ontologi peripatetik

15
ONTOLOGI - PERIPATETIK

Upload: wa-ode-zainab-zilullah-toresano

Post on 01-Nov-2014

194 views

Category:

Spiritual


9 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Ontologi Peripatetik

ONTOLOGI - PERIPATETIK

Page 2: Ontologi Peripatetik

PENGANTAR Problem dalam mendekati pembahasan ontologi

pada filsafat peripatetik Obyek pembahasan metafisika: wujud dan Tuhan. Kritikan al-Farabi dan Ibn Sina pada orang-orang

yang secara keliru menganggap bahwa obyek kajian metafisika adalah mengenai Tuhan, akal murni, jiwa, dan apa-apa yang terkait dengan pemabahasan ini.

3 aspek penting dalam presentasi ini

Page 3: Ontologi Peripatetik

Perumusan Masalah Bagaimana pandangan Paripatetik terkait dengan Ontologi,

diantaranya adalah:- Apa itu Wujud dan Mahiyyah?- Apa itu Substansi dan Aksiden?- Apa itu Wajib al-Wujud, Mumkin al-Wujud, dan Mumtani’al Wujud?- Apa itu Illat wa Ma’lul?

Tujuan dan Manfaat Tujuan dari penelitian ini adalah: - Mengetahui pandangan filosof Paripatetik terkait dengan Ontologi Adapun kegunaan penelitian ini adalah:

Memberikan pemahaman mendalam, khususnya bagi diri pribadi penulis dan pembaca pada umumnya, terkait dengan Ontologi Aliran Paripatetik.

Page 4: Ontologi Peripatetik

Metodologi Penelitian Metode Kualitatif Penelitian kepustakaan (library

research). Metode deskriptif-analitis Pendekatan filsafat.

Page 5: Ontologi Peripatetik

WUJUD DAN MAHIYYAH Ibn Sina menekankan bahwa segala

sesuatu memiliki dimensi kuiditas dan wujud.

Mafhum wujud sangat jelas, sehingga tidak perlu untuk didefinisikan dan dijelaskan.

Mahiyah adalah jawaban dari pertanyaan ma huwa?

Ashalah al-mahiyah atau ashalah al-wujud?

Kecenderungan Ibn Sina

Page 6: Ontologi Peripatetik

SUBSTANSI DAN AKSIDEN Aristoteles > Substansi : yaitu sesuatu yang

menunjukkan dirinya sendiri dan tidak memerlukan sesuatu yang lain (dalam penunjukkannya).

Aksiden : yaitu suatu hal yang tidak berdiri sendiri, tetapi ia harus dihubungkan dengan sesuatu yang lain yang berdiri sendiri. Dengan kata lain, aksiden-aksiden hanya dapat berada dalam suatu substansi dan tidak pernah lepas darinya

Page 7: Ontologi Peripatetik

WAJIB AL-WUJUD, MUMKIN AL-WUJUD, DAN MUMTANI’ AL-WUJUD

Para filosof mazhab tersebut membagi maujud menjadi beberapa bagian, yaitu:

Wajib al-Wujud (Necessary Being): Existence is necessary by itself, without standing in need of anything else, represents essential necessity.

Mumkin al-Wujud (contingent being): Existence becomes necessary upon the existence of its cause.

Mumtani’ al-Wujud* (impossible being) : the impossibility of the existence of an effect arising from the non-existence upon the existence of its cause. (Tabataba’I, p. 35-36)

Page 8: Ontologi Peripatetik

Wajib al-wujud ini terbagi menjadi dua

bagian, yaitu: Wajib al-wujud lidzatihi (aktual selalu

karena diri-Nya sendiri) Wajib al-wujud lighairihi (wujud aktual

karena yang lain)

Page 9: Ontologi Peripatetik

Pembuktian Wajibul Wujud Tak satupun mumkinul wujud bisa terwujud

tanpa sebab; Apabila sebabnya juga adalah mumkinul wujud, maka tetap membutuhkan sebab dan sebab-sebab ini walaupun terus berlanjut hingga membentuk suatu kumpulan, tetap saja secara esensial sebagai mumkinul wujud --- Membutuhkan sebab hakiki dan faktor eksternal.

