p r o g r a m k o t a k u - p2kp.org · pdf filea. pendahuluan pelaksanaan program ... dan...
TRANSCRIPT
P R O G R A M K O T A K U
LAPORAN MONITORING PERIODE TRIWULAN I TAHUN 2016
KONSULTAN MANAJEMEN PUSAT WILAYAH-2 April-2016
A. Pendahuluan
Pelaksanaan Program KOTAKU tahun 2016 melanjutkan tongkat estafet dari PNPM Mandiri
Perkotaan yang sebelumnya sudah berjalan di sejumlah 11.066 kel/desa, dan pelaksanaan
KOTAKU tahun 2015. Pendampingan yang dilakukan dengan memanfaatkan dan
mengoptimalkan hasil-hasil pendampingan PNPM Mandiri Perkotaan baik menyangkut aspek (i)
pendekatan pemberdayaan masyarakat, (ii) kelembagaan masyarakat, maupun (iii) perencanaan
yang sudah ada di masyarakat yang di transformasi kedalam rencana strategis pencapaian target
program.
Uji petik (spotcheck) adalah serangkaian kegiatan pemantauan yang dilaksanakan dalam rangka
pengendalian kualitas terhadap pelaksanaan program KOTAKU. Pemantauan dilakukan dengan
datang langsung ke lapangan, untuk mendapatkan informasi yang akurat dari sumber primer
dan sekunder. Teknik pengumpulan data/informasi dilakukan melalui i). wawancara dan diskusi
dengan anggota LKM, relawan, KSM, warga masyarakat, aparat kelurahan, Pokja PKP dan
sebagainya, ii). pemeriksaan dokumen/arsip yang merupakan bukti pelaksanaan kegiatan, dan
iii). observasi dan pemeriksaan kondisi lapang terhadap hasil-hasil kegiatan Program.
Berdasarkan temuan-temuan yang ditemukan dari pelaksanaan kegiatan dilapangan selanjutnya
dilakukan proses pengolahan, hasilnya dirumuskan sebagai bahan umpan balik untuk perbaikan
dan bahan penyusunan laporan bulanan dan triwulanan.
Proporsi pelaksanaan pemantauan disetiap tingkat pusat, provinsi dan kota/kabupaten telah
diatur dalam TOR Konsultan KMP dan OSP, termasuk sejumlah pembiayaan dari program dan
masuk dalam kontrak Manajemen KMP/OSP dialokasikan khusus untuk mendukung kegiatan
pemantauan. Dalam TOR Konsultan menjelaskan bahwa cakupan kelurahan yang harus diuji
petik oleh KMP adalah minimal 1% dari seluruh lokasi Program atau sekitar 66 setiap triwulan,
sedangkan untuk OSP bervariasi antara 3%-10% dari lokasi dampingan, sedangkan untuk OSP-5
dan OSP-6 sebesar 3% dari lokasi dampingannya. Untuk OSP-7 dan OSP-9 ditetapkan sebesar
10%, serta OSP 10 dan OSP 8 sebesar 5% dari jumlah desa/kelurahan dampingan.
B. Realisasi Pelaksanaan Pemantauan KMP periode Triwulan I tahun 2016
Pelaksanaan pemantauan kegiatan KOTAKU pada periode ini telah ditugaskan kepada personil
pelaku masing-masing tingkatan (KMP, OSP, Korkot) sesuai dengan proporsinya. Pada periode
Triwulan I tahun 2016 untuk tingkat KMP berfokus pada tema Pemanfaatan BLM TA 2015,
kesiapan PLPBK Lanjutan dan kolaborasi kota. Lokasi monitoring KMP periode triwulan 1 tahun
2016 meliputi 17 kota/kabupaten, tepatnya di sejumlah 38 desa/kelurahan (58%). Berikut ini
rekap pelaksanaan pemantauan yang dilakukan oleh personil KMP.
Kota/Kab Desa/ Kelurahan Waktu
Pelaksanaan Pelaksana dan Posisi
Salatiga Noborejo 9-12 Feb 2016 Sutadi/Sub Monev
Tingkir lor
Sukoharjo Dukuh
Wirogunan
Manado Sindulang 9-12 Feb 2016 Imam/Sub Monev
Maasih
Bitung Paudean
Wangurer Barat
Wangurer Utara
Paser Sempulang 29 Feb-4 Maret 2016
Rudin Simangunsong/TA
Safeguard Lingkungan Rantau Panjang
Padang Pangrapat
Balikpapan Baru tengah
Banjarbaru Landas Ulin Barat 9-12 Feb 2016 Noorsamsu/Sub PLPBK
Sungai Tiung
Bangkal
Banjarmasin Tanjung Pagar
Alalak Selatan
Bantul Caturharjo 16-19 Feb 2016 Bagia Suhartono/ Sub Infrastruktur Tirtonirmolo
Sleman Margo Mulyo
Sariharjo
Kendari Mataiwoi 16-19 Feb 2016 Nashiruddin/Sub PLPBK Sanua
Kolaka Sabilambo
Ulunggolaka
Induha
Aceh Besar Meunasah Papeun 4-8 Maret 2016 Aisyah/TA Selaras
Meunasah Intan
Leung Ie
Makassar Lakkang 4-8 Maret 2016 Tia Rostiana/Sub PLPBK Pannamu
Bantaeng Karatuang
Onto
Ternate Kalumanta 14-18 Maret 2016 Sutadi/Sub Monev
Makassar Timur
Tidore Jaya
Sironggo Folahara
Progres pemantauan program yang dilakukan KMP mencapai 58% pada Triwulan I tahun 2016,
capaian ini tentu belum optimal dikarenakan personil TA KMP berfokus untuk menyelesaikan
pekerjaan penyusunan pedoman, juknis, dan POS dari masing-masing unit untuk program
KOTAKU. Ditingkatan OSP Provinsi dan Korkot pelaksanaan uji petik dilakukan dengan beragam
kemampuan fasilitasi dari manajemen sehingga belum merata terjadi disemua provinsi dan
Kota/Kabupaten.
