organis 29

32

Upload: aoi-aliansiorganisindonesia

Post on 25-Mar-2016

248 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Untuk bisa memenuhi kebutuhan pangan, manusia melakukan bermacam upaya. Baik petani sebagai produsen maupun konsumen berupaya untuk bisa....

TRANSCRIPT

Page 1: ORGANIS 29
Page 2: ORGANIS 29
Page 3: ORGANIS 29

Dari Redaksi

Surat Pembaca

Isu Utama

Pangan Organik untuk Indonesia

Wujudkan Kemandirian & Ketahanan Pangan Mulai dari Keluarga Petani

Kondisi Petani Organik, Sebagai Produsen Sekaligus Konsumen

Anggaran Kecil, Pemerintah Enggan Berdayakan Petani Organik untuk Mandiri

Jendela Konsultasi

Penjaminan OrganisBermacam Penjaminan Berbasis Komunitas di Indonesia

Pro�l

Bayinah Hasilkan Produk Pertanian Sehat Dengan Organik

AgribisnisMadu Organik yang Laris Manis

Info OrganisOGH Expo 2012: It’s Time To Share

Tukar Pengalaman Indonesia dan India, Tingkatkan Penjaminan Organik Komunitas

Bijak di RumahKompor Nabati Hemat & Ramah Lingkungan

Ragam

Kedelai Impor Transgenik VS Kedelai Lokal Organik

Daftar isi 05

0810

11

15

18

21

24

28

30

04

26

14

02

Page 4: ORGANIS 29

| Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012)4

Tambah Rubrik

Bagaimana Yakinkan Konsumen Organik?

Berlangganan Majalah

Surat Pembaca

Page 5: ORGANIS 29

Isu Utama |

Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012) | 5

Pangan Organik untuk Indonesia

Pangan organik dan sehat untuk seluruh konsumen di Indonesia bisa terpenuhi dengan membuka kembali

kekuatan-kekuatan pertanian lokal dan organik, dimana sahabat kita para petani bisa langsung mengonsumsi pangan sehat yang dihasilkannya serta menjual kelebihannya untuk melengkapi biaya kehidupannya.

Pangan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia. Bahkan dalam kehidupannya manusia mempunyai hak

kedaulatan atas pangan. Namun mencukupi kebutuhan bahan pangan yang sehat bagi yang mengonsumsinya, sehat serta sejahtera bagi yang menghasilkannya (memproduksinya), serta aman bagi lingkungan sekitarnya, tidaklah mudah.

Perubahan global terutama bidang teknologi pangan serta pertanian membuat kita bersama secara langsung ataupun tidak telah menyokong atau menjadikan pangan

Page 6: ORGANIS 29

| Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012)6

modern sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Makanan yang dibuat atau dibentuk dari berbagai proses yang belum tentu baik bagi konsumen yang mengonsumsinya bahkan bagi kualitas lingkungan di sekitarnya sudah merupakan hal yang menjadi biasa saat ini. Silakan melihat apa yang tertera di rak toko sekitar kita, semua didominasi oleh hasil teknologi canggih hingga sederhana serta semua terlihat seragam.

Tidak lagi terlihat penjual makanan, katakanlah untuk sarapan pagi berupa umbi-umbian dan kacang-kacangan rebus, bubur dengan aneka rasa serta jenis pangan lokal setempat. Semua tergantikan dengan roti yang terbuat dari gandum, cereal dari olahan susu atau gandum atau jagung ….. yang semua notabene diimpor dan yang penting adalah bukan merupakan bagian dari khasanah kuliner Indonesia.

Dari kutipan sebuah buku “ Food Rules” yang ditulis oleh Michael Pollan yang artinya kurang lebih “jangan konsumsi makanan atau bahan pangan yang tidak dikonsumsi oleh nenek-nenekmu,” sederhana tapi memberi makna yang dalam, mengajak kita kembali mengonsumsi makanan atau pilih bahan pangan yang asli dari masing-masing daerah.

Untuk bisa memenuhi pangan sesuai falsafah tersebut dan mengatasi kesulitan mendapatkan pangan

yang sehat, banyak masyarakat di perkotaan mulai melakukan gerakan menanam tanaman pangan di seputar rumah dan lahan kosong. Jenis tanaman yang ditanampun beragam mulai dari bumbu dapur, buah-buahan, sayur mayur, kacang-kacangan dan lainnya.

Kekuatan, keuntungan serta manfaat dengan menanam bahan pangan sendiri secara tidak langsung adalah konsumen dapat lebih menghemat pengeluaran. Disamping itu kita bisa mendapat produk segar yang kualitasnya jelas diketahui baik karena tidak menggunakan pupuk dan pestisida sintetis atau tidak menggunakan bahan-bahan berbahaya karena ditanam sendiri dan yang pasti akan lebih sehat.

Lewat Pasar Tani di tengah kota juga bisa menjadi salah satu sarana mengakses produk pangan sehat di perkotaan. Akses pasar dengan salah satu sarana pendekatan konsumen dan produsen secara langsung akan memperkuat dasar kepercayaan yang menjadi landasan organik. Hal penting yang dilihat dari sisi konsumen adalah keterjangkauan produk sehingga konsumen bisa menentukan kualitas seperti apa yang mampu dibelinya. Aspek pendidikan konsumen pun berjalan di sini dimana konsumen mengenali siapa dan bagaimana produksi pangan yang disantapnya dihasilkan sehingga dapat saling menghargai.

Keragaman Pangan Nasional

Salah satu keunikan dan keuntungan pertemuan antara produsen dan konsumen adalah mengenalkan produk pangan dengan keunikan dan keragaman, dimana konsumen mempunyai aneka pilihan untuk memutuskan pilihan. Pertanian organik yang mempertahankan keragaman hayati dengan berbagai varietas asli lokal, dan menolak penggunaan produk rekayasa genetik (PRG/GMO) tentunya memastikan bahwa keragaman pangan nasional dari seluruh penjuru tanah air akan lebih terjaga dan setiap daerah mempunyai kekhasan makanan sesuai budaya dan geogra�snya.

Pengenalan ragam varietas lokal Indonesia akan sangat terbantu apabila ketersediaan ragam pangannya ada, sehingga membantu masyarakat mengenal kembali dan mengenalkannya pada keluarga. Mulai dari jenis padi, umbi-umbian, kacang-kacangan, biji-bijian lokal, begitu pula dengan sayur mayur lokal. Tentunya dengan tata cara memasak yang sudah dilakukan secara turun temurun.

Pangan organik dan sehat untuk seluruh konsumen di Indonesia, bisa disediakan bersama dengan membuka kembali kekuatan-kekuatan pertanian lokal, dimana sahabat kita para petani bisa langsung mengonsumsi pangan sehat yang dihasilkannya serta memperdagangkan kelebihannya untuk melengkapi biaya kehidupannya. Perlu kita cermati juga tentang harga jual produk pertanian yang menganut keterbukaan sehingga semua bisa mendapatkan kesejahteraan kehidupan bersama.

Slow Food, Upaya Kembalikan Pangan Lokal

Sementara itu telah banyak kegiatan untuk mengembalikan seluruh unsur pangan di dunia ini. Semua berdasarkan pilar masing-masing walaupun dengan bahasa yang berbeda, tetapi intinya adalah Tumbuhan/Hewan, Manusia

Pang

an o

laha

n b

erba

han

non

terig

uFo

to. B

ibon

g W

idya

rti

Page 7: ORGANIS 29

Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012) | 7

dan Alam. Salah satu perhelatan pengenalan kembali pangan lokal di tingkat dunia pada tahun 2012 dilakukan Slow Food Internasional. Ajang pertemuan organisasi Slow Food telah berlangsung pada 25 -29 Oktober 2012 di Linggoto Fiere, Torino Italia, dan tahun ini mengambil slogan: “Food that Change the World” (“ Pangan yang Mengubah Dunia”).

Dengan landasan Good, Clean and Fair, Slow Food dapat menghasilkan “Sustainable Quality Food”. Good dalam arti baik disantap dan cita rasanya, clean: dihasilkan dengan tehnik atau tata cara yang berkelanjutan serta menghargai lingkungan, fair : dihasilkan dengan cara menghargai pekerja, aturan dan budayanya serta berkeadilan.

Kegiatan pameran yang dihadiri lebih dari 220.000 pengunjung ini juga menyuguhkan berbagai acara yang dapat diikuti, mulai konferensi, workshop, kunjungan, food testing (uji cita rasa makanan), edukasi untuk anak-anak kaum muda dan dewasa dengan topik bahasan makanan, pertanian, keanekaragaman hayati, perubahan iklim, energi bersih berkelanjutan (Food, Agriculture, Biodiversity, Climate Change, Suistainable Clean Energy).Workshop, seminar, food testing and education, merupakan arena

pembelajaran, pertukaran informasi bagi semua pengunjung dalam berbagai kalangan dan usia serta para delegasi. Keragamannya jelas terlihat, dirasakan dan bisa dipahami. Efeknya tentu saja penyadaran bahwa keragaman bahan pangan yang luar biasa juga perlu dipertahankan dengan segala upaya yang bisa dilakukan setiap individu.Pengunjung juga dapat mencicipi produk unik dari seluruh dunia serta bertatap muka dengan produsen, petani, peternak, nelayan serta artis dari lebih dari 200 Slow Food Presedia, Terra Madre Network dan ribuan peserta pameran. Dari kawasan Eropa dan Mediterania menghadirkan zaitun dan minyak zaitun, keju, roti. Eropa menghadirkan wines, bir, coklat olahan dan kawasan Afrika menampilkan couscous, kopi, coklat, dan cola nut. Asia juga menampilkan display khusus berupa berbagai jenis padi-padian, rempah-rempah, umbi-umbian serta biji-bijian dengan masakan tradisional. Amerika Latin tampil dengan berbagai produk sesuai dengan kondisi alamnya yaitu kopi, coklat, madu dan spirits. Amerika Utara tampil dengan sirup maple dan beras serta buah-buahan.

Yang membuat terperangah adalah saat semua peserta yang berasal dari Asia diminta mempersiapkan berbagai jenis padi, biji-bijian, rempah-rempah dan umbi-umbian.

Saat semua sudah terpajang, terlihatlah betapa banyaknya keragamanan yang ada di sana. Indonesia tampil dengan jenis padi-padian, umbi-umbian, rempah-rempah dan biji - bijian. Diikuti negara lainnya dari Filipina, Malaysia, India. Semua seakan mewarnai betapa kuatnya keragaman bahan pangan di areal ini.

