pande mas dan perkembangan gaya seni relief …

12
97 Vol. 11 No. 2, Juli 2014 Ari Supriyanto: Pande Mas dan Perkembangan Gaya Seni Relief pada Perhiasan Masa Klasik Akhir di Jawa PANDE MAS DAN PERKEMBANGAN GAYA SENI RELIEF PADA PERHIASAN MASA KLASIK AKHIR DI JAWA Ari Supriyanto Jurusan Kriya, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Surakarta Jl. Ki Hajar Dewantara 19 Kentingan, Jebres, Surakarta 57126 ABSTRAK Perhiasan dalam tulisan ini, merupakan salah satu artefak peninggalan Jawa kuno dari periode klasik akhir, yang dibuat oleh seorang ahli di bidang perhiasan yang disebut dengan istilah pande mas. Perhiasan emas dari masa klasik akhir di Jawa bisa dijumpai di Museum Nasional Jakarta. Tujuan penulisan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang perkembangan perhiasan emas, khususnya perhiasan yang memiliki relief dari masa klasik akhir di Jawa, dan mengetahui berbagai faktor yang melatar belakanginya yang satu sama lainnya saling terkait. Untuk mengarahkan interpretasi yang terarah mengenai berbagai hal yang harus diungkap di balik visual perhiasan secara tepat dan benar, maka penulisan penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan menggunakan metode pendekatan multidisiplin. Kata kunci: Pande mas, perhiasan di Jawa, masa klasik akhir. ABSTRACT Jewelry in this study, is one of the ancient Javanese artefacts from late classical period, made by an expert in the field of jewelry which is called pande mas. Gold jewelry from late classical period in Java can be found in the National Museum in Jakarta. The purpose of this research paper is to know about the development of gold jewelry, especially jewelry that has a relief of the classical period late in Java, and know the various factors behind them are related to one another. In connection with the various things that have to be revealed behind the visual jewelry appropriately and correctly, then the writing of this research is a qualitative study, using a multidisciplinary approach. Keywords: Pande mas, jewelry in Java, late classical period. A. Pendahuluan Menurut pengertiannya, perhiasan berarti benda yang dipakai untuk berhias (http:// www.kamusbesar.com/14092/perhiasan ). Perhiasan pada masa klasik di Jawa tidak hanya digunakan untuk menghias badan maupun pakaian, tetapi juga mempunyai fungsi lain, antara lain sebagai sarana upacara keagamaan. Sebagai contoh, ditemukannya cincin (biasanya dari emas) di samping benda-benda lain seperti gulungan emas atau perak yang bertuliskan mantra, batu akik, biji-bijian, dan sebagainya di dalam peripih (wadah benda-benda persajian) yang ditanam di dalam candi (Endang Sri Hardiati, 2006: 124). Penggunaan perhiasan sebagai sarana upacara juga dapat diketahui dalam prasasti Jawa Kuna, antara lain disebutkan bahwa dalam upacara penetapan sima (desa perdikan) ada rangkaian pemberian hadiah (pasek-pasek) kepada para pejabat berupa kain (wdihan), cincin, serta uang emas dan perak. Kitab Sumanasantaka (sekitar abad XII) menyebutkan hadiah yang diberikan itu (misalnya gelang, kalung, cincin) diperuntukan bagi mereka yang menguasai tingkat kepandaian dalam bidang seni musik, tari, dan sastra (http://www.majapahit- kingdom.com). Melihat Penggunaan perhiasan yang cukup luas, didukung ketersediaan sumber emas di kepulauan Nusantara yang sangat banyak, maka dapat dimengerti bahwa pembuatan dan pemakaian perhiasan pada masyarakat Indonesia kuna cukuplah banyak (Endang Sri Hardiati, 2006: 125). Benda-benda emas masa lampau tanpa membedakan fungsinya masing-masing pada hakekatnya adalah karya seni para pande mas (Timbul Haryono, 1994: 6-7). Logam emas dalam kehidupan masyarakat Jawa kuno digunakan untuk pembuatan artefak, dalam hubungannya dengan barang-barang perhiasan, logam emas dipilih karena berpenampilan menarik dan memiliki warna yang indah (suvarna). Selain itu, logam emas dianggap mempunyai nilai

Upload: others

Post on 10-Nov-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PANDE MAS DAN PERKEMBANGAN GAYA SENI RELIEF …

97Vol. 11 No. 2, Juli 2014

Ari Supriyanto: Pande Mas dan Perkembangan Gaya Seni Relief pada Perhiasan Masa Klasik Akhir di Jawa

PANDE MAS DAN PERKEMBANGAN GAYA SENI RELIEF PADA PERHIASANMASA KLASIK AKHIR DI JAWA

Ari SupriyantoJurusan Kriya, Fakultas Seni Rupa dan Desain

Institut Seni Indonesia SurakartaJl. Ki Hajar Dewantara 19 Kentingan, Jebres, Surakarta 57126

ABSTRAK

Perhiasan dalam tulisan ini, merupakan salah satu artefak peninggalan Jawa kuno dari periode klasik akhir,yang dibuat oleh seorang ahli di bidang perhiasan yang disebut dengan istilah pande mas. Perhiasan emasdari masa klasik akhir di Jawa bisa dijumpai di Museum Nasional Jakarta. Tujuan penulisan penelitian iniadalah untuk mengetahui tentang perkembangan perhiasan emas, khususnya perhiasan yang memiliki reliefdari masa klasik akhir di Jawa, dan mengetahui berbagai faktor yang melatar belakanginya yang satu samalainnya saling terkait. Untuk mengarahkan interpretasi yang terarah mengenai berbagai hal yang harus diungkapdi balik visual perhiasan secara tepat dan benar, maka penulisan penelitian ini merupakan penelitian kualitatif,dengan menggunakan metode pendekatan multidisiplin.

Kata kunci: Pande mas, perhiasan di Jawa, masa klasik akhir.

ABSTRACT

Jewelry in this study, is one of the ancient Javanese artefacts from late classical period, made by an expertin the field of jewelry which is called pande mas. Gold jewelry from late classical period in Java can be foundin the National Museum in Jakarta. The purpose of this research paper is to know about the development ofgold jewelry, especially jewelry that has a relief of the classical period late in Java, and know the variousfactors behind them are related to one another. In connection with the various things that have to be revealedbehind the visual jewelry appropriately and correctly, then the writing of this research is a qualitative study,using a multidisciplinary approach.

Keywords: Pande mas, jewelry in Java, late classical period.

A. Pendahuluan

Menurut pengertiannya, perhiasan berartibenda yang dipakai untuk berhias (http://www.kamusbesar.com/14092/perhiasan). Perhiasanpada masa klasik di Jawa tidak hanya digunakanuntuk menghias badan maupun pakaian, tetapi jugamempunyai fungsi lain, antara lain sebagai saranaupacara keagamaan. Sebagai contoh, ditemukannyacincin (biasanya dari emas) di samping benda-bendalain seperti gulungan emas atau perak yangbertuliskan mantra, batu akik, biji-bij ian, dansebagainya di dalam peripih (wadah benda-bendapersajian) yang ditanam di dalam candi (Endang SriHardiati, 2006: 124). Penggunaan perhiasan sebagaisarana upacara juga dapat diketahui dalam prasastiJawa Kuna, antara lain disebutkan bahwa dalamupacara penetapan sima (desa perdikan) adarangkaian pemberian hadiah (pasek-pasek) kepadapara pejabat berupa kain (wdihan), cincin, serta uang

emas dan perak. Kitab Sumanasantaka (sekitar abadXII) menyebutkan hadiah yang diberikan itu (misalnyagelang, kalung, cincin) diperuntukan bagi mereka yangmenguasai tingkat kepandaian dalam bidang senimusik, tari, dan sastra (http://www.majapahit-kingdom.com). Melihat Penggunaan perhiasan yangcukup luas, didukung ketersediaan sumber emas dikepulauan Nusantara yang sangat banyak, makadapat dimengerti bahwa pembuatan dan pemakaianperhiasan pada masyarakat Indonesia kuna cukuplahbanyak (Endang Sri Hardiati, 2006: 125).

