obat pelumpuh otot anastesi

16
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Obat pelumpuh otot adalah obat yang dapat digunakan selama intubasi dan pembedahan untuk memudahkan pelaksanaan anestesi dan memfasilitas intubasi. Obat relaksan otot adalah obat yang digunakan untuk melemaskan otot rangka atau untuk melumpuhkan otot. Biasanya digunakan sebelum operasi untuk mempermudah suatu operasi atau memasukan suatu alat ke dalam tubuh. B. Farmakologi Obat Pelumpuh Otot Relaksasi otot jurik dapat dicapai dengan mendalamkan anestesi umum inhalasi, blokade saraf regional, dan memberikan pelumpuh otot. Dengan relakasasi otot ini akan memfasilitasi intubasi trakea, mengontrol ventilasi mekanik dan mengoptimalkan kondisi pembedahan. Pada prinsipnya, obat ini menginterupsi transmisi impuls saraf pada neuromuscular junction. 1. Fisiologi Transmisi Saraf Otot Daerah diantara motor neuron dan sel saraf disebut neuromuscular junction. membran selneuron dan serat otot dipisahkan oleh sebuah

Upload: dwikamaswari

Post on 25-Jan-2016

2 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

anestesi

TRANSCRIPT

Page 1: Obat Pelumpuh Otot Anastesi

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A.      Pengertian

Obat pelumpuh otot adalah obat yang dapat digunakan selama intubasi dan pembedahan untuk

memudahkan pelaksanaan anestesi dan memfasilitas intubasi. 

Obat relaksan otot adalah obat yang digunakan untuk melemaskan otot rangka atau untuk

melumpuhkan otot. Biasanya digunakan sebelum operasi untuk mempermudah suatu operasi

atau memasukan suatu alat ke dalam tubuh.

B.       Farmakologi Obat Pelumpuh Otot

Relaksasi otot jurik dapat dicapai dengan mendalamkan anestesi umum inhalasi, blokade saraf

regional, dan memberikan pelumpuh otot. Dengan relakasasi otot ini akan memfasilitasi intubasi

trakea, mengontrol ventilasi mekanik dan mengoptimalkan kondisi pembedahan. Pada

prinsipnya, obat ini menginterupsi transmisi impuls saraf pada neuromuscular junction.

1.         Fisiologi Transmisi Saraf Otot

Daerah diantara motor neuron dan sel saraf disebut neuromuscular junction. membran selneuron

dan serat otot dipisahkan oleh sebuah celah (20 nm) yang disebut sebagai celah sinaps. Ketika

potensial aksi mendepolarisasi terminal saraf, ion kalsium akan masuk melalui voltage-gated

calcium channels menuju sitoplasma saraf, yang akhirnya vesikel penyimpanan menyatu dengan

membran terminal dan mengeluarkan asetilkolin. Selanjutnya asetilkolin akan berdifusi melewati

celah sinaps dan berikatan dengan reseptor nikotinik kolinergik pada daerah khusus di membran

otot yaitu motor end plate. Motor end plate merupakan daerah khusus yang kaya akan reseptor

asetilkolin dengan permukaan yang berlipat-lipat.

Page 2: Obat Pelumpuh Otot Anastesi

Gambar 2.1

Neuromuscular Junction

Sumber: http://wargatarunajaya.blogspot.com/, diakses tanggal 10 Oktober 2012

Struktur reseptor asetilkolin bervariasi pada jaringan yang berbeda. Padaneuromuscular junction,

reseptor ini terdiridari 5 sub unit protein, yaitu 2 sub unit α, dan 1 sub unit β, δ,dan ε. Hanya

kedua sub unit α identik yang mampu untuk mengikat asetilkolin. Apabila kedua tempat

pengikatan berikatan dengan asetilkolin, maka kanal ion di intireseptor akan terbuka. Kanal tidak

akan terbuka apabila asetilkolin hanya menduduki satu tempat. Ketika kanal terbuka, natrium

dan kalsium akan masuk, sedangkan kalium akan keluar. Ketika cukup reseptor yang diduduki

asetilkolin, potensial motor end plate akan cukup kuat untuk mendepolarisasi membran

perijunctional yang kaya akan kanal natrium.