Indonesia diwakili oleh Komunitas Kasepuhan Cipta Gelar dari kaki gunung Halimun Jawa Barat berbicara tentang kearifan lokalnya tentang tata cara budidaya, menjaga serta mempertahankan jenis varietas lokal dalam seminar dilengkapi dengan workshop untuk memperagakan menu lokalnya “Nasi Kabuli”.

Lengkap sudah pengalaman menelusuri semua pondasi Good Clean and Fair yang menjadi landasan gerakan Slow Food. Kekuatan menjaga keanekaragaman hayati dengan semua aspeknya merupakan hal berharga bagi umat manusia di dunia. Seperti kata kunci dari Vandana Siva dalam salah satu seminarnya dalam acara “Salone del Gusto and Terra Madre 2012”, bahwa Tumbuhan, Manusia dan Tanah adalah kekuatan kehidupan.*

Penulis: Bibong Widyarti, konsumen organik, Anggota DPA-AOI

Pengunjung Pameran, semua antusias mengikuti acara yang ada. Anak anak menuju area Slow Food EducaFoto: Bibong Widyarti

Page 8: ORGANIS 29

| Isu Utama

Sebagai kebutuhan pokok, pangan sangat penting. Sumber utama nutrisi tubuh ini turut menentukan

ketersediaan energi dan kesehatan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Selain konsumen, petani sebagai produsen pangan juga membutuhkan asupan nutrisi dan energi yang sama.

Dengan kesejahteraan yang sama dengan konsumen lainnya, petani selayaknya mengonsumsi pangan dengan kualitas yang baik. Namun seringkali petani yang menghasilkan pangan berkualitas ini tak mengonsumsinya. Petani menjual pangan berkualitas yang dihasilkannya dan mengonsumsi pangan lainnya yang kurang berkualitas.

Kurangnya kemampuan dan kesejahteraan membuat petani mengalami hal ini. Berdasarkan data BPS Maret 2012, jumlah penduduk miskin mencapai 29,13 juta atau 11,96 persen dari total penduduk dan sekitar 64 persen berada di desa atau 18,6 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, sekitar 75 persen atau 14 jutanya petani pangan.

Sungguh ironis. Petani yang menjadi tulang punggung menghasilkan pangan yang berkualitas hidup dalam kesejahteraan yang kurang. Seharusnya petani disejahterakan dulu sebelum mengejar kemandirian pangan. Untuk itu, pemerintah harus berpihak pada petani agar memiliki ruang untuk berproduksi secara lebih leluasa.

Wujudkan Kemandirian & Ketahanan Pangan

Mulai dari Keluarga Petani

| Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012)8

Kegiatan panen padi oleh petani di Banjarnegara, Jawa TengahFoto: Dok. AOI

Page 9: ORGANIS 29

Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012) | 9

Isu Utama |

Ketahanan Pangan

“Yang dimakan petani organik ya hasil panennya yang bagus juga, sisanya

baru dijual. Petani organik yang bekerja harus sehat

dulu baru jadi teladan untuk yang lain,”

Mubayinah Jauhari.

Diskusi kelompok petani organik di Banjarnegara, Jawa TengahFoto: Dok. AOI

Page 10: ORGANIS 29

10

| Isu Utama

| Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012)

Kondisi Petani Organik,

Sebagai Produsen

Sekaligus KonsumenKondisi Petani Organik,

Sebagai Produsen

Sekaligus Konsumen

Oleh: Siwi HastoOleh: Siwi Hasto

Para petani di Magelang pada umumnya merupakan petani-

petani kecil, buruh, bahkan penggarap. Rata-rata kepemilikan lahan hanya 0,2 hektar (ha). Mereka bahkan ada yang tidak punya lahan sama sekali walaupun di antara mereka ada yang memiliki tanah berhektar-hektar.

Bagi petani, bertani adalah sumber penghidupan keluarganya. Kalau boleh dikatakan merupakan pekerjaan atau profesi sebagai petani, sama halnya seorang dokter, guru, tentara dan lainnya. Maka petani pun dituntut untuk memenuhi kebutuhan keluarga akan sandang, papan, pangan, pendidikan, kesehatan dan lain-lain.

Dalam diskusi-diskusi dengan kawan-kawan tani sering hal kebutuhan-kebutuhan itu muncul, apalagi saat-saat menjelang panen mereka dalam situasi kekurangan. Jikalau panenan dijual semua, kekurangan makan bagaimana? Kalau tidak dijual, kebutuhan yang lain dipenuhi dari mana? Biaya olah lahan dari mana? Kalau ada tetangga kawinan nyumbang apa? Dan lain-lain.

Kalau boleh diartikan petani itu produsen sekaligus konsumen. Memang petani yang lahannya luas saja tak melihat adanya masalah-masalah seperti di atas.

Dalam diskusi-diskusi sering muncul ide-ide tentang pertanian organik. Bukan hanya sekedar ide tetapi sudah banyak yang mempraktikannya, mereka juga tak segan-segan bertukar pengalaman tentang budidaya organik.

Sering muncul juga pengalaman-pengalaman petani dalam menjual beras organik. Mereka bilang hasil panenannya dijual untuk olah lahan lagi, untuk kebutuhan anak kalau minta baju (pakaian), untuk nyumbang tetangga yang hajatan dan yang paling pokok untuk persediaan pangan kadang-kadang muncul pepatah ”Ora duwe opo-opo ya sing penting tumbune ana isine atine ayem” (“Tidak punya apa-apa tidak apa yang penting persediaan pangan ada hatinya tentram”).

Namun dalam perkembangannya, kita dan petani bisa menghitung jumlah persediaan pangan yang bisa disimpan dan dijual oleh petani. Contoh: Petani kerja dengan luas garapan 0,6 ha. Hasil padi 500 kg/ 0,1 ha. Jadi hasilnya 3000 kg per 0,6 ha. Bagi hasilnya 1500 kg. Dengan anggota keluarga 4 orang berarti beras yang dikonsumsi 1 kg per hari atau 30 kg per bulan.

Musim tanam menthik 4 bulan, kebutuhan makan 30 kg x 4 = 120 kgBiaya olah lahan Rp 1.000.000 = 90 kgCadangan sosial dan tak terduga Rp 1100.000 = 100 kgBiaya sekolah Rp 1100.000 = 100 kgTotal = 410 kg

Hasil panen 1500 kg menjadi beras 900 kgJadi beras yang bisa dijual = 900 – 410 = 490 kg.(*)

Penulis: Siwi Hasto, petani organik Sahani, Yogyakarta

Page 11: ORGANIS 29

Isu Utama |

Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012) | 11

Anggaran Kecil, Pemerintah Enggan Berdayakan Petani

Organik untuk MandiriProses tanam padi organik di Bogor, Jawa BaratFoto: Dok. Gandhi Bayu (KSU Lestari)

Page 12: ORGANIS 29

| Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012)12

| Isu Utama

Masyarakat sipil di Indonesia sudah mengkampanyekan gerakan

pertanian organik sejak tahun 70-an dan mendapat respon baik dari pemerintah ketika di tahun 2000 pemerintah Indonesia meluncurkan program Go Organic 2010. Respon terbaik dari pemerintah adalah keputusan DPR RI periode 2004-2009 untuk mengalihkan anggaran subsidi untuk pupuk kimia menjadi subsisi pupuk organik dalam bentuk dukungan membangun rumah kompos di desa-desa. Pada waktu itu ditargetkan ada 10.000 rumah kompos yang akan dibangun di 10.000 desa, dan ditargetkan selama 5 tahun dengan mekanisme bergulir seluruh desa di Indonesia bisa memiliki rumah kompos. Sayangnya keputusan tentang pengalihan dana subsisi pupuk kimia ke pupuk organik tidak dilaksanakan secara konsisten. Dana yang dialokasikan ternyata masih sebagian besar dialokasikan lewat pabrik pupuk daripada untuk pembangunan rumah kompos oleh petani. Target 10.000 rumah kompos per tahun tidak terealisasi. Diperkirakan setelah keputusan ini berjalan kurang lebih selama 3 tahun tidak lebih 500 rumah kompos yang sudah dibangun oleh pemerintah.

Akibatnya pembangunan rumah kompos tidak berkontribusi signi�kan terhadap pengembangan pertanian organik. Keputusan lain yang berhubungan dengan Program Go Organic 2010 adalah disyahkannya Otoritas Kompeten Pertanian Organik dan Standard Nasional Indonesia untuk produk pangan organik lewat BSN SNI 01-6729-2002 yang diperbarui lewat BSN SNI 6729:2010.

Pada dasarnya keberadaan SNI dan OKPO adalah untuk membangun mekanisme yang mewajibkan setiap produk pertanian organik yang dijual di pasar memiliki serti�kat organik yang dikeluarkan oleh lembaga serti�kasi yang diakreditasi pemerintah. Alih-alih mendukung pengembangan pertanian organik, kewajiban serti�kasi ini sendiri kemudian mematahkan semangat petani untuk bertani organik.

Kewajiban serti�kasi mengakibatkan biaya produksi menjadi meningkat bahkan untuk lahan produksi di bawah 20 hektar biaya serti�kasi tidak akan memberikan keuntungan yang berarti bagi petani. Pemerintah memang memberikan dukungan biaya untuk serti�kasi tersebut. Tapi dukungan tersebut sangat kecil dan terbatas pada komoditas yang dijual di pasar domestik yang pada dasarnya tidak memerlukan serti�kasi. Dari segi jumlah sejauh ini dukungan untuk serti�kasi baru diberikan kepada sekitar 60 kelompok tani.

Selain itu, dalam konteks distribusi dan penyaluran anggaran (spending anggaran) di beberapa tempat ditemukan bahwa proses distribusinya tidak hanya tidak jelas bagi PEMDA tetapi juga bagi petani. Dengan demikian praktik korupsi-kolusi dan nepotisme, secara struktural telah melibatkan rakyat miskin dan masyarakat secara umum, karena kesalahan pengaturan kelembagaan, serta kurangnya pengawasan dari masyarakat sendiri.

Dari aspek gender, anggaran pembangunan di sektor pertanian relatif tidak mendorong berkembangnya keadilan dan kesetaraan gender. Kelompok tani misalnya masih dilihat sebagai kelompok laki-laki, demikian juga program-program di sektor pertanian ditujukan untuk laki-laki. Kalaupun ada perempuan dalam kelompok tani maka perannya lebih sebagai penerus peran-peran domestik di kelompok.

Munculnya program-program pertanian organik dengan anggarannya yang terus meningkat mendorong Aliansi Organik Indonesia (AOI) dan Circle Indonesia memetakan program apa saja dan seberapa besar anggaran yang dialokasikan dalam APBN dan bagaimana praktik pelaksanaannya di tingkat lapangan.

