pajak penghasilan atas bisnis franchise - copy

78
PAJAK PENGHASILAN ATAS BISNIS FRANCHISE Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Seminar Perpajakan Dosen : Arif Mustofa Disusun Oleh : Andri Yusmansyah 2011120897 Diah Kurniasih 2011121161 Ihnel Maidya 2011121080 Kelas 08SAKPA (R.452) Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi (S-1) UNIVERSITAS PAMULANG Jl. Surya Kencana No. 1 Pamulang Barat Tangerang Selatan 2015

Upload: diahku

Post on 09-Nov-2015

293 views

Category:

Documents


47 download

DESCRIPTION

seminar pajak

TRANSCRIPT

PAJAK PENGHASILAN ATAS BISNIS FRANCHISEDisusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Seminar PerpajakanDosen : Arif Mustofa

Disusun Oleh :Andri Yusmansyah2011120897Diah Kurniasih2011121161Ihnel Maidya2011121080

Kelas 08SAKPA (R.452)

Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi (S-1)UNIVERSITAS PAMULANGJl. Surya Kencana No. 1 Pamulang BaratTangerang Selatan2015

2

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur selalu kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Seminar Perpajakan yang berjudul Pajak Penghasilan atas Bisnis Franchise dengan baik dan lancar.Dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu.Kami sebagai penyusun makalah ini sepenuhnya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.Akhir kata, semoga makalah ini bisa memberikan suatu kemanfaatan bagi kami selaku penyusun makalah pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Pamulang, Mei 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

HalamanHalaman JudulKata Pengantar iDaftar Isi ii

BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang 1

BAB II PEMBAHASANA. Konsep Pajak Penghasilan 3B. Sejarah Franchise11C. Konsep Bisnis Franchise14D. Pajak Penghasilan atas Bisnis Franchise32

BAB III PENUTUPA. Kesimpulan47

Daftar Pustaka481

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangSeperti diketahui saat ini banyak sekali bermunculan format bisnis dengan jenis-jenis bisnis baru, mulai dari waralaba (franchise), e-commerce, telemarketing, dan lain sebagainya.Dalam kaitannya dengan bisnis franchise atau yang lebih dikenal sebagai waralaba, perkembangannya terasa cukup signifikan. Bahkan waralaba, khususnya yang berbentuk minimarket seperti alfamart, indomaret, dan sebagainya kini bukan hanya menjadi monopoli franchisee di daerah metropolitan saja, melainkan telah menjamur di berbagai daerah hingga merambah ke pelosok-pelosok desa. Bahkan di beberapa daerah, waralaba yang ada mulai menciptakan persaingan yang sengit, tidak hanya antar pemain waralaba, melainkan juga dengan pengelola bisnis non-waralaba semisal pedagang pasar tradisional dan supermarket besar.Melihat perkembangan yang cukup signifikan, tidaklah mengherankan karena perputaran uang yang terlibat dalam bisnis tersebut juga tidak dapat dipandang sebelah mata. Melihat jumlahnya yang ribuan, tidak salah apabila omzet yang dihasilkan oleh bisnis ini menyentuh angka yang cukup menjanjikan. Hal ini dengan kata lain juga mengindikasikan besarnya potensi pendapatan negara dalam bidang pajak yang dapat diraih dari bisnis ini.Waralaba (Franchise) adalah hak-hak untuk menjual suatu produk atau jasa maupun layanan. Sedangkan menurut pemerintah Indonesia, waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan atau menggunakan hak darikekayaan intelektual (HAKI). Franchising/waralaba pada dasarnya adalah suatu konsep pemasaran yang melaju sangat cepat namun tidak mudah untuk mencapai suatu keberhasilan dari bisnis franchising itu sendiri. Sistem bisnis waralaba memiliki banyak kelebihan misalnya pada pendanaan, sumber daya manusia (SDM), manajemen dan tingkat kesulitan dalam pemasarannya, kecuali jika pemilik usaha tersebut mau berbagi dengan pihak lain. Bisnis waralaba cukup dikenal dengan jalur distribusinya yang efektif untuk mendekatkan produknya kepada para konsumen melalui tangan-tangan para pebisnis.

BAB IIPEMBAHASAN

A. Konsep Pajak Penghasilan1. Pengertian PajakPajak menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Pasal 1 ayat 1 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 7 Tahun 1983 Pasal 1 yang telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.2. Subjek Pajaka. Subjek Pajak PenghasilanSubjek Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak penghasilan. Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UU No. 36 Tahun 2008, Subjek Pajak dikelompokkan sebagai berikut :1) Subjek Pajak Orang PribadiOrang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. 2) Subjek Pajak Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan dapat tetap dilaksanakan.3) Subjek Pajak BadanBadan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

4) Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa : Tempat kedudukan manajemen; Cabang perusahaan; Kantor perwakilan Gedung kantor; Pabrik; Bengkel; Gudang; Ruang untuk promosi dan penjualan; Rertambangan dan penggalian sumber alam; Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi; Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan,atau kehutanan; Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan; Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan; Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas; Agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.b. Subjek Pajak Dalam Negeri1) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.2) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, meliputi Perseroan Terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana.3) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. Kewajiban pajak subyektif warisan yang belum terbagi dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi tersebut dan berakhir pada saat warisan tersebut selesai dibagi.c. Subjek Pajak Luar Negeri1) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia;2) Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh panghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.3. Objek PajakYang menjadi objek pajak adalah Penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk :a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;c. Laba usaha;d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, termasuk : Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya; Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun; Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;Dalam hal terjadi pengalihan harta perusahaan kepada pegawainya, maka keuntungan berupa selisih antara harga pasar harta tersebut dengan nilai sisa buku merupakan penghasilan bagi perusahaan.e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkalak. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; Pembebasan utang oleh pihak yang berpiutang dianggap sebagai penghasilan bagi pihak yang semula berutang, sedangkan bagi pihak yang berpiutang dapat dibebankan sebagai biaya. Namun, dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pembebasan utang debitur kecil. Misalnya Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Usaha Rakyat (KUR), kredit untuk perumahan sangat sederhana, serta kredit kecil lainnya sampai dengan jumlah tertentu dikecualikan sebagai objek pajak.l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing; Keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;n. Premi asuransi, termasuk premi reasuransi;o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah; Kegiatan usaha berbasis syariah memiliki landasan filosofi yang berbeda dengan kegiatan usaha yang bersifat konvensional. Namun, penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha berbasis syariah tersebut tetap merupakan objek pajak.r. Imbalan bunga; dans. Surplus Bank Indonesia.Surplus Bank Indonesia yang merupakan objek Pajak Penghasilan adalah surplus Bank Indonesia menurut laporan keuangan audit setelah dilakukan penyesuaian atau koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan dengan memperhatikan karakteristik Bank Indonesia.