C. Analisis Capaian Hasil Pemantauan
1. Pengelolaan Pengembangan Kapasitas
Dari hasil pemantauan yang telah dilakukan oleh KMP disejumlah 38 desa/kelurahan yang
tersebar di sejumlah 17 kota/kabupaten menghasilkan capaian dari pengelolaan pengembangan
kapasitas dan secara lengkap dipaparkan dalam tabel dibawah ini:
NO. PERTANYAAN JML KEL % YA % TIDAK
1. Apakah jenis pelatihan sudah dilaksanakan oleh konsultan dan masyarakat ?
38 89% 11%
2. Apakah seluruh tim fasilitator sudah mengikuti pelatihan?
38 71% 29%
3. Apakah materi pelatihan dipandang cukup memadai sebagai bekal memfasilitasi kegiatan?
37 78% 22%
4 Apakah pelaku masyarakat merasakan manfaat pelatihan terhadap pelaksanaan kegiatan?
38 92% 8%
Pengembangan kapasitas merupakan salah satu pilar dalam pelaksanaan program, karena
berfokus pada upaya untuk peningkatan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan pelaku program,
baik dari kalangan pemerintah daerah, konsultan pendamping, maupun masyarakat.
Pelaksanaan program akan optimal dan berjalan lancar manakala masyarakat mempunyai
pengetahuan yang memadai, ketrampilan yang mumpuni, serta sikap yang arif dalam
pelaksanaan penanganan kumuh yang adi di lingkungan sekitar, untuk itulah diperlukan
pengelolaan pengembangan kapasitas dengan sistem yang efektif.
Dari hasil pemantauan yang terkait kegiatan pengelolaan pengembangan kapasitas
menunjukkan bahwa capaian tertinggi pada item pelaku masyarakat merasakan manfaat
pelatihan terhadap pelaksanaan kegiatan (92%). Kondisi ini bisa menjadi indikasi positif karena
kegiatan pengembangan kapasitas yang dilakukan kepada masyarakat telah dirasakan
manfaatnya sehingga pengetahuan dan ketrampilan mereka meningkat, dan masyarakat
mempunyai kapasitas untuk melakukan serangkaian kegiatan KOTAKU yang ada kelurahan/desa.
Perhatian khusus perlu diberikan kepada masyarakat yang menyatakan belum merasakan
manfaat pelatihan terhadap pelaksanaan kegiatan (8%) tepatnya pada lokasi di Kota Aceh besar,
yang meliputi gampong: Meunasah Papeun, Meunasah Intan, dan Leung Ie. Pengendalian
kegiatan dan kualitasnya membutuhkan penanganan dan pengendalian yang lebih serius dari
OSP Aceh dan Korkot Aceh besar, sehingga masyarakat merasakan dengan nyata kemanfaatan
kegiatan pelatihan dari program.
Capaian yang paling rendah sebesar 71% terjadi pada tim fasilitator sudah mengikuti pelatihan,
ini berarti masih menyisakan sejumlah 29% tim fasilitator yang belum mengikuti pelatihan. Data
ini menunjukan bahwa fasilitator yang baru masuk sebagai fasilitator pengganti tidak langsung
bisa mengikuti pelatihan in-class karena menunggu jadwal pelaksanaan pelatihan yang dilakukan
oleh OSP. Temuan ini tepatnya terjadi di kota/kab: Paser (Sempulang, Rantau Panjang, padang
Pangrapat), Balikpapan (Baru Tengah), Aceh besar (Meunasah Papeun, Meunasah Intan, dan
Leung Ie), Makassar (Lekkang, Pannamu) dan Bantaeng (Karatuang, Onto).
Untuk capaian jenis pelatihan sudah dilaksanakan oleh konsultan dan masyarakat sebesar 89%
dan materi pelatihan dipandang cukup memadai sebagai bekal memfasilitasi kegiatan mencapai
sebesar 78%. Capaian ini sudah baik namun masih perlu ditingkatkan karena masih menyisakan
beberapa lokasi yang belum optimal sehingga memerlukan pula penguatan terhadap capaian
butir-butir pengelolaan pengembangan kapasitas sehingga pada triwulan berikutnya capaiannya
meningkat.
Dampak dari kegiatan pengembangan kapasitas ditingkat konsultan dapat terlihat dari
kemampuan masyarakat melaksanakan serangkaian kegiatan dari program. Selain itu kualitas
pelatihan tim fasilitator dan materi pelatihan yang memadai juga akan berdampak pada
meningkatnya manfaat pelatihan yang akan dirasakan oleh masyarakat.
Dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan kapasitas tidak cukup hanya bertujuan pada
terlaksananya kegiatan semata, namun pelaku perlu memastikan kualitasnya sehingga keluaran
dari pelaksanaan kegiatan bisa diwujudkan secara nyata. Evaluasi berkala dan TNA perlu
diperkuat pelaksanaanya sehingga mampu memberikan masukan terhadap jenis materi
pelatihannya, metodologi, pengendalian kualitas, dari strategi pengembangan kapasitas yang
dilakukan.
2. Pengorganisasian dan Kelembagaan
Pemantauan aspek pengorganisasian dan kelembagaan data ditujukan khusus untuk memotret
kualitas pelaksanaan kegiatan Kolaborasi Kota, data terkumpul sebanyak 34 kel yang tersebar di
17 kota/kabupaten. Khusus pemantauan di Provinsi Aceh tidak memasukan pemantauan
Kolaborasi Kota karena tidak ada kegiatan Kolaborasi Kota di Provinsi Aceh. Hasil pemantauan
terhadap pengorganisasian dan kelembagaan secara lengkap tertuang dalam tabel berikut:
NO. PERTANYAAN JML KEL % YA % TIDAK
5. Apakah Tim seleksi kota terbentuk dilengkapi dengan SK pembentukkan?
31 100% 0%
6. Apakah penetapan lokasi (kelurahan) dan kegiatan berdasarkan kriteria yang baku? (tambahan bila ada)
31 100% 0%
7. Apakah penetapan prioritas kegiatan masyarakat mengacu pada PJM Pronangkis/RPLP/RTPLP?
31 100% 0%
Dari hasil pemantauan yang terkait dengan kegiatan pengorganisasian dan kelembagaan
menunjukkan bahwa seluruh lokasi yang mendapatkan kegiatan Kolaborasi Kota telah
memenuhi ketentuan pelaksanaan kegiatan sebagaimana yang telah ditertapkan dalam
Pedoman Teknis Kolaborasi Kota. Seluruh Kota/Kabupaten telah membentuk Tim Seleksi Kota
yang dilengkapi SK pembentukannya, penetapan lokasi yang sesuai dengan kriteria pedoman
maupun penetapan kegiatan yang sudah mengacu pada hasil review PJM
Pronangkis/RPLP/RTPLP. Capaian terhadap ketiga item tersebut mencapai 100%.
Pengorganisasian pelaksanaan kegiatan ditingkat pemerintah daerah dalam pembentukkan
kelembagaan sangat bergantung kepada kualitas fasilitasi dari Korkot setempat. Selain itu
pemahaman dari para pelaku langsung terhadap program yang dilakukan melalui pelatihan di
tingkat Pusat serta pemahaman terhadap juknis Kolaborsi Kota diyakini menjadi faktor penting
dalam pencapaian yang baik dari kegiatan Kolaborasi Kota.
Penetapan lokasi dan pemilihan jenis kegiatan yang menjadi prioritas dalam penaganan kumuh
dapat dilaksanakan dengan baik, adanya ketentuan penetapan lokasi yang memungkinkan
dilakukannya penambahan kriterria lokasi menjadikan proses pemilihan lokasi menjadi adaftif
yang bisa merespon dinamika lapangan. Penetapan jenis kegiatan juga dapat dilakukan dengan
baik oleh Tim Seleksi Kota dengan menjadikan hasil review PJM Pronagkis berbasis baseline
kumuh sebagai sebagai kegiatan prioritas dalam penanganan kumuh.
Secara keseluruhan hasil pemantauan lapangan tentang pelaksanaan kegiatan kolaborasi kota
sebagaimana dijelaskan diatas memberikan indikasi yang positif bahwa kegiatan kolaborasi kota
telah dijalankan dengan baik dan dapat memberikan kontribusi yang maksimal dalam
mendukung kegiatan penanganan kumuh, prioritas kegiatan sudah berorientasi pada kebutuhan
dalam menanganan kumuh. Keberhasilan ini juga sangat terkait dengan output pelatihan yang
sudah terlaksana dengan baik
3. Administrasi dan Kualitas Hasil Kegiatan Infrastruktur
Dari hasil pemantauan yang telah dilakukan oleh KMP di sejumlah 17 kota/kabupaten
menunjukkan capaian dari Administrasi dan Kualitas hasil kegiatan secara lengkap dalam tabel
berikut:
NO. PERTANYAAN JML KEL % YA % TIDAK
8. Apakah dokumen RPLP/RTPLP sudah disahkan oleh Bupati/ Walikota atau Kepala Dinas terkait?
34 94% 6%
9.
Apakah DED lengkap memuat gambar ( Situasi; Denah; Tampak; Potongan; Detail Potongan), RAB per sub komponen kegiatan, Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) / Spesifikasi Teknis?
36 86% 14%
10. Apakah DED sudah di verifikasi/disetujui oleh konsultan bidang teknik / Dinas terkait dan ada tanda tangan?
36 78% 22%
11.
Apakah dokumen Proposal Lengkap, yang berisi: Pernyataan Lahan; Daftar Calon Tenaga Kerja; Kesepakatan swadaya; Kesepakatan Harga Satuan; Gambar rencana; Daftar List Negatif; Identifikasi dampak; Daftar kuantitas Pekerjaan; RAB; Struktur Tim Pelaksana; Pernyataan kesanggupan O&P.
