pak tekstil

Upload: any-tiwi-pujiani

Post on 16-Jul-2015

1.382 views

Category:

Documents


44 download

TRANSCRIPT

1) Penyakit Akibat Kerja (PAK)1. Definisi Penyakit Akibat Kerja (Occupational Disease)

Penyakit yang diderita karyawan dalam hubungan dengan kerja baik faktor resiko karena kondisi tempat kerja, peralatan kerja, material yang dipakai, proses produksi, cara kerja, limbah perusahaan dan hasil produksi (Harjono). Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease. Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard di tempat kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh antara lain debu silika dan Silikosis, uap timah dan keracunan timah. Akan tetapi penyebab terjadinya akibat kesalahan faktor manusia juga (WHO). Dalam melakukan pekerjaan apapun, sebenarnya kita berisiko untuk mendapatkan gangguan Kesehatan atau penyakit yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut.Oleh karena itu, penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan pekerjaan yang diselenggarakan oleh ILO (International Labour Organization) di Linz, Austria, dihasilkan definisi menyangkut PAK sebagai berikut:a. Penyakit Akibat Kerja Occupational Disease adalah penyakit

yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui.

b. Penyakit yang Berhubungan dengan Pekerjaan Work Related

Disease adalah penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya dalam berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi kompleks.c. Penyakit yang Mengenai Populasi Kerja Disease of Fecting

Working Populations adalah penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab ditempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan Menurut Cherry, 1999 An occupational disease may be defined simply as one that is caused , or made worse , by exposure at work.. Di sini menggambarkan bahwa secara sederhana sesuatu yang disebabkan , atau diperburuk , oleh pajanan di tempat kerja . Atau , An occupational disease is health problem caused by exposure to a workplace hazard ( Workplace Safety and Insurance Board, 2005 ), Sedangkan dari definisi kedua tersebut, penyakit akibat kerja adalah suatu masalah Kesehatan yang disebabkan oleh pajanan berbahaya di tempat kerja. Dalam hal ini , pajanan berbahaya yang dimaksud oleh Work place Safety and Insurance Board ( 2005 ) antara lain : a. Debu , gas , atau asap b. Suara / kebisingan ( noise ) c. Bahan toksik ( racun ) d. Getaran ( vibration ) e. Radiasi f. Infeksi kuman atau dingin yang ekstrem g. Tekanan udara tinggi atau rendah yang ekstrem Menurut Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993 tertanggal 27 Februari 1993, Penyakit yang timbul akibat hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (pasal 1). Keputusan Presiden tersebut melampirkan Daftar Penyakit yang diantaranya yang berkaitan dengan pulmonologi termasuk pneumokoniosis

dan silikotuberkulosis, penyakit paru dan saluran nafas akibat debu logam keras, penyakit paru dan saluran nafas akibat debu kapas, vals, henep dan sisal (bissinosis), asma akibat kerja, dan alveolitis alergika (pasal 4). Pasal 2 Keputusan Presiden tersebut menyatakan bahwa mereka yang menderita penyakit yang timbul karena hubungan kerja berhak memperoleh jaminan kecelakaan kerja. 2. Klasifikasi PAK Dalam melakukan tugasnya di perusahaan seseorang atau sekelompok pekerja berisiko mendapatkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Ada 31 jenis penyakit yang termasuk dalam golongan penyakit akibat kerja. WHO membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja, yaitu: a. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis. b. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma Bronkhogenik. c. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis khronis. d. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya, misalnya asma. 2) Perundang-undangan PAK Peraturan perundangan sehubungan dengan penyakit akibat kerja: 1. 2.3.

Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi No.02/MEN/1980 Peraturan Menteri tenaga kerja dan transmigrasi No.01/MEN/1981 Peraturan menteri tenaga kerja RI No.PER.05/02/1988 tentang

tentang pemeriksaan tenaga kerja dalam penyelenggaraan tenaga kerja. tentang kewajiban melapor penyakit akibat kerja. petunjuk teknis pendaftaran peserta, pembayaran iuran dan pelayanan sosial jaminan tenaga kerja.

