panduan bedah onkologi

97
PROTOKOL 1

Upload: erlina-doo

Post on 07-Aug-2015

495 views

Category:

Documents


45 download

DESCRIPTION

Departemen Bedah Onkologi

TRANSCRIPT

PROTOKOL

PERABOI2003

1

PROTOKOL PENATALAKSANAAN

KASUS BEDAH ONKOLOGI

2003

PERHIMPUNAN AHLI BEDAH ONKOLOGI INDONESIA

( PERABOI )

2

2004

PROTOKOL PENATALAKSANAAN KASUSPERABOI 2003

Diterbitkan oleh :PERABOI (Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia)

Edisi I Cetakan I 2004

Hak Cipta pada :PERABOI (Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia)d/a Sub Bagian/SMF Bedah Onkologi, Kepala & LeherBagian/SMF Ilmu Bedah FK UNPAD/Perjan RSHSJl. Pasteur 36 Bandung 40161Telpon/Fax 022-2034655e-mail : [email protected]

DILARANG MEMPERBANYAK TANPA IZIN PERABOI

ISBN :

ISSN :

Pengantar

3

KONSEP SAMBUTAN KETUA PP PERABOI 2000-2003

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Pertama-tama saya panjatkan puji syukur ke hadirat Illahi atas kemudahan yang dilimpahkanNya mulai dari perumusan protocol sampai terbitnya protokol ini.

Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa penanganan kanker haruslah direncanakan sebaik mungkin karena penanganan pertama adalah kesempatan yang terbaik buat penderita untuk mencapai tingkat kesembuhan yang optimal, penanganan kedua dan seterusnya tidak mungkin dapat memperbaiki kesalahan pada tindakan pertama.Masih banyak penanganan kanker yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Bedah Onkologi yang berakibat terjadinya kekambuhan atau residif, baik local maupun sistemik.

Untuk mengantisipasi hal tersebut di atas, Pengurus Pusat Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) Periode 2000-2003 menyususn Protokol Penatalaksanaan Kanker yang meliputi kanker payudara, tiroid, rongga mulut, kelenjar liur, kulit dan sarkoma jaringan lunak.

Saya ucapkan terima kasih banyak dan penghargaan setinggi-tingginya kepada para sejawat yang berperan aktif dalam penyusunan protocol ini, semoga segala jerih payah sejawat mendapat ganjaran yang berlimpah dari Yang Maha Kuasa.

Akhir kata, semoga Protokol Peraboi ini dapat dimanfaatkan oleh seluruh sejawat yang berperan dalam pengelolaan kanker.

Wassalamu alaikum wr. Wb.

Dr. Zafiral Azdi Albar, SpB(K)Onk

Sambutan

4

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Sambutan

Sambutan

Daftar Isi

Protokol Penatalaksanaan Kanker Payudara

Protokol Penatalaksanaan Tumor / Kanker Tiroid

Protokol Penatalaksanaan Tumor / Kanker Kelenjar Liur

Protokol Penatalaksanaan Kanker Rongga Mulut

Protokol Penatalaksanaan Kanker Kulit

Protokol Penatalaksanaan Sarkoma Jaringan Lunak

5

PROTOKOL PENATALAKSANAAN KANKER PAYUDARA

6

Tim Perumus Protokol Penatalaksanaan Kanker Payudara

Ketua : Dr. Muchlis Ramli, SpB(K)Onk

Anggota : Dr. Azamris, SpB(K)Onk Dr. Burmansyah, SpB(K)Onk Dr. Djoko Dlidir, SpB(K)Onk Dr. Djoko Handojo, SpB(K)Onk

Dr. Dradjat R. Suardi, SpB(K)Onlk Dr. Eddy H, Tanggo, SpB(K)Onk Dr. I.B. Tjakra W. Manuaba, SpB(K)Onk Dr. Idral Darwis, SpB(K)Onk Dr. Teguh Aryandono, SpB(K)Onk Dr. Zafiral Azdi Albar, SpB(K)Onk

PROTOKOL PENATALAKSANAAN KANKER PAYUDARA

I. PENDAHULUAN

Kanker payudara merupakan kanker dengan insidens tertinggi No.2 di Indonesia dan terdapat kecenderungan dari tahun ke tahun insidens ini meningkat; seperti halnya diluar negeri (Negara Barat). Angka kejadian Kanker Payudara di AS misalnya 92/100.000 wanita pertahun dengan mortalitas yang cukup tinggi 27/100.000 atau 18% dari kematian yang dijumpai pada wanita. Di Indonesia berdasarkan “Pathological Based Registration“ Kanker Payudara mempunyai insidens relatif 11,5%. Diperkirakan di Indonesia mempunyai insidens minimal 20.000 kasus baru pertahun; dengan kenyataan bahwa lebih dari 50% kasus masih berada dalam stadium lanjut.

Disisi lain kemajuan “Iptekdok“ serta ilmu dasar biomolekuler, sangat berkembang dan tentunya mempengaruhi tata cara penanganan kanker payudara itu sendiri mulai dari deteksi dini, diagnostik dan terapi serta rehabilitasi dan follow up.

Dalam upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan, Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) telah mempunyai protokol penanganan kanker payudara (tahun 1990). Protokol ini dimaksudkan pula untuk dapat :

Menyamakan persepsi penanganan dari semua dokter yang berkecimpung dalam Kanker Payudara atau dari senter

Bertukar informasi dalam bahasa yang sama Digunakan untuk penelitian dalam aspek

keberhasilan terapi Mengukur mutu pelayanan

Kemajuan Iptekdok yang cepat seperti dijelaskan diatas, membuat PERABOI perlu mengantisipasi keadaan ini dengan sebaik-baiknya melalui revisi Protokol Kanker

7

Kan

ker

Payu

dara

Payudara 1988 dengan Protokol Kanker Payudara PERABOI 2002.

II. KLASIFIKASI HISTOLOGIK WHO / JAPANESE BREAST CANCER SOCIETY :

Untuk kanker payudara dipakai klasifikasi histologik berdasarkan :

WHO Histological classification of breast tumors Japanese Breast Cancer Society (1984) Histological

classification of breast tumors

Malignant ( Carcinoma )1. Non invasive carcinoma

a) Non invasive ductal carcinomab) Lobular carcinoma in situ

2. Invasive carcinomaa) Invasive ductal carcinoma

a1. Papillobular carcinomaa2. Solid-tubular carcinomaa3. Scirrhous carcinoma

b) Special typesb1. Mucinous carcinomab2. Medullary carcinomab3. Invasive lobular carcinomab4. Adenoid cystic carcinomab5. Squamous ceel carcinomab6. Spindel cell carcinomab7. Apocrine carcinomab8. Carcinoma with cartilaginous and or osseous metaplasiab9. Tubular carcinomab10. Secretory carcinomab11. Others

c). Paget’s dsease.

III. KLASIFIKASI STADIUM TNM ( UICC / AJCC ) 2002

Stadium kanker payudara ditentukan berdasarkan TNM system dari UICC/AJC tahun 2002 adalah sebagai berikut :

T = ukuran tumor primer

Ukuran T secara klinis , radiologis dan mikroskopis adalah sama.Nilai T dalam cm, nilai paling kecil dibulatkan ke angka 0,1 cm.

Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai.T0 : Tidak terdapat tumor primer.Tis : Karsinoma in situ.Tis(DCIS) : Ductal carcinoma in situ.Tis (LCIS) : Lobular carcinoma in situ.Tis (Paget's) : Penyakit Paget pada puting tanpa

adanya tumor.

Catatan : Penyakit Paget dengan adanya tumor dikelompokkan sesuai dengan ukuran tumornya.

T1 : Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya 2 cm atau kurang.

T1mic : Adanya mikroinvasi ukuran 0,1 cm atau kurang.

T1a : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,1 cm sampai 0,5 cm.

T1b : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,5 cm sampai 1 cm.

T1c : Tumor dengan ukuran lebih dari 1 cm sampai 2 cm.T2 : Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya

lebih dari 2 cm sampai 5 cm.T3 : Tumor dengan ukuran diameter terbesar

lebih dari 5 cm.T4 : Ukuran tumor berapapun dengan ekstensi langsung ke dinding dada atau kulit.T4a : Ekstensi ke dinding dada tidak termasuk otot

pektoralis.T4b : Edema ( termasuk peau d'orange ), ulserasi,

nodul satelit pada kulit yang terbatas pada

8

1 payudara.T4c : Mencakup kedua hal diatas.T4d : Mastitis karsinomatosa.

N = Kelenjar getah bening regional.

Klinis :Nx : Kgb regional tidak bisa dinilai ( telah

diangkat sebelumnya ).N0 : Tidak terdapat metastasis kgb.N1 : Metastasis ke kgb aksila ipsilateral yang

mobil.N2 : Metastasis ke kgb aksila ipsilateral terfiksir,

berkonglomerasi, atau adanya pembesaran kgb mamaria interna ipsilateral ( klinis* ) tanpa adanya metastasis ke kgb aksila.

N2a : Metastasis pada kgb aksila terfiksir atau berkonglomerasi atau melekat ke struktur lain.N2b : Metastasis hanya pada kgb mamaria interna

ipsilateral secara klinis * dan tidak terdapat metastasis pada kgb aksila.

N3 : Metastasis pada kgb infraklavikular ipsilateral dengan atau tanpa metastasis kgb aksila atau klinis terdapat metastasis pada kgb mamaria interna ipsilateral klinis dan metastasis pada kgb aksila ; atau metastasis pada kgb supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa metastasis pada kgb aksila / mamaria interna.

N3a : Metastasis ke kgb infraklavikular ipsilateral.N3b : Metastasis ke kgb mamaria interna dan kgb

aksila.N3c : Metastasis ke kgb supraklavikula.

Catatan :* Terdeteksi secara klinis : terdeteksi dengan pemeriksaan fisik atau secara imaging ( diluar limfoscintigrafi ).

Patologi (pN) a

pNX : Kgb regional tidak bisa dinilai (telah diangkat

sebelumnya atau tidak diangkat)pN0 : Tidak terdapat metastasis ke kgb secara patologi , tanpa pemeriksaan tambahan untuk "isolated tumor cells" ( ITC ).

Catatan : ITC adalah sel tumor tunggal atau kelompok sel kecil dengan ukuran tidak lebih dari 0,2 mm yang biasanya hanya terdeteksi dengan pewarnaan imunohistokimia (IHC) atay metode molekular lainnya tapi masih dalam pewarnaan H&E. ITC tidak selalu menunjukkan adanya aktifitas keganasan seperti proliferasi atau reaksi stromal.

pN0(i-) : Tidak terdapat metastsis kgb secara histologis , IHC negatif.

pN0(i+) : Tidak terdapat metastasis kgb secara

histologis, IHC positif, tidak terdapat kelompok IHC yang lebih dari 0,2 mm.

pN0(mol-) : Tidak terdapat metastasis kgb secara histologis, pemeriksaan molekular negatif ( RT-PCR) b.

pN0(mol + ) : Tidak terdapat metastasis kgb secara histologis, pemeriksaan molekular positif (RT-PCR).

Catatan :a: klasifikasi berdasarkan diseksi kgb aksila dengan atau tanpa pemeriksaan sentinel node. Klasifikasi berdasarkan hanya pada diseksi sentinel node tanpa diseksi kgb aksila ditandai dengan (sn) untuk sentinel node, contohnya : pN0(i+) (sn).b: RT-PCR : reverse transcriptase / polymerase chain reaction.

pN1 : Metastasis pada 1-3 kgb aksila dan atau kgb mamaria interna (klinis negatif*) secara mikroskopis yang terdeteksi dengan sentinel node diseksi.

pN1mic : Mikrometastasis (lebih dari 0,2 mm sampai 2,0 mm).

9

pN1a : Metastasis pada kgb aksila 1 - 3 buah.pN1b : Metastasis pada kgb mamaria

interna (klinis negatif*) secara mikroskopis terdeteksi melalui diseksi sentinel node.

pN1c : Metastasis pada 1-3 kgb aksila dan kgb mamaria interna secara mikroskopis melalui diseksi sentinel node dan secara klinis negatif (jika terdapat lebih dari 3 buah kgb aksila yang positif, maka kgb mamaria interna diklasifikasikan sebagai pN3b untuk menunjukkan peningkatan besarnya tumor).

pN2 : Metastasis pada 4-9 kgb aksila atau secara klinis terdapat pembesaran kgb mamaria interna tanpa adanya metastasis kgb aksila.

pN2a : Metastasis pada 4-9 kgb aksila (paling kurang terdapat 1 deposit tumor lebih dari 2,0 mmm).

pN2b : Metastasis pada kgb mamaria interna secara klinis tanpa metastasis kgb aksila.

pN3 : Metastasis pada 10 atau lebih kgb aksila ; atau infraklavikula atau metastasis kgb mamaria interna (klinis) pada 1 atau lebih kgb aksila yang positif ; atau pada metastasis kgb aksila yang positif lebih dari 3 dengan metastasis mikroskopis kgb mamaria interna negatif ; atau pada kgb supraklavikula.

pN3a : Metastasis pada 10 atau lebih kgb aksila (paling kurang satu deposit tumor lebih dari 2,0 mm), atau metastasis pada kgb infraklavikula.

pN3b : Metastasis kgb mamaria interna ipsilateral (klinis) dan metastasis pada kgb aksila 1 atau lebih; atau metastasis pada kgb aksila 3 buah

dengan terdapat metastasis mikroskopis pada kgb mamaria interna yang terdeteksi dengan diseksi sentinel node yang secara klinis negatif

pN3c : Metastasis pada kgb supraklavikula ipsilateral.

Catatan :* tidak terdeteksi secara klinis / klinis negatif : adalah tidak terdeteksi dengan pencitraan (kecuali limfoscintigrafi) atau dengan pemeriksaan fisik.

M : metastasis jauh.

Mx : Metastasis jauh belum dapat dinilai.M0 : Tidak terdapat metastasis jauh.M1 : Terdapat metastasis jauh.

Grup stadium :

Stadium 0 : Tis N0 M0Stadium 1 : T1* N0 M0Stadium IIA : T0 N1 M0

T1* N1 M0 T2 N0 M0

Stadium IIB : T2 N1 M0 T3 N0 M0

Stadium IIIA : T0 N2 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N1 M0

T3 N2 M0Stadium IIIB : T4 N0 M0

T4 N1 M0 T4 N2 M0

Stadium IIIc : Any T N3 M0Stadium IV : AnyT Any N M1

Catatan :* T1: termasuk T1 mic

10

Kesimpulan perubahan pada TNM 2002 :

1. Mikrometastasis dibedakan antara "isolated tumor cells" berdasarkan ukuran dan histologi aktifitas keganasan.

2. Memasukkan penilaian sentinel node dan pewarnaan imunohistokimia atau pemeriksaan molekular.

3. Klasifikasi mayor pada status kgb tergantung pada jumlah kgb aksila yang positif dengan pewarnaan H&E atau imunohistokimia.

4. Klasifikasi metastasis pada kgb infraklavikula ditambahkan sebagai N3.

5. Penilaian metastasis pada kgb mamaria interna berdasarkan ada atau tidaknya metastasis pada kgb aksila. Kgb mamaria interna positif secara mikroskopis yang terdeteksi melalui sentinel node dengan menggunakan limfoscintigrafi tapi pada pemeriksaan pencitraan dan klinis negatif diklasifikasikan sebagai N1. Metastasis secara makroskopis pada kgb mamaria interna yang terdeteksi secara pencitraan (kecuali limfoskintigrafi) atau melalui pemeriksaan fisik dikelompokkan sebagai N2 jika tidak terdapat metastasis pada kgb aksila, namun jika terdapat metastasis kgb aksila maka dikelompokkan sebagai N3.

6. Metastasis pada kgb supraklavikula dikelompokkan sebagai N3.

Tipe Histopatologi

In situ carcinomaNOS ( no otherwise specified )IntraductalPaget’s disease and intraductal

Invasive CarcinomasNOSDuctalInflammatoryMedulary , NOS

Medullary with lymphoid stromaMucinousPapillary ( predominantly micropapillary pattern )TubularLobularPaget’s disease and infiltratingUndifferentiatedSquamous cellAdenoid cysticSecretoryCribriform

G : gradasi histologis

Seluruh kanker payudara kecuali tipe medulare harus dibuat gradasi histologisnya. Sistim gradasi histologis yang direkomendasikan adalah menurut “The Nottingham combined histologic grade“ ( menurut Elston-Ellis yang merupakan modifikasi dari Bloom-Richardson ). Gradasinya adalah menurut sebagai berikut :

GX : Grading tidak dapat dinilai.G1 : Low grade.G2 : Intermediate grade.G3 : High grade.

Stadium klinik (cTNM) harus dicantumkan pada setiap diagnosa KPD atau suspect KPD. pTNM harus dicantumkan pada setiap hasil pemeiksaan KPD yang disertai dengan cTNM

IV. PROSEDUR DIAGNOSTIK

A. Pemeriksaan Klinis

1. Anamnesis :a. Keluhan di payudara atau ketiak dan riwayat penyakitnya.

Benjolan

11

Kecepatan tumbuh Rasa sakit Nipple discharge Nipple retraksi dan sejak kapan Krusta pada areola Kelainan kulit: dimpling, peau d’orange,

ulserasi, venectasi Perubahan warna kulit Benjolan ketiak Edema lengan

b. Keluhan ditempat lain berhubungan dengan metastase, al :

Nyeri tulang (vertebra, femur) Rasa penuh di ulu hati Batuk Sesak Sakit kepala hebat, dll

c. Faktor-faktor resiko Usia penderita Usia melahirkan anak pertama Punya anak atau tidak Riwayat menyusukan Riwayat menstruasi

menstruasi pertama pada usia berapa

keteraturan siklus menstruasi menopause pada usia berapa

Riwayat pemakaian obat hormonal Riwayat keluarga sehubungan dengan

kanker payudara atau kanker lain. Riwayat pernah operasi tumor payudara

atau tumor ginekologik Riwayat radiasi dinding dada

2. Pemeriksaan fisik

a. Status generalis, cantumkan performance status b. Status lokalis :

- Payudara kanan dan kiri harus diperiksa- Masa tumor :

lokasi ukuran konsistensi permukaan bentuk dan batas tumor jumlah tumor terfixasi atau tidak ke jaringan

mama sekitar, kulit, m.pectoralis dan dinding dada

- perubahan kulit : kemerahan, dimpling, edema,

nodul satelit peau d’orange, ulserasi

- nipple : tertarik erosi krusta discharge

- status kelenjar getah bening KGB axila : Jumlah,

ukuran, konsistensi, terfixir satu sama lain atau jaringan sekitar

KGB infra clavicula : idem KGB supra clavicula : idem

- pemeriksaan pada daerah yang dicurigai metastasis :

Lokasi organ (paru, tulang, hepar, otak)

B. Pemeriksaan Radiodiagnostik / Imaging :

1. Diharuskan (recommended) USG payudara dan Mamografi untuk tumor ≤ 3

cm Foto Thorax USG Abdomen

2. Optional (atas indikasi) Bone scanning atau dan bone survey (bilamana

sitologi + atau klinis sangat mencurigai pada lesi > 5 cm)

CT scan

12

C. Pemeriksaan Fine Needle Aspiration Biopsy - sitologi

Dilakukan pada lesi yang secara klinis dan radiologik curiga ganasNote : belum merupakan Gold Standard. Bila mampu, dianjurkan untuk diperiksa TRIPLE DIAGNOSTIC

D. Pemeriksaan Histopatologik (Gold Standard Diagnostic).

Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan potong beku dan/atau paraffin.Bahan pemeriksaan Histopatologi diambil melalui :

Core Biopsy Biopsi Eksisional untuk tumor ukuran <3 cm Biopsi Insisional untuk tumor

o operable ukuran >3 cm sebelum operasi definitif

o inoperable Spesimen mastektomi disertai dengan

pemeriksaan KGBPemeriksaan imunohistokimia : ER, PR, c-erb B-2 (HER-2 neu), cathepsin-D, p53. (situasional)

E. Laboratorium :

Pemeriksaan laboratorium rutin dan pemeriksaan kimia darah sesuai dengan perkiraan metastasis

V. SCREENING

Metoda : SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri) Pemeriksaan Fisik Mamografi

* SADARI : - Dilaksanakan pada wanita mulai usia subur, setiap 1

minggu setelah hari pertama menstruasi terakhir* Pemeriksaan Fisik : Oleh dokter secara lige artis.* Mamografi : - Pada wanita diatas 35 tahun – 50tahun : setiap 2 tahun - Pada wanita diatas 50 tahun : setiap 1 tahun.