Benda-benda emas masa lampau tanpamembedakan fungsinya masing-masing padahakekatnya adalah karya seni para pande mas (TimbulHaryono, 1994: 6-7). Logam emas dalam kehidupanmasyarakat Jawa kuno digunakan untuk pembuatanartefak, dalam hubungannya dengan barang-barangperhiasan, logam emas dipilih karena berpenampilanmenarik dan memiliki warna yang indah (suvarna).Selain itu, logam emas dianggap mempunyai nilai

Page 2: PANDE MAS DAN PERKEMBANGAN GAYA SENI RELIEF …

98 Vol. 11 No. 2, Juli 2014

Jurnal Kriya Seni

religius yang lebih jika dibandingkan dengan jenislogam lain (Timbul Haryono, 1991-1992: 62-63). Logamemas adalah salah satu jenis logam di sampingtembaga yang telah dimanfaatkan oleh manusia sejakditemukan logam. Emas telah menarik perhatianmanusia karena warnanya yang indah, oleh karenaitu tidak mengherankan bahwa karena memiliki warnayang indah maka logam emas banyak dimanfaatkanuntuk artefak ornamental (Timbul Haryono, 1991-1992:1). Artefak sangat dekat dengan kebendaan yangberwujud atau dapat dianalisis, sehingga antaraperwujudan sebuah artefak dan kehidupan manusiaselalu berjalan beriringan sesuai dengan perjalananwaktu. Artefak juga merupakan tingkah laku manusiayang memfosil, karena mengandung ide atau gagasanyang tersembunyi dalam pikiran manusia. Ide tersebutakan mengarahkan pembuatnya terhadap penentuanfungsi hasil karyanya (Timbul Haryono, 1994: 251).

Di Indonesia, benda-benda emasdiperkirakan sudah dikenal sejak masa prasejarah,tetapi bukti temuan artefak emas paling banyakberasal dari periode Klasik (DS Nugrahani danSektiadi, 2000: 13). Jenis perhiasan dari periode klasikIndonesia, baik masa Jawa Tengah (abad VIII-X)maupun Jawa Timur (abad X-XV), memiliki bentukyang lebih bervariasi baik corak maupun bentuknya,serta beberapa perhiasan terdapat relief yang unik(periksa Endang Sri Hardiati, 2006: 125, 130).Berdasarkan beberapa visual perhiasan emas dalamtulisan ini, jika ditinjau dari cerita maupun tokoh,terlihat bahwa relief yang ada pada perhiasan inimerupakan ungkapan seni rupa dari cerita yang berlatarbelakang agama Hindu dan Budha, namun ditinjaudari segi ekspresi bentuk, tidak boleh dikatakansemata-mata sama dengan apa yang terdapat di India.Di sini kita dihadapkan pada persoalan tentangbagaimana kreativitas dan kemandirian seniman Jawadalam mengolah tema cerita yang datang dari luarmenjadi karya seni relief. Apabila diamati tampakdengan jelas bahwa gaya seni relief pada masa klasikdi Jawa telah terjadi perkembangan-perkembanganyang menunjukkan adanya alur dinamika kreativitasseniman-seniman dari satu generasi ke generasi yangmengikutinya. Adanya perkembangan gaya seni relieftersebut dapat dijelaskan sebagai berikut, dalampembicaraan sejarah kesenian Indonesia seringdikatakan bahwa gaya seni relief periode Jawa Tengah(abad IX-X) berbeda dengan gaya seni relief periodeJawa Timur akhir (abad XIII-XV), dengan periode JawaTimur awal (abad XI-XIII) sebagai masa peralihannya(Kusen, 1985: 16). Karya seni relief Jawa Tengahbersifat naturalistik atau realistik dalam arti alam atau

makhluk hidup digambarkan sesuai dengankenyataan, sedangkan dalam periode Jawa Timurakhir makhluk hidup tidak lagi digambarkan sesuaidengan kenyataan, namun mengalami deformasi(Kusen, 1985: 16-17). Perlu dipahami disini, bahwadalam perupaan dari seni tradisi tidak ada yang benar-benar naturalis atau benar-benar abstrak sepeti dibarat, melainkan lebih dalam bentuk dekoratif (AryoSunaryo, 2009: 2). Hal tersebut merupakan kenyataanyang tidak dapat diingkari kebenarannya, namunrasanya tidak cukup apabila hanya menerima haltersebut begitu saja tanpa mencoba untuk mengetahuifaktor-faktor apa saja yang telah mendorong terjadinyapergeseran gaya seni relief tersebut (Kusen, 1985:17).

Berdasarkan beberapa hal di atasmenjadikan penulis tertarik untuk membahas tentangberbagai faktor yang melatar belakangi perkembangangaya relief pada perhiasan emas masa klasik akhir diJawa, dan juga tentang peran dan kedudukan ahlipembuat perhiasan (pande mas) di masyarakat Jawakuna. Penulis berharap tulisan ini bisa menambahpemahaman terhadap seni perhiasan pada masa klasikdi Jawa terutama masa klasik akhir, karena jikadibandingkan dengan penelitian artefak yang terbuatdari batu dan perunggu, penelitian ataupun tulisantentang perhiasan emas pada masa klasik di Jawarelatif sedikit (periksa John N Miksic, 1990: 23).

Berdasarkan telaah pustaka, ada beberapabuku yang membahas mengenai perhiasan emasJawa kuna, namun pembahasannya dari sudut lain,antara lain sebagai tersebut.

Buku berjudul Old Javanese Gold, disusunoleh John N. Miksic (1990), mengulas tentangberbagai fungsi emas dalam masyarakat Jawa kuno,dan salah satu fungsi emas adalah sebagai bahanpembuatan perhiasan. Buku ini menampilkan berbagaimacam contoh perhiasan Jawa Kuno, dari masaprasejarah sampai masa klasik akhir, dilengkapidengan keterangan daerah asal perhiasan ditemukan,bentuk, motif, fungsi, teknik pembuatan, dan ukuran.Perhiasan tersebut terdiri dari berbagai macam jenis,seperti: cincin (dipakai di jari tangan dan jari kaki)dengan batu atau tanpa batu, gelang (dipakai di tangandan kaki), kalung, liontin, penghias kuping, dan lain-lain.

Laporan penelitian dengan judul Logam Emas:Fungsi dan Maknanya dalam Sistem BudayaMasyarakat Jawa Kuno Abad VIII-XV, disusun olehTimbul Haryono 1991-1992, menjelaskan tentangperan dan fungsi logam emas pada masa pengaruhHindu-Budha berkembang di Indonesia. Dalam

Page 3: PANDE MAS DAN PERKEMBANGAN GAYA SENI RELIEF …

99Vol. 11 No. 2, Juli 2014

Ari Supriyanto: Pande Mas dan Perkembangan Gaya Seni Relief pada Perhiasan Masa Klasik Akhir di Jawa

laporan penelitian ini diperoleh kesimpulan, bahwadalam sistem budaya masyarakat Jawa kuna logamemas dianggap mempunyai nilai yang lebih religiusjika dibandingkan dengan jenis logam lain, sehinggalogam emas dipakai untuk benda-benda pemujaanseperti peripih dan arca (Timbul Haryono, 1991-1992:63-64).

Selanjutnya buku berjudul Koleksi EmasMuseum Sonobudoyo, yang disusun MuseumSonobudoyo melalui Proyek PembinaanPermuseuman DIY pada tahun 1999-2000. Tujuanditerbitkan buku ini adalah sebagai upaya memberikaninformasi tentang koleksi emas dari masa klasik awalyang dimiliki museum Sonobudoyo Yogyakarta untukkepentingan pendidikan, penelitian, dan sebagai bukupetunjuk bagi pengunjung museum.

Subjek matter dan batasan wilayah daripenelitian ini, fokus pada artefak berupa perhiasanberrelief dari masa klasik akhir di Jawa, sehingga datayang digunakan dalam pembahasan penelitian iniberdasarkan data arkeologis peninggalan dari masaklasik akhir. Perunutan kronologis terhadappertanggalan dan penyebaran perhiasan ternyatatidak semudah yang diharapkan, disebabkan datayang tidak lengkap terutama menyangkutpertanggalan yang absolut, dengan keterbatasan dataini maka dimensi waktu dinyatakan dalam masa atauperiode (Periksa Timbul Haryono, 2008: 111).

