nss 2015 pa 25 maret kamis

20
REFERAT PRAKTIKUM PATOLOGI ANATOMI BLOK NEUROLOGY AND SPESIFIC SENSES (NSS) KOROID PLEKSUS PAPILOMA Asisten: Iman Hakim G1A011001 Disusun Oleh: Davira Az zahra Firjananti G1A012067 Deborah Oriona Vega G1A012116 Denny Bimatama Pradita G1A012138 KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN JURUSAN KEDOKTERAN PURWOKERTO 2015 1

Upload: davira-azzahra-firjananti

Post on 11-Nov-2015

19 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

pa text

TRANSCRIPT

REFERAT PRAKTIKUM PATOLOGI ANATOMI BLOK NEUROLOGY AND SPESIFIC SENSES (NSS)KOROID PLEKSUS PAPILOMA

Asisten:

Iman HakimG1A011001

Disusun Oleh:Davira Az zahra FirjanantiG1A012067Deborah Oriona VegaG1A012116Denny Bimatama PraditaG1A012138

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS KEDOKTERAN JURUSAN KEDOKTERANPURWOKERTO

2015

LEMBAR PENGESAHAN

Referat Praktikum Patologi AnatomiChoroid Plexus Papilloma

Disusun Oleh:

Davira Az zahra FirjanantiG1A012067Deborah Oriona VegaG1A012116Denny Bimatama PraditaG1A012138

Disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti ujian Praktikum Patologi Anatomi Blok Sistem Neurology and Spesific Senses (NSS) pada Program Pendidikan DokterUniversitas Jenderal SoedirmanPurwokerto

Diterima dan disahkanPurwokerto, 28 Maret 2015 Asisten

Iman Hakim WG1A011001

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan 2Daftar isi 3I. Pendahuluan 4II. Isi 5A. Definisi 5B. Etiologi 5C. Epidemiologi 5D. Faktor Risiko 6E. Tanda dan gejala 6F. Penegakkan diagnosis 7G. Patogenesis 7H. Patofisiologis 8I. Gambaran Histopatologis 9J. Terapi Lama 10K. Terapi Baru 10L. Komplikasi 10M. Prognosis 10III.Kesimpulan 11

Daftar Pustaka 12

I. PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

Survei dan Hasil Akhir (SIER) database yang ditinjau untuk hasil berdasarkan populasi tumor pleksus koroid (CPT), termasuk papiloma pleksus koroid (CPP), atipikal CPP (aCPP), dan karsinoma pleksus koroid (BPK) sebanyak 349 pasien dengan CPT diidentifikasi (120 BPK, 26 aCPPs, dan 203 CPP). Pasien dengan BPK disajikan pada usia yang lebih muda (median, 3 tahun, rata-rata, 14,8 tahun) relatif terhadap CPP (median, 25 tahun, rata-rata, 28,4 tahun). Histologi adalah prediktor signifikan dari kelangsungan hidup secara keseluruhan (OS), dengan 5 tahun tingkat OS dari 90% untuk CPP, 77% untuk aCPP, dan 58% untuk BPK. Usia yang lebih tua dan jenis kelamin laki-laki yang prognostik untuk OS buruk dan menyebabkan spesifik kelangsungan hidup untuk CPP. Hanya tingkat operasi memiliki dampak yang signifikan terhadap kelangsungan hidup bagi BPK (Cannon, 2014).

Dalam review lain data SIER, dari 107 CPP dan 95 BPK, lebih dari 75% dari BPK didiagnosis pada pasien yang lebih muda dari 5 tahun, dibandingkan 48% untuk CPP; dan 65% dari BPK dan 57% dari CPP terjadi pada laki-laki. Pada kedua kelompok, setidaknya 90% dari anak-anak menjalani reseksi bedah, dan reseksi total bruto (GTR) dicapai pada 67% dari BPK dan 63,6% dari CPP. Hampir 17% dari BPK diobati dengan radiasi, dibandingkan hanya 0,9% dari CPP. Lebih dari 98% pasien dengan CPP masih hidup pada akhirnya tindak lanjut, sedangkan hanya 62% dari pasien BPK itu. (cannon, 2014).

