p a r i w a r a ipbbiofarmaka.ipb.ac.id/biofarmaka/2014/pariwara ipb 2014 vol 95.pdfteknologi...

2
Setiap Selasa, Pukul : 19.30 - 20.00 WIB Kantor Hukum, Promosi dan Humas IPB Pakar IPB di “ Siaran Pedesaan RRI “ 93,75 FM IPB P a r i w a r a Penanggung Jawab : Yatri Indah Kusumastuti Pimpinan Redaksi: Siti Nuryati Redaktur Pelaksana: Dedeh Hartati Editor: Nabiela Rizki Alifa Reporter : Siti Zulaedah, Nunung Munawaroh, Rio Fatahilah, Awaludin, Waluya S Layout : Devi Fotografer: Cecep AW, Bambang A, Sirkulasi: Agus Budi P, Endih M, Untung Alamat Redaksi: Humas IPB Gd. Andi Hakim Nasoetion, Rektorat Lt. 1, Kampus IPB Darmaga Telp. : (0251) 8425635, Email: [email protected] PARIWARA IPB/ Juni 2014/ Volume 95 Terbit Setiap Senin-Rabu-Jum’at DENGARKAN...! Teknologi Lubang Resapan Biopori (LRB) yang merupakan salah satu inovasi IPB kian banyak dikenal masyarakat. Teknologi sederhana untuk perbaikan lingkungan ini rupanya menarik perhatian Walikota Bogor, Dr. Bima Arya dan jajarannya. Ya, dalam rangka Hari Lingkungan Hidup Sedunia dan Hari Jadi Bogor Ke-532, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor menggelar Pencanangan Sejuta LRB di Kota Bogor, 5/6. Pencanangan dilakukan di Lapangan Kresna Kelurahan Bantarjati. Dalam sambutannya, Walikota Bogor mengutarakan pentingnya menjaga lingkungan hidup dengan cara memelihara lingkungannya masing-masing. “Sekarang saat yang tepat untuk membuat LRB karena inovasi IPB ini telah terbukti mampu mengurangi sampah organik dan menyerapkan air ke dalam tanah. Hari ini kita baru mengawali dengan membuat 20 LRB, kita menargetkan selesai satu juta LRB se-Kota Bogor pada bulan Desember 2014 mendatang. Penemu Biopori ada di Bogor dan kita akan memaksimalkan kepakaran beliau,” urai Walikota. Ditandaskannya, Pemkot Bogor mulai sekarang tidak akan lagi sembarangan memberi ijin pendirian bangunan yang berpotensi merusak lingkungan karena lingkungan adalah milik anak bangsa, milik anak cucu kita. Pencanangan satu juta LRB yang diikuti warga Bogor ini dirangkai dengan Pencanangan Gerakan Serentak Pemberantasan Sarang Nyamuk. Hadir dalam kegiatan ini: sang peneliti dan penemu Teknologi LRB, Ir.Kamir R. Brata, Kepala Kantor Hukum, Promosi dan Humas IPB, Ir.Yatri Indah Kusumastuti, M.Si, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Wakil Walikota Bogor, Sekretaris Daerah, para Camat dan Lurah, kader Biopori, Kader Juru Pemantau Jentik Nyamuk, juga masyarakat luas. (wly) Biopori IPB Warnai Peringati Hari Jadi Bogor Ke-532

Upload: haxuyen

Post on 10-Apr-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Setiap Selasa, Pukul : 19.30 - 20.00 WIB

Kantor Hukum, Promosi dan Humas IPB

Pakar IPB di “ Siaran Pedesaan RRI “ 93,75 FMIPBP a

r i

w a

r a

Penanggung Jawab : Yatri Indah Kusumastuti Pimpinan Redaksi: Siti Nuryati Redaktur Pelaksana: Dedeh Hartati Editor:

Nabiela Rizki Alifa Reporter : Siti Zulaedah, Nunung Munawaroh, Rio Fatahilah, Awaludin, Waluya S Layout : Devi Fotografer:

Cecep AW, Bambang A, Sirkulasi: Agus Budi P, Endih M, Untung Alamat Redaksi: Humas IPB Gd. Andi Hakim Nasoetion,

Rektorat Lt. 1, Kampus IPB Darmaga Telp. : (0251) 8425635, Email: [email protected]

PARIWARA IPB/ Juni 2014/ Volume 95Terbit Setiap Senin-Rabu-Jum’at

DENGARKAN...!

Teknologi Lubang Resapan Biopori (LRB) yang merupakan salah satu inovasi IPB kian banyak dikenal masyarakat. Teknologi sederhana untuk perbaikan lingkungan ini rupanya menarik perhatian Walikota Bogor, Dr. Bima Arya dan jajarannya. Ya, dalam rangka Hari Lingkungan Hidup Sedunia dan Hari Jadi Bogor Ke-532, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor menggelar Pencanangan Sejuta LRB di Kota Bogor, 5/6. Pencanangan d i l a k u k a n d i L a p a n g a n K r e s n a K e l u r a h a n B a n t a r j a t i .