B. Sejarah FranchiseSejarah franchise dimulai di Amerika Serikat oleh perusahaan mesin jahit singer sekitar tahun 1850-an. Pada saat itu, Singer membangun jaringan distribusi hampir di seluruh daratan Amerika untuk menjual produknya. Di samping menjual mesin jahit, para distributor tersebut juga memberikan pelayanan purna jual dan suku cadang. Jadi para distributor tidak semata menjual mesin jahit, akan tetapi juga memberikan layanan perbaikan dan perawatan kepada konsumen. Walaupun tidak terlampau berhasil, Singer telah menebarkan benih untuk franchising di masa yang akan datang dan dapat diterima secara universal. Pola ini kemudian diikuti oleh industri mobil, industri minyak dengan pompa bensinnya serta industri minuman ringan. Mereka ini adalah para produsen yang tidak mempunyai jalur distribusi untuk produk produk mereka, sehingga memanfaatkan sistem franchise ini di akhir-akhir abad ke 18 dan diawal abad ke 19. Sesudah perang dunia ke 2, usaha eceran mengadakan perubahan dari orientasi produk ke orientasi pelayanan. Disebabkan kelas menengah mulai sangat mobile dan mengadakan relokasi dalam jumlah besar ke daerah-daerah pinggiran kota, maka banyak rumah makan/restoran atau drive in mengkhususkan dalam makanan siap saji dan makanan yang bisa segera di makan di perjalanan.Pada awalnya istilah franchise tidak dikenal dalam kepustakaan Hukum Indonesia, hal ini dapat dimaklumi karena memang lembaga franchise ini sejak awal tidak terdapat dalam budaya atau tradisi bisnis masyarakat Indonesia. Namun karena pengaruh globalisasi yang melanda di berbagai bidang, maka franchise ini kemudian masuk ke dalam tatanan budaya dan tatanan hukum masyarakat Indonesia. Waralaba mulai ramai dikenal di Indonesia sekitar tahun 1970-an dengan mulai masuknya franchise luar negeri seperti Kentucky Fried Chicken, Swensen, Shakey Pisa dan kemudian diikuti pula oleh Burger King dan Seven Eleven, Walaupun sistem franchise ini sebetulnya sudah ada di Indonesia seperti yang diterapkan oleh Bata dan yang hampir menyerupainya ialah SPBU (pompa bensin).Pada awal tahun 1990-an International Labour Organization (ILO) pernah menyarankan Pemerintah Indonesia untuk menjalankan sistem franchise guna memperluas lapangan kerja sekaligus merekrut tenaga - tenaga ahli franchise untuk melakukan survei, wawancara, sebelum memberikan rekomendasi. Hasil kerja para ahli franchise tersebut menghasilkan Franchise Resource Center dimana tujuan lembaga tersebut adalah mengubah berbagai macam usaha menjadi franchise serta mensosialisasikan sistem franchise ke masyarakat Indonesia.Istilah franchise ini selanjutnya menjadi istilah yang akrab dengan masyarakat, khususnya masyarakat bisnis Indonesia dan menarik perhatian banyak pihak untuk mendalaminya kemudian istilah franchise dicoba di Indonesiakan dengan istilah waralaba yang diperkenalkan pertama kali oleh Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Manajemen (LPPM) sebagai padanan istilah franchise. Waralaba berasal dari kata wara (lebih atau istimewa) dan laba (untung), maka waralaba berarti usaha yang memberikan laba lebih/istimewa.Pertumbuhan bisnis waralaba yang tumbuh subur di Indonesia, pada prinsipnya tidak lepas dari peran serta dari merek-merek waralaba lokal. Perkembangan waralaba lokal yang semakin pesat, bisa dilihat dari masih sangat terbukanya peluang usaha ini untuk mewaralabakan perusahaan - perusahaan tradisional yang telah mempunyai merek dagang dan sistem yang stabil. Merek-merek lokal ini diarahkan pemerintah untuk bernaung di bawah AFI (Asosiasi Franchise Indonesia) yang merupakan asosiasi resmi yang diakui oleh pemerintah dalam bidang waralaba. Asosiasi ini merupakan anggota dari IFA (International Franchise Association) yang adalah organisasi franchise skala internasional. AFI didirikan pada tanggal 22 November 1991 dengan bantuan dari ILO (International Labour Organization) dan Pemerintah Indonesia. Asosiasi ini salah satunya bertujuan untuk mengembangkan franchise dalam rangka penciptaan distribusi nasional, kesempatan kerja, dan pengembangan usaha kecil menengah (UKM).

