oza (autosaved)

Upload: laila-putri-suptiani

Post on 21-Jul-2015

165 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

ASUHAN KEBIDANAN BERKESINAMBUNGAN PADA NY.M DENGAN PREEKLAMSIA

BERAT DI RSUD GUNUNG JATI CIREBONDisusun untuk memenuhi salah satu Tugas Praktek Kebidanan Klinik III

Disusun oleh : Siti Syarojammuniro Sinta Anggraeni Maulidya Rezqinna Anita Nurhayati Resha Rofiah Erna Puspitasari Mirra Martini 130103090087 130103097008 130103090031 130103090081 130103090033 130103097091 130103090007 Vera Iryanti Mila Andriyani Laila Putri Suptiani Rosalina Fauziah Luky Risa Dea Agistiani 130103090088 130103097071 130103090032 130103097067 130103090083 130103090037

PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2012

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Hingga saat ini hipertensi dalam kehamilan masih merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janinnya. Bila kelainan ini dapat dicegah maka diharap akan dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas penyakit ini. Gejala-gejala preeklampsia baru menjadi nyata pada usia kehamilan yang lanjut (trimester ketiga). Namun kelainan sudah terjadi jauh lebih dini yakni pada usia kehamilan antara 8 dan 18 minggu (Rambulangi, 2003). Pre-Eklampsia adalah kondisi khusus dalam kehamilan, ditandai dengan peningkatan tekanan darah (TD) dan proteinuria. Dapat berhubungan dengan kejang (eklampsia) dan gagal organ ganda pada ibu, sementara komplikasi pada janin meliputi restriksi pertumbuhan dan abrupsio plasenta (Shennan & Chappel, 2001). Eklampsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita dengan Pre-Eklampsia yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain (Cuningham, 2006) Kematian ibu memang menjadi perhatian dunia internasional. Organisasi Kesehaatan Dunia (WHO) memperkirakan diseluruh dunia lebih dari 585.000 ibu meninggal tiap tahun saat hamil atau bersalin. Artinya, setiap menit ada satu perempuan yang meninggal. Setelah perdarahan dan infeksi, Diagnosa dini Pre-Eklampsia dan Eklampsia amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati Pre-Eklampsia ringan agar tidak berlanjut menjadi Eklampsia. Dan tidak menyebabkan kematian maternal dan perinatal.(Mochtar, 2002) Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007 Angka Kematain Ibu (AKI) telah terjadi penurunan yang cukup signifikan yakni 228 per 100.000 kelahiran. Penyumbang terbesar yaitu perdarahan yaitu 45,2% dan preklamsi/eklamsi menduduki posisi kedua yaitu 12,9%. Dan yang lainnya Aborsi tidak aman 11,1%, Sepsis 9,6%, Persalinan lama 6,5%, Anemia 1,6% dan penyebab kematian tidak langsung lainnya 14,1%. Untuk di RSUD Gunung Jati Cirebon sendiri pada tahun 2011 jumlah ibu yang mengalami preklamsi/eklamsi ada 214 dan 1 meninggal dunia.

1.2 Rumusan masalah dan ruang lingkup 1.2.1 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah bagaimana menerapkan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan Preeklampsia Berat (PEB) 1.2.2 Ruang Lingkup Lingkup masalah asuhan kebidanan dalam penulisan makalah ini dibatasi pada asuhan kebidanan intranatal, khususnya pada Ny. M dengan persalinan

Preeklampsia Berat (PEB) di Ruang PONEK, Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati Cirebon, dari tanggal 23 April 2012 sampai dengan 24 April 2012 menggunakan asuhan kebidanan dengan pendokumentasian SOAP. 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari studi kasus ini adalah untuk memperoleh pengetahuan dan menerapkan asuhan kebidanan pada ibu dalam persalinan Preeklampsia Berat (PEB) 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari studi kasus ini adalah agar mahasiswa mampu: 1. Menegakan diagnosa pada kasus Ny. M 2. Melakukan penanganan pada kasus tersebut 3. Menegakan diagnosa pada bayi Ny. M 4. Melakuakan penanganan dan asuhan pada bayi dengan kasus tersebut

