pandangan awam dan para ahli tentang psikologi inteligensi
DESCRIPTION
noTRANSCRIPT
SEJARAH INTELEGENSI
Pada awalnya telah dipraktekan oleh negara Cina sejak sebelum dinasti Han, yang
dilakukan oleh jenderal cina, untuk menguji rakyat sipil yang ingin menjadi legislatif
berdasarkan pengetahuan menulis klasik, persoalan administratif dan manajerial. Kemudian
dilanjutkan sampai pada masa dinasti Han (200 SM- 200 M), namun seleksi ini tidak lagi
untuk legislatif saja, tetapi mulai merambah pada bidang militer, perpajakan, pertanian, dan
geografi. Meskipun diawali dengan sedikit mencontoh pada seleksi militer perancis dan
Inggris. Sistem ujian telah disusun dan berisi aktivitas yang berbeda, seperti tinggal dalam
sehari semalam dalam kabin untuk menulis artikel atau puisi, hanya 1 % sampai dengan 7 %
yang diijinkan ikut ambil bagian pada ujian tahap kedua yang berakhir dalam tiga hari tiga
malam. Menurut Gregory (1992), seleksi ini keras namun dapat memilih orang yang
mewakili karakter orang Cina yang kompleks. Tugas-tugas militer yang berat cukup dapat
dilakukan dengan baik oleh para pegawai yang diterima dalam seleksi fisik dan psikologi
yang intensif.
Tokoh-tokoh yang berperan antara lain adalah Wundt. Beliau merupakan psikolog
pertama yang menggunakan laboratorium dengan penelitiannya mengukur kecepatan
berpikir. Wundt mengembangkan sebuah alat untuk menilai perbedaan dalam kecepatan
berpikir. Sedangkan Cattel (1890) menemukan tes mental pertama kali. Yang memfokuskan
pada tidak dapatnya membedakan antara energi mental dan energi jasmani. Meskipun Pada
dasarnya tes mental temuan Cattel ini hampir sama dengan temuan Galton.
Tokoh yang tak kalah pentingnya adalah Alfred Binet. Selain kontribusi nyata pribadi beliau
dengan menciptakan tes intelegensi, beliau juga bekerja sama dengan Simon (1904) untuk
membuat instrumen pengukur intelegensi dengan skala pengukuran level umum pada soal-
soal mengenai kehidupan sehari- hari. Perkembangan selanjutnya dua tokoh ini
mengembangkan penggunaan tes intelegensi dengan tiga puluh items berfungsi
mengidentifikasikan kemampuan sekolah anak. Tahun 1912, Stres membagi mental age
dengan cronological age sehingga muncul konsep IQ.
PANDANGAN AWAM DAN PARA AHLI TENTANG PSIKOLOGI
INTELIGENSI
Masyarakat umum mengenal inteligensi sebagai istilah yang menggambarkan
kecerdasan, kepintaran ataupun kemampuan untuk memecahkan problem yang dihadapi.
Gambaran tentang anak yang berinteligensi tinggi adalah gambaran mengenai siswa yang
pintar, siswa yang selalu naik kelas dengan nilai baik, atau siswa yang dianggap unggulan di
kelasnya. Selain itu juga meluas pada citra fisik, yaitu citra anak yang wajahnya bersih,
berpakaian rapi, matanya bersinar, atau berkaca mata. Sebaliknya gambaran anak yang
berinteligensi rendah membawa citra seseorang yang lamban berpikir, sulit mengerti, prestasi
belajarnya rendah, dan mulut lebih banyak menganga disertai tatapan mata bingung.
Stenberg dan kawan-kawan menemukan bahwa konsepsi orang awam mengenai
inteligensi mencangkup tiga faktor kemampuan utama, yaitu:
a. Kemampuan memecahkan masalah-masalah praktis yang berciri utama adanya
kemampuan berpikir logis.
b. Kemampuan verbal (lisan) yang bercirikan utama adanya kecakapan berbicara dengan
jelas dan lancar.
c. Kompetisi sosial yang bercirikan utama adanya kemampuan umum menerima
oranglain sebagaimana adanya. .
Orang awam tidak saja menekankan makna inteligensi pada aspek kemampuan intelektual
(kognitif) semata akan tetapi mementingkan pula aspek kemampuan sosial yang bersifat
nonkognitif. Selanjutnya disimpulkan pula bahwa orang cenderung lebih mengutamakan
faktor kognitif daripada faktor-faktor nonkognitif dalam menilai inteligensi orang lain
maupun intelegensi dirinya sendiri (Sternberg, 1981).
Berikut ini adalah tabel yang memuat mengenai ciri-ciri inteligensi menurut orang awam dan
para ahli dilihat dari berbagai pengertian dan definisi yang pernah dikemukakan.