Catatan:Pada daerah yang tidak ada mamografi USG, untuk deteksi dini dilakukan dengan SADARI dan pemeriksaan fisik saja.

VI. PROSEDUR TERAPI

A. Modalitas terapi

Operasi Radiasi Kemoterapi Hormonal terapi Molecular targeting therapy (biology therapy)

Operasi :Jenis operasi untuk terapi BCS (Breast Conserving Surgery) Simpel mastektomi Modified radikal mastektomi Radikal mastektomi

Radiasi : primer adjuvan paliatif

Kemoterapi : Harus kombinasi Kombinasi yang dipakai

CMF CAF,CEF Taxane + Doxorubicin Capecetabin

Hormonal :

13

Ablative : bilateral Ovorektomi Additive : Tamoxifen Optional :

Aromatase inhibitor GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone) ,

dsb

B.Terapi

Ad. 1 Kanker payudara stadium 0

Dilakukan : - BCS - Mastektomi simpleTerapi definitif pada T0 tergantung pada pemeriksaan blok parafin, lokasi didasarkan pada hasil pemeriksaan imejing.

Indikasi BCSo T 3 cmo Pasien menginginkan mempertahankan

payudaranya

Syarat BCSo Keinginan penderita setelah dilakukan

informent consento Penderita dapat melakukan kontrol rutin

setelah pengobatano Tumor tidak terletak sentralo Perbandingan ukuran tumor dan volume

payudara cukup baik untuk kosmetik pasca BCS

o Mamografi tidak memperlihatkan mikrokalsifikasi/tanda keganasan lain yang difus (luas)

o Tumor tidak multipelo Belum pernah terapi radiasi didadao Tidak menderita penyakit LE atau penyakit

kolageno Terdapat sarana radioterapi yang memadai.

Ad. 2 Kanker payudara stadium dini / operabel :

Dilakukan : - BCS

- Mastektomi radikal - Modified mastektomi radikal

BCS (harus mempunyai syarat-syarat tertentu seperti

diatas)

Terapi adjuvant :o Dibedakan pada keadaan : Node (-) atau Node

(+) o Pemberiannya tergantung dari :

- Node (+)/(-)- ER/PR- Usia pre menopause atau post menopause

o Dapat berupa : - radiasi- kemoterapi- hormonal terapi

Adjuvant therapi pada NODE NEGATIVE (KGB histopatologi negative)

Menopausal Status

Hormonal Receptor

High Risk

Premenopause ER (+) / PR (+)ER (-) / PR (-)

Kh + Tam / OvKh

Post menopause ER (+) / PR (+)ER (-) / PR (-)

Tam + KhemoKh

Old Age ER (+) / PR (+)ER (-) / PR (-)

Tam + KhemoKh

Adjuvant therapi pada NODE POSITIVE (KGB histopatologi positive)

Menopausal Status Hormonal Receptor

High Risk

Premenopausal ER (+) / PR (+)ER (-) and PR (-)

Kh + Tam / OvKh

14

Post menopausal ER (+) / PR (+)ER (-) and/ PR (-)

KH + TamKh

Old Age ER (+) / PR (+)ER (-) and PR (-)

Tam + KhemoKh

High risk group : Age < 40 tahun High grade ER/PR negatif Tumor progressive (Vasc,Lymph invasion) High thymidin index

Terapi adjuvant :

RadiasiDiberikan apabila ditemukan keadaan sbb :

Setelah tindakan operasi terbatas (BCS) Tepi sayatan dekat ( T > = 2) / tidak bebas

tumor Tumor sentral/medial KGB (+) dengan ekstensi ekstra kapsuler

Acuan pemberian radiasi sbb : Pada dasarnya diberikan radiasi lokoregional

(payudara dan aksila beserta supraklavikula,kecuali :

- Pada keadaan T < = T2 bila cN = 0 dan pN ,maka tidak dilakukan radiasi pada KGB aksila supraklavikula.

- Pada keadaan tumor dimedia/sentral diberikan tambahan radiasi pada mamaria interna.

Dosis lokoregional profilaksis adalah 50Gy,booster dilakukan sbb :

- Pada potensial terjadi residif ditambahkan 10Gy (misalnya tepi

sayatan dekat tumor atau post BCS)- Pada terdapat masa tumor atau residu

post op (mikroskopik atau makroskopik) maka diberikan boster dengan dosis 20Gy kecuali pada aksila 15 Gy

o KemoterapiKemoterapi : Kombinasi CAF (CEF) , CMF, ACKemoterapi adjuvant : 6 siklusKemoterapi palliatif : 12 siklusKemoterapi Neoadjuvant : - 3 siklus pra terapi primer ditambah - 3 siklus pasca terapi primer

Kombinasi CAFDosis C : Cyclophosfamide 500 mg/m2 hari

1 A : Adriamycin = Doxorubin 50 mg/m2

hari 1 F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2 hari 1

Interval : 3 minggu Kombinasi CEF

Dosis C : Cyclophospamide 500 mg/ m2 hari 1

E : Epirubicin 50 mg/m2 hari 1 F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/ m2 hari 1Interval : 3 minggu

Kombinasi CMFDosis C : Cyclophospamide 100 mg/m2

hari 1 s/d 14 M : Metotrexate 40 mg/ m2 IV hari 1 & 8

F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2 IV hari 1 & 8

Interval : 4 minggu Kombinasi AC

Dosis A : AdriamicinC : Cyclophospamide

Optional : Kombinasi Taxan + Doxorubicin- Capecitabine- Gemcitabine

o Hormonal terapi : Macam terapi hormonal

1. Additive : pemberian tamoxifen2. Ablative : bilateral Oophorectomi

Dasar pemberian : 1.Pemeriksaan Reseptor

15

ER + PR + ER + PR –

ER - PR +2. Status hormonal

Additive : Apabila ER - PR +

ER + PR – (menopause tanpa pemeriksaan ER & PR) ER - PR + Ablasi : Apabila

- tanpa pemeriksaan reseptor - premenopause - menopause 1-5 tahun dengan efek estrogen (+)

- perjalanan penyakit slow growing & intermediated growing

Ad.3 Kanker payudara locally advanced (lokal lanjut)

Ad.3.1 Operable Locally advanced Simple mastektomi/mrm + radiasi

kuratif + kemoterapi adjuvant + hormonal terapi

Ad.3.2 Inoperable Locally advanced Radiasi kuratif + kemoterapi +

hormonal terapi Radiasi + operasi + kemoterapi +

hormonal terapi Kemoterapi neo adj + operasi +

kemoterapi + radiasi + hormonal terapi.

Ad.4 Kanker payudara lanjut metastase jauh

Prinsip : Sifat terapi palliatif Terapi systemik merupakan terapi

primer (Kemoterapi dan hormonal terapi)

Terapi lokoregional (radiasi & bedah) apabila diperlukan

VII. REHABILITASI DAN FOLLOW UP :

Rehabilitasi :

Pra operatif- latihan pernafasan- latihan batuk efektif

Pasca operatif : hari 1-2 - latihan lingkup gerak sendi untuk siku pergelangan tangan dan jari lengan daerah yang dioperasi- untuk sisi sehat latihan lingkup gerak sendi lengan secara penuh- untuk lengan atas bagian operasi latihan esometrik- latihan relaksasi otot leher dan toraks- aktif mobilisasihari 3-5- latihan lingkup gerak sendi untuk bahu sisi operasi (bertahap)- latihan relaksasi- aktif dalam sehari-hari dimana sisi operasi tidak dibebanihari 6 dan seterusnya- bebas gerakan- edukasi untuk mempertahankan lingkup gerak

sendi dan usaha untuk mencegah/menghilangkan timbulnya lymphedema

Follow up :

tahun 1 dan 2 kontrol tiap 2 bulan tahun 3 s/d 5 kontrol tiap 3 bulan setelah tahun 5 kontrol tiap 6 bulan

Pemeriksaan fisik : tiap kali kontrol Thorax foto : tiap 6 bulan Lab, marker : tiap 2-3 bulan Mamografi kontra lateral : tiap tahun atau ada indikasi USG Abdomen/lever : tiap 6 bulan atau ada indikasi

16

Bone scaning : tiap 2 tahun atau ada indikasi

DAFTAR PUSTAKA

17

PROTOKOL PENATALAKSANAAN TUMOR / KANKER TIROID

Tim Perumus Protokol Penatalaksanaan Tumor / Kanker Tiroid

Ketua : Prof. Dr. Pisi Lukitto, SpB(K)Onk,KBD

Anggota : Prof. Dr. Adrie Manoppo, SpB(K)Onk Dr. Azamris, SpB(K)Onk Dr. Med. Didid Tjindarbumi, SpB(K)Onk Dr. Djoko Dlidir, SpB(K)Onk Dr. Dimyati Achmad, SpB(K)Onk Prof. Dr. John Pieter, SPB(K)Onk Dr. Kunta Setiadji, SpB(K)Onk Dr. Sonar Soni Panigoro, SpB(K)Onk Dr. Subianto, SpB(K)Onk Dr. Sunarto Reksoprawiro, spB(K)Onk Dr. Teguh Aryandono, SpB(K)Onk Dr. H. Zafiral Azdi Albar, SpB(K)Onk

18

PROTOKOL PENATALAKSANAAN TUMOR / KANKER TIROID

I. PENDAHULUAN

Tumor/kanker tiroid merupakan neoplasma sistem endokrin yang terbanyak dijumpai. Berdasarkan dari “Pathologycal Based Registration” di Indonesia kanker tiroid merupakan kanker dengan insidensi tertinggi urutan ke sembilan.

Penanganan pertama untuk suatu kanker adalah kesempatan terbaik untuk pasien mencapai tingkat “kesembuhan” optimal. Demikian pula halnya untuk kanker tiroid.

Untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam penatalaksanaan tumor/kanker tiroid sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, perlu merevisi protokol yang telah ada sehingga dapat menjadi panduan bersama dan dapat : Menyamakan persepsi dalam penatalaksanaan

tumor/kanker tiroid. Bertukar informasi dalam bahasa dan istilah yang sama. Menjadi tolok ukur mutu pelayanan Menunjang pendidikan bedah umum dan pendidikan

bedah onkologi Bermanfaat untuk penelitian bersama

II. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI DAN SISTEM TNM

Klasifikasi Karsinoma Tiroid menurut WHO:

Tumor epitel maligna Karsinoma folikulare Karsinoma papilare Campuran karsinoma folikulare-papilare Karsinoma anaplastik ( Undifferentiated ) Karsinoma sel skuamosa Karsinoma Tiroid medulare

Tumor non-epitel maligna

Fibrosarkoma Lain-lain

Tumor maligna lainnya Sarkoma Limfoma maligna Haemangiothelioma maligna Teratoma maligna

Tumor Sekunder dan Unclassified tumors

Rosai J membedakan tumor tiroid atas adenoma folikulare, karsinoma papilare, karsinoma folikulare, “ hurthle cell tumors “ , “ clear cell tumors “, tumor sell skuamous, tumor musinus, karsinoma medulare, karsinoma berdiferensiasi buruk dan “undifferentiated carcinoma “

Untuk menyederhanakan penatalaksanaan Mc Kenzie membedakan kanker tiroid atas 4 tipe yaitu : karsinoma papilare, karsinoma folikulare, karsinoma medulare dan karsinoma anaplastik.

Klasifikasi Klinik TNM Edisi 6 - 2002

T-Tumor PrimerTx Tumor primer tidak dapat dinilaiT0 Tidak didapat tumor primer T1. Tumor dengan ukuran terbesar 2cm atau kurang masih terbatas pada tiroidT2 Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 2

cm tetapi tidak lebih dari 4 cm masih terbatas pada tiroid

T3 Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 4 cm masih terbatas pada tiroid atau tumor ukuran berapa saja dengan ekstensi ekstra tiroid yang minimal (misalnya ke otot sternotiroid atau jaringan lunak peritiroid)T4a Tumor telah berkestensi keluar kapsul tiroid

dan menginvasi ke tempat berikut : jaringan lunak subkutan, laring, trakhea, esofagus, n.laringeus recurren

19

Tum

or

/ K

an

ker

Tir

oid

T4b Tumor menginvasi fasia prevertebra, pembuluh mediastinal atau arteri karotis

T4a* (karsinoma anaplastik) Tumor (ukuran berapa saja) masih terbatas pada tiroid£

T4b* (karsinoma anaplastik) Tumor (ukuran berapa saja) berekstensi keluar kapsul tiroid$

Catatan :Tumor multifokal dari semua tipe histologi harus diberi tanda (m)

(ukuranterbesar menentukan klasifikasi), contoh : T2(m)*Semua karsinoma tiroid anaplastik/undifferentiated termasuk T4£Karsinoma anaplastik intratiroid – resektabel secara bedah$Karsinoma anaplastik ekstra tiroid irresektabel secara bedah

N Kelenjar Getah Bening Regional Nx Kelenjar Getah Bening tidak dapat dinilaiN0 Tidak didapat metastasis ke kelenjar getah beningN1 Terdapat metastasis ke kelenjar getah bening N1a Metastasis pada kelenjar getah bening cervical Level VI (pretrakheal dan paratrakheal, termasuk prelaringeal dan Delphian) N1b Metastasis pada kelenjar getah bening

cervical unilateral, bilateral atau kontralateral atau ke kelenjar getah bening mediastinal atas/superior

M Metastasis jauhMx Metastasis jauh tidak dapat dinilaiM0 Tidak terdapat metastasis jauhM1 Terdapat metastasis jauh

Terdapat empat tipe histopatologi mayor :- Papillary carcinoma (termasuk dengan fokus folikular)- Follicular carcinoma (termasuk yang disebut dengan Hürthle cell carcinoma)- Medullary carcinoma- Anaplastic/undifferentiated carcinoma

Stadium klinis

Karsinoma Tiroid Papilare atau FolikulareUmur < 45 th

Stadium I Any T Any N M0Stadium II Any T Any N M1

Papilare atau Folikulare umur >45tahun dan Medulare

Stadium I T1 N0 M0Stadium II T2 N0 M0Stadium III T3 N0 M0 T1,T2,T3 N1a M0Stadium IVA T1,T2,T3 N1b M0 T4a N0,N1 M0Stadium IVB T4b TiapN M0Stadium IVC TiapT TiapN M1

Anaplastik/Undifferentiated (Semua kasus stadium IV)

Stadium IVA T4a Tiap N M0Stadium IVB T4b Tiap N M0Stadium IVC TiapT TiapN M1

III. PROSEDUR DIAGNOSTIK

a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

1. Pengaruh usia dan jenis kelaminRisiko malignansi : apabila nodul tiroid terdapat pada usia dibawah 20 tahun, dan diatas 50 tahun jenis

20

kelamin laki-laki mempunyai risiko malignansi lebih tinggi.

2. Pengaruh radiasi didaerah leher dan kepalaRadiasi pada masa kanak-kanan dapat menyebabkan malignansi pada tiroid kurang lebih 33 – 37%

3. Kecepatan tumbuh tumor Nodul jinak membesar tidak terlalu cepat Nodul ganas membesar dengan cepat Nodul anaplastik membesar sangat cepat Kista dapat membesar dengan cepat

4. Riwayat gangguan mekanik di daerah leher.Keluhan gangguan menelan, perasaan sesak sesak, perubahan suara dan nyeri dapat terjadi akibat desakan dan atau infiltrasi tumor.

5. Riwayat penyakit serupa pada famili/keluarga.Bila ada, harus curiga kemungkinan adanya malignansi tiroid tipe medulare.

6. Temuan pada Pemeriksaan Fisik Pada tumor primer dapat berupa suatu nodul soliter

atau multiple dengan konsistensi bervariasi dari kistik sampai dangan keras bergantung kepada jenis patologi anatomi (PA) nya.

Perlu diketahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening regional.

Disamping ini perlu dicari ada tidaknya benjolan pada calvaria, tulang belakang, clavicula, sternum dll, serta tempat metastasis jauh lainnya yaitu di paru-paru, hati, ginjal dan otak.

b. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium Human thyroglobulin, suatu ‘tumor marker’

untuk keganasan tiroid; jenis yang berdiferensiasi baik, terutama untuk follow up.

Pemeriksaan kadar FT4 dan TSHS untuk menilai fungsi tiroid

Kadar calcitonin hanya untuk pasien yang dicurigai karsinoma meduler.

2. Pemeriksaan radiologis

Dilakukan pemeriksaan foto paru posteroanterior, untuk menilai ada tidaknya metastasis. Foto polos leher antero-posterior dan lateral dengan metode ‘soft tissue technique’ dengan posisi leher hiperekstensi, bila tumornya besar. Untuk melihat ada tidaknya mikrokalsifikasi.

Esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda adanya infiltrasi ke esofagus.

Pembuatan foto tulang dilakukan bila ada tanda-tanda metastasis ke tulang yang bersangkutan.

3. Pemeriksaan ultrasonografi

Diperlukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior yang secara klinis belum dapat dipalpasi. Disamping itu dapat dipakai untuk membedakan nodul yang padat dan kistik serta dapat dimanfaatkan untuk penuntun dalam tindakan biopsi aspirasi jarum halus.

4. Pemeriksaan sidik tiroid

Pemeriksaan sidik tiroid : bila nodul menangkap jodium lebih sedikit dari jaringan tiroid yang normal disebut nodul dingin (cold nodule), bila sama afinitasnya maka disebut nodul hangat (warn nodule) dan bila afinitasnya lebih maka disebut nodul panas (hot nodule).

Karsinoma tiroid sebagian besar adalah nodule dingin. Sekitar 10 – 17 % struma dengan nodule dingin ternyata adalah suatu keganasan.Bila akan dilakukan pemeriksaan sidik tiroid maka obat-obatan yang mengganggu penangkapan jodium oleh

21

tiroid harus dihentikan selama 2 – 4 minggu sebelumnya.Pemeriksaan sidik tiroid ini tidak mutlak diperlukan, jika tidak ada fasilitasnya, tidak usah dikerjakan

5. Pemeriksaan sitologi melalui biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH)

Keberhasilan dan ketepatan pemeriksaan Bajah tergantung dari 2 hal yaitu: Faktor kemampuan pengambilan sampel dan faktor ketepatan interpretasi oleh seorang sitolog sehingga angka akurasinya sangat bervariasi.

Ketepatan pemeriksaan sitologi untuk kanker tiroid anaplastik, medulare dan papilare hampir mendekati 100% tetapi untuk jenis folikulare hampir tidak dapat dipakai karena gambaran sitologi untuk adenomatous goiter, adenoma folikuler dan adeno karsinoma folikuler adalah sama, tergantung dari gambaran invasi ke kapsul dan vaskular yang hanya dapat dilihat dari gambaran histopatologi.

6. Pemeriksaan Histopatologi Merupakan pemeriksaan diagnostik utama jaringan

diperiksa setelah dilakukan tindakan lobektomi atau isthmolobektomi

Untuk kasus inoperabel, jaringan yang diperiksa diambil dari tindakan biopsi insisi

Secara klinis, nodul tiroid dicurigai ganas apabila:

Usia dibawah 20 tahun atau diatas 50 tahun Riwayat radiasi daerah leher sewaktu kanak-kanak Disfagia, sesak nafas perubahan suara Nodul soliter, pertumbuhan cepat, konsistensi keras Ada pembesaran kelenjar getah bening leher Ada tanda-tanda metastasis jauh.

IV. PENATALAKSANAAN NODUL TIROID

Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah nodul tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna.

Bila nodul tersebut suspek maligna dibedakan atas apakah kasus tersebut operabel atau inoperabel. Bila kasus yang dihadapi inoperabel maka dilakukan tindakan biopsi insisi dengan pemeriksaan histopatologi secara blok parafin. Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna atau khemoradioterapi.

Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku (VC ).

Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat :

1. Lesi jinak maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi

2. Karsinoma papilare. Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi AMES.- Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi.- Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi

total.

3. Karsinoma FolikulareDilakukan tindakan tiroidektomi total

4. Karsinoma MedulareDilakukan tindakan tiroidektomi total

5. Karsinoma Anaplastik- Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total. - Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan tindakan debulking dilanjutkan dengan radiasi eksterna atau khemoradioterapi.

22

Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan FNAB ( Biospi Jarum Halus ). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu :

1. Hasil FNAB suspek maligna, “foliculare Pattern” dan “Hurthle Cell”.

Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas.