1.4 Manfaat kegiatan asuhan kebidanan 1.4.2 Bagi Pusat Layanan Kesehatan Diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam memberikan asuhan kebidanan pada ibu dengan persalinan Preeklampsia Berat (PEB) diharapkan pula dapat

menjadi masukan yang dapat berguna khususnya bagi Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati dalam upaya meningkatkan serta memberikan asuhan kebidanan yang sesuai untuk mengurangi komplikasi baik yang terjadi pada ibu dan bayi.

1.4.3 Bagi Klien dan Keluarga Diharapkan klien dan keluarga merasa nyaman dengan asuhan kebidanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati Cirebon, umumnya dan asuhan kebidanan yang diberikan oleh penulis khususnya. Selain itu, klien dan keluarga dapat mengetahui secara dini mengenai kehamilan dan persalinan dengan Preeklampsia Berat (PEB) untuk mengurangi komplikasi dengan rutin memeriksakan kehamilannya kepada petugas kesehatan terdekat terutama bidan sehingga klien dan keluarga dapat mengambil keputusan tepat apa saja hal-hal yang dapat dilakukan.

1.4.4 Bagi Profesi Bidan Diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan gambaran mengenai asuhan kebidanan pada ibu dengan kehamilan dan persalinan Preeklampsia Berat (PEB) yang sesuai dengan tugas dan wewenang bidan yang dapat diterapkan dalam rumah sakit, sebagai aplikasi penerapan ilmu yang diperoleh selama kuliah di Program Studi D3 Kebidanan Universitas Padjadjaran Bandung. Bidan juga dapat mengetahui secara dini sejauh mana asuhan yang dapat diberikan pada ibu dengan persalinan Preeklampsia Berat (PEB) ini sesuai dengan prosedur tetap yang ada.

BAB II TEORI 2.1 PREKLAMSIA 2.1.1 Definisi Preeklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel (Cunningham, 2005). Penyakit ini merupakan penyakit dengan tanda-tanda hipertensi dan proteinuria yang timbul akibat kehamilan yang biasanya terjadi pada triwulan ketiga kehamilan tetapi dapat timbul juga sebelum triwulan ketiga seperti pada pasien mola hidatidosa (Wiknjosastro, 2006). Preeklamsi adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (Mansjoer, 2001). Preeklamsi ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa

(Winkjosastro, 2002).

2.1.2 Etiologi Apa yang menjadi penyebab pre-eklampsia dan eklampsia belum dapat diketahui. Telah banyak teori yang menerangkan tenatang sebab penyakit ini, akan tetapi tidak ada yang dapat memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut ini: 1. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa 2. Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan 3. Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus 4. Sebab jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya 5. Sebab timbulnya hipertensi, oedema, proteinuria, kejang, dan koma. Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab pre-eklampsia ialah iskemia plasenta. Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang

bertalian dengan penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan pre-eklampsia dan eklampsia. Diantara faktor-faktor yang ditemukan sering kali sukar ditentukan mana yang sebab utama dan mana yang akibat.

2.1.3 Patogenesis Preeklampsia telah dijelaskan oleh Chelsey sebagai disease of theories karena penyebabnya tidak diketahui. Banyak teori yang menjelaskan patogenesis dari preeklampsia, diantaranya adalah (1) fenomena penyangkalan yaitu tidak adekuatnya produksi dari blok antibodi, (2) perfusi plasenta yang tidak adekuat menyebabkan keadaan bahaya bagi janin dan ibu, (3) perubahan reaktivitas vaskuler, (4) ketidakseimbangan antara prostasiklin dan tromboksan, (5) penurunan laju filtrasi glomerulus dengan retensi garam dan air, (6) penurunan volume intravaskular, (7) peningkatan iritabilitas susunan saraf pusat, (8) penyebaran koagulasi intravaskular (Disseminated Intravascular Coagulation, DIC), (9) peregangan otot uterus (iskemia), (10) faktor-faktor makanan dan (11) faktor genetik. Dari teori-teori yang telah dijelaskan sebelumnya, belum ada satupun yang dapat membuktikan proses patogenesis preeklampsia yang sebenarnya (Pernoll, 1987). 2.1.4 Perubahan Fisiologi Patologika. Otak