C. Konsep Bisnis FranchiseMenurut Blake & Associates (1996) kata Franchise berasal dari bahasa Perancis kuno yang berarti bebas. Pada abad pertengahan franchise diartikan sebagai hak utama atau kebebasan. Dalam bidang bisnis, franchise berarti kebebasan yang diperoleh oleh seorang pengusaha untuk menjalankan usahanya sendiri di wilayah tertentu dan dalam bentuk tertentu.1. Franchise secara UmumUntuk memasyarakatkan sistem keterkaitan usaha dalam bidang pemasaran di Indonesia di pandang perlu untuk mencari suatu persamaan kata yang lebih mudah dipakai, dibaca, diucapkan dan berakar pada kata-kata yang lazim di gunakan di Indonesia. Oleh karena itu istilah di Indonesia lebih dikenal dengan istilah WARA LABA. Istilah waralaba pertama kali diperkenalkan oleh Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Management (LPPM). Sebagai persamaan kata Franchise. Waralaba berasal dari kata WARA (lebih atau istimewa) dan LABA. Waralaba berarti usaha yang memberikan laba lebih atau istimewa. Disamping Pengertian tentang franchise diatas terdapat juga :a. Pengertian waralaba atau franchise yang terdapat pada pasal 1 butir 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2007 tentang Waralaba (Franchise). Waralaba (Franchise) adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.b. Pengertian franchise dari segi ekonomiDari segi ekonomi, pengertian tentang franchise itu meliputi beberapa kegiatan diantaranya :1) Franchise produk dan merek dagang adalah bentuk franchise yang paling sederhana. Dalam franchise produk dan merek dagang ini pemberi waralaba atau franchisor memberikan hak kepada penerima waralaba atau franchisee untuk menjual produk yang dikembangkan oleh franchisor yang disertai dengan pemberian izin untuk menggunakan merek dagang atau nama dagang franchisor. Pemberian izin atau lisensi penggunaan merek dagang atau nama dagang tersebut diberikan dalam rangka penjualan produk yang di waralaba kan atas pemberian izin penggunaan merek dagang dan nama dagang tersebut biasanya franchisor memperoleh suatu bentuk pembayaran royalty dimuka, dan selanjutnya franchisor memperoleh keuntungan yang sering disebut dengan royalty berjalan.2) Franchise Format Bisnis adalah pemberian sebuah lisensi dari pemberi waralaba atau Franchisor kepada penerima waralaba atau Franchisee, lisensi tersebut memberi hak kepada penerima waralaba atau franchisor untuk berusaha dengan menggunakan merek dagang atau nama dagang pemberi waralaba atau franchisor, dan untuk menggunakan keseluruhan paket, yang terdiri dari seluruh elemen yang diperlukan untuk membuat seseorang yang sebelumnya belum terlatih dalam bisnis dan untuk menjalankannya dengan meminta bantuan yang terus menerus atas dasar yang telah ditentukan sebelumnya. Franchise dalam kegiatan format bisnis ini terdiri dari :a) Konsep Bisnis yang menyeluruh dari Pemberi waralaba atau franchisor.b) Adanya proses permulaan dan pelatihan atas seluruh aspek pengelolaan bisnis sesuai dengan konsep pemberi waralaba atau franchisor.c) Proses bantuan dan bimbingan yang terus menerus dari pihak pemberi waralaba atau franchisor.

c. Pengertian Franchise dari segi hukumDalam kacamata hukum, begitu banyak definisi yang diberikan oleh para pakar hukum, namun pengertian franchise dalam segi hukum cenderung mengutip definisi yang diberikan oleh Henry R Cheesmen. Dalam bukunya tersebut dijelaskan bahwa franchise merupakan suatu bentuk perjanjian dimana salah satu pihak (franchisee atau lisensee) untuk menggunakan nama perusahaan, merek dagang, symbol komersil, paten, hak cipta dan barang - barang lainnya milik franchisor dalam mendistribusikan dan menjual barang dan atau jasa.Ada beberapa pengertian tentang hal-hal yang berkaitan dengan bisnis franchise yaitu :1) Franchising adalah suatu hubungan berdasarkan kontrak antara franchisor dan franchisee, dimana franchisor menawarkan dan berkewajiban menyediakan perhatian terus menerus pada bisnis franchisee melalui penyediaan pengetahuan dan pelatihan. Franchisee beroperasi dengan menggunakan nama dagang, format, atau prosedur yang dipunyai serta dikendalikan oleh franchisor, franchisee melakukan investasi dalam bisnis yang dimilikinya.2) Sistem Franchise adalah cara pemasaran atau distribusi barang dan jasa sebuah perusahaan induk (Franchisor) memberikan kepada individu atau perusahaan lain (Franchisee) hak istimewa untuk melakukan suatu sistem usaha tertentu, dengan cara tertentu, waktu tertentu dan disuatu tempat tertentu.3) Franchisor adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak berupa lisensi kepada pihak lain (Franchisee) untuk memanfaatkan dan menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan, atau ciri khas usaha yang dimiliki seperti nama perusahaan, merek dagang, simbol komersil, paten dan hak cipta.4) Franchisee adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki oleh franchisor. Franchisee mempunyai kewajiban didalam menggunakan sistem, metode, tata cara prosedur yang telah ditentukan oleh franchisor. Hal tersebut tidak boleh dilanggar ataupun diabaikan oleh franchisee, disamping itu juga setiap jangka waktu tertentu franchisee wajib menyerahkan sejumlah uang (royalti) kepada franchisor.2. Franchise sebagai BisnisFranchise merupakan suatu sistem dalam pemasaran barang dan jasa yang melibatkan dua pihak (franchisor dan franchisee), sistem ini merupakan suatu