2. Hasil FNAB benigna

Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6 bulan kemudian dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan tindakan observasi dan apabila nodul tersebut tidak ada perubahan atau bertambah besar sebaiknya dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas.

Bagan Penatalaksanaan Nodul TiroidBagan I

Nodul Tiroid

Klinis

Suspek Maligna Suspek Benigna

Inoperabel Operabel FNAB

Biopsi Insisi Isthmolobektomi

Lesi jinak VC Suspek maligna Benigna

Folikulare pattern Hurthle cell

Papilare Folikulare Medulare Anaplastik

Supresi TSH 6 bulan

Risiko Risiko Membesar Mengecil

Rendah Tinggi Tidak ada Perubahan

Debulking

Observasi Tiroidektomi total Radiasi eksterna/

Khemotherapi

Bila di pusat pelayanan kesehatan tidak terdapat fasilitas pemeriksaan potong beku maupun maka dilakukan tindakan lobektomi/isthmolobektomi dengan pemeriksaan blok parafin dan urutan penanganan nodul tiroid dapat mengikuti bagan dibawah ini.

Bagan Penatalaksanaan Alternatif Nodul Tiroid Bagan II

Nodul Tiroid

Klinis

Suspek Maligna Suspek Benigna

23

Inoperabel Operabel Observasi

Biopsi Insisi Lobektomi Isthmolobektomi -Gejala penekanan

-Terapi konservatifBlok paraffin suprsi TSH gagal

-Kosmetik Lesi jinak Ganas

Operasi selesai

Papilare Folikulare Medulare Anaplastik

Risiko Risiko Rendah Tinggi

Debulking

Observasi Tiroidektomi total Radiasi eksterna/

Khemotherapi

Penatalaksanaan Kanker Tiroid Dengan Metastasis Regional.

Dipastikan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi operabel atau inoperabel . Bila inoperabel tindakan yang dipilih adalah dengan radioterapi eksterna atau dengan khemoradioterapi dengan memakai Adriamicin. Dosis 50-60mg/m2 luas permukaan tubuh ( LPT )

Bila kasus tersebut operabel dilakukan penilaian infiltrasi kelenjar getah bening terhadap jaringan sekitar.Bila tidak ada infiltrasi dilakukan tiroidektomi total( TT) dan “ Functional RND” Bila ada infiltrasi pada n.Ascesorius dilakukan TT + RND standar.Bila ada infiltrasi pada vena Jugularis interna tanpa infiltrasi pada n. Ascesorius dilakukan TT + RND modifikasi 1.Bila ada infiltrasi hanya pada m. Sterno cleidomastoidius dilakukan TT + RND modifikasi 2.

Bagan Penatalaksanaan Kanker Tiroid dengan Metastasis Regional

Bagan IIIKT + Metastasis Regional

Inoperabel Operabel

Infiltrasi ke

N.Acessorius V.Jugularis M.Sterno Infiltrasi Interna cleidomas ( - )

Toideus

Radioterapi TT + RND TT + RND TT + RND TT + RND Khemoradio Standar Modif. 1 Modif 2

“Functional” terapi

Penatalaksanaan Kanker Tiroid Dengan Metasasis Jauh

Dibedakan terlebih dahulu apakah kasus yang dihadapi berdiferensiasi baik atau buruk.

24

Bila berdiferensiasi buruk dilakukan khemoterapi dengan adriamicin.Bila berdiferensiasi baik dilakukan TT + radiasi interna dengan I 131 kemudian dinilai dengan sidik seluruh tubuh, bila respon (+) dilanjutkan dengan terapi subpresi/subtitusi.Syarat untuk melakukan radiasi interna adalah : tidak boleh ada jaringan tiroid normal yang akan bersaing dalam afinitas terhadap jaringan radioaktif. Ablatio jaringan tiroid itu bisa dilakukan dengan pembedahan atau radio ablatio dengan jaringan radioaktif .Bila respon (-) diberikan khemoterapi adriamicin.Pada lesi metastasisnya, bila operabel dilakukan eksisi luas.

Bagan Penatalaksanaan Kanker Tiroid dengan Metastasis Jauh

Bagan IV

KT + Metastasis Jauh

Diferensiasi Buruk Diferensiasi Baik

TT + Radiasi interna

Khemoterapi Respon (-) Respon (+)

Terapi supresi & substitusi

V. FOLLOW UP

a. Karsinoma Tiroid berdiferensiasi baikEmpat minggu setelah tindakan TT dilakukan pemeriksaan sidik seluruh tubuh.

Bila masih ada sisa jaringan tiroid normal dilakukan ablasio dengan I131 kemudian dilanjutkan dengan terapi substitusi /supresi dengan Thyrax sampai kadar TSHs ≤ 0,1

Bila tidak ada sisa jaringan tiroid normal dilakukan terapi substitusi/supresi.

Setelah 6 bulan terapi substitusi / supresi dilakukanpemeriksaan sidik seluruh tubuh dengan terlebih

dahulumenghentikan terapi substitusi selama 4 minggu

sebelum pemeriksaan.

Bila terdapat metastasis jauh, dilakukan radiasi interna I131 dilanjutkan terapi substitusi/supresi.

Bila tidak ada metastasis terapi substistusi /supresi dilanjutkan dan pemeriksaan sidik seluruh tubuh diulang setiap tahun selama 2 -3 tahun dan bila 2 tahun berturut –turut hasilnya tetap negatif maka evaluasi cukup dilakukan 3-5 tahun sekali.

Dalam follow up KT diferensiasi baik, pemeriksaan kadar human tiroglobulin dapat dipakai sebagai petanda tumor untuk mendeteksi kemungkinan adanya residif tumor.

Bagan Follow Up Kanker Tiroid Berdiferensiasi baik

Bagan V

Tiroidektomi Total

25

4 minggu Sidik tiroid

Sisa jaringan tiroid Sisa jaringan tiroid (+) (-)

Ablasi Terapi supresi/ RadiasiSubstitusi` interna

6 bulanSidik seluruh tubuh

Metastasis (-) Metastasis (+)

b. Karsinoma Tiroid jenis medulare

Tiga bulan setelah tindakan tiroidektomi total atau tiroidektomi total + diseksi leher sentral, dilakukan pemeriksaan kalsitonin.

Bila kadar kalsitonin rendah atau 0 ng/ml dilanjutkan dengan observasi,

Bila kadar kalsitonin ≥ 10 ng/ml dilakukan pemeriksaan CT scan, MRI untuk mencari rekurensi lokal atau dilakukan SVC ( Selecture Versus Catheterition ) pada tempat-tempat yang dicurigai metastasis jauh yaitu paru-paru dan hati.

Ada 3 rangkaian yang diteruskan :

1. Tidak didapatkan tanda-tanda residif, maka cukup di observasi untuk 3 bulan kemudian diperkirakan kadar kalsitenin

2. Terdapat residif lokal, maka harus dilakukan re eksisi

3. Terdapat metastasis jauh harus dinilai apakah operabel atau inoperabel. Bila operabel dilakukan eksisi, bila inoperbel tindakan yang dilanjutkan hanya paliatif

Bagan VI

Tiroidektomi Total

3 bulan pasca operasi periksa - Kalsitonin

Kadar Kalsitonin Rendah / 0 Kadar Kalsitonin ≥ 10 ng/ml

Observasi CT Scan, MRI, SVC

Residif Lokal (-) Residif Lokal (+) Metastasis Jauh

Re Eksisi Operabel

Inoperabel

Eksisi Paliatif

KEPUSTAKAAN

1. Burch H.B, Evaluation and Management of The Solid Thyroid Nodule, in Burman K.D; Endocrinology and Metabolism Clinics of North America 1995, 24: 4 pp 663 – 710

2. Cady B, Rossi RL., Differentiaded Carcinoma of Thyroid Bland in.Cady B., Surgery of The Thyroid and Parathyroid Blands, 3rd ed, with Saunders Philadelphia, 1991, pp 139-151.

3. Collin SL. Thyroid Cancer: Controversies and Etiopathogenesis in Falk S.A. Thyroid Disease Endocrinology, Surgery, Nuclear Medicine and Radiotherapy, 2nd ed, Lippincott-Raven, Philadelphia, 1997, pp 495 – 564.

26

4. Donovan DT, Gabel R.F. Medullary Thyroid Carcinoma and The Multiple Endocrine Neoplasia Syndrome in Falk SA Thyroid Disease Endocrinology, Surgery, Nuclear Medicine and Radiotherapy, 2nd ed, Lippincott-Raven, Philadelphia, 1977, 619-644

5. Fraker D.L, Skarulis M., Livolsi V, Thyroid Tumors in De vita Jr. V.T., Hellen S. Rosenberg SA; Cancer Principles Practise of Oncology, 6th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2001, pp 1940-1760.

6. From G. L N. Lawson VG : Solitary Thyroid Nodule : Concept in Diagnosis and treatment in Falk S.A. Thyroid Disease Endocrinology, Surgery, Nuclear Medicine and Radiotherapy, 2nd ed, Lippincott-Raven, Philadelphia, 1997, pp 411-429.

7. Harmanek P and Sobin LH TNM Classification of Malignant Tumour. 4th ed International Union Against Cancer. Springer-Verlag. 1987 pp 33-36

8. Masjhur JS. Protokol pengobatan karsinoma tiroiddenga Iodium radioaktif. Prosiding Endokrinologi Klinik II. Masjhur JS dan Kariadi SHK ( Eds). Kelompok Studi Endokrinologi dan Penyakit Metabolik Fak.Kedokteran Universitas Padjadjaran / RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. 1995:R1-14

9. Sadler G. P et al, Thyroid and Parathyroid in Schwartz S.I et al :Principles of Surgery 7th ed, The Mc Graw Hill, St. Louis, 1999, pp.1681-1694.

10. Strong E.W; Evaluation and Surgical Treatment of Papillary and Follicular Carcinoma in Falk S.A. Thyroid Disease Endocrinology, Surgery, Nuclear Medicine and Radiotherapy, 2nd ed, Lippincott-Raven, Philadelphia, 1997, pp 565 – 586.

11. St. Lous J.D et al, Follicular Neoplasm: Dec Role for Observation, Fine Needle Aspiration Biopsy, Thyroid

Susppressions and Surgery, Seminars in Surgical Oncology 1999, 16:5-11.

12. Whine RM Jr, : Thyroid in Myers EM; Head and Neck Oncology Diagnosis, Treatment and Rehabilitation, S ed, Little, Brown and Company Boston/Toronto/Canada, 1991, pp 299-310

LAMPIRAN

1. Karsinoma tiroid berdiferensiasi buruk adalah KT anaplastik dan medulare

2. Karsinoma tiroid berdiferensiasi baik adalah KT papilare dan folikulareDibedakan atas kelompok risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi AMES (age, metastatic disease, extrathyroidal extension, size)

Risiko rendah :a. - Laki-laki umur < 41 th, wanita < 51 th - Tidak ada metastasis jauhb. - Laki-laki umur > 41 th, wanita > 51 th - Tidak ada metastasis jauh -Tumor primer masih terbatas didalam tiroid

untuk karsinoma papilare atau invasi kapsul yang minimal untuk karsinoma folikulare

27

- Ukuran tumor primer < 5 cm Risiko tinggi :

a. Semua pasien dengan metastasis jauhb. Laki-laki umur < 41th, wanita < 51 th

dengan invasi kapsul yang luas pada karsinoma folikulare

c. Laki-laki umur > 41 th, wanita >51 th dengan karsinoma papilare invasi ekstra tiroid atau karsinoma folikulare dengan invasi kaspul yang luas dan ukuran tumor primer ≥ 5 cm.

3. Tiroidektomi totalis artinya semua kel. tiroid diangkat.

4. Near total thyroidectomy artinya isthmolobektomi dekstra dan lobektomi subtotal sinistra dan sebaliknya, sisa jaringan tiroid masing-masing 1 – 2 gram

5. Tiroidektomi subtotal bilateral artinya mengangkat sebagian besar tiroid lobus kanan dan sebagian besar lobus kiri sisa jaringan tiroid masing-masing 2 - 4 gram

6. Isthmolobektomi artinya mengangkat isthmus juga, karena batas isthmus itu “imaginer” melewati pinggir tepi trachea c.l.(kontra lateral)

7. Lobektomi artinya mengangkat satu lobus saja atau secara rinci :

a. Lobektomi totalis dekstra atau lobektomi totalis sinistra.

b. Lobektomi subtotal dekstra artinya mengangkat sebagian besar lobus kanan, sisa 3 gram.

c. Lobektomi subtotal saja tidak dilakukan sendiri tanpa 7 a.

Catatan : pada pengangkatan kelenjar tiroid yang disebutkan diatas dengan sendirinya bila ada tumor harus diangkat.Istilah “strumectomy” tidak dipakai karena kemungkinan memberikan pengertian yang salah, seolah-olah hanya benjolan saja yang diangkat.Istilah “enukleasi” artinya pengangkatan rodulnya saja, dan cara ini tidak dibenarkan pada pembedahan tiroid.

8. RND (Diseksi leher radikal) StandarPengangkatan seluruh jaringan limfoid didaerah leher sisi ybs dengan menyertakan pengangkatan n. ascesorius, v. jugularis ekterna dan interna, m. sternocleidomastoideus dan m.omohyodius dan kelenjar ludah submandibularis dan “tail parotis”

9. RND modifikasi 1 : RND dengan mempertahankan n.ascessorius

10. RND modifikasi 2 : RND dengan mempertahankan n.ascessorius dan v. jugularis interna

11. RND functional : RND dengan mempertahankan n.ascessorius ,v. jugularis interna dan m. sternocleidomastoideus

28

PROTOKOL PENATALAKSANAAN TUMOR / KANKER KELENJAR LIUR

Tim Perumus Protokol Penatalaksanaan Tumor / Kanker Kelenjar Liur

Ketua : Dr. Sunarto Reksoprawiro, SpB(K)Onk

Anggota : Dr. Burmansyah S, SpB(K)Onk Dr. Dimyati Achmad, SpB(K)Onk Dr. Drajat R. Suardi, SpB(K)Onk Dr. Eddy H. Tanggo, SpB(K)Onk Dr. Idral Darwis, SpB(K)Onk Dr. I.N.W. Steven Christian, SpB(K)Onk Dr. K.M. Yamin Alsoph, SpB(K)Onk Dr. Subianto, SpB(K)Onk Dr. Teguh Aryandono, SpB(K)Onk Dr. H. Zafiral Azdi Albar, SpB(K)Onk

29

PROTOKOL PENATALAKSANAAN TUMOR / KANKER KELENJAR LIUR

I. PENDAHULUAN

A. Batasan (Sesuai ICD X)

Neoplasma kelenjar liur ialah neoplasma jinak atau ganas yang berasal dari sel epitel kelenjar liur

kelenjar liur major : - glandula parotis-glandula submandibula-glandula sublingual

kelenjar liur minor : kelenjar liur yang tersebar dimukosa traktus aerodigestivus atas (rongga mulut, rongga hidung, faring,laring) dan sinus paranasalis

B. Epidemiologi

Resiko terjadinya neoplasma parotis berhubungan dengan ekspos radiasi sebelumnya. Akan tetapi ada faktor faktor lain yang mempengaruhi terjadinya karsinoma kelenjar liur seperti pekerjaan, nutrisi, dan genetik. Kemungkinan terkena pada laki-laki sama dengan pada perempuan

Kelenjar liur major yang paling sering terkena ialah glandula parotis yaitu 70-80%, sedangkan kelenjar liur minor yang paling sering terkena terletak pada palatum. Kurang lebih 20-25% dari tumor parotis, 35-40% dari tumor submandibula, 50% pari tumor palatum, dan 95-100% dari tumor glandula sublingual adalah ganas. Insiden tumor kelenjar liur meningkat sesuai dengan umur, kurang dari 2% mengenai penderita usia < 16 tahun

Pleomorphic adenoma lebih sering diderita pasien usia rata rata 40 tahun, perempuan lebih banak daripada laki-laki. Warthin tumor lebih sering diderita oleh laki-laki, 10% terjadi bilateral, sering pada kutub bawah parotis.

II. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI

A. Klasifikasi Histopatologi WHO/ AJCC

Tumor jinakplemorphic adenoma ( mixed benign tumor)monomorphic adenomapapillary cystadenoma lymphomatosum (Warthin’s tumor)

Tumor ganasmucoepidermoid carcinomaacinic cell carcinomaadenoid cystic carcinomaadenocarcinomaepidermoid carcinomasmall cell carcinomalymphomaMalignant mixed tumorCarcinoma ex pleomorphic adenoma (carcinosarcoma)

B. Klasifikasi menurut grade (WHO/ AJCC?)

Low grade malignanciesacinic cell tumormucoepidermoid carcinoma (grade I atau II)

High grade malignanciesmucoepidermoid carcinoma (grade III)adenocarcinoma;porly differentiated carcinoma;

anaplastic carcinomasquamous cell carcinomamalignant mixed tumoradenoid cystic carcinoma

tumor ganas yang tersering ialah mucoepidermoid dan adenocarcinoma, disusul dengan adenoid cystic carcinoma

30

C. Laporan patologi standard

Yang perlu dilaporkan pada hasil pemeriksaan patologis dari spesimen operasi meliputi :

tipe histologis tumor derajat diferensiasi (grade) pemeriksaan TNM untuk menentukan stadium

patologis (pTNM)

T = Tumor primerukuran tumoradanya invasi kedalam pembuluh darah/limferadikalitas operasi

N = Nodus regionalukuran k.g.bjumlah k.g.b yang ditemukanlevel k.g.b yang positipjumlah k.g.b yang positipinvasi tumor keluar kapsul k.g.badanya metastase ekstranodal

M = Metastase jauh

III. KLASIFIKASI STADIUM KLINIS

Penentuan stadium menurut AJCC tahun 2002, berdasarkan klasifikasi TNM

TNM

Keterangan ST

T N M

Tx Tumor primer tak dapat ditentukan

I T1T2

N0N0

M0M0

T0 Tidak ada tumor primerT1 Tumor < 2cm, tidak ada

ekstensi ekstraparenkimII T3 N0 M

0T2 Tumor >2cm-4cm, tidak

ada ekstensi ektraparenkimIII T1

T2N1N1

M0

M0

T3 Tumor >4cm-6cm, atau ada ekstensi ekstraprenkim tanpa terlibat n.VII

IV

T4T3T4

N0N1N1

M0M0M0

T4 Tumor >6cm, atau ada invasi ke n.VII/dasar tengkorak

Tiap TTiap TTiap T

N2N3Tiap N

M0M0M1

Nx Metastase k.g.b tak dapat ditentukan

N0 Tidak ada metastase k.g.bN1 Metastase k.g.b tunggal

<3cm, ipsilateral

N2 Metastase k.g.b tunggal/multipel >3cm-6cm, ipsilateral/bilateral/kontralateral

N2a

Metastase k.g.b tunggal >3cm-6cm, ipsilateral

N2b

Metastase k.g.b multipel > 6cm, ipsilateral

N2c

Metastase k.g.b > 6cm, bilateral/kontralateral

N3 Metastase k.g.b >6cm

Mx Metastse jauh tak dapat ditentukan

M0 Tidak ada metastase jauhM1 Metastase jauh

IV. PROSEDUR DIAGNOSTIK

31

1. PEMERIKSAAN KLINIS

a. AnamnesaAnamnesa dengan cara menanyakan kepada penderita atau keluarganya tentang :1. Keluhan

a. Pada umumnya hanya berupa benjolan soliter, tidak nyeri, di pre/infra/retro aurikula (tumor parotis), atau di submandibula (tumor sumandibula), atau intraoral (tumor kelenjar liur minor)

b. Rasa nyeri sedang sampai hebat (pada keganasan parotis atau submandibula)

c. Paralisis n. fasialis, 2-3% (pada keganasan parotis)

d. Disfagia, sakit tenggorok, gangguan pendengaran (lobus profundus parotis terlibat)

e. Paralisis n.glosofaringeus, vagus, asesorius, hipoglosus, pleksus simpatikus (pada karsinoma parotis lanjut)

f. Pembesaran kelenjar getah bening leher (metastase)

2. Perjalanan penyakit ( progresivitas penyakit)3. Faktor etiologi dan resiko (radioterapi kepala

leher, ekspos radiasi)4. Pengobatan yang telah diberikan serta

bagaimana hasil pengobatannya 5. Berapa lama kelambatan

b. Pemeriksaan fisik1. Status general

Pemeriksaan umum dari kepala sampai kaki, tentukan :

a. penampilan (Karnofski / WHO)b. keadaan umum

adakah anemia, ikterus, periksa T,N,R,t, kepala, toraks, abdomen,

ekstremitas,vertebra, pelvis

c. apakah ada tanda dan gejala ke arah metastase jauh (paru, tulang tengkorak, dll)

2. Satus lokala. Inspeksi (termasuk inraoral, adakah

pedesakan tonsil/uvula)b. Palpasi (termasuk palpasi bimanual,

untuk menilai konsistensi, permukaan, mobilitas terhadap jaringan sekitar)

c. Pemeriksaan fungsi n.VII,VIII,IX,X,XI,XII

3. Status regionalPalpasi apakah ada pembesaran kelenjar getah bening leher ipsilateral dan kontralaeral. Bila ada pembesaran tentukan lokasinya, jumlahnya, ukuran terbesar, dan mobilitasnya.

2. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS (ATAS INDIKASI)

1. X foto polosX foto madibula AP/Eisler, dikerjakan bila

tumor melekat tulangSialografi, dibuat bila ada diagnose banding

kista parotis/submandibulaX foto toraks , untuk mencari metastase

jauh

2. ImagingCT scan/ MRI, pada tumor yang mobilitas

terbatas, untuk mengetahui luas ekstensi tumor lokoregional. CT scan perlu dibuat pada tumor parotis lobus profundus untuk mengetahui perluasan ke orofaring

Sidikan Tc seluruh tubuh, pada tumor ganas untuk deteksi metastase jauh.

32

3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti: darah, urine, SGOT/SPT, alkali fosfatase, BUN/kreatinin, globulin, albumin, serum elektrolit, faal hemostasis, untuk menilai keadaan umum dan persiapan operasi

4. PEMERIKSAAN PATOLOGI

a. FNABelum merupakan pemeriksaan baku.Pemeriksaan ini harus ditunjang oleh ahli sitopatologi handal yang khusus menekuni pemeriksaan kelenjar liur.

b. Biopsi insisional

Dikerjakan pada tumor ganas yang inoperabel.

c. Biopsi eksisional 1. pada tumor parotis yang operabel dilakukan

parotidektomi superfisial2. pada tumor submandibula yang operabel

dilakukan eksisi submandibula3. pada tumor sublingual dan kelenjar liur minor

yang operabel dilakukan eksisi luas ( minimal 1 cm dari batas tumor)

d. Pemeriksaan potong bekuDikerjakan terhadap spesimen operasi pada biopsi eksisional (ad.3)

e. Pemeriksaan spesimen operasiYang harus diperiksa lihat tentang Laporan Patologi Standard

(C). MACAM DIAGNOSIS YANG DITEGAKKAN (diajukan ke rapat PLENO)

1. Diagnosis utamaa. Diagnosis klinis dari kelainan kelenjar liur

b. Untuk keganasan, sebutkan stadiumnya2. Diagnosis komplikasi3. Diagnosis sekunder (co-morbiditas)

V. PROSEDUR TERAPI

Terapi pilihan utama untuk tumor kelenjar liur ialah pembedahan. Radioterapi sebagai terapi ajuvan pasca bedah diberikan hanya atas indikasi, atau diberikan pada karsinoma kelenjar liur yang inoperabel. Kemoterapi hanya diberikan sebagai ajuvan, meskipun masih dalam penelitian, dan hasilnya masih belum memuaskan.

A. TUMOR PRIMER

(1) Tumor operabel

1. Terapi utama ( pembedahan)

(1) Tumor parotis

a. parotidektomi superfisial, dilakukan pada: tumor jinak parotis lobus superfisialis

b. parotidektomi total, dilakukan pada: i. tumor ganas parotis yang belum ada

ekstensi ekstraparenkim dan n.VIIii. tumor jinak parotis yang mengenai

lobus profundusc. parotidektomi total diperluas, dilakukan

pada:tumor ganas parotis yang sudah ada ekstensi ekstraparenkim atau n.VII

d. deseksi leher radikal (RND), dikerjakan pada:ada metastase k.g.b.leher yang masih operabel

(2) Tumor glandula submandibula

eksisi glandula submandibula --- periksa potong beku

33

- bila hasil potong beku jinak---- operasi selesai- bila hasil potong beku ganas -- deseksi

submandibula -- periksa potong bekuo bila metastase k.g.b (-) --- operasi

selesaio bila metastase k.g.b (+)--- RND

(3) Tumor glandula sublingual atau kelenjar liur minor

eksisi luas ( 1 cm dari tepi tumor ) untuk tumor yang letaknya dekat sekali dengan tulang (misalnya palatum durum, ginggiva, eksisi luas disertai reseksi tulang dibawahnya)

2. Terapi tambahan

Radioterapi pasca bedah diberikan pada tumor ganas

kelenjar liur dengan kriteria :

1. high grade malignancy2. masih ada residu makroskopis atau

mikroskopis3. tumor menempel pada syaraf ( n.fasialis,

n.lingualis, n.hipoglosus, n. asesorius )4. setiap T3,T45. karsinoma residif6. karsinoma parotis lobus profundus

Radioterapi sebaiknya dimulai 4-6 minggu setelah pembedahan untuk memberikan penyembuhan luka operasi yang adekwat, terutama bila telah dikerjakan alih tandur syaraf.- radioterapi lokal diberikan pada lapangan

operasi meliputi bekas insisi sebanyak 50 Gy dalam 5 minggu.

- Radioterapi regional/leher ipsilateral diberikan pada T3,T4, atau high grade malignancy

2) Tumor inoperabel

1. Terapi utama

Radioterapi : 65 – 70 Gy dalam 7-8 minggu

2. Terapi tambahan

Kemoterapi :a. Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cystic

carcinoma, adenocarcinoma, malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma)

-adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1-5 fluorourasil 500mg/m2 iv pda hari 1 diulang tiap 3minggu-sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2

b. Untuk jenis karsinoma sel skwamous (squamous cell carcinoma, mucoepidermoid carcinoma)

-methotrexate 50mg/m2 iv pada hari ke 1 dan 7 diulang tiap 3-sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2 minggu

B. METASTASE KELENJAR GETAH BENING (N)

1. Terapi utamaA. Operabel : deseksi leher radikal (RND)B. Inoperabel : radioterapi 40 Gy/+kemoterapi

preoperatif, kemudian dievaluasi

-menjadi operabel RND -tetap inoperabel radioterapi dilanjutkan sampai 70Gy

2. Terapi tambahan Radioterapi leher ipsilateral 40 Gy

C. METASTASE JAUH (M)

Terapi paliatif : kemoterapi

34

a. Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cystic carcinoma, adenocarcinoma, malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma)

-adriamisin 50mg/m2 iv pada hari 1-5 fluorourasil 500mg/m2 iv pda hari 1 diulang tiap 3 minggu

-sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2

b. Untuk jenis karsinoma sel skwamous (squamous cell carcinoma, mucoepidermoid carcinoma)

-methotrexate 50mg/m2 iv pada hari ke 1 dan 7 diulang tiap 3-sisplatin 100mg/m2 iv pada hari ke 2 minggu

Bagan Penanganan Tumor Parotis Operabel dengan (N) Secara Klinis Negatif

Tumor parotis (N negatif)

Parotidektomi superfisial

Potong beku

Jinak Ganas

Stop Parotidektomi total +

sampling k.g.b subdigastrikus

Potong beku

Meta k.g.b (-) Meta k.g.b (+)

Stop RND

Bagan Penanganan Tumor Submandibula Operabel Dengan (N) Secara Klinis Negatif

Tumor submandibula (N negatif)

Eksisi gld.submandibula

Potong beku

Jinak Ganas

35

Stop Deseksi submandibula

Potong beku

7Meta k.g.b (-) Meta k.g.b (+)

Stop RND

Bagan Penanganan Tumor Sublingualis / Kelenjar Liur Minor

Tumor sublingual/ kel.liur minor (N negatif)

Eksisi luas

Potong beku

Jinak Ganas

Stop Radikalitas

Radikal Tidak radikal

Stop Re-eksisi

(N) POSITIP

operabel inoperabel

T di operasi T di radioterapi preoperatif radioterapi

Deseksi leher radikal radioterapi operabel inoperabel (RND) lokoregional dengan/tanpa radioterapi lokoregional *) T dioperasi T diradioterapi

36

radioterapi sisa (+) sisa (-) lokoregional

+ diseksi leher (sitostatika)

radikal (RND) T (-) T (+) +

radioterapi lokoregional

ND parsial/ sitostatika radioterapi RND modifikasi lokoregional

N positif bilateral : RND dapat dikerjakan satu tahap dengan preservasi 1 v.jugularis interna atau dikerjakan 2 tahap dengan jarak waktu 3-4 minggu.

*) Indikasi radioterapi ajuvan pada leher setelah RND :1. Kelenjar getah bening yang mengandung metastase > 1 buah2. Diameter kelenjar getah bening > 3 cm3. Ada pertumbuhan ekstrakapsuler4. High grade malignancy

M POSITIP

sitostatika +

paliatif (bila perlu):operasi (trakeotomi,gastrostomi)

radioterapimedikamentosa

Bagan Penanganan Tumor Kelenjar Liur Yang Residif

TUMOR RESIDIF

terapi sebelumnya: operatif terapi sebelumnya: radioterapi

operabel inoperabel operabel inoperabel

operasi radioterapi operasi sitostatika + radioterapi

Residif lokal/regional/jauh (metastase) penanganannya dirujuk ke penanganan T/N/M seperti skema yang bersangkutan

VI. PROSEDUR FOLLOW UP

Jadwal follow up dianjurkan sebagai berikut: 1) Dalam 3 tahun pertama : setiap 3 bulan 2) Dalam 3-5 tahun : setiap 6 bulan 3) Setelah 5 tahun : setiap tahun sekali untuk seumur hidup

Pada follow up tahunan, penderita diperiksa secara lengkap, fisik, X-foto toraks, USG hepar, dan bone scan untuk menentukan apakah penderita betul bebas dari kanker atau tidak.

Pada follow up ditentukan:1) Lama hidup dalam tahun dan bulan2) Lama interval bebas kanker dalam tahun dan

bulan3) Keluhan penderita4) Status umum dan penampilan5) Status penyakit : (1) Bebas kanker (2) Residif

(3) Metastase (4) Timbul kanker atau penyakit baru

6) Komplikasi terapi7) Tindakan atau terapi yang diberikan

KEPUSTAKAAN :

1. Batsakis JG. Tumors of the head and neck: Clinical and

patholoical conciderations. 2nd ed., Baltimore, Williams and Wilkins, 1979

37

2. Cunningham MP. Submandibular gland resection and

excision of sublingual gland tumors, In: Nyhus LM, aker RJ. (eds)., Mastery of surgery vol I, 2rd. Ed.,Boston, Little, Brown and Company ; 1992: 113-5

3. Espat J, Carew JF, Shah JP. Cancer of head and neck, In:

Bland KI, Daly JM, Karakousis P (eds), Surgical oncology-contemporary priciples & practice, New York, Mc Graw-Hill Companies,Inc.; 2001: 531-6

4. John ME, Kaplan MJ. Surgical therapy of tumours of the

salivary glands. In: Thawly SE, Panje WR (eds), Comprehensive Management of Head and Neck Tumors, Philadelphia, WB Saunders Co; 1987: Million RR, Cassisi NJ. Major salivary glandtumors, In: Million RR, Cassisi NJ (eds), Philadelphia, JB Lippincott Company; 1984: 529-46

5. Major salivary glands (parotid, submandibular, andsublingual). In: American Joint Committee on Cancer: AJCC Cancer Staging Manual. 5th ed. Philadelphia,Pa, Lippincott-Raven Publishers; 1997: 53-8

6. Million RR, Cassisi NJ. Major salivary glandtumors, In:Million RR, Cassisi NJ (eds), Philadelphia, JB Lippincott Company; 1984: 529-46

7. Million RR, Cassisi NJ. Minor salivary glandtumors, In:Million RR, Cassisi NJ (eds), Philadelphia, JB Lippincott Company; 1984: 547-57

8. Seifert G, Sobin LH. The world healyh organization’shistological classification of salivary gland tumors. A commentary on the second edition. Cancer 1992; 70: 379-85

9. Theriault C, Fitzpatrick PJ: Malignant parotid tumors.Prognostic factors and optimum treatment. Am J Clin Oncol 1986; 9: 510-6

10. Woods JE. Surgical management of inlammatory andneoplastic diseases of the parotid gland, In: Nyhus LM, aker RJ. (eds)., Mastery of surgery vol I, 2rd. Ed.,Boston, Little, Brown and Company ; 1992: 104-12

38

PROTOKOL PENATALAKSANAAN KANKER RONGGA MULUT

39

Tim Perumus Protokol Penatalaksanaan Kanker Rongga Mulut

Ketua : Dr. Sunarto Reksoprawiro, SpB(K)Onk

Anggota : Dr. Burmansyah S, SpB(K)Onk Dr. Dimyati Achmad, SpB(K)Onk Dr. Drajat R. Suardi, SpB(K)Onk Dr. Eddy H. Tanggo, SpB(K)Onk Dr. Idral Darwis, SpB(K)Onk Dr. I.N.W. Steven Christian, SpB(K)Onk Dr. K.M. Yamin Alsoph, SpB(K)Onk Dr. Subianto, SpB(K)Onk Dr. Teguh Aryandono, SpB(K)Onk Dr. H. Zafiral Azdi Albar, SpB(K)Onk

PROTOKOL PENATALAKSANAAN KANKER RONGGA MULUT

I. PENDAHULUAN

A. Batasan

Kanker rongga mulut ialah kanker yang berasal dari epitel baik berasal dari mukosa atau kelenjar liur pada dinding rongga mulut dan organ dalam mulut.

Batas-batas rongga mulut ialah :

Depan : tepi vermilion bibir atas dan bibir bawah Atas : palatum durum dan molle Lateral : bukal kanan dan kiri Bawah : dasar mulut dan lidah Belakang : arkus faringeus anterior kanan kiri dan

uvula, arkus glossopalatinus kanan kiri, tepi lateral pangkal lidah, papilla sirkumvalata lidah.

Ruang lingkup kanker rongga mulut meliputi daerah spesifik dibawah ini :

a. bibirb. lidah 2/3 anteriorc. mukosa bukald. dasar mulute. ginggiva atas dan bawahf. trigonum retromolarg. palatum durumh. palatum molle

Tidak termasuk kanker rongga mulut ialah :a. Sarkoma dan tumor ganas odontogen pada maksila atau mandibulab. Sarkoma jaringan lunak dan syaraf perifer pada bibir atau pipi.c. Karsinoma kulit bibir atau kulit pipi.

40

B. Epidemiologi

1. Insidens dan frekwensi relatifBerapa besar insidens kanker rongga mulut di Indonesia belum kita ketahui dengan pasti. Frekwensi relatif di Indonesia diperkirakan 1,5%-5% dari seluruh kanker. Insidens kanker rongga mulut pada laki-laki yang tinggi terdapat di Perancis yaitu 13.0 per 100.000, dan yang rendah di Jepang yaitu 0.5 per 100.000, sedang pada perempuan yang tinggi di India yaitu 5.8 per 100.000 dan yang rendah di Yugoslavia yaitu 0.2 per 100.000 (Renneker, 1988). Angka kejadian kanker rongga mulut di India sebesar 20-25 per 100.000 atau 40% dari seluruh kanker, sedangkan di Amerika dan Eropa sebesar 3-5 per 100.000 atau 3-5% dari seluruh kanker. Kanker rongga mulut paling sering mengenai lidah (40%), kemudian dasar mulut (15%), dan bibir (13%).

2. Distribusi kelaminKanker rongga mulut lebih banyak terdapat pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3/2 - 2/1

3. Distribusi umurKanker rongga mulut sebagian besar timbul pada usia diatas 40 tahun (70%).

4. Distribusi geografisKanker rongga mulut tersebar luas di seluruh dunia. Yang tinggi insidensnya di Perancis dan India, sedang yang rendah di Jepang.

5. Etiologi dan faktor resikoEtiologi kanker rongga mulut ialah paparan dengan karsinogen, yang banyak terdapat pada rokok atau tembakau.Resiko tinggi mendapat kanker rongga mulut terdapat pada orang yang perokok, nginang/susur, peminum alkohol, gigi karies, higiene mulut yang jelek

II. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI

A. Tipe histologi

NO

TIPE HISTOLOGI ICD.M

1 Squamous cell carc. 5070/32 Adenocarcinoma 8140/33 Adenoid cyst.carc 8200/34 Ameloblastic carc 9270/25 Adenolymphoma 8561/36 Mal. mixed tumor 8940/37 Pleomorphic carc 8941/38 Melanoma maligna 8720/39 Lymphoma maligna 9590/3-9711/3

Sebagian besar (90%) kanker rongga mulut berasal dari mukosa yang berupa karsinoma epidermoid atau karsinoma sel skwamosa dengan diferensiasi baik, tetapi dapat pula berdiferensiasinya sedang, jelek atau anaplastik. Bila gambaran patologis menunjukkan suatu rabdomiosarkoma, fibrosarkoma, malignant fibrohistiocytoma atau tumor ganas jaringan lunak lainnya, perlu diperiksa dengan teliti apakah tumor itu benar suatu tumor ganas rongga mulut (C00-C06) ataukah suatu tumor ganas jaringan lunak pipi, kulit atau tulang yang mengadakan invasi ke rongga mulut.

B. Derajat diferensiasi

DERAJAT DIFERENSIASI

GRADE KETERANGANG1 Differensiasi baikG2 Differensiasi sedangG3 Differensiasi jelekG4 Tanpa differensiasi

=anaplastik

41

C. Laporan patologi standard

Yang perlu dilaporkan pada hasil pemeriksaan patologis dari spesimen operasi meliputi :

1. tipe histologis tumor2. derajat diferensiasi (grade)3. pemeriksaan TNM untuk menentukan stadium

patologis (pTNM)

T = Tumor primer - Ukuran tumor

- Adanya invasi kedalam pembuluh darah/limfe - Radikalitas operasi

N = Nodus regional- Ukuran KGB - Jumlah KGB yang ditemukan- Level KGB yang positif- Jumlah KGB yang positif - Invasi tumor keluar kapsel KGB - Adanya metastase ekstra nodal

M = Metastase jauh

III. KLASIFIKASI STADIUM KLINIS

Menentukan stadium kanker rongga mulut dianjurkan memakai sistem TNM dari UICC, 2002. Tatalaksana terapi sangat tergantung dari stadium. Sebagai ganti stadium untuk melukiskan beratnya penyakit kanker dapat pula dipakai luas ekstensi penyakit.

Stadium karsinoma rongga mulut :

ST T N M TNM

KETERANGAN

0 TIS N0 M0

T0 Tidak ditemukan tumor

TIS Tumor in situI T1 N0 M

0T1 2 cm

T2 >2 cm - 4 cm

II T2 N0 M0

T3 > 4 cm

T4a

T4b

Bibir :infiltrasi tulang, n.alveolaris inferior, dasar mulut, kulitRongga mulut : infiltrasi tulang, otot lidah (ekstrinsik /deep), sinus maksilaris, kulit

Infiltrasi masticator space, pterygoid plates, dasar tengkorak, a.karotis interna

III T3 N0 M0

T1 N1 M0

N0 Tidak terdapat metastase regional

T2 N1 M0

N1 KGB Ipsilateral singel, 3 cm

T3 N1 M0

N2a

KGB Ipsilateral singel, >3 - 6 cm

N2b

KGB Ipsilateral multipel, < 6 cm

IVA

T4Tiap T

N0,N1N2

M0M0

N2c

KGB Bilateral /kontralateral, < 6 cm

N3 KGB > 6 cmIVB

Tiap T

N3 M0

IVC

Tiap T

Tiap N

M1

M0 Tidak ditemukan metastase jauh

M1 Metastase jauh

Luas ekstensi kanker:

NO LUAS EKSTENSI1 Kanker In Situ

42

2 Kanker lokal3 Ekstensi lokal4 Metastase jauh5 Ekstensi lokal disertai meta

jauh

IV. PROSEDUR DIAGNOSTIK

1. PEMERIKSAAN KLINIS

a. AnamnesaAnamnesa dengan cara kwesioner kepada penderita atau keluarganya.