Dalam Sarwono, McCall melaporkan bahwa resistensi pembuluh darah dalam otak pada pasien hipertensi dalam kehamilan lebih meninggi pada eklampsia. Pada pasien preeklampsia, aliran darah ke otak dan penggunaan oksigen otak masih dalam batas normal. Pemakaian oksigen pada otak menurun pada pasien eklampsia (Wiknjosastro, 2006).

b. Mata

Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh pada satu atau beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat.Spasmus arteri retina yang nyata dapat menunjukkan adanya preeklampsia yang berat, tetapi bukan berarti spasmus yang ringan adalah preeklampsia yang ringan.Pada preeklampsia jarang terjadi ablasio retina yang disebabkan edema intraokuler dan merupakan indikasi

untuk terminasi kehamilan Ablasio retina ini biasanya disertai kehilangan penglihatan (Wiknjosastro, 2006).c. Paru

Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat dan eklampsia dan merupakan penyebab utama kematian (Wiknjosastro, 2006).Edema paru bisa diakibatkan oleh kardiogenik ataupun non-kardiogenik dan biasa terjadi setelah melahirkan.d. Hati

Pada preeklampsia berat terkadang terdapat perubahan fungsi dan integritas hepar, termasuk perlambatan ekskresi bromo sulfoftalein dan peningkatan kadar aspartat amino transferase serum. Sebagian besar peningkatan fosfatase alkali serum disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas yang berasal dari plasenta. Doppler pada 37 wanita preeklampsia, terdapat resistensi arteri hepatika. Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar kemungkinan besar penyebab terjadinya peningkatan enzim hati dalam serum.Perdarahan pada lesi ini dapat menyebabkan ruptur hepatika, atau dapat meluas di bawah kapsul hepar dan membentuk hematom subkapsular (Cunningham, 2005).e. Ginjal

Selama kehamilan normal, aliran darah dan laju filtrasi glomerulus meningkat cukup besar.Dengan timbulnya preeklampsia, perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus menurun (Cunningham, 2005).Konsentrasi asam urat plasma biasanya meningkat, terutama pada wanita dengan penyakit berat (Cunningham, 2005) Pada sebagian besar wanita hamil dengan preeklampsia, penurunan ringan sampai sedang laju filtrasi glomerulus tampaknya terjadi akibat berkurangnya volume plasma sehingga kadar kreatinin plasma hampir dua kalilipatdibandingkandengankadar normal selama hamil (sekitar0,5 ml/dl). Namun padabeberapa kasus preeklampsia berat, keterlibatan ginjalmenonjol dan kreatinin plasma dapat meningkat beberapa kalilipat darinilainormalibu tidak hamil atauberkisarhingga 2-3 mg/dl. Filtrasi yang menurun hingga50%darinormal dapat menyebabkan diuresis turun, bahkan pada keadaanyang beratdapat menyebabkan oligouriaataupun anuria(Wiknjosastro, 2006).

Lee

(1987)

dalam

Cunningham

(2005)

melaporkan

tekanan

Pengisian

ventrikelnormal pada tujuh wanita dengan preeklampsia berat yang mengalami oligouria dan menyimpulkan bahwa halini konsisten dengan vasospasmeintrarenal. Kelainan pada ginjal yang penting adalah dalam hubungan proteinuria dan retensi garam danair(Wiknjosastro, 2006). Untuk mendiagnosis preeklampsia atau