Biasanya pasien datang dengan mengikuti peningkatan tanda-tanda tekanan intrakranial, yaitu sakit kepala, mual dan muntah, mengantuk, kelumpuhan okular atau kasa (saraf kranial [CN] III dan VI), edema papil, gangguan penglihatan, dan, akhirnya, kebutaan. Bayi, Terutama Mereka dengan tumor yang terletak di ventrikel ketiga, dapat hadir dengan hidrosefalus atau macrocephalus, serta terkait dengan Peningkatan tekanan intrakranial. Presentasi yang tidak biasa termasuk palsi trochlear (CN IV), psikosis, atau sesekali, kejang (Gozali & Britt, 2010).

II. ISI

A. DefinisiPapilloma pleksus koroid (PPK) adalah neoplasma jinak pleksus koroid, struktur yang terbuat dari gumpalan villi dalam sistem ventrikel yang menghasilkan cairan serebrospinal (CSF). PPK biasanya diamati pada ventrikel lateral anak-anak, tetapi mereka dapat ditemui pada orang dewasa. Sementara sebagian besar neoplasma ini jinak, persentase kecil bisa menjadi ganas (Cannon, 2014).

B. EtiologiChoroid Plexus Papilloma (CCP) yang dihasilkan dari lapisan sel epitel kubik papila dari plexus tersebut. Koroid pleksus terhubung ke lapisan ventrikel tubuh, trigonum, dan tanduk inferior ventrikel lateral, foramen Monro dari atap ventrikel ketiga, dan bagian belakang atap ventrikel keempat. Lokasi khas plexus yang normal sesuai dengan tempat yang paling umum untuk CPP terjadi (Dang, 2006).Sebuah penelitian baru menunjukkan peran protein reseptor transmembran (Notch3) dalam patogenesis tumor manusia pleksus koroid. Jalur Notch signaling mengatur perkembangan sistem saraf mamalia, dan aktivasi dari jalur Notch signaling semakin diakui dalam kanker pada manusia. Notch3 dinyatakan dalam sel progenitor zona ventrikel pada otak janin dan, ketika diaktifkan, dapat bertindak sebagai onkogen (Khamaly, 2006).CPP dengan sindrom Li-Fraumeni kanker (sindrom autosomal dominan dengan mutasi germline dalam gen TP53) dan sindrom Aicardi (satu diamati pada wanita, X-linked dominan, ditandai dengan gangguan penglihatan, gangguan perkembangan yang terhubung, dan kejang) (Zhein, 2006).Somatik dan germline Kedua kelainan yang melibatkan beberapa lokus yang terkait dengan perkembangan tumor pleksus koroid. Data hibridisasi genomik baru-baru ini menunjukkan bahwa papiloma pleksus dan karsinoma memiliki karakteristik kromosom pleksus penambahan dan penghapusan, yang menunjukkan bahwa secara genetik berbeda untuk tumor ini (Kamaly, 2006).Polyomavirus SV40, JC dan BK yang mengakibatkan juga dalam perkembangan tumor pleksus koroid dalam kombinasi. Tumor pleksus telah eksperimen diinduksi pada tikus transgenik dengan polyomavirus gen umum, T-antigen. Mekanisme ini diyakini melibatkan pengikatan antigen T untuk kedua protein penekan PRB dan p53 tumor, karena kompleks ini telah diidentifikasi pada manusia dengan tumor pleksus koroid. Penelitian untuk lebih memperjelas hubungan antara virus polyoma dan tumor SSP manusia (Hasselbalt, 2009).Penelitian terbaru juga memiliki ekspresi diferensial berbagai gen dalam sel tumor papiloma uveal dideteksi menggunakan teknik DNA microarray pada sel-sel papiloma pleksus 7. Di antara kelainan terdeteksi up-regulasi faktor rotasi-1 transkripsi, yang telah terbukti untuk mempromosikan proliferasi dan invasi in vitro. -Twist 1 terlibat dalam tumor p53 penekan jalur sebagai inhibitor (Hasselbalt, 2009).