Perhiasan berrelief dalam penelitian inimerupakan peninggalan dari masa yang sudah berlaludan memil iki jarak waktu yang sangat jauh,menjadikan kita tidak dapat lagi menghubungipembuatnya secara langsung untuk menanyakan apamaksud, tujuan, serta hal-hal yang melatarbelakangimereka membuat perhiasan dalam wujud seperti yangkita jumpai sekarang (Periksa E.K.M. Masinambowdan Rahayu S. Hidayat, 2001: 133). Oleh karena itu,penulisan penelitian ini harus didukung berbagaisumber yang dapat memberikan informasi atauketerangan yang berkaitan dengan perhiasan darimasa klasik di Jawa, yang bisa diperoleh melalui studikepustakaan (library reseach), mengadakanpengamatan terhadap perhiasan dari masa klasik,wawancara, dan pengambilan foto (dokumentasi).Setelah data terkumpul, kemudian diseleksi sesuaidengan kebutuhan, dan selanjutnya dieksplanasikansecara kritis semua informasi (R.M. Soedarsono,2001: 127). Adanya jalinan yang saling terkait tentangberbagai faktor yang melatar belakangi keartistikanperhiasan berrelief, nampaknya tidak bisa diamatisecara visual atau dari satu sisi saja, sehingga perlutinjauan dari berbagai sisi, karena untuk mempelajari

sejarah seni rupa Indonesia harus ditelusuri bukansaja perwujudan visualnya, melainkan juga apa-apayang ada di balik permukaan itu, agar hasil seni rupatersebut dapat diterima seutuhnya (periksa SoedarsoSp., September 1990-Maret 1992: 12). Oleh karenaitu, penelitian ini merupakan penelitian kualitatifdengan menggunakan metode pendekatanmultidisiplin.

B. Kelompok Ahli Pembuat Perhiasan (PandeMas)

Berdasarkan prasasti-prasasti maupunkesasteraan kuno, sering dijumpai sebutan berbagaijenis kelompok kerja kerajinan dan ketrampilan.Kelompok ini sangat dibutuhkan dalam menunjangkehidupan masyarakat Jawa Kuno, tidak saja dibidang ekonomi tetapi juga bidang politik, sosial, danbudaya. Sistem pemerintahan dalam kerajaan dituntutadanya pemenuhan kebutuhan yang diperlukan olehberbagai institusi yang ada dalam suatu sistempemerintahan tersebut. Untuk dapat memenuhikebutuhan tersebut kerajaan perlu melibatkanrakyatnya untuk mengembangkan bakat-bakat dankeahlian yang dimilikinya. Kondisi seperti inilah yangkemudian menumbuhkan berbagai kelompok pekerjaspesialis dalam masyarakat Jawa Kuno (Ph. Subroto,dan Slamet Pinardi,1993: 207). Salah satu di antarakelompok pekerja spesialis tersebut, adalah kelompokmasyarakat industri. Kelompok masyarakat industriterdiri dari kelompok perajin, kelompok tukang, danlain-lain (Ph Subroto, dan Slamet Pinardi, 1993: 207-208).

Kelompok perajin atau penggarap industri disamping bekerja untuk memenuhi rakyat biasa, jugabekerja untuk memenuhi kebutuhan raja dankerabatnya. Oleh sebab itu, di antara merekasebagian ada yang tinggal di dalam kerajaan (atau didekat pusat kerajaan), dan ada sebagian besar yangtinggal di luar kerajaan. Berbagai kebutuhan raja dankerabatnya antara lain berupa kebutuhan pakaian danperhiasan, sehingga diperlukan penenun, penjahit,pembatik, penyelup, dan pande logam misalnya pandemas (Ph Subroto, dan Slamet Pinardi, 1993: 210).Selain itu, tugas kelompok perajin juga berhubungandengan eksistensi kerajaan yang memerlukan benda-benda sarana upacara kenegaraan, yang secaraperiodik diselenggarakan kerajaan (SP, Gustami, 2007:129).

Beberapa prasasti telah menunjukkankeberadaan kelompok perajin di dalam kehidupanmasyarakat sesuai dengan bidangnya masing-

Page 4: PANDE MAS DAN PERKEMBANGAN GAYA SENI RELIEF …

100 Vol. 11 No. 2, Juli 2014

Jurnal Kriya Seni

masing, yang umumnya disebut dengan sebutanpandai, apande, atau pande (Timbul Haryono, 2008:60-61. Kusen, Edi Trihantoro, dan Timbul Haryono,1993: 253). Prasasti Sadang misalnya, disebutkanapande wsi, apande mas, apande dadap, apandesingasingan, apande kawat, apande gangsa, apandetamra, apande petak, apande salaka, apande dang.Ist i lah-isti lah tersebut menunjukan adanyaspesialisasi pekerjaan, baik berdasarkan bahan logammaupun barang yang diproduksi (Kusen, EdiTriharyantoro, Timbul Haryono, 1993: 253). IstilahApande mas menunjukkan bahwa barang-barangyang dibuat adalah dari bahan logam emas, termasukmembuat perhiasan. Apande dadap adalah ahlidibidang pembuatan perisai. Apande singasingandapat diartikan sebagai ahli pembuatan senjata tajam,karena singasingan berasal dari kata singi yang berartitajam. Istilah apande kawat menunjukkan kepada ahlipembuatan kawat. Apande gangsa adalah ahlipembuatan barang-barang dari perunggu, kata gangsadalam bahasa Sansekerta adalah kamsa yang berartiperunggu. Apande tamra adalah ahli dalam bidangpembuatan barang-barang dari tembaga, kata tamraartinya sama dengan tamwaga yang berarti tembaga.Apande petak mungkin sekali berhubungan denganlogam yang berwarna putih, jika demikian maka logamitu adalah perak, dalam beberapa prasasti lainnyamenyebut kata pande pirak. Apande dang berarti ahlipembuatan dandang, yaitu periuk untuk menanak nasiyang biasanya terbuat dari tembaga. (Kusen, EdiTriharyantoro, Timbul Haryono, 1993: 253-254. TimbulHaryono, 2008: 60-61). Berdasarkan hal tersebut diatas, dapat diketahui bahwa perhiasan pada tulisanini termasuk perhiasan yang diciptakan oleh pandemas.

Sebagai seorang perajin, pande mas padaumumnya menjadi tertantang untuk memenuhi semuapermintaan kebutuhan hidup masyarakat danmendorong berkembangnya daya cipta. Aktivitaspenciptaan terkait dengan pertimbangan imankepercayaan sesuai jiwa zamannya, disertai pemikiranrasional untuk menciptakan karya seni yang estetis,kreatif, inovatif, efektif, dan efisien, yang dilambariperasaan estetik dan simbolik mendalam. Dengandemikian, berbagai macam karya cipta, termasukmembuat perhiasan menjadi sebuah karya untukmemenuhi kebutuhan masyarakat umum dankebutuhan kekuasaan (Periksa SP. Gustami, 2007:129). Memang dulu seni yang merupakan ekspresibelum ada, sehingga seni pada saat itu merupakanekspresi keindahan masyarakat yang bersifat kolektif.Belum ada perbedaan antara tukang dengan seniman,

sehingga sama-sama mengerjakan pekerjaankekriyaan (Soedarso Sp, 2006: 7-8).

Masyarakat dan lingkungan pande memilikikarakter dan ciri kehidupan yang khas, merupakanfenomena kehidupan sosial yang berlangsung secaraberkelanjutan. Mereka merupakan komunitas khususyang memiliki tradisi pewarisan keahlian secara turuntemurun. Hal ini menjadi lebih nyata ketika dilingkungan alam terdapat persediaan bahan baku yangdiperlukan, sehingga meraka dapat melakukanaktifitas penciptaan secara lancar. Di samping itu,kehadiran seni juga dipengaruhi oleh kondisi alamsekitarnya, karena selain menyediakan bahan bakubagi aktifitas hidup dan penciptaan seni, alam jugadapat menjadi sumber ide yang membantumenyadarkan manusia atas kebesaran kuasa Tuhansekaligus menjadi pendorong tersalurnya kegiatankreatif secara menyeluruh (SP. Gustami, 2007: 127-128).