36 97% 3%
12. Apakah ada Berita Acara Verifikasi Proposal KSM yang menyatakan Layak?
36 89% 11%
13. Apakah SPPD-L sudah dibuat dan ditandatangani oleh Ketua KSM dan BKM?
36 97% 3%
14. Apakah pencairan dana dari BKM ke KSM dilakukan terminasi (30% : 60% dan 10%)
36 97% 3%
15. Apakah KSM dengan nilai kegiatan diatas Rp.30.000.000,00 telah membuka rekening Bank?
36 97% 3%
16. Apakah prasarana infrastruktur yang dibangun mendukung penanganan permukiman kumuh?
35 100% 0%
NO. PERTANYAAN JML KEL % YA % TIDAK
17.
Apakah konstruksi bangunan sesuai dengan rencana/proposal/DED? (jenis kegiatan dan volume)
35 91% 9%
(pilih 2 kegiatan yang progres fisiknya diatas 50% untuk pemeriksaan lapangan)
18 Apakah kemajuan pelaksanaan fisik sesuai dengan pemanfaatan dana?
37 95% 5%
19. Apakah prasarana infrastruktur yang dibangun dapat bermanfaat langsung?
36 97% 3%
20. Apakah ada dokumen Sertifikasi dan Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan (BAP2)?
33 55% 45%
21. Apakah pengeluaran dana sudah dicatat dalam pembukuan KSM dan dilampirkan nota/kwitansi pembelian dll.
36 89% 11%
22. Apakah dokumen LPJ KSM sudah dibuat dan dijilid? 33 55% 45%
23. Apakah tim O&P telah terbentuk dan memiliki rencana kegiatan pemeliharaan yang dituangkan dalam berita acara
36 64% 36%
Administrasi dan Kualitas hasil kegiatan merupakan salah satu keluaran dari pelaksanaan
program yang perlu untuk dipastikan oleh pelaksana program; konsultan, pemerintah daerah,
dan masyarakat. Pelaksanaan kegiatan penanganan kumuh melalui PLPBK Lanjutan dan
Kolaborasi Kota dilaksanakan melalui serangkaian kegiatan yang meliputi tahapan
penyusunan/review dokumen perencanaan, proses pengusulan dan pelaksanaan kegiatan
infrastruktur yang dilakukan oleh masyarakat secara langsung. Standar pelaksanaan kegiatan
seluruhnya harus dapat dicapai dengan standar kualitas yang baik sehingga hasil-hasil kegiatan
dapat dipertanggungjawabkan.
Dari hasil pemantauan yang dilakukan KMP pada tahapan penyusunan dokumen perencanaan
menunjukkan bahwa dokumen RPLP/RTPLP sudah disahkan oleh Bupati/ Walikota atau Kepala
Dinas terkait meraih capaian tertinggi 93%. Artinya masih ada selkitar 7% RPLP/RTPLP yang
belum disahkan oleh Bupati/ Walikota, temuan ini terjadi di kota Kendari kelurahan Mataiwoi,
dan Kabupaten Kolaka di kelurahan Induha. Kedua kelurahan ini dokumen RPLP/RTPLP hanya
disahkan oleh Tim Teknis Dinas terkait.
Dokumen DED yang telah tersusun menunjukan bahwa tingkat kelengkapan DED mencapai 97%
sehingga masih ada beberapa kasus yang perlu diperbaiki, hasil pemantauan juga menunjukan
bahwa sebanyak 75% dokumen DED sudah di verifikasi/disetujui oleh konsultan bidang
teknik/Dinas terkait (sudah ditandatangani oleh para verifikator), beberapa lokasi yang
teridentifikasi belum melakukan verifikasi terhadap dokumen DED diantaranya di Kel. Sindulang
(Kota Manado) dan kel/desa Mataiwoi, dan Kolaka; Induha di Kota Kendari. Beberapa dokumen
perencanaan yang disusun oleh masyarakat dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 1. Hasil Review Investasi RTPLP dan Dokumen DED Kegiatan PLPBK Lanjutan
Pemenuhan administrasi dan prosedur pelaksanaan dalam kegiatan infrastruktur harus dapat
dipenuhi sesuai dengan ketentuan pedoman yang berlaku sehingga akuntabilitas dan kualitas
pelaksanaan kegiatan dapat terkawal dengan baik. Hasil pemantauan lapangan menunjukan
bahwa kelengkapan terhadap proposal KSM mencapai 89%, sedangkan untuk prosedur dalam
pencairan dan pemanfaatan yang menyangkut penandatanganan SPPD-L dan terminasi
pencairan BLM ke KSM mencapai 97%.
Faktor pengalaman yang dimiliki masyarakat dalam mengelola pelaksanaan kegiatan
infrastruktur selama bertahun-tahun menjadikan pengetahuan dan ketrampilannya sudah cukup
baik, dimana prosedur terkait penyiapan dokumen sampai terminasi pencairan dana ke kSM
dapat dipatuhi dengan baik. Program telah memberi pembelajaran kepada masyarakat untuk
melakukan pengelolaan kegiatan secara transparan dan akuntabel. Keberhasilan ini juga tidak
bisa dilepaskan dari terpaan kegiatan pengembangan kapasitas yang dilakukan selama bertahun-
tahun sehingga perubahan sosial telah terjadi ditengah-tengah masyarakat dampingan program.