Gambar 2.2

Struktur reseptor asetilkolin

Page 3: Obat Pelumpuh Otot Anastesi

Sumber: http://wargatarunajaya.blogspot.com/, diakses tanggal 10 Oktober 2012

Ketika potensial aksi berjalan sepanjang membran otot, kanal natrium akan terbuka dan kalsium

akan dikeluarkan dari reticulum sarkoplasma. Kalsium intraseluler ini akan memfasilitasi aktin

dan myosin untuk berinteraksi yang membentuk kontraksi otot. Kanal natrium memiliki dua

pintu fungsional, yaitu pintu atas dan bawah. Natrium hanya akan bisa lewat apabila kedua pintu

ini terbuka. Terbukanya pintu bawah tergantung waktu, sedangkan pintu atas tergantung

tegangan. Asetilkolim cepat dihidrolisis oleh asetilkolinesterase menjadi asetil dan kolin

sehingga lorong tertutup kembali dan terjadilah repolarisasi.

2.         Farmakokinetik Pelumpuh Otot

Semua pelumpuh otot larut di air, relatif tidak larut di lemak, diabsorbsi dengan kurang baik di

usus dan onset akan melambat bila di administrasikan intramuskular. Volume distribusi dan

klirens dapat dipengaruhi oleh penyakit hati, ginjal dan gangguan kardiovaskular. Pada

penurunan cardiac output, distribusi obat akan melemah dan menurun, dengan perpanjangan

paruh waktu, onset yang melambat dan efek yang menguat. Pada hipovolemia, volume distribusi

menurun dan konsentrasi puncak meninggi dengan efek klinis yang lebih kuat. Pada pasien

dengan edema, volume distribusi meningkat, konsentrasi di plasma menurun dengan efek klinis

yang juga melemah. Banyak obat pelumpuh otot sangat tergantung dengan ekskresi ginjal untuk

eliminasinya. Hanya suxamethonium, atracurium dan cisatracurium yang tidak tergantung

dengan fungsi ginjal. Umur juga mempengaruhi farmakokinetik obat pelumpuh otot.  Neonatus

dan infant memiliki plasma klirens yang menurun sehingga eliminasi dan paralisis akan

memanjang. Sedangkan pada orang tua, dimana cairan tubuh sudah berkurang, terjadi perubahan

volume distribusi dan plasma klirens. Biasanya ditemui sensitivitas yang meningkat dan efek

yang memanjang. Fungsi ginjal yang menurun dan aliran darah renal yang menurun

menyebabkan klirens yang menurun dengan efek pelumpuh otot yang memanjang.

3.         Farmakodinamik Pelumpuh Otot

Obat pelumpuh otot tidak memiliki sifat anestesi maupun analgesik. Dosis terapeutik

menghasilkan beberapa efek yaitu ptosis, ketidakseimbangan otot ekstraokular dengan diplopia,

Page 4: Obat Pelumpuh Otot Anastesi

relaksasi otot wajah, rahang, leher dan anggota gerak dan terakhir relaksasi dinding abdomen dan

diafragma.

a.         Respirasi

Paralisis dari otot pernapasan menyebabkan apnea. Diafragma adalah bagian tubuh yang kurang

sensitif dibanding otot lain sehingga biasanya paling terakhir lumpuh.

b.        Efek kardiovaskular

Hipotensi biasa ditemukan pada penggunaan D-tubocurarine, sedangkan hipertensi ditemukan

pada penggunaan pancuronium, takikardi pada penggunaan gallamine, rocuronium, dan

pancuronium.

c.         Pengeluaran histamin

D-tubocurarine adalah obat yang tersering menyebabkan pengeluaran histamin sedangkan

vecuronium adalah yang paling jarang. Reaksi alergi biasanya ditemui pada wanita dengan

riwayat atopi.

C.      Obat Pelumpuh Otot

Obat pelumpuh otot dibagi menjadi dua kelas yaitu pelumpuh otot depolarisasi (nonkompetitif,

leptokurare) dan nondepolarisasi (kompetitif, takikurare). Obat pelumpuh otot depolarisasi

sangat menyerupai asetilkolin, sehingga ia bisa berikatan dengan reseptor asetilkolin dan

membangkitkan potensial aksi otot. Akan tetapi obat ini tidak dimetabolisme oleh

asetilkolinesterase, sehingga konsentrasinya tidak menurun dengan cepat yang mengakibatkan

perpanjangan depolarisasi di motor-end plate. Perpanjangan depolarisasi ini menyebabkan

relaksasi otot karena pembukaan kanal natrium bawah tergantung waktu, Setelah eksitasi awal

dan pembukaan, pintu bawah kanal natrium ini akan tertutup dan tidak bisa membuka sampai

repolarisasimotor-end plate. Motor end-plate tidak dapat repolarisasi selama obat pelumpuh otot

depolarisasi berikatan dengan reseptor asetilkolin; Hal ini disebut dengan phase I block. Setelah

beberapa lama depolarisasi end plate yang memanjang akan menyebabkan perubahan ionik dan