Kehidupan masyarakat Jawa Kuno telahmengenal suatu sistem redistribusi, yaitu sistemkerjasama timbal balik dengan dasar saling memberidan menerima antara golongan penguasa kerajaandengan masyarakat. Para penggarap industri tersebutsangat mutlak diperlukan dalam menunjangkeberadaan suatu kerajaan, karena perannya yangsangat besar. Hal ini terlihat pada kenyataan dalamprasasti-prasasti yang merupakan produk penguasa.Kelompok penggarap industri sering disebut-sebutdalam prasasti, termasuk di dalamnya kelompok-kelompok perajin yang menghasilkan kebutuhan alat-alat rumah tangga, alat-alat persenjataan, alat-alatkesenian, barang-barang perhiasan, dan lainsebagainya, yang kesemuanya memiliki perananpenting dalam menunjang kehidupan sosial, ekonomikebudayaan, dan politik. Dengan demikian dapatdiketahui seberapa besar sektor industri dalam halini mencakup peran tukang dan perajin terhadapkehidupan perekonomian kerajaan, karenaperanannya yang cukup penting tentunya golonganpenggarap industri disebut watek i jero (wargga i jro)artinya warga dalam keraton. Namun berdasarkan datakesastraan Slokantara, pande mas dimasukkansebagai kelompok masyarakat kelas bawah yangdisebut sebagai kelompok astacandala ataupancacandala (Ph Subroto, dan Slamet Pinardi, 1993:211. Periksa Haryono, 2008: 62. Periksa jugaAndrisijanti, Inajati dan Musadad, 2007: 55-59).Golongan candala adalah golongan masyarakat yangpaling rendah diluar kasta (Timbul Haryono 2001: 96).Naskah lontar Agama-Adima di Bali, dikatakan bahwagolongan astacandala ada delapan, adalah undagi

Page 5: PANDE MAS DAN PERKEMBANGAN GAYA SENI RELIEF …

101Vol. 11 No. 2, Juli 2014

Ari Supriyanto: Pande Mas dan Perkembangan Gaya Seni Relief pada Perhiasan Masa Klasik Akhir di Jawa

(tukang kayu), amalanten (tukang cuci pakaian),amahat (tukang pahat), anjun (pembuat gerabah),apande singsinghen (pembuat senjata tajam), anguga(?),, anggabang (?), acirigimani (?). Sementaragolongan candala dalam naskah Slokantara: 43,dijelaskan bahwa candala itu ada lima, yaitu surasut(pemahat), krimidaha (pencuci pakaian), pranagha(jagal), kumbhakaraka (pembuat periuk), dandhatudagdha (pandai emas). Kelima (golongan) inidisebut-sebut sebagai candala, rumah-rumah merakatidak baik untuk dikunjungi oleh orang-orang yangbaik, karena mereka adalah kotor (Timbul Haryono,2008: 62. Timbul Haryono, 2001: 72, 96, 97).

Menurut perundang-undangan kerajaanMajapahit, jika ada anak yang lahir dari perkawinanpercampuran maka mempunyai status yang lebihrendah dari ayahnya, sehingga anak yang lahir dariperkawinan campuran antara laki-laki golongan sudradan perempuan dari golongan lainnya maka statusanak tersebut menjadi lebih rendah daripada sudra.Kebanyakan orang-orang yang lahir dari perkawinancampuran tersebut di atas adalah golongan candala(Slamet Muljana, 2011: 245). Prasasti Balitung tahun820 Saka (OJO XXI), memberikan keterangan bahwagolongan candala disebut dalam urutan sesudahsudra. Meskipun secara tersurat disebutkan adanyapembagian kasta dalam masyarakat Jawa kuna,namun tidak tampak dengan jelas apakah perbedaanmasing-masing kasta seketat seperti di India, dengankata lain kalau golongan luar kasta di India dianggapsebagai golongan yang paling rendah dan hina, di Jawatampaknya tidak demikian (Timbul Haryono, 2001:72).

Profesi sebagai pembuat perhiasan (pandeemas) merupakan sebuah pekerjaan yang istimewadan mendapat tempat yang dihormati, dalam kitabTantu Panggelaran disebutkan bahwa dalam rangkamembuat dasar-dasar kebenaran di Pulau Jawa,dewa-dewa memutuskan untuk turun ke Pulau Jawa,antara lain: Hyang Mahadewa turun ke bumi menjadiseorang pande emas dan mengajarkannya kepadamanusia membuat barang-barang perhiasan.Perumpamaan pande mas sebagai Hyang Mahadewamenunjukkan betapa unggulnya kedudukan dan peranpande mas (Timbul Haryono, 2008: 173-174). Di ibukota kerajaan, tempatnya berpusatnya manufaktur,istana merupakan pusat permintaan yang besar. Parapande seringkali diperlakukan dengan baik, akantetapi pekerjaan mereka dipandang sebagai upeti(tanda bakti) kepada raja atau pejabat perdagangan.Mereka tidak banyak dibayar untuk jasa-jasanya

sebab mereka sudah memperoleh perlindungan.1

(Periksa Anthony Reid. 2011), 117-118).Meskipun masyarakat Jawa kuno terdiri dari

beberapa beberapa golongan, namun secara garisbesar dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitugolongan bangsawan dan golongan masyarakatumum. Di antara dua golongan tersebut terjadihubungan timbal balik di dalam melangsungkankehidupannya, termasuk dalam mengatur kehidupanekonominya. Perekonomian masyarakat didukungoleh beberapa sektor usaha, antara lain pertanian,perdagangan, industri (usaha-usaha kerajinan,pertukangan), peternakan, pertambangan dan lain-lain.Faktor-faktor inilah yang biasanya dipakai sebagaikriteria untuk menentukan tingkat peradaban suatumasyarakat atau bangsa. Pengembangan di bidangindustri kerajinan bukan hanya untuk dapat memenuhituntutan kebutuhan yang berkembang karenamunculnya sistem pemerintahan yang baru, tetapikarena faktor kemampuan manusianya yang memangsudah siap. Kesiapan tersebut ditunjukkanoleh kemampuannya dalam mengant isipasiperkembangan-perkembangan tuntutan yang baru,yang tidak begitu saja mengadopsi apa yang telahberkembang di luar, tetapi sangat selektif sehinggamenimbulkan ciri khas sebagai suatu bangsa (PhSubroto, dan Slamet Pinardi, 1993: 211).

C. Relief pada Perhiasan Emas Masa Klasik Akhir

Sebagian pengamat menafsirkan bahwakebudayaan Jawa bersifat statis, pengembangan daninovasi baru jarang dilakukan, karena dikhawatirkanmerusak pakem atau aturan-aturan permainan yanglama diyakini sebagai suatu kebenaran. Tetapi, jikakita kaj i lebih jauh dalam berbagai kontekskebudayaan Jawa, sifat ketertutupan tersebut tidakbegitu telak terkunci, namun masih memilikiketerbukaan. Terbukti dengan datangnya pengaruhdari kebudayaan Hindu, Buddha, Islam, Barat, sertakebudayaan lainnya, justru membangun kebudayaanJawa secara lebih berbobot (Agus Sachari, 2002: 13).

Kedatangan agama Hindu dan Budha yangdikenal sebagai masa klasik di Indonesia, bukannyamelenyapkan kebudayaan nenek moyang yang sudahada, melainkan lebih memperkaya kebudayaanIndonesia. Kontak dan sintesa dengan kebudayaanlain mencetuskan kebudayaan dan kesenian yangharmonis, dinamik dan unik sesuai dengan jiwamasyarakat yang mula-mula bertujuan kepadapemujaan terhadap nenek moyang dan religi yang

Page 6: PANDE MAS DAN PERKEMBANGAN GAYA SENI RELIEF …

102 Vol. 11 No. 2, Juli 2014

Jurnal Kriya Seni

kemudian menjadi kreasi seni berupa ornamen. Padamasa tersebut bentuk ragam hias yang sebelumnyasudah ada yaitu bentuk-bentuk geometris, tetapdipakai sebagai hiasan pada benda-benda hasilbudaya, dan dipadukan dengan bentuk-bentuk nongeometris. Selanjutnya muncullah ragam hias berupapenggambaran manusia, dunia tumbuh-tumbuhan,dan dunia binatang di sedemikian rupa sehinggaterwujud suatu bentuk tertentu. Bentuk alam yangasli distilir seniman, maupun berdasar ragam-ragamyang bersifat turun-temurun. Rupanya pengaruh Hindumemberikan perkembangan dengan motif-motif hiasan(ragam hias) dan seni relief. Selain memiliki nilaiestetika, relief juga memiliki nilai simbolis religius dandapat menentukan identitas keagamaan (T.M. RitaLestari, 2010:11).