eklampsia harus terdapatproteinuria.Namun, karena proteinuria muncul belakangan, sebagian wanita mungkin sudah melahirkan sebelum gejala inidijumpai. Meyer (1994)menekankan bahwa yang diukur adalah ekskresi urin 24 jam. Mereka mendapatkan bahwaproteinuria+1 atau lebih dengan dipstick memperkirakan minimal terdapat 300 mg protein per 24 jampada 92% kasus. Sebaliknya,proteinuria yang samar(trace)atau negatif memiliki nilai prediktif negatif hanya34 % pada wanita hipertensif.Kadardipstickurin +3 atau +4 hanyabersifatprediktif positif untuk preeklampsia berat pada 36% kasus(Cunningham,2005).f.

Darah Kebanyakan pasien dengan preeclampsia memiliki pembekuan darah yang normal(Pernoll, 1987). Perubahan tersamar yang mengarah ke koagulasi intravaskular dan destruksi eritrosit (lebih jarang)sering dijumpai pada preeclampsia menurut Baker (1999). Trombositopenia merupakan kelainan yang sangat sering,biasanya jumlahnya kurang dari150.000/lyang ditemukan pada 15-20% pasien. Level fibrinogen meningkat sangat aktual pada pasien preeklampsia dibandingkan dengan ibu hamil dengan tekanan darah normal. Level fibrinogen yang rendah pada pasien preeclampsia biasanya berhubungan dengan terlepasnya plasenta sebelum waktunya (placentalabruption)(Pernoll,1987). Pada 10% pasien dengan preeclampsia berat dan eklampsia menunjukan terjadinya HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah.

g. Sistem Endokrin dan MetabolismeAir dan Elektrolit

Selama kehamilan normal, kadar renin,angiotensin II dan aldosteron meningkat. Pada preeclampsia menyebabkan kadar berbagai zat ini menurun kekisaran normal pada ibu tidak hamil. Pada retensi natrium dan atau hipertensi, sekresi renin oleh

aparatus jukstaglomerulus berkurang sehingga proses penghasilan aldosteron pun terhambat dan menurunkan kadar aldosteron dalam darah (Cunningham, 2005). Pada ibu hamil dengan preeklampsia juga meningkat kadar peptida natriuretik atrium. Hal ini terjadi akibat ekspansi volume dan dapat menyebabkan meningkatnya curah jantung dan menurunnya resistensi vaskular perifer baik pada normotensif maupun preeklamptik. Hal ini menjelaskan temuan turunnya resistensi vaskular perifer setelah ekspansi volume pada pasien preeklampsia (Cunningham, 2005). Pada pasien preeklampsia, jumlah natrium dan air dalam tubuh lebih banyak dibandingkan pada ibu hamil normal.Penderita preeklampsia tidak dapat

mengeluarkan air dan garam dengan sempurna.Hal ini disebabkan terjadinya penurunan filtrasi glomerulus namun penyerapan kembali oleh tubulus ginjal tidak mengalami perubahan (Wiknjosastro, 2006).h. Plasenta dan terus

Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi yang agak lama, pertumbuhan janin akan terganggu dan pada hipertensi yang singkat dapat terjadi gawat janin sehingga kematian janin akibat kurangnya oksigenasi untuk janin. Kenaikan tonus dari otot uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering terjadi pada preeklamsia. Hal ini menyebabkan sering terjadinya partus prematurus pada paseien preeklamsia.Pada pasien preeklampsia terjadi dua masalah, yaitu arteri spiralis di miometrium gagal untuk tidak dapat mempertahankan struktur muskuloelastisitasnya dan atheroma akut berkembang pada segmen miometrium dari arteri spiralis.Atheroma akut adalah nekrosis arteriopati pada ujung-ujung plasenta yang mirip dengan lesi pada hipertensi malignan. Atheroma akut juga dapat menyebabkan penyempitan kaliber dari lumen vaskular.Lesi ini dapat menjadi pengangkatan lengkap dari pembuluh darah yang bertanggung jawab terhadap terjadinya infark plasenta (Pernoll, 1987).