Capaian yang baik dalam hal pemenuhan administrasi persiapan kegiatan dan prosedur tahapan
pemanfaatan BLM menunjukkan bahwa pengetahuan dan keterrampilan kelembagaan
masyarakat dalam pelaksana kegiatan tampaknya sudah semakin matang. mereka telah terampil
menggunakan alat dan instrumen yang mempermudah mereka dalam melaksanakan kegiatan
pembangunan infrastruktur. Pendampingan yang dilakukan oleh LKM melalui UPL dibawah
bimbingan fasilitator telah mampu mentransfer pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan
dalam pelaksanaan kegiatan. Hal ini tentu dampak berantai dari sekian banyak kegiatan
pengembangan kapasitas yang dilakukan selama keberadaan LKM dikelurahan tersebut.
Gambaran jenis dokumen proposal dan kelengkapannya yang dipergunakan oleh KSM, bisa
dicermati melalui gambar berikut:
Gambar-2: Proposal pelaksanaan kegiatan infrastruktur dan kelengkapan
Pemenuhan administrasi terkait dengan penyelesaian pekerjaan infrastruktur tercatat belum
dapat dipenuhi dengan baik, diantaranya adalah dokumen pelaksanaan sertifikasi 55%,
kelengkapan bukti pendukung dalam pembukuan KSM 89%, dan LPJ KSM 88%. Rendahnya
pencapaian ini terjadi karena sebagian dari kegiatan PLPBK lanjutan maupun kolaborasi kota
2015 masih dalam proses pelaksanaan pembangunan infrastruktur sehingga sebagian memang
masih dalam tahap proses penyusun pertanggungjawaban kegiatan.
Pada tahapan pengusulan dan pelaksanaan kegiatan infrastruktur, hasil pemantauan
menunjukkan kegiatan prasarana dan sarana infrastruktur yang dibangun seluruhnya
mendukung penanganan permukiman kumuh dengan capaian 100%. Artinya jenis kegiatan yang
ditetapkan dan dilaksanakan adalah kegiatan yang berorientasi pada 7 indikator kumuh. Hasil ini
memberikan gambaran bahwa pembangunan infrastruktur yang telah dilaksanakan dikelurahan
lokasi PLPBK Lanjutan maupun Kolaborasi Kota sepenuhnya telah sejalan dengan skenario dan
kebijakan program. Capaian ini juga memberikan petunjuk bahwa peralihan dari
penanggulangan kemiskinan menuju penangganan kumuh dapat dipahami dan diserap oleh
pelaku program dengan baik sehingga implementasi program dapat dilakukan efektif dan
terfokus.
Hasil pemantauan terrhadap hasil pelaksanaan pembangunan infrastruktur menunjukan bahwa
97% infrastruktur yang telah selesai dibangun dapat langsung dimanfaatkan oleh masyarakat
sehingga nilai manfaatnya dapat dirasakan langsung. Secara visual beberapa hasil kegiatan
infrastruktur dapat dilihat dalam gambar berikut
Kegiatan : Kolaborasi Kota 2015
Jenis keg : Jalan Conblock
Kel./Desa : Landasan Ulin Barat
Kota/Kab : Kota Banjarbaru
Deskripsi
Peningkatan kualitas jalan dari jalan tanah menjadi jalan conblock, jalan dilengkapi dengan saluran drainase dan lebar jalan >1,5 meter. Membuka akses bagi masyarakat MBR dan kondisi lingkungan menjadi lebih tertata
Gambar-3 Pembangunan Jalan Conblock, Kegiatan Kolaborasi Kota TA.2015
Gambar-4 Pembangunan Septik Tank Komunal
Lokasi : RT 06 Kel. Makassar Timur Kec. Ternate UtaraKegiatan : Septik Tank KomunalKSM : 2 x 10 m
0% 50% 100%
Isi Foto Kondisi 100%Isi Foto Kondisi 50%
Isi Foto Kondisi 0%
Lokasi pembangunan septitank komunal sudah dipermukiman kumuh, volume memadai
untuk beberapa KK, memanfaatkan bagian bawah jalan kampung, konstruksi memenuhi
dengan beton bertulang dan pasangan bata merah, ada pembagian ruang resapan.
Pemelihataan atas pembangunan infrastruktur tampaknya masih menjadi tantangan yang cukup
berat, dari hasil monitoring tercatat hanya sekitar 64% kelurahan yang proses pemeliharaannya
sudah berjalan, sementara sisanya sebesar 36% belum dapat berjalan secara efektif yang
dicirikan dengan belum dimilikinya rencana kegiatan pemeliharaan oleh Tim O&P. Hasil
pemantauan lapangan menemukan bahwa tim O&P masih sebatas pada penenuhan
administratif untuk memenuhi kebutuhan kelengkapan dokumen proposal KSM saja. Rencana
kerja Tim O&P yang belum berjalan diantaranya terjadi di kelurahan Mataiwoi di Kota Kendari,
serta kelurahan; Sabilambo, Ulunggolaka, dan Induha di Kabupaten Kolaka. Disejumlah lokasi
Lokasi : Saren RT 03 RW 07Kegiatan : Talud Penahan Jalan P= 81.6 mBLM 2015 : Rp. 16,308,000,-
0% 50% 100%
KSM GUGUR GUNUNG 4
Pembangunan talud untuk penahan agar jalan tidak longsor, konstruksi pasangan batu dengan
ketebalan yang memadai. Kesadaran bahwa pembangunan jalan dengan lokasi seperti itu
mutlak membutuhkan talud penahan.
