obat saraf otonom

Upload: juz-dev

Post on 20-Jul-2015

420 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

OBAT SISTEM SARAF OTONOM (ANTIKOLINERGIK)

I.

TUJUAN PERCOBAAN Setelah menyelesaikan percobaan ini, mahasiswa diharapkan: Menghayati secara lebih baik pengaruh berbagai obat sistem syaraf otonom dalam pengendalian fungsi-fungsi vegetatif tubuh. Mengenal suatu teknik untuk mengetahui aktivitas obat antikolinergik pada neoroefektor parasimpatikus.

II.

PRINSIP PERCOBAAN Pemberian zat kolinergik pada hewan percobaan menyebabkan salivasi dan hipersalivasi yang dapat diinhibisi oleh zat antikolinergik.

III. TEORI DASAR Definisi sistem saraf pusat Susunan saraf pusat berkaitan dengan sistem saraf manusia yang merupakan suatu jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Fungsi sistem saraf antara lain : mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya(Katzung, Bertram G,2002). Stimulan sistem saraf pusat (SSP) adalah obat yang dapat merangsang serebrum medula dan sumsum tulang belakang. Stimulasi daerah korteks otakdepan oleh se-nyawa stimulan SSP akan meningkatkan kewaspadaan, pengurangan kelelahan pikiran dan semangat bertambah. Contoh senyawa stimulan SSP yaitu kafein dan amfetamin (Mycek, Mary, 2001).

Obat Antikolinergik | 1

Sistem saraf dapat dibagi menjadi sistem saraf pusat atau sentral dan sistem saraf tepi (SST). Pada sistem syaraf pusat, rangsang seperti sakit, panas, rasa, cahaya, dan suara mula-mula diterima oleh reseptor, kemudian dilanjutkan ke otak dan sumsum tulang belakang. Rasa sakit disebabkan oleh perangsangan rasa sakit diotak besar. Sedangkan analgetik narkotik menekan reaksi emosional yang ditimbulkan rasa sakit tersebut. Sistem syaraf pusat dapat ditekan seluruhnya oleh penekan saraf pusat yang tidak spesifik, misalnya sedatif hipnotik. Obat yang dapat merangsang SSP disebut analeptika(Asep,2012). Obat obat yang bekerja terhadap susunan saraf pusat berdasarkan efek farmakodinamiknya dibagi atas dua golongan besar yaitu : merangsang atau menstimulasi yang secara langsung maupun tidak langsung merangsang aktivitas otak, sumsum tulang belakang beserta syarafnya. menghambat atau mendepresi, yang secara langsung maupun tidak lansung memblokir proses proses tertentu pada aktivitas otak, sumsum tulang belakang dan saraf- sarafnya((Mycek, Mary, 2001).

Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat memperlihatkan efek yang sangat luas (merangsang atau menghambat secara spesifik atau secara umum). Kelompok obat memperlihatkan selektifitas yang jelas misalnya analgesik antipiretik khusus mempengaruhi pusat pengatur suhu pusat nyeri tanpa pengaruh jelas(Mycek, Mary, 2001). Obat Kolinergik Kolenergika atau parasimpatomimetika adalah sekelompok zat yang dapat menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis (SP), karena melepaskan neurohormonasetilkolin (ACh) diujung-ujung neuronnya. Tugas utama SP adalah mengumpulkan energi darimakanan dan menghambat penggunaannya, singkatnya berfungsi asimilasi. Bila neuron SPdirangsang, timbullah sejumlah efek yang menyerupai keadaan istirahat dan tidur.