Hasil kajian AOI dan Circle Indonesia dengan dukungan Program Representasi USAID 2012 menunjukan, meski pada 2012 anggaran pertanian organik meningkat mencapai 10 persen dari alokasi fungsi dan Kementerian Pertanian, namun anggaran tersebut masih sangat sedikit dan belum mencukupi kebutuhan gagasan “Go Organic”.

Rata-rata belanja untuk pertanian oganik selama 2011-2012 diperkirakan hanya mencapai Rp1,5 triliun atau sekitar 8,47 persen dari belanja fungsi pertanian. Tahun 2011, angggaran pertanian organik hanya berkisar Rp 1,17 triiun, atau hanya 6,82 persen dari total belanja fungsi. Anggaran tersebut pada 5 kegiatan. Secara berurutan kegiatan yang paling besar anggarannya adalah subsidi pupuk, UPPO, rumah kompos , SRI dan LSPO (lihat tabel 1).

Komponen Tahun 2011 (dalam juta) % dari Fungsi % dari

Kementan

Subsidi Pupuk Organik 800 4.65 4,51

SRI 25.792 0.15 0,14

Rumah Kompos 32.685 0.19 0,18

UPPO 313.691 1.82 1,77

LSPO 1.423 0.01 0,01

Jumlah 1.173.591 6.82 6,6

Anggaran tak Cukupi “Go Organic”

Sumber: APBN 2011

Tabel .1

Page 13: ORGANIS 29

Edisi 26 / Th. 8 (Sept-Des 2011) | 13 Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012) |

Isu Utama |

Dengan komposisi tersebut, 31,8 persen merupakan bantuan sosial yang ditujukan langsung kepada kelompok tani. Sedangkan 68,2 persen diberikan melalui perusahaan pupuk. Dengan potret anggaran seperti di atas, menunjukan bahwa pemerintah dalam pengembangan pertanian organik di Indonesia lebih berkonsentrasi pada penyediaan pupuk ketimbang aspek lain misalnya benih dan pengolahan paska panen. Dengan besarnya alokasi subsidi pupuk dan bantuan langsung pupuk yang nilainya mencapi Rp.1,68 triiun jelas menunjukan bahwa pemerintah lebih senang menjadi pelaksana dengan memberi pupuk ketimbang memberdayakan petani untuk mandiri dengan memproduksi pupuknya sendiri.

Kajian yang dipaparkan pada 14 Agustus 2012 ini juga menyebutkan, alokasi terbesar program organik saat ini masih berbentuk subsidi yang dikelola oleh perusahaan pupuk. Sedangkan program organik lain melalui bantuan sosial yang dilakukan melalui tugas pembantuan menempatkan kementerian sebagai pembuat program dan pemegang anggaran, sementara daerah hanya menjadi obyek yang harus tunduk pada kemauan pusat. Menurut kajian yang dilakukan di Boyolali, Jawa Tengah ini, praktik System of Rice Intensi�cation/SRI dan Unit Pengolahan Pupuk Organik/UPPO dengan anggaran yang sangat sedikit tersebut, kenyataannya juga kurang efektif karena: pertama, distribusi anggaran tidak secara ketat mempertimbangkan lokasi dan kapasitas kelompok penerima. Pada praktiknya, lokasi penerima SRI dan UPPO belum tentu sesuai kriteria yang telah ditentukan. Demikian juga dalam penentuan kelompok penerima, relatif diwarnai kedekatan seseorang dengan kekuasaan di tingkat kabupaten. Kedua, waktu dan mesin-mesin yang ditetapkan oleh Pusat seringkali tidak relevan dengan kebutuhan kelompok dan justru menyebabkan penghamburan anggaran. Ketiga, keterlibatan elit dan kekuasaan cenderung menyebabkan proyek seperti UPPO tidak berjalan

secar maksimal. Keempat, ketiadaan pendampingan untuk memperkuat kapasitas kelembagaan menyebabkan sebagian tata kelola organisasi dan proyek relatif buruk dan bisa menimbulkan masalah pada masa-masa mendatang.

“Program Bantuan Sosial seperti SRI dan UPPO sudah seharusnya didesain ulang sebagai transfer a�rmatif hanya kepada lokasi dan kelompok petani yang secara serius dapat mengembangkan pertanian organik,” papar Abdul Ghofur, Konsultan Circle Indonesia. “Pilihan ini akan berkonsekuensi pada perubahan kriteria-kriteria yang telah menunjuk lokasi dan kelompok penerima. Dengan begitu, pertanian organik sebagaimana cita-cita “Go Organic” akan segera terwujud,” lanjutnya. Menurutnya, program seperti SRI dan UPPO yang menekankan pada kolekti�tas kelompok petani sudah seharusnya dibarengi dengan penguatan kapasitas kelembagaan.

Pembangunan kelembagaan petani menjadi sangat penting terutama terkait pengelolaan sumberdaya proyek yang relatif besar. Mengabaikan kelembagaan justru akan menghambat dan bahkan mungkin merusak proyek tersebut.

Pada saat ini, pemerintah pusat dan daerah terlalu dalam melakukan intervensi dalam pelaksanaan proyek seperti SRI dan UPPO. Kasus kajian ini menunjukan bahwa pembelanjaan untuk proyek-proyek yang dibiayai oleh Dana Alokasi Khusus/DAK terkadang dilakukan oleh Dinas, sedangkan kelompok penerima hanya tinggal melaksanakannya. Karenanya, diperlukan penataaan sistem yang dapat menjamin terlaksananya mekanisme transparansi dan partisipasi, prosedur akuntabilitas, dan sistem ganjaran. Pelibatan dan pembukaan ruang tanggung gugat bagi petani lain juga musti dibuka seluas-luasnya untuk memastikan proyek seperti SRI dan UPPO menjadi efektif dan akuntabel.(*)

Perlu Desain Ulang

Proses pengomposan oleh petani secara mandiriFoto: Dok. AOI

Page 14: ORGANIS 29

| Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012)14

| Jendela Konsultasi

Daniel SupriyonoPadi Organik

SabirinTanaman Tahunan

Diah SetyoriniKesuburan Tanah

Agung PrawotoStandar dan

Serti�kasi

Toto HimawanHama dan

Penyakit Tanaman

YP SudaryantoSayuran Organik

Agus KardinanPestisida Nabati

Redaksi AhliDaun Bayam

Bolong-BolongDaun tanaman bayam saya bolong-bolong. Apakah penyebabnya dan bagaimana cara mengatasinya?

Terima kasih,NetaPariaman, Sumatera Barat

Toto Himawan menjawab:Daun bayam yang bolong-bolong bisa disebabkan oleh belalang tapi itu bolongnya agak besar ya dan pasti kelihatan belalngnya. Kalau bolongnya kecil-kecil mungkin disebabkan oleh kutu anjing (Phylotreta sp.), yaitu jenis kumbang kecil.

Sementara bisa diatasi dengan memakai pestisida nabati (misal serbuk biji mimba). Bisa juga menggunakan agens hayati (Beauveria basiana). Caranya semprotkan pada daun dan tanahnya. Untuk tanam berikutnya pastikan komposnya bagus dan ditambah dengan B. basiana dan Metarhyzium.

Kalau lubang kecil atau transparan warna putih, itu disebabkan jamur putih. Cara mengatasinya semprot saja memakai Trichoderma. Sayangnya tidak ada gambar gejalanya ya.

Mungkin sementara itu yang bisa saya sampaikan. Terima kasih.

Atasi Hama Tikus di Tanaman Padi

Bagaimana menangani hama tikus yang menyerang tanaman padi yang berumur 1,5-2 bulan yg terjadi di Klaten, Jawa Tengah?

Trima kasih,RuslanKlaten, Jawa Tengah

Daniel Supriono menjawab:Ketika ada serangan hama/penyakit di atas ambang batas yang berakibat kerugian secara ekonomi , berarti keseimbangan ekologis mulai terganggu. Maka perlu penyelarasan.

1. Preventif (pencegahan) :Perhatikan rotasi/pergiliran tanaman (tidak tanaman padi terus) sesuai potensi setempat.Tanam tanaman yang berbau menyengat (empon-empon, seperti : bengle, serai).Tanam ketela pohon yang nilai ekonominya lebih rendah dari padi (untuk makanan tikus).Pelihara predator seperti ular dan burung hantu yang efektif mengendalikan tikus.Hindari bahan kimia yang berlebihan karena dapat merangsang ledakan hama selanjutnya.

2. Kuratif (pengobatan) :Ambil potongan bambu, yang penting dengan ukuran tikus dapat keluar masuk (pas, tidak sesak, tidak terlalu longgar), panjang 15-20 cm. Buat bubur dari pati dan gula merah secukupnya. Dikeletkan di dinding dalam bambu, di tengah diletakkan ikan asin yang digoreng (untuk merangsang tikus masuk).Letakan di dekat lubang tikus di pematang. Diharapkan tikus akan lalu lalang lewat bambu (Jawa : Bumbung) dan bulu, kaki terkena bubur manis. Semut akan mengikuti barang manis dan mengerumuni anak-anak tikus di

liang. Maka tikus terkendali.(*)

Page 15: ORGANIS 29

Penjaminan Organis |

Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012) | 15

Petani organik kecil menggunakan Sistem Penjaminan Berbasis Komunitas (PBK) untuk memberikan keyakinan kepada konsumen bahwa produk yang dihasilkan petani memenuhi

standar organik yang berlaku atau disepakati bersama.

Bermacam Penjaminan Berbasis Komunitas

di Indonesia

Seiiring kesadaran pentingnya hidup sehat dan ramah lingkungan, masyarakat juga mulai mengenal pertanian

dan produk organik. Sebagian besar petani organik skala kecil dan konsumennya berinteraksi jual beli produk organik dengan mengembangkan sistem kepercayaan dan penjaminan berbasis komunitas (PBK) atau diinternasional dikenal dengan nama Participatory Guarantee System (PGS).

Dalam jarak dekat, sistem kepercayaan di antara petani dan konsumen organik biasanya menjadi dasar yang cukup meyakinkan bahwa petani benar-benar menghasilkan produk organik dengan standar yang ditentukan. Dalam jarak jauh, jika pasar produknya untuk skala domestik biasanya petani organik dan komunitasnya (koperasi, lembaga pendamping petani dan sebagianya) mengembangkan sistem penjaminan berbasis komunitas untuk memberikan jaminan atas keaslian produk organik kepada konsumen.

Penjaminan Berbasis Komunitas (PBK) merupakan sistem penjaminan yang sesuai dan diperuntukan bagi (pasar/

konsumen) lokal, kelompok petani kecil yang sulit mengakses serti�kasi pihak ketiga, yang menekankan ada relasi yang berkesinambungn antara petani dan konsumen. Pada sistem penjaminan ini idealnya melibatkan banyak pihak meliputi petani, konsumen, pedagang, koperasi, lembaga swadaya masyarakat, pemerintah dan sebagainya.

