingkat daerah yang mencakup fungsi-fungsi utama dari sistem perlindungan, yaitu: (1) menyediakan standar; (2) memastikan mekanisme untuk mencapai keadilan termasuk prinsip tidak ada impunitas bagi pelaku pelanggaran serta kejelasan sangsi; dan (3) adanya kepastian serta kewibawaan hukum yang berlaku untuk semua, konsisten, dan transparan.

Buku ini mencoba menyajikan Panduan dan masukan untuk penyusunan peraturan daerah yang menyediakan berbagai perangkat untuk perlindungan HAM buruh migran. Salah satu elemen penting dari produk hukum adalah substansi dan materi yang ada di dalamnya. Jika substansi dan materi yang disediakan jelas dan memberi landasan, maka peluang jaminan atas terpenuhinya hak-hak mendasar seorang warga menjadi jelas.

I.2. Tahapan dan Metode Penyusunan Buku Panduan

Penyusunan Panduan perda ini melalui beberapa tahapan, yaitu :

a. Analisis terhadap 4 Perda di 3 Kabupaten, 3 Provinsi dan 1 di tingkat Provinsi serta 3 Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) di 3 Kabupaten, 2 Provinsi. Analisa dilakukan untuk menangkap prinsip mendasar dari isi Perda dan Raperda.

b. Analisis yang disusun kemudian dikonfirmasikan dan dikonsultasikan melalui workshop di Jakarta dengan mengundang pemangku kepentingan terkait yaitu dari unsur instansi pemerintah pusat, instansi pemerintah daerah, organisasi buruh migran, organisasi perempuan baik di Jakarta maupun di tingkat daerah asal buruh migran.

c. Dari workshop yang dilakukan tersebut, kemudian diselenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan melibatkan para pemangku kepentingan di daerah yang terdiri dari unsur pemerintah daerah, DPRD, organisasi buruh migran, organisasi pendamping, mantan dan keluarga buruh migran. FGD dilakukan untuk mendapatkan masukan-masukan tentang masalah-masalah serta peraturan daerah yang memberikan jaminan hak-hak asasi buruh migran terpenuhi. FGD diselenggarakan di 6 wilayah yaitu Bone, Sulawesi Selatan; Pontianak, Kalimantan Barat; Sumbawa, Nusa Tenggara Barat; Lampung;

2 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 4 tahun 1970 tentang Pengerahan Tenaga Kerja.

Page 10: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

� PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIABERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER

Cirebon, Jawa Barat; dan Ponorogo, Jawa Timur. Pemilihan wilayah berdasarkan asumsi tentang:

1) letak geografis dan kekhasan wilayah, 2) pengalaman memiliki peraturan daerah untuk buruh migran, 3) potensi daerah sehubungan dengan pengelolaan penempatan dan perlindungan

buruh migran.

d. Setelah FGD dilakukan di beberapa wilayah tersebut, tim Komnas Perempuan menyusun panduan Perda perlindungan buruh migran berperspektif HAM dan berkeadilan gender. Draft panduan ini dikonfirmasikan kembali melalui workshop di Jakarta dengan mengundang berbagai pihak yang terlibat di wilayah serta beberapa pemangku kepentingan di Jakarta yang terdiri dari instansi pemerintah terkait, organisasi perempuan dan buruh migran.

Selain metode penggalian data dan informasi melalui FGD dan workshop, penyusunan buku panduan ini juga menggunakan metode studi pustaka serta pendalaman literatur berkaitan dengan hak-hak asasi buruh migran dan hak asasi perempuan.

I.3. Fokus dan Beberapa Pengertian

Fokus dari buku panduan Perda ini adalah bagaimana membangun dan menyusun Perda yang perspektif HAM dan keadilan jender. Adapun yang dimaksud dengan 2 hal tersebut adalah :

1. Perspektif HAM adalah pemahaman yang mengadopsi prinsip-prinsip perlindungan dan penghargaan pada hak mendasar manusia. UU No. 39 tahun 1999 pasal 1 menjelaskan bahwa:

Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia;

Pada pasal 4 berikutnya disebutkan bentuk hak mendasar manusia tersebut, yaitu :

Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persa-maan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak hak manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan keadaan apapun dan oleh siapapun.

2. Keadilan jender adalah segala bentuk upaya, proses untuk memberikan keadilan bagi laki-laki dan perempuan. Keadilan diupayakan melalui langkah-langkah untuk meminimalisir terjadinya diskriminasi antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan UU No. 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi tentang Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan menjelaskan bahwa :

“diskriminasi terhadap perempuan” berarti perbedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang berakibat atau bertujuan untuk mengurangi atau

Page 11: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

menghapuskan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, sipil atau apapun lainnya oleh kaum perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan

Adapun beberapa pengertian lain yang penting dalam buku Panduan ini adalah sebagai berikut :

1. Peraturan Daerah dalam buku ini adalah peraturan daerah provinsi dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota yang seluruh materi muatannya dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.3

2. Buku Panduan ini akan menggunakan istilah buruh migran Indonesia (BMI) dan tenaga kerja indonesia (TKI) untuk menunjukan setiap warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. Peggunaan kata ‘buruh’ dimaksudkan untuk menekankan pada posisi tawar pihak yang dalam status tersebut sedangkan TKI lebih umum digunakan oleh pemerintah.

3 lihat UU No. 32/2004 pasal 1 dan UU No. 10/2004 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pasal 12

Page 12: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

10 PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIABERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER

IIMENGISI PELUANG DAN MENJAWAB

TANTANGAN OTONOMI DAERAH UNTUK PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN

Kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 29/1999 yang telah direvisi dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah membawa angin dan optimisme baru bagi daerah dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Otonomi daerah juga membawa suasana baru dalam hubungan antara pusat dan daerah. Masyarakat di dae-rah yang selama ini lebih banyak dalam posisi dimarginalkan maka selanjutnya diberikan kesempatan untuk mendapatkan pengakuan dan penghargaan terhadap hak-hak, aspirasi dan kepentingannya. Dengan kebijakan otonomi daerah, anggapan bahwa pemerintah lebih tahu kebutuhan masyarakatnya akan bergeser kepada masyarakat lebih mengetahui kebutuhan, aspirasi dan kepentingannya. Melalui kebijakan otonomi daerah diharapkan dapat ditingkatkan demokratisasi di tengah masyarakat. Dalam rangka mewujudkan aspirasi, kebutuhan dan kepentingan masyarakat daerah, pertanyaannya kemudian, apakah UU ini dapat menjadi ruang untuk merealisasikan tindakan kongkrit perlindungan buruh migran di tempat mereka berasal?

II.1. Landasan Konseptual Otonomi Daerah

Penyelenggaraan Otonomi Daerah menganut dua nilai dasar yaitu nilai kesatuan dan nilai otonomi. Hal ini sesuai dengan amanat UUD 45 bahwa negara Indonesia adalah “eenheidstaat”, sehingga di dalam lingkungannya tidak dimungkinkan adanya daerah yang juga bersifat “staat”. Hal ini berarti besar dan luasnya daerah otonom serta hubungan kekuasaan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dibatasi. Desentralisasi merupakan instrumen untuk mencapai tujuan bernegara dalam kerangka kesatuan bangsa yang demokratis. Dengan kata lain, berdasarkan UUD 1945 keseimbangan antara kebutuhan untuk menyelenggarakan desentralisasi dan kebutuhan memperkuat persatuan nasional harus selalu diperhatikan.

Persebaran urusan pemerintahan di Indonesia mempunyai dua prinsip utama yaitu (1) selalu terdapat urusan Pemerintahan yang secara absolut dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat (sentralisasi). Hal ini mencakup Politik Luar Negeri, Pertahanan, Yustisi, Moneter dan Fiskal Nasional, dan agama. Berbagai urusan Pemerintahan tersebut karena menyangkut kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan maka harus tetap ditangani oleh Pemerintah. (2) Tidak ada urusan Pemerintahan yang sepenuhnya dapat diserahkan kepada Daerah. Bagian-bagian urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah hanya

Page 13: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

11

yang menyangkut kepentingan masyarakat setempat, bersifat lokalitas. Maka, ada bagian-bagian dari urusan Pemerintahan tertentu yang dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota, ada bagian-bagian yang diselenggarakan oleh Propinsi, dan ada juga yang diselenggarakan oleh Pemerintah.

Berdasarkan Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah Bab III pasal 10 s.d pasal 18 tentang pembagian Urusan Pemerintahan bahwa kata kewenangan yang dahulu dipakai dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 sekarang digunakan kata urusan. Pembagian urusan ini antara lain: (a) Pusat berwenang membuat norma-norma, standar, prosedur,monev, supervisi, faslitasi, pengawasan, dan urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas nasional; (b) Provinsi berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas regional (lintas kabupaten/kota); dan (c) Kabupaten/Kota berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas lokal (dalam satu kabupaten/kota).

Urusan pemerintahan yang diserahkan meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib terkait dengan pelayanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup, pekerjaan umum, perhubungan, kependudukan termasuk varian pemberdayaan perempuan yang ditetapkan berdasarkan standar pelayanan minimal. Urusan pilihan terkait dengan upaya penciptaan daya saing daerah dalam menangani sektor unggulan sesuai dengan potensi, karakteristik, kekhasan dari masing-masing daerah dalam upaya peningkatan perekonomian daerah seperi pertanian, industri, perdagangan, pariwisata, kelautan, kehutanan, dan sebagainya.

Dari penjelasan di atas, landasan otonomi daerah secara singkat mengarah pada terwujudnya pemerintahan yang baik. Secara umum, tata pemerintahan yang baik tersebut meliputi dan dicirikan dengan aspek : partisipasif, berorientasi pada kesepakatan, akuntabel, transparan, tanggap, adil dan terbuka, efektif dan efisien, serta taat pada aturan hukum.

Tata pemerintahan yang baik diwujudkan salah satunya melalui seperangkat peraturan. Seperangkat peraturan dan kebijakan tersebut disusun disamping mengatur kehidupan masyarakat juga sebagai landasan dan memberi jaminan atas dipenuhinya hak-hak mendasar mereka salah satunya untuk mencari penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dengan cara migrasi.