Obat Antikolinergik | 2

Efek kolinergis faal yang terpenting seperti: stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat peristaltik dan sekresi kelenjar ludah dan getah lambung (HCl), juga sekresi air mata, memperkuat sirkulasi,antara lain dengan mengurangi kegiatan jantung, vasodilatasi, dan penurunan tekanan

darah,memperlambat pernafasan, antara lain dengan menciutkan bronchi, sedangkan sekresi dahak diperbesar, kontraksi otot mata dengan efek penyempitan pupil (miosis) dan menurunnya tekananintraokuler akibat lancarnya pengeluaran air mata, kontraksi kantung kemih dan ureter denganefek memperlancar pengeluaran urin, dilatasi pembuluh dan kotraksi otot kerangka, menekan SSP setelah pada permulaan menstimulasinya, dan lain-lain. (Asep. 2012)

Reseptor kolinergika terdapat dalam semua ganglia, sinaps, dan neuron postganglioner dari SP, juga pelat-pelat ujung motoris dan di bagian Susunan Saraf Pusat yang disebut sistemekstrapiramidal. Berdasarkan efeknya terhadap perangsangan, reseptor ini dapat dibagi menjadi 2 bagian, yakni: ( Muschleir, emst,1991) .

Kolinergika dapat dibagi menurut cara kerjanya, yaitu zat-zat dengan kerja langsung danzat-zat dengan kerja tak langsung. Kolinergika yang bekerja secara langsung meliputi karbachol, pilokarpin, muskarin, dan arekolin (alkaloid dari pinang, Areca catechu). Zat-zatini bekerja secara langsung terhadap organ-organ ujung dengan kerja utama yang mirip efek muskarin dari ACh. Semuanya adalah zat-zat amonium kwaterner yang bersifat hidrofil dansukar larut memasuki SSP, kecuali arekolin (Katzung, Bertram G,2002).

Sedangkan kolinergika yang bekerja secara tak langsung meliputi zatzatantikolinesterase seperti fisostigmin, neostigmin, dan piridogstimin. Obatobat inimerintangi penguraian ACh secara reversibel, yakni hanya untuk sementara. Setelah zat-zattersebut habis diuraikan oleh kolinesterase, ACh segera akan dirombak lagi( Muschleir, emst. 1991) .

Obat Antikolinergik | 3

Disamping itu, ada pula zat-zat yang mengikat enzim secara irreversibel, misalnya parathion dan organofosfat lainnya. Kerjanya panjang, karena bertahan sampai enzim baruterbentuk lagi. Zat ini banyak digunakan sebagai insektisid beracun kuat di bidang pertanian(parathion) dan sebagai obat kutu rambut (malathion). Gas saraf yang digunakan sebagaisenjata perang termasuk pula kelompok organofosfat ini, misalnya Sarin, Soman, dansebagainya (Asep,2012)

Salah satu kolinergika yang sering digunakan dalam pengobatan glaukoma adalah pilokarpin. Alkaloid pilokarpin adalah suatu amin tersier dan stabil dari hidrolisis olehasetilkolenesterase. Dibandingkan dengan asetilkolin dan turunannya, senyawa ini ternyatasangat lemah. Pilokarpin menunjukkan aktivitas muskarinik dan terutama digunakan untuk oftamologi. Penggunaan topikal pada kornea dapat menimbulkan miosis dengan cepat dankontraksi otot siliaris. Pada mata akan terjadi suatu spasme akomodasi, dan penglihatanakan terpaku pada jarak tertentu, sehingga sulit untuk memfokus suatu

objek(Nina,2011).

Pilokarpin juga merupakan salah satu pemacu sekresi kelenjar yang terkuat pada kelenjar keringat, air mata, dan saliva, tetapi obat ini tidak digunakan untuk maksud demikian.Pilokarpin adalah obat terpilih dalam keadaan gawat yang dapat menurunkan tekanan bolamata baik glaukoma bersudut sempit maupun bersudut lebar. Obat ini sangat efektif untuk membuka anyaman trabekular di sekitar kanal Schlemm, sehingga tekanan bola mata turundengan segera akibat cairan humor keluar dengan lancar. Kerjanya ini dapat berlangsungsekitar sehari dan dapat diulang kembali. Obat penyekat kolinesterase, seperti isoflurofatdan ekotiofat, bekerja lebih lama lagi. Disamping kemampuannya dalam mengobatiglaukoma, pilokarpin juga mempunyai efek samping. Dimana pilokarpin dapat mencapaiotak dan menimbulkan gangguan SSP. Obat ini merangsang keringat dan salivasi yang berlebihan (Mary J. Mycek, dkk, 2001).