1. Keluhan 2. Perjalanan penyakit3. Faktor etiologi dan risiko 4. Pengobatan apa yang telah diberikan5. Bagaimana hasil pengobatan 6. Berapa lama kelambatan

b. Pemeriksaan fisik

1) Status general Pemeriksaan umum dari kepala sampai

kaki Tentukan tentang : a. penampilan

b. keadaan umum c. metastase jauh

2) Status lokal Dengan cara :

1. Inspeksi 2. Palpasi bimanual

Kelainan dalam rongga mulut diperiksa dengan cara inspeksi dan palpasi dengan bantuan spatel lidah dan penerangan memakai lampu senter atau lampu kepala. Seluruh rongga mulut dilihat, mulai bibir

sampai orofaring posterior. Perabaan lesi rongga mulut dilakukan dengan memasukkan 1 atau 2 jari ke dalam mulut. Untuk menentukan dalamnya lesi dilakukan dengan perabaan bimanuil. Satu atau 2 jari tangan kanan atau kiri dimasukkan ke dalam rongga mulut dan jari-jari tangan lainnya meraba lesi dari luar mulut.Untuk dapat inspeksi lidah dan orofaring maka ujung lidah yang telah dibalut dengan kasa 2x2 inch dipegang dengan tangan kiri pemeriksa dan ditarik keluar rongga mulut dan diarahkan kekanan dan kekiri untuk melihat permukaan dorsal, ventral, dan lateral lidah, dasar mulut dan orofaring. Inspeksi bisa lebih baik lagi bila menggunakan bantuan cermin pemeriksaTentukan dimana lokasi tumor primer, bagaimana bentuknya, berapa besarnya dalam cm, berapa luas infiltrasinya, bagaimana operabilitasnya

3) Status regionalPalpasi apakah ada pembesaran kelenjar getah bening leher leher ipsilateral dan kontralateral. Bila ada pembesaran tentukan lokasinya, jumlahnya, ukurannya ( yang terbesar ), dan mobilitasnya.

2. PEMERIKSAAN RADIOGRAFI

a. X-foto polos

o X-foto mandibula AP, lateral, Eisler, panoramik, oklusal, dikerjakan pada tumor gingiva mandibula atau tumor yang lekat pada mandibula

o X-foto kepala lateral, Waters, oklusal, dikerjakan pada tumor gingiva, maksila atau tumor yang lekat pada maksila

43

o X-foto Hap dikerjakan pada tumor palatum durum

o X-foto thorax, untuk mengetahui adanya metastase paru

b. Imaging ( dibuat hanya atas indikasi )o USG hepar untuk melihat metastase di heparo CT-scan atau MRI untuk menilai luas ekstensi

tumor lokoregionalo Scan tulang, kalau diduga ada metastase ke

tulang

3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti: darah, urine, SGOT/SGPT, alkali fosfatase, BUN/kreatinin, albumin, globulin, serum elektrolit, faal hemostasis, untuk menilai keadaan umum dan persiapan operasi

4. PEMERIKSAAN PATOLOGI

Semua penderita kanker rongga mulut atau diduga kanker rongga mulut harus diperiksa patologis dengan teliti.Spesimen diambil dari biopsi tumorBiopsi jarum halus (FNA) untuk pemeriksaan sitologis dapat dilakukan pada tumor primer atau pada metastase kelenjar getah bening leher.

Biopsi eksisi : bila tumor kecil, 1 cm atau kurang Eksisi yang dikerjakan ialah eksisi luas seperti tindakan operasi definitif ( 1 cm dari tepi tumor). Biopsi insisi atau biopsi cakot (punch biopsy) menggunakan tang aligator: bila tumor besar atau inoperabel

Yang harus diperiksa dalam sediaan histopatologis ialah tipe, diferensiasi dan luas invasi dari tumor.

Tumor besar yang diperkirakan masih operabel :Biopsi sebaiknya dikerjakan dengan anestesi umum dan sekaligus dapat dikerjakan eksplorasi bimanuil untuk menentukan luas infiltrasi tumor (staging)

Tumor besar yang diperkirakan inoperabel :Biopsi dikerjakan dengan anestesi blok lokal pada jaringan normal di sekitar tumor.( anestesi infiltrasi pada tumor tidak boleh dilakukan untuk mencegah penyebaran sel kanker).

MACAM DIAGNOSIS YANG DITEGAKKAN

1. Diagnosis utamaIalah gambaran makroskopis penyakit kankernya sendiri, yang merupakan diagnosis klinis

2. Diagnosis komplikasiIalah penyakit lain yang diakibatkan oleh kanker itu

3. Diagnosis sekunderIalah penyakit lain yang tidak ada hubungannya dengan kanker yang diderita, tetapi dapat mempengaruhi pengobatan atau prognosenya.

4. Diagnosis patologiIalah gambaran mikroskopis dari kanker itu

V. PROSEDUR TERAPI

Penanganan kanker rongga mulut sebaiknya dilakukan secara multidisipliner yang melibatkan beberapa bidang spesialis yaitu:

- oncologic surgeon- plastic & reconstructive surgeon- radiation oncologist- medical oncologist- dentists- rehabilitation specialists

44

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan kanker rongga mulut ialah eradikasi dari tumor, pengembalian fungsi dari rongga mulut, serta aspek kosmetik /penampilan penderita.

Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan macam terapi ialah

a) Umur penderita b) Keadaan umum penderita c) Fasilitas yang tersediad) Kemampuan dokternyae) Pilihan penderita.

Untuk lesi yang kecil (T1 dan T2), tindakan operasi atau radioterapi saja dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi, dengan catatan bahwa radioterapi saja pada T2 memberikan angka kekambuhan yang lebih tinggi daripada tindakan operasi.

Untuk T3 dan T4, terapi kombinasi operasi dan radioterapi memberikan hasil yang paling baik. Pemberian neo-adjuvant radioterapi dan atau kemoterapi sebelum tindakan operasi dapat diberikan pada kanker rongga locally advanced (T3,T4).

Radioterapi dapat diberikan secara interstisial atau eksternal, tumor yang eksofitik dengan ukuran kecil akan lebih banyak berhasil daripada tumor yang endofitik dengan ukuran besar.

Peran kemoterapi pada penanganan kanker rongga mulut masih belum banyak, dalam tahap penelitian kemoterapi hanya digunakan sebagai neo-adjuvant pre-operatif atau adjuvan post-operatif untuk sterilisasi kemungkinan adanya mikro metastasis.

Sebagai pedoman terapi untuk kanker rongga mulut dianjurkan seperti tabel 9 berikut:

Anjuran terapi untuk kanker rongga mulut

ST T.N.M. OPERASI RADIOTER CHEMOTER

API APII T1.N0.M0 Eksisi

radikalatau

Kuratif, 50-70 Gy

Tidak dianjurkan

II T2.N0.M0 Eksisi radikal

atau

Kuratif, 50-70 Gy

Tidak dianjurkan

III T3.N0.M0T1,2,3.N1.M0

Eksisi radikal

dan Post op. 30-40 Gy

(dan)

CT

IVA

T4N0,1.M0Tiap T.N2.M0

Eksisi radikal

dan Post.op 30-40 Gy

IVB

Tiap T.N3.M0-operabel

-inoperabel

Eksisi radikal

-

dan Post.op 30-40 Gy

Paliatif, 50-70 Gy

(dan)

CT

IVC

TiapT.tiapN.M1

Paliatif Paliatif Paliatif

Residif lokal Operasi untuk residif post RT

RT untuk residif post op

dan CT

Metastase Tidak dianjurkan

Tidak dianjurkan

CT

Karsinoma bibirT1 : eksisi luas atau radioterapi T2 : eksisi luas

Bila mengenai komisura, radioterapi akan memberikan kesembuhan dengan fungsi dan kosmetik yang lebih baik

T3,4 : eksisi luas + deseksi suprahioid + radioterapi

pasca bedah

Karsinoma dasar mulutT1 : eksisi luas atau radioterapi T2 : tidak lekat periosteum - eksisi luas

Lekat periosteum - eksisi luas dengan mandibulektomi marginal

T3,4 : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal

45

+ diseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah

Karsinoma lidah

T1,2 : eksisi luas atau radioterapiT3,4 : eksisi luas + deseksi supraomohioid +

radioterapi pasca bedah

Karsinoma bukalT1,2 : eksisi luas

Bila mengenai komisura oris, radioterapi memberikan kesembuhan dengan fungsi dan kosmetik yang lebih baik

T3,4 : eksisi luas + deseksi supraomohioid + radioterapipasca bedah

Karsinoma ginggivaT1,2 : eksisi luas dengan mandibulektomi

marginalT3 : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal

+ diseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah

T4 (infiltrasi tulang/cabut gigi setelah ada tumor) : eksisi luas dengan mandibulektomi segmental + diseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah

Karsinoma palatum

T1 : eksisi luas sampai dengan periostT2 : eksisi luas sampai dengan tulang

dibawahnyaT3 : eksisi luas sampai dengan tulang

dibawahnya + diseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah T4 (infiltrasi tulang) : Maksilektomi infrastruktural parsial/total tergantung luas lesi + diseksi supraomohiod +radioterapi pasca bedah

Karsinoma trigonum retromolar

T1,2 : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal

T3 : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal

+ deseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah

T4 (infiltrasi tulang) : Eksisi luas dengan mandibulektomi segmental + deseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah

Untuk karsinoma rongga mulut T3 dan T4, penanganan N0 dapat dilakukan deseksi leher selektif atau radioterapi regional pasca bedah. Sedangkan N1 yang didapatkan pada setiap T harus dilakukan deseksi leher radikal. Bila memungkinkan, eksisi luas tumor primer dan deseksi leher tersebut harus dilakukan secara en-block.Pemberian radioterapi regional pasca bedah tergantung hasil pemeriksaan patologis metastase kelenjar getah bening tersebut ( jumlah kelenjar getah bening yang positif metastase, penembusan kapsul kelenjar getah bening/ ektra kelenjar getah bening)

A. TERAPI KURATIF

Terapi kuratif untuk kanker rongga mulut diberikan pada kanker rongga mulut stadium I, II, dan III.

1. Terapi utamaTerapi utama untuk stadium I dan II ialah operasi atau radioterapi yang masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sedangkan untuk stadium III dan IV yang masih operabel ialah kombinasi operasi dan radioterapi pasca bedah

Pada terapi kuratif haruslah diperhatikan:a) Menurut prosedur yang benar, karena kalau salah hasilnya tidak menjadi kuratif.b) Fungsi mulut untuk bicara, makan, minum, menelan, bernafas, tetap baik.

46

c) Kosmetis cukup dapat diterima.

a. OperasiIndikasi operasi:1) Kasus operabel 2) Umur relatif muda3) Keadaan umum baik4) Tidak terdapat ko-morbiditas yang berat

Prinsip dasar operasi kanker rongga mulut ialah :1) Pembukaan harus cukup luas untuk dapat melihat seluruh tumor dengan ekstensinya2) Eksplorasi tumor: untuk menentukan luas ekstensi tumor3) Eksisi luas tumor

o Tumor tidak menginvasi tulang, eksisi luas 1-2 cm diluar tumor

o Menginvasi tulang,eksisi luas disertai reseksi tulang yang terinvasi

4) Diseksi KGB regional (RND = Radical Neck Disection atau modifikasi- nya), kalau terdapat metastase KGB regional. Diseksi ini dikerjakan secara enblok dengan tumor primer bilamana me- mungkinkan.5) Tentukan radikalitas operasi durante operasi dari tepi sayatan dengan pe- meriksaan potong beku . Kalau tidak radikal buat garis sayatan baru yang lebih luas sampai bebas tumor.6) Rekonstruksi defek yang terjadi.

b. RadioterapiIndikasi radioterapi1) Kasus inoperabel 2) T1,2 tempat tertentu (lihat diatas)3) Kanker pangkal lidah 4) Umur relatif tua5) Menolak operasi 6) Ada ko-morbiditas yang beratRadioterapi dapat diberikan dengan cara:

1) Teleterapi memakai: ortovoltase, Cobalt 60, Linec dengan dosis 5000 - 7000 rads.2) Brakiterapi: sebagai booster dengan implantasi intratumoral jarum Irridium 192 atau Radium 226 dengan dosis 2000-3000 rads.

2 Terapi tambahana. Radioterapi

Radioterapi tambahan diberikan pada kasus yang terapi utamanya operasi.

(1) Radioterapi pasca-bedahDiberikan pada T3 dan T4a setelah operasi, kasus yang tidak dapat dikerjakan eksisi radikal, radikalitasnya diragukan, atau terjadi kontaminasi lapangan operasi oleh sel kanker.

(2) Radioterapi pra-bedahRadioterapi pra-bedah diberikan pada kasus yang operabilitasnya diragukan atau yang inoperabel.

b. OperasiOperasi dikerjakan pada kasus yang terapi utamanya radioterapi yang setelah radioterapi menjadi operabel atau timbul residif setelah radioterapi.

c. KemoterapiKemoterapi diberikan pada kasus yang terjadi kontaminasi lapangan operasi oleh sel kanker, kanker stadium III atau IV atau timbul residif setelah operasi dan atau radioterapi.

3 Terapi Komplikasi a. Terapi komplikasi penyakit

Pada umumnya stadium I sampai II belum ada komplikasi penyakit, tetapi dapat terjadi komplikasi karena terapi.Terapinya tergantung dari komplikasi yang

ada, misalnya:1) Nyeri: analgetika 2) Infeksi: antibiotika

47

3) Anemia: hematinik 4) Dsb.b. Terapi komplikasi terapi

1) Komplikasi operasi: menurut jenis komplikasinya2) Komplikasi radioterapi: menurut jenis

komplikasinya3) Komplikasi kemoterapi: menurut jenis

komplikasinya

4 Terapi bantuan Dapat diberikan nutrisi yang baik, vitamin, dsb.

5 Terapi sekunder Kalau ada penyakit sekunder diberi terapi sesuai dengan jenis penyakitnya.

B. TERAPI PALIATIFTerapi paliatif ialah untuk memperbaiki

kwalitas hidup penderita dan mengurangi keluhannya terutama untuk penderita yang sudah tidak dapat disembuhkan lagi.Terapi paliatif diberikan pada penderita kanker rongga mulut yang:1. Stadium IV yang telah menunjukkan metastase

jauh2. Terdapat ko-morbiditas yang berat dengan

harapan hidup yang pendek3. Terapi kuratif gagal4. Usia sangat lanjutKeluhan yang perlu dipaliasi antara lain:1. Loko regional a) Ulkus di mulut/leher b) Nyeri c) Sukar makan, minum, menelan d) Mulut berbau e) Anoreksia f) Fistula oro-kutan2. Sistemik:

a) Nyeri b) Sesak nafasc) Sukar bicara

d) Batuk-batuk e) Badan mengurusf) Badan lemah

(1) Terapi utama

1. Tanpa meta jauh: Radioterapi dengan dosis 5000-7000 rads. Kalau perlu kombinasikan dengan operasi2. Ada metastase jauh: Kemoterapi Kemoterapi yang dapat dipakai antara lain:

1) Karsinoma epidermoid: Obat-obat yang dapat dipakai: Cisplatin, Methotrexate, Bleomycin, Cyclophosphamide, Adryamycin, dengan angka remisi 20 -40%. Misalnya:

a) Obat tunggal: Methotrexate 30 mg/m2 2x seminggu

b) Obat kombinasi:

V = Vincristin : 1,5 mg/m2 hl )

B = Bleomycin : 12 mg/m2 hl + 12 jam ) diulang tiap M = Methotrexate : 20 mg/m2 h3, 8 ) 2-3 minggu

2) Adeno karsinoma : Obat-obat yang dapat dipakai antara lain: Flourouracil, Mithomycin-C, Ciplatin, Adyamycin, dengan angka remisi 20-30%. Misalnya: a) Obat tunggal : Flourouracil:

Dosis permulaan : 500 mg/m2

Dosis pemeliharaan : 20 mg/m2 tiap 1-2 minggu

b) Obat kombinasi:

F = Flourouracil: 500 mg/m2, hl,8,14,28 )

A = Adryamycin: 50 mg/m2, hl,21 ) diulang tiap

M = Mithomycin-C: 10 mg/m2, h1 ) 6 minggu

(2) Terapi tambahan Kalau perlu: Operasi, kemoterapi, atau radioterapi

48

(3) Terapi komplikasi1. Nyeri: Analgetika sesuai dengan “step ladder WHO”

2. Sesak nafas: trakeostomi3. Sukar makan: gastrostomi4. Infeksi: antibiotika5. Mulut berbau: obat kumur6. Dsb.

(4) Terapi bantuan1. Nutrisi yang baik2. Vitamin

(5) Terapi sekunder Bila ada penyakit sekunder, terapinya sesuai dengan penyakit yang bersangkutan.

Leukoplakia/Eritroplakia

Hilangkan faktor penyebab Sitologi eksfoliatif (Papanicoleau)

Klas I Klas II Klas III Klas IV Klas V

3 bl

Ulangan sitologi

Bila 2x ulangan sitologi Biopsi hasilnya tetap Klas I-III

49

Suspek Karsinoma Rongga Mulut, N0,M0

< 1 cm > 1 cm

biopsi eksisional (eksisi luas) biopsi insisional

ganas tak ganas ganas tak ganas

tak radikal radikal eksisi

re-eksisi/ operabel inoperabel/meragukanradioterapi lokal

T1 T2 T3,4a kemo dan/radioterapi

lokal preoperatif

radioterapi operabel inoperabel

eksisi luas eksisi luas + deseksi KGB leher selektif*/

radioterapi lokoregional

radioterapi

tak radikal radikal lokoregional +

(sitostatika) re-eksisi / meta kgb(+) meta kgb (-)

radioterapi lokal

T low grade T high grade radioterapi lokoregional + (sitostatika) radioterapi radioterapi lokal lokoregional

* Deseksi suprahioid untuk karsinoma bibir Deseksi supraomohioid untuk karsinoma rongga mulut Deseksi bilateral untuk lesi di garis tengah

N POSITIP

N 1,2 N 3

T di operasi T di radioterapi radioterapi preoperatif

Deseksi leher radikal radioterapi operabel inoperabel (RND) lokoregional dengan/tanpa radioterapi lokoregional *) T dioperasi T diradioterapi

radioterapi sisa (+) sisa (-) lokoregional

+

(sitostatika) deseksi leher radikal (RND) + radioterapi

T ( -) T (+) lokoregional + (sitostatika)

ND parsial/ sitostatika radioterapi RND modifikasi lokoregional

+ (sitostatika)

Letak lesi ditengah (midline) : Untuk T 3,4 penanganan N negatif bilateral

50

N positif bilateral : RND dapat dikerjakan satu tahap dengan preservasi 1 v.jugularis interna atau dikerjakan 2 tahap dengan jarak waktu 3-4 minggu.

*) Indikasi radioterapi ajuvan pada leher setelah RND :

1. Kelenjar getah bening yang mengandung metastase > 1 buah

2. Diameter kelenjar getah bening > 3 cm3. Ada pertumbuhan ekstrakapsuler4. High grade malignancy

M POSITIP

sitostatika+

paliatif (bila perlu): operasi (trakeotomi,gastrostomi)

radioterapi medikamentosa

TUMOR RESIDIF

terapi primer operatif terapi primer radioterapi

operabel inoperabel operabel inoperabel

operasi radioterapi operasi sitostatika

+ + +radioterapi (sitostatika) sitostatika +(sitostatika)

Residif lokal/regional/jauh (metastase) penanganannya dirujuk ke penanganan T/N/M seperti skema yang bersangkutan

PERLAKUAN PADA MANDIBULA

tumor lekat mandibula jarak dengan tumor < 1cm

radiologis

infiltrasi tulang (-) infiltrasi tulang (+)

reseksi segmental enblok

reseksi marginal enblok

REKONSTRUKSI

Jaringan lunak mandibula maksila

51

rekonstruksi temporerrekonstruksi segera dengan kawat Kirschner/plat protese (obturator)

1 tahun

residif (-) residif (+)

rekonstruksi permanen penanganan tumor residif tandur tulang

VI. PROSEDUR FOLLOW UP

Jadwal follow up dianjurkan sebagai berikut: 1) Dalam 3 tahun pertama : setiap 3 bulan 2) Dalam 3-5 tahun : setiap 6 bulan 3) Setelah 5 tahun : setiap tahun sekali

untuk seumur hidupPada follow up tahunan, penderita diperiksa secara lengkap, fisik, X-foto toraks, USG hepar, dan bone scan untuk menentukan apakah penderita betul bebas dari kanker atau tidak.