Para pihak terlibat dalam membangun skema penjaminan organik, mulai dari perencanaan standar dan sistem pengawasan; pelaksanaan hingga evaluasi sistem. Istilah ini menggambarkan adanya kepedulian bersama banyak pihak terhadap kesejahteraan petani, keamanan produk pertanian dan keberlanjutan pertanian dan lingkungan hidup, sehingga sistem penjaminan ini juga dikenal sebagai sistem penjaminan partisipatif.

Sistem penjaminan ini juga harus sesuai dengan kondisi budaya dan ekologis serta tradisi setempat, dengan menekankan pada aspek sosial dan lingkungan, dan juga mata pencaharian yang berkelanjutan. Penjaminan ini

Konsumen organik berkunjung ke lahan padi organik kelompok petani yang tergabung di Koperasi Sahani, YogyakartaFoto: Imam Hidayat, Sahani, Yogyakarta

Page 16: ORGANIS 29

| Penjaminan Organis

16

ketahanan ekonomi jangka panjang dan keadilan sosial.

Menurut data Statistik Pertanian Organik Indonesia (SPOI) 2011, PBK yang teridenti�kasi di Indonesia berjumlah 34. Di antaranya PAMOR INDONESIA, SAHANI, Bina Sarana Bakti (BSB) dan lain-lain. Selain mempunyai persamaan seperti sama-sama mempunyai standar, bermacam PBK ini juga memiliki perbedaan, seperti ada PBK yang belum memiliki prosedur terdokumentasi, tidak membentuk kelembagaan yang khusus dalam memastikan pemenuhan standar organik dan lain - lain.

Sejak 2008, Aliansi Organis Indonesia (AOI) menginisiasi terbentuknya

model PBK di Indonesia dengan nama PAMOR INDONESIA atau Penjaminan Mutu Organik Indonesia. Dalam menjalankan sistem penjaminannya, PAMOR INDONESIA memiliki standar organik, mekanisme penilaian yang dilakukan oleh sesama petani, prosedur yang terdokumentasi dan label untuk produk yang memenuhi standar organiknya. Penjaminan PAMOR INDONESIA diperuntukkan bagi kelompok petani skala kecil, pasar lokal dan nasional. Untuk memastikan petani telah memenuhi standar organik PAMOR INDONESIA, dibentuklah sebuah kelembagaan yang dinamakan Unit PAMOR INDONESIA yang beranggotankan multipihak.

Beda antara serti�kasi organik dari pihak ketiga (Lembaga Serti�kasi Pertanian Organik-LSPO) dengan serti�kasi organik partisipatif PAMOR INDONESIA adalah tingkat kesulitan dari dokumentasi. Dalam dokumentasi PAMOR INDONESIA lebih sederhana dan mudah. Demikian juga dari segi biaya, PAMOR INDONESIA lebih terjangkau petani karena tidak melibatkan pihak eksternal dalam proses penjaminannya.

Saat ini PAMOR INDONESIA telah memperbarui panduan dan pedoman sehingga petani lebih mudah mengaplikasikannya. Kelompok petani yang sudah menerapkan PAMOR INDONESIA di antaranya Tani Organik Merapi (TOM) di Magelang, Jawa tengah, Brenjonk di Malang, Jawa Timur.

Kelompok petani yang tergabung di Koperasi SAHANI mulai

mengembangkan pertanian organik sekitar tahun 1993. Setelah berjalan sekitar 4 tahun, mulailah SAHANI memasarkan produk beras organik dengan pasar bersama. Pada tahun 2004, SAHANI mengadakan pelatihan Sistem Pengawasan Internal (Internal Control System- ICS) yang difasilitasi oleh BioCert.

Menurut Imam Hidayat dari SAHANI, setelah pelatihan itu, SAHANI mengadopsi ICS sebagai standar Penjaminan Organik berbasis Komunitas (PBK). SAHANI melakukan ICS sebagai kontrol untuk petani yang tergabung dengan SAHANI agar proses budidaya organik sesuai dengan standar pertanian organik. Yang terlibat dalam personel ICS adalah petani. Untuk mensukseskan program PBK ini, SAHANI telah melatih personel ICS mulai dari Staf Pendaftaran,

ditetapkan dan bersifat spesi�k terhadap komunitas individu, geogra�s, dan pasar sesuai dengan kelokalannya. Fokus utama penjaminan berbasis komunitas ini untuk memberikan penjaminan organik bagi pasar lokal dan langsung.

Prosedur penjaminan berbasis komunitas ini lebih sederhana dan berbiaya murah bagi para petani kecil. Penjaminan berbasis komunitas mengharuskan adanya suatu pendekatan ekologis yang mendasar terhadap pertanian yang tidak menerapkan pemakaian pupuk atau pestisida kimiawi sintetis maupun organisme rekayasa genetik dan lebih lanjut menunjang para petani dan pekerja dalam sebuah wadah

PAMORÊINDONESIA SAHANI

| Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012)

PAMOR INDONESIAJl. Kamper Blok M No. 1

Budi Agung - Bogor 16165Tlp/Fax : 0251 - 8316294

Email : [email protected]

Produk organik berlabel PAMOR TOMFoto: Imam Hidayat, Sahani, Yogyakarta

Produk berlabel PAMOR SAHANIFoto: Dok. AOI

Produk berlabel PAMOR SAHANIFoto: Dok. AOI

Page 17: ORGANIS 29

Penjaminan Organis |

Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012) | 17

Inspektor Internal, Komisi Persetujuan dan Manajer Mutu.

Sistem PBK dengan berdasarkan pada ICS bisa membantu untuk menjamin proses organik dan juga bisa meningkatkan mutu produk organik. Pada dasarnya SAHANI berusaha membuat ICS sesimple mungkin karena sebenarnya ini proses mencatat proses produksi dengan beberapa form pendukung dengan acuan standar organik. Menurut Imam, prosesnya bisa dibilang mirip dengan PAMOR INDONESIA, hanya saja PAMOR INDONESIA lebih disempurnakan dan merupakan kesepakatan yang diakui bersama. Sedangkan sumber standarnya sama yaitu ICS. Atau bisa dibilang ICS adalah bagian dari PAMOR INDONESIA.

Yang membedakan adalah struktur dalam PAMOR INDONESIA, yaitu ada forum PAMOR yang terdiri dari multistakholder dan ada inspektor eksternal dari PAMOR. Selain itu ada perbaikan dan penambahan, termasuk form-formnya dan ada sebuah serti�kat dengan Nomor Registrasi dari Sekretarian PAMOR INDONESIA yang ada di Aliansi Organis Indonesia (AOI). Dan untuk saat ini memang syarat petani Mitra SAHANI yang ingin mengikuti PAMOR INDONESIA harus menjalankan proses ICS dulu.

Bina Sarana Bakti (BSB) dengan kepemimpinan Pather Agatho

di Cisarua, Bogor Jawa Barat telah mengembangkan pertanian organik sejak 1980 an. Dalam perkembangannya permintaan produk organik BSB semakin meningkat. Bahkan produk organik Agatho telah terkenal di seputar Jabodetabek. Bahkan pada 2000 telah ada permintaan ekspor ke Singapura. Untuk menjawab permintaan ekspor dan perencanaan progresif, BSB membangun mitra petani.

Sejak awal direncanakan menuju tiap hari ekspor sehingga butuh lahan di luar BSB. “Maka kita adakan penawaran kepada pihak peminat organis yang punya lahan seperti Permata Hati, Denny Farm dan lain-lain. Waktu itu sudah 10 mitra terlibat. Ketika diskusi dengan mereka pihak BSB sudah menyusun konsep budidaya dan MOU sederhana, intinya kebun disetting mirip BSB dan sangat ketat dalam hal prinsip, semua setuju, juga wajib kursus di BSB,” jelas Y.P Sudaryanto, Ketua BSB saat ini.

Menurutnya, saat itu sebagian lahan terletak di sekitar Cisarua dan sempat melebar ke Mega Mendung, Cipanas dan Sukabumi. Bahkan sempat negosiasi dengan kota administrasi Batu, Malang. Dalam membangun komunitas mitra dan menjaga kualitas produksi bersama selalu ada kunjungan rutin dan sidak terutama catatan bed, benih – bibit. Semua wajib membuat info panen setiap Sabtu.

Selain itu penyadaran organis telah diberikan saat awal kesepakatan sambil membangun infrastruktur selama 1 minggu penuh. Dalam hal ini positifnya sekaligus mengubah paradigma bertani dan lansung tahu motivasi mitra. Sedangkan negatifnya benyak tenaga BSB tercurah tanpa ikatan kecuali percaya mitra akan setia dan nanti setor sayur.

Selain itu BSB menyiapkan Standar Operasional Prosedure (SOP). Namun tidak memiliki struktur karena mitra BSB bukan kelompok tani melainkan perorangan. Di antara mitra BSB hanya saling mengawasi dan BSB mendampingi dengan kunjungan rutin tiap dua minggu sekali. Dalam penggunaan benih petani bebas asal

BINAÊSARANAÊBAKTIÊ(BSB)

Yayasan Bina Sarana Bakti (BSB)

Pusat Pengembangan OrganisJl. Gandamanah No. 74 Tugu SelatanPO. BOX 32, Cisarua – Bogor 16750

Telp. +62 251 8254531Fax. +62 251 8253334

Email: [email protected]

bukan transgenik. Di antara mitra BSB memberitahu varietasnya atau saling memberi informasi. Komponen yang ada dalam PBK yang dikembangkan BSB ini seperti pemilik lahan jelas, penanggung jawab yang ditunjuk, model tanam, target, sistem panen dengan standar mutu BSB, harga tetap dan pertemuan bersama 2x setahun.

BSB lebih menekankan hidup organis dengan mitra petani meski kurang berhasil konsisten dipraktikkan tapi tetap mewarnai kerja mereka. Yang perlu ditingkatkan frekuensi pertemuan di lapangan sekaligus pendampingan mengatasi masalah, penting menjaga spirit untuk terus maju dan saling mengawasi. Dalam perjalanannya, dua kali BSB terpaksa menghentikan dengan salah satu mitra petani secara sepihak karena pelanggaran prinsipil.*

Produk berlabel PAMOR SAHANIFoto: Dok. AOI

Sahani Organik & FairtradeTelp. 0815 7937 041; 0274 780 8931

Fax 0274 888926; Cp Imam Hidayat: 081 568 595 81

www.sahani.orgwww.sahaniorganik.blogspot.com

Produk berlabel PAMOR SAHANIFoto: Dok. AOI

Pater Agatho bersama produk organik BSBFoto: Dok. BSB

Page 18: ORGANIS 29

Harum semerbak menyeruak hangatnya matahari yang

beranjak naik di ufuk timur. Bukan karena parfum, melainkan harum padi yang mulai menguning. Butiran padi jenis menthik wangi dan hitam yang menggantung di malainya seakan mengundang untuk menyentuhnya. Burung-burung berterbangan dan hinggap tak mengganggu tanaman yang seminggu lagi siap panen ini. Capung pun bermain di antara malai yang penuh dengan biji padi.