II.2. Peluang Daerah Mengatur Masalah Migrasi Buruh ke Luar Negeri

a. Persoalan Buruh Migran di Daerah Asal

Salah satu hal yang mendorong adanya sebuah peraturan adalah adanya persoalan yang terjadi. Berdasarkan hasil rangkuman FGD di 6 wilayah asal buruh migran, terpetakan berbagai persoalan buruh migran yang dirasakan efeknya secara langsung oleh daerah. Hal tersebut sebagaimana tergambar berikut ini :

Page 14: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

1� PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIABERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER

Tabel 1Persoalan Buruh Migran di Daerah Asal

Di samping persoalan-persoalan yang terjadi, tentu saja ada banyak manfaat migrasi yang dirasakan terutama oleh wilayah asal buruh migran. Beberapa diantaranya adalah menggerakkan roda ekonomi daerah asal bahkan untuk banyak sektor serta memberi solusi atas minimnya kesempatan kerja. Selain hal-hal yang disebutkan, bagi buruh migran kesempatan kerja ke luar negeri juga merupakan ruang untuk mengadopsi pengalaman dan pengetahuan baru melalui pengalaman bekerja.

Persoalan-persoalan yang diidentifikasi di atas sebagai titik pijak urgensi sebuah peraturan disusun. Sebuah peraturan yang dapat dijadikan standar untuk memperbaiki sistem penempatan dan perlindungan buruh migran Indonesia.

b. Peraturan Daerah untuk Perlindungan Buruh Migran

UU No 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah menyatakan bahwa masalah pelayanan ketenagakerjaan berskala kabupaten/kota merupakan salah satu dari urusan wajib yang

Pra penempatan Purna Penempatan

1. Perekrutan• dilakukan oleh calo/sponsor dan langsung di bawa

ke Jakarta sehingga tidak terdata di Kabupaten.• dilakukan oleh Perusahaan Pengerah Jasa Tenaga

Kerja (PJTKI) yang tidak terdaftar sebagai cabang• calon buruh migran berada lebih lama di tempat

penampungan dari waktu yang telah ditentukan.

2. Sosialisasi atas Informasi dan Hak-hak Asasi buruh migran • calon buruh migran tidak mendapatkan informasi

tentang hak-haknya sebagai pekerja terutama dari PJTKI maupun dari disnakertrans

3. Sistem pengelolaan yang disediakan oleh pemerintah daerah • tidak cukupnya aparat dinas tenaga kerja dan

transmigrasi (disnakertrans) untuk menjangkau daerah-daerah terpencil asal buruh migran untuk melakukan sosialisasi hak-hak buruh migran.

• minimnya pengawasan atas perusahaan yang menempatkan dan melakukan kekerasan terhadap calon buruh migran di penampungan.

• tidak adanya perhatian untuk membangun pendataan yang baik atas warganya yang menjadi buruh migran.

4. Kondisi Geografis • kondisi geografis yang berbatasan dengan negara

tempat buruh migran bekerja menyebabkan kesulitan untuk melakukan pendataan.

1. Pemrosesan masalah-masalah yang dialami oleh mantan buruh migran • kesulitan melakukan proses hukum atas

kekerasan yang dialami oleh perempuan mantan buruh migran karena wilayah yurisdiksi yang berbeda.

• mahalnya proses yang harus dikeluarkan oleh pemerintah daerah jika menghadapi persoalan yang dialami oleh mantan buruh migran.

• pemerintah daerah tidak ada sumber daya untuk menfasilitasi maupun memproses persoalan yang terjadi.

2. Masalah-masalah sosial lain • daerah kehilangan tenaga-tenaga kerja

muda potensial terutama untuk wilayah yang bergantung pada hasil pertanian,

• keluarga dan anak-anak terpisah dari orang tuanya terutama ibu, istri, kakak perempuan yang bekerja ke luar negeri,

• pengelolaan hasil dari bekerja ke luar negeri yang belum dikelola secara efektif,

Page 15: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

1�

menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupaten/kota4. Ketentuan ini sejalan dengan Undang-undang Republik Indonesa No 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (UU-PPTKLN) yang secara hirarki perundang-undangan merupakan peraturan tertinggi dalam pengelolaan dan perlindungan buruh migran5.

Meskipun merupakan urusan wajib, karena persoalan migrasi buruh ke luar negeri merupakan persoalan yang melampaui batas-batas atau skala kabupaten/kota, maka urusan pemerintahan yang concuren dibagi antara Pemerintah, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. Pembagian tersebut berdasarkan pada prinsip eksternalitas, akuntabilitas, dan efisensi.

UU No 39 tahun 2004 tentang PPTKLN pun menegaskan bahwa pelimpahan wewenang antara Pemerintah kepada pemerintah daerah dalam mengatur, membina, melaksanakan dan mengawasi penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri sifatnya tidak wajib. Pasal 5 menyebutkan bahwa :

(1) Pemerintah betugas mengatur, membina, melaksanakan dan mengawasi penyelenggaraan penempatan TKI di luar negeri

(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1), Pemerintah dapat melimpahkan sebagian wewenangnya dan/atau tugas perbantuan kepada pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

4 Undang-Undang Republik Indonesia No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Bab III : Pembagian Urusan Pemerintahan, pasal 14 ayat 1 butir h

5 Undang-undang Republik Indonesa No 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenga Kerja Indonesia di Luar Negeri, bab II: Tugas, tanggung Jawab, dan Kewajiban Pemerintah, pasal 5 ayat 2

Page 16: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

1� PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIABERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER

Tabel 2Bagan Pemilahan Wewenang Pemerintah Pusat dan Daerah

Berdasarkan UU No. 39/2004

PEMERINTAH PROVINSI KABUPATEN KOTA• Pembinaan, pengendalian dan

pengawasan penempatan TKI ke luar negeri

• Pelaksanaan penempatan TKI oleh pemerintah

• Pembuatan perjanjian/pelaksanaan kerja-sama bilateral dan multilateral dengan negara-negara penempatan TKI

• Penerbitan SIPPTKIS --surat izin pelaksana penempatan TKI Swasta--/SIUP PJTKI dan rekomendasi rekrut calon TKI serta penerbitan surat izin pengerahan (SIP)

• Verifikasi dokumen TKI, penerbitan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN), penerbitan rekomendasi paspor TKI yang bersifat khusus dan crash program

• Penyelenggaraan system komputerisasi terpadu penem-patan TKI di luar negeri (SISKO TLN) dan pengawasan penyetoran dana perlindungan (PP 92)

• Penentuan standaer perjanjian kerja, penelitian terhadap substansi perjanjian kerja serta pengesahan perjanjian kerja

• Penyelenggaraan pembekalan akhir pemberangkatan (PAP) yang pelaksanaannya dapat dikonsentrasikan ke Gubernur

• Penyelenggaraan program perlindungan, pembelaan dan advokasi TKI

• Penentuan standar tempat penampungan calon TKI dan Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLK-LN)

• Penerapan standar dan penunjukan lembaga-lembaga yang terkait dengan program penemptan TKI (lembaga asuransi, perbankan dan sarana kesehatan)

• Fasiltiasi kepulangan dan pemulangan TKI secara nasional.

• Monitoring dan evaluasi penempatan TKI ke luar negeri yang berasal dari wilayah provinsi

• Fasilitasi pelaksanaan perjanjian kerja sama bilateral dan multilateral penempatan TKI yang pelaksanaannya di wilayah provinsi

• Penerbitan perijinan pendirian kantor cabang di wilayah provinsi dan rekomendasi perpanjangan SIPPTKIS/PJTKI

• Verifikasi dokumen TKI di wilayah provinsi

• Penyebarluasan system informasi penempatan TKI dan pengawasan penyetoran dana perlindugan TKI di wilayah provinsi

• Sosialisasi terhadap substansi perjanjian kerja penempatan TKI ke luar negeri di lingkup provinsi

• Fasilitasi penyelenggaraan PAP

• Pembinaan , pengawasan penemptan dan perlindungan TKI yang berasal dari wilayah provinsi yang bersangkutan

• Penerbitan perijinan tempat oenampungan di wilayah provinsi

• Fasilitasi kepulangan TKI di pelabuhan debarkasi di wilayah provinsi.

• Pelaksanaan pendaftaran dan seleksi calon TKI di wilayah kabupaten/kota

• Pengawasan pelaksanaan rekrutmen calon TKI di wilayah kabupatan/kota

• Fasilitasi pelaksanaan perjanjian kerjasama bilateral dan multilateral penempatan TKI yang pelaksanaannya di wilayah kabupaten/kota

• Penerbitan rekomendasi ijin pendirian kantor cabang PPTKIS di wilayah kabupaten/kota

• Penerbitan rekomendasi paspor TKI di wilayahnya

• Penyebarluasan system informasi penempatan TKI dan pengawasan penyetoran

• Sosialisasi terhadap substansi perjanjian kerja penempatan TKI ke luar negeri

• Pembinaan, pengawasan dan monitoring penempatan maupun perlindungan TKI yang berasal dari kabupaten/kota yang bersangkutan

• Penerbitan rekomendasi perijinan tempat penampungan di wilayah kabupaten/kota

• Pelayanan kepulangan TKI yang berasal dari Kabupaten/Kota

6 Makalah Dirjen Otonomi Daerah dalam Pengelolaan Migrasi ke Luar Negeri dan Perlindugan Buruh Migran Indonesia disampaikan pada Semiloka Perda yang diselenggarakan Komnas Perempuan, tanggal 14 Februari 2006, Jakarta

Sebagai sebuah gambaran, berikut adalah bagan yang memilahkan kewenangan Pemerintah dalam konteks penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri berdasarkan UU PPTKLN6:

Page 17: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

1�

Dari bagan tersebut di atas, nampak bahwa peluang yang tersedia di tingkat propinsi dan kabupaten/kota dalam kerangka otonomi daerah untuk masalah buruh migran berbeda-beda tetapi juga tidak terlalu luas. Adapun peluang lain jika dibagi berdasarkan beberapa urusan dalam penempatan dan perlindungan buruh migran tergambar dalam tabel berikut ini :

URUSAN PElUANg DI TINgKAT PROPINSI PElUANg DI TINgKAT KABUPATEN

Rekruitmen • Monitoring dan evaluasi penempatan TKI yang berasal dari wilayah provinsi

• Pelaksanaan pendaftaran dan seleksi calon TKI di wilayah kabupaten/kota

• Pengawasan pelaksanaan rekrutmen calon buruh migran di wilayah kabupatan/kota

Kerjasama bilateral/multilateralPenempatan TKI

• Fasilitasi pelaksanaan perjanjian kerja sama yang pelaksanaannya di wilayah provinsi