4. 5.

Keputusan menteri tenaga kerja RI No.KPTS.333/MEN/1989 Kepres RI No.22/1993 tentang penyakit yang ditimbulkan karena

tentang diagnosa dan pelaporan penyakit akibat kerja. hubungan kerja. 3) Kasus- kasus PAK di Industri Tekstil Bahan baku tekstil berupa serat kapas sehingga dalam proses produksi yang dilakukan oleh industry tekstil akan selalu menghasilkan debu (organik) yang menjadi salah satu masalah kesehatan tenaga kerja terutama kesehatan yang berhubungan dengan fungsi paru. Debu yang dihasilkan oleh industry tekstil ini merupakan debu kapas yang dapat mempengaruhi kerja fungsi paru. Debu industri adalah salah satu penyebab penyakit paru akibat kerja. Debu ini salah satunya adalah debu kapas yang dihasilkan oleh industri tekstil dengan bahan baku kapas. Debu apabila dihirup oleh tenaga kerja dapat menimbulkan gangguan fungsi paru yaitu menurunnya nilai Kapasitas Vital Paksa paru. Pada stadium lanjut dapat menyebabkan fibrosis paru sehingga paru-paru kehilangan elastisitasnya dalam menampung volume udara. Tenaga kerja pada industri tekstil dalam proses produksinya terpapar oleh debu kapas yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja yang disebut byssinosis. Macam Penyakit Paru Akibat Kerja yang disebabkan oleh debu kapas pada proses produksi industry tekstil, berdasarkan Keppres RI no 22 tahun 1993 penyakit paru akibat kerja meliputi Pneumokoniosis, Penyakit paru & saluran napas oleh debu logam berat. Penyakit paru & saluran napas disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (Byssinosis), Asma akibat kerja, Alveolitis alergika akibat debu organik, Kanker paru atau mesothelioma dan Penyakit infeksi oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat pada pekerjaan berisiko terkontaminasi. 1. Pneumoconiosis Merupakan istilah yang digunakan menyatakan penyakit paru yang disebabkan inhalasi debu terutama debu anorganik di alam. 2. Byssinosis (Brown Lung disease)

Merupakan penyakit paru kronis yang menyerang pada tenaga kerja di industri tekstil akibat pemaparan debu kapas, vlas, henep dan sisal. Ditemukan pertama kali oleh dokter dari Belgia yang mengadakan penelitian tentang gejala penyakit saluran napas di industri tekstil 100 tahun yang lalu. WHO menyatakan bahwa antara tahun 1979 hingga 2002 terdapat 140 kematian akibat terkena byssinosis. Tercatat lebih dari 35.000 kasus tenaga kerja yang mengalami gangguan fungsi paru akibat byssinosis. 3. Asma akibat kerja Merupakan kasus penyakit paru akibat kerja paling sering timbul di USA. Diperkirakan 15 hingga 23% dari kasus penyakit asma baru yang muncul pada penderita dewasa merupakan asma akibat kerja. Kasus ini termasuk asma yang diperburuk oleh kondisi lingkungan kerja ( aggravate preexisting asthma ).4. Alveolitis alergika akibat debu organic

Penyakit ini lebih sering disebut juga sebagai Hypersensitivity pneumonitis. Alveolitis alergika merupakan penyakit paru yang diakibatkan inhalasi dari debu organik seperti spora jamur, kotoran burung. Debu organik yang terhirup menyebabkan peradangan pada alveoli dan dapat menimbulkan jaringan parut. Penyakit ini menyerang tenaga kerja yang bergerak Kematian akibat penyakit ini meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1979 terdapat 20 kematian dan meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 1999 yaitu menjadi 57 kematian.5. Kanker paru atau mesothelioma oleh asbes