Page 5: Obat Pelumpuh Otot Anastesi

konformasi pada reseptor asetilkolin yang mengakibatkan phase II block, yang secara klinis

menyerupai obat pelumpuh otot nondepolarisasi.

Obat pelumpuh otot nondepolarisasi berikatan dengan reseptor asetilkolin akan tetapi tidak

mampu untuk menginduksi pembukaan kanal ion. Karena asetilkolin dicegah untuk berikatan

dengan reseptornya, maka potensial end-plate tidak terbentuk. Karena obat pelumpuh otot

depolarisasi tidak dimetabolisme oleh asetilkolinesterase, maka ia akan berdifusi menjauh dari

neuromuscular junction dan dihidrolisis di plasma dan hati oleh enzim pseudokolinesterase.

Sedangkan obat pelumpuh otot nondepolarisasi tidak dimetabolisme baik oleh asetilkolinesterase

maupun pseudokolinesterase. Pembalikan dari blockade obat pelumpuh otot nondepolarisasi

tergantung pada redistribusinya, metabolisme,ekskresi oleh tubuh dan administrasi agen

pembalik lainnya (kolinesteraseinhibitor).

1.         Pelumpuh Otot Depolarisasi

Pelumpuh otot depolarisasi bekerja seperti asetilkolin, tetapi di celah sinaps tidak dirusak dengan

asetilkolinesterase sehingga bertahan cukup lama menyebabkan terjadinya depolarisasi yang

ditandai dengan fasikulasi yang diikuti relaksasi otot lurik. Termasuk golongan ini adalah

Page 6: Obat Pelumpuh Otot Anastesi
Page 7: Obat Pelumpuh Otot Anastesi

suksinilkolin (diasetil-kolin) dan dekametonium. Didalam vena, suksinil kolin dimetabolisme

oleh kolinesterase plasma,pseudokolinesterase menjadi suksinil-monokolin. Obat anti

kolinesterase (prostigmin) dikontraindikasikan karena menghambat kerja pseudokolinesterase.

a.         Suksinilkolin (diasetilkolin, suxamethonium)

Suksinilkolin terdiri dari 2 molekul asetilkolin yang bergabung. obat ini memiliki onset yang

cepat (30-60 detik) dan duration of action yang pendek (kurang dari 10 menit). Ketika

suksinilkolin memasuki sirkulasi, sebagian besar dimetabolisme oleh pseudokolinesterase

menjadi suksinilmonokolin. Proses ini sangat efisien, sehingga hanya fraksi kecil dari dosis yang

dinjeksikan yang mencapai neuromuscular junction. Duration of action akan memanjang pada

dosis besar atau dengan metabolisme abnormal, seperti hipotermia atau rendanya level

pseudokolinesterase. Rendahnya level pseudokolinesterase ini ditemukan pada kehamilan,

penyakit hati, gagal ginjal dan beberapa terapi obat. Pada beberapa orang juga ditemukan gen

pseudokolinesterase abnormal yang menyebabkan blokade yang memanjang.

1)             Interaksi obat

a)        Kolinesterase inhibitor

       Kolinesterase inhibitor memperpanjang fase I block pelumpuh otot depolarisasi dengan 2

mekanisme yaitu dengan menghambat kolinesterase, maka jumlah asetilkolin akan semakin

banyak, maka depolarisasi akan meningkatkan depolarisasi. Selain itu, ia juga akan menghambat

pseudokolinesterase.

b)        Pelumpuh otot nondepolarisasi

       Secara umum, dosis kecil dari pelumpuh otot nondepolarisasi merupakan antagonis dari fase

I bock pelumpuh otot depolarisasi, karena ia menduduki reseptor asetilkolin sehingga

depolarisasi oleh suksinilkolin sebagian dicegah.