Lahan pertanian organik Bayinah yang baru akan dipanen ini nampak berbeda dengan lahan pertanian non organik di sekitarnya. Tanaman padi organik jenis menthik wangi dan beras hitam ditanam secara bersamaan di satu lahan. Sementara hanya satu jenis padi non organik yang ditanam di hamparan lahan yang sama. Burung lebih suka hinggap di padi organik. Tanaman padi organik nampak lebih banyak bijinya dan segar. Sedangkan tanaman padi non organik nampak

Suasana inilah yang sekilas nampak di lahan pertanian organik Mubayinah Jauhari atau yang akrab dipanggil Bayinah di Desa Merden, Kecamatan Purwonegoro, Banjarnegara, Jawa Tengah. Lahan yang terletak sekitar 200 meter dari rumah Bayinah ini bersebelahan dengan lahan non organik dan jalan raya. Bayinah menanam padi secara organik di lahan seluas 3000 m2 ini. Sementara lahan organik Bayinah lainnya telah dipanen beberapa bulan sebelumnya.

| Pro�l

| Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012)18

Bayinah Hasilkan Produk Pertanian Sehat

Dengan Organik

Bayinah HasilkanProduk Pertanian Sehat

Dengan Organik

Page 19: ORGANIS 29

Pro�l |

Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012) | 19

organik selama bertahun-tahun, Bayinah yang sebelumnya adalah konsumen organik ini berpikir untuk memperbaiki lahan dan mengembangkan unsur hara.

Bayinah berharap lahan pertanian yang rusak karena pupuk kimia sintetis bisa kembali pulih dan sehat dengan pertanian organik. Dengan menggunakan bahan-bahan alami dan organik, lahan pertanian bisa mendapatkan asupan nutrisi dan mengembalikan bermacam mikroba yang menyehatkan lahan. Dengan mengandalkan pengetahuan tentang organik, ibu berusia 58 tahun ini mulai mengembangkan pertanian padi organik.

Bayinah juga mengolah pupuk organik dan nutrisi tanaman sendiri untuk pertanian organiknya. Untuk menunjang kemampuan bertani secara organik, Bayinah belajar dari berbagai media dan para ahli pertanian organik, pupuk organik, nutrisi hasil fermentasi dan teknik bertani SRI.

Meski tetangganya tidak percaya dan mencemooh upayanya mengembangkan pertanian organik, semangat Bayinah tidak surut. Pada 2007 Bayinah mulai mengembangkan pertanian organik. Awalnya Bayinah mengolah 0,6 hektar dari seluruh 3 hektar lahannya secara organik dengan memberinya pupuk kandang yang diolahnya sendiri. Bayinah juga memberikan nutrisi untuk penyubur dan penggembur tanah lahannya.

Dengan teknik tanam SRI, satu tanaman padi ditanam dalam satu lubang yang berjarak 30:30 cm satu dengan lainnya.

Bayinah juga trampil membuat berbagai mol dari tanaman di sekitar, seperti bambu, bonggol pisang, dan memborong kotoran ternak dari salah seorang petani. Dari Jakarta, Bayinah membeli semacam aktivator untuk pembuatan kompos sebanyak 10 liter, yang segera habis digunakan.

”Ternyata tidak sesulit yang dibayangkan, dalam beberapa bulan hasilnya mulai terlihat. Tanahnya mulai sehat, dan hasil panen yang diperoleh lebih banyak dari cara konvensional yang menggunakan berbagai asupan kimia,” jelas Bayinah.

Menurutnya, tanah yang konsisten ditanami organik, sekarang sangat gembur. Bahkan mungkin dalam beberapa musim mendatang, tidak perlu menggunakan traktor lagi. Hasil panen secara organik meningkat. Dari 1 batang tanaman padi berkembang menjadi 40-60 batang per rumpunnya. Jenis padi cintanur yang pertama ditanam secara organik ini menghasilkan sekitar 1 ton.

Dibandingkan dengan padi yang ditanam dengan asupan kimia, rendemen yang diperoleh lebih tinggi. Sebagai perbandingan dengan cara konvensional, rendemen padi berkisar 50 – 53 persen. Sedangkan dengan organik, rendemennya mencapai 7 persen pada saat kemarau, dan 60 persen pada saat musim hujan.

“Juga tidak ada hama selama awal tanam. Ini karena pupuk yang berkualitas sehingga ada penangkal dari tanaman. Bisa disebut tanaman menjadi tahan banting,” kata Bayinah.

“Lebih dari itu, keluarga kami menjadi sehat karena hasil panenan ini dikonsumsi keluarga. Ada juga yang dijual, ke daerah sekitar, namun sering kurang, karena permintaan akan produk lebih tinggi,” lanjutnya.

Jenis varietas yang ditanam pun mulai beragam. Sekarang ada padi yang merah, hitam, pandan wangi, mentik wangi. Bayinah

lebih jarang bijinya dan lebih kering. Di antara maraknya pertanian non organik di sekitarnya, Bayinah sengaja mengembangkan pertanian organik sejak 2007. Saat itu Bayinah memutuskan pulang kampung ke Banjarnegara untuk merawat almarhumah ibunya yang sakit. Tak hanya itu Bayinah juga terpanggil menjaga lahan pertanian keluarga dan menghasilkan produk pertanian yang sehat.

Namun ini bukanlah tugas yang mudah. Lahan pertanian keluarga Bayinah telah rusak karena pertanian non organik. Pemakaian pupuk kimia yang intensif dan meningkat ternyata semakin memperburuk kondisi lahannya menjadi kering, keras dan retak-retak saat tidak ada hujan selama seminggu. Sementara saat musim hujan lahan mengalami banjir.

Hasil uji laboratorium di 10 titik lahan pertaniannya menunjukan sangat basa kondisinya. Mikroba di lahannya juga tidak ada lagi. Tak hanya itu, pemakaian pupuk kimia dan bibit yang didekte pihak-pihak tertentu tanpa sadar juga menjerat petani pada hutang.

“Petani yang tidak mempunyai hutang akhirnya punya hutang. Sementara lahan semakin rusak. Ini sangat menyakitkan. Nah biangnya adalah pupuk kimia yang digunakan,” ungkap ibu tiga orang anak ini.Melihat lahan pertanian keluarganya yang rusak setelah pengembangan pertanian non

Mubayinah Jauhari (Bayinah), petani organik

dari Banjarnegara, Jawa TengahFoto: Dok. AOI

Pupuk Kimia Merusak

Pupuk Organik Memperbaiki

Kompos cairFoto: Dok. AOI

Page 20: ORGANIS 29

| Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012)20

| Pro�l

juga memelihara kelinci, kambing dan ayam, untuk dimanfaatkan kotorannya.

Saat ini sudah menginjak musim tanam ke-10. Dari seluruh lahan organiknya, 3 hektar (ha) menghasilkan panen rata-rata 21 ton. Hasil panen yang sehat ini menjadi menu konsumsi Bayinah sekeluarga dan dijual pada konsumen yang membutuhkannya. Biasanya konsumen yang datang membeli beras organik Bayinah adalah mereka yang disarankan dokter mengonsumsi beras organik yang lebih menyehatkan tubuh.

Bagi Bayinah, bertani secara organik yang terpadu membuatnya mandiri. Dia maupun petani lainnya bisa melakukan cara tanam sendiri, membuat pupuk dan nutrisi alami sendiri. Pada akhirnya petani organik bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar karena hanya menjual

produk yang lebih berkualitas sementara input pertanian organik sudah ada di lahan sekitarnya yang bisa dibuat sendiri.

Berharap petani lainnya megembangkan praktik pertanian organik dan terpadu seperti bertani dan beternak, membuat pupuk dan nutrisi alami sendiri, Bayinah tak segan-segan berbagi ilmu dengan petani di sekitarnya. Melalui Kelompok petani Istiqomah, Bayinah berbagi ilmu organik dengan petani di seputar Banjarnegara, Purbalinga, Wonosobo dan sekitarnya.

Bayinah memahami dalam pengelolaan pertanian organik membutuhkan kerja yang sedikit berbeda. Mungkin sekarang beberapa petani penggarap sudah terlanjur dimanjakan oleh budaya pupuk dan pestisida instan, sehingga merasa lebih repot ketika mengelola organik.

Misalnya ketika pemeliharaan tanaman padi, seminggu sekali

disemprot dengan pupuk organik cair yang saya buat sendiri. Lalu beberapa hari kemudian setelah disemprot, sering muncul rumput, karena tanah yang dipupuk menjadi lebih subur. Biasanya petani suka menggunakan roundup (semacam herbisida) untuk menghilangkan rumput. Tapi Bayinah mencabut rumput itu lalu dibenamkan ke tanah kembali sebagai pupuk baru padi tanaman padinya, sehingga menjadi lebih subur.

Sementara untuk pengendalian hama, seperti hama tikus, biasanya Bayinah mengeringkan lahannya dan rumahnya dikasih gula. Bayinah juga menyiapkan obat yang diramu dari bahan-bahan nabati seperti jahe, temulawak, srikaya, gadung dan lainnya untuk mengatasi hama lainnya. Namun menurutnya, obat ini tidak banyak digunakan, karena dalam pertanian organik yang dijalaninya, telah membuat padi menjadi lebih tahan dalam serangan hama.*

Mandiri

Mubayinah Jauhari dengan ternak kambingnyaFoto: Dok. AOI

Page 21: ORGANIS 29

21 Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012) |

Agribisnis |

Madu tak hanya manis rasanya. Hasil karya lebah ini juga punya banyak

khasiat. Banyak orang yang mencarinya karena khasiatnya . Mulai untuk sumber nutrisi tubuh, baik untuk konsumsi pengidap deabetes, mengobati sakit maag dan pencernaan, mencegah infeksi, mencegah kegemukan, mengurangi hipertensi, memperlancar bicara anak, dan sebagainya. Dalam beberapa kebiasaan dan ritual budaya, masyarakat adat juga menggunakan madu.