Obat Antikolinergik | 4

Obat antikolinergik

Antikolinergik adalah ester dari asam aromatik dikombinasikan dengan basa organik.Ikatan ester adalah esensial dalam ikatan yang efektif antara antikolinergik dengan reseptor asetilkolin. Obat ini berikatan secara blokade kompetitif dengan asetilkolin dan mencegahaktivasi reseptor. Efek selular dari asetilkolin yang diperantarai melalui second messenger seperti cyclic guanosine monophosphate (cGMP) dicegah.Reseptor jaringan bervariasisensitivitasnya terhadap blokade. Faktanya : reseptor muskarinik tidak homogen dan subgrupreseptor telah dapat diidentifikasikan : reseptor neuronal (M1),cardiak (M2) dan kelenjar (M3) (Katzung, Bertram G,2002).

Contoh obat-obat antikolinergik adalah atropin, skopolamin, ekstrak beladona,oksifenonium bromida dan sebagainya. Indikasi penggunaan obat ini untuk merangsangsusunan saraf pusat (merangsang nafas, pusat vasomotor dan sebagainya, antiparkinson),mata (midriasis dan sikloplegia), saluran nafas (mengurangi sekret hidung, mulut, faring dan bronkus, sistem kardiovaskular (meningkatkan frekuensi detak jantung, tak berpengaruhterhadap tekanan darah), saluran cerna (menghambat peristaltik usus/antispasmodik,menghambat sekresi liur dan menghambat sekresi asam lambung) (Nina,2011).

Obat antikolinergik sintetik dibuat dengan tujuan agar bekerja lebih selektif danmengurangi efek sistemik yang tidak menyenangkan. Beberapa jenis obat antikolinergik misalnya homatropin metilbromida dipakai sebagai

antispasmodik, propantelin bromidadipakai untuk menghambat ulkus peptikum, karamifen digunakan untuk penyakit parkinson(Katzung, Bertram G,2002).

Obat Antikolinergik | 5

IV. ALAT DAN BAHAN Hewan percobaan: Mencit jantan dengan bobot badan 20-25 gram dipuasakan sebelum percobaan (6 jam). Bahan obat : - Uretan (1,8 gr/kg BB) - Atropin 0,04% (1 mg/kg BB) p.o. - Pilocarpin 0,02% (2mg/kg BB) s.c. Alat : Papan berukuruan 40 x 30 cm yang diletakkan di atas papan lain dengan ukuran yang sama. Papan pertama membuat sudut 100 dengan papan kedua, sehingga membentuk segitiga. Papan bagian atas diberi alas 4 cm. Setelah itu kertas saring ditabuti bibik biru metilen sebagai lapisan tipis. V. PROSEDUR 1. Dipersiapkan alat untuk percobaan, dibuat larutan gom dan obat 2. Hewan percobaan dipilih secara acak, diamati kesehatannya, kemudian masing-masing hewan ditimbang dan diberi tanda pengenalnya. 3. Pada waktu T=0, satu kelompok diberi atropin p.o dan segera sesudah pemberian uretan i.p. 4. Pada waktu T=15 menit, kelompok lain disuntikkan atropin 0,015 mg/kg BB (s.c), segera sesudah disuntikkan uretan. 5. Pada waktu T=45 menit, semua mencit diberikan pilokarpin secara subkutan . 6. Kemudian masing-masing mencit diletakkan di atas kertas saring pada alat (1 mencit per kotak). Penempatan mencit haruslah sedemikian sehingga mulutnya berada tepat di atas kertas, kemudian ekornya diikat dengan seutas tali dan diberi beban sebagai penahan. 7. Setiap 5 menit mencit ditarik ke kotak berikutnya yang letaknya lebih atas.Selanjutnya diulangi hal yang sama selama 25 menit sampai kotak yang paling atas.