C. EpidemiologiPPK jarang terjadi, terdiri dari kurang dari 1% dari tumor otak pada pasien dari segala usia. Namun, PPK paling sering terjadi pada anak-anak dan mencapai lebih dari 3% dari masa kanak-kanak pada neoplasma intrakranial dengan kecenderungan untuk usia muda. PPK terdiri 4-6% dari neoplasma intrakranial pada anak-anak muda dari 2 tahun dan 12-13% dari neoplasma intrakranial pada anak-anak muda dari 1 tahun. PPK telah dikaitkan dengan sindrom von Hippel-Lindau dan sindrom Li-Fraumeni. Frekuensi PPK pada anak-anak mirip di China (1,5%) dan Perancis (2,3%). Laki-laki-ke-perempuan insiden rasio CPP 2.8 : 1 (Cannon, 2014).

D. Faktor RisikoPapiloma pleksus koroid merupakan salah satu dari tumor otak primer yang secara histologis di klasifikasikan sebagai benign atau malformatif. Berikut merupakan beberapa faktor risiko terjadinya papiloma pleksus koroid yang merupakan salah satu tumor otak primer (Hankey, 2008):1. Radiasi ionisasi pada kranium, biasanya terjadi pada keganasan di anak-anak dengan masa laten sepuluh hingga lebih dari 20 tahun setelah paparan.2. Riwayat kanker pada keluarga, terjadi pada 16% pasien dengan tumor otak primer.3. Umur. Paling sering terjadi pada anak dibawah umur lima tahun dengan rata-rata usia pasien 5.2 tahun.

E. Tanda dan GejalaTanda dan gejala yang sering muncul (Hankey, 2008):1. Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial: a. Muntah yang dapat terjadi dengan atau tanpa mual dan proyektil. Berhubungan dengan nyeri kepala.b. Nyeri kepala terjadi dalam 30% kasus yang telah dilaporkan. Namun tanda ini jarang terjadi.c. Penurunan kesadaran dan perubahan mental dapat bermanifestasi sebagai letargi yang meningkat dan penurunan secara umum atau akut dan sangat buruk.d. Tampilan lain termasuk gangguan gait/berjalan, inkontinensia urin, gangguan visus, papiledema dan palsi bilateral nervus abdusens.2. Kejang epileptik terjadi pada 20-50% pasien dengan tumor otak yang dapat terjadi secara parsial ataupun generalisata3. Defek lapang pandang homonimusTanda dan gejala lain yang dapat muncul:1. Dengungan di telinga2. Dizzyness

F. Penegakan DiagnosisBerikut penegakkan diagnosis dari papiloma pleksus koroid (Kluge, 2011):Anamnesis:1. Adanya keluhan peningkatan tekanan intakranial: nyeri kepala, mual dan muntah, penurunan kesadaran.2. Umur pasien masih muda / kisaran anak-anak.3. Riwayat kanker atau tumor dalam keluarga.Pemeriksaan Fisik:1. Hitung GCS2. Ada tidaknya gangguan berjalan/gaitPemeriksaan Penunjang:Pemeriksaan sitologi dari cairan serebrospinal ditemui sel isomorfik dan kluster sel dari varian sel jinak tumor pleksus yang mungkin agak sulit dibedakan dari sel normal dari epitel pleksus namun dapat dikeluarkan dari cairan serebrospinal selama pungsi lumbal.Pemeriksaan histopatologis terdapat gambaran inti fibrovaskuler berjejer pada lapisan tunggal dari kolumner, kuboid dan sel gepeng dari sel epitel. Nukleusnya biasanya monomorfik, dan mitosis jarang terjadi. Dapat disertai nuklear polimorfik, kalsifikasi dan edema stromal dan akumulasi dari makrofag. Papiloma pleksus koroid biasanya menunjukkan densitas seluler yang tinggi dan sering sel epitel gepeng dan lebih ireguler dengn garis dan morfologi nukleus. Dapat ditemukan perivascular pseudorosettes, pelebaran dari GFAP dan dot-like staining pattern untuk antigen membran epitelnya.