• Fasilitasi pelaksanaan perjanjian kerjasama yang pelaksanaannya di wilayah kabupaten/kota

Sektor Swasta • Penerbitan perijinan pendirian kantor cabang di wilayah provinsi dan rekomendasi perpanjangan Surat Izin Pelaksana Penempatan TKI (SIPPTKI) / Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI)

• Penerbitan rekomendasi ijin pendirian kantor cabang Pelaksanan penempatan TKI swasta (PPTKIS) di wilayah kabupaten/kota

Administrasi/Dokumen Perjalanan buruh migran

Verifikasi dokumen TKI di wilayah provinsi

Penerbitan rekomendasi paspor buruh migran di wilayahnya

Informasi • Penyebarluasan sistem informasi penempatan TKI dan pengawasan penyetoran dana perlindugan TKI di wilayah provinsi

• Sosialisasi terhadap substansi perjanjian kerja penempatan TKI ke luar negeri di lingkup provinsi

• Fasilitasi penyelenggaraan Penyelenggaraan Akhir Pemberangkatan (PAP)

• Penyebarluasan system informasi penempatan TKI dan pengawasan penyetoran

• Sosialisasi terhadap substansi perjanjian kerja penempatan TKI ke luar negeri

Penempatan dan Perlindungan

• Pembinaan , pengawasan penemptan dan perlindungan TKI yang berasal dari wilayah provinsi yang bersangkutan

• Pembinaan, pengawasan dan monitoring penempatan maupun perlindungan TKI yang berasal dari kabupaten/kota yang bersangkutan

Penampungan • Penerbitan perijinan tempat penampungan di wilayah provinsi

• Penerbitan rekomendasi perijinan temapt penampungan di wilayah kabupaten/kota

Kepulangan TKI • Fasilitasi kepulangan TKI di pelabuhan debarkasi di wilayah provinsi

• Pelayanan kepulangan TKI yang berasal dari Kabupaten/Kota

Dari gambaran dan penjelasan tersebut, peluang daerah untuk menyusun peraturan daerah sangat penting untuk digunakan. Di samping untuk memperjelas kebutuhan yang dapat disediakan oleh pemerintah daerah dalam penempatan dan perlindungan buruh migran juga dapat mengupayakan keterkaitan dengan urusan lain di daerah yang memiliki keterkaitan kuat dengan persoalan ketenagakerjaan.

Tabel 3Peluang Pembagian Urusan Penempatan dan Perlindungan di tingkat Daerah

Page 18: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

1� PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIABERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER

Hal ini sebagaimana diatur dan dimandatkan dalam UU No. 10/2004 ttg Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 12 yang menyebutkan bahwa Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Untuk itulah peraturan daerah menjadi penting dalam kerangka untuk memberi landasan yang nyata dalam upaya-upaya menyediakan perlindungan bagi buruh migran di daerah asalnya. Dalam hal ini juga dengan catatan tebal bahwa peraturan daerah yang akan disusun tersebut, sebelum dijelaskan lebih banyak di bawah, dengan berpegang dan mengandung asas diantaranya untuk kemanusiaan, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.7

c. Tantangan berkaitan dengan Keterbatasan Perda

Di samping peluang daerah dalam menyediakan perangkat perlindungan untuk warganya yang menjadi buruh migran, terdapat tantangan terutama pada keterbatasan daerah dalam mengatur perlindungan dan penempatan buruh migran.

Pasal 5 ayat (2) UU No 39/ 2004 tentang PPTKLN sedikit mengatur distribusi wewenang Pemerintah (pusat) kepada Pemerintah (daerah). Sebagaimana telah digambarkan pada tabel 2 yang ini menunjukkan bahwa dalam konteks pengaturan dan perlindungan buruh migran, pemerintah telah melakukan inisiatif untuk melibatkan dan mengefektifkan peran daerah.

Namun demikian, jika kebutuhan untuk penyusunan peraturan daerah tersebut telah diputuskan, terdapat tantangan-tantangan sebagaimana hasil dari FGD yang dilakukan Komnas Perempuan, yaitu yang berkaitan dengan hal-hal berikut ini :

(1) Wilayah yurisdiksi Perda adalah sebatas luas wilayah administratif daerah dimana Perda tersebut diterbitkan. Maka jangkauan Perda juga terbatas. Keterbatasan tersebut harus dimanfaatkan secara optimal dalam kaitan dengan fungsi pengawasan pemerintah daerah dalam penerapan peraturan yang telah disusun.

(2) Terdapat kekecualian-kekecualian peraturan di tingkat pusat. Sebagai contoh masalah pembuatan Paspor untuk calon buruh migran ke Timur Tengah masih dipusatkan di Jakarta, sementara paspor untuk ke negara tujuan lainnya dapat dibuat di daerah. Hal ini menyebabkan kendala daerah untuk melakukan pengawasan.

(3) Inkonsistensi peraturan pemerintah. Hal ini terjadi seiring seringnya perubahan kebijakan dimana kebijakan sebelumnya belum dijalankan. Dalam konteks perda hal ini memakan waktu tersendiri untuk penyesuaian, dan juga sosialisasi untuk pelaksanaan.

7 Sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU No. 10/2004 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Page 19: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

1�

(4) Alokasi Dana dari Pemerintah Daerah untuk penyusunan Peraturan Daerah untuk perlindungan buruh migran tidak menjadi prioritas dalam rencana pembangunan daerah.

(5) Menerjemahkan prinsip-prinsip perlindungan HAM dan Keadilan Jender dalam sebuah peraturan daerah. Hal ini juga seiring dengan belum tersedianya panduan untuk menurunkan peraturan berkaitan dengan HAM dan Kesetaraan/Keadilan Jender ke dalam peraturan yang lebih rendah, antara lain Perda.

Page 20: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

1� PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIABERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER

IIILangkah dan Panduan Umum

Penyusunan Perda Buruh Migran

Dalam penyusunan Perda, terdapat landasan umum dan prinsip-prinsip perlindungan buruh migran yang penting dimasukkan. Begitupun dalam penyusunannya, terdapat tahapan-tahapan yang penting untuk dipenuhi untuk membuat perda tersebut kredibel dan dapat dijadikan acuan untuk menyediakan

elemen perlindungan bagi buruh migran.

III.1. Landasan Umum

Perundang-undangan kita khususnya Pasal 5 UU No. 10 tahun 2004 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan juga pasal pasal 137 UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi landasan penyusunan peraturan daerah yang harus meliputi :

a. kejelasan tujuan Perda yang disusun harus memiliki tujuan yang jelas

yang hendak dicapai.

b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; Perda yang disusun harus dibuat oleh lembaga/pejabat

yang berwenang, akan batal demi hukum jika tidak disusun oleh pejabat yang berwenang di daerah.

c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan; Dalam Pembentukan Peraturan Daerah harus benar-

benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan Perundang-undangannya. Berikut pula secara substansi tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya sebagaimana diatur dalam pasal 145 UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

d. dapat dilaksanakan; Pembentukan Perda harus memperhitungkan

efektifitas di dalam masyarakat, baik secara

Pasal 138 UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa : (1) Materi muatan Perda mengandung asas:

a. pengayoman;b. kemanusiaan;c. kebangsaan;d. kekeluargaan;e. kenusantaraan;f. bhineka tunggal ika;g. keadilan;h. kesamaan kedudukan dalam hukum

dan pemerintahan;i. ketertiban dan kepastian hukum;

dan/atauj. keseimbangan, keserasian, dan

keselarasan.(2) Selain asas sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), Perda dapat memuat asas lain sesuai dengan substansi Perda yang bersangkutan.

Page 21: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

1�

filosofis, yuridis maupun sosiologis. Serta tak kalah penting dalam hal ini kesiapan aparat dan infrastruktur dalam menjalankan peraturan tersebut.

e. kedayagunaan dan kehasilgunaan Perda yang dibuat tersebut memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam

mengatur kehidupan bermasyarakat, menjawab kebutuhan serta sebagai landasan untuk penyelesaian masalah.

f. kejelasan rumusan Perda harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan,

sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya. Rumusan Perda juga harus konsisten dan mengacu pada konstitusi dan perundangan-perundangan yang telah tersedia.

g. keterbukaan dan akuntabilitas Proses pembentukan Perda mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan

pembahasan bersifat transparan dan terbuka dengan memberi ruang partisipasi masyarakat. Pelibatan ini wajib mempertimbangkan komposisi pihak-pihak yang terkait dengan persoalan buruh migran terutama keluarga, mantan dan perempuan buruh migran.

III.2. Prinsip-prinsip Perlindungan Buruh Migran dalam Perda

Dari serangkaian proses yang dilakukan oleh Komnas Perempuan menyepakati bahwa sebuah peraturan daerah hendaknya menganut dan mengadopsi prinsip-prinsip penegakan HAM dan keadilan jender. Proses tersebut juga menyepakati bahwa untuk menjalankan dan melaksanakan seluruh prinsip dalam Perda tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah daerah.

Apa saja prinsip-prinsip perlindungan buruh migran dalam Perda?

(1) Anti Diskriminasi Merupakan elemen-elemen penghormatan dan pemenuhan atas seluruh hak

buruh migran berlaku tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, usia, ras, suku, warna kulit, bahasa, agama atau kepercayaan, pendapat poilitk, asal-usul etnis, status perkawinan, kelahiran dan kewarganegaraannya.

(2) Keadilan Gender dan Anti Kekerasan terhadap Perempuan Mendorong upaya memberikan keadilan dengan

memperhitungkan dan menghargai perbedaan dalam peran sosial budaya, kebutuhan, kesempatan, hambatan dan kerentanan antara perempuan dan laki-laki. Perda juga diharapkan memberi perhatian khusus tentang kekerasan terhadap perempuan juga penanganan terhadap para perempuan korban kekerasan.

Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman perbuatan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum maupun kehidupan pribadi.

(Pasal 1 Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, 1992)

Page 22: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

�0 PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIABERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER

(3) Anti Perdagangan Manusia Kerentanan buruh migran atas terjadinya praktek perdagangan manusia sangat besar

terjadi. Untuk itu, Perda diharapkan memberikan jaminan untuk meminimalisir terjadinya perdagangan manusia pada proses migrasi misalnya dengan menyediakan elemen sanksi yang dapat dilaksanakan dan menjadi porsi daerah.