2.1.5 Gejala Klinis a. Edema Pada kehamilan normal dapat ditemukan edema yang bebas, tetapi jika terdapat edema yang tidak bebas, terdapat di tangan dan wajah yang meningkat pada pagi hari dapat dipikirkan merupakan edema yang patologis. b. Hipertensi Hipertensi merupakan kiteria paling penting dalam diagnosa penyakit preeclampsia Hipertensi ini sering terjadi sangat tiba-tiba. Banyak primigravida dengan usia muda memiliki tekanan darah sekitar 100-110/60-70 mmHg selama trimester kedua. Peningkatan diastolik sebesar 15 mmHg atau peningkatan sistolik sebesar 30 mmHg harus dipertimbangkan sesuatu yang buruk. Oleh karena itu, pada pasien preeklampsia merupakan hipertensi relative jika tekanan darahnya120/80 mmHg. c. Proteinuria Proteinuria merupakan gejala yang paling terakhir timbul (Pernoll,1987) . Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3 gr/liter dalamurin 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukan 1 + atau 2+ atau 1gr/liter atau lebih dalam urin yang dikeluarkan kateter atau midstream yang diambil minimal dua kali dengan jarak waktu 6 jam (Wiknjosastro, 2006). d. Penemuan Laboratorium Hemoglobin dan hematokrit akan meningkat akibat hemo konsentrasi.

Trombositopenia biasanya terjadi. Penurunan produksi benang fibrin dan faktor koagulasi bisa terdeksi.Asam urat biasanya meningkat diatas 6 mg/dl.Kreatinin serum biasanya normal tetapi bisa meningkat pada preeklampsia berat.Alkalin fosfatase meningkat hingga 2-3 kali lipat. Laktat dehidrogenase bisa sedikit meningkat dikarenakan hemolisis. Glukosa darah dan elektrolit pada pasien preeclampsia biasanya dalam batas normal. Urinalisis dapat ditemukan proteinuria dan beberapa kasus ditemukan hyaline cast e. Gejala-gejala subjektif Perlu ditekankan bahwa hipertensi, tambah berat dan proteinuria yang merupakan gejala-gejala yang terpenting dari pre-eklampsia tidak diketahui oleh penderita.

Karena itu prenatal care sangat penting untuk diagnosis dan terapi pre-eklampsia dengan cepat. Baru pada pre-eklampsia yang sudah lanjut timbul gejala-gejala subjektif yang membawa pasien ke dokter. Gejala subjektif tersebut ialah: 1. Sakit kepala yang keras karena vasospasmus atau oedema otak 2. Sakit di ulu hati karena regangan selaput hati oleh haemorrhagia atau oedema, atau sakit karena perubahan pada lambung.

2.1.6 Diagnosis Diagnosis dini harus diutamakan bila diinginkan angka mordibilitas dan mortalitas rendah bagi ibu dan anaknya. Walaupun terjadinya pre-eklampsia sukar dicegah, namun pre-eklampsia berat dan eklampsia biasanya dapat dihindarkan dengan mengenal secara dini penyakit itu dan dengan penanganan secara sempurna. Pada umumnya diagnosis pre-eklampsia didasarkan atas adanya 2 dari trias tanda utama: hipertensi, oedema, dan proteinuria. Hal ini memang berguna untuk kepentingan statistik, tetapi deapat merugikan penderita karena tiap tanda dapat merupakan bahaya kendatipun ditemukan tersendiri. Adanya satu tanda harus menimbulkan kewaspadaan, apa lagi oleh karena cepat tidaknya penyakit meningkat tidak dapat diramalkan; dan bila eklampsia terjadi, maka prognosis bagi ibu maupun janin menjadi jauh lebih buruk. Tiap kasus pre-eklampsia oleh sebab itu harus ditangani dengan sungguh-sungguh. Diagnosis diferensial antara pre-eklampsia dengan hipertensi menahun atau penyakit ginjal tidak jarang menimbulkan kesukaran. Pada hipertensi menahun adanya tekanan darah meninggi sebelum hamil, pada kehamilan muda, atau 6 bulan pospartum akan sangat berguna untuk membuat diagnosis. Pemeriksaan funduskopi juga berguna karena perdarahan dan eksudat jarang ditemukan pada pre-eklampsia; kelainan tersebut biasanya ditemukan pada hipertensi menahun. Untuk diagnosis penyakit ginjal saat timbulnya proteinuria banyak menolong; proteinuria pada pre-eklampsia jarang timbul sebelum triwulan ke-3, sedangkan pada penyakit ginjal timbul terlebih dahulu. Test fungsi ginjal juga banyak berguna; pada umumnya fungsi ginjal normal pada pre-eklampsia ringan.