G. PatogenesisBerikut patogenesis penyakit pleksus koroid (Kluge, 2011):1. Didalam sel neoplastik, proses onkogenesis dapat terekspresikan secara tidak benar dan berpotensial menjadi sel awal terjadinya mitosis. Contohnya, onkogenesis pada c-sis, c-crbB, gli, N-ras dan c-myc yang terekspresikan di astrositoma dan mengkode faktor pertumbuhan dan juga reseptornya.2. Gen supresi tumor dapat hilang oleh sel neoplastik. Contohnya, delesi yang telah diidentifikasi pada kromosom 3p dalam hemangioblastoma pada von Hippel-Lindau disease, kromosom 10 dan 17 pada astrositoma, kromosom 17 dan 22 pada neuroma akustika, dan kromosom 22 pada meningioma.3. Banyak tumor maligna menghasilkan faktor yang menstimulasi dan menginduksi angiogenesis, seperti faktor pertumbuhan sel endotel yang meningkatkan aliran darah ke tumor dan membantu perkembangannya.4. Beberapa tumor seperti astromasitoma menghasilkan imunosupresan sehinggan imun tubuh tidak dapat membunuh sel tumor.5. Tumor dapat menyebabkan edema disekitar otak, oleh karena faktor yang disekresikan yang dapat meningkatkan permeabilitas vaskular.

H. PatofisiologiPapiloma pleksus koroid tumbuh secara lambat dan diklasifikasikan sebagai WHO grade I. Tumor pada pleksus cenderung akan menghasilkan cairan serebrospinal yang berlebihan daripada normal, terkadang lebih dari yang dapat diabsorpsi pada mekanisme normal. Hasil dari gangguan pada homeostasis cairan serebrospinal adalah hidrosefalus hipersekresi. Papiloma secara alami bersifat tipis dan mudah ruptur sehingga dapat berjalan melalui spatium serebrospinal dan dapat menyebabkan drop metastates, yang mana dapat sering terlihat di lumbal theka diantara radiks nervus di cauda equina. Sehingga penyakit ini dapat menyebabkan hidrosefalus yang akan meningkatkan tekanan intrakranial dan menimbulkan tanda dan gejala yang khas seperti mual dan muntah, penurunan kesadaran, dan nyeri kepala. Selain itu dapat ditemukan juga gangguan pada telinga dalam beberapa kasus ditemui juga vertigo (kluge, 2011).

I. Gambaran Histopatologis

Gambar 1. Histopatologi pleksus koroid (Sarkar et al., 2009).

Gambar 2. Histopatologi Pleksus koroid (Sarkar et al., 2009).

Keterangan:Pada sediaan histopatologi papiloma pleksus koroid nampak gambaran yang yang ditunjuk panah hitam yakni cauliflower like. Panah biru menunjukkan adanya pile up epithelium yang mengalami distorsi. Paijau menunjukan gambaran tumor papilomatous (Sarkar et al., 2009).

J. Terapi LamaTata laksana yang dulu digunakan ialah dengan melakukan operasi dengan mengambil massa tumornya dengan melalui prosedur craniotomy dan apabial terjadi hydrocephalus akibat gangguan aliaran cairan serebrispinal maka harus segera dilakukan prosedur shunting. Itu adalah tata laksana lama yang masih digunakan (Raimondi & Gutierrez, 2005).K. Terapi TerbaruTerapi operatif dengan dikombinasikan beberapa obat etoposide dan vincristine pasca operasi merupakan terapi baru untuk tata laksana papiloma pleksus koroid. Dengan adanya obat ini maka proses pertumbuhan jaringan tumor bisa dihambat (Boyd & Steinbok, 2007).