Pada follow up ditentukan:1) Lama hidup dalam tahun dan bulan2) Lama interval bebas kanker dalam tahun dan

bulan3) Keluhan penderita4) Status umum dan penampilan5) Status penyakit

(1) Bebas kanker (2) Residif (3) Metastase (4) Timbul kanker atau penyakit baru

6) Komplikasi terapi7) Tindakan atau terapi yang diberikan

LAMPIRAN

A. Klasifikasi kanker rongga mulut

Tabel 1 : Jenis-jenis kanker rongga mulut

NO

JENIS KANKER NO.ICD

JENIS KANKER NO.ICD

1 KANKER BIBIR C00Bibir atas, bagian luar

C00.0 Bibir, bagian dalam

C00.5

Bibir bawah, bagian luar

C00.1 Sudut bibir C00.6

Bibir, bagian luar

C00.2 Bibir, tumpang tindih

C00.8

Bibir atas, bagian dalam

C00.3 Bibir, tanpa spesifikasi

C00.9

Bibir bawah, bagian dalam

C00.4

2 KANKER PANGKAL LIDAH C01

3 KANKER LIDAH, BAGIAN LAINNYA C02

Lidah, C02.0 Lidah, tonsil C02.4

52

permukaan dorsal

lingua

Lidah, bagian tepi

C02.1 Lidah, tumpang tindih

C02.8

Lidah, permukaan ventral

C02.2 Lidah, tanpa spesifikasi

C02.9

Lidah, 2/3 bagian anterior

C02.3

4 KANKER GUSI C03

Gusi atas C03.0 Gusi, tanpa spesifikasi

C03.9

Gusi bawah C03.15 KANKER DASAR MULUT C0

4Dasar mulut, anterior

C04.0 DM, tumpang tindih

C04.8

Dasar mulut, lateral

C04.1 DM, tanpa spesifikasi

C04.9

6 KANKER PALATUM C05

Palatum durum C05.0 Palatum, tumpang tindih

C05.8

Palatum molle C05.1 Palatum, tanpa spesifikasi

C05.9

Uvula C05.27 KANKER MULUT, LAINNYA DAN TANPA

SPESIFIKASI C06

Mukosa pipi C06.0 Mulut, tumpang tindih

C06.8

Vestibulum oris C06.1 Mulut, tanpa spesifikasi

C06.9

Regio retromolar

C06.2

B. Prosedur Diagnostik

1. Pemeriksaan toluidine blue

Untuk memudahkan melihat adanya kanker dapat digunakan larutan toluidine biru yang akan memberi warna biru pada sel kanker. Jaringan normal tidak mengisap warna, sedang lesi pra-ganas atau non neoplasma tidak konstan mengisap warna.Menurut Mashberg tehnik memberi warna rongga mulut sebagai berikut:1. Kumur dengan larutan asam asetat 1% : 20 detik2. Kumur dengan air : 20 detik, 2 x3. Kumur dengan larutan toluidine blue 1% : 5-10 cc4. Kumur lagi dengan larutan asam asetat 1% : 1 menit5. Kumur dengan air.Pembacaan hasil pemeriksaan dilakukan 24 jam kemudian, pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas sebesar 90%.

Adapun larutan toluidine biru terdiri dari :1. Toluidine chlorida : 1 gr2. Asam asetat : 10 cc3. Alkohol absolut : 4,2 cc4. Aquadest : 100 cc

2. Pemeriksaan panendoskopiPada kanker rongga mulut, paru, dan esofagus kadang didapatkan synchronous tumor (10%), oleh karena itu ada yang menganjurkan pemeriksaan panendoskopi dilakukan sebagai prosedur diagnostik baku.

3. Pemeriksaan sitologiSitologi eksfoliatifa dari spesimen kerokan atau inprint dari tumor primer dikerjakan pada lesi yang berupa bercak/superfisialBila hasilnya :

Klas I- III : lakukan ulangan sitologi 3 bulan lagi.

53

Bila 2x ulangan sitologi tetap klas I-III

maka perlu dibiopsiKlas IV-V : lakukan biopsi

4. Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET)Pemeriksan imaging dengan PET menggunakan tirosin sebagai tracer memiliki sensitivitas dan spesifisitas cukup tinggi untuk karsinoma rongga mulut. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi tumor <4mm. Untuk staging memiliki sensitivitas 71% dan spesifisitas 99%, sedangkan untuk dteksi kekambuhan memiliki sensitivias 92% dan spesifisitas 81%.

C. Prosedur Terapi

1. Vascular access surgeryUntuk keperluan pemberian kemoterapi intra-arteriel pada karsinoma rongga mulut yang inoperabel, dapat dilakukan graft vena safena parva pada a. karotis eksterna dengan membuat loop berbentuk α, dengan memfiksasi graft tersebut dibawah permukaan kulit.

2. Neo-ajuvan kemo/radioterapiUntuk karsinoma rongga mulut T3,T4 yang akan dilakukan operasi dapat diberikan neo-ajuvan kemo/radioterapi terlebih dahulu agar batas tumor menjadi lebih jelas sehingga memudahkan eksisinya. Dianjurkan eksisi tetap 1-2 cm dari margin tumor sebelum pemberian neo-ajuvan kemo/radioterapi.

3. BrachytherapyBrachytherapy pada karsinoma rongga mulut memberikan efektivitas yang lebih tinggi daripada external beam radiotherapy. Untuk lesi yang besar, brachytherapy dikombinasi dengan external beam radiotherapy.

KEPUSTAKAAN

1. J, Carew JF, Shah JP. Cancer of the Head and Neck, in Surgical Oncology- Contemporary Principles & Practice, Blaad KI, Daly JM, Karakousis CP (eds.), Mc.Graw-Hill Co.,New York, 2001, pp.519-525

2. Greene FL,Balch CM, Fleming ID, Fritz ADG, Haller DG, Morrow M, Page DL. AJCC Cancer Staging Handbook- TNM Classification of Malignant Tumors, Springer-Verlag Heidelberg, Heidelberg, 2002.

3. Kazi RA. Current Concepts In the Management of Oral Cancer. http://www.indiandoctors.com/papers.htm

4. Mashberg, A.: Tolonium chloride (Toluidine) rinse. A screening method for recognation of squamous carcinoma. Continuing study of oral cancer. IV. JAMA, 245: 2408-2410,1981.

5. Million RR, Cassisi NJ, Mancuso AA. Oral Cancer, in Management of Head and Neck Cancer: A Multidisciplinary Aproach, Million RR and Cassisi NJ (eds), 2nd ed.,JB Lippincott Co., Philadelphia, 1994, pp.321-400

6. National Cancer Institute. Lip and Oral Cavity CancerTreatment statement for health

professionals,Med.News, http://www.meb.unibonn.de/cancer.gov/CDR0000062930.html

7. Ord RA, Blanchaert RH. Current management of oralcancer- A multidisciplinary approach, JADA 2001; 132: 195-235

8. Panje, W.R.: Surgical Therapy of Oral Cavity Tumors. In Comprehensive Management of Head and Neck Tumors, Thawley, S.E., Parje, W.R. (eds), Philadelphia, W.B. Saunders Co., 1987,pp.460-606

54

9. Schantz SP, Harrison LB, Forastiere AA. Tumors of the Nasal Cavity and paranasal sinuses, Nasopharynx, Oral Cavity, and Oropharynx, in Cancer- Principles & Practice of Oncology, 6th ed., DeVita,Jr.VT, Hellman S, Rosenberg SA (eds.),Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2001; pp. 832-842

10. Rubin P, McDonald S. and Oazi R.: Clinical Oncology. A multidisciplinary Approach for Physicians and Students. 7th. ed., WB.Saunders Co. Philadelphia, 1993, pp.332-336

11. Ship JA, Chavez EM, Gould KL, Henson BS, Sarmadi M. Evaluation and Management of Oral Cancer. Home Health Care Consultant 1999;6: 2-12

12. WHO : ICD-10 International Classification of Disease and Related Health Problems, WHO, Geneve, 1992.

13. WHO : ICD-0. International Classification of Disease for Oncology. 2nd ed. WHO, Geneve,1990.

55

PROTOKOL PENATALAKSANAAN KANKER KULIT

Tim Perumus Protokol Penatalaksanaan Kanker Kulit

Ketua : Dr. Djoko Handojo, SpB(K)Onk

Anggota : Dr. Azamris, SpB(K)Onk Dr. Heru Purwanto, SpB(K)Onk Dr. K.M. Yamin Alsoph, SpB(K)Onk Dr. Sonar Soni Panigoro, SpB(K)Onk Dr. Sjafwan Adenan, SpB(K)Onk Dr. Teguh Aryandono, SpB(K)Onk Dr. Wayan Sudarsa, SpB(K)Onk Dr. Zafiral Azdi Albar, SpB(K)Onk

56

PROTOKOL PENATALAKSANAAN KANKER KULIT

Kanker kulit dibedakan atas kelompok Melanoma dan kelompok Non Melanoma. Kelompok Non Melanoma dibedakan atas Karsinoma Sel Basal, Karsinoma Sel Skuamosa dan karsinoma adneksa kulit.Dalam penatalaksanaan kanker kulit harus pula diketahui

lesipra-kanker antara lain : Actinic Keratosis, Kerato Acantoma,Bowen’s Disease, Erythroplasia of Queyrat, XerodermaPigmentosum

PENATALAKSANAAN MELANOMA MALIGNA

I. PENDAHULUAN

Melanoma maligna ialah neoplasma maligna yang berasal melanosit. Disamping di kulit dapat pula terjadi pada mukosa.Di Amerika Serikat melanoma maligna merupakan tumor nomor 6 atau 7 terbanyak.

Melanoma maligna dapat terjadi pada semua usia dan paling banyak pada usis 35-55 tahun, insidensi pada pria sama dengan wanita.

Faktor risiko yang diketahui untuk terjadinya melanoma antara lain : Congenital nevi>5% dari luas permukaan tubuh, riwayat melanoma sebelumnya, faktor keturunan, dysplastic nevi syndrome, terdapat 5 nevi berdiameter >5mm, terdapat 50 nevi berdiameter >2mm, riwayat paparan/terbakar sinar matahari ter utama pada masa anak-anak, ras kulit putih, rambut berwarna merah, mata berwarna biru, frecles/bintik-bintik kulit, tinggal di daerah tropis, psoralen sunscreen, xeroderma pigmentosum.Melanoma termasuk kanker kulit yang sangat ganas, bisa terjadi metastasis luas dalam waktu singkat melalui aliran limfe dan darah ke alat-alat dalam.

II. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI

1. Lentigo melanoma maligna (LMM)2. Superfisial spreading melanoma (SSM)3. Nodular Malignant Melanoma (NMM)4. Acral Lentigenous Melanoma (ALM)5. Melanoma yang tidak terklasifikasi

III. STADIUM KLINISAJCC EDISI 2002Tumor primer (T)Tx Tumor primer tidak dapat diperiksa (karena shave biopsi atau melanoma yang mengalami regresiT0 Tidak ditemukan tumor primerTis Melanoma in situT1 Melanoma tebalnya <1,0mm dengan atau tanpa ulserasi T1a Melanoma tebalnya <1,0mm dan level II atau III tanpa ulserasi T1b Melanoma tebalnya <1,0mm dan level IV atau V atau ada ulserasiT2 Melanoma tebalnya 1,01-2,0mm dengan atau tanpa ulserasi T2a Melanoma tebalnya 1,01-2,0mm tanpa ulserasi T2b Melanoma tebalnya 1,01-2,0mm dengan ulserasiT3 Melanoma tebalnya 2,01-4,0mm dengan atau tanpa ulserasi T3a Melanoma tebalnya 2,01-4,0mm tanpa ulserasi T3b Melanoma tebalnya 2,01-4,0mm dengan ulserasiT4 Melanoma tebalnya >4,0mm dengan atau tanpa ulserasi T4a Melanoma tebalnya >4,0mm tanpa ulserasi T4b Melanoma tebalnya >4,0mm dengan ulserasi

Kelenjar getah bening regional (N)

57

Nx Kelenjar getah bening regional tidak dapat diperiksaN0 Tidak ada metastasis kelenjar getah bening regionalN1 Metastasis ke 1 kelenjar getah bening N1a Metastasis mikroskopik, occult secara klinis N1b Metastasis makroskopik, tampak secara klinisN2 Metastasis ke dua atau tiga kelenjar getah bening regional atau metastasis intra limfatik regional tanpa metastasis kelenjar getah bening N2a Metastasis mikroskopik, occult secara klinis N2b Metastasis makroskopik, tampak secara klinis N2c Lesi satelit atau metastasis in-transit tanpa metastasis kelenjar getah beningN3 Metastasis pada >4 kelenjar getah bening regional, atau metastasis kgb yang bersatu, atau metastasis in-transit atau lesi satelit dengan metastasis kelenjar getah bening regional

Metastasis jauh (M)Mx Metastasis jauh tidak dapat diperiksaM0 Tidak ditemukan metastasis jauhM1 Metastasis jauh M1a Metastasis ke kulit, jaringan subkutan atau kelenjar getah bening yang jauh M1b Metastasis ke paru M1c Metastasis ke tempat visceral lainnya atau metastasis jauh ke tempat manapun yang disertai peningkatan kadar LDH(lactic dehydrogenase) serum

STADIUM KLINIK STADIUM HISTOPATOLOGIK

Stadium 0Stadium IAStadium IB

Tis N0 M0T1a N0

Stadium 0Stadium IAStadium IB

pTis N0 M0pT1a N0

Stadium IIA

Stadium IIB

Stadium IICStadium III

Stadium IV

M0T1b N0 M0T2a N0 M0T2b N0 M0T3a N0 M0T3b N0 M0T4a N0 M0T4b N0 M0TiapT N1 M0TiapT N2 M0TiapT N3 M0TiapT TiapN M1

Stadium IIA

Stadium IIB

Stadium IICStadium IIIA

Stadium IIIB

Stadium IIIC

Stadium IV

M0pT1b N0 M0pT2a N0 M0pT2b N0 M0pT3a N0 M0pT3b N0 M0pT4a N0 M0pT4b N0 M0pT1-4a N1a M0pT1-4a N2a M0pT1-4b N1a M0pT1-4b N2a M0pT1-4a N1b M0pT1-4a N2b M0pT1-4a/b N2c M0pT1-4b N1b M0pT1-4b N2b M0Tiap pT N3 M0Tiap pT TiapN M1

Klasifikasi ClarkTingkat I : Sel melanoma terletak di atas membrana basalis epidermis (insitu)

58

Tingkat II : Invasi sel melanoma sampai lapisan papilaris dermisTingkat III : Invasi sel melanoma sampai dengan

perbatasan antara lapisan papilaris dan retikularis dermis.Tingkat IV : Invasi sel melanoma sampai lapisan retikularis dermisTingkat V : Invasi sel melanoma sampai jaringan subkutan.

Klasifikasi BreslowGolongan I : kedalaman (ketebalan) tumor < 0,76 mmGolongan II : kedalaman (ketebalan) tumor 0,76 mm – 1,5 mmGolongan III : kedalaman (ketebalan) tumor > 1,5 mm

IV.Prosedur Diagnosis :Anamnesis.Keluhan utama : tahi lalat yang cepat membesar, tumbuh progresif, gatal, mudah berdarah dan disertai tukak.

Pemeriksaan fisik

● Tumor di kulit berwarna coklat muda sampai hitam, bentuk nodul, plaque, disertai luka.

Kadang-kadang tidak berwarna ( amelanotik melanoma )

Lesi bersifat A (Asymetri) : tidak teraturB (Border) : tepi tak teraturC (Colour) : warna bervariasiD (Diameter) : umumnya > 6 mmE (Elevation) : permukaan yang tidak teratur

● Pemeriksaan kelenjar getah bening regional.● Pemeriksaan metastasis jauh ke paru dan hati.

Pemeriksaan penunjang:1. Radiologi:

Rutin: X-foto paru, USG Abdomen (hati dan KGB para Aorta para Iliaca).

Atas indikasi : X-foto tulang di daerah lesi, CT-Scan, MRI.

2. Sitologi: FNA, inprint sitologi.3. Patologi: b) Biopsi: apa jenis histologi dan bagaimana derajat

diferensiasi sel. c) pemeriksaan specimen operasi:

tumor primer: besar tumor, jenis histologi, derajat diferensiasi sel, luas dan dalamnya infilterasi, radikalitas operasi.

Nodus regional: jumlah kelenjar yang ditemukan dan yang positif, infasi tumor ke kapsul atau ekstranodal, tinggi level metastasis.

4. Biopsi: prinsip harus komplit. Dilakukan biopsi terbuka oleh karena dibutuhkan informasi mengenai kedalaman tumor. Biopsi tergantung pada anatomical sitenya. 1. a. bila diameter lebih dari 2 cm. b. bila secara anatomi sulit (terutama di daerah wajah) dilakukan insisional biopsi2. bila kurang dari 2 cm dilakukan eksisi tumor

dengan safety margin 1 cm (diagnostik dan terapi). Specimen dikirimkan dengan mapping dan diberi tanda batas- batas sayatan.

Variasi gambaran klinis : 1. Lentigo melanoma maligna (LMM)

Lesi: coklat seperti kehitaman, beberapa cm, tepi irreguler, pada permukaan dijumpai bercak- bercak warna gelap (warna biru) tersebar tidak teratur, dapat menjadi nodul biru kehitaman invasive agak hiperkeratonik.

2. Superfisial spreading melanoma (SSM)Lokasi: wanita; tungkai bawah; laki- laki: badan dan leher.Lesi: plak archiformis berukuran 0,5 – 3 cm tepi meninggi, irreguler, dapat mencapai 2 cm dalam 1 than nodul biru kehitaman pada permukaan terdapat campuran bermacam- macam warna seperti coklat, abu- abu, biru, hitam, sering kebmerahan.

3. Nodular Malignant Melanoma (NMM)

59

Lokasi: laki- laki: punggung, dapat pada setiap lokasi.Lesi: Nodul bentuk setengah bola (dome shaped ) atau polipoid dan eksofitik, warna coklat kemerahan atau biru sampai kehitaman dapat mengalami ulserasi perdarahan, timbul lesi satelit.

4. Acral Lentigenous Melanoma (ALM)Lokasi: letak kaki, tumit, telapak tangan, dasar kuku, ibu jari tangan.Lesi: macula, warna bervariasi, pada permukaan timbul papul, nodul, ulserasi, kadang- kadang lesi tidak mengandung pigmen.

V. PROSEDUR TERAPI:Primer: tindakan wide eksisi dengan safety margin sesuai

kriteria ketebalan, dan dilakukan rekonstruksi.

Sampai dengan ketebalan 0,76 mm, safety margin 1 cmAntara 0,76 mm – 1,5 mm safety margin 1,5 cmKetebalan > 1,5 mm safety margin 2 cmBila hasil biopsi safety margin tidak sesuai dengan ketebalan Breslow, harus dilakukan re-eksisi secepatnya sampai dasar (fascia).

Regional: pada limfonodi secara histopatologis positif, dilakukan diseksi limfonodi :Di daerah inguinal: deep (atas indikasi: ulkus, multiple limfonodi)Di daerah aksiler: hingga level IIDi daerah leher: RND

Adjuvant terapi : pada stadium III dapat berupa imunoterapi, radioterapi, dan kemoterapi

Intransit: kombinasi treatment.

Recurrent : Dilakukan reevaluasi Lokal : Eksisi luas ulangRegional : Bila sebelumnya belum dilakukan diseksi,

dilakukan diseksi + adjuvant.

Bila sudah pernah diseksi, dilakukan radiasi.

Metastasis: diberikan terapi paliatif.

KARSINOMA SEL BASAL

I. PENDAHULUANKarsinoma sel basal atau basalioma adalah

neoplasma maligna dari ”nonkeratinizing cell” yang terletak pada lapisan basal epidermis dan merupakan karsinoma kulit non melanoma terbanyak.

Patogenesis basalioma yang telah banyak diketahui adalah peran paparan sinar ultra violet sinar matahari yang menyebabkan terjadinya mutasi pada gen supresor Disamping itu telah banyak pula dipelajari adanya peran faktor keturunan pada patogenesis basalioma seperti yang terjadi pada Nevoid basal cell carcinoma syndrome, Bazex syndrome, Rombo syndrome dan Unilateral basal cell nevus syndrome. Dipelajari pula peran ”immuno suppressor dalam patogenesis basalioma, tetapi mekanisme pastinya belum diketahui.

Lokasi tersering adalah daerah muka sekitar hidung, sifatnya sangat jarang bermetastasis tetapi mempunyai kemampuan infiltrasi yang tinggi.