2)             Dosis

Karena onsetnya yang cepat dan duration of action yang pendek, banyak dokter yang percaya

bahwa suksinilkolin masih merupakan pilihan yang baik untu intubasi rutin pada dewasa. Dosis

yang dapat diberikan adalah 1 mg/kg IV.

Page 8: Obat Pelumpuh Otot Anastesi

3)             Efek samping dan pertimbangan klinis

Karena risiko hiperkalemia, rabdomiolisis dan cardiac arrest pada anak dengan miopati tak

terdiagnosis, suksinilkolin masih dikontraindikasikan pada penanganan rutin anak dan remaja.

Efek samping dari suksinilkolin adalah :

       Nyeri otot pasca pemberian

       Peningkatan tekanan intraokular

       Peningkatan tekakana intrakranial

       Peningkatan tekakanan intragastrik

       Peningkatan kadar kalium plasma

       Aritmia jantung

       Salivasi

       Alergi dan anafilaksis

2.         Obat pelumpuh otot nondepolarisasi

a.         Pavulon

Pavulon merupakan steroid sintetis yang banyak digunakan. Mulai kerja pada menit kedua-ketiga

untuk selama 30-40 menit. Memiliki efek akumulasi pada pemberian berulang sehingga dosis

rumatan harus dikurangi dan selamg waktu diperpanjang. Dosis awal untuk relaksasi otot 0,08

mg/kgBB intravena pada dewasa. Dosis rumatan setengah dosis awal. Dosis Intubasi trakea 0,15

mg/kgBB intravena. Kemasan ampul 2 ml berisi 4 mg pavulon.

b.        Atracurium

1)             Struktur fisik

Atracurium mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman Leontice

Leontopeltalum. Keunggulannya adalah metabolisme terjadi di dalam darah, tidak bergantung

pada fungsi hati dan ginjal, tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang.

Page 9: Obat Pelumpuh Otot Anastesi

2)             Dosis

0,5 mg/kg iv, 30-60 menit untuk intubasi. Relaksasi intraoperative 0,25 mg/kg initial, laly 0,1

mg/kg setiap 10-20 menit. Infuse 5-10 mcg/kg/menit efektif menggantikan bolus.

Lebih cepat durasinya pada anak dibandingkan dewasa.

Tersedia dengan sediaan cairan 10 mg/cc. disimpan dalam suhu 2-8OC, potensinya hilang 5-10 %

tiap bulan bila disimpan pada suhu ruangan. Digunakan dalam 14 hari bila terpapar suhu

ruangan.

3)             Efek samping dan pertimbangan klinis

Histamine release pada dosis diatas 0,5 mg/kg

c.         Vekuronium

1)             Struktur fisik

Vekuronium merupakan homolog pankuronium bromida yang berkekuatan lebih besar dan lama

kerjanya singkat Zat anestetik ini tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang dan

tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna.

2)             Metabolisme dan eksresi

Tergantung dari eksresi empedu  dan ginjal. Pemberian jangka panjang dapat memperpanjang

blokade neuromuskuler. Karena akumulasi metabolit 3-hidroksi, perubahan klirens obat atau

terjadi polineuropati.

Faktor risiko wanita, gagal ginjal, terapi kortikosteroid yang lama dan sepsis.  Efek pelemas otot

memanjang pada pasien AIDS. Toleransi dengan pelemas otot memperpanjang penggunaan.

3)             Dosis

Dosis intubasi 0,08 – 0,12 mg/kg. Dosis 0,04 mg/kg diikuti 0,01 mg/kg setiap 15 – 20 menit.

Drip 1 – 2 mcg/kg/menit.

Page 10: Obat Pelumpuh Otot Anastesi

Umur tidak mempengaruhi dosis. Dapat memanjang durasi pada pasien post partum. Karena

gangguan pada hepatic blood flow.

Sediaan 10 mg serbuk. Dicampur cairan sebelumnya.

d.        Rekuronium

1)             Struktur Fisik

Zat ini merupakan analog vekuronium dengan awal kerja lebih cepat. Keuntungannya adalah

tidak mengganggu fungsi ginjal, sedangkan kerugiannya adalah terjadi gangguan fungsi hati dan

efek kerja yang lebih lama.