kiat untuk memperluas usaha dengan cara menularkan sukses. Dengan demikian dalam sistem ini harus terdapat pelaku bisnis yang sukses terlebih dahulu dimana kesuksesan yang diperolehnya tersebut akan disebarluaskan kepada pihak lain. Manfaat utama bagi pemilik franchise (Franchisor atau pengusaha yang sukses) adalah pengurangan resiko dan investasi modal yang di perlukan untuk suatu keperluan internal. Namun demikian ia memikul tanggung jawab tambahan atas bisnisnya yang menuntut banyak usaha. Bagi pemegang franchise (Franchisee) dapat menikmati suatu sistem bisnis teruji yang dimiliki oleh franchisor, yang dalam banyak hal dilengkapi dengan nama dagang yang sudah diterima oleh khalayak ramai.3. Dasar Hukum Franchise di IndonesiaTonggak kepastianhukumakan format waralaba diIndonesia dimulai pada tanggal 18Juni1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah(PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. PP No. 16 tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan PP No. 42 tahun 2007 tentang Waralaba.Selanjutnya ketentuan-ketentuan lain yang mendukung kepastian hukum dalam format bisnis waralaba adalah sebagai berikut :a. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.b. Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralabac. Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.d. Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.e. Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.4. Perjanjian FranchisePerjanjian franchise adalah suatu perjanjian yang diadakan antara pemilik franchise (Franchisor) dengan pemegang franchise (Franchisee) di mana pihak Franchisor memberikan hak kepada pihak Franchisee untuk memproduksi atau memasarkan barang (produk) dan/atau jasa (pelayanan) dalam waktu dan tempat tertentu yang disepakati di bawah pengawasan franchisor, sementara franchisee membayar sejumlah uang tertentu atas hak yang diperolehnya.Dengan memperhatikan pengertian perjanjian franchise sebagaimana dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan adanya beberapa unsur dalam suatu perjanjian franchise, yaitu :a. Adanya suatu perjanjian yang disepakati.b. Adanya pemberian hak dari franchisor kepada franchisee untuk memproduksi dan memasarkan produk dan/atau jasa.c. Pemberian hak tersebut terbatas pada waktu dan tempat tertentu. d. Adanya pembayaran sejumlah uang tertentu dari franchisee kepada franchisor. Hak Cipta (Copyright) adalah hak eklusif sesesorang untuk menggunakan dan memberikan lisensi kepada orang lain untuk menggunakan kepemilikan intelektual tersebut misalnya sistem kerja, buku, lagu, logo, merek, materi publikasi dan sebagainya.Fee merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh penerima waralaba (franchisee) kepada pemberi waralaba (franchisor) yang umumnya dihitung berdasarkan persentase penjualan.Franchise Fee (Biaya Pembelian Hak Waralaba) adalah biaya pembelian hak waralaba yang dikeluarkan oleh pembeli waralaba (franchisee) setelah dinyatakan memenuhi persyaratan sebagai franchisee sesuai kriteria franchisor. Umumnya franchise fee dibayarkan hanya satu kali saja. Franchisee fee ini akan dikembalikan oleh franchisor kepada franchisee dalam bentuk fasilitas pelatihan awal, dan dukungan set up awal dari outlet pertama yang akan dibuka oleh franchisee.Perjanjian Waralaba (Franchise Agreement) merupakan kumpulan persyaratan, ketentuan dan komitment yang dibuat dan dikehendaki oleh franchisor bagi para franchisee-nya. Didalam perjanjian waralaba tercantum ketentuan berkaitan dengan hak dan kewajiban franchisee dan franchisor, misalnya hak teritorial yang dimiliki franchisee, persyaratan lokasi, ketentuan pelatihan, biaya-biaya yang harus dibayarkan oleh franchisee kepada franchisor, ketentuan berkaitan dengan lama perjanjian waralaba dan perpanjangannya dan ketetentuan lain yang mengatur hubungan antara franchisee dengan franchisor.Initial investment adalah modal awal yang harus disetorkan dan dimiliki oleh franchisee pada saat memulai usaha waralabanya. Initial investment terdiri atas franchise fee, investasi untuk fixed asset dan modal kerja untuk menutup operasi selama bulan-bulan awal usaha waralabanya.Outlet Milik Franchisor (Company Owned Outlet, Pilot Store) Franchisor yang terpercaya adalah franchisor yang telah terbukti sukses dan mengoperasikan outlet milik mereka sendiri yang dinamakan Company Owned Outlet atau Pilot Store. Jangan pernah membeli hak waralaba dari franchisor yang tidak memiliki outlet yang sejenis dengan outlet yang dipasarkan hak waralabnya.Advertising Fee (Biaya Periklanan) merupakan biaya yang dibayarkan oleh penerima waralaba (franchisee) kepada pemberi waralaba (franchisor) untuk membiayai pos pengeluaran/belanja iklan dari franchisor yang disebarluaskan secara nasional/international. Besarnya advertising fee maksimum 3% dari penjualan. Tidak semua franchisor mengenakan advertising fee kepada franchiseenya. Alasan dari adanya advertising fee adalah kenyataan bahwa tujuan dari jaringan waralaba adalah membentuk satu skala ekonomi yang demikian besar sehingga biaya-biaya per outletnya menjadi sedemikian effisiennya untuk bersaing dengan usaha sejenis. Mengingat advertising fee merupakan pos pengeluaran yang dirasakan manfaatnya oleh semua jaringan, maka setiap anggota jaringan (franchisee) diminta untuk memberikan kontribusi dalam bentuk advertising fee.