Obat Antikolinergik | 6

8. Diamati besarnya noda yang terbentuk di atas kertas di setiap kotak dan ditandai batas noda (pakai spidol). 9. Diameter noda diukur dan dihitung persentase inhibisi yang diberikan oleh kelompok atropin. 10. Data hasil perhitungan dimasukkan ke dalam tabel dan dibuat grafik inhibisi per satuan waktu.

VI. DATA PENGAMATAN & PERHITUNGAN

Penetapan dosis No. Berat mencit 28,7 gram 22,5 gram 24,8 gram Diazepam i.p t=0 x 0,5 = 0,72 Atropin p.o t=0 x 0,5 = 0,72 Atropin s.c t=15 x 0,25 = 0,36 Pilokarpin s.c t=45 x 0,25 = 0,36

1

2

x 0,5 = 0,56

x 0,5 = 0,56

x 0,25 = 0,28

x 0,25 = 0,28

3

x 0,5 = 0,62

x 0,5 = 0,62

x 0,25 = 0,31

x 0,25 =0,31

BB (konversi) = 20 mg Volume maks. i.p. dan p.o. = 0,5 mL Volume maks. s.c. = 0,25 mL

Obat Antikolinergik | 7

Tabel Perhitungan Diameter Saliva terhadap Waktu

WAKTU Keterangan 5' 19,5 0 Atropin p.o 0 3 Total Rata-rata 22,5 5,625 0 0 Atropin s.c 0 0 Total Rata-rata 0 0 47 0 Kontrol 0 0 Total Rata-rata Jumlah Rata-rata 47 11,75 69,5 5,79 20,5 12,5 82,5 20,625 126 10,50 31,5 21,5 96 24 156,5 13,04 30 30 97,5 24,375 187,5 15,63 24 29,05 87,55 21,8875 183,55 15,30 106 93,05 410,55 102,6375 723,05 60,25 0 0 0 0 36,5 13 0 0 0 0 25,5 17,5 0 10 10 2,5 23,5 14 10 14 24 6 21 13,5 10 24 34 8,5 153,5 58 13,5 6,5 43,5 10,875 0 0 23,5 16 60,5 15,125 0 0 31,5 22,5 80 20 0 0 23,5 24 72 18 0 0 92 72 278,5 69,625 0 0 10' 23,5 0 15' 21 0 20' 20 6 25' 20 4,5 104 10,5 TOTAL

Obat Antikolinergik | 8

Perhitungan Inhibisi Atropin 1. % inhibisi Atropin p.o : = 100% - [(B/A) x 100 %] = 100% - [(69,625 / 102,6375) x 100%] = 32,16 % 2. % inhibisi Atropin s.c : = 100% - [(B/C) x 100 %] = 100% - [8,5 / 102,6375) x 100%] = 91,72 %

Analisis Variansi (Anava) Hipotesis Ho : t1 = 0, artinya seluruh perlakuan memberikan efek yang sama terhadap mencit. Tabel Anava DK JK 1 4 2 8 45 60 8713,355 790,424 3650,123 276,411 62972,728 76043,041

Sumber Variasi Rata-rata Waktu (blok) Pemberian obat (perlakuan) Kekeliruan eksponen Kekeliruan subsampling

KT 8713,355 197,606

Fhit

1825,062 P = 25.93 34,551 1399,394 E

Obat Antikolinergik | 9

Perhitungan :DK:

Rata-rata Waktu Pemberian obat Kekeliruan eksponen Total Kekeliruan subsampling

=1 = (b-1) = 5-1 = 4 = (p-1) = 3-1 = 2 = (b-1)(p-1) = 4.2 = 8 = 60 = 60-(1+4+2+8)=45

JK:

Ry =

=

= 8713,355

By =

Py =

8713,355 = 3650,123

Sb =

Ey

= Sb - (By + Py) = 4716,958 - (790,424 + 3650,123) = 276,411

Total = y2 = 76403,041

Sy= sisa = 76403,041- (8713,355 + 790,424 + 3650,123 + 276,411) = 62972,728Obat Antikolinergik | 10

KT: R== 8713,355

B=

= 197,606

P=

= 1825,062

E=

S=

= 1399,394

Fhit =

= 52,171

Dengan Ftabel

= 0.05 = F(2.8)

= 5% = 4.46

Oleh karena Fhit = 52,171 dan Ftabel = 4,46 Maka, Fhit > Ftabel, maka Ho ditolak. Artinya tidak semua pemberian obat memberikan efek yang sama terhadap mencit.