(4) Aksesibilitas terhadap Informasi dan Layanan Perda menjamin kemudahan akses dan layanan untuk para calon buruh migran

untuk mendapatkan informasi maupun penjelasan terutama tentang hak-hak asasi buruh migran. Kemudahan akses ini terutama berkaitan dengan program-program pemberdayaan dengan

(5) Imparsialitas dan Kesamaan Kedudukan di Muka Hukum dan Pemerintahan

Sebagai kelompok miskin dan marginal buruh migran sering tidak mudah mengakses penegakan keadilan. Untuk itu setiap buruh migran mempunyai hak atas perlakuan sama di depan hukum pada semua tingkatan. Perda juga diharapkan menyediakan kejelasan upaya penegakan hukum salah satunya dengan penerapan sanksi8. Perda juga menjunjung tinggi prinsip imparsialitas (tidak berpihak) pada salah satu pihak dengan mengacu pada perundang-undangan di atasnya.

(6) Pertimbangan tentang Kekhasan Daerah

Perda hendaknya mempertimbangkan kekhasan serta kebutuhan yang spesifik atas adanya sebuah peraturan. Hal ini juga dengan pertimbangan bahwa antara daerah satu dengan daerah yang lain memiliki karakter yang berbeda dimana akan berbeda dalam pengelolaan buruh migran, misalnya daerah perbatasan akan memiliki kebutuhan dan pendekatan berbeda dengan daerah perbatasan9. Kemudahan akses ini terutama berkaitan dengan program-program pemberdayaan buruh migran.

Adapun sebagai gambaran prinsip-prinsip Perda dengan beberapa contoh indikator pemenuhannya adalah digambarkan melalui tabel 4 berikut ini :

Pembahasan tentang Prinsip perlindungan buruh migran ini juga menggarisbawahi bahwa persoalan migrasi memiliki keterkaitan dengan persoalan lain di daerah. Untuk itu, penting mensinergikan dengan persoalan lain yang dibangun di daerah, misalnya migrasi sangat erat kaitannya dengan persoalan kependudukan dan pengembangan ekonomi di daerah, dst.

8 sanksi-sanksi dan ketentuan pidana yang memungkinkan diatur pada Perda sebagaimana telah diatur pada peraturan perundang-undangan di atasnya

9 lebih detil tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pemenuhannya dapat melihat lampiran II (halaman 27) pada buku Panduan ini.

Page 23: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

�1

III.3. Acuan Perda untuk Perlindungan Buruh Migran

Penyusunan Perda hendaknya dapat mengacu pada instrumen hukum di tingkat nasioanl maupun instrumen HAM Internasional yang telah diadopsi dalam sistem hukum nasional. Acuan tersebut diantaranya yaitu :

1. Undang-Undang Dasar 1945,

2. UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan,

3. UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,

4. UU No. 11 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya,

5. UU No. 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Konvenan tentang Hak-hak Sipil dan Politik.

serta, beberapa Konvensi ILO yang telah disahkan oleh Indonesia, diantaranya yaitu;

1. Konvensi No. 29 tentang Kerja Paksa;

Prinsip Indikator Pemenuhan(beberapa contoh)

Anti Diskriminasi • Adanya pasal yang menegaskan anti diskriminasi, • Adanya pasal yang memberikan keleluasaan pada siapa pun

untuk bermigrasi.

Keadilan Gender dan Anti Kekerasan terhadap Perempuan

• Adanya pasal yang menegaskan anti kekerasan terhadap perempuan dan menjunjung keadilan gender,

• Adanya mekanisme untuk penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan,

• Adanya jaminan hak informasi atas hak reproduksi bagi perempuan.

Anti Perdagangan Manusia • Adanya sistem pendataan yang akurat dan akuntabel dengan menfungsikan seluruh perangkat pemerintahan daerah dari provinsi sampai desa.

Aksesibilitas terhadap Informasi dan Layanan

• Adanya proses penempatan yang mudah dan transparan • Adanya kewajiban pemerintah daerah untuk memberikan hak-

hak mendasar buruh migran.

Imparsialitas dan Kesamaan Kedudukan di Muka Hukum dan Pemerintahan

• Adanya mekanisme untuk memproses persoalan hukum yang dihadapi,

• Adanya sanksi yang jelas atas tidak dipatuhinya peraturan dengan mengacu perundang-undangan di atasnya.

Pertimbangan tentang Kekhasan dan Kebutuhan Daerah

• Adanya materi yang jelas menyebutkan kebutuhan spesifik dengan kekhasan daerah tersebut,

• Adanya poin yang spesifik menyediakan tentang kebutuhan daerah atas perlindungan buruh migran.

Tabel 4Prinsip Perda dan Indikator Pemenuhan

Page 24: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

�� PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIABERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER

2. Konvensi No. 98 tentang Berlakunya Dasar-dasar daripada Hak untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama;

3. Konvensi No. 100 tentang Renumerasi Setara;

4. Konvensi No.87 tentang Kebebasan Berasosiasi dan Perlindungan terhadap Hak Berorganisasi;

5. Konvensi No. 105 tentang Penghapusan Kerja Paksa;

6. Konvensi No. 111 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan;

7. Konvensi No. 138 tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja.

III.4. Kerangka Tehnis Penyusunan Perda

Tahapan yang dilakukan untuk menyusun Peraturan Daerah adalah meliputi :

Sebagai catatan tambahan, Konvensi Internasional tahun 1990 tentang Hak Asasi Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya dapat dijadikan acuan walaupun pemerintah Indonesia baru menandatangani Konvensi ini pada tanggal 24 September 2004. Ringkasan isi serta elemen-elemen yang tersedia dalam Konvensi tersebut, ada dalam lampiran III Panduan ini.

PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK

MERANCANG PERDA

KONSULTASI DENGAN MASYARAKAT/PARTISIPASI MASYARAKAT

PERBAIKAN RANCANGAN PERDA

PEMBAHASAN DAN PENGESAHAN

PENYAMPAIAN PERDA KE PEMERINTAH PUSAT DAN PEMBATALAN PERDA.

PELIBATAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT

Page 25: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

��

1.Penyusunan Naskah Akademik

Setelah kebutuhan atas Perda diputuskan melalui pelibatan dan partisipasi masyarakat maupun hasil dari pemetaan kebutuhan oleh pemerintah maupun DPRD, disusunlah naskah akademik. Naskah Akademik adalah segala pemikiran yang melatarbelakangi diterbitkannya sebuah Undang-undang atau Peraturan Daerah. Naskah Akademik merupakan bahan awal yang memuat gagasan-gagasan tentang urgensi, pendekatan, luas lingkup dan materi muatan suatu peraturan perundang-undangan, dan merupakan bahan dasar bagi penyusunan Rancangan sebuah Peraturan10.

Sebagian besar pembuat rancangan peraturan perundangan menganggap bahwa naskah akademik haruslah merupakan produk ilmiah dari perguruan tinggi. Padahal naskah akademik tidak selalu merupakan produk perguruaan tinggi. Naskah akademik bisa dibuat oleh siapa pun sepanjang metodologinya bisa dipertanggungjawabkan. Cukup dengan penelitian sederhana serta dengan melibatkan kelompok-kelompok sosial yang berkompeten dan berkaitan dengan tema yang akan menjadi sasaran pengaturan. Kajian peraturan yang ada ditambah dari pengalaman empirik yang dialami kelompok sosial tertentu sebagai pelaku dari masalah yang akan diatur dalam Perda, serta pemangku kepentingan lainya, telah cukup menjadi argumentasi ilmiah sebuah naskah akademik.

Secara umum, naskah akademik dapat disusun sebagai berikut :

A. Bagian Pertama:

Berisi Laporan hasil kajian dan atau penelitian tentang Peraturan Daerah yang dirancang, yang dituangkan dalam bentuk:

I. Pendahuluan 1. Latar Belakang:

1.1. Pokok pikiran dan analisis fakta-fakta yang merupakan alasan pentingnya persoalan-persoalan tersebut harus segera diatur melalui Peraturan Daerah

1.2. Daftar Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dan dapat menjadi dasar serta rujukan bagi penyusunan materi Peraturan daerah

2. Tujuan yang hendak dicapai dan manfaat dibuatnya Peraturan Daerah 3. Metode Pendekatan. Metode yang dipergunakan untuk penyusunan Naskah

AkademikII. Ruang Lingkup Naskah Akademik 1. Ketentuan Umum

Berisi penjelasan arti dan makna tentang istilah-istilah yang dipergunakan dalam Naskah Akademik

2. MateriBerisi konsepsi, pendekatan, prinsip-prinsip yang perlu diatur, serta pemikiran atau usulan normatif yang disarankan

10 Keputusan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional, No. G-159.PR.09.10 TAHUN 1994, Tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan.

Page 26: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

�� PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIABERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER

III. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan berisi Rangkuman pokok-pokok isi naskah Akademik, Lingkup materi

yang diatur, dan kaitannya dengan peraturan perundangan lainnya 2. Usulan bentuk pengaturan berkaitan dengan materi muatan 3. Saran berisi rekomendasi apakah keseluruhan materi akan diatur semuanya dan

dituangkan dalam batang tubuh Perda, atau sebagian yang lainnya bisa dan akan dituangkan dalam Peraturan Pelaksananya, atau dalam Perda yang lain

4. Rekomendasi tentang prioritas dan waktu penyusunan Perda dikaitkan dengan kebutuhan-kebutuhan, dan disertai alasan-alasannya.

B. Bagian Kedua;

Berisi konsep awal Rancangan Peraturan Daerah

1. Konsiderans dan Dasar HukumBerisi:

• Pokok-pokok pikiran dan rumusan ringkas analisis fakta-fakta yang merupakan alasan pentingnya persoalan-persoalan tersebut harus segera diatur melalui Peraturan Daerah

• Daftar Undang-undang dan peraturan lain, dan atau pasal-pasalnya yang menjadi dasar hukum dan rujukan bagi terbitnya Perda.

2. Ketentuan UmumBerisi: Istilah-istilah dan pengertian serta maknanya yang dipakai di dalam batang tubuh Perda

3. MateriBerisi konsepsi mengenai asas-asas dan materi hukum yang perlu diatur, disertai naskah rumusan normatif sebagai rancangan pasal-pasal yang disarankan.