Faktor predisposisi untuk terjadinya basalioma antara lain: Jenis kulit terang (tipe I & II) dan albino yang rentan terhadap paparan sinar matahari yang lama, Paparan sinar X untuk terapi acne pada wajah, Sindrome nevus basal (autosomal dominan), Intoksikasi arsen yang kronik, LE kronik , Ulkus kronik dan fistula.

II. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI- Superficial basal cell barcinoma- Nodular`basal cell carcinoma

60

- Infiltrative (morpheaform, aggressive growth) basal cell carcinoma

- Pigmented basal cell carcinoma- Cystic basal cell carcinoma- Fibroepithelioma of Pinkus (FEP)

III. STADIUM KLINISTNM – AJCC 2002T diperiksa dengan pemeriksaan fisikN diperiksa dengan pemeriksaan fisik dan imagingM diperiksa dengan pemeriksaan fisik dan imaging

Staging :Stadium

TNM T Tumor Primer

0 Tis. N0. M0.

Tx = Tidak dapat dievaluasi

T0 = Tidak ditemukanI T1. N0.

M0.Tis = Kanker in situ

T1 = Tumor ukuran terbesar 2cm

II T2. N0. M0.

T2 = Tumor ukuran 2 s/d 5 cm

T3. N0. M0.

T3 = Tumor > 5 cm

T4 = Tumor menginvasi struktur ekstradermal dalam, misalnya kartilago, otot skelet atau tulang

III T4. N0. M0.

N Nodus Regional

tiapT.N1.M0

.Nx = Tidak dapat diperiksa

N0 =

Tidak ada metastasis nodus regional

N1 = Ada nodus regionalIV tiapT. tiapN.

M1

M Metastasis jauh

Mx = Tidak dapat diperiksa

M0 = Tidak ada metastasis jauh

M1 = Ada metastasis jauh

IV. PROSEDUR DIAGNOSIS

AnamnesisDikeluhkan adanya lesi seperti tahi lalat yang membesar, dapat pula lesi tersebut berupa borok yang tidak sembuh-sembuh.Pemeriksaan FisikGambaran klasik dikenal sebagai ”ulkus rodent” yaitu ulkus dengan tepi tidak rata, warna kehitaman di daerah perifer tampak hiperplasia dan di sentral tampak ulkus. Bentuk lain yang tidak klasik, tergantung dari variasi klinis, yaitu :1. Jenis Nodulo ulseratif (paling sering)

Lesi : mula-mula papul / nodul, diameter < 2 cm, tepi meninggi, permukaan mengkilat, sering ada telangiektasi, kadang dengan skuama halus dan krusta tipis. Warna seperti mutiara kadang translusen keabu-abuan atau kekuningan. Tumbuh lambat, bagian tengah timbul cekungan ulserasi (ulkus rodens).

2. Jenis berpigmenGambaran sama dengan nodulo ulseratif hanya berwarna coklat / hitam bintik-bintik atau homogen.

3. Jenis “morphea like” atau fibrosing (agak jarang)Lesi : bentuk plakat, warna kekuningan, tepi tidak jelas, kadang tepi meninggi. Pada permukaan tampak beberapa folikel rambut yang mencekung (gambaran klinik, seperti sikatrik), kadang tertutup krusta yang melekat erat (jarang ulserasi).

4. Jenis superficialLokasi : badan, leher, kepala.

Lesi : bercak kemerahan dengan skuama halus, tepi meninggi seperti kawat. Dapat meluas secara lambat, ulserasi (-). Biasanya multiple.

5. Jenis fibroepitelialLokasi : punggung.

Lesi : soliter, nodul keras, sering bertangkai pendek. Permukaan halus, sedikit kemerahan (mirip fibroma).

61

6. Sindroma karsinoma sel basal nevoid (sindroma Gorlin Galzt).Autosomal dominan, sindroma terdiri dari :a. Kelainan kulit :

- Ca sel basal multiple jenis nevoid- Cekungan (pits) pada telapak tangan dan kaki.- Milia, lipoma, fibroma.

b. Kelainan tulang : - Kista pada rahang - Kelainan tulang iga dan tulang belakang (scoliosis, spinabifida) c. Kelainan system saraf : - Perubahan neurologik (EEG abnormal, cerebeller meduloblastoma) - Retardasi mental

d. Kelainan mata : katarak, buta kongenital. e. Lain-lain : - Kalsifikasi falks serebri - Fibroma ovari dengan kalsifikasi - Kista limfatik di mesenterium 7. a. Jenis “linier and generalized follikuler basal cell nevi” (jarang). Sejak lahir. Lesi : jenis linier, berupa nodul + komedo dan kista epidermal tersusun seperti garis dan unilateral. Lesi tetap dengan bertambah usia.

b. Jenis “Generalized follikuler” : ada kerontokan rambut terhadap akibat kerusakan folikel rambut karena pertumbuhan tumor

Pemeriksaan penunjang1. Foto polos di daerah lesi untuk melihat infiltrasi, kalau perlu dilakukan CT-scan2. Biopsi insisi/eksisi untuk menentukan diagnosis histopatologis

V. PROSEDUR TERAPIDalam penatalaksanaaan basalioma, kita harus mencapai eksisi lesi yang radikal dan rekonstruksi dengan

mempertahankan fungsi yang baik. Terapi yang dianjurkan adalah : 1. eksisi luas dengan safety margin 0,5-1 cm, bila radikalitas tidak tercapai dilakukan radioterapi2. Untuk lesi <2 cm dan tipe superfisial dapat dilakukan radioterapi3. Untuk lesi rekuren, bila masih operabel dilakukan eksisi luas, bila inoperabel dilakukan radioterapi Penutupan defek akibat eksisi luas dapat berupa - jahitan primer, - transplantasi kulit baik secara STSG atau FTSG - pembuatan flap kulit, bila radikalitas operasi tercapai

Apabila fasilitas memungkinkan, terapi terbaik untuk basalioma adalah dengan Mohs Micrographic Surgery (MMS).

.

PENATALAKSANAAN KARSINOMA SEL SKUAMOSA

I. PENDAHULUANKarsinoma sel skuamosa adalah neoplasma maligna dari keratinizing cell dengan karakteristik anaplasia, tumbuh cepat, invasi lokal dan berpotensi metastasis

Patogenesis karsinoma sel skuamosa sama seperti karsinoma sel basal yaitu : adanya peran paparan sinar ultraviolet sinar matahari yang menyebabkan terjadinya

62

mutasi gen supresor, disamping itu terdapat pula peran imunosupresi dan infeksi virus.Karsinoma sel skuamosa dapat pula terjadi pada parut/scar luka bakar, yang disebut sebagai Marjolin ulcer.

Yang berisiko tinggi untuk mendapat kanker kulit adalah penderita kelainan pre kanker (xeroderma pigmentosum, keratosis senilis, compund nevus, multiple dysplatic nevi), bangsa kulit putih, terbakar sinar matahari, terpapar sinar pengion, arsen, jelaga, keloid luka bakar, penderita dengan fistula, immuno supresi, dsb.

Insidens tertinggi pada usia 50 – 70 tahun, paling sering pada kulit berwarna di daerah tropik. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Lesi dapat timbul dari kulit normal atau dari lesi prakanker, pada orang kulit kulit putih hal ini diduga akibat rangsangan sinar ultraviolet, karsinogen kimia (Coal tar, arsen, hidrokarbon polisiklik). Sedangkan pada kulit berwarna : predisposisi trauma, ulkus kronik, jaringan parut dan dapat pula terjadi dari fistel yang tidak sembuh-sembuh

Predileksi : kulit yang terpapar sinar matahari, membrana mukosa, lokasi terbanyak (orang kulit putih : wajah, ekstremitas atas, kulit berwarna : ekstremitas bawah badan, dapat pada bibir bawah, dorsum manus).

II. KASIFIKASI HISTOPATOLOGI

Disamping itu perlu dilaporkan pula gradasi histopatologisnya, yaituGx Gradasi diferensiasi tidak dapat diperiksaG1 Diferensiasi baikG2 Diferensiasi sedangG3 Diferensiasi burukG4 Tidak berdiferensiasi (undifferentiated)

III. STADIUM KLINIS

Klasifikasi TNMT – Tumor PrimerTx Tumor primer tidak dapat diperiksaT0 Tidak ditemukan tumor primerTis Karsinoma in situT1 Tumor dengan ukuran terbesar <2 cmT2 Tumor dengan ukuran terbesar >2 s/d <5 cmT3 Tumor dengan ukuran terbesar >5 cmT4 Tumor menginvasi struktur ekstradermal dalam, seperti kartilago, otot skelet atau tulang

N – Kelenjar getah bening regionalNx Kelenjar getah bening regional tidak dapat diperiksaN0 Tidak ditemukan metastasis kelenjar getah beningN1 Terdapat metastasis kelenjar getah bening regional

M – Metastasis jauhMx Metastasis jauh tidak dapat diperiksaM0 Tidak ada metastasis jauhM1 Terdapat metastasis jauh

Stadium Stadium 0 Tis N0 M0Stadium I T1 N0 M0Stadium II T2,T3 N0 M0Stadium III T4 N0 M0

Tiap T N1 M0Stadium IV Tiap T Tiap N M1

IV. PROSEDUR DIAGNOSTIKAnamnesisPenderita mengeluh adanya lesi di kulit yang tumbuh menonjol, mudah berdarah, bagian atasnya terdapat borok seperti gambaran bunga kol.Pemeriksaan FisikDidapatkan suatu lesi yang tumbuh eksofitik, endofitik, infiltratif, tumbuh progresif, mudah berdarah danm pada bagian akral terdapat ulkus dengan bau yang khas. Selain pemeriksaan pada lesi primer, perlu diperiksa ada tidaknya metastasis regional dan tanda tanda metastasis jauh ke paru-paru, hati, dll.

63

Pemeriksaan Penunjang1. Ra

diologi: X-foto toraks, X-foto tulang di daerah lesi, dan CTScan/ MRI atas indikasi

2. Biopsi untuk pemeriksaan histopatologi: - Lesi <2 cm dilakukan biopsi eksisional,

- lesi > 2 cm dilakukan biopsi insisional

V. PROSEDUR TERAPITerapi sama seperti basalioma, dalam melaksanakan tindakan operasi pada karsinoma sel skuamosa haruslah tercapai radikalitas operasi dan rekonstruksi penutupan defek yang baik.Dianjurkan untuk melakukan tindakan :• eksisi luas dengan safety margin 1-2 cm, bila radikalitas tidak tercapai dilakukan radioterapi• Untuk lesi rekuren, bila masih operabel dilakukan eksisi luas, bila inoperabel dilakukan radioterapi• Untuk lesi yang inoperabel dapat diberikan pemberian radioterapi pra operatif atau dilakukan operasi de bulking dilanjutkan dengan radioterapi pasca operatif.• Bila terdapat metastasis ke kelenjar getah bening regional, dilakukan diseksi kelenjar getah bening regional.• Penutupan defek akibat eksisi luas dapat berupa - jahitan primer, - transplantasi kulit baik secara STSG atau FTSG - pembuatan flap kulit, bila radikalitas operasi tercapai• Apabila fasilitas memungkinkan, terapi terbaik untuk karsinoma kulit adalah dengan Mohs Micrographic Surgery (MMS).

ADENOKARSINOMA

Adenokarsinoma kulit, kanker yang berasal dari sel adneksa kulit.

PENDAHULUAN-Tumor: di kulit atau subkutan yang melekat dengan kulit,

konsistensi padat.-Nodus: mungkin ada pembesaran kelenjar limfe regional.-Metastasis: mungkin terdapat tanda-tanda metastasis

jauh.

KANKER MERKEL

Berasal dari sel neuroendokrin kulit.

DERMATOFIBROSARKOMA PROTUBERANS

-Tumor: di kulit tumbuh menonjol di atas kulit, dengan kulit diatasnya berwarna kecoklatan seperti keloid, konsistensi padat keras.

-Nodus: jarang terdapat pembesaran kelenjar limfe regional.

-Metastasis: mungkin ada tanda-tanda metastasis jauh.

64

DAFTAR PUSTAKA

PROTOKOL PENATALAKSANAAN SARKOMA JARINGAN LUNAK ( SJL )( SOFT TISSUE SARCOMA )

65

Tim Perumus Protokol Penatalaksanaan Sarkoma Jaringan Lunak

Ketua : Dr. Idral Darwis, SpB(K)Onk

Anggota : Dr. Azamris, SpB(K)Onk Dr. Med. Didid Tjindarbumi, SpB(K)Onk Dr. Dimyati Achmad, SpB(K)Onk Dr. Eddy H. Tanggo, SpB(K)Onk Dr. Hariadi, SpPA Dr. Humala Hutagalung, SpB(K)Onk Dr. K.M. Yamin Alsoph, SpB(K)Onk Dr. Sonar Soni Panigoro, SpB(K)Onk Dr. Subianto, SpB(K)Onk Dr. Teguh Aryandono, SpB(K)Onk

PROTOKOL PENATALAKSANAAN SARKOMA JARINGAN LUNAK ( SJL )

( SOFT TISSUE SARCOMA )

I. PENDAHULUAN :

- Insidensi Data di Indonesia dan Luar Negeri

- Faktor risiko# Radiasi# Bahan karsinogen Kimiawi# Riwayat trauma# Faktor genetik

- Ruang lingkup* SJL pada dewasa* SJL pada Anak

- Multidisiplin

II. KLASIFIKASI HISTO-PATOLOGI

Origin PatologikOtot Rhabdomyosarcoma ;

Leiomyosarcoma

66

Lemak LiposarcomaSyaraf NeurofibrosarcomaEndothel AngiosarcomaFibrous Malignant Fibrous Histocytoma;

Fibrosarcoma

* Informasi pemeriksaan patologikUkuran tumorType dan Subtype histologiGradingMargin / batas sayatan ( jarak dalam cm tumor/zona

reaktif dan sayatan )InvasiSel nekrosis dan sel spesifik ( round cell )KGB : + / -

III. STADIUM KLINIK

Berdasarkan : UICC dan AJCC

Tabel AJCC 2002

Stadium IAG1 T1a N0 M0G1 T1b N0 M0G2 T1a N0 M0G2 T1b N0 M0

well / moderate grade ,< 5 cmsuperficial / deep

Stadium IB G1 T2a N0 M0G2 T2a N0 M0

well / moderate grade,> 5 cm, superficial

Stadium IIA G1 T2b N0 M0G2 T2b N0 M0

well / moderate grade,> 5 cm, deep

Stadium IIBG3 T1a N0 M0G3 T1b N0 M0G4 T1a N0 M0G4 T1b N0 M0

high grade, < 5 cm ,superficial / deep

Stadium IIC G3 T2a N0 M0G4 T2a N0 M0

high grade, > 5 cm,superficial

Stadium III G3 T2b N0 M0G4 T2b N0 M0

high grade, > 5 cm, deep

Stadium IV Any G Any T N1 M0Any G Any T N0 M1

Tidak dipengaruhi G dan T,meta KGB dan organ

jauh

IV. PROSEDUR DIAGNOSTIK

A. Anamnesis : Terdapat benjolan / masa tumor

kapan terjadinya sifat pertumbuhannya (cepat / lambat) keluhan penekanan pada jaringan

sekitarnya (p. darah, syaraf, gangguan gerakan sendi / otot)

B. Pemeriksaan fisik : lokasi tumor diskripsi tumor :

batas tegas / tidak ukuran permukaan konsistensi mobilitas nyeri tekan / tidak

KGB regional : teraba / tidak dan “ transits metastasis “ Tanda-tanda penekanan tumor dan

metastasis Fungsi motorik / sensorik Tanda-tanda bendungan

pembuluh darah # Tanda-tanda kelainan

pada paru, tulang dan hati

C. Pemeriksaan penunjang : Photo toraks CT scan ( daerah tumor )

D. Biopsi : a. Core biopsi / tru cut biopsi b. Biopsi terbuka ( pembedahan ): b.1 : Insisi - tumor > 3 cm b.2 : Eksisi - tumor < 3 cm Catatan : Lokasi insisi dipertimbangkan untuk

67

pembedahan definitif

E. Jika sudah di konfirmasi hasil patologik anatomik kelainan sarkoma, maka untuk penentuan stadium klinik dan strategi operasi dapat dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan: MRI ; bone scan dan angiografi

V. TERAPI

a. Assessment : Konfirmasi Dx/ histopatologik Tentukan stadium klinik dan resektabilitas /

kurabilitas Modalitas pengobatan : tunggal atau kombinasi Kombinasi kemoterapi dan radiasi jelaskan

tujuannya : Adjuvant ; neo-adjuvant ; paliatif Tindakan rehabilitasi akibat operasi : op.

rekonstruksi Informasi yang jelas untuk persetujuan pasien

b. Modalitas :

1. Bedah : dengan prinsip “ radical wide excision “ Evaluasi : - Intra lesion

- Eksisi marginal - Eksisi luas - Eksisi kuratif

(NB : masuk dalam penilaian patologi) Standar operasi : sesuai protokol dari grup Jepang (The Surgical Society for Musculo-skeletal sarcoma ) 2. Radiasi 3. Khemoterapi

Lesi tumor resektabel

Stad.

Histo.

Ukur.

tumor

Letak

SF/D

Grad

1/2/3

Modal. Marginil/m/

Adju.Y/T

JenisR/Kh

kI BedahII BedahIII Bedah

IVa Bedah+Disek

Lesi tumor tidak resektabel

Stad. Neo-AKhemo

Resp.

Modal. Marginil/m/k

Resp. Modal.Rad/Kh.

II 3 X + Bedah - ?III 3 X + Bedah - ?

IVa 3 X + Bedah - ?

Pembedahan debulking = intra lesionSyarat : eksisi tumor > 50 % dan sensitif terhadap modalitas radiasi dan khemoterapi

Lesi metastasis jauh ( Stadium IVb )

Tu. prim. tumbuhProgres / Lambat

Gejalasubyektif

Meta.Prog./Lambat

Modalitas

+ + Khemo + RadiasiBest supp. care

+ / L - + /L /resektabel

Bedah tu. prim + meta

Best supp. care- - +/L/resektabel Bedah tu.

sekunder/metaBest supp. care

68

Sarkoma dengan kekambuhan / rekuren

1. Kekambuhan lokala. Kekambuhan dengan tumor resektabel :

- Diperlakukan sama dengan kasus primer- Ditambah terapi adjuvant + ( modalitas

non bedah )

b. Kekambuhan dengan tumor tidak resektabel : - Diperlakukan sama dengan lesi tumor tidak

resektabel - Jika respons terapi (-), tujuan pengobatan adalah paliatif

2 Kekambuhan berupa metastasis jauh- Modalitas khemo dan radiasi

VI. PROGNOSIS

Angka kekambuhan lokal (disease free interval) cukup tinggi dan berhubungan dengan beberapa faktor yaitu :

- Ukuran tumor > 5 cm- Grading histologi tinggi- Lokasi tumor yang dalam ( deep ) dan

proksimal

Pada kasus yang pernah kambuh lokal, mempunyai resiko besar terjadinya metastasis jauh.

Catatan : Pemeriksaan immunohistokimia saat ini masih

dalam penelitian sebagai faktor prognostik antara lain :Ki67, p53, mdm2, p21, p16, p27 dan apoptosis

VII. FOLLOW UP

A. Waktu B. Pemeriksaan

bulan ke 3 Pem. fisikbulan ke 6 Pem. fisik, Ro. toraks dan CT-

scan bulan ke 12 Pem. fisik, Ro. toraks, Darah

rutin, CT-Scan, USG hati

VIII. FORMULIR REGISTRASI

Dalam upaya melakukan registrasi kanker perlu dipersiapkan perumusan data yang perlu dicatat pada formulir khusus penderita SJL.Data tersebut meliputi :

Identifikasi penderita Data klinik Dx/ Data modalitas terapi (pra bedah dan pasca

bedah) Data prosedur pembedahan beserta jarak

batas sayatan dengan referensi dari “ The Surgical Society for Musculoskeletal Sarcoma “, Jepang.