Di Indonesia, benda-benda emas diperkirakansudah dikenal sejak masa prasejarah, tetapi buktitemuan artefak emas paling banyak berasal dariperiode Klasik (DS Nugrahani dan Sektiadi, 2000: 13).Periode klasik akhir di Jawa, menurut Miksic adalahmasa yang berhubungan dengan peradaban JawaTimur antara awal abad X hingga abad IV (John NMiksic, 1990: 55). Jenis perhiasan dari periode klasikIndonesia, baik masa Jawa Tengah (abad VIII-X)maupun Jawa Timur (abad X-XV), memiliki bentukyang lebih bervariasi baik corak maupun bentuknya,serta beberapa perhiasan terdapat relief yang unik(periksa Endang Sri Hardiati, 2006:125, 130). Salahsatu perhiasan emas yang diperkirakan dari masaklasik akhir adalah perhiasan emas berrelief denganmotif kala. Kepala kala memiliki makna simbolis, yaitusimbol matahari, dan sebuah simbol dunia atas.Secara esensial sebagai sebuah jimat pelindung ataupenjaga pelindung untuk menolak kekuatan-kekuatanjahat (Claire Holt, 2000: 45). Di Jawa dan Bali, motifKala biasanya dipasang di atas pintu masuk candi,atau relung dinding candi. Hiasan Kala, khususnyayang terdapat pada pintu bangunan dipandang memilikikekuatan magis yang dapat memberi kehidupan danmenolak yang jahat. Kala digambarkan sebagai mukaraksasa, matanya melotot, mulutnya menyeringaidengan gigi bertaring (Aryo Sunaryo, 2009: 50). Kaladi candi Jawa Tengah pada umumnya tanpa rahangbawah dan bagian rambutnya dibuat ikal memancaratau dibentuk seperti tumbuh-tumbuhan yangtergayakan, semakin ke atas semakin meruncingmembentuk raut segitiga. Perkembangannya di candiJawa Timur dan Bali, motif Kala digambarkanmempunyai rahang bawah, dengan ekspresi wajahraksasa yang menyeramkan dan bernilai magis,terkadang tampak lidah menjulur ke luar dari mulut

yang terbuka dengan gigi bertaring panjang (AryoSunaryo, 2009: 50).

Gambar 1. Perhiasan emas bermotif kepala raksasa(kala) tanpa rahang bawah. Perhiasan dari sisi depan

(kiri) dan belakang (kanan).(Sumber: John N Miksic, 1990, 118)

Motif kala dan makara yang umumnyaditerapkan di candi Jawa pada masa klasik awal,dalam perkembangannya pada masa klasik akhir motiftersebut sering diterapkan pada perhiasan pribadi,misalnya sebagai hiasan untuk perhiasan gelang, danperhiasan telinga (John N Miksic, 1990: 112).

Gambar 2. Perhiasan gelang lengan (kelat bahu)bermotif kala yang memiliki rahang bawah, koleksiMuseum Nasional Jakarta. (Foto: Sutriyanto, 2012)

Bentuk perhiasan dengan motif kala lainnyadapat dilihat pada salah satu perhiasan telinga koleksiMuseum Nasional, terlihat kepala raksasa (kala)dengan mulut terbuka yang di dalamnya terdapatsebuah batu berwarna hijau (Endang Sri Hardiati, 2006:129). Perhiasan telinga merupakan perhiasan yangdikenakan atau dipasang di telinga, dapat berupasubang atau bentuk lain dengan interpretasi caramemakainya (DS Nugrahani dan Sektiadi, 2000: 21).

Berdasarkan beberapa perhiasan emas diatas, jika ditinjau dari cerita maupun tokoh, tidak dapatdisangkal lagi bahwa relief yang ada pada perhiasanini merupakan ungkapan seni rupa dari cerita yangberlatar belakang agama Hindu dan Budha, namunditinjau dari segi ekspresi bentuk, tidak boleh

Page 7: PANDE MAS DAN PERKEMBANGAN GAYA SENI RELIEF …

103Vol. 11 No. 2, Juli 2014

Ari Supriyanto: Pande Mas dan Perkembangan Gaya Seni Relief pada Perhiasan Masa Klasik Akhir di Jawa

dikatakan semata-mata sama dengan apa yangterdapat di India (Periksa Kusen, 1985: 16).

Gambar 3. Perhiasan telinga (anting-anting) bermotifkepala raksasa (kala) memiliki rahang bawah, koleksiMuseum Nasional Jakarta. (Foto: Ari Supriyanto, 2012)

Dengan kata lain, walaupun tema atau cerita

Jawa Tengah bersifat naturalistik atau realistik dalamarti alam atau makhluk hidup digambarkan sesuaidengan kenyataan, dalam periode Jawa Timur akhirmakhluk hidup tidak lagi digambarkan sesuai dengankenyataan, namun mengalami deformasi (Kusen,1985: 17). Perlu dipahami disini, bahwa dalamperupaan dari seni tradisi tidak ada yang benar-benarnaturalis atau benar-benar abstrak sepeti di barat,melainkan lebih dalam bentuk dekoratif (Aryo Sunaryo,2009: 2). Dekoratif adalah suatu kata sifat dari katadekoratif (decorate, decoration), yang berarti suatuaktifitas atau kegiatan yang berkaitan dengan ornamenatau ragam hias (Soegeng Toekio M., 1987: 10).Dekoratif pada umumnya melalui penggubahan-pengubahan bentuk yang digayakan (bentuk stilisasi)dan bernilai hias. Relief di candi Borobudur, meskidari segi perupaannya sering dianggap termasukrealistis, namun jika dicermati terutama pada isian-isian bidang di sekitar tokoh-tokoh, misalnya pohon,bangunan, dan lain-lain, ternyata ditampilkan secaradekoratif. Perkembangan selanjutnya, kesan dekoratifakan tampak lebih jelas dan kuat pada relief-reliefJawa Timur (Aryo Sunaryo, 2009: 2).

Menurut Kusen ada dua faktor utama yangmempengaruhi seniman dalam menciptakan karyarelief, yaitu faktor di luar diri seniman (eksternal), danfaktor di dalam diri seniman (internal). Faktor di luardiri seniman terdiri dari ruang, waktu, kebudayaan,serta bahan (media). Faktor di dalam diri senimanterdiri dari penghayatan tema, kreatifitas, ketrampilandan kemandirian/ rasa (Kusen, 1985: 19). Meskipunfaktor-faktor tersebut dibagi menjadi dua faktor, namundalam kenyataannya faktor-faktor tersebut salingberhubungan dan saling mempengaruhi (Kusen, 1985:17-20. Periksa Claire Holt, 2000: 47-71). Berdasarkanhal tersebut, maka dapat diuraikan faktor-faktor yangmenjadi pendorong seniman perhiasan (pande mas)dalam perkembangan seni perhiasan berrelief padamasa klasik akhir, sebagai berikut.

1. Faktor-faktor dari luar (eksternal).Secara teoritis dapat ditetapkan bahwa

perbedaan ruang dan waktu dapat menyebabkanterjadinya pergeseran ni lai-nilai yang ada dimasyarakat, walaupun masyarakat yang hidup dalamwaktu dan tempat yang berbeda-beda tersebut masihberada di dalam ruang lingkup kebudayaan yangsama. Pande mas adalah anggota masyarakat,sehingga meskipun pande mas seringkali menjadipembaharu (inovator), namun pada dasarnya merekatidak dapat sepenuhnya lepas dari pengaruhlingkungan budaya di mana mereka hidup, sehingga

dalam karya berasal dari India, namun perwujudangaya reliefnya tidak semata-mata sama dengan apayang terdapat dari India. Kemampuan manyerapsambil mengadakan seleksi dan pengolahan aktifterhadap pengaruh kebudayaan asing sampai dapatdicapai suatu ciptaan baru yang unik serta tidakterdapat seperti di dalam wilayah bangsa yangmembawa pengaruh budaya, sering dikenal denganistilah local genius (Haryono, 2008: 81). Istilahtersebut memiliki pengertian sebagai kemampuankebudayaan setempat dalam manghadapi pengaruhkebudayaan asing, sebagai akibat dari prosesakulturasi. Hakikat local genius adalah: mampubertahan terhadap budaya luar, memiliki kemampuanmengakomodasi unsur-unsur budaya luar, mempunyaikemampuan mengintegrasi unsur-unsur budaya luarke dalam kebudayaan asli, memiliki kemampuanmengendalikan, dan mampu memberikan arah padaperkembangan budaya (Haryono, 2008: 80).