Gambar-5 Pembangunan Talud Penahan Jalan
Lokasi : Rt 06 Kel. Kalumata Kec. Ternate SelatanKegiatan : Pemb.Jembatan ( 9 Meter )BLM 2015 : Rp. 31.300.000,-
0% 50% 100%
Pembangunan jembatan dipermukiman yang sesuai, strategis untuk menghubungkan antar
kampung, konstruksi beton bertulang, volume memadai untuk kendaraan roda dua, ada
pagar pengaman, dan finishingnya dilakukan pengecatan.
Gambar-6 Pembangunan Jembatan di Kota Ternate
tersebut diatas perlu terus ditingkatkan atau dikuatkan dengan fasilitasi untuk penguatan O&P
sehingga strukturnya lebih kuat, terbangun komitmen pemeliharaan dengan komunitas,
mempunyai rencana kerja, mempunyai rencana penggalangan dana, telah melakukan aksi nyata
penggalangan dana dan pemeliharaan.
Kegiatan : Ruang terbuka publik Kelurahan : Bangka; Kab : Banjarbaru; Kalimantan Selatan
Jalan pada talud sudah rusak dan belum ada perawatan dari O&P
Gambar-7. Kegiatan Pembuatan talud yang Belum Mendapat Pemeliharaan
4. Pemanfaatan BLM Komputer
Dari hasil pemantauan yang telah dilakukan oleh KMP disejumlah 17 kota/kabupaten
menunjukkan capaian dari Administrasi dan Kualitas hasil kegiatan khususnya
pemanfaatan BLM komputer secara lengkap dalam tabel berikut:
NO. PERTANYAAN JML KEL % YA % TIDAK
24. Apakah Panitia melakukan survey harga di minimal 3(tiga) toko resmi dengan melampirkan daftar harga yang distempel toko sesuai spesifikasi?
34 100% 0%
25. Apakah Panitia mengajukan proposal pengadaan komputer kepada BKM/LKM?
34 100% 0%
26. Apakah komputer hasil pengadaan sudah sesuai spesifikasi teknis yang ditentukan? (mengacu Surat Direktur Pengembangan Kawasan Pemukiman 27 Oktober 2015).
27 100% 0%
Dari hasil pemantauan yang terkait kegiatan pemanfaatan BLM komputer menunjukkan
bahwa proses pengadaan untuk bantuan Komputer LKM/BKM seluruhnya dapat
dipenuhi sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam pedoman yang berlaku
(POB Pendampingan Pencairan, Pemanfaatan Dana BLM Komputer LKM) dengan
capaian pada tiga aspek yang diamati seluruhnya mencapai 100%, yaitu (i) seluruh
Panitia pengadaan telah melakukan survey harga komputer minimal di 3 (tiga) toko
resmi dengan melampirkan daftar harga yang distempel toko sesuai spesifikasi telah
dilakukan disemua lokasi pemantauan, (ii) seluruh Panitia pengadaan mengajukan
proposal pengadaan komputer kepada BKM/LKM, jadi penggadaan komputer LKM
melalui prosedur standar dengan pengajukan proposal dari KSM, (iii) seluruh komputer
yang di sampling sudah sesuai dengan minimal spesifikasi teknis yang dipersyaratkan
dalam pedoman.
Saat dilakukan kunjungan lapangan terdapat 7 kelurahan/desa dengan posisi perangkat
komputer masih belum ada di sekretariat LKM, hal ini terjadi proses pengadaan yang
belum (LKM menunggu pengiriman komputer dari toko/suplierr, namun demikian
seluruh prosedur dapat dipastikan mengikuti ketentuan yang berlaku. Contoh
dokumentasi proses pengadaan dapat dilihat dalam gambar berikut
Gambar-7: Dokumentasi Kelengkapan Administrasi dan Bukti Pengadaan Komputer
Capaian kuantitatif dari hasil pemantauan ini menunjukkan masyarakat melalui LKM
sudah mampu mengelola kegiatan pengadaan komputer dengan baik dan sesuai dengan
POB yang sudah ditetapkan. Sejumlah 34 kelurahan/desa yang dijadikan lokasi
pemantauan pemanfaatan BLM komputer menunjukkan hasil yang memuaskan.
Pemahaman dan kepatuhan untuk melaksanakan tahapan kegiatan sudah baik, sehingga
penyusunan proposal dan survey harga dilakukan demi membangun akuntabilitas dan
transparansi LKM terhadap segenap warga masyarakat. Dari pemantauan lapangan
terdapat beberapa hambatan yang dihadapi dalam proses pengadaan komputer ini
adalah adanya keterbatasan dari toko/suplier komputer di kota/kabupaten setempat
yang menyediakan komputer built up dengan spesifikasi yang ditentukan sesuai POB
Pendampingan Pencairan, Pemanfaatan Dana BLM Komputer LKM. Akibatnya beberapa
LKM harus melakukan pengadaan ke luar kota/kabupaten atau toko/suplier harus
melakukan pemesanan dari luar kota bahkan ke luar pulau. Khusus di lokasi remote juga
harus ada dukungan swadaya masyarakat untuk proses pengiriman perangkat komputer
sampai ke LKM.