Di dunia, Sekitar 20 hingga 30 % pria dan 5 hingga 20 % wanita telah terpapar agen penyebab kanker paru di lingkungan kerjanya.6. Penyakit infeksi oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat pada

pekerjaan berisiko terkontaminasi. Industri tekstil pada proses produsksi printing umumnya tidak bisa lepas dari penggunaan bahan kimia. Bahan-bahan tersebut dapat

mengakibatkan kelainan kulit seperti ulcera, eritema, kulit kering, luka bakar kimia, dan sebagainya. Salah satu penyebab dermatosis akibat kerja adalah karena bahan kimia yang dapat menyebabkan dermatosis kontak. dalam industri tekstil, bahan kimia merupakan bahan yang paling banyak digunakan. Telah dilakukan suatu penelitian dengan tujuan untuk mengetahui proporsi dermatosis serta gambaran faktor-faktor yang diduga berkaitan dengan timbulnya dermatosis pada pekerja industri tekstil. Faktor-faktor tersebut adalah faktor kimia (pemakaian bahan kimia) dan faktor karakteristik tenaga kerja seperti masa kerja, umur, lama paparan, pemakaian APD, riwayat penyakit kulit tertentu, riwayat alergi pada kulit, dan kebersihan perorangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi dermatosis karena bahan kimia pada pekerja industri tekstil adalah 32,7 %. Pekerja yang menggunakan bahan kimia lebih banyak menderita dermatosis (54,5 %). Kelompok umur < 25 tahun lebih banyak menderita dermatosis daripada yang berumur > 25 tahun. Pekerja dengan masa kerja < 1 tahun lebih banyak menderita dermatosis daripada yang masa kerjanya > 1 tahun. Pekerja yang terpapar bahan kimia > 4 jam sehari lebih banyak yang dermatosis daripada yang terpapar 1 4 jam sehari. Pekerja yang tidak mempunyai riwayat penyakit kulit lebih cenderung terkena dermatosis daripada yang mempunyai riwayat penyakit kulit. Pekerja yang mempunyai riwayat alergi pada kulit cenderung terkena dermatosis daripada yang tidak mempunyai riwayat alergi pada kulit. Pekerja yang selalu memakai APD sarung tangan juga cenderung terkena dermatosis daripada yang kadang-kadang atau tidak pernah memakai sama sekali. Pekerja yang kebersihan perorangannya buruk lebih banyak yang dermatosis daripada yang kebersihan perorangannya baik atau sedang. Dalam proses produksinya industry tekstil menggunakan mesin-mesin yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kebisingan. Didapatkan bahwa di ruang tenun mempunyai kebisingan yang sangat tinggi diatas Nilai Ambag Batas yang diperkenankan yaitu 85 dB.

Kebisingan dapat mengakibatkan kerusakan pada kesehatan dan menurunya produktivitas pekerja. Kerusakan yang terjadi diantaranya adalah kerusakan pendengaran secara sementara maupun permanen. Selain itu, kebisingan yang terus menerus juga dapat menurunkan konsentrasi pekerja dan mengakibatkan stress sehingga kecelakaan kerja dapat terjadi. Kerusakan kesehatan yang diakibatkan harus sangat diperhatikan mengingat kerusakan yang terjadi akibat kebisingan ireversibel atau tidak dapat disembuhkan (Anizar, 2009). Beberapa penelitian menyatakan bahwa tuli akibat terpajan bising terjadi pada 5% individu yang terpajan intensitas bunyi 80 dBA, 5-15% individu yang terpajan 85 dBA, dan 15-25% bila terpajan 90 dBA atau lebih. Industri menghasilkan pajanan 90 dBA atau lebih ditemukan pada pabrik tekstil. Kebisingan yang tinggi dapat menimbulkan pengaruh pada telinga yaitu kerusakan permananen pada sel-sel rambut di dalam cochea yang mengakibatkan penurunan kemampuan mendengar, pergeseran ambang pendengaran dengan meningkatnya kesulitan mendengar dan menimbulkan pengaruh pada perilaku seperti kehilangan konsentrasi, kehilangan keseimbangan, kelelahan (Ridley, 2006). Kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh. Kelelahan tersebut biasa terjadi akibat bising pada tenaga kerja serta dapat berpengaruh terhadap kesehatan dan kinerjanya (Tarwaka, 2010). Potensi Bahaya Kecelakaan Kerja Pada Industri Tekstil 1) Bahaya kebakaran 2) Jari tangan terpotong, tersengat aarus Singkat 3) Jari terkena jarum, tersengat arus singkat, kebakaran 4) Jari tergencet mesin kancing, tersengat arus singkat 5) Tersengat arus singkat, kebakaran 6) Tergores dan bahaya jatuhan.