Apabila diamati gaya seni relief pada masaklasik di Jawa tidak statis, dalam arti pada kurunwaktu tersebut telah terjadi perkembangan-perkembangan baru yang menunjukkan adanya alurdinamika kreativitas seniman-seniman dari satugenerasi ke generasi yang mengikutinya. Adanyaperkembangan gaya seni relief tersebut dapatdijelaskan sebagai berikut, dalam pembicaraansejarah kesenian Indonesia sering dikatakan bahwagaya seni relief periode Jawa Tengah (abad IX-X)berbeda dengan gaya seni relief periode Jawa Timurakhir (abad XIII-XV), dengan periode Jawa Timur awal(abad XI-XIII) sebagai masa peralihannya (Kusen,1985:16). Adanya perbedaan gaya seni relief tersebutdapat dijelaskan sebagai berikut, jika karya seni relief

Page 8: PANDE MAS DAN PERKEMBANGAN GAYA SENI RELIEF …

104 Vol. 11 No. 2, Juli 2014

Jurnal Kriya Seni

ruang dan waktu dapat menyebabkan terjadinyapergeseran tata nilai dalam memandang sesuatu(Kusen, 1985: 20-21). Dapat dipahami di sini bahwapikiran manusia, atau ide kreatif seniman tidak dapatdilepaskan dari kerangka pikirnya yang dibatasi olehwaktu, ruang, dan kerangka budayanya (Widagdo,2000: 115).

Pada masa klasik di Jawa, agama telahmenjiwai segenap lapangan kehidupan, termasukkebudayaan. Semua cabang kebudayaan, sepertiseni bangunan, seni pahat, seni sastra, seni reliefdan seni panggung bernafaskan keagamaan (SlametMuljana, 2011: 257). Seni atau kesenian merupakansalah satu unsur dalam kebudayaan manusia, dalamkajian arkeologi diketahui berawal dari kegiatan unsurbudaya yang lain, yaitu sistem religi. Dengan demikiandalam kurun waktu tertentu (terutama pada masaprasejarah) antara seni dan religi akan sulit dibedakankarena tidak mungkin dapat dipisahkan. Kondisiseperti ini, rupa-rupanya masih dapat dilihat padamasa-masa berikutnya yaitu dalam waktuberkembangnya agama Hindu-Buddha di Indonesia(H. Gunadi Kasnowiharjo, 2007: 128-129). Kontakantara kebudayaan Indonesia dengan kebudayaanHindu yang berasal dari India telah menghasilkankekayaan seni Indonesia yang luar biasa, oleh karenaagama Hindu dan Buddha selalu melibatkan senidalam upacara-upacara keagamaannya (R.M.Soedarsono, 1999: 229).

Bahan (medium) yang digunakan dalamtulisan ini semuanya menggunakan bahan logamemas. logam emas adalah salah satu jenis logam disamping tembaga yang telah dimanfaatkan olehmanusia sejak ditemukan logam. Emas telah menarikperhatian manusia karena warnanya yang indah, olehkarena itu tidak mengherankan bahwa karena warnaitulah maka logam emas banyak dimanfaatkan untukartefak ornamental (Timbul Haryono, 1991-1992: 1).Logam emas bagi masyarakat Jawa kuno, memilikinilai material yang tinggi dan mempunyai nilai simbolikreligius yang lebih tinggi dari pada bahan logam lain.emas dianggap dewanya dari segala jenis logam dammempunyai nilai kesakralan yang tinggi (TimbulHaryono, 2008: 174. Haryono, 1991-1992: 63-64).Pengamatan terhadap kualitas bahan merupakanmerupakan hal yang penting dalam menciptakan karyaseni. Dengan demikian, seniman tidak bisamelepaskan diri dari kualitas bahan yang dipilihsebagai media dasar pengungkapan karya seni,karena tiap bahan mempunyai sifat dan cirikarakteristiknya sendiri yang membutuhkan perlakuanteknis yang berbeda-beda (Kusen, 1985: 24-25).

Ketersediaan bahan baku juga mempengaruhikehadiran karya, karena bahan baku bisa menjadipendorong tersalurnya aktifitas kreatif penciptaan senisecara menyeluruh (SP. Gustami, 2007: 257). Padamasa pengaruh kebudayaan India di Indonesia ataudisebut masa Hindu-Buddha di Indonesia ataukhususnya di Jawa (dari abad ke-5 Masehi sampaiabad ke-15 Masehi), memang belum ditemukan situspenambangan bijih, namun pada masa itu masyarakatJawa telah memanfaatkan benda-benda logam dalamkehidupan mereka (Timbul Haryono, 2002: 6). Jawajelas merupakan pegimpor emas, sebab Jawamerupakan satu-satunya pusat penduduk yang tidakmemiliki sumber-sumber emas sendiri pada abad ke15 (Anthony Reid, 2011: 112).

Relief nampaknya menjadi media yangdigunakan pande mas pada perhiasan ini, kata mediaberarti antara, dan medium berarti bahan atau materialyang dipakai sebagai perantara. Jadi baik media, danmedium (bahan) memiliki arti yang umum yaitu sebagaiantara atau perantara. Berdasarkan hal di atas, makamedia dalam tulisan ini diartikan sebagai alat perantaraatau bentuk yang dipakai sebagai alat penghantar.Budaya manusia sebagai hasil dari tingkah lakumanusia atau hasil kreasi manusia memerlukan bahanatau material , dan alat penghantar untukmenyampaikan maksud atau pengertian yangterkandung di dalamnya. Alat penghantar budayamanusia itu dapat berbentuk bahasa, benda ataubarang, warna, suara atau tindakan atau perbuatanyang merupakan simbol-simbol budaya (BudionoHerusatoto, 1987: 85). Menurut Koentjaraningrat,simbol dalam agama atau religi adalah sebagai alatatau perbuatan untuk melakukan upacara keagamaanatau yang berhubungan dengan hal-hal religius.Kedudukan simbol dan tindakan simbolis dalam religimerupakan penghubung antara komunikasi humankosmis, dan komunikasi religius lahir dan batin.Tindakan simbolis merupakan bagian penting dantidak mungkin ditinggalkan manusia. Tindakansimbolis ini dapat diwujudkan dalam bermacam-macam bentuk dan cara. Salah satunya denganpembuatan relief-relief yang biasa ditemui di candi,tempat tinggal, dan benda-benda lain seperti senjata,bak air, serta perhiasan. Relief sebagai salah satupelengkap atau hiasan, biasanya berfungsi sebagaimedia penguasa khususnya dalam bidangkeagamaan untuk menyampaikan pesan-pesan yangberkaitan dengan keagamaan. Penggambaran reliefcerita biasanya mengacu pada trend cerita-cerita yangsedang berkembang atau popular (Edi Triharyantorodan Ni Ketut Wardani, 2007: 285).

Page 9: PANDE MAS DAN PERKEMBANGAN GAYA SENI RELIEF …

105Vol. 11 No. 2, Juli 2014

Ari Supriyanto: Pande Mas dan Perkembangan Gaya Seni Relief pada Perhiasan Masa Klasik Akhir di Jawa

2. Faktor InternalJika diperhatikan dengan seksama, berbagai

tema yang diangkat pada bentuk perhiasan berreliefdalam penelitian ini, terlihat terispirasi dari cerita-cerita yang sedang populer atau berkembang padasaat itu. Cerita adalah rangkaian peristiwa yang dialamioleh para tokoh yang berperan dalam kisah tersebut.Masalah yang dihadapi pande mas dalam hal iniadalah bagaimana memilih adegan atau tokoh darisebuah cerita, kemudian mewujudkannya ke bentukvisual. Pemilihan sangat perlu dilakukan, karena tidakmungkin semua kejadian atau tokoh yang disebutdalam cerita digambarkan secara utuh dalam bidangyang terbatas. Di sini lah penghayatan temadiperlukan, berbekal kemampuan yang dimiliki, pandemas memilih sebuah peristiwa penting (adegan)ataupun tokoh yang merupakan kunci dari peristiwa-peristiwa penting dalam sebuah cerita, yangdiharapkan bisa mewakili makna dan simbol yangdiinginkan konsumen (Periksa Kusen, 1985: 24).

Nampaknya bumi Indonesia ini cukup suburbagi tumbuhnya kapasitas artistik yang terdapat diantara penduduknya. Pengaruh dari India dan jugapengaruh-pengaruh dari lain disambut oleh tangan-tangan kreatif, dan pengaruh itu ditransformasikan kedalam kesenian Indonesia yang tinggi nilai danmutunya (Soedarso Sp., 1990-1992: 12). Namun tentusaja kelahiran sebuah gaya seni yang tinggi mutunyatergantung pada tinggi rendahnya daya kreativitas danketrampilan senimannya (Kusen, 1985: 22) .Kreativitas dapat hadir secara individu ataupunkelompok dalam bentuk di berbagai bidang, termasukbidang seni. Kreativ itas dapat diartikan dayakesanggupan seseorang menghasilkan sesuatu yangbaru sebagai wujud dari ide apa saja yang diwujudkandalam suatu produk. Sesuatu yang baru tidak hanyadan harus benar-benar asli hasil pemikiran sendiri,tetapi bisa saja kemampuan mengembangkan,menggabungkan, mengkombinasikan, mengurangi,menambah, dan sebagainya, dengan tidakmenghilangkan karakteristik sesuatu yang sudah adasebelumnya menjadi bentuk baru (Periksa Sugito, danWahyu Tri Atmojo, 2014: 55-63). Apabila diamatisecara mendalam, gaya seni relief pada periode klasiktidak statis, dalam arti pada kurun waktu tersebuttelah terjadi perkembangan-perkembangan baru yangmenunjukkan adanya alur dinamika kreativitasseniman-seniman dari satu generasi ke generasi yangmengikutinya (Kusen, 1985: 16).