4. SanksiBerisi pemikiran tentang sanksi-sanksi dan ketentuan pidana yang memungkinkan bagi pelanggaran Perda

5. Ketentuan PeralihanBerisi ketentuan-ketentuan tentang penyelesaian masalah yang sudah terjadi sebelum Perda diputuskan, serta peraturan mana yang akan dipergunakan bila untuk hal yang sama juga telah diatur oleh peraturan lain yang berlaku.

2. Merancang Perda

Proses pembuatan rancangan perda memerlukan sebuah tim kerja. Tim ini tidak harus besar, tetapi jumlahnya bervariasi dari pejabat Pemerintah Daerah (Pemda), unsur DPRD, kalangan akademisi, LSM, tokoh-tokoh masyarakat dan buruh migran (mantan buruh migran dan anggota keluarganya).

3. Konsultasi dan Partisipasi Publik

Sebagaimana dijelaskan pada Landasan Umum, konsultasi dan partisipasi publik merupakan jaminan atas asas aksesibilitas masyarakat untuk memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penetapan maupun pembahasan rancangan peraturan

Page 27: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

��

daerah. Pelibatan ini wajib mempertimbangkan komposisi pihak-pihak yang terkait dengan persoalan buruh migran terutama keluarga buruh migran, mantan dan perempuan buruh migran.

4. Perbaikan Rancangan Perda

Berdasarkan hasil konsulatasi dengan masyarakat, rancangan Perda kemudian direvisi. Sebagai bagian dari proses ini, tim kerja perlu menganalisa hasil konsultasi sebagai argumentasi yang kuat dalam perbaikan rancangan Perda.

5. Pembahasan dan Pengesahan

Pembahasan rancangan Perda di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dilakukan oleh DPRD bersama gubernur atau bupati/walikota melalui tahapan yang secara rinci diatur dalam tata tertib DPRD

6. Penyampaian Perda ke Pemerintah Pusat dan Pembatalan Perda

6.1. Perda disampaikan kepada pemerintah paling lama 7 hari setelah ditetapkan6.2. Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh pemerintah6.3. Keputusan pembatalan Perda ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60

(enam puluh) hari sejak diterimanya Perda6.4. Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan pembatalan, kepala daerah harus

memberhentikan pelaksanaan Perda dan selanjutnya DPRD bersama Kepala Daerah mencabut Perda yang dimaksud

6.5. Apabila propinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perda dengan alasan yang dapat dibenarkan peraturan perundang-undangan,Kepala Daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung

6.6. Apabila Pemerintah Pusat tidak mengeluarkan Peraturan Presiden untuk membatalkan Perda, maka Perda dimaksud dinyatakan berlaku

Bahan Bacaan :

1. Mempercepat Perubahan, Sumber Informasi untuk Pengarusutamaan Jender, CIDA, 2000

2. Panduan Pemantauan Kebijakan Daerah dengan Perspektif HAM dan Keadilan Gender, Komnas Perempuan, 2004

3. Mendorong Inisiatif Lokal Menghapuskan Kekerasan terhadap Perempuan di Era Otonomi Daerah, Komnas Perempuan, 2005

4. Dirjen Otonomi Daerah, Pengelolaan Migrasi ke Luar Negeri dan Perlindugan Buruh Migran Indonesia, makalah pada Semiloka Perda Komnas Perempuan, tanggal 14 Februari 2006, Jakarta

Page 28: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

�� PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIABERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER

LAMPIRAN I

BAGAN KEKHASAN DAERAH

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Kekhasan Daerah Permasalahan Alternatif Perlindungan

1. Daerah Basis/Kantong Buruh Migran Indonesia

• Kondisi Demografis. Resources buruh migran berpendidikan sangat rendah (ijazah SD atau tidak tamat SD). Secara riil segmen ini yang paling membutuhkan lapangan pekerjaan.

• Calon buruh migran direkrut oleh Calo dan dibawa ke luar daerah, karena didaerah tersebut tidak ada PPTKIS atau Kantor Cabang-nya. Selain terjadi eksploitasi, hal semacam ini rentan terjadinya traf-ficking.

• PPTKIS yang beroperasi di daerah tidak memiliki penampungan send-iri, sehingga calon buruh migran setempat ditampung di daerah lain. Dengan demikian Pemkab/Pemkot kesulitan untuk melakukan penga-wasan.

• Daerah basis yang mayoritas buruh migrannya berorientasi ke Negara-negara Timur Tengah. Selama ini Paspor untuk tujuan kerja ke nega-ra-negara tersebut disentralisasi di Jakarta/Tangerang. Hal ini rentan terjadinya pemalsuan dokumen.

• Mempertimbangkan persyaratan Calon berkaitan dengan batasan Tamat SLTP sebagaimana dike-hendaki oleh UU 39/2004.

• Ijin Kepala Desa dan Kecamatan bagi setiap orang yang hendak mencari pekerjaan.

• Melalui Peraturan Daerah ditentu-kan bahwa rekrutmen calon buruh migran hanya boleh dilakukan oleh PPTKI (atau Kantor Cabang-nya) yang telah memperoleh ijin operasional dari Pemkab/Pemkot setempat.

• Keharusan bagi PPTKIS atau kan-tor cabangnya yang beroperasi di daerah untuk memiliki penam-pungan sendiri yang layak.

• Paspor dibuat di daerah (Kantor Imigrasi terdekat dari tempat tinggal calon buruh migran.

2. Daerah Per-batasan

• Sebagai Wilayah Transit. Rentan terjadinya pemalsuan dokumen dan tindak pidana perdagangan orang.

• Sebagai pintu masuk buruh migran yang dideportasi. Rentan terjadi eksploitasi, pelecehan seksual, perdagangan orang serta pene-lantaran buruh migran deportan

• Kesulitan daerah untuk menyedi-akan dana untuk menangani buruh migran deportan secara lebih baik

• Pengawasan Pemprov atau Pemkab/Pemkot terhadap PPTKIS atau kantor cabangnya yang menampung calon buruh migran yang dikirim dari daerah lain dan melakukan transit di daerahnya.

• Calon buruh migran yang dita-mpung harus merupakan calon yang sudah lengkap segala doku-men serta persyaratannya, dan tinggal menunggu keberangka-tan.

• Sanksi pidana bagi PPTKIS atau kantor cabangnya yang menam-pung calon buruh migran tanpa kelengkapan dokumen.

• Penyediaan gedung penampungan dan Crisis Centre (dengan tenaga medis dan counselor) yang merupakan fasilitas negara.

• Memasukkan anggaran pengelo-laan dan penanganan buruh migrant deportan ke dalam APBD.

Page 29: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

��

LAMPIRAN IIAspek Perlindungan (Perspektif HAM dan Keadilan Jender)

PRINSIP KEBIJAKAN ASPEK PERlINDUNgAN PANDUAN NORMATIF SANKSI

A. Prosedur dan Proses Migrasi

1. Kewenangan pem-berian Ijin Pendirian dan atau Ijin Opera-sional PPTKI berada pada Pemkab/Pem-kot.

2. Arus informasi dan prosedur kerja.

• Mencegah kemungkinan terjadinya Trafficking serta penampungan yang terlalu lama dan mirip penyekapan.

• Mencegah praktek percaloan, dan melindungi Calon BMI dari tindak pemerasan.

Kontrol Pemkab/Pemkot ter-hadap PPTKI yang beroperasi di wilayahnya, dengan :

⇒ Sosialisai Prosedur bek-erja ke luar negeri harus sampai ke basis, melalui kepala desa.

⇒ Kewajiban PPTKI dan Pem-kab/ Pemkot untuk mem-berikan Informasi lengkap dan berimbang, meliputi tempat, jenis pekerjaan, besaran gaji/upah, serta resiko-resiko yang mungkin dihadapi.

⇒ Pemberian identitas resmi dan pendidikan bagi Calo atau Sponsor sebagai “middle man”

Pidana bagi Calo tanpa identitas resmi

B. Pra Pemberangkatan

1. Calon BMI yang mengundurkan diri berhak untuk meminta dokumen identitas dirinya tanpa dipungut biaya

Memperkecil kemungkinan penampungan yang terlalu lama dan melindungi Calon BMI dari praktek pemerasan

Hak Calon BMI memutuskan untuk menghentikan atau melanjutkan proses pen-daftaran kerja ke luar negeri

2. Pembekalan Calon BMI

Mempersiapkan Calon BMI secara lebih baik, termasuk pembekalan bahasa, kultur negara tujuan, wawasan, hak dan kewajiban, seluk beluk atu-ran hukum, serta kemampuan melindungi diri dan memperta-hankan hak-haknya.

• Pembekalan untuk Calon BMI, harus mencakup Pendidikan dan Latihan (Diklat). Pendidikan diberikan untuk peningka-tan wawasan, bahasa dan kultur serta hukum negara tujuan.

• Aspek keterampilan diberi-kan melalui pelatihan yang memadai.

• Diklat dilakukan oleh Pemkab/Pemkot atau pihak swasta terakreditasi. Rekrutmen yang dilakukan oleh PPTKIS hanya terha-dap mereka yang sudah memiliki sertifikat Diklat

Page 30: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

�� PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIABERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER

3. Pengaturan Penampungan

• Mencegah terjadinya penam-pungan yang terlalu lama, serta hal yang mirip dengan penyekapan (pembatasan atau larangan berkomuni-kasi).

• Memperkecil kemungkinan terjadinya pelecehan dan kekerasan seksual bagai calon BMP

• Memperkecil Calon BMI yang dipekerjakan tanpa upah dengan dalih sebagai bagian dari pelatihan.

• Kewajiban PPTKIS yang beroperasi di daerah untuk menyediakan Penampun-gan di daerah yang layak

• Penyediaan kamar-kamar bagi Calon BMI di penam-pungan (di daerah) den-gan mempertimbangkan keamanan dan hak privacy para calon buruh migran khususnya perempuan

• Larangan penempatan BMP dengan Visa “Kawin Kontrak”

• Penyediaan Dokter perem-puan bagi Calon BM Per-empuan dalam menjalani Medical Check

• Pidana bagi PPTKIS yang melakukan tindakan Penyekapan

• Sanksi Admin-istratif bagi PPTKIS yang tidak memen-uhi standar penampungan.