Potensi madu hutan Apis dorsata di Indonesia mencapai 200 ton per tahun, sementara daya serap pasar lokal hanya 13 persennya saja. Perlu pengembangan akses pasar, keragaman produk dan meningkatkan mutu madu hutan. Inilah yang mendorong beberapa LSM pendamping produsen madu hutan menginisiasi terbentuknya Jaringan Madu Hutan Indonesia (JMHI) pada tanggal 23 September 2005 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Madu hutan dihasilkan dari lebah Apis dorsata yang mencari makan dari bunga-bunga tanaman di hutan dan membentuk sarangnya di dahan-dahan pepohonan di hutan. Akti�tas mencari makan lebah Apis dorsata ini berkontribusi bagi keragaman hayati di kawasan hutan. Sarang lebah Apis dorsata dapat dimanfaatkan sebagai madu, lilin dan produk lainnya yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar hutan. Pengembangan madu hutan ini

Madu Organik yang Laris Manis

Mad

u hu

tan

orga

nik “

Dor

sata

”Fo

to: D

ok A

OI

Mubayinah Jauhari dengan ternak kambingnyaFoto: Dok. AOI

Page 22: ORGANIS 29

| Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012)22

| Agribisnis

juga membantu program konservasi hutan karena secara tidak langsung melibatkan masyarakat untuk menjaga kelestarian hutan dimana sarang lebah Apis dorsata berada yang menjadi sumber pendapatan masyarakat.

Madu hutan berpotensi untuk dikembangkan menjadi produk organik, karena dibudidayakan secara lestari di kawasan hutan yang dari asalnya memang dikelola secara alami. Selain kesadaran akan manfaat madu bagi tubuh, daya beli yang meningkat membuat konsumen madu mencari madu hutan yang berkualitas. Salah satunya yang berserti�kat organik.

Asosiasi Periau Danau Sentarum (APDS) telah melakukan pengumpulan madu hutan secara lestari di areal seluas 7378,4 ha dalam kawasan TNDS yang memiliki luas keseluruhan 132.000 ha. Dengan mengunakan mekanisme pengawasan mutu kelompok (internal control system - ICS), APDS memastikan bahwa madu hutan yang dikumpulkan memenuhi persyaratan serti�kasi BIOCert, SNI 01-6729-2002 dan mutu produk madu. Madu hutan APDS mendapat serti�kat organik yang pertama di Indonesia dan yang kedua bagi serti�kat organik yang dimiliki kelompok tani.

Drs. Johny W Utama sebagai Direktur Dian Niaga, distributor dan pemasar madu hutan organik APDS, mengatakan bahwa disadari atau tidak daya jual beli konsumen Indonesia meningkat pesat. Diprediksikan claim income menengah Indonesia berjumlah ±150 juta penduduk. Tentu saja daya beli tinggi diiikuti cara memilih yang semakin selektif pula. Pendapatan konsumen yang tinggi (high Income customer) berkorelasi positif dengan tingkat edukasi yang sangat kritis dengan kualitas produk yang akan mereka beli.

“Pada umumnya mereka memprioritaskan produk organik apalagi yang sudah diserti�kasi, bukan saja “yang katanya sudah organik”. Dalam kasus madu hutan, madu organik Danau Sentarum (KALBAR ) yang menjadi madu hutan pertama (2007) yang mendapat serti�kat organik, sehingga madu hutan ini sangat diminati,” ungkap Johny.

Selain daya beli konsumen yang meningkat, untuk meningkatkan daya jual madu hutan organik ini, Dian Niaga juga melakukan berbagai upaya. Pembeli madu hutan pada umumnya sangat pemilih dan tidak mudah percaya. Maka dalam strategi pemasaran, Dian Niaga perlu lembaga yang kredible di mata konsumen seperti AMWAY. Konsumen tahu AMWAY sangat ketat menseleksi suppliernya dan supplier harus dapat mempertanggungjawabkan kualitas madunya. Untuk itu seluruh Trade Channel harus diveri�kasi, diantaranya :

1. APDS harus bisa menjamin anggota-anggota periaunya melakukan teknik pasca panen yang benar, tidak ada kontaminasi zat-zat lain misalnya.

2. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pendamping APDS harus mengawal agar tepat prosedur panen madu hutan tersebut. Misal tidak mengangkat madu keluar dari hutan di saat siang hari karena HMF masuk dan rusak, enzimnya mati sehingga madu tidak berkhasiat lagi.

3. Dian Niaga (DNJ) melakukan pembotolan dan repacking secara prosedur organik juga (harus lulus prosedur lembaga serti�kasi organik dalam hal ini BioCert ).

4. Aliansi Organis Indonesia (AOI) sebagai penjamin teknis bersama.5. Jaringan Madu Hutan Indonesia (JMHII ) sebagai penjamin kualitas juga

melakukan veri�kasi secara berkala dari hulu ke hilir.6. AMWAY menjamin kepada IBO (agen)nya (yang menawarkan pada pembeli),

bahwa kualitas A - Z telah terkontrol.

Proses penyaringan madu hutanFoto: Dok AOI

Kegiatan pertukaran informasi pengelolaan madu hutan melalui Madhu Duniya di Ujung Kolon, Jawa Barat, September 2011Foto: Dok AOI

Page 23: ORGANIS 29

Agribisnis |

Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012) | 23

Apabila jalinan kerja “Pemasaran Berjaringan” (Network Marketing) ini berjalan mulus dari tahun ke tahun, maka kepercayaan konsumen akan menjadi kesetiaan pada merek tersebut dan repeat order (pemesanan berulangpun) terjadi. “Seluruh proses ini sulit dikatakan sebagai sukses dari Dian Niaga sendiri. Lebih tepatnya sukses seluruh jaringan kerja dari petani APDS, AOI, JMHI, DNJ dan AMWAY,” jelas Johny.

Sebelum DNJ memasarkan madu hutan organik secara massal, Johny berupaya memasarkannya dalam jumlah kecil. Setiap saat Johny ke Pontianak atau Danau Sentarum, tak lupa Johny pribadi selalu membawa 6-8 botol madu hutan untuk teman-teman family di Jakarta. Ternyata semua suka madu tersebut. Maka sejak APDS berdiri bersama Riak Bumi dan terutama setelah JMHI diinisiasi tahun 2005, Dian Niaga baru terlibat formil menjual madu hutan dalam jumlah yang berarti.

Saat ini madu hutan JMHI termasuk madu hutan Danau Sentarum dijual melalui jaringan pemasaran multilevel AMWAY dengan merk Amway. Selain itu juga di toko-toko organik, supermarket

di Jakarta dan outlet High End seperti SOGO, FOOD HALL, ALUN-ALUN, LIVING WORLD dengan merk DORSATA.

Menurut Johny, harga madu hutan DORSATA termasuk harga Premium yaitu harga tertinggi untuk madu hutan Indonesia, dan menjadi price leader di Indonesia. Harga jual reatil saat ini Rp 115.000/ botol 300 gram.

Dalam penentuan harga, pada awal pendirian JMHI 2005-2007 anggota masih mau mengikuti harga kesepakatan bersama (sesuai meeting tahunan) yang prosesnya amat terbuka, fokus, padat. Namun setelah 2007 terjadi kecenderungan anggota JMHI tiba-tiba menaikan harga walau sudah kontrak.

Selanjutnya JMHI menawarkan sistem bagi hasil dengan anggota, bilamana bisa menjual madu lebih dari 2 ton/tahun. Sejauh ini hanya APDS dan Sumbawa yang pernah menikmati bagi hasil tersebut. Kebanyakan anggota JMHI tidak mencapai jumlah 2 ton

tersebut untuk dijual ke DNJ.Retail madu Danau Sentarum mencapai 5 ton/tahun tapi di tahun 2009 Danau Sentarum pernah menjual 13,5 ton kepada DNJ dengan nilai ± Rp 607.500.000 (enam ratus tujuh juta lima ratus ribu rupiah).

Ini tak lepas dari serti�kasi dan label organik yang bisa menaikan nilai jual madu. Selain itu logo JMHI sebagai organisai payung cukup berperan. Dalam negosiasi dengan buyer seperti kasus madu hutan Sumbawa yang belum berserti�kasi tapi JMHS cukup mampu menjaga kesinambungan ketersediaan madu. Hal tersebut juga penting bagi pembeli seperti AMWAY.

Saat ini yang menjadi kendala utama adalah gagal panen di Danau Sentarum. Telah 2 tahun tidak ada madu. Kemungkinan adalah karena perubahan iklim (climate change). Untuk kendala ini Dian Niaga tidak punya kiat mengatasinya. Madu Danau Sentarum laku sekali terjual tapi tanpa madu Dian Niaga tidak bisa jual apa apa. Jadi masalahnya Supply lebih kecil dari Demand.(*)

Sara

ng le

bah

dan

mad

u hu

tan

Foto

: Dok

AO

I

Harga Premium Tinggi

Page 24: ORGANIS 29

OGH Expo 2012: It’s Time To Share

| Info Organis

| Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012)24

Organic, Green & Healthy Expo (OGH Expo) yang kedua kembali

hadir di Jakarta pada 5-7 Oktober 2012. Bertempat di Tebet Green Mall, Tebet, Jakarta Selatan, para petani, produsen, pedagang, pemerhati, dan akti�s organik berkumpul di acara bertajuk “It’s Time To Share” ini. Tak ketinggalan Aliansi Organis Indonesia (AOI) juga turut memeriahkan acara ini.

Tak hanya menampilkan bermacam produk organik petani, AOI juga menyuguhkan bermacam informasi seputar produk pertanian dan gaya hidup organik, penjaminan organik, serta berbagi kiat-kiat dan pengalaman untuk sukses menembus pasar maupun event organik internasional seperti BioFach.Melalui acara ini AOI bersama Komunitas Organik Indonesia (KOI)

dan pelaku organik lainnya ingin menunjukan produk dan karya yang memiliki landasan 4P, yaitu People, Planet, Pro�t & Patriotic berupa produk organik, green & healthy living di Indonesia.

“OGH Expo bertujuan untuk mengedukasi masyarakat melalui serangkaian acara seminar, talkshow, dan cooking show,” ungkap

_______________

Page 25: ORGANIS 29

Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012) | 25

Info Organis |

_______________

Ir. Christopher Emille Jayanata selaku koordinator acara, di Green Mall Tebet, Jumat (5/10/2012).

Acara talkshow ini seperti Slow Food oleh Bibong Widyarti, Gaya Hidup Organik bersama Yasmin Wirjawan dan Betty Nurbaiti, bertani di rumah oleh Suparwan, kisah mengikuti pameran organik di tingkat internasional BioFach oleh Paula Yahya, pola makan sehat bersama Wied Harry, dan sebagainya.