5. Biaya franchise Biaya franchise meliputi : Ongkos awal (franchisee fee), dimulai dari Rp. 10 juta hingga Rp. 1 miliar. Biaya ini meliputi pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemilik waralaba untuk membuat tempat usaha sesuai dengan spesifikasi franchisor dan ongkos penggunaan HAKI. Ongkos royalti (royalty fee), dibayarkan pemegang waralaba setiap bulan dari laba operasional. Besarnya ongkos royalti berkisar dari 5-15 persen dari penghasilan kotor. Ongkos royalti yang layak adalah 10 persen. Lebih dari 10 persen biasanya adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemasaran yang perlu dipertanggungjawabkan.

6. Keunggulan dan kelemahan sistem bisnis franchisea. Keunggulan FranchiseKeunggulan sistem bisnis franchise ini dapat dikemukakan dengan mengidentifikasikan keuntungan - keuntungan apa yang dapat diperoleh oleh franchisee dan franchisor jika mereka menjadi pihak dalam sistem bisnis franchise ini. Adapun keuntungan-keuntungan yang dimungkinkan dari sistem bisnis franchise ini adalah sebagai berikut :

1) Bagi pemilik franchise (Franchisor) Sistem usaha dapat berkembang cepat dengan menggunakan modal dan motivasi dari pemegang franchise (Franchisee). Suatu wilayah pasar atau suatu pasar yang baru mudah dikembangkan karena nama dan citra pemilik franchise (Franchisor) dapat meluas dengan cepat melalui unit-unit usaha franchise. Modal untuk memperluas usaha lebih kecil karena sebagian besar biaya untuk mendirikan unit usaha baru dipikul oleh pemegang franchise. Unit usaha yang dikelola oleh pemiliknya sendiri jelas akan memiliki motivasi yang kuat untuk memberikan pelayanan yang baik pada pelanggan. Franchisor tidak banyak membutuhkan karyawan, kantor pusat jauh lebih ramping daripada kantor pusat suatu perusahaan yang memiliki jaringan cabang-cabang milik sendiri. Daya beli kelompok usaha secara keseluruhan meningkat , setiap kali dibuka satu unit usaha franchise yang baru. Kehadiran kelompok usaha dalam pasar terasa, setiap kali dibuka unit usaha franchise yang baru, selain itu banyak dana dapat dihemat karena promosi dan periklanan dapat dilakukan sebagai satu kelompok. Hasil belum terlihat satu dua tahun pertama karena pengeluaran masih besar, tetapi dalam tahun ketiga atau keempat dan selanjutnya pemgembalian investasi akan cukup tinggi.2) Bagi pemegang Franchise (Franchisee) Kemungkinan berhasil lebih besar dibandingkan jika memulai usaha dengan tenaga sendiri serta nama/merek dagang sendiri yang masih baru. Franchisee sebagai pemilik unit usaha bersangkutan bebas berkarya dalam lingkungan yang telah rapi dan stabil. Franchisee memiliki kemudahan dalam membeli sediaan sebagai anggota dari kelompok yang besar. Franchisee dapat memanfaatkan produk baru yang dikembangkan oleh bagian penelitian dari pihak franchisor. Franchisee dapat memanfaatkan pelayanan berupa petunjuk di bidang keuangan dan menejemen dari pihak franchisor serta bantuan dalam pengambilan keputusan. Franchisee turut menikmati reputasi, kekuatan dan keharuman nama dagang/merek dari franchisor. Franchisee dapat memanfaatkan paket-paket keuangan yang mungkin disediakan oleh franchisor dalam sistem perbankan. Franchisee menikmati pelatihan-pelatihan yang diperlukan dari pihak franchisor. Franchisee dapat bekerja dengan menggunakan sistem yang sudah mantap, prosedur danpedoman operasi yang sudah standar, sehingga dengan demikian tidak perlu bersusah payah menciptakan suatu strategi pemasaran baru atau sistem manajemen baru yang sama sekali belum teruji kehandalannya dalam praktek perdagangan barang atau jasa.b. Kelemahan sistem franchiseKelemahan-kelemahan sistem franchise ini dapat dikemukakan sebagai berikut :1. Bagi Pemilik Franchise (Franchisor) Franchisor tidak dapat mendikte franchisee, dimana jika ia ingin mengadakan perubahan, ia harus berusaha memotivasi franchisee agar mau menerima perubahan bersangkutan. Harapan franchisee sering terlalu tinggi mengharapkan cepat mendapat untung yang besar sehingga franchisor harus berusaha keras untuk menurunkan harapan yang tinggai tersebut. Franchisor tidak dapat mengadakan perubahan dengan cepat terutama jika melibatkan tambahan biaya. Perubahan biasanya baru dilakukan melalui musyawarah dengan pihak franchisee. Jika pemegang franchise (franchisee) yang dipilih tidak tapat maka akan dapat menghancurkan reputasi dari franchisor. Sistem franchise adalah suatu ikatan jangka panjang sehingga franchisor tidak dapat begitu saja mengakhiri kegiatan franchise secara sepihak tanpa alasan yang sah.2. Bagi Pemegang Franchise (Franchisee) Adanya keterikatan pada franchisor, dimana jenis produk yang dapat ditawarkan oleh pihak franchisee biasanya terbatas dan sangat bergantung pada prestasi franchisor. Biaya yang harus dikeluarkan untuk menjadi pemegang franchise (Franchisee) tidak sedikit karena harus membayar uang pangkal dan royalti, sehingga dapat mengakibatkan hutang dari pihak franchisee kepada pihak franchisor. Franchisee adalah bagian dari lingkungan tertentu sehingga ia tidak bebas lagi dalam menjalankan usaha, ia harus memenuhi segala peraturan yang telah ditetapkan oleh franchisor. Franchisee kadang-kadang diwajibkan untuk mencapai tingkat prestasi tertentu, misalnyatingkat penjualan tertentu yang biasanya cukup tinggi.

7. Perjanjian-Perjanjian yang Berkaitan dengan WaralabaPerjanjian-perjanjian yang terdapat dalam waralaba tidak saja tentang perjanjian pemberian lisensi tetapi lebih dari itu. Masih ada Perjanjian-perjanjian lain yang terkait dengan waralaba tersebut, seperti : a. Perjanjian tentang hutang piutangSeorang calon pengguna waralaba memerlukan pinjaman guna pembayaran fee (biaya-biaya). Adakalanya pinjaman ini diperoleh dari pihak lain, tetapi ada kemungkinan waralaba memberikan pinjaman kepada pengguna waralaba untuk dipergunakan sebagai modal kerja.b. Penyewaan tempat usahaTempat usaha ini memegang peranan penting bagi pemasaran. Kadangkala pemilik waralaba memiliki bagian yang mengadakan penelitian tentang tempat usaha ini, mencari tempat usaha yang letaknya strategis lalu membeli atau menyewanya, dan kemudian menyewakannya kepada pengguna waralaba (franchisee).c. Perjanjian pembangunan tempat usahaPada usaha waralaba tertentu masyarakat agar bangunan-bangunan dibuat secara khas sesuai dengan persyaratan yang diberikan oleh pemilik waralaba (franchisor). Pengguna waralaba (franchisee) boleh memakai pemborongnya sendiri, tetapi kadangkala pemilik waralaba (frachisor) mempunyai hak veto dalam hal ini.d. Penyewaan peralatanAda kemungkinan bahwa pihak pemilik waralaba (franchisor) mensyaratkan bahwa alat-alat dibeli atau disewakan darinya. Selain yang disebut diatas perjanjian waralaba (franchising) :1) Melibatkan lisensi nama perniagaan, logo type, dan merek jasa.2) Melibatkan nama baik perusahaan, dan pengguna waralaba memanfaatkan hal ini.3) Melibatkan pemberian informasi rahasia dan keterampilan atau kecakapan tehnik. Informasi rahasia ini memegang peranan penting dalam waralaba.

8. Langkah Untuk Memperoleh HakPerjanjian waralaba tersebut adalah salah satu aspek perlindungan hukum dari pihak lain yang merugikan. Jika salah satu pihak melakukan pelanggaran maka pihak lainnya dapat menuntut pihak tersebut dengan hukum yang berlaku. Pejanjian Waralaba (franchise agreement) berisi kumpulan persyaratan, ketentuan dan komitmen yang telah ditentukan oleh franchisor kepada para franchisee-nya. Hal-hal yang diatur oleh hukum dan perundang-undangan merupakan das sollen yang harus ditaati oleh para pihak dalam perjanjian waralaba. Jika para pelaku usaha mematuhi peraturan yang berlaku maka tidak akan terjadi masalah. Dalam perjanjian waralaba tercantum ketentuan berkaitan dengan hak dan kewajiaban antara franchisor dengan franchisee, misalnya hak territorial yang dimiliki franchisee, persyaratan lokasi, ketentuan pelatihan, biaya-biaya yang harus dibayarkan oleh franchisee kepada franchisor, ketentuan dengan lama dan perpanjangannya perjanjian waralaba dan ketentuan lain yang mengatur hubungan antara franchisee dengan franchisor.Sebagaimana perjanjian pada umumnya ada kemungkinan terjadi wanprestasi dalam pelaksanaan waralaba. Wanprestasi dapat terjadi bila salah satu pihak melanggar atau tidak melaksanakan kewajiban yang sudah tertera dalam perjanjian. Jika karena adanya wanprestasi tersebut maka pihak yang dirugikan bisa meminta ganti rugi kepada pihak yang merugikan.