D. Upaya Pengendalian PAK di Industri Tekstil Pengendalian melalui perundang-undangan antara lain : 1. UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Petugas kesehatan dan non kesehatan. 2. UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. 3. UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. 4. Peraturan Menteri Kesehatan tentang higene dan sanitasi lingkungan. 5. Peraturan penggunaan bahan-bahan berbahaya. 6. Peraturan/persyaratan pembuangan limbah dll. Dalam rangka pencegahan Penyakit Akibat Kerja diperlukan kerja-sama sinergis antara tenaga kerja, Departemen K3, dokter perusahaan dan pihak manajemen perusahaan. Kegiatan pencegahan meliputi kegiatan:1. Penerapan peraturan perundangan yang berlaku

Upaya perlindungan dan pencegahan terhadap akibat yang merugikan perusahaan maupun tenaga kerja melalui penerapan Standart Operating Procedure ( SOP ), Petunjuk dan cara kerja berdasar norma kerja berdasar Undang-undang dan peraturan K3 yang berlaku seperti Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di tempat kerja.2. Identifikasi Potensi Bahaya dan penilaian risiko

Merupakan pengenalan terhadap kondisi lingkungan kerja, pekerjaan dan beberapa faktor lingkungan kerja yang dapat mengakibatkan timbulnya penyakit paru akibat kerja. Hasil dari pengenalan dapat digunakan bahan dalam melakukan analisis risiko. Kedua hal tersebut sangat penting dalam upaya pencegahan.3. Pengujian dan pemantauan lingkungan kerja

Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapat data mengenai faktor kimia maupun biologis. Dari kegiatan ini akan didapatkan hasil kadar potensi bahaya yang ada.4. Pengujian Kesehatan Tenaga Kerja & Pemantauan Biologis

Pemeriksaan kesehatan sangat perlu dalam rangka penegakan diagnosis penyakit akibat kerja. Pemeriksaan kesehatan tersebut meliputi pemeriksaan kesehatan awal, berkala dan khusus.5. Teknologi Pengendalian

Berdasarkan hirarki pengendalian mulai dari eliminasi, subtitusi, engineering control, administrasi dan alat pelindung diri. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara: a. Terhadap sumbernya Pengontrolan debu di ruang kerja terhadap sumbernya antara lain : 1) Isolasi sumber agar tidak mngeluarkan debu di ruang kerja dengan Local Exhauster atau Dengan melengkapi Water Sprayer pada cerobong asap. 2) Subtitusi alat yang mengeluarkan debu dengan yang tidak mengeluarkan debu. b. Pencegahan terhadap transmisi 1) Memakai metoda basah yaitu, penyiraman lantai, pengeboran basah, (Wet Drilling). 2) Dengan alat (Scrubber, Electropresipitator, Ventilasi Umum) c. Pencegahan terhadap tenaga kerjanya Antara lain menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) dengan menggunakan Masker. Alat-alat pelindung harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Memiliki daya pencegah kuat terhadap bahaya yang ada. 2) Konstruksi dan kemampuan harus memenuhi standar yang berlaku. 3) Ringan, efisien, dan nyaman dipakai. 4) Tidak mengganggu gerakan yang diperlukan. 5) Tahan lama, pemeliharaan mudah, dan bagian-bagian mudah diganti atau diperoleh.