KOI juga ingin menyampaikan kepada masyarakat bahwa organik itu lebih dari sekadar makanan. Organik kini sudah menjadi sebuah lifestyle atau gaya hidup. Ada 105 stand yang menampilkan bermacam produk organik, alami dan sehat seperti beras, sayur-sayuran, herbal, sabun, kosmetik, kerajinan daur ulang sampah dan sebagainya.

Yasmin Wirjawan, istri Menteri Perdagangan RI, Gita Wirjawan dalam sambutannya mengatakan, orang yang mengonsumsi makanan organik, setiap tahun mengalami peningkatan antara 10 sampai 20 persen di seluruh dunia.

“Ini merupakan peluang bisnis yang sangat bagus bagi industri organik di Indonesia untuk melakukan ekspor ke luar negeri,” ujar Yasmin.

Namun sayang menurutnya, di Indonesia produksi makanan organik masih dalam skala industri kecil dan menengah. Hal ini menjadi tugas pemerintah untuk terus mengembangkan industri organik agar bisa bersaing di pasar dunia. Akan lebih baik bila pemerintah bisa memfasilitasi pertemuan antara produsen dan konsumen organik.“Ajang pameran seperti OGH Expo ini bisa menjadi salah satu upaya untuk mempertemukan produsen dan konsumen organik ini,” ungkapnya.

Berpartisipasi dan Berbagi Selama ini AOI juga mendukung berbagai kegiatan pameran organik baik di tingkat nasional maupun internasional. Sejak 2010, AOI mengadakan pameran organik, alami dan sehat di tingkat nasional setiap tahunnya. Bila 2011 AOI menggandeng KOI untuk menyelenggarakan OGH Expo, maka pada Juni 2012, AOI menggandeng AKSI menyelenggarakan Bogor Organic Fair (BOF) di Bogor dan mendukung kegiatan OGH Expo 5-6 Oktober 2012.

Di tingkat internasional, AOI sebagai mamber IFOAM aktif berpartisipasi di ajang pameran organik BioFach di Nurenberg, Jerman setiap tahun. Selain mempromosikan dan memasarkan produk-produk organik khas Indonesia, AOI

sebagai perwakilan Indonesia juga mengenalkan bermacam kekayaan budaya dan sumber daya alam Indonesia yang berkualitas di BioFach.

Melalui OGH Expo 2012 ini, Paula Yahya yang juga mengikuti BioFach turut berbagi pengalaman bagaimana cara mengikuti BioFach dan mengekspor produk organik. Menurut Paula, produk organik yang ditampilkan di ajang BioFach adalah produk yang sudah mendapat serti�kat organik. Begitupun produk organik yang diekspor sudah mendapat serti�kat organik.

Betty Nurbaiti sebagai salah satu pendukung OGH Expo ini juga mengatakan melalui kegiatan OGH Expo masyarakat bisa berpartisipasi dan mendapatkan produk organik yang dibutuhkan. Selain itu juga mendapat informasi dan pengetahuan bagaimana menjalankan hidup secara organik dan sehat.

Menurut pengusaha produk perawatan kulit dari bahan organik ini, gaya hidup organik menjadi pilihan satu-satunya jika kita ingin menjaga diri dan keluarga dari banyak hal yang dapat merugikan kesehatan.

“Kita tentu akan melakukan yang terbaik bagi orang-orang yang kita cintai. Ini bukanlah tren belaka,” kata Betty.

Bagi Betty, banyak sekali yang bisa dipelajari jika memutuskan untuk bergaya hidup organik. Produk organik juga meliputi suplemen tambahan, produk-produk perawatan kulit, produk kecantikan, produk kebersihan seperti sabun mandi, sabun cuci pakaian, pasta gigi, pakaian, dan masih banyak lagi.

Produk-produk tersebut adalah produk yang bersentuhan dengan kita pada level sehari-hari. Jadi bisa dibayangkan berapa banyak jumlah bahan kimia dan racun lainnya yang kita bebankan pada tubuh kita bila kita menggunakan produk berbahan kimia dan racun?(*)

Talkshow berbagi kiat menembus pasar organik dunia, OGH EXPO, Oktober 2012

Foto: Dok AOI

Page 26: ORGANIS 29

mengumpulkan madu (Apis Dorsata) dari kawasan hutan dan tebing tinggi. Beberapa tahun terakhir ini masyarakat berupaya untuk mengikuti metode panen berkelanjutan, dengan kualitas produk yang baik dan harga yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

Untuk meningkatkan kemampuan petani madu organik menghasilkan produk yang berkualitas, pada 2 – 4 Oktober 2012 di Kota Giri, India, Keystone Foundation dengan NTFP-EP dan Aliansi Organis Indonesia-AOI (Indonesia Organic Alliance-IOA) bekerjasama mengadakan workshop membangun standar dan mekanisme penjaminan partisipatif untuk komoditas madu hutan.Selain workshop, para peserta dari India dan Indonesia ini juga berbagi ilmu dan pengalaman masing-masing dalam menghasilkan dan menjamin produk madu hutan organik dengan melakukan

| Info Organis

Nilgiri berarti Mountain Blue sebuah kawasan kota dengan ketinggian

1800 mdpl di India bagian selatan. Ketinggian ini membuat kota Giri ini menjadi daerah yang cukup dingin dibandingkan daerah India lainnya. Daerah ini dapat ditempuh dengan darat selama 2 – 3 jam dari Coimbatore. Hutan dan perkebunan teh adalah pemandangan sekeliling kota ini.

Kota Giri terbilang daerah dengan penduduk yang tidak padat. Mayoritas penduduknya adalah petani teh. Beberapa produk teh yang dijual di sana sudah banyak mendapat serti�kat dan belabel organik. Jenis serti�kasi beragam dari yang hanya penjaminan lokal (organic India) hingga internasional seperti organic EU dan Raintforest Alliance.

Selain teh, Kota Giri memiliki beberapa kelompok masyarakat yang

| Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012)26

kunjungan ke beberapa area produksi madu hutan organik di Kota Giri.

Melalui workshop ini, Mathew Jhon dari Keystone Foundation India mengatakan kalau penjaminan organik berbasis partisipatif atau komunitas (Participatory Guarantee System-PGS) mengutamakan semangat dan karakter kepercayaan dalam pengembangannya. Tambahan dokumen dan kontrol hanya bagian kecil dari pembuktian.

“Petani yang berkelompok sadar benar telah membangun PGS yang berarti produknya telah di jamin, sehingga kecurangan jauh dari bayangan mereka dan tetap menjaga keaslian produk yang akan dipasarkan atau dijual,” jelas Mathew.

Selama ini pembiayaan proses penjaminan ini melekat dengan kerja-kerja Lembaga Swadaya Masyarakat

Tukar Pengalaman Indonesia

dan India, Tingkatkan

Penjaminan Organik Komunitas _____________________

______________

_____________

Suas

ana

Wor

ksho

p di

Kot

a G

iri,

Indi

a, 2

-4 O

ktob

er 2

012

Foto

: Dok

AO

I

Page 27: ORGANIS 29

Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012) | 27

Info Organis |

(LSM) di daerah. Sehingga belum ada mekanisme pembiayaan yang membebani petani.Selain itu PGS di India hanya berfungsi sebagai penjaminan. Tidak harus masuk dalam fungsi–fungsi perdagangan. Malah tidak ada mekanisme pemasaran satu pintu untuk produk yang sudah di labell PGS India.

Joy Daniel dari Institute for Integrated Rural Development (IIRD) India menjelaskan pengalamanya dalam menerapkan dan membangun PGS di desanya. Kelompok petani membangun sebuah mekanisme Self Help Group (SHG). SHG ini adalah penyisihan sebagian uang petani dari penjualan yang mereka lakukan. SHG ini kemudian digunakan untuk banyak hal yang dianggap perlu dan penting bagi kemajuan pertanian. Bisa banyak hal varianya, jika besar bisa saja petani membangun infrastruktur pertanian. Namun PGS sudah menjadi bagian dari dalam pembiayaan rutin tersebut.

Menurut Joy, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membangun PGS, yaitu:

1. Local GroupKelompok di sini adalah kelompok terkecil dalam masyarakat sosial yaitu keluarga. Dalam sebuah desa ada sedikitnya 5 keluarga yang memiliki ikatan cukup kuat. Dan itu menjadi kesempatan untuk menerapkan PGS ini.

2. Ikrar

Sebuah komitmen yang dibangun bersama dengan petani. Ikrar ini dipandang lebih baik dari sebuah kontrak. Juga dapat digabungkan untuk meyakinkan bahwa petani memahami apa yang akan mereka lakukan.

3. Penilaian Sesama Petani

Cukup dengan kontrol sosial sebuah penjaminan dapat berjalan.

Sedangkan Mathew mengatakan struktur PGS India meliputi:

1. National CouncilPGS di tingkat nasional yang berada di bawah Pemerintah India. Pemerintah India mengakui penjaminan pihak pertama dan penjaminan pihak ketiga. Ini dilakukan untuk mengakomodir semua pasar yang ada, sehingga petani memiliki akses baik pasar lokal maupun pasar internasional

2. Fasilitation Council

Fungsi ini berada di daerah/regional, dimana berfungsi untuk memfasilitasi petani kecil untuk mendapatkan penjaminan PGS India. Lembaga yang menjalankan fungsi ini harus mendapat akreditasi dari National Council.

3. Local GroupKumpulan dari petani-petani yang mendapatkan dan akan mendapat penjaminan. Kelompok ini terdiri dari 5 petani kecil. Biasanya pendekatan keluarga atau RT (di Indonesia).

Sementara itu Sucipto K. Saputro dari AOI menyampaikan pengalaman AOI dalam membangun PGS, yang juga menekankan fungsi pemasaran untuk produk yang telah dijamin secara partisipatif dan fungsi pendampingan untuk membangun mekanisme penjaminan kelompok.

“Fungsi pemasaran meliputi cara pemasaran satu pintu untuk produk yang telah dijamin oleh PGS. Sehingga sebagai sebuah metode, fungsi ini menjadi semacam kontrol untuk produk yang dipasarkan,” papar Sucipto. Dalam pembahasan workshop PGS kali ini lebih menekankan pada apa yang harus dilakukan oleh petani madu dan fasilitator council. Dalam membangun persyaratan sangat ditekankan kesederhanaan prosedur dan aturan sehingga tidak memberatkan petani dalam menerapkanya. Sedangkan peran fasilitator council yaitu melakukan peningkatan kapasitas bagi kelompok petani, memfasilitasi pengembangan produk, memenuhi standar penyimpanan, pemprosesan dan pengemasan dan memiliki kemampuan untuk penelitian, laboratorium test untuk madu hutan.