L. KomplikasiKomplikasi tersering dari papiloma pleksus koroid ialah hidrosefalus. Hal ini disebabkan adanya desakan massa tumor di ventrikel sehingga aliran cairan serebrospinal menjadi terganggu serta apabila tidak dideteksi dini dengan penanganan yang baik akan menjadi carcinoma pleksus koroid (Nagib & Ofallon, 2000).

M. PrognosisPrognosis pleksus koroid papiloma ialah sekitar 81% jika dinyatakan five years survival rate. Mempunya prognosis lebih buruk jika mengani usia yang lebih tua. Hampir 33% kasus outcome nya menimbulkan mortalitas dan morbiditas (Jeibmann et al., 2006).

III. KESIMPULAN

1. Choroid Plexus Papilloma adalah penyakit yang jarang terjadi di Indonesia dan dunia.2. Secara anatomi mengenai struktur Pleksus koroid3. Gajala klini khas yaitu terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial, kejang epileptik dan defek lapang pandang homonimus. Gold standartnya berupa pemeriksaan penunjang sitologi maupun histopatologi.

DAFTAR PUSTAKA

Boyd, M. C., & Steinbok, P. (1987). Choroid plexus tumors: problems in diagnosis and management. Journal of neurosurgery, 66(6), 800-805.Cannon DM, Mohindra P, Gondi V, Kruser TJ, Kozak KR. 2014. Choroid plexus tumor epidemiology and outcomes: implications for surgical and radiotherapeutic management. J Neurooncol. Dang L, Fan X, Chaudhry A, Wang M, Gaiano N, Eberhart CG. 2006. Notch3 signaling initiates choroid plexus tumor formation. Oncogene. Gozali AE, Britt B, Shane L, et al. 2010. Choroid plexus tumors; management, outcome, and association with the Li-Fraumeni syndrome: The Children's Hospital Los Angeles (CHLA) experience,Hankey, G. 2008. Clinical Neurology. England: CRC PressHasselblatt M, Mertsch S, Koos B, Riesmeier B, Stegemann H, Jeibmann A. 2009. TWIST-1 is overexpressed in neoplastic choroid plexus epithelial cells and promotes proliferation and invasion. Cancer Res.Jeibmann, A., Hasselblatt, M., Gerss, J., Wrede, B., Egensperger, R., Beschorner, R., & Paulus, W. (2006). Prognostic implications of atypical histologic features in choroid plexus papilloma. Journal of Neuropathology & Experimental Neurology, 65(11), 1069-1073.Kamaly-Asl ID, Shams N, Taylor MD. Genetics of choroid plexus tumors. Neurosurg Focus. Jan 15 2006;20(1):E10.Kluge, H. 2011. Atlas of CSF Cytology. Germany: ThiemeNagib, M. G., & OFallon, M. T. 2000. Lateral ventricle choroid plexus papilloma in childhood: management and complications. Surgical neurology,54(5), 366-372.Raimondi, A. J., & Gutierrez, F. A. 2005. Diagnosis and surgical treatment of choroid plexus papillomas. Pediatric Neurosurgery, 1(2-3), 81-115.Sarkar, C., Sharma, M. C., Gaikwad, S., Sharma, C., & Singh, V. P. 2009. Choroid plexus papilloma: a clinicopathological study of 23 cases. Surgical neurology, 52(1), 37-39.Zhen HN, Zhang X, Bu XY, Zhang ZW, Huang WJ, Zhang P, et al. 2006. Expression of the simian virus 40 large tumor antigen (Tag) and formation of Tag-p53 and Tag-pRb complexes in human brain tumors. Cancer. 11