9. Aspek Hukum PerpajakanHubungan bisnis franchise merupakan hubungan hukum yang memiliki potensi fiskal sehingga hubungan ini menjadi objek kena pajak. Hal ini adalah konsekuensi dari prinsip hukum perpajakan yang menerapkan asas yang menegakkan bahwa semua perjanjian niaga berpotensi fiskal. Aturan pajak yang berhubungan dengan franchise adalah : Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008. Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Pertambahan Nilai atau Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 42 Tahun 2009. PP No. 75 Tahun 1991 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Dan Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Dilakukan Oleh Pedagang Eceran Besar, dan Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1289/KMK.04/1991 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Dan Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Dilakukan Oleh Pedagang Eceran Besar.Berhubungan dengan peraturan Pajak Penambahan Nilai (PPN). Dalam rangka bisnis waralaba terdapat transaksi yang terutang, yaitu :a. Penyerahan jasa dari pemilik waralaba kepada pemakai berupa hak-hak penggunaan merek (merek dagang) untuk dipergunakan oleh pemakai waralaba.b. Penyerahan barang kena pajak (BKP) oleh pemakai waralaba dan atau pemilik waralaba dalam negeri kepada pihak lain. Hal ini ditentukan dalam Undang-Undang PPN 1984. Selain dari pada itu bahwa pemakai waralaba yang memperoleh penghasilan juga dikenakan Pajak Penghasilan (PPh), hal ini ditentukan pasal 17 ayat 1 Undang-Undang No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yaitu : Penghasilan Sampai dengan 50 juta adalah 5% Penghasilan di atas 50 juta sd 250 juta adalah 15% Penghasilan di atas 250 juta sd 500 juta adalah 25% Penghasilan di atas 500 juta adalah 30%Dalam menghitung besarnya PPh terhutang tersebut, dapat dikurangkan, biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka untuk memperoleh, menagih dan mempertahankan penghasilan yang meliputi antara lain pembayaran royalti kepada pemilik waralaba.

D. Pajak Penghasilan atas Bisnis FranchiseBagi perusahaan yang akan menjual haknya melalui franchise, pertimbangan pengenaan PPh yang terkait dengan penghasilannya adalah berkaitan dengan penghasilan dari penjualan hak franchise, termasuk pembayaran berkala dari hak franchise.Perhitungan penghasilan yang terutang PPh bagi franchisor meliputi penghasilan dari perusahaan yang dimilikinya sendiri termasuk cabang-cabang yang tidak didirikan berdasarkan franchise, dan juga penghasilan dari penjualan hak franchise, termasuk pembayaran berkala dari hak franchise tersebut. Sedangkan bagi perusahaan yang membeli franchise (franchisee), pengenaan PPh-nya dihitung dari penghasilan dari kegiatan usahanya dalam franchise, sedangkan biaya yang dikeluarkan berkaitan pembelian franchise tersebut dapat dibiayakan secara langsung atau melalui amortisasi.Pertimbangan dari sudut PPh, bagi seorang atau badan usaha yang akan melakukan kegiatan usaha baru dalam bentuk franchise harus melakukan kewajiban memotong PPh 23 atas pembayaran royalti pada awal tahun pendirian dan pada pembayaran secara berkalanya. Kalau franchisee tidak melakukan kewajiban pemotongan PPh, maka besar PPh harus dibayar sendiri oleh franchisee.Dalam praktik bisnis franchise ini, franchise & royalty fee wajib ada dan menjadi syarat dalam suatu bisnis franchise. Ketiadaan unsur fee ini menjadi indikasi penyembunyian menyangkut keuntungan yang diperoleh oleh franchisor dari bisnis ini.Pada hakekatnya royalti adalah honorarium yang sewajarnya dibayar oleh licensee/franchisee, sebagai pemakai konsep, sistem, penemuan, proses, metode/cara (HAKI), logo, merk/nama pada licensor/franchisor dan pemilik bisnis waralaba tersebut. Namun demikian royalty fee sejatinya lebih menitikberatkan pada aspek pemakaian/penggunaan, karena memang royalty fee adalah biaya yang harus dibayar secara periodik atas penggunaan konsep, sistem, penemuan, proses, metode/cara (HAKI), logo, merk/nama dari franchisor yang bersangkutan oleh franchisee.Dalam franchise sebagai suatu format bisnis yang dituangkan dalam suatu perjanjian antara franchisor sebagai pemilik dari hak intelektual, brand, logo dan sistem operasi dan franchisee sebagai penerima (konsep, sistem, penemuan, proses, metode/cara (HAKI), logo, merk/nama) royalty fee wajib dibayarkan oleh franchisee kepada franchisor sesuai yang diperjanjikan dan dalam hal ini wajib dibayarkan setiap bulan/triwulan, tergantung kesepakatan sebelumnya.Mengenai berapa besarnya, tergantung jenis usaha serta hitung-hitungan dari franchisor yang mencakup aspek feasibility atau kelayakannya suatu usaha franchise. Meski begitu menurut Ketua Asosiasi Franchise Indonesia, besarnya royalti fee yang wajar adalah yang seperi di luar negeri, yakni antara 1%-12%. Kalau lebih dari itu sudah tidak wajar. Dan prosentase tersebut harus diambil dari omset kotor bukan profit, karena bila dihitung dari profit akan menjadi lebih sulit karena profit sudah masuk dalam pembukuan sehingga perhitungannya harus memperhatikan banyak aspek.Keberadaan royalty fee sudah seharusnya dijadikan sumber utama pendapatan franchisor demi kelangsungan usahanya, karena bagaimanapun juga franchisor membutuhkan dana tersebut untuk membiayai segala pengeluaran untuk men-support usahanya seperti : membayar biaya supervisi, biaya montoring dan biaya on going asistensi secara terus menerus.Dalam aspek perpajakan terkait bisnis franchise ini, pemajakan dilakukan atas penghasilan yang diterima franchisor dari franchisee berupa royalty fee.Untuk mengetahui aspek perpajakannya, dapat didasarkan pada Undang-Undang Pajak Penghasilan Indonesia, yakni pada penjelasan Pasal 4 Ayat (1) Huruf h dan Pasal 23 serta Pasal 26 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Sebagaimana Terakhir Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilandari undang-undang pajak penghasilan tersebut, diketahui bahwa atas pembayaran royalty fee tersebut dari franchisee kepada franchisor, akan dikenakan pajak penghasilan Pasal 23 dengan tarif 15% dari jumlah bruto yang dibayarkan (pelaksanaannya PPh dipotong oleh Wajib Pajak pemberi penghasilan), dan apabila Wajib Pajak yang penerima penghasilan royalti (dalam hal ini franchisor) tidak memiliki NPWP, maka besar tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% daripada tarif semula (tarifnya menjadi 30%).Sedangkan apabila pembayaran royalty fee tersebut dilakukan oleh franchisee kepada franchisor yang menjadi Wajib Pajak Luar Negeri, selain kepada BUT, maka atas pembayaran tersebut dipotong/dikenakan pajak penghasilan (PPh Pasal 26) sebesar 20% dari jumlah bruto, atau sesuai dengan tarif dalam tax treaty negara Indonesia dengan negara domisili Wajib Pajak Luar Negeri yang bersangkutan. Pemotongan PPh Pasal 26 ini bersifat final, artinya pemilik waralaba sebagai wajib pajak luar negeri tidak perlu mengisi dan menyampaikan SPT-PPh. Contoh 1 :PT. Abadi membeli hak franchise suatu usaha kepada PT. Sentosa suatu badan usaha di Indonesia. Untuk mendapatkan hak dari PT. Sentosa, PT. Abadi harus membayar royalti sebesar Rp.300.000.000,-. Belum termasuk PPN 10% untuk jangka waktu 5 tahun. Atas hak istimewa tersebut, PT. Abadi berhak menggunakan merk dagang PT. Sentosa. Selain itu, PT. Sentosa akan memberikan sistem dan program usaha, pelatihan karyawan, dan konsultasi manajemen tersebut, PT. Abadi harus membayar Fee kepada PT. Sentosa sebesar 5% dari omzet setiap bulannya. Jika omzet PT. Abadi pada bulan Januari 2011 Rp. 100.000.000,- maka perhitungan PPh 23 yang harus dipotong oleh PT. Abadi adalah sebagai berikut :a. Atas pembayaran royalti sebesar Rp.300.000.000, maka PT. Abadi harus memotong PPh 23 sebesar : Rp.300.000.000 x 15% = Rp.45.000.000,-Jurnal Pajak :Royalti dibayar dimuka300.000.000PPN Masukan 30.000.000Bank285.000.000Hutang PPh 23 45.000.000b. Jika atas pembayaran terkait pemberian sistem program, pelatihan karyawan serta konsultasi manajemen (fee bulanan) dianggap sebagai royalti, maka perhitungan atas Fee adalah sebesar :Rp.100.000.000,- x 5% = Rp.5.000.000,-Atas Fee bulan Januari 2011 PT. Abadi memotong PPh 23 sebesar 15% x 5.000.000 = Rp. 750.000,-Jurnal saat pencatatan fee yang dianggap royalti tersebut adalah :Biaya Royalti5.000.000Bank4.250.000Hutang PPh 23 750.000c. Jika Fee bulanan tersebut dianggap jasa teknik, maka perhitungan fee adalah sebesar 2% x Rp.5.000.000 = Rp.100.000,-Jurnal :Biaya Jasa Teknik5.000.000Bank4.900.000Hutang PPh 23 100.000