Uji diagnostik pre-eklampsia 1. Uji diagnostik dasar 1.1.Pengukuran tekanan darah 1.2.Analisis protein dalam urine 1.3.Pemeriksana oedema 1.4.Pengukuran tinggi fundus uteri 1.5.Pemeriksaan funduskopik 2. Uji labolatorium dasar 2.1.Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit pada sediaan apus darah tepi) 2.2.Pemeriksaan fungsi hati (biliribun, protein serum, aspartat aminotransferase, dan sebagainya) 2.3.Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) 3. Uji untuk meramalkan hipertensi 3.1.Roll-over test 3.2.Pemberian infus angiotensin II

2.1.7 Komplikasi Tergantung derajat preeclampsia atau eklampsianya. Yang termasuk komplikasi antara lain atonia uteri (uterus Couvelaire), sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes, low platelet count), ablasi retina, KID (koagulasi intravascular diseminata), gagal ginjal, perdarahan otak, edema paru, gagal jantung, hingga syok dan kematian. Komplikasi pada janin berhubungan dengan akut atau kronisnya insufisiensi uteroplasental, misalnya pertumbuhan janin terhambat dan prematuritas.

2.1.8 Penatalaksanaan Preeklampsia Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya preeklampsia berat atau eklampsia, melahirkan janin hidup dan melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecilnya (Wiknjosastro, 2006).

a. Preeklampsia Ringan Istirahat di tempat tidur merupakan terapi utama dalam penanganan preeklampsia ringan. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan aliran darah ke plasenta dan aliran darah ke ginjal meningkat,tekananvena pada ekstrimitas bawah juga menurundan reabsorpsi cairan di daerah tersebut juga bertambah. Selain itu dengan istirahat di tempat tidur mengurangi kebutuhan volume darah yang beredar dan juga dapat menurunkan tekanan darah dan kejadian edema. Apabila preeklampsia tersebut tidak membaik dengan penanganan konservatif, maka dalam hal ini pengakhiran kehamilan dilakukan walaupun janin masih premature (Wiknjosastro, 2006). b. Preeklampsia Berat Pada penderita yang masuk rumah sakit dengan tanda-tanda dan gejala-gejala preeklapsia berat segera harus diberi sedative yang kuat untuk mencegah timbulnya kejang-kejang. Apabila sesudah 12-24 jam bahaya akut dapat diatasi, dapat difikirkan cara yang terbaik untuk menghentikan kehamilan. Tindakan ini perlu untuk mencegah seterusnya bahaya eklampsia. Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang-kejang dapat diberikan:

Pelayanan medis di IGD Kebidanan dilakukan oleh Dokter Spesialis Obgyn Prosedur 1. Perawatan Aktif a. Indikasi Ibu : Kehamilan 37 minggu Adanya tanda gejala impending eklamsi Kegagalan therapy pada perawatan konservatif : Setelah 6 jam sejak dimulainya pengobatan medisinal terjadi kenaikan tekanan darah. Setelah 24 jam sejak dimulainya perawatan medisinal tidak ada perbaikan.

-

Janin Adanya tanda-tanda gawat janin. Adanya tanda-tanda PJT.