Obat Antikolinergik | 11

GRAFIK

Rata-rata Diameter Saliva terhadap Waktu30 25 Diameter 20 15 10 5 0 5' 10' 15' Waktu 20' 25' Atropin p.o Atropin s.c Kontrol

Bagan Rata-rata Diameter Saliva terhadap Waktu25 20 Diameter 15 10 5 0 5' 10' 15' Waktu 20' 25' Atropin p.o Atropin s.c Kontrol

Obat Antikolinergik | 12

VII. PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian obat anti kolinergika. Pengujian dilakukan dengan melihat pengaruh pemberian obat antikolinergik melalui cara pemberian subkutan dan cara pemberian secara oral. Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah uretan 1,8 g/kg BB, atropin 0,04% (1mg/kg BB), pilokarpin 0,02% (2 mg/kg BB). Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit jantan dengan berat normal. Uretan 1,8 g/kg BB diberikan secara intra peritonial berfungsi sebagai obat untuk menginduksi anastesia. Atropin 0,04% (1mg/kg BB) merupakan obat antikolinergik yang dapat melemahkan sistem saraf parasimpatetis. Pilokarpin 0,04% (1 mg/kg BB) pilojkarpin merupakan obat kolinergik yang merangsang sistem saraf parasimpatetik, yang berguna untuk memperanyak produksi air liur dari mencit. Mencit yang digunakan dalam praktikum ini adalah mencit jantan, mencit jantan digunakan karena mencit jantan tidak memberikan pengaruh terhadap kerja obat yang dipengaruhi oleh kondisi hormonal mencit. Mencit kemudian dibagai kedalam 3 kelompok. Kelompok 1 merupakan mencit yang atropinsecara per oral, keelompok 2 diberikan atropin secara sub kutan, kelompok 3 tidak diberikan obat anti kolinergik. Masing-masing kelompok terdiri dari 3 mencit. Hal yang pertama dilakukan adalah menimbang berat badan semua mencit. Hal ini dilkukan unntuk melakukan konversi dosis untuk setiap berat badan mencit terhadap dosis normal pada mencit dengan berat badan 20 g. Untuk penggunaan obat secara peroral dan intra peritonial perhitungan dilakukan dengan rumus berikut:

Obat Antikolinergik | 13

Rumus tersebut berdasarkan bahwa volume dosis maksimum secara peroral dan intrapepritonial yang dapat dimasukan adalam 1 mL maka setengah dari 1 mL adalah 0,5 mL. Kemudian untuk konversi dosis pada jalur penggunaan secara sub kutan dilakukan dengan mengalikannya dengan 0,25 karena volume maksimum yang dapat diberikan secar subkutan adalah 0,5 m.

Kemudian prosedur dilanjutkan dengan pada T=0 kelompok 1 dan 3 diberikan uretan secara intra peritonial. Kemudian segera setelahnya kelomok langsung diberikan atropin secara peroral. Kemudian oada T=15 menit kelompok 2 diberikan atropin secara sub kutan segera sesudah diberikan uretan secara intra peritonial.kemudian pada T= 45 menit (T=30 pada kelompok 2) semua mencit diberikan pilokarpin secara subkutan. Kemudian semua mecit diletakan diatas sebiah kotak dengan permukaan miring yang dilapisi dengna kertassaring dan diberi kotak sebanyak 15 kotak.

Dibawah laipsan kertas saring dilapisi dengan pewarna metilen blue kering. Metilen blue digunakan sebagai pewarna air liur yang keluar dari mulut mencit, air liur yang keluar dapat mebasahi kertas saring sehingga kertas saring dapat menyerap metilen blue dan memberikan warna biru pada lingakaran air liur. Mencit dipindahkan ke kotak diatasnya setiap 5 menit. Setelah mencit dipindahkan akan terlihat bulatan biru dari air liur mencit. Bulatan tersebut kemudian dihitung diameternya dengan menjumlahkan 2 diameter terpanjang dan dibagi 2. Kemudian data dihitung rata-rata inhibisinya dan dimasukan ke dalam grafik inhibisi.