4. Pencegahan dan Pemberantasan Trafficking

Memperkecil atau memberan-tas potensi dijadikannya BMI khususnya BMP sebagai obyek trafficking

Larangan bagi PPTKIS untuk mengalihkan Calon BMI kepada PPTKIS lainnya

Sanksi Pidana bagi PPTKIS yang melakukan traf-ficking dengan merujuk pada KUHP

C. Masa Kerja (bila memungkinkan)

1. Pengakuan hak-hak BMI selama masa kerja melalui kontrak kerja khususnya pemenuhan hak reproduksi bagi buruh migran perem-puan

Memperkecil atau mence-gah kemungkinan terjadinya eksploitasi terhadap BMI serta perlakuan yang sewenang-wenang dari Majikan.

Pemantauan oleh Pemkab/Pemkot dan PPTKIS terhadap BMI yang sedang bekerja di negara tujuan. Bekerjasama dengan Perwakilan RI di negara tujuan

2. Pengakuan Perem-puan Pekerja Rumah Tangga (PRT) sebagai Pekerja

Pemenuhan hak buruh migran perempuan setara dengan buruh migran di sektor yang disebut formal.

Memasukkan istilah/kategori Pekerja di dalam Perjanjian Penempatan dan Perjanjian Kerja

D. Purna/Paska Kerja

1. Perlindungan BMI dari tindak preman-isme di Bandara atau Pelabuhan

Memperkecil kemungkinan terjadinya pemerasan terhadap BMI di Bandara atau Pelabuhan

Kewajiban PPTKIS untuk menjamin transportasi kepu-langan BMI sampai Bandara/Pelabuhan terdekat dengan kampung halaman BMI

2. Pengelolaan/Peman-faatan Hasil Kerja

• Memanfaatkan pengelo-laan hasil bekerja dari luar negeri. Hal ini untuk mencegah pemanfaatan yang sewenang-wenang oleh keluarga khususnya suami bagi para istri yang bekerja ke luar negeri.

Pembinaan kesejahteraan bagi keluarga yang ditinggal-kan oleh pemerintah daerah dengan kerja sama sejumlah instansi.

Page 31: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

��

Bagian Topik Isi

I (6 pasal) Ruang Lingkup & Definisi Pekerja Migran

6 pasal (no 1 sampai dengan 6)

berkaitan dengan apa yang dicakup dan tidak dicakup konvensi ini serta arti peristilahan yang dipakai termasuk pekerja migran yang didokumentasikan maupun tidak atau berada dalam situasi yang tidak biasa (pasal 5).

II (1 pasal) Prinsip Non Diskriminasi

1 pasal (no 7)

janji untuk menghormati dan memastikan semua pekerja migran dan anggota keluarganya memperoleh hak tanpa pembedaan apa-pun.

III (28 pasal) Uraian tentang HAM serta ketentuan tentang Kewajiban Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya

28 pasal (no 8-35)

pasal 8 : Hak datang dan pergipasal 9 : Hak hidup yang dilindungi hukumpasal 10 : Hak mendapat perlakuan manusiawi, bebas dari

perlakuan yang menyiksa dan kejampasal 11 : Hak bebas dari kerja paksapasal 12 : Hak memilih & menganut agama/kepercayaanpasal 13 : Hak mengeluarkan & menerima pendapat secara lisan

& tulisanpasal 14 : Hak dapat perlindungan hukum atas kebebasan

pribadinyapasal 15 : Hak perlindungan hukum atas hak milik individual

dan kolektifpasal 16 : Hak mendapatkan perlindungan negara dari kekerasanpasal 17 : Hak-hak dalam tahananpasal 18 : Hak-hak yang didapatkan di depan pengadilanpasal 19 : Ketentuan pemberian hukumanpasal 20 : Hak untuk tidak dipenjarakanpasal 21 : Hak-hak dalam soal dokumen untuk identitas, izin

masuk, dan izin kerjapasal 22 : Hak-hak untuk tidak diusir dan hal-hal yang berkaitan

dengan pemulanganpasal 23 : Hak perlindungan & bantuan konsuler atau

diplomatic, khususnya dalam pengusiran.pasal 24 : Hak untuk diakui sebagai manusia /pribadi di muka

hukumpasal 25 : Hak perlakuan sama dengan warga negara dalam hal

upahpasal 26 : Hak berorganisasipasal 27 : Hak perlakuan sama dengan warga negara dalam hal

jaminan sosialpasal 28 : Hak dapat perawatan medis untuk kelangsungan

hiduppasal 29 : Hak anak dapat nama, pendaftaran kelahiran, dan

kebangsaanpasal 30 : Hak anak dapat pendidikan dengan perlakuan yang

sama pasal 31 : Hak atas penghormatan pada identitas budayapasal 32 : Hak mentransfer penghasilanpasal 33 : Hak mendapatkan informasi dalam bahasa yang

dimengertipasal 34 : Kewajiban mematuhi hukum pasal 35 : Kesetaraan pada pekerja migran tak berdokumen atau

dalam situasi tak biasa

LAMPIRAN III

Gambaran Ringkas Isi dari Konvensi Internasional untuk Hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya tahun 1990

Page 32: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

�0 PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIABERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER

IV (21 pasal) Uraian tentang Hak-Hak Lain

21 pasal ( no 36-56)

pasal 36 : situasi reguler dan iregulerpasal 37 : hak mendapatkan informasi tentang semua kondisi

yang berlaku di negara tempat bekerja dan pejabat yang harus dihubungi berkaitan dengan perubahan kondisi tsb

pasal 38 : hak liburpsk 39 : kebebasan bergerak dan memilih tempat tinggal pasal 40 berkumpul dan mendirikan organisasipasal 41 berpartisipasi dalam masalah pemerintahanpasal 42 : bebas memilih wakil dalam lembaga-lembaga pasal 43 : hak yang berkaitan dengan akses pendidikan,

perumahan, pelayanan sosial dan kesehatan, koperasipasal 44 : perlindungan pada keluarga buruh migranpasal 45 : hak yang berkaitan dengan akses pendidikan,

perumahan, pelayanan sosial dan kesehatan, koperasi untuk anggota keluarga pekerja migran

pasal 46 : kemudahan dalam bea dan pajak impor untuk pekerja migran

pasal 47 : transfer pendapatan pekerja migran pasal 48 : bebas atau pengurangan pajakpasal 49 : izin tinggal dan izin kerja berkaitan dengan kategori

regular/documented pasal 50 : izin tinggal berkaitan dengan bubarnya perkawinan

atau meninggalpasal 51 : izin tinggal berkaitan dengan “jenis pekerjaan”pasal 52 : Pembatasan – pembatasan aksespasal 53 : anggota keluarga bebas milih pekerjaan bagi yang

bebas masuk negara tertentu pasal 54 perlindungan atas pemecatan, tunjangan

pengangguran, akses kegiatan alternatifpasal 55 : persamaan perlakuanpasal 56 : tidak boleh diusir kecuali ada alasan-alasan tertentu

V (7 pasal) Ketetapan-Ketetapan yang Berlaku bagi Kategori Pekerja Tertentu dan Anggota Keluarganya

7 pasal (no 57 – 63)

pasal 57 : Pengecualian pekerja migran pasal 58 : pekerja frontier (perbatasan)pasal 59 : pejerja seasonal/musimanpasal 60 : pekerja kelilingpasal 61 : pekerja proyekpasal 62 : pekerja khusus, pekerjaan tertentupasal 63 : pekerja mandiri

VI (8 pasal) Promosi Kondisi yang baik Setara, Manusiawi, dan Sah

2 pasal (no : 64-71)

pasal 64 : Ketentuan negara bekonsultasi dan bekerjasamapasal 65 : Ketentuan negara menyediakan badan-badan yang

layakpasal 66 : Ketentuan pembatasan perekrutan untuk wilayah

kerja pasal 67 : Kerjasama untuk langkah-langkah pemulangan

pekerja migran dan anggota keluarganyapasal 68 : Bekerjasama mencegah & menghapuskan kegiatan

mempekerjakan pekerja ilegalpasal 69 : Tindakan untuk mengatur migrasi dalam situasi tidak

biasa atau undocumented migrationpasal 70 : Kondisi yang tidak lebih buruk dari warga negara

setempatpasal 71 : Pemulangan jenazah dan kompensasi

Page 33: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

�1

VII (7 pasal) VII-IX Aplikasi Konvensi

7 pasal (no 72-78)pasal 72 : pembentukan Komite, (10 pakar, 14 pakar jika sudah

ditandatangani lebih dari 40)pasal 73 : Anggota menyerahkan laporan upaya legislatif,

yudikatif, administratif, serta upaya-upaya lain untuk melaksanakan konvensi.

pasal 74 : Komite memeriksa laporanpasal 75 : Komite menetapkan aturan, memilih pejabat, serta

aturan sidang tiap tahunpasal 76 : Negara anggota mengakui kewenangan komite

menerima & membahas komunikasi berkaitan dg tuduhan tidak memenuhi kewajiban

pasal 77 : Mengakui kewenangan komite dalam hal menerima & membahas komunikasi berdasarkan pengaduan individual

pasal 78 : Prosedur lain penyelesaian sengketa

VIII (6 pasal) Ketentuan Umum 6 pasal (no 79-84)

IX (9 pasal) Ketentuan Penutup 9 pasal (no. 85-93): penandatangan, aksesi, ratifikasi, menarik diri, usul perubahan, dan penyeleaian sengketa.

