outsorcing
TRANSCRIPT
Bab i
pendahuluAn
1.1 Latar Belakang
Pembangunan nasional merupakan suatu langkah yang dilakukan dalam
rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Salah satu usaha
dalam pembangunan Nasional dengan membuka lapangan pekerjaan baru.
Didirikannya perusahaan dan pabrik-pabrik besar guna membuka lapangan
pekerjaan baru bagi masyarakat. Lapangan pekerjaan baru terbukti mampu
mengurangi pengangguran bagi masyarakat Indonesia yang berjumlah besar.
Masa sekarang perusahaan milik negara maupun swasta berusaha
mepmeroleh pendapatan secara maksimal guna menghindari kerugian yang
berdampak kepailitan bagi perusahaan. Oleh karena itu perusahaan menekan biaya
operasional dan memaksimalkan sumber daya manusia (SDM). Dilihat dari segi
SDM perusahaan mencari tenaga kerja yang ahli dalam mengelola dan menjalankan
perusahaan dibidang keahlian masing-masing. Perusahaan dan pekerja memiliki
hubungan ketenagakerjaan yang telah di atur dalan UU ketenagakerjaan. Pelaku
perusahaan seperti pengusaha dan pekerja masing-masing memiliki kewajiban dan
hak yang harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum supaya terjadi adnya
keselarasan hubungan kerja.
Di Indonesia ada beberapa jenis karyawan yang dipekerjakan di suatu
perusahaan antara lain karyawan tetap, pegawai kontrak dan karyawan outsourcing.
Setiap jenis karyawan memiliki ketentuan kesepakatan kerja yang berbeda. Dalam
makalah ini mengkaji kasus yang berhubungan dengan pekerja outsourcing. Kami
mengkaji kasus ini karena dewasa ini banyak perusahaan merekrut pekerja
outsourcing dari perusahaan jasa agen outsourcing. Outsourcing sendiri merupakan
pengalihan sebagian pekerjaan ke perusahaan lain. Banyak media masa yang juga
memberitakan adanya polemik penerimaan pekerja outsourcing di suatu
perusahaan. Adanya pendapat mengenai keuntungan dan kerugian yang diterima
pekerja secara umum.
Masalah kontemporer ketenagakerjaan Indonesia itu sendiri tidak terlepas
dari banyaknya jumlah angkatan kerja yang pengangguran. Masalah tersebut
menghadirkan implikasi buruk dalam pembangunan hukum di Indonesia dan bila
Page | 1
ditelusuri lebih jauh bahwa akar dari semua masalah itu adalah karena
ketidakjelasan politik ketenagakerjaan nasional.
Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan
keterkaitan. Keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja selama,
sebelum dan sesudah masa kerja tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan
pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang
menyeluruh dan komprehensif, antara lain mencakup pengembangan sumberdaya
manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia, upaya
perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja, dan pembinaan
hubungan industrial.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana ketentuan hukum mengenai hak dan kewajiban di bidang
ketenagakerjaan?
1.2.2 Apakah konsekuensi hukum dari suatu masalah ketenagakerjaan?
1.2.3 Bagaimana solusi dari permaslahan sistem outsourcing?
1.2.4 Apakah dampak hukum dari interaksi antar manusia serta manusia dengan
organisasi yang berkaitan dengan sistem outsourcing?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mendiskripsikan ketentuan mengenai hak dan kewajiban di bidang
ketenagakerjaan.
1.3.2 Untuk mengetahui kosekuensi hukum yang berdasar pada Undang-undang
berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan.
1.3.3 Untuk mengaplikasikan pada sebuah kasus seperti out sourcing yang baru-
baru ini terjadi di lingkungan sekitar namun tetap berpedoman pada undang-
undang yang berlaku.
1.3.4 Untuk mengidentifikasi dampak hukum terhadap interaksi antar manusia
serta manusia dengan organisasi sebagai bentuk keterkaitan antar hubungan
ketenagakerjaan.
1.4 Manfaat
1.4.1Bagi penulis:
Page | 2
Mendapatkan gambaran kasus nyata mengenai kewajiban dan hak
ketenagakerjaan.
Mengetahui sanksi hukum di bidang ketenagakerjaan.