Sebab eksternal mesti sebagai sebab bagi semua individu dari kumpulan itu sehingga bisa menjadi sebab bagi kumpulan itu sendiri.

(Lihat Muhsin Labib, Konsep Ketuhanan dalam Filsafat Paripatetik 1)

Page 10: Ontologi Peripatetik

Kebutuhan Mumkinul Wujud kepada Wajibul Wujud

Keberadaan setiap mumkinul wujud berasal dari selain zat-nya dan bersandar pada faktor dan sebab luar dari zatnya (Wajibul Wujud).

Mumkinul Wujud adalah Potensi yang membutuhkan Wajibul Wujud untuk menjadi Aktual.

(Lihat Muhsin Labib, Konsep Ketuhanan dalam Filsafat Paripatetik 1)

Page 11: Ontologi Peripatetik

Sifat-sifat Wajibul Wujud Eksistensi mendahului kuiditas (Sebab mendahului

akibat); Kuiditas mustahil sebagai sebab bagi eksistensi sesuatu.

Tunggal dan Esa (Tauhid); Wâjibul Wujûd adalah keberwujudan itu sendiri.

Basith (tak terkomposisi). Dia tidak memiliki bagian-bagian kuantitas dan rasional (genus dan diferensia), zat-Nya tak tersusun dari materi dan forma serta bagian-bagian yang dapat dipilah-pilah secara kuantitatif.

Tidak tersusun dari wujud dan kuiditas. Bukan Benda dan Materi. Tidak Memiliki Kuiditas. Tidak Memiliki Lawan. Mengetahui Zat-Nya sendiri.

Page 12: Ontologi Peripatetik

ILLAT (SEBAB) DAN MA’LUL (AKIBAT)

Ma’lul : Wujud yang bergantung pada wujud lain dan tanpanya dia tidak akan mewujud (The existent on which the existence of quiddity depends)

Illat : tempat bergantungnya atau yang memberikan wujud pada Ma’lul (The quiddity whose existence depends on it)

Kausalitas dalam artian umum adalah kebergantungan satu wujud kepada wujud lainnya---- Relasi (Mohsen Gharawiyan, hlm.110)

Page 13: Ontologi Peripatetik

Menurut Ibn Sina, setiap realitas hakiki dari dua aspek memerlukan sebab: Dari sisi kuiditasnya dan eksistensinya.

Contoh: Wujud segitiga dibentuk dari satu permukaan dan tiga garis

Sebab Kuiditas ---- Permukaan merupakan ‘sebab forma’ (al-illah ash-shûry) dan ketiga garis itu sebagai ‘sebab materi’ (al-illah al-mâddy).

Sebab Eksistensi --- Ketika segitiga akan dihadirkan di alam nyata akan membutuhkan suatu faktor untuk mewujudkannya disebut ‘sebab pengada/ sebab wujud’ dan Dasar perbuatan pelaku, yakni faktor ini sebagai pendorong bagi pelaku untuk melakukan perbuatan disebut ‘sebab tujuan’ (al-illah al-ghâi).

(Muhsin Labib, Konsep Ketuhanan dalam Filsafat Paripatetik 2)

Page 14: Ontologi Peripatetik

Filsafat Paripatetik meyakini adanya hubungan niscaya antara Sebab dan Akibat. Apabila suatu akibat belum mencapai titik dan derajat keniscayaan, maka mustahil akan terwujud.

Illat sempurna --- Ma’lul mewujud; Sebab-sebab tak sempurna bukanlah sebab hakiki.

(lihat Muhsin Labib, Konsep Ketuhanan dalam Filsafat Paripatetik 2)

Page 15: Ontologi Peripatetik

Kedudukan Wâjibul Wujûddalam Sistem Eksistensi

Sebab berada di awal kumpulan rangkaian sebab-akibat.

Sebab eksternal, mesti terletak di awal dan di puncak kumpulan rangkaian sebab-akibat tersebut.

Apabila suatu maujud yang tak bergantung pada sebab (suatu maujud yang bukan akibat dari sebab lain), maka maujud itu pasti terposisikan berada di puncak rangkaian sebab-akibat. Dengan demikian, semua rangkaian sebab-sebab dan akibat-akibat niscaya berujung pada Wâjibul Wujûd.