Dalam melakukan keempat hal ini bukan perkara mudah. Untuk memenuhinya butuh banyak tenaga dan sumber dana. Tidak semua faslitasi council dapat memenuhinya.(*)

Page 28: ORGANIS 29

| Bijak di Rumah

| Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012)28

Kompor NabatiHemat & Ramah

LingkunganKompor nabati mulai dipasarkan di kalangan

masyarakat Jakarta. Disebut kompor nabati, karena menggunakan bahan bakar minyak dari tumbuh-tumbuhan. Keunggulan yang paling utama kompor nabati yaitu bisa menggunakan minyak bekas menggoreng makanan atau yang sering disebut minyak jelantah, sebagai bahan bakar kompor.

Kompor nabati juga diklaim mampu memasak dua kali lebih cepat dibanding kompor minyak tanah. Kompor tersebut juga cukup hemat. Hanya dengan satu liter minyak goreng bekas, bisa untuk memasak selama empat jam.

Kompor nabati dijual seharga Rp275 ribu. Produsen kompor akan terus berupaya mengembangkan kompor nabati, sehingga bisa dijual dengan harga yang lebih murah lagi.

Kompor nabati bisa menjadi alternatif di tengah keresahan masyarakat tentang rencana pemerintah menaikan harga bahan bakar minyak sebesar 33 persen, atau naik Rp1500 per liter. Masyarakat merasa resah, karena akan berimbas pada kenaikan harga barang lainnya.

Minyak jelantahFoto: www.google.com

Page 29: ORGANIS 29

Bijak di Rumah |

Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012) | 29

1. Ciri-ciri kompor nabati

2. Data teknis kompor nabati

3. Data kelengkapan kompor nabati

4. Data performance kompor nabati

5. Bene�t menggunakan kompor nabati

6. Keunggulan kompor nabati

Minyak jelantahFoto: www.google.com

Page 30: ORGANIS 29

| Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012)30

| Ragam

penyelidikan, impor dan penjualan jagung NK603 untuk sementara dihentikan. Bagaimana di Indonesia?

Regulasi Peredaran PRG Belum Memadai

Masyarakat Indonesia menanggapi PRG dengan berbagai sikap: pro, kontra, tidak peduli, atau tidak tahu harus bagaimana. Salah satu yang menjadi perdebatan hangat adalah kekhawatiran dampak negatif terhadap kesehatan, lingkungan hidup (ekosistem), dan keamanan hayati akibat pelepasan PRG, serta bagaimana cara mengetahuinya (mengujinya). Isu tersebut cukup beralasan, karena begitu suatu PRG dilepas ke alam bebas, maka perilakunya tidak dapat dikendalikan (dikontrol) sebagaimana ketika PRG tersebut berada di dalam laboratorium. Tanggung jawab pihak pengembang akan menjadi lebih besar ketika PRG berada di luar laboratorium.

Untuk mengantisipasi pengembangan produk bioteknologi, pemerintah Indonesia telah memiliki struktur organisasi dan perangkat peraturan, termasuk pedoman

KEDELAI IMPOR TRANSGENIK------VS------KEDELAI LOKAL ORGANIK

Meski Indonesia sering disebut negara agraris, banyak

bahan pangan yang mestinya bisa diproduksi di dalam negeri justru masih didatangkan dari negara lain. Sebut saja, beras, kedelai, gula, bahkan garam! Pada akhir Juli 2012, di beberapa daerah di Jawa sempat terjadi kelangkaan kedelai, lantaran bahan pangan ini sulit ditemukan.

Impor kedelai terbesar Indonesia berasal dari AS, mencapai 1.847.900 ton pada 2011. Beberapa negara lain seperti Argentina, Brazil, dan lain-lain juga mengekspor kedelai ke Indonesia, sebagian besar adalah negara-negara yang mengijinkan teknologi rekayasa genetika diterapkan di pertanian. Menanggapi impor kedelai ini, Menteri Pertanian RI, Suswono, dalam sebuah wawancara di stasiun televisi membenarkan bahwa kedelai yang diimpor dari AS itu adalah kedelai transgenik (produk rekayasa genetika/PRG), dan hal ini memang diijinkan oleh Pemerintah Indonesia.

Persoalannya, bukan hanya besarnya volume impor kedelai yang harus dibeli Indonesia dengan harga yang tidak murah. Kontroversi seputar

keamanan PRG tetap harus menjadi perhatian kita bersama. Awal Oktober 2012 lalu perhatian publik sempat teralihkan ke sebuah berita tentang hasil penelitian pada jagung PRG (Genetically Modi�ed Organism/GMO). Jagung PRG produk perusahaan bioteknologi terkemuka Monsanto dengan kode NK603 itu, di pasar dunia memang diperuntukkan sebagai pakan ternak. Tanaman jagung PRG NK603 ini direkayasa untuk tahan terhadap pembasmi gulma glyphosate yang banyak digunakan oleh petani. Dari hasil penelitian Universitas Caen Perancis, jagung NK603 menimbulkan masalah kesehatan serius pada hewan percobaan yang diberi pakan jagung tersebut, seperti tumor, kerusakan organ, hingga kematian dini.

Beragam reaksi pun bermunculan dari berbagai kalangan. Para peneliti di European Food Safety Authority (EFSA) meragukan hasil penelitian Universitas Caen itu. Sementara pemerintah Rusia mengambil langkah lebih jauh. Rospotrebnadzor, Badan Perlindungan Konsumen Rusia, meminta Lembaga Penelitian Gizi untuk menyelidiki temuan terbaru di Perancis itu. Sambil menunggu hasil

Pertaruhan Kedaulatan

Pangan Bangsa

Page 31: ORGANIS 29

Edisi 29 / Th. 9 (September - Desember 2012) | 31

pelaksanaan dan pengkajian PRG. Pelepasan tanaman, ikan, hewan, dan pakan PRG tersebut diatur dalam PP No.21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik. PP ini merupakan peningkatan/penyempurnaan dari peraturan sebelumnya, yaitu Keputusan Bersama Empat Menteri Tahun 1999.

Namun PP No.21 Tahun 2005 ini belum efektif melindungi masyarakat dan lingkungan. Hal ini diungkapkan oleh Dr. Wahyu Yun S. (pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada) dalam sebuah diskusi yang digelar KONPHALINDO, Februari 2012. PP ini dibuat atas dasar prinsip pendekatan kehati-hatian sesuai dengan amanat Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati yang telah dirati�kasi Indonesia melalui Undang-undang No.21 Tahun 2004. Menurut Wahyu, konsep hukum yang mengatur bioteknologi berdiri di atas tiga konsep dasar yaitu: Perlindungan Hukum, Pengaturan Hukum (Regulasi), dan Pertanggungjawaban Hukumnya.

Kebijakan Tidak Berpihak kepada Petani

Minimnya insentif dan sulitnya memasarkan kedelai lokal membuat daya tarik menanam kedelai di kalangan petani sangat rendah. Apalagi pemerintah lebih suka mengimpor kedelai, ketimbang memberi dukungan kepada petani kedelai lokal, sehingga keadaan ini tidak mampu mendongkrak peningkatan produksi kedelai di dalam negeri. Padahal Indonesia pernah mencapai swasembada kedelai pada 1992 dengan proteksi.

Namun setelah krisis moneter menghantam Indonesia pada 1998, Dana Moneter Internasional (IMF) memerintahkan Indonesia agar tidak memberikan proteksi apapun untuk komoditas kedelai. Dibukalah keran impor kedelai, dan langsung disambut dengan

berbagai fasilitas kredit ekspor untuk negara-negara produsen yang bekerja sama dengan para importir lokal. Negara-negara tersebut memberi pinjaman tanpa bunga kepada Indonesia untuk mengimpor kedelai, lalu dipasarkan di dalam negeri. Dengan konsumsi kedelai dalam negeri yang rata-rata mencapai 1,9 juta ton per tahun, hal ini akan menjadi peluang bisnis yang sangat menggiurkan.

“Menanam kedelai sebenarnya bisa menjadi menarik bagi petani,” ujar Mubayinah Jauhari, seorang petani organik di Banjarnegara, Jawa Tengah. “Ini jika pemerintah memberi jaminan harga beli kedelai dari petani secara layak.”

Menurut Mubayinah, kedelai tidak membutuhkan penanganan khusus dalam budidayanya, seperti pengairan yang istimewa, pupuk dan pestisida kimia yang intensif. Kedelai justru tidak membutuhkan lahan yang terlalu basah. Apalagi kalau lahan sudah organis, petani tidak memerlukan input banyak seperti kedelai konvensional. Petani bisa membuat sendiri semua input yang dibutuhkan.

“Hanya saja, kita perlu menanamnya secara serentak, bersama-sama, sehingga lahan kedelai dapat mencapai luasan yang cukup untuk bisa terhindar sebagai sasaran empuk serangan hama,” imbuh petani beras dan domba organik ini. “Tempe yang berbahan baku kedelai lokal rasanya lebih enak, lebih bergizi, meski harganya sedikit lebih mahal daripada tempe berbahan baku kedelai impor. Tetapi konsumen

Ragam |

mendapatkan pangan yang lebih sehat”.

Kebijakan yang tidak berpihak kepada petani kedelai lokal, diizinkannya kedelai impor PRG tanpa bea masuk yang pantas dan kini menyerbu pasar Indonesia, berbuntut pada situasi pasokan pangan yang penuh ketergantungan pada impor. Tanpa disadari, konsumen pun telah “dipaksa” mengkonsumsi pangan PRG, meski tidak mengetahui keamanannya. Sementara petani tetap tidak tertarik menanam kedelai lokal.

Sesungguhnya petani Indonesia mampu memproduksi sendiri berbagai komoditas pertanian, termasuk produk pertanian yang terlanjur diimpor. Persoalannya terletak pada kemauan para pembuat kebijakan, apakah mau bekerja sama untuk mencapai kemandirian petani sebagai anak bangsa? Harga kedelai yang sarat dengan permainan adalah salah satu bukti betapa kedaulatan pangan bangsa ini telah tersandera, betapa kita telah dibuat terus bergantung pada produk impor. Pertanian kedelai lokal organik menjadi pilihan tepat sebagai alternatif terhadap kedelai impor transgenik. Pertarungan keduanya akan menentukan kedaulatan pangan bangsa ini di masa depan.(*)

Penulis:Ika N. Krishnayanti Aliansi Petani Indonesia-APIJl. Slamet Riyadi IV RT 10/04 No. 49-50, Kel. Kebun Manggis, Matraman, Jakarta Timur 13150, IndonesiaTel - +62 21 8564164Fax - +62 21 8564164

Page 32: ORGANIS 29