5. Pengelolaan PPM, SIM dan Monev
Capaian hasil pemantauan yang telah dilakukan oleh KMP disejumlah 17 Kabupaten kota
menunjukkan Pengelolaan PPM, SIM dan Monev secara lengkap tertuang dalam tabel
berikut:
NO. PERTANYAAN JML KEL % YA % TIDAK
28. Apakah masyarakat mengetahui adanya layanan PPM dalam pelaksanaan Program?
29 90% 10%
29. Apakah Tim Faskel secara rutin membuat format isian (logbook) sesuai dengan kebutuhan SIM?
29 52% 48%
30. Apakah Tim Korkot melakukan verifikasi dan validasi data secara rutin
34 76% 24%
31. Apakah Tim Korkot secara rutin memanfaatkan data SIM untuk pengendalian progres dan kualitas kegiatan
29 45% 55%
32. Apakah Pemda telah melakukan monitoring terhadap kegiatan?
34 100% 0%
33. Apakah OSP dan Korkot telah melakukan monitoring terhadap kegiatan?
34 100% 0%
34. Apakah LKM telah melakukan monitoring terhadap kegiatan? 34 100% 0%
Pemantauan yang terkait kegiatan pengelolaan PPM, SIM dan Monev dimaksudkan untuk
melihat efektifitas manajemen proyek terkait dengan tanggungjawab para pelaku kunci dalam
mengelola kegiatan program. Dari tabel diatas dapat ditunjukan bahwa kinerja terhadap
komponen pengelolaan program cukup beragam.
Secara umum capaian tentang pengelolaan PPM sudah cukup baik dimana 90% masyarakat
sudah cukup mengetahui bahwa dalam pelaksanaan kegiatan program terdapat layanan PPM,
secara kuantitatif memang masih menyisakan 10% masyarakat di dibeberapa lokasi yang masih
belum mengetahui keberadaan PPM. Fakta lapangan ini mengisyaratkan untuk terus
dilakukannya sosialisasi dan pengembangan kapasitas masyarakat sehingga pemahaman
masyarakat terhadap keberadaan dan fungsi PPM dimasa mendatang dapat semakin meningkat.
Pengelolaan SIM secara umum belum begitu berjalan secara optimal untuk menjadi sumber
informasi yang up to date (terkini) mengikuti perkembangan lapangan sehingga SIM belum
dapat menjadi instrumen pengendalian yang efektif untuk memantau dinamika perkembangan
kegiatan lapangan. Secara kuantitatif beberapa aspek pengelolaan SIM menunjukan bahwa
sebanyak 52% Tim Fasilitator yang secara rutin menyerahkan format logbook SIM secara tepat
waktu mengikuti kemajuan kegiatan di masyarakat, artinya 48% masih belum up to date
mengikuti perkembangan lapangan, (ii) sebanyak 76% Tim Korkot yang secara rutin melakukan
verifikasi terhadap kualitas data SIM, dan (iii) sebanyak 45% Tim Korkot yang memanfaatkan
data SIM untuk pengendalian progres dan kualitas pelaksanaan kegiatan lapangan. Beberapa
kota/kabupaten yang belum optimal dalam pengeloaan SIM diantaranya Manado, Bitung, Paser,
Balikpapan, Kendari, Kolaka, Aceh besar, dan Makassar
Capaian kuantitatif pengelolaan SIM sebagaimana dijelaskan diatas menunjukan adanya potensi
persoalan dalam pengelolaan SIM, yaitu aliran data yang kurang lancar, persoalan pada
pemastian kualitas data, serta fungsi SIM yang kurang optimal untuk kebutuhan pengendalian
progres di kevel lokal. Kurang optimalnya kegiatan pengelolaan SIM juga tidak lepas dari
beberapa kondisi yang kurang menguntungkan, diantaranya ketersediaan aplikasi yang
disiapkan Pusat seringkali terlambat dibandingkan dengan berjalannya kegiatan lapangan serta
masih kurangnya kegiatan peningkatan kapasitas untuk meningkatkan kemampuan dan
keterampilan pemanfaatan SIM untuk kebutuhan pengendalian dan evaluasi kegiatan.
Kegiatan monitoring sebagai bagian dari komponen pengelolaan program telah berjalan dengan
sangat baik dengan capaian kuantitatif mencapai 100%, dimana seluruh pelaku dari mulai
Pemerintah Kota/Kabupaten, LKM, dan konsultan seluruhnya telah melakukan monitoring
terkait kegiatan PLPBK Lanjutan maupun Kolaborasi Kota. Hasil ini menunjukkan bahwa kegiatan
pemantauan sudah disadari sebagai bagian dari tugas dan tanggung jawab Pemda, LKM, dan
Konsultan untuk mengendalikan dan memastikan kegiatan program dapat berjalan dengan baik
di masyarakat. Disisi lain pencapaian ini memberikan sinyal bahwa kegiatan penanganan kumuh
telah menjadi suatu program yang dipandang cukup strategis "menggairahkan" bagi seluruh
pihak untuk secara bersama sama memastikan berjalannya kegiatan penanganan kumuh di
masyarakat.