2)             Metabolisme dan eksresi

Eliminasi terutama oleh hati dan sedikit oleh ginjal. Durasi tidak terpengaruh oleh kelainan

ginjal, tapi diperpanjang oleh kelainan hepar berat dan kehamilan, baik untuk infusan jangka

panjang (di ICU). Pasien orang tua menunjukan prolong  durasi.

3)             Dosis

Potensi lebih kecil dibandingkan relaksant steroid lainnya. 0,45 – 0,9 mg / kg iv untuk intubasi

dan 0,15 mg/kg bolus untuk rumatan. Dosis kecil 0,4 mg/kg dapat pulih 25 menit setelah

intubasi. Im ( 1 mg/kg untuk infant ; 2 mg/kg untuk anak kecil) adekuat pita suara dan paralisis

diafragma untuk intubasi. Tapi tidak sampai 3 – 6 menit dapat kembali sampai 1 jam. Untuk drip

5 – 12 mcg/kg/menit. Dapat memanjang pada pasien orang tua.

4)             Efek samping dan manifestasi klinis

Onset cepat hampir mendekati suksinilkolin tapi harganya mahal.

Diberikan 20 detik sebelum propofol dan thiopental.

Rocuronium (0,1 mg/kg) cepat 90 detik dan efektif untuk prekurasisasi sebelum suksinilkolin.

Ada tendensi vagalitik.

Page 11: Obat Pelumpuh Otot Anastesi

D.      Pemilihan Pelumpuh Otot

Karakteristik pelumpuh otot ideal :

1.    Nondepolarisasi

2.    Onset cepat

3.    Duration of action dapat diprediksi, tidak mengakumulasi dan dapat diantagoniskan dengan

obat tertentu

4.     Tidak menginduksi pengeluaran histamin

5.    Potensi

6.    Sifat tidak berubah oleh gangguan ginjal maupun hati dan metabolit tidak memiliki aksi

farmakologi.

Durasi pembedahan mempengaruhi pemilihan pelumpuh otot :

1.    Ultra-short acting, contoh : suxamethonium

2.    Short duration. Contoh: mivacurium

3.    Intermediate duration. Contoh: atracurium, vecuronium, rocuronium, cisatracurium

4.    Long duration. Contoh: pancuronium, D-tubocurarine, doxacurium, pipecuronium.

Pelumpuh otot yang disarankan :

1.    Untuk induksi yang cepat-suxamethonium, atau apabila dikontraindikasikan dapat dipakai

rocuronium

2.    Untuk stabilitas hemodinamika (contoh pada hipovolemia atau penyakit jantung parah)-

vecuronium

3.    Pada gagal ginjal dan hati-atracurium, vekuronium, cisatracurium ataumivacurium

4.    Miastenia gravis: jika dibutuhkan dosis 1/10 atrakurium

Page 12: Obat Pelumpuh Otot Anastesi

5.    Kasus obstetric: semua dapat diberkan kecuali gallamin

 Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot :

1.    Cegukan (hiccup)

2.    Dinding perut kaku

3.    Ada tahanan pada inflasi paru.

E.       Penawar Pelumpuh Otot

Antikolinesterase bekerja dengan menghambat kolinesterase sehingga asetilkolin dapat bekerja.

Antikolinesterase yang paling sering digunakan adalah neostigmin (dosis 0,04-0,08 mg/kg),

piridostigmin (dosis 0,1-0,4 mg/kg) dan edrophonium (dosis 0,5-1,0 mg/kg), dan fisostigmin

yang hanya untuk penggunaan oral (dosis 0,01-0,03 mg/kg). Penawar pelumpuh otot bersifat

muskarinik sehingga menyebabkan hipersalivasi, keringatan, bradikardi,  kejang bronkus,

hipermotilitas usus dan pandangan kabur sehingga pemberiannya harus disertai vagolitik seperti

atropine (dosis 0,01-0,02mg/kg) atau glikopirolat (dosis 0,005-0,01 mg/kg sampai 0,2-0,3 mg

pada dewasa)

 

DAFTAR PUSTAKA

Latief, Said A, dkk, (2002), Buku Praktis Anestiologi, Bagian Anestiologi dan Terapi Intensif,

FKUI, Jakarta

Page 13: Obat Pelumpuh Otot Anastesi

Mangku, dr, Sp. An. KIC & Senapathi, dr, Sp. An, (2010), Buku Ajar Ilmu Anestesi dan

Reanimasi, PT. Indeks, Jakarta