Obat Antikolinergik | 14

Pada saat penempelan mencit pada kertas saring mulut mencit harus diatus supaya dapat menempell dengan baik ke kertas saring. Kemudian mencit diletakan dengan posisi kepala menghadap ke bawah agar air liur dapat dengan mudah keluar. Perbedaan waktu pemberian atropin pada kelompok 1 (T=0) dan (T=15) dikarenakan perbedaan kecepata absorpsi obat jika dilakukan secara oral dan subkutan. Bioavailibilitas pun juga akan berbeda. Pada penggunaan obat secara oral, obat akan diserap oleh usus kemudian akan dibawa oleh vena porta kehati, di hati obat ini akan mengalami first phase effect sehingga akan mengalami peruraian maka bioavailabilitasnya pun akan makin rendah. Sedangkat subkutan obat langsung diserap dan memasuki peredaran darah, sehingga distribusi dan bioavailibilitas akan lebih tinggi. Kemudian pada kelompok 3 yang merupakan kelompok kontrol seharusnya diberikan hanya pembawa obat saja, tetapi dalam praktikum kali ini tidak, maka tidak dapat dilihat apakah ada pengaruh dari pembawa saja pada efek yang ditimbulkan. Dari uji ini dapat dilihat bahwa dalam keadaaan tidak sadar, mencit pada percobaan mengeluarkan jumlah saliva yang semakin banyak seiring dengan semakin bertambahnya pilokarpin yang terserap tubuh mencit tersebut. Jumlah itu diamati melalui semakin besarnya diameter saliva yang menetes pada kertas yang telah ditaburi methylene blue. Hasil uji obat sistem syaraf otonom yang telah dilakukan pada mencit ini menunjukkan bahwa diameter rata-rata saliva dari mencit pertama yang diberikan atropine pada T = 0 menit secara per oral adalah 14,4 mm, pada mencit kedua yang diberikan atropine pada T = 15 menit secara subkutan adalah 4,8 mm, sedangkan mencit ketiga sebagai variable kontrol memiliki diameter rata-rata saliva sebesar 18,61 mm. Dari data-data tersebut dapat dilihat perbedaan diameter salivasi yang cukup besar antara mencit pertama, kedua, dan ketiga. Dan data ini membuktikan bahwa atropine bersifat antikolinergik karena menghambat salivasi.

Obat Antikolinergik | 15

Diameter salivasi terbesar ada pada kelompok mencit ketiga atau variable control, dan terlihat dari warna biru yang dihasilkan pada kertas saring paling pekat diantara kelompok yang lain. Hal ini dikarenakan mencit tidak diberikan atropine, sehingga tidak terjadi penghambatan asetilkolin, dari penambahan pilokarpin yang bersifat kolinergik. Dari hal tersebut juga dapat diketahui bahwa pada mencit kedua, atropine sebagai obat antikolinergik, bekerja lebih efektif dibandingkan dengan pada mencit pertama. Hal ini dapat disebabkan diantaranya karena cara pemberian atropine yang berbeda. Pada mencit kedua atropine diberikan secara subkutan. Pemberian obat secara subkutan membuat obat terdistribusi lebih cepat ke dalam pembuluh darah dibandingkan pemberian secara peroral. Selain itu, pemberian atropine secara subkutan juga dapat mengurangi degradasi obat karena obat tidak melalui sistem pencernaan terlebih dahulu. Pada mencit pertama, pemberian obat secara per oral, walaupun waktu pemberian lebih cepat, atropine yang diberikan melalui per oral memiliki kemungkinan degradasi yang lebih besar karena telah melewati sistem pencernaan, sehingga dosis yang bekerja ke syaraf target menurun, lebih lemah, dan keefektifannya berkurang. Pemilihan pilokarpin sebagai obat kolinergik karena kerjanya ini dapat berlangsung sekitar sehari dan dapat diulang kembali. Pilokarpin juga mempunyai efek samping, dimana pilokarpin dapat mencapai otak dan menimbulkan gangguan SSP. Obat ini akan merangsang keringat dan salivasi yang berlebihan. Berbeda dengan pilokarpin, atropine merupakan agen preanestesi sebagai prototip antimuskarinik yang bekerja dengan menghambat efek asetilkolin pada syaraf post ganglionik kolinergik dan otot polos. Hambatan ini bersifat reversible dan dapat diatasi dengan pemberian asetilkolin dalam jumlah berlebihan atau pemberian antikolinesterase. Mekanisme kerja atropin memblok aksi kolinomimetik pada reseptor muskarinik secara reversible (tergantung jumlahnya) yaitu, hambatan oleh atropin dalam dosis kecil dapat diatasi oleh asetilkolin atau agonis muskarinik yang setara dalam dosis besar. Hal ini menunjukan adanya kompetisi untuk memperebutkan tempat ikatan. Efek atropin