Sebagai proses pembelajaran masa depan dalam dunia kerja
1.4.2Bagi perusahaan:
Melalui anlisis kasus ini perusahaan dapat mengetahui bagaimana dasar
hukum mengelola SDM.
Diharapkan akan dapat menjadi bahan masukan bagi perbaikan
pengelolaan SDM.
Diharapkan dapat memberikan informasi sebagai solusi pemasalahan
ketenagakerjaan yang sedang dihadapi.
1.4.3Bagi mahasiswa:
Dapat dimanfaatkan sebagai reverensi pengeatuan perusahaan oleh
rekan-rekan sesama mahasiswa yang membutuhkan.
Dijadikan motivasi mahasiswa untuk penembangan lebih lanjut dari
kasus lain yang memliki pokok permasalahan yang sama .
1.4.4Bagi pihak umum:
Sebagai bahan bacaan, informasi tentang peraturan ketenagakerjaan.
Referensi untuk menambah wawasan tentang aspek hukum serta
menjadi bahan masukan yang berguna.
Page | 3
Bab iI
kajian pustaka
2.1 Istilah-istilah di Ketenagakerjaan
Tenaga Kerja adalah setiap orang laki-laki atau wanita yang sedang dalam dan/atau
akan melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna
menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja merupakan nilai tambah Produk Domestik Bruto
(PDB) dibagi dengan jumlah penduduk yang bekerja untuk menghasilkan nilai tambah
tersebut.
Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam
bentuk santuan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau
berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga
kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.
2.2 Perkembangan Ketenagakerjaan di Indonesia
Menurut Undang-undang No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, ditentukan
bahwa yang dimaksud dengan ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan
dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja.
Ketenagakerjaan adalah merupakan bagian penting bagi suatu perusahaan karena
menyangkut eksistensi suatu perusahaan dalam dunia industri. Lingkup ketenagakerjaan
meliputi fungsi pekerja dalam menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya,
menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis,
mengembangkan keterampilan dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan
memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluargannya. Di sisi lain pengusaha
memiliki fungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan
kerja, dan memberikan kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka, demokratis dan
berkeadilan. Memperhatikan fungsi para pihak maka hubungan yang tercipta antara
Page | 4
pekerja dan pengusaha atau yang biasa disebut dengan hubungan industrial, harus
dijalankan secara selaras dan seimbang guna mencapai tujuan perusahaan.
Dalam perjalanannya permasalahan utama yang muncul dalam hubungan industrial
ini, adalah menyangkut perselisihan mengenai hak-hak dan kepentingan dari pekerja
dalam suatu perusahaan, polemik mengenai pilihan hukum dalam penyelesaian juga sering
muncul. Kontroversi ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain dikarenakan sering
berubahnya peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan, ketidaksesuaian
pemahaman antara pengusaha dengan pekerja, dll.
Ketidaksesuaian paham antara pekerja dan pengusaha, dikarenakan pengusaha
memandang bagaimana mengeluarkan output biaya produksi dan konsumsi seminimal
mungkin untuk mendapatkan income yang maksimal, sedangkan disisi lain para pekerja
menginginkan terjaminnya hak-hak dan kepentingan mereka selaku pekerja yang telah
memberikan sumbangsih kepada perusahaan dalam mendapatkan keuntungan. Akibat
yang timbul dari perselisihan ini adalah aksi mogok yang dilakukan oleh pekerja,
pemutusan hubungan kerja tanpa pesangon dan uang penghargaan masa kerja bagi pekerja
yang telah memenuhi masa kerja tertentu. ikuti perkembangan keteyang
Secara teoritis, ada tiga cara pokok untuk menciptakan kesempatan kerja atau
berusaha dalam jangka panjang, yakni :
1. Memperlambat laju pertumbuhan penduduk, yang diharapkan dapat menekan laju
pertumbuhan sisi penawarantenaga kerja.. Tetapi seperti dikemukakan di atas, cara ini
tidak memadai bagi Indonesia karena angka kelahiran memang tidak relatif rendah dan
dampaknya terhadap pertumbuhan kerja kurang signifikan dalam jangka pendek.