Keterampilan pande mas pada masa klasikakhir telah mencapai tingkat yang lebih tinggidibandingkan dengan klasik awal. Desain yang rumit

dengan ornamen yang sangat padat yang meliputiseluruh permukaan benda, membuat pande masharus benar-benar menguasai berbagai teknikperwujudan (John N. Miksic, 1990: 109). Ornamenadalah komponen produk seni yang ditambahkan atausengaja dibuat untuk tujuan sebagai hiasan. Disamping tugasnya menghiasi yang implisitmenyangkut segi-segi keindahan, misalnya untukmenambah indahnya suatu barang sehingga lebihbagus dan menarik, akibatnya mempengaruhi puladalam segi penghargaannya, baik dari segi spiritualmaupun segi material atau finansialnya. Di sampingitu, di dalam seni ornamen sering ditemukan nilai-nilai simbolik atau maksud-maksud tertentu yang adahubungannya dengan pandangan hidup dari manusiaatau masyarakat penciptanya, sehingga suatu bendayang dikenai seni ornamen akan mempunyai arti yanglebih bermakna, disertai harapan-harapan tertentu pula(SP. Gustami, 2008: 4). Pada seni ornamen terdapattiga komponen pokok, yaitu adanya objek pokoksebagai tokoh yang diceritakan, kemudian figur-figuransebagai pendukung motif pokok, dan isian-isianbidang yang berperan sebagai latar belakang. Motifpokok, kecuali menjadi pusat perhatian danmemegang peranan penting yang kuat dalam suatususunan, juga merupakan wakil dari apa yangdimaksud oleh si pencipta mengenai suatu pokokpersoalan yang ingin diceritakan. Figuran-figuransebagai pendukung atau penunjang motif pokokberguna sebagai pengiring dalam suatu penampilanuntuk mencapai keberhasilan pada tingkat yangbagus. Isian bidang sebagai latar belakangdimaksudkan sebagai kelengkapan dari susunan polahias untuk menambah keindahan secara keseluruhan.Ketiga komponen itu jelas memiliki peran masing-masing, namun dalam suatu penyajian kehadirannyasaling mendukung demi tercapainya keselarasan yangutuh dan padu (SP. Gustami, 2008: 8-9).

Ketrampilan tangan dan unsur bakat artistikadalah prasyarat dasar bagi seorang kriyawan,sehingga dalam konsep kerjanya selalu memadukanunsur fungsi dan estetika, maka baginya membuatbarang dan peralatan tidak cukup memuaskan batinbila tujuannya hanya terbatas pada fungsi saja, tanpamenyertakan unsur-unsur keindahan (Widagdo, 2000:116). Keahlian dan pengalaman estetik nenek moyangdalam meramu berbagai pengaruh dalam satu keatuanyang utuh dan padu bukti kemandirian dalammenghadapi dan menerima setiap pengaruhpembaharuan (SP. Gustami: 2007: 4, 328, 329).Kontak antara kebudayaan Indonesia dengankebudayaan Hindu yang berasal dari India telah

Page 10: PANDE MAS DAN PERKEMBANGAN GAYA SENI RELIEF …

106 Vol. 11 No. 2, Juli 2014

Jurnal Kriya Seni

menghasilkan kekayaan seni Indonesia yang luarbiasa, oleh karena agama Hindu dan Buddha selalumel ibatkan seni dalam upacara-upacarakeagamaannya (R.M. Soedarsono, 1999: 229).Penciptaan seni terjadi oleh adanya proses cipta,karsa, dan rasa. Penciptaan di bidang senimengandung pengertian yang terpadu antarakreativitas, penemuan, dan inovasi yang sangatdipengaruhi oleh rasa. Namun demikian, logika dandaya nalar mengimbangi rasa dari waktu ke waktudalam kadar tinggi. Rasa muncul karena dorongankehendak naluri yang disebut karsa. Karsa dapatbersifat individu atau kolektif, tergantung darilingkungan serta budaya masyarakat (But Muchtardan Soedarsono, 1985: 1). Rasa dalam konsep senimerupakan konsep kunci, karena rasa adalah sasaranakhir dari suatu ungkapan seni (Sunardi, 2009: 36).Menurut Dasgupta, rasa adalah emosi yangdibangkitkan secara estetik oleh lingkungan dansituasi estetik. Selanjutnya Sedyawati berpendapatbahwa rasa dalam ilmu keindahan budaya Timur, Jawakhususnya, diartikan sebagai berpadunya ide yangdigiring serangkaian pengertian akal denganpenerimaan indera yang dilontarkan oleh wujud, gerakatau suara yang terpola yang melambangkanpengertian tertentu (Sunardi, 2009: 34-35).

Wujud perhiasan berelief dalam penelitian initerlihat berbeda-beda, terbukti tidak semua perhiasanmemiliki bentuk relief halus, sempurna dan elegan,karena tidak sedikit perhiasan dihiasi dengan ornamenyang agak kasar dan sederhana. Keragaman inimungkin menunjukkan bahwa pengrajin emasmemiliki kualitas rasa yang berbeda-beda (John N.Miksic, 1990: 51). Fenomena perbedaan kualitasartefak perhiasan tersebut, dapat juga disebabkankarena perbedaan selera konsumennya, perhiasandengan ornamen yang agak kasar dan sederhanauntuk masyarakat kelas bawah, sedang yang halusuntuk kalangan atas/ bangsawan, pejabat, dan orangkaya (Kusen, Edi Triharyantoro, Timbul Haryono,1993: 240). Namun, sebagai hasil karya seni, bentukyang halus atau kasar bukan menjadi hal yangmendasar, karena sebuah karya seni bisa sajamenyajikan bentuk yang kasar bahkan tidak indahtetapi memil iki makna yang mendalam bagipemakainya.

Secara keseluruhan, dalam sejarahkebudayaan Indonesia membuktikan bahwa gaya senirelief pada masa klasik akhir adalah sebuah responkreatif dari para pelaku seni pada suasanakebudayaan dari masa mereka (Claire Holt, 2000: 85).Baik seni dan hasil karya manusia apapun selalu akan

mewakili sifat dan kondisi yang sedang berkembangsaat itu (trend) yang dalam dunia kesenian seringdiartikan sebagai jiwa jaman (H. Gunadi Kasnowiharjo,2007: 130). Gaya-gaya seni relief pada perhiasan masaJawa Timur adalah sebuah respon kreatif dari seniman(pande mas) sesuai dengan suasana kebudayaan darimasa mereka (Claire Holt, 2000: 76), sehinggaberkesenian atau olah seni, bukanlah tujuan akhir,namun sebagai kendaraan untuk mencapai tingkatpenghayatan terhadap kehidupan religius. Hal inisenada dengan suasana sosial budaya pada masaitu, di mana agama masih menjadi kerangka budayadalam hidup bermasyarakat (Widagdo, 2000: 83).

D. Kesimpulan

Perhiasan emas dari masa klasik akhir diJawa dibuat oleh ahli pembuat perhiasan yang dikenalsebagai pande mas, walaupun pande mas tergolongdalam golongan di luar kasta (golongan rendah), bukanberarti pande mas menjadi orang yang disisihkan darilingkungan masyarakat. Hampir di setiap babakpemerintahan kerajaan di masa klasik akhir, karyayang dihasilkan pande mas berupa perhiasan tetapdibutuhkan oleh masyarakat luas. Hal ini berarti,bahwa walaupun terjadi pergantian sistem kekuasaankerajaan yang silih berganti, keberadaan pande mastetap dibutuhkan, sehingga tidak menutupkemungkinan jika pada masa tersebut banyakbermunculan bentuk-bentuk inovasi, berupa perhiasanyang dibuat para pande emas untuk mendukungkeberlangsungan kehidupan ekonomi, politik, sosial,dan budaya kerajaan, serta untuk keberlangsunganhidupnya.