d. Pengendalian

melalui

Administrasi/

Organisasi

(Administrative

control) Pengendalian melalui Administrasi/ Organisasi (Administrative control) antara lain: 1) Persyaratan penerimaan tenaga medis, para medis, dan tenaga non medis yang meliputi batas umur, jenis kelamin, syarat kesehatan 2) Pengaturan jam kerja, lembur dan shift 3) Menyusun Prosedur Kerja Tetap (Standard Operating Procedure) untuk masing-masing pelaksanaannya. 4) Melaksanakan prosedur keselamatan kerja (safety procedures) terutama untuk pengoperasian alat-alat yang dapat menimbulkan kecelakaan (boiler, alat-alat radiology, dll) dan melakukan pengawasan agar prosedur tersebut dilaksanakan. 5) Melaksanakan pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja dan mengupayakan pencegahannya. e. Pengendalian Secara Teknis (Engineering Control) Pengendalian secara teknis (Engineering Control) antara lain: 1) Substitusi dari bahan kimia, alat kerja atau proses kerja 2) Isolasi dari bahan-bahan kimia, alat kerja, proses kerja dan petugas kesehatan dan non kesehatan (penggunaan alat pelindung) 3) Perbaikan sistim ventilasi, dan lain-lain f. Pengendalian Melalui Jalur Kesehatan (Medical Control) Pengendalian melalui jalur kesehatan yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan system instalasi dan melakukan pengawasan terhadap

rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi: a. Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon/ pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan mengetahui kesehatannya kepadanya. b. Pemeriksaan Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala. Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan. c. Pemeriksaan Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja. Kesimpulan Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard di tempat kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Menurut Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993 tertanggal 27 Februari 1993, pekerjaannya. apakah calon sesuai Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan pekerja tersebut ditinjau pekerjaan yang akan dari segi ditugaskan dengan

Penyakit yang timbul akibat hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (pasal 1). Bahan baku tekstil berupa serat kapas sehingga dalam proses produksi yang dilakukan oleh industry tekstil akan selalu menghasilkan debu (organik) yang menjadi salah satu masalah kesehatan tenaga kerja terutama kesehatan yang berhubungan dengan fungsi paru. Debu yang dihasilkan oleh industry tekstil ini merupakan debu kapas yang dapat mempengaruhi kerja fungsi paru. Macam Penyakit Paru Akibat Kerja yang disebabkan oleh debu kapas pada proses produksi industry tekstil, berdasarkan Keppres RI no 22 tahun 1993 penyakit paru akibat kerja meliputi Pneumokoniosis, Penyakit paru & saluran napas oleh debu logam berat. Penyakit paru & saluran napas disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (Byssinosis), Asma akibat kerja, Alveolitis alergika akibat debu organik, Kanker paru atau mesothelioma dan Penyakit infeksi oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat pada pekerjaan berisiko terkontaminasi. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara pengontrolan debu di ruang kerja terhadap sumbernya antara lain : 3) Isolasi sumber agar tidak mngeluarkan debu di ruang kerja dengan Local Exhauster atau Dengan melengkapi Water Sprayer pada cerobong asap. 4) Subtitusi alat yang mengeluarkan debu dengan yang tidak mengeluarkan debu. Industri tekstil pada proses produsksi printing umumnya tidak bisa lepas dari penggunaan bahan kimia. Bahan-bahan tersebut dapat mengakibatkan kelainan kulit seperti ulcera, eritema, kulit kering, luka bakar kimia, dan sebagainya. Salah satu penyebab dermatosis akibat kerja adalah karena bahan kimia yang dapat menyebabkan dermatosis kontak. dalam industri tekstil, bahan kimia merupakan bahan yang paling banyak digunakan. Industry tekstil menggunakan mesin-mesin yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kebisingan. Didapatkan bahwa di ruang tenun mempunyai

kebisingan yang sangat tinggi diatas Nilai Ambag Batas yang diperkenankan yaitu 85 dB. Kebisingan dapat mengakibatkan kerusakan pada kesehatan dan menurunya produktivitas pekerja. Kerusakan yang terjadi diantaranya adalah kerusakan pendengaran secara sementara maupun permanen. Selain itu, kebisingan yang terus menerus juga dapat menurunkan konsentrasi pekerja dan mengakibatkan stress sehingga kecelakaan kerja dapat terjadi.