Dalam sambutannya, Walikota Bogor mengutarakan pent ingnya menjaga lingkungan hidup dengan cara memelihara lingkungannya masing-masing. “Sekarang saat yang tepat untuk membuat LRB karena inovasi IPB ini telah terbukti mampu m e n g u r a n g i s a m p a h o r g a n i k d a n menyerapkan air ke dalam tanah. Hari ini kita baru mengawali dengan membuat 20 LRB, kita menargetkan selesai satu juta LRB se-Kota Bogor pada bulan Desember 2014 mendatang. Penemu Biopori ada di Bogor dan kita akan memaksimalkan kepakaran beliau,” urai Walikota. Ditandaskannya, Pemkot Bogor mulai sekarang tidak akan lagi sembarangan memberi ijin pendirian bangunan yang berpotensi merusak lingkungan karena lingkungan adalah milik anak bangsa, mi l ik anak cucu k ita.

Pencanangan satu juta LRB yang diikuti warga Bogor in i d irangkai dengan P e n c a n a n g a n G e r a k a n S e r e n t a k Pemberantasan Sarang Nyamuk. Hadir dalam kegiatan ini: sang peneliti dan penemu Teknologi LRB, Ir.Kamir R. Brata, Kepala Kantor Hukum, Promosi dan Humas IPB, Ir.Yatri Indah Kusumastuti, M.Si, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Wakil Walikota Bogor, Sekretaris Daerah, para Camat dan Lurah, kader Biopori, Kader Juru Pemantau Jentik Nyamuk, juga masyarakat luas. (wly)

Biopori IPB Warnai Peringati Hari Jadi Bogor Ke-532

Hari Lingkungan Hidup 5 Juni menjadi momen tepat bagi Dewan Guru Besar (DGB) IPB untuk menyumbang solusi permasalahan banjir yang

masih saja menjadi bencana yang menghantui negeri ini. Dalam bingkai acara Coffee Morning bersama wartawan dari berbagai media

yang difasilitasi Kantor Hukum, Promosi dan Humas (KHPH) bekerjasama dengan Direktorat Kajian Strategis dan Kebijakan Pertanian (DKSKP), tiga guru besar IPB memaparkan gagasan-

gagasannya, 4/6. Berikut ringkasannya:

Tiga Guru Besar IPB Sumbang Solusi Problem Lingkungan

encegahan banjir di suatu kawasan Pmemerlukan perencanaan yang sistematis dan terpadu berdasarkan pada akurasi

data yang harus diperhitungkan. Tindakan untuk mencegah banjir juga tidak cukup hanya dilakukan di wilayah banjirnya saja tetapi juga harus menjangkau semua faktor penyebabnya. Sistem dan kapasitas jaringan drainase baik di perkotaan maupun di pemukiman seharusnya dirancang dan dibangun untuk mengantisipasi kemungkinan kejadian hujan harian, maksimum untuk periode ulang yang lebih panjang, misalnya 5 sampai 10 tahun.

Zero Runoff System (ZROS) atau sistem limpasan air permukaan nol menjadi pendekatan penting. ZROS bertujuan untuk meminimalkan limpasan air permukaan dan genangan air di satu kawasan sampai hilang seketika setelah hujan berhenti. Caranya dengan mengurangi arus air masuk dari sebelah hulu, menyerapkan air hujan masuk ke dalam tanah dan mencegah limpasan air permukaan keluar dari kawasan tersebut. Inti dari ZROS adalah bagaimana menyerapkan air hujan sebanyak mungkin ke dalam lapisan tanah secara terdistribusi melalui garis-garis air yang dikonstruksi di dalam kawasan tersebut. Pada garis-garis air tersebut, dalam interval tertentu dikonstruksi lubang-lubang resapan yang dimensi dan jumlahnya ditentukan berdasarkan persamaan neraca air. ZROS telah berhasil diterapkan di perkebunan buah belimbing di Kota Depok. Selain masalah banjir teratasi, produksi belimbing tahunan semakin meningkat, karena tanah menjadi lebih lembab pada saat musim kemarau. Selain itu konsep ZROS juga telah selesai dikonstruksi di perkebunan pala di Aceh dan pemukiman penduduk di Daerah Aliran Sungai (DA S) Cidanau belum lama ini . Selanjutnya secara bertahap, ZROS akan dikembangkan lebih luas lagi ke berbagai kawasan yang mempunyai permasalahan banjir, genangan air, limpasan permukaan, dan erosi tanah. Termasuk untuk memanen air hujan di areal pertanian lahan kering, misalnya di wilayah timur Indonesia. (dh)