Perkembangan perhiasan pada masa klasikdi Jawa juga tidak terlepas dari peran pande massebagai seorang inovator, namun segala potensi yangdimiliki pande mas juga dipengaruhi oleh berbagaihal yang ada di luar pande mas seperti, waktu, ruang,kebudayaan, dan ketersediaan bahan (media),sehingga dengan tema yang sama (seperti beberapaperhiasan dalam penelitian ini) memiliki bentuk yangberbeda-beda, karena dengan perbedaan ruang,waktu, dan budaya berpengaruh pada respon kreatifpande mas yang berbeda pula.

Catatan Akhir:

1 Wawancara dengan Desrika R.W., dan FifiaWardhani, Kepala dan Staf Seksi Koleksi ArkeologiKlasik Museum Nasional Jakarta, pada tanggal 10Februari 2012.

Page 11: PANDE MAS DAN PERKEMBANGAN GAYA SENI RELIEF …

107Vol. 11 No. 2, Juli 2014

Ari Supriyanto: Pande Mas dan Perkembangan Gaya Seni Relief pada Perhiasan Masa Klasik Akhir di Jawa

KEPUSTAKAAN

Agus Sachari. 2002. Estetika Makna, Simbol danDaya. Bandung: Penerbit ITB.

Aryo Sunaryo. 2009. Ornamen Nusantara: KajianKhusus tentang Ornamen Indonesia.Semarang: Dahara Prize.

Budiono Herusatoto. 1987. Simbolisme dalam BudayaJawa. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.

But Muchtar dan Soedarsono, 1985. Pendidikan SeniIndonesia. Jakarta: Konsorsium Seni.

DS Nugrahani dan Sektiadi. 2000. “Artefak EmasSonobudoyo: Pemerian Emas danTeknologi pembuatannya”, dalam Haryono,Timbul, dkk. Koleksi Emas MuseumSonobudoyo. Yogyakarta: ProyekPembinaan Permuseuman DIY.

Edi Triharyantoro dan Ni Ketut Wardani. 2007. “BakAir Seni Kriya Moral Majapahit”, dalamAndrisi janti , Inajati dan Musadad,Kriyamika: Melacak Akar danPerkembangan Kriya. Yogyakata: JurusanArkeologi Fakultas Ilmu Budaya UniversitasGadjah Mada.

E.K.M. Masinambow dan Rahayu S Hidayat. 2001.Semiotik: Mengkaji Tanda dalam Artifak.Jakarta: Balai Pustaka.

Endang Sri Hardiati. 2006. “Perhiasan”, dalam KarinaArifin, dkk. Majapahit-Trowulan. Jakarta:Indonesian Heritage Society.

H. Gunadi Kasnowiharjo. 2007. Seni Kriya dalamArkeologi: Suatu Tinjauan awal”, dalamAndrisi janti , Inajati dan Musadad,Kriyamika: Melacak Akar danPerkembangan Kriya. Yogyakata: JurusanArkeologi Fakultas Ilmu Budaya UniversitasGadjah Mada.

Holt, Claire. 2000. Melacak Jejak Perkembangan Senidi Indonesia, Terj. R.M. Soedarsono,Bandung: MSPI.

Inajati, Andrisijanti dan Musadad. 2007. Kriyamika:Melacak Akar dan Perkembangan Kriya.

Yogyakarta: Jurusan Arkeologi FakultasIlmu Budaya Universitas Gadjah Mada.

Kusen, 1985. “Kreativitas dan Kemandirian SenimanJawa dalam Mengolah Pengaruh BudayaAsing: Studi Kasus tentang Gaya SeniRelief Candi di Jawa Abad IX-XVI”, dalamSoedarsono [R.M. Soedarsono], RetnaAstuti, dan I.W. Pantja Sunjata, “AspekRitual dan Kreativitas dalam PerkembanganSeni di Jawa” (Yogyakarta: ProyekPenelitian dan Pengkajian KebudayaanNusantara / Javanologi).

Kusen, Edi Trihantoro dan Timbul Haryono. 1993.“Seni Majapahit”, dalam Kartodirdjo,Sartono. dkk. 700 Tahun Majapahit SuatuBunga Rampai. Surabaya: Dinas PariwisataDaerah Propinsi Daerah Tingkat I JawaTimur.

Miksic, John N. 1990. Old Javanese Gold. Singapore:Ideation,

Reid, Anthony. 2011. Asia Tenggara dalam KurunNiaga 1450-1680 Jilid 2: JaringanPerdagangan Global. Jakarta: YayasanPustaka Obor Indonesia.

R.M Soedarsono. 1999. Seni Pertunjukan Indonesia& Pariwisata. Bandung: Masyarakat SeniPertunjukan Indonesia.

______________. 2001. Metodologi Penelitian SeniPertunjukan dan Seni Rupa. Bandung:Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

Sartono Kartodirdjo. 1993. 700 Tahun Majapahit suatuBunga Rampai. Surabaya: Dinas PariwisataDaerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur.

Slamet Muljana. 2011. Tafsir SejarahNagarakretagama. Yogyakarta: LKIS.

Soedarso Sp. (September 1990-Maret 1992). SeniRupa Indonesia dalam Masa Prasejarah,dalam Buku Kataloq Pameran (KIAS)Kebudayaan di Amerika Serikat.

_________. 2006. Tri logi Seni Penciptaan,Eksistensi, dan Kegunaan Seni.Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta.

Page 12: PANDE MAS DAN PERKEMBANGAN GAYA SENI RELIEF …

108 Vol. 11 No. 2, Juli 2014

Jurnal Kriya Seni

SP Gustami. 2007. Butir-Butir Mutiara Estetika Timur,ide dasar penciptaan seni kriya.Yogyakarta: Prasista.

__________. 2008. Nukilan Seni Ornamen Indonesia.Yogyakarta: Arindo Nusa Media.

Soegeng Toekio M. 1987. Mengenal Ragam HiasIndonesia. Bandung: Penerbit Angkasa.

Subroto,Ph., dan Slamet Pinardi. 1993. “SektorIndustri pada Masa Majapahit”, dalamKartodirdjo, Sartono, dkk. 700 TahunMajapahit suatu Bunga Rampai. Surabaya:Dinas Pariwisata Daerah Propinsi DaerahTingkat I Jawa Timur.

Sugito, dan Wahyu Tri Atmojo. 2014 . “Kreativitas danTes Wartegg” (Jurnal Seni Rupa UniversitasNegeri Surabaya , Urna, vol. 3 No. 1).

Sunardi, 2009. “Konsep Rasa Estetik Nuksma danMungguh dalam pertunjukan WayangPurwa Gaya Surakarta”, dalam TimbulHaryono, dkk, Seni dalam Dimensi Bentuk,Ruang, dan Waktu. Jakarta: WedatamaWidya Sastra.

Timbul Haryono. 1991-1992. “Logam Emas: Fungsidan Maknanya dalam Sistem BudayaMasyarakat Jawa Kuno Abad VIII-XV”(Laporan Penelit ian Fakultas SastraUniversitas Gadjah Mada Yogyakarta.

______________. 1994 . “Aspek Teknis SimbolisArtefak Perunggu Jawa Kuno Abad VIII-X”(Disertasi Untuk Memperoleh Gelar Doktor

dalam Ilmu Sastra pada Universitas GadjahMada Yogyakarta).

______________. 2001. Logam dan PeradabanManusia. Yogyakarta: Philosophy Press.

______________. 2002 “Logam dan PeradabanManusia dalam Perspektif Historis-Arkeologis” (Pidato Pengukuhan JabatanGuru Besar pada Fakultas Ilmu BudayaUnuversitas Gadjah Mada).

______________. 2008. Seni Pertunjukan dan SeniRupa dalam Perspektif Arkeologi Seni.Surakarta: ISI Press Solo.

______________. 2009. Seni dalam Dimensi Bentuk,Ruang ,dan Waktu, Jakarta: WedatamaWidya Sastra.

Timbul Haryono, dkk. 2000. Koleksi Emas MuseumSonobudoyo. Yogyakarta: ProyekPembinaan Permuseuman DIY.

T.M. Rita Lestari. 2010. Ragam Hias Candi-Candi diDIY, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.Yogyakarta: Pusat Penelit ian danpengembangan Arkeologi Nasional.

Widagdo, Desain dan Kebudayaan. 2000. Jakarta:Direktorat Jenderal Pendidikan TinggiDepartemen Pendidikan Nasional.

Website:

http://www.kamusbesar.com/14092/perhiasanhttp://www.majapahit-kingdom.com