2. Meningkatkan intensitas pekerja dalam menghasilkan output (labour intensity of
output). Tetapi dalam jangka panjang, cara ini tidak selalu berhasil karena tidak selalu
kondusif bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.
3. melalui pertumbuhan ekonomi. Cara ini bukan tanpa kualifikasi karena secara empiris
terbukti bahwa pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja tidak terdapat hubungan
otomatis atau niscaya, tetapi justru tantangannya menjadi riil, karena hubungan yang
tidak otomatis itu, maka peranan pemerintah menjadi strategis dan crucial untuk
merancang strategi pertumbuhan ekonomi yang tinggi, akan tetapi juga lebih kepada
"ramah" terhadap ketenagakerjaan (employment - friendly - growth)..
Page | 5
2.3 Hak dan Kewajiban Pengusaha Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang
dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga kerja. (Pasal 35:1)
Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin
tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk. (Pasal 42:1)
Tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) yang masa kerjanya habis
dan tidak dapat diperpanjang dapat digantikan oleh tenaga kerja asing lainnya. (Pasal
42:6)
Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan
lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh
yang dibuat secara tertulis. (jasa outsourcing) Pasal 64
Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan. (Pasal 93:1)
Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja/buruh karena kesenjangan atau kelalaiannya
dapat dikenakan denda. (Pasal 95:1)
Tuntutan pembayaran upah pekerja/buruh dan segala pembayaran yang timbul dari
hubungan kerja menjadi kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 2(dua) tahun
sejak timbulnya hak. (Pasal 96)
Setiap pengusaha berhak membentuk dan manjadi anggota organisasi pengusaha. (Pasal
105)
Menyusun PKB (Pasal 116 :1)
Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja selama 40 jam/minggu
(Pasal 77) diluar itu pengusaha wajib membayar uang lembur (Pasal 78)
Memberikan upah (pasal 88),
Jamsostek (pasal 100)
Mendapatkan laporan mogok kerja dari pekerja (Pasal 140)
Terkait mogok kerja, pengusaha dapat mengambil tindakan sementara dengan cara ;
a. melarang para pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi kegiatan proses
produksi; atau
b. bila dianggap perlu melarang pekerja/buruh yang mogok kerja berada di lokasi
perusahaan. (Pasal 140:4)
Mogok kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 139 dan Pasal 140 adalah mogok kerja tidak sah.(Pasal 142)
Penutupan perusahaan (lock-out) merupakan hak dasar pengusaha untuk menolak
pekerja/buruh sebagaian atau seluruhnya untuk menjalankan pekerjaan sebagai akibat
gagalnya perundingan.(Pasal 146)
Page | 6
Menghindari PHK (pasal 153)
Pengusaha wajib memberikan THR / Tunjangan Hari Raya kepada pekerja yang telah
mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih . Dasar
Hukum pemberian Tunjangan Hari Raya adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Republik Indonesia Nomor : Per-04/MEN/1994 tanggal 16 September 1994 tentang
Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan
2.4 Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk
memperoleh pekerjaan. (Pasal 5)
Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari
pengusaha. (Pasal 6)
Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau
mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya
melalui pelatihan kerja. (Pasal 11)
Tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti
pelatihan kerja yang diselenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah, lembaga
pelatihan kerja swasta, atau pelatihan di tempat kerja. (Pasal 18)
Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih,
mendapatkan atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam
atau di luar negeri. (Pasal 31)
Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan
sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan
menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. (Pasal 82)
Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
keselamatan dan kesehatan kerja;
moral dan kesusilaan; dan
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama
(Pasal 86)
Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan. (Pasal 88)
Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga
kerja. (Pasal 99)
Page | 7
Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat
buruh. (Pasal 104)
Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja
dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan
secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat.
Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja
dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan
secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat (Pasal 140)
Apabila terjadi PHK, pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1(satu) kali
sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal
156 ayat (4). (pasal 163)
UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003TENTANG
KETENAGAKERJAAN(Kewajiban dan Hak dalam Ketenagakerjaan)
UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003TENTANG
KETENAGAKERJAANBAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja.
2. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
3. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Page | 8
4. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang memperkerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
5. Pengusaha adalah :orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri ;orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf (a) dan huruf (b) yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
6. Perusahaan adalah :setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang memperkerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan memperkerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
15. Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerja, upah, dan pemerintah.
21. Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Kewajiban perusahaanUNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003
TENTANGKETENAGAKERJAAN
BAB IX HUBUNGAN KERJA
Pasal 53Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha.
karyawan outsourcing memiliki hububgan kerja dengan penyedia jasa oursourcing dengan ketentuanPasal 60
1. Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan.
Page | 9
2. Dalam masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.
UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003TENTANG
KETENAGAKERJAANBAB XII
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Pasal 156
1. Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003TENTANG
BAB XPERLINDUNGAN,PENGUPAHAN, DAN
KESEJAHTERAAN
Pasal 771. Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja.
Pasal 791. Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.
Pasal 80Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/buruh untuk melaksanakanibadah yang diwajibkan oleh agamanya.
Pasal 871. Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.2. Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Hak perusahaan
Pasal 1631. Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas
Page | 10
uang pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).
2. Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perubahan status, penggabungan, atau peleburan perusahaan, dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh di perusahaannya, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan dalam Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).
Pasal 1641. Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur), dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
2. Kerugian perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuktikan dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.
3. Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Pasal 165Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan pailit, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Pasal 166Dalam hal hubungan kerja berakhir karena pekerja/buruh meninggal dunia, kepada ahli warisnya diberikan sejumlah uang yang besar perhitungannya sama dengan perhitungan 2 (dua) kali uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), 1 (satu) kali uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Pasal 1671. Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena memasuki usia pensiun dan apabila pengusaha telah mengikutkan pekerja/buruh pada program pensiun yang iurannya dibayar penuh oleh pengusaha, maka pekerja/buruh tidak berhak mendapatkan uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), tetapi tetap berhak atas uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Page | 11
2. Dalam hal besarnya jaminan atau manfaat pensiun yang diterima sekaligus dalam program pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ternyata lebih kecil daripada jumlah uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) dan uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4), maka selisihnya dibayar oleh pengusaha.
Pasal 1681. Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri.
UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003TENTANG
BAB XPERLINDUNGAN,PENGUPAHAN, DAN
KESEJAHTERAAN
Pasal 89 (1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a dapat terdiri atas :
a. upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota; b. upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota;
(2) Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak.
(3) Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota.
(4) Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 90 (1) Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 89. (2) Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 89 dapat dilakukan penangguhan.
Kewajiban pekerjaUNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003
TENTANGBAB X
PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN, DANKESEJAHTERAAN
Pasal 102
Page | 12
1. Dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan,memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.2. Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruhnyamempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan ketrampilan, dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota besertakeluarganya.
Pasal 145Dalam hal pekerja/buruh yang melakukan mogok kerja secara sah dalam melakukan tuntutan hak normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, pekerja/buruh berhak mendapatkan upah.
Hak pekerja
UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003TENTANG
BAB XPERLINDUNGAN,PENGUPAHAN, DAN
KESEJAHTERAAN
Penyandang CacatPasal 671. Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib memberikan perlindungan sesuaidengan jenis dan derajat kecacatannya.2. Pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturanperundang-undangan yang berlaku
Pasal 741. Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang terburuk.2. Pekerjaan-pekerjaan yang terburuk yang dimaksud pada ayat (1) meliputi :a. segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya;b. segala pekerjaan yang memanfaatkan , menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran,produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian;c. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi danperdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/ataud. semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.3. Jenis-jenis pekerjaan yang membahaykan kesehatan, keselamatan, atau moral anak sebagaimanadimaksud pada ayat (2) huruf d ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pasal 851. Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi
Page | 13
2. Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh unutk bekerja pada hari-hari libur resmi apabila jenisdan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus menerus atau padakeadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha.3. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan pada hari libur resmisebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib membayar upah kerja lembur.4. Ketentuan mengenai jenis dan sifat pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur denganKeputusan Menteri.
Pasal 861. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :a. keselamatan dan kesehatan kerja;b. moral dan kesusilaan; danc. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.2. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimaldiselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.3. Perlindungan sebaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturanperundang-undangan yang berlaku.