-

Laboratorik Adanya HELLP Syndrome

2. Perawatan Medisinal a. Infus larutan Ringer Laktat b. Pemberian larutan MgSO4 Cara pemberian : Dosis awal : 4 gr MgSO4 40% (10 cc) dilarutkan kedalam 100 cc Ringer Laktat, diberikan selama 15-20 menit. Dosis jaga (maintenance): 6 gr MgSO4 40% (15 cc) dilarutkan kedalam 500 cc Ringer Laktat selama 6 jam. Dilanjutkan 1-2 gr/jam melalui infus Ringer Laktat yang diberikan sampai 24 jam post partum atau setelah konvulsi terakhir. Syarat-syarat pemberian 4 gr Mg SO4 Harus tersedia antidotum 4 gr Mg SO4 yaitu kalsium glukonat 10% (1 gr dalam 10 cc) diberikan IV dalam waktu 3-5 menit. Reflex patella (+) kuat Frekuensi pernafasan 16 kali per menit. Produksi urin 30 cc dalam 1 jam sebelumnya (0,5 cc/kg BB/jam)

4 gr MgSO4 dihentikan bila : Adanya tanda-tanda intoksinasi Setelah 24 jam pasca persalinan Dalam 6 jam pasca salin terjadi perbaikan (normotensif)

Diuretikum diberikan apabila : Edema paru Payah jantung kongestif Edema anasarka

Antihipertensi diberikan apabila :

-

Tekanan darah sistolik > 180 mmHg, distolik > 110 mmHg (diberikan klonidin) Tekanan darah sistolik 160-180 mmHg, distolik 95-110 mmHg (diberikan nipedipin 3x5-10 mg,sublingual)

3. Pengelolaan Obstetrik Cara terminasi kehamilan : a. Belum inpartu : - Induksi persalinan : amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor bishop > 6 - Seksio sesarea bila : Syarat tetes dipenuhi atau adanya kontra indikasi tetes oksitosin 8 jam sejak dimulainya tetes oksitosin belum masuk kedalam fase aktif

b. Sudah inpartu : - Kala I : Fase laten : amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor bishop >6 Fase aktif : o o o Amniotomi Bila his tidak adekuat diberikan tetes oksitosin Bila 6 jam setelah amniotomi dilakukan seksio sesarea - Kala II : Pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan dengan partus buatan belum terjadi pembukaan lengkap

4. Pengelolaan konservatif a. Indikasi : kehamilan kurang ( 16x/ menit, jumlah urin minimal 30 cc/ jam) Memasang infuse RL 100 cc + MgSO4 4o % 4 gram

Melakukan rujukan

Di tingkat PONEK : Kolaborasi dengan dokter SpOG Berdasarkan advis dokter : Berikan Dopamet 2 tablet Nipedipine 1 tablet/oral Pasang dower kateter Memastikan tidak ada kontraindikasi untuk pemberian MgSO4 (refleks patella +/+, nafas > 16x/ menit, jumlah urin minimal 30 cc/ jam) Memasang infuse RL 100 cc+ MgSO4 4 gram 40% dalam 15 menit dilanjutkan dengan MgSO4 40% 10 gram dalam Ringer

Laktat 500 cc, 20 tetes permenit.

BAB IV KESIMPULAN

4.1

Kesimpulan

4.1.1 Diagnosis

Diagnosis pada kasus Ny.M G2P1A0 sesuai dengan hasil Anamnesis, PemeriksaanFisik dan Pemeriksaan Penunjang. Dan pada kasus Bayi Ny. M, G2P1A0 parturient aterm

Kala I fase aktif dengan PEB janin tunggal hidup intra uterin diagnosa yang ditegakan sudah benar, alasannya dari hasil penilaian awal bayi baru lahir & pemeriksaan fisik ditemukan bayi mengalami asfiksia ringan-sedang dengan nilai AFGAR 1=7, 5=8. Penanganan pada kasus Ny. M dan bayinya sudah benar dan dilakukan sesuai standar yang berlaku di RSUD Gunung Jati Cirebon.