Data kekambuhan lokal dan metastasis jauh. Komplikasi

Alternatif pengobatan / terapi

Stad. IA, IB, IIALow grade (1 dan 2)

# Bedah : eksisi luas radikal# Eksisi luas + pre / post bedah radiasi# Tu. tidak resektabel : radiasi pra bedah + pembedahan + radiasi pasca bedah# Tu. retroperitoneum /

Potensi kambuh lokal kecilKhemotherapi tidak diberikanWide margin sulit

-

69

trunk dan L&K : Eksisi luas + radiasi Radiasi pra bedah + eksisi luas

Stad IIB, IIC, IIIHigh grade

# Bedah : eksisi luas radikal# Tumor > 5 cm : kombinasi radiasi# Tu. tidak resektabel : radiasi pra bedah + pembedahan # Keadaan tertentu : radiasi + khemoterapi pra bedah + bedah + radiasi

Potensi kambuh besarTh/ kombinasi dengan radiasi dan kemoterapi

Mencegah amputasi

Stad. IV N1

M1

# Eksisi luas radikal + limphadenektomi (jika n + ) + dengan / tanpa radiasi# Bedah + Radiasi (pre atau pasca bedah)# Dipertimbangan khemoterapi

# Eksisi luas radikal + radiasi Reseksi lesi metastasis dapat dilakukan dengan kriteria tertentu. - reseksi dengan batas sayatan (-) - lesi resektabel dengan batas sayatan tidak adekewat : radiasi - lesi tidak resektabel : th/ kombinasi radiasi dan khemoterapi - lesi retropert./ badan

dan H&L : bedah + khemoterapi + radiasi# Untuk tujuan paliatif diberikan terapi kombinasi khemoterapi: - CYVADIC - Ifos + Doxo + Mesna

RancanganProtokol Sarkoma Jaringan Lunak ( SJL )

( Soft Tissue Sarcoma )

Koordinator : Dr. Idral Darwis SpB- K (Onk)

Konsep RevisiPENATALAKSANAAN SARKOMA

JARINGAN LUNAK

70

I. PENDAHULUAN

Sarkoma jaringan lunak (SJL) tergolong keganasan yang relatif jarang ditemukan. Di Amerika angka kejadian 7800 kasus baru per tahun dan hampir 50% meninggal akibat penyakitnya. Di Indonesia belum ada data tentang SJL, baik yang berbasis Rumah Sakit maupun yang berbasis populasi.

Sampai saat ini penyebab pasti SJL belum diketahui pasti tetapi diperkirakan terdapat peran faktor radiasi, bahan kimia, riwayat trauma dan mutasi genetik pada “stem cell mesenchymal”.

Hampir 50% kasus terjadi di ekstremitas terutama ekstremitas bawah dan 30% kasus terjadi di visceral dan retroperitoneal. Kelakuan klinis tipe-tipe SJL hampir sama dan dibedakan dari letak anatomis, ukuran, gambaran spesifik histopatologi dan gradasi histopatologi.

II. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI SJLNo Jaringan Asal Bentuk Maligna1 Fibrous Fibrosarcoma2 Fibrohistiocytic Malignant fibrous histiocytoma3 Lipomatous Liposarcoma4 Smooth muscle Leiomyosarcoma5 Skeletal muscle Rhabdomyosarcoma6 Blood vessel Angiosarcoma7 Lymph vessel Lymphangiosarcoma8 Perivascular Malignant hemangio pericytoma9 Synovial Synovial sarcoma10 Paraganglionic Malignant paraganglioma11 Mesothelial Malignant schwannoma12 Extra skeletal cartilaginous and

osseousExtraskeletal chondrosarcomaExtraskeletal osteosarcoma

13 Pluripotential mesenchymal Malignant mesenchymoma14 Neural - Neuroblastoma

- Extraskeletal Ewing’s sarcoma

15 Miscellaneous - Alveolar soft part sarcoma- Epithelioid sarcoma- Malignant extra renal

rhabdoid tumor- Desmoplastic small cell

tumor

Gradasi HistopatologiTermasuk dalam penilaian gradasi adalah :

- Tingkat selularitas

- Diferensiasi- Pleomorfi- Nekrosis- Jumlah mitosis

American Joint Commission on Cancer (AJCC) dan Memorial Sloan-Kettering Cancer Center (MSKCC) membedakan atas gradasi rendah dan tinggi.

Disamping gradasi, diperlukan pula informasi pemeriksaan histopatologi berupa :

- Ukuran tumor- Tipe dan sub-tipe- Batas sayatan (margin)- Invasi

III. STADIUM KLINIKBerdasarkan UICC dan AJCC 2002

T – Primary tumorT0 No evidence of primary tumorT1 Tumor <5 cm in greatest dimension

T1a Superficial tumorT1b Deep tumor

T2 Tumor >5 cm in greatest dimensionT2a Superficial tumorT2b Deep tumor

N – Regional lymph nodesN0 No regional lymph node metastasisN1 Regional lymph node metastasisM – Distant metastasisM0 No distant metastasisM1 Distant metastasis

G – Histopathologic gradeLow gradeHigh grade

Stage Grouping (TNM System 6th edition, 2002)Stage IA Low grade T1a N0 M0

Low grade T1b N0 M0Stage IB Low grade T2a N0

M0Low grade T2b N0 M0

71

Stage IIA High grade T1a N0 M0High grade T1b N0 M0

Stage IIB High grade T2a N0 M0Stage III High grade T2b N0

M0Stage IV Any Any T N1 M0

Any AnyT AnyN M1

IV. PROSEDUR DIAGNOSTIKA. ANAMNESIS

1. Keluhan sangat tergantung dari dimana tumor tersebut tumbuh. Keluhan utama pasien SJL daerah ekstremitas tersering adalah benjolan yang umumnya tidak nyeri dan sering dikeluhkan muncul setelah terjadi trauma didaerah tersebut. Untuk SJL lokasi di visceral/retroperitoneal umumnya dirasakan ada benjolan abdominal yang tidak nyeri, hanya sedikit kasus yang disertai nyeri, kadang-kadang terdapat pula perdarahan gastro intestinal, obstruksi usus atau berupa gangguan neuro vaskular.

2. Perlu ditanyakan bila terjadi dan bagaimana sifat pertumbuhannya.

3. Keluhan yang berhubungan dengan infiltrasi dan penekanan terhadap jaringan sekitar

4. Keluhan yang berhubungan dengan metastasis jauh.

B. PEMERIKSAAN FISIK1. Pemeriksaan status generalis untuk menilai keadaan

umum penderita dan tanda-tanda metastasis pada paru , hati dan tulang.

2. Pemeriksaan status lokalis meliputi :a. Tumor primer :

o Lokasi tumoro Ukuran tumoro Batas tumor, tegas atau tidako Konsistensi dan mobilitaso Tanda-tanda infiltrasi, sehingga perlu

diperiksa fungsi motorik / sensorik dan tanda-tanda bendungan pembuluh darah, obstruksi usus, dan lain-lain sesuai dengan lokasi lesi.

b. Metastasis regional

Perlu diperiksa ada atau tidaknya pembesaran kgb regional.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Foto polos untuk menilai ada tidaknya infiltrasi pada

tulang.2. MRI / CT-scan untuk menilai infiltrasi pada jaringan

sekitarnya,3. Angiografi atas indikasi,4. Foto thoraks untuk menilai metastasis paru5. USG hepar / sidik tulang atas indikasi untuk menilai

metastasis6. Untuk SJL retroperitoneal perlu diperiksa fungsi

ginjal.7. Biopsi :

o Tidak dianjurkan pemeriksaan FNAB (sitologi)o Sebaiknya dilakukan “core biopsy” atau ‘tru

cut biopsy” dan lebih dianjurka untuk dilakukan biopsi terbuka, yaitu bila ukuran tumor < 3 cm dilakukan biopsi eksisi dan bila > 3 cm dilakukan biopsi incisi.

o Untuk kasus kasus tertentu bila pemeriksaan Histo PA meragukan, dilakukan pemeriksaan imunohistokimia.

Setelah dilakukan pemeriksaan di atas Diagnosis Klinis Onkologi telah dapat ditegakkan, selanjutnya ditentukan Stadium Klinik SJL Sesuai tabel di atas.Sebelum melakukan tindakan terapi terlebih dahulu harus dipastikan apakah kasus SJL tersebut kurabel atau tidak, resektabel atau tidak, dan harus dipastikan modalitas apa yang dimiliki (operasi, radiasi, khemoterapi), serta kemungkinan tindakan rehabilitasi.

V. PROSEDUR TERAPIDibedakan atas lokasi SJL, yaitu :A. EkstremitasPengelolaan SJL di daerah ekstremitas sedapat mungkin haruslah dengan tindakan “the limb-sparring operation” dengan atau tanpa terapi adjuvant (radiasi/khemoterapi). Tindakan amputasi harus ditempatkan sebagai pilihan

72

terakhir. Tindakan yang dapat dilakukan selain tindakan operasi adalah dengan khemoterapi intra arterial atau dengan hyperthermia dan “limb perfusion”.

1. SJL Pada Ekstremitas Yang ResektabelSetelah diagnosis klinis onkologi dan diagnosis

histopatologi ditegakkan secara biopsi incisi/ eksisi, dan setelah ditentukan gradasi SJL serta stadium klinisnya, maka dilakukan tindakan eksisi luas. Untuk SJL yang masih operabel / resektabel, eksisi luas yang dilakukan adalah eksisi dengan “curative wide margin” yaitu eksisi pada jarak 5 cm atau lebih dari zona reaktif tumor yaitu daerah yang mengalami perubahan warna disekitar tumor yang terlihat secara inspeksi, yang berhubungan dengan jaringan yang vaskuler, degenerasi otot, edema dan jaringan sikatrik.

o Untuk SJL ukuran < 5 cm dan gradasi rendah, tidak ada tindakan ajuvantsetelah tindakan eksisi luas.

o Bila SJL ukuran > 5 cm dan gradasi rendah, perlu ditambahkan radioterapi eksterna sebagai terapi ajuvan.

o Untuk SJL ukuran 5-10 cm dan gradasi tinggi perlu ditambahkan radioterapi eksterna atau brakhiterapi sebagai terapi ajuvan.

o Bila SJL ukuran > 10 cm dan gradasi tinggi, perlu dipertimbangkan pemberian khemoterapi preoperatif dan pasca operatif disamping pemberian radioterapi eksterna atau brakhiterapi.

Bagan Pengelolaan SJL Ekstremitas Resektabel

Diagnosis Klinis OnkologisDiagnosis Histopatologis

Gradasi / Stadium

SJL Yang Resektabel

Gradasi Tinggi Gradasi Rendah

Eksisi Luas Eksisi Luas

> 10 cm 5 – 10 cm > 5 cm< 5 cm

BT/RE BT/RE RE Observasi

Khemoterapi BT : Brakhiterapipre/pos op RE : Radiasi Eksterna

Bila terdapat metastasis pada kgb regional, dilakukan diseksi kgb regional.

2. SJL Pada Ekstremitas Yang Tidak ResektabelAda 2 pilihan yang dapat dilakukan, yaitu :

o Sebelum tindakan eksisi luas terlebih dahulu dilakukan radioterapi preoperatif atau neo ajuvan khemoterapi sebanyak 3 kali.

o Pilihan lain adalah dilakukan terlebih dahulu eksisi kemudian dilanjutkan dengan radiasi pasca operasi atau khemoterapi.Eksisi yang dapat dilakukan :

o Eksisi “wide margin” yaitu 1 cm diluar zona reaktif.o Eksisi “marginal margin” yaitu pada batas pseudo

capsul.o Eksisi “intralesional margin” yaitu memotong

parenchim tumor atau de bulking, dengan syarat harus membuang massa tumor > 50% dan tumornya harus berespon terhadap radioterapi atau khemoterapi.

Perlu perhatian khusus untuk SJL yang tidak ada respon terhadap radioterapi atau khemoterapi dapat dipertimbangkan tindakan amputasi.

73

Bagan Pengelolaan SJL Pada Ekstremitas Yang Tidak Resektabel

Diagnosis Klinis OnkologisDiagnosis Histopatologis

Gradasi / Stadium

SJL Yang Tidak Resektabel

Radioterapi preoperatif

Eksisi

Neoajuvan khemoterapi

Eksisi Luas Radioterapi postoperatif

Khemoterapi ajuvan

3. SJL Pada Ekstremitas Yang ResidifBila masih resektabel dilakukan eksisi luas

dilanjutkan terapi ajuvan radioterapi / khemoterapi. Bila sebelumnya pernah mendapat terapi ajuvan, perlu dipertimbangkan kembali apakah masih mungkin untuk khemoterapi ajuvan dengan regimen yang berbeda atau radiasi dengan modalitas yang lain.

Untuk kasus residif yang tidak resektabel dilakukan amputasi, bila pasien menolak dapat dipertimbangkan pengelolaan seperti kasus primer yang tidak resektabel.

B. SJL Di Daerah Viseral / Retroperitoneal

Jenis histopatologi yang sering ditemukan adalah liposarkoma dan leiomiosarkoma. Bila dari penilaian klinis / penunjang ditegakkan diagnosis SJL viseral / retroperitoneal harus dilakukan pemeriksaan tes fungsi ginjal dan pemeriksaan untuk menilai pasase usus. Sebelum operasi dilakukan “persiapan kolon” untuk kemungkinan dilakukan reseksi kolon. Modalitas terapi yang utama untuk SJL viseral / retroperitoneal adalah tindakan operasi.

Bila SJL telah menginfiltrasi ginjal dan dari tes fungsi ginjal diketahui ginjal kontralateral dalam kondisi baik, maka tindakan eksisi luas harus disertai dengan tindakan nefrektomi. Dan bila telah menginfiltrasi kolon, maka dilakukan reseksi kolon.

Seringkali tindakan eksisi luas yang dilakukan tidak dapat mencapai reseksi radikal karena terbatas oleh organ-organ vital seperti aorta, vena cava, dan sebagainya, sehingga tindakan yang dilakukan tidak radikal dan terbatas pada pseudo kapsul. Untuk kasus yang demikian perlu dipikirkan terapi ajuvan, berupa khemoterapi dan atau radioterapi.

Bagan Pengelolaan SJL Viseral / Retroperitoneal

Diagnosis Klinis + Pemeriksaan Penunjang= SJL viseral / retroperitoneal

Eksisi Luas Radikal Eksisi Tidak Radikal

74

Gradasi Gradasi Gradasi Khemoterapi ajuvanRendah Tinggi Tinggi dan atau Radioterapi

< 10 cm > 10 cm

Observasi

Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium / pemeriksaan penunjang ditegakkan diagnosis SJL viseral / retroperitoneal, kemudian dilakukan eksisi luas yang harus dinilai apakah tindakannya eksisi dengan wide margin atau marginal margin atau intra lesional.

1. Bila tindakan adalah reseksi radikal maka harus ditentukan gradasi dan ukuran tumoro Bila gradasi rendah, selanjutnya cukup di follow

upo Bila gradasi tinggi dan ukuran < 10 cm, cukup di

follow upo Bila gradasi tinggi dan ukuran > 10 cm maka

harus dilanjutkan dengan tindakan khemoterapi ajuvan dan atau radioterapi.

2. Bila tindakan tidak radikal maka harus dilanjutkan dengan tindakan khemoterapi ajuvan dan atau radioterapi.

C. SJL di Bagian Tubuh Laino Bila tumor masih resektabel, dilakukan eksisi, umumnya

dengan marginal margin, dilanjutkan dengan radioterapi ajuvan.

o Bila tumor tidak resektabel, dilakukan radioterapi preoperatif dilanjutkan dengan tindakan eksisi marginal margin.

o Bila tidak memungkinkan untuk tindakan eksisi luas, maka dilakukan radioterapi primer atau khemoterapi.

o Pada SJL di kepala dan leher yang tidak mungkin dilakukan eksisi luas maka dapat diberikan khemo radiasi.

D. SJL Dengan Metastasis jauhBila lesi metastasis tunggal masih operabel /

resektabel dapat dilakukan tindakan eksisi, tetapi bila tidak dapat dieksisi, maka dilakukan khemoterapi dengan Doxorubicin sebagai obat tunggal atau dengan obat khemoterapi kombinasi, yaitu Doxorubicin + Ifosfamide, terutama untuk pasien dengan status performance yang baik.Obat-obat kombinasi yang lain adalah :

o Doxorubicin + Dacarbazineo CyVADICo Doxorubicin + Ifosfamide – Mesna + Dacarbazine

VI SARKOMA JARINGAN LUNAK PADA ANAKVII FOLLOW UPDAFTAR PUSTAKA

PENATALAKSANAAN SARKOMA JARINGAN LUNAK PADA ANAK

I. PENDAHULUANSarkoma jaringan lunak pada anak (SJLA) termasuk

kasus yang jarang, yaitu sekitar 7,4% dari seluruh keganasan pada anak. Jenis SJLA yang sering dijumpai adalah Rhabdomyosarkoma yaitu +40% dari kasus SJLA.

Faktor prognostik tergantung dari beberapa hal, yaitu: stadium, ukuran, letak anatomis, umur dan tipe histopatologis.

II. RHABDOMYOSARKOMAa. Epidemiologi dan Etiologi

Rhabdomyosarkoma merupakan jenis SJLA yang tersering ditemukan, yaitu +60% pada SJLA dibawah 5 tahun dan +23% pada anak 15-20th, dan ditemukan sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki.

Faktor etiologi adalah multifaktor dan peran faktor familial telah diteliti peranannya karena rhabdomyosarkoma pada anak sering dihungkan dengan Li-Fraumeni syndrome, Beckwith-Weidsmann syndrome dan Neurofibromatosis-1 (NF-1).

75

Lokasi tersering adalah orbita dan intraabdominal-genitourinari. Disamping itu dapat pula terjadi intratorakal dan ekstremitas bawah.

b. Tipe HistopatologiRhabdomyosarkoma pada anak dibedakan atas :

- embryonal rhabdomyosarcoma- alveolar rhabdomyosarkoma- spindle cell rhabdomyosarcoma- botryoid rhabdomyosarcoma- undifferentiated rhabdomyosarcoma- rhabdomyosarcoma with rhabdoid

features

c. Stadium KlinikBerdasarkan stadium preterapi TNM

d. Prosedur DiagnostikBerdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik

sesuai dengan lokasi tersering rhabdomyosarkoma anak, termasuk pemeriksaan pada kgb regional dan metastasis jauh. Lokasi tumor di retrobulbair dapat berupa proptosis atau benjolan. Dan di lokasi lain berupa benjolan dengan kulit di atasnya normal, dapat tanpa keluhan atau disertai nyeri. Pemeriksaan penunjang meliputi foto polos atau CT-scan di tumor primer dan di tempat metastasis jauh. Kalau perlu dilakukan pula biopsi aspirasi pada bone marrow. Diagnosis pasti adalah dari biopsi insisi/eksisi.

e. Prosedur TerapiTergantung dari lokasi tumor primer dan

berhubungan dengan tipe histopatologi dan dianjurkan untuk melakukan terapi dengan multimodalitas dan multidisiplin, tidak dianjurkan untuk melakukan mutilasi yang agresif.

1. Lokasi di orbita dan parameningeal termasuk telinga tengah dan nasofaring. Dilakukan radioterapi sampai 5000 cGy atau khemoterapi dengan

kombinasi Vincristine, Dactinomycin dan Doxorubicin.

2. Lokasi di non orbita dan non parameningeal meliputi regio parotis, laring, palatum, tonsil, glosis/lidah, buccal/pipi, nasal/hidung, kepala dan leher. Bila memungkinkan harus dilakukan eksisi dilanjutkan dengan radioterapi adjuvant sampai 4500-5000cGy atau diberikan khemoterapi Vincristin, Dactinomycin dan Cyclophosphamide (VAC).

3. Lokasi di dinding thoraks, intrathoraks, dinding abdomen, paraspinal dan retroperitoneal. Terapi utama adalah eksisi radikal, kalau perlu diberikan adjuvant radioterapi bila tipenya embryonal.

4. Lokasi di ekstremitas. Dianjurkan untujk eksisi radikal sampai batas sayatan bebas secara mikroskopis. Tidak dianjurkan untuk tindakan amputasi atau eksisi kompartemen atau eksisi grup otot. Bila perlu dapat diberikan adjuvant radioterapi sampai 5000cGy. Kemoterapi tidak dianjurkan karena respons kurang baik.

5. Lokasi di genito-urinari. Bila memungkinkan dilakukan reseksi radikal, bila tidak mungkin dilakukan reseksi terbatas dilanjutkan dengan radioterapi adjuvant. Bila tidak dapat dilakukan reseksi, dapat dilakukan radioterapi preoperatif atau neoadjuvant khemoterapi dengan Vincristin + Dactinomycin dilanjutkan dengan reseksi

76