Obat Antikolinergik | 16

pada sistem kardiovaskuler (jantung) bersifat bifasik, yaitu atropin tidak mempengaruhi pembuluh darah maupun tekanan darah secara langsung dan menghambat vasodilatasi oleh asetilkolin. Pada saluran pencernaan, atropin sebagai antispasmodik, yaitu menghambat peristaltik usus dan lambung, sedangkan pada otot polos atropin mendilatasi pada saluran urin sehingga menyebabkan retensi urin. Setelah data diamati dan diolah dengan menggunakan perhitungan persen inhibisi dengan rumus: % Inhibisi Salivasi =( ( ) ( ) )

Dari rumus diatas diperoleh persen inhibisi masing-masing kelompok mencit. Mencit pertama, dengan pemberian atropine per oral, memiliki persen inhibisi sebesar 22,62%. Sedangkan, mencit kedua, dengan pemberian atropine melalui subkutan, memiliki persen inhibisi sebesar 74,2%. Persen ini diperoleh dengan membandingkan rata-rata diameter kelompok uji dengan kelompok control. Nilai persen yang diperoleh ini memperkuat pembuktian bahwa atropine bersifat antikolinergik atau simpatomimetik dan pemberian atropine melalui subkutan lebih efektif dibandingkan dengan pemberian per oral. Dapat terlihat bahwa waktu paling efektif atropine dalam penghambatan pilokarpin adalah pada 10 menit pertama. Keefektifannya semakin berkurang setelah menit-menit berikutnya. Hal ini mungkin sejalan dengan penyerapan pilokarpin yang lebih banyak ke SSP mencit, sehingga salivasi yang terjadi lebih banyak dan efek atropine mulai berkurang.VIII. KESIMPULAN

Sistem syaraf otonom dapat mempengaruhi pengendalian fungsi fungsi vegetatif tubuh, contohnya mempengaruhi salivasi. Aktivitas obat antikolinergik pada neoroefekto r parasimpatikus dapatdiketahui dengan cara menghitung diameter salivasi hewan percobaanyang telah diberi obat antikolinergik dan obat kolinergik

Obat Antikolinergik | 17

DAFTAR PUSTAKA

Asep. 2012. Anatomi,Fisiologi dan Farmakologi Sistem Saraf Otonom. Available online at: http://asepjaponi.mywapblog.com/anatomifisiologi-dan-

farmakologi-sistem.xhtml (31 maret 2012) Katzung, Bertram G.2002. Farmakologi Dasar Dan Klinik. Salemba Medika .Jakarta. Muschleir, emst. 1991 .Dinamika Obat, edisi kelima. ITB.Bandung.

Mycek, Mary, dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi ke-2. PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta Nina. 2011.Obat Sistem Syaraf Otonom. available online at: http://www.starfish7.com/2011/04/obat-sistem-syaraf-otonom.html (31 maret 2012)

Obat Antikolinergik | 18