Perbedaan yang signifikan :Rp.650.000 (Rp.750.000 Rp.100.000), antara pengklasifikasian biaya royalti dan jasa teknik. Kesalahan mengklasifikasi transaksi seperti ini banyak terjadi bukan hanya oleh WP namun juga oleh Fiskus.

Contoh 2 :PT. JKL membeli hak franchise suatu badan usaha dari luar negeri. Untuk mendapatkan hak dari KLM Limited, PT. JKL harus membayar royalti kepada KLM Limited sebesar Rp. 1 Milyar untuk jangka waktu 8 tahun. Diasumsikan bahwa negara tempat domisili KLM Limited mempunyai P3B (tax treaty) dengan Indonesia, tarif P3B yang mengatur royalti adalah sebesar 10%.Maka PT. JKL harus memotong PPh 26 sebesar : Rp.1.000.000.000 x 10% = Rp.100.000.000,-Jurnal Pajak :Royalti dibayar dimuka1.000.000.000Bank900.000.000Hutang PPh pasal 26100.000.000Atas pembayaran royalti luar negeri terutang PPNPPN Masukan100.000.000Bank100.000.000

1. PPh Pasal 23PPh pasal 23 membahas tentang penghasilan yang diperoleh dari penggunaan harta atau modal (deviden, bunga, royalti, hadiah penghargaan, sewa, dan jasa).a. Pemotong PPh Pasal 23Pemotong PPh Pasal 23 terdiri atas : 1) Badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.2) Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang ditunjuk sebagai pemotong PPh 23, yaitu :a) Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan;b) Orang Pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Keputusan Penunjukan sebagai Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 kepada Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri tertentu yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak. Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri tertentu wajib memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran berupa sewa.b. Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 23Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 23 terdiri atas :1) Wajib pajak dalam negeri (Orang Pribadi dan Badan)2) Bentuk Usaha Tetap (BUT)a. Penghasilan Yang Dikenakan PPh Pasal 23Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 23 sesuai dengan Pasal 23 UU No. 36 Tahun 2008, yaitu :1) Dividen, merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi. Saat terutang adalah saat disediakan untuk dibayarkan, yang dimaksud dengan saat disediakan untuk dibayarkan adalah : Untuk perusahaan yang tidak go public, adalah saat dibukukan sebagai utang dividen yang akan dibayarkan, yaitu pada saat pembagian dividen diumumkan atau ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan. Demikian pula apabila perusahaan yang bersangkutan dalam tahun berjalan membagikan dividen sementara (dividen interim), maka Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan terutang pada saat diumumkan atau ditentukan dalam Rapat Direksi atau pemegang saham sesuai dengan Anggaran Dasar perseroan yang bersangkutan. Untuk perusahaan yang go public, adalah pada tanggal penentuan kepemilikan pemegang saham yang berhak atas dividen (recording date). Dengan perkataan lain pemotongan Pajak Penghasilan atas dividen baru dapat dilakukan setelah para pemegang saham yang berhak menerima atau memperoleh dividen tersebut diketahui, meskipun dividen tersebut belum diterima secara tunai.2) Bunga, yaitu bunga pinjaman dari Wajib Pajak Badan ke Wajib Pajak Badan dan/atau dari Wajib Pajak Orang Pribadi ke Wajib Pajak Orang Pribadi serta denda keterlambatan pembayaran. Dalam pengertian bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang. Saat terutangnya Pajak adalah pada saat pembayaran, dan saat jatuh tempo pembayaran yaitu saat kewajiban untuk melakukan pembayaran yang didasarkan atas kesepakatan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis dalam kontrak atau perjanjian atau faktur.3) Royalti, adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas penggunaan atau hak menggunakan. Saat terutangnya adalah pada saat yang ditentukan dalam kontrak atau perjanjian.4) Hadiah, Penghargaan, Bonus, dan Sejenisnya selain yang dipotong Pajak Penghasilan yaitu penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri orang pribadi yang berasal dari penyelenggaraan kegiatan sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan. Perbedaan penghasilan berupa hadiah dan penghargaan yang di potong PPh pasal 21 dengan PPh Pasal 23 adalah untuk PPh Pasal 23, wajib pajaknya bisa wajib pajak dalam negeri orang pribadi maupun wajib pajak dalam negeri badan, tetapi untuk PPh Pasal 21 wajib pajaknya adalah wajib pajak dalam negeri orang pribadi.5) Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan Penggunaan Harta, kecuali sewa dan penghasilan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenakan Pajak Penghasilan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh.6) Imbalan Sehubungan dengan Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Jasa Konstruksi, Jasa Konsultan, dan Jasa Lain.b. Tarif dan Objek PPh Pasal 231) Sebesar 15% dari jumlah bruto atas :a) Dividen;b) Bunga;c) Royalti; d) Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh Pasal 21;2) Sebesar 2% dari jumlah bruto atas :a) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai PPh Pasal 4 ayat (2); b) Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100%.c. Dikecualikan dari Pemotongan PPh Pasal 23Pemotongan pajak tidak dilakukan atas :1) Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;2) Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;3) Dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f (dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia) dan dividen yang diterima oleh Orang Pribadi;4) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;5) Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;6) Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