Ada empat solusi mengatasi bencana banjir diantaranya memperbesar volume air yang tersimpan dalam tanah dan memperkecil volume air larian (run off), memperbesar serapan karbon (carbon sequestration) dan memperkecil jumlah emisi gas rumah kaca (GRK) untuk meminimalisasi terjadinya global warming yang akan menimbulkan perubahan iklim global. Selain itu, kelembagaan dan regulasi yang efektif dan efisien untuk pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan dan terpadu serta bersikap hidup sederhana dan hemat dalam menggunakan sumberdaya alam, serta arif terhadap lingkungan sekitar merupakan kunci mencegah bencana banjir. Penutupan vegetasi seperti hutan memegang peranan penting dalam pengaturan sistem hidrologi, terutama "efek spons" yang dapat menyekap air hujan dan mengatur pengalirannya, sehingga mengurangi kecenderungan banjir dan menjaga aliran air di musim kemarau. Fungsi tersebut akan hilang jika vegetasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang lebih tinggi hilang atau rusak. Di seluruh wilayah tropika, 90 persen petani di dataran rendah tergantung pada kegiatan 10 persen masyarakat yang tinggal di daerah hulu sungai. Oleh karena itu pada daerah yang bercurah hujan tinggi, keberadaan hutan penting dalam mengurangi laju air curahan sebesar 10-40 persen, sehingga mengurangi a l i ran permukaan yang berpotensi sebagai penyumbang banjir. Selain itu, adanya serasah dan aktivitas mikroorganisme dapat meningkatkan air resapan ke dalam tanah menjadi air simpanan. Jika di suatu DAS telah banyak dilakukan konversi hutan menjadi non-hutan seperti daerah Puncak atau Lembang, maka risiko terjadinya banjir menjadi besar bahkan banjir bandang. Pada tanah labil, penebangan hutan menaikkan hampir lima kali kejadian longsor dan hampir tiga kali volume tanah yang longsor. Pembuatan jalan meningkatkan 50 kali pada kejadian longsor dan 30 kali pada volume tanah yang longsor s e h i n g ga h u ta n s a n ga t l a h p e n t i n g u n t u k pengendaliaan tanah longsor. Penghijauan yang hanya menanam pohon tinggi tanpa memperhatikan adanya tumbuhan bawah dan serasah justru akan menaikkan erosi. Dalam penghijauan sebaiknya memperhatikan pohon yang dipilih mempunyai ujung penetes yang sempit dan ada tumbuhan bawah (rumput misalnya) dan serasah. (zul)

Berbicara pengendalian banjir seharusnya pada saat aman, bukan saat terjadi banjir. Karena ketika kita mengkaji pengendalian banjir pada saat aman maka kajian solusinya adalah untuk pengendalian dalam jangka panjang ke depan. Solusi banjir jangka panjang adalah dengan pengelolaan Ruang Terbuka Biru (RTB) yang ada di sekitar kita. RTB merupakan lanskap badan air, mulai dari unit lanskap terkecil di dalam pekarangan rumah seperti kolam, balong, empang hingga skala yang lebih besar seperti embung, situ, danau, waduk, serta aliran irigasi, drainase, kanal, dan sungai-sungai. Berdasarkan hasil analisis spatio-temporal pada 1978, 1995, dan 2010 diperoleh hasil yang menunjukkan perubahan badan air tiap 15 tahun yang cukup signifikan. Badan air RTB memainkan peran penting dalam pengendalian banjir dengan menahan hidrograf aliran masuk dan mengurangi debit puncak aliran keluar sehingga dapat mengurangi kapasitas saluran yang diperlukan di bagian hilir. Badan air ini berguna sebagai tampungan retensi dan harus dipelihara dan dikembangkan keberadaannya dalam rangka mengurangi debit banjir. Sementara air yang bersumber dari ruang terbuka hijau (RTH) disebut juga green water yang menunjukkan air yang tersimpan dalam zona tak jenuh yang berperan sebagai sumberdaya air. Keseimbangan antara blue water dan green water adalah kunci dalam mengatur kuantitas air dalam suatu DAS. Manajemen lanskap RTB bisa dilakukan secara sederhana dengan memberdayakan dan merestorasi ekisistem badan sungai yang ada. S e ca ra a l a m i m e a n d e r i n g s u n ga i h a r u s dipertahankan, sebagai upaya “naturalisasi”. Jangan sebaliknya sungai alami dilurus-luruskan. Naturalisasi sungai merupakan upaya sumberdaya air akan semakin banyak ditampung oleh badan sungai dan bisa bertahan lebih lama untuk dimanfaatkan sebagai sumber kehidupan. Di beberapa titik bantaran sungai yang potensial bisa dibuat coakan sebagai rekayasa lanskap (riverside cascade) untuk menambah tampungan air, memperlambat arus sungai, dan sarana rekreasi dalam bentuk water-front landscape. (wly)

Prof.Dr. Hadi Susilo ArifinGuru Besar Fakultas Pertanian

Pentingnya Ruang Terbuka Biru

Prof.Dr. Cecep KusmanaGuru Besar Fakultas Kehutanan

Perbesar Volume Air Tanah dan Serapan Carbon Sequestration, Perkecil Run off dan Emisi GRK

Prof.Dr. Budi Indra SetiawanGuru Besar Fakultas Teknologi Pertanian.

ZROS untuk Mengatasi Banjir di Perkotaan, Perumahan dan Pertanian