Awam Para ahli
Kemampuan Praktis untuk Pemecahan
Masalah
1. Nalar yang baik
2. Melihat hubungan diantara berbagai
Kemampuan Memecahkan Masalah
1. Mampu menunjukkan pengetahui
mengenai masalah yang dihadapi
2. Mengambil keputusan tepat
hal
3. Melihat aspek permasalahan secara
menyeluruh
4. Pikiran terbuka
Kemampuan Verbal
1. Berbicara dengan artikulasi yang baik
dan fasih
2. Berbicara lancar
3. Punya pengetahuan di bidang tertentu
Kompetensi Sosial
1. Menerima orang lain seperti adanya
2. Mengakui kesalahan
3. Tertarik pada masalah sosial
4. Tepat waktu bila berjanji
3. Menyelesaikan masalah secara
optimal
4. Menunjukkan pikiran jernih
Inteligensi Verbal
1. Kosakata baik
2. Membaca dengan penuh pemahaman
3. Ingin tahu secara intelektual
4. Menunjukkan keingintahuan
Inteligensi Praktis
1. Tahu situasi
2. Tahu cara mencapai tujuan
3. Sadar terhadap dunia sekeliling
4. Menunjukkan minat terhadap dunia
luar
Tabel: faktor-faktor dasar dalam konsepsi awam dan konsepsi para ahli mengenai inteligensi
(dari Stenberg, 1981 dalam Rathus, 1986)
DEFINISI INTELIGENSI
A. Definisi Intelegensi Berdasarkan Etimologis.
Intelegensi berasal dari bahasa inggris yaitu “Intelligence” yang juga berasal dari
bahasa latin yaitu “Intellectus dan Intelligentia”. Teori tentang intelegensi pertama
kali dikemukakan oleh Spearman dan Wynn Jones Pol pada tahun 1951. Spearman
dan Wynn mengemukakan adanya konsep lama mengenai suatu kekuatan (power)
yang dapat melengkapi akal pikiran manusia tunggal pengetahuan sejati. Kekuatan
tersebut dalam bahasa Yunani disebut dengan “Nous” dan penggunaan kekuatannya
disebut “Noeseis”.
B. Definisi Intelegensi Menurut Para Ahli.
1. Alfred Binet, seorang tokoh utama perintis pengukuran inteligensi, bersama
dengan Theodore Simon mendefinisikan inteligensi terdiri atas 3 komponen yaitu:
a. Kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan
b. Kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan tersebut telah
dilaksanakan
c. Kemampuan untuk mengkritik diri sendiri atau melakukan autocritism
2. Lewis Madison Terman pada tahun 1916 mendefinisikan intelegensi sebagai
kemampuan seseorang untuk berpikir secara abstrak.
3. H.H Goddard pada tahun 1946 mendefinisikan inteligensi sebagai tingkat
kemampuan pengalaman seseorang untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
langsung dihadapi dan untuk mengantisipasi masalah-masalah yang akan datang
4. V.A.C Henmon mengatakan bahwa inteligensi terdiri atas dua macam faktor,
yaitu:
a. Kemampuan untuk memperoleh pengetahuan
b. Pengetahuan yang telah diperoleh
Definisi ini bersesuaian dengan definisi yang diusulkan oleh Baldwin yang
mengatakan inteligensi sebagai daya atau kemampuan untuk memahami
(Wechsler, 1958).
5. Edward Lee Thorndike (1913) seorang tokoh fungsionalisme mengatakan bahwa
inteligensi adalah kemampuan dalam memberikan respon yang baik dari
pandangan kebenaran atau fakta (Wilson, dkk., 1974).
6. George D. Stoddard (1941) menyebut inteligensi sebagai bentuk kemampuan
untuk memahami masalah yang bercirikan:
a. Mengandung kesukaran
b. Kompleks, yaitu mengandung bermacam jenis tugas yang harus dapat diatasi
degan baik dalam arti bahwa indivisu yang inteligen mampu menyerap
kemampuan baru dan memadukannya dengan kemampuan ang sudah dimiliki
untuk kemudian digunakan dalam menghadapi masalah
c. Abstrak, yaitu mengandung simbol-simbol yang memerlukan analisis dan
interpretasi
d. Ekonomis, yaitu dapat diselesaikan dengan menggunakan proses mental yang
efisien dari segi penggunaan waktu
e. Diarahkan pada suatu tujuan
f. Mempunyai nilai sosial, yaitu cara dan hasil pemecahan masalah dapat
diterima oleh nilai dan norma sosial
g. Berasal dari sumbernya, yaitu pola pikir yang membangkitkan kreativitas
untuk menciptakan sesuatu yang baru dan lain .
7. David Wechsler, pencipta skala inteligensi mendefinisikan inteligensi sebagai
kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan
tertentu , berpikir secara rasional, serta menghadapi lingkungannya dengan efektif
(Wechsler, 1958; Bernard, 1965 h.215).