2. PPh Pasal 26PPh Pasal 26 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia.a. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 26Pemotong PPh Pasal 26 adalah :1) Badan pemerintah, 2) Subjek pajak dalam negeri, 3) Penyelenggara kegiatan, 4) Bentuk usaha tetap, atau 5) Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang melakukan pembayaran kepada wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.b. Tarif dan Objek PPh Pasal 26No.ObjekTarifDasar Perhitungan

1.Penghasilan yang dibayarkan berupa :a. Deviden;b. Bunga termasuk Premium, Diskonto dan Imbalan jaminan pengembalian hutang;c. Royalty;d. Sewa;e. Penghasilan penggunaan hartaf. Imbalan sehubungan dengan jasa pekerjaan dan kegiatang. Hadiah & penghargaan;h. Pensiun & pembayaran berkala lainnya;i. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/ atauj. Keuntungan karena pembebasan utang.20% atau Tarif P3B

Jumlah Bruto

2.Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh yang diterima wajib pajak LN selain BUT di Indonesia

20% x Perkiraan Penghasilan Neto atau Tarif P3B

Harga Jual

3Penghasilan dari penjualan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3c) UU PPh.20% x Perkiraan Penghasilan Neto atau Tarif P3BHarga Jual

4Premi asuransi, termasuk premi Reasuransi.a. Atas premi dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di LN baik secara langsung maupun melalui pialang.b. Atas premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi di Indonesia kepada perusahaan asuransi di LN baik secara langsung maupun melalui pialang.c. Atas premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi di Indonesia kepada perusahaan asuransi di LN baik secara langsung maupun melalui pialang.

20% x 50% atau 10% atau Tarif P3B

20% x 10% atau 2% atau Tarif P3B

20% x 5% atau 1% atau Tarif P3BPremi yang Dibayar

c. Dikecualikan dari Pengenaan PPh Pasal 26Dalam hal Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari suatu Bentuk Usaha Tetap ditanamkan kembali di Indonesia, penghasilan dimaksud dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan.Pengecualian dari pengenaan Pajak Penghasilan diberikan apabila seluruh Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari suatu Bentuk Usaha Tetap ditanamkan kembali di Indonesia dalam bentuk :1) Penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri;2) Penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham;3) Pembelian aktiva tetap yang digunakan oleh Bentuk Usaha Tetap untuk menjalankan usaha Bentuk Usaha Tetap atau melakukan kegiatan Bentuk Usaha Tetap di Indonesia; atau4) Investasi berupa aktiva tidak berwujud oleh Bentuk Usaha Tetap untuk menjalankan usaha Bentuk Usaha Tetap atau melakukan kegiatan Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.

BAB IIIKESIMPULAN

A. KesimpulanFranchise merupakan suatu sistem dalam pemasaran barang dan jasa yang melibatkan dua pihak (franchisor dan franchisee), sistem ini merupakan suatu kiat untuk memperluas usaha dengan cara menularkan sukses. Dengan demikian dalam sistem ini harus terdapat pelaku bisnis yang sukses terlebih dahulu dimana kesuksesan yang diperolehnya tersebut akan disebarluaskan kepada pihak lain.Aspek perpajakan atas transaksi bisnis franchise (waralaba) di Indonesia didasarkan pada Undang-Undang Pajak Penghasilan Indonesia, yakni pada penjelasan Pasal 4 Ayat (1) Huruf h dan Pasal 23 serta Pasal 26 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

DAFTAR PUSTAKA

Irwan. Akuntansi Perpajakan. Pusat Pengembangan Bahan Ajar. Universitas Mercu Buana.Muljono, Djoko. 2009. Tax Planning Menyiasati Pajak dengan Bijak. Yogyakarta : CV. Andi Offset.Natalie, Venecia. 2012. Perlakuan Akuntansi Perpajakan atas Transaksi Franchise Pada Perusahaan Franchise. Artikel Ilmiah. Sekolah Tinggi Ekonomi Perbanas.Noory, Rakhmat. 2012. Analisis Kebijakan Pajak atas Penghasilan Royalti dan Jasa Teknik dalam Format Bisnis Waralaba Lokal Indonesia (Studi Kasus PT X Sebagai Franchisor Waralaba Minimarket X). Skripsi. Universitas Indonesia.Tjatur Iswanto, Bambang. 2007. Perlindungan Hukum Terhadap Franchise Dalam Perjanjian Franchise di Indonesia. Tesis. Universitas Diponegoro.Yuliani, Ika. 2005. Perlakuan Akuntansi dan Pajak Penghasilan atas Franchise Pada Perusahaan Pemegang Franchise (Franchisee) PT.X. Skripsi. Universitas Kristen Petra.http://indonesiantaxation.blogspot.com/2009/11/interpretasi-klasifikasi-royalti-jasa.html di akses pada tanggal 16 April 2014.http://franchise-info.web.id/pajak-pajak-atas-franchise-2/ di akses pada tanggal 16 April 2014.