Pemahaman tentang posisioning Pemda sebagai nahkoda dalam penaganan kumuh sudah mulai
dipahami dan diterapkan dengan baik. Berbagai event sosialisasi dan lokakarya yang
dilaksanakan di pusat maupun daerah yang melibatkan para pelaku kunci di daerah telah
memberikan dampak cukup signifikan terhadap pelaksanaan kegiatan PLPBK lanjutan maupun
kolaborasi kota. Semangat dan keterlibatan yang sudah menguat pada pelaku dari pemda
diharapkan akan semakin mempercepat dan pelaksanaan program penanganan kumuh yang
akan dan sedang dilakukan. Pemantauan yang dilakukan oleh pemerintah daerah merupakan
wujud tanggung jawab sebagai pengendali kegiatan, sehingga progres dan kualitas kegiatan
masyarakat dan pemerintah daerah yang dilakuan dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat dan pengelola program.
5. REKOMENDASI
Hasil monitoring KMP secara umum memberikan gambaran bahwa keseluruhan pelaksanaan
kegiatan KOTAKU pada umumnya dapat berjalan dengan baik, meskipun demikian dalam
beberapa kasus juga masih ditemukan beberapa kelemahan atau kekurangan yang harus
diperbaiki dimasa mendatang agar output pelaksanaan kegiatan dapat ditingkatkan kualitasnya.
Beberapa rekomendasi tindaklanjut untuk perbaikan kegiatan KOTAKU kedepan adalah sebagai
berikut :
1. OSP harus memastikan bahwa peningkatan kapasits (pelatihan) dapat dilaksanakan secara
berjenjang dari mulai pelatihan ditingkat OSP Provinsi, Tim Korkot, Tim Fasilitator sampai ke
tingkat masyarakat (LKM, UP, TIPP, aparatur kelurahan/desa, dan kelompok/lembaga lokal
sehingga penanganan kumuh bisa berjalan lebih efektif. Mekanismenya dapat dilakukan
melalui peningkatan pelatihan, KBIK, forum diskusi , dll
2. Mekanisme penjajagan kebutuhan menu pelatihan (TNA) perlu dilakukan, baik untuk
peningkatan kapasitas konsultan maupun Pemda ataupun masyarakat sehingga menu
pelatihan sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang ada, termasuk banyak memberikan
muatan untuk mendorong tumbuhnya inovasi lokal dalam mengatasi persoalan-persoalan
yang muncul dalam pelaksanaan penanganan kumuh.
3. OSP harus memastikan agar seluruh pelatihan yang disampaikan ke masyarakat (LKM, UP,
Aparat Kelurahan/Desa, TIPP) dapat memampukan mereka dalam menjalankan tugas dan
tanggungjawabnya.
4. OSP memastikan agar seluruh Kota/Kabupaten memiliki Pokja PKP (atau lembaga sejenis)
dapat berfungsi mengkoordinasikan keseluruhan kegiatan penanganan kumuh yang ada di
wilayahnya.
5. Memastikan bahwa kelengkapan administrasi mulai dari dokumen proposal, mekanisme
pencairan dan pemanfaatan, dokumen LPJ dapat dipenuhi seluruhnya. Proses verifikasi
harus efektif untuk memastikan semua prasyarat dan ketentuan dapat dipenuhi disetiap
tahapan kegiatan sehingga transparansi dan akuntabilitas kegiatan dapat dipenuhi.
6. Pada saat monitoring Triwulan I ini capaian tentang sertifikasi pekerjaan infrastruktur,
penandatanganan Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan (BAP2) serta kelengkapan bukti
pendukung LPJ masih rendah yang disebabkan beberapa kegiatan masih dalam proses
pemanfaatan BLM. OSP harus memastikan bahwa seluruh dokumen tersebut dapat dipenuhi
setelah seluruh kegiatan infrastruktur selesai dilaksanakan.
7. OSP perlu meningkatkan kapasitas Tim O&P dengan mengembangkan inovasi lokal untuk
mengembangkan pelaksanaan pemeliharaan dan perawatan terhadap infrastruktur yang
telah dibangun; misalnya dengan mengembangkan channeling/kerjasama, arisan
pemeliharaan lingkungan, penggalangan keswadayaan masyarakat, dll
8. OSP harus memfasilitasi dan memperkuat masyarakat dalam penyusunan "Aturan Bersama"
dan memastikan bahwa pemeliharaan dan pengelolaan terhadap hasil pembangunan telah
menjadi bagian dari aturan bersama yang ada.
9. OSP harus memastikan bahwa seluruh data SIM kolaborasi kota dan PLPBK lanjutan dapat
diinput secara lengkap dan akurat dalam aplikasi yang ada. OSP harus mengembangkan
sistem verifikasi yang kuat secara berjenjang dengan melakukan analisis bersama terhadap
data SIM yang ada.
10. OSP harus memperbanyak memberikan peningkatan kapasitas kepada Tim Korkot melalui
KBIK, serta memperkuat dan mengefektifkan pelaksanaan SIM Day untuk meningkatkan
tingkat kelengkapan dan keakuratan data SIM.