8. Walters dan Gardner (1986) mendefiniskan inteligensi sebagai suatu kemampuan
untuk memungkinkan individu memecahkan masalah, atau produk sebagai
konsekuensi eksistensi suatu budaya tertentu (Stenberg & Frensch, 1990)
9. Flynn (1987 dalam Baron, 1996) mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan
untuk berpikir secara abstrak dan kesiapan untuk belajardari pengalaman.
PENDEKATAN DALAM INTELEGENSI
Maloney dan Ward (Gorth-Marnat,1976, dalam Azwar hal 11) mengemukakan empat
pendekatan umum, yaitu :
a. Pendekatan teori belajar
Inti dari pendekatan teori belajar mengenai masalah hakikat intelegensi
terletak pada pemahaman mengenai hukum – hukum dan prinsip umum yang
dipergunakan oleh individu untuk memperleh bentuk – bentuk perilaku baru. Dalam
pendekatan ini, para ahli memusatkan perhatian pada perilaku yang tampak dan bukan
pad pengertian mengenai konsep mental dari intelegensi. Yang menjadi pusat
perhatian para ahli teori belajar adalah respon seseorang terhadap situasi tertentu dan
cara bagaimana ia menyesuaikan diri terhadap situasi tersebut. Bagi para ahli teori
belajar, suatu perilaku intelejen adalah perilaku yang berisi proses belajar (learning
process) pada level fungsional tingkat tinggi dan merupakan respon khusus terhadap
tuntutan dari luar. Dalam pendekatan ini, perlu ditekankan bahwa intelegensi
bukanlah sifat kepribadian (trait) akan tetapi merupakan kualitas hasil belajar yang
telah terjadi. lingkungan belajar sendiri menentukan kualitas dan keluasan cadangan
perilaku seseorang dan karenanya dianggap menentukan relativitas intelegensi
individu.
b. Pendekatan neurobiologis
Pendekatan ini beranggapan bahwa intelegensi memiliki dasar anatomis dan
biologis. Perilaku intelejen dapat ditelusuri dasar - dasar neuro-anatomis dan proses
neurofisiologis oleh karena itu dalam berbagai riset selalu dipentingkan untuk melihat
korelasi-korelasi intelegensi pada aspek-aspek anatomis, elektrokimia, atau fisiologi.
Pendekatan neurobiologis menimbulkan berbagai teori intelegensi yang mengaitkan
perilaku intelegensi serta ciri-cirinya pada aspek-aspek biologis. Hal itu tampak antara
lain pada teori Halstead (1961) mengenai intelegensi biologisnya juga pada teori
intelegensi yang dikemukakan oleh Cattell (1963) dan Hebb (1972).
c. Pendekatan psikometris
Ciri utama dalam pendekatan ini adalah adanya anggapan bahwa intelegensi
merupakan suatu konstrak (contrucs) atau sifat (trait) psikologis yang berbeda
kadarnya bagi setiap orang. Pendekatan ini lebih mengutamakan perhatian pada cara
praktis melakukan klasifikasi dan prediksi berdasarkan hasil pengukuran intelegensi
daripada meneliti hakikat intelegensi itu sendiri. Sigel (1963, groth-Marnat,1984
dalam Azwar hal 13) mengatakan bahwa suatu kritik terhadap pendekatan psikometris
adalah penekanan berlebihan dari pihak perancang tes pada aspek kuantitatif
intelegensi dan kurangnya perhatian pada aspek kualitatif. Dalam pendekatan
psikometris sendiri, terdapat dua arah studi yaitu pertama yang bersifat praktis dan
lebih menekankan pada pemecahan masalah (problem solving) dan kedua adalah yang
lebih menekankan pada konsep dan penyusunan teori. Pendekatan psikometris inilah
yang melahirkan berbagai skala – skala pengukuran intelegensi yang menjadi skala
intelegensi yang banyak dikenal sekarang.
d. Pendekatan teori perkembangan
Dalam pendekatan teori perkembangan studi intelegensi dipusatkan pada
masalah perkembangan intelegensi secara kualitatif dalam kaitannya dengan tahap –
tahap perkembangan biologis individu.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar,S. (2010). Pengantar PSIKOLOGI INTELEGENSI. Yogyakarta : Pustaka Belajar
http://11124acs.blogspot.com/2012/03/intelegensi-menurut-alfred-binet.html
PENGANTAR PSIKOLOGI INTELEGENSI
Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Intelegensi
Disusun oleh :
Ferry Hernoyo M2A009010
Hafni Hilda Nafeesa M2A009014
Rully Nurmalita M2A009018
Hana Afradhila M2A009021
Gilang Rastu Gati M2A009041
Irma Setyawati M2A009084
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012