Pasal 881. Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagikemanusiaan.2. Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaansebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungipekerja/buruh.3. Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :a. upah minimum;b. upah kerja lembur;c. upah tidak masuk kerja karena berhalangan;d. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;e. upah karena menjalankan hak waktu istirahata kerjanya;f. bentuk dan cara pembayaran upahg. denda dan potongan upah;h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;i. struktur dan skala pengupahan yang proporsional;j. upah untuk pembayaran pesangon; dank. upah untuk perhitungan pajak penghasilan.4. Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berdasarkankebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
Pasal 931. Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.
Pasal 99
Page | 14
1. Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.2. Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai denganperaturan perundang-undangan yang berlaku.Pasal 1001. Untuk meningkatkan kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan keluarganya, pengusaha wajib menyediakanfasilitas kesejahteraan.2. Penyediaan fasilitas kesejahteraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan denganmemperhatikan kebutuhan pekerja/buruh dan ukuran kemampuan perusahaan.3. Ketentuan mengenai jenis dan kriteria fasilitas kesejahteraan sesuai dengan kebutuhan pekerja/buruhdan ukuran kemampuan perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur denganPeraturan Pemerintah.
2. Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102, serikat pekerja/serikat buruhberhak menghimpun dan mengelola keuangan serta mempertanggungjawabkan keuangan organisasitermasuk cara mogok.
UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003TENTANG
KETENAGAKERJAANBAB XII
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Pasal 159Apabila pekerja/buruh tidak menerima pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1), pekerja/buruh yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Pasal 1621. Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)
2. Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanannnya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
3. Pekerja/buruh yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat :Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;tidak terikat dalam ikatan dinas, dantetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.
Page | 15
4. Pemutusan hubungan kerja dengan alasan pengunduran diri atas kemauan sendiri dilakukan tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003TENTANG
KETENAGAKERJAANBAB XII
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Pasal 171Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang sebagaimana dimaksud pada Pasal 158, Pasal 160 ayat (3), dan Pasal 162 dan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak dapat menerima pemutusan hubungan kerja tersebut, maka pekerja/buruh dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal dilakukan pemutusan hubungan kerjanya.
Pasal 172Pekerja/buruh yang mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja dan diberikan uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Penyedia jasa outsourcing Pasal 661. Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
2. Penyediaan jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut :Adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh ;Perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf (a) adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak ;Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh ; danPerjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
3. Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan.
4. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) huruf (a), huruf (b), dan huruf (d) serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara
Page | 16
pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerja.
UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003TENTANG
KETENAGAKERJAANBAB XVI: KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF
Bagian Pertama Ketentuan PidanaPasal 1831. Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Pasal 1841. Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 ayat (5), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Pasal 1851. Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 68 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 143, dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Pasal 1861. Barang siapa melanggar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 93 ayat (2), Pasal 137, dan Pasal 138 ayat (1), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Pasal 1871. Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), Pasal 44 ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 67 ayat (1), Pasal 71 ayat (2), Pasal 76, Pasal 78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1), dan ayat (2), Pasal 85 ayat (3), dan Pasal 144, dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Page | 17
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.
Pasal 1881. Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Pasal 38 ayat (2), Pasal 64 ayat (1), Pasal 78 ayat (1), Pasal 108 ayat (1), Pasal 111 ayat (3), Pasal 114, dan Pasal 148, dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.
Pasal 189Sanksi pidana penjara, kurungan, dan/atau denda tidak menghilangkan kewajiban pengusaha membayar hak-hak dan/atau ganti kerugian kepada tenaga kerja atau pekerja/buruh.
Bagian Kedua Sanksi Administratif
Pasal 1901. Menteri atau pejabat yang ditunjuk mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 15, Pasal 25, Pasal 38 ayat (2), Pasal 45 ayat (1), Pasal 47 ayat (1), Pasal 48, Pasal 87, Pasal 106, Pasal 126 ayat (3), dan Pasal 160 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :teguran;peringatan tertulis;pembatasan kegiatan usaha;pembekuan kegiatan usaha;pembatalan persetujuan;pembatalan pendaftaran;penghentian sementara sebahagian atau seluruh alat produksi;pencabutan ijin.