Page 34: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

�� PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIABERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER

No Nama lembaga/Institusi Alamat Telp/Fax/HPEmail

1. Hilfira Hamid Bagian Pemberdayaan Perempuan dan Kesra

Jl. Rahadi Oesman, Pontianak 0561 7330407811

2. Padmi Marsiti Disnaker Propinsi Jatim Jl. Dukuh Manunggal 124-126 Surabaya

031 82926480813 30179449

3. Muh. Amin Disnakertrans Bone Jl. A. Mappanyukki, Bone 0481 22457

4. Sulaiman Disnakertrans Sumbawa Jl. Garuda No. 93 0371 217290371 213250812 3726892

5. Ubaidillah Disnaker Cianjur Jl. Raya Bandung Km 4,5Cianjur

0263 2624640817 6964379

6. Hasan Kementrian Pemberdayaan Perempuan (KPP)

Jl. Merdeka Barat 15Jakarta

021 3805522

7. Mujari Ditjen Otoda Depdagri Jl. Merdeka Utama No. 7Jakarta

8. Eka Baslar Ditjen Bina Bangda Depdagri

Jl. Merdeka Utama No. 7Jakarta

021 7942648/ 79426438

9. A. Yani Ditjen Bina Bangda Depdagri

Jl. Merdeka Utama No. 7Jakarta

021 7942648/ 79426438

10. Tresno Balitbang HAM Dephuk HAM

Jl. HR Rasuna Said Kav. C1 021 2525015, ext.523

11. HB.Sya’ban Farouq

DPRD Kab.Cianjur Jl. Siti Jaenab 31 Cianjur 0263 261702

12. Nurhasanah DPRD Lampung Jl. WR. Monginsidi No. 69, Teluk Betung Lampung

0721 4821660721 4889460811 791653

13. Castra Aji Sarosa FWBMI Cirebon Jl. P. Sutajaya 5A Babalean, Kab. Cirebon

0231 662072

14. Sukemi YLMD Lampung Jl. Merica No. 215A Iringmulyo, kota Metro Lampung

0725 427560815 [email protected]/ [email protected]

15. Ratna LPP Bone Jl. Andalas No. 31 Kabupaten Bone

0481 210560813 [email protected]

16. Supriyanto AP2BMI Sumbawa Jl. Tenggiri No. 18, komplek Paragas Sumbawa Besar

0812 3726892aliansi migran [email protected]

17. Andriyanto YLBH PIK Pontianak Jl. Aliyang No. 12A Pomtianak 0561 7664390812 [email protected]

LAMPIRAN IV

Daftar Peserta yang terlibat dalam Pedoman Penyusunan Perda :

I. Seminar dan Lokakarya, 14 Februari 2006

Page 35: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

��

18. Danuhardi JKPS Ponorogo Balai Desa Krebet, Kec. Jambon Ponorogo

0813 35706134

19. Lutfi Lakpesdam Blitar Jl. Ciliwung 5/6 Blitar 0342 28012880816 562234

20. Sri Almainah Rico Saloke Jl. Cikini Raya No. 47Jakarta

21. Felixon Kopbumi Jl. Bambu Kuning II/7Jakarta Timur

021 4717201

22. Choirul Hadi SBMI Jl. Cipinang Kebemben Raya No. 10, RT5/RW7Jakarta

021 93856504021 4756113

Pembicara :

23. Faebuadodo Ditjen Otoda Depdagri Jl. Merdeka Utama No.7Jakarta

0812 9175479

24. Indra J. Piliang CSIS Jl. Tanah Abang III Np. 23-27, Jakarta

021 38475170812 [email protected]

25. Tati Krisnawati Komnas Perempuan Jl. Latuharhari 4BJakarta Pusat

021 3903963021 3903922

26. Fasilitator :Yos Soetiyoso

Komnas Perempuan Jl. Latuharhari 4BJakarta Pusat

021 3903963021 3903922

Panitia :

27. lisa NH Komnas Perempuan Jl. Latuharhari 4BJakarta Pusat

021 3903963021 3903922

28. Tety K Komnas Perempuan Jl. Latuharhari 4BJakarta Pusat

021 3903963021 3903922

29. Herman Komnas Perempuan Jl. Latuharhari 4BJakarta Pusat

021 3903963021 3903922

Page 36: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

�� PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIABERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER

II. FGD

FGD dilakukan di 6 wilayah yaitu Lampung, , Cirebon, Pontianak Sumbawa, Ponorogo dan Bone. Yang terlibat adalah :

A. FGD di Lampung, 5 April 2006

1. Anggi, Direktur YLMD

2. Abu Hasan, keluarga BMI (petani)

3. Suparman, keluarga BMI (petani)

4. Mudasir, DPRD Komisi A

5. Aris Susilo, DPRD Komisi D

6. Wagimin, DPRD Komisi B Lampung Tengah

7. Nurhayati, DPRD Komisi D, Sekretaris Komisi, Muslimat NU Lampung Tengah

8. Rahman Sulaiman, DPRD Komisi B

9. Nurlia, DPRD Komisi D Lampung Tengah

10. Mega Fitri, Dinsos Tenaga Kerja Lampung Tengah

11. Anton Munawar, Dinsos Tenaga Kerja Lampung Tengah

12. Ibnu Hiban, Kepala Dinsos Tenaga Kerja Lampung Tengah

13. Yuan Wiratna, Dinsos Tenaga Tenaga Kerja

14. Ibrahim, PJS Kepala Kampung

15. Novi, Lembaga Advokasi Perempuan Damar

16. Bambang Nugroho Adi, Pendeta untuk 3 Kabupaten

17. Musrianto, keluarga BMI

18. Nurcholis, keluarga BMI (buruh tani)

19. Sunyoto, keluarga BMI (petani)

20. Jumadi, mantan BMI (petani)

21. Ihwan, PJNU Lampung Tengah

22. Murti, Lembaga Advokasi Anak, Bandar Lampung

23. Sumarni, mantan BMI di Hongkong

24. Suprapto, SBMI Lampung

25. Rudi Sugianto,LSGS

26. Sukemi, YLPMD

27. Teguh, YLPMD

28. Fatayahsin, YLPMD

29. Marlina, YLPMD

30. Yos Soetiyoso, Komnas Perempuan

31. Tety, Komnas Perempuan

A. FGD di Bone, 25 April 2006

1. Abidin, disnakertrans

2. A. Men Ala, disnakertrans

3. Bunga, BPD

Page 37: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

��

4. M. Idris, DPRD

5. Asia, DPRD

6. Atto, keluarga BMI

7. A. Tobba, keluarga BMI

8. Adi, keluarga BMI

9. Asiah, keluarga BMI

10. Tahir, keluarga BMI

11. Ahmad, keluarga BMI

12. Juma, keluarga BMI

13. Imran, keluarga BMI

14. Aldi, keluarga BMI

15. Ruaeda, keluarga BMI

16. Mare, keluarga BMI

17. Mali, keluarga BMI

18. Hasmawty, keluarga BMI

19. Fahirah, LSM

20. Nirwanda, LPP Bone

21. Yos Soetiyoso, Komnas Perempuan

22. Herman, Komnas Perempuan

B. FGD di Ponorogo, 1 Maret 2006

1. Soegiharto, Balitbangda Blitar

2. Muladi, Disnakertrans Blitar

3. Minarto, Disnakertrans Ponorogo

4. Didit Santosa, Disnakertrans Ponorogo

5. Makin. Lakpesdam Blitar

6. Tatok Amarudin, Lakpesdam Blitar

7. Hafiaz Lutfi, Lakpesdam Blitar

8. Danuhardi, JKPS Poonorogo

9. Edy, JKPS Ponorogo

10. Dian Eryanti, LSPS Yogyakarta

11. Sutrisno, LSPS Yogyakarta

12. Sariyah, mantan BMI

13. Siti Fatimah, mantan BMI

14. Fulva, keluarga BMI

15. Eny Khoiriyah, mantan BMI

16. Sunardi, keluarga BMI

17. Galuh Febriyani, mantan BMI

18. Nurharsono, mantan BMI

19. Widodo, keluarga BMI

20. Lilik, mantan BMI

21. Heru Sasongko, mantan PJTKI

Page 38: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

�� PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIABERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER

22. Sukirno, cabang PJTKI

23. Yos Soetiyoso, Komnas Perempuan

24. Herman, Komnas Perempuan

C. FGD di Sumbawa, 11 Maret 2006

1. Masyuji, TPPKK Kab. Sumbawa

2. Zaenal Muntaqine, Disnakertrans

3. Asfo, Pemda, bagian hukum

4. Mahmudin, Pemda, bagian hukum

5. Zulnaidi, Polres

6. Sutriyanto, Polres

7. Muaji, Polres

8. Abdul Aziz, Polres

9. Mustaridahkan, Satpol PP

10. Yusmi Zustia, Dinas Sosial

11. Syamsul Fikri, DPRD Komisi IV

12. Syarifudin, DPRD

13. A. Muslich, DPRD

14. Nuraidah, FORPPHAS

15. Abdul Hakik, Camat Cape

16. Nisma Abdullah, Plampang

17. Nurhidayati, Sepakat

18. Wayati, LPA

19. Darmawanty, FORPPHAS

20. Nur Atiqah, PIPP

21. Aminah Mosfan, PIPP

22. Wanjayardi, Tatebal

23. Sumiar S, Tatebal

24. Tri Budi, PLAN Indonesia

25. Syamsudin, Kelompok TKW Dete

26. Nurhinsyah, mantan BMI

27. Dewi Rohyani, AP2BMI

28. Jaya Purnawan, AP2BMI

29. Guril, AP2BMI

30. Supriyanto, AP2BMI

31. Yos Soetiyoso, Komnas Perempuan

32. Tety Kuswandari, Komnas Perempuan

D. FGD di Pontianak, 16 Maret 2006

1. Maksum Jauhari, Disnakertrans Propinsi Kalbar

2. Rosalie Kowel, Disnakertrans Propinsi Kalbar

3. Sulaiman, Disnakertrans Propinsi Kalbar

Page 39: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

��

4. Katharina Lies, DPRD Prop. Kalbar

5. Reny, PPSW Borneo

6. Dani, Pekka

7. Kurniadi, Eka Dharma Indonesia

8. Laili Khairnur, Lembaga Gemawan

9. RH Farid Panji Anom, MABM Kalbar

10. Nasipah, mantan BMI

11. Pabali Musa, Muhammadiyah Kalbar

12. Rousdy Said, Muhammadiyah Kalbar

13. Tuti, LBH Apik

14. Shantie, LPS AIR

15. Hei Zahry Abdulk, MAM Kalbar

16. Maria Rosyati Ama, Majelis Adat Dayak Kalbar

17. Wiwin, mantan BMI

18. Pida, mantan BMI

19. Verry, keluarga BMI

20. Rosnawati, mantan BMI

21. Yos Soetiyoso, Komnas Perempuan

22. Herman, Komnas Perempuan

E. FGD di Cirebon, 28 Maret 2006

1. Ubaidillah, Disnaker Kab. Cianjur

2. Odi Ahmad, Disnaker Cirebon

3. Ari Nurzaman, Sosnaker Indramayu

4. HB Sya’ban Farouq, DPRD Kab. Cianjur

5. Toto Satori, DPRD Kab. Cirebon, Komisi D

6. Fahrurozi, Solidaritas Buruh Migran Cianjur (SBMC)

7. Roziqoh, Fahmina Cirebon

8. Lutfiah, FKBMI Indramayu

9. Badrun, FKBMI Indramayu

10. Masrifah, FKBMI Indramayu

11. Abdul Aziz, tokoh agama Indramayu

12. Yus Macrus, FWBMI Cirebon

13. Castra Aji Sarosa, FWBMI Cirebon

14. Roheti, FWBMI Cirebon

15. Handri, FWBMI Cirebon

16. Siti Fatimah, WCC Balqis Cirebon

17. Cardi Syaukani, keluarga BMI

18. Susanti Andriyani, mantan BMI Cirebon

19. Yos Soetiyoso, Komnas Perempuan

20. Tati Krisnawati, Komnas Perempuan

21. Lisa Noor Humaidah, Komnas Perempuan

Page 40: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

�� PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIABERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER

No Nama lembaga/Institusi Alamat Telp, Fax, HP, Email

1. Fatmawati DPRD Bone, Komisi D Jl. Yos Sudarso 0481 210150812 4145390

2. Amin DPRD Sumbawa, Komisi D Jl. Hasanudin No. 1 0812 3763633

3. Nurhasanah DPRD LampungWakil ketua

Jl. P. Sutajaya 5A Babalean, Kab. Cirebon

0231 6620720811 791653

4. Suharjono Disnaker Prop. Jatim Jl. Dukuh Nenanggal 12ASurabaya

0818 294130

5. Didit Santosa Disnakertrans Kab. Ponorogo

Jl. Budi Utomo 12 Ponorogo 0813 35900503

6. A. Ubaidillah Disnaker Kab. Cianjur Jl. Raya Bandung Km 4,5Cianjur

0263 2624640817 6964379

7. Alimudin Nur Disnakertrans Kab. Sumbawa

Jl. Garuda 93, Sumbawa Besar-NTB

0371 217290371 213250813 39815666

8. Darusy Yunus Disnakertans Kab. Sumbawa

Jl. Garuda 93, Sumbawa Besar-NTB

0371 217290371 213250813 39554847

9. Edy Purwantono Disnakertrans Jateng Jl. Pahlawan 16, Semarang 0815 75747755

10. Zubaidah POLRI Jl. Trunojoyo 3, Jakarta Selatan 021 7218131

11. Arifin Hutagalung Ditjen Bina Bangda Depdagri

Jl. Taman Makam Pahlawan No. 20 Kalibata, Jaksel

021 79426480816 1340038

12. Rizki DephukHAM Jl. HR Rasuna Said Kav. 6-7, Kuningan, Jakarta Selatan

021 2525023

13. Maringan Firman Dephuk HAM Jl. HR Rasuna Said Kav. 6-7, Kuningan, Jakarta Selatan

021 2525023

14. Halasan Pardede Dephuk HAM Jl. HR Rasuna Said Kav. 6-7, Kuningan, Jakarta Selatan

021 2525023

15. Larmaya Adji Depnakertrans Gatot Subroto 021 5229124

16. Pihri Komnas HAM

17. Enni Rochmaeni Komisi Ombudsman Jl. Adityawarma 43Kebayoran Baru, Jakarta

021 725874-77

18. Magdalena Komnas Perlindungan Anak Indonesia

Jl. Teuku Umar 10Jakarta

0818 727038

19. Herlyna Divisi Reformasi Hukum Komnas Perempuan

Jl. Latuharhari 4BJakarta Pusat

021 3903963021 3903922

20. Lily P. Siregar Kopbumi Region Sumut Jl. Baru VI, No. 18AA Marindal, Medan

061 [email protected]

21. Danuhardi JKPS Ponorogo Balai Desa Krebet, Kec. Jambon Ponorogo

0813 35706134

22. Endang S Kopbumi Region NTB Jl. Industri No. 26A, Mataram 0818 360252

23. Castra Aji Sarosa FWBMI Cirebon Jl. P. Sutajaya 5A Babalean, Kab. Cirebon

0231 662072

24. Prapto SBMI Lampung Jl. Soekarno Hatta No. 85, Kec. Mulyodadi- Kota Metro Lampung

085 269137314

25. Tatok Lakpesdam Blitar Jl. Ciliwung 5/6 Blitar 0342 28012880816 562234

26. Ratna LPP Bone Jl. Andalas No. 31 Kabupaten Bone

0481 210560813 [email protected]

III. Pertemuan Nasional, 19 Desember 2006

Page 41: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

��

27. Mulyadi Prayitno Kopbumi Region Sulsel Jl. Lembu No. 34 Makasar 0811 441129

28. Epraim TURC 021 57087770812 8246123

29 Yasmine TURC 021 5708777

30. Adnan Fauzi SBM Cianjur Kampung Cibitung Rt 11/Rw 5, Ds. Girijaya, Kec. Cibinong, Kab. Cianjur - Cianjur Selatan

0263 23602040815 63214997

31. Dadang SBM Karawang Kraung Mongul VII, Tegal Sawah-Karawang

0267 573426

32. Lukman Syahru LBH Cianjur Jl. Masjid Agung No. 128 Cianjur 0817 6910695

33. Muh. Usman Kopbumi Region Jambi Perum puri Cemara Indah A2 No. 9 Jambi

0813 75221242

34. Supriyanto AP2BMI Sumbawa Jl. Tenggiri No. 18, komplek Paragas Sumbawa Besar

0812 3726892aliansi migran [email protected]

35. Andriyanto YLBH PIK Pontianak Jl. Aliyang No. 12A Pomtianak 0561 7664390812 [email protected]

36. Tatik faricha Kopbumi Region Jatim Jl. Tales V/16 Surabaya 0813 30741579

37. Ratna Kopbumi Region Jateng Jl. Diponegoro 98, Salatiag 0815 7762868

38. Sukemi YLMD Lampung Jl. Merica No. 215A Iringmulyo, kota Metro Lampung

0725 427560815 [email protected] [email protected]

39. Hefriyadi Kopbumi Region Sumsel 0812 7842230

40. Thaufiek Solidaritas Perempuan Jl. Jati Padang Raya, Gang Wahid No. 64, Jakarta Selatan

021 7826008021 7802529

41. Gandhi Convention Watch Salemba 4 Jakarta 021 3924392021 7800702

42. Achie Luhulima Convention Watch Salemba 4, Jakarta 021 3924392

43. Endang Larasati GPPBM Jl. Latuharhari 4BJakarta Pusat

021 3903963021 3903922

44. Khalilah GPPBM Jl. Latuharhari 4BJakarta Pusat

021 3903963021 3903922

45. Pudja Pramono GPPBM Jl. Latuharhari 4BJakarta Pusat

021 3903963021 3903922

Pembicara :

46. Yos Soetiyoso Komnas Perempuan Jl. Latuharhari 4BJakarta Pusat

021 3903963021 3903922

47. Adhi santika Dephuk HAM Jl. HR Rasuna Said Kav. 6-7, Kuningan, Jakarta Selatan

021 25250230816 [email protected]

48. Riwanto LIPI Widya Graha LIPI lt IV&VJl.Jend. Gatot Subroto 10Jakarta Selatan

021 5265711021 52621990815 11397280

49. Savitri Ecosoc Rights Jl. Tebet Timur Dalam VIC/17 0816 889409

Fasilitator :

50. Tati Krisnawati Komnas Perempuan Jl. Latuharhari 4BJakarta Pusat

021 3903963021 3903922

Panitia :

51. Tety Kuswandari Divisi PKRDKomnas Perempuan

Jl. Latuharhari 4BJakarta Pusat

021 3903963021 3903922

52. Carolina Komnas Perempuan Jl. Latuharhari 4BJakarta Pusat

021 3903963021 3903922

Page 42: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun

�0 PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIABERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER

KATA PENUTUP

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena perkenan-Nya, buku pedoman ini dapat diselesaikan dan menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada penyumbang pemikiran dari berbagai elemen dari Pemerintah Pusat dan Daerah, DPRD, LSM dan organisasi pemerhati buruh migran di 8 wilayah yaitu di

DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan NTB untuk menyempurnakan pedoman menyusun Perda yang berperspektif HAM dan Keadilan Jender (daftar nama terlampir).

Merespon kebutuhan di daerah berdasarkan hasil dari seminar nasional, FGD dan pertemuan nasional yang dilakukan selama kurun waktu 1 tahun, diperlukan pedoman menyusun Perda berperspektif HAM dan keadilan jender. Proses penyusunan pedoman ini mengalami kesulitan mengekstraksikan mozaik aspirasi yang begitu banyak muncul dari proses diskusi di daerah-daerah karena berupaya berupaya semaksimal mungkin, bagaimana agar keseluruhan aspirasi bisa terserap.

Dengan adanya UU No. 29/1999 tentang otonomi daerah yang telah direvisi dengan UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan peluang sekaligus menjawab tantangan bagi Pemerintah Daerah untuk melahirkan Perda bagi perlindungan buruh migran yang mempunyai perspektif HAM dan keadilan jender. Untuk menjamin penghormatan dan penegakan prinsip-prinsip HAM dan keadilan jender, harus dijabarkan sebagai ketentuan di dalam pasal-pasal Perda. Baik yang bersifat mengharuskan maupun yang bersifat larangan kaitannya dengan hal diatas, dituangkan secara rinci disertai dengan sanksi-sanksi terhadap pelanggarannya. Di dalam pedoman ini telah diurai sebagaimana yang diperlukan untuk mengantisipasi kasus-kasus buruh migran dari pra pemberangkatan, masa kerja dan purna kerja yang terjadi.

Namun demikian, Perda bukanlah suatu tongkat sihir yang dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi buruh migran. Perda mempunyai keterbatasan di dalam dirinya sendiri seperti : yurisdiksi berlakunya perda; kerjasama bilateral adalah wilayah kekuasaan Pemerintah Pusat bukan Daerah; dan UU 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja ke Luar Negeri mempunyai kekuatan diatas Perda padahal UU ini tidak secara jelas mengatur kewenangan Pemerintah Daerah dalam urusan penempatan buruh migran ke luar negeri dan dalam mengatur penyelesaian masalah buruh migran.

Melihat hal tersebut diatas, keterbatasan Perda bukan alasan untuk tidak menyediakan peraturan di tingkat daerah. Perda perlindungan buruh migran sangat dibutuhkan untuk memastikan buruh migran mempunyai payung hukum sejak dari daerah asalnya.

Page 43: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun
Page 44: PANDUAN - redlineindonesia.org · PEDOMAN MENYUSUN PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN INDONESIA BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN KEADILAN JENDER Panduan Menyusun