4.1.3 Peran Bidan Peran bidan yang dilakukan di rumah sakit sudah sesuai, bidan melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG untuk penanganan PEB dan melaksanakan sesuai advis dokter.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Cuningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, et al. Hypertensive Disorders in Pregnancy. In : William Obstetrics. 22th ed. Conecticut : Appleton and Lange, 2007 : 443 452.

2.

Uzan J, Carbonnel M, Piconnel O, Asmar R. Pre-eclampsia: pathophysiology, diagnosis, and management. Dove Medical Press : France. Vascular Health and Risk Management 2011:7 467474

3.

Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. PT Bina pustaka Sarwono prawirohardjo : Jakarta. 2009 : 531-559

4.

Prawirohardjo,S. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo:jakarta. 2006: 207-217.

5.

Liu, C M,

Po-Jen Cheng, Shuenn-Dyh Chang. Maternal Complications and

Perinatal Outcomes Associated with Gestational Hypertension and Severe Preeclampsia in Taiwanese Women. Elsevier & Formosan Medical Association. Taiwan. 2008. Vol 107. No 2. 6. Plaat F, Krishnachetty B. The Treatment Of Hypertension In Pregnancy. Elsevier Ltd All rights reserved Anaesthesia And Intensive Care Medicine: London. 2010. 12:3 7. 8. Standar operasional Pelayanan RSUD Gunung Jati Prawirohardjo,S. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo:Jakarta. 2002: P 9- P 15. 9. Duckitt K, Harrington D. Risk factors for pre-eclampsia at antenatal booking: systematic review of controlled studies. BMJ, doi:10.1136/bmj.38380.674340.E0. 2005 10. Essam A E, Hamed O K, Soliman M A, Khadra I M, Hani M A. Risk Factors and Impacts of Pre-Eclampsia: An Epidemiological Study among Pregnant Mothers in Cairo, Egypt. Journal of American Science, 2011;7(5) 11. United Nations Childrens Fund/World Health Organization. Low Birthweight. UNICEF, New York, 2004. Avaliable from :

http://www.childinfo.org/areas/birthweight.htm. [diakses tanggal 9 Oktober 2011]. 12. Setyowati T. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bayi Lahir dengan Berat Badan Rendah (Analisa data SDKI 1994). Badan Litbang Kesehatan, 2003. Avaliable from : http://www.digilib.litbang.depkes.go.id. Last Update : 2003 [diakses tanggal 9 Oktober 2011].

13.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Bayi Berat Lahir Rendah. Dalam : Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Jakarta : 2004 ; 307-313.

14.

World Health Organization (WHO). Development of a strategy towards promoting optimal fetal growth. Avaliable from :

http://www.who.int/nutrition/topics/feto_maternal/en.html. [diakses pada tanggal 9 Oktober 2011]. 15. Mutalazimah. Hunbungan Lingkar Lengan Atas dan Kadar Hb Ibu Hamil dengan Bayi Berat Lahir Rendah di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Dalam : Jurnal Penelitian Sains & Teknologi. Vol. 6. 2005; 114-126. 16. Suradi R. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Melihat situasi dan kondisi bayi. Avaliable from : http://www.IDAI.or.id. [diakses pada tanggal 9 Oktober 2011]. 17. Sitohang NA. Asuhan keperawatan pada bayi berat lahir rendah. Medan : Universitas Sumatera Utara. 2004. 18. Subramanian KS. Low Birth Weight Infant. Avaliable from :

http://www.eMedicine.com. diakses pada tanggal 11 Desember 2007]. 19. Prawihardjo, Sarwono. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal . Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. (Pelatihan PONED Komponen Neonatal, 2004) 20. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. 2006. Manajemen Bayi Berat Lahir Rendah untuk Bidan Desa. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. 21. Rukiyah, Yeyeh. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : Trans Info Media. 22. Ester, Monica. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta : EGC.Mansjoer. K, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Edisi Ketiga, Jakarta. Media Aescu Lapius. Fakultas Kedokteran Universitas Indoensia.