3. Ketentuan mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Page | 18
Bab Iii
pembahasan
3.1 Kasus
Penyelundupan hukum
Selain penyimpangan atau pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang,
ternyata ada praktik outsourcing' yang lain. Berlindung di balik perjanjian kerja sama
dengan perusahaan lain, suatu perusahaan menggunakan jasa seorang tenaga kerja
tanpa perlu mengangkat statusnya sebagai pekerja.
Pengalaman ini terjadi Korea National Oil Company (KNOC). Perusahaan
minyak asal negeri ginseng itu akhirnya diketok palu hakim PHI Jakarta. Secara
implisit, hakim PHI dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa KNOC
melakukan penyelundupan hukum.
Sejak memiliki kantor perwakilan di Indonesia, KNOC melakukan perjanjian
sewa-menyewa mobil dengan perusahaan rental mobil. Nah, dalam perjanjian itu juga
ditegaskan bahwa KNOC juga menyewa' jasa sopir. Namun hingga beberapa kali
berganti rekanan rental mobil, ternyata KNOC masih tetap menyewa' sopir yang lama.
Majelis hakim PHI Jakarta memang mengakui bahwa transportasi bukanlah
kegiatan inti KNOC. Namun ketika KNOC tetap menyewa' sopir yang sama meski
telah bergonta-ganti rekanan rental mobil, maka hakim berpendapat bahwa demi
hukum status si sopir adalah pekerja tetap KNOC. Jadi perusahaan minyak itu harus
membayar pesangon jika ingin memutus penyewaan' jasa sopir. Kabar terakhir, KNOC
sedang mengajukan kasasi atas putusan hakim PHI ini ke Mahkamah Agung.
3.2 Analisis Kasus
Berdasarkan informasi yang didapat, saat ini permasalahan ketenagakerjaan di
Indonesia memang sangat besar dan komplek. Pemberdayaan dalam sector
ketenagakerjaan jika dikelola dan di lindungi pemerintah secara baik dapat
meningkatkan devisa Negara dan nantinya akan membawa kemajuan perekonomian
Negara kearah yang baik. Akan tetapi jika permasalahan ini hanya ditangani setengah
hati oleh pemerintah maka hal yang akan tmenimbulkan masalah yang cukup sulit
Page | 19
bagipemerintah, hal ini dapat dilihat dari banyaknya difficult problem yang harus
diselesaikan Negara seprti contoh kasus diatas.
Kasus di atas dasar hukum yang digunakan Outsourcing tidak menggunakan
pasal dibawah ini karena hubungan kerja yang terjadi adalah hubungan kerja antara
karyawan outsourcing dengan perusahaan outsourcing, sehingga seharusnya karyawan
outsourcing menggunakan peraturan perusahaan outsourcing, bukan peraturan
perusahaan pengguna jasa pekerja.
UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003TENTANG
KETENAGAKERJAANBAB I
KETENTUAN UMUM21. Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan
antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang
tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan
pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-
syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Dari hubungan kerja ini timbul suatu permasalahan hukum, karyawan
outsourcing dalam penempatannya pada perusahaan pengguna outsourcing harus
tunduk pada peraturan perusahaan (PP) atau perjanjian kerja bersama (PKB) yang
berlaku pada perusahaan pengguna oustourcing tersebut, sementara secara hukum
tidak ada hubungan kerja antara keduanya.
Hal yang mendasari mengapa karyawan outsourcing harus tunduk pada
peraturan perusahaan pemberi kerja adalah karyawan tersebut bekerja di tempat atau
lokasi perusahaan pemberi kerja. Kemudian standard operational procedures (SOP)
atau aturan kerja perusahaan pemberi kerja harus dilaksanakan oleh karyawan, dan
semua hal itu tercantum dalam peraturan perusahaan pemberi kerja.
Terakhir, bukti tunduknya karyawan adalah pada memorandum of
understanding (MoU) antara perusahaan outsource dengan perusahaan pemberi kerja,
dalam hal yang menyangkut norma-norma kerja, waktu kerja, dan aturan kerja. Untuk
benefit dan tunjangan biasanya menginduk perusahaan outsource.
Page | 20
Dalam hal terjadi pelanggaran yang dilakukan pekerja, dalam hal ini tidak ada
kewenangan dari perusahaan pengguna jasa pekerja untuk melakukan penyelesaian
sengketa, karena antara perusahaan pengguna jasa pekerja dengan karyawan outsource
secara hukum tidak memunyai hubungan kerja, sehingga yang berwenang untuk
menyelesaikan perselisihan tersebut adalah perusahaan penyedia jasa pekerja,
walaupun peraturan yang dilanggar adalah peraturan perusahaan pengguna jasa
pekerja.
Peraturan perusahaan berisi tentang hak dan kewajiban antara perusahaan
dengan karyawan outsourcing. Hak dan kewajiban menggambarkan suatu hubungan
hukum antara pekerja dan perusahaan, yang kedua pihak tersebut sama-sama terikat
perjanjian kerja yang disepakati bersama. Sedangkan hubungan hukum yang ada
adalah antara perusahaan outsourcing dengan perusahaan pengguna jasa, berupa
perjanjian penyediaan pekerja. Perusahaan pengguna jasa pekerja dengan karyawan
tidak memiliki hubungan kerja secara langsung, baik dalam bentuk perjanjian kerja
waktu tertentu maupun perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
Apabila ditinjau dari terminologi hakikat pelaksanaan peraturan perusahaan,
maka peraturan perusahaan dari perusahaan pengguna jasa tidak dapat diterapkan
untuk karyawan outsourcing karena tidak adanya hubungan kerja. Karyawan
outsourcing yang ditempatkan di perusahaan pengguna outsourcing tentunya secara
aturan kerja dan disiplin kerja harus mengikuti ketentuan yang berlaku pada
perusahaan pengguna outsourcing.
Dalam perjanjian kerja sama harus jelas di awal, tentang ketentuan apa saja
yang harus ditaati oleh karyawan outsourcing selama ditempatkan pada perusahaan
pengguna outsourcing. Hal-hal yang tercantum dalam peraturan perusahaan pengguna
outsourcing sebaiknya tidak diasumsikan untuk dilaksanakan secara total oleh
karyawan outsourcing.
Kasus outsourcing serta maraknya tuntutan status honorer karyawan untuk
diangkat menjadi karyawan tetap yang intinya berujung pada kesejahteraan tetap
menjadi permasalahan sentral mengingat pemerintah sampai saat ini belum
mengakomodir tuntutan berbagai serikat pekerja mengenai posisi karyawan yang
masih terbilang lemah dalam UU no 13 tahun 2003.
Page | 21
Bab iV
kesimpulan
4.1 Kesimpulan
Hukum Ketenagakerjaan Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan ketenagakerjaan itu sendiri adalah
segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan
sesudah masa kerja. Jadi hukum ketenagakerjaan dapat diartikan sebagai peraturan-
peraturan yang mengatur tenaga kerja pada waktu sebelum selama dan sesudah masa
kerja. Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih,
mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam
atau di luar negeri.
Hukum ketenagakerjaan mempunyai fungsi sebagai sarana pembaharuan
masyarakat yang mnyalurkan arah kegiatan manusia ke arah yang sesuai dengan apa
yang dikehendaki oleh pembangunan ketenagakerjaan. Pembangunan ketenagakerjaan
sebagai salah satu upaya dalam mewujudkan pembangunan nasional diarahkan untuk
mengatur, membina dan mengawasi segala kegiatan yang berhubungan dengan tenaga
kerja sehingga dapat terpelihara adanya ketertiban untuk mencapai keadilan.
4.2 Saran
Kami menyarankan, sebaiknya dalam memutuskan segala hal mengenai bidang
ketenagakerjaan haruslah mengacu pada undang-undang yang berlaku. Agar disetiap
hal mengenai ketenagakerjaan tersebut dapat diminimalisir masalah yang akan timbul.
Sehingga masalah – masalah seperti kasus di atas dapat dicegah dengan adanya taat
peraturan yang ada.
Page | 22
DAFTAR PUSTAKA
www.HUKUMONLINE.COM
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 .com
www.koranjkarta.com
Tempo Interaktif, Sabtu, 12 Juni 2004. Istilah-Istilah Ketenagakerjaan
Levi Silalahi, Depnakertrans, Minggu, 13 Juni 2004. Rencana Tenaga kerja 2004-
2009
Page | 23